bab iv komposisi belanja pemerintah....pdf
TRANSCRIPT
IV. KOMPOSISI BELANJA PEMERINTAH
BEBERAPA NEGARA DAN KINERJA PEREKONOMIANNYA
Fungsi utama anggaran pemerintah dalam perekonomian suatu negara
adalah fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi (Stiglitz, 2000).
Fungsi stabilisasi anggaran bisa dilakukan oleh negara dalam kondisi krisis
ekonomi dan bisa juga dilakukan tidak dalam krisis ekonomi seperti untuk fine
tuning perekonomian. Fine tuning perekonomian dilakukan oleh pemerintah
untuk menggerakkan perekonomian sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
Pertumbuhan dan perkembangan perekonomian suatu negara ditujukan
untuk menciptakan kesejahteraan seluruh warga negara. Penyusunan anggaran
harus diarahkan untuk menciptakan kesejahtaraan seluruh warga negara.
Komposisi anggaran belanja pemerintah harus benar-benar produktif menciptakan
stimulus perekonomian. Fungsi stimulus belanja pemerintah akan tercermin dalam
kontribusinya terhadap kinerja perekonomian. Idealnya, semakin besar anggaran
belanja pemerintah maka daya stimulus terhadap perekonomian akan semakin
besar. Kontribusi belanja pemerintah tidak hanya dilihat dari besar kecilnya atau
naik turunnya alokasi anggaran tiap tahun. Efektifitas belanja pemerintah dilihat
dari dampaknya terhadap kinerja seluruh variabel makro ekonomi. Untuk melihat
efektifitas belanja pemerintah diperlukan ukuran yang obyektif, diantaranya
dengan melakukan perbandingan dengan belanja pemerintah negara lain.
Perbandingan tidak dilihat dari besaran volume belanja namun dilihat dari
proporsi dan komposisinya serta dihubungkan dengan kinerja perekonomiannya.
Perbandingan komposisi belanja antar negara sekaligus dapat digunakan
sebagai acuan untuk mengevaluasi apakah komposisi belanja pemerintah
80
Indonesia sudah proporsional dan cukup efektif menstimulus perekonomian.
Dalam melakukan perbandingan, maka dipilih negara-negara yang memiliki
karakteristik yang hampir sama dengan Indonesia. Selain persamaan karakteristik,
juga diambil negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi untuk
dijadikan acuan. Berikut beberapa komposisi belanja pemerintah negara-negara
ASEAN + China serta kinerja perekonomian masing-masing negara.
4.1. Komposisi Anggaran Pemerintah Thailand
Thailand dikenal sebagai salah satu negara ASEAN yang sekarang sedang
meningkat perekonomiannya, bahkan banyak yang memprediksikan Thailand
berpotensi menjadi macan ASEAN. Thailand telah berhasil keluar dari krisis
ekonomi tahun 1998, padahal Thailand adalah negara pertama yang terkena
dampak krisis ekonomi terparah. Tetapi memasuki tahun 2000 Thailand berhasil
menjadi leader dalam hal negara penghasil komoditi pertanian terbesar di
ASEAN. Beberapa komoditi hasil pertanian tropika lebih terkenal dengan nama
Thailand seperti Durian Montong, Jambu Bangkok, dan Beras Thailand.
Thailand sebagai negara berkembang tentunya memiliki karakteristik
perekonomian yang tidak berbeda jauh dengan Indonesia. Salah satu sektor yang
berhasil dikembangkan oleh Thailand adalah sektor pertanian. Terbukti hampir
setiap tahun Indonesia mengimpor berbagai komoditas pangan dari Thailand,
terutama beras. Thailand yang dulu tertinggal oleh Indonesia saat ini melesat
dengan program unggulannya yaitu sektor pertanian. Padahal potensi sektor
pertanian Indonesia tidak kalah dari Thailand, bahkan Indonesia memiliki sumber
daya alam yang lebih kaya dan melimpah. Permasalahannya adalah Thailand
mampu mengolah dan mengembangkan potensi sumber daya yang dimiliki secara
optimal dan produktif.
81
Tabel 6. Alokasi Anggaran Belanja Pemerintah Thailand Menurut
Klasifikasi Ekonomi
(juta baht)
GFS Classification FY 2010 FY 2011
Changes Over
the FY 2010
Amount (%) Amount (%) Amount (%)
Budget appropriation 1 700 000 100 2 070 000 100 370 000 21.8
Expenses 1 519 866 89.4 1 776 710 85.8 256 844 16.9
Compensation of employees 598 793 35.2 636 329 30.7 37 536 6.3
Wages and Salaries 571 969 33.6 605 417 29.2 33 448 5.8
Social Contributions 26 824 1.6 30 913 1.5 4 088 15.2
Use of goods and services 286 898 16.9 346 440 16.7 59 542 20.8
Interest payments 158 451 9.3 178 862 8.6 20 410 12.9
Domestic Interest 153 273 9 175 254 8.4 21 981 14.3
Foreign interest 5 178 0.3 3 608 0.2 -1 571 -30.3
Subsidies 23 567 1.4 74 172 3.6 50 604 214.7
To Public Corporations 23 151 1.4 73 375 3.6 50 224 216.9
To non- Financial public
corporations
17 525 1 15 854 0.8 -1 671 -9.5
To Financial public
corporations
5 626 0.4 57 521 2.8 51 895 922.4
To Private Enterprises 416 - 797 - 381 91.4
Grants 275 657 16.2 328 197 15.9 52 540 19.1
To international organizations 1 387 0.1 1 478 0.1 91 6.6
To other government unit 274 270 16.1 326 719 15.8 52 499 19.1
Current 258 300 15.2 301 687 14.6 43 388 16.8
Capital 15 970 0.9 25 031 1.2 9 062 56.7
Social benefits 147 601 8.7 169 320 8.2 21 719 14.7
Other expenses 28 898 1.7 43 391 2.1 14 493 50.2
Current 12 731 0.7 13 185 0.6 454 3.6
Capital 16 167 1 30 206 1.5 14 039 86.8
Acquisition of nonfinancial
assets
141 8.3 251 711 12.2 111 106 79
Purchase of equity 34 - 838 - 804 2
357.2
Principal repayment 39 495 2.3 10 395 0.5 -29 100 -73.7
Account Balance - - 30 346 1.5 30 346 100
Sumber: Bureau of The Budget of Thailand, 2011
Perkembangan ekonomi Thailand tentunya tidak terlepas dari peran
alokasi belanja pemerintah dalam menstimulus perekonomiannya. Tabel 6
memperlihatkan komposisi alokasi belanja pemerintah Thailand tahun 2011
82
paling besar adalah belanja pegawai yaitu sekitar 30 persen atau sekitar sepertiga
dari total alokasi anggaran belanja pemerintah. Hal ini tidak berbeda jauh dengan
Indonesia di mana salah satu alokasi yang paling besar dalam anggaran
pembiayaan negara adalah belanja pegawai sebesar 21.9 persen dari total seluruh
anggaran belanja pemerintah. Hal yang membedakan dengan Indonesia adalah
alokasi per jenis belanja. Jika alokasi belanja pemerintah Indonesia terbesar kedua
setelah gaji pegawai adalah untuk subsidi, maka subsidi di Thailand sangat kecil,
yaitu hanya sebesar 1.4 persen pada tahun 2010 dan 3.6 persen pada tahun 2011.
Stimulus yang dilakukan Pemerintah Thailand melalui alokasi belanja dalam
bentuk grants yaitu 16.2 persen pada 2010 dan 15.9 persen pada 2011.
Selain dilihat dari per jenis belanja, komposisi belanja pemerintah
Thailand juga dapat dilihat dari sisi fungsi. Tabel 7 menunjukkan perbandingan
komposisi belanja pemerintah Indonesia dan Thailand dimana terdapat perbedaan
yang mencolok antara porsi belanja untuk fungsi ekonomi. Besarnya alokasi
belanja untuk fungsi ekonomi inilah yang menyebabkan fungsi stimulus fiskal di
Thailand lebih optimal dibandingkan Indonesia.
Tabel 7. Perbandingan Belanja Pemerintah Berdasarkan Fungsi antara
Indonesia dan Thailand Tahun 2011
(%)
Alokasi Budget Indonesia Thailand
Pelayanan Umum 63.8 25.1
Pertahanan 5.5 8.1
Ketertiban dan Kemanan 2.4 5.9
Ekonomi 11.6 20.5
Lingkungan Hidup 1.3 0.1
Perumahan & Fasilitas Umum 2.8 2.3
Kesehatan 1.6 10.1
Pariwisata, Budaya, & Agama 0.5 0.8
Pendidikan 10 20.4
Perlindungan Sosial 0.5 6.7
Sumber: Kementerian Keuangan dan Bureau of The Budget of Thailand
83
Efektifitas stimulus fiskal di Thailand terlihat jelas pada alokasi pada
sektor pertanian yang masuk ke dalam alokasi fungsi ekonomi. Alokasi fungsi
ekonomi untuk sektor pertanian di Indonesia sebesar 1.2 persen dari total 11.6
persen untuk fungsi ekonomi. Hal ini berbeda jauh dengan Thailand di mana dari
fungsi ekonomi besarnya anggaran mencapai 20 persen dari total anggaran tahun
2011. Sedangkan anggaran untuk sektor pertanian sebesar 7.2 persen dari total
anggaran pemerintah Thailand. Oleh karena itu, sektor pertanian di Indonesia
kalah jauh dibandingkan sektor pertanian Thailand. Tabel 8 menunjukkan alokasi
anggaran yang cukup proporsional di Thailand, sehingga menghasilkan kinerja
sektor pertanian yang sangat bagus.
Tabel 8. Komposisi Belanja Pemerintah Thailand di Bidang Ekonomi
(Juta Baht)
No Economic Affairs FY 2010 FY 2011
1 General Economic, commercial and Labour Affairs 28 080.70 36 227.20
2 Agriculture, Forestry, Fishery, and Hunting 77 860.10 149 535.00
3 Fuel and Energy 2 597.60 2 744.40
4 Mining, Manufacturing, and Contruction 8 293.70 11 420.70
5 Transport 61 120.80 89 549.60
6 Communication 1 055.70 1 723.30
7 Other Industries 13 309.80 15 028.10
8 Economic Affairs not elsewhere Classified 95 542.30 118 456.60
Total Economic Affairs 287 860.70 424 684.90
Percentage of the Total Budget 16.90 20.50
Sumber: Bureau of The Budget of Thailand, 2011
Tabel 9 menunjukkan telah terjadi transformasi struktural dalam
perekonomian Thailand, di mana terjadi pergeseran dari sektor sektor pertanian
beralih ke sektor manufaktur. Pada tahun 2010 sektor manufaktur menyumbang
40 persen dari total PDB Thailand sedangkan sektor pertanian hanya 8.3 persen
84
dari total PDB. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi Thailand selama 10 tahun
terakhir cukup tinggi, rata-rata di atas 5 persen, terkecuali tahun 2009 ketika
terjadi krisis ekonomi. Pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi Thailand mampu
mencapai 7.81 persen.
Tabel 9. Kontribusi Sektoral terhadap PDB Thailand, Tahun 2005-2010
(%) Sektor 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Agriculture 9.0 9.0 8.7 8.8 9.2 8.3
Mining 2.3 2.3 2.2 2.2 2.3 2.2
Manufacturing 38.9 39.2 39.6 40.1 38.6 40.8
Electricity, gas, and water 3.3 3.3 3.3 3.4 3.5 3.6
Construction 2.4 2.4 2.4 2.2 2.2 2.2
Trade 14.0 13.8 13.9 13.7 14.0 13.3
Transport and communications 10.0 10.1 10.1 9.8 9.7 9.4
Finance 7.5 7.4 7.4 7.6 7.9 7.8
Public administration 3.0 2.8 2.8 2.8 2.9 2.8
Others 9.6 9.7 9.6 9.4 9.8 9.8
Sumber: Bureau of The Budget of Thailand, 2011
Thailand menyadari bahwa sektor manufaktur adalah sektor yang memiliki
nilai tambah tinggi. Oleh karenanya kebijakan ekonomi Thailand sangat
mendukung untuk terjadinya industrialisasi. Sumbangan sektor manufaktur
Thailand terhadap PDB mencapai 40.8 persen, yang didukung dengan berbagai
program pemerintah untuk mendorong industri manufaktur antara lain melalui
pembangunan infrastruktur dan pembiayaan. Anggaran yang dialokasikan
langsung untuk sektor industri manufaktur relatif kecil, yaitu hanya sekitar 0.55
persen. Namun dukungan pemerintah diberikan melalui alokasi anggaran yang
cukup besar terhadap pembangunan infrastruktur ekonomi yang mendukung
terjadinya industrialisasi. Industri hilir berkembang pesat di Thailand, termasuk
85
industri yang berbasis tehnologi, seperti industri elektronika, komputer serta
komponennya. Output industri elektronika Thailand diekspor ke berbagai negara,
termasuk yang membanjiri pasar Indonesia.
Hal lain yang menarik dari perekonomian Thailand adalah jika pada krisis
ekonomi tahun 1998 Thailand merupakan negara menjadi pemicu krisis, namun
justru Thailand negara pertama yang lepas dari krisis ekonomi. Krisis baht telah
memberikan pelajaran yang sangat berguna bagi Thailand untuk melakukan
efisiensi dan pembenahan. Gambar 14 menunjukkan pada tahun 2003
perekonomian Thailand sudah mampu tumbuh 7.14 persen. Walaupun selama
2005-2008 terjadi penurunan, bahkan puncaknya pada saat krisis global 2009
Thailand tumbuh minus 3.33 persen, namun pada tahun 2010 Thailand mampu
bangkit tumbuh 7.8 persen.
Sumber: World Bank, 2011
Gambar 14. Pertumbuhan GDP Thailand, Tahun 2000 -2010
Dukungan pertumbuhan sektor tradeable membuat konfigurasi
perekonomian Thailand berbeda dengan Indonesia, meskipun ekonomi kedua
negara ini sama-sama berbasis sumber daya alam. Hal ini terlihat dari Gambar 15
2,17
5,32
7,14 6,34
4,60 5,09 5,04
2,48
(2,33)
7,80
-4
-2
0
2
4
6
8
10
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Pertumbuhan GDP Thailand (%)
86
di mana perkembangan PDB Thailand sangat dipengaruhi oleh kinerja 3 sektor
yang memproduksi barang-barang tradeable dan jasa, yaitu industri manufaktur,
perhotelan, dan transportasi.
Sumber: Worldbank, 2010
Gambar 15. Perkembangan Sektor Tradeable, Non-tradeable dan PDB
Thailand
4.2. Komposisi Belanja Pemerintah Malaysia
Seperti negara berkembang pada umumnya pos untuk gaji pegawai di
Malaysia menempati pos paling besar. Proporsi untuk gaji pegawai mencapai 28
persen dari total pengeluaran negara. Walaupun porsi untuk gaji pegawai
menempati urutan pertama, besarnya porsi untuk gaji pegawai sebenarnya telah
mengalami penurunan dibandingkan tahun 2010 yang mencapai 30.6 persen dari
total pengeluaran negara.
Hal yang menarik dari postur anggaran di Malaysia adalah penurunan
persentase untuk pos subsidi antara tahun 2010 dan 2011. Tabel 10 menunjukkan
87
pada tahun 2010 pemerintah Malaysia mengalokasikan subsidi sebesar 16.4
persen dari belanja pemerintah, tetapi pada 2011 turun menjadi 14.6 persen atau
turun 1.8 persen. Padahal sebagaimana di negara berkembang pada umumnya pos
subsidi merupakan pos yang paling sensitif dan mengandung risiko dan biaya
politik yang sangat besar.
Peningkatan subsidi pada tahun 2010 sama seperti yang terjadi di
Indonesia yaitu disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia. Malaysia
mengakomodasi kenaikan harga minyak dunia tersebut dan tetap mempertahankan
harga eceran bahan bakar minyak untuk masyarakatnya. Tetapi untuk tahun 2011
subsidi tersebut dikurangi dengan asumsi harga minyak dunia tidak akan
mengalami kenaikan seperti pada tahun 2010.
Tabel 10. Alokasi Belanja Pemerintah Malaysia menurut Jenis
Details RM million Share (%)
2009 2010 2011 2009 2010 2011
Emoluments 42 778 46 626 45 562 27.2 30.6 28.0
Debt service charges 14 222 15 886 18 517 9.1 10.4 11.4
Grants to state goverments 4 895 4 856 5 510 3.1 3.2 3.4
Pensions and service 10 146 10 810 12 296 6.5 7.1 7.6
Supplies and Services 26 372 23 590 28 232 16.8 15.5 17.3
Subsidies 20 345 24 933 23 704 13.0 16.4 14.6
grants to statutory bodies 12 024 11 891 13 165 7.7 7.8 8.1
Refunds and write-off 555 1 115 1 083 0.4 0.7 0.7
Others 25 731 12 453 14 736 16.4 8.2 9.1
total 157 067 152 158 162 805 100.0 100.0 100.0
% of GDP 23.1 19.6 19.4
Sumber: Ministry of Finance Malaysia
Jika dilihat pengeluaran negara secara sektoral maka sektor pengembangan
ekonomi menempati urutan pertama dengan 57.6 persen dari total anggaran
negara. Anggaran ini naik dari tahun sebelumnya sebesar 50.2 persen. Walaupun
anggaran untuk pengembangan ekonomi mengalami peningkatan sebesar 7.4
88
persen, anggaran untuk sektor pertanian dan pengembangan perdesaan mengalami
pengurangan yang cukup signifikan. Anggaran untuk sektor pertanian terus
mengalami penurunan dari tahun 2009. Tahun 2009 anggaran untuk sektor
pertanian sebesar 11,1 persen dari total anggaran kemudian pada tahun 2010
berkurang menjadi 5.8 persen dan turun lagi pada tahun 2011 menjadi hanya 1.7
persen. Pada tahun 2010 anggaran sebesar 5,8 persen dari total anggaran belanja
pemerintah digunakan untuk mengintensifkan modernisasi dan komesialisasi
sektor pertanian dengan mengadopsi sistem pertanian modern dan mengadopsi
aplikasi terbaik dengan melakukan value-added untuk setiap komoditas hasil
pertanian. Dengan adanya modernisasi sektor pertanian pada tahun 2010
diharapkan sektor pertanian menjadi lebih produktif sehingga anggaran
pengembangan sektor pertanian bisa dikurangi pada tahun 2011 menjadi hanya
1.7 persen saja.
Tabel 11. Alokasi Belanja Pemerintah Malaysia menurut Sektor, Tahun
2009-2011
Details RM million Share (%)
2009 2010 2011 2009 2010 2011
Economic services 26 428 27 123 28 315 53.4 50.2 57.6
of which:
Agriculture and rural development 5 508 3 136 836 11.1 5.8 1.7
Trade and industry 5 592 4 711 9 621 11.3 8.7 19.6
Transport 8 531 1 904 9 644 17.2 14.6 19.6
Social Services 17 381 21 197 15 539 35.1 39.2 31.6
of which:
Education and training 10 840 11 702 10 363 21.9 21.7 21.1
Health 2 575 3 594 2 212 5.2 6.7 4.5
Housing 1 420 1 181 903 2.9 2.2 1.8
Security 3 956 3 914 4 373 8.0 7.2 8.9
General Administration 1 749 1 809 955 3.5 3.3 1.9
Total 49 515 54 042 49 182 100.0 100.0 100.0
% of GDP 7.3 7.0 5.9
Sumber: Ministry of Finance Malaysia
89
Hal yang sebaliknya ditunjukkan Tabel 11, dimana proporsi untuk sektor
perdagangan mengalami peningkatan yang cukup besar dari 8.7 persen pada tahun
2010 menjadi 19.6 persen pada tahun 2011, atau meningkat 10.9 persen. Hal ini
merupakan tindak lanjut dari kebijakan sektor pertanian pada tahun 2010. Setelah
pemerintah mengadopsi sistem dan metode pertanian modern maka fokus utama
dari pengembangan ekonomi dari hasil komoditas pertanian adalah
mendistribusikannya ke dalam pasar. Oleh karena itu, pemerintah Malaysia
menaikkan anggaran untuk sektor perdagangan menjadi 19.6 persen guna
mendukung hasil komoditas pertanian yang dihasilkan.
Anggaran untuk sektor jasa sosial mengalami penurunan pada tahun 2011
yaitu hanya sekitar 31.6 persen, padahal pada tahun 2010 anggaran untuk jasa
sosial ini mencapai 39.2 persen. Sektor jasa sosial ini terdiri dari tiga sub sektor
utama yaitu sektor pendidikan dan pelatihan, sub sektor kesehatan, dan sub sektor
perumahan. Sub sektor pendidikan hampir sama persis dengan Indonesia di mana
proporsi untuk sektor pendidikan lebih dari 20 persen dari total anggaran belanja
pemerintah dan hampir tidak mengalami perubahan yang berarti. Sub sektor yang
mengalami perubahan signifikan adalah sub sektor kesehatan dan perumahan. Sub
sektor kesehatan mengalami penurunan yang paling besar yaitu sebesar 2.2 persen
dari yang tadinya 6.7 pada tahun 2010 menjadi 4.5 pada tahun 2011. Penurunan
ini sebenarnya cukup masuk akal karena anggaran sebesar 6.7 persen pada tahun
2010 dipergunakan untuk membangun rumah sakit, pembelian peralatan rumah
sakit, pelatihan tenaga medis, pembelian obat dan peralatan kesehatan, dan
perawatan bangunan rumah sakit dan klinik. Oleh karena itu, pada tahun 2011
90
pembangunan rumah sakit sudah selesai dan anggaran tahun 2011 sudah tidak ada
lagi untuk pembangunan rumah sakit.
Program perumahan Rakyat (PPR) pada tahun 2010 dipergunakan untuk
membangun rumah terjangkau untuk masyarakat berpenghasilan. Selain program
PPR, program perumahan juga digunakan untuk rehabilitas beberapa projek
perumahan yang ditinggalkan. Program pembangunan PPR ini diproyeksikan
akan selesai pada akhir tahun 2010 sehingga anggaran perumahan untuk anggaran
tahun 2011 mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Anggaran untuk sektor keamanan mengalami peningkatan dari 7.2 persen
pada tahun 2010 menjadi 8.9 persen pada tahun 2011. Anggaran sektor kemanan
ini terdiri dari dua sub sektor yaitu sub sektor pertahanan dan sub sektor
keamanan dalam negeri. Porsi untuk sub sektor pertahanan jauh lebih besar dari
sub sektor keamanan dalam negeri. Prosi untuk sub sektor pertahanan negara
mencapai 69 persen dari porsi untuk sektor kemanan dan sub sektor keamanan
dalam negeri hanya 31 persen dari total anggaran untuk sektor kemanan. Hal ini
memperlihatkan keseriusan pemerintah Malaysia dalam menciptakan
perlindungan dari bahaya luar negeri. Sedangkan untuk keamanan dalam negeri
selama ini dirasa tenang sehingga tidak ada anggaran besar yang harus
dikeluarkan.
Anggaran untuk sektor administrasi umum juga mengalami penurunan
sebesar 1.4 persen, dari 3.3 persen pada tahun 2010 menjadi 1.9 persen pada tahun
2011. Anggaran pada tahun 2010 dipergunakan untuk meningkatkan produktivitas
dan kualitas dari sistem sektor publik. Program yang diprioritaskan adalah sistem
komputerisasi di seluruh departemen pemerintah yaitu pembuatan aplikasi baru
91
dan pengembangan aplikasi lama untuk e-government. Selain itu, anggaran pada
tahun 2010 juga digunakan untuk pengadaan tanah, pembangunan gedung,
renovasi, dan perawatan gedung dan fasilitas pemerintah serta pelatihan tenaga
peradilan. Pada tahun 2011 diproyeksikan pengadaan tanah dan pembangunan
gedung baru sudah tidak ada oleh karena itu anggaran untuk sektor administrasi
umum mengalami penurunan.
Jika alokasi anggaran di atas dibandingkan dengan GDP tahun 2010
berdasarkan sektor ekonomi maka terlihat bahwa ada tiga sektor ekonomi yang
paling besar memberikan share terhadap GDP yaitu, manufaktur (26.9 persen),
finance (16.7 persen), dan perdagangan (15.6 persen) sebagaimana ditunjukkan
Tabel 12.
Tabel 12. Produk Domestik Bruto Malaysia, Tahun 2005-2010
(Juta RM) Details 2005 2006 2007 2008 2009 2010
GDP by industrial origin at
1987 2000 market prices 449 .250 475 .526 506 .341 530 .683 522 .001 559 .554
Agriculture 35 .835 37 .701 38 .177 39 .825 40 .083 40 .916
Mining 42 .472 42 .030 42 .881 41 .831 39 .209 39 .270
Manufacturing 137 .940 147 .154 151 .257 153 .078 138 .784 154 .640
Electricity, gas, and water 13 .851 14 .523 15 .106 15 .475 15 .604 16 .879
Construction 14 .685 14 .639 15 .707 16 .365 17 .329 18 .220
Trade 61 .346 65 .492 74 .380 82 .040 83 .472 89 .779
Transport and communications 32 .870 35 .185 38 .191 40 .974 41 .713 44 .944
Finance a 65 .541 71 .253 80 .893 85 .996 90 .004 96 .194
Public administration 30 .371 33 .412 35 .099 38 .335 39 .671 41 .981
Others b 26 .064 27 .234 28 .737 30 .252 31 .580 32 .833
Less: Imputed bank service
charges 17 .742 18 .385 19 .607 20 .412 21 .897 23 .171
Plus: Taxes on imports 6 .017 5 .287 5 .521 6 .924 6 .449 7 .068
Net factor income from abroad (24 .956) (19 .742) (23 .522) (36 .360) (24 .565) (42 .721)
GNI 424 .295 455 .784 482 .819 494 .323 497 .436 516 .833
Sumber : world bank, 2011
92
Sektor perdagangan memberikan kontribusi 15.6 persen terhadap PDB,
dan anggaran pemerintah untuk sektor perdagangan dan industri adalah 8.7 persen
dari total anggaran pemerintah Malaysia. Hal ini mununjukkan produktivitas
pemerintah dalam meningkatkan sektor perdagangan di mana hanya 8.7 persen
anggaran bisa menaikkan 15.6 persen dari total PDB Malaysia.
4.3 Komposisi Anggaran Pemerintah Singapura
Perekonomian singapura telah mencapai kondisi matang dengan tingkat
pertumbuhan yang tinggi. Singapura masuk pada kategori negara-negara yang
berpenghasilan tinggi. Jika dibandingkan dengan Singapura, Indonesia jauh lebih
tertinggal. Potensi sumber daya Singapura tidak melimpah seperti Indonesia,
namun perekonomian Singapura maju pesat dengan mengandalkan sektor jasa dan
perdagangan. Kemajuan perekonomian Singapura didukung kemajuan teknologi
dan kualitas sumber daya manusia. Pemerintah Singapura berperan sebagai
regulator dan penyedia layanan publik secara optimal. Kepastian hukum dan
kemudahan berinvestasi di Singapura merupakan daya tarik utama bagi investor.
Dukungan Pemerintah Singapura terhadap iklim usaha yang kondusif
terlihat dalam komposisi belanja pemerintah. Struktur anggaran belanja
pemerintah Singapura cukup sederhana, hanya terbagi ke dalam 4 fungsi utama
yaitu Social Development, Security and External Relation, Economic
Development, dan Government Administration. Dari struktur ini terlihat jelas
posisi dan peranan pemerintah, yaitu pemerintah sebagai regulator dan pelayan
kepentingan publik, termasuk menciptakan keamanan dan ketertiban. Sementara
jalannya roda perekonomian lebih banyak dilakukan oleh swasta. Melalui
kebijakan seperti ini Singapura telah masuk ke dalam jajaran negara maju.
93
Dalam menyusun belanja pemerintah, sejak awal komposisi pengalokasian
anggaran masing-masing bidang sudah jelas antara belanja yang bersifat untuk
kepentingan operasional atau rutin (operating) dengan anggaran yang digunakan
untuk pembangunan (development). Tabel 13 menunjukkan bahwa setiap kegiatan
dan program jelas output dan sasarannya, termasuk pengalokasian anggarannya.
Porsi anggaran belanja yang bersifat operasional cukup besar mengingat
perekonomian Singapura berbasis pada penyediaan sektor jasa.
Tabel 13. Total Pengeluaran Pemerintah Singapura menurut Sektor
Tahun 2011
(S$ juta)
Sector/ Ministry
Operating Development Total
$ % $ % $ %
Social Development 17 384 48.4 3 707 33.1 21 091 44.8
Education 9 767 27.2 1 144 10.2 10 911 23.2
Health 3 580 10.0 497 4.4 4 077 8.7
Nasional Development 1 031 2.9 1 539 13.7 2 570 5.5
Community Development Youth and
sport 1 775 4.9 57 0.5 1 832 3.9
The Environment and Water Resources 727 2.0 411 3.7 1 138 2.4
Information, Comunications and the Art 504 1.4 59 0.5 563 1.2
Security & External Relations 14 986 41.7 789 7.0 15 775 33.5
Defence 11 595 32.3 480 4.3 12 075 25.6
Home Affairs 3 029 8.4 264 2.4 3 293 7.0
Foreign Affairs 362 1.0 45 0.4 407 0.9
Economic Development 2 133 5.9 6 410 57.2 8 544 18.1
Transport 476 1.3 3 592 32.1 4 068 8.6
Trade and Industriy 655 1.8 2 484 22.2 3 139 6.7
Manpower 854 2.4 69 0.6 922 2.0
Information, Comunications and the
Arts 149 0.4 266 2.4 415 0.9
Government Administration 1 398 3.9 292 2.6 1 690 3.6
Finance 613 1.7 145 1.3 757 1.6
Organs of State 336 0.9 23 0.2 359 0.8
Prime Ministers Office 313 0.9 35 0.3 348 0.7
Law 137 0.4 89 0.8 226 0.5
TOTAL EXPENDITURE 35 902 100.0 11 198 100.0 47 100 100.0
Sumber: Statistics Singapore, 2011
94
Jika dilihat dari klasifikasi anggaran menurut ekonomi, Tabel 14
menunjukkan porsi terbesar belanja pemerintah Singapura adalah untuk
membiayai belanja operasional, yaitu 48.31 persen. Sementara belanja pemerintah
yang bersifat bansos/bantuan sosial (grant) dan pengeluaran modal relatif kecil.
Hal ini bisa dipahami karena keberadaan Singapura sebagai negara yang sudah
maju di mana penyediaan infrastruktur sudah relatif lengkap.
Tabel 14. Alokasi Anggaran Singapura menurut Klasifikasi Ekonomi, Tahun
2011
Uraian Jumlah
( $)
%
Main Estimates Outlays 60 399 952 757 74.52
- Operating Expenditure 39 160 188 757 48.31
a. Expenditure on Manpower 5 750 593 617 7.09
b. Other Operating Expenditure 15 504 851 440 19.13
c. Grants, Subventions & Capital Injections to
Organisations 6 246 060 100 7.71
- Other Consolidated Fundoutlays 21 239 764 000 26.20
Development estimatesoutlays 20 656 869 000 25.48
TOTAL 81 056 821 757 100.00
Sumber: Statistics Singapore, 2011
Jika dilihat kontribusi sektoral terhadap GDP Singapura, Tabel 15
menunjukkan bahwa pada tahun 2010 subsektor yang paling memberikan
kontribusi besar adalah manufaktur (27.6 persen), finance (23.8 persen), dan
perdagangan (18.5 persen). Alokasi anggaran pemerintah untuk subsektor
perdagangan dan industri Singapura hanya 6.7 persen atau sekitar 3.1 miliar dollar
Singapura tetapi dari anggaran sebesar itu Singapura dapat menghasilkan 18.5
persen share terhadap PDB negara tersebut, atau sekitar 50 miliar dollar
Singapura.
95
Tabel 15. Produk Domestik Bruto Singapura, Tahun 2005-2010
(juta dollar) At Constant Prices i 2005 2006 2007 2008 2009 2010
GDP by industrial origin
at 2005 market prices
208
763.7
2 269
32.9
2 468
45.5
2 505
16.1
248
587.0
284
560.7
Agriculture d 106.6 110.3 111.7 107.0 105.2 105.1
Mining
Manufacturing 53 463.9 59 838.0 63 393.0 60 738.5 58 217.8 75 479.4
Electricity, gas, and water 3 237.0 3 445.1 3 590.6 3 672.0 3 658.8 3 897.1
Construction 6 275.3 6 446.7 7 498.5 9 008.2 10 544.6 11 187.9
Trade e 38 586.4 42 147.0 45 377.9 46 710.6 44 117.6 50 503.1
Transport and communications f 28 809.8 30 214.3 32 757.4 34 212.6 32 082.4 33 708.7
Finance g 42 178.2 47 126.8 53 895.4 57 046.7 59 490.1 64 910.1
Public administration 26 610.3 27 393.5 28 078.6 28 704.6 29 899.1 33 222.4
Taxes on products 9 496.2 10 211.2 12 142.4 10 315.9 10 471.4 11 546.9
Sumber : World bank, 2011
Selain itu, kekuatan ekonomi Singapura dapat dikatakan sudah mapan dan
kuat. Ini terbukti dari cepatnya recovery yang dialami Singapura setelah krisis
ekonomi global tahun 2009 sebagai ditunjukkan Gambar 16. Setelah sempat
terperosok pada pertumbuhan yang negatif, pada tahun 2010 Singapura tumbuh
positif 14.5 persen. Indonesia cukup aman dari dampak krisis global tahun 2009
tetapi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2010 tidak begitu besar.
Sumber: World Bank, 2011
Gambar 16. Pertumbuhan GDP Singapura, Tahun 2000 -2010
8,7 8,8
1,5
-0,8
14,5
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
14,0
16,0
2006 2007 2008 2009 2010
Pertumbuhan GDP Singapura (%)
96
4.4. Komposisi Belanja Pemerintah China
China sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia
tentunya memiliki permasalahan perekonomian yang tidak sederhana. Jumlah
penduduk yang sangat banyak tersebut menjadi permasalahan pemerintahan China
dalam upaya melakukan distribusi kesejahteraan ekonomi. Luasnya wilayah
China dan besarnya jumlah penduduk di China mengakibatkan tidak meratanya
distribusi pendapatan di beberapa wilayah. Tetapi bila dibandingkan dengan
Indonesia, kemajuan China jauh melebihi kemajuan Indonesia. Beberapa tahun
terakhir ini neraca perdagangan Indonesia dengan China selalu mengalami defisit
sehingga China lebih banyak mengambil manfaat ekonomi dari Indonesia.
Tabel 16 memperlihatkan alokasi belanja pemerintah China berdasarkan
fungsi alokasi. Alokasi belanja pemerintah untuk sektor pertanian cukup tinggi di
mana alokasinya mencapai 7.9 persen dan hal ini sangat jauh dengan Indonesia di
mana alokasi belanja APBN tahun 2011 untuk sektor pertanian hanya 1.2 persen.
Oleh karena itu, sangat masuk akal jika perkembangan sektor pertanian China
sangat pesat dan hasil pertaniannya “membanjiri” pasar di Indonesia. Pemerintah
China sangat concern terhadap sektor pertanian di negaranya sehingga
pertumbuhan sektor pertanian di China sangat tinggi.
Hal lain yang cukup menarik adalah alokasi anggaran untuk pendidikan di
China tidak sebesar di Indonesia. Anggaran pendidikan Indonesia wajib mencapai
20 persen dari total APBN tetapi di China hanya sebesar 4.5 persen. Tetapi
dengan anggaran pendidikan yang relatif lebih kecil, pendidikan di China lebih
berkualitas dan bisa disejajarkan dengan negara maju. Banyak mahasiswa yang
berasal dari ASEAN termasuk Indonesia yang belajar di China. Ini membuktikan
97
bahwa dengan anggaran yang tidak terlalu besar tersebut China mampu
membangun peradaban yang jauh lebih baik daripada Indonesia yang
anggarannya jauh lebih besar. China jauh lebih produktif dalam memanfaatkan
anggaran.
Tabel 16. Alokasi Anggaran China Tahun 2009 Menurut Fungsi
Description Amount %
Agriculture, fisheries, others 344.7 7.9
Social security 335.1 7.6
Social services 131.4 3.0
Health care 118.1 2.7
Education 198.1 4.5
Public housing 49.3 1.1
Transportation 188.7 4.3
Environmental protection 123.7 2.8
Culture 28 0.6
Science and Technology 146.1 3.3
Military spending 472.9 10.8
Public security 116.1 2.6
Debt servicing 137.2 3.1
Others 1 997.3 45.5
Total 4 386.7 100.0
Sumber: The government's budget statement Hang Seng Bank, 2009
Tabel 16 menunjukkan anggaran untuk pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi juga tidak terlalu besar, yaitu hanya sekitar 3.3 persen dari total
anggaran pemerintah. Tetapi dengan anggaran yang relatif kecil tersebut China
sudah mampu menduplikasi berbagai produk yang dibuat oleh negara-negara
maju. Bahkan banyak sekali produk teknologi China yang membanjiri pasar
Indonesia dengan harga yang jauh lebih murah.
Hal ini yang harus menjadi perhatian dan pembelajaran pemerintah
Indonesia supaya bisa meniru apa yang bisa dilakukan China. Besar kecilnya
anggaran belanja pemerintah tidak berpengaruh signifikan jika produktivitas dan
98
keseriusan pemerintah tidak ada. Anggaran yang besar belum tentu mampu
meningkatkan kemampuan bangsa Indonesia untuk bersaing pada level
internasional. Sangat banyak kemungkinan yang menyebabkan hal ini, tetapi
korupsi dan kebocoran anggaran ditenggarai sebagai penyebab utama dari
kegagalan pemerintah memanfaatkan anggaran APBN yang tersedia.
Dengan alokasi anggaran Pemerintah China untuk sektor ekonomi yang
relatif lebih besar, China menghasilkan pertumbuhan GDP yang sangat tinggi.
Gambar 17 menunjukkan pertumbuhan ekonomi China rata-rata diatas 9 persen
setiap tahunnya, jauh melebihi pertumbuhan GDP Indonesia. Dengan demikian
alokasi anggaran Pemerintah China dapat disimpulkan lebih produktif dibanding
Indonesia. selalu Keseriusan pemerintah China dalam menumbuhkan ekonominya
patut dicontoh oleh pemerintah Indonesia. Bahkan sektor manufaktur
menyumbang 40 persen dari total PDB China yang mencapai 31 414.3 miliar
CNY.
Sumber: World Bank, 2011
Gambar 17. Pertumbuhan GDP China, Tahun 2000 -2010
8,3 9,1 10,0 10,1
30,3
12,714,2
9,6 9,2 10,3
0
5
10
15
20
25
30
35
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Pertumbuhan GDP China (%)
99
4.5. Perbandingan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran, dan
Kemiskinan Beberapa Negara
Perbaikan kinerja perekonomian suatu negara akan berdampak pada
kemakmuran masyarakat. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu negara,
seharusnya kesejahteraan masyarakat juga meningkat. Indikator kesejahteraan
antara lain ditunjukkan oleh peningkatan pendapatan perkapita, tingkat
pengangguran dan tingkat kemiskinan yang menurun. Tabel 17 menunjukkan
pertumbuhan ekonomi di berbagai negara telah berdampak signifikan terhadap
pertumbuhan pendapatan perkapitanya.
Malaysia pada tahun 2008 memiliki angka pertumbuhan ekonomi sebesar
4.81 persen menghasilakn pendapatan perkapita sebesar US$5 155. Diantara
negara ASEAN pendapatan perkapita Indonesia yang paling rendah. PDB per
kapita Indonesia berdasarkan harga konstan tahun 2000 memang menunjukkan
peningkatan dari US$397 pada 1980 menjadi US$1 083 pada 2008. Namun, jika
dibandingkan dengan beberapa negara di ASEAN, terlihat bahwa pendapatan per
kapita Indonesia merupakan yang terendah, masih jauh di bawah Singapura,
Malaysia, dan Thailand seperti yang terlihat pada Tabel 17. Padahal, sebelum
krisis ekonomi Indonesia mempunyai angka pertumbuhan rata-rata diatas 7
persen. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki angka pertumbuhan penduduk
yang cukup besar.
Tabel 17. Pendapatan Per Kapita Negara ASEAN, Tahun 2000-2008
(US$)
Country 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Indonesia 800 818 844 872 904 943 983 1 033 1 083
Malaysia 4 030 3 965 4 096 4 251 4 455 4 609 4 789 5 009 5 155
Singapore 23 019 21 869 22 571 23 704 25 651 26 886 28 234 29 185 27 991
Thailand 1 968 1 991 2 072 2 193 2 305 2 387 2 490 2 594 2 645
Sumber: World Development Indicators, The World Bank, 2010
100
Sementara itu, Tabel 18 menunjukkan pertumbuhan rata-rata PDB riil per
kapita beberapa negara ASEAN antar periode waktu selama periode 1951-2008.
Pendapatan per kapita Indonesia dan Malaysia mengalami pertumbuhan tertinggi
pada periode 1971-1980. Thailand mengalami rata-rata pertumbuhan pendapatan
per kapita tertinggi pada 1981-1990, sementara Singapura pada 1961-1970.
Namun secara rata-rata pertumbuhan pendapatan perkapita Indonesia mengalami
pertumbuhan terendah diantara negara-negara ASEAN. Rendahnya pendapatan
perkapita Indonesia sekaligus menunjukkan rendahnya produktifitas
perekonomian domestik. Pendapatan perkapita merupakan ukuran yang relatif
obyektif untuk membandingkan prestasi kenerja perekonomian antara negara.
Tabel 18. Perbandingan Tingkat Pertumbuhan Pendapatan Per Kapita antar
Negara ASEAN
(%)
Periode Indonesia Malaysia Singapore Thailand
1951–1960 4.0 3.6 5.4 5.7
1961–1970 1.9 3.5 7.4 5.0
1971–1980 5.4 5.3 7.2 4.4
1981–1990 4.5 3.2 5.0 6.0
1991–2000 2.9 4.6 4.7 3.6
2001–2008 3.9 3.1 2.6 3.8
Sumber: World Development Indicators, The World Bank, 2010
Ketertinggalan Indonesia tidak hanya dari sisi pendapatan per kapita,
namun juga dalam hal tingkat kemiskinan dan pengangguran. Kondisi ini tentunya
kontras dengan posisi perekonomian Indonesia yang terbesar di Asia Tenggara.
Gambar 18 menunjukkan tingkat kemiskinan di Indonesia justru paling buruk
diantara negara-negara di Asia Tenggara. Berdasarkan data publikasi Asian
Development Bank (ADB) pada 2010, dengan menggunakan garis biaya hidup
101
US$1.25 per hari masih terdapat 29 persen penduduk Indonesia hidup di bawah
standar tersebut. Negara yang ditampilkan dalam Gambar 18 hanya negara yang
memiliki tingkat kemiskinan diatas 10 persen. Posisi kemiskinan di Indonesia
masih lebih buruk dibandingkan Myanmar, Kamboja, Philipina, dan Vietnam.
Sumber: Asian Development Bank, 2010
Gambar 18. Perbandingan Tingkat Kemiskinan antar Negara, Tahun 2010
Ironi lainnya terlihat dari data tingkat pengangguran, di mana
dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, Indonesia memiliki tingkat
pengangguran tertinggi, sebesar 8.1 persen pada 2009. Sementara itu, Thailand
yang pada tahun 2009 mengalami penjalaran krisis global masih dapat menjaga
tingkat penganggurannya pada level 1.5 persen. Singapura sebagai negara yang
pada 2009 mengalami dampak krisis global yang sangat parah masih dapat
menjaga tingkat pengangguran sebesar 4.1 persen. Namun, Indonesia yang
berhasil menjaga momentum pertumbuhan ekonomi positif pada 2009 justru tidak
102
mampu berbuat banyak untuk menekan tingkat pengangguran. Gambar 19
menunjukkan tingkat pengangguran Indonesia tertinggi diantara negara ASEAN.
Sumber: Asean Development Bank, 2010
Gambar 19. Tingkat Pengangguran Beberapa Negara Tahun 2009
Tingginya tingkat pengangguran dan kemiskinan di Indonesia menjadi
sebuah paradok. Indonesia yang merupakan negara terbesar di ASEAN justru
paling tertinggal tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Kondisi ini menuntut
dilakukannya berbagai perbaikan, utamanya melihat peran negara dalam
mengelola perekonomian yang fokus pada upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat dilihat dari
kualitas pertumbuhan ekonomi yang berhasil dicapai. Salah satunya terkait
dengan kemampuan pertumbuhan dalam mengurangi tingkat kemiskinan.
Semakin banyak penduduk miskin yang keluar dari kemiskinan berarti semakin
berkualitas pertumbuhan ekonomi suatu negara. Demikian pula sebaliknya,
4,34,0
8,1
3,7
7,5
4,1
1,5
2,4
China India Indonesia Malaysia Philipina Singapura Thailand Viet Nam
103
semakin sedikit tingkat kemiskinan yang dapat diturunkan, semakin tidak
berkualitas pertumbuhan ekonomi tersebut.
Wan dan Sebastian (2011) meneliti tentang kemiskinan di Asia Pasifik
dengan menggunakan garis kemiskinan US$1.25 per hari dan US$2 per hari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa elastisitas kemiskinan terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia relatif rendah dibandingkan dengan negara-
negara lain (Tabel 19). Dengan garis kemiskinan US$1.25 per hari nilai elastisitas
kemiskinan Indonesia sebesar -0.88 artinya jika pertumbuhan ekonomi naik
sebesar 1 persen maka tingkat kemiskinan akan berkurang sebesar 0.88 persen,
ceteris paribus. Jika garis kemiskinan dinaikkan menjadi US$2 per hari maka
setiap kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen hanya akan menurunkan
tingkat kemiskinan di Indonesia sebesar 0.34 persen.
Tabel 19. Elastisitas Kemiskinan terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Negara Garis Kemiskinan
US$1,25 Per Hari US$2 Per Hari
China –0.92 –0.48
Indonesia –0.88 –0.34
Malaysia –2.99 –2.59
Philipina –1.08 –0.57
Thailand –5.62 –1.28
Viet Nam –0.98 –0.48
Sumber: Wan dan Sebastian, 2011
Kualitas pertumbuhan ekonomi dalam mengurangi kemiskinan di beberapa
negara lain justru lebih baik dibanding Indonesia. Tabel 19 menunjukkan hasil
perhitungan Wan dan Sebastian (2011) dengan garis kemiskinan US$2 per hari,
setiap kenaikan 1 persen pertumbuhan ekonomi Malaysia mampu menurunkan
tingkat kemiskinan sebesar 2.59 persen. Demikian pula Thailand, di mana setiap 1
104
persen pertumbuhan ekonominya mampu menurunkan tingkat kemiskinan sebesar
1.28 persen, ceteris paribus. Baik dihitung dengan US$1.25 maupun US$2 per
hari, kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam menurunkan tingkat
kemiskinan masih kalah dibandingkan Viet Nam maupun Philipina, apalagi
terhadap Malaysia, Thailand dan China. Kualitas pertumbuhan ekonomi beberapa
negara tersebut tidak lepas dari efektifitas alokasi anggaran negara dan
keberpihakan kebijakan ekonomi pada sektor yang memiliki dampak besar dalam
pengurangan tingkat kemiskinan.