bab iv koordinasi antar organisasi dalam...

140
96 BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM PEMBANGUNAN PARIWISATA DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 4.1. Kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang berdiri pada bulan November 2000 merupakan provinsi yang ke-31 di Indonesia yang dibentuk berdasarkan Undang-undang (Nomor 27 tanggal 4 Desember 2000). Pada awal terbentuknya, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terdiri dari dua kabupaten, yaitu Kabupaten Bangka dan Kabupaten Belitung, serta satu kota, yaitu Pangkalpinang. Pada tahun 2003 terjadi pemekaran kabupaten sehingga bertambah empat kabupaten lagi. Dengan demikian sampai saat ini Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terdiri dari enam kabupaten, yaitu Kabupaten Bangka, Kabupaten Bangka Barat, Kabupaten Bangka Tengah, Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Belitung, dan Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terletak pada posisi antara 104 0 50‟ – 109 0 30‟ Bujur Timur dan 0 0 50‟ – 4 0 10‟ Lintang Selatan, serta berbatasan dengan Laut Natuna dan Laut Cina Selatan di sebelah utara, Selat Karimata di sebelah timur, Laut Jawa di sebelah selatan, dan Selat Bangka di sebelah barat (RIPPDA Kep. Babel 2007-2013). Secara geografis, lokasi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berada di posisi yang sangat strategis yaitu di Selat Karimata, dapat mendatangkan banyak keuntungan dari segi ekonomi karena terletak di segitiga pertumbuhan ekonomi, yaitu Singapura-Johor-Riau dan Batam di bagian utara,

Upload: trananh

Post on 12-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

96

BAB IV

KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM PEMBANGUNAN

PARIWISATA DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

4.1. Kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang berdiri pada bulan November

2000 merupakan provinsi yang ke-31 di Indonesia yang dibentuk berdasarkan

Undang-undang (Nomor 27 tanggal 4 Desember 2000). Pada awal terbentuknya,

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terdiri dari dua kabupaten, yaitu Kabupaten

Bangka dan Kabupaten Belitung, serta satu kota, yaitu Pangkalpinang. Pada

tahun 2003 terjadi pemekaran kabupaten sehingga bertambah empat kabupaten

lagi. Dengan demikian sampai saat ini Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

terdiri dari enam kabupaten, yaitu Kabupaten Bangka, Kabupaten Bangka Barat,

Kabupaten Bangka Tengah, Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Belitung, dan

Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang.

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terletak pada posisi antara 104050‟ –

109030‟ Bujur Timur dan 0

050‟ – 4

010‟ Lintang Selatan, serta berbatasan dengan

Laut Natuna dan Laut Cina Selatan di sebelah utara, Selat Karimata di sebelah

timur, Laut Jawa di sebelah selatan, dan Selat Bangka di sebelah barat (RIPPDA

Kep. Babel 2007-2013). Secara geografis, lokasi Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung berada di posisi yang sangat strategis yaitu di Selat Karimata, dapat

mendatangkan banyak keuntungan dari segi ekonomi karena terletak di segitiga

pertumbuhan ekonomi, yaitu Singapura-Johor-Riau dan Batam di bagian utara,

Page 2: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

97

serta di bagian selatan dengan pusat pertumbuhan selat Sunda yang berpusat di

Jakarta dan Lampung dan Banten. Wilayah kepulauan yang terdiri dari wilayah

daratan dan perairan ini memiliki luas keseluruhan 81.725,14 km2. Wilayah

perairan memiliki proporsi yang lebih besar, yaitu seluas 65.301 km2 atau sekitar

79,90 persen dibandingkan wilayah daratan yang hanya memiliki luas 16.424,14

km2 atau 20,10 persen dari luas keseluruhan (RIPPDA Kep. Babel 2007-2013).

Provinsi ini memiliki 950 pulau, 470 pulau sudah bernama termasuk

didalamnya dua buah pulau besar yaitu Bangka dan Belitung, dan yang dihuni 51

pulau, sedangkan 480 pulau yang belum bernama (Data Dinas Kelauatan dan

Perikanan Prov babel 2011). Pulau Bangka dan Pulau Belitung dikelilingi oleh

pulau-pulau kecil, seperti Pulau Nangka, Penyu, Burung, Lepar, Pongok, Gelasa,

Panjang, Tujuh, Nasik, Lima, Lengkuas, Melindang, Selanduk, Seliu, Nadu,

Mendanau dan Batu Dinding. Beberapa pulau kecil di Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung memiliki potensi pariwisata, termasuk potensi bawah lautnya yang

cukup tinggi. seperti Pulau Memperak di kepulauan Memperang, Pulau Lepar,

Pulau Pongok, Pulau Ayer Masin, Pulau Nanas, Pulau Burung, Pulau Tinggi, dan

Pulau Lengkuas.

4.1.1. Visi, Misi, dan Tujuan Pembangunan Kepariwisataan

Undang-undang (Nomor 10 tahun 2009) tentang Kepariwisataan pada

pasal 6 menyatakan bahwa, pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan

asas-asas: (1) Manfaat; (2) Kekeluaragaan; (3) Adil dan merata; (4)

keseimbangan; (5) Kemandirian; (6) Kelestarian; (7) Partisipatif; (8)

Page 3: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

98

Berkelanjutan; (9) Demokratis; (10) Kesetaraan,; dan (11) Kesatuan.

Sementara itu di dalam melaksanakan pembangunan kepariwisataan

(sesuai dengan pasal 7 huruf b) Undang-undang tentang Kepariwisataan

dinyatakan meliputi empat aspek yaitu: a. Industri pariwisata; b. Destinasi

pariwisata; c. Pemasaran; d. Kelembagaan pariwisata.

Keempat hal tersebut ditegaskan kembali dalam penjelasan ( pasal 7):

Huruf a

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan pembangunan industri

pariwisata, antara lain pembangunan struktur (fungsi hirarki, dan

hubungan) industri pariwisata, daya saing produk pariwisata, kemitraan

usaha pariwisata, kredebilitas bisnis, serta tanggungjawab terhadap

lingkungan alam dan sosial budaya.

Huruf b

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan pembangunan destinasi

pariwisata, antara lain pemberdayaan masyarakat, pembangunan daya tarik

wisata, pembangunan prasarana, penyediaan fasilitas umum, serta

pembangunan fasilitas pariwisata secara terpadu dan berkesinambungan.

Huruf c

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan pembangunan pemasaran,

antara lain pemasaran pariwisata bersama, terpadu dan berkesinambungan

dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan serta pemasaran yang

bertanggungjawab dalam membangun citra Indonesia sebagai destinasi

pariwisata yang berdaya saing .

Huruf d

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan pembangunan kelembagaan

kepariwisataan, antara lain pengembangan organisasi pemerintah,

pemerintah daerah, swasta dan masyarakat, pengembangan sumber daya

manusia, regulasi, serta mekanisme operasional di bidang kepariwisataan.

Page 4: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

99

Keseluruhan penjelasan dimaksud digambarkan seperti dalam

skemaberikut:

Gambar 4.1. Empat Komponen Pembangunan Kepariwisataan

Sumber : Riparnas 2010-2025 Modul Destinasi Pariwisata (I-4)

Pembangunan kepariwisataan tersebut diwujudkan melalui pelaksanaan

rencana pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman,

keunikan, dan kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk

berwisata.

Sesuai dengan Prioritas Nasional (dalam Buku I RPJMN tahun 2010 – 2014),

pembangunan di bidang kepariwisataan merupakan bagian dari Program Prioritas

Page 5: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

100

Nasional Lainnya di bidang Kesejahteraan Rakyat. Dalam Program Prioritas

Nasional tersebut antara lain diamanatkan :

a. Peningkatan jumlah wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara

sebesar 20 % secara bertahap dalam 5 tahun;

b. Promosi 10 tujuan pariwisata Indonesia melalui saluran pemasaran dan

pengiklanan yang kreatif dan efektif;

c. Perbaikan dan peningkatan kualitas jaringan prasarana dan sarana

pendukung pariwisata;

d. Peningkatan kapasitas pemerintah dan pemangku kepentingan pariwisata

lokal untuk mencapai tingkat mutu pelayanan dan hospitality management

yang kompetitif di kawasan Asia.

Di dalam Buku II RPJMN 2010 -2014, khususnya Bab III : Ekonomi, Strategi

pembangunan kepariwisataan yang merupakan salah satu bagian yang tidak

terpisahkan dari prioritas peningkatan ekspor adalah sebagai berikut.

a. Mengembangkan industri pariwisata dengan menciptakan iklim yang

kondusif bagi pertumbuhan investasi dan peluang usaha yang berorientasi

pada pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, dan penyerapan

tenaga kerja;

b. Mengembangkan destinasi pariwisata dengan mendorong perbaikan dan

peningkatan kualitas jaringan prasarana dan sarana pendukung pariwisata,

melakukan konsolidasi akses transportasi mancanegara dan dalam negeri,

terutama ke sepuluh tujuan pariwisata Indonesia, dan mengembangkan

kawasan strategis dan daya tarik pariwisata berbasis wisata bahari, alam,

dan budaya di luar Jawa dan Bali, termasuk industri kreatif, serta

mengembangkan desa wisata melalui PNPM Mandiri;

c. Mengembangkan pemasaran dan promosi pariwisata dengan meningkatkan

jumlah wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara sebesar 20 (dua

puluh) persen secara bertahap dalam 5 (lima) tahun dan mempromosikan ke

10 (sepuluh) tujuan pariwisata Indonesia melalui saluran pemasaran dan

pengiklanan yang kreatif dan efektif, serta menguatkan strategi pemasaran

dan promosi pariwisata terpadu berbasis teknologi informasi dan

komunikasi, dan responsif terhadap pasar;

d. Mengembangkan sumber daya pariwisata dengan strategi meningkatkan

kapasitas pemerintah dan pemangku kepentingan pariwisata lokal untuk

mencapai tingkat mutu pelayanan dan hospitality management yang

kompetitif di kawasan Asia, dan meningkatkan kualitas penelitian dan

pengembangan kepariwisataan.

Page 6: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

101

Strategi tersebut didukung oleh peningkatan koordinasi lintas sektor pada

tataran kebijakan, program, dan kegiatan kepariwisataan, terutama di bidang (1)

pelayanan kepabeanan keimigrasian, dan karantina; (2) keamanan dan ketertiban;

(3) prasarana umum yang mencakup jalan, air bersih, listrik, telekomunikasi, dan

kesehatan lingkungan; (4) transportasi darat, laut, dan udara; dan (5) bidang

promosi dan kerja sama luar negeri; serta koordinasi dan kerja sama dengan

pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat.

Dalam meningkatkan koordinasi lintas sektor ini guna mendukung

pengembangan pariwisata yang banyak terkait dengan sektor-sektor lainnya maka

telah diterbitkan Instruksi Presiden (Nomor 16 tahun 2005) tentang Kebijakan

Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata.

Beberapa tekanan yang terdapat dalam Inpres (Nomor 16 tahun 2005) yang

ditujukan kepada : Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu; Para Kepala Lembaga

Pemerintah Non Departemen; Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;

Para Gubernur, Bupati dan Walikota tersebut antara lain untuk:

PERTAMA : Meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik dalam bentuk

jasa atau kemudahan-kemudahan yang diperlukan bagi wisatawan

mancanegara yang hendak berkunjung ke Indonesia dan kemudahan bagi

wisatawan nusantara dalam melakukan perjalanan untuk mengenali dan

mencintai alam dan ragam budaya Indonesia.

KEDUA : Mengambil langkah-langkah nyata guna mengoptimalkan

akselerasi pembangunan kebudayaan dan pariwisata nasional dalam upaya

menyejahterakan masyarakat, membuka lapangan kerja, memberantas

kemiskinan dan memeratakan pembangunan.

KETIGA: Secara proaktif melakukan upaya perlindungan, pengembangan

dan pemanfaatan sumber daya alam dan budaya untuk pembangunan

kebudayaan dan pariwisata.

KEEMPAT : Menggunakan tema "Indonesia Ultimate in Diversity' dalam

setiap kegiatan promosi yang dilakukan di luar negeri dan tema "Kenali

Page 7: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

102

Negerimu Cintai Negerimu Ayo Tamasya Jelajahi Nusantara" dalam setiap

kegiatan promosi di dalam negeri.

Dalam Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (nomor

PM.17/PR.001/MKP/2010) tentang Rencana Strategis Kementerian Kebudayaan

dan Pariwisata tahun 2010-2014 dinyatakan bahwa pembangunan kebudayaan dan

pariwisata dibimbing oleh visi: "Terwujudnya Bangsa Indonesia yang mampu

memperkuat jati diri dan karakter bangsa serta meningkatkan kesejahteraan

masyarakat." Dalam upaya mewujudkan visi tersebut maka misi yang diemban

oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata 2010-2014 adalah :

1. Melestarikan nilai, keragaman dan kekayaan budaya dalam rangka

memperkuat jati diri dan karakter bangsa.

2. Mengembangkan industri pariwisata berdaya saing, destinasi yang

berkelanjutan dan menerapkan pemasaran yang bertanggung jawab

(responsible marketing).

3. Mengembangkan sumberdaya kebudayaan dan pariwisata.

4. Menciptakan tata pemerintahan yang responsif, transparan dan

akuntabel.

Tujuan pembangunan bidang pariwisata yang disusun berdasarkan visi dan

misi kementerian Kebudayaan dan Pariwisata 2010-2014 adalah:

1. Meningkatkan kesadaran, apresiasi dan pemahaman masyarakat

terhadap nilai dan keragaman budaya.

2. Meningkatkan kualitas perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan

warisan budaya.

3. Mengembangkan industri pariwisata yang memberikan kontribusi yang

signifikan terhadap perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat.

4. Meningkatkan kapasitas sumberdaya pembangunan kebudayaan dan

pariwisata.

5.Mewujudkan pengelolaan tugas dan fungsi kebudayaan dan

kepariwisataan yang bersih dan berwibawa.

Untuk sasaran di bidang pariwisata antara lain adalah:

1. Terwujudnya destinasi pariwisata yang berdaya saing

Page 8: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

103

2. Meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia

dan pergerakan wisatawan nusantara

3. Mendukung peningkatan kontribusi pariwisata bagi perekonomian

nasional terhadap PDB, lapangan kerja, dan investasi.

Dengan kewenangan yang telah dilimpahkan oleh pemerintah pusat maka

daerah menyusun kebijakan pembangunan di bidang kepariwisataan yang antara

lain termuat dalam dokumen perencanaan jangka menengah (RPJMD) provinsi

Kepulauan Bangka Belitung 2007-2012.

Adapun visi yang akan dituju oleh provinsi Kepulauan Bangka Belitung

adalah :

"Terwujudnya provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang aman, damai,

sejahtera, adil, demokratis dan berdaya saing global dalam wadah Negara

kesatuan Republik Indonesia".

Guna mewujudkan visi tersebut disusunlah sepuluh misi yang merupakan

tugas seluruh komponen daerah di tingkat provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Misi Dasa Bhakti Era Emas

1. Membangun komitmen bersama Pemerintah, masyarakat untuk

menciptakan iklim kondusif, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 45.

2. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Insani masyarakat melalui penguatan

sektor pendidikan, kesehatan, olahraga, seni dan budaya daerah/nasional serta

pembinaan generasi muda.

3. Meningkatkan kapasitas Pengayoman dan Pelayanan Publik baik kepada

masyarakat pada umumnya maupun pelayanan investasi dalam segala sektor

dengan menerapkan sekurang-kurangnya Standard Pelayanan Minimum

(SPM) dan secara bertahap mengupayakan penguatan kapasitas melalui

pengaplikasian e-Government di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung termasuk Kabupaten/Kota.

4. Meningkatkan kapabilitas Infrastruktur, dalam rangka mendukung

pembangunan ekonomi masyarakat dan penguatan kapasitas infrastruktur

yang berkaitan dengan investasi seperti Bandara, Pelabuhan Laut, Kawasan

Page 9: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

104

Industri, Pembangkit Tenaga Listrik, telekomunikasi, Instalasi Air Bersih,

Rumah Sakit, dan Perbankan.

5. Menciptakan lapangan kerja dan lapangan berusaha, dalam rangka

meningkatkan income per kapita dan daya beli masyarakat melalui penguatan

terhadap 6 sektor unggulan daerah (yaitu: Kelautan dan Perikanan,

Pariwisata, Pertanian, Pertambangan, Perindustrian, Perdagangan dan Jasa),

serta menciptakan tenaga kerja siap pakai dan berdaya saing sebagai salah

satu komoditas daerah yang siap dipasarkan ke lingkup domestik, regional

dan global.

6. Memperhatikan masalah lingkungan hidup sebagai salah satu azas dalam

mengambil keputusan publik pada semua sektor pembangunan sekaligus

melakukan upaya rehabilitasi, reklamasi dan refungsionalisasi terhadap lahan-

lahan kritis menjadi lahan produktif dengan melibatkan pemerintah, swasta

dan masyarakat secara terpadu dan bersinergi.

7. Meneruskan penyusunan Peraturan-Peraturan Daerah (Perda) sebagai

penjabaran dari aturan perundang-undangan yang lebih tinggi sebagai dasar

penetapan Kebijakan Publik Pemerintah Daerah yang legitimate serta

melakukan penegakan hukum secara konsisten dan konsekuen baik di lingkup

internal pemerintahan maupun masyarakat.

8.Melaksanakan program pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui

penguatan kapasitas lembaga ekonomi rakyat seperti Usaha Mikro, Kecil,

Menengah (UMKM) dan Koperasi untuk menciptakan sentra-sentra

pembangunan produk unggulan wilayah pedesaan/

kecamatan/kabupaten/Kota sesuai dengan kultur dan potensi wilayah.

9.Meningkatan kapabilitas aparatur pemerintah untuk menciptakan Good

Governance dan Clean Government secara tersistem dan menyeluruh dengan

melakukan Gerakan Bersama dalam pemberantasan KKN berbasis kultur dan

agama. Melakukan penerapan prinsip Reward and Punishment dalam rangka

meningkatkan rasa tanggung jawab dan kebanggaan profesionalisme dengan

tidak mengenyampingkan jiwa pengabdian sebagai "Abdi Negara" dan

semangat Patriotisme sebagai bagian anak bangsa yang senantiasa berupaya

melestarikan semangat kejuangan 17 Agustus 1945. Penegakan Hukum (Law

Enforcement) dilakukan secara konsisten dan konsekuen tanpa pandang bulu,

menyeluruh "tidak tebang pilih" berdasarkan kepada peraturan dan Undang-

Undang yang berlaku baik di lingkungan Pemerintahan maupun Masyarakat

pada umumnya.

10. Melakukan upaya pembangunan infrastuktur pada proyek-proyek strategis

dalam rangka meningkatkan daya saing regional dan global melalui

pengupayaan pembangunan International Entry Port (Pelabuhan Samudera)

di Belitung yang dilengkapi dengan kawasan Free Trade Zone atau sekurang-

kurangnya Bounded Zone sekaligus melakukan penguatan infrastruktur di

tingkat Regional Entry Port (Pelabuhan Nusantara) di Bangka dan Belitung

Page 10: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

105

serta meningkatkan status Bandara Pangkal Pinang untuk dapat

mengakomodasi jalur penerbangan Internasional dengan route Singapura-

Bangka-Bali (SIBABA) sekaligus memperkuat jalur penerbangan regional

yang menghubungkan secara rutin Jakarta-Bangka, Jakarta Belitung, Jakarta-

Bangka-Belitung, Batam-Bangka-Belitung-Palembang serta mengupayakan

percepatan realisasi Belitung sebagai Etalase Kelautan dan merintis konsep

pengembangan Zona Karimata (Karimata Growth Zone). (RPJMD Kepulauan

Bangka Belitung 2007-2012)

Dinas Kebudayaan dan Priwisata Kepulauan Bangka Belitung sebagai leading

sektor dalam menjalankan misi untuk mengembangkan sektor unggulan seperti

yang tercantum dalam misi ke-5 di provinsi Kepulauan Bangka Belitung

menyusun langkah dan kebijakan terkait hal tersebut sesuai dengan visi dan misi,

baik yang telah ada dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah

(RIPPDA) 2007-2013, maupun yang menjadi Rencana Strategis Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Visi dan misi yang terdapat dalam RIPPDA adalah :

Visi:

" Terwujudnya kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2013 sebagai

Daerah Tujuan Wisata (DTW) utama di Kawasan Barat Indonesia yang

berdaya saing tinggi dengan menampilkan perpaduan keragaman

kebudayaan daerah serta kekuatan potensi wisata bahari melalui

pemanfaatan secara terkendali, berkelanjutan, dan berwawasan

lingkungan."

Misi:

1. Penciptaan citra pariwisata Kepulauan Bangka Belitung yang berbasiskan

potensi wisata bahari dan kekhasan budaya pesisir sebagai identitas

provinsi.

2. Peningkatan daya saing pariwisata Kepulauan Bangka Belitung melalui

pengembangan kawasan wisata unggulan provinsi yang memiliki

keunggulan produk wisata dan keterpaduan dalam pengelolaan.

3. Penerapan perencanaan dan pengelolaan produk wisata yang

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Page 11: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

106

4. Peningkatan kualitas lingkungan fisik, sosial, budaya, dan ekonomi

masyarakat Kepulauan Bangka Belitung melalui pengembangan

pariwisata.

5. Peningkatan apresiasi masyarakat terhadap pariwisata Kepulauan Bangka

Belitung yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Visi dan misi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kepulauan Bangka Belitung

2008-2013adalah:

Visi: " Terwujudnya Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebagai daerah

pariwisata yang berdaya saing berbasis budaya dan bahari."

Misi:

1. Meningkatkan pengembangan keragaman, kekayaan dan nilai-nilai

budaya

2. Meningkatkan pengembangan destinasi pariwisata

3. Meningkatkan sarana dan prasarana guna memacu percepatan

pembangunan pariwisata dan kebudayaan

4. Meningkatkan pengembangan pemasaran pariwisata.

Adapun program yang terdapat dalam pembangunan pariwisata di

Kepulauan Bangka Belitung (RIPPDA Kep. Babel 2007-2012) meliputi:

1. Program pengembangan pemasaran pariwisata

2. Program pengembangan destinasi pariwisata

3. Program pengembangan kemitraan (kelambagaan dan SDM)

4. Program pengembangan ekonomi kreatif berbais media, desain dan iptek

5. Program pengembangan ekonomi kreatif berbasis seni dan budaya

4.1.2. Konsep Pengembangan Perwilayahan Pariwisata Unggulan Kepulauan

Bangka Belitung

Di dalam RIPPDA Kepuluan Bangka Belitung 2007-2013 dinyatakan

bahwa dalam memacu pertumbuhan kawasan pariwisata difokuskan pada kawasan

Page 12: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

107

wisata berskala provinsi, nasional dan internasional. Kawasan unggulan

pariwisata provinsi dapat terdiri dari beberapa daya tarik wisata dan berada pada

wilayah administrasi yang berbeda, dan memiliki keunikan daya tarik yang

bernilai tinggi dan mendukung tema serta citra provinsi Kepulauan Bangka

Belitung.

Pengelompokan daya tarik pariwisata dilakukan dengan tujuan :

a. Memunculkan kekhasan produk wisata yang dimiliki provinsi

Kepulauan Bangka Belitung.

b. Secara kolektif membentuk atau memunculkan ciri khas yang

mengedepankan atau mengangkat jati diri masyarakat provinsi Kepulauan

Bangka Belitung.

c. Meningkatkan daya saing produk wisata provinsi Kepulauan Bangka

Belitung

d. Menciptakan keterpaduan pengembangan pariwisata antar kawasan

e. Efisiensi pelaksanaan program pembangunan pariwisata, baik

perencanaan, pengelolaan maupun pemasaran dan promosi.

Sedangkan faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan

pengelompokan tersebut adalah:

a. Faktor geografis: perencanaan dan pengembangan pariwisata akan lebih

mudah dilakukan jika jarak fisik antar kawasan dekat. Hal ini juga akan

mempermudah koordinasi terkait pengembagan kawasan.

b. Faktor aksesibilitas:

c. Faktor pengikat: dapat berupa tanda fisik atau non fisik yang ada dalam

suatu kawasan

d. Faktor produk wisata unggulan yang sama dan atau saling melengkapi

e. Keragaman produk wisata unggulan antar kawasan.

Berdasarkan kriteria tersebut dan analisis potensi yang dimiliki maka

Kawasan Wisata Unggulan (KWU) yang mencirikan KWU dan menjadi unggulan

provinsi , serta memiliki daya tarik wisata lain yang mendukung tema

pengembangan pariwisata kawasan dibagi ke dalam tujuh KWU yaitu:

Page 13: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

108

1. KWU Sejarah - Muntok

2. KWU Rekreasi pantai -Sungailiat

3. KWU Perkotaan - Pangkalpinang

4. KWU Agrowisata- Koba

5. KWU Alam Bahari - Selat Lepar

6. KWU Budaya Pesisir - Tanjungbinga

7. KWU Bahari Minat khusus - Memperak

Untuk melaksanakan pengembangan pariwisata di kepulauan Bangka Belitung

maka telah dirancang didalam RIPPDA adanya tujuh aspek pengembangan yang

terdiri dari:

1. Pengembangan Wilayah Pariwisata

2. Pengembangan Produk wisata

3. Pengembangan Transportasi dan Infrastruktur

4. Pengembangan Pasar dan Pemasaran

5. Pengembangan SDM

6. Pengembangan kelembagaan

7. Pengelolaaan lingkungan

4.1.3. Peran Pariwisata Dalam Perekonomian Kepulauan Bangka Belitung

Sebagaimana telah disampaikan bahwa kegiatan pariwisata memiliki

pengaruh yang cukup besar dalam perekonomian, bahkan pariwisata sebagai suatu

konsep yang dapat dipandang dari berbagai perspektif yang berbeda. Pariwisata

menurut Lunberg dkk (1997:7) dapat dipandang sebagai suatu lembaga dengan

jutaan interaksi, suatu kebudayaan dengan sejarahnya, kumpulan pengetahuan,

dan jutaan jumlah orang yang merasa dirinya sebagai bagian dari kelembagaan

ini.

United Nation World Tourism Organization (UNWTO) sebagai lembaga

dunia yang menangani perkembangan pariwisata dunia memperkirakan jumlah

kunjungan wisatawan internasional di seluruh dunia akan mencapai 1,8 miliar

Page 14: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

109

pada tahun 2030, seperti yang tertuang dalam UNWTO‟s Tourism 2030 Vision.

Tingkat pertumbuhan kunjungan wisatawan diprediksi akan mencapai angka 3,3

persen per tahun. Untuk wilayah Asia Pasifik dapat mencapai angka pertumbuhan

sebesar 4,9 persen.

Membangun sektor pariwisata memang lebih rumit dari pada membangun

sektor industri manufaktur. pembangunan sektor pariwiata melibatkan berbagai

sektor ekonomi baik yang tergolong tourism characteristic industry seperti hotel

dan restoran, maupun tourism connected industry, yaitu kegiatan-kegiatan yang

sepintas tidak memiliki keterkaitan dengan sektor pariwisata, namun sebagaian

penggerak perkembangannya berasal dari permintaan yang dipicu oleh aktivitas

kepariwisataan.

Berdasarkan Neraca Satelit Pariwisata Nasional (NESPARNAS) 2010

yang menggambarkan semua kegiatan dan transaksi ekonomi yang berhubungan

dengan barang-barang dan jasa pariwisata, baik dari produksi (Supply) maupun

dari sisi permintaan (Demand), maka nilai transaksi ekonomi yang diciptakan oleh

kegiatan pariwisata di Indonesia pada tahun 2009 mencapai Rp. 285,24 trilyun.

Sementara itu konsumsi wisnus Rp. 137,91 trilyun. Dari total nilai transaksi

sebesar Rp 285,24 trilyun di tahun 2009 tersebut, nilai transaksi yang diciptakan

oleh wisnus menyumbang 48,35 persen terhadap total nilai transaksi pariwisata.

Kemudian disusul oleh nilai transaksi dalam rangka investasi yang mencapai Rp.

76,26 trilyun atau 28,73 persen. Di urutan ketiga terbesar adalah transaksi wisman

yang mencapai Rp. 59,20 trilyun atau 20,75 persen. Melalui gambaran tersebut

dapat dilihat bahwa kontribusi wisnus pada ekonomi pariwisata di Indonesia jauh

Page 15: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

110

lebih besar dari pada wisman, dan kondisi ini sudah berlangsung sejak terjadinya

krisis ekonomi tahun 1998 (NESPARDA 2010). Karena itu pengembangan angka

perjalanan wisnus merupakan bagian penting yang terus harus dilakukan guna

penguatan pariwisata nasional, di samping secara terus menerus menggarap pasar

manca negara. Kesadaran pentingnya memperhatikan wisatawan nusantara

menguat manakala Indonesia menghadapi bencana bom Bali 2002 dan 2005 yang

berpengaruh besar bagi pariwisata Indonesia yang sangat mengandalkan

keberadaan Bali sebagai pintu masuk wisatawan mancanegara ke Indonesia.

Di Kepulauan Bangka Belitung peranan pariwisata dalam perekonomian

dapat dilihat dari Neraca Satelit Pariwisata Daerah (NESPARDA) 2012 seperti

jumlah perjalanan dan jumlah pengeluaran. Sebagai catatan dapat disampaikan

bahwa penghitungan jumlah wisatawan dalam Nesparda 2012 berbeda dengan

cara perhitungan yang selama ini dipergunakan di Bangka Belitung. Jika selama

ini cara menghitung wisatawan adalah dengan meminta laporan dari pihak hotel

yang diakui oleh informan Disbudpar sering tidak akurat1, maka Nesparda

mempergunakan sumber Passenger Exit Survey (PES) sebagai basis penghitungan

wisman, serta Sensus Ekonomi Nasional (SUSENAS) untuk menghitung wisnus

(Nesparda Babel 2012:1-6).

Dari data Nesparda terlihat bahwa jumlah perjalanan yang ada, wisatawan

terbanyak di Kepulauan Bangka Belitung adalah wisatawan lokal yaitu penduduk

Bangka Belitung yang melakukan kunjungan ke antar kota atau antar daerah di

Bangka Belitung saja. Dengan jumlah 1.787.440 wisatawan lokal. Hal ini

1 Wawancara dengan informan Disbudpar 22/10/2012

Page 16: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

111

mendominasi 76.79 persen perjalanan. Untuk jumlah wisnus yang keluar Bangka

Belitung (orang Bangka Belitung yang melakukan perjalanan ke luar wilayah

provinsi Bangka Belitung) jumlahnya masih lebih besar dibandingkan jumlah

wisnus yang datang. yaitu 211.272 berbanding 144.567 atau jumlah wisnus yang

keluar lebih besar 46,14 persen dibandingkan dengan jumlah wisnus yang datang.

Demikian pula halnya dengan jumlah wisatawan nasional (wisnas) yaitu

orang asal Bangka Belitung yang melakukan perjalanan ke luar negeri jumlahnya

masih lebih banyak dibandingkan dengan jumlah wisatawan mancanegara

(wisman) yang datang ke Bangka Belitung, yaitu 10.126 wisnus berbanding

7.603 wisman, atau jumlah wisnus yang keluar 33,18 persen lebih besar dari pada

jumlah wisman yang datang.

Namun demikian walaupun dari sisi jumlah wisman yang datang lebih

sedikit dari pada wisnas Bangka Belitung yang ke luar negeri, tetapi dari sisi

pengeluaran terlihat bahwa masih lebih besar jumlah uang yang dikeluarkan oleh

wisman yang datang ke Bangka Belitung. Jika wisnas yang ke luar Bangka

Belitung hanya mengeluarkan uang Rp. 14.9 milyar, maka wisman yang datang

ke Bangka Belitung membelanjakan uang sebesar Rp. 53.1 milyar atau 256,67

persen lebih besar.

Hal yang sama juga terjadi pada jumlah pengeluaran wisnus yang datang

dan yang ke luar dari Bangka Belitung, walaupun kalah dari sisi jumlah, namun

tetap lebih besar jumlah pengeluaran wisnus yang datang ke Bangka Belitung.

Pengeluaran wisnus yang datang berjumlah Rp. 312.5 milyar, sedangkan

Page 17: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

112

pengeluaran wisnus Bangka Belitung yang ke luar adalah Rp. 23.7 milyar, atau

hanya 7,6 persen saja dari jumlah pengeluaran wisnus yang datang.

Besarnya pengeluaran wisatawan lokal yang mencapai angka Rp. 229.6

milyar patut mendapatkan perhatian karena jumlah ini merupakan urutan terbesar

kedua setelah pengeluaran wisman ke Bangka Belitung, sehingga merupakan

potensi yang dapat digarap guna menciptakan pola perjalanan dalam provinsi

yang lebih besar lagi. Di samping itu konsentrasi penguatan pemasaran dalam

negeri akan lebih mudah dan murah dilaksanakan karena adanya banyak

kesamaan dengan yang difikirkan oleh perencana lokal.

Untuk melihat lebih jelas bagaimana jumlah perjalanan wisatawan serta

jumlah pengeluaran wisatawan yang ada di Bangka Belitung maka dapat dilihat

pada gambar 4.2 berikut.

A Jumlah Pejalanan :

1. Wisnus :

Wisnus Ke Bangka Belitung : 144.567

Wisatawan Lokal : 1.787.440

Wisnus Ke luar Bangka Belitung : 211.272

Wisnas : 10.126

2. Wisman : 7.603

B Jumlah Pengeluaran(Juta Rp)

1. Wisnus :

Wisnus Ke Bangka Belitung : 312.575

Wisatawan Lokal : 229.629

Wisnus Ke luar Bangka Belitung : 23.756

Wisnas : 14.900

2. Wisman : 53.144

Gambar 4.2. Wisatawan yg Datang ke

Kep. Bangka Belitung 2011 (Nesparda Kep Bangka Belitung, 2012)

Page 18: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

113

Perkembangan fasilitas akomodasi yang terjadi di Bangka Belitung dalam

lima tahun terakhir dengan lonjakan yang cukup berarti terlihat terutamas setelah

dilaksanakannya program Visit Bangka Belitung Archipelago 2010 yang dimulai

di 2008 dengan soft launching oleh Menteri Perhubungan.

Pertambahan jumlah hotel dalam lima tahun terakhir sebesar 67,21 persen

atau rata-rata 13,4 persen tiap tahun, dengan pertambahan jumlah hotel berbintang

yang terbanyak yaitu 109,09 persen dalam lima tahun, disusul hotel non bintang

yaitu 61,22 persen. Perkembangan jumlah hotel terjadi dengan pesat setelah

diluncurkannya program Visit Bangka Belitung Archipelago 2010 yang telah

dimulai di tahun 2008 yang terlihat dari penambahan jumlah hotel terbanyak

terjadi di tahun 2010 yaitu jumlah penambahan sebanyak 18,98 persen yang

terdiri dari 42,85 persen untuk hotel berbintang dan 13,84 persen untuk hotel non

bintang.

Perkembangan itu dapat dilihat pada tabel 4.1. berikut.

Tabel 4.1.Banyaknya Hotel Bintang dan Non Bintang

di Kep. Babel 2007-2011

Tahun Bintang Non Bintang Jumlah

[1] [2] [3] [4]

2007 11 49 61

2008 12 60 72

2009 14 65 79

2010 20 74 94

2011 23 79 102

Nesparda Kep. Bangka Belitung 2012

Page 19: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

114

Pengaruh sektor pariwisata di Kepulauan Bangka Belitung terhadap

ekonomi dilihat dari dampak ekonomi pariwisata yang terjadi maka kontribusinya

terhadap Produk Domestic Regional Bruto (PDRB) Kepulauan Bangka Belitung

adalah sebesar Rp. 1.4 trilyun lebih atau 4,84 persen dari PDRB yang berjumlah

Rp. 29,9 trilyun. Pengaruh ekonomi pariwisata terhadap upah/gaji sebesar 6,86

persen, dan pengaruh terhadap pajak adalah 6,51 persen. Sementara itu serapan

tenaga kerja yang dipengaruhi oleh ekonomi pariwisata adalah sebanyak

18.043.000 orang dari jumlah 589.634.000 tenaga kerja atau 3,06 persen.

Hal yang perlu lebih dicermati adalah munculnya angka sumbangan sektor

pariwisata dalam PDRB sehingga menjadi 4,84 persen. Jika diamati lebih jauh

ternyata terlihat bahwa sumbangan tertinggi di sektor pariwisata adalah dari sektor

bangunan 47,25 persen , restoran 17,72 persen, industri pengolahan 17,16 persen,

hotel 4,27 persen. Artinya, penyumbang kontribusi terbesar di sektor pariwisata

adalah yang berasal dari bangunan dan restoran, industri pengolahan dan hotel.

Dengan pemahaman ini maka terlihat bahwa yang terjadi di tahun 2011 adalah

nilai investasi di bangunan yang sedang tinggi, sedangkan jika sektor pariwisata

sudah berkembang dengan baik maka yang akan berkembang dengan baik adalah

sektor hotel, restoran, industri pengolahan dan jasa-jasa.

Fenomena besarnya kontribusi sektor bangunan terhadap pariwisata juga

menggambarkan bahwa di Kepulauan Bangka Belitung di tahun 2011 trend

pembangunan konstruksi untuk infrastruktur pariwisata masih tinggi. Jika

pemerintah daerah mampu menciptaan iklim yang kondusif secara

Page 20: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

115

berkesinambungan maka akan tercipta daya tarik yang baik bagi investasi bidang

pariwisata di Kepulauan Bangka Belitung.

Untuk struktur investasi pariwisata maka dari data Nesparda terlihat bahwa

di 2011 kontribusi pemerintah hanya 0,28 persen dari pemerintah pusat dan 1,07

persen dari pemerintah daerah, selebihnya dan memegang porsi terbesar adalah

dari investasi swasta/RT/BUMN/BUMD yaitu 98,65 persen. Dengan kondisi

demikian maka pemerintah dipandang masih perlu melakukan investasi untuk

bangunan bukan tempat tinggal dan bangunan yang berhubungan dan menunjang

kegiatan kepariwisataan seperti bangunan olahraga, rekreasi, hiburan, seni dan

budaya.

Berikutnya untuk melihat bagaimana pola yang tercipta dari pariwisata

terhadap sektor-sektor lainnya seperti dampak terhadap barang dan jasa, dampak

terhadap nilai tambah sektoral, dampak terhadap kesempatan kerja, dampak

terhadap upah gaji di Kep Bangka Belitung maka kita amati tabel 4.2. tentang

dampak Ekonomi Pariwisata Kep Babel 2011 di bawah ini.

Page 21: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

116

Tabel 4.2. Dampak Ekonomi Pariwisata Di Kep Bangka Belitung

Tahun 2011 (Juta Rupiah)

Sektor

Kons.

Wisatawan,

Investasi

dan

Promosi

Dampak Terhadap

Output PDRB Upah/Gaji Pajak

Tenaga

Kerja

(ribu

org)

Pertanian 11.716 143.636 128.132 28.490 2.431 2.989

Pertambangan &

Penggalian 0 91.575 82.287 17.844 2.164 1.622

Industri Pengolahan 250.054 413.137 247.474 69.087 7.081 2.896

Listrik, Gas dan Air

Minum 167 15.928 9.485 1.399 177 30

Bangunan 692.587 702.219 468.077 156.082 9.111 2.998

Perdagangan 0 111.363 83.945 19.842 2.620 1.278

Restoran 173.446 193.370 119.600 29.260 3.317 695

Hotel 86.296 87.527 59.730 14.937 3.352 3.586

Angkutan Darat 42.684 55.272 35.151 7.291 380 364

Angkutan Air 83.471 88.345 70.066 13.765 652 195

Angkutan Udara 52.067 63.386 41.517 7.440 915 57

Penunjang

Angkutan 964 4.016 3.054 931 59 179

Komunikasi 9.527 17.092 13.492 2.559 125 33

Jasa-Jasa Lainnya 62.642 103.593 81.370 32.875 1.338 1.121

Total Pariwisata 1.465.621 2.090.460 1.443.380 401.803 33.721 18.043

Total Ekonomi

42.706.852 29.851.276 5.857.532 518.259 589.634

Persentase (%)

4,89 4,84 6,86 6,51 3,06

Nesparda Kep Bangka Belitung, 2012

Selanjutnya untuk dapat melihat dengan lebih jelas bagaimana posisi

kepariwisataan Kepulauan Bangka Belitung maka dapat dilihat sandingannya

dengan apa yang terjadi di beberapa provinsi di Indonesia. Data Nesparda yang

dipergunakan berbeda tahun pembuatannya namun paling tidak terdapat gambaran

kondisi yang ada di masing-masing provinsi yang diamati seperti yang terlihat

dalam tabel perbandingan dampak sektor kepariwisataan terhadap beberapa

provinsi maka dapat dilihat di tabel 4.3 berikut.

Page 22: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

117

Tabel 4.3. Perbandingan Dampak Ekonomi Pariwisata

di Beberapa Provinsi

Tahun Provinsi

Dampak Ekonomi Pariwisata

PDRB

(triliun

Rp)

Peran

Pariwisata thd

PDRB (%)

Lapangan

Kerja (juta

orang)

Peran

Pariwisata

thd Lap.

Kerja (%)

2006 SUMATERA SELATAN 1,06 1,07 0,03 1,04

2007 BALI 19,54 46,16 0,82 40,56

RIAU 4,52 2,14 0,10 5,22

2008 BANTEN 3,72 3,04 0,15 4,03

2009 DKI JAKARTA 44,24 5,84 0,40 9,48

2010 JAWA BARAT 30,15 3,91 0,67 3,97

2011 BANGKA BELITUNG 1,44 4,84 0,02 3,06

Sumber: Nesparda Kep Bangka Belitung, 2012

Nesparda merupakan angka statistik yang harus dimaknai dan

dimanfaatkan secara kreatif untuk membuat analisa kebijakan melalui trend, pola,

perbandingan dan sebagainya. Dari upaya semacam itu, misalnya kita dapat

menyimpulkan bahwa sebenarnya posisi pariwisata Bangka Belitung cukup baik.

Misalnya saja jika angka pajak tidak langsung yang diterima daerah dibandingkan

dengan pengeluaran wisatawan maka Bangka Belitung memiliki angka 4,8 persen.

artinya peluang penerimaan pajak di Bangka Belitung sebesar 4,8 persen pada

setiap pengeluaran wisatawan. Untuk angka ini maka Bangka Belitung jauh lebih

baik dari pada DKI Jakarta (1,3 persen) dan bahkan Bali yang hanya 2,5 persen.

Page 23: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

118

Demikian pula jika PDB dibagi dengan angka pengeluaran wisatawan

maka Bangka Belitung memiliki jumlah terbesar dengan angka 223 persen.

Bandingkan dengan DKI Jakarta yang 86,5 persen, Bali 77 persen, Riau 97

persen, dan Jateng 101 persen. Hal lain yang cukup mengejutkan adalah ketika

angka investasi dan biaya promosi dibagi dengan PDB, maka Bangka Belitung

memiliki angka tertinggi di antara provinsi lainnya yaitu 57,6 persen. Artinya,

Babel sangat gencar berpromosi dan menanamkan investasi di bidang pariwisata.

Bandingkan dengan Bali yang hanya 21,14 persen dan 12,8 persen untuk DKI

Jakarta. Hal ini memperlihatkan besarnya komitmen daerah dalam memajukan

pariwisata. Namun investasi tersebut masih perlu ditingkatkan pula pada SDM

pariwisata yang akan menjadikan sektor ini berkembang lebih kuat dan

berkesinambungan. Tabel 4.4 memperlihatkan olahan hasil Nesparda antar

provinsi yang dilakukan.

Tabel 4.4. Perbandingan Hasil Nesparda Antar Provinsi

DAMPAK DKI

(2004)

BALI

(2007)

RIAU

(2007)

BABEL

(2012)

JATENG

(2012)

PTL/ PENG

WSTW

1,3 % 2,5 % 3,43 % 4,8 % 5,3%

PENG WSTW/TK 100,7

JUTA

31,01

JUTA

42,60

JUTA

31

JUTA

28,54

JUTA

UPAH & GAJI/

TK

30,09

JUTA

5,46

JUTA

12,08

JUTA

20

JUTA

8,95

JUTA

PDB/ PENG

WSTW

86,5 % 77 % 97 % 223% 101 %

INV+PROM/PDB

12,8 % 21,14 % 1,8 % 57,6 % 25,91 %

Sumber: Gunawan (2012)

Ket: PTL : Pajak Tidak Langsung

Peng WSTW : Pengeluaran Wisatawan

Page 24: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

119

TK : Tenaga Kerja

PDB : Product Domestik Bruto

INV : Investasi

Prom : Promosi

Beberapa perkembangan lainnya terkait dengan kepariwisataan di

Kepulauan Bangka Belitung dapat dilihat pula seperti aksesibilitas dari dan ke

Bangka Belitung yang dapat ditempuh melalui hubungan udara dan laut. Untuk

transportasi laut yang diutamakan adalah angkutan barang, sementara untuk

Bangka Belitung –Jakarta dengan jenis angkutan kapal penyeberangan barang

dan roro yang berlayar setiap tiga kali seminggu. Sedangkan untuk penyeberangan

dari Bangka Belitung – Palembang setiap hari dilayani oleh dua kapal cepat dan

satu kapal ferry, serta dua angkutan kapal barang.

Untuk penerbangan Jakarta – Pangkalpinang, saat ini dilayani oleh empat

maskapai yaitu Sriwijaya Air, Garuda, Batavia, dan Lion Air, dengan total rata-

rata 14 penerbangan per hari. Sedangkan penerbangan Jakarta-Tangjungpandan

dilayani oleh dua maskapai saja yaitu Sriwijaya Air dan Batavia dengan enam kali

penerbangan per hari. Penerbangan Pangkalpinang – Palembang dilayani oleh

Sriwijaya Air dengan sepuluh kali penerbangan seminggu. Untuk Pangkalpinang-

Tangjungpandan dilayani oleh maskapai Sky Aviation sebanyak 10 kali

penerbangan seminggu. Pangkalpinang-Batam dan Tanjungpandan – Batam tiga

kali seminggu dilayani oleh Sky Aviation, demikian pula dengan penerbangan

Tanjungpandan-Palembang. Jumlah penumpang yang datang dan berangkat dilihat

pada figur berikut.

Page 25: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

120

1. Pangkalpinang (Depati Amir)

Jakarta – CGK : 485 803

Jakarta HLP : 133

Palembang : 118 190

Batam : 52 760

Surabaya : 114

Tanjung Pandan : 1 818

2. Belitung (H.As Hanandjoeddin)

Batam : 2 215

Jakarta – CGK : 188 621

Palembang : 1 285

Pangkalpinang : 4 726

Gambar 4. 3.Keberangkatan Penumpang Penerbangan ke Babel Menurut

Asal dan Tujuan

Pemerintah Kepulauan Bangka Belitung dalam dua tahun terakhir

yaitu tahun 2011 dan 2012 juga mendapatkan penghargaan dari Travel Club

Tourism Award (TCTA) di tahun 2011 dan 2012 untuk kategori Best Achievment,

serta dari Indonesia Tourism Award (ITA) di tahun 2011 untuk kategori

Penghargaan Khusus Pariwisata.

Pengembangan pariwisata dalam suatu negara atau daerah yang dikenal

dengan istilah Model Butler‟s‟s seperti yang diungkapkan Pearce (1989:18-19)

sebagai berikut :

1. Tahap Eksplorasi Awal. Pertumbuhan sektor pariwisata pada tahap ini

ditandai dengan belum begitu banyaknya fasilitas, belum berkembangannya

transportasi pendukung, informasi wisata masih dicari bentuknya;

2. Tahap Pembangunan dan Perkembangan. Pada tahap ini seluruh aspek

sudah mulai lengkap, jaringan transportasi sudah mulai lengkap dengan berbagai

Page 26: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

121

pilihan serta jadwal yang terprogram. Pada tahap ini pula sektor pariwisata sudah

berkembang dengan kualitas lingkungan yang cukup baik;

3. Tahap Konsolidasi. Tahap ini merupakan tahap paling tinggi dalam

perkembangan sektor pariwisata. Daya dukung lahan telah optimal dan

pertumbuhan mulai landai sehingga memerlukan konsolidasi;

4. Tahap Stagnasi. Pada tahap ini penentuan akan keberlanjutan perkembangan

sektor pariwisata akan dilanjutkan dengan segala konsekwensi yang terjadi yaitu

hancur atau menurunnya kualitas lingkungan. Hal ini ditandai dengan wisatawan

mulai jenuh dengan kondisi dan atraksi yang ada.

Gambar.4.4. Proses Evolusi Kegiatan Pariwisata dan Pembangunan

Berkelanjutan Menurut Butler’s (Pearce, 1989:19)

Page 27: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

122

Apabila mengacu pada model yang dikemukakan oleh Butler‟s ini maka

kondisi kepariwisataan di Kepulauan Bangka Belitung dapat digolongkan ke

dalam tahapan pembangunan dan perkembangan, dimana aspek kepariwisataan

berupa fasilitas dan program pembangunan yang ada mulai dilengkapi.

Fenomena mulai dimasukinya tahapan pembangunan dan pengembangan

tersebut dapat juga dilihat dari mulai membaiknya angka-angka yang tersaji dari

nesparda di atas. Dengan begitu maka dapat dikatakan bahwa pariwisata sudah

mulai memperlihatkan geliat yang cukup berarti jika dibandingkan dengan

beberapa tahun sebelumnya dimana kontribusi pariwisata terhadap PDRB baru

mencapai 1,30 persen saja atau hanya Rp. 383 milyar (Sayogo:2007:51),

sedangkan di 2011 sudah mencapai 4, 84 persen.

Selanjutnya diperlukan upaya dan tindakan yang lebih serius dan

keterlibatan semua pihak yang berkepentingan guna menjaga tahapan ini dapat

berkembang ke arah yang ideal yaitu menjadi tahap konsolidasi yang memiliki

kondisi yang paling optimal dalam pengembangan pariwisata di dalam suatu

daerah.

4.2. Dimensi Waktu Dalam Strategi Koordinasi Antar Organisasi

Untuk memahami bagaimana pilihan strategi koordinasi yang dilakukan

dalam melaksanakan koordinasi antar organisasi maka dilihat berdasarkan

dimensi waktu. Menurut Alexander (1995:36) Strategi koordinasi dimensi waktu

terdiri dari koordinasi antisipatif dan strategi adaptif. Secara antisipatif adalah

melihat koordinasi pada sisi perencanaan, sedangkan adaptif yaitu berupa

Page 28: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

123

koordinasi yang dilakukan mulai dari ketika pelaksanaan, pemantauan, umpan

balik, dan pengendalian. Dalam konteks melaksanakan koordinasi di bidang

tugasnya pemerintah daerah dituntun oleh perangkat aturan seperti Peraturan

Pemerintah nomor 39 tahun 2006 tentang Pedoman Tata Cara Pengendalian dan

Evaluasi Pelaksanaan RencanaPembangunan, Peraturan Pemerintah nomor 6

tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah,

Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara

Penyusunan Pengendalian dan Evaluasi Rencana Pembangunan Daerah, dan

Permendagri Nomor 33 tahun 2008 tentang Pedoman Hubungan Kerja Organisasi

Perangkat daerah dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

Pola kerja hubungan koordinatif yang dimaksudkan di dalam pembahasan

ini memiliki didefinisikan sebagai:

Hubungan kerja antar pejabat yang dimaksudkan untuk memadukan

(mengintegrasikan), menyerasikan, dan menyelaraskan berbagai

kepentingan dan kegiatan yang saling berkaitan beserta segenap gerak,

langkah dan waktunya dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran

bersama (Rosyadi :2010:57).

Selanjutnya di dalam Permendagri (nomor 33 tahun 2008) misalnya

dijelaskan maksud dari hubungan koordinatif tersebut adalah untuk : a.

Mengembangkan hubungan kerjasama secara struktural dengan

menumbuhkembangkan semangat kolegial yang sinergis dan terpadu dalam

penanganan dan penyelesaian tugas dan fungsi sesuai dengan wewenang

organisasi perangkat daerah masing-masing ; b. Menjamin kelancaran,

kemudahan, efektifitas, dan efisiensi ; c. Menghindari tumpang tindih atau

Page 29: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

124

duplikasi program dan kegiatan secara substansial, dan menjamin keselarasan

program dan kegiatan antar perangkat daerah.

Hubungan kerja koordinatif ini memiliki beberapa varian sebagai berikut

(pasal 9):

a. Koordinasi hirarki (intersektoral) yang dilaksanakan dalam unit

organisasi oleh pimpinan di bawahnya. Misalnya, koordinasi antara

Kepada Bappeda dengan semua Kepala lembaga kantor dan dinas.

b. Koordinasi fungsional (lintas sektoral) yang dilaksanakan antar instansi

dari sektor berlainan yang memiliki keterkaitan berdasarkan fungsinya

dalam pelaksanaan kegiatan. Sebagai contoh antara Bappeda dengan

dinas-dinas terkait upaya penyususnan perencanaan tata ruang.

c. Koordinasi instansional (multisektor), koordinasi yang dilaksanakan

dengan instansi lain yang terkait berdasarkan keterkaitan secara

instansional. Misalnya hubungan kerja antara kantor Lingkungan

Hidup, Bappeda, Badan Penananman Modal dalam penanggulangan

dampak kegiatan ekonomi tertentu terhadap lingkungan.

Menurut Rosyadi (2010:59) dari perspektif reformasi administrasi, upaya

untuk merumuskan hubungan kerja merupakan refleksi dari terjadinya pergeseran

karakteristik birokratik ke organisasi pasca birokrasi. Salah satunya ditandai

dengan tidak berlakunya lagi nilai yang mengedepankan tindakan individual yang

bebas dari konsultasi dan koordinasi. Dengan mengutip pendapat Kernaghan

(2000: 92) Rosyadi menyatakan bahwa dalam organisasi birokrasi modern,

hubungan kerja dikembangkan semakin intens antar satuan organisasi sehingga

membentuk aksi kolektif yang sarat dengan konsultasi, kerjasama dan koordinasi.

Semua ini dimaksudkan untuk terus menerus melakukan perubahan sehingga

kompleksitas masalah dapat dipecahkan secara sinergis, efisien, dan efektif.

Page 30: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

125

Selanjutnya (dalam pasal 10 Permendagri nomor 33 tahun 2008)

dinyatakan bahwa hubungan kerja koordinatif dapat dilakukan dengan beberapa

kegiatan meliputi:

a. Penyusunan dan penetapan kebijakan untuk dijadikan pedoman dan

arahan bagi semua instansi terkait.

a. Penetapan rencana strategis yang melibatkan semua instansi terkait

b. Pengintegrasian rencana program dari berbagai instansi, lembaga dan

organisasi melalui rapat koordinasi.

c. Pembahasan berbagai hal yang perlu dikonsultasikan dan ditangani

bersama melalui temu konsultasi.

d. Pembentukan gugus kerja yang melibatan berbagai instansi terkait

untuk menangani berbagai persoalan yang perlu dipecahkan secara

bersama.

e. Pembentukan badan/lembaga/wadah yang diperlukan untuk menangani

fungsi-fungsi koordinasi pembinaan secara menyeluruh.

f. Penelitian dan pengembangan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan

program dan koordinasi pelaksanaan program.

4.2.1. Strategi Koordinasi Perencanaan Antar Satuan Kerja Perangkat

Daerah (SKPD)

Pariwisata memiliki kepentingan yang sangat kompleks antar sektor dan

antar pelaku. Dalam kondisi yang demikian maka terdapat kebutuhan koordinasi

yang semakin tinggi pula. Salah satu penyebab kegagalan pembangunan

kepariwisataan di masa lalu antara lain disebabkan kurang disadarinya hakekat

kepariwisataan dan produk pariwisata. Sebagai barang campuran, produk wisata

hendaknya dibangun berdasarkan peran yang seimbang antar pihak-pihak yang

menjalankan posisi kunci, terutama oleh pihak pemerintah, swasta dan

masyarakat. Menurut McIntosh (1995: 10)

"Tourism may be defined as the sum of the phenomena and relationship arising from the interaction of tourist, business supplier, host government and host community in the process af atracting and hosting these tourists and other visitor".

Page 31: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

126

Sebuah perencanaan pariwisata yang baik membutuhkan tahapan-tahapan yang

dapat digunakan untuk menjamin tercapainya tujuan perencanaan serta mampu

melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan. Beberapa pendekatan ditawarkan

dalam mencermati tahapan dari perencanaan pariwisata.

Acerenca (dalam Pearce, 1998:246-247) menerapkan perencanaan

strategis dalam pariwisata yang menempatkkan perencanaan sebagai pendekatan

awal dalam upaya pengembangan pariwisata. Secara umum tahapan yang

disarankan oleh Acerenca tersebut dimulai dari tahapan analisis yaitu dengan

melihat bagaimana kondisi pengembangan pariwisata yang ada sebelumnya.

Kemudian dilanjutkan dengan melakukan evaluasi terhadap bagaimana posisi

kepariwisataan saat ini. Tahapan ketiga adalah dengan melakukan perumusan

kebijakan pariwisata yang dilanjutkan dengan mendifinisikan strategi

pengembangan. Tahapan terakhir adalah dengan melakukan elaborasi dari

bagaimana program dilaksanakan. Pendekatan tersebut selengkapnya dapat

dilihat dari bagan yang digambarkannya seperti pada gambar 4.5. berikut.

Page 32: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

127

Gambar 4.5: Basic stages in tourism planning :

Acerenza (1985) (dalam Pearce, 1989:247)

Jika diperhatikan dengan seksama terlihat bahwa pendekatan yang

dilakukan oleh Acerenca memang masih sangat umum sehingga belum mampu

menggambarkan secara lebih komprehensif bagaimana langkah yang seharusnya

dilakukan dalamn perencanaan pariwisata. Selanjutnya Sukarsah (1999:54)

merinci proses perencanaan dalam kepariwisataan dalam lima tahapan. Tahapan-

tahapan yang diajukan yaitu:

1. Melakukan inventarisasi mengenai semua fasilitas yang tersedia dan

potensi yang dimiliki.

2. Menaksir pasaran pariwisata dan mencoba melakukan proyeksi lalu lintas

wisatawan pada masa yang akan datang.

3. Memperhatikan di belahan dunia mana permintaan (demand) lebih besar

dari pada persediaan atau penawaran.

4. Melakukan penelitian kemungkinan perlunya penanaman modal, baik

modal dalam negeri maupun modal asing.

ANALYSIS OF PREVIOUS TOURIST DEVELOPMENT

EVALUATION OF POSITION OF TOURISM

FORMULATION OF TOURISM POLICY

DIFINITION OF DEVELOPMENT STRATEGY

ELABORATION OF ACTION PROGRAMME

Page 33: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

128

5. Melakukan perlindungan terhadap kekayaan alam yang dimiliki dan

memelihara warisan budaya bangsa serta adat istiadat suatu bangsa yang

ada.

Pendekatan yang ditawarkan oleh Sukarsah terkesan belum memberikan

bagaimana sebenarnya arahan yang dilakukan menyangkut pemetaan wilayah

perencanaan, unsur yang terlibat serta gambaran langkah yang mampu menjamin

berjalannya tahapan perencanaan pariwisata.

Pitana & Diarta (2009:109) mencoba menawarkan pula beberapa tahapan

dalam perencanaan strategis pariwisata yaitu sebagai berikut:

1. Menentukan bisnis/usaha apa yang akan dimasuki yang biasanya dicirikan

oleh misi organisasi. Misi organisasi mungkin dapat dilihat dan diketahui

dengan mudah tetapi misi organisasi terkadang tidak dapat secara eksplisit

dikenali. Misalnya sebuah hotel tidak dengan tegas mengatakan kata

„Hotel‟ dalam misi perusahaannya tetapi memaksiamalkan pengembalian

aset dan menciptakan kesejahteraan yang berkelanjutan untuk para

pemegang saham. Biasanya untuk organisasi pemerintah dengan audiens

yang berbeda yang akan diyakinkan mempunyai misi yang jelas. Misalnya

“ untuk mengakselerasi pertumbuhan sosial ekonomi jangka panjang yang

berkelanjutan dari industri pariwisata bagi negara”.

2. Menentukan tujuan organisasi yang akan dicapai, yang merupakan tujuan

utama organisasi, seperti penguasaan pasar yang melibatkan pengenalan

produk baru. Tujuan organisaasi haruslah mempunyai jangka waktu yang

mengindikasikan kapan tujuan tersebuta akan diwujudkan. Hal ini

memberikan kerangka waktu, menetapkan tujuan jangka pendek dan

strategi pencapaian serta tindakan yang diperlukan.

3. Mengumpulkan informasi dan pengetahuan sebagai dasar dalam

pengambilan keputusan. Kualitas keputusan organisasi yang diambil

sangat tergantung pada kualitas informasi yang dikumpulakan. Biasanya

tahapan ini memerlukan waktu lama.

4. Menganalisis informasi, terutama yang berkaitan dengan kekuatan,

kelemahan, peluang dan tantangan dari organisasi. Biasanya organisasi

yang dikumpulkan dan dianalisis dapat dikelompokan menjadi dua: (a)

informasi yang berkaitan dengan kondisi dan keaadaan masa kini, baik

yang menyangkut organisasi itu sendiri maupun lingkungan diluar

organisasi yang dapat mempengaruhi kehidupan organisasi, dan (b)

informasi yang dapat membantu perencana memberikan perkiraan masa

depan, misalnya dengan mengunakan analisa SWOT.

5. Menentukan tujuan khusus yang menentukan aktivitas yang diperlukan

dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi secara keseluruhan.

Page 34: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

129

6. Menentukan strategi dalam mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.

7. Mendistribusikan sumber daya ke masing-masing program aksi untuk

memberikan dampak pada strategi yang yang diambil.

8. Mengimplementasikan rencana.

9. Mengontrol dan memonitor hasil dan membuat perbaikan jika diperlukan.

Di dalam perencanaan pengembangan kepariwisataan harus berpedoman

pada visi dan misi kepariwisataan. Visi dan misi kepariwisataan di daerah

diturunkan dan dijabarkan dari visi dan misi kepariwisataan nasional. Oleh

karena masyarakat selalu berkembang dan wisatawan juga berkembang

tuntutannya maka visi dan misi juga harus selalu ditinjau kembali (Fandeli,

2002:172).

Pembangunan pariwisata memerlukan kebijakan dan perencanaan yang

sistimatis, untuk itu diperlukan sebuah proses perencanaan strategis. Menurut

Richardson dan Fluker (dalam Pitane & Diarta, 2009:108) perencanaan strategis

merupakan

“...the magerial process of matching an organisation’s resouces and

abilities with its business opptunities over the long term. Its consists of

defining organisation’s mission and determining an overall goal,

aqcuiring relevant knowledge and analysing it, then setting objectives and

the strategies to echieve them”.

Beberapa hal yang perlu juga diperhatikan oleh pemerintah dalam

perencanaan dan penentuan kebijakan di bidang pariwisata. Menurut UN – WTO

peran pemerintah dalam menentukan kebijakan pariwisata sangat stretegis dan

bertanggung jawab atas hal-hal sebagai berikut (Pitana & Diarta, 2009:113):

1. Membangun kerangka (framework) operasional dimana sektor publik dan

swasta terlibat di dalam menggerakan denyut pariwisata.

Page 35: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

130

2. Menyediakan dan memfasilitasi kebutuhan legislasi, regulasi dan kontrol

yang diterapkan dalam pariwisata, perlindungan lingkungan, dan

pelestarian budaya serta warisan budaya.

3. Menyediakan dan membangun infrastruktur transportasi darat, laut, dan

udara dengan kelengkapan prasarana komunikasinya.

4. Membangun dan memfasilitasi peningkatan kualitas sumber daya manusia

dengan menjamin pendidikan dan pelatihan yang profesional untuk

menyuplai kebutuhan tenaga kerja di sektor pariwisata.

5. Menerjemahkan kebijakan pariwisata yang disusun ke dalam rencana

kongkret yang mungkin termasuk di dalamnya: (a) evaluasi kekayaan aset

pariwisata, alam dan budaya serta mekanisme perlindungan dan

pelestariannya; (b) identifikasi dan kategorisasi produk pariwisata yang

mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif; (c) menentukan

persyaratan dan ketentuan penyediaan infrastruktur dan suprastruktur yang

dibutuhkan yang akan berdampak pada keragaan (performance)

pariwisata, dan; (d) mengelaborasi program untuk pembiayaan dalam

aktivitas pariwisata, baik untuk sektor publik maupun swasta.

Pendekatan tahapan atau proses dalam perencanaan pariwisata yang

cukup komprehensif ditawarkan oleh Gunn (2002: 139) yang mencoba melihat

dari cakupan mulai dari kebijakan dan panduan dalam kegiatan yang spesifik

untuk aspek pengembangan secara fisik maupun program-program

pengembangan. Proses perencanaan menurut Gunn hendaknya diawali dengan

langkah-langkah kunci yang dimulai dengan beberapa asumsi.

Pertama, kesiapan kepentingan publik maupun swasta dalam menyokong

dan mendukung proses.

Kedua, tujuan-tujuan seperti kepuasan pengunjung, pengembangan

ekonomi, perlindungan sumber daya, dan penyatuan kawasan

mendapatkan pertimbangan yang seimbang dalam perencanaan.

Ketiga, selama proses berlangsung semua bagian dan konstituennya

sepakat untuk terlibat dalam proses.

Dan keempat, rekomendasi akan mengarahkan keterlibatan semua sektor

yaitu pemerintah, swasta dan LSM serta masyarakat dalam pengembangan

pariwisata.

Pada kenyataannya dari hasil penelitian yang dilakukan, memperlihatkan

Page 36: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

131

strategi koordinasi dalam proses perencanaan pariwisata yang berlangsung di

provinsi Kepulauan Bangka Belitung belum menerapkan empat asumsi dan

tahapan seperti yang dikemukakan oleh Gunn. Strategi koordinasi dan proses

perencanaan pariwisata yang menuntut adanya koordinasi antar organisasi SKPD

yang berkepentingan masih belum terwujud dengan baik.

Padahal koordinasi memungkinkan dan menjamin adanya kesatuan,

keterpaduan antar unit kerja ataupun antar stakeholders terkait dalam menciptakan

keselarasan pelaksanaan perencanaan stratejik kepariwisataan. Koordinasi

menempatkan stakeholders dalam posisi sentral dalam menjamin keberhasilan

pembangunan. “the best coordination occurs when individuals see how their jobs

contribute to the dominant goals of organization” (Koonz, O‟Donell, dan

Weichrich, 1983:82 dalam Hermana, 2006:73). Pentingnya koordinasi dalam

perencanaan stratejik dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya tindakan atau

kegiatan yang tidak selaras antar unit yang satu dengan yang lainnya akibat

perbedaan persepsi ataupun prioritas sasaran. Koordinasi merupakan suatu teknik

untuk mempersatukan sejumlah keahlian dan perhatian (skills and interests) yang

saling bertentangan, dan memimpinnya ke arah tujuan yang sama. Konteks

koordinasi dalam perencanaan stratejik sebagaimana dikemukakan oleh

Friedmann (1987:96) bahwa: “An early planning paradigm: coordination,” dalam

tatanan ini Rosadi (1996:52) menyatakan bahwa: “Berbagai kegiatan yang

terkoordinasi dengan baik akan menciptakan keharmonisan karena akan

memberikan efek pemberdayaan yang lebih besar dalam pencapaian tujuan.”

Pertama, dalam hal kesiapan para pihak, maka yang terjadi di Kepulauan

Page 37: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

132

Bangka Belitung, pemerintah daerah mencanangkan program Visit Bangka

Belitung Archipelago 2010 misalnya, tanpa harus menunggu kesiapan sektor

swasta dan masyarakat.

Idealnya strategi koordinasi direncanakan dari awal baik dengan sektor

swasta maupun masyarakat. Strategi koordinasinya dapat dijalankan misalnya

dimulai dengan meminta dan mengundang berbagai masukan, usul dan saran

dalam mempersiapkan program dan kegiatan pembangunan kepariwisataan.

Pelibatan sektor lainnya sejak dini akan lebih mempercepat kesiapan setidaknya

secara psikologis bagi swasta dan masyarakat. Melalui pelibatan sejak dini akan

tercipta kondisi yang lebih kondusif bagi tumbuhnya sikap partisipatif di kalangan

masyarakat dan swasta.

Berbagai persiapan termasuk bagaimana merencanakan kegiatan dan

mengkondisikan masyarakat dilakukan sambil berjalan dengan mengandalkan

utamanya peranan media massa yang ditangani dengan penggunaan pengaruh para

pejabat, serta melakukan kegiatan-kegiatan kehumasan atau public relation.

Alasan yang disampaikan informan di Disbudpar jika harus menunggu kesiapan

semuanya, maka Bangka Belitung tak akan pernah benar-benar siap1.

Tahapan kedua, yaitu tujuan-tujuan yang ada baru sebatas bagaimana

meningkatkan kunjungan wisatawan dulu dengan melaksanakan berbagai macam

kegiatan yang akan mengundang para pengunjung di tingkat nasional dan regional

di Bangka Belitung. Tujuan lainnya yang bersifat lebih ideal seperti peningkatan

kesejahteraan masyarakat, kepuasan wisatawan, dan kelestarian lingkungan

1 Wawancara dengan informan di Disbudpar Babel, tanggal 22-10-2012

Page 38: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

133

diharapkan dapat berjalan seiring dengan mulai dikenalnya Bangka Belitung

sebagai destinasi wisata.

Adapun tahapan ketiga, berkolerasi dengan tahapan pertama dimana

kesiapan dan keterlibatan masyarakat dan swasta belum terlalu dirasakan dalam

penyelenggaraan event, karena kegiatan yang sangat dominan dalam pelaksanaan

event di VBA 2010 adalah milik pemerintah daerah yang tentu juga didorong

terutama pendanaannya dari pemerintah baik APBN, APBD provinsi maupun

kabupaten/kota. Termasuk pula di dalamnya berbagai kegiatan di kebudayaan di

tingkat desa yang mendapatkan bantuan dari pemerintah provinsi.

Tahapan keempat, berupa rekomendasi untuk melibatkan masyarakat

dilakukan utamanya dalam bentuk himbauan. Termasuk di dalam bentuk

himbauan ini adalah upaya mengkondisikan masyarakat dan kalangan pelajar.

Sebagai contoh selama persiapan penyelenggaraan Visit Babel Archi 2010, setiap

kepala SKPD ditugaskan untuk menjadi pembina upacara senin pagi di sekolah

sampai ke tingkat kecamatan dimana mereka bertugas. Dalam kegiatan tersebut

dibacakan sambutan gubernur yang berkaitan dengan informasi tentang adanya

program VBA 2010.

Disbudpar Provinsi selayaknya mengambil inisiatif untuk pada

kesempatan pertama mengkomunikasikan berbagai kepentingan dan

mengharapkan dukungan dari SKPD. Misalnya kepada Bappeda selaku SKPD

yang bertanggungjawab terhadap perencanaan di tingkat provinsi dan mengawal

kepentingan dan koordinasi perencanaan lintas sektor. Hal semacam ini

seharusnya dilakukan baik dalam perencanaan jangka menengah yang bersifat

Page 39: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

134

lima tahunan, maupun perencanaan jangka pendek yang dilaksanakan setiap

tahun. Kurangnya komunikasi yang dijalin seperti yang diakui baik oleh pihak

Disbudpar dan Bappeda telah menyebabkan tidak terjalinnya sinergi yang baik

antar SKPD dalam mendukung perencanaan pariwisata yang utuh dan

menyeluruh.

Perencanaan selayaknya juga mendengarkan harapan dan keluhan dari

semua pihak termasuk pengusaha sektor swasta dan masayarakat, termasuk

wisatawan. Keluhan pengusaha perhotelan terhadap kondisi kelistrikan di Babel

yang kekurangan pasokan, misalnya yang menyebabkan membengkaknya biaya

operasional hotel yang bisa mencapai Rp 2 milyar per tahun1. Begitu pula adanya

keluhan wisatawan akan tingkat kebersihan di daerah destinasi wisata perlu

disikapi dan dicarikan jalan keluar secepatnya2.

Koordinasi yang berlangsung pada tahap perencanaan masih belum

berlangsung baik3. Hal tersebut bermula dari kelemahan di pihak Disbudpar

sendiri yang tidak menginformasikan secara detil program dan kegiatan yang akan

dilakukan, serta apa pula yang harus dilakukan oleh SKPD lainnya untuk

menunjang program atau kegiatan kepariwisataan berjalan dengan baik.

“Kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam pembangunan di bidang

kepariwisataan seperti SKPD berjalan sendiri-sendiri dan tidak

menginformasikan secara detil apa yang harus dilakukan oleh SKPD

lainnya, akibatnya program dan kegiatan yang berjalan seperti terlepas.

Tim Anggaran pemerintah daerah (TAPD) dan Bappeda fungsinya sebagai

koordinator saja.

Koordinasi adalah kelemahan utama kita selama ini. Dukungan terhadap

sektor-sektor yang diunggulkan tidak terlalu kelihatan, sehingga upaya

yang harus dilakukan dimulai dari melihat mana sektor yang menjadi

1 Wawancara dengan pengusaha hotel di Babel, 28-10-12

2 Wawancara dengan wisatawan di Belitung, 18-10-2012

3 Wawancara dengan informan dari Bappeda Provinsi kepulauan Bangka Belitung, tgl 01-10-2012.

Page 40: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

135

unggulan atau diunggulkan, misalnya melalui diadakan dulu FGD,

sebelum membahas Musrenbang........................ Kalau di level

perencanaan saja masih terdapat kelemahan seperti itu koordinasinya

apalagi di level pelaksanaannya”.

Dalam konteks perencanaan kegiatan 1, selama ini diakuinya bahwa tidak

terdapat pembahasan yang mempertemukan SKPD seperti Distamben serta

SKPD terkait dengan sektor pariwisata mulai dari tingkat perencanaannya.

Kelemahan utama di sisi perencanaan selain tidak dibuatkannya strategi

koordinasi pada tahapan perencanaan, juga sudah dimulai dengan belum

ditetapkannya cetak biru perencanaan pembangunan pariwisata yang di sebut

dengan dokumen RIPPDA atau RIPARDA dengan produk hukum baik dengan

Keputusan Kepala Daerah atau dengan Peraturan daerah. Tanpa adanya kekuatan

yuridis tersebut maka RIPPDA yang telah dibuat sejak tahun 2006 dan seharusnya

diberlakukan di tahun 2007 itu menjadi tidak punya kekuatan sama sekali. Tidak

dibuatkannya Perda untuk RIPARDA 2, bermula dari tidak adanya keharusan

tersebut dibuatkan perdanya dalam Undang-undang (Nomor 9 Tahun 1990)

tentang Kepariwisataan yang masih berlaku ketika RIPPDA Kepulauan Bangka

Belitung selesai dibuat di tahun 2006. Kewajiban pemberlakuan Rencana Induk

Pembangunan Pariwisata itu dalam bentuk Perda baru diatur dalam Undang-

undang (Nomor 10 tahun 2009) tentang Kepariwisataan. Pada (pasal 9) Undang-

undang Kepariwisataan yang baru ini diatur tentang dasar hukum dari Rencana

Induk Pembangunan Pariwisata yang berbunyi:

Pasal 9

1 Hal yang sama juga dirasakan oleh informan di Dinas Pertambangan, wawancara tgl 25-10-2012

2 Wawancara dengan informan Disbudpar, 22-10-2012

Page 41: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

136

(1) Rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah provinsi.

(3) Rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diatur dengan Peraturan

Daerah kabupaten/kota.

(4) Penyusunan rencana induk pembangunan kepariwisataan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilakukan dengan

melibatkan pemangku kepentingan.

(5) Rencana induk pembangunan kepariwisataan sebagaimana dimaksud

pada ayat (4) meliputi perencanaan pembangunan industri pariwisata,

destinasi pariwisata, pemasaran, dan kelembagaan kepariwisataan.

Ketika akan diusulkan menjadi Peraturan daerah dengan adanya perubahan

undang-undang kepariwisataan, beberapa asumsi yang terdapat di dalam Rencana

Induk Pembangunan Pariwisata yang ada ternyata banyak yang sudah tidak sesuai

lagi dengan situasi mutakhir1 . Untuk itu diperlukan review terhadap Rencana

Induk tersebut yang baru dapat dianggarkan di tahun 2012. Namun dalam

perkembangannya review ini tidak dapat dilaksanakan karena masalah lelang atau

seleksi pihak ketiga yang akan melakukan pekerjaan dimaksud. Menurut informan

Disbudpar, pemenang yang ditetapkan oleh Lembaga Unit Pelelangan (ULP)

tidak memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan oleh pihak Disbudpar 2.

“Kami tidak mau menerima pemenang lelangnya. Masak tenaga ahli yang

kita persyaratkan minimal memiliki pengalaman kerja di bidang pariwisata

selama empat tahun, tapi yang dimenangkan hanya punya pengalaman 18

bulan. Kan ga benar itu, jadi kami kembalikan lagi ke mereka. Sayangnya,

waktu untuk melaksanakannya sudah tidak cukup lagi”

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang ditetapkan menjadi salah satu

pilot proyek selain provinsi Gorontalo dan Nusa Tenggara Timur untuk Program

Penguatan Peran Pemerintah Provinsi atau Provincial Government Streengthening

1 Menurut informan yang ada di Disbudpar, wawancara 22-10-2012.

2 Wawancara dengan informan Disbudpar 22-10-2012.

Page 42: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

137

Programme (PGSP) yang bekerjasama dengan UNDP di tahun 2012. Melalui

program ini akan dikembangkan model penguatan pemeritahan di tingkat

provinsi, khusus di Kepulauan Bangka Belitung dipilih sektor pariwisata dan

pelayanan kesehatan sebagai model.

Melalui kegiatan PGSP ini terdapat beberapa kegiatan yang berkaitan

dengan penguatan perencanaan pariwisata di tingkat provinsi seperti pembuatan

Rencana strategis (Renstra) Disbudpar yang melibatkan seluruh pegawai,

pengembangan destinasi pariwisata, serta program pengembangan Desa Wisata.

Rencana Induk yang telah ada dan seharusnya dijadikan sebagai panduan

perencanaan berbagai kegiatan di Disbudpar, ternyata kurang dimanfaatkan

sebagai acuan1. Perencanaan lebih sering melihat apa yang telah dilakukan di

tahun sebelumnya dan mengantisipasi apa yang sedang dan menjadi trend ketika

perencanaan kegiatan dibuat. Bahkan beberapa kegiatan merupakan hasil dari

perintah atau arahan dari Gubernur yang mendapatkan masukan dari pihak ketiga

seperti kegiatan Festival kembang Api, Jambore VW dan Pembentukan Kantor

Promosi di luar daerah. Khusus kegiatan pembentukan kantor promosi walaupun

telah dianggarkan dalam APBD di tahun 2010, namun tidak dapat dilaksanakan

karena adanya perintah penundaan kegiatan dengan alasan adanya perubahan

anggaran. Ketika anggaran sudah dinyatakan dapat dilakukan setelah adanya

perubahan nilai, ternyata kegiatan tidak bisa lagi dilaksanakan karena untuk sewa

gedung atau bangunan pihak-pihak ketiga yang dihubungi tidak mau jika hanya

disewa beberapa bulan saja (tidak sampai satu tahun atau kurang dari 12 bulan).

1 Wawancara dengan informan Disbudpar 23-10-2012

Page 43: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

138

Perencanaan yang tidak mengacu pada dokumen yang telah ada tersebut di

samping belum mempunyai kekuatan hukum dari sisi yuridis, juga karena adanya

asumsi-asumsi yang telah mengalami perubahan. Sedangkan Rencana Strategis

SKPD tidak dijadikan acuan karena dianggap belum sempurna sebagai sebuah

perencanaan strategis SKPD1.

“Pembahasannya dulu tidak sempurna banyak yang tidak dilibatkan,

akibatnya banyak kelemahan. Indikatornya saja banyak yang tidak pas,

jadi kita tidak terlalu yakin tingkat kebenarannya sebagai dokumen

rencana yang layak dijadikan acuan”.

Sementara itu di sisi lain kurangnya koordinasi dalam perencanaan

anggaran seringkali membuat kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan seakan-akan

“Dipaksa” menyesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Akibatnya capaian

kegiatan tidak bisa dilakukan dengan baik, karena pelaksana kegiatan harus

mencari jalan bagaimana menyiasati keterbatasan anggaran di satu pihak, dan

mencoba mencapai target-target kinerja yang telah ditetapkan2.

“Kami sering bingung melaksanakan kegiatan, tetapi karena sudah

dijadikan kalender tahunan mau tidak mau harus tetap dilaksanakan.

Pernah ada kegiatan festival yang pesertanya dari kabupaten/kota, tetapi

ternyata tidak ada uang penginapan di anggarannya. Kan kasihan lihat

anak-anak yang datang, padahal mereka datang dari pulau Belitung

misalnya,”

Hal semacam ini terjadi karena koordinasi perencanaan Disbudpar dengan

Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang diketuai oleh Sekretaris Daerah,

1 Kurang baiknya kualitas Renstra yang ada, berdasarkan wawancara dengan informan Disbudpar

Babel, tanggal 23-10-2012. 2 Wawancara dengan informan Disbudpar Babel, tanggal 23-10-2012

Page 44: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

139

wakil TAPD Kepala Bappeda, dengan sekretaris Kepala Dinas Pendapatan dan

Pengelolaan Aset daerah (PPKAD) tidak berjalan dengan baik1.

“Mereka sering memangkas anggaran tanpa mengkonfirmasikan dulu

dengan kami sehingga jadi masalah di kemudian hari. Pernah anggaran

yang sudah disahkan tapi kemudian keluar surat yang menyatakan bahwa

kegiatan-kegiatan tertentu ditunda pelaksanaannya. Dan ketika keluar surat

lagi bahwa kegiatan sudah bisa dilaksanakan, kegiatannya sudah tidak

memungkinkan lagi dilakukan, karena waktu yang terbatas. Alasannya

karena ada proyek multi years,”

Dari sisi mekanisme pembahasan kegiatan, terdapat beberapa kelemahan

yang seharusnya tidak perlu terjadi pada sektor pariwisata yang secara jelas sudah

dijadikan sebagai sektor unggulan. Dengan status sebagai sektor unggulan

selayaknya pariwisata mendapatkan perhatian yang lebih memadai terutama

dalam bentuk sinergi yang dapat dimulai pada saat perencanaan kegiatan-kegiatan

berlangsung. Institusi perencana seperti Bappeda dan Disbudpar (dalam struktur

organisasi Disbudpar terdapat Bidang Perencanaan yang dikepalai oleh seorang

pejabat eselon 3 dan tiga orang Kepala Seksi eselon 4-pen) sendiri seyogyanya

yang mengambil peran aktif untuk mensinergikan berbagai kegiatan SKPD ke

arah dukungan terwujudnya Bangka Belitung sebagai destinasi unggulan.

Perencanaan oleh pemerintah dalam pariwisata memainkan peran yang

penting karena tanpa keterlibatan pemerintah maka perencanaan pariwisata akan

dapat kehilangan kendali, tidak memiliki arah, serta kehilangan daya rekat antar

elemen-elemen institusional perencana (Lickorish, 1988:70). Rencana induk atau

RIPPDA itulah yang seharusnya merupakan contoh perencanaan yang dilakukan

pemerintah. Di samping itu sinergi stakeholder dalam perencanaan yang meliputi

1 Wawancara dengan informan Disbudpar babel tanggal 23-10-2012

Page 45: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

140

prakondisi perencanaan, perumusan rencana, serta implementasi dan evaluasi

berpengaruh terhadap pelasanaan pembangunan kepariwisataan suatu daerah

(Bahar, 2003:265).

Bidang pemasaran merupakan titik lemah lainnya yang terlihat dalam

koordinasi perencanaan pariwisata di Bangka Belitung. Hal tersebut dapat dilihat

dari telah terlampauinya target wisatawan secara total seperti yang diarahkan

dalam RIPDA sejak tahun 2009 lalu, namun belum ada rencana perubahan target

jumlah wisatawan yang baru. Hal ini menyebabkan target capaian jumlah total

wisatawan dalam tiga tahun terakhir sudah tercapai tanpa harus melakukan upaya

berarti di Disbudpar1

Persoalan perencanaan pemasaran lainnya adalah bagaimana Disbudpar

melihat konsep pemasaran pariwista sendiri. Pemasaran pariwisata (tourism

marketing) bersifat sangat kompleks jika dibandingkan dengan pemasaran

barang-barang lainnya. Perkembangan yang pesat dalam pariwisata yang

berakibat pada berubahnya berbagai perkembangan baik dari sisi produk wisata

maupun dari sisi target pasar menuntut kebutuhan akan metode bisnis pariwisata

yang lebih responsif. Hal seperti ini antara lain menyebabkan pengadopsian dan

penerapan konsep-konsep pemasaran pariwisata (Pitana & Diarta, 2009:152).

Pengertian pemasaran seperti yang dikemukakan oleh Kotler, 1996 dalam Pitana

& Diarta (2009:153). adalah :

“A social and managerial process by which individusls and want through

creating and exchanging products and value with others”. Sementara

menurut British Chartered institute of Marketing , pemasaran adalah “

The manajement process responsible for identifying, anticipating, and 1 Dikatakan informan Disbudpar Babel, wawancara tanggal 24-10-2012: “Kami bisa mencapai

target sambil tidur-tiduran”.

Page 46: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

141

satisfying customers requirements profitably” .

Pemasaran pariwisata adalah suatu sistim dan koordinasi yang harus

dilakukan sebagai kebijaksanaan bagi perusahaan –perusahaan kelompok industri

pariwisata, baik milik swasta atau pemerintah, dalam ruang lingkup lokal,

regional, nasional atau internasional untuk mencapai kepuasan wisatawan dengan

memperoleh keuntungan yang wajar ( J. Krippendorf, dalam Yoeti, 2005:1-2) .

Sementara itu menurut Salah Wahab dan kawan-kawan, pemasaran

pariwisata adalah suatu proses manajemen yang dilaksanakan oleh

organisasi pariwisata nasional atau perusahaan-perusahaan termasuk

dalam kelompok industri pariwisata untuk melakukan identifikasi

terhadap wisatawan yang sudah punya keinginan untuk melakukan

perjalanan wisata dan wisatawan yang punya potensi akan melakukan

perjalanan wisata dengan jalan melakukan komunikasi dengan mereka,

mempengaruhi keinginan, kebutuhan, memotivasinya, terhadap apa yang

disukai dan yang tidak disukainya, pada tingkat daerah-daerah lokal,

regional, nasional ataupun internasional dengan menyediakan objek dan

atraksi wisata agar wisatawan memperoleh kepuasan.

Terdapat persamaan bahwa pemasaran merupakan suatu proses manajerial yang

digunakan untuk melakukan penilaian permintaan konsumen dan

mengantisipasinya, dimana semangat yang menjadi muara dari semuanya adalah

meletakan kebutuhan konsumen sebagai pangkal dari semua urusan organisasi

pemasaran.

Menurut Yoeti (2005:2) jika disimpulkan maka pemasaran pariwisata

mencakup hal-hal sebagai berikut:

Pertama: pemasaran pariwisata itu merupakan suatu proses manajemen

yang dilakukan oleh organisasi pariwisata nasiaonal, dengan bekerjasama

dengan organisasi pariwisata swasta, yang mewakili perusahaan-

perusahaan kelompok industri pariwisata.

Kedua: melakukan identifikasi terhadap kelompok wisatawan yang sudah

memiliki keinginan untuk melakukan perjalanan wisata (actual demand)

dan kelompok wisatawan yang memiliki potensi akan melakukan

Page 47: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

142

perjalanan wisata di waktu-waktu yang akan datang (potential demand).

Ketiga: melakukan komunikasi dan mempengaruhi keinginan, kebutuhan,

dan memotivasinya terhadap yang disukai atau tidak disukai mereka, baik

pada tingkat lokal, regional , maupuan internasional.

Keempat: menyediakan objek dan atraksi wisata sesuai dengan persepsi

wisatawan sehingga mereka puas.

Dengan memahami bahwa pariwisata merupakan salah satu produk layanan

khusus yang mencakup beberapa hal yang perlu dilakukan secara baik apabila

suatu usaha pariwisata ingin memaksimalkan potensinya untuk sukses, maka

perhatian terhadap kegiatan pemasaran menjadi amat penting.

Orientasi pemasaran yang sukses merupakan tugas dan tanggungjawab

manajemen. Karena pemasaran merupakan penghubung antara produsen dan

konsumen, hal tersebut artinya memerlukan tugas manajemen yang bersifat

spesifik. Karenanya bagi penyedia produk dan layanan yang tidak memiliki

komitmen yang jelas mengenai orientasi pemasarannya pada umumnya tidak

akan memiliki fungsi pemasaran yang efektif. Menurut Kotler dan Lee (2007:12)

pemasaran menjadi alat perencanaan yang tepat bagi instansi publik yang ingin

memenuhi kebutuhan masyarakat dan memberikan nilai yang sesungguhnya.

Perhatian utama pemasaran adalah menghasilkan keluaran yang memenuhi nilai

pangsa pasar. Apabila pada sektor swasta kata kunci pemasarannya adalah nilai

dan kepuasan pelanggan, maka pada sektor publik kata kuncinya adalah nilai dan

kepuasan masyarakat.

Perencanaan pemasaran pariwisata merupakan bagian yang sangat penting

dalam upaya mencapai tujuan dari kegiatan yang akan dilaksanakan. Perencanaan

pemasaran akan berdampak kepada beberapa keuntungan manajeman berikut

(Cooper 1999, dalam Pitane & Diarta, 2009: 166) ;

Page 48: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

143

1. Menyediakan arah yang jelas dari kegiatan pemasaran berdasarkan

pendekatan pemasaran dan kegiatan yang sistimatis dan tertulis.

1. Mengkordinasikan segala sumber daya yang dimiliki organisasi

2. Menetapkan target pencapaian yang dapat diukur .

3. Meminimalkan resiko melalui analisis lingkungan internal dan eksternal.

4. Memilih dan memilah cara pencapaian target dan tujuan dalam beragam

segmen pasar.

5. Menyediakan rekam jejak mengenai kebijakan dan perencanaan

pemasaran.

6. Memungkinkan organisasi berjalan dalam rencana jangka panjang

sehingga rencana organisasi selalu berada pada posisi terbaik untuk

mencapai tujuan masa depannya.

Untuk membangun strategi pemasaran yang solid Kertajaya dan

Yuswohady (2005:12) menawarkan konsep yang disebut dengan Strategic Place

Triangle yang menyangkut tiga hal kunci yaitu: pertama, Strategi yang mencakup

Segmentasi-Tergeting-Positioning. Kedua adalah Taktik yang mencakup

Diferensiasi-Marketing Mix-Selling.; dan ketiga, adalah Value yang mencakup

Brand-Servis-Proses.

Pada kenyataannya dalam hal pemasaran di sektor pariwisata di kepulauan

Bangka Belitung belum berjalan sebagaimana yang disampaikan. Kelemahan

menggarap pemasaran sudah teridentifikasi dari beberapa hal. Pertama,

nomenklatur bidang yang menangani yang dinamakan Bidang Promosi, yang

sebenarnya lebih sempit dari pada istilah pemasaran. Kedua, pejabat yang

menangani promosi di Disbudpar sendiri menyatakan ketidaktahuannya terhadap

wisatawan dari mana saja yang harusnya menjadi target upaya pemasaran atau

promosi. Alasannya adalah sampai ketika penelitian dilakukan sang pejabat belum

mengetahui karakteristik wisatawan, baik wisatawan nusantara atau mancanegara

Page 49: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

144

yang mengunjungi Kepulauan Bangka Belitung1. Hal ini terjadi karena memang

belum tersedia data hasil penelitian yang dapat menunjukan karakteristik

wisatawan di Bangka Belitung.

Sebagai akibatnya maka pemasaran pariwisata yang dilakukan selama ini

belum terarah secara baik, mulai dari penentuan target pasar, cara berpromosi dan

bahan promosi seperti apa yang harus disiapkan, serta kapan dan dimana harus

berpromosi.

Kendala lain, ketiadaan lembaga Badan Promosi di Kepulauan Bangka

Belitung yang membuat pelaksanaan kebijakan pemasaran dan promosi belum

berjalan baik. Keterpaduan cara berpromosi, dimana, kapan dan menggunakan

alat atau sarana promosi yang bagaimana seperti diuraikan terdahulu, belum

dilakukan dengan sinergi. Di tingkat provinsi misalnya tidak jelas bagaimana

kebijakan promosi daerah diarahkan, termasuk di Disbudpar, yang berakibat pada

SKPD mana saja yang mengikuti pameran di dalam dan luar negeri, bahan dan

materi pamerannya sama saja, atau itu-itu saja. Demikian pula yang terjadi di

antara kabupaten kota. Dengan alasan otonomi dan belum adanya pengaturan dan

standarisasi pameran, maka pameran yang diikuti oleh kabupaten dan kota

seringkali bersifat tumpang tindih dan pengulangan. Misalnya, dalam sebuah

pameran pariwisata di sebuah gedung pameran, di Jakarta, peserta pameran

pariwisata dari provinsi Kepulauan Bangka Belitung maupun dari kabupaten kota

menampilkan produk yang sama saja di setiap stan seperti, getas, kletek, anyaman

resam, pewter, terasi, dan tenun cual. Variasi tampilan produk dan paket wisata

1 Wawancara dengan informan Disbudpar Babel, tanggal 24-10-2012

Page 50: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

145

juga belum banyak terlihat dalam berbagai pameran yang diikuti. Demikian pula

bahan promosi seperti leaflet, peta wisata, booklet, cd dan dvd masih terkesan

belum memperhatikan kualitas bahan dan desain yang membuat pengunjung

pameran akan jadi tertarik untuk melihat, membaca dan memperhatikannya, yang

pada akhirnya akan berkunjung ke Bangka Belitung.

Hasil Nesparda 2012 menyatakan bahwa wisatawan yang datang ke

Bangka Belitung memperoleh informasi terbanyak dari internet yaitu 27,50

persen, dari teman dan saudara 22,50 persen, 17,50 persen dari kantor pariwisata,

5,00 persen dari media cetak/koran dan majalah. Dengan demikian Disbudpar

harus lebih serius membenahi fasilitas dunia maya yang berupa internet dan

jejaring sosial baik situs, blog, face book maupun tweeter, terutama dalam desain

promosi, bahasa dan strateginya. Sinerji dan keterlibatan SKPD lainnya seperti

Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo), serta jaringan yang serupa di

tingkat Kabupaten/kota, demikian pula pihak swasta (seperti PT Timah Tbk dan

PT Koba Tin) dan masyarakat akan lebih memperbesar jaringan yang selama ini

sudah tersedia.

Dari keseluruhan koordinasi perencanaan maka merujuk pada apa yang

dikemukakan oleh Agranoff dan Lindsay (dalam Alexander, 1995:139) bahwa

agar koordinasi dapat berjalan dengan baik, maka terdapat beberapa langkah yang

harus dilakukan yaitu :

1) Recognition of the institutional-legal and organizational structural

context, involving fragmented systems with jurisdictional overlaps;

2).Consciousness of the political nature of the tasks and the diffusion of

power in the system “put politics up front”;

3).Addressing the technical elements with the problems with the assistance

Page 51: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

146

of the specialists such as planners, community center directors and

program heads, and dealing with the “nuts and bolts” of substantives

issues;

4). A task orientation and clear focus on the problem at hand and mutual

willingness to make adjustments to solve particular problem, rather

thanhollow attemps to “work together” or more “pseudo-arenas” for

interagency coordination such as joint boards, task forces, or requirements

for coordinated or comprehensive planning.

Langkah-langkah strategi dalam koordinasi perencanaan yang merupakan

koordinasi antisipatif adalah; Pertama mengenali kedudukan organisasi terlebih

dulu secara hukum dan kerangka struktur dengan melibatkan system yang

berlaku. Kemudian yang kedua adalah kesadaran politik terhadap tugas dan difusi

kekuasaan dalam system dengan mengedepankan politik. Ketiga, menangani

unsur-unsur teknis yang terkait dengan masalah yang memerlukan keterlibatan

keahlian seperti perencana, pengarah kemasyarakatan dan pimpinan program

dalam mengatasi permasalahan yang bersifat substansial. Sementara itu keempat,

berorientasi pada tugas dan fokus yang jelas untuk menyelesaikan masalah dengan

tetap berpegang pada keinginan guna melakukan koordinasi antar instansi seperti

pada kerjasama antar instansi, gugus tugas, dan perencanaan yang terkoordinasi

dengan baik dan menyeluruh.

Dengan menggunakan pendekatan keempat langkah seperti yang

disampaikan oleh Agranoff dan Lindsay (dalam Alexander, 1995:139) tadi maka

sangat dirasakan bahwa koordinasi di bidang perencanaan pembangunan

pariwisata yang terjadi antar SKPD belum terjadi dengan baik. Belum munculnya

format kerjasama mulai dari keterpaduan rencana sampai ke dalam pelaksanaan

program-program kepariwisataan di Kepulauan Bangka Belitung adalah contoh

dari kelemahan dimaksud. Walaupun seharusnya perencanaan pembangunan

Page 52: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

147

pariwisata yang ada menekankan pada aspek koordinasi untuk menyatupadukan

berbagai rencana agar tidak terjadi tumpang tindih atau justru kekosongan dalam

suatu bidang pekerjaan.

Pada langkah pertama menurut Agranoff dan Lindsay (dalam

Alexander, 1995:139) misalnya, dimana diperlukan pengenalan kedudukan

organisasi maka jika melihat struktur Dinas Kebudayaan dan pariwisata serta SK

Gubernur Kepulauan Bangka Belitung (Nomor 188.44/299/III/2008) tentang

Pembentukan Tim Percepatan Persiapan Visit Babel Archi 2010, tanggal 28 Mei

2008, terdapat beberapa kelemahan mendasar. Pada SK Gubernur dimaksud

misalnya nomenklatur SKPD yang ditugaskan masih berdasarkan pada Peraturan

Daerah yang lama sehingga sudah tidak sesuai lagi dengan Perda tentang

organisasi yang baru. Sebagai cuntoh, Dinas yang menangani kewenangan

Pariwisata yang dulunya bernama Dinas Perhubungan dan Pariwisata telah

menjadi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Demikian pula dinas-dinas lainnya

seperti Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi yang telah menjadi dua

dinas masing-masing Dinas Perindustrian dan Perdagangan, serta Dinas Koperasi

dan UMKM, Bahkan beberapa dinas dengan nomenklatur yang baru juga muncul

yang selama ini belum pernah ada seperti Dinas Pemuda dan Olahraga, Dinas

Komunikasi dan Informatika, Badan Ketahanan Pangan, dan Badan

Penanggulangan Bencana. Semua perubahan nomenklatur tersebut seharusnya

membawa implikasi bagi disempurnakannya SK Gubernur menyangkut Tim

Percepatan persiapan Visit Babel Archi 2919, karena akhirnya SKPD yang

namanya tercantum di dalam SK Gubernur tersebut tidak merasa sebagai objek

Page 53: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

148

dari Keputusan Gubernur dimaksud.

Akibatnya SKPD tidak melaksanakan apa yang sudah diarahkan di dalam

SK yang kemudian membuat tidak berjalannya arahan kegiatan seperti

direncanakan. Dengan kondisi seperti itu maka peranan SK Gubernur yang

tadinya diharapkan dapat memperkuat koordinasi antar SKPD yang terlibat

menjadi kehilangan maknanya serta tidak mampu menjadi alat dalam mendorong

percepatan yang diinginkan.

Hal lain yang perlu dicermati pada pendekatan pertama berdasarkan

pendapat Agranoff dan Linsay, adalah kondisi di Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata sendiri yang memiliki berbagai kelemahan dari sisi struktur dan

nomenklatur organisasi. Padahal seperti diketahui bahwa struktur memegang

peranan penting dalam upaya pencapaian tujuan organisasi serta ikut menentukan

kapasitas organisasi (Drucker, Robbins dan Daft, dalam Tachjan, 2008: 89-90).

Pentingnya sebuah struktur organisasi yang efektif dalam pengelolaan

kepariwisataan dan kebutuhan atas perencanaan yang terintegrasi secara

berkesinambungan juga dikemukakan oleh Inskeep (1991) dalam Jamal dan Getz

(1994:187). Kelemahan-kelemahan struktur tersebut terlihat dari: Pertama, tidak

adanya unit kerja yang menangani kewenangan pengembangan destinasi yang

berimplikasi pada tidak adanya bagian dalam organisasi yang menjalankan

tanggungjawab di bidang destinasi, padahal destinasi merupakan prasyarat bagi

adanya kegiatan pariwisata di suatu daerah. Kedua, kurang tepatnya nama Bidang

Promosi dan Pemasaran, sebaiknya Bidang Pemasaran dan Promosi. Implikasi

dari nomenklatur seperti ini berakibat pada tugas yang lebih luas dan strategis

Page 54: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

149

yang seharusnya dilakukan oleh bidang. Misalnya perumusan kebijakan

pemasaran yang terkadang hanya dimaknai sebagai strategi promosi saja.

Padahal seharusnya berada di tataran yang lebih tinggi, yaitu kebijakan

pemasaran. Ketiga, adanya tumpang tindih pekerjaan antara Seksi di Bidang

Perencanaan yaitu Seksi Monitoring dan Evaluasi dengan Seksi Pengendalian

yang berakibat pada kurang efektifnya pengendalian. Hal tersebut dapat dilihat

pada gambar 4.6.

Gambar 4.6. Struktur Organisasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Page 55: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

150

Jika dihubungkan dengan pendekatan kedua menurut Agranoff dan

Lindsay dalam Alexander (1995:139) maka akibat dari tidak disempurnakannya

SK Gubernur tersebut, serta belum dilakukannya perbaikan struktur dan

nomenklatur di Disbudpar yang akan mempersulit pencapaian tujuan dan

pelaksanaan tugas sehari-hari.akan membawa implikasi politis dimana kebijakan

pembangunan pariwisata melalui program VBA 2010, serta membangun

pariwisata sebagai sektor unggulan daerah yang sudah menjadi salah satu janji

politis Gubernur tidak akan dapat berjalan dengan baik

Pendekatan ketiga menurut Agranoff dan Lindsay (dalam Alexander,

1995:139) dapat dicermati pada kesiapan dan keterlibatan tenaga perencana,

pengarah kemasyarakatan, dan pimpinan program yang selama ini belum

ditangani dengan baik. Keterlibatan dan pembuatan kebijakan berskala besar dan

luas seperti yang dilakukan di bidang kepariwisataan sesungguhnya memerlukan

keahlian serta pendekatan lintas sektor dan ilmu di samping kepariwisataan

sendiri seperti, tata ruang, psikologi, sosiologi, teknologi komunikasi, transportasi,

arsitekur dan lain-lain. Hal semacam ini belum terlihat dalam konteks perencanaan

yang dilakukan selama ini di Kepulauan Bangka Belitung.

Sehubungan dengan betapa pentingnya koordinasi dalam perencanaan

pariwisata ini, maka Jamal dan Getz (1994:186-187) menyatakan bahwa:

The lack of coordination and cohesion within the highly fragmented

tourism industry is a well-known problem to destination planners and

managers. Gunn (1988) stated that continuous tourism planning must be

integrated with all other planning for social and economic development,

and could be modeled as an interactive system. He pointed out that "the

'go-it-alone' policies of many tourism sectors of the past are giving way

Page 56: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

151

to stronger cooperation and collaboration . . . . No one business or

government establishment can operate in isolation" (Gunn 1988:272).

Inskeep (1991) has also pointed out the importance of an effective

organizational structure for tourism management and the need for

continuous, integrated planning. Achieving coordination among the

government agencies, between the public and the private sector, and

among private enterprises is a challenging task, however, and requires

the development of new mechanisms and processes for incorporating the

diverse elements of the tourism system.

Jika ditafsirkan maka apa yang disampaikan oleh Jamal dan Getz adalah sebagai

kurangnya koordinasi dan kohesi dalam industri pariwisata yang sangat

terfragmentasi merupakan masalah yang telah diketahui oleh para perencana dan

pengelola destinasi. Gunn (1988) menyatakan bahwa, perencanaan pariwisata

yang berkesinambungan harus terintegrasi dengan seluruh perencanaan lainnya di

bidang pembangunan sosial dan ekonomi, dan dapat dijadikan model sebagai

suatu sistem yang interaktif.

Dia menunjukkan bahwa kebijakan-kebijakan dari banyak sektor

pariwisata “Berjalan sendiri-sendiri” akan digantikan dengan kerjasama dan

kolaborasi.....tidak ada bisnis atau usaha pemerintah yang dapat bekerja dalam

isolasi (Gunn:1988:272). Inskeep (1991) juga menunjukan pentingnya sebuah

struktur organisasi yang efektif dalam pengelolaan kepariwisataan dan kebutuhan

atas perencanaan yang terintegrasi secara berkesinambungan.

Untuk mencapai koordinasi antar berbagai lembaga pemerintah, antar

sektor publik dan swasta, dan antara perusahaan-perusahaan swasta adalah sebuah

tugas yang menantang, dan memerlukan pembangunan suatu mekanisme-

mekanisme dan proses-proses baru untuk menyatukan berbagai elemen yang

berbeda dari suatu sistem pariwisata.

Page 57: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

152

Pendekatan terakhir atau keempat, menyangkut atau berorientasi pada

tugas dan focus yang jelas untuk menyelesaikan masalah dengan melakukan

koordinasi antar instansi ternyata juga belum berjalan dengan baik. Sampai saat

penelitian dilakukan masih terkesan adanya kebijakan yang ambigu dari

pemerintah daerah , yaitu di satu sisi ingin membangun pariwisata sebagai sektor

unggulan, namun di sisi lain masih “membiarkan” adanya izin penambangan yang

dikeluarkan di kawasan pariwisata atau di sekitar kawasan pariwisata. Kendala

lainnya adalah karena masing-masing instansi masih terfokus pada tugas pokok

dan kepentingannya sendiri. Untuk itu dibutuhkan seorang koordinator yang mau

dan mampu mengarahkan berbagai kegiatan perencanaan pariwisata sehingga

menjadi semakin terarah dan membuat sinergi antar sektor dan SKPD yang baik.

Jika merujuk pada aturan yang ada maka fungsi koordinator tersebut dapat

dimainkan oleh beberapa pejabat. Pertama, adalah pejabat tertinggi yang

memegang fungsi koordinasi di provinsi yaitu Sekretaris Daerah. Kedua, adalah

Kepala Bappeda yang bertanggung jawab membuat sinkronisasi perencanaan

makro antar sektor dan SKPD. Ketiga, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

yang bertanggung jawab terhadap koordinasi perencanaan dalam kepentingan

pariwisata di tingkat yang lebih mikro yaitu pada tataran internal kebudayaan dan

pariwisata. Hal yang serupa juga dikemukakan oleh Gunn (2002:267) bahwa

perencanaan pariwisata harus terintegrasi dengan perencanaan-perencanaan

lainnya seperti perencanaan sosial dan pembangunan ekonomi, dan menjadi model

perencanaan yang terintegrasi.

Page 58: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

153

4.2.2. Strategi Koordinasi Pelaksanaan, Pemantauan, Umpan Balik dan

Pengendalian

4.2.2.1. Strategi Koordinasi Pelaksanaan

Upaya melakukan percepatan pembangunan sektor pariwisata di Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung melibatkan kerjasama dan koordinasi antar

organisasi internal pemerintahan daerah di tingkat provinsi, bahwa sektor

pariwisata sangat memerlukan keterlibatan sektor-sektor lainnya dalam

membangun berbagai destinasi atau objek pariwisata. Karena itu bagaimana

keterkaitan koordinasi yang diperlukan dengan SKPD dimaksud dapat dilihat dari

uraian menyangkut pelaksanaan strategi koordinasi yang terjadi di tiga SKPD di

bawah ini yaitu Dinas Pertambangan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan

Dinas Perhubungan.

4.2.2.1.1. Dinas Pertambangan dan Energi

Sektor pertambangan, sangat diperlukan keterlibatannya dalam

pembangunan pariwisata, karena sejak lama Kepulauan Bangka Belitung telah

menjadi kawasan pertambangan sehingga tidak saja menguasai lahan yang cukup

luas tetapi juga karena pertambangan telah sangat membudaya di sebagian besar

masyarakat Kepulauan Bangka Belitung. Luasnya cakupan kawasan

pertambangan yang terhampar tidak saja di darat tetapi juga di laut telah

membawa persoalan tersendiri dalam pengembangan pariwisata. Adanya duplikasi

Page 59: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

154

kawasan antara pertambangan dan pariwisata menyebabkan kedua sektor ini

mengalami kesulitan untuk bekerja secara optimal.

Sebuah pertanyaan besar bahkan seringkali muncul ke permukaan

manakala membicarakan pembangunan pariwisata di Bangka Belitung adalah,

apakah mungkin menjadikan kawasan tambang menjadi sebuah destinasi

pariwisata? Guna menjawab pertanyaan tersebut jika merujuk pada beberapa

pengalaman sejumlah tempat yang pernah menjadi lokasi pertambangan tetapi

kemudian dijadikan sebagai kawasan pariwisata maka ada beberapa pengalaman

yang dapat dijadikan rujukan. Kota-kota berikut misalnya dikembangkan dari kota

tambang menjadi kota wisata seperti yang terjadi di Kellogg, Idaho, (USA);

Kolari, Laplane, (Finland); Saint Etienne, Rhode Alpes, (France); dan di Yubari,

Hokaido, (Japan) (Budiati, 2011:6-9). Selain itu beberapa lokasi bekas

penambangan timah di Malaysia dan Thailand, sekarang sudah dikembangkan

menjadi kawasan pariwisata seperti yang terlihat pada kawasan Patra jaya yang

saat ini merupakan lokasi perkantoran perdana mentri Malaysia. Demikian pula

yang terjadi di dalam negeri, Kota Sawahlunto, di Sumatera Barat. Kota

Sawahlunto yang sudah ditinggalkan sebagai lokasi pertambangan batubara di

Ombilin sejak 1888 oleh Belanda, kemudian atas inisiatif pemerintah kotanya

dijadikan kota wisata tambang1.

Perbedaan Kepulauan Bangka Belitung dengan kota-kota yang disebutkan

tadi adalah terletak pada masih dipergunakannya kawasan tersebut sebagai

kawasan pertambangan atau tidak. Jika di Patrajaya Malaysia, kawasan yang ada

1 www.sawahluntokota.go.id, diunduh tanggal 11-09-2012.

Page 60: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

155

telah benar-benar ditinggalkan sebagai kawasan pertambangan, demikian pula

yang terjadi di Sawahlunto, maka yang terjadi di Bangka Belitung adalah sebagian

besar kawasan pertambangan tersebut masih dipergunakan sebagai lokasi

pertambangan. Hal ini dimungkinkan terjadi karena teknologi pertambangan

timah di masa lalu masih memungkinkan tersisanya biji timah yang cukup

memadai secara ekonomis untuk ditambang lagi, karena itu maka di banyak

tempat yang telah ditambang dan semula telah ditinggalkan, bahkan sudah

diadakan upaya reklamasi dan penghijauan, ternyata kemudian ditambang

kembali.

Kondisi seperti ini terjadi karena beberapa faktor seperti, dicabutnya

aturan bahan tambang timah sebagai barang strategis, serta munculnya otonomi

daerah. Berdasarkan deregulasi yang dikeluarkan oleh Menteri Perdagangan dan

Industri yaitu masing-masing (Nomor 558 tahun 1998 dan 146/1999) (Far

Earstern Economic Review 2001, dalam Erman: 2009:259, dan Sujitno:2007:289).

Keluarnya deregulasi ini difahami oleh pemerintah daerah dan masyarakat sebagai

telah berakhirnya timah sebagai komoditas strategis yang diawasi oleh

pemerintah pusat. Yang selama ini di Kepulauan Bangka Belitung hanya dikelola

oleh PT Timah dan PT Koba Tiin saja.

Dengan semangat otonomi setelah keluarnya Undang-undang, kemudian

daerah mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bangka (Nomor 2 tahun

2001) mengenai Izin Ekspor Pasir Timah dan Izin Penambangan Timah oleh

penduduk lokal, dan Peraturan Daerah (Nomor 6 tahun 2001) tentang

Pengelolaan Pertambangan Umum (Erman, 2009:259 dan Maulana, 2012:23). Hal

Page 61: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

156

inilah yang kemudian menimbulkan pro dan kontra dalam pertambangan rakyat

serta merebaknya penambangan timah baik legal maupun ilegal oleh masyarakat.

Dengan Perda itu pula maka monopoli pengusahaan mineral timah yang sejak

lama dipegang oleh negara melalui PT Timah dan PT Koba Tin berakhir. Dampak

positif dari adanya Perda tersebut adalah munculnya 21 perusahaan tambang lokal

yang mendapatkan izin dari bupati atau walikota pada tahun 2002 dan

mempekerjakan 130.000 penambang Tambang Inkonvensional (TI). Jumlah ini

meningkat menjadi 400% menjelang tahun 2004 (Erman, 2009:260). Demikian

pula peningkatan yang terjadi dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang

diinvestasikan dalam bentuk pembangunan fasilitas pendidikan di beberapa

kecamatan (Maulana, 2012:23). Dampak negatifnya adalah kerusakan lingkungan

yang semakin parah akibat penambangan timah yang sporadis dan masive di era

awal otonomi daerah tersebut.

Tidaklah mengherankan apabila beberapa kawasan yang tadinya sudah

dinyatakan sebagai kawasan yang tidak lagi ditambang, dalam perjalanannya

kemudian ternyata kembali diusahakan sebagai daerah pertambangan baik secara

legal maupun tidak. Hal tersebut dapat dilihat misalnya pada kawasan yang berada

di pinggir jalan raya antara Sungailiat-Pangkalpinang, di dekat lokasi sumber air

baku PDAM di kecamatan Merawang, yang semula sudah ditanami dengan

tanaman penghijauan seperti acasia mangium, ternyata kembali ditambang oleh

masyarakat. Peristiwa ini bahkan sempat mengganggu operasional PDAM Tirta

Bangka yang mengambil air baku di danau bekas penambangan (kolong) di

sekitar lokasi. Akibat penambangan kembali kawasan yang tidak terkendali

Page 62: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

157

tersebut mengakibatkan limbah buangan tambang langsung mengalir ke kolong

yang menyebabkan airnya menjadi sangat keruh dan mengganggu pelayanan air

bersih untuk kota Sungailiat.

Demikian pula dengan yang terjadi di kawasan pantai Rebo di Sungailliat

Kabupaten Bangka. Pantai yang semula merupakan Tapak Kawasan Pariwisata

seluas 199 hektar telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bangka

(Nomor 04 Tahun 1991) (Megawandi, 1999:67). Sampai saat ini peraturan daerah

dimaksud belum dicabut, tetapi.kemudian di sekitar kawasan tersebut dijadikan

sebagai kawasan pertambangan. Pengembangan kawasan pariwisata di pantai

Rebo tersebut sempat dilakukan pemerintah Kabupaten Bangka berupa

pembangunan shelter, permainan anak-anak dan beberapa bangunan. Di awal

tahun 2000an kawasan tersebut ternyata telah ditambang kembali oleh masyarakat

sehingga menyebabkan fasilitas pariwisata yang telah dibangun menjadi rusak dan

sulit untuk difungsikan kembali. Penambangan kembali kawasan pariwisata di

pantai Rebo telah menyebabkan lobang-lobang di banyak tempat serta kerusakan

kawasan yang cukup parah, bahkan beberapa bangunan yang semula diperuntukan

sebagai fasilitas pariwisata telah berubah fungsi menjadi seperti tampat tinggal

sementara para penambang.

Pada tahun 2010 pemerintah daerah kabupaten Bangka dengan dana

APBN membuat perencanaan kawasan ini dengan Detail Engineering Desain

(DED), akan tetapi sampai saat ini belum dimulai kegiatan pembangunannya.

Menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kabupaten Bangka, untuk

pengembangan kawasan pantai Rebo diperlukan investor karena memerlukan

Page 63: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

158

biaya pembangunan yang cukup besar, dan pemerintah daerah tidak akan mampu

mendanainya. Namun hal lain yang juga menjadi pertimbangan belum

dibangunnya pariwisata di sana adalah masih adanya potensi biji timah di

kawasan pantai Rebo yang akan membuat masuknya kepentingan berbagai pihak

yang akan diuntungkan oleh pertambangan timah di daerah tersebut.

Kawasan pantai Rebo merupakan contuh penggunaan ruang yang

kemudian menimbulkan konflik yang cukup serius karena kawasan ini ternyata

juga sejak lama menjadi tempat nelayan di sekitarnya untuk berlabuh dan

menambatkan perahu (Kurniawan, 2012). Terakhir para nelayan di kawasan pantai

Rebo melakukan penolakan terhadap penambangan timah di laut yang dilakukan.

Penolakan terhadap pertambangan timah di kawasan ini yang akan dilakukan

perwakilan nelayan dengan secara simbolik memberikan uang Rp 300 ribu rupiah

kepada perwakilan manajemen perusahaan pertambangan 1. Sebelumnya di 24

April 2012, sejumlah pemerhati lingkungan, nelayan dan pelaku wisata mendesak

pemerintah daerah agar segera membatasi penambangan timah lepas pantai.

Menurut salah seorang koordinator Komunitas Bangka Belitung Cinta Laut

(KBBCL), Bambang Patijaya, tidak adanya pembatasan penambangan timah lepas

pantai itu telah menyebabkan kerusakan laut di kawasan wisata dan tangkapan

nelayan rusak parah2. Menurut nelayan di pantai Rebo, Adi (35), hasil tangkapan

mereka telah berkurang 60 persen dibandingkan dengan lima tahun lalu. Jika dulu

terdapat sekitar 25 terumbu yang jadi tempat nelayan biasa memancing, maka

sekarang hanya tinggal 6 terumbu karang saja. Hal senada juga dikemukakan oleh

1 Harian Bangka pos, tanggal 02-11-2012.

2 Kompas.com diunduh tanggal 15 -11- 2012.

Page 64: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

159

peneliti dari Universitas Bangka Belitung (UBB), Indra Ambalika, yang

menyatakan bahwa kerusakan terumbu karang di pulau Bangka 22, 22 persen

sampai 83,33 persen.

Teknologi penambangan timah lepas pantai selama ini mengandalkan pada

teknologi Kapal keruk mangkok (bucket ladder dredge) yang sudah diterapkan

sejak awal abad 20. dengan kedalaman pengerukan 50 meter saja. Di akhir 80an

Thailand sudah meninggalkan penggunaan kapal semacam ini sehingga praktis

sejak saat itu hanya Indonesia yang mengembangkan teknologi Kapal keruk di

dunia (Sujitno, 2007:302). Teknologi lain yang juga digunakan adalah yang sering

dipakai oleh masyarakat yang sering disebut dengan penambangan

Inkonvensional (TI) dan sering juga dikonotasikan sebagai tambang ilegal

(Erwan, 2009, dan Sujitno, 2007). Teknologinya dengan menggunakan peralatan

sederhana seperti dulang, pompa kecil, dan palong mini. Untuk beroperasi di laut

maka peralatan-peralatan tersebut di letakan di atas perahu atau ponton yang

terbuat dari drum-drum yang terbuat dari plastik. Jenis atau cara penambangan di

laut yang lainnya adalah dengan teknologi Kapal Isap (KI). Kapal ini juga

digunakan dalam penggalian timah di lepas pantai, bahkan kapal jenis ini yang

paling banyak beropera di laut sekitar pulau Bangka saat ini jika dibandingkan

dengan kapal keruk. Kapal isap atau cutter section adalah kapal pemotong lapisan

tanah menggunakan pisau putar. Hasil hancuran tanah tersebut dihisap dan melalui

pipa dialirkan ke suatu tempat yang ditentukan (Sujitno, 2007:326). Kapal-kapal

jenis ini kebanyakan diproduksi di Thailand dengan ukuran mencapai 80 meter

panjang dan 18 meter lebar. Para pegawainya pun kebanyakan didatangkan dari

Page 65: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

160

Thailand dengan jumlah pekerja 14-18 orang setiap kapal. Menurut informan

salah seorang pekerja asal Thailand yang sempat menamatkan kuliahnya di

Bandung, para pekerja tersebut berada di kapal sekitar 3 bulan dengan masa libur

selama 18 hari1. Menurut informan ini, pengusaha pemilik kapal isap tempatnya

bekerja, yang juga menjadi pemilik sebuah perusahaan penerbangan cukup

terkenal ini memiliki sekitar 18 kapal isap yang beroperasi di sekitar pulau

Bangka.

Contoh yang paling nyata tentang kondisi kerusakan kawasan pantai

lainnya yang sering dipergunakan oleh masyarakat untuk berwisata bahkan

lokasinya telah ditetapkan sebagai pantai pariwisata atau kawasan pariwisata yang

ternyata berdekatan dengan lokasi kawasan pertambangan misalnya kawasan

pariwisata pantai Parai Tenggiri dan pantai Tanjung Pesona. Peraturan daerah

Kabupaten Bangka (Nomor 01 tahun 1985), misalnya telah menetapkan bahwa

seluas 800 hektar di pantai Matras dan Parai Tenggiri adalah merupakan Tapak

Kawasan Wisata. Begitu juga 110 hektar di pantai Tanjung Belayar yang terletak

diantara pantai Parai dan Matras yang diatur dengan perda (Nomor 04 tahun

1992). 25 hektar di pantai Teluk Uber dengan Perda (Nomor 15 tahun 1989)

(Megawandi, 1999:67). Baik pantai Parai Tenggiri, maupun Tanjung Pesona,

sebenarnya merupakan resort dengan berbagai fasilitas yang cukup terkenal

bahkan menjadi icon di Kepulauan Bangka Belitung. Namun demikian

1 Wawancara dengan pekerja Kapal Isap , warga negara Thailand di bandara Soekarno Hatta,

tanggal 12-11-2012.

Page 66: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

161

dikeluarkannya izin penambangan di lepas pantai sekitar lokasi pariwisata ini

telah menyebabkan menurunnya kualitas air di kawasan tersebut1.

“ Saya tak habis pikir kenapa bisa sampai begini. Tamu kami pernah

komplin dan check out malam hari gara-gara kapal isap yang beroperasi

depan hotel kami. Mereka bahkan minta pengembalian uang sewa hotel

yang sudah mereka bayarkan. dan itu terjadi bukan hanya sekali”.

Kewenangan pemberian izin pertambangan sampai dengan 4 mil ke arah

laut tersebut menurut informan di Dinas Pertambangan dan Energi

(DISTAMBEN) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berada di pemerintah

Kabupaten atau bupati Bangka. Di samping itu, penambangan timah kebanyakan

telah hadir lebih dulu di lokasi-lokasi yang ada sebelum dijadikan kawasan

pariwisata. Karena itu pihaknya tidak dapat berbuat banyak untuk mencegah

berlangsungnya penambangan di dekat lokasi pariwisata.

"Adanya duplikasi lokasi penambangan dengan pariwisata karena secara

historis timah ini sudah sejak lama ditambang di Babel. KP (Kawasan

Penambangan-pen) Timah sudah sejak jaman Belanda, Babel ini masuk

jalur timah Tin belt. Dan penambangan itu dilakukan dimana-mana tidak

cuma di darat dilaut juga. Jadi lokasi-lokasi penambangan itu sudah lebih

dahulu ada. Di kementrian juga berusaha menyelesaikan itu. Tapi ini juga

perlu dikoordinasikan agar jangan main tabrak saja. Ada batasan-batasan

yang perlu disepakati.

Tetapi tambang kan sudah lama jadi keberadaannya sudah harus juga

dipertimbangkan lagi. Pariwisata ini adalah masa depan, dan strategis, dan

menjanjikan secara ekonomis. Pertambangan sendiri sebenarnya secara

ekonomi sudah turun dari 22% menjadi 16 %, sedangkan jasa-jasa

meningkat, pariwisata ada di jasa-jasa itu. Coba lihat di PDRB".

Salah satu upaya yang mungkin dapat mengurangi adanya tumpang tindih

wilayah atau berdekatannya daerah penambangan dengan pariwisata tersebut

menurut informan di Distamben adalah dengan memasukan peruntukan kawasan

1 Wawancara dengan pelaku pariwisata di Babel, tanggal 22-11-12.

Page 67: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

162

di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ketika wawancara

berlangsung sedang dibahas finalisasinya di DPRD Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung.

Usul tersebut memang sekilas cukup melegakan, namun demikian upaya

inipun tidak semuanya dapat mengeliminir permasalahan duplikasi kawasan,

karena pembahasan RTRW yang sekarang sedang berlangsung hanyalah

membahas tata ruang wilayah darat seperti yang diatur dalam Undang-undang

Tata Ruang (Nomor 26 tahun 2007). Karenanya konflik kepentingan antara

kawasan pertambangan dan pariwisata hanya mungkin diminimalkan apabila

memang terdapat keinginan yang cukup kuat dari Kepala Daerah, baik Bupati,

Walikota, atau pun Gubernur. Persoalannya jadi tidak sederhana karena perizinan

pertambangan timah beserta kegiatan hilirnya ternyata memiliki kaitan yang

cukup erat bahkan sangat erat dengan kepentingan para elit baik politik maupun

ekonomi, perorangan maupun kelompok yang ada di Kepulauan Bangka Belitung

(Erwan, 2009).

Jalan keluar lainnya adalah seperti yang disampaikan oleh informan di

Dinas Pertambangan Kabupaten Bangka bisa saja dilakukan seperti yang pernah

dilaksanakan di Phuket Thailand. Caranya adalah dengan mengajak bertemu

semua unsur yang mewakili kepentingan di kawasan yang diperkirakan akan

tumpang tindih tersebut. Dalam kesempatan itu bisa disampaikan perkiraan

kandungan biji timah yang ada serta bagaimana membagi pendapatan yang akan

Page 68: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

163

diperoleh tersebut. Di sisi lain penambangan di kawasan dilakukan dengan batas

waktu tertentu sehingga benar-benar dapat berlangsung secara optimal 1.

"Sebagai contoh misalnya kawasan pantai Rebo dan sekitarnya itu

potensinya sangat menjanjikan. Satu kali musim penambangan, disana bisa

didapat uang sekitar dua trilyun (rupiah-pen). Dengan demikian bisa

disepakati berapa lama cadangan timah yang ada dapat diambil, dengan

perhitungan jumlah armada dan teknik penambangan yang efektif. Setelah

itu pendapatan yang diperoleh disepakati bagiannya dan untuk

kepentingan pihak mana saja. Termasuk untuk pemulihan lingkungan dan

pemda, serta masyarakat nelayan di sekitar lokasi".

Konflik antara pihak yang pro dan kontra terhadap penambangan timah di

lepas pantai berlangsung cukup menonjol di pulau Belitung. Kelompok yang

kontra dengan pertambangan timah di lepas pantai yang didukung oleh para pegiat

lingkungan dan pelaku pariwisata di pulau Belitung di berbagai kesempatan

menyampaikan argumentasi mereka menolak tambang lepas pantai. Alasan

utamanya adalah kekhawatiran mereka bahwa keindahan alam terutama

keindahan bawah laut di sekitar pulau Belitung akan terganggu. Padahal

pariwisata Belitung yang terdongkrak dengan adanya gerakan pemerintah daerah

dengan program Visit Bangka Belitung 2010, serta meledaknya pamor pulau

Belitung karena tetralogi novel Laskar Pelangi beserta filmnya yang mengambil

latar cerita di pulau Belitung. Film dan novel Laskar pelangi mencatat berbagai

pencapaian dalam dunia penulisan dan perfilman Indonesia.

Sementara itu pihak yang pro dengan penambangan timah di laut yang

dipelopori Bupati Belitung dan Belitung Timur, berargumen bahwa eksplorasi

timah di laut yang telah disetujuinya tidak mungkin dihentikan. "Eksplorasi

1 Wawancara dengan informan Dinas Pertambangan Kabupaten Bangka 16-11- 2012 di Sungailiat.

Page 69: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

164

penting untuk pemetaan sumber daya. Ini berguna jika Indonesia menghadapi

masa sulit. Jangan sampai kita mati di lumbung,"1. Di dalam berbagai kesempatan

kedua bupati di pulau Belitung, yaitu bupati Belitung dan bupati Belitung Timur

selalu menyampaikan ide mereka untuk tetap melaksanakan penambangan timah

lepas pantai untuk memperoleh sebesar-besarnya manfaat dari kandungan timah

yang ada di satu sisi dan berusaha mengeliminir dampak lingkungan yang

mungkin terjadi.

Puncak penolakan oleh pihak yang kontra dengan rencana penambangan

timah di laut ini kemudian diperlihatkan dengan adanya unjuk rasa damai yang

dilakukan oleh para pelaku pariwisata Belitung, pencinta lingkungan, nelayan dan

masyarakat. Unjukrasa yang melibatkan ribuan orang tersebut berlangsung secara

damai di kantor bupati Belitung yang diwakili sekretaris daerah 28 Oktober 2012.

Para pengunjuk rasa menuntut agar bupati menandatangani surat pembatalan

rencana penambangan timah lepas pantai..Meskipun surat ditandatangani oleh

Bupati Belitung namun implementasinya masih diragukan banyak pihak2.

Strategi koordinasi yang selama ini terjadi berkaitan dengan sektor

pertambangan dan pariwisata di Kepulauan Bangka Belitung adalah mencoba

melakukan pendekatan Cooperative yang terkesan malah melakukan sikap

pembiaran terhadap kejadian yang ada seperti penambangan di kawasan wisata 3.

Hal tersebut antara lain diperlihatkan dengan melakukan himbauan di media

massa, yang pada gilirannya diharapkan mampu menyadarkan masyarakat bahwa

jika pariwisata yang dikedepankan maka sumber daya alam akan lebih dapat

1 Bupati Belitung ; Kompas 5-11-2012.

2 Kompas 5-11-2012.

3 Wawancara dengan informan di Disbudpar Babel, tanggal 22-11-2012.

Page 70: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

165

dimanfaatkan dalam jangka panjang. Pendekatan mengedepankan informasi yang

dilakukan selama ini belum berpengaruh banyak kepada masyarakat dan

pengusaha tambang. Tidak terjadinya pengaruh yang signifikan tersebut

dikarenakan pengendalian di lapangan yang tidak efektif, serta tuntutan ekonomi

dimana masyarakat lebih mencari peghasilan dan pendapatan yang lebih cepat

(instan) dan lebih banyak, yang selama ini sulit mereka peroleh dengan cara

bertani atau menjadi nelayan. Pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sendiri

selama ini terkesan lebih menyukai tindakan yang menghindari konflik.

Misalnya, dalam pro kontra soal pertambangan timah di laut, tidak pernah atau

sangat jarang adanya komentar atau keberatan yang diajukan. Demikian pula

dalam penanganan adanya keluhan dari para pengusaha pariwisata yang merasa

terganggu atas kehadiran sejumlah Kapal Isap di kawasan wisata, Disbudpar

bersikap pasif dan kurang memberikan perlindungan. Sikap seperti ini justru

membuat para penambang lebih leluasa karena merasa “mendapat angin” berupa

sikap pembiaran dari Disbudpar. Adanya kekhawatiran bahwa sejumlah

“Petinggi” di Kabupaten/Kota maupun provinsi diindikasikan memiliki

keterkaitan dalam perizinan, yang apabila di komentari dan diserang secara frontal

akan menimbulkan hubungan negatif dengan pejabat bersangkutan, termasuk

munculnya masalah-masalah di belakang hari baik secara politis, maupun

administratif1.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata seharusnya merupakan pihak pertama

yang menyatakan dengan tegas menolak atau mengajukan keberatan jika kegiatan

1 Wawancara dengan informan Disbudpar Babel, tanggal 22-11- 2012.

Page 71: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

166

penambangan sudah memasuki atau mengganggu kawasan pariwisata. Dengan

demikian maka seharusnya strategi koordinasi yang dipilih adalah strategi

Kontrol, yang perlu ditegaskan akan adanya sanksi dan ancaman hukuman

terhadap kegiatan yang merusak kawasan pariwisata, seperti yang telah diatur

dalam pasal 65 Undang-undang (Nomor 10 Tahun 2009). Penegasan tersebut

dapat pula dilakukan dengan menyampaikannya ke Distamben di samping ke

media massa, agar dapat memperoleh keselarasan tindakan SKPD yang

menangani secara teknis.

Di tengah situasi tarik menarik kepentingan pertambangan dan pariwisata

itu masih terdapat adanya harapan akan lebih diperhatikannya kepentingan

kepariwisataan yang berasal dari Distamben provinsi. Untuk membantu upaya

pengembangan pariwisata di daerah, Distamben merasa selama ini telah berusaha

untuk ikut berpartisipasi di dalam pengembangan pariwisata1.

" Peranan dinas pertambangan kepada pariwisata misalnya dalam bentuk menyampaikan hasil-hasil penelitian potensi yang ada seperti sumber air panas yang dapat digunakan juga sebagai objek wisata. Beberapa calon investor pertambangan baik dari luar negeri dan dari dalam negeri kami ajak ke lokasi air panas, ada yang dari Cina dan Perancis. Ada 9 titik air panas di Bangka. Air panas di sini cukup unik karena tidak mengandung belerang, jadi tidak bau samasekali".

Upaya lain yang dilakukan oleh dinas Pertambangan adalah dengan mengundang

berbagai pihak untuk melakukan kegiatan seminar, rapat, dan kunjungan ke

Bangka Belitung.

Untuk koordinasi dengan pihak-pihak terkait pariwisata diakui oleh

informan di Distamben Provinsi masih tergolong rendah yang dapat dilihat dari

1 Wawancara dengan informan Distamben Babel tanggal 25-10-2012.

Page 72: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

167

jarangnya pembahasan tentang kepariwisataan tersebut yang melibatkan pihak

dinas pertambangan 1.

"Selama ini kami mencoba mencari informasi sendiri mengenai langkah-langkah yang dilakukan di bidang pariwisata, tetapi setelah pembahasan perda tata ruang barulah terasa betul bagaimana kita juga perlu memikirkan kepentingan pariwisata, terutama yang ada kaitannya dengan pertambangan".

Sampai saat penelitian ini dilakukan kegiatan penambangan timah di laut

yang berdekatan dengan lokasi pariwisata terkemuka di Kabupaten Bangka yaitu

di pantai Parai Tenggiri dan pantai Tanjung Pesona sedang tidak berlangsung,

setidaknya yang dilakukan oleh Kapal Isap, yang biasanya beroperasi di dekat

kedua pantai tersebut. Tetapi beberapa tambang inkonvensional terapung tampak

masih terlihat di beberapa lokasi2. Penghentian bersifat sementara karena saat ini

pihak pemkab Bangka meminta para pengusaha mencari teknologi penambangan

yang dapat meminimalkan kerusakan lingkungan3.

"Teknologi pertambangan lepas pantai itu adalah yang tidak secara langsung membuang tailingnya ke laut. Itu artinya penambang harus menyediakan semacam tongkang besar dan membawa bahan galiannya ke luar kawasan penambangan untuk memprosesnya. Sebelum itu ditemukan teknologinya maka penambangan timah di lokasi itu belum diizinkan". 4

Masalahnya adalah pemberhentian sementara tersebut menurut informan

hanya bersifat kesepakatan saja, dan belum ada kebijakannya secara tertulis.

Dengan begitu apabila salah satu pihak melanggarnya akan sulit mengambil

tindakan. Di tambah lagi masa pemerintahan bupati Bangka sudah memasuki

1 Wawancara dengan informan Distamben Babel tanggal 25-10-2012.

2 Menurut informan di Dinas Pertambangan Kabupaten Bangka , wawancara tgl 17-11-2012.

3 Wawancara dengan Informan Dinas Pertambangan Kabupaten Bangka, tgl 17-11-2012.

Page 73: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

168

tahun terakhir. Artinya, apabila bupati patahana tidak terpilih kembali, maka tidak

ada jaminan bahwa pertambangan di lepas pantai itu akan berhenti baik dalam

jangka waktu sementara maupun permanen.

4.2.2.1.2. Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Koordinasi dengan SKPD lainnya adalah dengan Dinas Perindustrian

Perdagangan (Perindag) provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Salah satu peran

sektor perindustrian dan perdagangan yang diharapkan dapat mendukung

pembangunan pariwisata daerah adalah menyediakan produk-produk lokal

menarik yang memiliki nuansa daerah antara lain dari bahan, desain dan cara

pembuatan. Dalam slogan pariwisata Indonesia yang dipopulerkan oleh

pemerintah sejak menteri pariwisata Susilo Sudarman .adalah apa yang disebut

dengan Sapta Pesona, yaitu Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah tamah

dan Kenangan.

Keluhan yang masih dirasakan selama ini ialah belum terlalu banyak

produk lokal khas Bangka Belitung yang mendukung pariwisata, walau pun sudah

tersedia sejumlah toko cindramata atau toko oleh-oleh seperti yang terdapat di

beberapa lokasi di kota Pangkalpinang dan Tanjungpandan. Toko-toko cindramata

yang ada biasanya hanya toko yang menjual panganan khas Bangka Belitung

seperti yang terdapat di sekitar jalan Sudirman Pangkalpinang atau toko-toko yang

berada di sekitar Tugu Batu Satam yang terdapat di kota Tanjungpandan. Menurut

wisatawan, produk yang ada sama dengan yang terdapat di daerah pariwisata

pantai lainnya produk seperti kerang-kerangan dan sejenisnya, tapi harga yang ada

Page 74: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

169

di Bangka Belitung relatif lebih mahal 1. Hal tersebut menyebabkan kurang

menariknya cindramata yang ada di samping keunikannya yang kurang.

Disperindag provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebenarnya telah

menjalankan program pengembangan produk yang terdiri dari produk pangan dan

kerajinan2. Khusus untuk kerajinan pihak Disperindag mendorong munculnya

produk potensial daerah dengan berbasis pada bahan baku lokal seperti produk

hasil laut dan produk berbasis bahan baku timah. Namun demikian hambatan yang

dialami ada beberapa hal sehingga berakibat pada lambannya produk industri

yang ada untuk dapat berkembang, yang juga menjadi kendala dalam mendukung

pariwisata, seperti masih rendahnya anggaran; minimnya dukungan pusat-pusat

promosi; lemahnya desain produk; lambannya alih teknologi; serta belum

berubahnya mindset pelaku yang terkait3.

Rendahnya anggaran terlihat dari hanya terakomodirnya 20-25% saja

usulan kegiatan yang diajukan oleh dinas. Kondisi seperti ini menyebabkan

terjadinya penundaan terhadap kegiatan yang semestinya dapat dilakukan dengan

lebih cepat dan mencakup wilayah yang lebih luas. Karena masalah ketersediaan

anggaran ini maka peserta pelatihan yang dilibatkan biasanya menjadi terbatas,

demikian pula jangka waktu yang dipergunakan seringkali dipersingkat yang

menyebabkan kurang optimalnya capaian kegiatan.

Minimnya dukungan pusat-pusat promosi dilihat dari masih sedikitnya

tempat promosi. Sampai saat ini pusat promosi baru ada di tingkat kabupaten/

kota saja, seperti yang terdapat pada galery UMKM di Tanjungpandan kabupaten

1 Wawancara dengan PH wisatawan di Bangka, 22 – 11- 2012

2 Wawancara dengan informan di Dinas Perindag Babel, tanggal 1 -11- 2012.

3 Wawancara dengan informan di Dinas Perindag Babel, tanggal 1 -11- 2012.

Page 75: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

170

Belitung. Untuk tingkat provinsi, sampai saat ini baru berupa wacana dalam

bentuk usulan pembuatan DED bangunan gedung promosi yang diusulkan terletak

di pusat kota Pangkalpinang, di dekat rumah dinas walikota.

Lambannya alih teknologi dapat dilihat dari kurang berkembangnya

produk-produk yang berbasis bahan baku yang justru seharusnya berkembang dan

menjadi andalan yaitu timah seperti industri pewter. Industri ini sudah sejak

puluhan tahun ada di Pulau Bangka, akan tetapi belum mampu berkembang

sehingga menjadi andalan produk lokal. Salah satu kendala yang dihadapi ialah

belum berkembangnya desain produk dan teknik cara pengolahan pewter, sejak

puluhan tahun lalu produk yang sama dengan teknik yang juga sama masih terus

diproduksi. Sebagai pembanding dapat dilihat bagaimana berkembangnya produk

sejenis yang terdapat di Thailand dan Malaysia. Produk-produk mereka bahkan

berhasil memasuki pasal Indonesia seperti yang terdapat pada beberapa pusat

perbelanjaan terkenal yang sudang menjual produk pewter dari Selangor,

sementara produk pewter dari Bangka Belitung kebanyakan hanya terbatas pada

desain yang itu-itu saja. Dengan teknik dan desain yang menawan serta strategi

promosi yang baik, produk dari luar memang terlihat jauh lebih menarik

tampilannya, yang kemudian juga bisa meningkatkan harga jual produk. Belum

berubahnya mindset dari para produsen barang di Babel dapat dilihat dari masih

kurangnya upaya menjemput bola, sehingga terkesan hanya bersikap menunggu

saja peluang dan kesempatan yang ada.

Sebuah hal yang menarik adalah yang terjadi pada industri utama yang

selama ratusan tahun telah tumbuh dan berada di Bangka Belitung yaitu industri

Page 76: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

171

timah. Industri ini yang mulai digarap sejak ditemukannya biji timah di Bangka

pada tahun 1700an ternyata tidak mengalami perkembangan sebagaimana yang

diharapkan. Dalam kurun waktu sejak ditemukannya timah atau dalam rentang

waktu sekitar 300an tahun ( Sujitno, 2007:40) terdapat kemungkinan bahwa

timah telah ditemukan jauh sebelum tahun 1717 yang mencatat adanya laporan

resmi VOC tentang terdapatnya timah di Bangka, industri timah Indonesia yang

ada di Bangka Belitung hanya mampu berkutat pada upaya memproduksi biji

timah menjadi balok timah saja. Barulah di tahun 2008 seorang pengusaha daerah

meresmikan sebuah pabrik tin solder yang terletak di Kawasan Industri Jelitik

Sungailiat (KIJS) di Kabupaten Bangka. Pemilik konsesi tambang timah terbesar

yaitu PT Timah, sampai saat ini masih dalam tahap rencana untuk membuat

produksi tin chemical di Pulau Bangka.

Jika di daerah lain pengusaha sudah melakukan pemasaran dengan

memanfaatkan teknologi informasi seperti website, facebook dan jaringan media

sosial lainnya, maka kebanyakan pengusaha di Babel baru sebatas memasang

iklan di media cetak lokal saja, serta mengikuti berbagai kegiatan pameran ke luar

daerah dengan difasilitasi oleh pemerintah daerah.

Dalam melakukan koordinasi diakui oleh informan di Disperindag bahwa

kondisi pada saat ini belum baik. Menurutnya, sinergi yang terjalin belum intens

dan belum fokus, sehingga lebih banyak ego sektorlah yang muncul. Hal tersebut

karena komunikasi yang kurang serta mainset pejabat yang memaknai

Page 77: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

172

pembangunan pariwisata dan perindustrian yang hanya melihatnya dari masing-

masing kepentingan1.

"Seharusnya acara-acara seperti coffe morning (setiap selesai upacara hari senin pagi biasanya dilakukan kegiatan pertemuan antar pejabat eselon 2 dan 3 dengan durasi sekitar 30 menit, yang membahas berbagai persoalan dengan nara sumber yang bergantian, termasuk mendatangkan nara sumber dari luar-red) dapat digunakan sebagai forum untuk menjembatani kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh sektor-sektor yang terkait. Sampai sekarang belum ada juga forum yang dapat menjembatani untuk mendorong program unggulan di tingkat provinsi, seperti pariwisata tetapi hal itu harus berkelanjutan". Antara perindustrian dan pariwisata memiliki keterkaitan yang cukup erat.

Namun sampai saat ini koordinasi yang terjadi seperti yang telah disampaikan di

atas belum memadai guna mendorong percepatan berkembangnya industri

rumahtangga yang mendukung pariwisata. Tiap pihak, baik dari Dinas Budpar

maupun dari Disperindag terkesan saling menunggu. Diharapkan dengan adanya

penetapan pariwisata merupakan sektor unggulan, serta akan dilakukannya Visit

Babel Archi akan membuat SKPD lain termasuk Disperindag melakukan

dukungan dalam bentuk kegiatan yang sinergi, misalnya melalui peningkatan

jumlah kursus dan pembinaan kepada pengrajin yang dapat menyediakan produk

cindra mata khas Bangka Belitung 2. Strategi koordinasi yang terlihat dilakukan

selama ini dengan Disperindag adalah strategi cultural yang mencoba

mempengaruhi organisasi lain melalui upaya public relation yang formal.

Produk-produk industri dapat menunjang perkembangan pariwisata

daerah, tetapi kalau pariwisatanya tidak maju dan berkembang maka pemasaran

produk perindustrian juga akan terpuruk. Sedangkan pariwisata juga memerlukan

tumbuhnya industri kerajinan sebagai salah satu objek wisata dan cindra mata.

1 Wawancara dengan informan Dinas Perindag Babel, tanggal 01-11-2012.

2 Wawancara dengan informan Disbudpar Babel, tanggal 22-11-2012.

Page 78: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

173

Bagaimana supaya pelaku pariwisata berperan aktif dalam menjembatani

pemasaran produk-produk perindustrian, hal seperti inilah yang belum dilakukan

menurut informan dari disperindag 1. Dengan demikian lebih diperlukan sebuah

strategi koordinasi yang bersifat fungsional dimana akan terjadi semacam

kerjasama dalam bentuk koalisi antara kedua SPKD yang akan saling menguatkan

satu sama lain.

4.2.2.1.3. Dinas Perhubungan

Untuk koordinasi dengan Dinas Perhubungan (Dishub) diakui juga oleh

informan di Disbudpar juga belum memadai, walau pun aksesibilitas sebuah

daerah menjadi salah satu syarat dalam pengembangan dan pembangunan sebuah

destinasi. Besarnya peranan akan aksesibilitas tersebut mempunyai korelasi

dengan kondisi kepariwistaan di suatu daerah (Soekadijo, 2000:68, Tachjan,

2005: 131). Kurangnya komunikasi antara lain menjadi penyebab dari masih

minimnya koordinasi antara Disbudpar dengan Dishub. Sebagai akibatnya antara

lain menyebabkan belum tersedianya angkutan umum yang baik di Bangka

Belitung. Hal tersebut menjadi keluhan bagi wisatawan yang tidak menggunakan

jasa biro perjalanan wisata, terutama di pulau Belitung. Upaya yang dilakukan

oleh pihak Dishub adalah dengan pengadaan bus. Namun kerena jumlahnya hanya

4 unit di Belitung, sedangkan kebutuhan pelayanan kepada masyarakat juga harus

dilakukan, di samping memenuhi layanan kepada wisatawan, maka masih

diperlukan penambahan armada angkutan umum dimaksud. Demikian pula yang

1 Wawancara dengan informan Disperindag Babel, tanggal 01-11-2012

Page 79: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

174

terjdai di Bangka, dimana jumlah armada anguktan umum sangat tiodak memadai

bahkan dibeberapa rute ke tempat wisata tidak tersedia sama sekali. Untuk keluar

dari hotel di kota Pangkalpinang saja sampai saat ini belum terdapat angkutan

umum jika malam hari 1.

"Koordinasi kita masih kurang, misalnya saja kami tidak tahu mana angkutan yang akan diprioritaskana oleh pariwisata. Kurang informasi dari dinas pariwisata. Misalnya kawasan pantai Matras ingin dibangun fasilitasnya dan akan dikembangkan, nanti kami bisa bantu dengan mengarahkan angkutan. Kalau ada tujuan wisata yang baru, misalnya kami kan bisa dimintai bantuan".

Apa yang dilakuksn oleh Disbudpar dengan dinas lain yang sangat agresif

sehingga terkadang melaksanakan pekerjaan yang sebenarnya lebih tepat

dilakukan oleh Dishub2. Diharapkannya kalau saja dinas pariwisata bersifat lebih

agresif maka kemajuan pengembangan pariwisata akan lebih cepat lagi. Hal ini

juga diakui oleh informan di Disbudpar terlihat bahwa strategi cultural memang

masih mendominasi strategi koordinasi yang dilakukan yaitu mencoba melakukan

penyesuaian tindakan public relation namun belum membuahkan hasil yang

memadai 3. Selayaknya strategi yang dilakukan ialah strategi cooperatif dengan

mencoba melibatkan interaksi strategi informasional sehingga terjadi persuasi

kepada stakeholder perhubungan.

Tingginya harga tiket pesawat yang dikeluhkan beberapa biro perjalanan,

dan dituduh sebagai salah satu penyebab kurang pesatnya kemajuan pariwisata di

Bangka Belitung, menurut informan dari Dishub adalah karena hukum pasar yang

berlangsung. Dengan penjualan tiket secara online seperti yang terjadi saat ini

1 Wawancara dengan wisatawan nusantara di Hotel Novotel, tanggal 20-11-2012.

2 Wawancara dengan informan Dinas Perhubungan Babel, tanggal 14-11-2012.

3 Wawancara dengan Informan Disbudpar, tanggal 22-11-2012.

Page 80: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

175

agak sulit orang menuduh adanya pihak-pihak yang bermain.. Tidak

mengherankan jika sampai saat ini jumlah penerbangan yang melayani rute

Pangkalpinang - Jakarta PP padat.

Hukum pasar dalam harga tiket pesawat tersebut terjadi hampir di setiap

kota atau tempat, maka tidak ada jalan lain jika ingin mendapatkan harga yang

lebih murah adalah dengan memesannya jauh-jauh hari sebelum tanggal

keberangkatan 1.

“Mereka (airlines-pen) biasanya menjual tiket dengan startegi pembagian

jumlah di satu kelas saja. Misalnya, untuk kelas Viktor yang paling murah

dan kelas Yangki yang merupakan harga tertinggi. Di waktu musim ramai

mereka jual tetap ada di setiap kelas tapi jumlah yang Viktornya jauh lebih

sedikit, sedangkan kelas Yangki nya yang dijual dalam jumlah lebih

banyak. Sebaliknya sewaktu musim sepi maka yang dijual adalah tiket di

kelas Viktor yang lebih banyak, kelas Yangki nya yang justru sedikit”.

Upaya penambahan jumlah pesawat memang dapat menurunkan harga tiket, akan

tetapi hanya dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang, apabila rasio jumlah

penumpang belum sesuai perhitungannya dengan harga yang ditawarkan, maka

airlines dipastikan akan mengurangi jumlah penerbangannya kembali sesuai

dengan kapasitas penumpang yang ada.

Karena itu koordinasi dengan pihak-pihak terkait mulai dari airlines, Dinas

Perhubungan, Disbudpar, Angkasa Pura, serta para travel agen perlu digiatkan lagi

paling tidak untuk lebih memberikan informasi kepada masyarakat tentang

mekanisme harga tiket yang ada. Mengenai tuduhan akan adanya semacam

monopoli atau oligopoli yang terjadi akibat adanya dominasi sebuah maskapai

penerbangan di Babel, agar tidak berlarut-larut kiranya dapat saja disampaikan

1 Wawancara dengan informan Dinas Perhubungan Babel, tanggal 14-11-2012.

Page 81: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

176

kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk turut mengawasi,

sehingga dapat ditindaklanjuti dan diselasaikan dengan pendekatan yang lebih

transparan, dan tidak menimbulkan isu negatif di publik utamanya di kalangan

pelaku usaha pariwisata.

Namun demikian tingkat kemahalan komponen biaya dalam perjalanan

wisata ke Bangka Belitung dapat juga disumbang oleh tingginya angka inflasi

yang terjadi. Sebagai contoh untuk bullan September 2012 maka inflasi yang

terjadi di Kota Pangkalpinang merupakan yang tertinggi di Indonesia yaitu

sebesar 0,74 persen. Andil terbesar yang berpengaruh adalah bahan makanan dan

minuman 1. Besarnya tingkat inflasi di Bangka Belitung terutama di Kota

Pangkalpinang ini agak mengherankan karena dari aksesibilitas hampir tidak ada

masalah berarti dari dan ke Pangkalpinang baik dari Jakarta maupun dari kota

Palembang. Kondisi ini kemungkinan disebabkan adanya sistem ekonomi yang

kurang berjalan dengan baik yang dapat saja terjadi karena adanya pemain-pemain

ekonomi besar seperti pedagang pengumpul dan distributor besar yang dominan

menguasai perekonomian dan perdagangan di Bangka Belitung dan menjalankan

kegiatannya secara kuarang baik. Hasil pengamatan di lapangan misalnya terlihat

bahwa perbandingan harga sejumlah barang baik sembako ataupun bahan

bangunan dan elektronik memiliki perbedaan yang cukup tinggi dengan harga

barang di Jakarta atau Palembang.

Karena itu, pemerintah perlu melakukan penelitian yang lebih mendalam

mengenai adanya inflasi yang selalu tinggi di Bangka belitung tersebut terutama

1 Bangka pos.com, diunduh tanggal 03-10-2012.

Page 82: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

177

yang berasal dari angka inflasi di Kota Pangkalpinang, lalu berupaya

mengintervensinya. Hal tersebut perlu dilakukan sebagai upaya mengurangi

tingginya harga barang-barang yang beredar, sehingga pada akhirnya dapat pula

membantu menurunkan tingkat harga jual paket pariwisata di Bangka Belitung.

4.2.2.2. Strategi Koordinasi Pemantauan, Umpan Balik dan Pengendalian

Strategi dalam kegiatan pemantauan, umpan balik dan pengendalian

dimulai dengan melihat bahwa pemantauan dan pengendalian merupakan faktor

yang dapat ikut menentukan pencapaian tujuan dari suatu perencanaan yang telah

dibuat. Menurut Wrihatnolo dan Nugroho (2006:131) Pengendalian adalah suatu

tindakan pengawasan yang disertai dengan tindakan pelurusan (korektif).

Pengawasan merupakan bagian dari pengendalian. Pengawasan adalah

pemeriksaan di lapangan yang dilakukan pada beberapa periode tertentu.

Umpan balik disini merupakan sebuah istilah yang sudah sangat populer

yang diambil dari teori Sibernitika (Cybernetics) dalam mekanika yang ditemukan

oleh Norbet Weiner (1954). Dalam Sibernetika, umpan balik adalah keluaran

(output) sistem yang dialihkan “dibalikkan” kembali (feedback) kepada sistim

sebagai masukan (input) tambahan dan berfungsi mengatur keluaran berikutnya

(Rakhmat, 1989:216). Dengan kata lain, umpan balik yang diperoleh dari

kegiatan terdahulu dapat dipergunakan sebagai masukan dalam melakukan

penyesuaian terhadap kegiatan berikutnya yang akan dilakukan. Menurut Wibowo

(2010:166) umpan balik pada organisasi berkenaan dengan monitoring, apakah

terjadi deviasi antara rencana dengan pelaksanaan dan memprediksi pencapaian

Page 83: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

178

tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Wibowo, Jika terjadi deviasi

maka perlu ditetapkan tindakan yang harus dilakukan untuk mengoreksinya

sehingga tujuan dapat tetap tercapai.

Pemantauan menurut Bryant dan White (1987:191) merupakan upaya

pengumpulan data yang dilakukan ketika kegiatan/proyek sedang berlangsung

sebagai umpan balik sehingga dapat dilakukan perubahan-perubahan dan

penyesuaian-penyesuaian segera jika terdapat hal-hal yang dianggap tidak atau

belum sesuai dengan kondisi yang diinginkan. Sementara itu menurut Wrihatnolo

dan Nugroho (2006:131) pemantauan merupakan pemeriksaan berkelanjutan

(terus menerus) terhadap hasil akhir laporan pengawasan berjenjang.

Proses pemantauan ini juga dibutuhkan guna memeriksa sistem

manajemen khusunya yang berhubungan dengan jenis-jenis insentif yang tersedia

bagi para pelaksana dan manajer dalam melakukan pekerjaannya masing-masing

(Bryant dan White :1987:193). Dalam Peraturan Pemerintah (Nomor 38 tahun

2006) tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana

Pembangunan didifinisikan bahwa

pengendalian adalah: serangkaian kegiatan manajemen yang dimaksudkan

untuk menjamin agar suatu program/kegiatan yang dilaksanakan sesuai

dengan rencan yang telah ditetapkan (pasal 1. angka 1. ).

Pemantauan adalahkegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan

rencana pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi

permasalahan yang timbul dan/ atau akan timbul untuk dapat diambil

tindakan sedini mungkin (Pasal 1 angka 2.).

Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasasi masukan

(input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan

standar. (pasal 1, angka 3).

Page 84: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

179

Bagian yang terpenting dari kegiatan ini adalah terkumpulnya bahan dan

data sehingga dapat dilakukan umpan balik yang berlangsung secara kontinyu

mengenai berbagai hal seperti cara – cara serta penggunaan berbagai sumber daya

yang ada. Umpan balik dapat diperoleh dari memorandum dan laporan-laporan

resmi bagi seluruh staf maupun dapat pula yang bersifat informal.

Pemahaman akan pengendalian dan pemantauan ini diperlukan agar dapat

diketahui dengan pasti bagaimana proses pengendalian dan pemantauan itu

seharusnya dilakukan dalam berbagai kegiatan yang merupakan implementasi dari

perencanaan yang ada. Menurut Wrihatnolo dan Nugroho (2006:132-133)

pengendalian dan pemantauan terhadap implementasi perencanaan adalah :

Rangkaian kegiatan untuk menjamin pelaksanaan perencanaan mencapai

tujuannya. untuk mewujudkan hal tersebut, suatu proses pengendalian dan

pemantauan pembangunan harus memperhatikan prinsip-prinsip: (1)

pengendalian pembangunan diarahkan pada efisiensi pengeluaran negara;

(2) pengoptimalan tugas pokok dan fungsi lembaga negara yang sudah

ada; (3) pengoptimalan peran serta masyarakat secara pro aktif dalam

pengawasan penggunaan keuangan negara; (4) penegakan upaya penilaian

terhadap kinerja implementasi perencanaan pembangunan.

Pariwisata sebagai sebuah urusan atau kewenangan pemerintahan

mengandung konsekuensi kebijakan yang diambil oleh pemerintah seperti

pembangunan kepariwisataan mau tidak mau juga merupakan sebuah kebijakan

publik yang mesti dikoordinasikan. Apabila dalam kebanyakan teks mengenai

kebijakan publik yang banyak ditulis adalah menyangkut evaluasi kebijakan,

maka Nugroho (2011: 665) berpendapat agak berbeda. Menurutnya karena

kebijakan publik merupakan sebuah manajemen maka seharusnya ia dikendalikan

dan bukan hanya dievaluasi. Selanjutnya menurut Nugroho pengendalian

Page 85: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

180

kebijakan tersebut terdiri dari tiga dimensi yaitu: (1) Monitoring kebijakan, atau

pengawasan kebijakan; (2) Evaluasi Kebijakan; (3) Pengganjaran kebijakan.

Dijelaskannya bahwa yang dimaksud dengan pengawasan berupa

pemantauan dengan penilkaian untuk tujuan pengendalian pelaksanaan agar

pelaksanaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Nugroho (2011: 665)

menyamakan istilah pengawasan dengan “ongoing evaluation” atau “formative

evaluation”.

Evaluasi dimaksudkannya sebagai penilaian pencapaian kinerja dari

implementasi. Evaluasi ini dilakukan setelah kegiatan selesai dilaksanakan.

Pengganjaran yang dimaksudkan disini adalah semacam istilah lain yang sering

digunakan yaitu reward dan punishment, dimana tindakan pengganjaran tersebut

menurut Nugroho (2011: 666) terdiri dari insentif dan disinsentif. Apabila

hasilnya positif diberikan insentif dan sebaliknya bila hasilnya negatif maka perlu

diberikan disinsentif. Kedua hal ini diperlukan di dalam pengganjaran karena jika

monitoring dan evaluasi yang dilakukan tidak memberikan arti penting maka

tujuan akhir dari pengganjaran menjadi tidak terpenuhi.

Selanjutnya akan dilihat bagaimanakah strategi koordinasi yang

berlangsung di antara SKPD dalam kegiatan pemantauan, umpan balik, dan

pengendalian yang berlangsung pada pembangunan pariwisata di Kepulauan

Bangka Belitung. Koordinasi dalam melakukan pemantauan kegiatan

pembangunan pariwisata di Kepulauan Bangka Belitung biasanya dilakukan

secara internal di Disbudpar saja, karena kebanyakan kegiatan yang dilakukan

bersifat non fisik seperti penyelenggaran event kebudayaan dan pariwisata,

Page 86: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

181

pameran, promosi pariwisata, serta pelatihan dan sosialisasi. Model kegiatan non

fisik seperti ini diakui oleh informan di Bappeda (wawancara 20/11/2012) kurang

mendapatkan perhatian yang serius dan hanya dilihat laporan tertulis saja yang

hanya menggambarkan kemajuan serapan keuangan saja. Dalam kondisi seperti

ini maka umpan balik yang diharapkan tidak dapat sepenuhnya terjadi karena

dengan kondisi pemantauan yang seadanya maka upaya untuk mengetahui antara

rencana dan pelaksanaannya di lapangan tidak bisa dilakukan secara optimal,

sehingga umpan balik dalam melihat adanya deviasi hanyalah bersifat formal saja

dalam hal ini hanya sebatas laporan keuangan dan belum menyentuh substansi

kepada tujuan kegiatan atau program.

Tim pengendalian di Bappeda biasanya turun ke lapangan untuk melihat

bagaimana pelaksanaan fisik di lapangan. Untuk kegiatan-kegiatan yang

dilakukan di Disbudpar maka hampir tidak ada upaya pemantauan dari tim dari

Bappeda. Kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan pembangunan

pariwisata yang berada pada SKPD lainnya seperti yang terdapat di Disperindag,

Dinas Perhubungan, Dinas UMKM dan sebagainya, selama ini pemantauannya di

Bidang Pengendalian Bappeda tidak dilakukan secara terkoordinasi sebagai

bagian kegiatan yang mendukung atau berkaitan dengan kepariwisataan.

Sementara itu di internal Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sendiri

walaupun terdapat Kasi Pengendalian dan Anggaran serta Kasi Monitoring dan

Evaluasi, akan tetapi pengendalian masih dilakukan secara terbatas bahkan

ternyata masih sangat minim. pengendalian yang dilakukan selama ini hanyalah

Page 87: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

182

terbatas pada upaya meminta laporan secara berkala yang biasanya dimulai pada

semester pertama sudah selesai yaitu di sekitar bulan Juli1.

“Biasanya kami menyampaikan permintaan data laporan realisasi melalui

surat kepada setiap bidang yang membawahi masing-masing kegiatan.

Tapi sulit sekali menunggu meraka menyampaikannya, dari keseluruhan

kegiatan paling-paling hanya satu dua saja yang memberikan laporan

tertulis, sehingga biasanya kami langsung menghubungi bagian keuangan

untuk menanyakan tentang realisasi masing-masing kegiatan yang ada.

Waktu mau membuat LAKIP dan LKPJ juga begitu laporannya lambat,

bahkan ada yang tidak membuatnya sama sekali. Kalau mau menunggu

Seksi Monitoring dan Evaluasi, bisa tidak jalan, jadi kami lakukan atas

inisiatif sendiri saja.

Koordinasi pengendalian sulit dilakukan selain adanya keengganan

menyampaikan laporan dari pelaksana kegiatan, yang menjadi hambatan lainnya

dalam menjalankan fungsi pengendalian adalah buruknya indikator yang selama

ini dipergunakan dalam RPJMD2. Hal itu terlihat misalnya indikator yang tidak

sesuai dengan apa yang dilakukan. Terdapat indikator mengenai destinasi padahal

Disbudpar tidak ada kegiatan yang menyangkut destinasi, namun ternyata menjadi

target di RPJMD. Begitu pula dengan adanya indikator mengenai kamar tidur

yang sulit dihubungkan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Disbudpar,

baik karena terlalu makro atau malahan terlalu mikro indikatornya.

Sementara itu dari pelaksana kegiatan kesulitan melakukan koordinasi

pengendalian ini terjadi karena menurut mereka pelaporan yang disampaikan tidak

memberikan dampak apa pun kepada kegiatan. Dilaporkan atau pun tidak

1 Wawancara dengan informan Disbudpar Babel, tanggal 23-10-2012.

2 Wawancara dengan informan Disbudpar Babel, tanggal 23-11-2012.

Page 88: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

183

dilaporkan maka pencairan dana kegiatan tetap bisa dilakukan. dalam pelaksanaan

proyek atau kegiatan:1

“Selama ini surat yang meminta laporan seperti itu Cuma menjadi

tambahan pekerjaan kita yang sudah sibuk ngurus proyek. Lagi pula

kalaupun tidak dibuat juga tidak diapa-apakan. Karenanya kalau saya sih

malas saja membuat laporan-laporan seperti itu.”.

Dengan demikian maka terlihat berdasarkan penelitian bahwa strategi

koordinasi yang dijalankan dalam tahapan pemantauan, umpan balik, dan

pengendalian ini pihak-pihak yang berkompeten menerapkan koordinasi yang

bersifat cultural. Dengan melihat kenyataan di lapangan maka akan lebih tepat

apabila dipergunakan strategi koordinasi yang menerapkan control, sehingga akan

lebih pas dalam upaya pengendalian yang lebih memerlukan dukungan ketegasan

yaitu berusaha selalu mengembalikan kepada tujuan dan sasaran, serta mekanisme

kegiatan yang seharusnya dilakukan.

Namun demikian, hal penting dalam melaksanakan koordinasi

pengendalian juga harus dilakukan sedemikian rupa sehingga di satu sisi dapat

secara rutin diterima oleh pegawai yang bertugas mengendalikan, dan di lain

pihak si pelapor juga mendapat kemanfaatan dari sistem pelaporan yang

dilakukannya. Adanya insentif akan menjadikan kegiatan koordinasi dan

kerjasama pengendalian dapat berlangsung lebih baik seperti yang dikemukakan

Kickert, Klijn dan Koppenjan (1999:9). Menurut mereka dalam hal ketiadaan

insentif ini dapat merupakan penyebab bagi gagalnya sebuah kebijakan. Kondisi

seperti ini sama dengan hilangnya aktor penting yang mendorong koordinasi.

1 Wawancara dengan informan Disbudpar Babel, tanggal 23-11-2012

Page 89: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

184

Oleh sebab itu perlu dikembangkan tindakan-tindakan yang mampu menjadi

insentif bagi setiap pelaksana dalam melakukan koordinasi di pelaksanaan,

pemantauan, umpan balik dan pengendalian.

Gambar 4.7. Model Pengendalian Menurut Nugroho (2011:666)

Koordinasi, pemantauan, umpan balik, dan pengendalian dalam

pembangunan pariwisata yang dari sisi makro yaitu lintas sektor pembangunan di

provinsi ditangani pula oleh Bidang Pengendalian di Bappeda. Namun demikian

berdasarkan pengamatan dan wawancara ternyata bidang ini tidak melakukan hal

yang cukup berarti yang tercermin dari tidak pernah dilakukannya koordinasi

pengendalian menyangkut pembahasan mengenai perkembangan pembangunan

pariwisata tersebut. Pengendalian program dan kegiatan yang dilakukan lebih

kepada memperhatikan aspek administratif saja yaitu bagaimana perkembangan

Page 90: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

185

serapan dana yang dilakukan dengan secara rutin meminta laporan tertulis dari

SKPD 1. Tim penegendalian juga dapat turun ke lapangan untuk melakukan

pengecekan dalam hal dirasakan adanya kegiatan-kegiatan fisik. Persoalannya

sebagian besar kegiatan yang terdapat di Disbudpar biasanya bukan bersifat fisik

tetapi non fisik seperti penyelenggaraan berbagai even budaya dan pariwisata,

serta pameran dan pagelaran kebudayaan yang jarang sekali memperoleh

perhatian yang memadai dari tim pengendalian. Sebenarnya upaya pengendalian

yang selama ini dilakukan tidak ditindaklanjuti dengan adanya pengganjaran

seperti yang dimaksudkan oleh Nugroho (2011:666) 2.

“Memang pernah ada kami memberikan hadiah berupa TV kepada SKPD

yang menyampaikan laporan tepat waktu dan baik, sekitar dua tahun yang

lalu. Tapi untuk yang bersifat sanksi walaupun kami sudah surati SKPD

yang bermasalah melalui surat gubernur, tetap saja tidak ada

tindaklanjutnya. Kami sendiri tidak punya kekuatan untuk langsung

memberikan sanksi, itu wewenang atasan”.

Dari kedua SKPD baik di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata maupun yang

dilihat pada Bappeda dapat disimpulkan bahwa kegiatan koordinasi dalam hal

pemantauan, dan pengendalian pada pembangunan pariwisata di Kepulauan

Bangka Belitung selama ini masih lemah. Kelemahan dimaksud terlihat pada

tidak adanya insentif bagi pelaksana, kurang baiknya struktur organisasi, serta

sikap para pelaksana yang belum mendukung. Kesemuanya menjadi bagian yang

mengakibatkan lemahnya koordinasi.

Upaya pembangunan pariwisata dapat dikategorikan sebagai keputusan

politik yang ingin mendorong sektor pariwisata yang pada akhirnya membawa

1 Wawancara dengan informan Bappeda Babel, tanggal 07-12-2012.

2 Wawancara dengan informan Bappeda Babel, tanggal 07-12-2012.

Page 91: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

186

kemanfaatan bagi masyarakat di daerah. Dalam pelaksanaannya kebijakan ini

berhubungan dengan berbagai aspek manajeman pemerintahan di daerah yang

selanjutnya juga ingin dikaji bagaimana elaborasinya dikaitkan dengan

pelaksanaan koordinasi antara stakeholder pariwisata. Untuk melihat bagaimana

pelaksanaan koordinasi pembangunan pariwisata ini secara efektif di lapangan

maka akan dilihat beberapa hal yang berkaitan dengan kondisi tersebut.

Salah satu hal penting dalam melakukan koordianasi antara lain dimulai

dari komunikasi yang baik atau efektif. Dari aspek komunikasi maka koordinasi

pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi yang terjadi dalam pembangunan

pariwisata di Bangka Belitung dapat digambarkan sebagai berikut. Ndraha

(2003:467) mengemukakan bahwa komunikasi merupakan tekanan pada dua

aspek yaitu:

Yang pertama memberikan tekanan pada proses penyampaian berita

berdasarkan teori Lassewell tentang komunikasi (massage transmission

theory) “Who say what in which channel to whom with what effect”,

sedangkan yang kedua memberikan tekanan pada pertukaran nilai atau

proses pertukaran fikiran “The process of exchange of meaning by verbal

and non verbal signs operating through cosmologies, cultural, contens,

and conduits’.

Merujuk pada difinisi komunikasi menurut Laswell di atas maka dapat

disimpulkan bahwa unsur-unsur komunikasi meliputi : Komunikator (source) ;

pesan (message); saluran (channel); komunikan atau khalayak (audience,

reciever); dan efek (effect). Kelima unsur tersebut merupakan satau kesatuan yang

tidak terpisahkan sebagai sebuah proses yang menentukan efektivitas kounikasi.

Komunikator, dalam hal ini adalah para pimpinan di Disbudpar terkesan

kurang percaya diri menyampaikan keinginan atau kebutuhan yang diharapkan

Page 92: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

187

dari SKPD lainya karena ketiadaan pegangan dari sisi cetak biru perencanaan

yang memiliki dasar hukum kuat. Mekanisme birokrasi yang mengedepankan

hubungan formal dan yuridis formal menyebabkan ada perasaan yang kurang

percaya diri di kalangan pimpinan Disbudpar menyampaikan prakarsa atau

inisiatif seputar dukungan dari SKPD terkait.

Kondisi ini berpengaruh pada pesan (message) yang disampaikan yang

menjadi kurang kuat dan kurang meyakinkan. Hal tersebut terlihat dari lebih

leluasanya pimpinan dan staf Disbudpar menjalin komunikasi dengan pihak

swasta dan masyarakat dari pada dengan pihak pemerintah sendiri. Dari sisi

kejelasan program pembangunan pariwisata selayaknya program-program mudah

difahami sehingga dapat berlangsung dengan lebih efektif dan efisien. Dengan

demikian harus jelas pula apa yang akan dilakukan, bagaimana cara

melaksanakannya dan siapa pelaksananya, serta kapan dilaksanakan. Hasil

penelitian memperlihatkan bahwa belum terlihat kejelasan program pembangunan

pariwisata yang akan dilaksanakan, yang seharusnya merupakan awal dari semua

proses. Di kalangan staf Disbudpar sendiri terlihat masih belum jelasnya tahapan

langkah-langkah apa yang harus dilakukan, dan itu terjadi hampir di semua level

jabatan struktural, serta pembidangan pekerjaan. Kondisi seperti ini disebabkan

oleh kelemahan dokumen perencanaan yang belum baik, misalnya dalam

membagi tahapan dan pembagian pekerjaan yang jelas. Kalaupun ada kejelasan

baru sebatas judul atau rencana event kegiatan yang akan dilaksanakan, tetapi

siapa yang melaksanakan apa, berapa anggaran dan detil yang lain belum ada

kepastiannya. Apabila belum terdapat kejelasan maka akan kesulitan pula

Page 93: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

188

mengkomunikasikannya kepada pihak SKPD lain tentang apa yang seharusnya

menjadi pekerjaan mereka dalam mendukung pembangunan pariwisata.

Untuk saluran komunikasi biasanya di pemerintahan yang dibangun adalah

penyampaian pesan yang dilakukan oleh Disbudpar dalam bentuk komunikasi

surat menyurat bersifat formal dalam bentuk himbauan. Namun dalam

kenyataannya belum ditanggapi secara memadai. Surat balasan dari SKPD yang

diterima tentang ajakan menyukseskan program Visit Bangka Belitung 2010

bahkan dibalas dengan surat yang menyatakan bahwa mereka tidak dapat

berpartisipasi karena tidak ada dana untuk melaksanakan kegiatan1. Saluran

komunikasi lain adalah publikasi yang dilakukan oleh Disbudpar namun

bentuknya hanya terbatas kepada penyampaian program besar saja yaitu adanya

keinginan pemerintah mempercepat pembangunan pariwisata melalui Visit

Bangka Belitung 2010 dan Sail Wakatobi Belitong 2011 yang disebarkan dalam

berbagai bentuk mulai dari baliho, spanduk, stiker dan iklan.

Bagaimana khalayak atau penerima pesan berkaiatan dengan

pembangunan pariwisata ini ternyata masih ada yang memiliki budaya yang

kurang mendukung yang dikenal di Bangka Belitung dengan istilah “Dak Kawah

Nyusah” (arti harfiahnya: tidak mau bersusah payah-pen) atau budaya yang

menggambarkan kemalasan, ketidakpedulian karena belum akan merasakan

imbalan apa yang akan diperoleh jika melakukan sesuatu. Hal tersebut tergambar

seperti balasan surat yang disampaiakan kepada SKPD tadi. Padahal jika memang

berniat dan kreatif melakukan kegiatan ada banyak cara yang tidak memerlukan

1 Wawancara dengan informan Disbudpar, tanggal 22-11-2012

Page 94: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

189

dana yang akan membantu keberhasilan pembangunan pariwisata. Misalnya

dengan melakukan hal-hal yang termuat pada gerakan Sapta Pesona, maka SKPD

yang bersangkutan sebenarnya telah ikut berpartisipasi. Pengiriman surat dari

SKPD yang menyatakan bahwa mereka tidak bisa ikut berpartisipasi merupakan

bukti bahwa mereka hanya ikut menindaklanjuti membalas surat tanpa harus

berpikir dan berusaha membantu walaupun program tersebut sebenarnya sudah

menjadi program provinsi yang disampaikan oleh gubernur dalam hampir setiap

kesempatan. Ini menggambarkan bahwa efek komunikasi yang ditimbulkan

ternyata di antara SKPD yang ada belum sesuai dengan yang diinginkan yaitu

mendukung upaya pembangunan pariwisata di bidangnya masing-masing.

Komunikasi dapat dianalogikan dengan pintu masuk pertama melakukan

koordinasi, tanpa komunikasi yang baik meliputi penyampaian informasi,

kejelasan apa yang diinginkan.

Selanjutnya keberadaan sumber daya merupakan hal penting dalam

menjalankan pariwisata (Pitana dan Diarta: 2009:68) yang meliputi sumber daya

alam dan sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang ada memberikan

andil dalam pelaksanaan kegiatan. Menurut Edward III (1980:53) hal itu meliputi

Staf (staff) yang cukup (jumlah dan mutu), informasi (information) yang

dibutuhkan guna pengambil keputusan, kewenangan (authority) yang cukup guna

melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, serta fasilitas (facilities) yang

dibutuhkan.

Sebagaimana telah disampaikan bahwa sektor pariwisata bersinggungan

dengan banyak sektor, sehingga dibutuhkan pula kemampuan teknis aparatur yang

Page 95: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

190

cukup memadai dalam penanganannya. ketrampilan teknis perencana utamanya

yang berkaitan dengan kewilayahan, geografi, dan teknis pariwisata mutlak

dibutuhkan di samping tenaga lainnya seperti ekonomi, pemasaran dan sosialogi.

Jika melihat sumber daya aparatura yang ada dari sisi jumlah sudah cukup

memadai namun dari aspek kemampuan teknis yang masih perlu dibenahi. Dari

60 karyawan yang ada di Disbudpar Bangka Belitung memang sudah ada empat

orang sarjana S2 atau master dan 29 orang S1, dan 19 orang diploma. Namun

demikian dari jumlah tersebut yang ada baru sarjana ekonomi dan diploma

pariwisata. Bagian terbanyak latar belakang pendidikan yang dimiliki adalah

sarjana hukum, bahasa, pendidikan, agama, dan sastra. Untuk yang berpendidikan

S2 terdiri dari dua orang magister administrasi publik, serta seorang magister

manajemen dan seorang lagi magister teknik.

Tabel 4.5.Pegawai Disbudpar Prov. Bangka Belitung

Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan 2008 2009 2010

S2 2 3 4

S1 16 20 29

Diploma 10 17 19

SMA/ SMK 9 8 8

TOTAL 37 48 60

Sumber: Disbudpar Babel 2012

Untuk kelengkapan informasi terutama dalam hal sebagai bahan

pengambilan keputusan, diakui oleh informan di Disbudpar masih kurang,

terutama berkaitan dengan akurasi data jumlah, asal, persepsi, dan perilaku

Page 96: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

191

wisatawan, jumlah dan kualitas tenaga kerja yang bekerja di sektor pariwisata, dan

tingkat hunian kamar hotel. Data yang agak memadai baru diperoleh setelah

dilakukan pembuatan Nesparda Kepulauan Bangka Belitung 2011 yang baru

selesai di Desember 2012. Kondisi ini menyebabkan keputusan yang diambil

selama ini di bidang pariwisata hanya bersifat coba-coba dan belum disertai data

yang akurat, sehingga kemungkinan untuk memecahkan permasalahan dengan

efektif dan efisien masih diragukan kehandalannya.

Dari sisi kewenangan maka sebenarnya dengan terbitnya PP nomor 38

tahun 2007 maka kewenangan bidang kepariwisataan di tingkat provinsi sudah

jauh berkurang dibandingkan dengan masa sebelumnya. Untuk pembangunan

destinasi maka pemerintah provinsi hanya memiliki kewenangan untuk kawasan

strategis provinsi saja, sehingga tidak bisa secara leluasa melakukannya dalam

kawasan pariwisata di luar itu. Kalau pun akan melakukan pembangunan atau

pengembangan di luar wilayah kewenangannya maka hanya bersifat dukungan

saja. Minimnya kewenangan provinsi di bidang pariwisata juga terjadi dalam

pendaftaran (dulu perizinan) usaha kepariwisataan, yang dari 13 pendaftaran

usaha berdasarkan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata.

Dengan kondisi ini maka hanya tersisa satu saja kewenangan di tingkat

provinsi, sedangkan yang lainnya sudah diturunkan ke kabupaten/kota. Fenomena

ini mengakibatkan banyak usaha pariwisata yang berada di wilayah provinsi yang

tidak terpantau lagi oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata provinsi karena tidak

dilaporkan oleh kabupaten kota, seperti munculnya hotel, restoran, dan berbagai

tempat dan layanan jasa pariwisata. Keberadaan 13 Kepmenbudpar tersebut juga

Page 97: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

192

telah mendapatkan protes keras oleh sejumlah daerah seperti Bali1 (Berbagai

pihak yang mengajukan protes menganggap kebijakan baru ini akan

mengakibatkan semakin terkotak-kotaknya daerah pariwisata dan kesulitan dalam

hal sinkronisasi serta keselarasan pengembangan pariwisata. Dengan demikian

maka kewenangan pariwisata di tingkat provinsi hanyalah sebatas kebijakan

pemasaan dan penetapan standarisasi saja yang menyebabkan pemerintah provinsi

kesulitan mengarahkan pembangunan destinasi pariwisata kabupaten kota di

wilayahnya.

Menyangkut fasilitas yang tersedia yang selama ini bagi pengembangan

pariwisata di Bangka Belitung sudah ada walaupun masih harus ditingkatkan,

misalnya keberadaan gedung kantor Disparda yang merupakan gedung pinjaman

rumah dinas wakil ketua DPRD, tidak memiliki ruang rapat dan kurang

representatif untuk dijadikan kantor Disbudpar yang banyak sekali berhubungan

dengan berbagai kalangan.

Sikap pelaksana (attitudes of implementors), merupakan hal yang

menyangkut kesediaan dari para implementor atau pelaku dalam

mengimplementasikan kebijakan secara efektif. Modal awal bagi pelaksana atau

implementor adalah pemahaman akan latar belakang, maksud dan tujuan

kebijakan yang biasanya digambarkan melekat pada para pejabat mulai dari

eselon tertinggi sampai yang terendah (Sinaga, 2010:160). Pemahaman seperti

inilah yang menjadi salah satu kelemahan yang dirasakan, karena para pejabat

memang mengetahui tujuan kebijakan pembangunan pariwisata, namun tidak

1 Kompas.com, 23-06- 2011, diunduh 10-12-2012.

Page 98: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

193

semuanya yang memahami bagaimana mewujudkannya. Terkait dengan sikap

pelaksana ini juga adalah semangat bekerja sama.

Kerjasama tim antar unit belum menjadi budaya utamanya dalam

melakukan pelayanan. Pandangan dan pemikiran yang muncul dari setiap aparat

adalah hanya mengerjakan tugas yang menjadi kewajibannya sendiri, tanpa perlu

membantu pekerjaan aparat lain. Hal tersebut muncul menurut Dwiyanto

(2006:221) karena pemberian pelayanan masih dianggap belum menjadi

tanggungjawab bersama semua aparat birokrasi, tetapi dipahami hanya sebatas

tanggungjawab beberapa aparat saja Budaya seperti inilah yang menurut perlu

diubah sehingga akan lebih mendukung adanya upaya melibatkan diri dan

bekerjasama termasuk berkoordinasi di dalamnya yang akan mempu

mengakselerasi perubahan ke arah yang lebih positif. Di dalam literatur semangat

kerjasama dikonsepkan sebagai keterpaduan tim atau juga ada yang

menyebutkannya sebagai esprit de corps (Dwiyanto, 2006:216).

Struktur birokrasi, menyangkut prosedur standar operasi dalam

pelaksanaan kebijakan (Standard Operating Procedures) dan pengaturan tata

aliran pekerjaan dan pelaksana program. Menurut Tachjan (1995:72) hampir

semua permasalahan atau problem dalam organisasi diakibatkan oleh struktur

organisasi. Karena itu struktur organisasi haruslah didesain dengan tepat dan terus

disempurnakan sesuai dengan perubahan lingkungan

Struktur birokrasi yang ada di tingkat Disbudpar masih terdapat hal yang

melemahkan upaya pembangunan pariwisata, karena tidak adanya bidang atau

seksi yang menangani pengembangan destinasi secara khusus. Padahal

Page 99: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

194

keberadaan destinasi merupakan salah satu modal awal dalam upaya

mendatangkan wisatawan. Akibatnya urusan pengembangan destinasi yang di

tingkat pemerintah pusat ditangani oleh sebuah Direktorat Jendral, di Disbudpar

Bangka Belitung urusan ini tidak jelas tempatnya 1.

“Kami susah mengurusinya, terkadang dia di perencanaan, kadang di

bidang pengembangan SDM, kadang pula dia di tangani bidang promosi.

Karena kalau ada surat dari Dijen Destinasi kami harus mendiskusikannya

dulu akan dikemanakan tindaklanjut surat ini,”

Tidak adanya kepastian tersebut menyebabkan tidak ada pejabat di bidang

dan seksi yang merasa bertanggungjawab terhadap penanganan destinasi ini,

sehingga perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan serta evaluasi berbagai

kegiatan menyangkut pengembangan destinasi menjadi tidak jelas. Ketidakjelasan

ini pula yang kemudian tercermin dalam pemahaman teknis para pejabat di

Disbudpar yang menjadi kurang komprehensif dan terkesan belum mempunyai

konsep jelas, sehingga menyebabkan pula kurangnya komunikasi efektif kepada

SKPD lainnya.

Pembangunan kepariwisataan selama ini juga belum memiliki standar

prosudur bekerja yang memadai yang tercermin dari ketiadaan panduan dalam

melaksanakan kegiatan pembangunan pariwisata seperti kerangka kerja yang jelas

dalam bentuk penjadwalan kegiatan siapa yang melakukan apa dan kapan

dilakukan. Biasanya petunjuk hanya disampaikan dalam bentuk briefing dan

penjelasan secara lisan yang terkadang tidak cukup kuat menjadi pegangan para

pelaksana di lapangan. Namun demikian di sisi lain ketiadaan petunjuk teknis

1Wawancara dengan informan di Disbudpar Babel, tanggal 08-10-/2012.

Page 100: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

195

secara tertulis juga dapat menjadi pemicu bagi terlaksananya koordinasi non

formal di tingkat bawah.

4.2.3. Strategi Koordinasi dengan Organisasi Swasta dan Organisasi di

Masyarakat

Seperti yang telah disampaikan bahwa paradigma goverment telah

bergeser menjadi governance dimana kekuasaan tidak lagi semata-mata menjadi

peranan pihak pemerintah semata akan tetapi governance telah menekankan

fungsi bersama-sama antara pemerintah, swasta dan LSM serta masyarakat.

Terbukanya peran bersama dalam wilayah publik tersebut menjadikan perhatian

akan peran swasta, LSM dan masyarakat di sektor pariwisata semakin meningkat.

Kerjasama dan kemitraan antara pemerintah dengan swasta yang

berlangsung dalam ranah ilmu administrasi publik telah berlangsung setidaknya

selama tiga dekade (Bovaird, 2004, dalam Dwiyanto, 2010:257). Di Indonesia

konsep ini masih terbatas penerapannya, walaupun di banyak negara maju konsep

ini sudah cukup lama berkembang. Menurut Dwiyanto (2010:257-260) bentuk

kerjasama antara swasta dan pemerintah selama ini baru terbatas pada kerjasama

pemerintah sebagai pemilik pekerjaan dengan lembaga non pemerintah sebagai

vendor atau kontraktor. Dalam model kemitraan seperti ini maka keduanya tidak

memiliki hubungan yang setara tetapi bersifat asimetris dimana pihak swasta

bekerja berdasarkan order yang biasanya dilakukan dalam kurun waktu yang

terbatas dengan intensitas hubungan yang juga terbatas pula.

Page 101: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

196

Kerjasama yang bersifat kolaboratif bersifat lebih simetris dimana yang

terjadi adalah hubungan antar prinsipal dengan prinsipal. Bovaird (2004, dalam

Dwiyanto, 2010:259) mengartikan kemitraan antara pemerintah dengan swasta

secara sederhana sebagai "pengaturan pekerjaan berdasarkan komitmen timbal

balik, melebihi dan di atas yang diatur dalam setiap kontrak, antara satu organisasi

di sektor publik dengan organisasi di luar sektor publik".

Dalam kepariwisataan baik pada proses perencanaan maupun dalam

implementasi pembangunan kepariwisataan, sinergi dari seluruh stakeholder

merupakan syarat mutlak yang akan menentukan keberhasilan pembangunan

tersebut. "Stakeholders are those who benefit or burdened by the firm's operation;

that is, they have a stake in it" (Steiner dan Stainer:2000:14). Stakeholder

kepariwisataan itu adalah pemerintah selaku regulator dan fasilitator

pembangunan pariwisata, pihak swasta selaku aktor yang terlibat langsung dalam

berbagai bentuk usaha dan kegiatan kepariwisataan, serta masyarakat selaku host

community dari daerah tujuan wisata termasuk pula di dalamnya berbagai lembaga

swadaya masyarakat (LSM).

Pembangunan pariwisata daerah biasanya terdapat tiga pemain utama

pariwisata yang masing-masing memiliki kebutuhan atau kepentingan yang

berbeda, sehingga memerlukan perhatian agar dapat berjalan dengan baik

hubungan antara ketiganya. Ketiga pemain utama itu (Spillane, 1994 : 30adalah :

1. Mereka yang mencari kepuasan atau kesejahteraan lewat penjelasan

mereka (wisatawan atau tamu) (guest).

2. Mereka yang tinggal dan berdomisili dalam masyarakat yang menjadi

alat pariwisata (tuan rumah atau penduduk setempat) (hosts).

3. Mereka yang mempromosikan dan menjadi perantaranya (bisnis

pariwisata atau perantara) (brokers).

Page 102: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

197

Ketiga kelompok tersebut saling berkaitan, yang pada gilirannya akan

berpengaruh terhadap kelancaran pengembangan pariwisata di daerah tersebut.

Dalam hal ini akan bergantung kepada pemerintah daerahnya yang mempunyai

kewenangan dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakannya. Peranan pihak

swasta dan masyarakat sangat besar dalam memajukan pariwisata sebuah negara

atau daerah.

Di Kepulauan Bangka Belitung strategi koordinasi SKPD, khususnya di

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dengan kalangan swasta dan masyarakat antara

lain dapat dilihat dari kegiatan yang dilakukan oleh Disbudpar bersama dengan

stakeholder pariwisata seperti pihak travel, hotel dan restoran. Menurut informan

dari travel agen, pihak dinas dinilai telah berusaha melakukan koordinasi dengan

mereka. Koordinasi dimaksud antara lain dengan melibatkan pihak swasta dalam

rapat-rapat yang membahas masalah pariwisata. Pihak Disbudpar juga telah

menyelenggarakan fasilitasi berupa kegiatan gathering atau pertemuan yang

bersifat direct selling ke kota-kota seperti Batam, Jakarta, Palembang dan

Bandung. Dalam kegiatan tersebut para stakeholder pariwisata yang ada di

Bangka Belitung diajak oleh pihak Disbudpar untuk bertemu dengan para travel

agen di berbagai kota yang didatangi. Pihak dinas biasanya mengundang travel

agen ke dalam pertemuan yang difasilitasi biasanya di restoran atau rumah makan

untuk kemudian menawarkan paket wisata atau memperkenalkan hotel dan

restoran yang ada di Bangka Belitung1.

1 Wawancara dengan informan dari travel agen di Babel, tanggal 06-10-2012.

Page 103: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

198

"Biasanya dalam pertemuan itu hadir juga para kepala dinas pariwisata provinsi maupun kabupaten kota se Babel, guna meyakinkan mitra kami di tempat yang dikunjungi bahwa. Kesannya kami di Babel lebih kompaklah. dan itu artinya kami sudah bekerjasama dengan cukup solid antara swasta dan pihak pemerintah yang bergerak di bidang pariwisata"

Kegiatan gathering yang dilakukan bersama ini bermula dari usulan travel

agen untuk dapat melakukan penjualan secara langsung ke kota-kota yang

menjadi target penjualan paket wisata para travel agen. Usulan ini kemudian

ditanggapi dengan memasukannya dalam anggaran. Tahun 2012 ini sudah

memasuki tahun kedua pelaksanaan gathering stakeholder.1

Hal lainnya yang diapresiasi oleh kalangan pelaku pariwisata di Bangka

Belitung adalah kesediaan Disbudpar yang selalu mengajak pelaku untuk

berpartisipasi serta melaksanakan pameran, tidak saja di dalam negeri tetapi juga

sampai ke manca negara dianggap sebagai cerminan bahwa koordinasi yang

tercipta antara pelaku usaha dengan Disbudpar sudah berlangsung dengan cukup

baik.

Kerjasama dan koordinasi dipandang cukup baik dengan kalangan swasta

dalam hal kegiatan seperti mendatangkan para travel agent serta wartawan atau

penulis pariwisata dari dalam dan luar negeri ke Bangka Belitung. Untuk

melaksanakan kegiatan famtrip atau perjalanan perkenalan mengenai sebuah

daerah pariwisata seperti ini biasanya kalangan pelaku usaha yang ada dilibatkan

baik pihak travel, hotel dan restoran, sehingga dana pemerintah yang tersedia

dapat dioptimalkan penggunaannya. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata memiliki

dana yang terbatas untuk penginapan dan konsumsi bagi wartawan atau travel

1 Wawancara dengan informan dari travel agen di Babel, tanggal 06-10-2012.

Page 104: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

199

agen yang diundang ke Babel, maka para pelaku pariwisata akan membantu

dengan memberikan fasilitas yang ada pada mereka seperti menambah jumlah hari

kunjungan atau meningkatkan kelas hotel yang dipergunakan untuk menginap.

Meskipun demikian menurut informan dari travel agen, pihak Disbudpar

masih terkesan lamban dalam hal membentuk organisasi seperti badan promosi

pariwisata di tingkat provinsi yang justru telah diamanatkan dalam undang-

undang kepariwisataan. Secara yuridis memang kelembagaan badan promosi

telah diatur di dalam Undang-undang tentang Kepariwisataan (Nomor 10 tahun

2009). Lembaga serupa sebenarnya telah dibentuk di Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung pada tahun 2005, namun telah berakhir masa tugasnya di tahun 2010

lalu. Beberapa pihak telah mengusulkan agar segera dibentuk badan promosi

dimaksud seperti Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) dan ASITA Bangka

Belitung, namun belum juga terbentuk hingga saat ini. Alasan yang dikemukakan

oleh Disbudpar adalah masih mempelajari aturan yang ada karena biasanya jika

undang-undang diberlakukan akan keluar Peraturan Pemerintah (PP) yang dibuat

guna menjalankan undang-undang tersebut. Namun demikian alasan utama belum

dibentuknya badan promosi ini adalah adanya pengalaman di periode badan

promosi sebelumnya yang hanya dijalankan oleh kelompok bisnis pariwisata

tertentu saja, serta belum difahaminya tugas badan promosi seperti yang diatur

dalam undang-undang Kepariwisatan yang baru1.

“Dulu badan promosi di Babel itu hanya dimiliki oleh satu kelompok

bisnis saja, mulai dari Ketua, sekretaris sampai bendahara. Padahal mereka

itu pakai uang APBD tapi hanya promosi usaha pariwisata mereka sendiri.

1 Wawancara dengan Informan PHRI Babel, 28-11-2012.

Page 105: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

200

Kita tidak mau ada yang seperti itu lagi, karena ini kepentingan kita sama-

sama”.

Dalam upaya melindungi para pekerja sektor pariwisata khususnya pramu

wisata belum nampak adanya upaya yang memadai yang dilaksanakan oleh

Disbudpar selain mengadakan diklat yang mendorong peningkatan kualitas para

pramu wisata. Padahal ada kebutuhan lain yang diinginkan oleh para pramu

wisata, yaitu pengaturan tentang keberadaan para pramu wisata atau pemandu

wisata dari luar Bangka Belitung yang sekarang mulai marak terutama di pulau

Belitung1.

Pada masalah pembentukan Perda tentang pemandu wisata ini masalahnya

hanya pada belum yakinnya pihak Disbudpar akan pentingnya Perda dimaksud2.

“Kami khawatir adanya Perda itu akan membuat kesulitan baru dalam

menangani pemandu wisata. Perda itu tak mungkin dilaksanakan dengan

baik, kalau pramu wisata lokal saja belum cukup jumlahnya, sementara

jika ada perda itu yang dari luar tidak boleh masuk”.

Kegiatan lainnya yang juga dilaksanakan bersama dengan pelaku

pariwisata di Bangka Belitung adalah upaya peningkatan kualitas SDM pariwisata

di daerah. Sebagaimana diketahui bahwa setiap pekerja yang terlibat langsung

dalam pelayanan kepariwisataan diharapkan memiliki sertifikasi yang ditentukan

untuk masing-masing jenis pekerjaannya. Misalnya seorang pemandu wisata atau

guide, diharuskan memiliki sertifikat sebagai pemandu wisata yang diterbitkan

oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) bidang pariwisata. Demikian pula seorang

seorang pekerja hotel yang bertugas sebagai front office diwajibkan memiliki

1 Wawancara dengan informan dari HPI Babel, tanggal 07-11-2012

2 Wawancara dengan informan dari Disbudpar Babel, tanggal 07-11-2012.

Page 106: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

201

sertifikat mengenai bidang pekerjaannya tersebut yang juga diterbitkan oleh LSP

pariwisata.

Pengaturan tentang kewajiban memiliki sertifikasi inni terdapat dalam

Peraturan Pemerintah (Nomor 52 tahun 2012) tentang Sertifikasi Kompetensi dan

Sertifikasi Usaha di Bidang Pariwisata, (tanggal 23 April 2012. PP nomor 52)

merupakan pelaksanaan (pasal 55 Undang-undang nomor 10 tahun 2009) tentang

Kepariwisataan yang mengamanatkan pemerintah untuk menyusun standar

kompetensi dan sertifikasi di bidang kepariwisataan. Standar kompetensi dan

sertifikasi ini merupakan upaya untuk emningkatkan kemampuan tenaga kerja

serta meningkatkan kemampuan pekerja yang bergerak di sektor pariwisata.

Untuk mempercepat dan meringankan biaya sertifikasi bagi para pekerja

pariwisata di Bangka Belitung, Disbudpar telah bekerjasama dengan pemerintah

pusat Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk membentuk LSP

pariwisata di maksud di Bangka Belitung. Kegiatan ini dimulai dengan

mengumpulkan organisasi profesi bidang kepariwisataan yang ada, serta

mengadakan diklat untuk menyiapkan tenaga assesor atau penguji/penilai yang

nantinya akan bekerja di LSP pariwisata. Peserta diklat assesor merupakan

gabungan dari kalangan swasta dan pegawai negeri yang diadakan oleh Disbudpar

bekerjasama dengan swasta1.

“Kita kumpul bahkan selama beberapa hari dengan orang dinas dan

kawan-kawan lain di hotel untuk menyiapkan berbagai persyaratan untuk

LSP segera berdiri di Babel. Diharapkan tahun depan (2013-pen) sudah

bisa terbentuk LSP nya, jadi nanti orang Babel yang akan ambil sertifikat

tidak perlu ke luar daerah lagi, cukup disini saja, sehingga bisa lebih cepat

dan lebih murah” .

1 Wawancara dengan informan HPI Babel, tanggal 07-11-2012

Page 107: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

202

Adanya LSP di Babel memang akan lebih memudahkan para pekerja

pariwisata yang akan mengambil sertifikat. Jika selama ini mereka harus ke luar

Babel atau mendapatangkan tim penilai dari luar daerah sehingga waktu dan biaya

yang dipergunakan menjadi lebih banyak. Dengan adanya LSP nanti biaya dan

waktu pelaksanaan akan dapat ditekan. Biaya sertifikasi selama ini berkisat Rp. 1

juta, sehingga kalau semua tenaga kerja bidang pariwisata yang berjumlah sekitar

3000 orang berdasarkan data Nesparda akan diperlukan dana sekitar Rp. 3

milyar 1. Namun dengan adanya LSP sendiri angka itu dapat ditekan jadi jauh

lebih kecil lagi.

Untuk gambaran mengenai strategi koordinasi antara Disbudpar dengan

LSM atau masyarakat dalam pembangunan pariwisata di Babel dapat dilihat

bagaimana hubungan yang terjadi. Selama tiga tahun terakhir. Disbudpar

melakukan kegiatan bantuan terhadap penyelengaraan event pariwisata dan

kebudayaan yang dilakukan di tingkat desa berupa dana dukungan dalam APBD.

Terdapat dua kegiatan yang bersifat dukungan ini 2. Pertama, berupa dukungan

pelaksanaan pagelaran yang diberikan kepada berbagai sanggar untuk melakukan

pementasan, dan kedua bantuan dukungan pelaksanaan even kebudayaan dan

pariwisata.

Dukungan pelaksanaan pagelaran dilakukan berupa pemberian uang

Rp.1,5 juta kepada setiap sanggar yang melakukan pagelaran di tiap kabupaten

dengan alokasi satu sanggar setiap minggu. Dukungan “even” diberikan dengan

1 Wawancara dengan informan Disbudpar, tanggal 23-11-2012.

2 Wawancara dengan informan Disbudpar Babel, tanggal 30-10-2012.

Page 108: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

203

jumlah bervariatif guna tetap menjaga kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan

baik dalam rangka acara adat seperti Rebo Kasan, Mandi belimau, Perang

Ketupat, Pesta adat, Buang Jong, dan lain sebagainya. Dengan bantuan seperti ini

diharapkan tradisi yang ada di desa-desa di Bangka Belitung masih dapat terus

dilakukan dan dilestarikan, bahkan dapat dikembangkan menjadi daya tarik

pariwisata budaya.

Koordinasi yang dilakukan oleh Disbudpar sudah mulai membaik dengan

mencoba mengajak pihak-pihak terkait untuk bersama-sama mengembangkan

pariwisata di daerah 1. Namun demikian disarankan agar koordinasi yang telah

dilakukan itu dapat lebih ditingkatkan lagi misalnya dengan mencoba

mengkoordinasikan terintegrasinya masing-masing destinasi pariwisata yang ada

agar tidak menjadi terkotak-kotak berdasarkan wilayah administratif pemerintahan

kabupaten dan kota saja.

“ Seharusnya pembangunan pariwisata di Bangka Belitung bisa lebih cepat

jika terjadi sinergi. Karena ada posisi-posisi yang harus kita perkuat secara

promosi. Kita sudah mencoba mengeksplore hal-hal yang menurut orang

"kecil" tapi ternyata bisa dijual kepada wisatawan. Penguatan akan sangat

diperlukan di tingkat provinsi agar jangan destinasi yang ada terkotak-

kotak hanya setingkat kabupaten saja. Misalnya untuk memasarkan pulau-

pulau kecil yang ada di Belitung dan Bangka harusnya bisa dijual oleh

provinsi supaya tidak hanya berhenti atau terbatas pada pulau-pulau

tertentu saja yang menjadi wilayah administaratif sebuah kabupaten”.

Seorang Kepala desa di Kabupaten Belitung Timur yang mendapatkan

bantuan untuk melaksanakan kegiatan Festival menyatakan bahwa apa yang

dilakukan oleh Disbudpar Bangka Belitung cukup baik2. Desa ini adalah tempat

1 Wawancara dengan informan dari LSM Babel yang mengembangkan kawasan pariwisata di

Kabupaten Belitung, tanggal 28-10-2012. 2 Wawancara dengan Kepala Desa di Beltim, tanggal 03-1111-2012.

Page 109: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

204

biasanya kegiatan festival budaya dan pariwisata dilaksanakan dengan

menampilkan tradisi, kesenian, dan memuat unsur-unsur edukatif.

“Kalau disini, seperti yang dilakukan dinas inilah yang kami tunggu,

karena kami sendiri selalau kekurangan dana kalau ingin melaksanakan

festival. Apa yang selama ini kami alami dengan orang-orang dinas,

kadang-kadang tiidak pakai surat-surat yang terlalu rumit. Administrasi

biasanya dilakukan setelah ada koordinasi lisan atau bahkan komunikasi

dengan sms saja. Ini sesuai dengan harapan kami dan masyarakat. Ini bukti

bahwa kami merasa diperhatikan dan dinas punya kesamaan visi dengan

kami di desa. Memang dibandingkan dengan tahun lalu koordinasi kami

dengan EO (Event Organizer) agak kurang, tapi mungkin karena waktu

dan situasinya yang kurang, kami maklum saja”.

Mereka ingin membangun warung wisata di dekat objek wisata tahun depan

supaya masyarakat juga bisa berjualan. Harapannya kegiatan tersebut juga dapat

diperhatikan oleh Disbudpar, karena keterbatasan yang ada di desa. Mereka juga

sudah mendapatkan bantuan program PNPM pariwisata dan PNPM Mandiri yang

antara lain difasilitasi usulan program dan penyalurannya oleh Disbudpar dan

Badan Pemberdayaan Masyarakat.

Terlihat bahwa komunikasi dan koordinasi dengan kalangan swasta dan

masyarakat berlangsung dan terjalin dengan cukup baik. Koordinasi antara pihak

Disbudpar dengan swasta dan masyarakat dimungkinkan karena adanya

komunikasi yang lebih sering. Komunikasi Disbudpar dengan pihak swasta terjadi

lebih sering karena berbagai kegiatan yang dilakukan bersama seperti rapat,

pameran, dan pertemuan-pertemuan non formal seperti yang diakui oleh kedua

belah pihak. Selain itu selama kegiatan di luar daerah biasanya terjadi juga

diskusi dan komunikasi menyangkut kepariwisataan. Untuk melancarkan

Page 110: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

205

komunikasi mereka juga membuat kelompok di jaringan sosial Facebook dan

Blackberry Massenger (BBM) dengan nama Stakeholder Babel.

Terlihat bahwa strategi koordinasi kultural dan Komunikatif yang

dilakukan Disparda kepada pihak swasta dan masyarakat melalui para pengurus

masing-masing institusi terjalin cukup berhasil, yang diperlihatkan oleh

munculnya upaya saling mendukung dan terjadinya pertukaran sumber daya di

antara pihak yang terlibat.

Dengan kondisi seperti itu tidak mengherankan jika hubungan antara

pelaku pariwisata yang tergabung dalam beberapa organisasi profesi

kepariwsataan dengan pihak Disbudpar menjadi lebih akrab dan terjadi berbagai

pertukaran informasi. Kondisi ini yang digambarkan oleh Kickert, Klijn, dan

Koppenjan (1999: 31) sebagai telah terjadinya interdependence antar pihak

Disbudpar dengan para stakeholder pariwisata yang merupakan prakondisi bagi

adanya atau terciptanya jaringan koordinasi.

Hal yang hampir sama dengan kondisi itu adalah baiknya koordinasi

antara Disbudpar dengan masyarakat. Jika kalangan swasta melakukan pertemuan

dengan Disbudpar karena seringnya mengadakan pertemuan dan bepergian

bersama, maka masyarakat menganggap bahwa koordinasi dengan Disbudpar

cukup baik yang merasa mendapatkan perhatian berupa bantuan dalam

melaksanakan berbagai kegiatan yang diselenggarakan di desanya. Pemberian

bantuan itu mengharuskan kedua belah pihak berkomunikasi guna melengkapi

persyaratan administrasi seperti proposal kegiatan, peninjauan lapangan,

pembuatan laporan, serta koordinasi menyangkut pelaksanann acara. Bagi

Page 111: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

206

masyarakat selain sering bertemu langsung mereka juga memperoleh

pengetahuan tentang bagaimana mekanisme administrasi pemerintahan, serta tak

jarang juga memperoleh informasi bagaimana desa-desa lainnya

menyelenggarakan kegiatan. Bagi Disbudpar dengan komunikasi yang terjalin

memperoleh informasi mengenai bagaimana masyarakat melaksanakan acara,

mengenali persamaan dan perbedaan masing-masing desa, serta memahami

kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat di tingkat desa. Di beberapa desa

hubungan tersebut berkembang layaknya hubungan pertemanan, yang pada saat

panen buah-buahan atau komoditas yang menjadi ciri khas desa seperti madu,

jamur, ikan dan lainnya, pihak Disbudpar sering memperoleh kiriman tanda

pertemanan atau terimaksih telah membantu mengadakan acara di desa.

Dengan mengamati hubungan Disbudpar di kedua sektor itu, baik di

swasta maupun di masyarakat melalui tiap organisasinya, maka terlihat bahwa

koordinasi yang baik akan terjadi apabila terdapat komunikasi yang intens, serta

adanya insentif yang kemudian menciptakan saling ketergantungan di antara para

pihak (Kickert, Klijn dan Koppenjan, 1999: 31 ; Pratikno, 2008:5), di samping itu

juga adanya ketepatan dalam menentukan strategi koordinasi yang dipilih yang

disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Berikut disampaikan

bagaimana strategi koordinasi dalam pembangunan pariwisata yang berlangsung

di Kep Bangka Belitung selama ini, seperti tertera pada tabel 4.6.

Page 112: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

207

Tabel 4. 6. Strategi Koordinasi Pembangunan Pariwisata di Kep. Bangka Belitung

DIMENSI WAKTU STRATEGI KOORDINASI

1. Perencanaan (Gunn:2002)

a. Kesiapan Stakeholder

b. Pertimbangan

terhadap tujuan

c. Keterbukaan dalam

proses

d. Rekomendasi

Cultural dengan kooptasi, Public Relations,

& influence

Cultural sepihak

Cultural

Cultural

2. Pelaksanaan

a. Distamben

b. Disperindag

c. Dishub

Informational

Cultural

Cultural & Communicative

3. Pemantauan, Feedback, &

Pengendalian

Cultural

4. Organisasi Swasta dan

Masyarakat

Cultural & Communicative

Sumber: Hasil penelitian 2012

4.3. Karakter Jaringan Koordinasi Antar Organisasi

Kompleksitas untuk mengelola kepentingan bersama mulai muncul dan

semakin dirasakan sebagai kebutuhan secara tersistem dan terlembaga manakala

berkembangnya pendekatan melalui apa yang diistilahkan dengan governance

(Pratikno, 2008:3). Dalam kamus, istilah government dan governance seringkali

dianggap memiliki arti yang sama yaitu cara menerapkan otoritas dalam suatu

organisasi, lembaga atau negara. Government atau pemerintah adalah juga nama

yang diberikan kepada entitas yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan

dalam suatu negara. Istilah governance sendiri telah dikenal dalam literatur

administrasi dan ilmu politik hampir 120 tahun sejak Woodrow Wilson

memperkenalkan bidang studi tersebut 125 tahun yang lalu, tetapi selama itu

Page 113: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

208

governance hanya digunakan dalam literatur politik dalam pengertian sempit

(Effendi, 2010:113). Barulah sejak dipergunakannya istilah governance oleh

Bank Dunia di tahun 1989, pemaknaan, penggunaan istilah governance menjadi

semakin beragam.

Menurut Pratikno (2008:3) setidaknya pemaknaan governance dapat

dilihat dalam dua orientasi. Pertama, definisi governance yang merujuk pada

reformasi administrasi dan kedua, merujuk pada dimensi governance yang

merujuk pada dimensi pembangunan konsensus dan sinergi. Untuk pembahasan

yang berkaitan dengan jaringan organisasi maka menurut Kickert, Klijn dan

Koppenjam (1999:1-7), definisi governance yang kedua adalah yang lebih relevan

untuk menjadi titik kajian.

Dalam melakukan pembangunan konsensus dan sinerji yang dilakukan

pada koordinasi antar organisasi, Alexander (1995:300) menyatakan bahwa

terdapat berbagai macam karakter jaringan antar organisasi yang mungkin terjadi.

“These vary enormously, from large, complex, and diverse networks which

host a complex IOC system of meso-and micro-IOC structures, to small

informal ones in which members intract just through interpersonal links.

Obviously, then, network differ in their relative institutionalzation. Other

network characteristics include size: how many and what scale of

organizations make up the network; complexity: the number of defferent

sectors represented by member organizations, and their specialization and

differentiation from one another; and structure: the centralization of links

between organizations, and their relative interconnectedness”.

Tidak hanya itu saja, terdapat tiga hal lainnya menurut Alexander yang perlu

diperhatikan dalam melihat karakter atau jenis jaringan koordinasi antar

organisasi yaitu, interdependence; autonomy dan ; mission. Melalui sudut

pandang yang disampaikan Alexander tersebut maka berikut akan dilihat

Page 114: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

209

bagaimana karakter jaringan koordinasi antar organisasi yang terdapat di

Kepulauan Bangka Belitung dalam hubungan dengan pembangunan

kepariwisataan melalui unsur-unsur berikut.

4.3.1. Interdependence

Jaringan antar organisasi jika dilihat dari adanya fenomena hubungan

horizontal antar aktor dalam governance, mendasarkan pada adanya asumsi

bahwa relasi antar aktor bersifat saling bergantung antara satu sama lain seperti

yang dikemukakan oleh Kickert, Klijn dan Koppenjan (1999:31) bahwa:

“Networks develop and exist because of the interdependency between

actors. Interorganization theory stresses the fact that actor are dependent

on each other because they need each others resources to achieve their

goals.”.

Dalam bahasa lain dapat dikatakan bahwa dalam suatu jaringan, masing-masing

aktor yang terlibat mempunyai tujuan, kepentingan serta sumber daya sendiri-

sendiri.

Dalam makna yang lebih operasional merupakan suatu hal yang dapat

dimengerti apabila para aktor tidak akan memiliki kemampuan untuk mencapai

tujuan-tujuannya tanpa menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang dimiliki oleh

aktor lain (Pratikno, 2008:5). Mekanisme adanya saling ketergantungan tersebut

berlangsung melalui adanya pertukaran (exchange) sumber daya antar aktor.

Selanjutnya pertukaran sumber daya tadi terjadi dengan interaksi dan mekanisme

yang akan berlangsung secara berulang-ulang dan terus menerus dalam jangka

waktu yang lama dalam kehidupan keseharian.

Page 115: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

210

Keberulangan dan kontinuitas tersebut menurut Kickert, Klijn dan

Koppenjan (1999:31), selanjutnya secara bertahap akan menimbulkan suatu

aturan yang mengatur perilaku mereka yang terlibat di dalam jaringan. Aturan itu

akan timbul mulai dari yang paling rendah ikatannya sampai kepada yang lebih

tinggi atau lebih kuat.

Menurut Alexander (1995:301-302), terdapat empat kemungkinan karakter

jaringan jika dilihat dari aspek interdependence ini yaitu bersifat”sequensial”,

“resiprocal”, “symbiotic” atau “commensal”, dan kombinasi dari “resiprocal” dan

“symbiotic” atau “commensal”, atau “sequensial” dengan “symbiotic” atau

“commensal”.

Alexander (1995:301) melihat bahwa adanya interaksi antara organisasi-

organisasi yang direfleksikan dalam bentuk sequential interdependence atau

ketergantungan sekuensial yaitu ketergantungan antara organisasi-organisasi yang

terpisah. Bentuk ketergantungannya bisa sederhana tetapi juga bisa menjadi lebih

kompleks. Hal tersebut tergantung pada sifat dari objek transfer (sumberdaya)

yang terjadi antar organisasi. Apabila objek dari transfer yang ada bersifat relatif

standar dan banyak tersedia di pasar dengan pembeli dan penjual yang banyak,

maka ketergantungan ini akan mudah dilaksanakan. Proses koordinasi yang

relevan dalam hal seperti ini ialah penyesuaian yang bersifat spontan menyangkut

ketersediaan informasi, penawaran, permintaan dan harga. Namun jika transaksi

yang ada melibatkan sumberdaya yang spesifik, maka penyesuaian bersama

kurang memunginkan, sehingga diperlukan adanya permintaan bentuk mekanisme

Page 116: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

211

koordinasi. Situasi ini memungkinkan berkembangnya mekanisme koordinasi dari

yang informal sampai kepada koordinasi yang bersifat formal.

Reciprocal interdependence, menghendaki adanya keterhubungan dyadic

atau multirateral berdasarkan pada adanya dua pihak atau lebih yang melakukan

transaksi dan dalam tugas yang beragam. Dengan begitu maka akan ada

kemungkinan hal seperti ini dapat menimbulkan reciprocal interdependencies

guna menangani keterhubungan yang bersifat dyadic, dan agar tercipta

manajemen yang efektif, biasanya diminta persyaratan-persyaraan akan adanya

struktur koordinasi antar organisasi yang melembaga.

Pooled interdependence, merupakan bentuk jaringan alami yang

melibatkan hubungan multilateral dan mermbutuhkan struktur koordinasi antar

organisasi. bentuknya mulai dari suasana yang relatif informal untuk pertukaran

informasi‟ negosiasi dan aksi koordinasi dengan penyesuaian bersama: kelompok-

kelompok antar organisasi seperti, gugus tugas (task force) atau lembaga-

lembaga pemerintah, sampai kepada koordinasi antar orgnisasi yang struktur

kelembagaannya sangat tinggi yang melimpahkan keputusannya kepada anggota

organisasi, seperti perusahaan holding, asosiasi perdagangan, dan gabungan usaha

bersama.

Dalam menentukan seberapa besar kelembagaan yang dibutuhkan untuk

struktur koordinasi antar organisasi di dalam jaringan organisasi, perlu diingat

kemungkinan adanya koordinasi yang efektif dengan mempergunakan interaksi

informal mulai dari pola hubungan sequensial interdependence yang memerlukan

sedikit saja kelembagaan, sampai kepada bentuk pooled interdependence yang

Page 117: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

212

memerlukan kelembagaan paling tinggi: inilah pembelajaran dari apa yang disebut

sebagai “Koordinasi tanpa hirarki”. Ketergantungan yang lainnya yang

kemungkinan dapat terjadi merupakan kombinasi dari beberapa bentuk tadi seperti

antara bentuk “resiprocal” dengan “pooled”, atau kombinasi antara” sequential”

dengan “pooled”.

Temuan di lapangan yang terlihat dari jenis ketergantungan yang ada pada

koordinasi antar organisasi dalam pembangunan pariwisata di Bangka Belitung

adalah berbentuk sequential interdependence, dimana masih sangat kecil

ketergantungan yang terjadi antar SKPD, serta belum terjadi pelembagaan yang

berarti. Masing-masing SKPD masih merasa belum memerlukan ketergantungan

yang tinggi dengan SKPD lainnya sehingga kelembagaan jaringan yang tercipta

juga belum kuat.

Bentuk kesalingketergantungan koordinasi dalam pembangunan

kepariwisataan di Kepulauan Bangka Balitung yang masih sangat terbatas,

dimana masing-masing SKPD belum terlalu menyadari ketergantungan dengan

SKPD lainnya dalam mewujudkan hubungan yang positif untuk melakukan

pembangunan kepariwisataan yang lebih baik. Hal tersebut terlihat dari masih

tingginya ego sektoral yang terdapat di masing-masing SKPD sehingga belum

menemukan bentuk sinergi yang efektif. Kurang aktifnya peran Disbudpar selaku

stakeholder utama yang selayaknya mengkomunikasikan kepentingan

kepariwisataan di tingkat provinsi, serta tidak dijadikannya dokumen perencanaan

pariwisata (RIPPDA) dalam membuat perencanaan-perencanaan yang lebih

Page 118: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

213

operasional merupakan hal yang membuat kesalingtergantungan yang kuat antar

SKPD belum terasakan.

Demikian pula minimnya komunikasi antar SKPD dalam kepentingan

kepariwisataan di tingkat provinsi yang terlihat dari jarangnya pembahasan

pembangunan pariwisata, atau kalaupun ada frekuensinya masih rendah dalam

pertemuan dan rapat koordinasi. Rapat koordinasi ada rapat yang dilakukan oleh

Disbudpar, tetapi hanya melibatkan SKPD kepariwisataan di kabupaten dan kota,

Bappeda provinsi dan lembaga organisasi profesi kepariwisataan di tingkat

provinsi seperti ASITA dan PHRI. Sementara itu peranan Bappeda yang

diharapkan dapat memfasilitasi koordinasi kepariwisataan di tingkat perencanaan,

pemantauan dan evaluasi tidak berjalan sebagai mana seharusnya.

Pada waktu pelaksanaan program VBA 2010 koordinasi yang terjadi antar

SKPD belum begitu kelihatan dilakukan. Koordinasi SKPD baru terlihat ketika

berlangsung kegiatan SWB 2011, dimana sejak awal dengan adanya Keputusan

Presiden tentang pelaksanaan SWB, dan SK Gubernur Kepulauan Bangka

Belitung serta diwujudkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan pada APBD. Dengan

demikian terlihat bahwa adanya kebijakan di tingkat pemerintah pusat oleh

presiden yang ditindaklanjuti dengan di tingkat daerah oleh Gubernur ternyata

memberikan dorongan yang besar bagi SKPD untuk melakukan komunikasi dan

koordinasi.

Hal tersebut membuktikan bahwa adanya koordinasi antar SKPD masih

harus didahului dan lebih didorong oleh adanya “perintah” oleh atasan dari pada

muncul dengan kesadaran sendiri untuk melakukan koordinasi. Jika dalam

Page 119: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

214

program VBA 2010 keterlibatan pemerintah pusat sangat kecil karena hanya

merupakan program yang dicanangkan di tingkat pemerintah provinsi saja, maka

pada SWB 2011 keterlibatan peran pemerintah pusat cukup besar, karena

merupakan program nasional dimana keberhasilan atau kegagalan program ini

akan berimplikasi bagi citra dan kondite daerah di mata pemerintah pusat.

Kekhawatiran akan gagalnya program SWB 2011 di daerah di satu sisi, serta di

sisi yang lain timbulnya semangat untuk menyukseskan program agar

mendapatkan penghargaan dari pemerintah pusat sekaligus sebagai ajang

pembuktian diri bahwa provinsi Bangka Belitung mampu melakukan SWB 2011

dengan baik merupakan semacam faktor pendorong dan penarik yang memperkuat

munculnya koordinasi antar SKPD.

4.3.2. S i z e

Sebuah organisasi apalagi organisasi publik menurut Tachjan (2005:73)

memiliki ukuran yang berbeda-beda serta banyak jumlahnya yang disesuaikan

dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing.

Organisasi publik karena bersifat politis seringkali memiliki stakeholders

yang lebih banyak dan kompleks dibandingkan dengan organisasi swasta

Stakeholders dalam organisasi publik juga seringkali memiliki

kepentingan yang berbenturan antara yang satu dengan yang lainnya.

Karena itu output atau keluaran organisasi publik juga tidak hanya satu

tapi bermacam-macam seperti :”Good, service, politics, program

information”

Keluaran tersebut selain dinikmati oleh masyarakat atau warga negara, juga

dinikmati oleh oleh pejabat eksekutif dan legislatif. Size, ukuran atau besaran

organisasi dikatakan Scott (1998:256) dapat dianggap sebagai dimensi dari

Page 120: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

215

struktur organisasi seperti formalisasi atau sentralisasi. Ada juga yang

menyamakan size dengan kontekstual variabel yang mengukur permintaan untuk

produk dan jasa yang disediakan oleh organisasi yang strukturnya dapat menjadi

peluang atau justru penghambat bagi organisasi. Di bagian lain Alexander

(1995:311-312) menyatakan bahwa ukuran dari koordinasi antar organisasi dapat

dilihat dari dua hal yaitu dari jumlah organisasi yang terlibat, dan ukuran dari

organisasi-organisasi tersebut.

Jumlah organisasi sebenarnya berhubungan pula dengan complexity.

Semakin banyak organisasi yang terlibat akan semakin kompleks jaringan yang

tercipta. Hal ini terjadi karena komponen yang terdapat dalam complexity yaitu

heterogeneity dan defferentiation akan menyebabkan membesarnya jaringan.

Dalam kondisi antar organisasi seperti ini pada akhirnya menimbulkan adanya

organisasi-organisasi yang akan lebih mengembangkan spesialisasinya dan fokus

pada fungsi pengembangan.

Namun demikian, belum tentu semua jumlah organisasi yang banyak

akan menimbulkan tingkat kompleksitas yang tinggi, misalnya dalam hal

organisasi-organisasi yang tergabung bersifat sejenis seperti organisasi asosiasi

pengusaha atau perdagangan, atau asosiasi organisasi pembangunan perumahan

nasional yang jumlah anggota organisasinya cukup banyak atau seperti Kamar

Dagang Dan Industri (KADIN), tetapi mereka terspesialisasi dan fokus pada suatu

bidang tugas pekerjaan tertentu saja.

Sebenarnya agak sulit untuk melihat bagaimana ukuran dari bentuk antar

organisasi karena hal ini sangat dipengaruhi oleh struktur koordinasi antar

Page 121: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

216

organisasi, dan karena ukuran berhubungan dengan banyak variabel lainnya yang

secara jelas membuat perbedaan.

Bagaimanapun beberapa hal terkait ukuran dalam hubungan antar

organisasi ini dapat membuat perbedaan. Ukuran antar organisasi yang kecil

terbentuk dari beberapa organisasi-organisasi yang kecil yang relatif bisa

ditangani secara informal dan koordinasi antar organisasi yang tidak terlalu

terstruktur.

Kajian tentang besaran organisasi ini juga dilakukan oleh Robbins

(1994:176) yang menyatakan bahwa besaran organisasi dapat juga dilihat dari

jumlah pegawai, yaitu dengan perkiraan rentang 1500-2000 pegawai. Jika jumlah

pegawainya kurang dari 1500 cenderung disebut kecil dan kebalikannya apabila

jumlah pegawainya kurang lebih 2000 orang maka dapat dikategorikan organisasi

besar.

Dari sisi ukuran organisasinya koordinasi antar organisasi dalam

pembangunan pariwisata Bangka Belitung dapat dikatakan termasuk dalam

kategori yang tidak terlalu besar atau sedang. Jika dilihat dari jumlah pegawai

misalnya, maka yang setidaknya yang terlibat secara langsung dalam

kepentingan kepariwisataan terdapat sekitar 14 SKPD di pemerintah provinsi

Kepulauan Bangka Belitung yaitu Disbudpar, Bappeda, Dinas pertambangan,

Dinas Perindustrian Perdagangan, Dinas Perhubungan, Dinas Koperasi dan

UMKM, Dinas PU, Dinas Tenaga Kerja, Badan Koordinasi Penanaman Modal

Daerah, Dinas Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah, Dinas Pemuda dan

Olahraga, Dinas Pertanian, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Komunikasi dan

Page 122: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

217

Informatika. Sementara itu juga terdapat lagi 4 (empat) organisasi lainnya yang

berada di sektor swasta yaitu PHRI, ASITA, HPI, asosiasi airlines, dan beberapa

LSM yang bergerak di kepariwisataan, serta masyarakat. Apabila dijumlahkan

maka diperkirakan melibatkan pegawai berkisar sekitar 1500-2000 orang

bahkan mungkin lebih.

Dilihat dari ukuran anggota organisasi terlihat bahwa rata-rata masing-

masing SKPD memiliki ukuran yang juga tergolong sedang dengan tiga jenjang

struktur eselon yaitu eselon 2, eselon 3, dan eselon 4 yang total jumlah jabatan

strukturalnya berkisar antara 20-25 jabatan struktural di setiap SKPD.

Dalam menentukan ukuran koordinasi antar organisasi yang dilandasi oleh

dua karakter tadi yaitu jumlah organisasi dan ukuran dari anggota, serta pegawai

organisasi maka terlihat bahwa bentuk organisasi di dalam koordinasi

kepariwisataan Bangka Belitung dapat dimasukan dalam kategori yang terdiri dari

kombinasi jumlah organisasinya dan pegawai yang banyak dan ukurannya sedang

atau moderate. Dengan kombinasi seperti yang terjadi tersebut maka jika dilihat

bentuknya termasuk dalam kategori sangat besar.

Implikasinya maka ukuran organisasi koordinasi antar organisasi dalam

pembangunan pariwisata di Bangka Belitung yang tergolong besar tersebut akan

menyebabkan pula perlu adanya tingkat koordinasi yang tinggi sehingga

diperlukan upaya-upaya khusus dalam menjalin hubungan komunikasi antar

SKPD, serta organisasi swasta dan kemasyarakatan lainnya.

Page 123: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

218

4.3.3. Structure

Keberadaan sebuah organisasi antara lain dibentuk dengan maksud untuk

mencapai suatu tujuan. Dalam kehidupan keseharian terdapat banyak tujuan yang

juga harus diikuti dengan pemilihan bentuk organisasi yang disesuaikan pula

dengan kebutuhan. Dalam teori organisasi dikenal beberapa bentuk struktur

seperti yang dikemukakan Keban (2004:125) bahwa struktur organisasi

menunjukkan pola interaksi antara anggota organisasi, yang dapat dibedakan atas

bentuk klasik atau sering disebut (1) bentuk birokratik atau mekanis;(2) bentuk

link-pin; (3) bentuk proyek; dan (4) bentuk matriks. Menurut Daft (1992:179)

struktur organisasi ditentukan oleh tiga hal penting yaitu,

1. Organization structure design formal reporting relationship,

including the number of levels in hierarchy and the span of control

of managers and supervisors

2. Organization structure indentifies the groupiong together of

individuals into departemens and grouping of departements into

the total organization.

3. Organization structure includes design of systems to ensure

effective communication, coordination and integration of effort

across departments.

Semua hal itu memiliki keterkaitan dengan aspek vertikal maupun

horizontal organisasi yang sama-sama berhubungan dengan diferensiasi dan

spesialisasi. Kedua elemen pertama merupakan kerangka kerja strukur, dan

elemen ketiga merupakan pola interaksi di antara pegawai-pegawai organisasi,

sehingga ketidaktepatan dalam cara ini akan menyebabkan timbulnya

permasalahan. Hampir semua masalah dalam organisasi diakibatkan oleh struktur

organisasi. oleh karenanya struktur organisasi haruslah didesain dengan tepat dan

terus disempurnakan sesuai dengan perubahan lingkungan (Tachjan, 1995:72).

Page 124: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

219

Sedangkan menurut Alexander (1995:312) untuk struktur dalam jaringan

antar organisasi merupakan hasil dari kombinasi yang kompleks dari faktor-faktor

yang berinteraksi dalam proses yang dinamik dari evolusi sistem antar organisasi.

Konsekwensinya adalah ketika kita menyatakan bahwa struktur jaringan antar

organisasi akan lebih melembagakan struktur koordinasi antar organisasi,

maknanya adalah menggambarkan gabungan perubahan, dari pada

menggambarkan norma untuk desain kelembagaan. Pernyataan ini berarti

membedakan satu dimensi strukturasi dari dimensi yang lainnya. Keterpusatan

(centeredness) ini lebih kuat dari pada keterhubungan (connectedness), dimana

hal ini berkaitan langsung dengan munculnya atau lebih terlembaganya struktur

koordinasi antar organisasi.: kelompok-kelompok antar organisasi formal (seperti

lembaga pemerintahan dan komisi), unit-unit koordinasi , atau organisasi-

organisasi yang membentuk sistim koordinasi antar organisasinya dengan

struktur koordinasi antar organisasi.

Keterhubungan, melengkapi keterpusatan dalam jaringan antar organisasi.

Pengaturan antar organisasi dengan jaringan keterhubungan lebih mendorong

munculnya koordinasi informal. Keterhubungan jaringan mengembangkan

kemampuan manajerialnya sendiri dan mengurangi tingkat ketergantungannya

pada kelembagaan struktur koordinasi antar organisasi, yang terlihat dalam

beberapa kasus keberhasilan jaringan-jaringan informal.

Dengan mengamati kenyataan yang terjadi pada jaringan koordinasi antar

organisasi yang berlangsung dalam pembangunan kepariwisataan di Bangka

Belitung, maka struktur yang ada lebih mendekati pada bentuk struktur yang

Page 125: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

220

tingkat keterpusatan dan keterhubungannya masih lemah yang berarti masih

dalam tingkatan sentralisasi sangat rendah atau tidak /belum terstruktur.

Kondisi struktur seperti ini dapat dilihat dari masih lemahnya

keterhubungan koordinasi antar organisasi, baik oleh karena masih kuatnya ego

sektor yang dimiliki oleh masing-masing SKPD, maupun belum munculnya upaya

koordinasi yang semestinya dilakukan oleh Disbudpar dan Bappeda mulai dari

proses perencanaan, pemantauan dan evaluasi berbagai kegiatan yang

berhubungan dengan pembangunan kepariwisataan.

4.3.4. Complexity

Di dalam sebuah organisasi yang dimaksudkan dengan complexity adalah

kerumitan dalam organisasi karena timbulnya satuan-satuan kerja yang

disebabkan adanya diferensiasi pekerjaan, baik horizontal, vertikal, maupun

spasial (Tachjan:2005:78). Diferensiasi tercipta karena semula dimaksudkan

sebagai upaya untuk mempermudah dan mewujudkan efisiensi dan efektivitas

dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi. sebagai akibatnya diferensiasi

menimbulakan perbedaan satuan-satuan kerja yang menyebabkan diperlukannya

koordinasi, komunikasi dan pengawasan agar semua kegiatan yang dilakukan

tetap mengarah kepada satu tujuan (Jones:1995:50).yang sama.

“Differentiation is the process by which an organization allocates people

and resources to organizational task and establish the tasks and autority

relationship that allow the organization to achieve its goals”

Diferensiasi merupakan suatu proses, dimana organisasi mengalokasikan

orang-orang dan sumber daya pada pekerjaan dan menetapkan tugas pekerjaan

Page 126: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

221

serta hubungan otoritas agar organisasi dapat mencapai tujuan. Menurut Tachjan

(1995:78-83) diferensiasi dapat dibagi ke dalam tiga jenis yaitu: diferensiasi

horizontal, vertikal, dan spasial. Diferensiasi horizontal berhubungan dengan

pembagian kerja ke samping yang dikelompokan dalam unti-unit berdasarkan atas

orientasi para anggotanya., sifat dan tugas yang mereka laksanakan, tingkat

pendidikan serta pelatihannya. Diferensiasi horizontal ini akan menimbulkan

spesialisasi kerja yang bersifat fungsional maupun sosial. Spesialisasi yang

fungsional, pekerjaan dipecah-pecah menjadi tugas yang sederhana dan berulang,

sehingga pegawai memiliki kemampuan substansi. Sedangkan spesialisasi sosial

adalah para individunya yang dispesialisasi, bukan pekerjaanya.

Diferensiasi vertikal, mengarah kepada pembagian kerja atau spesialisasi

kerja secara hirarkis yang berhubungan dengan pembentukan dan pembagian

otoritas formal sebagai dasar untuk bertindak (diskresi) dalam pengkoordinasian,

komunikasi, dan pengawasan terhadap dan di antara unit-unit kerja dalam

organisasi.

Diferensiasi spasial, merupakan hal yang berhubungan dengan perluasan

organisasi secara geografis. organisasi dapat melakukan aktivitas yang sama

dengan tingkat diferensiasi horizontal dan vertikal di berbagai lokasi, namun

keberadaan berbagai lokasi tersebut akan meningkatkan pula kompleksitas yang

merujuk pada jarak lokasi, fasilitas dan penyebaran para pegawai secara geografis.

Dalam hubungannya dengan karakter jaringan antar organisasi, menurut

Alexander (1995:313-315) complexity merupakan hal penting yang

mempengaruhi ketepatan atau kecocokan struktur koordinasi antar organisasi,

Page 127: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

222

namun hal ini juga berhubungan dengan karakter-karakter dari jaringan antar

organisasi dalam berbagai bentuknya. Menurutnya ada dua dimensi dari

complexiy, yaitu heterogenitas dan diferensiasi. Jika diferensiasi dalam suatu

organisasi telah dijelaskan dimuka, maka heterogenitas disini dimaksudkan

sebagai lawan dari homogenitas yang ada dalam organisasi-organisasi yang

tergabung dalam jaringan. Misalnya organisasi yang tergabung dalam suatu

jaringan merupakan orgaisasi-organisasi yang sama bidang pekerjaannya.

Dilihat dari sisi deferensiasi maka koordinasi antar organisasi dalam

pembangunan pariwisata di Bangka Belitung dapat digolongkan ke dalam bentuk

kategori sedang, karena dari diferensiasi horizontal terdapat pembagian

pengelompokan bidang kerja yang cukup luas dalam hal ini yang terkait langsung

adalah 14 SKPD, 4 organisasi swasta, dan LSM. Untuk diferensiasi vertikal masih

dapat dikategorikan dalam ukuran yang tidak terlalu tinggi karena hanya melibat

tiga jenjang eselon, dan dua tingkat pemerintahan yaitu pemerintah daerah

provinsi dan pemerintah kabupaten/kota bagi SKPD yang memiliki Unit

Pelayanan Teknis Daerah (UPTD). Dari sisi diferensiasi spasial maka sebaran

kegiatan yang menjadi urusan koordinasi pembangunan pariwisata tersebar di

tujuh kabupaten/kota muai dari wilayah daratan sampai laut yang terdiri dari

permukaan laut sampai ke dalam atau dasar lautnya.

Heterogenitas organisasi yang terkait dengan koordinasi pembangunan

pariwisata Bangka Belitung cukup tinggi jika dilihat dari banyaknya keterlibatan

organisasi pemerintahan (14 SKPD) yang mewakili kepentingan sektornya

masing-masing di bidang pemerintahan, organisasi profesi (4 organisasi) di bidang

Page 128: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

223

swasta, dan LSM yang menangani aspek kemasyarakatan. Dengan demikian di

dalam complexity maka dapat dikategorikan berbentuk kompleksitas sedang.

4.3.5. Autonomy

Otonomi jaringan dipengaruhi oleh dua karakter yaitu keterbukaan

jaringan dengan lingkungannya, serta ketergantungan koordinasi antar organisasi

dengan lingkungannya yang disertai sumber daya yang terbatas. Jika dilihat dari

konteks otonomi jaringan maka peran lingkungan organisasi menjadi faktor

penting, karenanya perlu dicermati apakah yang dimaksud dengan lingkungan

organisasi tersebut.

Secara sederhana lingkungan dapat didifenisikan sebagai seluruh elemen

yang terdapat di luar batas-batas organisasi, yang mempunyai potensi untuk

mempengaruhi sebagian atau keseluruhan organisasi (Supriyatna dkk, 2011:2.5).

Lingkungan dapat dikelompokan menjadi lingkungan eksternal yang dapat dibagi

menjadi elemen aksi langsung (direct action element) dan elemen aksi tidak

langsung (indirect action element) dan lingkungan internal. Element aksi

langsung sering juga disebut dengan pihak-pihak yang berkepentingan atau

stakeholder, sedangkan yang termasuk elemen aksi tidak langsung diantaranya

adalah teknologi, ekonomi, politik, dan sebagainya.

Lingkungan menjadi penting dalam hubungannya dengan organisasi

karena dua hal (Bryant dan White, 1989:65). Pertama, lingkungan dapat

menyediakan sumber-sumber daya, dan kedua, lingkungan menawarkan batas

atau kendala. Dari sudut pandang ini maka semua tindakan organisasi sebenarnya

merupakan cara untuk menangani kesempatan atau ancaman yang datang dari

Page 129: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

224

lingkungan. Koordinasi dengan demikian bukan hanya semata-mata sebagai upaya

untuk melakukan perpaduan spesialisasi, tetapi yang utama koordinasi adalah cara

menanggulangi permintaan dan tuntutan yang datang dari luar.

Keterbukaan jaringan berhubungan dengan jumlah dan intensitas interaksi

dari anggota organisasi yang menghubungkan hal ini dengan jaringan

kelembagaan. Sehingga semakin terstruktur jaringan akan lebih meningkatkan

otonomi. Alasannya adalah hubungan yang tinggi yang diasosiasikan dengan

struktur berarti jaringan akan lebih banyak berinteraksi secara intensif dengan

lingkungannya untuk mencapai keterbukaan.

Kondisi otonomi dalam koordinasi antar organisasi yang ada dalam

pembangunan pariwisata Bangka Belitung memperlihatkan bahwa baik dari sisi

dependency maupun openess masih tergolong rendah atau kecil yang tergambar

dari kondisi koordinasi yang tingkat ketergantungannya masih sangat tinggi pada

atasan atau pemerintahan pusat serta keterbukaan yang rendah karena masih

dominannya fragmentasi yang terjadi antar SKPD yang terkait.

Rendahnya keterbukaan ini juga antara lain yang menyebabkan kurangnya

komunikasi antar SKPD yang dapat dikatakan sebagai memiliki otonomi rendah.

4.3.6. Misson

Misi merupakan tujuan apa yang ingin dicapai dan akan dilakukan oleh

suatu organisasi di masa depan. Bryson (1995:28) menyatakan bahwa misi

selayaknya disandingkan dengan istilah mandat, yang merupakan alasan

keberadaan suatu organisasi. “An organization’s mission, in tandem with its

mandates, provides its raion d’etre, the social justification for its existence”.

Page 130: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

225

Sementara itu dalam bahasa Tribe (1997:8) menyatakan bahwa misi organisasi

dapat menyangkut hal-hal berikut:

“- What organization is trying to achieve

- What its purpose or aim is

- What it is trying to head in the mediun long term”.

Misi merupakan apa yang akan dicapai oleh sebuah organisasi, apa yang

menjadi tujuan organisasi, dan apa yang menjadi pegangan bagi organisasi baik

dalam jangka menengah maupun jangka panjang. Sebagai tujuan dari sebuah

organisasi maka keberadaan misi dapat pula dinyatakan bahwa, misi yang dimiliki

oleh sebuah organisasi akan mempengaruhi para stakeholder yang terkait dalam

organisasi tersebut. Schein (2004:90) menyatakan bahwa misi organisasi akan

membuat isu yang multi komplek manakala fungsi utama dari organisasi harus

dipertahankan. Menururt Bryson, bagi organisasi yang bersifat non profit seperti

organisasi publik maka misi orgnisasi tersebut akan membuatnya mencari

kebutuhan sosial dan politik yang akan dipenuhi.

Bryson (1995;28) menyatakan bahwa mengindentifikasi misi bukan hanya

sekedar melihat keberadaan suatu organisasi saja, akan tetapi juga akan berguna

untuk mengurangi konflik dalam organisasi serta menjadi ruang diskusi dan

aktifitas produksi. Misi yang baik akan mampu menjadi inspirasi bagi seluruh

stakeholder kunci, utamanya pekerja. Misi organisasi dalam jaringan antar

organisasi adalah fungsi atau tujuan yang organisasi-organisasi melakukan

kegiatan dan berinteraksi bersama untuk mencapai keinginan bersama. Misi disini

dibedakan dengan struktur tugas koordinasi antar organisasi yang biasanya

Page 131: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

226

memiliki beberapa dimensi. Skala atau tingkatan misi jaringan dapat diasosiasikan

dengan karakteristik lainnya seperti size dan complexity.

Ada dua faktor yang dapat menggambarkan skala misi. pertama adalah

scope: yaitu intensitas dan jangka waktu dari interaksi antara organisasi dengan

permintaannya dan bagaimana makna hubungan transaksi yang berlangsung antar

organisasi. Kedua, adalah complexity dari misi, yaitu bagaimana ketidakpastian

dan perbedaan yang ada dalam anggota organisasi membantu misi jaringan yang

ada dan pada tingkatan spesialisasi dan diferensiasi yang bagaimana hal itu

terjadi.

Dengan berpegang pada penjelasan tersebut maka akan dicermati kembali

Visi dan misi yang terdapat dalam RIPPDA Kepulauan Bangka Belitung adalah :

Visi: " Terwujudnya kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2013 sebagai Daerah

Tujuan Wisata (DTW) utama di Kawasan Barat Indonesia yang berdaya saing

tinggi dengan menampilkan perpaduan keragaman kebudayaan daerah serta

kekuatan potensi wisata bahari melalui pemanfaatan secara terkendali,

berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan."

Misi:

1. Penciptaan citra pariwisata Kepulauan Bangka Belitung yang

berbasiskan potensi wisata bahari dan kekhasan budaya pesisir sebagai

identitas provinsi.

2. Peningkatan daya saing pariwisata Kepulauan Bangka Belitung melalui

pengembangan kawasan wisata unggulan provinsi yang memiliki

keunggulan produk wisata dan keterpaduan dalam pengelolaan.

2. Penerapan perencanaan dan pengelolaan produk wisata yang

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

3. Peningkatan kualitas lingkungan fisik, sosial, budaya, dan ekonomi

masyarakat Kepulauan Bangka Belitung melalui pengembangan

pariwisata.

Page 132: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

227

4. Peningkatan apresiasi masyarakat terhadap pariwisata Kepulauan

Bangka Belitung yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Dilihat dari skala misi maka jangka waktu yang dijadikan batasan dalam

pencapaian visi pada Rencana Induk sebenarnya tidak terlalu jauh bahkan sangat

dekat jika dilihat yaitu pada tahun 2013 saja. Untuk skala misi pariwisata di dalam

RPJMD yang merupakan semacam janji dari kepala daerah terpilih juga hanya

dalam kurun waktu lima tahun yaitu 2007-2012. Dilihat dari sudut complexity

masih tergolong cukup kompleks karena sektor yang mendukung pengembangan

kepariwisataan rata-rata memiliki tingkat diferensiasi dan spesialisasi perbedaan.

Keterkaitan beberapa SKPD seperti Bappeda, Dinas Perhubungan, Dinas

Pertambangan dan Energi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (sebenarnya

masih banyak lagi SKPD, atau dapat juga dikatakan bahwa hampir semua SKPD

memiliki keterkaitan baik langsung maupun tidak langsung, hanya saja penelitian

ini membatasinya agar dapat lebih fokus dan terarah-pen), serta keterlibatan yang

kuat dari kalangan swasta dan masyarakat dalam hal ini LSM pada upaya

pembangunan pariwisata di Kepulauan Bangka Belitung terlihat cukup beragam.

Dengan kondisi seperti demikian maka untuk misi dapat dikategorikan berada

pada jaringan yang dari sisi “task scope” rendah, dan pada complexity termasuk

sedang, atau berada pada yang termasuk rendah tingkat pekerjaan yang harus

dilakukan

Jenis jaringan yang telah diteliti untuk koordinasi antar organisasi pada

pembangunan pariwisata di Kepulauan Bangka Belitung maka dapat dilihat bahwa

dari keenam aspek jaringan mulai dari interdependence, size, structure,

Page 133: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

228

complexity, autonomy, dan mission terlihat bahwa sebenarnya hanya pada aspek

mission saja yang memberikan sumbangan yang mendorong kemudahan

bekerjanya koordinasi antar organisasi di antara sesama SKPD pemerintah

provinsi. Kelima aspek jaringan lainnya justru terjadi hal yang mengarah pada

hambatan bagi terjadinya proses koordinasi antar organisasi. Dengan kata lain

dapat dinyatakan bahwa karakter koordinasi antar organisasi dalam pembangunan

pariwisata di Kepulauan Bangka Belitung belum siap mendukung

berlangsungnya koordinasi secara efektif, terutama pada koordinasi antar SKPD

di jajaran pemerintah provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kondisi ini seperti

yang disampaikan oleh Pratikno (ed) (2007:29) yang menyatakan bahwa:

“jika hubungan antar lembaga daerah tidak terjalin dengan baik maka,

akan terjadi berbagai permasalahan: misscommunication, missperception,

missmacth, dan menginterpretasikan tugas dan fungsi masing-masing

lembaga pemerintah daerah. Akibatnya akan muncul berbagai kesenjangan

antara tujuan yang telah ditetapkan organisasi dengan sasaran yang

dihasilkan, disamping akan muncul pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan

yang tumpang tindih (overlapping), sehingga membingungkan masyarakat

daerah”.

Karakter jaringan koordinasi antar organisasi yang ada dalam

pembangunan pariwisata Bangka Belitung jika dilihat dengan pendekatan di atas

maka dapat digambarkan sebagai mendekati bentuk yang memiliki:

Interdependence atau Ketergantungan sekuensial ; Size yang berbentuk besar

mendekati sangat besar,; Struktur yang ada bersifat tidak terstruktur; Complexity

berbentuk sedang; Otonomi yang berlangsung sedang; dan Mission yang rendah.

Mengikuti alur yang disarankan oleh Alexander untuk gambaran karakter

jaringan seperti yang ada di Kepulauan Bangka Belitung, maka selayaknya

Page 134: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

229

strategi koordinasi yang dilakukan dalam konteks dimensi waktu adalah dengan

apa yang dinyatakan Alexander sebagai anticipatory coordination, yang di satu

sisi menggunakan pengorbanan yang lebih sedikit dibandingkan koordinasi yang

lain, dan di sisi selanjutnya, penggunaan koordinasi dengan anticipatory ini

mengharuskan pihak-pihak sejak awal sudah mulai terlibat atau dilibatkan mulai

dari pembuatan perencanaan, pelaksanaan, umpan balik dan pengendalian.

Apabila selama ini pendekatan strategi koordinasi dalam perencanaan

yang dilakukan lebih banyak secara kultural dengan kooptasi, Public Relations, &

influence, yang terlihat dari upaya-upaya sebatas persuasi dengan mengandalkan

media massa dan media luar ruang yang juga tidak dijalankan secara efektif

karena adanya alasan keterbatasan anggaran dan SDM yang belum memadai,

maka ke depan akan lebih baik jika strategi yang dijalankan adalah strategi

communicative. Dengan penerapan strategi ini maka yang dikedepankan adalah

adanya pertukaran informasi, pelaksanaan negosisai, serta penciptaan dan

pengembangan networking. Untuk itu dibutuhkan pengembangan kualitas SDM

dan ketrampilan dalam pelaksanaannya. Pertukaran informasi memerlukan

pemahaman akan sumberdaya apa yang dimiliki serta tidak dimiliki yang

dibandingkan dengan sumber daya yang ada pada pihak-pihak lainnya. Demikian

pula dengan negosiasi dimana diperlukan ketrampilan komunikasi yang memadai

guna meyakinkan pihak-pihak yang diajak berunding bahwa apa yang ditawarkan

baik itu pertukaran sumber daya atau kerjasama akan memberikan manfaat lebih

bagi para pihak.

Pada pelaksanaan kegiatan yang selama ini dilakukan dengan berbagai

Page 135: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

230

strategi seperti strategi informational dengan sektor pertambangan, cultural dan

communicative dengan pihak Disperindag dan perhubungan, maka masih dapat

disempurnakan dengan mengembangkan strategi control di sektor pertambangan

misalnya. Hal ini sangat diperlukan melihat kecepatan berkembangnya kawasan

pertambangan utamanya yang bersifat ilegal yang merambah sampai ke tempat-

tempat yang sebenarnya dilarang untuk digarap, termasuk di kawasan lindung dan

kawasan pariwisata. Dengan penekanan pada strategi Control diharapkan pola

hubungan yang tercipta akan lebih menekankan aspek reward dan punishment

yang jelas, utamanya kepada para pengawas dan pengendali mulai dari level

perencana kebijakan sampai kepada pelaksana di lapangan.

Demikian pula halnya dengan strategi yang dikembangkan kepada

Disperindag, akan lebih tepat apabila dilakukan pendekatan fungsional yang

mengembalikan lagi fungsi Dinas Perindag sebagai pembina dan pembuat

kebijakan di bidang perindustrian perdagangan dalam konteks memajukan industri

yang berkaitan dengan kepariwisataan. Jika selama ini banyak hal yang terkesan

saling menunggu antara Disbudpar dan Dinas Perindustrian, maka ke depan

masing-masing pihak harus melakukan koordinasi fungsional dengan fungsi

utama merekatkan kepentingan yang langsung berhubungan antara permintaan di

sektor pariwisata dengan produk perindustrian dan perdagangan yang ada. Pihak

pariwisata dapat menyampaikan bagaimana selera dan kebutuhan pasar dan ikut

mempromosikan, sedangkan perindag melakukan standarisasi ketrampilan dan

produk guna memenuhi kebutuhan dimaksud.

Sektor perhubungan lebih memerlukan strategi kooperatif, dimana upaya

Page 136: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

231

strategi koordinasi dapat dimulai dari menyampaikan informasi akan kebutuhan-

kebutuhan termasuk rencana pengembangan destinasi, serta berbagai even yang

dapat dikerjasamakan penggarapan fasilitas transportasinya. Khusus untuk

angkutan umum darat pola subsidi perlu dipertimbangkan untuk dikembangkan

dalam upaya memancing pihak swasta untuk berinvestasi di awal kegiatan, dan

perlahan-lahan dilepas jika pasar (pariwisata) yang tercipta sudah memadai.

Dalam hal perbaikan pelayanan perhubungan udara, adanya kesan bahwa

dominasi sebuah maskapai penerbangan pada rute Jakarta-Babel, selayaknya

disikapi dengan mengundang maskapai-maskapai lain, serta mengundang pihak

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), guna membuktikan kebenaran dari

dugaan yang banyak beredar di berbagai kalangan pelaku pariwisata. Karenanya

pihak Disbudpar dan Dinas Perhubungan hendaknya lebih berperan aktif

mencarikan solusi penurunan harga tiket untuk meningkakan posisi tawar paket-

paket pariwisata ke Babel.

Pada tahap pemantauan, umpan balik dan pengendalian yang selama ini

terkesan sangat lemah, maka jika pendekatan kultural diubah menjadi pendekatan

control, kemungkinan perbaikan akan tercipta lebih luas. Namun diperlukan

keterlibatan dan komitmen pihak-pihak berwenang utamanya para atasan dalam

mengeksekusi pendekatan ini. Karena otoritas pemberian sanksi dan penghargaan

sangat perlu ditekankan terutama di tahap awal ketika strategi control ini akan

diterapkan guna melakukan semacam schock therapy dalam menarik keseriusan

pihak-pihak yang dipantau dan dikendalikan.

Strategi yang dilakukan dengan kalangan swasta dan masyarakat perlu

Page 137: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

232

terus dijaga bahkan dikembangkan dengan lebih baik, misalnya dengan

menciptakan semacam forum bagi swasta dan masyarakat untuk bersinergi dalam

memajukan pariwisata, sehingga pengembangan pariwisata tidak semata-mata

dianggap sebagai tugas pemerintah saja akan tetapi juga merupakan kerja bersama

antara pemerintah, swasta dan masyarakat.

Dengan demikian jika melihat pembahasan yang telah dilakukan maka

pada koordinasi berdasarkan dimensi waktu dalam pembangunan pariwisata di

Babel, strategi yang dilakukan pada masing-masing tahapan kegiatan dapat lebih

disempurnakan dengan menerapkan pula strategi berikut:

Tabel 4. 7. Karakter Jaringan dan Strategi Koordinasi Pembangunan Pariwisata di

Kep. Bangka Belitung (Dimensi Waktu)

Sumber : Hasil penelitian 2012

Karakter

Jaringan

Strategi Koordinasi

Dimensi Waktu

Strategi Koordinasi

Faktual

Strategi

Koordinasi

Rekomendasi

Interdependence:

Sekuensial

Size: Besar

Structure: Tidak

terstruktur

Complexity:

Sedang

Autonomy:

Sedang

Mission: Rendah

1. Perencanaan:

a.Kesiapan stakeholder

b.Pertimbangan thd

tujuan

c.Keterbukaan dalam

proses

d.Rekomendasi

Cultural dengan kooptasi,

Public Relations, &

influence

Cultural sepihak

Cultural

Cultural

Communicative

Communicative

Communicative

Communicative

2. Pelaksanaan:

a.Distamben

b.Disperindag

c.Dishub

Cooperative

Cultural

Cultural&Communicativ

e

Control

Fungsional

Cooperative

3.Pemantauan, Umpan

balik, & pengendalian

Cultural Control

4.Organisasi swasta dan

masyarakat

Cultural & commu-

nicative

Cultural & com-

municative

Page 138: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

233

4.4. Strategi Manajemen Jaringan

Kickert, Klijn dan Koppenjan (1999 dalam Pratikno, 2008) menawarkan

sebuah pendekatan yaitu dengan memanfaatkan pendekatan strategi manajemen

jaringan guna memadukan karekter jaringan yang ada dengan strategi. Gambaran

karakter jaringan koordinasi antar organisasi dalam pembangunan pariwisata yang

ada memperlihatkan bahwa dalam merangkum sinergi yang terlembaga dan

berkelanjutan dibutuhkan tindakan-tindakan penting.

Pertama, pengembangan strategi-strategi, baik dalam Game Management

maupun Network structuring bukanlah sebagai sesuatu yang terpisah, melainkan

harus dirancang untuk membangun hubungan dualitas. Ketika hubungan atau

kohesivitas antar pelaku jaringan pada umumnya belum terlalu kuat, seperti yang

terlihat pada kondisi yang ada di Bangka Belitung, sedangkan hambatan yang

berbentuk kelembagaan sangat besar dalam membangun jaringan, maka yang

seharusnya dikembangkan adalah strategi yang diarahkan sekaligus pada dua

tahapan. Pada tahapan pertama yang harus diperhatikan ialah memperkuat

kohesivitas jaringan dan sekaligus juga di tahapan kedua dengan melakukan

upaya memperlemah hambatan kelembagaan yang ada.

Melalui cara ini maka, akan mampu dipetakan pada tahapan mana strategi

itu dikembangkan. Dengan mengetahui sisi-sisi mana yang kuat dan yang lemah,

dengan membandingkan antara daya hambat struktur dan kapasitas pelaku

jaringan, maka sarana-sarana manajemen jaringan bisa diformulasikan pada

wilayah yang tepat.

Page 139: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

234

Karakter yang menghambat pada struktur jaringan dalam pembangunan

pariwisata di Babel yang diwakili oleh unsur-unsur Size, Complexity, dan

Structure. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh masing-masing yang

memperlihatkan, Size: berbentuk besar, Complexity: yang tidak terlalu rumit atau

sedang, dan Structure: tidak terstruktur. Dengan kata lain bahwa keberadaan

struktur jaringan yang ada belum dapat menjadi faktor pendorong bagi kuatnya

koordinasi yang tercipta atau masih menjadi penghambat lembaga. Hal dimaksud

nampak dari: pertama, keberadaan Size yang berbentuk besar bahkan cenderung

sangat besar, yang akan memberikan beban berat pada tugas-tugas koordinasi,

utamanya dalam koordinasi horizontal seperti pada kasus pembangunan

pariwisata. Kedua, dari sisi complexity yang sedang serta yang tidak diimbangi

dengan adanya kondisi structure yang bersifat tidak terstruktur akan lebih

menambah sulit dilakukannya koordinasi antar organisasi. Dengan kata lain dapat

juga dikatakan bahwa koordinasi yang berlangsung belum melembaga dan tidak

mempunyai pola yang jelas, baku dan teratur. Untuk itu diperlukan strategi yang

mampu mendorong terjadinya pola koordinasi yang strukturnya semakin

melembaga.

Pada pola hubungan kohesivitas antar aktor yang ada dalam jaringan

yang antara lain dapat dilihat pada unsur interdependence, Autonomy, dan

Mission. Dari hasil penelitian terlihat bahwa untuk Interdependence: berbentuk

sekuensial, Autonomy: berbentuk sedang, dan Mission:tergolong pada bentuk yang

rendah. Kondisi ini memperlihatkan masih belum padunya hubungan antar aktor

Page 140: BAB IV KOORDINASI ANTAR ORGANISASI DALAM …media.unpad.ac.id/thesis/170130/2009/170130090563_4_1187.pdf · Kabupaten Belitung Timur, serta satu kota, yaitu Kota Pangkalpinang. Provinsi

235

yang ada sehingga perlu dilakukan peningkatan kualitas hubungan yang

berlangsung antar pelaku dalam jaringan koordinasi yang ada.

Melalui adopsi terhadap strategi manajemen jaringan dalam kerangka

strukturasi seperti yang dikemukakan oleh Klijn dan Teisman (1999:106 dalam

Pratikno, 2008:14) maka pendekatan strategi yang disarankan untuk memperkuat

koordinasi dalam pembangunan pariwisata di Bangka Belitung adalah dengan

menggabungkan strategi Game Management dengan strategi Network Structuring

berupa:

GM: Covenanting: Mengeksplorasi persamaan dan perbedaan persepsi

antar aktor, dan menjajagi untuk menselaraskan tujuan bersama.

NS: Network (de) activation : Melibatkan aktor-aktor baru atau mengubah

posisi dari aktor yang ada; memobilisasi koalisi-koalisi baru. Sekaligus dilakukan

juga strategi Reconstitutionalism: yaitu Mengubah kebijakan, aturan dan

sumberdaya dalam jaringan secara fundamental.

Melalui tiga jenis strategi yang terdiri dari satu strategi GM dan dua

strategi NS tersebut di atas maka di level relasi atau hubungan antar aktor yang

menuju keselarasan tujuan akan menggerakan organisasi dimana dia berada dan

pada gilirannya akan terjadi perubahan menuju kohesivitas yang semakin baik.

Sedangkan melalui dua strategi NS dengan masuknya aktor baru yang mendorong

koalisi baru, serta perubahan aturan dan sumberdaya secara fundamental dalam

memfasilitasi struktur yang diharapkan akan semakin cepat mengurangi hambatan

kelembagaan yang ada.