bab iv hasil dan pembahasan - perpustakaan digital itb...
TRANSCRIPT
41
Bab IV Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini didesain sedemikian rupa sehingga diharapkan mampu
merepresentasikan aktivitas hipoglikemik yang dimiliki buah tin (Ficus carica L.)
melalui penurunan kadar glukosa darah puasa (GDP) hewan uji, sehingga buah ini
selanjutnya dapat digunakan sebagai salah satu bahan alternatif dalam terapi
herbal, khususnya dalam pengelolaan penyakit diabetes melitus (DM) yang saat
ini kasusnya banyak sekali dijumpai di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Buah
tin yang masih segar diperoleh dari Kompleks Pesantren Qiro’atus Sab’ah,
Limbangan, Garut, Jawa Barat.
IV.1 Kegiatan Pendahuluan
Sebagai kegiatan pendahuluan, dilakukan penapisan fitokimia terhadap ekstrak
buah tin yang ditujukan untuk mengidentifikasi adanya kandungan metabolit
sekunder di dalam buah tin. Metabolit sekunder yang dimaksud yaitu alkaloid,
saponin, steroid dan triterpenoid. Hasil penapisan fitokimia ini hanya
menunjukkan adanya senyawa triterpenoid, yang ditandai dengan terbentuknya
warna ungu setelah ekstrak eter buah tin ditetesi dengan pereaksi Liebermann–
Burchard, seperti tampak pada Gambar IV.1. Sementara hasil penapisan fitokimia
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel IV.1.
Gambar IV.1. Warna ungu yang terbentuk setelah ekstrak eter buah tin diuji dengan Liebermann–Burchard
42
Tabel IV.1. Pemeriksaan kandungan metabolit sekunder buah tin (Ficus carica L.) melalui penapisan fitokimia
No. Metabolit Sekunder Hasil
1 2 3 4
Alkaloid Saponin Steroid Triterpenoid
– – – +
Selain menggunakan buah tin sebagai bahan utama yang diselidiki aktivitas
hipoglikemiknya, dalam penelitian ini digunakan tikus putih jantan galur wistar
(Rattus norvegicus L.) sebagai hewan uji yang dikondisikan terlebih dahulu
sehingga menderita penyakit diabetes dengan cara diinduksi oleh larutan aloksan
monohidrat. Tikus diabetes ini merupakan representasi dari para pasien penderita
DM.
Kadar GDP dari semua hewan uji terus dipantau, baik sebelum maupun setelah
diberi perlakuan, selama 21 hari, hingga diperoleh data yang selanjutnya dapat
digunakan sebagai bukti ilmiah mengenai aktivitas hipoglikemik yang dimiliki
oleh buah tin. Dan sebagai perbandingan, dilakukan juga penentuan aktivitas
hipoglikemik dari salah satu obat antidiabetes oral yang sudah beredar di pasaran,
yaitu metformin, terhadap hewan uji yang sama. Hewan uji yang dimaksud
diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Klinik Rumah Sakit Hasan Sadikin,
Bandung, Jawa Barat.
IV.2 Pembuatan Ekstrak Air Buah Tin
Salah satu manfaat aplikatif yang ingin dicapai melalui penelitian ini yaitu para
penderita DM dapat langsung menggunakan buah tin sebagai obat antidiabetes
dengan cara yang praktis, tanpa harus susah payah mengisolasi zat aktif
antidiabetes terlebih dahulu. Misalnya, cukup dengan mengkonsumsi air rebusan
buah tin dengan dosis dan waktu penggunaan yang tepat, maka kadar GDP para
penderita DM dapat diarahkan hingga mencapai sasaran yang diinginkan. Untuk
kepentingan ini, ekstraksi buah tin dilakukan dengan cara perkolasi menggunakan
43
air atau aquades sebagai pelarutnya. Namun, penggunaan air akan mengakibatkan
ekstrak buah tin mudah dan cepat ditumbuhi berbagai mikroba yang merugikan.
Pertumbuhan mikroba di dalam ekstrak ini akan menimbulkan penyimpangan dari
hasil yang diperoleh. Oleh karena itu, ke dalam ekstrak air ditambahkan beberapa
tetes etanol 10% yang dimaksudkan supaya ekstrak air buah tin dapat bertahan
relatif lebih lama, karena kemungkinan mikroba tumbuh di dalam media yang
mengandung etanol sangat kecil. Dari proses perkolasi ini, diperoleh ekstrak air
buah tin yang berwarna merah kecokelatan sebanyak 94 mL seperti terlihat pada
Gambar IV.2, dengan kadar buah tin sebesar 1.064 mg/mL. Ekstrak ini
selanjutnya disimpan di dalam freezer untuk proses selanjutnya.
Gambar IV.2. Ekstrak air buah tin (Ficus carica L.)
IV.3 Perlakuan Terhadap Hewan Uji
Berdasarkan jenis perlakuannya, hewan uji dibagi menjadi tujuh kelompok.
Jumlah sampel, dalam hal ini hewan uji, untuk masing-masing kelompok dihitung
berdasarkan rumus Federer, dengan r sebagai jumlah sampel dan t sebagai jumlah
perlakuan, sebagaimana terlihat pada persamaan (4.1).(51)
(r – 1)(t – 1) ≥ 15 (4.1)
(r – 1)(7 – 1) ≥ 15
(r – 1)6 ≥ 15
6r ≥ 21
r ≥ 3,5
44
Jadi jumlah minimal sampel untuk setiap kelompok adalah empat ekor hewan uji.
Dengan demikian, untuk memenuhi keperluan ini, dibutuhkan hewan uji sebanyak
28 ekor. Akan tetapi dalam penelitian ini digunakan hewan uji sebanyak 35 ekor,
dengan perkiraan ada hewan uji yang mati sebelum perlakuan selesai karena
kondisi hiperglikemia yang terlalu tinggi, sehingga diperlukan beberapa hewan uji
cadangan.
Hewan uji tikus yang disiapkan berusia 2 – 3 bulan, dan setelah ditimbang satu
per satu, diperoleh kisaran berat badan tikus antara 152 – 224 gram, dengan rata-
rata berat badan sebesar 194,82 gram. Berat badan ini sangat erat kaitannya
dengan jumlah zat yang akan dimasukkan ke dalam tubuh tikus. Semua tikus
perlu diadaptasikan terlebih dahulu selama tujuh hari. Hal ini diperlukan untuk
menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang baru, sehingga tikus tidak stres.
Dengan demikian, kondisi hiperglikemia yang disebabkan oleh tingginya tingkat
stres pada tikus dapat dihindari. Sejak hari pertama proses adaptasi tersebut,
semua tikus diberi makanan pelet dan minuman secukupnya.
Tikus yang diberi perlakuan selanjutnya adalah tikus yang mempunyai nilai GDP
normal, yaitu nilai GDP di bawah 126 mg/mL, sedangkan tikus yang mempunyai
nilai GDP di atas normal tidak dipergunakan. Untuk mengetahui kondisi awal dari
semua tikus yang digunakan, maka dilakukan pemeriksaan GDP pra induksi
terlebih dahulu. Dari pemeriksaan tersebut, diperoleh kisaran GDP antara 80,40 –
111,23 mg/dL, dengan rata-rata kadar GDP sebesar 91,22 mg/dL. Berdasarkan
nilai GDP yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa semua hewan uji yang
disiapkan sudah memenuhi kriteria untuk diberi perlakuan selanjutnya.
Mula-mula sebanyak empat ekor tikus dimasukkan ke dalam kelompok satu (K.1)
yang merupakan kontrol negatif. Artinya kadar GDP tikus-tikus di dalam
kelompok ini dibiarkan berada dalam kisaran normal. Sementara tikus-tikus yang
lain diinduksi dengan larutan aloksan monohidrat secara intravena dengan dosis
125 mg/kgBB. Dengan rata-rata berat badan tikus sebesar 194,82 gram, maka
banyaknya aloksan monohidrat yang diinduksikan ke dalam tubuh tikus adalah
45
sebesar 25 mg. Artinya, diperlukan sebanyak 0,25 mL larutan aloksan monohidrat
100 mg/mL untuk menginduksi tikus sehingga menderita diabetes. Dipilihnya
dosis ini dengan pertimbangan berdasarkan penelusuran literatur yang telah
dilakukan, diperoleh informasi bahwa dosis aloksan monohidrat 125 mg/kgBB
merupakan dosis optimal yang dapat menghasilkan sebanyak 80% tikus diabetes
dengan kadar glukosa darah 200 – 400 mg/dL. Sementara dosis aloksan
monohidrat 175 mg/kg BB menghasilkan keadaan diabetes dengan kadar glukosa
darah 400 – 800 mg/dL dan tikus yang dapat bertahan hidup setelah 48 jam hanya
25%.(43) Proses induksi dengan aloksan monohidrat ini menyebabkan kerusakan
pada sel β pankreas sehingga sekresi insulin akan berkurang dan kadar glukosa
dalam darah pun akan meningkat, akibatnya tikus-tikus ini menjadi diabetes.
Setelah dibiarkan selama tiga hari, GDP hewan uji tikus diperiksa kembali
sehingga diperoleh data kadar GDP pasca induksi pada T0. Tikus yang
mempunyai kadar GDP di atas 126 mg/dL dipilih sebagai tikus diabetes. Semua
tikus diabetes dikelompokkan menjadi enam kelompok secara acak, masing-
masing terdiri dari empat ekor. Jadi secara keseluruhan terdapat tujuh kelompok
tikus dengan perlakuan yang berbeda yaitu: kelompok K.1 sebagai kontrol negatif;
kelompok K.2 sebagai kontrol positif, hanya diberi Amidis® 1 mL per oral setiap
hari; kelompok K.3 sebagai kelompok pembanding, diberi metformin 50
mg/kgBB per oral setiap hari; serta kelompok K.4, K.5, K.6 dan K.7 sebagai
kelompok pengujian, masing-masing diberi ekstrak air buah tin dengan dosis
berturut-turut sebesar 25 mg/kgBB, 50 mg/kgBB, 100 mg/kgBB dan 200
mg/kgBB per oral setiap hari.
IV.4 Pemeriksaan Kadar GDP
Pemeriksaan GDP dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan menggunakan
glukotester elektrik Life Scan tipe Smart Scan. Kedua, dengan menggunakan
metoda Somogyi–Nelson, yang didasarkan pada pengukuran absorbansi pada
panjang gelombang 660 nm dengan spektrofotometer Spectronic–Genesys 20.
Masing-masing metoda mempunyai kelebihan dan kelemahan tersendiri.
Kelebihan pemeriksaan kadar GDP dengan menggunakan glukotester elektrik di
46
antaranya yaitu cepat dan praktis. Cukup dengan meneteskan sedikit cuplikan
darah yang diambil dari bagian ekor tikus ke atas strip yang sudah terpasang pada
bagian tertentu dari glukotester elektrik, maka nilai kadar GDP dalam mg/dL
dapat dilihat pada layar setelah 15 detik. Akan tetapi terbatasnya nilai kadar GDP
yang terjangkau menjadi salah satu kelemahan dari metoda ini. Glukotester
elektrik Life Scan tipe Smart Scan yang digunakan dalam penelitian ini hanya
dapat menjangkau nilai GDP sampai 600 mg/dL. Sementara nilai di atas 600
mg/dL tidak dapat terdeteksi dan pada layar akan muncul tulisan HI, artinya kadar
GDP sudah terlalu tinggi (high level). Dengan demikian, diperlukan pemeriksaan
GDP dengan metoda lain yang dapat menjangkau nilai GDP yang lebih luas.
Untuk kepentingan tersebut, pemeriksaan GDP ditentukan pula dengan metoda
Somogyi–Nelson. Meskipun kurang praktis dan relatif lebih lama, akan tetapi
nilai GDP yang dapat dijangkau melalui metoda ini lebih luas. Selain itu, nilai
GDP yang terukur melalui metoda Somogyi–Nelson tidak jauh berbeda dengan
nilai GDP yang terukur melalui glukotester elektrik. Oleh karena itu, untuk
kepentingan uji statistik dari data-data yang diperoleh, maka data yang dianalisis
dalam penelitian ini adalah data hasil pemeriksaan dengan metoda Somogyi–
Nelson. Pemeriksaan kadar GDP, baik dengan glukotester maupun dengan metoda
Somogyi–Nelson, dilakukan terhadap tikus yang sudah dipuasakan terlebih
dahulu selama 12 jam.
Penentuan kadar glukosa dengan metoda Somogyi–Nelson didasarkan pada reaksi
redoks antara gula pereduksi dengan ion tembaga serta reaksi redoks ion tembaga
dengan ion molibdenum. Reaksi redoks antara gula pereduksi dengan ion tembaga
berlangsung dalam suasana basa. Dalam suasana basa ion kompleks Cu2+ akan
membentuk Cu(OH)2 yang mudah mengendap. Untuk mengatasi supaya tidak
terbentuk endapan, maka ion Cu2+ direduksi menjadi Cu+ oleh gugus aldehid dari
gula pereduksi dengan bantuan pemanasan. Hasil reaksi terlihat dengan
munculnya endapan berwarna merah bata. Persamaan reaksi reduksi ion kompleks
Cu2+ oleh gugus aldehid dapat dilihat melalui persamaan (4.2) berikut:
47
+ 2OH– ⎯→ + H2O + 2e
2Cu2+ + 2e ⎯→ 2Cu+
2Cu+ + 2OH– ⎯→ Cu2O + H2O
R–CHO + 2Cu2+ + 4OH– ⎯→ R–COOH + Cu2O + 2H2O (4.2)
Warna yang dihasilkan pada reaksi di atas memiliki intensitas yang sangat rendah
untuk dapat diukur dengan spektrofotometer. Oleh karena itu ditambahkan reagen
arsenomolibdat untuk meningkatkan intensitas warna senyawa yang akan diukur.
Dalam suasana asam, ion Cu+ akan kembali teroksidasi menjadi ion Cu2+,
sedangkan molibdenum dengan bilangan oksidasi (VI) akan tereduksi menjadi
molibdenum dengan bilangan oksidasi (IV). Reaksi ini menghasilkan senyawa
berwarna yang dapat diukur dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang
gelombang 660 nm. Dipilihnya panjang gelombang ini karena serapan maksimum
terjadi pada panjang gelombang tersebut. Konsentrasi molibdenum yang tereduksi
sebanding dengan konsentrasi Cu2O, sedangkan konsentrasi Cu2O sebanding
dengan konsentrasi senyawa gula pereduksi.(49)
IV.5 Hasil Pemeriksaan Kadar GDP
Perlakuan terhadap hewan uji dilakukan selama 21 hari, sehingga diperoleh data
kadar GDP pasca induksi pada T0, T7, T14 dan T21. Data hasil pemeriksaan kadar
GDP pra induksi, pasca induksi, baik pada T0, T7, T14 maupun pada T21 dapat
dilihat pada Tabel IV.2.
endapan merah bata
CH
O
R C
O
R OH
48
Tabel IV.2. Data hasil pemeriksaan GDP hewan uji pra induksi dan pasca induksi pada T0, T7, T14 dan T21
Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dL) Pasca Induksi Kelompok No.
Pra Induksi T0 T7 T14 T21
K.1
1.1 1.2 1.3 1.4
87,68 80,81
102,54 94,93
91,72 83,64 101,09 90,22
88,08 76,77 98,55 88,77
87,68 79,60 103,26 86,59
84,44 75,15
107,25 90,94
Rata-rata 91,49 91,66 88,04 89,28 89,45
K.2
2.1 2.2 2.3 2.4
88,08 80,40 84,04 82,83
638,30 549,36 619,15 537,02
651,49 637,02 645,53 594,04
662,13 649,79 665,11 635,32
Rata-rata 83,84 585,96 632,02 653,09
K.3
3.1 3.2 3.3 3.4
84,04 93,74 99,28 94,14
665,53 440,04 562,55 659,15
543,40 419,81 541,28 224,95
65,00 55,45 50,00 57,73
367,39 566,38 567,66 546,81
Rata-rata 92,80 581,82 432,36 57,05 512,06
K.4
4.1 4.2 4.3 4.4
80,81 91,31 84,04 89,70
674,04 640,00 679,57 636,60
452,84 221,97 356,66 271,88
95,29 123,19 97,46 72,32
543,40 538,30 540,85 236,50
Rata-rata 86,46 657,55 325,84 97,07 464,76
K.5
5.1 5.2 5.3 5.4
89,70 104,71 80,81
106,16
357,48 608,51 452,84 482,56
251,77 399,59 363,26 391,74
57,73 71,92 69,49 56,36
239,85 454,90 466,46 553,19
Rata-rata 95,34 475,35 351,59 63,88 428,60
K.6
6.1 6.2 6.3 6.4
88,89 80,40
110,51 97,10
581,28 637,87 622,55 481,32
348,40 374,82 425,59 274,12
77,58 52,73 100,00 143,84
466,05 545,53 371,93 316,62
Rata-rata 94,23 580,76 355,73 93,54 425,03
K.7
7.1 7.2 7.3 7.4
111,23 91,72 86,87 87,68
602,98 453,25 373,58 553,62
363,67 355,42 131,88 316,62
77,98 67,73 118,48 92,53
438,80 430,55 371,10 480,91
Rata-rata 94,37 495,86 291,90 89,18 430,34
Data hasil pemeriksaan kadar GDP pra induksi, pasca induksi, baik pada T0, T7,
T14 maupun pada T21 tergambar lebih jelas pada Gambar IV.3 sampai Gambar
IV.9.
49
Gambar IV.3. Perbandingan GDP tikus kelompok 1 pra induksi dan pasca induksi pada T0, T7, T14 dan T21
Gambar IV.4. Perbandingan GDP tikus kelompok 2 pra induksi dan pasca
induksi pada T0, T7, T14 dan T21
50
Gambar IV.5. Perbandingan GDP tikus kelompok 3 pra induksi dan pasca
induksi pada T0, T7, T14 dan T21
Gambar IV.6. Perbandingan GDP tikus kelompok 4 pra induksi dan pasca
induksi pada T0, T7, T14 dan T21
51
Gambar IV.7. Perbandingan GDP tikus kelompok 5 pra induksi dan pasca
induksi pada T0, T7, T14 dan T21
Gambar IV.8. Perbandingan GDP tikus kelompok 6 pra induksi dan pasca
induksi pada T0, T7, T14 dan T21
52
Gambar IV.9. Perbandingan GDP tikus kelompok 7 pra induksi dan pasca
induksi pada T0, T7, T14 dan T21
Berdasarkan data yang tertera pada Tabel IV.2 dan grafik pada Gambar IV.3
sampai Gambar IV.9 di atas, dapat dilihat bahwa pada kelompok 1 relatif tidak
terdapat perubahan antara nilai GDP pra induksi dan pasca induksi, mengingat
kelompok 1 ini merupakan kontrol negatif, yaitu kelompok yang tidak diinduksi
dengan aloksan monohidrat. Akibatnya hingga pemeriksaan pada T21, nilai GDP
mereka relatif konstan dan berada pada kisaran normal, dengan rata-rata kadar
GDP sebesar 89,98 mg/dL.
Begitu juga yang terjadi pada semua hewan uji pada kelompok 2 sampai
kelompok 7. Sebelum diinduksi dengan aloksan monohidrat, semua hewan uji
pada kelompok-kelompok tersebut menunjukkan nilai GDP yang normal. Akan
tetapi setelah diinduksi aloksan dengan dosis 125 mg/kgBB, terjadi kenaikan GDP
yang cukup drastis. Nilai GDP hewan uji pada kelompok 2 semakin lama semakin
tinggi. Pada T0, T7 dan T14, rata-rata kadar GDP kelompok 2 berturut-turut adalah
sebesar 585,96 mg/dL; 632,02 mg/dL; dan 653,09 mg/dL. Bahkan pada T21 semua
hewan uji pada kelompok ini mati karena kondisi hiperglikemia yang terlalu
tinggi. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa kelompok 2 merupakan kontrol positif,
yaitu kelompok yang tidak diberi obat hipoglikemik apa pun setelah diinduksi
dengan aloksan monohidrat, melainkan hanya diberi makan dan minum serta
diberi Amidis® 1 mL per oral setiap hari. Dengan demikian, dapat disimpulkan
53
bahwa pemberian Amidis® tanpa pemberian obat hipoglikemik ini tidak mampu
menurunkan kadar GDP pada hewan uji.
Lain halnya yang terjadi pada kelompok 3 sampai kelompok 7. Telah disebutkan
sebelumnya bahwa kelompok 3 merupakan kelompok pembanding, yaitu
kelompok yang diberi salah satu obat hipoglikemik komersil yang sudah beredar
di pasaran, yaitu metformin, setelah diinduksi dengan aloksan monohidrat.
Sementara hewan uji pada kelompok 4 sampai kelompok 7 diberi ekstrak air buah
tin dengan dosis yang berbeda-beda. Dan berdasarkan data yang diperoleh, semua
hewan uji pada kelompok 3 sampai kelompok 7 menunjukkan kemiripan
perubahan nilai GDP, baik pada T0, T7, T14 maupun pada T21.
Sebelumnya telah disebutkan bahwa proses induksi aloksan pada hewan uji tikus
menyebabkan terjadinya kenaikan nilai GDP yang drastis. Berdasarkan data yang
diperoleh pada T0, diketahui bahwa rata-rata kadar GDP hewan uji pada kelompok
3 sampai kelompok 7 berturut-turut sebesar 581,82 mg/dL; 657,55 mg/dL; 475,35
mg/dL; 580,76 mg/dL; dan 495,86 mg/dL. Akan tetapi setelah diberi perlakuan
hingga T7, nilai GDP hewan uji pada kelompok 3 sampai kelompok 7 mengalami
penurunan dengan rata-rata kadar GDP berturut-turut sebesar 432,36 mg/dL;
325,84 mg/dL; 351,59 mg/dL; 355,73 mg/dL; dan 291,90 mg/dL. Nilai GDP tikus
pada kelompok 3 sampai kelompok 7 kembali mengalami penurunan yang lebih
signifikan lagi hingga T14. Bahkan nilai GDP pada saat itu lebih rendah daripada
nilai GDP pra induksi, dengan rata-rata kadar GDP tikus pada kelompok 3 sampai
kelompok 7 pada T14 berturut-turut sebesar 57,05 mg/dL; 97,07 mg/dL; 63,88
mg/dL; 93,54 mg/dL; dan 89,18 mg/dL. Namun, kadar GDP dari semua hewan uji
pada kelompok 3 sampai kelompok 7 kembali mengalami kenaikan yang cukup
drastis pada T21, dengan rata-rata kadar GDP berturut-turut sebesar 512,06 mg/dL;
464,76 mg/dL; 428,60 mg/dL; 425,03 mg/dL; dan 430,34 mg/dL. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian obat hipoglikemik, baik metformin
maupun ekstrak air buah tin terhadap hewan uji yang sudah diinduksi aloksan,
efektif dilakukan sampai T14.
54
IV.5.1 Analisis Data Hasil Pemeriksaan GDP Pra Induksi
Berdasarkan analisis varian oneway ANOVA, diperoleh nilai F hitung sebesar
0,890 dengan nilai sig 0,520. Nilai sig (0,520) > 0,05 sehingga pengujian tidak
memberikan hasil yang signifikan, artinya ketujuh kelompok perlakuan pada
waktu pra induksi menunjukkan nilai rata-rata kadar GDP yang tidak berbeda satu
sama lainnya. Dan berdasarkan uji jarak berganda DUNCAN, diketahui bahwa
semua kelompok berada pada satu grup yang sama. Artinya tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara kadar GDP dari ketujuh kelompok perlakuan
yang diuji.
IV.5.2 Analisis Data Hasil Pemeriksaan GDP pada T0
Berdasarkan analisis varian oneway ANOVA, diperoleh nilai F hitung sebesar
24,533 dengan nilai sig 0,000. Nilai sig (0,000) < 0,05 sehingga pengujian
memberikan hasil yang signifikan, artinya terdapat perbedaan nilai rata-rata kadar
GDP di antara ketujuh kelompok perlakuan pada waktu T0. Dan berdasarkan uji
jarak berganda DUNCAN, diketahui terdapat tiga grup yang berbeda signifikan
satu sama lain. Grup satu terdiri atas kelompok 1, yang menunjukkan nilai rata-
rata kadar GDP terendah pada waktu T0. Di grup kedua ada kelompok 5,
kelompok 7, kelompok 6, kelompok 3 dan kelompok 2. Sedangkan di grup ketiga
ada kelompok 6, kelompok 3, kelompok 2 dan kelompok 4. Dengan demikian,
kesimpulan yang dapat diambil dari hasil pengujian kadar GDP pada T0 adalah:
a. rata-rata kadar GDP tertinggi dihasilkan oleh kelompok 4 sebesar 657,55
mg/dL dan terendah dihasilkan oleh kelompok 1 sebesar 91,66 mg/dL;
b. kelompok 1 berbeda signifkan dengan 6 kelompok lainnya;
c. kelompok 5, kelompok 7, kelompok 6, kelompok 3 dan kelompok 2 tidak
berbeda satu sama lainnya;
d. kelompok 6, kelompok 3, kelompok 2 dan kelompok 4 tidak berbeda satu
sama lainnya;
e. kelompok 5 dan kelompok 7 keduanya berbeda signifikan dengan kelompok
6, kelompok 3, kelompok 2 dan kelompok 4; dan
f. kelompok 4 berbeda signifikan dengan kelompok 5, kelompok 7, kelompok
6, kelompok 3 dan kelompok 2.
55
IV.5.3 Analisis Data Hasil Pemeriksaan GDP pada T7
Berdasarkan analisis varian oneway ANOVA, diperoleh nilai F hitung sebesar
13,744 dengan nilai sig 0,000. Nilai sig (0,000) < 0,05 sehingga pengujian
memberikan hasil yang signifikan, artinya terdapat perbedaan nilai rata-rata kadar
GDP di antara ketujuh kelompok perlakuan pada waktu T7. Dan berdasarkan uji
jarak berganda DUNCAN, diketahui terdapat tiga grup yang berbeda signifikan
satu sama lain. Grup satu terdiri atas kelompok 1, yang menunjukkan nilai rata-
rata kadar GDP terendah pada waktu T7. Di grup kedua ada kelompok 7,
kelompok 4, kelompok 5, kelompok 6 dan kelompok 3. Sedangkan di grup ketiga
hanya ada kelompok 2. Dengan demikian, kesimpulan yang dapat diambil dari
hasil pengujian kadar GDP pada T7 adalah:
a. rata-rata kadar GDP tertinggi dihasilkan oleh kelompok 2 sebesar 632,02
mg/dL dan terendah dihasilkan oleh kelompok 1 sebesar 88,04 mg/dL;
b. kelompok 1 berbeda signifkan dengan 6 kelompok lainnya; dan
c. kelompok 7, kelompok 4, kelompok 5, kelompok 6 dan kelompok 3 tidak
berbeda satu sama lainnya dan berbeda signifikan dengan kelompok 1
maupun kelompok 2.
IV.5.4 Analisis Data Hasil Pemeriksaan GDP pada T14
Berdasarkan analisis varian oneway ANOVA, diperoleh nilai F hitung sebesar
468,608 dengan nilai sig 0,000. Nilai sig (0,000) < 0,05 sehingga pengujian
memberikan hasil yang signifikan, artinya terdapat perbedaan nilai rata-rata kadar
GDP di antara ketujuh kelompok perlakuan pada waktu T14. Dan berdasarkan uji
jarak berganda DUNCAN, diketahui terdapat empat grup yang berbeda signifikan
satu sama lain. Grup satu terdiri atas kelompok 3 dan kelompok 5. Di grup kedua
ada kelompok 5, kelompok 7, kelompok 1 dan kelompok 6. Di grup ketiga ada
kelompok 7, kelompok 1, kelompok 6 dan kelompok 4. Sedangkan di grup empat
hanya ada kelompok 2. Dengan demikian, berdasarkan pengujian kadar GDP pada
T14, dapat dinyatakan bahwa rata-rata kadar GDP tertinggi dihasilkan oleh
kelompok 2 sebesar 653,08 mg/dL dan terendah dihasilkan oleh kelompok 3
sebesar 57,04 mg/dL.
56
IV.6 Penurunan Kadar GDP dari T0 ke T14
Tabel IV.3 menunjukkan penurunan nilai GDP pasca induksi yang terjadi pada
semua hewan uji, antara pra perlakuan pada T0 dan pasca perlakuan pada T14.
Berdasarkan data pada Tabel IV.3, terlihat bahwa pada kelompok 1 dan 2 relatif
tidak terdapat perubahan antara GDP pada T0 dan T14, sedangkan pada kelompok
3 sampai kelompok 7 terlihat penurunan GDP yang sangat besar.
Tabel IV.3. Data penurunan kadar GDP hewan uji pasca induksi pada T0 (pra perlakuan) dan T14 (pasca perlakuan)
Kadar GDP (mg/dL) Kelompok No.
T0 T14 ΔGDP
(mg/dL) Rata-rata ΔGDP
(mg/dL)
K.1 kontrol negatif
1.1 1.2 1.3 1.4
91,72 83,64
101,09 90,22
87,68 79,60
103,26 86,59
4,04 4,04
–2,17 3,63
2,39
K.2 kontrol positif
2.1 2.2 2.3 2.4
638,30 549,36 619,15 537,02
662,13 649,79 665,11 635,32
–23,83 –100,43
–45,96 –98,30
–67,13
K.3 metformin
50 mg/kgBB
3.1 3.2 3.3 3.4
665,53 440,04 562,55 659,15
65,00 55,45 50,00 57,73
600,53 384,59 512,55 601,42
524,77
K.4 ekstrak buah tin
25 mg/kgBB
4.1 4.2 4.3 4.4
674,04 640,00 679,57 636,60
95,29 123,19 97,46 72,32
578,75 516,81 582,11 564,28
560,49
K.5 ekstrak buah tin
50 mg/kgBB
5.1 5.2 5.3 5.4
357,48 608,51 452,84 482,56
57,73 71,92 69,49 56,36
299,75 536,59 383,35 426,20
411,47
K.6 ekstrak buah tin 100 mg/kgBB
6.1 6.2 6.3 6.4
581,28 637,87 622,55 481,32
77,58 52,73
100,00 143,84
503,70 585,14 522,55 337,48
487,22
K.7 ekstrak buah tin 200 mg/kgBB
7.1 7.2 7.3 7.4
602,98 453,25 373,58 553,62
77,98 67,73
118,48 92,53
525,00 385,52 255,10 461,09
406,68
Gambaran lebih jelas untuk penurunan GDP tiap kelompok dapat dilihat pada
Gambar IV.10 sampai Gambar IV.16.
57
Gambar IV.10. Perbandingan GDP kelompok 1 pasca induksi pada T0 dan T14
Gambar IV.11. Perbandingan GDP kelompok 2 pasca induksi pada T0 dan T14
Gambar IV.12. Perbandingan GDP kelompok 3 pasca induksi pada T0 dan T14
58
Gambar IV.13. Perbandingan GDP kelompok 4 pasca induksi pada T0 dan T14
Gambar IV.14. Perbandingan GDP kelompok 5 pasca induksi pada T0 dan T14
Gambar IV.15. Perbandingan GDP kelompok 6 pasca induksi pada T0 dan T14
59
Gambar IV.16. Perbandingan GDP kelompok 7 pasca induksi pada T0 dan T14
Berdasarkan data yang tertera pada Tabel IV.3 dan grafik pada Gambar IV.10
sampai IV.16 di atas, dapat dilihat bahwa penurunan kadar GDP yang terjadi
secara drastis antara T0 dan T14 dialami oleh kelompok 3 sampai kelompok 7,
dengan persentase penurunan rata-rata kadar GDP berturut-turut sebesar 90,20%;
85,24%; 86,56%; 83,89%; dan 82,02%.
IV.7 Analisis Data Penurunan Kadar GDP dari T0 ke T14
Untuk melihat apakah penurunan kadar GDP dari ketujuh kelompok pengamatan
berbeda signifikan atau tidak, terlebih dahulu dicari selisih kadar GDP antara T0
dengan T14, seperti yang dapat dilihat kembali pada Tabel IV.3. Dipilihnya T14 ini
adalah karena pada waktu tersebut rata-rata kadar GDP telah memenuhi
persyaratan efek yang diinginkan.
Berdasarkan analisis varian oneway ANOVA, diperoleh nilai F hitung sebesar
38,878 dan sig sebesar 0,000. Nilai sig (0,000) < 0,05 sehingga dapat disimpulkan
bahwa penurunan kadar GDP ketujuh kelompok pengamatan berbeda signifikan.
Dan berdasarkan uji jarak berganda DUNCAN, diketahui bahwa kelompok 2,
sebagai kontrol positif, memiliki rata-rata penurunan kadar GDP yang negatif,
artinya sejak saat induksi hingga hari ke-14 terjadi kenaikan GDP dengan rata-rata
sebesar 67,13 mg/dL. Kelompok kontrol negatif memiliki rata-rata penurunan
GDP hanya sebesar 2,38.
60
Dari analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa semua kelompok perlakuan yang
diberi ekstrak air buah tin, baik pada dosis 25 mg/kgBB, 50 mg/kgBB, 100
mg/kgBB maupun 200 mg/kgBB per oral dikategorikan dapat memberikan
penurunan kadar GDP yang tidak berbeda signifikan dengan kelompok yang
diberi obat pembanding metformin dengan dosis 50 mg/kgBB. Namun terdapat
perbedaan yang signifikan antara penurunan kadar GDP pada kelompok 7 dengan
kelompok 4. Perbedaan yang signifikan terdapat pula di antara kelompok 5 dan
kelompok 4. Penurunan kadar GDP tertinggi diberikan oleh kelompok 4 yang
diberi ekstrak air buah tin dengan dosis 25 mg/kgBB per oral. Penurunan kadar
GDP pada kelompok ini mempunyai rata-rata sebesar 560,49 mg/dL dan lebih
tinggi daripada kelompok 3, sebagai kelompok pembanding yang diberi
metformin dengan dosis 50 mg/kgBB per oral, dengan rata-rata penurunan GDP
sebesar 524,77 mg/dL. Kelompok 6 yang diberi ekstrak air buah tin sebesar 100
mg/kgBB memberikan rata-rata penurunan kadar GDP yang mendekati rata-rata
penurunan kadar GDP pada kelompok 3 sebagai pembanding, dengan rata-rata
penurunan kadar GDP sebesar 487,22 mg/dL. Angka ini tidak berbeda signifikan
dengan rata-rata penurunan kadar GDP yang diberikan oleh kelompok 3 sebagai
kelompok pembanding.
Perbandingan rata-rata penurunan kadar GDP dari semua kelompok hewan uji ini
lebih jelas terlihat melalui grafik pada Gambar IV.17.
Gambar IV.17. Perbandingan rata-rata penurunan kadar glukosa darah puasa kelompok hewan uji
61
Dengan demikian, secara umum dapat disimpulkan bahwa ekstrak air buah tin
dapat menurunkan kadar GDP, baik pada dosis 25 mg/kgBB, 50 mg/kgBB, 100
mg/kgBB maupun 200 mg/kgBB per oral. Hasil secara keseluruhan menunjukkan
bahwa penurunan kadar GDP yang ditunjukkan oleh keempat dosis ekstrak tin
tersebut tidak berbeda nyata dengan penurunan kadar GDP yang ditunjukkan oleh
kelompok 3 yang diberi obat pembanding berupa metformin dengan dosis 50
mg/kgBB per oral. Namun, ekstrak air buah tin dengan dosis 25 mg/kgBB per oral
memberikan penurunan yang lebih tinggi dari kelompok 3 tersebut. Dosis ekstrak
air buah tin di atas 25 mg/kgBB per oral memberikan nilai penurunan kadar GDP
yang lebih rendah. Sehingga dosis ekstrak air buah tin 25 mg/kgBB per oral
adalah dosis terbaik untuk menurunkan kadar GDP dalam waktu 14 hari.
Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa pola fluktuasi kadar GDP pada semua
kelompok pengujian yang diberi ekstrak air buah tin mirip dengan kelompok
pembanding yang diberi metformin. Dengan demikian, dapat diduga bahwa
mekanisme kerja senyawa aktif antidiabetes yang terkandung dalam ekstrak air
buah tin adalah melalui peningkatan sensitivitas terhadap insulin dengan cara
menurunkan kadar glukosa darah dengan memperbaiki transport glukosa ke dalam
sel otot yang dirangsang oleh insulin, memperbaiki ambilan glukosa, menurunkan
produksi glukosa hati dengan jalan mengurangi glikolisis dan glukoneogenesis
dan meningkatkan jumlah reseptor insulin.