bab iv hasil penelitian dan pembahasan -...

31
60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi Responden Penelitian Di dalam penelitian ini terdapat dua kategori responden yaitu 42 orang perawat dan 42 orang pasien yang sedang mendapatkan terapi Intravena. Penelitian dilakukan di tiga ruangan yaitu Ruang Anggrek, Ruang HCU dan Ruang Cempaka. Demografi responden penelitian perawat dijabarkan menurut umur, jenis kelamin, tingkat pengetahuan, dan lama bekerja. Demografi responden penelitian pasien dijabarkan menurut umur, jenis kelamin, pekerjaan, diagnosa medis, jenis terapi intravena, waktu dan lama pemasangan terapi intravena, serta letak pemasangan terapi intravena. 4.1.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Ruangan/Bangsal Distribusi frekuensi karakteristik pasien dan perawat di Ruang Anggrek, HCU (High Care Unit), dan Ruang Cempaka Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang dapat dilihat pada table berikut. Tabel 4.1 Tabel Distribusi Frekuensi Karakteristik Ruangan No Karakteristik Ruang Anggrek HCU Cempaka 1. Jumlah tempat tidur 38 TT 6 TT 46 TT 2. Jumlah tempat tidur yang terpakai 36 TT 6 TT 41 TT 3. Jumlah tempat tidur 2 TT - 5 TT

Upload: hanhu

Post on 18-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Demografi Responden Penelitian

Di dalam penelitian ini terdapat dua kategori responden

yaitu 42 orang perawat dan 42 orang pasien yang sedang

mendapatkan terapi Intravena. Penelitian dilakukan di tiga

ruangan yaitu Ruang Anggrek, Ruang HCU dan Ruang

Cempaka. Demografi responden penelitian perawat

dijabarkan menurut umur, jenis kelamin, tingkat pengetahuan,

dan lama bekerja. Demografi responden penelitian pasien

dijabarkan menurut umur, jenis kelamin, pekerjaan, diagnosa

medis, jenis terapi intravena, waktu dan lama pemasangan

terapi intravena, serta letak pemasangan terapi intravena.

4.1.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Ruangan/Bangsal

Distribusi frekuensi karakteristik pasien dan perawat di

Ruang Anggrek, HCU (High Care Unit), dan Ruang

Cempaka Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang

dapat dilihat pada table berikut.

Tabel 4.1 Tabel Distribusi Frekuensi Karakteristik Ruangan

No Karakteristik Ruang

Anggrek HCU Cempaka

1. Jumlah tempat tidur 38 TT 6 TT 46 TT

2. Jumlah tempat tidur

yang terpakai

36 TT 6 TT 41 TT

3. Jumlah tempat tidur 2 TT - 5 TT

Page 2: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

61

yang tidak terpakai

4. Jumlah pasien

yang terpasang

terapi Intravena

34 orang 6

orang

38 orang

5. Jumlah pasien

yang terpasang

terapi intravena

yang masuk ke

dalam kriteria

sampel

16 orang 6

orang

20 orang

6. Jumlah pasien

yang terpasang

terapi intravena

yang tidak masuk

kriteria sampel

18 orang - 18 orang

7. Jumlah pasien

yang tidak

terpasang terapi

intravena

2 orang - 3 orang

Berdasarkan tabel 4.1, dapat dilihat di ruang Anggrek

yang masuk ke dalam kriteria sampel penelitian sebanyak

16 orang, di ruang HCU yang terpasang infus sebanyak 6

orang, dan semua responden masuk kedalam kriteria

sampel, dan di ruang Cempaka yang masuk ke dalam

kriteria sampel penelitian sebanyak 20 orang, sehingga

jumlah sampel pasien sebanyak 42 orang.

Page 3: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

62

4.1.2. Distribusi Frekuensi Responden Perawat Menurut Umur

Tabel 4.2 Tabel Distribusi Frekuensi Responden Perawat

Menurut Umur

No Umur Frekuensi Persentase

1. 25 – 40 tahun 38 90.5 %

2. 41 – 55 tahun 4 9.5 %

Jumlah 42 100 %

Berdasarkan tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa

mayoritas responden perawat adalah berumur antara 25-

40 tahun yaitu sebanyak 38 orang (90,5%) dan responden

yang berumur 41-55 tahun sebanyak 4 orang (9,5%).

4.1.3. Distribusi Frekuensi Responden Perawat Menurut Jenis Kelamin

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Perawat Menurut

Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

1. Laki-laki 9 21.4 %

2. Perempuan 33 78.6 %

Jumlah 42 100 %

Berdasarkan tabel 4.3 diatas, dari 42 responden

perawat, responden yang paling banyak adalah berjenis

kelamin perempuan yaitu sebanyak 33 orang (78,6%) dan

responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 9

orang (21.4%).

Page 4: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

63

4.1.4. Distribusi Frekuensi Responden Perawat Menurut Tingkat Pendidikan

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Perawat Menurut

Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase

1. D3 35 83.3 %

2. Sarjana 7 16.7 %

Jumlah 42 100 %

Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat dari 42

responden perawat, tingkat pendidikan terbanyak adalah

lulusan D3 yaitu sebanyak 35 orang (83,3%) dan Sarjana

sebanyak 7 orang (16,7%).

4.1.5. Distribusi Frekuensi Responden Perawat Menurut Lama Bekerja

Tabel 4.5 Tabel Distribusi Frekuensi Responden Perawat

Menurut Lama Bekerja

No Lama bekerja Frekuensi Persentase

1. < 5 tahun 15 35.7 %

2. > 5 tahun 27 64.3 %

Jumlah 42 100 %

Berdasarkan Tabel 4.5 diatas dapat dilihat lama

bekerja responden perawat terbanyak adalah lebih dari 5

tahun sebanyak 27 orang (64,3%) dan responden perawat

yang bekerja kurang dari 5 tahun sebanyak 15 orang

(35,7%).

Page 5: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

64

4.1.6. Distribusi Frekuensi Responden Pasien Menurut Umur

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Pasien Menurut

Umur

No Umur Frekuensi Persentase

1. 20 – 40 thn 18 42.9 %

2. 41 – 60 thn 13 31.0 %

3. > 60 thn 11 26.2 %

Jumlah 42 100 %

Berdasarkan tabel 4.6 diatas dapat dilihat dari 42

responden, responden pasien dengan umur 20 sampai 40

tahun sebanyak 18 orang (42,9%), reponden pasien

dengan umur 41 sampai 60 tahun sebanyak 13 orang

(31,0%), dan responden pasien yang berumur lebih dari

60 tahun sebanyak 11 orang (26,2%).

4.1.7. Distribusi Frekuensi Responden Pasien Menurut Jenis Kelamin

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Pasien Menurut

Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

1. Laki-laki 17 40.5 %

2. Perempuan 25 59.5 %

Jumlah 42 100 %

Berdasarkan Tabel 4.7 diatas dapat dilihat dari 42

responden pasien sebanyak 25 orang berjenis kelamin

perempuan (59,5%), dan responden yang berjenis kelamin

laki-laki sebanyak 17 orang (40,5%).

Page 6: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

65

4.1.8. Distribusi Frekuensi Responden Pasien Menurut Pekerjaan

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Responden Pasien Menurut

Pekerjaan

No Pekerjaan Frekuensi Persentase

1. Tidak Memiliki

Pekerjaan 8 19.0 %

2. Ibu Rumah Tangga 8 19.0 %

3. Mahasiswa 4 9.5 %

4. Pensiunan 4 9.5 %

5. Swasta 13 31.0 %

6. Wiraswasta 5 11.9 %

Jumlah 42 100 %

Berdasarkan tabel 4.8 diatas dapat dilihat dari 42

responden pasien, 8 orang tidak memiliki pekerjaan

(19,0%), 8 orang ibu rumah tangga (19,0%), 4 orang

mahasiswa (9,5%), 4 orang pensiunan (9,5%), 13 orang

sebagai pekerja swasta (31,0%), dan 5 orang bekerja

wiraswasta (11,9%).

4.1.9. Distribusi Frekuensi Responden Pasien Menurut Diagnosa Medis

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Responden Pasien Menurut

Diagnosa Medis

No Diagnosa Medis Frekuensi Persentase

1. AMI (Acute Myocardial

Infarction) 2 4.8 %

Page 7: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

66

2. Demam Tipoid 1 2.4 %

3. DHF (Dengue

Haemoragic Fever) 3 7.1 %

4. Diare 2 4.8 %

5. Dispepsia 1 2.4 %

6. DM (Diabetes

Mellitus) 3 7.1 %

7. Febris 8 19.0 %

8. Gastritis 2 4.8 %

9. Hipertensi 5 11.9 %

10. Kanker Ovarium 1 2.4 %

11. Kolik Renal 1 2.4 %

12. Odonektomi 1 2.4 %

13. Pneumonia 1 2.4 %

14. Post Op. Laparatomi 1 2.4 %

15. SH (Stroke

Haemoragic) 1 2.4 %

16. SNH (Stroke Non

Haemoragic) 8 19.0 %

17. Tumor 1 2.4 %

Jumlah 42 100 %

Berdasarkan tabel 4.9 diatas dapat dilihat dari 42

responden, jumlah responden dengan diagnosa medis

terbanyak adalah Febris yaitu 8 orang responden (19,0%),

8 orang responden (19,0%) dengan diagnosa Stroke Non

Haemoragic, dan 5 orang responden (11,9%) dengan

diagnosa Hipertensi.

Page 8: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

67

4.1.10. Distribusi Frekuensi Responden Pasien Menurut Jenis Terapi Intravena

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Responden Pasien Menurut

Jenis Terapi Intravena

No Jenis Terapi IV Frekuensi Persentase

1. Asering 1 2.4 %

2. DW 10% /(Dextrosa In

Water)10% 2 4.8 %

3. DW 5% /(Dextrosa In

Water)5% 2 4.8 %

4. NaCl 0,9%(Natrium

Clorida) 2 4.8 %

5. RL (Ringer lactated) 30 71.4 %

6. RS (Ringer Solution) 5 11.9 %

Jumlah 42 100 %

Berdasarkan tabel 4.10 diatas dapat dilihat jenis terapi

yang paling banyak diberikan kepada responden pasien

adalah cairan RL/Ringer Lactated sebanyak 30 orang

(71,4%), cairan Asering sebanyak 1 orang (2,4%), cairan

Dextrosa 10% sebanyak 2 orang (4,8%), cairan Dextrosa

5% sebanyak 2 orang (4,8%), cairan NaCl sebanyak 2

orang (4,8%), dan cairan RS sebanyak 5 orang (11,9%).

Page 9: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

68

4.1.11. Distribusi Frekuensi Responden Pasien Menurut Waktu Dan Lama Pemasangan Terapi Intravena

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Responden Pasien Menurut

Waktu Dan Lama Pemasangan

No Karakteristik Frekuensi Persentase

1. Waktu Pemasangan

a. 1 Desember 2011 23 54.8 %

b. 2 Desember 2011 15 35.7 %

c. 3 Desember 2011 4 9.5 %

Jumlah 42 100 %

2. Lama Pemasangan

a. 1 hari 4 9.5 %

b. 2 hari 15 35.7 %

c. 3 hari 23 54.8 %

Jumlah 42 100 %

Berdasarkan tabel 4.11 diatas dapat dilihat dari 42

responden pasien, ketika dilakukan observasi pada

tanggal 3 Desember 2011, responden dengan tanggal

pemasangan 1 Desember 2011 dengan lama

pemasangan 3 hari sebanyak 23 orang (54,8%),

responden dengan tanggal pemasangan 2 Desember

2011 dengan lama pemasangan 2 hari sebanyak 15 orang

(35,7%), responden dengan tanggal pemasangan 3

Desember 2011 dengan lama pemasangan 1 hari

sebanyak 4 orang (9,5%).

Page 10: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

69

4.1.12. Distribusi Frekuensi Responden Pasien Menurut Letak Pemasangan

Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Responden Pasien Menurut

Letak Pemasangan

No Letak Pemasangan Frekuensi Persentase

1. Vena punggung

tangan kiri (vena

Metakarpal /dorsalis

sinistra)

16 38.1 %

2. Vena punggung

tangan kanan (vena

metakarpal/dorsalis

dekstra)

12 28.6 %

3. Vena lengan tangan

kiri (vena radialis

sinistra)

11 26.2 %

4. Vena lengan tangan

kanan (vena radialis

dekstra)

2 4.8 %

5. Vena punggung kaki

kiri (vena dorsalis

pedis)

1 2.4 %

Jumlah 42 100 %

Berdasarkan tabel 4.12 diatas dapat dilihat dari 42

responden pasien, letak pemasangan terapi intravena di

vena punggung tangan kiri sebanyak 16 orang (38,1%),

letak pemasangan terapi intravena di vena punggung

tangan kanan sebanyak 12 orang (28,6%), letak

pemasangan terapi intravena di vena lengan kiri sebanyak

11 orang (26,2%), letak pemasangan terapi intravena di

Page 11: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

70

vena lengan tangan kanan sebanyak 2 orang (4,8%), letak

pemasangan terapi intravena di vena punggung kaki kiri

sebanyak 1 orang (2,4%).

4.1.13. Pengetahuan Perawat Tentang Terapi Intravena

Tabel 4.13 Pengetahuan Perawat Tentang Terapi Intravena

No Kategori Frekuensi Persentase

1. Rendah 7 16.7 %

2. Tinggi 35 83.3 %

Jumlah 42 100 %

Berdasarkan tabel 4.13, dapat dilihat bahwa

mayoritas responden penelitian secara umum memiliki

pengetahuan yang tinggi dengan persentase 83,3%

atau sebanyak 35 orang, sedangkan hanya 7 orang

(16,7%) yang masuk kedalam kategori memiliki

pengetahuan rendah.

4.1.14. Angka Kejadian Flebitis

Tabel 4.14 Angka Kejadian Flebitis

No Kategori Frekuensi Persentase

1. Rendah 40 95.2 %

2. Tinggi 2 4.8 %

Jumlah 42 100 %

Berdasarkan tabel 4.14, dapat dilihat bahwa angka

kejadian flebitis di Rumah Sakit rendah dengan

persentase 95,2 %.

Page 12: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

71

4.1.15. Analisa Hubungan Antara Pengetahuan Perawat Tentang Pemasangan Terapi Intravena Dengan Angka Kejadian Flebitis 4.1.15.1. Uji Chi-Square

Setelah seluruh data terkumpul, kemudian peneliti

melakukan pengolahan data dengan menggunakan uji

Chi-Square dengan bantuan program SPSS. Hasil

pengolahan data secara statistik diperoleh hasil

sebagai berikut: Tabel 4.15

Crosstabulation Pengetahuan Perawat dan Angka Kejadian Flebitis

Angka Kejadian

Flebitis

Total Rendah Tinggi

Tingkat

Pengetahuan

Perawat

Tentang

Terapi

Intravena

Rendah Count 6 1 7

Expected

Count 6.7 0.3 7.0

Tinggi Count 34 1 35

Expected

Count 33.3 1.7 35.0

Total Count 40 2 42

Expected

Count 40.0 2.0 42.0

Tabel 2x2 diatas tidak layak untuk diuji dengan

Chi-Square karena terdapat sel yang nilai expected-

nya kurang dari 5 jumlah sel yaitu 0,3 dan 1,7. Oleh

karena itu, uji yang dipakai adalah uji alternatifnya

yaitu uji Fisher.

Page 13: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

72

4.1.15.2. Analisa Uji Fisher

Tabel 4.16 Chi-Square Tests

Value df

Asymp.

Sig. (2-

sided) Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Pearson Chi-Square 1.680a 1 0.195

Continuity Correctionb 0.105 1 0.746

Likelihood Ratio 1.258 1 0.262

Fisher's Exact Test 0.309 0.309

N of Valid Casesb 42

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The

minimum expected count is 0.33.

b. Computed only for a

2x2table

Hasil dari table 4.16 diatas menunjukkan hasil uji

Fisher. Nilai Significancy adalah 0,309 untuk 2-sided

(two tail) dan 0,309 untuk 1-sided (one tail). Karena

nilai p > 0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa

H0 diterima. Kesimpulan tidak ada hubungan antara

pengetahuan perawat tentang terapi intravena dengan

angka kejadian flebitis.

Page 14: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

73

4.2. Pelaksanaan Penelitian 4.2.1. Perijinan

Untuk melakukan sebuah penelitian yang menjadi

syarat utama adalah mendapatkan ijin dari pihak yang

terkait, dalam hal ini adalah Rumah Sakit Panti Wilasa

Citarum Semarang. Peneliti meminta surat perijinan

untuk melakukan penelitian dari Dekan Fakultas Ilmu

Kesehatan UKSW yang ditujukan kepada Direktur

Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang. Peneliti

mengirimkan surat tersebut pada tanggal 22

November 2011 dengan lampiran proposal penelitian

dan instrumen penelitian ke bagian Diklat Rumah Sakit

untuk kemudian diteruskan ke Direktur Rumah Sakit

Panti Wilasa Citarum Semarang. Peneliti mendapatkan

informasi perijinan pada tanggal 2 Desember 2011

melalui telepon dan kemudian disusulkan dengan surat

ijin penelitian.

4.2.2. Pengumpulan Data

Peneliti melakukan dua kegiatan dalam penelitian

ini, yaitu penyebaran angket untuk responden perawat

dan melakukan observasi pada pada klien yang

terpasang terapi intravena. Peneliti melaksanakan

penyebaran angket di Rumah Sakit Panti Wilasa

Citarum Semarang pada tanggal 2 sampai 9

Desember 2011. Peneliti melakukan penyebaran

angket dilakukan sendiri oleh peneliti di ruang rawat

inap/bangsal yaitu bangsal Anggrek, HCU, dan

Cempaka. Kegiatan observasi dilakukan pada tanggal

3 Desember 2011 di 3 ruangan tersebut.

Page 15: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

74

Angket pengetahuan perawat tentang terapi

intravena dikerjakan sendiri oleh perawat yang telah

dipilih oleh peneliti. Peneliti menyebarkan angket

sebanyak 42 buah yang terbagi dalam 3 ruangan atau

masing-masing ruangan 14 buah dan angket tersebut

kembali diterima semua oleh peneliti dengan lengkap

sebanyak 42 buah. Peneliti dapat menerima semua

angket kembali karena peneliti menunggu responden

penelitian mengisi angket hingga angket tersebut

kembali dan semua angket dapat diolah. Selama 8 hari

responden penelitian yang mengisi angket di tiga

ruangan tersebut adalah 42 orang sehingga jumlah

tersebut sudah memenuhi jumlah sampel penelitian.

Kegiatan observasi dilakukan pada tanggal 3

Desember 2011 di tiga ruangan yaitu ruang Anggrek,

HCU, dan Cempaka selama 1 hari. Peneliti

menggunakan Lembar Observasi Angka Kejadian

Flebitis yang diisi sendiri oleh peneliti. Peneliti

melakukan pengamatan langsung kepada klien yang

terpasang infus di tiga ruangan tersebut.

Page 16: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

75

4.3. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, maka

pada bagian ini akan dibahas lebih lanjut hasil penelitian yang

diperoleh.

4.3.1. Demografi Responden Perawat Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa

mayoritas responden perawat adalah berumur antara

25-40 tahun yaitu sebanyak 38 orang (90,5%). Secara

fisiologis pertumbuhan dan perkembangan seseorang

dapat digambarkan dengan pertambahan umur.

Dengan peningkatan umur diharapkan terjadi

pertumbuhan kemampuan motorik sesuai dengan

tumbuh kembangnya, yang identik dengan idealisme

tinggi, semangat tinggi dan tenaga yang prima

(Sastrohadiwiryo, 2002). Kemampuan berpikir kritis

pun meningkat secara teratur selama usia dewasa

(Perry & Potter, 2009).

Menurut Hurlock (1980), umur 25-40 tahun masuk

dalam masa dewasa dini dimana pada masa ini orang

akan memusatkan harapan-harapannya untuk

mendapatkan pekerjaan, memilih teman hidup,

membentuk keluarga, dan bersosialisasi. Pada masa

ini orang akan berpacu dan bersaing dengan orang

lain atau rekan kerjanya agar lebih produktif dalam

bekerja. Orang akan menggunakan kemampuan

motorik yang masih baik dalam belajar menguasai

ketrampilan-ketrampilan motorik baru, dan

menggunakan kemampuan mental seperti mengingat

hal-hal yang dulu pernah dipelajari, penalaran

analogis, dan berpikir kreatif serta didukung dengan

kemampuan fisik/tenaga yang masih efisien agar

Page 17: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

76

mampu bersaing dengan lingkungannya. Menurut

Perry& Potter (2009), pengalaman pendidikan formal

dan informal, pengalaman hidup, dan kesempatan

untuk bekerja dapat meningkatkan konsep diri,

kemampuan menyelesaikan masalah, dan ketrampilan

motorik individu.

Usia perawat yang diperoleh peneliti di Rumah

Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang banyak berkisar

di masa dewasa muda, sehingga masih banyak

perawat yang berpacu dan bersaing dengan

menggunakan kemampuan motorik, kemampuan

mental, penalaran analogis, berpikir kreatif, dan

didukung dengan fisik/tenaga yang prima sehingga

mampu memberikan pelayanan kesehatan yang

maksimal khususnya dalam memberikan asuhan

keperawatan.

Responden penelitian perawat yang paling banyak

adalah berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 33

orang (78,6%) dan responden yang berjenis kelamin

laki-laki sebanyak 9 orang (21.4%). Menurut

Manajemen Keperawatan Rumah Sakit tidak ada

batas yang pasti dan ideal untuk perbandingan antara

perawat laki-laki dan perempuan. Namun dalam terkait

dengan pengaturan jadwal dinas, dianjurkan dalam

satu shift ada perawat laki-laki dan perempuan,

sehingga apabila melakukan tindakan yang bersifat

privacy bisa dilakukan oleh perawat yang sama jenis

kelaminnya misalnya personal higiyene, eliminasi,

perekaman EKG, pemasanga asesoris bed side

monitor, dll (Kusumapraja, 2002).

Page 18: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

77

Berdasarkan tabel 4.4 responden perawat dengan

tingkat pendidikan terbanyak adalah lulusan D3 yaitu

sebanyak 35 orang (83,3%) dan Sarjana sebanyak 7

orang (16,7%). Menurut U.S Departement of Labor

(2005), lulusan sarjana muda dan diploma atau yang

setingkat merupakan sumber daya yang tumbuh paling

signifikan dalam dunia kerja (Perry & Potter, 2009).

Terdapat empat jenjang pendidikan keperawatan yaitu

pendidikan D3 yang menghasilkan perawat vokasional,

pendidikan Ners dimana menghasilkan Sarjana

Keperawatan dan Perawat Profesional (Ners ”First,

Profesional Degree ), pendidikan Ners Spesialis yang

menghasilkan perawat ilmuwan (Magister) dan

profesional (Ners Spesialis, ”Second Profesional

Degree), dan pendidikan S3 Keperawatan yang

menghasilkan perawat ilmuwan (Nursalam, 2011).

Perawat profesional adalah perawat yang memiliki

kriteria lulusan pendidikan tinggi keperawatan,

mentaati kode etik, mampu berkomunikasi dengan

pasien dan keluarga, serta mampu memanfaatkan

sarana kesehatan yang tersedia secara berdaya guna

dan berhasil guna, mampu berperan sebagai agen

pembaharu dan mengembangkan ilmu serta teknologi

keperawatan (Nursalam, 2002).

Hasil penelitian yang diperoleh, lama bekerja

responden perawat terbanyak adalah lebih dari 5

tahun sebanyak 27 orang (64,3%) dan responden

perawat yang bekerja kurang dari 5 tahun sebanyak 15

orang (35,7%). Semakin lama perawat bekerja

semakin banyak kasus yang ditanganinya sehingga

semakin meningkat pengalamannya, sebaliknya

Page 19: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

78

semakin singkat orang bekerja maka semakin sedikit

kasus yang ditanganinya. Pengalaman bekerja banyak

memberikan keahlian dan ketrampilan kerja

(Sastrohadiwiryo, 2002). Dengan waktu selama itu

pengetahuan perawat dan ketrampilannya terus diasah

dengan bervariasinya kasus yang ditangani.

Dari hasil demografi responden perawat dapat

disimpulkan bahwa usia perawat di Rumah Sakit Panti

Wilasa Citarum Semarang mayoritas di masa dewasa

muda, sehingga perawat yang bekerja di Rumah Sakit

ini masih saling berpacu dan bersaing memberikan

pelayanan kesehatan yang maksimal khususnya

dalam memberikan asuhan keperawatan. Perawat di

Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang hampir

semua sudah bekerja lebih dari 5 tahun, sehingga

sudah banyak pengalaman, ketrampilan, pengetahuan,

dan kasus yang ditanganinya sehingga semakin

meningkat pengalamannya.

4.3.2. Pengetahuan Perawat Tentang Terapi Intravena

Berdasarkan tabel 4.13, dapat dilihat bahwa

mayoritas responden penelitian secara umum memiliki

pengetahuan yang tinggi dengan persentase 83,3%

atau sebanyak 35 orang, sedangkan hanya 7 orang

(16,7%) yang masuk kedalam kategori memiliki

pengetahuan rendah.

Didalam melakukan asuhan keperawatan terapi

intravena, perawat dituntut untuk mengetahui,

memahami, mengaplikasikan, menganalisis, dan

mengevaluasi dari setiap tahap-tahap tindakan terapi

Page 20: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

79

intravena. Pengetahuan perawat tentang terapi

intravena lebih dari 80% masuk kedalam kategori

tinggi. Perawat di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum

Semarang sudah mampu untuk memahami atau dapat

menjelaskan secara benar tentang tujuan pemberian

terapi intravena, memahami pemilihan akses dan cara

pemberian terapi intravena, memahami jenis cairan

yang akan digunakan, memahami dan mengaplikasi

standart operasional prosedur tindakan terapi

intravena sesuai dengan standart yang berlaku di

rumah sakit, serta mampu mengevaluasi, menganalisis

dan mengidentifikasi komplikasi terapi intravena.

Jika dilihat dari usia perawat, mayoritas di usia

dewasa muda (25-40 tahun), sehingga dari

kemampuan untuk memahami, mengingat, dan

bekerja sesuai dengan prosedur yang ada masih

mampu dilakukan oleh perawat di Rumah Sakit Panti

Wilasa Citarum Semarang.

Menurut Perry& Potter (2009), Kemampuan

seorang perawat dalam berfikir kritis dalam melakukan

asuhan keperawatan akan terus meningkat secara

teratur selama usia dewasa dengan banyaknya kasus

dan pengalaman yang diperoleh selama perawat

bekerja. Pengalaman perawat yang didapat dari

pendidikan formal dan informal, pengalaman hidup,

dan kesempatan untuk bekerja di Rumah Sakit,

komunitas, maupun di tempat kerja yang lain dapat

meningkatkan konsep diri, kemampuan menyelesaikan

masalah, dan ketrampilan motorik perawat tersebut.

Tenaga perawat di Rumah Sakit ini mayoritas

adalah lulusan D3 yang dikategorikan sebagai perawat

Page 21: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

80

vokasional, dan tenaga perawat sarjana hanya

beberapa ditiap ruangan, sehingga perawat sudah

memiliki dasar pendidikan yang kuat untuk menjadi

perawat yang profesional. Menurut U.S Departement

of Labor (2005), lulusan sarjana muda dan diploma

atau yang setingkat merupakan sumber daya yang

tumbuh paling signifikan dalam dunia kerja (Perry &

Potter, 2009). Dengan ditambah hampir semua

perawat di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum

Semarang sudah bekerja lebih dari 5 tahun, sehingga

sudah banyak pengalaman, ketrampilan, pengetahuan,

dan kasus yang ditanganinya sehingga semakin

meningkat pengalamannya khususnya dalam

melakukan asuhan keperawatan terapi intravena.

Page 22: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

81

4.3.3. Angka Kejadian Flebitis Berdasarkan tabel 4.14, dapat dilihat bahwa angka

kejadian flebitis di Rumah Sakit rendah yaitu hanya

terdapat dua kejadian flebitis.

Jika dihitung menggunakan rumus :

Persen Flebitis = Angka Kejadian x 100

Total pasien yang terpasang IV

Maka didapatkan hasil infeksi flebitis sebesar

4,76%. Sementara data yang didapatkan peneliti saat

studi pendahuluan bahwa selama tahun 2010 sampai

2011 telah tercatat infeksi flebitis sebanyak 7,56%

(Diklat RSPW Citarum Semarang, 2011). Menurut INS

(Infusion Nurses Society, 2006) dalam Phillips (2010),

Insiden flebitis harus di bawah 5% dari populasi pasien

yang dirawat di Rumah Sakit. Rumah Sakit Harus

terus menjaga maupun menekan agar tidak terjadi

infeksi flebitis dengan rata-rata 5% atau dibawah

angka tersebut. Insiden flebitis meningkat sesuai

dengan lamanya pemasangan jalur intravena,

komposisi cairan, atau obat yang diinfuskan (terutama

pH dan tonisitas), ukuran dan tempat kanula

dimasukkan, pemasangan jalur IV yang tidak sesuai,

dan masuknya mikroorganisme pada saat penusukan.

Faktor lain yang berkontribusi dalam insiden flebitis

seperti trauma pada vena selama penusukan, cairan

infuse yang bersifat asam atau alkali atau memiliki

osmolalitas tinggi, penusukan ke pembuluh darah yang

terlalu kecil, menggunakan jarum yang terlalu besar,

jarum infuse yang lama tidak diganti, jenis bahan

kateter infus, riwayat dan kondisi pasien, kondisi

Page 23: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

82

pembuluh darah, stabilitas kanul, dan pengendalian

infeksi di Rumah Sakit (Nursalam, 2011).

Selain itu faktor lain yang berkontribusi dalam

insiden flebitis dalam penelitian ini antara lain faktor

usia, dari hasil yang ada responden pasien dengan

umur 20 sampai 40 tahun sebanyak 18 orang (42,9%),

reponden pasien dengan umur 41 sampai 60 tahun

sebanyak 13 orang (31,0%), dan responden pasien

yang berumur lebih dari 60 tahun sebanyak 11 orang

(26,2%). Menurut Phillips (2010), resiko untuk terjadi

infeksi flebitis lebih besar pada orang yang lebih

tua/lansia maupun pada anak-anak. Selain itu resiko

flebitis lebih tinggi terjadi pada wanita dibanding laki-

laki. Pertimbangan usia harus digunakan, seperti pada

anak-anak pemilihan tempat penusukan sangat

penting, biasanya vena anak akan sangat mudah

pecah seperti vena-vena dikulit kepala dan

memerlukan perlindungan agar tidak mudah

mengalami infiltrasi. Untuk pertimbangan geriatrik juga

perlu diperhatikan karena otot-otot lengan menjadi

kurang kuat karena proses penuaan, ketebalan kulit

dermal menurun, lapisan subkutan berkurang yang

membuat tendon dan vena menonjol sehingga akan

beresiko untuk vena menjadi pecah ketika melakukan

pungsi/memasang infus (Rocca, 1998).

Diagnosa medis ikut mempengaruhi insiden

flebitis. Diagnosa medis terbanyak adalah Febris yaitu

8 orang responden (19,0%), 8 orang responden

(19,0%) dengan diagnosa Stroke Non Haemoragic,

dan 5 orang responden (11,9%) dengan diagnosa

Page 24: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

83

Hipertensi. Penyakit yang dapat beresiko terjadi flebitis

seperti Diabetes Melitus, infeksi, dan luka bakar.

Jenis cairan terapi intravena juga dapat menjadi

faktor yang berkontribusi dalam insiden flebitis, jenis

cairan terapi intravena paling banyak diberikan kepada

responden pasien adalah cairan RL/Ringer Lactated.

Cairan ini memiliki konsertrasi elektrolit yang hampir

sama dengan kadar plasma, indikasi pada pasien yang

mengalami hipovolemi. Cairan ini masuk kedalam jenis

cairan isotonis, contoh lainnya seperti Dekstrosa 5%,

Dekstrosa 5% + NaCl 0,2%, Dekstrosa 5% + NaCl

0,3%, Normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl

0,9%). Jenis cairan hipertonik osmolaritasnya lebih

tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik cairan

dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh

darah. Pemberian cairan hipertonik yang cepat dapat

menyebabkan kelebihan (overload) sirkulasi, dan

dehidrasi. Pemberian cairan infus hipotonik yang

berlebihan dapat menyebabkan deplesi cairan

intravaskular, hipotensi, edema seluler, dan kerusakan

sel. Oleh karena itu larutan ini digunakan hanya

dengan observasi yang teliti karena dapat

menyebabkan komplikasi yang serius. Larutan

hipotonis digunakan pada keadaan sel yang

mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci

darah, hiperglikemia. Contoh seperti NaCl 0,45%,

NaCl 0,33% dan Dekstrosa 2,5%. Osmolaritas cairan

dan pH infus yang ekstrem selalu diikuti risiko flebitis

tinggi. pH larutan dekstrosa berkisar antara 3 – 5, jadi

larutan yang mengandung glukosa, asam amino dan

lipid yang digunakan dalam nutrisi parenteral bersifat

Page 25: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

84

lebih flebitogenik dibandingkan normal saline (Rocca,

1998). Larutan Hipertonik seperti D10% yang memiliki

tonisitas lebih dari 375, dapat meningkatkan resiko

flebitis (Phillips, 2010).

Lama pemasangan juga menjadi salah satu faktor

insiden flebitis. Ketika dilakukan observasi pada

tanggal 3 Desember 2011, responden dengan lama

pemasangan terlama adalah 3 hari sebanyak 23 orang

(54,8%), Menurut Smith 2008, observasi dan

penggantian set infus dilakukan dalam 3x24 jam

setelah pemasangan terakhir sehingga dapat

meminimalkan insiden flebitis. Hal tersebut juga

menjadi standart yang diberlakukan oleh INS (Infusion

Nurses Society) dimana terapi infus harus diganti

setiap 72 jam atau kurang jika terdapat kontaminasi,

komplikasi, atau terapi dihentikan (Phillips, 2010). Di

rumah sakit Panti Wilasa Citarum sudah menerapkan

prosedur unruk penggantian rutin set infus selama

3x24 jam sekali, sehingga dapat menekan jumlah

kejadian infeksi flebitis.

Letak pemasangan terapi intravena juga dapat

mempengaruhi insiden flebitis. Menurut Perry dan

Potter (2005), tempat atau lokasi vena perifer yang

sering digunakan pada pemasangan infus adalah vena

supervisial atau perifer kutan terletak di dalam fasia

subcutan dan merupakan akses paling mudah untuk

terapi intravena. Dari hasil yang didapat letak

pemasangan terapi intravena yang biasa digunakan

adalah di vena punggung tangan kiri, vena punggung

tangan kanan, dan lengan kiri. Lokasi-lokasi yang

Page 26: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

85

sering menyebabkan komplikasi seperti flebitis,

infiltasi, dll adalah seperti vena digitalis sampai ke

vena dorsalis. Vena dorsalis (metacarpal/punggung

tangan) berasal dari gabungan vena digitalis,

keuntungan pemasangan terapi intravena didaerah ini

adalah pasien memungkinkan pergerakan lengan,

mudah dilihat dan dipalpasi, sedangkan kerugiannya

tempat penusukan sering macet karena digunakan

untuk aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, cuci

tangan, dll (Rocca, 1998).

Pemilihan kateter penting untuk keberhasilan terapi

intravena. Ketebalan dinding kateter dapat

berpengaruh pada kecepatan aliran, sifat kelunakan

kateter dapat berpengaruh pada lama/keawetan

kateter, desain yang aman untuk mencegah cedera

saat pemasangan terapi, dan ukuran kateter juga

berpengaruh pada kecepatan aliran. Kateter yang

terbuat dari silikone elastomer dan polyurethane

kurang bersifat iritatif di vena dibanding

politetrafluoroethylene (teflon). Bahan kateter yang

terbuat dari silikone elastomer dan polyurethane

permukaannya lebih halus, lebih thermoplastik dan

lentur. Risiko tertinggi untuk flebitis dimiliki kateter

yang terbuat dari polivinil klorida atau polietilen

(Rocca, 1998).

Flebitis dapat dicegah dengan menggunakan

teknik aseptik selama pemasangan, menggunakan

ukuran kateter dan jarum yang sesuai untuk vena,

mempertimbangkan komposisi cairan dan medikasi

ketika memilih daerah penusukan, mengobservasi

tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun

Page 27: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

86

setiap jam, dan menempatkan kateter atau jarum

dengan baik (Smeltzer, 2002).

4.3.4. Hubungan Antara Pengetahuan Perawat Tentang Pemasangan Terapi Intravena Dengan Angka Kejadian Flebitis

Berdasarkan analisa data pada Tabel 4.15 diatas,

tabel tersebut tidak layak untuk diuji dengan Chi-

Square karena sel yang nilai expected-nya kurang 5

dari 50% dari jumlah sel yaitu 0,3 dan 1,7. Oleh karena

itu, uji yang dipakai adalah uji alternatifnya yaitu uji

Fisher.

Hasil dari table 4.16 diatas menunjukkan hasil uji

Fisher. Nilai Significancy adalah 0,309 untuk 2-sided

(two tail) dan 0,309 untuk 1-sided (one tail). Karena

nilai p > 0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa

H0 diterima. Kesimpulan tidak ada hubungan antara

pengetahuan perawat tentang terapi intravena dengan

angka kejadian flebitis.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi insiden

flebitis diantaranya jenis larutan yang akan diberikan,

lamanya terapi intravena yang diharapkan, kondisi

vena, jenis obat yang diberikan, usia/ukuran pasien,

riwayat kesehatan/status kesehatan pasien sekarang,

dan ketrampilan dan pengetahuan tenaga kesehatan

(Smeltzer, 2002).

Dilihat dari sisi pengetahuan perawat dapat

dijelaskan bahwa mayoritas responden perawat

berumur di masa dewasa dini sebanyak 90,5%. Menurut Hurlock (1980), umur 25-40 masuk dalam

Page 28: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

87

masa dewasa dini dimana pada masa ini orang akan

memusatkan harapan-harapannya untuk mendapatkan

pekerjaan. Orang akan menggunakan kemampuan

motorik yang masih baik dalam belajar menguasai

ketrampilan-ketrampilan motorik baru, dan

menggunakan kemampuan mental seperti mengingat

hal-hal yang dulu pernah dipelajari, penalaran

analogis, dan berpikir kreatif serta didukung dengan

kemampuan fisik/tenaga yang masih efisien agar

mampu bersaing dengan lingkungannya. Menurut

Perry& Potter (2009), Kemampuan seorang perawat

dalam berfikir kritis dalam melakukan asuhan

keperawatan akan terus meningkat secara teratur

selama usia dewasa dengan banyaknya kasus dan

pengalaman yang diperoleh selama perawat bekerja.

Pengalaman perawat yang didapat dari pendidikan

formal dan informal, pengalaman hidup, dan

kesempatan untuk bekerja di Rumah Sakit, komunitas,

maupun di tempat kerja yang lain dapat meningkatkan

konsep diri, kemampuan menyelesaikan masalah, dan

ketrampilan motorik perawat tersebut.

Mayoritas pendidikan perawat di Rumah Sakit

Citarum Semarang adalah lulusan D3 sebanyak 83,3%

dan lulusan sarjana sebanyak 16,7%, dengan sebaran

tahun lulusan terbanyak antara tahun 2005 dan 2006

sehingga dapat dikatakan masih lulusan baru dan

dengan tenaga sarjana ditiap ruangan minimal 2 orang

yang dapat menjadi kontrol untuk menjaga mutu

pelayanan keperawatan dimana beberapa diantara

lulusan sarjana tersebut menduduki jabatan sebagai

kepala dan wakil kepala ruang.

Page 29: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

88

Lama bekerja terbanyak adalah lebih dari 5 tahun

yaitu sebanyak 64,3% sehingga dapat disimpulkan

bahwa perawat-perawat di Rumah Sakit Citarum

Semarang mempunyai tingkat pengalaman yang

cukup dan pengetahuan yang tinggi. Semakin lama

perawat bekerja semakin banyak kasus yang

ditanganinya sehingga semakin meningkat

pengalamannya, sebaliknya semakin singkat orang

bekerja maka semakin sedikit kasus yang

ditanganinya. Pengalaman bekerja banyak

memberikan keahlian dan ketrampilan kerja

(Sastrohadiwiryo, 2002).

Dari hasil perhitungan bahwa mayoritas responden

penelitian secara umum memiliki pengetahuan yang

tinggi dengan persentase 83,3%. Sedangkan angka

kejadian flebitis di Rumah Sakit rendah. Insiden flebitis

meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan jalur

intravena, jenis/komposisi cairan, atau obat yang

diinfuskan (terutama pH dan tonisitas), ukuran dan

tempat kanula dimasukkan, pemasangan jalur IV yang

tidak sesuai, dan masuknya mikroorganisme pada saat

penusukan. Faktor lain yang berkontribusi dalam

insiden flebitis seperti trauma pada vena selama

penusukan, cairan infus yang bersifat asam atau alkali

atau memiliki osmolalitas tinggi, penusukan ke

pembuluh darah yang terlalu kecil, menggunakan

jarum yang terlalu besar, jarum infuse yang lama tidak

diganti, jenis bahan kateter infuse, riwayat dan kondisi

pasien, kondisi pembuluh darah, stabilitas kanul, dan

Page 30: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

89

pengendalian infeksi di Rumah Sakit (Nursalam,

2011).

Dari beberapa penjelasan diatas disimpulkan

bahwa pengetahuan perawat di Rumah Sakit Panti

Wilasa Citarum adalah tinggi dan angka kejadian

flebitis rendah. Dari hasil analisa uji bivariat dapat

diambil kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara

tingkat pengetahuan perawat tentang terapi intravena

dengan angka kejadian flebitis. Hal ini dapat

disebabkan karena peneliti hanya memfokuskan pada

pengetahuan perawatnya saja, tetapi tidak melihat dari

aspek peralatan (alat dan bahan), aspek metode

(ketrampilan/skill), dan lingkungan maupun aspek-

aspek lain.

Aspek yang berpengaruh dalam kejadian flebitis

yang perlu perawat ketahui selain pengetahuan

perawat itu sendiri adalah dari aspek peralatan dan

bahan dari terapi intravena seperti jenis cairan

intravena, komposisi cairan, ukuran kateter. Pemilihan

kateter yang benar adalah penting untuk keberhasilan

terapi intravena. Seperti pada jarum kupu-kupu dapat

digunakan pada situasi terbatas dan bersifat jangka

pendek. Jarum ini mudah dimasukkan tetapi mudah

menyebabkan infiltrasi. Pemilihan dan pertimbangan

ketebalan dinding kateter dapat berpengaruh pada

kecepatan aliran, ketajaman jarum dapat berpengaruh

pada ada tidaknya gangguan saat melakukan

penusukan, sifat kelunakan kateter berpengaruh pada

masa pemasangan kateter, desain yang aman

berpengaruh pada keamanan pasien dan perawat.

Selain itu mempertimbangkan jenis dan komposisi

Page 31: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/626/5/T1_462007003_BAB IV.pdf · 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi

90

cairan intravena dapat mempengaruhi angka kejadian

flebitis. Perawat perlu mengetahui jenis larutan seperti

cairan isotonik, hipotonik, dan hipertonik. Perawat juga

harus mempertimbangkan osmolalitas suatu larutan,

tetap mengingat bahwa osmolalitas plasma adalah

kira-kira 300 mOsm/L. Larutan Hipertonik seperti

D10% yang memiliki tonisitas lebih dari 375, dapat

meningkatkan resiko flebitis (Phillips, 2010). pH larutan

dekstrosa berkisar antara 3 – 5, jadi larutan yang

mengandung glukosa, asam amino dan lipid yang

digunakan dalam nutrisi parenteral bersifat lebih

flebitogenik dibandingkan normal saline (Rocca, 1998).

Aspek lain yang ikut mempengaruhi Insiden flebitis

seperti lamanya obat yang diinfuskan (terutama pH

dan tonisitas), Obat suntik yang bisa menyebabkan

peradangan vena yang hebat, antara lain kalium

klorida, vancomycin, amphotrecin B, cephalosporins,

diazepam, midazolam dan banyak obat khemoterapi.

Larutan infus dengan osmolaritas > 900 mOsm/L

harus diberikan melalui vena sentral. Aspek-aspek dari

lingkungan yang ikut mencetuskan seperti daerah

kanula dimasukkan, pemasangan jalur IV yang tidak

sesuai, riwayat dan kondisi pasien, dan masuknya

mikroorganisme pada saat penusukan. Ketrampilan

perawat saat melakukan insersi juga dapat

mempengaruhi infeksi flebitis, seperti trauma pada

vena selama penusukan, penusukan ke pembuluh

darah yang terlalu kecil, menggunakan jarum yang

terlalu besar, jarum infus yang lama tidak diganti

(Phillips, 2010).