bab iv hasil penelitian dan pembahasan 4.1...
TRANSCRIPT
96
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Hasil Penelitian
4.1.1 Kebutuhan Desain Pelatihan Pengembangan
Pembelajaran Tematik Integratif
menggunakan CEM
Sebagaimana telah dipaparkan pada Bab III,
studi pendahuluan pada penelitian ini dilakukan
dengan teknik wawancara dan pemberian angket.
Wawancara telah dilakukan kepada kepala UPT
Dikdas LS Kecamatan Simo, mendapatkan hasil
sebagai berikut: a) 20 dari 34 (59 %) SD negeri dan
swasta di Kecamatan Simo telah menerapkan
Kurikulum 2013, meskipun belum full dari kelas 1
sampai 6; b) Guru kurang menguasai cara
mengembangkan pembelajaran tematik, sehingga
masih perlu ditingkatkan. Guru hanya
menggunakan Buku Guru dari pemerintah dan
belum berinovasi mengembangkan sendiri sesuai
dengan kondisi lingkungan sekitar siswa. Bahkan
guru melaksanakan pembelajaran tematik masih
lepas-lepas per mata pelajaran; c) Upaya yang
dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru
dalam mengembangkan pembelajaran tematik
adalah dengan cara mengirimkan guru dalam
97
kegiatan pelatihan. Namun, kegiatan tersebut
tergolong jarang sekali, karena hanya dilakukan 1
tahun sekali dan tidak semua guru dapat
mengikuti; d) Pelatihan yang dilakukan selama ini
bersifat top down, tidak didasari oleh kebutuhan
guru dalam pembelajaran; e) Oleh karena pelatihan
yang dilakukan selama ini bersifat top down, maka
hasil yang diperoleh belum tentu sesuai dengan
kebutuhan guru dalam hal pembelajaran. Pelatihan
yang dilakukan selama ini sifatnya sosialisasi
dengan alokasi waktu yang terbatas, sehingga
belum melibatkan guru untuk menyusun sebuah
produk yang menunjang pembelajaran tematik,
misalnya merancang jaring tema dan subtema
sesuai kondisi lingkungan siswa.
Angket yang diberikan kepada 20 guru kelas 4
SD di Kecamatan Simo terbagi menjadi dua
komponen yaitu kegiatan pelatihan (6 aspek) dan
kompetensi pedagogik guru (10 aspek). Hasil angket
kegiatan pelatihan dipaparkan pada uraian berikut.
Pada aspek keikutsertaan guru dalam pelatihan
Kurikulum 2013, terdapat 11 (55%) dari 20 guru
belum pernah mengikuti kegiatan pelatihan
Kurikulum 2013 dan 9 guru lainnya (45%) sudah
pernah mengikuti. Aspek berikutnya yaitu penilaian
terhadap kegiatan pelatihan yang dilakukan selama
ini. 6 dari 11 guru yang pernah mengikuti pelatihan
98
(55%) menilai cukup dan 5 lainnya (45%) menilai
baik. Pada aspek pemahaman terhadap
pembelajaran tematik, 11 guru (55%) menyatakan
cukup dan 9 lainnya (45%) menyatakan paham
terhadap pembelajaran tematik.
Pada aspek perlunya pengembangan
pembelajaran tematik berbasis lingkungan, 20 guru
(100%) menyatakan perlu dilakukan pengembangan
pembelajaran tematik berbasis lingkungan. Pada
aspek kebutuhan akan pelatihan, 19 guru (95%)
menyatakan membutuhkan pelatihan dan 1 lainnya
(5%) menyatakan tidak membutuhkan. Alasan yang
ditulis adalah karena tinggal beberapa bulan lagi
sudah pensiun. Selanjutnya, pada aspek kesediaan
mengikuti pelatihan, terdapat 19 guru (95%) yang
bersedia meluangkan waktu untuk kegiatan
pelatihan dan 1 lainnya (5%) menyatakan tidak
bersedia dengan alasan sudah hampir pensiun.
Komponen kedua yaitu kompetensi pedagogik
guru. Rekapitulasi hasil angket kompetensi
pedagogik guru dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Persentase Hasil Angket Kompetensi Pedagogik Guru
Aspek yang dinilai TB C B SB Std. UPT
Gap
1. Pemahaman terhadap model desain pembelajaran tematik
0% 65% 35% 0% 80%
B 45%
2. Kemampuan memerinci kelebihan dan kelemahan model desain pembelajaran tematik
0% 35% 65% 0% 80%
B 15%
99
3. Kemampuan memilih model desain pembelajaran tematik
0% 50% 50% 0% 80%
B 30%
4. Keterampilan mentabulasikan SKL, KI, KD, dan Silabus
0% 30% 70% 0% 80%
B 10%
5. Keterampilan menyusun jaring tema
0% 65% 35% 0% 80%
B 45%
6. Pemahaman terhadap model-model pembelajaran
0% 45% 55% 0% 80%
B 25%
7. Kemampuan memilih model-model pembelajaran
0% 45% 55% 0% 80%
B 25%
8. Keterampilan merancang skenario pembelajaran
0% 60% 40% 0% 80%
B 40%
9. Keterampilan menentukan teknik penilaian
0% 65% 35% 0% 80%
B 45%
10. Keterampilan menyusun instrumen penilaian
0% 75% 25% 0% 80%
B 55%
Sumber: diolah dari hasil angket studi kebutuhan Ket: TB (tidak baik), C (cukup), B (baik), SB (sangat baik)
Tabel 4.1 di atas, merupakan komparasi hasil
angket kompetensi pedagogik guru dengan standar
UPT Dikdas LS-Simo sehingga nampak
kesenjangannya. Pada aspek pemahaman terhadap
model desain pembelajaran tematik, terdapat 13
guru (65%) yang menyatakan cukup dan 7 guru
lainnya (35%) menyatakan memahami model desain
pembelajaran tematik dengan baik. Jika
dibandingkan dengan standar UPT, yaitu setidaknya
terdapat 16 guru (80%) yang menyatakan baik pada
aspek yang dinilai, maka nampak kesenjangannya
sebesar 45%.
Pada aspek kemampuan memerinci kelebihan
dan kelemahan model desain pembelajaran tematik,
terdapat 7 guru (35%) yang menjawab cukup dan 13
guru lainnya (65%) menyatakan baik dalam
100
memerinci kelebihan dan kelemahan model desain
pembelajaran tematik. Jika dibandingkan dengan
standar UPT, yaitu setidaknya terdapat 16 guru
(80%) yang menyatakan baik pada aspek yang
dinilai, maka nampak kesenjangannya sebesar 15%.
Aspek kemampuan memilih model desain
pembelajaran tematik, jumlah guru yang menjawab
cukup adalah sebanyak 10 guru (50%) dan 10 guru
lainnya (50%) menyatakan memiliki keterampilan
yang baik dalam memilih model desain
pembelajaran tematik. Jika dibandingkan dengan
standar UPT, yaitu setidaknya terdapat 16 guru
(80%) yang menyatakan baik pada aspek yang
dinilai, maka nampak kesenjangannya sebesar 30%.
Pada aspek keterampilan mentabulasikan
SKL, KI, KD, dan silabus, terdapat 6 guru (30%)
yang menyatakan cukup dan 14 lainnya (70%)
menyatakan memiliki keterampilan yang baik dalam
mentabulasikan SKL, KI, KD, dan silabus. Jika
dibandingkan dengan standar UPT, yaitu setidaknya
16 guru (80%) menyatakan baik, maka
kesenjanganya hanya adalah sebesar 10%.
Pada aspek keterampilan menyusun jaring
tema, terdapat 13 guru (65%) yang menyatakan
cukup dan 7 guru lainnya (35%) menyatakan baik
dalam menyusun jaring tema. Jika dibandingkan
dengan standar UPT, yaitu minimal 16 guru (80%)
101
memiliki kemampuan yang baik dalam menyusun
jaring tema, maka kesenjangan yang muncul
sebesar 45%.
Pada aspek pemahaman terhadap model-
model pembelajaran, terdapat 9 guru (45%) yang
menjawab cukup dan 11 lainnya (55%) menyatakan
memiliki pemahaman yang baik terhadap model-
model pembelajaran. Jika dibandingkan dengan
standar UPT, minimal 16 guru (80%) memiliki
pemahaman yang baik terhadap model-model
pembelajaran, maka kesenjangan yang nampak
adalah sebesar 25%.
Pada aspek kemampuan memilih model-model
pembelajaran, ada 9 guru (45%) yang menyatakan
cukup dan 11 lainnya (55%) menyatakan baik
dalam memilih model-model pembelajaran. Jika
dibandingkan dengan standar UPT, yaitu minimal
16 guru (80%) menyatakan baik dalam memilih
model-model pembelajaran, maka besar
kesenjanganya adalah 25%.
Pada aspek keterampilan merancang skenario
pembelajaran, terdapat 12 guru (60%) yang
menyatakan cukup dan 8 lainnya (40%) lainnya
menyatakan baik dalam merancang skenario
pembelajaran. Jika dibandingkan dengan standar
UPT, yaitu minimal 16 guru (80%) menyatakan baik
102
dalam merancang skenario pembelajaran, maka
kesenjangan yang nampak adalah sebesar 40%.
Pada aspek keterampilan menentukan teknik
penilaian, terdapat 13 guru (65%) yang menyatakan
cukup dan 7 lainnya (35%) menyatakan baik dalam
menentukan teknik penilaian. Jika dibandingkan
dengan standar UPT, yaitu minimal 16 guru (80%)
menyatakan baik dalam menentukan teknik
penilaian, maka kesenjangan yang nampak adalah
sebesar 45%.
Pada aspek terakhir yaitu menyusun
instrumen penilaian, terdapat 15 guru (75%) yang
menyatakan cukup dan 5 lainnya (25%) menyatakan
memiliki keterampilan yang baik dalam menyusun
instrumen penilaian. Jika dibandingkan dengan
standar UPT, yaitu minimal 16 guru (80%)
menyatakan baik dalam menyusun instrumen
penilaian, maka nampak kesenjangannya sebesar
55%.
4.1.2 Hasil Pengembangan Desain Pelatihan
Pengembangan Pembelajaran Tematik
Integratif menggunakan CEM
Pengembangan langkah-langkah desain
pelatihan Pengembangan Pembelajaran Tematik
Integratif SD menggunakan CEM disusun
berdasarkan rambu-rambu kebutuhan guru dalam
103
pembelajaran tematik integratif seperti telah
diuraikan pada bagian 4.1.1 di atas. Pengembangan
desain pelatihan Pengembangan Pembelajaran
Tematik Integratif menggunakan CEM ini diambil
dari teori Nadler (1988: 1).
Seperti telah dijelaskan pada Bab III, proses
mendesain pelatihan CEM ini terdiri atas delapan
tahap, yaitu (1) mengidentifikasi kebutuhan
lembaga, (2) spesifikasi pelaksanaan pekerjaan, (3)
mengidentifikasi kebutuhan peserta, (4)
menentukan tujuan, (5) memilih kurikulum, (6)
menentukan strategi pembelajaran, (7) menentukan
sumber-sumber pembelajaran, dan (8) melakukan
pelatihan.
Secara lebih spesifik, proses pengembangan
desain pelatihan pengembangan pembelajaran
tematik integratif untuk guru kelas 4 SD adalah
sebagai berikut. Pertama, mengidentifikasi
kebutuhan SD-SD di Kecamatan Simo yang sudah
menerapkan Kurikulum 2013, dalam hal
meningkatkan kompetensi guru mengembangkan
pembelajaran tematik integratif. Setelah identifikasi
kebutuhan SD di Kecamatan Simo dilakukan,
selanjutnya dilakukan evaluasi untuk memastikan
apakah telah ditemukan masalah dan kebutuhan
akan program pelatihan. Secara garis besar, hasil
evaluasi langkah pertama yaitu telah diketemukan
104
kebutuhan sekolah terkait kompetensi guru dalam
mengembangkan pembelajaran tematik integratif.
Solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan
sekolah tersebut adalah memberikan pelatihan
kepada guru-guru yang mempunyai kompetensi
rendah dalam hal mengembangkan pembelajaran.
Umpan balik yang diperoleh adalah semestinya
identifikasi masalah tidak hanya dilakukan kepada
kepala UPT saja, namun juga dilakukan dengan
kepala sekolah.
Kedua, menspesifikasikan kinerja guru.
Spesifikasi kinerja guru dalam mengembangkan
pembelajaran tematik integratif dituangkan dalam
bentuk Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi
Dasar (KD) pelatihan yang diambil dari
Permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang
Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru. Evaluasi
pada tahap ini mendapatkan hasil bahwa pelatihan
betul-betul dibutuhkan. Pada tahap kedua ini
diperoleh umpan balik bahwa ada baiknya jika
spesifikasi kinerja guru diambil semua dari 10
aspek yang terdapat pada Permendiknas No. 16
Tahun 2007, tidak hanya 3 aspek saja.
Pada langkah ketiga, yaitu mengidentifikasi
kebutuhan guru kelas 4 SD Kec. Simo
menggunakan angket, ditemukan kesenjangan
antara kompetensi guru faktual dengan kompetensi
105
guru ideal (yang harapkan UPT). Hasil evaluasi
tahap ini menunjukkan bahwa guru memiliki
kebutuhan yang harus dipenuhi agar mutu
pendidikan dapat meningkat. Salah satu langkah
yang harus dilakukan saat ini adalah memberikan
pelatihan kepada guru agar kebutuhan dalah hal
pembelajaran dapat terpenuhi. Umpan balik yang
diterima adalah ada baiknya jika analisis kebutuhan
guru dilakukan melalui tes, tidak hanya angket.
Keempat, menentukan tujuan pelatihan.
Tujuan pelatihan dirumuskan berdasarkan
indikator yang telah dikembangkan dari SK dan KD
pelatihan. Hasil evaluasi tahap empat ini
menunjukkan bahwa tujuan pelatihan sudah sesuai
dengan kebutuhan guru dan institusi. Namun agak
rancu dengan tujuan penelitian. Pada tahap ini
terdapat masukan, yaitu sebaiknya dipisahkan
antara tujuan pelatihan dan tujuan penelitian.
Kelima, memilih kurikulum. Materi pelatihan
yang digunakan diadaptasi dari Kemendikbud
dengan materi pokok berupa: a) Merancang Jaring
Tema; b) analisis SKL, KI-KD, dan silabus
pembelajaran tematik integratif; c) analisis model-
model pembelajaran tematik integratif dan
merancang jaring tema; d) mengembangkan
instrumen penilaian hasil belajar; e) merancang
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Jaminan
106
kelayakan materi pelatihan, telah divalidasi oleh dua
orang ahli materi pelatihan. Hasil evaluasi langkah
ini adalah materi pelatihan ini sudah menjawab
kebutuhan guru dan dapat diujicobakan dengan
beberapa perbaikan. Sehingga setelah materi ini
disajikan, dimungkinkan kebutuhan guru akan
terpenuhi. Hanya saja materi terlalu banyak.
Umpan balik yang diterima yaitu sebaiknya materi
diringkas saja.
Langkah selanjutnya adalah memilih strategi
pembelajaran. Pemilihan strategi pelatihan ini
berupa aktivitas instruktur dan peserta pelatihan di
konkretkan dalam bentuk silabus dan RPP
pelatihan yang telah divalidasi oleh dua orang ahli
desain pelatihan. Hasil evaluasi langkah enam ini
menunjukkan bahwa strategi pelatihan telah
disesuaikan dengan materi pelatihan dengan
memperhatikan karakteristik peserta pelatihan.
Hanya saja metode pembelajaran pada setiap RPP
menggunakan metode yang sama. Umpan balik
yang diterima yaitu sebaiknya metode yang
digunakan berbeda-beda, sehingga peserta tidak
mudah bosan.
Langkah berikutnya adalah menentukan
sumber daya manusia, sumber daya fisik, dan
finansial. Sumber daya manusia pelatihan telah
disiapkan, yaitu supervisor, instruktur, pengelola,
107
dan peserta. Adapun sumber daya fisik yang telah
dipersiapkan meliputi ruang pelatihan,
soundsystem, ATK, dll. Evaluasi pada tahap ini telah
dilakukan dan hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa sumber daya manusia, sumber daya fisik,
dan finansial telah tersedia maka kegiatan pelatihan
siap diimplementasikan. Sayangnya, instruktur
pelatihan hanya ada 1, hal ini menyebabkan peserta
bosan. Umpan balik yang diterima yaitu, jika
memungkinkan, sebaiknya instruktur ditambah.
Langkah yang terakhir adalah melaksanakan
pelatihan. Evaluasi pelaksanaan pelatihan ini
dipaparkan pada bagian hasil uji coba terbatas.
Secara lebih rinci hasil evaluasi dan umpan
balik langkah-langkah CEM dapat dilihat pada tabel
4.2 berikut.
Tabel 4.2 Hasil Evaluasi dan Umpan Balik Langkah-langkah CEM
Langkah 1
Pertanyaan Hasil Evaluasi
Apakah telah ditemukan
permasalahan yang menjadi
kebutuhan sekolah?
Perancang telah menemukan
permasalahan yang menjadi kebutuhan
sekolah, terkait kompetensi guru dalam
mengembangkan pembelajaran tematik
integratif SD. Namun baru melibatkan
kepala UPT saja belum melibatkan pihak
sekolah untuk mengidentifikasi masalah,
seperti kepala sekolah.
Apakah masalah dan
kebutuhan dinyatakan
dengan jelas secara tertulis?
Ya, masalah dan kebutuhan telah
dinyatakan secara tertulis.
Apakah sekolah dan UPTD Kebutuhan yang telah diidentifikasi telah
108
Dikdas telah menyetujui
adanya permasalahan
tersebut?
disetujui oleh pihak sekolah dan UPTD
Dikdas.
Apakah disepakati bahwa
pelatihan adalah solusi yang
tepat untuk memecahkan
masalah yang ditemukan?
Jangan-jangan sudah bisa
dipecahkan hanya dengan
kegiatan pengadaan buku-
buku kurikulum 2013, tidak
perlu pelatihan.
Untuk meningkatkan kompetensi guru
dalam mengembangkan pembelajaran
tematik integratif, guru tidak cukup
hanya diberi buku panduan kurikulum
2013. Hal itu disebabkan karena
motivasi guru untuk belajar berbeda-
beda, sehingga tidak ada jaminan buku
panduan kurikulum 2013 betul-betul
dipelajari oleh guru. Oleh karena itu,
disepakati bahwa program pelatihan
merupakan solusi terbaik dari
permasalahan yang ditemukan.
Apakah perlu dirancang
program pelatihan untuk
mengatasi permasalahan
tersebut?
Perlu dirancang program pelatihan untuk
memetakan sumber daya dan dana yang
dibutuhkan.
Apakah telah ada keputusan
khusus untuk mulai
merancang sebuah program
pelatihan?
Telah diputuskan oleh pihak sekolah dan
UPTD Dikdas untuk mulai merancang
pelatihan dalam rangka mengatasi
kebutuhan yang ditemukan. Program
pelatihan dirancang khusus untuk
mengatasi masalah yang ditemukan.
Apakah telah dilakukan
perancangan yang melibatkan
berbagai pihak dari sekolah
dan UPTD Dikdas untuk
merancang pelatihan?
Ya. Program pelatihan dirancang oleh
peneliti dan disetujui oleh pihak sekolah
dan UPTD Dikdas.
Umpan balik: semestinya identifikasi masalah tidak hanya dilakukan
dengan kepala UPT saja, melainkan juga melibatkan kepala sekolah dasar
di kecamatan Simo.
Langkah 2
Pertanyaan Hasil Evaluasi
Menginjak tahap yang kedua,
apakah perancangan program
pelatihan sebagai solusi dari
masalah yang muncul dapat
dilanjutkan?
Dapat dilanjutkan
Apakah telah dilakukan Telah dilakukan spesifikasi kinerja guru
109
spesifikasi kinerja guru dalam
bentuk Standar Kompetensi
(SK) dan Kompetensi Dasar
(KD) pelatihan yang
diharapkan dapat
meningkatkan kinerja guru
dalam implementasi
Kurikulum 2013?
SD/MI dalam bentuk Standar
Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar
(KD) pelatihan. Spesifikasi kinerja guru
tersebut diambil dari Permendiknas
nomor 16 tahun 2007, sehingga
spesifikasi kinerja guru sesuai dengan
tuntutan pemerintah.
Apakah spesifikasi kinerja
guru dalam bentuk Standar
Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD)
pelatihan telah disepakati oleh
pihak sekolah dan UPTD
Dikdas?
Ya. Kinerja guru yang telah
dispesifikasikan oleh perancang
selanjutnya didiskusikan dengan pihak
sekolah dan UPTD Dikdas, sehingga
kinerja guru yang dispesifikasikan oleh
perancang sesuai dengan harapan
sekolah dan UPTD Dikdas.
Apakah disepakati bahwa
sekolah dan UPTD Dikdas
bersedia mengalokasikan
waktu untuk program
pelatihan?
Telah disepakati bahwa pihak UPTD dan
sekolah bersedia mengalokasikan waktu
untuk pelatihan dalam rangka
memecahkan permasalahan guru.
Umpan balik: alangkah baiknya jika 10 aspek yang terdapat dalam
permendiknas nomor 16 tahun 2007 dispesifikasikan semua, tidak hanya
3 aspek saja.
Langkah 3
Pertanyaan Hasil Evaluasi
Bagaimana cara yang
dilakukan untuk
mengidentifikasi
kebutuhan masing-masing
guru? Apakah guru
diberikan tes, wawancara,
angket atau yang lainnya?
Identifikasi kebutuhan guru dilakukan
dengan cara pemberian angket dan tes
kepada guru yang menerapkan kurikulum
2013. Selain itu juga dilakukan wawancara
dengan pihak UPTD Dikdas terkait kinerja
guru melaksanakan pembelajaran.
Jika kebutuhan guru
terpenuhi, apakah kinerja
guru bisa lebih baik atau
meningkat?
Jika kebutuhan guru terpenuhi, dan guru
tersebut mempunyai komitmen juga
tanggungjawab, dimungkinkan akan
meningkatkan kinerja guru dalam
mengimplementasikan kurikulum 2013.
Jika kebutuhan guru
terpenuhi, apakah
permasalahan institusi
akan terpecahkan?
Ya. Permasalahan yang dihadapi institusi
berakar dari permasalahan guru; jadi jika
permasalahan guru terpenuhi, akan
berpengaruh terhadap institusi.
110
Seberapa penting dan
genting permasalahan
kebutuhan guru tersebut
untuk diatasi?
Pentingnya kebutuhan guru untuk diatasi
adalah karena kebutuhan guru merupakan
akar dari permasalahan institusi (sekolah).
Jika kompetensi guru tidak dapat mencapai
standar yang ditetapkan pemerintah, tentu
akan menyebabkan pembelajaran tidak
bermutu dan pada akhirnya berdampak
pada output yaitu lulusan yang tidak
berkompeten. Oleh karena itu, dipandang
genting untuk segera mencari solusi terbaik
dalam rangka mengatasi permasalahan
guru, mengingat dampak yang ditimbulkan
tidak hanya merugikan institusi tetapi juga
siswa.
Untuk mengatasi
kebutuhan guru, apakah
pelatihan merupakan
solusi terbaik?
Ya. Untuk memberikan pengetahuan dan
keterampilan tentang cara mengembangkan
pembelajaran tematik integratif tidak cukup
dengan memberikan buku panduan
kurikulum 2013 ataupun sosialisasi,
melainkan perlu diberikan pelatihan
sehingga guru dapat berlatih/praktik
mengembangkan pembelajaran,
berkonsultasi dengan instruktur, dan
berdiskusi dengan teman sejawat.
Apakah para guru yang
memiliki kebutuhan untuk
dikembangkan
kompetensinya tersebut
bersedia dilatih?
Sejauh ini, guru yang memiliki kebutuhan
tentang cara mengembangkan pembelajaran
kurikulum 2013 bersedia diberikan
pelatihan. Hal ini telah dinyatakan oleh
masing-masing guru pada angket yang
diberikan.
Umpan balik: jika memungkinkan, alangkah lebih baik analisis
kebutuhan guru-guru dilakukan melalui tes.
Langkah 4
Pertanyaan Hasil Evaluasi
Apakah tujuan umum
pelatihan yang dirumuskan
perancang dapat diterima
oleh pihak sekolah dan UPTD
Dikdas?
Ya, dapat. Sejauh ini pihak sekolah
maupun UPTD belum pernah
menyelenggarakan pelatihan
menggunakan Critical Events Model
(CEM). Jadi, melalui pelatihan ini
diharapkan dapat menambah wawasan
teoritis dan keterampilan praktis tentang
111
pelatihan menggunakan Critical Events
Model (CEM). Namun, tujuan pelatihan
rancu dengan tujuan penelitian. Perlu di
pilah terlebih dahulu sehingga dapat
diterima.
Apakah tujuan khusus
pelatihan dapat diterima oleh
pihak sekolah dan UPTD
Dikdas?
Ya, dapat; Karena perumusan tujuan
pada program pelatihan ini didasari oleh
kebutuhan guru dan institusi.
Apakah semua kebutuhan
institusi dan guru telah
tercermin dalam rumusan
tujuan?
Ya. Kebutuhan institusi yang berakar
dari kebutuhan guru telah tercermin
dalam rumusan tujuan khusus
meningkatkan kompetensi guru dalam
mengembangkan pembelajaran tematik
integratif.
Adakah tujuan pelatihan
yang diprioritaskan?
Tidak ada.
Apakah rumusan tujuan
pelatihan sinkron dengan
indikator kinerja guru?
Sinkron, karena indikator kinerja guru
dijabarkan dari tujuan pelatihan.
Umpan balik: sebaiknya dibedakan antara tujuan pelatihan dengan
tujuan penelitian. Perlu ada perbaikan pada tujuan umum dan khusus
(sesuai catatan).
Langkah 5
Pertanyaan Hasil Evaluasi
Bagaimana proses penyusunan
materi pelatihan? Apakah
disusun oleh perancang
pelatihan, disusun oleh
instruktur, atau menggunakan
materi dari Kemendikbud?
Materi pelatihan disusun oleh perancang
pelatihan dengan mengadopsi materi dari
Kemendikbud dan dari berbagai sumber
lain yang relevan dan mutakhir.
Apakah materi pelatihan
memenuhi tujuan yang telah
dirumuskan?
Materi dikembangkan dari kebutuhan
yang tercermin dalam tujuan. Sehingga
materi yang dikembangkan memenuhi
tujuan yang telah dirumuskan. Namun
materi terlalu banyak, mungkin bisa
dibuat ringkas saja.
Jika materi pelatihan dikuasai
oleh guru, apakah kebutuhan
guru akan terpenuhi?
Ya.
Apakah materi pelatihan Relevan. Materi pelatihan dikembangkan
112
relevan untuk meningkatkan
kinerja guru?
untuk menjawab kebutuhan guru. Jika
kebutuhan guru telah terpenuhi, maka
pada gilirannya akan meningkatkan
kinerja guru.
Apakah materi pelatihan
relevan dengan kebutuhan
sekolah terkait dengan
kompetensi guru?
Relevan. Secara tidak langsung, materi
pelatihan yang dikembangkan relevan
dengan kebutuhan sekolah. Pada
dasarnya materi pelatihan
dikembangkan untuk memenuhi
kebutuhan guru. Jika kebutuhan guru
telah terpenuhi dan kinerjanya
meningkat, maka kebutuhan sekolahpun
juga terpenuhi.
Umpan balik: materi sebaiknya diringkas saja tidak usah terlalu banyak.
Langkah 6
Pertanyaan Hasil Evaluasi
Apakah strategi atau metode
pembelajaran dirancang
sesuai dengan materi
pelatihan?
Ya. Pemilihan strategi atau metode
pembelajaran disesuaikan dengan materi
pelatihan.
Apakah pemilihan strategi
pembelajaran yang
direncanakan dapat
diterapkan dalam pelatihan?
Dapat. Strategi pembelajaran telah dipilih
dengan memperhatikan karakteristik
peserta pelatihan, lingkungan belajar, dan
kompetensi instruktur.
Jika lesson plans atau RPP
pelatihan dilaksanakan,
akankah tujuan pelatihan
dapat tercapai?
Ya. Jika lesson plans atau RPP pelatihan
dilaksanakan diikuti dengan komitmen
instruktur & peserta pelatihan, juga
penguasaan materi oleh peserta pelatihan,
maka tujuan pelatihan dapat tercapai.
Apakah lesson plans atau
RPP pelatihan
mencerminkan kebutuhan
guru yang telah
diidentifikasi?
Ya. Lesson plans atau RPP pelatihan
mencerminkan kebutuhan guru. Misal:
guru belum mampu menyusun instrumen
penilaian sikap dan keterampilan, maka
pada lesson plans atau RPP pelatihan
terdapat langkah dimana guru
berkesempatan untuk berlatih, berdiskusi,
dan berkonsultasi tentang cara menyusun
instrumen penilaian sikap dan
keterampilan.
Jika lesson plans atau RPP
pelatihan digunakan,
Ya. Jika lesson plans atau RPP pelatihan
digunakan dan kebutuhan guru telah
113
apakah akan berkaitan
dengan kinerja guru?
terpenuhi, maka akan berpengaruh positif
pada kinerja guru.
Jika pelatihan dilakukan
berpedoman pada lesson
plans atau RPP, apakah
permasalahan institusi akan
terpecahkan?
Ya. Jika pelaksanaan pelatihan berpedoman
pada lesson plans atau RPP yang telah
disusun dan tujuan pembelajaran dapat
dicapai oleh guru, maka kebutuhan guru
akan terpenuhi. Setelah kebutuhan guru
terpenuhi maka permasalahan sekolahpun
akan terpecahkan.
Umpan balik: sebainya metode pembelajaran dalam pelatihan berbeda-
beda, sehingga peserta pelatihan tidak bosan.
Langkah 7
Pertanyaan Hasil Evaluasi
Apakah sumber daya manusia,
sumber daya fisik, dan finansial
pelatihan tersedia?
Tersedia, yaitu Sumber Daya
Manusia (Supervisor, Instruktur,
Pengelola, dan Peserta); sumber daya
fisik (ruang pelatihan, soundsystem,
ATK); finansial (anggaran)
Siapakah yang akan menjadi
instruktur pelatihan? Apakah
memiliki kompetensi yang
memadai?
Pengewas SD yang sudah
mempunyai sertifikat sebagai
Instruktur Nasional. Instruktur
pelatihan yang dipilih adalah
instruktur yang berkompeten di
bidang Kurikulum 2013
Akankah instruktur yang ditunjuk
bersedia memberikan pelatihan?
Bersedia. Sayangnya, instruktur
hanya satu, hal ini menimbulkan
perasaan bosan bagi peserta.
Apakah instruktur diberikan
pembekalan awal dari perancang
pelatihan sebelum memulai
pelatihan?
Ya. Sebelum pelaksanaan pelatihan,
instruktur mendapatkan pembekalan
awal dari perancang pelatihan agar
pelaksanaan pelatihan dapat
berjalan sesuai rancangan.
Siapakah yang akan menjadi
peserta pelatihan?
Peserta pelatihan adalah guru-guru
SD/MI kelas 4 yang sudah
menerapkan kurikulum 2013 (yang
mempunyai kebutuhan tentang
pembelajaran tematik integratif) dan
siap mengimplementasikan hasil
pelatihan di sekolah masing-masing.
Akankah peserta yang ditunjuk
bersedia mengikuti pelatihan?
Bersedia, karena peserta yang
ditunjuk adalah guru yang
114
mempunyai kebutuhan.
Siapakah yang menjadi supervisor
dalam pelatihan? Apakah memiliki
kompetensi yang memadai?
Supervisor yang dipilih untuk
meninjau perancangan dan
pelaksanaan pelatihan adalah
Ka.UPTD Dikdas yang telah
berkompeten dalam hal pelatihan.
Akankah supervisor bersedia hadir
ketika pelaksanaan pelatihan?
Bersedia
Apakah supervisor memerlukan
instruksi awal dari perancang
pelatihan sebelum meninjau
pelatihan?
Ya. Supervisor mendapatkan
instruksi awal dari perancang untuk
meninjau pelaksanaan pelatihan
dengan menggunakan instrumen
evaluasi.
Siapakah yang menjadi
pengelola/panitia pelaksanaan
pelatihan?
Pengelola/panitia pelatihan adalah
beberapa staf UPTD Dikdas.
Akankah pengelola/panitia yang
ditunjuk bersedia melaksanakan
tugasnya ketika pelaksanaan
pelatihan?
Bersedia.
Bahan-bahan pelatihan apa
sajakah yang perlu dipersiapkan?
Materi pelatihan, alat tulis kantor,
tanda pengenal
Apakah bahan-bahan pelatihan
telah disiapkan?
Telah disiapkan
Peralatan pelatihan apasajakah
yang perlu dipersiapkan?
LCD, proyektor, microphone
Apakah peralatan tersebut telah
dipersiapkan?
Telah disiapkan
Sudahkah ada perkiraan dana
sebelumnya?
Sudah, yaitu sebesar kurang lebih
Rp. 4.000.000,-
Apa saja yang termasuk dalam
anggaran?
Sewa gedung, honorarium
instruktur, transportasi peserta,
honorarium supervisor, panitia,
konsumsi, dll.
Akankah pelatihan menggunakan
biaya secara efektif?
Ya, telah dialokasikan secara detail.
Siapa yang akan dikenai biaya
dalam pelatihan?
Perancang pelatihan (dalam rangka
penelitian tesis)
Apakah ada alternatif lain terkait
anggaran?
Tidak ada
Setelah mengevaluasi beberapa
aspek (dari langkah 1 sampai
dengan 7), apakah rancangan
Dapat.
115
pelatihan dapat
diimplementasikan?
Umpan balik: Jika memungkinkan, Instruktur sebaiknya ditambah.
Langkah 8
Pertanyaan Hasil Evaluasi
a. Setelah melaksanakan pelatihan,
apakah hasil pelatihan telah
memecahkan masalah institusi
dan guru?
Ya, sejauh ini telah memecahkan
masalah institusi dan guru.
namun keberhasilan ini harus
ditindaklanjuti agar tidak
menurun atau muncul
permasalahan yang baru.
b. Apakah ada kebutuhan untuk
mengulangi pelatihan?
Tidak ada
c. Jika program pelatihan perlu
diulang, modifikasi atau perbaikan
seperti apakah yang dapat
menjawab kebutuhuan?
Tidak perlu diulang.
Umpan balik: sebaiknya panitia tidak ada yang dating terlambat, hingga
tugasnya harus diambil alih oleh panitia yang lainnya.
a. Tingkat Validitas dan Kualitas Produk Desain
Pelatihan Pengembangan Pembelajaran
Tematik Integratif SD
Draft awal desain pelatihan Pengembangan
Pembelajaran Tematik Integratif SD yang telah
dikembangkan, selanjutnya dilakukan uji validasi
ahli. Penilaian dilakukan oleh ahli desain pelatihan
dan ahli materi pelatihan tentang pembelajaran
tematik integratif SD. Validator ahli desain pelatihan
adalah Prof. Dr. Slameto, M.Pd, guru besar Program
Magister Manajemen Pendidikan UKSW Salatiga dan
116
Endang Purwaningsih, M.Pd kepala SDN 1 Simo-
Boyolali. Sedangkan validator ahli materi pelatihan
tentang pembelajaran tematik integratif SD adalah
Dr. Mawardi, M.Pd, dosen Program Studi Pendidikan
Guru Sekolah Dasar - FKIP UKSW Salatiga dan Drs.
Abdul Basith, M.Pd.I, kepala Madrasah Ibtidayah
Pulutan-Salatiga.
1. Hasil Uji Tingkat Validitas Produk Desain
Pelatihan Pengembangan Pembelajaran Tematik
Integratif SD oleh Ahli
a) Tingkat Validitas Silabus dan RPP Pelatihan
Seperti telah dipaparkan pada Bab III, bahwa
produk desain pelatihan akan divalidasi oleh ahli
dengan menggunakan instrumen rubrik penilaian.
Instrumen rubrik penilaian desain pelatihan ini
mencakup dua komponen, yaitu komponen silabus
(8 item) dan komponen Rencana Pelaksanaan
Pelatihan (10 item). Dokumen rubrik penilaian
otentik yang telah diisi oleh para ahli desain
pelatihan dapat dilihat pada lampiran. Hasil
penilaian para ahli terhadap desain pelatihan
disajikan pada tabel 4.3 dan 4.4 berikut.
Tabel 4.3 Penilaian ahli desain pelatihan terhadap silabus
No Aspek yang dinilai
Skor Ahli
Desain Re
rata 1 2
117
1. Kelengkapan identitas silabus 5 4 4.5
2. Kualitas perumusan Kompetensi Dasar
4 4 4
3. Kualitas perumusan indikator 5 4 4.5
4. Relevansi antara KD, indikator, materi dan evaluasi
4 4 4
5. Kualitas pengembangan materi pelatihan
5 4 4.5
6. Kejelasan kegiatan pelatihan 4 4 4
7. Kesesuaian jenis dan deskripsi bahan dengan materi
3 4 3.5
8. Ketepatan penentuan alokasi waktu
4 4 4
Jumlah skor 34 32 33
Skor Persentase 85% 80% 83%
Sumber: diolah dari hasil penilaian ahli terhadap silabus
Hasil penilaian ahli desain pelatihan terhadap
silabus seperti pada tabel 4.2, nampak bahwa
persentase skor dari ahli 1 sebesar 85%, ahli 2
sebesar 80%, dan rata-rata dari kedua ahli adalah
83%. Berdasarkan kategori hasil uji validasi ahli
seperti telah dipaparkan pada Bab III, maka skor
persentase dari ahli 1, ahli 2, dan rerata kedua ahli
masuk dalam kategori sangat tinggi. Hal ini berarti
bahwa desain pelatihan Pengembangan
Pembelajaran Tematik Integratif SD berupa silabus
ini layak untuk diujicobakan secara terbatas.
Tabel 4.4 Penilaian ahli desain pelatihan
terhadap RPP
No. Aspek yang dinilai
Skor Ahli Desain
Re rata
1 2
1. Kelengkapan komponen RPP (SK, 4 4 4
118
KD, tujuan, metode, langkah-langkah pembelajaran, sumber dan bahan belajar, penilaian)
2. Kesesuaian rumusan tujuan dengan indikator
4 4 4
3. Ketepatan perumusan tujuan dalam mencapai kompetensi
4 4 4
4. Cakupan materi 4 4 4
5. Kejelasan skenario pelatihan 5 4 4.5
6. Urutan langkah-langkah pembelajaran
5 4 4.5
7. Ketepatan metode pembelajaran 3 4 3.5
8. Kesesuaian pemilihan alat dan bahan dengan metode pelatihan
3 4 3.5
9. Ketepatan penentuan alokasi waktu dengan materi
3 4 3.5
10. Kesesuaian teknik penilaian dengan indikator
4 3 3.5
Jumlah Skor 39 39 39
Skor persentase 78% 78% 78%
Sumber: diolah dari hasil penilaian ahli terhadap RPP
Data pada tabel 4.3 di atas merupakan hasil
penilaian ahli desain pelatihan terhadap RPP.
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa
persentase skor dari ahli 1 dan ahli 2 sebesar 78%,
dan rata-rata penilaian dari kedua ahli sebesar 78%.
Berdasarkan kategori hasil uji validasi ahli, maka
ketiga skor persentase tersebut masuk dalam
kategori tinggi. Hal ini berarti bahwa desain
pelatihan Pengembangan Pembelajaran Tematik
Integratif SD berupa RPP ini dapat diujicobakan
secara terbatas.
119
Disamping memberikan penilaian terhadap
silabus dan RPP pelatihan, para ahli desain
pelatihan juga memberikan saran-saran untuk
perbaikan. Saran-saran yang diberikan oleh ahli
desain pelatihan 1 adalah sebagai berikut:
a) Perbaiki lembar evaluasi setiap langkah CEM,
agar menggambarkan bahwa setiap langkah CEM
dikritisi oleh supervisor.
b) Lengkapi desain pelatihan dengan panduan
instruktur, panduan peserta, panduan pengelola,
dan panduan supervisor.
c) Tambahkan metode pelatihan pada RPP.
d) Tambahkan jaminan keberhasilan implementasi
pelatihan.
e) Gunakan istilah secara konsisten “model
pelatihan” atau “desain pelatihan”.
f) Perbaiki kata pengantar.
Saran-saran yang diberikan oleh ahli desain
pelatihan 2 adalah sebagai berikut:
a) Sebaiknya tulisan Madrasah Ibtidaiyah dihapus
saja karena UPT hanya mengelola SD Negeri dan
Swasta.
b) Sinkronkan antara indikator dengan instrumen
penilaian yang disusun.
c) Perbaiki lembar evaluasi setiap langkah CEM,
gunakan kata-kata yang operasional, sehingga
supervisor dapat menilai dengan mudah.
120
d) Perbaiki penulisan “UPTD Dikdas Kecamatan
Simo”, yang tepat adalah “UPT Dikdas LS
Kecamatan Simo”.
e) Bedakan dan perbaiki rumusan tujuan umum
dan khusus. Sebaiknya tujuan penelitian tidak
perlu dimasukkan pada tujuan pelatihan.
b) Tingkat Validitas Materi Pelatihan
Produk materi pelatihan tentang pembelajaran
tematik integratif SD, divalidasi menggunakan
instrumen berupa rubrik penilaian. Instrumen
tersebut terdiri dari 25 item pernyataan. Dokumen
rubrik penilaian otentik yang telah diisi oleh para
ahli materi pembelajaran tematik integratif dapat
dilihat pada lampiran. Pada tabel 4.4 berikut
disajikan hasil penilaian para ahli materi
pembelajaran tematik integratif.
Tabel 4.5 Penilaian Ahli Materi Pembelajaran Tematik Integratif
No Aspek yang dinilai
Skor Ahli Desain
Re rata
1 2
1. Kesesuaian materi dengan indikator
5 5 5
2. Kesesuaian kedalaman materi dengan indikator
4 4 4
3. Kesesuaian keluasan materi dengan indikator
5 4 4.5
4. Materi yang dikembangkan mendorong rasa ingin tahu guru
4 4 4
5. Materi yang dikembangkan akan 4 4 4
121
memperkaya pengetahuan dan wawasan guru
6. Keakuratan fakta atau data yang digunakan
3 4 3.5
7. Keakuratan konsep atau definisi yang digunakan
4 4 4
8. Keakuratan prinsip atau
pernyataan kaidah yang digunakan
4 4 4
9. Keakuratan prosedur yang digunakan
4 4 4
10. Keakuratan ilustrasi, gambar, dan diagram
5 4 4.5
11. Keakuratan istilah yang digunakan
5 4 4.5
12. Relevansi materi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terbaru.
4 4 4
13. Kemutakhiran contoh kasus yang digunakan
3 4 3.5
14. Kemutakhiran sumber pustaka 4 4 4
15. Kemutakhiran foto/gambar yang digunakan
5 4 4.5
16. Keruntutan materi 4 4 4
17. Kualitas gambar dalam materi. 5 4 4.5
18. Ketepatan ukuran gambar dalam materi
4 4 4
19. Ketepatan struktur kalimat 4 5 4.5
20. Keefektifan kalimat 4 5 4.5
21. Kebakuan istilah 4 4 4
22. Kemudahan informasi/pesan untuk dipahami
4 5 4.5
23. Keterpaduan antarparagraf 4 5 4.5
24. Kekonsistenan dalam penggunaan istilah
4 5 4.5
25. Kekonsistenan dalam menggunakan tanda baca
4 5 4.5
Jumlah Skor 104 107 106
Skor persentase (%) 83% 86% 85%
Sumber: diolah dari hasil penilaian ahli terhadap materi
122
Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat diketahui
bahwa skor persentase penilaian ahli 1 sebesar 83%,
dan ahli 2 sebesar 86%. Rata-rata skor persentase
kedua ahli adalah 85%. Berdasarkan kategori hasil
uji validasi ahli, skor persentase penilaian ahli 1,
ahli 2, dan rata-rata ahli 1 dan 2 masuk pada
kategori sangat tinggi. Hal ini berarti bahwa materi
pelatihan Pengembangan Pembelajaran Tematik
Integratif SD berupa RPP ini layak untuk
diujicobakan secara terbatas.
Disamping memberikan penilaian terhadap
materi pelatihan, ahli materi 1 juga memberikan
saran-saran untuk perbaikan. Namun ahli materi 2
tidak memberikan saran pada penilaian. Adapun
saran-saran yang diberikan oleh ahli materi 1
adalah sebagai berikut:
Unit 1:
a) Perlu kecermatan dalam editing penomoran.
Lihat halaman 59. … F. Penilaian …, mulai
angka 5, seharusnya 1.
b) Perbaiki kutipan halaman 63 “Tim Pengembang
PGSD (1997)” dengan mengecek sumbernya.
c) Tambahkan contoh-contoh jaring tema yang
dikembangkan pemerintah maupun guru untuk
123
mendukung fakta yang digunakan dalam
mengembangkan materi.
d) Perbaiki tata tulis. Lihat halaman 66 Langkah-
langkah mendesain pembelajaran Ayu Tia Wilis,
tidak ada angka 2-nya.
e) Lengkapi dengan materi dalam bentuk
PowerPoint.
Unit 2:
a) Perbaiki pengetikan dan editing. Lihat halaman
71, F. Teknik Penilaian Indikator 8.2, 8.3, dst.
b) Tambahkan contoh hasil tabulasi analisis SKL,
KI, KD, dan Silabus.
c) Perbaiki halaman 77. Analisis SKL, KI, KD, dan
Silabus bagian D. petunjuk no.1 dan 2 sama.
d) Tambahkan materi dalam bentuk PowerPoint.
Unit 3:
a) Perbaiki pengetikan/penomoran halaman 80. F.
No. 5.5, dst.
b) Perbaiki kalimat pada paragraf pertama halaman
81, terdapat lompatan ide.
c) Tambahkan contoh hasil pengembangan
implementasi model pembelajaran.
d) Halaman 88 kolom kegiatan pembelajaran
sebaiknya sintak modelnya, bukan struktur RPP.
e) Tambahkan materi dalam bentuk PowerPoint.
124
Unit 4:
a) Perbaiki pengetikan halaman 91. F.
b) Tambahkan contoh hasil pengembangan
instrumen penilaian yang dibuat oleh guru SD,
khususnya ranah sikap.
c) Tambahkan materi dalam bentuk PowerPoint.
Unit 5:
a) Perbaiki editing dan tata tulis.
b) Halaman 114, dst. No. 5. Mengidentifikasi dan
Mengembangkan … nomornya 5 atau e?
c) Tambahkan contoh RPP hasil kerja guru SD.
d) Tambahkan materi dalam bentuk PowerPoint.
2. Revisi Produk Desain Pembelajaran
Pengembangan Pembelajaran Tematik Integratif
SD
Hasil uji validasi ahli desain pelatihan
pengembangan pembelajaran tematik integratif
secara keseluruhan sudah valid dan dapat
diujicobakan secara terbatas. Meskipun hasil uji
validasi sudah valid dan layak diujicobakan, namun
harus tetap dilakukan perbaikan pada beberapa
aspek yang disarankan oleh ahli seperti yang telah
dipaparkan pada Subbab sebelumnya. Berikut
dipaparkan hasil revisi desain pelatihan; secara
125
lebih jelas perbedaan sebelum dan sesudah direvisi
dapat dilihat pada lampiran nomor 11.
1) Revisi Silabus dan RPP Pelatihan
Berikut adalah hasil revisi silabus dan RPP
pelatihan yang telah dilakukan.
a) Lembar evaluasi setiap langkah CEM telah
direvisi sehingga menggambarkan bahwa
setiap langkah CEM dikritisi oleh supervisor.
b) Produk telah dilengkapi dengan panduan
instruktur, panduan peserta, panduan
pengelola, dan panduan supervisor.
c) Pada RPP setiap sesi pelatihan telah
ditambahkan metode pembelajaran yaitu
ceramah, tanya jawab, diskusi, dan
presentasi.
d) Telah ditambahkan jaminan keberhasilan
implementasi pelatihan.
e) Telah direvisi sehingga konsisten
menggunakan “desain pelatihan”.
f) Kata pengantar telah diperbaiki.
g) Telah direvisi dengan menghapus tulisan
Madrasah Ibtidaiyah.
h) Indikator telah direvisi sehingga sinkron
dengan instrumen penilaian.
126
i) Lembar evaluasi langkah CEM telah diperbaiki
dengan menggunakan kata-kata yang
operasional.
j) Penulisan “UPTD Dikdas Kecamatan Simo”,
telah diganti dengan “UPT Dikdas LS
Kecamatan Simo”.
k) Telah direvisi rumusan tujuan khusus dan
umum serta telah dihapus tujuan penelitian
yang ada pada tujuan pelatihan.
2) Revisi Materi Pelatihan
a. Telah diperbaiki editing pengetikan dan
penomoran hal. 59 pada bagian F. Penilaian
dimulai angka 1; tata tulis pada hal. 66;
petunjuk lembar kerja peserta pada hal. 77
penomoran pada hal. 114 “e”; penomoran
pada hal. 80; pengetikan pada hal. 91 F; dst.
b. Telah direvisi sumber kutipan “Tim
Pengembang PGSD (1997)” diganti dengan
sumber yang lebih mutakhir yaitu “Mawardi
dan Bambang S. Sulasmono (2011: 96)”.
c. Telah ditambahkan contoh jaring tema yang
dikembangkan oleh pemerintah.
d. Telah ditambahkan contoh hasil tabulasi
analisis SKL, KI, KD, dan Silabus.
127
e. Kalimat pada paragraf pertama halaman 81
telah direvisi sehingga sudah tidak ada
lompatan ide.
f. Telah ditambahkan contoh hasil
pengembangan implementasi model
pembelajaran.
g. Kegiatan pembelajaran telah diganti dengan
sintak model.
h. Telah ditambahkan contoh hasil
pengembangan instrumen penilaian yang
dibuat oleh guru SD, khususnya ranah sikap.
i. Telah ditambahkan contoh RPP hasil kerja
guru SD.
j. Telah dilengkapi dengan materi dalam bentuk
PowerPoint pada setiap Unit.
b. Hasil Uji Coba Terbatas
1. Deskripsi Kompetensi Pedagogik Guru
Uji coba lapangan terbatas dilakukan dalam
pelatihan yang diselenggarakan oleh peneliti
bekerjasama dengan UPT Dikdas LS Kecamatan
Simo. Instruktur pelatihan adalah Sutriyono, S.Pd.
MM dan satu orang supervisor sebagai pengamat,
yaitu Ali Mahmud, S.Pd. Peserta yang dilibatkan
128
dalam pelatihan ini adalah 10 orang guru kelas 4
SD di Kecamatan Simo.
Pelaksanaan uji coba terbatas dilakukan pada
tanggal 20 dan 23 November 2017. Alokasi waktu
adalah 16 jam tatap muka dan 16 jam tugas
mandiri tanpa tatap muka. Proses pelatihan
pengembangan pembelajaran tematik integratif
berpedoman pada RPP yang telah disusun. Kegiatan
ujicoba meliputi pretes untuk mengukur kompetensi
pedagogik guru sebelum pelatihan, kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup,
serta postes untuk mengukur kompetensi pedagogik
guru setelah pelatihan.
Pada kegiatan pendahuluan, instruktur
menyampaikan tujuan pembelajaran, cakupan
materi, aktivitas pembelajaran, produk yang
diharapkan, dan teknik penilaian. Selanjutnya pada
kegiatan inti, instruktur memaparkan materi
dengan metode ceramah dan tanya jawab.
Instruktur juga memberikan contoh cara
mengerjakan tugas pada setiap sesi. Setelah itu
instruktur menginisiasi peserta pelatihan untuk
membentuk kelompok dan mengerjakan tugas
setiap sesi. Tugas yang dikerjakan pada saat sesi
berlangsung tidak harus selesai semua dan dapat
129
dilanjutkan pada sesi mandiri tanpa tatap muka.
Meskipun demikian, setiap kelompok harus
mempresentasikan progress ataupun hasil yang
didapat untuk memperoleh masukan dari instruktur
dan teman sejawat.
Pada kegiatan penutup, peserta melakukan
refleksi terhadap proses belajarnya dan instruktur
menginisiasi peserta untuk melanjutkan tugasnya
secara mandiri tanpa tatap muka.
Selama peserta mengerjakan tugas mandiri,
peserta dapat berkonsultasi dengan instruktur via
email. Kegiatan uji coba pelatihan ini diakhiri
dengan postes untuk mengukur kompetensi
pedagogik guru setelah melakukan pelatihan. Tabel
4.5 berikut \memaparkan data hasil pretes dan
postes guru.
Tabel 4.6 Data Hasil Pretes dan Postes
No Inisial Peserta
Pelatihan
Skor Pretes
Skor Postes
Gain Skor
1. W 60 83 23
2. S 70 76 6
3. HD 56 76 20
4. AS 66 80 14
5. II 70 86 16
6. R 70 76 6
7. SL 63 80 17
8. P 76 86 10
9. IB 70 83 13
130
10. SH 63 80 17
Rerata 66 81 14,3
Minimal 56 76
Maksimal 76 86
Sumber: diolah dari hasil pretes dan postes
Dari tabel 4.6 di atas dapat diketahui bahwa
pada rerata skor pretes kompetensi guru sebesar 66,
skor minimal 56 dan maksimal 76. Pada kolom
postes, rerata kompetensi guru mencapai 81,
dengan skor minimal 76 dan maksimal 86.
2. Hasil Uji Wilcoxon
Pada bagian Bab III telah dipaparkan
bahwa untuk melihat ada tidaknya peningkatan
kompetensi pedagogik guru, khususnya dalam
mengembangkan pembelajaran tematik integratif
di SD, dilakukan uji Wilcoxon. Tabel 4.6. berikut
memaparkan hasil olahan uji Wilcoxon
menggunakan bantuan program SPSS.
Tabel 4.7 Hasil Uji Wilcoxon Ranks
N
Mean Rank
Sum of Ranks
sesudahpelatihan - sebelumpelatihan
Negative Ranks
0 (a) .00 .00
Positive Ranks
10 (b) 5.50 55.00
Ties 0 (c)
Total 10
131
a. sesudahpelatihan < sebelumpelatihan
b. sesudahpelatihan > sebelumpelatihan
c. sesudahpelatihan = sebelumpelatihan
Test Statistics (b)
Sesudahpelatihan
- sebelumpelatihan
Z -2.807 (a)
Asymp. Sig. (2-tailed) .005
a. Based on negative ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Hasil uji Wilcoxon seperti dalam Tabel 4.7 di
atas menunjukkan bahwa:
1) negative rank atau selisih negatif antara pretes
(skor tes sebelum pelatihan) dengan postes (skor
tes sesudah pelatihan) adalah 0, artinya tidak
ada penurunan dari hasil pretes ke postes;
2) positive ranks atau selisih positif antara pretes
adalah 10, artinya ke-10 peserta pelatihan
mengalami peningkatan kompetensi pedagogik,
khususnya dalam mengembangkan pembelajaran
tematik integratif di SD. Mean rank positif atau
rata-rata peningkatan tersebut sebesar 5,50,
sedangkan Sum of Ranks atau jumlah ranking
sebesar 55,00;
132
3) Ties, yaitu kesamaan skor pretes dan postes
adalah 0, artinya tidak ada skor yang sama
antara pretes dan postes.
Pada ouput tentang Test Statistics diketahui
bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,005 dan
nilai Z sebesar -2,807. Lazimnya dasar pengambilan
keputusan uji Wilcoxon berbantuan program SPSS
adalah menggunakan nilai Asymp. Sig. (2-tailed)
sebesar 0,005, dimana apabila nilai Asymp. Sig. (2-
tailed) < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima,
sebaliknya apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > 0,05
maka H0 diterima dan Ha ditolak.
Jika dirumuskan hipotesis:
H0: M-setelah pelatihan ≤ M-sebelum pelatihan
Median kompetensi pedagogik guru SD
dalam mengembangkan pembelajaran
tematik integratif setelah pelatihan lebih
rendah atau sama dengan sebelum
pelatihan.
Ha: M-setelah pelatihan > M-sebelum pelatihan
Median kompetensi pedagogik guru SD
dalam mengembangkan pembelajaran
tematik integratif setelah pelatihan lebih
tinggi dibandingkan sebelum pelatihan.
Oleh karena hipotesisnya menghendaki uji
satu sisi (one-tail) maka nilai probabilitas 0,005
harus dibagi dua, sehingga diperoleh nilai 0,005/2 =
133
0,0025. Nilai 0,0025 ini ternyata < 0,05, maka H0
ditolak dan Ha diterima. Artinya kompetensi
pedagogik guru SD dalam mengembangkan
pembelajaran tematik integratif setelah pelatihan
lebih tinggi dibandingkan sebelum pelatihan.
c. Deskripsi Keterlaksanaan dan Keterterimaan
Pelatihan
Data penilaian tentang keterlaksanaan
pelatihan pengembangan pembelajaran tematik
integratif diperoleh berdasarkan rubrik penilaian
yang diberikan kepada supervisor. Rubrik penilaian
keterlaksanaan pelatihan tersebut terdiri dari 18
item pernyataan.
Tabel 4.8 Data Hasil Penilaian Keterlaksanaan
Pelatihan
No. Pernyataan Skor Komentar
dan Saran 1 2 3 4 5
1. Penjelasan pra pelatihan √
2. Menjawab pertanyaan
perserta
√
3. Pemahaman terhadap tujuan
pelatihan
√
4. Pemahaman terhadap silabus dan Lesson Plans Pelatihan
√
5. Pemahaman terhadap Lesson Plans Pelatihan
√
6. Penguasaan materi pelatihan √
7. Kejelasan penyajian materi √
8. Membantu peserta
memahami konsep/materi
√
9. Mmemberikan kesempatan √
134
bertanya atau berpendapat
10. Membantu mencari sumber
informasi tambahan
√
11. Mendorong peserta berpikir
kritis, memecahkan masalah,
dan memotivasi secara
perorangan
√
12. Menciptakan suasana belajar yang kondusif
√
13. Pengelolaan proses pelatihan sesuai rencana (lesson plans)
√
14. Perlakuan terhadap peserta √
15. Bimbingan kepada peserta √
16. Pemberian evaluasi dan
umpan balik
√
17. Pemberian pretes dan posttes √
18. Pemberian umpan balik
terhadap tugas-tugas
√
Skor total 76
Skor Persentase 84%
Sumber: diolah dari hasil penilaian keterlaksanaan
pelatihan
Berdasarkan data pada tabel 4.8, skor total hasil
penilaian supervisor terhadap keterlaksanaan pelatihan
adalah 76, skor persentasenya adalah sebesar 84%.
Berdasarkan kategori hasil evaluasi keterlaksanaan
pelatihan, skor persentase tersebut masuk kategori
sangat tinggi. Artinya bahwa tingkat kualitas
pelaksanaan pelatihan berada pada kategori sangat
tinggi.
Tabel 4.9 Data Hasil Penilaian Keterterimaan Pelatihan
Peserta Jumlah skor Persentase
1 130 96
2 131 97
3 122 90
4 119 88
135
5 130 96
6 112 83
7 114 84
8 130 96
9 123 91
10 119 88
Rerata 123 91 %
Sumber: diolah dari data hasil penilaian peserta terhadap pelatihan
Bedasarkan data pada tabel 4.9 di atas, dapat
diketahui bahwa skor rerata penilaian peserta terhadap
pelatihan pengembangan pembelajaran tematik
integratif menggunakan CEM sebesar 123, dengan
rerata skor persentase sebesar 91%. Jika dibandingkan
dengan kategori keterterimaan pelatihan seperti
diuraikan pada Bab 3, maka skor persentase tersebut
masuk kategori sangat tinggi. Artinya bahwa tingkat
keterterimaan pelatihan pengembangan pembelajaran
tematik integratif menggunakan CEM berada pada
tingkatan sangat tinggi.
4.2. Pembahasan
Seperti telah dipaparkan pada bagian Bab II
kajian pustaka dan bab IV bagian hasil penelitian,
bahwa desain pelatihan Pengembangan Pembelajaran
Tematik Integratif menggunakan CEM ini
dikembangkan dari teori Nadler (1988: 1). Nadler
sendiri menegaskan bahwa pelatihan CEM terbukti
efektif: “… it is one with which I have had success that
136
my student have found useful and that my client have
been able to relate to so offer it as one model…” (Nadler
& Nadler, 1988: 11). Dalam rangka membuktikan
keefektifan teori Nadler ini, dilakukan suatu penelitian
dan pengembangan (R&D). Mulastin (2016)
menyatakan bahwa melalui penelitian dan
pengembangan yang dilakukan telah membuktikan
keberhasilan pelatihan CEM untuk meningkatkan
sumber daya manusia.
Sesuai teori Nadler, ada delapan tahapan dalam
pelatihan ini, yaitu mengidentifikasi kebutuhan
lembaga, spesifikasi pelaksanaan pekerjaan,
mengidentifikasi kebutuhan peserta, menentukan
tujuan, memilih kurikulum, menentukan strategi
pembelajaran, menentukan sumber-sumber
pembelajaran, dan melakukan pelatihan.
Temuan hasil identifikasi kebutuhan
menyatakan bahwa SD-SD di Kecamatan Simo
membutuhkan pelatihan agar para guru mampu
mengembangkan pembelajaran tematik integratif
sehingga siap melaksanakan kurikulum 2013 dengan
baik. Langkah identifikasi ini penting untuk
memastikan bahwa pelatihan tersebut merupakan
kebutuhan sekolah, bukan sekedar kegiatan yang sia-
sia. Kegiatan identifikasi ini sesuai dengan pandangan
Firdousi (2011: 113), bahwa sebelum melakukan
pelatihan, diwajibkan untuk mengidentifikasi
137
kebutuhan pelatihan dalam organisasi agar tercapai
tujuan yang diinginkan. Identifikasi kebutuhan
merupakan komponen kritis dan sangat penting dalam
keseluruhan proses pelatihan bahwa menganalisis
kebutuhan pelatihan organisasi merupakan langkah
pertama yang harus dilakukan dalam mendesain
program pelatihan (Dick, Carey & Carey, 2009: 23;
Hariandja dan Hardiwat, 2007: 174).
Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian
Kanada (2015: 158), bahwa pelatihan In-House Training
secara konsisten dan berkesinambungan dapat
terjamin secara kuantitas, tetapi disisi lain dibutuhkan
pelatihan yang terjamin secara kualitas. Untuk
menjamin kualitas pelatihan, dibutuhkan analisis
kebutuhan pelatihan organisasi, jabatan, dan individu
pegawai. Bahkan setelah dilakukan identifikasi
kebutuhan dilakukan kegiatan evaluation and feedback
pada setiap event sebagai output event yang sedang
berlangsung dan input pada event berikutnya. (Nadler
& Nadler, 1988: 12; 2011: 15).
Pada tahap kedua, menspesifikasikan kinerja
guru menghasilkan daftar kompetensi yang seharusnya
dikuasai guru dalam mengembangkan pembelajaran
tematik integratif. Daftar ini dituangkan dalam bentuk
Standar Kompetensi (berjumlah 2 SK) dan Kompetensi
Dasar (berjumlah 10 KD) pelatihan yang diambil dari
daftar kompetensi pedagogik guru (lihat Lampiran
138
Permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang Standar
Kualifikasi dan Kompetensi Guru).
Dua Standar Kompetensi pelatihan tersebut
adalah: menguasai secara luas dan mendalam hakikat
pembelajaran tematik integratif yang mendukung
pembelajaran tematik integratif di SD; dan mampu
mengembangkan pembelajaran tematik integratif
sesuai lingkungan sekolah. Sedangkan sepuluh KD
tersebut terlampir dalam silabus. Pemetaan kompetensi
ini senada dengan pandangan Hakim (2009: 243),
kompetensi pedagogik merupakan suatu performansi
(kemampuan) seseorang dalam bidang ilmu
pendidikan. Untuk menjadi guru yang profesional
harus memiliki kompetensi pedagogik. Seorang guru
harus memiliki pengetahuan dan pemahaman serta
kemampuan dan keterampilan pada bidang profesi
kependidikan. Kompetensi pedagogik atau akademik ini
merujuk kepada kemampuan guru untuk mengelola
proses belajar, mengajar, termasuk di dalamnya
perencanaan dan pelaksanaan, evaluasi hasil belajar
dan pengembangan siswa sebagai individu-individu.
Menurut Atwi Suparman (2012: 68) hakikat
kompetensi dalam pelatihan berbasis kompetensi
sebenarnya adalah tujuan umum yang hendak dicapai
oleh sebuah pelatihan. Berdasarkan penelitian Sari
(2014: 47) menunjukan bahwa kompetensi pedagogik
memberikan konstribusi terhadap kinerja mengajar
139
guru. Lebih lanjut hasil penelitian Sari menunjukkan
bahwa semakin tinggi kompetensi pedagogik guru
maka semakin tinggi pula kinerja mengajar guru dan
sebaliknya semakin rendah kompetensi pedagogik yang
dimiliki guru maka semakin rendah pula kinerja
mengajarnya.
Setelah dilakukan spesifikasi kinerja guru dalam
bentuk SK dan KD, selanjutnya dilakukan evaluasi
untuk meninjau apakah kinerja guru yang
dispesifikasikan dikembangkan dari permendiknas dan
untuk memastikan bahwa kegiatan pelatihan betul-
betul dibutuhkan. Hasil evaluasi pada tahap ini
menunjukkan bahwa spesifikasi kinerja guru dalam
bentuk SK dan KD dikembangkan dari permendiknas
dan disepakati bahwa program pelatihan merupakan
alternatif terbaik.
Pada langkah ketiga, yaitu mengidentifikasi
kebutuhan guru kelas 4 SD Kecamatan Simo,
ditemukan kebutuhan pelatihan guru yang sejalan
dengan kebutuhan sekolah sebagai berikut: 1)
pelatihan tentang model desain pembelajaran tematik
integratif; 2) materi tentang kelebihan dan kelemahan
model desain pembelajaran tematik integratif; 3)
pelatihan memilih model pembelajaran tematik
integratif dengan baik; 4) pelatihan mentabulasikan
SKL, KI, KD, dan silabus; 5) menyusun jaring tema; 6)
pelatihan tentang model-model pembelajaran; 7)
140
memilih model-model pembelajaran dengan baik; 8)
merancang skenario pembelajaran; 9) memilih teknik
penilaian yang tepat; dan 10) menyusun instrument
penilaian dengan baik.
Hasil evaluasi tahap ini menunjukkan bahwa
guru memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi agar
mutu pendidikan dapat meningkat. Salah satu langkah
yang harus dilakukan saat ini adalah memberikan
pelatihan kepada guru agar kebutuhan dalah hal
pembelajaran dapat terpenuhi.
Teknik identifikasi kebutuhan guru
menggunakan front-end analysis. Teknik ini digunakan
untuk mengidentifikasi kesenjangan yang nampak
antara kompetensi guru yang diharapkan UPT Dikdas
dengan kompetensi guru pada kenyataannya. Teknik
ini sesuai dengan rekomendasi Nedler & Nadler (2011:
19), bahwa untuk mengetahui kebutuhan yang muncul
dapat dilihat dari kesenjangan antara kondisi yang
diharapkan dengan kondisi faktualnya, dapat
menggunakan analisis awal dan akhir (front-end
analysis). Hal ini juga sejalan dengan pendapat
Mawardi (2014: 34) langkah untuk mengidentifikasi
defisit kompetensi pedagogik dan profesional sebagai
kebutuhan pelatihan dapat dilakukan dengan analisis
awal-akhir (front-end analysis). Proses front-end
analysis terdiri dari: analisis kinerja (performance
analysis), analisis kebutuhan (need assessment), dan
141
analisis pekerjaan (job analysis) untuk program
pelatihan tertentu.
Temuan pada langkah keempat, berhasil
merumuskan tujuan pelatihan dalam bentuk indikator
yang dikembangkan dari SK dan KD pelatihan
(deskripsi 16 indikator pelatihan menyatu dalam
Silabus pelatihan terlampir). Soetarno Joyoatmojo
(2011: 80-81) menyatakan bahwa indikator pelatihan
sebenarnya merupakan tujuan pembelajaran/pelatihan
khusus yang dikembangkan dari tujuan umum
pelatihan (SK dan KD). Tujuan pelatihan khusus
merupakan deskripsi pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang akan dicapai oleh perserta pelatihan,
sekaligus sebagai acuan dalam memilih materi, strategi
dan instrumen penilaian. Tujuan pelatihan khusus
yang dinyatakan dengan jelas akan menjadi pedoman
bagi peserta pelatihan untuk menguasai kompetensi
pelatihan.
Senada dengan Soetarno Joyoatmojo, perumusan
tujuan pelatihan yang didasarkan pada indikator yang
telah dikembangkan dari SK dan KD pelatihan ini,
Mujiman (2011: 70), menyatakan bahwa tujuan
pelatihan mengacu pada penguasaan terhadap
kemampuan yang ditargetkan untuk dapat dikuasai
pada akhir pelatihan. Hasil evaluasi tahap empat ini
menunjukkan bahwa tujuan pelatihan sudah sesuai
dengan kebutuhan guru dan kebutuhan sekolah.
142
Hasil pengembangan langkah kelima, memilih
kurikulum, hakikatnya adalah memilih materi
pelatihan yang digunakan. Materi ini diadaptasi dari
Kemendikbud dengan materi pokok berupa: a)
Merancang Jaring Tema; b) analisis SKL, KI-KD, dan
silabus pembelajaran tematik integratif; c) analisis
model-model pembelajaran tematik integratif dan
merancang jaring tema; d) mengembangkan instrumen
penilaian hasil belajar; e) merancang rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP). Pemilihan materi
pelatihan yang telah ada ini sesuai saran dari Soetarno
Joyoatmojo (2011: 86) yang menyatakan bahwa materi
pelatihan dapat menggunakan materi yang telah ada
asalkan sesuai dengan tujuan pelatihan. Pemilihan
materi ini juga disesuaikan dengan tujuan pelatihan
sebagaimana ditegaskan oleh Mujiman (2011: 71) yang
menyatakan hal yang sama.
Jaminan kelayakan materi pelatihan, telah
divalidasi oleh dua orang ahli materi pelatihan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Mujiman (2011: 71), bahwa
dalam menyusun materi pelatihan, perlu didiskusikan
dengan kolega untuk mendapatkan masukan. Hasil
evaluasi langkah ini adalah materi pelatihan ini sudah
menjawab kebutuhan guru. Sehingga setelah materi ini
disajikan, dimungkinkan kebutuhan guru akan
terpenuhi.
143
Hasil pengembangan langkah selanjutnya
(keenam) adalah memilih strategi pelatihan. Pemilihan
strategi pelatihan ini berupa aktivitas instruktur dan
peserta pelatihan di konkretkan dalam bentuk silabus
dan RPP pelatihan. Hasil evaluasi pada tahap ini
menunjukkan bahwa strategi pelatihan telah
disesuaikan dengan materi pelatihan dengan
memperhatikan karakteristik peserta pelatihan. Hal ini
sesuai dengan pandangan Nadler (2011: 164) bahwa
dalam memilih strategi pembelajaran perlu disesuaikan
dengan materi pelatihan. Berbeda dengan pandangan
Nadler, Mujiman (2011: 71) mengungkapkan bahwa
strategi pembelajaran dalam pelatihan ditentukan oleh
tujuan pembelajaran, karakteristik peserta pelatihan,
ketersediaan alat bantu pembelajaran, preferensi,
kemampuan instruktur, dan sebagainya.
Pengembangan berikutnya, pada langkah
ketujuh yaitu menentukan sumber daya manusia,
sumber daya fisik, dan finansial. Sumber daya manusia
pelatihan telah disiapkan, yaitu supervisor, instruktur,
pengelola, dan peserta. Adapun sumber daya fisik yang
telah dipersiapkan meliputi ruang pelatihan,
soundsystem, ATK, dll. Evaluasi pada tahap ini telah
dilakukan dan hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa sumber daya manusia, sumber daya fisik, dan
finansial telah tersedia maka kegiatan pelatihan siap
diimplementasikan.
144
Hal ini sesuai dengan pandangan Mujiman (2011:
72), sumber belajar pelatihan dapat berupa bahan ajar
baik cetak maupun elektronik, alat bantu belajar,
instruktur, dan peserta pelatihan. Semua sumber
belajar harus telah teridentifikasi sebelum instruktur
memulai pelatihan.
Langkah yang terakhir, langkah kedelapan
adalah melaksanakan pelatihan. Evaluasi pelaksanaan
pelatihan ini dipaparkan pada bagian hasil uji coba
terbatas. Khusus langkah terakhir akan dibahas secara
khusus pada bagian Pembahasan Keefektifan Desain
Pelatihan Berdasarkan Uji Perbedaan Rerata.
Pembahasan yang telah dipaparkan di atas
merupakan pembahasan yang didasarkan pada
delapan langkah desain pelatihan pengembangan
pembelajaran tematik integratif menggunakan CEM.
Pembahasan berikutnya akan dipaparkan pembahasan
yang didasarkan pada lima perumusan masalah R &
D: 1) bagaimana desain pelatihan yang selama ini
digunakan untuk meningkatkan kompetensi guru
mengembangkan pembelajaran tematik integratif?; 2)
apa kelemahan desain pelatihan yang selama ini
digunakan untuk meningkatkan kompetensi guru
mengembangkan pembelajaran tematik integratif?; 3)
bagaimana Desain Pelatihan menggunakan CEM untuk
meningkatkan Kompetensi Guru Mengembangkan
Pembelajaran Tematik Integratif di SD?; 4) seberapa
145
tinggi tingkat validitas Desain Pelatihan menggunakan
CEM untuk meningkatkan Kompetensi Guru dalam
Mengembangkan Pembelajaran Tematik Integratif di
SD?; dan 5) apakah kompetensi guru SD dalam
Mengembangkan Pembelajaran Tematik Integratif dapat
ditingkatkan melalui Desain Pelatihan menggunakan
CEM?
4.2.1 Pembahasan Kebutuhan Desain Pelatihan
Pengembangan Pembelajaran Tematik
Integratif menggunakan CEM
Mengulas uraian pada Bab II, bahwa untuk
mengembangkan kompetensi yang dimiliki guru, salah
satu cara yang dapat dilakukan adalah melalui
kegiatan pelatihan (Suyanto, 2013: 1; Kemendiknas,
2010: 1). Mengacu pada teori tersebut, maka perlu
dirancang program pelatihan untuk mengembangkan
kompetensi guru, termasuk kompetensi pedagogik.
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala UPT
Dikdas LS Kec. Simo, pelatihan yang dilakukan selama
ini bersifat top down, tidak didasari oleh kebutuhan
guru. Dampak yang diakibatkan oleh penyelenggaran
pelatihan yang bersifat top down, akan mendapatkan
hasil yang belum tentu sesuai dengan harapan guru,
sehingga kegiatan pelatihan nampak sia-sia. Meskipun
pada saat pelatihan guru dapat menanyakan tentang
hal yang menjadi kebutuhannya, namun jawaban yang
146
diterimanya tidak begitu detail karena materi pelatihan
sifatnya umum, tidak spesifik pada permasalahan
guru.
Desain pelatihan yang dapat menutup
kekurangan pelatihan top down, yaitu desain pelatihan
menggunakan CEM. Desain pelatihan CEM ini memiliki
8 langkah yang prosedural dan saling berkaitan.
Langkah pertama yang dilakukan pada desain
pelatihan menggunakan CEM adalah mengidentifikasi
kebutuhan. Kebutuhan yang teridentifikasi inilah yang
akan menjadi titik pijak pelatihan. Dengan demikian
kegiatan pelatihan akan sesuai kebutuhan dan tidak
ada hal yang sia-sia.
Berdasarkan identifikasi kebutuhan guru dalam
mengembangkan pembelajaran, diperoleh kesenjangan
sebagai berikut: 1) 45% guru belum memahami model
desain pembelajaran tematik integratif; 2) 15% guru
belum mampu memerinci kelebihan dan kelemahan
model desain pembelajaran tematik integratif dengan
baik; 3) 30% guru belum memiliki kemampuan memilih
model pembelajaran tematik integratif dengan baik; 4)
10% guru belum memiliki keterampilan
mentabulasikan SKL, KI, KD, dan silabus dengan baik;
5) 45% guru belum memiliki keterampilan dalam
menyusun jaring tema dengan baik; 6) 25% guru belum
memiliki pemahaman terhadap model-model
pembelajaran dengan baik; 7) 25% guru belum
147
memiliki kemampuan untuk memilih model-model
pembelajaran dengan baik; 8) 40% guru belum
memiliki keterampilan untuk merancang skenario
pembelajaran dengan baik; 9) 45% guru belum
memiliki kemampuan untuk menentukan teknik
penilaian dengan baik; 10) 55% guru belum memiliki
keterampilan dalam menyusun instrument penilaian
dengan baik.
Berdasarkan kesenjangan yang muncul, dapat
disimpulkan bahwa kesenjangan tersebut di atas
menjadi kebutuhan untuk dipecahkan. Oleh sebab itu
perlu dikembangkan desain pelatihan menggunakan
CEM. Desain pelatihan menggunakan CEM ini secara
teoritik memiliki potensi untuk memperbaiki desain
pelatihan sebelumnya yang sifatnya top down.
Kelebihan desain pelatihan menggunakan CEM yaitu:
1) desain pelatihan CEM didasari oleh kebutuhan
instansi dan guru (bottom up), sehingga hasilnya pun
juga sesuai kebutuhan; 2) CEM memiliki langkah-
langkah yang prosedural, artinya tahapan demi
tahapan pelaksanaan pelatihan memiliki keterkaitan
logis; 3) setiap langkah CEM selalu dievaluasi sebagai
masukan bagi tahap berikutnya.
4.2.2 Desain Pelatihan Pengembangan Pembelajaran
Tematik Integratif menggunakan CEM
148
Pembahasan hasil pengembangan desain
pelatihan menggunakan CEM (menjawab rumusan
masalah yang ketiga) tentang bagaimana desain
pelatihan pengembangan pembelajaran tematik
integratif menggunakan CEM. Desain pelatihan
pengembangan pembelajaran tematik integratif
menggunakan CEM, dikonkretkan dalam sebuah buku
yang dilampiri dengan silabus, RPP pelatihan lengkap
dengan materi pelatihan dan instrument evaluasi,
buku panduan untuk pengelola, supervisor, instruktur,
dan peserta.
Buku desain pelatihan menggunakan CEM itu
sendiri terdiri dari tiga bagian. Bagian pendahuluan
berisi latar belakang, tujuan, dan fungsi. Bagian kedua
berisi tentang matalatih pengembangan pembelajaran
tematik integratif, yang terdiri dari tiga subjudul,
antara lain hakikat matalatih, tujuan matalatih, dan
kompetensi dasar dan materi pokok pelatihan. Bagian
ketiga pada buku desain ini berisi tentang desain
pelatihan pengembangan pembelajaran menggunakan
CEM, yang terdiri dari empat subjudul yaitu pelatihan
CEM, desain pelatihan, desain pelatihan menggunakan
CEM, dan jaminan keberhasilan implementasi
pelatihan.
Silabus pelatihan berisi tentang jabaran standar
kompetensi, kompetensi dasar, indikator, kegiatan
pelatihan, penilaian, bahan pelatihan, dan alokasi
149
waktu. RPP pelatihan mencakup standar kompetensi,
kompetensi dasar, indikator, tujuan, metode, langkah-
langkah pembelajaran, sumber belajar, bahan, teknik
penilaian, dan alokasi waktu. Buku panduan pengelola,
berisi tiga Bab, yaitu pendahuluan, pelaksanaan
pelatihan, dan tugas pengelola. Pada Bab I
Pendahuluan berisi tentang rasional perlunya pelatihan
bagi guru SD, dasar pelaksanaan pelatihan, tujuan
pelatihan, dan hasil yang diharapkan. Pada Bab II
Pelaksanaan Pelatihan berisi penjelasan tentang
peserta, waktu, dan tempat pelatihan, pola kegiatan,
instruktur pelatihan, jadwal pelaksanaan pelatihan,
alur kegiatan pelatihan, pembiayaan pelatihan, dan
evaluasi pelatihan. Pada Bab III berisi penjelas tentang
tugas panitia.
Buku panduan supervisor juga berisi tiga Bab,
yaitu pendahuluan, pelaksanaan pelatihan, dan tugas
supervisor. Bab I Pendahuluan berisi tentang rasional
perlunya pelatihan bagi guru SD, dasar pelaksanaan
pelatihan, tujuan pelatihan, dan hasil yang
diharapkan. Pada Bab II Pelaksanaan Pelatihan berisi
penjelasan tentang peserta, waktu, dan tempat
pelatihan, pola kegiatan, instruktur pelatihan, jadwal
pelaksanaan pelatihan, alur kegiatan pelatihan,
pembiayaan pelatihan, dan evaluasi pelatihan. Pada
Bab III berisi penjelasan tentang tugas panitia.
150
Buku panduan instruktur terdiri dari tiga Bab,
yaitu pendahuluan, pelaksanaan pelatihan, dan tugas
supervisor. Bab I Pendahuluan berisi tentang rasional
perlunya pelatihan bagi guru SD, dasar pelaksanaan
pelatihan, tujuan pelatihan, dan hasil yang
diharapkan. Pada Bab II Pelaksanaan Pelatihan berisi
penjelasan tentang peserta, waktu, dan tempat
pelatihan, pola kegiatan, instruktur pelatihan, jadwal
pelaksanaan pelatihan, alur kegiatan pelatihan,
pembiayaan pelatihan, dan evaluasi pelatihan. Pada
Bab III berisi penjelasan tentang tugas dan peran
instruktur.
Buku panduan peserta juga terdiri dari tiga Bab,
yaitu pendahuluan, pelaksanaan pelatihan, dan tugas
supervisor. Bab I Pendahuluan berisi tentang rasional
perlunya pelatihan bagi guru SD, dasar pelaksanaan
pelatihan, tujuan pelatihan, dan hasil yang
diharapkan. Pada Bab II Pelaksanaan Pelatihan berisi
penjelasan tentang peserta, waktu, dan tempat
pelatihan, pola kegiatan, instruktur pelatihan, jadwal
pelaksanaan pelatihan, alur kegiatan pelatihan,
pembiayaan pelatihan, dan evaluasi pelatihan. Pada
Bab III berisi tentang tata tertib, kewajiban, dan hak
peserta.
4.2.3 Tingkat Validitas Desain Pelatihan
Pengembangan Pembelajaran Tematik
Integratif menggunakan CEM
151
a. Tingkat Validitas Desain Berdasarkan Uji Ahli
Pada bagian hasil validasi ahli telah dipaparkan
bahwa ahli yang memberikan penilaian terhadap
produk desain pelatihan pengembangan pembelajaran
tematik integratif meliputi: 1) Prof. Dr. Slameto, M.Pd,
guru besar Program Magister Manajemen Pendidikan
UKSW Salatiga, sebagai validator ahli desain pelatihan.
2) Dr. Mawardi, M.Pd, dosen Program Studi Pendidikan
Guru Sekolah Dasar UKSW Salatiga, sebagai validator
ahli materi pelatihan pengembangan pembelajaran
tematik integratif. 3) Endang Purwaningsih, M.Pd,
Kepala SDN 1 Simo-Boyolali, sebagai validator ahli
desain pelatihan. 4) Drs. Abdul Basith, M.Pd, Kepala MI
Ma’arif Pulutan-Salatiga, sebagai validator ahli materi
pelatihan pengembangan pembelajaran tematik
integratif.
Pembahasan hasil validasi ahli ini, menjawab
rumusan masalah yang ke empat dalam penelitian ini,
yaitu seberapa tinggi tingkat validitas desain pelatihan
menggunakan CEM untuk meningkatkan kompetensi
guru dalam mengembangkan pembelajaran tematik
integratif. Rerata persentase skor penilaian ahli
terhadap silabus oleh ahli desain pelatihan yaitu
Slameto dan Endang Purwaningsih sebesar 83%.
Besaran ini diperoleh dari penilaian ahli 1 sebesar 85%
dan ahli 2 sebesar 83%. Berdasarkan kategori uji
validasi ahli sebagaimana telah dipaparkan pada Bab
152
III, maka angka persentase dari ahli 1, ahli 2, maupun
rerata dari kedua ahli tergolong dalam kategori sangat
tinggi. Hal ini berarti bahwa kualitas silabus sebagai
bagian dari desain pelatihan pengembangan
pemelajaran tematik integratif, kualitasnya sangat
baik.
Temuan rerata persentase skor penilaian
terhadap RPP pelatihan oleh ahli desain pelatihan yaitu
Slameto dan Endang Purwaningsih adalah 78%. Jika
dibandingkan dengan kriteria hasil uji ahli, maka
angka 78% masuk kategori tinggi. Hal ini berarti bahwa
RPP pelatihan kualitasnya tinggi.
Meskipun penilaian terhadap silabus dan RPP
sudah masuk kategori sangat tinggi dan tinggi, namun
tetap ada saran dari ahli agar silabus dan RPP lebih
baik lagi. Adapun saran yang diberikan oleh kedua ahli
terhadap silabus dan RPP yaitu: 1) Perbaiki lembar
evaluasi setiap langkah CEM, agar menggambarkan
bahwa setiap langkah CEM dikritisi oleh supervisor. 2)
Lengkapi desain pelatihan dengan panduan instruktur,
panduan peserta, panduan pengelola, dan panduan
supervisor. 3) Tambahkan metode pelatihan pada
RPP. 4) Tambahkan jaminan keberhasilan
implementasi pelatihan. 5) Gunakan istilah secara
konsisten “model pelatihan” atau “desain pelatihan”. 6)
Perbaiki kata pengantar. 7) Sebaiknya tulisan
Madrasah Ibtidaiyah dihapus saja karena UPT hanya
153
mengelola SD Negeri dan Swasta. 8) Sinkronkan antara
indikator dengan instrumen penilaian yang disusun. 9)
Perbaiki lembar evaluasi setiap langkah CEM, gunakan
kata-kata yang operasional, sehingga supervisor dapat
menilai dengan mudah. 10) Perbaiki penulisan “UPTD
Dikdas Kecamatan Simo”, yang tepat adalah “UPT
Dikdas LS Kecamatan Simo”. 11) Bedakan dan perbaiki
rumusan tujuan umum dan khusus. Sebaiknya tujuan
penelitian tidak perlu dimasukkan pada tujuan
pelatihan
Berkaitan dengan penilaian terhadap materi
pelatihan, diperoleh persentase skor dari ahli materi
ke-1 sebesar 83%, ahli ke-2 sebesar 86%, sehingga
rerata skor persentase dari kedua ahli sebesar 85%.
Berdasarkan kategori uji ahli, angka persentase dari
ahli ke-1, ahli ke-2, dan rerata dari keduanya berada
pada kategori sangat tinggi. Artinya kualitas materi
pelatihan pengembangan pembelajaran tematik
integratif sebagai bagian dari produk desain pelatihan
ini berada pada kategori sangat tinggi.
Meskipun secara kuantitatif kualitas materi
pelatihan berada pada tingkat sangat tinggi, namun
ahli materi ke-1 (Mawardi) tetap memberikan saran
untuk perbaikan. Secara garis besar, saran yang
diberikan oleh ahli materi ke-1 mencakup: 1) Perlu
kecermatan dalam editing penomoran dan tata tulis,
misal halaman 59. … F. Penilaian …, mulai angka 5,
154
seharusnya 1, sdt. 2) Perbaiki kutipan halaman 63
“Tim Pengembang PGSD (1997)” dengan mengecek
sumbernya. 3) Tambahkan contoh-contoh jaring tema
yang dikembangkan pemerintah maupun guru untuk
mendukung fakta yang digunakan dalam
mengembangkan materi. 4) Tambahkan contoh hasil
tabulasi analisis SKL, KI, KD, dan Silabus. 5) Perbaiki
kalimat pada paragraf pertama halaman 81, terdapat
lompatan ide. 6) Tambahkan contoh hasil
pengembangan implementasi model pembelajaran. 7)
Halaman 88 kolom kegiatan pembelajaran
sebaiknya sintak modelnya, bukan struktur RPP. 8)
Tambahkan contoh hasil pengembangan instrumen
penilaian yang dibuat oleh guru SD, khususnya ranah
sikap. 9) Tambahkan contoh RPP hasil kerja guru SD.
10) tambahkan materi dalam bentuk PowerPoint pada
setiap unitnya.
4.2.4 Keefektifan Desain Pelatihan Pengembangan
Pembelajaran Tematik Integratif
menggunakan CEM
Pada hakikatnya uji keefektifan desain pelatihan
merupakan sebuah eksperimen untuk menguji apakah
desain pelatihan ini mampu meningkatkan kompetensi
guru dalam mengembangkan pembelajaran tematik
integratif di SD. Fokus pembahasan pada bagian ini
155
digunakan untuk menjawab rumusan pertanyaan
penelitian yang ke lima yaitu “Apakah kompetensi guru
SD dalam Mengembangkan Pembelajaran Tematik
Integratif dapat ditingkatkan melalui Desain Pelatihan
menggunakan CEM?”
a. Pembahasan Tingkat Kompetensi Pedagogik Guru
Temuan gain skor pretes dan postes kompetensi
guru mencapai 14,3 poin bergerak antara 6 sampai
dengan 23 merupakan temuan yang mengejutkan
karena 8 dari 10 guru (80%) mengalami peningkatan
yang tinggi (10 sd 23 poin). Data ini menunjukkan
bahwa desain pelatihan pengembangan pembelajaran
tematik integratif menggunakan model CEM mampu
meningkatkan kompetensi pedagogik guru SD.
Lebih lanjut temuan ini sesuai dengan pendapat
Nadler & Nadler (2011) yang menyatakan bahwa
pelatihan guru menggunakan CEM dipandang paling
relevan untuk menutup kelemahan pelatihan yang
digunakan selama ini, sehingga menghasilkan output
yang lebih baik. Temuan peningkatan kompetensi guru
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Mulastin,
Samsudi, Rusdarti (2016), yang meskipun
persiapannya kurang maksimal, namun memberikan
hasil yang baik. Hasil uji t terhadap hasil postes
pelatihan kelompok eksperimen menggunakan ICEM
terbukti efektif digunakan dalam pelatihan penelitian
156
bagi Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan di Jawa
Tengah (t-hitung = 10,72> nilai t-tabel 2,101).
b. Pembahasan Keefektifan Desain Pelatihan
Berdasarkan Uji Perbedaan Rerata
Hasil uji hipotesis H0 yang menyatakan bahwa
“Median kompetensi pedagogik guru SD dalam
mengembangkan pembelajaran tematik integratif
setelah pelatihan lebih rendah atau sama dengan
sebelum pelatihan” ditolak, dan Ha diterima. Hal ini
dibuktikan dengan nilai probabilitas 0,0025 ternyata <
0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya
kompetensi pedagogik guru SD dalam mengembangkan
pembelajaran tematik integratif setelah pelatihan lebih
tinggi dibandingkan sebelum pelatihan.
Secara umum, keefektifan desain pelatihan CEM
dalam penelitian ini disebabkan oleh berbagai faktor,
beberapa diantaranya yaitu setiap langkah-langkah
desain pelatihan CEM selalu dievaluasi untuk
perbaikan, sehingga ketika sampai pada tahap conduct
training, pelatihan dapat berjalan lancar. Seperti
simpulan Barger (2008) melalui penelitian literatur
tentang CEM yang berisi bahwa CEM merupakan model
terbuka dan fleksibel. CEM juga melibatkan pihak-
pihak terkait dalam merancang pelatihan melalui
proses evaluasi dan pemberian umpan balik (feedback).
Evaluasi dan umpan balik bukan merupakan aktivitas
157
tunggal dalam pelatihan, melainkan merupakan
sebuah proses pada setiap tahap. Fleksibilitas CEM
terlihat pada pertanyaan yang muncul setiap tahapan
sebagai bantuan perancang untuk memutuskan
tindakan selanjutnya. Hal inilah yang membantu
keefektifan desain pelatihan CEM dalam meningkatkan
kompetensi guru.
Faktor berikutnya, yaitu desain pelatihan CEM
didasari oleh kebutuhan sekolah dan guru dalam
pembelajaran tematik integratif, sehingga guru lebih
termotivasi untuk mendapatkan apa yang di butuhkan.
Hal ini sesuai dengan temuan Kazu, H. & Demiralp, D.
(2016) yang menyarankan bahwa semestinya kegiatan
pelatihan dilakukan berbasis kompetensi yang
dibutuhkan guru.
Faktor selanjutnya yang mempengaruhi
keberhasilan implementasi pelatihan adalah kegiatan
pelatihan dilengkapi dengan proyek sehingga
melibatkan guru untuk praktik menyusun instrument
pembelajaran. Aktivitas pelatihan dengan melibatkan
guru ini dapat membuat pelatihan menjadi bermakna
bagi guru, karena guru tidak hanya mendengar
ceramah dari instruktur. Hal ini senada dengan
temuan Tuginem dan Muhyadi (2014) bahwa pelatihan
yang melibatkan guru untuk praktik akan
meningkatkan kompetensi guru.
158
Temuan lain yang mendukung temuan penelitian
ini adalah temuan Jalmo dan Rustaman (2010).
Temuan Jalmo dan Rustaman menunjukkan bahwa
program pelatihan dengan strategi Scaffolding efektif
meningkatkan kompetensi guru. Meskipun sedikit
berbeda dengan penelitian ini yang menggunakan
desain pelatihan CEM, namun secara umum kedua
penelitian sama-sama melakukan pelatihan untuk
meningkatkan kompetensi guru, tetapi peningkatan
kompetensi guru tidak semata-mata hanya karena
dilakukan pelatihan tanpa menggunakan strategi
didalamnya.
Hasil penelitian lain yang mendukung temuan
peneliti ini adalah temuan Kasmad (2015) dan Yama &
Setiyani (2016) menunjukkan bahwa melalui kegiatan
pelatihan, dapat meningkatkan kompetensi guru dalam
implementasi Kurikulum 2013. Hasil penelitian
Wangid, Mustadi, dan Astuti (2013) menunjukkan
bahwa Pelatihan Pembelajaran Tematik Integratif Bagi
Guru Sekolah Dasar dapat membantu upaya
pemerintah dalam memberikan pelatihan terhadap
guru-guru dalam implementasi kurikulum 2013.
Keberhasilan penelitian tersebut dibuktikan dengan
dua indikator: 1) adanya peningkatan nilai rata-rata
pretes dan postes; 2) adanya peningkatan nilai rata-
rata RPP yang dibuat sebelum pelatihan dan sesudah
pelatihan.
159
Secara garis besar, beberapa hasil penelitian di
atas membuktikan bahwa program pelatihan
merupakan salah satu cara yang efektif untuk
meningkatkan kompetensi yang dimilikinya. Oleh
sebab itu, kegiatan pelatihan harus dilakukan secara
continew seperti yang diungkapkan Yoto (2015).
Berdasarkan hasil penelitian literatur yang dilakukan
oleh Yoto, bahwa guru perlu melakukan pelatihan
secara terus-menerus agar mengetahui dan memahami
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Melalui pelatihan, guru mampu dan terampil dalam
memainkan peran di hadapan peserta didik, sehingga
mutu pendidikan akan menjadi baik dan lulusannya
mampu bersaing dalam mencari pekerjaan. Hal
tersebut didukung oleh hasil penelitian Sari (2014: 47)
yang menunjukan bahwa kompetensi pedagogik
memberikan konstribusi terhadap kinerja mengajar
guru. Semakin tinggi kompetensi pedagogik guru maka
semakin tinggi pula kinerja mengajar guru dan
sebaliknya semakin rendah kompetensi pedagogik yang
dimiliki guru maka semakin rendah pula kinerja
mengajarnya.
Secara lebih spesifik, temuan penelitian yang
mendukung keefektifan desain pelatihan CEM
dilaporkan oleh Mulastin, Samsudi, Rusdarti (2016).
Hasil penelitiannya menunjukankan: 1). Hasil analisis
pelatihan yang ada selama ini berkaitan dengan
160
perencanaan dan pelaksanaan pelatihan penelitian bagi
dosen masih kurang efektif dan 2). Integrated Critical
Event Model (ICEM) terbukti efektif digunakan dalam
pelatihan penelitian bagi Dosen Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan di Jawa Tengah (t-hitung = 10,72> nilai t-
tabel 2,101). Senada dengan temuan Mulastin, pada
penelitian ini juga telah membuktikan keefektifan
desain pelatihan CEM dengan nilai Z sebesar -2.807.
dan nilai probabilitas 0,0025 (<0,05), maka H0 ditolak
dan Ha diterima. Artinya kompetensi pedagogik guru
SD dalam mengembangkan pembelajaran tematik
integratif setelah pelatihan lebih tinggi dibandingkan
sebelum pelatihan.
Temuan lain yang mendukung penelitian ini
adalah temuan Rahayu, Pujianto dan Purwaningsih
(2014). Temuan penelitiannya menunjukkan bahwa
pelatihan pengembangan model pembelajaran tematik
dan terintegrasi webbed bermuatan kearifan lokal bagi
guru SD mampu meningkatkan kompetensi guru SD
sebagai penunjang kesiapan implementasi Kurikulum
2013. Dalam penelitian ini produk yang dihasilkan
pelatihan adalah model pembelajaran tematik integratif
webbed berbasis lingkungan. Temuan Masrukhi,
Widodo, Sukestiyarno dan Raharjo (2015) yang
melakukan R&D tentang Pengembangan Model
Pelatihan PTK Berbasis Pendampingan memperoleh
hasil model dan perangkat pelatihan PTK yang terdiri
161
dari buku panduan instruktur dan peserta, model
pelatihan PTK berbasis pendampingan, buku pedoman
pelatihan, dan modul materi pelatihan. Setelah
dilakukan kegiatan pelatihan, peserta mampu
menghasilkan produk berupa karya ilmiah laporan
hasil PTK. Temuan ini mendukung R&D yang
dilakukan oleh peneliti tentang pengembangan desain
pelatihan CEM. Bedanya dalam penelitian yang
dilakukan oleh Masrukhi, Widodo, Sukestiyarno dan
Raharjo adalah mengembangkan model pelatihan PTK
berbasis pendampingan dengan menghasilkan
beberapa produk berupa buku panduan instruktur dan
peserta, buku pedoman pelatihan, dan modul materi
pelatihan, sedangkan pada R&D yang dilakukan
peneliti adalah mengembangkan desain pelatihan
menggunakan CEM dengan produk berupa silabus,
RPP, dan materi pelatihan.
Kelebihan desain pelatihan CEM dalam
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
4.2.5 Keterlaksanaan dan Keterterimaan Desain
Pelatihan
Penilaian keterlaksanaan pelatihan dilakukan
oleh Kepala UPT Dikdas LS Kec. Simo (Ali Mahmud, S.
Pd) sebagai supervisor. Instrumen penilaian
menggunakan rubrik penilaian yang terdiri dari 18
item. Dari 18 item, tidak terdapat aspek yang skornya 1
dan 2; terdapat 1 aspek yang skornya 3; 12 aspek yang
162
skornya 4, dan 5 aspek lainnya diberi skor 5. Total skor
yang diperoleh adalah 76 dengan skor persentase 84%.
Berdasarkan kategori hasil penilaian keterlaksanaan,
perolehan 84% berada pada kategori sangat baik. Hal
ini berarti bahwa, tingkat keterlaksanaan pelatihan
pengembangan pembelajaran tematik integratif
menggunakan CEM berada pada kategori sangat tinggi.
Penilaian keterterimaan pelatihan dilakukan oleh
peserta pelatihan sejumlah 10 guru kelas 4 SD.
Instrumen penilalaian menggunakan rubrik penilaian
yang terpilah menjadi 4 aspek dengan 27 item.
Berdasarkan hasil penilalaian, diperoleh skor rerata
sebesar 123 dengan persentase 91%. Berdasarkan
kategori hasil penilaian keterterimaan pelatihan,
perolehan 91% masuk pada kategori sangat tinggi. Hal
ini berarti bahwa tingkat keterterimaan pelatihan
pengembangan pembelajaran menggunakan CEM
berada pada kategori sangat tinggi, sehingga desain
pelatihan ini dapat digunakan.
4.2.6 Keterbatasan Penelitian
Berikut ini merupakan keterbatasan dalam
penelitian dan pengembangan desain pelatihan
pengembangan pembelajaran tematik integratif SD.
1. Desain pelatihan yang dirancang hanya terbatas
untuk meningkatkan kompetensi pedagogik guru
dalam mengembangkan pembelajaran tematik
integratif di SD, belum sampai pada pengembangan
163
kompetensi yang lain (kepribadian, profesional, dan
sosial).
2. Prosedur R&D tidak dilakukan secara utuh sampai
pada pengujian produk, namun hanya sampai pada
tahap desain dan pengembangan produk.
3. Subjek pelatihan yang dilibatkan hanya 10 guru
dalam 1 kecamatan, karena sebagian guru sudah
mengikuti pelatihan kurikulum 2013 dan juga
karena keterbatasan biaya pelatihan.
4. Pengukuran kondisi awal kompetensi pedagogik
guru dalam mengembangkan pembelajaran tematik
integratif tidak dilakukan pengukuran
menggunakan tes, tetapi dilihat berdasarkan hasil
angket yang diberikan kepada 20 guru.