bab iv hasil penelitian dan pembahasan a. …etheses.uin-malang.ac.id/251/7/11220025 bab 4.pdf ·...
TRANSCRIPT
65
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
1. Keadaan Geografis kec. Pakisaji
Pakisaji adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Malang, Provinsi
Jawa Timur, Indonesia. Desa Pakisaji berada 11 km arah selatan dari Kota
Malang dan hanya 7 km sebelum kota Kepanjen yang dijadikan ibukota
Kabupaten Malang. Di kecamatan ini berdiri berbagai industri penting
seperti Pabrik Gula Kebonagung sebagai salah satu sentra industri gula
yang cukup penting di Jawa Timur, industri perakitan sepeda motor merek
Happy di Karangpandan, serta beberapa pabrik rokok yang tersebar di
banyak wilayahnya seperti Pakisaji, Kendalpayak, dan Karangduren.
66
Posisi Pakisaji menjadi strategis dengan adanya pembangunan
jalan utama dan jalur alternatif dari Jalur Lingkar Barat oleh Pemerintah
Kabupaten Malang, yang pembangunannya dimulai tahun 2008.86
Kecamatan pakisaji terdiri dari Luas wilayah Kecamatan Pakisaji
3.685 Ha dengan kepadatan penduduk 442,96 / m².
Luas Sawah : 1.228 Ha.
Luas Tegalan : 814 Ha.
Luas Pekarangan : 834 Ha.
Luas Pekebunan : 534 Ha.
Luas Hutan : 150 Ha.
Luas Lain-lain : 125 Ha.
Secara umum Kecamatan Pakisaji merupakan dataran dengan
ketinggian antara 400-1000 meter di atas permukaan air laut, memiliki
kemiringan kurang dari 7% serta memiliki suhu rata-rata 22°C – 28°C
dengan curah hujan rata-rata 1255-1845 m³/dt.
Wilayah Kecamatan pakisaji jika dilihat dari segi administrative
terbagi dalam 12 desa , 87 RW, 373 RT, dan 40 dusun, antara lain:
1. Desa Pakisaji
2. Desa Karangpandan
3. Desa Glanggang
4. Desa Wonokerso
5. Desa Sutojayan
86
http://id.wikipedia.org/wiki/Pakisaji,_Malang, diakses tanggal 18 Februari 2015.
67
6. Desa Karangduren
7. Desa Kendalpayak
8. Desa Genengan
9. Desa Kebonagung
10. Desa Wadung
11. Desa Jatisari
12. Desa Permanu.87
Batas Wilayah Kecamatan Pakisaji:
Sebelah Utara : Kecamatan Sukun Kota Malang
Sebelah Timur :Kecamatan Bululawang
Sebelah Selatan : Kecamatan Kepanjen
Sebelah Barat : Kecamatan Ngajum dan Wagir.88
87
Kecamatan Pakisaji Situs Pemerintah Kabupaten Malang, “Profil”,
http://pakisaji.malangkab.go.id/?page_id=5, diakses tanggal 18 Februari 2015. 88
Kecamatan Pakisaji Situs Pemerintah Kabupaten Malang, “Batas Wilayah”,
http://pakisaji.malangkab.go.id/?page_id=179, diakses tanggal 18 Februari 2015.
68
2. Keadaan Sosial Ekonomi Kec. Pakisaji
Profesi Penduduk Kecamatan Pakisaji
Buruh Pabrik : 12.386 Orang
Petani : 8.853 Orang
Buruh Tani : 10.651 Orang
Peternak : 2.461 Orang
Pengrajin : 320 Orang
Buruh Bangunan : 981 Orang
Buruh Perkebunan : 121 Orang
Pedagang : 2.253 Orang
Pengangkutan : 126 Orang
PNS : 872 Orang
TNI/Polri : 123 Orang
Pengusaha Besar dan Kecil : 286 Orang
Berdasarkan data diatas, sebagian besar penduduk Kecamatan
Pakisaji bermata pencaharian sebagai buruh pabrik dengan presentase
sebesar 31.4 % sehingga dapat disimpulkan bahwa potensi ekonomi yang
paling besar adalah dari sektor industri.89
89
Kecamatan Pakisaji Situs Pemerintah Kabupaten Malang, “Profesi Penduduk”,
http://pakisaji.malangkab.go.id/?page_id=38, diakses tanggal 18 Februari 2015.
69
3. Keadaan Sosial Keagamaan Kec. Pakisaji
Sebagaimana halnya kebanyakan wilayah di negeri ini, mayoritas
penduduk Kec. Pakisaji memeluk agama lslam. Dengan jumlah pemeluk
agama sebagai berikut:90
1. ISLAM : 75.680
2. PROTESTAN : 1.364
3. KATHOLIK : 1.331
4. HINDU : 2.220
5. BUDHA : -
6. KEPERCAYAAN : 35
Berdasarkan data diatas, sebagian besar penduduk Kecamatan
Pakisaji beragama Islam dengan persentase sebesar 93,8 %.
B. Jual Beli Perhiasan Emas dengan Cara Tukar Tambah di Toko Emas
Enggal Pasar Pakisaji Kabupaten Malang
Dalam kehidupan sehari-hari keberadaan pasar sangat lah penting
bagi manusia. Kebutuhan yang tidak bisa dihasilkan sendiri, bisa diperoleh
melalui pasar. Bayangkan saja kalau pasar tidak ada, semua kebutuhan pasti
tidak akan pernah tercukupi.
Pasar mengatur kehidupan sosial, termasuk ekonomi, secara
otomatis. Karena pencapaian kepentingan pribadi dan kesejahteraan individu
90
Kecamatan Pakisaji Situs Pemerintah Kabupaten Malang, “Pemeluk Agama”,
http://pakisaji.malangkab.go.id/?page_id=44, diakses tanggal 18 Februari 2015.
70
akan membawa hasil yang terbaik, tidak hanya mereka sebagai pribadi tetapi
juga kepada masyarakat sebagai keseluruhan.91
Pasar merupakan salah satu lembaga yang paling penting dalam
institusi ekonomi. Pasar merupakan salah satu yang menggerakkan dinamika
kehidupan ekonomi. Berfungsinya lembaga pasar sebagai institusi ekonomi
yang menggerakkan kehidupan ekonomi tidak terlepas dari aktivitas yang
dilakukan oleh pembeli dan pedagang.92
Pembeli diklasifikasikan atas beberapa tipe:93
1. Pengunjung, yaitu mereka yang datang ke lokasi pasar tanpa mempunyai
tujuan untuk melakukan pembelian terhadap sesuatu barang atau jasa.
Mereka ini adalah orang-orang yang menghabiskan waktu luangnya di
lokasi pasar.
2. Pembeli, yaitu mereka yang datang ke lokasi pasar dengan maksud untuk
membeli suatu barang atau jasa, tetapi tidak mempunyai tujuan ke (di)
mana akan membeli.
3. Pelanggan, yaitu mereka yang datang ke lokasi pasar dengan maksud
membeli sesuatu barang atau jasa dan punya arah tujuan yang pasti ke (di)
mana akan membeli. Seseorang yang menjadi pembeli tetap dari seorang
penjual tidak terjadi secara kebetulan, tetapi melalui proses interaksi
sosial.
Sedangkan pedangang adalah orang atau institusi yang
memperjualbelikan produk atau barang, kepada konsumen baik secara
91
Damsar, Pengantar Sosiologi Ekonomi, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 110. 92
Damsar, Sosiologi Ekonomi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persda, 1997), h. 101. 93
Damsar, Sosiologi Ekonomi, h. 103-105.
71
langsung maupun tidak langsung. Dalam ekonomi, pedagang dibedakan
menurut jalur distribusi yang dilakukan, yaitu:94
1. Pedagang distributor (tunggal), yaitu pedagang yang memegang hak
distribusi satu produk dari perusahaan tertentu.
2. Pedagang (partai) besar, yaitu pedagang yang membeli suatu produk dalam
jumlah besar yang dimaksudkan untuk dijual kepada pedagang lain.
3. Pedagang eceran, yaitu pedagang yang menjual produk langsung kepada
konsumen.
Salah satu tempat terjadinya transaksi jual beli yang ada di
Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang adalah Pasar Pakisaji. Pasar Pakisaji
merupakan pasar tradisional yang merupakan tempat bertemunya pedagang
dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi pedagang dan pembeli
secara langsung dan adanya proses tawar-menawar, bangunan terdiri dari
pertokoan, kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh
penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan
sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran,
telur, daging, kain, pakaian barang elektronik, jasa dan lain-lain. Selain itu,
ada pula yang menjual kue-kue dan berbagai macam bentuk perhiasan baik
yang terbuat dari emas maupun perak.
Bagi kaum wanita perhiasan adalah sarana mempercantik diri. Model
perhiasan yang begitu beragam menambah daya tarik perhiasan. Jenis
perhiasan pun bermacam-macam mulai dari cincin, kalung, gelang, anting,
94
Damsar, Sosiologi Ekonomi, h. 106-107.
72
liontin dan lain-lain. Perhiasan biasanya terbuat dari emas ataupun perak dan
tidak kemungkinan dibuat dari bahan lain seperti tembaga, kuningan, alloy
yang dilapisi dengan emas murni atau yang sering disebut dengan perhiasan
lapis emas atau perhiasan imitasi.
Terdapat lebih dari lima toko yang menjual perhiasan emas di Pasar
Pakisaji. Salah satunya adalah toko emas enggal yang menjual perhiasan-
perhiasan dalam bentuk anting, kalung, gelang, cincin, dan liontin. Toko emas
enggal mulai dibuka pada jam 7 pagi dan ditutup pada jam 4 sore.
Awal pendirian Toko Emas Enggal tepatnya pada tahun 2009,
dimana sebelum toko emas Enggal ini didirikan saya telah memiliki
toko emas sejak tahun 1992 yang saya beri nama toko tersebut
dengan nama toko emas Rachmatika. Saya buka toko emas enggal
ini dengan harapan agar masyarakat yang ingin membeli perhiasan
emas yang uangnya tidak nutut dapat membeli perhiasan emas
dengan harga yang terjangkau karena toko emas enggal ini hanya
menyediakan khusus emas muda sedangkan toko Rachmatika
menyediakan khusus emas tua.95
Adapun yang dimasud dengan emas muda dan emas tua pemilik toko
menjelaskan bahwa maksud dari emas muda yaitu kadarnya lebih rendah
harganyanya pun lebih murah sedangkan mas tua kadarnya lebih bagus
harganya lebih mahal. Mas tua harganya berkisar 450 rb sedangkan mas
muda 250 rb.
Salah satu transaksi jual beli perhiasan emas yang dilakukan oleh
masyarakat selain membeli atau menjual perhiasan, mereka juga melakukan
transaksi jual beli perhiasan dengan cara tukar tambah. Dalam prakteknya
pembeli membawa perhiasan emas yang pernah mereka pakai dengan maksud
95
Nur Hadian, Wawancara, (Malang, 24 Februari 2015)
73
ingin membeli perhiasan baru yang mereka inginkan dengan cara pembayaran
berdasarkan selisih dari dua harga emas tersebut. Jika harga emas yang
dibawa oleh pembeli lebih mahal maka pemilik toko akan membayarkan
kepada pembeli dari selisih harga kedua emas tersebut sedangkan jika emas
yang dibeli oleh pembeli tersebut lebih mahal maka pembeli memberikan
uang tambahan kepada pemilik toko sesuai dengan selisih dari harga kedua
emas tersebut. Perhiasan emas yang sering ditukar tambah oleh masyarakat
mulai dari anting, gelang, kalung dan cincin.
Saya sedang menjual perhiasan emas saya untuk ditukarkan dengan
perhiasan emas yang lain. Saya menjualnya agar bisa ditukar dengan
gram yang lebih kecil karena lagi ada kebutuhan. Perhiasan yang
ditukar perhiasan kalung ditukar dengan gelang.96
Iya, saya pernah melakukan transaksi tukar tambah karena saya ingin
gram yang lebih besar. Kalung ditukar dengan kalung juga.97
Iya, pernah melakukan tukar tambah karena saya ingin model yang
baru. Anting dengan anting.98
Tidak, tidak pernah saya melakukan tukar tambah. Saya hanya
menjual atau membeli saja tidak pernah melakukan tukar tambah.99
Tidak pernah tukar tambah, saya membawa emas untuk dibuat
perhiasan.100
Berbagai macam faktor yang melatarbelakangi masyarakat
melakukan transaksi jual beli perhiasan emas dengan cara tukar tambah.
Model perhiasan yang begitu beragam membuat masyarakat tertarik untuk
menukarkan perhiasan emas mereka dengan model yang lain dikarenakan
96
Mistianah, Wawancara, (Malang, 24 Februari 2015) 97
Khoridatul, Wawancara, (Malang, 24 Februari 2015) 98Tutik, Wawancara, (Malang, 24 Februari 2015) 99Sulikha, Wawancara, (Malang, 24 Februari 2015) 100Sutaji, Wawancara, (Malang, 24 Februari 2015)
74
mereka merasa bosan dengan model perhiasan yang mereka gunakan. Selain
itu ada juga yang menukarkan perhiasan emasnya karena adanya kebutuhan,
mau tidak mau mereka menukarkan perhiasan emas yang mereka miliki
dengan gram yang lebih kecil agar memperoleh tambahan uang dari pemilik
toko emas tersebut untuk dapat digunaka membiayai kebutuhan mereka.
Adapula yang menukarkan perhiasan emasnya karena adanya kerusakan pada
perhiasan emas yang mereka pakai sehingga mereka menukarkannya dengan
model yang baru sesuai dengan keinginan mereka. Ada yang menukarkan
perhiasan emas tersebut dikarenakan mereka ingin memiliki perhiasan emas
yang gramnya yang lebih besar dari sebelumnya.
C. Jual Beli Perhiasan Emas dengan Cara Tukar Tambah di Toko Emas
Enggal Pasar Pakisaji Kabupaten Malang Pandangan Empat Madzhab
Para ulama‟ telah sepakat menyatakan bahwa riba terdapat pada dua
perkara, yakni pada jual beli dan pada penjualan atau pinjaman, atau
sebagainya yang berada dalam tanggungan.101
Riba pinjaman terbagi dua yaitu riba jahiliyah dan riba utang
piutang, sedangkan riba jual beli juga terbagi dua yaitu riba fadl dan nasiah.
Pada transaksi jual beli emas ini masuk kepada riba jual beli yaitu jika:
a. Riba Fadhl, adalah penambahan pada salah satu dari benda yang
dipertukarkan dalam jual beli benda ribawi yang sejenis, bukan karena
101
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid 3, Terj. M.A. Abdurrahman dan A. Haris Abdullah, (Cet. I;
Semarang: Asy-Syifa‟, 1990), h. 9.
75
faktor penundaan pembayaran.102
Seperti menjual satu kilo gram gandum
dengan dua kilo gram gram gandum.103
b. Riba Nasiah, adalah jual beli barang-barang ribawi, (misalnya emas,
perak, atau gandum, atau sya‟ir (sejenis gandum), atau kurma dengan
barang-barang ribawi lainnya secara tunda. Contohnya, seseorang menjual
satu kwintal kurma dengan sat kwintal gandum hingga waktu tertentu).104
Kegiatan ekonomi dewasa ini, dalam hal jual beli emas terdapat
berbagai macam bentuk, seperti menukar emas lama dengan emas yang baru,
membeli emas secara kredit dan sebagainya yang sepertinya hal itu susah
dihilangkan dari masyarakat dunia. Jual beli merupakan salah satu kegiatan
bermuamalah, dan prinsip dalam bermuamalah bahwa pada dasarnya segala
bentuk muamalah adalah boleh kecuali yang dilarang oleh Nash.
Bentuk riba yang banyak ditemukan di masyarakat ialah tukar
tambah emas. Emas lama ditukar dengan emas baru, tanpa ada penyerahan
terhadap uang hasil penjualan emas lama. Tidak diragukan bahwa praktik
semacam ini terlarang karena ini termasuk riba fadhl yang diharamkan yaitu
penukaran suatu barang dengan barang sejenis dengan jumlah/nilai yang
berbeda. Yang mana pada prakteknya yang dilakukan di toko emas Enggal
pasar Pakisaji kabupaten Malang dalam jual beli perhiasan emas dengan cara
tukar tambah, jika perhiasan emas yang diinginkan oleh pembeli lebih mahal
dari emas yang dibawanya maka harus membayarkan tambahan uang kepada
102
Ghufron A. Mas‟adi, Fiqh Muamalah, h. 161. 103
Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar dkk, Ensiklopedi Fiqih, h. 110. 104
Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim, h. 503.
76
pemilik toko karena orang yang menukarkannya mensyaratkan demikian. Hal
tersebut dilarang bedasarkan hadist Ubadah yaitu: dia berkata,
الذىب، ب الذىب ع ي ب ن ى ع ه ن ي ، و وسلم ي ل ع هلل ا هلل صلى ا ل و سمعت رس
ح والمل ، لتمر ا ب ر لتم وا ، الشعير ب ر عي الش و ، ر ب ل ا ب ر ب ل وا ، لفضة ا ب ة لفض ا و
ح مل ال د ب ق ف د ا د ز ا و أ د ا ز ن ، فم عين ب ا ن ي ع ، ء وا ء بس ا و ال س إ
. ى رب أ
“Aku mendengar Rasulullah SAW melarang menjual emas dengan
emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya‟ir dengan sya‟ir,
kurma dengan kurma, garam dengan garam, kecuali sama banyaknya dan
dilakukan dengan tunai. Barang siapa yang menambah atau meminta
tambahan, maka sungguh telah melakukan riba.”105
Hadis tersebut diatas menegaskan tentang larangan melakukan
penambahan pada satu jenis diantara barang-brang tersebut. Selain itu,
pertukaran antar barang ribawi yang terjadi antara satu jenis yaitu emas
dengan emas yang mana pertukaran tersebut ada yang diperbolehkan dan ada
yang diharamkan.
Pertukaran diperbolehkan jika memenuhi tiga syarat.106
1. Kesamaan ukuran, baik barang tersebut ditakar, ditimbang maupun dijual
satuan.
2. Kontan, yaitu dengan tidak menangguhkan penyerahan salah satu barang
dari majelis akad.
105
Syekh H. Abd. Syukur Rahimi, Shahih Muslim, Terj. Ma‟mur Daud, (Cet. III; Jakarta: F.a
Widjaya, 1993 ) no. 1554, h. 177. 106
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam, h. 329.
77
3. Serah terima, yaitu dengan saling menyerah terimakan kedua barang yang
dipertukarkan dalam majelis akad sebelum kedua pihak berpisah.
Syarat-syarat tersebut diatas sebagaimana hadis Nabi dari „Ubadah
bin Shamit, Nabi saw bersabda:
ر لتم وا ر عي الش ب ر ي ع الش و ر ب ل ا ب ر ب ل ا و ة لفض ا ب ة لفض وا الذىب ب الذىب
ه لفت ىذ ت خ ا ا ذ إ ف ، بيد ا د ، ي اء و ء بس ا و ، س مثل ل ب مث ح مل ال ب ح مل ال و ر لتم ا ب
م ت ئ ا كيف ش و ع ي ب ف ف . األصنا د بي ا د ن ي ا ا ك ذ إ
“Menukar emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan
gandum, jelai dengan jelai, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam,
harus setimbang, serupa dan tunai. Apabila barang yang ditukar itu
berlainan jenis, maka lakukanlah sesuka hatimu asal tunai.”107
Dalam prakteknya banyak hal yang melatarbelakangi masyarakat
melakukan transaksi jual beli emas dengan cara tukar tambah, diantaranya
gram diperkecil karena ada kebutuhan atau menginginkan gram yang lebih
besar. Hal ini jelas tidak diperbolehkan karena tidak memenuhi syarat-syarat
dalam pertukaran barang sejenis sebagaimana yang telah dijelaskan diatas
mengenai syarat-syarat pertukaran barang sejenis. Jika syarat-syarat tersebut
tidak terpenuhi maka tidak boleh terjadi pertukaran itu.
Seharusnya bila akad dilakukan dengan cara barter (tukar-menukar),
maka ia harus menukarnya dengan perhiasan emas yang beratnya sama pula,
107
Syekh H. Abd. Syukur Rahimi, Shahih Muslim, Terj. Ma‟mur Daud, (Cet. III; Jakarta: F.a
Widjaya, 1993 ) no. 1555, h. 178.
78
tanpa harus membayar tambahan. Bila ia membayar tambahan, atau
menukarnya dengan perhiasaan yang lebih besar, maka ia telah terjatuh dalam
riba perniagaan, dan itu adalah haram hukumnya.
دري وع الخ د عي ي س أب ا ن و ع ي ب ت ال : ل ا ق م و وسل ي ل ع هلل ا ي صلى ب ن ل ا ن أ
ق ور ل ا ا و ع ي ب ت ب عض، وال على ا ب عضه ا و ثل، وال تشف م ل ب الذىب إالمث ب الذىب
، وال تش مثل ل ب مث ال ز إ اج ن ب ا ب ئ ا غ ا ه ن م ا و ع ي ب ت ب عض، وال ى عل ا عضه ب وا .ف
“Dari sahabat Abu Sa‟id Al Khudri r.a. katanya Rasulullah saw.
bersabda: “Jangan menukar (jual beli) emas dengan emas, kecuali sama
berat, dan jangan melebihkan yang satu atas yang lain. Dan jangan menukar
(jual beli) perak dengan perak, kecuali sama berat. Dan jangan menjual yang
satu dengan hutang sedangkan yang lain dengan tunai (tetapi kedua-duanya
harus tunai).108
Jalan keluarnya bagi orang yang hendak menukarkan perhiasan
emasnya yang telah lama ia pakai dengan perhiasan yang baru, agar ia tidak
terjatuh kedalam akad riba, adalah ia terlebih dahulu menjual perhiasaan
lamanya dengan uang, dan kemudian ia membeli perhiasaan baru yang ia
kehendaki, dengan hasil penjualan tersebut, baik dengan harga yang lebih
mahal atau lebih murah. Hal ini sebagaimana diajarkan oleh Nabi shallallahu
„alaihi wa sallam dalam kisah berikut:
ن د ع ن سعي ا ث المسيب يحد ن ن ب ا ه ا ث د حد عي ا س ب ا و ة ر ي ر ى ا ب ل ا رسو
ل و هلل رس و وسلم ا ي ل ع هلل ا اري صلى النص اا نى عدى ب ا ث أخ عمل ف ب ع ت و اس 108
Syekh H. Abd. Syukur Rahimi, Shahih Muslim, Terj. Ma‟mur Daud, (Cet. III; Jakarta: F.a
Widjaya, 1993 ) no. 1551, h. 176.
79
عمل ف ت ر و اس ب ي ى خ نيب ف عل ج ر بتم م د ل ق ا ق و ف ل ل و هلل رس ا هلل صلى ا
و وسلم لي ر ل ك ا ع ر تم ب ي و ىكذ خ ا رس ي هلل ا و ال ل ا ق ا ل ا ن إ هلل لنشترى ا
ترى اع لنش ص الال ن ب ع صاعي الجم ن ل م ل رسو ا ق ع ف هلل ا هلل صلى و وسلم ا ي ل
و وسلم ع عل لي ف ت ن ال و م من بث ا رو ت واش ا ذ ا ى و ع ي ب و ا ل مث ل ب مث ن ولك ا و
.، ىذا ن ا ز ي م ال ذلك وك
“Dari Sa‟id Ibnul Musayyab r.a., dia mengabarkan bahwa Abu
Hurairah dan Abu Sa‟id (Al Kudri) r.a., kedua-duanya menceritakan
kepadanya bahwa Rasulullah saw. mengangkat seorang pegawai dari Bani
„Adiy untuk bekerja di Khaibar. Maka pada suatu ketika pegawai itu datang
menghadap Rasulullah saw. sambil membawa kurma Janib (jenis kurma yang
bermutu tinggi). Rasulullah saw. bertanya kepadanya, “Apakah semua kurma
khaibar seperti ini?” Jawab orang itu, “Tidak, ya Rasulullah! Kurma ini satu
gantang, kutukar dengan dua gantang kurma jenis campuran.” Maka
bersabda Rasulullah saw., “Jangan lakukan perbuatan seperti itu. Jika
menukar harus sama banyak. Atau jual lebih dahulu kurma campuranmu,
kemudian dengan uang penjualannya itu, boleh engkau beli kurma yang lebih
bagus. Itulah yang seimbang.”109
Rasulullah menjelaskan bahwa tambahan yang disebabkan oleh
perbedaan sifat pada barang yang mewajibkan kesamaan adalah murni riba.
Dan seseorang tidak boleh memberikan tambahan seperti itu akan tetapi
sebagaimana kebiasaan Rasulullah beliau mengajarkan bilal cara yang
dibolehkan yaitu menjual kurma kualitas buruk dengan dirham kemudian
dengan dirham itu ia membeli kurma kualitas baik. Jadi ketika seseorang
ingin menukarkan emas lama dengan emas baru harus dijual terlebih dahulu
emas lama tersebut kemudian baru membeli emas yang baru.
109
Syekh H. Abd. Syukur Rahimi, Shahih Muslim, Terj. Ma‟mur Daud, (Cet. III; Jakarta: F.a
Widjaya, 1993 ) no. 1563, h. 182.
80
Mayoritas fuqaha‟ berpendapat bahwa transaksi yang tercampur
dengan riba adalah batal, tidak sah, dan tidak boleh diteruskan. Barang siapa
mempraktikkan riba, maka transaksinya ditolak meskipun ia tidak tahu karena
ia telah berbuat sesuatu yang diharamkan Allah Ta‟ala. Larangan dalam riba
menunjukkan hukum haram dan rusak. Hanafiyyah berpendapat bahwa mensyaratkan adanya riba dalam
jual beli dapat merusak transaksi tersebut. Akan tetapi, mereka membedakan
antara fasid (rusak) dengan bathil (batal/tidaksah) dalam urusan muamalah.
Oleh karena itu, barang dagangan dalam jual beli yang fasid (rusak) dapat
dimiliki setelah diterima. Adapun barang dagangan dalam jual beli yang
bathil (batal/tidak sah) tidak dapat dimiliki meskipun telah diterima.110
Telah disepakati ulama (ijma‟), dalam jual beli, emas dan perak
dikategorikan sebagai barang ribawi111
yang mana terdapat perbedaan
pendapat tentang selain enam barang yang telah ditegaskan tersebut:
Sekelompok ulama diantaranya ahli zhahir mengatakan
sesungguhnya larangan penambahan tersebut terdapat pada masing-masing
enam jenis barang ini saja, sedangkan yang lainnya tidak dilarang melakukan
penambahan pada satu jenis barang. Mereka juga mengatakan bahwa
penundaan dilarang pada enam jenis barang ini saja, baik barang-barang
tersebut sama atau berbeda.112
110
Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar dkk, Ensiklopedi Fiqih, h. 114 111
Benda-banda yang telah ditetapkan ijma‟ atas keharamannya karena riba ada enam macam
yaitu: emas, perak, gandum, syair, kurma dan garam. Syaikh al-„Allamah Muhammad bin
„Abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqh Empat, h. 228. 112
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid 2, Terj. Abu Usamah Fakhtur Rokhman, (Jakarta: Pustaka
Azzam,2007), h. 258.
81
Madzhab dzahiry berpendapat demikian dikarenakan madzhab ini
tidak mengakui prinsip qiyas,113
sedangkan berbicara tentang illat riba, sangat
erat kaitannya dengan prinsip tersebut. Berikut pendapat empat madzhab fiqih
yang mengakui prinsip qiyas. Terdapat perbedaan dalam menetapkan illat
riba pada emas dan perak saja sesuai dengan pembahasan tentang jual beli
perhasan emas dengan cara tukar tambah.
Perbedaan pendapat dalam menetapkan illat riba pada emas dan
perak yaitu sebagai berikut:
1. Madzhab Hanafi
a. Illat riba‟ fadhl
Para ulama‟ Hanafiyah berpendapat bahwa illat
riba‟ fadhl (maksudnya kriteria untuk mengetahui barang-barang
ribawi) adalah barang tersebut ditakar atau ditimbang dengan kesamaan
dalam jenisnya. Jika kedua hal ini berkumpul, maka diharamkan
memberikan tambahan dan penangguhan penyerahan. Dengan
demikian, illat riba‟ dalam empat hal yang disebutkan dalam nash (yaitu
gandum, jelai, kurma dan garam) adalah penakaran dan kesamaan jenis.
Adapun illat riba‟ dalam emas dan perak adalah penimbangan dan
kesamaan jenis.114
Oleh karena itu, illat riba‟ fadhl tidak terealisasi kecuali jika
terdapat dua kriteria itu bersama-sama, yaitu ukuran dan kesamaan
113
Ahmad Hasan, Al-Auraq Al-Naqdiyah fi Al-Iqtishad Al-Islamy (Qimatuha wa Ahkamuha), Terj.
Saifurrahman, Zulfikar Ali, “Mata Uang Islam Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islami”,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 168. 114
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam, h. 313.
82
jenis. Maksud ukuran di sini adalah ukuran yang diakui syara, yaitu
takaran dan timbangan serta adanya kesamaan jenis, sehingga riba‟
hanya terjadi pada barang-barang yang memiliki ukuran dan jenis yang
sama. Seperti jual beli emas dengan emas jika salah satunya memiliki
tambahan dari yang lain, tambahan itulah yang dinamakan riba‟.
Dengan demikian, barang-barang yang memiliki varian serupa
(mitsliyat, yaitu barang-barang yang ditakar dan ditimbang) adalah
barang yang memungkinkan terjadi riba‟ di dalamnya. Adapun barang-
barang qimiyat (barang yang dinilai karena tidak memiliki varian lain
serupa), seperti hewan, rumah berbagai jenis karpet, intan dan mutiara,
maka tidak ada riba‟ di dalamnya. Sehingga dibolehkan melakukan
pertukaran antara yang sedikit dengan yang banyak, seperti seekor
kambing dengan dua ekor kambing. Hal itu karena qimiyat bukanlah
barang yang dapat diukur, atau dengan kata lain barang satuannya tidak
sama ukuran dan kadarnya.115
Dalil masalah ini adalah hadis shahih yang diriwayatkan oleh
Abu Said al-Khudri dan Ubadah bin Shamit dari Nabi saw., bahwa
beliau bersabda:
“Emas dengan emas, masing-masing kadarnya sama dan diserahkan
dari tangan ke tangan, kelebihannnya adalah riba‟. Perak dengan
perak, masing-masing kadarnya sama dan diserahkan dari tangan ke
tangan, kelebihannya adalah riba‟. Gandum dengan gandum, masing-
masing kadarnya sama dan diserahkan dari tangan ke tangan,
kelebihannya adalah riba‟. Jelai dengan jelai, masing-masing kadarnya
sama dan diserahkan dari tangan ke tangan, kelebihannya dalah riba‟.
Kurma dengan kurma, masing-masing kadarnya sama dan diserahkan
115
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam, h. 313-314.
83
dari tangan ke tangan, kelebihannya adalah riba‟. Garam dengan
garam, masing-masing kadarnya sama dan diserahkan dari tangan ke
tangan, kelebihannya adalah riba‟”.116
b. Illat riba‟ nasiah
Illat riba‟ nasiah yang merupakan riba‟ jahiliah adalah adanya
salah satu dari dua sifat riba‟fadhl, yaitu takaran atau timbangan dan
kesamaan jenis barang. Misalnya, jika seseorang membeli satu sha‟
gandum di musim dingin dengan satu setengah sha‟ gandum yang
penyerahan kedua barang itu pada musim panas. Setengah sha‟ yang
ditambah pada harga tidak memiliki kompensasi apa pun pada barang
yang dijual, tetapi hanya sebagai kompensasi dari penangguhan waktu
pembayaran saja. Oleh karena itu, riba‟ ini dinamakan nasiah, yang
berarti penangguhan salah satu barang yang dipertukarkan.117
Jika hanya terdapat jenis ukuran sama saja, seperti pertukaran
antara gandum dan jelai dengan ukuran yang sama, atau hanya terdapat
kesamaan jenis barang saja, seperti pertukaran satu buah epal dengan
dua buah epal, atau jelai dengan jelai, maka dalam pertukaran seperti ini
tidak boleh adanya penangguhan penyerahan. Demikianlah, maka
keharaman riba‟ fadhl terjadi dengan dua sifat, sedangkan pengharaman
riba‟ nasiah karena salah satu dari dua sifat.118
Karena kesamaan jenis barang saja telah cukup mengharamkan
penundaan pembayaran, maka ukuran menjadi tidak diperhitungkan
(yaitu setengah sha‟ ke atas). Jika kesamaan jenis barang tidak ada, 116
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam, h. 314. 117
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam, h. 317-318. 118
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam, h. 318.
84
seperti menukarkan satu hafnah (ukuran dua telapak penuh) gandum
dengan dua hafnah jelai, maka dalam pendapat yang terkuat hal ini
dibolehkan secara mutlak baik tunai maupun tidak, karena tidak ada
illat riba‟ dalam keadaan tersebut.119
2. Madzhab Maliki
Para ulama‟ Malikiyah dalam pendapat yang kuat berpendapat
bahwa illat pengharaman tambahan emas dan perak adalah nilai
(naqdiyah/tsamaniyah). Adapun illat pengharaman dalam makanan maka
dibedakan antara illat riba‟ fadhl dan illat riba‟ nasiah.120
a. Illat riba‟ nasiah
Illat dalam pengharaman riba‟ nasiah adalah barang yang
dapat dimakan untuk dan merupakan bahan pokok saja, maupun bukan
merupakan bahan pokok dan tidak dapat disimpan,seperti jenis sayur-
sayuran seperti labu, semangka, jeruk, lemon, sawi, wortel dan
sebagainya. Juga macam-macam buah-buahan, seperti ruthab (kurma
basah), apel, pisang dan sebagainya.121
b. Illat riba‟ fadhl
Illat pengharaman riba‟ fadhl adalah dua hal, yaitu bahan
pokok dan dapat disimpna. Maksudnya, makanan tersebut merupakan
bahan pokok dan digunakan pada umumnya sebagai makanan pokok
untuk menopang tubuh manusia. Dengan kata lain, jika seseorang hidup
dengan makanan tersebut tanpa suatu yang lain, maka ia dapat hidup 119
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam, h. 318. 120
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam, h. 321. 121
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam, h. 321.
85
dan kesehatan tubuhnya tetap baik. Makanan pokok tersebut seperti
seluruh jenis biji-bijian, kurma, kismis, daging, susu dan makanan
turunannya. Termasuk dalam jenis makanan pokok ini bahan makanan
yang berguna untuk menambahkan nikmat makanan, seperti garam,
bumbu-bumbuan, cuka, bawang merah, bwang putih, dan minyak.122
Maksud dapat disimpan adalah makanan tersebut tidak rusak
dengan penundaan pengkomsusinya (dapat tahan lama). Menurut
pendapat yang kuat, tidak ada batasan waktu dalam penundaaan ini,
namun disesuaikan dengan waktu yang biasa dipergunakan untuk
memanfaatkan makanan tersebut. Sehingga, yang menjadi ukuran
adalah kebiasaan masyarakat tanpa pembatasan waktu, sebagaimana
pendapat sebagian ulama‟.123
Dalil mereka mengenai illat ini adalah ketika hukum
pengharaman tersebut bersifat dapat dicerna oleh akal (ma‟qulul
ma‟na), yaitu agar masyarakat tidak saling menipu dan untuk menjaga
harta mereka, maka hukum tersebut harus diterapkan pada barang-
barang yang menjadi pokok kehidupan.124
3. Madzhab Syafi‟i
Para Ulama Syafi‟iyah berpendapat bahwa illat riba dalam
jenis emas dan perak adalah nilai. Adapun illat riba‟ pada empat jenis
122
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam, h. 321. 123
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam, h. 321. 124
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam, h. 321.
86
barang ribawi lainnya adalah makanan. Maksudnya, barang-barang itu
termasuk barang yang dapat dimakan, yang mencakupi tiga hal.125
Pertama, makanan yang digunakan sebagai makanan pokok.
Contohnya adalah gandum dan jelai, karena kedua makanan ini pada
umumnya digunakan sebagai bahan makanan pokok.126
Kedua, makanan yang digunakan sebagai buah. Dalam hadits
yang mengenai barang-barang ribawi disebut jenis kurma, sehingga
dimasukkan ke dalamnya makanan sejenis seperti kismis dan buah
tin.127
Ketiga, makanan yang berfungsi untuk memperbaiki makanan
atau badan (sebagai obat). Dalam hadits barang ribawi disebutkan
garam. Dan digabungkan ke dalam jenis ini berbagai jenis bahan obat-
obatan seperti sanmaki, saqmoniya (scammony) dan jahe, serta berbagai
jenis pil, seperti pil kering.128
Maka tidak dibedakan antara barang yang digunakan untuk
memperbaiki rasa makanan ataupun memperbaiki kesehatan badan.
Makanan adalah untuk menjaga kesehatan, sedangkan obat-obatan
adalah untuk mengembalikan mengembalikan kesehatan. Dengan
demikian, makanan adalah adalah segala jenis barang yang secara
125
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam, h. 322. 126
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam, h. 322. 127
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam, h. 322-323. 128
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam, h. 323.
87
umum digunakan untuk bahan makanan, baik secara makanan pokok,
buah maupun obat.129
Dari penjelasan di atas, illat riba‟ menurut ulama‟ Syafi‟iyah
adalah makanan atau nilai. Dalil para ulama‟ Syafi‟iyah adalah bahwa
jika sebuah hukum dinyatakan dalam bentuk kata turunan (al-mustaq)
maka makna yang terkandung dalam kata dasar (al-mustaq minhu) dari
kata turunan itu adalah illat dari hukum tersebut. Contohnya adalah
firman Allah,
“Laki-laki yang mencuri dan wanita mencuri, potonglah
tangan keduanya.” (al-Maidah: 38)
Dari ayat ini dipahami bahwa pencurian adalah illat dari
pemotongan tangan. Jika hal ini telah difahami, maka dalam hadits
Ma‟mar bin Abdullah r.a. disebutkan bahwa ia berkata, “Saya
mendengar Rasulullah bersabda, „makanan dengan makanan masing-
masing harus serupa.‟”
Dari hadits ini dapat dipahami bahwa makanan adalah illat dari
hukum riba‟. Hal itu karena kata “ath-tha‟aam” (makanan) berasal dari
kata “ath-thu‟m (sesuatu yang dapat dimakan), sehingga mencakupi
segala jenis barang yang dapat dimakan.130
4. Madzhab Hambali
Dalam mazhab Hambali terdapat tiga riwayat mengenai illat
riba‟. Yang paling masyhur di antara tiga riwayat ini adalah seperti
129
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam, h. 323. 130
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam, h. 322-323.
88
mazhab Hanafi, yaitu bahwa illat riba‟ adalah takaran atau timbangan
dengan kesamaan jenis barang. Riwayat kedua serupa dengan mazhab
Syafi‟i. Riwayat ketiga menyatakan bahwa illat riba‟ selain untuk jenis
emas dan perak adalah makanan yang ditakar dan ditimbang. Begitu
pula, tidak terkena pada riba‟ fadhl barang yang bukan makanan, seperti
za‟faran, besi, timah dan sebagainya. Ini adalah pendapat Said bin
Musayyib sebagaimana telah dijelaskan. Dalilnya adalah sabda
Rasulullah,
“Tidak ada riba‟ kecuali dalam barang yang ditakar atau
ditimbang dari barang-barang yang dimakan atau diminum.”131
Berbeda halnya dengan yang terdapat dalam fatwa DSN-MUI
mengutip pendapat Ibnu Taymiyah yaitu,”Boleh melakukan jual beli
perhiasan dari emas dan perak dengan jenisnya tanpa syarat harus sama
kadarnya (tamatsul), dan kelebihannya dijadikan sebagai kompensasi
atas jasa pembuatan perhiasan, baik jual beli itu dengan pembayaran
tunai maupun dengan pembayaran tangguh, selama perhiasan tersebut
tidak dimaksudkan sebagai harga (uang).132
Selanjutnya kutipan dari Ibnul Qayyim lebih lanjut
menjelaskan,”Perhiasan (dari emas atau perak) yang diperbolehkan,
karena pembuatan (menjadi perhiasan) yang diperbolehkan, berubah
statusnya menjadi jenis pakaian dan barang, bukan merupakan jenis
harga (uang). Oleh karena itu, tidak wajib zakat atas perhiasan (yang
131
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam, h. 325-326. 132
Syafaat Muhari, “Fatwa DSN-MUI”, https://syafaatmuhari.files.wordpress.com/2011/12/fatwa-
dsn-mui-no-77-tentang-murabahah-emas.pdf, diakses tanggal 2 Maret 2015.
89
terbuat dari Emas atau Perak) tersebut, dan tidak berlaku pula riba
(dalam pertukaran atau jual beli) antara perhiasan denga harga (uang),
sebagaimana tidak berlaku riba (dalam pertukaran atau jual beli) antara
harga (uang) dengan barang lainnya, meskipun bukan dari jenis yang
sama. Hal itu karena dengan pembuatan (menjadi perhiasan) ini,
perhiasan (dari emas) tersebut telah dimaksudkan untuk perniagaan.
Oleh karena itu, tidak ada larangan untuk memperjualbelikan perhiasan
emas dengan jenis yang sama.133
133
Syafaat Muhari, “Fatwa DSN-MUI”, https://syafaatmuhari.files.wordpress.com/2011/12/fatwa-
dsn-mui-no-77-tentang-murabahah-emas.pdf, diakses tanggal 2 Maret 2015.