bab iv hasil penelitian dan pembahasan...
TRANSCRIPT
88
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian
Kota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibu Kota
Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat. Kota Bandung terletak diantara 107o Bujur
Timur dan 6o 55' Lintang Selatan. Lokasi Kota Bandung cukup strategis, dilihat
dari segi komunikasi, perekonomian maupun keamanan. Hal tersebut disebabkan
oleh:
1. Kota Bandung terletak pada pertemuan poros jalan raya:
a) Barat Timur yang memudahkan hubungan dengan Ibu Kota Negara.
b) Utara Selatan yang memudahkan lalu lintas ke daerah perkebunan (Subang
dan Pangalengan).
2. Letak yang tidak terisolasi serta dengan komunikasi yang baik akan
memudahkan aparat keamanan untuk bergerak ke setiap penjuru.
Jalan Buah Batu merupakan salah satu jalan kolektor sekunder di Kota
Bandung, berperan penting sebagai jalur penghubung antara kawasan kantong-
kantong permukiman penduduk di Bandung Selatan dan Bandung Timur dengan
kawasan pusat Kota (Alun-alun dan Jalan Merdeka) dan Kawasan Bandung Utara
sebagai pusat konsentrasi aktivitas penduduk.
Aktivitas komersial yang mendominasi penggunaan lahan di sepanjang
Jalan Buah Batu membuat tarikan lalu lintas yang menuju ke kawasan ini
89
menyebabkan kondisi arus kendaraan padat. Berkembangnya pusat-pusat aktivitas
komersial ini diikuti pula dengan menjamurnya berbagai aktivitas non formal
seperti sekelompok gepeng dan juga anak jalanan yang berlokasi di sekitarnya
dengan memanfaatkan trotoar maupun badan jalan. Para pengamen, pengemis dan
pedagang asongan yang mengambil keuntungan di bawah lampu merah. Penjual
asongan, pengecer koran, sampai pengemis dari ibu-ibu dan bayinya, anak kecil
sampai orang cacat berkeliaran menengadahkan tangan mengharap belas kasihan.
B. Deskripsi Umum Subjek Penelitian
1. Pemerintah Kota Bandung
Visi Kota Bandung adalah "TERWUJUDNYA KOTA BANDUNG
SEBAGAI KOTA JASA YANG BERMARTABAT ( BERSIH, MAKMUR,
TAAT DAN BERSAHABAT )". Untuk Merealisasikan keinginan, harapan, serta
tujuan sebagaimana tertuang dalam visi yang telah ditetapkan, maka Pemerintah
bersama elemen seluruh masyarakat Kota Bandung harus memahami akan makna
dari visi tersebut yaitu :
a. Kota Bandung sebagai Kota Jasa harus bersih dari sampah, dan bersih praktik
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN ), penyakit masyarakat ( judi, pelacuran,
narkoba, premanisme dan lainnya), dan perbuatan-perbuatan tercela lainnya
yang bertentangan dengan moral dan agama dan budaya masyarakat atau
bangsa;
b. Kota Bandung sebagai Kota Jasa yang memberikan kemakmuran bagi
warganya;
90
c. Kota Bandung sebagai Kota Jasa harus memiliki warga yang taat terhadap
agama, hukum dan aturan, aturan yang ditetapkan untuk menjaga keamanan,
kenyamanan dan ketertiban Kota; dan
d. Kota Bandung sebagai Kota Jasa harus memiliki warga yang bersahabat,
santun, akrab dan dapat menyenangkan bagi orang yang berkunjung serta
menjadikan Kota yang bersahabat dalam pemahaman Kota yang ramah
lingkungan.
Secara harfiah, bermartabat diartikan sebagai harkat atau harga diri, yang
menunjukkan eksistensi masyarakat Kota yang dapat dijadikan teladan karena
kebersihan, kemakmuran, ketaatan, ketaqwaan dan kedisiplinannya. Jadi Kota jasa
yang bermartabat adalah Kota yang menyediakan jasa pelayanan yang didukung
dengan terwujudnya kebersihan, kemakmuran, ketaatan, ketaqwaan, dan
kedisiplinan masyarakatnya.
Misi adalah tugas yang diemban Pemerintah Kota Bandung, yaitu
meliputi:
a. Mengembangkan sumber daya manusia yang handal yang religius, yang
mencakup pendidikan, kesehatan dan moral keagamaan;
b. Mengembangkan perekonomian Kota yang adil, yang mencakup peningkatan
perekonomian Kota yang tangguh, sehat dan berkeadilan dalam rangka
meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan lapangan kerja dan
kesempatan berusaha;
91
c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,
serta berhati nurani, yang mencakup peningkatan partisipasi masyarakat dalam
rangka meningkatkan ketenagakerjaan, meningkatkan kesejahteraan sosial,
keluarga, pemuda dan olah raga serta kesetaraan gender;
d. Meningkatkan penataan Kota, yang mencakup pemeliharaan serta peningkatan
prasarana dan sarana Kota agar sesuai dengan dinamika peningkatan kegiatan
Kota dengan tetap memperhatikan tata ruang Kota dan daya dukung
lingkungan Kota;
e. Meningkatkan kinerja Pemerintah Kota secara professional, efektif, efisien
akuntabel dan transparan, yang mencakup pemberdayaan aparatur Pemerintah
dan masyarakat; dan
f. Mengembangkan sistem keuangan Kota, mencakup sistem pembiayaan
pembangunan yang dilaksanakan Pemerintah, swasta dan masyarakat.
Berikut ini struktur organisasi Pemerintah Kota Bandung, sebagai berikut:
92
Sumber: Pemerintah Kota Bandung, Tahun 2011
Bagan 4.1 Struktur Organisasi Pemerintah Kota Bandung
93
2. Dinas Sosial Kota Bandung
Tugas pokok Dinas Sosial Kota Bandung adalah melaksanakan
kewenangan daerah dibidang sosial.
Fungsi dari Dinas Sosial Kota Bandung adalah sebagai berikut:
a. Pelaksanaan kebijakan teknis bidang sosial;
b. Pelaksanaan tugas teknis operasional bidang sosial yang meliputi bina sosial,
pelayanan sosial, rehabilitasi sosial, dan keluarga sejahtera; dan
c. Pelaksanaan pelayanan teknis ketatausahaan kantor.
Tujuan Dinas Sosial Kota Bandung adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan usaha kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem yang
melembaga di masyarakat;
b. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam penanggulangan masalah sosial;
c. Meningkatnya mutu dan jumlah pelayanan sosial kepada masyarakat;
d. Meningkatnya pemberdayaan dan kerjasama dengan lembaga-lembaga sosial
yang ada;
e. Meningkatnya potensi-potensi masyarakat dalam rangka penanggulangan
masalah sosial;
f. Meningkatnya suasana yang kondusif ditengah-tengah masyarakat yang
terbebas dari masakah-masalah sosial; dan
g. Meningkatnya kesejahteraan sosial masyarakat.
94
Sasaran Dinas Sosial Kota Bandung adalah sebagai berikut:
a. Terciptanya peran aktif masyarakat secara terus menerus dalam
penanggulangan masalah sosial;
b. Tersedianya kebijkan-kebijakan yang berorientasi kepada keberpihakan pada
masyarakat khususnya dibidang penanggulangan masalah sosial;
c. Tersedianya sumber daya manusia yang handal dan profesional dalam
melaksanakan penanggulangan masalah sosial;
d. Terwujudnya kesadaran masyarakat dalam mengurangi masalah sosial di
lingkungannya sendiri;
e. Tersedianya sarana pelayanan sosial yang memadai;
f. Terwujudnya lembaga-lembaga sosial yang profesional; dan
g. Tergalinya potensi-potensi masyarakat dalam rangka penanggulangan masalah
sosial.
Visi Dinas Sosial Kota Bandung adalah terciptanya kesetiakawanan sosial
yang dinamis dalam kehidupan keluarga yang layak normatif diliputi suasana
kehidupan yang bermartabat, sedangkan misi Dinas Sosial Kota Bandung adalah:
a. Mengembangkan sosial budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi
bermartabat serta berhati nurani yang mencakup peningkatan partisipasi
masyarakat dalam rangka kesejahteraan sosial keluarga, pemuda dan olah raga
serta kesetaraan gender;
95
b. Mewujudkan pemanfaatan sumber kesejahteraan yang diarahkan dan
didayagunakan secara optimal untuk meningkatkan daya mampu serta daya
jangkau penanggulangan masalah sosial;
c. Mewujudkan upaya kerja sosial sebagai suatu sistem melembaga dalam rangka
pembangunan seutuhnya; dan
d. Meningkatkan kualitas dan jangkauan upaya/usaha untuk mewujudkan,
memelihara memulihkan dan mengembangkan kesejahteraan sosial yang
dilaksanakan oleh Pemerintah bersama masyarakat.
3. Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB)
Kota Bandung
Tugas pokok BPPKB Kota Bandung adalah “Pelaksanaan kebijakan
daerah dibidang Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana”. Berikut ini
merupakan fungsi dari BPPKB Kota Bandung, sebagai berikut:
a. Perumusan Kebijakan Teknis bidang pemberdayaan perempuan dan keluarga
berencana;
b. Pembinaan dan pelaksanaan pemberdayaan perempuan dan keluarga berencana
yang meliputi pemberdayaan perempuan, pengendalian keluarga berencana dan
kesehatan reproduksi, serta ketahanan dan pemberdayaan keluarga; dan
c. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh WaliKota sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
Kewenangan BPPKB Kota Bandung adalah melaksanakan pengelolaan
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga Keluarga Berencana dan
96
Keluarga Sejahtera di Kota Bandung sesuai Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang
mencakup 14 Program dan 51 Kegiatan.
Visi BPPKB Kota Bandung adalah Mewujudkan Keluarga Sejahtera,
Kesetaraan dan Keadilan Gender dan Perlindungan Anak. Misi BPPKB Kota
Bandung adalah sebagai berikut:
a. Mengendalikan TFR melalui peningkatan partisipasi masyarakat dalam
program KB;
b. Mengembangkan Pusat Pelayanan Informasi dan Konseling KRR;
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat kategori pra-sejahtera dan sejahtera-1
melalui program ekonomi prodeuktif;
d. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan;
e. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan;
f. Meningkatkan perlindungan dan keterampilan bagi perempuan dan anak; dan
g. Menjadikan Kota Bandung sebagai Kota Layak Anak (KLA).
Tujuan dari BPPKB Kota Bandung adalah sebagai berikut:
a. Terintegrasikannya kebijakan PP dan peningkatan kesejahteraan dan
perlindungan anak pada semua kebijakan, program dan kegiatan pembangunan
di Kota Bandung;
b. Terwujudnya 30 kecamatan yang responsif gender dan peduli anak;
97
c. Berperannya lembaga masyarakat dalam pemberdayaan KB dan kesehatan
reproduksi yang berkualitas dalam upaya penurunan kelahiran, angka kematian
ibu, bayi dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi;
d. Pemenuhan permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan kesehatan
reproduksi yang berkualitas dalam upaya penurunan kelahiran, angka kematian
ibu, bayi, dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi;
e. Peningkatan pemahaman, pengetahuan, sikap dan perilaku positif remaja
tentang kesehatan reproduksi dalam rangka menyiapkan kehidupan keluarga
untuk mendukung upaya peningkatan kualitas generasi mendatang;
f. Peningkatan kesejahteraan dan ketahanan keluarga dengan memperhatikan
kelompok usia penduduk berdasarkan siklus hidup yaitu mulai dari janin dalam
kandungan sampai dengan lanjut usia dalam rangka membangun keluarga
ideal; dan
g. Pembinaan kemandirian dan peningkatan cakupan dan mutu pelayanan KD dan
kesehatan reproduksi, serta ketahanan dan pemberdayaan keluarga, terutama
yang diselenggarakan oleh institusi masyarakat.
Kebijakan BPPKB Kota Bandung adalah sebagai berikut:
a. Memperkuat komitmen politis dan operasional dalam pengelolaan PUG dan
anak serta pengelolaan KB disemua tingkatan;
b. Pemberdayaan dan penggerakan masyarakat untuk membangun keluarga kecil
berkualitas, kesetaraan dan keadilan gender serta kesejahteraan dan
perlindungan anak;
98
c. Peningkatan aksessibiltas masyarakat dan remaja, keluarga rentan terhadap
informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas;
d. Penguatan kelembagaan dan jaringan pengelolaan PP kesejahteraan dan
perlindungan anak dan program KB di tingkat Kota serta sampai dengan
lapangan;
e. Peningkatan dan penggalangan kemitraan dalam upaya pemberdayaan dan
ketahanan keluarga; dan
f. Pengembangan perencanaan program dan anggaran berbasis gender dan anak
diberbagai sektor perempuan (KDRT).
Strategi BPPKB Kota Bandung adalah pengarusutamaan gender dan anak
dengan penakanan pada:
a. Penyerasian kebijakan dan peraturan perundang-undangan di Kota Bandung;
b. Peningkatan koordinasi dan kemitraan;
c. Penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender dan anak di Pemerintah dan
masyarakat; dan
d. Penguatan jejaring kelembagaan baik pada tingkat Kota dan regional.
Selain itu, BPPKB Kota Bandung mempunyai UPT P2TP2A Kota
Bandung yang dibentuk berdasarkan Peraturan WaliKota Bandung No. 265
tanggal 26 Maret 2008 yang berawal dari kajian Pusat Studi Wanita (sekarang
P3W) UNPAD dan Program Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI,
yang dilandasi atas kesadaran adanya peristiwa-peristiwa tentang perlakuan
ketidakadilan terhadap perempuan dan anak-anak dengan wadah yang diberi nama
P2TP2 (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan) Kota Bandung
99
dengan Surat Keputusan WaliKota Bandung Nomor 260/Kep. 1449-Huk/2002
pada tanggal 29 Oktober 2002 dengan nama “BALE KARYA WANOJA”.
Tugas pokok dan fungsi UPT P2TP2A Kota Bandung adalah sebagai
berikut:
a. Tugas UPT P2TP2A Kota Bandung adalah melaksanakan sebagian tugas
Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kota
Bandung di Bidang Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak
(P2TP2A).
b. Fungsi UPT P2TP2A Kota Bandung adalah sebagai berikut:
1) Penyusunan rencana dan teknis operasional pelaksanaan P2TP2A;
2) Pelaksanaan operasional P2TP2A yang meliputi pelaksanaan upaya
pemberdayaan, advokasi dan perlindungan perempuan dan anak;
3) Pelaksana ketatausahaan UPT; dan
4) Pelaksanaan mentoring, evaluasi dan pelaporan kegiatan P2TP2A.
C. Deskripsi Hasil Penelitian
Penulis memperoleh data dengan melakukan penelitian di instansi
Pemerintah Kota Bandung yang menangani masalah sosial di bidang perlindungan
anak yaitu penelitian dilaksanakan di Dinas Sosial Kota Bandung, BPPKB Kota
Bandung selaku pembuat kebijakan dan UPT P2TP2A Kota Bandung (merupakan
bagian dari BPPKB Kota Bandung) yang menjadi pelaksana secara teknis, dan
LPA Jawa Barat.
100
1. Efektivitas implementasi Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5
Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak di Kota Bandung
Tidak dapat dipungkiri fenomena anak jalanan merupakan hal yang sudah
tidak asing lagi. Pingiran jalan raya merupakan lahan mengais rezeki bagi anak-
anak yang tidak seharusnya bekerja pada saat anak-anak yang lain belajar di
sekolah. Fenomena tersebut merupakan salah satu permasalahan sosial yang
semakin marak di setiap perempatan jalan. Kehadiran dan keberadaan mereka
diakui banyak kalangan sudah semakin tidak terkontrol dan menimbulkan
berbagai dampak negatif yang mau tidak mau juga dirasakan oleh masyarakat
luas. Di persimpangan jalan anak-anak mondar mandir dengan berbagai tingkah
lakunya, tanpa memperdulikan resiko yang dihadapi dengan berkeliaran di
jalanan. Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan
sosial yang kompleks.
Hidup menjadi anak jalanan memang bukan pilihan yang menyenangkan,
karena mereka berada dalam kondisi yang tidak bermasadepan jelas. Orang tua
yang seharusnya berperan penting dalam menuntukan masa depan, namun pada
kenyataannya, mereka justru memanfaatkan anak-anak mereka untuk bekerja.
Permasalahan ekonomi dijadikan sebagai alasan yang umum untuk kesalahan para
orang tua tersebut.
Itulah realitas yang terjadi di Jalan Buah Batu Kota Bandung. Berdasarkan
pengamatan Penulis di lokasi penelitian, Jalan Buah Batu merupakan tempat
dimana anak-anak jalanan menjadi korban eksploitasi orangtuanya. Tidak sedikit
anak-anak yang menjadi korban eksploitasi oleh orangtuanya sendiri. Berikut
101
kasus eksploitasi anak oleh orang tua berdasarkan pengamatan Penulis di lokasi
penelitian pada tanggal 3 Oktober 2011:
a. Hendra berusia 8 tahun, sehari-hari berprosesi sebagai pengamen di Buah Batu.
Hendra mengaku bahwa walaupun ia mengamen di jalanan namun dia tetap
sekolah dan duduk dibangku kelas 3 SD. Ia melakukan kegiatan mengamen
setelah pulang sekolah. Ia mengatakan bahwa penghasilan dari mengamen
biasa diberikan kepada ibunya, ia terpaksa mengamen karena untuk membantu
orangtuanya yang mempunyai keterbatasan ekonomi.
b. Eva yang juga berprofesi sebagai pengamen. Kegiatan mengamen biasa ia
lakukan setiap hari. Eva masih berusia 6 tahun dan belum mengenyam bangku
sekolah. Eva mengaku ia mengamen dikarenakan orangtuanya yang
memerintahkan. Penghasilannya diberikan kepada ibunya untuk uang jajannya
sehari-hari.
c. Ibu Novi selaku orang tua Hendra dan Eva. Ibu Novi mengakui bahwa Hendra
dan Eva adalah anaknya, selain itu Ibu Novi menjelaskan bahwa anak-anaknya
mengamen berdasarkan atas kemauannya sendiri. Selain itu juga Ibu Novi
selalu mengawasi anak-anaknya dari kejauhan, alasannya karena ingin menjaga
sikap anaknya dari perkelahian antar anak jalanan.
Kasus lainnya:
a. Agus Arifin yang berusia 6 tahun. Selama ini ia membantu ayahnya bekerja
menjadi penari kuda lumping di Jalan Buah Batu. Karena keterbatasan
ekonomi keluarganya ia tidak sekolah. Dengan membantu ayahnya bekerja ia
berharap kelak uang hasil ia menari dapat terkumpul untuk biaya sekolah.
102
b. Sucipto adalah ayah dari Agus. Mereka sebenarnya pendatang baru, mereka
asli Jawa Tengah yang merantau ke Bandung untuk mencari nafkah. Sucipto
mengaku terpaksa mengajak Agus bekerja untuk membantu biaya makan
mereka sehari-hari.
Kasus lainnya sebagai berikut:
a. Rian yang usianya 16 Tahun, sehari-hari ia bekerja topeng monyet. Ia mengaku
tidak sekolah karena orangtuanya tidak mampu membiayai biaya sekolah.
Hasil dari topeng monyet hanya bisa untuk biaya makan sehari-hari dengan
keluarganya.
b. Ibu Asih adalah orang tua Rian. Ibu Asih mengaku hanya seorang ibu rumah
tangga, sehari-hari ia menemani Rian bekerja di jalanan. Keterbatasan ekonomi
membuat Ibu Asih tidak mampu membiayai sekolah Rian. Sehingga dengan
terpaksa Rian harus putus sekolah.
Kasus berikutnya:
a. Adrian berusia 13 tahun, sehari-hari mengamen. Adrian mengaku tidak
meneruskan sekolahnya karena orangtuanya tidak mampu menyekolahkan lagi,
ia hanya sekolah hingga pendidikan SD.
b. Ade merupakan orang tua dari Adrian, ade berprofesi sebagai buruh bangunan.
Ade mengaku tidak mampu lagi menyekolahkan Adrian karena keterbatasan
biaya, sehingga Ade terpaksa membiarkan Adrian mengamen di jalanan untuk
membantu makan sehari-hari.
103
Kasus-kasus tersebut di atas merupakan realitas yang terjadi di lokasi
penelitian Jalan Buah Batu. Penyebab dari eksploitasi anak oleh orangtuanya
adalah permasalahan perekonomian keluarga.
Dalam wawancara dengan pihak Dinas Sosial Kota Bandung pada 4
Oktober 2011 yang diwakili oleh Ibu Dewi dari Bagian Perlindungan Anak,
bahwa Pemerintah Kota Bandung telah melakukan upaya dalam rangka
mengimplementasikan Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Anak di Kota Bandung. Berikut ini data penyandang masalah
kesejahteraan Sosial di Kota Bandung Tahun 2010, sebagai berikut:
Tabel 4.1 Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
di Kota Bandung No. Jenis PMKS Satuan Jumlah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
20.
Balita Terlantar Anak Terlantar Anak Korban Tindak Kekerasan Anak Jalanan Anak Nakal Anak Cacat Wanita Rawan Sosial Ekonomi Wanita Korban Tidak kekerasan Lanjut Usia Terlantar Lanjut Usia Tindak kekerasan Penyandang Cacat Penyandang Cacat Eks Penyakit Kronis Tuna Susila Pengemis Gelandangan Eks-Narapidana Korban Penyalahgunaan Napza Keluarga Fakir Miskin Keluarga Berumah Tidak Layak Huni Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis
orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang
orang orang orang orang orang KK KK
KK
360 6,643 42 4,821 239 484 7,537 86 2,575 49 3,999 1,806 511 4,126 948 282 363 84,287 6,395 2,967
104
21. 22.
23. 24. 25. 26. 27.
Komunitas Adat terpencil Masyarakat yang tinggal di Daerah Rawan Bencana Korban Bencana Alam Korban Bencana Sosial Pekerja Migran Korban HIV Aids Keluarga Rentan
orang orang
KK KK
orang orang orang
- 4,149 511 - 13 1,268 356
Jumlah 134,857
Sumber : Dinas Sosial Kota Bandung Tahun 2010
Berdasarkan tabel di atas, dapat kita lihat masalah kesejahteraan sosial di
Kota Bandung masih sangat tinggi, terutama masalah anak jalanan. Pemerintah
Kota Bandung telah melakukan upaya-upaya untuk menanggulangi permasalahan
sosial terutama mengenai anak jalanan termasuk eksploitasi anak jalanan oleh
orang tua dalam rangka mengimplementasikan Perda Provinsi Jawa Barat No. 5
Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak.
Bentuk implementasi dari Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006
tentang Perlindungan Anak yaitu berupa program penanggulangan bagi anak
jalanan di Kota Bandung. Upaya tersebut diantaranya:
a. Upaya peningkatan anggaran pembangunan bidang kesejahteraan sosial
melalui koordinasi dengan pihak DPRD Kota Bandung;
b. Upaya pembangunan Panti Sosial Terpadu yang representatif sehingga PMKS
dapat tertangani secara komprehensif dan berkesinambungan; dan
c. Kerjasama/koordinasi lintas sektoral dengan pihak-pihak terkait dalam rangka
penanganan anak jalanan.
Ibu Dewi menambahkan bahwa terdapat kendala-kendala yang
mengganggu dalam mengimplementasikan Perda Provinsi Jawa Barat No. 5
105
Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak, permasalahan yang dihadapi oleh
Pemerintah Kota Bandung dalam menanggulangi permasalahan kesejahteraan
sosial terutama anak jalanan dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak di
Kota Bandung adalah sebagai berikut:
a. Tingginya populasi dan kompleksitas permasalahan kesenjangan sosial yang
dipengaruhi oleh faktor ekonomi, budaya, politik, etnis, agama, penyimpangan
perilaku, hukum dan sebagainya;
b. Belum adanya keseimbangan antara populasi PMKS yang harus ditangani dan
jumlah dana/anggaran yang dialokasikan untuk Dinas Sosial Kota Bandung;
c. Keterbatasan sarana dan prasaranan pelayanan bagi PMKS, dimana sampai saat
ini Kota Bandung belum memiliki Panti Sosial tersendiri;
d. Penanganan masalah anak jalanan bersifat parsial, sebaiknya penanganan anjal
perlu dilakukan melalui kerjasama lintas sektoral mengingat mobilitas anak
jalanan yang sangat tinggi; dan
e. Kurangnya dukungan masyarakat dengan memberikan sedekah di jalanan dan
adanya stigma negatif ketika anak jalanan kembali ke keluarga dan masyarakat.
Selain itu, Kota Bandung saat ini masih menggodok Perda Kota Bandung
tentang Perlindungan Anak. Ibu Dewi juga menegaskan bahwa Rancangan Perda
Perlindungan Anak di Kota Bandung masih dikaji oleh BPPKB Kota Bandung
dan akan segera disampaikan kepada DPRD Kota Bandung, sehingga
diperkirakan akan diselesaikan pada tahun pertengahan tahun 2012.
Wawancara dengan pihak BPPKB Kota Bandung pada 10 Oktober 2011
dengan Ibu Neti Supriati, SH. M.Si, Kasubid Perlindungan Anak, beliau
106
menjelaskan bahwa Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang
Perlindungan memang berisi mengenai muatan hak-hak anak, namun Perda
Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak sama saja
dengan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak karena isinya sama
persis mengkaji mengenai hak-hak anak. Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun
2006 tentang Perlindungan Anak juga menjadi dasar bagi Pemerintah Kota
Bandung dalam pembuatan kebijakan mengenai perlindungan anak.
Ibu Neti Supriati juga menambahkan, bahwa ada sekitar 300 masalah
eksploitasi anak terjadi di Kota Bandung. Untuk itu Pemerintah Kota Bandung
melakukan intervensi serta berkoordinasi dengan Save The Children untuk
mengatasi masalah tersebut. Selain itu, Ibu Neti juga memperjelas bahwa, Perda
Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak sejauh ini
masih bisa diterapkan di Kota Bandung, karena Kota Bandung belum mempunyai
Perda tentang perlindungan anak. Saat ini Kota Bandung telah mengkaji melalui
penyusunan naskah akademik. Jadi, sampai saat ini Kota Bandung lebih banyak
menggunakan Perda Kota Bandung No. 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan
Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan (K3) untuk lebih khusus membahas
mengenai kebijakan untuk anak jalanan di Kota Bandung.
Mengenai efektivitas dari Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006
tentang Perlindungan Anak itu sendiri di Kota Bandung seharusnya bisa
diefektifkan, namun dalam kenyataannya Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun
2006 tentang Perlindungan Anak masih belum efektif di Kota Bandung.
107
2. Upaya Pemerintah Kota Bandung dalam menanggulangi eksploitasi anak
oleh orang tua.
Berdasarkan pengamatan Penulis di lokasi penelitian, upaya Pemerintah
Kota Bandung dalam mengatasi permasalah eksploitasi anak oleh orang tua
dirasakan kurang optimal. Hal tersebut dapat terlihat dari kasus eksploitasi anak
oleh orang tua di lokasi penelitian masih marak terjadi, bahkan anak–anak korban
eksploitasi mereka tidak mengenyam bangku pendidikan hingga 9 tahun seperti
yang diwajibkan Pemerintah, bahkan ada pula yang belum mengenyam bangku
pendidikan sama sekali, hal tersebut karena faktor ekonomi keluarga meraka.
Berdasarkan wawancara Penulis dengan beberapa anak jalanan, mereka
mengatakan bantuan dari Pemerintah Kota Bandung hanya sekitar 3x dalam
setahun dan tidak dilakukan secara rutin. Bentuk bantuan tersebut berupa
sembako, alat-alat tulis, uang, pakaian dan bimbingan belajar. Bantuan lebih
banyak diberikan oleh mahasiswa yang tergabung dalam sebuah komunitas peduli
anak jalanan (Ciroyom), bantuan yang diberikan berupa makanan, buku, uang,
dan juga bimbingan belajar.
Dinas Sosial Kota Bandung dalam wawancara pada 4 Oktober 2011
dengan Ibu Dewi yang menangani masalah anak jalanan di Kota Bandung
berpendapat bahwa, upaya dari Dinas Sosial Kota Bandung lebih menekankan
untuk anak jalanan yang dieksploitasi oleh orang tua, sedangkan untuk orang tua
anak jalanan sampai saat ini masih belum melakukan upaya lebih lanjut
dikarenakan keterbatasan anggaran. Namun sosialisasi terhadap masyarakat
khususnya untuk orang tua anak jalanan mengenai pentingnya memenuhi hak-hak
108
anak pernah beberapa kali dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Bandung. Ibu Dewi
memberikan gambaran umum mengenai faktor-faktor yang menyebabkan
permasalahan seperti eksploitasi anak jalanan oleh orang tua yaitu sebagai berikut:
a. Faktor internal diantaranya:
1) Adanya ketidakmampuaan keluarga dan keterlantaran;
2) Pengendalian diri dan tingkat kestabilan jiwa yang rendah;
3) Tingkat pendidikan dan keterampilan (skill) yang rendah; dan
4) Gaya hidup yang hedonis.
b. Faktor eksternal diantaranya:
1) Tingkat Urbanisasi yang tinggi;
2) Lemahnya kontrol sosial;
3) Himpitan masalah ekonomi dan keterbatasan lapangan kerja;
4) Disorganisasi dan disintegrasi dari kehidupan keluarga; dan
5) Pengaruh lingkungan yang negatif.
Hal-hal tersebut di atas merupakan hal-hal yang menyebabkan awal
munculnya permasalahan sosial yang terjadi pada anak, tutur Ibu Dewi. Ibu Dewi
juga berpendapat, yang menjadi alasan utama mengapa orang tua yang
mengeksploitasi anaknya adalah dikarenakan masalah himpitan ekonomi keluarga
yang tidak mampu lagi untuk membiayai anaknya sekolah, sehingga mereka
membiarkan anak-anak mereka untuk bekerja di jalanan sebagai jalan keluar dari
permasalahan ekonomi tersebut. Upaya yang Dinas Sosial Kota Bandung untuk
menangani hal tersebut menggunakan pola penanganan preventif, berupa
penyuluhan sosial keliling di wilayah yang rawan, kampanye sosial (sosialisasi
109
Perda Kota Bandung No. 11 Tahun 2005 tentang K3), dan pemasangan spanduk
di tempat-tempat strategis tentang himbauan untuk tidak memberikan sedekah di
jalanan. Namun upaya dari Dinas Sosial Kota Bandung hanya ditekankan untuk
anak jalanan saja dikarenakan keterbatasan anggaran, namun mengenai upaya
untuk orang tua anak jalanan masih dalam perencanaan.
Penanganan yang telah dilakukan Dinas Sosial Kota Bandung adalah
berupa bimbingan sosial, dan baru-baru ini 44 anak jalanan dari beberapa LSM
yang bekerjasama dengan Dinas Sosial Kota Bandung melakukan pelatihan
keterampilan tata boga. Ibu Dewi menuturkan, 5 anak yang berhasil telah
mendapatkan bantuan stimulan berupa alat-alat masak beserta bahan-bahannya
dan mereka pun sudah dapat membuka usaha sendiri. Ibu Dewi menambahkan,
hal tersebut merupakan upaya yang nyata agar anak-anak jalanan tersebut
mempunyai keterampilan sehingga mereka dapat membuka usaha sendiri dengan
bekal keterampilan yang didapat pada kegiatan yang dilakukan Dinas Sosial Kota
Bandung, dengan begitu mereka tidak akan dieksploitasi oleh orang tua mereka
lagi karena sudah dapat membantu orang tua mereka dengan membuka usaha
sendiri.
Selain melakukan sosialisasi dan kegiatan-kegiatan sosial, dalam
menanggulangi permasalah anak Dinas Sosial Kota Bandung juga bekerja sama
dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Rumah Perlindungan Anak
(RPA), dengan adanya kerjasama dengan LSM dan RPA diharapkan dapat
membantu dalam upaya penanggulangan masalah anak terutama masalah
eksploitasi. Selain itu, Ibu Dewi juga menambahkan, upaya penanganan masalah
110
sosial anak terutama anak jalanan Dinas Sosial Kota Bandung juga telah
merencanakan untuk melakukan kerjasama dengan kewilayahan (kecamatan
setempat) mengenai anak jalanan di daerah setempat, dengan begitu permasalahan
anak jalanan yang dieksploitasi oleh orangtuanya juga dapat ditanggulangi dengan
adanya koordinasi dari berbagai pihak sehingga penanganannya dapat dilakukan
dengan tepat.
Ibu Neti Supriati dari BPPKB Kota Bandung juga berpendapat mengenai
upaya-upaya Kota Bandung dalam menanggulangi eksploitasi anak adalah sebagai
berikut:
a. Berupa sosialisasi seperti: sosialisasi tentang trafficking, sosialisasi tentang
KHA;
Ibu Neti menjelaskan, beberapa sosialisasi tentang perlindungan anak
seperti berikut ini:
1) Pengertian-pengertian dasar yang harus dipahami oleh seluruh masyarakat
seperti:
a) Perlindungan anak yang merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup tumbuh, berkembang,
dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi;
b) Anak merupakan seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak
dalam kandungan;
111
2) Sosialisasi UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Anak yang
dilindungi oleh UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah
anak terlantar, anak yang menyandang cacat, anak yang memiliki
keunggulan/potensi/kecerdasan luar biasa, anak angkat, dan anak asuh;
3) Sosialisasi mengenai pihak-pihak yang wajib dan bertanggungjawab
memberikan perlindungan terhadap anak yaitu: Negara dan Pemerintah,
masyarakat, dan orang tua dan keluarganya;
4) Sosialisasi KHA, prinsip-prinsip dari KHA meliputi: non diskriminasi;
kepentingan yang terbaik bagi anak; hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan
perkembangan; dan penghargaan terhadap anak;
5) Sosialisasi hak dan kewajiban anak, hak anak adalah bagian dari HAM yang
wajib dijamin dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat,
Pemerintah dan Negara;
6) Sosialisasi Bandung bebas eksploitasi anak, tujuan dari kegiatan ini adalah
untuk menanggulangi dan mencegah eksploitasi anak yang ada di Kota
Bandung, perlu adanya tindakan dalam menanggulangi dan mencegah
eksploitasi anak di Kota Bandung, sehingga eksploitasi anak tidak semakin
meluas. Bagaimana tindakan penanggulangan dan pencegahan eksploitasi anak
di Kota Bandung agar mereka dapat hidup dengan layak, aman dan sesuai
dengan tumbuh kembang anak. Untuk mensosialisasikan ini panitia mendapat
dukungan penuh dari BPPKB Propinsi Jawa Barat, BPPKB Kota Bandung,
Lembaga Perlindungan Anak, LSM Peduli Anak, para Pakar Peduli Anak serta
dari SKPD terkait yang menangani masalah anak. Dalam hal ini, anak remaja
112
harus benar-benar dijaga agar terhindar dari eksploitasi anak, dan sebagai
orang tua hendaknya dapat menjaga dengan baik dan tidak mudah tergiur oleh
tawaran pekerjaan menarik yang tidak jelas.
Program sosialisasi-sosialisasi berikut di atas dilakukakan dengan harapan
seluruh masyarakat dapat memahami terutama apa saja yang menjadi hak-hak
anak. Selain itu juga, dengan adanya sosialisasi ini diharapkan orang tua terutama
orang tua yang mengeksploitasi anaknya dapat mengubah pola pikirnya terhadap
anak dan berusaha untuk memenuhi hak-hak yang memang seharusnya
didapatkan oleh anak-anaknya. Diharapkan pula dengan adanya sosialisasi-
sosialisasi ini masyarakat khususnya para orang tua akan mengetahui dampak dari
eksploitasi anak oleh orang tuanya.
Program sosialisasi lainnya yang diselenggarakan BPPKB Kota Bandung
seperti: membantu remaja dalam memahami dirinya, program kesetaraan gender,
sosialisasi air susu ibu (ASI), perlindungan reproduksi anak, sosialisasi
pendewasaan perkawinan melalui Pusat Informasi dan Konsultasi Kesehatan
Reproduksi Remaja (PIK-KRR) di tingkat wilayah.
b. Menginisiasi Kota Bandung sebagai Kota Layak Anak (KLA);
KLA adalah strategi pembangunan Kabupaten/Kota yang
mengintegrasikan komitmen dan sumber daya Pemerintah, masyarakat, dan dunia
usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam program dan
kegiatan pemenuhan hak anak. Konsep KLA menjadi komitmen Pemerintah Kota
Bandung. Kota layak bagi anak membutuhkan prasyarat antara lain diperkuat
113
dengan adanya basis data anak yang memadai, program sosialisasi hak anak
secara intensif, dan lahirnya produk-produk hukum yang ramah anak. Ibu Neti
telah menjelaskan bahwa saat ini Pemerintah Kota Bandung memang telah
mengupayakan mengenai Perda Kota Bandung tentang Perlindungan Anak,
diharapkan tahun 2012 dapat diundangkan dalam rangka melindungi hak-hak
anak.
Bu Neti juga menuturkan, keluarga sebagai unit terkecil di masyarakat
juga ikut berperan dalam pemberdayaan anak dan pemenuhan hak-hak anak
tersebut. KLA juga dapat terwujud dengan membangun kemitraan, penguatan
jaringan diantara Pemerintah, masyarakat, dan unsur-unsur lainnya. Di Kota
Bandung sendiri Pemerintah Kota Bandung melakukan jejaring dan kemitraan
seperti dengan LPA Jawa Barat, Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, “Save The
Children”, dan lembaga lainnya yang turut mendukung dalam merealisasikan
Kota Bandung sebagai KLA. Penguatan lembaga yang peduli terhadap
perlindungan anak harus menjadi program prioritas. Ini penting karena lembaga-
lembaga inilah yang diperlukan untuk terus mengingatkan pentingnya pemenuhan
hak-hak anak.
Ibu Neti juga menambahkan, secara umum indikator pencapaian KLA
meliputi aspek kesehatan, sosial, pendidikan, hak sipil dan partisipasi,
perlindungan hukum, perlindungan ketenagakerjaan, serta infrastruktur. Misalnya,
dalam aspek hak sipil dan partisipasi, terdapat payung hukum yang menjamin
setiap anak mendapatkan akta kelahiran gratis, terdapat media partisipasi anak,
114
pusat pelayanan terpadu perlindungan anak yang memadai serta sarana bagi
kegiatan-kegiatan anak.
Aspek pelayanan sosial, KLA memerlukan Perda yang mengatur masalah
kesejahteraan sosial anak, di Kota Bandung sendiri sampai saat ini Perda Kota
Bandung tentang perlindungan anak sudah sampai ke muatan naskah akademik,
dan diharapkan tahun 2012 sudah dapat diundangkan menjadi Perda Kota
Bandung tentang perlindungan anak.
Dibidang pendidikan, KLA terpenuhi apabila terdapat Perda yang
menjamin pendidikan dasar gratis bagi setiap anak, penyediaan rute yang aman ke
sekolah, anak usia 1-5 tahun mengikuti pendidikan anak usia dini (PAUD),
meningkatnya rata-rata lama sekolah (RLS), angka partisipasi sekolah meningkat,
turunnya angka putus sekolah, dan lain-lain. Aspek lainnya, seperti bidang
kesehatan, juga memerlukan syarat-syarat khusus agar indikator KLA dapat
terpenuhi.
c. Pada tahun 2006 Kota Bandung membentuk Komisi Perlindungan Anak
Indonesia Daerah (KPAID) yang disahkan oleh Wali Kota Bandung sebagai
upaya dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak termasuk untuk
menanggulangi eksploitasi anak, namun harus dibubarkan karena KPAID harus
dibentuk oleh KPAI Pusat;
d. Selain itu BPPKP Kota Bandung membentuk UPT P2TP2A Kota Bandung
untuk mengoptimalkan fungsi dari unit sebagai upaya dalam pemberdayaan
anak serta perlindungan anak;
115
UPT P2TP2A adalah singkatan dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang
melaksanakan sebagian tugas BPPKB Kota Bandung dan disahkan dengan
Peraturan Wali Kota Bandung No. 265 tanggal 26 maret 2008 dengan tinggat
pelayanan korban tingkat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang semakin
intens, pada tahun 2008 Pemerintah Kota Bandung menjadikan lembaga yang
lebih profesional ke arah pelayanan dan awalnya bernama P2TP2 yang
merupakan kajian dari PSW-UNPAD mengacu kepada rencana Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan RI untuk Women Crisis Centre dan disahkan oleh SK
Wali Kota Bandung Nomor 260/Kep.1499-Huk/2002 pada tanggal 29 Oktober
2002.
Lingkup UPT P2TP2A Kota Bandung mencakup wahana operasional
pemberdayaan perempuan untuk mewujudkan peningkatan kualiatas hidup
pemberdayaan perempuan melalui berbagai layanan, informasi, rujukan,
konsultasi dan edukasi dalam bidang kesehatan, psikologis pendidikan,
peningkatan pengetahuan, keterampilan, ketenagakerjaan, ekonomi, hak asasi
manusia perempuan dan anak.
e. Membentuk lembaga swadaya masyarakat “Lingkar Perlindungan Anak” Kota
Bandung;
Lingkar Perlindungan Anak Kota Bandung merupakan wadah jejaring
koordinasi dan kerjasama yang terbuka bagi lembaga-lembaga atau individu-
individu yang selama ini telah bekerja atau memiliki kepedulian terhadap
permasalahan kesejahteraan dan perlindungan anak di Kota Bandung. Lingkar
116
sendiri dipilih sebagai format (penanda kebersamaan), kegiatannya tak ada
struktur hierarkis dan setiap pihak yang bergabung memiliki kedudukan, peran
dan kewajiban yang sama. Pada prinsipnya, dalam Lingkar Perlindungan Anak
Kota Bandung ini setiap lembaga maupun individu saling berbagi pengetahuan,
pengalaman dan mungkin juga keterampilan dan sumber daya. Siapa yang terlibat
dalam Lingkar juga terbuka bagi individu/lembaga yang bekerja/peduli dalam
masalah perlindungan anak, baik dari unsur praktisi, akademisi, mahasiswa,
Pemerintah maupun non Pemerintah.
Ditahap-tahap awal disepakati bahwa upaya Lingkar Perlindungan Anak
Kota Bandung akan lebih fokus pada membangun hubungan antar
lembaga/individu serta kesamaan pemahaman terhadap permasalahan
perlindungan anak yang ada di Kota Bandung. Harapannya Lingkar Perlindungan
Anak Kota Bandung bisa berperan nyata dalam proses membangun sistem
perlindungan anak di Kota Bandung.
f. Kerjasama dengan Lembaga “Save The Children” dalam upaya penanganan
permasalah sosial anak termasuk eksploitasi anak;
Pemerintah Kota Bandung berkoordinasi dengan Save the Children dari
Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat (US DoL) untuk melaksanakan
program EXCEED (Eliminate Exploitive Child Labour through Education and
Economics Develepmen). Pendekatan program EXCEED disusun dalam empat
bidang program yang saling terkait, dengan masing-masing program bertujuan:
117
1) Memberi pelayanan langsung untuk menarik anak dari sektor kerja yang
eksploitatif dan mencegah anak untuk dieksploitasi tenaganya;
2) Memperkuat implementasi kebijakan dan penguatan lembaga untuk memerangi
eksploitasi tenaga kerja anak; dan
3) Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dan dampak
buruk eksploitasi tenaga kerja anak.
g. Kerjasama melalui jejaring di tingkat wilayah (Kecamatan), seperti program
Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender (PUG) dan
pengarusutamaan anak;
Satgas PUG sudah sampai ke Kelurahan di Kota Bandung, dan
keefektifannya tergantung pada kasus yang ditangani.
h. Koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat;
Kerjasama dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat yaitu berupa jangkauan
pemulangan, apabila ada korban dari luar Kota Bandung maka pihak dari
Pemerintah Provinsi Jawa Barat memberikan jangkauan pemulangan, karena
Pemerintah Provinsi Jawa Barat memiliki jangkauan yang luas.
i. Juga koordinasi dengan Lembaga Pemberdaya Masyarakat (LPM), Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Barat
dan lembaga-lembaga lainya yang peduli terhadap hak-hak anak.
118
3. Solusi terhadap permasalahan eksploitasi anak oleh orang tua yang
terjadi di Kota Bandung
Ibu Neti berpendapat mengenai solusi terhadap permasalahan eksploitasi
anak oleh orang tua sebenarnya dengan lebih mengoptimalkan kinerja Pemerintah
Kota Bandung melalui upaya-upaya yang telah ada. Selain itu, dengan melibatkan
banyak pihak untuk mendukung Pemerintah mengentaskan permasalahan
eksploitasi anak oleh orang tua. Agar permasalahan ini selesai, Ibu Neti
menuturkan jangan hanya menggantungkan penyelesaian masalah anak ini hanya
kepada peran Pemerintah Kota Bandung saja. Pemerintah Kota Bandung telah
membuat suatu kebijakan serta program-program yang telah disosialisasikan,
selanjutnya masyarakat khususnya di Kota Bandung yang mendukung program-
program Pemerintah, dan menjadikan kewajiban bersama dalam penyelesaian
permasalahan eksploitasi anak oleh orang tua khususnya di Kota Bandung.
Ibu Neti juga menambahkan, peranan keluarga sangatlah penting dalam
membentuk kepribadian anak-anaknya. Keluarga haruslah memberikan
perlindungan untuk anaknya, misalnya diawali dengan keteladanan, diberi
pendidikan agama yang cukup, saat melakukan kesalahan anak jangan
diperlakukan kasar namun diberikan solusi yang baik, dan hal-hal lainnya yang
dapat dicontoh anak-anak.
Untuk masyarakat luas, Ibu Neti juga berpendapat sosialisasi Kota Layak
Anak (KLA) harus diberdayakan sampai ke tingkat kecamatan, kelurahan, agar
masyarakat memahami dan mendukung program KLA di Kota Bandung. Selain
itu, lingkungan juga harus memberikan kesempatan kepada anak dengan
119
memberikan lingkungan yang ramah anak. Ibu Neti mempertegas, apabila semua
pihak sudah memiliki persepsi yang sama mengenai anak, maka permasalahan
eksploitasi terhadap anak ini dapat di atasi. Semua pihak harus mempunyai
keterkaitan, karena anak menjadi tanggung jawab semua pihak.
Keterlibatan semua pihak sebagai solusi atas permasalahan eksploitasi anak oleh
orang tua, adalah sebagai berikut:
a. Lembaga “Save the Children”
Save the Children adalah organisasi hak anak terkemuka di dunia yang
memiliki 28 kantor Save the Children dan beroperasi dilebih dari 120 negara. Save the
Children membawa perbaikan secara langsung dan abadi bagi kehidupan anak-anak
di dunia. Save the Children menyediakan bantuan baik emergency maupun
pengembangan jangka panjang, juga menjalankan program-program untuk
melindung anak-anak secara tepat dan berkesinambungan.
Save the Children telah ada di Indonesia sejak 1976. Selama ini Save the
Children telah berkembang pesat dan saat ini kami memiliki 13 kantor di seluruh
Indonesia. Saat ini, pendekatan program dari Save the Children memberikan
dampak dan keberlangsungan jangka panjang bagi lebih banyak anak-anak
Indonesia dan bekerja dengan pendekatan yang efektif, dan berkelanjutan untuk
isu-isu yang berkaitan dengan perlindungan anak, kesehatan, pendidikan,
livelihoods, emergency dan pengurangan resiko bencana.
Save the Children melibatkan anak-anak sebagai peserta yang aktif dalam
programnya dan berupaya memaksimalkan potensi pertumbuhan anak dengan
120
memadukan program-program yang ada sesuai dengan konteks lokal dan
perkembangan anak. Save the Children mendorong masyarakat untuk melakukan
aksi dan mengadvokasikan hak-hak anak, kesetaraan sosial dan hak asasi manusia.
Kegiatan Save the Children di Indonesia didukung oleh berbagai donor seperti
Bill and Melinda Gates Foundation, USAID, the United Nations, perusahaan
swasta dan perorangan.
Save the Children juga bermitra dengan LSM-LSM yang ada di Kota
Bandung seperti: BAHTERA, IABRI, KAP, YMS, dan LAHA.
Ibu Neti telah menjelaskan kerjasama Pemerintah Kota Bandung bersama
dengan Save the Children yaitu melaksanakan program EXCEED (Eliminate
Exploitive Child Labour through Education and Economics Development).
Pendekatan program EXCEED disusun dalam empat bidang program yang saling
terkait, dengan masing-masing program bertujuan:
1) Memberi pelayanan langsung untuk menarik anak dari sektor kerja yang
eksploitatif dan mencegah anak untuk dieksploitasi tenaganya;
2) Memperkuat implementasi kebijakan dan penguatan lembaga untuk memerangi
eksploitasi tenaga kerja anak; dan
3) Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dan dampak
buruk eksploitasi tenaga kerja anak.
Dengan adanya Lembaga Save the Children ini diharapkan dapat
membantu Pemerintah Kota Bandung sebagai solusi untuk mengatasi
permasalahan anak khususnya permasalahan eksploitasi anak.
121
b. Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Barat
Selain Lembaga Save the Children, yang ikut berperan dalam
menanggulangi eksploitasi anak oleh orang tua adalah Lembaga Perlindungan
Anak (LPA) Jawa Barat. Lista selaku staf pusat data dan informasi LPA Jawa
Barat yang Penulis wawancarai pada 10 Oktober 2011 menjelaskan bahwa, LPA
Jawa Barat merupakan suatu organisasi independen, nirlaba, bergerak dalam
bidang sosial dengan spesifikasi Perlindungan Hak Anak. Peranan dari LPA Jawa
Barat adalah sebagai:
1) Lembaga pemantau implementasi hak anak;
2) Lembaga informasi mengenai permasalahan anak dan penanganan
perlindungan anak;
3) Lembaga pengaduan dan rujukan perlindungan anak;
4) Lembaga pendidikan dan pelatihan perlindungan anak;
5) Lembaga advokasi dan lobby; dan
6) Lembaga kajian kebijakan.
Selain itu, LPA Jawa Barat juga ikut memberi masukan kepada
Pemerintah Kota Bandung dalam pembuatan RaPerda Kota Bandung tentang
Perlindungan Anak yang saat ini sedang dalam proses pembuatan.
Lista juga menambahkan sebagai solusi atas permasalahan eksploitasi
anak adalah dengan penanganan secara langsung, yaitu dengan pendekatan-
pendekatan kepada korban eksploitasi anak oleh orang tua, setelah mengetahui
latar belakang permasalahan yang dialami oleh anak yang dieksploitasi oleh orang
122
tua, barulah kita dapat mencari jalan yang lebih tepat untuk menangani masalah
eksploitasi anak oleh orang tua.
Seperti kegiatan yang pernah dilakukan LPA Jawa Barat, yaitu melakukan
kegiatan dengan terjun langsung kelapangan untuk meneliti penyebab orang tua
mengeksploitasi anaknya, hal tersebut dilakukan dalam upaya mengatasi
permasalahan eksploitasi oleh orang tua seperti yang terjadi di Jalan Buah Batu,
dengan mengetahui secara langsung akar dari permasalahan eksploitasi anak oleh
orang tua, maka LPA Jawa Barat dapat melakukan penanganan yang tepat agar
permasalahan ini dapat di atasi.
c. Forum Anak Kota Bandung (FOKAB)
FOKAB merupakan forum yang dinaungi oleh LPA Jawa Barat. FOKAB
sendiri merupakan sekumpulan anak-anak bawah usia 18 tahun yang ada di Kota
Bandung. FOKAB ikut berperan serta peduli terhadap permasalahan anak.
FOKAB merupakan salah satu forum dari Forum Anak Darah (FAD) Jawa Barat,
FAD Jawa Barat tersebut merupakan forum gabungan seluruh Kota di Jawa Barat.
Lista menuturkan, FOKAB telah membantu dalam mensosialisasikan
mengenai hak-hak anak dan melakukan kegiatan sosial seperti mengirimkan
bantuan sosial. Selain itu, sosialisasi juga dilakukan kepada teman-teman
sebayanya agar dapat memahami menganai hak-hak yang seharusnya didapatkan
anak. Lisna juga menambahkan, FOKAB bahkan diundang oleh DPRD Kota
Bandung untuk ikut serta menyuarakan aspirasinya mengenai perlindungan anak,
123
hal tersebut merupakan sebuah prestasi luar biasa yang diukir oleh para generasi
muda penerus bangsa.
Sosialisasi yang pernah dilakukan oleh FOKAB dituturkan oleh Lista yaitu
saat momentum hari Dunia Menentang Adanya Pekerja Anak pada tahun 2009.
Momentum tersebut FOKAB bersama dengan Forum Anak Daerah (FAD) Jawa
Barat gabungan dari forum anak seluruh Kota di Jawa Barat, aktif terlibat
melakukan bentuk-bentuk advokasi dan sosialisasi menentang adanya pekerja
anak.
FAD Jawa Barat bekerja sama dengan LPA Jawa Barat melakukan aksi
dan kampanye simpatik menolak adanya segala bentuk eksploitasi baik secara
ekonomi maupun seksual terhadap anak. Bentuk Aksi dan kampanye yang
dilakukan diisi dengan pembacaan orasi dan lebih kepada penyampaian pesan
lewat nyanyian, yel-yel dan puisi. Kegiatan ini juga sebagai momentum untuk
memperkuat komitmen Pemerintah, mitra sosial ILO, masyarakat umum, LSM,
serta pihak-pihak terkait dalam mengentaskan pekerja anak. Kampanye
menentang adanya pekerja anak tersebut diharapkan dapat melakukan advokasi
pada masyarakat sekitar. Dengan harapan masyarakat menjadi lebih peka dan
peduli terhadap solusi untuk permasalahan eksploitasi terhadap anak.
d. Lingkar Perlindungan Anak Kota Bandung
Lingkar Perlindungan Anak Kota Bandung bersama dengan BPPKB Kota
Bandung membuat gagasan untuk penyusunan RaPerda perlindungan anak Kota
Bandung, gagasan ini disusun oleh Lingkar Perlindungan Anak Kota Bandung
124
yang merupakan kumpulan lembaga dan perorangan yang memiliki fokus pada
masalah anak di Kota Bandung. Gagasan-gagasan tersebut merupakan suatu solusi
untuk menangani permasalahan anak terutama permasalahan eksploitasi anak.
Lingkar Perlindungan Anak Kota Bandung terus mendorong lahirnya
regulasi perlindungan anak di daerah yang mampu menyelesaikan masalah-
masalah anak di Kota Bandung. Gagasan ini menekankan pada upaya
perlindungan anak. Diantaranya memberikan gagasan dalam upaya untuk
membangun kemampuan masyarakat Kota Bandung dalam menciptakan kondisi
yang dapat mencegah terjadinya masalah perlindungan anak. Gagasan ini
mengusung dalam rangka membangun masyarakat Kota Bandung menjadi
masyarakat yang secara kolektif memiliki kesadaran tinggi dan kesiapan bertindak
terhadap masalah perlindungan anak.
Gagasan lainnya, seperti melakukan upaya dipahaminya peraturan
perundangan, kebijakan nasional dan daerah yang berkaitan dengan perlindungan
anak oleh seluruh aparatur perangkat Pemerintah Kota Bandung sampai ke tingkat
RT. Selain itu, melakukan kampanye (Komunikasi-Informasi-Edukasi) secara
berkala dan berkelanjutan untuk perubahan sikap penyedia layanan publik dan
masyarakat guna menghilangkan pandangan yang salah (stigmatisasi) yang
mengarah kepada perlakuan salah dan diskriminatif terhadap anak-anak yang
menjadi korban tindak kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi, dan penerlantaran.
125
D. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Efektivitas implementasi Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5
Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak di Kota Bandung
Sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, segala aspek kehidupan berbangsa dan
bernegara termasuk Pemerintahan harus berdasarkan atas hukum.
Mewujudkan negara hukum diperlukan tatanan yang tertib antara lain
dibidang pembentukan peraturan perundang-undangan, yang harus dirintis sejak
perencanaan sampai dengan pengundangannya. Perencanaan peraturan
perundang-undangan diantaranya harus melalui pengkajian yang cermat, baik dari
aspek filosofis, sosiologis, politis maupun yuridis, agar rancangan peraturan
perundang-undangan tersebut menjadi peraturan perundang-undangan yang
aspiratif, akomodatif dan aplikatif dengan perkembangan masyarakat, serta dapat
menjadi pegangan atau acuan bagi stakeholder terkait dalam
mengimplementasikannya di lapangan.
Dalam konteks penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan,
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dalam melaksanakan tugas, wewenang,
kewajiban dan tanggungjawabnya serta atas kuasa peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi dapat menetapkan kebijakan daerah yang dirumuskan antara lain
dalam Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan ketentuan daerah lainnya.
Kebijakan daerah dimaksud tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum serta peraturan
daerah lainnya, sebagaimana diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang
126
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan UU No. 32 Tahun 2004
Pemerintahan Daerah.
Sementara itu, dalam upaya mewujudkan Pemerintahan yang baik (good
governance), Peraturan Daerah harus aspiratif terhadap kepentingan masyarakat,
menunjukkan keberpihakkan kepada masyarakat, menjunjung tinggi rasa keadilan
masyarakat dan merupakan cerminan dari fungsi Pemerintah Daerah sebagai
pelayan publik (public servant). Dengan demikian, Peraturan Daerah akan
diterima tidak hanya sebagai pembebanan dan pembatasan terhadap hak-hak
publik saja, melainkan diperlukan eksistensinya untuk mewujudkan ketentraman
dan ketertiban, keteraturan serta memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Pasal 18 ayat (6) Amandemen UUD 1945 yang Kedua, peraturan daerah
mendapatkan landasan konstitusionalnya didalam konstitusi yang keberadaannya
digunakan untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Kemudian dalam
Pasal 14 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-Undangan,
disebutkan bahwa materi muatan Perda adalah materi muatan Perda Provinsi dan
Perda Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah
dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Ditinjau dari segi materi muatan, peraturan daerah adalah peraturan yang
paling banyak menanggung beban, karena sebagai peraturan terendah dalam
hierarki peraturan perundang-undangan, peraturan daerah secara teoritik
memiliki tingkat fleksibilitas yang sempit karena tidak boleh menyimpang dari
sekat-sekat peraturan nasional yang ratusan jumlahnya.
127
Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak
merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk dalam rangka untuk
menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan, diskriminasi, dan ketelantaran demi
terwujudnya anak Jawa Barat yang beriman dan bertakwa, cerdas, berkualitas,
berakhlak mulia dan sejahtera.
Provinsi Jawa Barat bermaksud menyelaraskan upaya pencapaian
perlindungan anak dengan visi Jawa Barat yaitu dengan iman dan takwa sebagai
Provinsi termaju di Indonesia dan mitra terdepan ibu Kota Negara tahun 2010,
sebagaimana yang menjadi tujuan perlindungan anak pada Pasal 3 Perda Provinsi
Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak. Sudah seharusnya
pengimplementasian dari Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Anak dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan maksud dan
tujuan yang ingin dicapai dari penyelenggaraan perlindungan anak.
Berdasarkan hasil pengamatan Penulis di lokasi penelitian, implementasi
Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak di
Kota Bandung, diperoleh data bahwa di lokasi penelitian terdapat kasus anak yang
dieksploitasi oleh orangtuanya diantaranya sebagai berikut:
128
Tabel 4.2 Kasus Eksploitasi Anak oleh Orang tua di Buah Batu Bandung
No. Anak yang diekspolitasi
Pendidikan Pekerjaan anak
Alasan bekerja
Orang tua
Pekerjaan orangtua
1. Hendra Kelas 3 SD Mengamen Ekonomi keluarga
Novi Ibu rumah tangga
2. Eva Tidak sekolah
Mengamen Ekonomi keluarga
Novi Ibu rumah tangga
3. Agus Tidak sekolah
Penari jalanan
Ekonomi keluarga
Sucipto Penari jalanan
4. Rian Tamat SD Topeng monyet
Ekonomi keluarga
Asih Ibu rumah tangga
5. Adrian Tamat SD Mengamen Ekonomi keluarga
Ade Buruh bangunan
Sumber: diolah Penulis pada tahun 2011
Berdasarkan tabel di atas, di Buah Batu terdapat kasus eksploitasi anak
oleh orangtuanya. Sebagian besar dari dari anak-anak tersebut tidak sekolah, dan
sebagaian besar orang tua mereka tidak mempunyai pekerjaan atau tidak
mempunyai pekerjaan tetap. Berdasarkan hasil pengamatan Penulis, efektivitas
implementasi Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan
Anak di Kota Bandung belum efektif, karena masih banyak anak yang hingga saat
ini dieksploitasi oleh orangtuanya. Seperti yang dikemukakan Mulandar (1996:
177) faktor yang menyebabkan anak harus bekerja dikarena paksaan orangtuanya
dan asumsi bahwa dengan bekerja dapat digunakan sebagai sarana bermain.
Hasil pengamatan Penulis di lokasi penelitian, memang sebagian besar
alasan anak untuk bekerja di jalanan adalah paksaan orang tua dan juga asumsi
bahwa jalanan merupakan sarana bermain. Senada dengan ketentuan umum Perda
Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak, bahwa
memang anak yang tereksploitasi ekonomi merupakan anak yang dipaksa dan
129
diperkerjakan oleh orang tua. Realitas yang terjadi dalam pengamatan Penulis
bahwa, anak-anak dijadikan lahan mencari uang oleh orangtuanya sendiri.
Hal tersebut bertentangan dengan kewajiban dan bertanggungjawab orang
tua seperti yang tercantum dalam pasal 32 ayat (1) Perda Provinsi Jawa Barat
Nomor 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak, orang tua seharusnya
melindungi, mengasuh, memelihara dan mendidik anaknya, dan juga menumbuh
kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya. Tanpa
memikirkan hak-hak yang seharusnya didapat oleh anak-anak, orang tua
mengeksploitasi anak mereka.
Berdasarkan analisis di atas, dapat diketahui bahwa implementasi Perda
Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak di Kota
Bandung belum efektif, karena kasus eksploitasi anak oleh orang tua masih terjadi
di Kota Bandung. Hal tersebut terlihat saat Penulis melakukan pengamatan secara
langsung di lokasi penelitian, di Buah Batu terjadi kasus eksploitasi anak oleh
orang tua yang jelas bertentangan dengan Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun
2006 tentang Perlindungan Anak yang melarang tindakan eksploitasi terhadap
anak oleh orang tua.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Dinas Sosial Kota Bandung,
diperoleh informasi bahwa pada tahun 2010 anak jalanan (termasuk anak yang
dieksploitasi oleh orang tuanya) mencapai 4,821 anak. Namun, dalam rangka
mengimplementasikan Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Anak, Dinas Sosial Kota Bandung telah melakukan upaya dalam
130
menanggulangi permasalahan anak jalanan yaitu dengan meningkatkan anggaran,
membangun panti sosial, dan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait.
Dinas Sosial Kota Bandung menghadapi kendala-kendala dalam
menangulangi permasalahan anak jalanan di Kota Bandung diantaranya: tingginya
populasi dan kompleksitas perlindungan anak atau anak jalanan, kurangnya
anggaran yang dialokasikan dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak,
keterbatasan sarana dan prasarana, permasalahan anak jalanan yang bersifat
parsial, dan kurangnya dukungan dari masyarakat untuk tidak memberikan
sedekah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan BPPKB Kota Bandung, Penulis
mendapatkan informasi bahwa terdapat 300 kasus eksploitasi anak di Kota
Bandung. Pemerintah Kota Bandung telah berupaya untuk mengatasi
permasalahan tersebut dengan melakukan kerjasama dengan LSM “Save the
Children” untuk mengatasi kasus eksploitasi yang terjadi di Kota Bandung. Hasil
wawancara juga menunjukan, Pemerintah Kota Bandung telah berupaya untuk
menanggulangi kasus eksploitasi anak, namun memang penanganannya belum
optimal karena Kota Bandung belum mempunyai Perda khusus Kota Bandung
mengenai perlindungan anak.
Sejalan dengan Pasal 30 Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006
tentang Perlindungan Anak, sebenarnya Pemerintah Kota Bandung telah
melaksanakan amanah, dimana kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah Kota
Bandung selaku Pemerintah Daerah yaitu: yang pertama menghormati dan
menjamin hak asasi setiap anak dengan upaya-upaya, yang kedua menjamin
131
perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak
dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum
bertanggungjawab terhadap anak, mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak
dan menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan
pendapat sesuai dengan usia dan kecerdasan anak.
Hal tersebut terlihat pada kerjasama yang dilakukan Pemerintah Kota
Bandung dengan Lembaga Save the Children diantaranya:
a. Memberi pelayanan langsung untuk menarik anak dari sektor kerja yang
eksploitatif dan mencegah anak untuk dieksploitasi tenaganya;
b. Memperkuat implementasi kebijakan dan penguatan lembaga untuk memerangi
eksploitasi tenaga kerja anak; dan
c. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dan dampak
buruk eksploitasi tenaga kerja anak.
Upaya lain yang sedang dilakukan Pemerintah Kota Bandung yaitu:
a. Upaya peningkatan anggaran pembangunan bidang kesejahteraan sosial
melalui koordinasi dengan pihak DPRD Kota Bandung;
b. Upaya pembangunan Panti Sosial Terpadu yang representatif sehingga PMKS
dapat tertangani secara komprehensif dan berkesinambungan; dan
c. Kerjasama/koordinasi lintas sektoral dengan pihak-pihak terkait dalam rangka
penanganan anak jalanan.
Pemerintah Kota Bandung telah melakukan upaya dalam rangka
mengimplementasikan Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang
132
Perlindungan Anak di Kota Bandung, hal tersebut terlihat pada upaya-upaya
Pemerintah Kota Bandung untuk kesejahteraan pemenuhan hak-hak anak terutama
untuk menangani permasalahan anak jalanan dan masalah eksploitasi anak oleh
orang tua di Kota Bandung. Meskipun Pemerintah Kota Bandung menghadapi
kendala-kendala diantaranya:
a. Tingginya populasi dan kompleksitas permasalahan kesenjangan sosial yang
dipengaruhi oleh faktor ekonomi, budaya, politik, etnis, agama, penyimpangan
perilaku, hukum dan sebagainya;
b. Belum adanya keseimbangan antara populasi PMKS yang harus ditangani dan
jumlah dana/anggaran yang dialokasikan untuk Dinas Sosial Kota Bandung;
c. Keterbatasan sarana dan prasarana pelayanan bagi PMKS, dimana sampai saat
ini Kota Bandung belum memiliki Panti Sosial sendiri; dan
d. Penanganan masalah anak jalanan bersifat parsial, sebaiknya penanganan anjal
perlu dilakukan melalui kerjasama lintas sektoral mengingat mobilitas anak
jalanan yang sangat tinggi;
e. Kurangnya dukungan masyarakat dengan memberikan sedekah di jalanan dan
adanya stigma negatif ketika anak jalanan kembali ke keluarga dan masyarakat.
Kendala yang lain yaitu dikarenakan belum ada Perda yang khusus di Kota
Bandung mengenai Perlindungan Anak, sehingga penanganan eksploitasi anak
dalam rangka mengimplementasikan Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006
tentang Perlindungan Anak di Kota Bandung belum efektif.
Dapat disimpulkan, bahwa dalam tataran global Perda Provinsi Jawa Barat
No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak di Kota Bandung belum efektif.
133
Berdasarkan hasil pengamatan Penulis menemukan kasus eksploitasi anak di
Buah Batu. Data yang diperoleh dari Pemerintah Kota Bandung juga ditemukan
4,821 anak yang bekerja di jalanan dan 300 kasus eksploitasi anak di Kota
Bandung. Hal tersebut dikarenakan Pemerintah Kota Bandung mengalami
kendala-kendala dalam upaya menangani permasalahan anak di Kota Bandung
diantaranya: tingginya populasi dan kompleksitas permasalahan eksploitasi anak
atau anak jalanan, terbatasnya anggaran, keterbatasan sarana dan prasarana,
upaya penanganan masalah anak jalanan yang bersifat parsial, kurangnya
dukungan dari masyarakat untuk tidak memberikan sedekah dan Pemerintah Kota
Bandung belum mempunyai Perda yang khusus mengenai perlindungan anak.
Kendala-kendala tersebut merupakan penghambat dalam mengimplementasikan
Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak,
sehingga belum efektif di Kota Bandung.
Walaupun demikian, secara bertahap Pemerintah Kota Bandung telah
mengimplementasikan Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Anak meskipun secara parsial. Hal itu terlihat dari upaya-upaya
yang dilakukan Pemerintah Kota Bandung untuk mengatasi permasalahan anak di
Kota Bandung yang sudah sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Perda
Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak diantaranya:
meningkatkan anggaran, membangun panti sosial, dan melakukan koordinasi
dengan pihak-pihak terkait seperti Lembaga “Save the Children” diantaranya:
menarik anak yang bekerja di jalanan, memperkuat implementasi kebijakan dan
penguatan lembaga dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap dampak
134
buruk pengeksploitasian anak. Upaya-upaya tersebut dilakukan Pemerintah Kota
Bandung untuk mengatasi kasus eksploitasi anak oleh orang tua yang terjadi di
Kota Bandung.
2. Upaya Pemerintah Kota Bandung dalam menanggulangi eksploitasi anak
oleh orang tua.
Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 mengamanatkan kewajiban negara untuk
memelihara fakir miskin dan anak terlantar. Bagi fakir miskin dan anak terlantar,
Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan rehabilitasi sosial, jaminan
sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial, sebagai perwujudan
pelaksanaan kewajiban negara dalam menjamin terpenuhinya hak atas kebutuhan
dasar warga masyarakat yang miskin dan tidak mampu. Dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial, diperlukan peran masyarakat yang seluas-luasnya, baik
perseorangan, keluarga, organisasi keagamaan, organisasi sosial kemasyarakatan,
lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, badan usaha, lembaga
kesejahteraan sosial asing demi terselenggaranya kesejahteraan sosial yang
terarah, terpadu dan berkelanjutan.
Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung
merupakan perwujudan dari tanggung jawab mereka sesuai yang diamanahkan
dalam UUD 1945 Pasal 34. Hal ini untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan
dasar warga negara, serta untuk menghadapi tantangan dan perkembangan
kesejahteraan sosial terutama di Kota Bandung, sehingga penyelenggaraan
135
kesejahteraan sosial dapat memberikan keadilan sosial bagi masyarakat untuk
dapat hidup secara layak dan bermartabat.
Berdasarkan hasil observasi Penulis di lokasi penelitian, upaya Pemerintah
Kota Bandung belum optimal, hal tersebut dilihat dari kasus eksploitasi yang ada
di Buah Batu, anak-anak yang eksploitasi oleh orangtuanya tidak mendapat
pendidikan karena keterbatasan ekonomi keluarganya. Bantuan yang diberikan
Pemerintah Kota Bandung belum sampai pada penanganan untuk menanggulangi
masalah eksploitasi anak oleh orang tua.
Hal tersebut bertentangan dengan yang tertuang dalam peraturan dasar
negara yang berbunyi: “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan
(Pasal 31 ayat (1) UUD 1945)”. “Setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan Pemerintah wajib membiayainya (Pasal 31 ayat (2) UUD
1945)”. Sudah menjadi kewajiban Pemerintah Kota Bandung untuk membiayai
pendidikan dasar bagi anak-anak yang kurang mampu seperti anak-anak yang
dieksploitasi oleh orangtuanya di Buah Batu.
Ketentuan Pasal 59 UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
yang menyatakan bahwa Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban
dan bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak,
salah satunya anak yang tereksploitasi secara ekonomi. Anak yang dieksploitasi
oleh orangtuanya di Jalan Buah Batu Bandung sudah seharusnya mendapat
perlindungan khusus dari Pemerintah Kota Bandung sebagaimana telah
dicantumkan dalam Pasal 59 UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
136
Jadi dapat disimpulkan, bahwa upaya Pemerintah Kota Bandung dalam
menanggulangi eksploitasi anak oleh orang tua belum optimal, karena di Buah
Batu masih terjadi kasus eksploitasi anak oleh orang tua. Sudah menjadi
kewajiban Pemerintah Kota Bandung untuk mengupayakan secara optimal agar
eksploitasi anak oleh orang tua dapat tanggulangi.
Upaya-upaya untuk menuntaskan permasalahan eksploitasi anak oleh
orang tua yang telah diupayakan Pemerintah Kota Bandung diantaranya melalui
program-program dan penanganan langsung. Pemerintah Kota Bandung telah
mengupayakan guna memenuhi hak-hak anak di Kota Bandung. Upaya tersebut
diantaranya: sosialisasi terhadap masyarakat dan orang tua, menginisiasi Kota
Bandung sebagai Kota Layak Anak (KLA) yang indikatornya menekankan untuk
kesejahteraan anak, melakukan koordinasi dengan instansi-instansi terkait dengan
perlindungan anak untuk pencapaian kesejahteraan anak, serta upaya-upaya
lainnya untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak terutama menuntaskan
permasalahan anak yang dieksploitasi oleh orangtuanya.
Hasil wawancara juga menyimpulkan bahwa, kasus eksploitasi anak oleh
orang tua yang terjadi di Buah Batu merupakan wujud dari Pemerintah Kota
Bandung yang kurang optimal dalam penanggulangan masalah tersebut. Hal
tersebut dikarenakan Pemerintah Kota Bandung belum mempunyai Perda yang
khusus mengenai perlindungan anak di Kota Bandung, sehingga hal tersebut
menjadi kendala dalam upaya Pemerintah menanggulangi permasalahan
eksploitasi anak oleh orang tua di Kota Bandung khususnya yang terjadi di Buah
Batu.
137
Upaya Pemerintah Kota Bandung sejalan dengan yang telah diamanahkan
dalam Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak
pasal 4 yaitu mengenai pemenuhan hak-hak anak diantaranya: hak anak untuk
dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat
dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari eksploitasi;
memperoleh pendidikan dan pengajaran sesuai dengan minat dan bakatnya;
beristirahat dan memanfaatkan waktu luang demi pengembangan diri;
memperoleh perlindungan dari pelibatan anak dalam bentuk-bentuk pekerjaan
terburuk; dan memperoleh hak-hak lainnya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, dalam mengatasi permasalahan eksploitasi
anak oleh orang tua di Kota Bandung Pemerintah Kota Bandung secara intens
telah dilaksanakan dengan baik. Hal tersebut terlihat pada program-program dan
penanganan-penangan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung
diantaranya: sosialisasi terhadap masyarakat dan orang tua, menginisiasi Kota
Bandung sebagai Kota Layak Anak (KLA) yang indikatornya menekankan untuk
kesejahteraan anak, melakukan koordinasi dengan instansi-instansi terkait dengan
perlindungan anak untuk pencapaian kesejahteraan anak. Hal tersebut sudah
sesuai dengan yang diamanahkan dalam Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun
2006 tentang Perlindungan Anak:
Mengingat ketentuan Pasal 14 UU No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Perundang-Undangan, yang menjelaskan mengenai materi muatan
Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota, yang berisi muatan dalam rangka
138
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi
khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan
yang lebih tinggi. Seluruh materi muatan tersebut dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah dan tugas pembantuan, serta penjabaran lebih lanjut peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
Kendala Pemerintah Kota Bandung adalah belum mempunyai Perda
khusus mengenai perlindungan anak di Kota Bandung. Penanganan eksploitasi
anak oleh orang tua kurang optimal, mengingat instrumen kebijakan berupa Perda
Kota Bandung yang mengatur secara khusus mengenai perlindungan anak belum
ada, sejatinya regulasi di bidang perlindungan anak yang perlu ditetapkan oleh
Pemerintah Kota Bandung yang merupakan salah satu upaya yang akan dapat
mengatasi permasalahan anak, terutama eksploitasi anak oleh orang tua di Kota
Bandung.
Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat disimpulkan sebenarnya
Pemerintah Kota Bandung telah melakukan upaya yang secara intensif untuk
menanggulangi eksploitasi anak oleh orang tua diantaranya: Upaya Pemerintah
Kota Bandung dalam mananggulangi eksploitasi anak oleh orang tua diantaranya:
a. melakukan sosialisasi terhadap masyarakat dan orang tua tentang perlindungan
anak;
b. menginisiasi Kota Bandung sebagai Kota Layak Anak (KLA) yang
indikatornya menekankan untuk kesejahteraan anak;
c. UPT P2TP2A Kota Bandung untuk mengoptimalkan fungsi dari unit dalam
pemberdayaan anak serta perlindungan anak;
139
d. membentuk Lingkar Perlindungan Anak Kota Bandung yang berperan nyata
dalam proses membangun sistem perlindungan anak di Kota Bandung; dan
e. melakukan koordinasi dengan Save the Children, LPA Jawa Barat, FOKAB,
dan LSM untuk membantu menangani permasalahan eksploitasi anak oleh
orang tua.
Upaya tersebut belum mencapai hasil yang optimal, karena Pemerintah
Kota Bandung belum mempunyai instrumen kebijakan berupa Perda Kota
Bandung yang mengatur secara khusus mengenai perlindungan anak sesuai
kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
3. Solusi terhadap permasalahan eksploitasi anak oleh orang tua yang
terjadi di Kota Bandung
Kehidupan didalam masyarakat akan selalu terdapat hubungan atau
interaksi sosial. Dalam hubungan tersebut, ada suatu aturan sebagai pedoman
yang dipatuhi/ditaati yang mengatur hubungan atau pergaulan unsur-unsur sosial
yang ada dalam struktur masyarakat dengan bertujuan untuk mencapai kedamaian
hidup antar pribadi, yang meliputi ketertiban, keserasian dan ketentraman hidup.
Warga masyarakat tidak akan mungkin hidup teratur tanpa hukum, karena norma-
norma berfungsi untuk memenuhi kebutuhan manusia akan keteraturan dan
ketentraman secara tuntas.
Solusi merupakan pemecahan/penyelesaian atas permasalahan suatu
permasalahan. Setiap kelompok dalam satu organisasi, dimana didalamnya terjadi
140
interaksi antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya
permasalahan sehingga harus ada solusi untuk permasalahan tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh Penulis dengan Pemerintah
Kota Bandung, yang menjadi solusi terhadap permasalahan eksploitasi anak oleh
orang tua di Kota Bandung adalah dengan mengoptimalkan upaya-upaya dan
program-program Pemerintah Kota Bandung yang telah ada dan keterlibatan
semua pihak untuk mendukung terselenggarakannya perlindungan anak.
Keterlibatan semua pihak untuk mengatasi permasalahan eksploitasi anak oleh tua
adalah sebagai wujud dari implementasi Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun
2006 tentang Perlindungan Anak di Kota Bandung.
Hasil wawancara dengan Lembaga yang peduli terhadap permasalahan
anak, sebagai solusi permasalahan eksploitasi anak oleh orang tua yaitu
keterlibatan Lembaga Save the Children dan LPA Jawa Barat yang turut serta
dalam menanggulangi permasalahan eksploitasi anak oleh orang tua. Hal tersebut
terlihat dengan upaya yang dilakukan LPA Jawa Barat berupa sosialisasi lewat
media cetak dan elektronik serta penanganan langsung ke lokasi korban anak yang
dieksploitasi oleh orangtuanya. Selain itu, solusi menurut LPA Jawa Barat adalah
koordinasi dengan Pemerintah Kota Bandung dan pihak-pihak terkait untuk
mengatasi permasalahan eksploitasi anak oleh orang tua.
Selain itu, program EXCEED (Eliminate Exploitive Child Labour
through Education and Economics Development) oleh Save the Children
merupakan upaya menggulangi permasalahan eksploitasi anak di Kota Bandung.
Program tersebut dimaksud menarik anak yang bekerja di jalanan, memperkuat
141
implementasi kebijakan dan penguatan lembaga dan meningkatkan kesadaran
masyarakat terhadap dampak buruk pengeksploitasian anak
Menurut FOKAB dan Lingkar Perlindungan Anak Kota Bandung, solusi
untuk mengatasi permasalahan eksploitasi anak yaitu dengan mensosialisasikan
mengenai hak-hak anak dan mengirimkan bantuan sosial. Selain itu solusi lainnya
yang dikemukakan Lingkar Perlindungan Anak Kota Bandung, diantaranya:
seluruh aparatur perangkat Pemerintahan Kota sampai ke tingkat RT memahami
perundangan, peraturan dan kebijakan nasional dan daerah yang berkaitan dengan
perlindungan anak dan melakukan kampanye (komunikasi, informasi, dan
edukasi) secara berkala dan berkelanjutan untuk perubahan sikap penyedia
layanan publik dan masyarakat guna menghilangkan pandangan yang salah
(stigmatisasi) yang mengarah kepada perlakuan salah dan diskriminatif terhadap
anak-anak yang menjadi korban tindak kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi,
dan penelantaran.
Dapat disimpulkan berbagai solusi yang dapat dilakukan oleh Pemerintah,
lembaga terkait masalah anak, sera peran dari masyarakat agar menjadi solusi
untuk permasalahan eksploitasi anak oleh orang tua dapat ditanggulangi. Selain
itu, menurut pengamatan Penulis yang menjadi solusi terhadap eksploitasi anak
oleh orang tua adalah dengan melakukan pendekatan kepada orang tua anak yang
mengeksploitasi. Pendekatan tersebut berupa arahan dan dapat dilakukan pula
dengan memberikan para orang tua keterampilan, sehingga dengan kemampuan
yang diarahkan oleh Pemerintah Kota Bandung orang tua dapat membuat lahan
pekerjaan sendiri sehingga tidak akan mengeksploitasi anaknya.
142
Senada dengan Pasal 29 Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006
tentang Perlindungan Anak yang menekankan kepada Pemerintah Daerah,
masyarakat, keluarga, dan orang tua mempunyai kewajiban dan tanggung jawab
terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Penyelenggaraan perlindungan
anak tidak hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota Bandung, namun
peran dari masyarakat, keluarga, dan orang tua juga berkewajiban untuk
melindungi dan memenuhi hak-hak akan seperti yang disebutkan pada pasal 2
Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak
mengenai hak-hak anak.
Peranan dari lembaga-lembaga yang terkait dengan perlindungan anak dan
masyarakat di Kota Bandung merupakan wujud implementasi dari pasal 29 Perda
Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak. Selain itu
pasal 10 ayat (1) Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Anak juga menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah, LSM/Orsos dan
masyarakat berkewajiban memberi perlindungan terhadap anak terlantar sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Anak terlantar dimaksud adalah anak
jalanan. Peranan dari masyarakat sangat penting demi terimplementasikannya
Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak terutama
sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan eksploitasi anak.
Selain itu pada pasal 18 ayat (1, 2, dan 3) Perda Provinsi Jawa Barat No. 5
Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak juga menegaskan perlindungan khusus
bagi anak yang dieksploitasi secara ekonomi merupakan kewajiban dan tanggung
jawab Pemerintah Daerah, orang tua, keluarga dan masyarakat. Perlindungan
143
khusus bagi anak yang dieksploitasi diantaranya dilakukan melalui:
penyebarluasan atau sosialisasi peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan perlindungan anak; pemantauan, pelaporan dan pemberian sanksi; dan
pelibatan berbagai instansi Pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, LSM dan
masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak. Setiap orang dan/atau
pihak manapun dilarang melakukan eksploitasi ekonomi dan/atau seksual
terhadap anak.
Anak yang dieksploitasi oleh orangtuanya memerlukan perlindungan yang
khusus, kewajiban bagi Pemerintah Kota Bandung, keluarga, orang tua juga
masyarakat di Kota Bandung untuk melindungi mereka dari tindakan eksploitasi
oleh orang tuanya. Sudah sangat jelas eksploitasi anak secara ekonomi merupakan
tindakan yang dilarang dalam UU. Upaya yang dilakukan Pemerintah Kota
Bandung sudah tepat, karena hal tersebut sesuai dengan amanah yang ada dalam
Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak.
Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak
sebagaimana disebutkan merupakan sarana Community Civic. Di Kota Bandung
masyarakat telah memberikan kontribusi yang baik dalam mengimplementasikan
Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak sebagai
sarana Community Civic. Seperti yang dilakukan oleh Lingkar Perlindungan Anak
Kota Bandung yang merupakan gabungan orang-orang atau LSM-LSM di Kota
Bandung yang ikut berpartisipasi dalam mengatasi permasalahan eksploitasi anak
oleh orang tua. Tidak hanya dituangkan berupa aspirasi atau pendapat saja, namun
mereka melakukan kontribusi dengan melakukan kegiatan-kegiatan sebagai
144
perwujudan selaku Community Civic yang sadar sebagai warga negara yang ikut
berpartisipasi aktif dan penuh tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat,
terutama dalam menangani permasalahan eksploitasi anak oleh orang tua di Kota
Bandung.
Kontribusi dari Lingkar Perlindungan Anak Kota Bandung, Save the
Children, FOKAB, dan Lembaga Perlindungan Anak Jawa Barat merupakan
perwujudan dari kualitas pribadi yang ditandai oleh keimanan dan ketakwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penghormatan terhadap HAM, perwujudan
negara hukum, partisipasi warga negara yang luas dalam pengambilan kebijakan
publik dalam berbagai tingkatan, dan pelaksanaan paradigma baru pendidikan
kewarganegaraan untuk mengembangkan warga negara Indonesia yang cerdas dan
baik.
Berdasarkan analisis Penulis tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
solusi permasalahan eksploitasi anak oleh orang tua yang terjadi di Kota Bandung
sudah tepat dan sesuai amanah dalam Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun
2006 tentang Perlindungan Anak, hal tersebut dapat dilihat dari data yang
diperoleh Penulis, solusi untuk mengatasi permasalahan eksploitasi anak di Kota
Bandung, diantaranya:
a. Mengoptimalkan upaya-upaya dan program-program Pemerintah Kota
Bandung untuk menanggulangi permasalahan eksploitasi anak oleh orang tua;
b. Keterlibatan semua pihak untuk mengatasi permasalahan eksploitasi anak oleh
tua, meliputi orang tua, keluarga, masyarakat, serta Lembaga-lembaga terkait
permasalahan anak;
145
c. Sosialisasi lewat media cetak dan elektronik mengenai eksploitasi anak serta
penanganan langsung ke lokasi korban anak yang dieksploitasi oleh orang
tuanya;
d. Koordinasi antara Pemerintah Kota Bandung dengan pihak-pihak terkait untuk
mengatasi permasalahan eksploitasi anak oleh orang tua;
e. Program EXCEED (Eliminate Exploitive Child Labour through Education
and Economics Development) diantaranya: menarik anak yang bekerja di
jalanan, memperkuat implementasi kebijakan dan penguatan lembaga dan
meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap dampak buruk pengeksploitasian
anak;
f. Mensosialisasikan tidak hanya kepada orang dewasa namun pemahaman juga
harus dilakukan kepada anak-anak agar mereka tahu bagaimana hak-hak yang
seharusnya didapatkan seorang anak;
g. Seluruh aparatur perangkat Pemerintahan Kota sampai ke tingkat RT harus
memahami perundangan, peraturan dan kebijakan nasional dan daerah yang
berkaitan dengan perlindungan anak sehingga eksploitasi anak dapat
ditanggulangi semua pihak; dan
h. Sebaiknya Pemerintah Kota Bandung memberi keterampilan/kursus (seperti
menjahit/berdagang) kepada orang tua yang mengeksploitasi anaknya,
sehingga dengan bekal keterampilan tersebut mereka dapat mempunyai
pekerjaan sendiri dan tidak akan mengeksploitasi anak-anaknya. Tentunya hal
ini memerlukan anggaran yang cukup, baik untuk modal usaha maupun untuk
146
memberikan kursus keterampilan. Namun demikian, hal ini merupakan salah
satu solusi efektif dalam mengatasi eksploitasi anak oleh orang tua.
Selain itu, solusi-solusi tersebut sudah sesuai dengan peranan Perda
Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak sebagai sarana
bagi Community Civic, yang sadar sebagai warga negara yang ikut berpartisipasi
aktif dan penuh tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat terutama dalam
menangani permasalahan eksploitasi anak oleh orang tua di Kota Bandung.