bab iv hasil penelitian dan pembahasan · kegiatan pelatihan bagi guru bk merupakan salah satu...
TRANSCRIPT
63
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan memuat deskripsi mengenai data yang diperoleh dalam
beberapa tahap penelitian, yang meliputi: (1) Profil sekolah yang menjadi
subjek penelitian berisi model faktual, (2) Hasil pengembangan berupa
desain produk, (3) Uji validasi dan perbaikan desain dan (4) Pembahasan.
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Profil Sekolah
Sekolah yang dipilih untuk menjadi subyek penelitian ini adalah
SMA Negeri 1 Waikabubak, dimana sekolah ini merupakan salah satu
Sekolah Menengah Atas Negeri yang ada di Kota Waikabubak. Sekolah ini
dinilai cukup berprestasi karena telah banyak mengikuti sejumlah kompetisi
baik di tingkat kabupaten maupun provinsi. Hal ini tidak terlepas dari usaha
setiap elemen sekolah untuk menjadikan lembaga maupun peserta didiknya
maju dan mencerminkan visi dan misi sekolah. Adapun visi SMA Negeri 1
Waikabubak adalah “Unggul dalam Mutu, Utama dalam Iman dan Taqwa,
Terpadu dalam Budaya Bangsa”, sedangkan misi yang dikembangkan
sekolah yaitu:
64
1. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif dan efisien
sehingga siswa berkembang secara optimal sesuai dengan potensi
yang dimiliki.
2. Menumbuhkan semangat keunggulan dan kemampuan kompetitif
kepada seluruh warga sekolah.
3. Mendorong dan membantu siswa untuk mengenali potensi diri
sehingga dapat dikembangkan secara optimal.
4. Menumbuhkan budaya malu kepada seluruh warga sekolah.
5. Menumbuhkan kesadaran bertoleransi sehingga menjadi sumber
kearifan dalam bertindak.
6. Mengembangan cara berfikir kritis, rasional, dan implementasi karsa
dalam karya.
7. Menumbuhkan minat baca.
SMA Negeri 1 Waikabubak memiliki guru serta tendik berjumlah 62
orang yang terdiri dari 52 orang guru (guru BK berjumlah 1 orang) dan 10
orang staf. Pada semester genap tahun anggaran 2017/2018 jumlah peserta
didik berjumlah 1.087 siswa dengan rombongan belajar sebanyak 29 kelas.
Sehingga dapat dikatakan rasio guru BK dan siswa dalam layanan BK adalah
1:1.087. SMA Negeri 1 Waikabubak memiliki total ruang kelas berjumlah
29, ruang laboratorium berjumlah 4, 1 ruang perpustakaan dan 3 ruang
65
sanitasi, dimana semua ruang berada dalam kondisi baik. Sekolah ini
memiliki luas tanah 28.860 m2.
4.1.2 Deskripsi dan Analisis Model Faktual Pelatihan
Kegiatan pelatihan bagi guru BK merupakan salah satu bentuk
pemenuhan syarat dari salah satu unsur komponen program, yaitu dukungan
sistem. Unsur ini berada diluar pelayanan BK yang diberikan pada siswa,
yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan guru BK dalam mengelola
layanan BK yang lebih maksimal. Salah satu bentuk dukungan sistem adalah
keterlibatan guru dalam kegiatan pelatihan.
Kegiatan pelatihan yang diikuti oleh guru-guru BK bertujuan untuk
memaksimalkan kinerja dan pencapaian tujuan dari setiap program yang
disusun. Namun, meskipun telah mengikuti pelatihan, tidak dapat dipungkiri
bahwa kenyataan yang dihadapi di lapangan belum benar-benar
menunjukkan kemajuan berarti. Terkait dengan fungsi manajemen yang
menjadi tolak ukur dalam penilaian ketercapaian program, terdapat beberapa
kendala yang mempengaruhi. Dalam paparan berikut ini, akan dikemukakan
mengenai pelatihan dan kompetensi profesional guru BK dalam penyusunan
program BK. Data diperoleh dari wawancara dengan guru sekaligus
koordinator BK di SMA Negeri 1 Waikabubak.
66
A. Penyusunan Program BK
Kompetensi adalah suatu penggabungan dari pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai dasar dari suatu individu yang terwujud dalam
pemikiran dan tindakannya. Maka dalam menyusun suatu program BK,
kompetensi profesional seorang guru BK perlu dituangkan dalam
perencanaan program. Dalam menyusun program BK, perlu dilakukan
beberapa tahap yang akan membantu terlaksananya program dengan
sistematis dan tepat sasaran. Berikut beberapa tahap penyusunan program
BK yang dimulai dari tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
evaluasi program BK.
Berdasarkan hasil wawancara pada studi pendahuluan, ditemukan
bahwa dalam menyusun program BK, guru belum mendalami kebutuhan
siswa melalui tahap identifikasi kebutuhan. Adapun kebutuhan siswa yang
diketahui diperoleh dari data diri atau profil siswa. Hal ini diungkapkan oleh
salah satu guru BK yang menyatakan bahwa:
“Untuk mengetahui kebutuhan siswa, biasanya kami
kumpulkan lewat data siswa, profilnya.” (sumber:
wawancara 10 Oktober 2017)
Kebutuhan siswa yang diketahui lewat profil siswa dapat dikatakan
belum cukup untuk merangkum jenis-jenis kebutuhan siswa yang terbagi
dalam empat bidang. Terkait keempat bidang layanan tersebut, data siswa
67
yang diperoleh hanya mencakup layanan pribadi, belajar dan sosial. Hal
tersebut diungkapkan guru BK seperti berikut:
“Kalau untuk bidang layanan yang diberikan, biasanya
seputar masalah pribadi, belajar dan sosial siswa. Datanya
kami peroleh dari data hasil tes nilai raport, seperti pada
semester pertama, lalu pribadi dan sosial ada angket
peminatan peserta didik dan lewat sosiometri juga. Khusus
untuk karir, biasanya kami gunakan brosur-brosur
universitas yang mungkin menarik minat siswa untuk
melanjutkan pendidikannya kesana. Untuk memberikan
layanan itu di kelas, masih kesusahan untuk mendapat waktu
karena bentrok dengan jam mengajar guru lain.” (sumber:
wawancara 10 Oktober 2017)
Terkait asesmen yang digunakan, seperti yang dinyatakan guru BK
dalam wawancara, belum semuanya diterapkan, baik dalam asesmen
lingkungan maupun asesmen tes/nontes untuk kebutuhan atau masalah siswa.
“Untuk asesmen, disini baru kami fokuskan pada masalah
siswa saja, seperti penggunaan instrumen nontes, contohnya
tadi sosiometri. Kalau instrumen tes, belum banyak
digunakan, tapi sebagai pendukung, kami gunakan nilai
raport, biasanya pada akhir semester siswa akan dilihat
sejauh mana kompetensinya, itu juga yang nanti menjadi
bahan pertimbangan saat memilih jurusan, waktu kenaikan
kelas.” (sumber: wawancara 10 Oktober 2017)
Dalam menyusun program, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
dari perencanaan program hingga pada evaluasi. Perumusan visi misi
menjadi salah satu dasar penyusunan program, karena dalam visi terdapat
tujuan yang ingin dicapai lewat program yang dijalankan. Seperti yang
68
diungkapkan oleh guru BK dalam wawancara, perumusan visi dan misi BK
dalam program BK telah disesuaikan dan sejalan dengan tujuan sekolah.
“Visi misi yang kami susun berkaitan dengan visi atau tujuan
sekolah, dimana sekolah ini diharapkan unggul dalam mutu,
utama dalam iman dan terpadu dalam budaya. Sehingga visi
BK ini juga diselaraskan dengan visi sekolah yang berisi
tujuan mengenai apa yang ingin dicapai lewat layanan yang
diberikan. Sebelum memberikan layanan BK juga, biasanya
kami adakan sosialisasi mengenai apa itu BK, sehingga siswa
memahami fungsi BK di sekolah dan program/layanan BK
yang ada di sekolah, bahwa BK bukan polisi/dokter sekolah,
karena BK sebenarnya melayani peserta didik untuk
memahami diri dan lingkungan serta memandirikan mereka.
” (sumber: wawancara 10 Oktober 2017)
“Misi yang dijabarkan dari visi berisi langkah-langkah untuk
mencapai tujuan tadi. Yang jelas, tetap kami upayakan agar
tetap pada pelaksanaan layanan BK yang sesuai tujuannya.
Untuk mencapai tujuan tadi, kami jabarkan dalam program-
program yang ada, seperti program tahunan, semesteran dan
lain-lain.” (sumber: wawancara 10 Oktober 2017)
Selain itu, dalam menyusun program, deskripsi kebutuhan siswa
diperlukan untuk membantu guru BK dalam merumuskan jenis kebutuhan
dan layanan yang diberikan pada siswa. Dalam pelaksanaannya, guru BK
menyatakan bahwa:
“Dalam menentukan layanan yang diberikan, dapat dilihat
dari asesmen yang diberikan pada siswa, karena dari
asesmen tersebut dapat diketahui siswa bermasalah dan
membutuhkan bimbingan pada bidang apa. Intinya adalah
apabila siswa dinilai bermasalah pada bidang tertentu, maka
69
tindakan bimbingan segera diberikan. (sumber: wawancara
10 Oktober 2017)
Hasil asesmen tentu menjadi bahan penelusuran kebutuhan siswa
yang lebih mendalam, sehingga layanan yang diberikan dapat mengatasi
berbagai masalah yang berkaitan dalam diri siswa. Perumusan deskripsi
kebutuhan siswa yang cukup singkat dan tercermin dari masalah yang terlihat
diluar saja belum cukup untuk menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun
program BK yang efektif bagi siswa. Deskripsi kebutuhan dapat disusun
dengan mempertimbangkan hasil asesmen yang dituangkan dalam rumusan
perilaku. Dari rumusan itulah yang akan membantu guru dalam menentukan
jenis layanan apa yang perlu diberikan, yang sesuai dengan visi dan misi BK.
Identifikasi kebutuhan siswa yang dapat dikatakan belum mendalam
juga berpengaruh pada keefektifan langkah selanjutnya dimana guru perlu
menentukan prioritas kebutuhan siswa terkait keempat jenis layanan yang
diberikan. Prioritas kebutuhan siswa akan menjadi bahan pertimbangan bagi
guru BK dalam menyusun program. Apabila prioritas kebutuhan siswa
kurang tepat dengan kondisi yang dialami siswa, maka program yang
dijalankan tentu tidak sesuai dengan tujuannya. Penentuan prioritas
kebutuhan siswa ini ditentukan setelah mendapat hasil dari asesmen yang
diberikan, seperti yang dikemukakan oleh guru BK berikut:
“Untuk mengetahui bidang layanan apa yang diutamakan, itu
dapat dilihat dari hasil asesmen, dan dari keempat bidang
70
layanan yang diberikan, biasanya bimbingan pribadi yang
menjadi prioritas, lalu belajar, sosial dan karir. Namun untuk
karir, belum terlalu banyak diberikan pada siswa, baru
sebatas memberikan informasi lewat brosur yang dapat
mereka baca sendiri dan kemudian menentukan pilihannya.
Sejauh ini yang kami pantau juga, siswa lebih banyak
membutuhkan layanan pribadi, karena bermasalah dengan
kedisiplinannya, misalnya terlambat masuk sekolah bahkan
sampai bolos saat jam pelajaran.” (sumber: wawancara 10
Oktober 2017)
Pelaksanaan keempat bidang layanan tersebut akan tercantum dalam
program yang akan dijalankan. Namun, dalam kenyataannya, belum semua
bidang layanan dijalankan dan guru BK masih menemukan beberapa kendala
dalam hal mengidentifikasi kebutuhan siswa, seperti:
“Selama ini layanan yang diberikan memang cukup
membantu siswa dalam mengatasi masalahnya, baik pribadi
maupun belajar, namun tentu dalam layanan, ada dua bidang
lainnya yang belum maksimal dijalankan. Hal ini memang
menjadi PR juga buat kami karena, khususnya bagi siswa
kelas XII yang mau melanjutkan pendidikannya, perlu kami
bekali dengan informasi-informasi seputar kampus, apalagi
yang betul-betul dipilihnya sesuai dengan minatnya. Selain
itu, diluar layanan, kami agak kewalahan untuk
mengakomodasi kebutuhan siswa, misalnya tadi terkait
bimbingan karir, kami baru berikan sebatas brosur,
instrumen untuk peminatan memang ada namun belum kami
kembangkan lagi. Layanan kelompok juga belum sering kami
lakukan, karena membutuhkan ruang yang besar, jadi
benturan dengan tersedianya ruangan dan waktu
pelaksanaan layanan yang belum pas, itu juga kendala bagi
kami. Instrumen-instrumen yang digunakan juga masih ada
beberapa yang dapat dipakai, seperti yang diberikan pada
71
kakak kelas mereka, yang nanti menjadi bahan untuk
membuat program yang baru.” (sumber: wawancara 10
Oktober 2017)
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa layanan BK yang diberikan
selama ini belum tepat sasaran dan memenuhi prinsip layanan BK yang perlu
diberikan pada siswa.
Terkait dengan rencana evaluasi, program yang direncanakan perlu
dievaluasi untuk melihat sejauh mana rancangan program dilakukan. Dalam
hal ini, hasil wawancara menunjukkan bahwa:
“Dalam menyusun program BK, kami berpatokan pada hasil
analisis kebutuhan siswa dan tujuannya. Evaluasi biasa
dilakukan setelah mendapat data siswa, diolah baru kami
simpulkan, dan akhir semester, dimana saat itu kami sebelum
melakukan tes peminatan, ada evaluasi untuk melihat sejauh
mana siswa memahami minatnya.” (sumber: wawancara 10
Oktober 2017)
Dalam pelaksanaannya, evaluasi yang dilakukan berfokus pada
indikator identifikasi kebutuhan, namun belum secara menyeluruh dalam
proses perancangan program BK. Hal ini akan berdampak pada keefektifan
program yang akan dijalankan. Program yang diharapkan dapat mencakup
semua pelaksanaan layanan bimbingan belum cukup jika dievaluasi hanya
pada bagian identifikasi kebutuhan. Kesesuaian visi misi, penentuan
komponen, identifikasi layanan bimbingan dan penyusunan rencana
72
pelaksanaan (action plan) perlu diselaraskan dengan tujuan program dan
bagian-bagiannya secara keseluruhan.
Di samping itu, perencanaan pelaksanaan layanan BK juga tidak
terlepas dari kendala yang dihadapi. Berdasarkan hasil wawancara, kendala
yang dihadapi guru BK meliputi:
“Kendala, tentu ada. Mulai dari perencanaan program
itu, khususnya mengenai data siswa, karena banyak siswa
datang dengan berbagai keluhan/masalahnya masing-
masing, maka saya pun cukup kewalahan dalam
merumuskan masalah mereka satu per satu, khususnya
pengarsipan data siswa. Kebetulan saya sendiri yang
menangani bidang ini maka pelaksanaan layanan pun
sedikit sulit dilakukan, belum maksimal. Demikian juga
ketersediaan fasilitas yang masih kurang memadai.”
(sumber: wawancara 10 Oktober 2017)
Ketersediaan tenaga konselor atau guru BK yang tidak
mencukup kebutuhan dan fasilitas yang belum memadai
mempengaruhi kinerja dan jalannya program yang dijalankan. Dalam
menjalankan program BK, diperlukan kerja sama dari semua pihak.
Kegiatan koordinasi dengan guru mata pelajaran serta wali kelas telah
dijalankan dengan baik, misalnya saat akan melakukan analisis
kebutuhan.
“Sejauh ini koordinasi dengan kepala sekolah, wakil, dan
teman-teman guru lainnya cukup terlihat. Apabila ada
peserta didik yang mempunyai masalah serius, maka
73
dikomunikasikan pada kepala sekolah. Dari situ baru
diputuskan langkah apa yang diambil untuk mengatasi
masalah peserta didik ini. Wakil juga demikian, biasanya
akan terlibat jika ada konferensi kasus yang juga
melibatkan orang tua dan pihak-pihak lainnya untuk
membahas masalah siswa. Peran guru mapel dan wali
kelas itu biasanya memberikan rekomendasi atau informasi
mengenai siswa yang membutuhkan bimbingan. Biasanya
juga guru-guru akan menyertakan informasi mengenai
nilai-nilai dari siswa sebagai bahan pertimbangan.”
(sumber: wawancara 10 Oktober 2017)
Dapat dikatakan bahwa koordinasi yang baik ini dapat membantu
guru dalam menganalisis kebutuhan siswa yang diperlukan dalam menyusun
program BK di kemudian hari. Dalam melaksanakan layanan BK, terdapat
beberapa program layanan yang perlu diberikan pada siswa, yaitu layanan
individu, kelompok, klasikal, dan lintas kelas. Namun, pada kenyataannya,
beberapa layanan belum berjalan dengan optimal yang disebabkan oleh
adanya kendala dalam penentuan jadwal layanan.
“Untuk layanan sendiri, baru beberapa yang berjalan.
Bimbingan individu kalau ada siswa yang bermasalah,
misalnya terlambat atau alpa beberapa hari, bimbingan
kelompok tidak terlalu sering karena terkendala dengan jam
pelajaran, yang klasikal juga begitu, ada, direncanakan, tapi
jadwal yang bertabrakan dengan jadwal pelajaran. Dari
pengaturan jadwal dengan wakil kurikulum juga, memang
74
agak susah untuk kami mendapatkan waktu, karena pasti yang
diprioritaskan jam pelajaran. Apalagi jika ada les sambung,
atau jam kosong, biasanya diganti dengan pelajaran lain, jadi
kami tetap tinggal disini saja. Sedangkan untuk bimbingan di
ruang BK ini agak susah karena tempatnya sempit dan tidak
efektif juga bagi siswa. Jadi, layanan yang diberikan hanya
seputar masalah yang terlihat, misalnya anak-anak tawuran,
ya yang terlibat atau menjadi otak dari tawuran itu yang
dipanggil. Kalau untuk kunjungan ke kelas memang tidak
dilakukan karena alasan itu tadi.” (sumber: wawancara 10
Oktober 2017)
Pelaksanaan layanan BK yang belum maksimal ini mempengaruhi
tugas guru BK untuk mendalami keadaan atau permasalahan siswa dari
segala sudut. Apabila dengan mengandalkan data profil siswa atau dari
instrumen non-tes seperti AUM dan sosiometri, dapat dikatakan belum cukup
untuk mendalami potensi dan masalah siswa. Hal-hal seperti ini yang dapat
mempengaruhi persepsi siswa terhadap peran guru BK. Dari pihak guru,
tanggung jawab untuk mendalami kebutuhan siswa dari segala aspek
hidupnya terkendala oleh beberapa hal, dan dari pihak siswa, dapat
memunculkan perbandingan pandangan antara peran guru BK dengan guru
mata pelajaran.
Mengenai evaluasi program yang disusun, guru BK biasanya
melakukan evaluasi, namun keterlibatan kepala sekolah sebagai pemangku
jabatan tertinggi yang ikut menilai dan menyetujui program-program yang
75
diajukan, belum mendapat respon positif yang disebabkan oleh tugas yang
lain. Seperti yang dikemukakan berikut:
“Untuk evaluasi, saya biasanya akan mereview kembali,
program mana saja yang berjalan dan tidak berjalan,
semuanya saya catat kembali. Tapi untuk penilaian yang dari
kepala sekolah, sejauh ini belum ada. Yang penting diketahui
programnya ada, ya tinggal dijalankan. Beliau juga sibuk jadi
mungkin karena beberapa kepentingan itu, belum ada
pengecekan/evaluasi.” (sumber: wawancara 10 Oktober 2017)
Meninjau kembali program yang disusun merupakan langkah yang
baik untuk mengetahui capaian yang diperoleh. Namun, dalam menilai
capaian yang ada, diperlukan suatu panduan atau format yang mengacu pada
standar evaluasi yang baik dan mencakup tindakan monitoring hingga tindak
lanjut.
“Dalam melakukan evaluasi, dilihat program apa saja yang
berjalan, bagaimana keadaan siswa setelah dibimbing, kemudian
jika ada yang dirasa kurang, itu yang akan kami usahakan untuk
memperbaiki atau ditingkatkan di program berikutnya. Untuk
monitoring, biasanya tiap kelas kami pantau, siswa-siswa yang
sering bermasalah juga itu dari kelas yang mana, sehingga nanti itu
yang kami berikan bimbingan.” (sumber: wawancara 10 Oktober
2017)
76
B. Kegiatan Pelatihan Guru BK
Berdasarkan hasil wawancara, langkah analisis kebutuhan yang
dilakukan belum tepat sasaran, karena peserta pelatihan yang ditentukan dari
dinas merupakan guru yang bukan berlatar belakang BK. Hal ini
diungkapkan oleh guru BK sekaligus koordinator BK demikian:
“Kalau untuk kegiatan pelatihan sendiri, saya sudah pernah
mengikuti 4x, 2x dalam kota, 1x di Bandung, 1x di Bali, 2x di
Kupang, ada juga dari P4TK Penjas dan BK Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan, juga ada yang dari LPMP.
Tetapi, kadang dari dinas, peserta yang dipilih untuk ikut
pelatihan justru guru yang bukan BK.” (sumber: wawancara
10 Oktober 2017)
Pemilihan peserta pelatihan yang belum sesuai dengan kebutuhan
menjadi kendala dalam peningkatan keterampilan dan pengetahuan guru BK.
Kendala yang tidak diatasi dengan baik ini akan berpengaruh pada
penyusunan dan penerapan program BK di kemudian hari. Selain itu,
pelaksanaan kegiatan pelatihan yang juga dirasa kurang oleh peserta. Hal
tersebut diungkapkan guru BK dalam wawancara, yang menyatakan bahwa:
“Untuk pelaksanaannya, khususnya dalam hal waktu,
kendalanya juga disitu, dimana kesempatan sangat sedikit
pelaksanaan pelatihannya bagi kami yang BK, dibandingkan
dengan guru mata pelajaran, jadi 3-4 tahun 1x. Buat saya ini
masih kurang, karena kami juga butuh penyegaran, dalam arti
bahwa kami juga adakan pembaharuan pada tiap tahunnya.
77
Kebutuhan siswa yang beda-beda ini juga belum tentu semua
sama, butuh layanan yang sama sekaligus, makanya pelatihan
yang tergolong lama dilaksanakan ini juga agak susah untuk
selanjutnya kami terapkan saat memberi layanan kepada
siswa.” (sumber: wawancara 10 Oktober 2017)
“Untuk alurnya, waktu pendampingan fasilitator implementasi
kurikulum 2013 di Bandung kemarin, jadi dari Kupang itu,
Instruktur Nasional (IN) yang dari LPMP, dari Dinas Provinsi
sudah menyediakan bahan untuk disosialisasikan pada
Instruktur Kabupaten (IK). Nanti IK pulang ke kabupaten,
diadakan sosialisasi pada guru sasaran, lalu guru sasaran
mengisi instrumen yang dibagikan IK. Setelah itu, digunakan
sebagai bahan IN di provinsi, hasil kegiatan IN itu dievaluasi
dan dianalisis. Jadi apapun yang diperoleh itu dibagikan
kembali ke kabupaten, ke guru-guru BK, misalnya waktu
MGBK.” (sumber: wawancara 10 Oktober 2017)
Dari beberapa pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa belum ada
perencanaan yang matang dalam kegiatan pelatihan, khususnya dalam
analisis kebutuhan peserta pelatihan juga waktu pelaksanaan pelatihan.
Selain itu, dalam pelaksanaan pelatihan, perlu diterapkan beberapa fungsi
manajemen agar alur pelatihan lebih tertata dan efektif. Mengenai materi
pelatihan, peserta atau guru BK dibekali dengan modul yang berisi strategi-
strategi penguatan fungsi guru BK. Modul yang dimaksud disesuaikan
dengan kurikulum yang digunakan, seperti yang dikemukakan berikut ini:
78
“Waktu pelatihan itu kami diberi modul, seperti ini, isinya ada
tentang pendahuluan, tentang latar belakang sampai landasan
hukumnya, lalu ada kerangka konseptual BK di SMA dalam
implementasi kurikulum 2013. Itu ada pengertian BK, lalu
kualifikasi guru BK, dan tugas pokoknya, dan yang ketiga
tentang strategi penguatan fungsi guru BK di SMA dalam
implementasi kurikulum 2013. Ada empat strategi yang
ditekankan, yaitu strategi penguatan dalam melakukan
asesmen, lalu dalam merancang program, kemudian ada
dalam melaksanakan program layanan, dan terakhir tentang
strategi penguatan kompetensi guru BK pada satuan
pendidikan pelaksana SKS.” (sumber: wawancara 10 Oktober
2017)
Terkait strategi perancangan program, materi dari modul yang
diberikan cukup spesifik dan jelas. Namun masih menemukan kendala dalam
menentukan pilihan instrumen yang lebih bervariasi.
“Kalau untuk materi, memang jelas apa saja yang akan
dibahas, tapi misalnya dalam pilihan instrumen-intrumen itu
coba lebih banyak contohnya.” (sumber: wawancara 10
Oktober 2017)
Mengenai materi pelatihan, perlu ditambahkan beberapa contoh yang
dapat menambah referensi guru BK sebagai peserta, sehingga pada akhirnya
kebutuhan siswa yang ingin diperoleh dapat terkaji lebih mendalam.
79
LPMP Provinsi
IN Menyiapkan Bahan Pelatihan
Pelatihan IK oleh IN
Pelatihan GS oleh IK
Pengisian Instrumen oleh
GS
Hasil instrumen
dievaluasi dan dianalisis
Berdasarkan hasil penelitian mengenai penyusunan program BK dan
pelatihan yang dilakukan, diperoleh gambaran alur atau model faktual
pelatihan yang diterapkan seperti gambar dibawah ini:
Gambar 4.1. Model Faktual Pelatihan Guru BK
Kegiatan pelatihan biasanya dilakukan dengan tujuan meningkatkan
kompetensi yang dimiliki guru. Berdasarkan model faktual di atas, dapat
diketahui bahwa penerapan fungsi manajemen dalam pelatihan belum
dijelaskan secara detail. Dalam tahap perencanaan, diawali dengan tujuan
meningkatkan kompetensi profesional guru BK dalam menyusun program
BK. LPMP Provinsi bertindak sebagai pihak yang berkontribusi penting
dalam mengarahkan Instruktur Nasional yang akan meneruskan tanggung
jawab pelaksanaan pelatihan. Langkah ini termasuk dalam tahap
pengorganisasian dimana pihak yang terlibat tidak hanya pada tingkat
provinsi, yang meliputi Instruktur Nasional dan LPMP, namun juga pada
tingkat kabupaten, yaitu Instruktur Kabupaten dan Guru Sasaran yang
IN:Instruktur
Nasional
IK:Instruktur
Kabupaten
GS:Guru
Sasaran
80
menjadi peserta. Dengan mengetahui tujuan pelatihan, bahan dan materi
dirancang dan disiapkan untuk diteruskan pada pelaksanaan kegiatan
sosialisasi pada Instruktur Kabupaten yang ditunjuk untuk melanjutkan
kegiatan pelatihan pada Guru Sasaran. Dalam pelatihan, materi yang
dirangkum dalam sebuah bentuk modul dilengkapi dengan instrumen yang
kemudian menjadi bahan evaluasi.
Dalam tahap perencanaan dan pengorganisasian, belum dibuat suatu
kriteria perencanaan dan mekanisme kerja dengan pihak-pihak yang terlibat
secara mendetail. Pada bagan model faktual yang diterapkan, pihak LPMP
menentukan IN untuk melaksanakan sosialisasi terkait layanan BK.
Penentuan IN pun perlu disesuaikan dengan hasil analisis mutu pendidikan
yang ada di sekolah tertentu. Karena dengan mengetahui sejauh mana
sekolah telah mencapai standar tertentu, maka penentuan tujuan pelatihan
maupun instruktur akan lebih sesuai. Hal ini yang perlu ditambahkan pada
tahap awal. Selain itu, materi yang disiapkan untuk IK juga perlu
disesuaikan karena pelaksanaan layanan BK di tiap-tiap sekolah berbeda.
Pada dasarnya, hasil evaluasi setiap program BK menjadi kompas dalam
pengembangan materi pelatihan karena akan berpengaruh pada optimalnya
manfaat pelatihan bagi peserta dan implementasi layanan BK di kemudian
hari. Selain itu, sebelum melanjutkan sosialisasi kepada IK, perlu
diperhatikan kembali kriteria IK karena dari beberapa persyaratan yang perlu
81
dimiliki IK, hal itu berdampak pada penyampaian materi yang akan diterima
GS. Kemampuan atau kriteria yang dimaksud adalah pengetahuan IK itu
sendiri mengenai topik yang dibahas, penguasaan akan metode pembelajaran
atau penyampaian materi, serta kepekaan terhadap kebutuhan peserta. Dalam
bagan model faktual yang tertera di atas, meskipun langkah ini menjadi hal
teknis yang sejatinya akan dilewati sebelum melaksanakan sosialisasi,
namun pada penetapan bagan model pelatihan, perlu untuk diketahui dan
dijadikan acuan dalam pengembangan pelatihan.
Pada tahap pelaksaan pun perlu ditambahkan penetapan metode
pelatihan atau sosialisasi. Demikian juga dengan tahap evaluasi, dimana
perlu ditambahkan penetapan standar dengan tujuan pelatihan yang akan
dimonitor, dievaluasi dan ditindaklanjuti.
C. Deskripsi Kebutuhan
Dari hasil penelitian mengenai kegiatan pelatihan yang berpengaruh
pada kompetensi profesional guru BK dalam menyusun program BK,
ditemukan beberapa hal yang masih perlu dikembangkan lewat program
pelatihan. Hal tersebut adalah cara guru mendalami kebutuhan siswa melalui
berbagai alternatif asesmen. Identifikasi kebutuhan siswa melalui instrumen
tes dan non-tes dapat diperoleh lewat materi yang ditambahkan dalam
pengembangan model program pelatihan. Selain itu, penerapan program BK
yang belum terjadwalkan dengan baik juga mempengaruhi keefektifan
82
layanan BK yang diberikan pada siswa. Oleh karena itu, dapat dikatakan
kelemahan dari model pelatihan yang selama ini diterapkan adalah belum
adanya rincian yang jelas pada setiap tahap manajemennya. Jabaran setiap
tahapan membantu kedua pihak yang terlibat, baik pelatih maupun peserta
untuk mengingat dengan jelas langkah-langkah pencapaian tujuan tersebut,
sehingga makna dari efektifnya layanan BK di sekolah tidak hanya sebatas di
ruang pelatihan namun dapat menjadi panduan saat peserta atau guru BK
menerapkan pengetahuan yang diperoleh saat menyusun program BK.
Apabila dalam setiap tahapan manajemen, diberikan garis besar mengenai
fokus pencapaian pelatihan, namun tidak menyertakan detail yang
mendukung fokus pencapaian tersebut, maka pelatih tidak mengembangkan
indikator apa saja yang perlu dicapai, demikian juga dengan peserta yang
terfokus pada inti pelatihannya saja. Misalnya dalam tahap perencanaan,
apabila dalam model faktual, pelatih hanya akan berfokus pada berjalannya
sosialisasi dengan menyertakan materi pelatihan, tanpa menjelaskan
keterkaitan pihak-pihak lain yang berpartisipasi, atau bagaimana prosedur
monitoring hingga tindak lanjut, maka peserta pelatihan yang di kemudian
hari dapat menjadi pelatih atau fasilitator dalam sekolahnya akan
menemukan kendala karena kurang detailnya indikator di tiap fungsi
manajemen yang diterapkan. Maka dari itu, pengembangan model program
pelatihan ini juga dilengkapi dengan beberapa panduan yang akan
83
mendukung guru BK dalam menyusun dan mengembangkan layanan BK
yang lebih komprehensif dan inovatif kedepannya.
4.2 Hasil Pengembangan
4.2.1 Desain Model Pelatihan
Model pelatihan untuk peningkatan kompetensi profesional guru BK
ini dikembangkan berdasarkan hasil penelitian yang berisi kendala-kendala
yang dialami dalam pelaksanaan layanan BK di sekolah.
Model ini juga dikembangkan berdasarkan fungsi manajemen dan
melewati tahap validasi oleh para ahli di bidang Bimbingan dan Konseling
dan pelatihan. Pengembangan model ini menyertakan panduan-panduan
seperti Materi Pelatihan itu sendiri, panduan bagi Dinas Pendidikan, Pelatih
dan Peserta, Sekolah, dan Evaluasi. Model disusun berdasarkan sistematika
penulisan sebagai berikut: 1) Pendahuluan, yang berisi latar belakang, dasar
hukum, tujuan, manfaat, ruang lingkup model, dan spesifikasi model; 2)
Landasan teori, yang berisi pelatihan, kompetensi profesional guru BK, dan
program Bimbingan dan Konseling; 3) Prasyarat efektivitas model, 4)
Deskripsi model yang dikembangkan, yang meliputi: rasional model, bagan
model, perencanaan hingga evaluasi kegiatan pelatihan.
Dalam tahap perencanaan terdapat tujuan pengembangan model,
manfaat pelatihan, kegiatan pelatihan, metode dan media pelatihan, evaluasi,
waktu pelatihan dan biaya pelatihan. Pada tahap pengorganisasian meliputi
84
•Mengadakan sosialisasi dan menjelaskan teknis pelatihan
•Menyusun program BK
•Mengolah, menganalisis, menginterpretasi data hasil asesmen
•Penetapan program BK (Aplikasi materi dengan kondisi sekolah)
•Monitoring
•Penilaian pencapaian peserta
•Rencana tindak lanjut
•Mengatur mekanisme kerja
•Koordinasi dengan Dinas Pendidikan Kebudayaan (Sekolah Negeri) dan Yayasan (Sekolah swasta)
•Identifikasi kebutuhan
•Perumusan tujuan
•Penyusunan kegiatan pelatihan
PerencanaanPengorgani-
sasian
PelaksanaanEvaluasi
koordinasi dengan Dinas/Yayasan, struktur organisasi Kepengurusan
pelatihan, jabaran tugas dan tanggung jawab, prasyarat personil, mekanisme
dan prosedur pelatihan. Dalam tahap pelaksanaan pelatihan meliputi
persiapan pelatihan, pra-pelatihan dan kegiatan inti pelatihan, dan pada tahap
evaluasi, meliputi monitoring, evaluasi dan tindak lanjut. Pada setiap
panduan, terdapat bagian yang berisi prinsip pelatihan dan tugas pada
lembaga terkait, seperti dinas, pelatih dan sekolah. Berikut ini adalah gambar
model yang dikembangkan:
Gambar 4.2. Desain Pengembangan Model Pelatihan
Pada langkah perencanaan, diawali dengan identifikasi kebutuhan
yang diperlukan untuk mengetahui kebutuhan guru BK dalam menyusun
program BK. Dalam Identifikasi kebutuhan, diperlukan data mengenai hasil
85
pelakasanaan program BK yang telah dilaksanakan pada periode
sebelumnya. Dengan mengetahui sejauh mana pencapaian pelaksanaan
program sebelumnya dan kendala atau kekurangan yang masih dihadapi,
perlu dirumuskan suatu tujuan yang akan membantu tercapainya program
yang lebih efektif dan tepat sasaran dibandingkan yang sebelumnya.
Perumusan tujuan yang telah dilakukan menjadi dasar atau acuan dari
penyusunan program pelatihan. Tujuan tersebut harus memuat hal yang ingin
dicapai untuk peningkatan kompetensi guru BK dalam menyusun program.
Penyusunan program pelatihan diharapkan mencakup visi, misi hingga
evaluasi yang mencerminkan hal yang ingin dicapai dari pelaksanaan
pelatihan bagi guru BK.
Pada langkah pengorganisasian, perlu diketahui bahwa suatu kegiatan
pelatihan tidak terlepas dari adanya kepengurusan atau kepanitiaan. Adanya
kepanitiaan membantu memudahkan jalannya pelatihan. Tanggung jawab
yang dibebankan pada satu orang akan membuat pelatihan kurang efektif,
sehingga diperlukan kerja sama dengan pihak lainnya. Pembagian tugas dan
tanggung jawab atau mekanisme kerja ini diatur agar pihak yang mendapat
bagian dalam pelaksanaan pelatihan memahami tugasnya pada bidang dan
prosedur yang tepat. Dalam tahap pengorganisasian juga, pelatihan tidak
dapat dijalankan secara langsung dan tersendiri. Dibutuhkan suatu koordinasi
dengan Dinas Pendidikan terkait atau Yayasan serta sekolah guna memenuhi
86
syarat kebutuhan guru BK yang diikutsertakan dalam pelatihan. Di samping
itu, kepanitiaan yang bertanggungjawab dalam hal teknis juga perlu
memahami prasyarat dan prosedur dalam menjalankan tugasnya pada
pelatihan. Dalam pengembangan model di tahap ini juga terdpat beberapa
panduan yang disediakan sehingga pihak yang terlibat lebih memahami tugas
dan tanggung jawabnya.
Pada langkah pelaksanaan, dimulai dengan mengadakan sosialisasi
dengan peserta atau GS mengenai teknis pelatihan. Sosialisasi ini bertujuan
untuk mengarahkan peserta kepada tujuan pelatihan yang berfokus pada
penyusunan program BK. Pada inti pelatihan, peserta akan diberikan
pelatihan mengenai empat indikator dalam komponen perancangan program
BK, dimulai dari tahap identifikasi kebutuhan siswa, menyusun program BK
yang berkelanjutan, menyusun rencana pelaksanaan program BK dan
menentukan sarana dan biaya layanan BK. Dalam indikator identifikasi
kebutuhan siswa, materi yang diberikan mengenai instrumen tes maupun
nontes yang dapat diberikan pada siswa. Instrumen dapat dipilih yang
menurut peserta dinilai efektif untuk diterapkan dan mendalami kebutuhan
siswa. Instrumen yang telah dibagikan dan diisi oleh siswa, dianalisis oleh
peserta atau guru BK untuk disusun skala prioritas dalam program BK atau
rencana kegiatan yang akan disusun. Jika hasil analisis kebutuhan telah
dirangkum, maka penyusunan program selanjutnya dapat lebih terarahkan.
87
Demikian pula dengan sarana dan biaya yang diperlukan dalam layanan BK,
dari hasil analisis dan skala prioritas, peserta dapat memperhitungkan dan
menentukan alokasi dana dan pengadaan fasilitas yang dibutuhkan agar
menjawab kebutuhan siswa. Materi yang telah diterima peserta dapat
dijadikan contoh untuk penyusunan program BK yang sesuai dengan
keadaan sekolah masing-masing peserta.
Pada langkah evaluasi, difokuskan pada pencapaian tujuan yang telah
direncanakan sebelumnya. Sebelum melakukan evaluasi untuk mengecek
ketercapaian tujuan, dilakukan monitoring untuk memantau jalannya
pelatihan. Selain jalannya pelatihan yang melibatkan pelatih dan peserta,
monitoring juga dilakukan bagi kepanitiaan dan pihak yang bekerja sama.
Teknik monitoring hingga tindak lanjut ini dilengkapi dengan tabel format
yang berisi indikator pencapaian yang disusun berdasarkan kategori capaian,
yang kemudian dilanjutkan dengan rumusan tindakan lanjutan.
4.2.2 Validasi Desain Model
Setelah desain model yang dikembangkan, model masuk pada tahap
validasi oleh para ahli. Validasi ahli ini bertujuan untuk memperoleh
masukan dan komentar terhadap model yang dikembangkan, sehingga
apabila ditemukan kelemahan dalam model tersebut, dapat diperbaiki pada
tahap revisi desain.
88
Validasi model yang dilakukan pada tahap uji coba melibatkan pakar
dari bidang Bimbingan dan Konseling, pakar dari bidang pelatihan dan
praktisi dari Dinas Pendidikan yang diwakili oleh pengawas tingkat SMA.
Validasi model ini dilakukan melalui angket yang disertakan bersama produk
model yang disusun. Berikut ini adalah daftar nama validator/pakar:
Tabel 4.1. Daftar Nama Pakar Validasi Model
Validator Ahli
No. Nama Bidang Keahlian Instansi
1. Prof. Drs. JT. Lobby
Loekmono, Ph.D
Bimbingan dan
Konseling
Universitas Kristen Satya
Wacana
2. Setyorini, M.Pd Bimbingan dan
Konseling
Universitas Kristen Satya
Wacana
3. Dr. Mawardi, M.Pd Manajemen dan
Pelatihan
Universitas Kristen Satya
Wacana
4. Untung Widodo, S.Pd Pengawas SMA Dinas Pendidikan Kota
Salatiga
Validator Lapangan
5. Dra. H. Labo BK SMA Kr.1 Waikabubak
6. Joel Kolle BK SMK N.1 Waikabubak
7. Hesti Nugraheni, S. Ag BK SMA N.1 Waikabubak
Masukan dan saran dari para ahli dirangkum untuk menjadi dasar
perbaikan pada tahap revisi model. Hasil penilaian (scoring) dari para ahli
ditunjukkan dalam lampiran pada Tabel 4.2. Berikut ini hasil validasi model
yang diperoleh dari pada ahli:
89
Tabel 4.3. Hasil Validasi Model Oleh Para Ahli
No. Validator Masukan / Komentar
1. Prof. Drs. JT.
Lobby Loekmono,
Ph.D
1. Pemilihan warna pada tampilan produk dan
kaitannya dengan instansi pendidikan (MMP
UKSW) yang perlu diperbaiki
2. Pemilihan warna cover yang cerah pada
panduan sekolah
3. Sumber tulisan sebaiknya dilampirkan
4. Kejelasan model pada panduan evaluasi dapat
dipertajam
2. Setyorini, M.Pd 1. Ukuran huruf dan tampilan cover
diseimbangkan
2. Konsistensi dalam penulisan judul (Penyusunan
Model/Penyusunan Buku Panduan/Penyusunan
Model Pengembangan Program Pelatihan)
3. Media pada panduan perlu diperjelas
3. Untung Widodo,
S.Pd
1. Dalam konteks formal, “Kata Pengantar” juga
dapat ditulis “Pengantar” saja.
2. Kata ‘patut’ dalam Kata Pengantar tidak perlu
ditulis karena itu adalah hal yang mutlak.
3. Konsistensi dalam memilih kata yang dipakai,
misalnya ‘peserta didik’ atau ‘siswa’; ‘landasan
teori’ atau ‘kajian teori’.
4. Dr. Mawardi,
M.Pd
1. Perlu ditambahkan deskripsi tentang apa itu
model dan apa itu “Model Pengembangan
Program Pelatihan…”
2. Harap dimantapkan yang maksud yang
diinginkan itu “Model Program Pelatihan…”
atau “Model Pengembangan Program
Pelatihan…”
3. Halaman 2 bagian 1.2, 1.3, 1.4
mendeskripsikan tujuan, manfaat dan sasaran
90
evaluasi; sementara 1.5 bicara tentang panduan.
Sebaiknya 1.2-1.4 juga mendeskripsikan
panduan.
4. Nama pembimbing harus dicantumkan pada
produk
5. Perlu ada bab tentang “Hakikat Evaluasi”
secara tersendiri. (Komp. 2-5)
5. Dra. H. Labo 6. Setelah model ini, dapat menyegarkan kembali
pemahaman dan pengetahuan guru BK, semoga
bermanfaat untuk pengembangan profesi guru
BK dan untuk kemajuan pendidikan di negeri
ini, terutama Sumba Barat, terlebih lagi di
sekolah sasaran/subjek penelitian.
6. Joel Kolle 7. Diucapkan terima kasih karena setelah
membaca langkah-langkah tulisan ini ternyata
sangat membantu kami sebagai acuan untuk
menambah pengetahuan baru
8. Tulisan ini dapat dipakai untuk perbaikan
kinerja keprofesionalisme BK di SMK N.1
Waikabubak
9. Daftar Isi tulisan mungkin dapat sedikit
dirapikan lagi
7. Hesti Nugraheni,
S. Ag
10. Tulisan ini membantu sekali, khususnya bagi
kami di sekolah ini yang masih membutuhkan
pembaharuan dalam BK, baik dari segi
layanannya, keterlibatan guru, wakil kepala
sekolah, kepala sekolah, maupun instansi
pemerintah/swasta lainnya.
91
Dalam satu pengembangan model, terdapat empat panduan yang
masing-masing dilengkapi instrumen penilaian. Data yang diperoleh dari
kolom komentar/saran ditambah dengan data skor pada setiap instrumennya.
Dalam model, komponen yang divalidasi meliputi: 1) Tampilan produk, 2)
Pendahuluan, 3) Kajian Teori, 4) Pengembangan Model, 5) Prasyarat
Keefektifan Model, 6) Penutup, dan 7) Daftar Pustaka. Lampiran model
berupa panduan dinas, panduan pelatih dan peserta, panduan sekolah dan
panduan evaluasi. Dalam Panduan Dinas, Pelatih dan Peserta, dan Sekolah
meliputi: 1) Tampilan produk, 2) Pendahuluan, 3) Prinsip Pelatihan, 4)
Rencana dan Prosedur, 5) Penutup, dan 6) Daftar Pustaka, sedangkan
Panduan Evaluasi terdiri dari sembilan (9) item.
Penentuan kelayakan pengembangan model ini dilakukan dengan
membuat empat (4) kategori, yaitu: Sangat Baik (4), Baik (3), Kurang Baik
(2), dan Tidak Baik (1).
Adapun perhitungan skor untuk mengetahui tingkat kelayakan
pengembangan model ditentukan dengan rumus berikut:
92
Tabel 4.4.Rumus Perhitungan Tingkat Kelayakan Pengembangan Model
Untuk mengetahui nilai rentang kelayakan model, digunakan rumus
berikut:
𝐬𝐤𝐨𝐫 𝐭𝐞𝐫𝐭𝐢𝐧𝐠𝐠𝐢 (𝟒)−𝐬𝐤𝐨𝐫 𝐭𝐞𝐫𝐞𝐧𝐝𝐚𝐡 (𝟏)
𝐬𝐭𝐚𝐧𝐝𝐚𝐫 𝐤𝐞𝐥𝐚𝐲𝐚𝐤𝐚𝐧 (𝟑) x100
Skor persentase akhir yang diperoleh kemudian disesuaikan dengan
rentang nilai kelayakan yang tertera dibawah ini:
76 - 100 = Sangat Layak
51 - 75 = Layak
26 - 50 = Kurang Layak
0 - 25 = Tidak Layak
1. Menghitung T x Pn
T = Total jumlah pilihan item
Pn = Pilihan skor (1,2,3,4)
2. Menghitung jumlah item (tiap instrumen)
3. Menghitung X dan Y
X = Skor terendah (1) x Jumlah item
Y = Skor tertinggi (4) x Jumlah item
4. Menghitung Index Persentase sementara
Index =Total Skor (∑ T . Pn)
Y x100
5. Menghitung rata-rata Skor kelayakan akhir
1 Model (5 instrumen) Mean = ∑ % tiap 5 instrumen
4= ___
93
Berdasarkan hasil validasi para ahli, berikut ini dipaparkan hasil
perhitungan skor model beserta panduannya dari setiap validator.
Tabel 4.5. Skor Kelayakan Pengembangan Model
Validator
Persentase Skor Akhir Skor
Kelayakan Model P. Dinas P.Pelatih
& Peserta
P.
Sekolah
P.
Evaluasi
Prof. Drs. JT.
Lobby
Loekmono, Ph.D
80,30 78,75 74 78,26 69 76,1
Setyorini, M.Pd 78,79 83,75 86,46 89,13 72,22 82,1
Untung Widodo,
S.Pd 100 100 100 100 100 100
Dr. Mawardi,
M.Pd 74,24 75 75 75 77,78 75,4
SMA Kr.1
Waikabubak 84,8 96,25 97,9 100 97,2 95,23
SMK N.1
Waikabubak 98,48 98,75 98,95 98,91 97,22 98,5
SMA N.1
Waikabubak 97,72 100 96,87 96,73 97,22 97,7
Rata-rata Total 89,3
Berdasarkan hasil perhitungan dari analisis data validasi ahli secara
keseluruhan, diperoleh rata-rata kelayakan berjumlah 89,3, sehingga dapat
dikatakan bahwa pengembangan model program pelatihan yang disusun
beserta panduan-panduannya sangat layak untuk diujicobakan.
94
4.2.3 Revisi Desain Model
Model yang telah melewati tahap validasi ahli kemudian diperbaiki
kelemahan/kekurangannya. Berikut hasil model yang telah direvisi:
Tabel 4.6. Hasil Validasi dan Revisi
No. Masukan Hasil revisi
1 Pemilihan warna pada tampilan produk
dan kaitannya dengan instansi
pendidikan (MMP UKSW) yang perlu
diperbaiki
Warna telah diganti dan disesuaikan
dengan warna Universitas
2 Pemilihan warna cover yang cerah
pada panduan sekolah
Warna cover telah diganti dan
disesuaikan
3 Sumber tulisan sebaiknya dilampirkan Sumber tulisan telah dilengkapi dan
dilampirkan
4 Kejelasan model pada panduan
evaluasi dapat dipertajam
Pada panduan evaluasi, telah
ditambahkan penjelasan serta panduan
mengenai tujuan evaluasi hingga ruang
lingkup panduan.
5 Ukuran huruf dan tampilan cover
diseimbangkan
Ukuran huruf pada tampilan judul model
telah diperbaiki
6 Konsistensi dalam penulisan judul
(“Penyusunan Model…”/ ”Penyusunan
Buku Panduan…” /”Penyusunan
Model Pengembangan Program
Pelatihan…”).
Judul akhir telah ditentukan berupa
“Pengembangan Model Program
Pelatihan Untuk Peningkatan
Kompetensi Profesional Guru BK dalam
Menyusun Program BK di SMA”
7 Media pada panduan perlu diperjelas. Media dalam pelatihan telah
ditambahkan
8 Dalam konteks formal, “Kata
Pengantar” juga dapat ditulis
Telah direvisi
95
“Pengantar” saja.
9 Kata ‘patut’ dalam Kata Pengantar
tidak perlu ditulis karena itu adalah hal
yang mutlak.
Telah direvisi
10 Konsistensi dalam memilih kata yang
dipakai, misalnya ‘peserta didik’ atau
‘siswa’; ‘landasan teori’ atau ‘kajian
teori’.
Telah diperbaiki dan ditentukan
penggunaan kata “siswa” dan “landasan
teori”.
11 Perlu ditambahkan deskripsi tentang
apa itu model dan apa itu “Model
Pengembangan Program Pelatihan…”
Penjelasan/deskripsi mengenai model itu
sendiri telah ditambahkan
12 Harap dimantapkan yang maksud yang
diinginkan itu “Model Program
Pelatihan…” atau “Model
Pengembangan Program Pelatihan…”
Telah ditentukan untuk menggunakan
judul “Pengembangan Model Program
Pelatihan…”
13 Halaman 2 bagian 1.2, 1.3, 1.4
mendeskripsikan tujuan, manfaat dan
sasaran evaluasi; sementara 1.5 bicara
tentang panduan. Sebaiknya 1.2-1.4
juga mendeskripsikan panduan.
Panduan pada poin 1.2, 1.3, 1.4 telah
ditambahkan
14 Nama pembimbing harus dicantumkan
pada produk.
Telah dicantumkan
15 Perlu ada bab tentang “Hakikat
Evaluasi” secara tersendiri. (Komp. 2-
5).
Telah ditambahkan 1 bab dalam
panduan evaluasi, yaitu “Bab II Hakikat
Evaluasi” yang berisi definisi evaluasi,
sistem evaluasi, dan prinsip/dasar
evaluasi.
16 Daftar Isi dirapikan Telah direvisi
96
4.3 Pembahasan
Kompetensi profesional seorang guru BK dapat tercermin dalam
program layanan BK yang dilaksanakan. Kompetensi yang mengarah pada
penguasaan teoritis maupun praktek guru mengenai bimbingan dan konseling
ini membantu siswa dalam menangani tugas perkembangannya. Setiap tugas
perkembangan siswa membutuhkan perencanaan yang matang sehingga
kemampuan guru untuk merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan
hingga mengevaluasi program layanan harus optimal (Santoadi, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian, program BK yang dijalankan selama ini belum
efektif karena disebabkan oleh berbagai faktor kendala, salah satunya adalah
kompetensi guru dalam mengakomodir dan mengelola layanan yang
ditetapkan berdasarkan penilaian kebutuhan siswa. Analisis kebutuhan siswa
yang kurang mendalam mengakibatkan penentuan prioritas layanan yang
tidak tepat. Hal ini menjurus pada program yang disusun berdasarkan hasil
tersebut tidak efektif karena hal yang menjadi kebutuhan belum ditampilkan
dan diprioritaskan secara seksama. Pada keempat bidang layanan yang terdiri
dari bidang pribadi, sosial, belajar dan karir, tentu memiliki kriteria
kebutuhan dari setiap siswa. Perumusan kebutuhan akan bidang layanan
yang disuguhkan tidak dapat dilakukan dengan memfokuskan salah satu
bidang saja dalam program yang disusun, misalnya pemberian layanan pada
bidang pribadi melalui konseling individu pada satu semester. Hal seperti
97
inilah yang menjadi kendala bagi keefektifan BK di sekolah. Guru BK atau
konselor sekolah perlu membuat perubahan dalam program BK yang selama
ini dilakukan hanya berdasar pada masalah siswa yang muncul di permukaan
atau yang terlihat saja. Guru BK perlu mendalami keadaan siswa yang pada
akhirnya akan berpengaruh pada perkembangan mereka di empat bidang
tersebut.
Selain menganalisis kebutuhan siswa, guru BK juga perlu melakukan
sosialisasi untuk menjelaskan pentingnya layanan BK pada siswa,
membentuk kembali pandangan yang positif terhadap BK, dan menjalin
kerja sama yang lebih baik dengan orang tua, masyarakat bahkan pihak yang
terlibat dalam layanan BK ini. Menurut Mugiarso (2009), peran guru BK
selain memasyarakatkan kegiatan BK dan merencanakan program BK adalah
melakukan persiapan dan melaksanakan bidang layanan BK pada sejumlah
siswa berdasarkan rasio, melaksanakan kegiatan pendukung layanan BK,
mengevaluasi proses dan hasil pelaksanaan layanan BK hingga
mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatannya. Untuk mencapai beberapa
aspek tersebut, guru perlu mendapat pelatihan yang mendukung perubahan
yang mencapai tujuan, baik untuk kompetensi profesionalnya maupun untuk
layanan BK yang lebih efektif.
Pengembangan model program pelatihan ini didasarkan pada
pengembangan model menurut Sugiyono. Langkah-langkah pengembangan
98
tersebut meliputi: 1) studi pendahuluan untuk mengidentifikasi potensi dan
masalah, 2) perancangan desain model, 3) validasi desain model, 4) revisi
desain model, dan 5) ujicoba model terbatas.
Model yang dikembangkan diharapkan dapat membantu guru BK
dalam meminimalisir kendala yang dihadapi dalam menyusun program BK.
Adapun kendala yang dialami yaitu analisis kebutuhan siswa yang belum
mendalam dan penerapan program yang belum terjadwal dengan baik.
Dengan adanya pengembangan model ini, kendala tersebut diharapkan
terminimalisir dengan adanya penerapan fungsi manajemen yang membantu
penerapan model yang lebih terstruktur.
Pada program pelatihan dalam model faktual, tahap perencanaan
dapat dikatakan cukup baik dalam menjabarkan langkah-langkah
perencanaannya. Diawali dengan analisis kebutuhan melalui data pokok
pendidikan untuk mengetahui guru sasaran yang menjadi peserta pelatihan
dan penyusunan bahan pelatihan bagi peserta. Dalam tahap
pengorganisasian, ada kerja sama dengan pihak LPMP dan juga terkait
pembiayaan yang melibatkan pusat dan daerah. Langkah selanjutnya yaitu
guru sasaran mengikuti kegiatan pelatihan, dan disamping itu ada tindakan
pendampingan dan penguatan bagi guru sasaran/peserta. Kegiatan
monitoring dan evaluasi mengenai pelaksanaan pelatihan tetap dilakukan.
Namun yang menjadi bahan pengembangan model faktual ini terletak ada
99
penjabaran kegiatan di setiap tahapan programnya. Ada beberapa hal yang
perlu ditambahkan pada tahap perencanaan hingga evaluasi program
pelatihan ini.
Pengembangan suatu model pun perlu dilandasi prinsip yang akan
mengarahkan tujuan program yang ingin dicapai dan dikembangkan. Prinsip
untuk menghasilkan pengembangan model yang dinyatakan Draganidis,
Fotis, dan Mentzas (2006) menyimpulkan bahwa dalam menyusun sebuah
model, perlu diperhatikan agar model tersebut dapat diidentifikasi kerangka
kuncinya, terperinci setiap bagian bagian/tahapan dalam kerangkanya,
diseleksi/dimodifikasi bagian yang perlu diperbaiki, proses dalam model
yang terstruktur, dan ada revisi model. Dalam pengembangan model,
kerangka pengembangan model difokuskan pada fungsi manajemen yang
indikatornya difokuskan pada alur pelaksanaan pelatihan. Dalam setiap
fungsinya, dimuat penjabaran indikator agar mencerminkan tujuan pelatihan
yang ingin dicapai dari tahap perencanaan hingga evaluasi. Dalam tahap
perencanaan pelatihan, perlu dicantumkan tujuan pelatihan serta manfaat
yang diharapkan diperoleh peserta dari kegiatan tersebut. Tujuan pelatihan
dapat menjadi standar untuk penyelenggaraan kegiatan sekaligus menjadi
titik penilaian kegiatan agar sesuai dengan standar yang ingin dicapai.
Indikator berikutnya yang perlu ditambahkan adalah perlu adanya
gambaran penyusunan kegiatan dalam tahap perencanaan. Hal ini meliputi
100
tahap pendahuluan dan tahap kegiatan inti pelatihan. Dalam tahap
pendahuluan, terdapat langkah identifikasi kebutuhan, perumusan tujuan dan
penyusunan kegiatan pelatihan. Dalam tahap kegiatan inti, terdapat langkah
sosialisasi kegiatan pelatihan dan penyusunan program BK. Sosialisasi
dibutuhkan sebagai salah satu media untuk mengenalkan proses
pembelajaran yang akan dilakukan mengenai keterampilan dan pengetahuan
serta perannya dalam proses tersebut. Seperti yang dikemukakan Goode
(2007) yang menyatakan bahwa sosialisasi merupakan proses yang harus
dilalui untuk memperoleh nilai-nilai dan pengetahuan mengenai
kelompoknya dan mengenai peran sosial yang cocok dengan kedudukannya
saat itu. Hal ini mendukung pentingnya langkah sosialisasi dalam kerangka
pengembangan model program pelatihan yang kemudian mempengaruhi
langkah berikutnya dalam pengorganisasian maupun hingga tahap
pelaksanaan pelatihan.
Selain itu, dalam tahap perencanaan, selain langkah-langkah
pelaksanaannya, perlu ditambahkan tahap evaluasi, waktu pelatihan dan
biaya pelatihan. Tahap evaluasi perlu direncanakan dengan matang agar
dapat ditentukan standar-standar tertentu yang menjadi bahan pertimbangan
terlaksananya pelatihan secara efektif atau tidak. Tahap perencanaan ini
merupakan tahap penggabungan antara fakta dan usaha yang menuju pada
aktivitas yang diusulkan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan
101
(Sukarna, 2011). Demikian juga dengan waktu dan biaya pelatihan, dimana
hal ini cukup krusial karena perlu disesuaikan dengan kalender pembelajaran
yang dilakukan guru sasaran atau peserta pelatihan. Meninjau kembali
kendala yang dihadapi dalam mengatur jadwal layanan BK, menunjukkan
perencanaan waktu yang belum matang, padahal pengaturan waktu adalah
hal penting dalam menentukan dan menilai ketercapaian dan keberhasilan
layanan BK tersebut dalam suatu kurun waktu. Maka dari itu, pengembangan
model ini juga mengarah pada prinsip khusus pelaksanaan BK dimana waktu
pelaksanaannya yang harus berkesinambungan.
Penetapan narasumber, persiapan materi, panduan pelatihan, dan
pelaksanaan pelatihan juga membutuhkan waktu yang cukup lama.
Pembiayaan yang juga merupakan salah satu faktor penting dalam pelatihan
membutuhkan perencanaan yang matang agar setiap hal yang diperlukan
dapat tersedia. Oleh karena itu, tahap perencanaan yang dilakukan dengan
baik dan matang dapat menjadi tonggak pelaksanaan pelatihan yang efektif
karena setiap tahap akan lebih terstruktur.
Selain itu, dalam tahap pengorganisasian, gambaran model yang
memuat langkah-langkah prosedural tidak hanya memuat kerja sama dengan
pihak terkait, namun perlu diperjelas dengan mekanisme kerja, jabaran tugas
dan prasyarat tiap personil terkait kegiatan pelatihan. Kejelasan tugas dalam
tahap pengorganisasian ini juga dapat meningkatkan kerja sama yang terjalin
102
antar personil sehingga pencapaian tujuan menjadi lebih baik. Seperti yang
dikemukakan Moekijat (1993:2), bahwa pelatihan dapat mengembangkan
sikap agar tercipta kerja sama antar pekerja, yang dalam hal ini adalah pihak
terkait kegiatan pelatihan. Pelatihan bukan hanya meningkatkan
keterampilan peserta tetapi juga bagi kepanitian, baik dalam mengatur
strategi dari tahap perencanaan hingga pada pelaksanaan evaluasi.
Pelaksanaan pelatihan dengan model faktual melakukan
pendampingan dan penguatan. Namun dalam pengembangan model program
pelatihan ini, tahap pelaksanaan mencakup persiapan pelatihan, pra-pelatihan
dan kegiatan pelatihan itu sendiri. Langkah persiapan pelatihan dimaksudkan
agar ada pemantapan dari semua pihak terkait, misalnya kepanitiaan kegiatan
pelatihan, Dinas Pendidikan, sekolah-sekolah terkait serta peserta pelatihan
itu sendiri. Meskipun dalam tahap perencanaan, hal-hal terkait pelaksanaan
telah dilakukan, maka dalam pelaksanaannya, diperlukan waktu untuk
mengecek kembali keperluan yang direncanakan sebelumnya. Langkah pra-
pelatihan atau sosialisasi dimaksudkan untuk memberi arahan pada peserta
sebelum mengikuti pelatihan. Tahap ini juga dimaksudkan agar memberi
waktu bagi peserta untuk mempersiapkan diri. Demikian juga kepanitiaan
yang ditunjuk untuk menjalankan tugasnya. Dalam pengembangan model ini
disertakan beberapa panduan bagi pihak terkait, seperti Dinas Pendidikan,
Pelatih dan Sekolah dengan tujuan bahwa dalam pelatihan, jabaran tugas dan
103
mekanisme kerjanya dapat lebih teratur. Pengembangan model program
pelatihan ini berfokus pada penyusunan program BK oleh guru, yang
menunjukkan bahwa kontribusi pelatih cukup besar dalam mengembangkan
kompetensi guru dalam penyusunan program BK tersebut. Oleh karena itu,
materi yang diberikan kepada peserta terkait dengan penyusunan program
BK, dimulai dari identifikasi kebutuhan siswa hingga evaluasi program BK
yang telah dijalankan di sekolah. Pada pengembangan model, materi
dijelaskan secara garis besar. Namun yang membedakannya dengan panduan
pelatih adalah pada penjabaran materi yang lebih lengkap pada panduan
tersebut. Materi yang disajikan terbagi atas empat bagian, sesuai dengan
indikator kompetensi profesional guru BK dalam menyusun program BK.
Bagian pertama dari materi yang dijelaskan terfokus pada identifikasi
kebutuhan siswa, dimana pelatih akan merincikan satu per satu instrumen tes
maupun nontes yang dapat digunakan untuk memperdalam kebutuhan siswa.
Peserta atau guru BK dapat memilih dan mengembangkan instrumen yang
digunakan untuk sesuai dengan keperluan di sekolahnya. Dalam penelitian
yang dilakukan Hastuti (2014), mempunyai kesamaan dengan tujuan dari
penelitian ini karena berfokus pada analisis kebutuhan siswa dan
mengembangkan instrumen seperti yang telah disusun dalam pengembangan
model program ini. Hal yang disarankan dalam penelitian Hastuti merujuk
pada pemanfaatan TIK sebagai media penyempaian informasi mengenai
104
pengembangan instrumen dan analisis kebutuhan siswa. Maka dalam
penelitian ini, tidak hanya dijelaskan media yang digunakan namun juga
disediakan beberapa panduan sehingga dapat digunakan secara praktis.
Pengembangan model beserta panduan tersebut telah dinyatakan layak oleh
validator sehingga dapat diterapkan pada sekolah-sekolah secara terbatas
untuk meningkatkan layanan BK yang lebih efektif.
Bagian kedua yang menjadi materi adalah penyusunan program BK
yang berkelanjutan, dimana hasil analisis kebutuhan siswa dituangkan guru
BK ke dalam bentuk program BK, baik yang akan dijalankan dalam kurun
waktu satu tahun, semester atau bulan. Penyesuaian tujuan program dengan
aspek-aspeknya yang meliputi komponen program hingga biaya layanan BK
dapat dikembangkan guru BK sesuai kebutuhan dan waktu yang tepat.
Bagian ini membutuhkan perhatian, baik dari pelatih maupun peserta, karena
program yang disusun berisi layanan-layanan yang akan diberikan pada
siswa. Program BK ini dinilai penting karena pada dasarnya, layanan
bimbingan yang diberikan selalu memperhatikan perkembangan siswa
sebagai individu yang mandiri dan mempunyai potensi untuk berkembang.
Selain itu juga bimbingan juga merupakan suatu proses, dimana layanan
bimbingan akan terus menerus berlangsung atau terus diberikan pada siswa
(Winkell, 2009).
105
Hal yang biasanya menjadi kendala, seperti pemilihan instrumen
yang kurang bervariasi untuk mendalami kebutuhan siswa dapat berimbas
pada ketepatan layanan yang diberikan. Seperti yang tercantum dalam
prinsip khusus oleh Ahmadi (2015), salah satunya adalah konselor
hendaknya menggunakan berbagai jenis metode dan teknik yang tepat dalam
menjalankan tugasnya. Apabila guru BK ingin meningkatkan layanan belajar
untuk mendukung prestasi siswa, maka pengukuran kebutuhan yang
dibutuhkan tidak hanya dari satu instrumen, seperti data diri siswa, atau
angket peminatan siswa. Guru dapat mengembangkan instrumen yang ada
dengan memberikan tes prestasi, dimana guru dapat bekerja sama dengan
tenaga ahli dibidang tersebut. Disamping itu, guru perlu terlibat dan peka
terhadap keadaan siswa yang berada di zaman yang terus berubah, karena
itulah bimbingan untuk mencapai kemandirian dan penyesuaian diri siswa
terhadap lingkungannya perlu terus diasah lewat tahap identifikasi kebutuhan
ini. Pernyataan dari Sukardi (2008) pun menegaskan pentingnya bimbingan
yang merupakan suatu proses bantuan yang diberikan terus-menerus dan
sistematis dalam tiap tingkat perkembangan siswa.
Selain itu, perencanaan operasional yang juga memuat tentang bidang
layanan, materi dan waktu pelaksanaan menemukan kendala pada
pelaksanaannya dalam kurun waktu tertentu. Hal tersebut disebabkan oleh
skala prioritas yang ditentukan sekolah dimana porsi waktu pelaksanaan jam
106
pembelajaran lebih diutamakan dari pada porsi waktu untuk layanan BK.
Maka dari itu, guru perlu menyiasati waktu yang ada sedemikian rupa
sehingga layanan BK tetap berjalan meskipun porsi waktu yang ditentukan
dalam perencanaan belum sepenuhnya dijalankan. Disamping itu, layanan
BK seperti bimbingan kelompok atau klasikal dapat dilaksanakan dengan
memanfaatkan ruang layanan BK secara bertahap. Namun guru BK perlu
melakukan inventarisasi kebutuhan terlebih dahulu, seperti kebutuhan ruang
layanan, kelengkapan instrumen yang digunakan maupun sarana/fasilitas
lainnya yang mendukung layanan yang akan diberikan.
Kebutuhan sarana dan biaya juga menjadi bagian dari materi
pelatihan yang akan membantu guru dalam mengatur alur pengajuan
pengadaan sarana/fasilitas hingga mengalokasikan biaya yang dibutuhkan
untuk keperluan layanan BK. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana
dapat menjadi salah satu perubahan yang baik bagi terciptanya layanan BK
yang efektif dan kondusif. Pada beberapa sekolah, sarana dan prasarana
menjadi salah satu kendala yang krusial dan tidak dapat disepelekan.
Pada tahap evaluasi dalam pengembangan model program pelatihan,
tidak hanya kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan, namun juga
perlu ditambahkan rencana tindak lanjut yang dilakukan. Monitoring
dilakukan untuk meninjau proses belajar peserta selama dan akhir pelatihan.
Adapun landasan yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan
107
belajar peserta adalah dengan menyesuaikan pada indikator penyusunan
program BK bagi konselor yang tercantum dalam Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Konselor (Permendiknas Nomor 27 Tahun
2008).