bab iv kp balangan coal
TRANSCRIPT
BAB IV
DASAR TEORI
4.1 Dasar Teori
4.1.1 Pembentukan Batubara
Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah
batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya
adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-
unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.
Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia
yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisis unsur
memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan
C240H90O4NS untuk antrasit.
Batubara terbentuk pada daerah-daerah rawa yang memiliki vegetasi dengan
sistem pengairan yang jelek dalam kondisi reduksi. Rawa-rawa tersebut dapat terjadi
di sungai bermeander, paparan delta, dan dataran pantai yang sering berasosiasi
dengan laguna.
Proses tumbuhan menjadi batubara bermula dari akumulasi tumbuh-
tumbuhan di tempat setelah tumbukan tersebut ditransportasikan. Akumulasi
batubara tersebut berlangsung di daerah dengan drainase yang tidak baik
sirkulasinya sehingga menimbulkan kondisi anaerob atau kondisi kekurangan
oksigen. Akibatnya organisme pembusuk tidak aktif dan menyebabkan tumbuh-
tumbuhan terawetkan disertai proses karbonisasi. Setelah akumulasi berlangsung,
fasa proses sedimentasi oleh material lain menutupi bagian atasnya.
Fasa tumbuhan menjadi batubara terjadi melalui beberapa tingkatan, yaitu
pertama perubahan menjadi peat (gambut), dan seterusnya bisa menjadi lignit,
brown coal, coal, dan antrasit. Perubahan dari gambut menjadi lignit diakibatkan
proses diagnosis dan dari lignit menjadi brown coal atau sampai menjadi antrasit
diakibatkan proses metamorfosa. Perubahan itu tidak sama untuk semua tempat
karena dipengaruhi oleh waktu (umur), temperature, tekanan atau tektonik.
4.2Tinjauan Umum Air
4.2.1 Pengertian Air
Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan. Makhluk
hidup di muka bumi ini tak dapat terlepas dari kebutuhan akan air. Air merupakan
kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, sehingga tidak ada kehidupan
seandainya di bumi tidak ada air. Namun demikian, air dapat menjadi malapetaka
bilamana tidak tersedia dalam kondisi yang benar, baik kualitas maupun
kuantitasnya. Air yang relatif bersih sangat didambakan oleh manusia, baik untuk
keperluan hidup sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk kebersihan sanitasi
kota, maupun untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya.
Istilah pencemaran air atau polusi air dapat dipersepsikan berbeda oleh satu
orang dengan orang lainnya mengingat banyak pustaka acuan yang merumuskan
definisi istilah tersebut, baik dalam kamus atau buku teks ilmiah. Pengertian
pencemaran air juga didefinisikan dalam Peraturan Pemerintah, sebagai turunan
dari pengertian pencemaran lingkungan hidup yang didefinisikan dalam undang-
undang. Dalam praktek operasionalnya, pencemaran lingkungan hidup tidak pernah
ditunjukkan secara utuh, melainkan sebagai pencemaraan dari komponen-
komponen lingkungan hidup, seperti pencemaran air, pencemaran air laut,
pencemaran air tanah dan pencemaran udara. Dengan demikian, definisi
pencemaran air mengacu pada definisi lingkungan hidup yang ditetapkan dalam UU
tentang lingkungan hidup yaitu UU No. 23/1997.
Dalam PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran
air didefinisikan sebagai : “pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya
mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiaan
manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya” (Pasal 1, angka 2). Definisi
pencemaran air tersebut dapat diuraikan sesuai makna pokoknya menjadi 3 (tga)
aspek, yaitu aspek kejadian, aspek penyebab atau pelaku dan aspek akibat
(Setiawan, 2001).
Berdasarkan definisi pencemaran air, penyebab terjadinya pencemaran dapat
berupa masuknya mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air
sehingga menyebabkan kualitas air tercemar. Masukan tersebut sering disebut
dengan istilah unsur pencemar, yang pada prakteknya masukan tersebut berupa
buangan yang bersifat rutin, misalnya buangan limbah cair. Aspek pelaku/penyebab
dapat yang disebabkan oleh alam, atau oleh manusia. Pencemaran yang
disebabkan oleh alam tidak dapat berimplikasi hukum, tetapi Pemerintah tetap harus
menanggulangi pencemaran tersebut. Sedangkan aspek akibat dapat dilihat
berdasarkan penurunan kualitas air sampai ke tingkat tertentu. Pengertian tingkat
tertentu dalam definisi tersebut adalah tingkat kualitas air yang menjadi batas antara
tingkat tak-cemar (tingkat kualitas air belum sampai batas) dan tingkat cemar
(kualitas air yang telah sampai ke batas atau melewati batas). Ada standar baku
mutu tertentu untuk peruntukan air. Sebagai contoh adalah pada UU Kesehatan No.
23 tahun 1992 ayat 3 terkandung makna bahwa air minum yang dikonsumsi
masyarakat, harus memenuhi persyaratan kualitas maupun kuantitas, yang
persyaratan kualitas tentang dalam Peraturan Mentri Kesehatan No. 146 tahun
1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air. Sedangkan parameter
kualitas air minum/air bersih yang terdiri dari parameter kimiawi, fisik, radioaktif dan
mikrobiologi, ditetapkan dalam PERMENKES 416/1990 (Achmadi, 2001). Air yang
aman adalah air yang sesuai dengan kriteria bagi peruntukan air tersebut.
4.2.2 Sumber Air
Air yang ada di permukaan bumi berasal dari beberapa sumber. Berdasarkan
letak sumbernya air dibagi menjadi tiga, yaitu air hujan, air permukaan dan air tanah.
Air hujan merupakan sumber utama dari air di bumi. Air ini pada saat pengendapan
dapat dianggap sebagai air yang paling bersih, tetapi pada saat di atmosfer
cenderung mengalami pencemaran oleh beberapa partikel debu, mikroorganisme
dan gas (misal : karbon dioksida, nitrogen dan amonia).
Air permukaan meliputi badan-badan air semacam sungai, danau, telaga,
waduk, rawa dan sumur permukaan. Sebagian besar air permukaan ini berasal dari
air hujan dan mengalami pencemaran baik oleh tanah, sampah dan lainnya. Air
tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi, kemudian mengalami 8
penyerapan ke dalam tanah dan penyaringan secara alami. Proses-proses ini
menyebabkan air tanah menjadi lebih baik dibandingkan air permukaan (Chandra,B.,
2007).
4.2.3 Karakteristik Air
4.2.3.1 Karakteristik Fisika Air
Karakteristik fisika air meliputi: kekeruhan, suhu, warna, zat padat terlarut,
bau dan rasa. Penyebab terjadinya kekeruhan dapat berupa bahan organik maupun
anorganik, seperti lumpur dan limbah industri. Suhu air mempengaruhi jumlah
oksigen terlarut. Makin tinggi suhu air, jumlah oksigen terlarut makin rendah. Warna
air dapat dipengaruhi oleh adanya organisme, bahan berwarna yang tersuspensi
dan senyawa-senyawa organik. Bau dan rasa dapat disebabkan oleh adanya
organisme dalam air seperti alga, juga oleh adanya gas Hsenyawa organik yang
berlangsung secara anaerobik (Hanum, F., 2002).
4.2.3.2 Karakteristik Kimia Air
Karakteristik kimia air meliputi: pH, DO (dissolved oxygent), BOD (biological
oxygent demand), COD (chemical oxygent demand), kesadahan dan senyawa kimia
beracun. Nilai pH air dapat mempengaruhi rasa dan sifat korosi. Beberapa senyawa
beracun lebih toksik dalam bentuk molekul daripada dalam bentuk ion, yang bentuk
tersebut dipengaruhi oleh pH. Dissolved Oxygen menunjukkan jumlah oksigen yang
terlarut dalam air. Oksigen terlarut berasal dari hasil fotosintesa selain dari absorbsi
atmosfer. Makin tinggi jumlah oksigen terlarut mutu air makin baik.
Biology Oxygen Demand (BOD) menunjukkan jumlah oksigen yang
diperlukan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik dalam air secara
biologi. Makin tinggi nilai BOD menunjukkan tingginya jumlah bahan organik dan
mutu air makin rendah. Chemical Oxygen Demand (COD) menunjukkan jumlah
oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan organik dalam air secara kimia.
Makin tinggi nilai COD menunjukkan tingginya jumlah bahan organik dan mutu air
makin rendah. Kesadahan air mempengaruhi efisiensi pemakaian sabun.
Kesadahan air disebabkan oleh adanya garam-garam kalsium dan magnesium yang
terdapat dalam air. Adanya senyawa arsen meskipun dalam jumlah yang kecil dapat
merupakan racun bagi manusia (Hanum, F., 2002).
4.2.3.3 Pencemaran Air
Peraturan pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air
dan pengendalian pencemaran air. Pencemaran air adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air
oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :
a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut;
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut;
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
d. Kelas empat, air yang peruntukanya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
Karena air tidak bertambah ataupun berkurang, maka dengan meningkatnya
pemanfaatan air, kualitasnyalah yang dapat berubah. Hal ini terjadi apabila
kemampuan air untuk membersihkan dirinya secara alamiah sudah terlampaui. Oleh
karena itu diperlukan tindakan untuk mencegah terjadinya pencemaran air. Dengan
demikian pengelolaan hidrosfir dilakukan dengan mengelola pemanfaatan sumber
daya air. Tiga aspek yang perlu diperhatikan adalah (i) penghematan dan
konservasi, (ii) minimasi pengotoran dan pencemaran, dan (iii) memaksimalkan daur
ulang dan pemanfaatan kembali.
Pencemaran air adalah konsentrasi jenis pencemar di dalam air dalam suatu
periode waktu yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu yang
merugikan. Pencemaran air dapat disebabkan oleh limbah cair maupun limbah
padat. Limbah cair memiliki beragam jenisnya. Volume dari limbah cair tergantung
dari jenis kegiatan dan mode operasi. Umumnya volume limbah cair ini fluktuatif baik
volume maupun konsentrasinya terhadap waktu. Banyaknya limbah cair,
dipengaruhi oleh proses kontinu, batch atau bergantian (campuran). Bahan polutan
yang dapat mencemari air dapat berupa bahan polutan yang terapung, tersuspensi
maupun yang berupa bahan terlarut.
Karena sifat-sifat limbah yang sangat kompleks, maka cara pengolahannya
harus disesuaikan dengan sifat-sifat limbah yang bersangkutan. Oleh karena itu,
harus dilakukan survey, analisa contoh limbah, dan yang paling penting adalah perlu
dilakukannya percobaan dalam skala laboratorium untuk menentukan parameter-
parameter yang akan digunakan sebagai kriteria perencanaan.
4.3 Standar Desain, Kinerja dan Prosedural
Dalam pembuangan air limbah hasil pengolahan ke badan air penerima maka
harus dipastikan telah memenuhi standar baku mutu. Dalam pengelolaan lingkungan
air, terdapat 3 macam standar yang dikenal, yaitu
1. Standar desain adalah standar yang menentukan jenis-jenis sistem yang dapat
digunakan, ukuran ataupun karakteristik lain dari unit sistem.
2. Standar Kinerja.
Standar ini menentukan sekali hasil kerja suatu sistem, yang terdiri atas:
a. Standar aliran (stream)
Standar ini menentukan berbagai batasan zat-zat yang boleh ada dalam
suatu aliran air. Sehingga standar ini menggambarkan kualitas badan air pada
kondisi saat dimasukkannya air buangan ke badan air tersebut. Sistem ini sangat
dipengaruhi oleh kualitas badan air itu sendiri yang selama pengalirannya
mengalami perubahan debit dan kualitas. Dalam standar ini tidak dijelaskan
bagaimana hal tersebut dapat dicapai, tetapi lebih menunjukkan kualitas air yang
ingin dipertahankan sehingga diharapkan dapat terjadi self cleansing di dalam badan
air. Di Kalimantan Selatan, peraturan yang mengatur mengenai baku mutu air
adalah Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 36 Tahun 2008.
b. Standar efluen
Standar ini menentukan batasan zat-zat yang boleh dibuang ke dalam
aliran terbuka bagi setiap sumber pengotor. Dalam standar ini hanya ditentukan
kualitas air yang dapat dibuang tanpa memperhitungkan kondisi badan air penerima
dan dianggap telah aman bagi lingkungan. Akhir-akhir ini standar efluen menyatakan
juga kuantitas zat pengotor yang boleh dibuang. Dalam pengolahan limbah cair
batubara, standar efluen diatur dalam UU Lingkungan Hidup No. 32 Tahun 2009 dan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 113 Tahun 2003.
c. Standar penyisihan
Standar ini menentukan persentase sesuatu zat yang harus dihilangkan
oleh suatu sistem. Misalnya suatu sistem harus dapat menghilangkan 85% BOD dari
suatu air limbah.
3. Standar Prosedural
Standar ini mengatur prosedur administratif untuk mendapat izin usaha,
persetujuan suatu proposal dan seterusnya.
Berdasarkan tiga macam standar diatas, dapat disimpulkan bahwa standar
kinerjalah yang paling fleksibel. Pada prakteknya ditemukan berbagai kombinasi dari
ke tiga jenis standar tersebut.
Kemampuan memeriksa air diperlukan, baik dilihat dari segi fisis, kimiawi,
maupun biologis dan radiologis untuk dapat melakukan penilaian. Penilaian kualitas
hidrosfir, pada dasarnya orang dapat memeriksa keberadaannya masing-masing
elemen fisis-kimia-biologis-radiologis di dalam air sesuai dengan standar kualitas air
yang dikehendaki ataupun yang berlaku. Pemeriksaan akan sangat mahal bila
dilakukan secara rutin oleh sebab itu perlu menentukan frekuensi pengambilan
contoh air baik itu air bersih atau air buangan. Untuk air buangan, mengingat bahwa
jumlah elemen yang ada di dalamnya banyak, maka pemeriksaan air dilakukan
secara tidak langsung, dengan memeriksa zat yang terkait dengan elemen-elemen
tersebut, seperti memeriksa BOD, COD, kesadahan, dan lain-lain.
4.4 Tinjauan Air Limbah Cair
4.4.1 Sumber Air Limbah Cair
Limbah didefinisikan sebagai hasil sampingan yang tidak berguna, yang
berasal dari lingkungan masyarakat atau lingkungan industri, yang menurut sifatnya
dapat dibedakan tas limbah padat, limbah cair dan limbah gas. Limbah cair adalah
air yang tidak bersih mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan
manusia dan lingkungan yang umumnya diakibatkan karena perbuatan manusia.
Sumber limbah cair yang lazim dikenal dalam kehidupan sehari-hari adalah
a. Limbah rumah tangga (domestic wastes), yaitu limbah yang berasal dari rumah
tangga, termasuk yang berasal dari WC, kamar mandi, dapur ataupun dari
pemakaian air di pekarangan.
b. Limbah industri (industri wastes), yaitu limbah yang berasal dari industri seperti
pabrik kimia, industri baja.
c. Limbah perdagangan (commercial wastes), yaitu limbah yang berasal dari
pusat perdagangan seperti pasar-pasar, hotel, restoran, teminal angkutan
darat, alut maupun udara serta kegiatan perdagangan lainnya.
Limbah cair pada lazimnya terdiri dari tiga komponen utama yaitu bahan
padat, bahan cair dan bahan gas. Bahan-bahan ini berada dalam air limbah
umumnya berbentuk :
a. Bahan yang mengapung (floating material)
b. Bahan yang larut (dissolved solids)
c. Bahan koloidal (colloid) (Nasution, 2008)
4.4.2 Parameter Air Limbah Cair
Kegiatan industri, air yang telah digunakan (air limbah industri) tidak boleh
langsung dibuang ke lingkungan karena dapat menyebabkan pencemaran. Air
tersebut harus diolah terlebih dahulu agar mempunyai kualitas yang sama dengan
kualitas lingkungan. Air limbah industri harus mengalami proses daur ulang
sehingga dapt digunakan lagi atau dibuang kembali ke lingkungan tanpa
menyebabkan pencemaran air lingkungan.
Parameter bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan
yang dapat diamati melalui parameter-parameter berikut meliputi
a. Aspek Kimia-Fisika
1. Suhu
Air dalam kegiatan industri sering kali di gunakan sebagai pendingin
mesin. Air yang digunakan tersebut biasanya akan meningkat suhunya diakibatkan
penyerapan panas dari mesin-mesin industri tersebut. Air ini jika dibuang ke sungai
maka air sungai akan menjadi panas. Air yang suhunya meningkat akan
menggangu kehidupan hewan air dan organisme air dikarenakan kadar oksigen
yang terlarut dalam air akan turun bersamaan dengan kenaikan suhu (Wardhana,
2001 dalam Nasution, 2008)
2. pH
Nilai pH air yang normal adalah sekitar netral, yaitu antara 6 sampai 8,
sedangkan pH air yang tercemar, misalnya air limbah (buangan), berbeda-beda
tergantung pada jenis limbahnya. Pada tabel 4.1 ditunjukkan hubungan antara
sumber limbah dan karakteristiknya.
Air limbah industri bahan anorganik pada umumnya mengandung asam
mineral dalam jumlah tinggi sehingga keasamannya juga tinggi atau pH-nya rendah.
Komponen besi sulfur (FeS2) yang ada di air limbah dalam jumlah tinggi dalam air
juga akan meningkatkan keasamannya, karena FeS2 dengan udara dan air kan
membentuk H2SO4 dan besi yang larut. Perubahan keasaman pada air limbah, baik
ke arah alkali (pH naik) maupun ke arah asam (pH turun), akan sangat menggangu
kehidupan ikan dan hewan air (Kristanto, 2002)
Tabel 4.1 Hubungan antara Sumber Limbah dan Karakteristiknya.
KARAKTERISTIK SUMBER LIMBAH
Fisika
WarnaBahan organik, limbah industri dan
domestik
Bau Pengurai limbah industri
PadatanSumber air, limbah industri dan
domestik
Suhu Limbah industri dan domestik
Kimia
Organik
Karbohidrat Limbah industri, perdagangan,
domestik
Minyak dan lemak Limbah industri, perdagangan,
domestik
Pestisida Limbah hasil pertanian
Penol Limbah industri
Anorganik
AlkaliSumber air, limbah domestik, infiltrasi
air tanah, buangan air ketel
KloridaSumber air, limbah industri, pelemahan
air
Logam berat Limbah industri
Nitrogen Limbah pertanian dan domestik
Ph Limbah industri
Posfor Limbah industri, domestik, alamiah
Sulfur Limbah industri, domestik
Bahan beracun Perdagangan, limbah industri
Biologi
Virus Limbah domestik
Sumber : Kristanto, 2002
3. Warna, Bau dan Rasa Air
Bahan buangan dan air limbah dari kegiatan industri yang berupa bahan
organik sering kali dapat larut di dalam air. Bahan buangan dan air limbah industri
dapat larut dalam air maka akan terjadi perubahan warna air. Air dalam keadaan
normal dan bersih tidak akan berwarna, sehingga tampak bening dan jernih.
Degradasi bahan buangan industri dapat pula menyebabkan terjadinya
perubahan warna air. Tingkat pencemaran air tidak mutlak harus tergantung warna
air, karena bahan buangan industri yang tidak memberikan warna.
Bau yang keluar dari dalam air dapat langsung berasal dari bahan
buangan atau air limbah dari kegiatan industri atau dapat pula berasal dari hasil
degradasi bahan buanga oleh mikroba yang hidup dalam air. Bahan buangan
industri yang bersifat organik atau bahan buangan atau air limbah dari kegiatan
industri pengolahan bahan makanan sering kali menimbulkan bau yang sangat
menyengat hidung. Bau yang dtimbulkan pada air lingkungan secara mutlak dapat
dijadikan sebagai salah satu tanda tingkat pencemaran air yag cukup tinggi
(Wardhana, 2001 ).
4. Jumlah padatan
Padatan dalam air terdiri dari bahan organik maupun anorganik yang
larut, mengendap maupun tersuspensi. Bahan ini akan mengendap pada dasar air,
yang lambat laun akan menimbulkan pendangkalan pada dasar wadah penerima.
Padatan ini berakibat tumbuhnya tanaman air tertentu dan dapat menjadi racun bagi
makhluk hidup lain, banyaknya padatan menunjukkan banyaknya lumpur yang
terkandung dalam air.
Air yang tercemar pada dasarnya selalu mengandung padatan yang
dapat dibedakan menjadi empat kelompok berdasarkan besarnya partikel dan sifat-
sifat lainnya, terutama kelarutannya, yaitu
a. Padatan terendap (sedimen)
Padatan terendap (sedimen) yaitu padatan yang dapat langsung
mengendap jika air tidak terganggu untuk beberapa saat. Padatan yang mengendap
tersebut terdiri dari partikel-partikel padatan yang mempunyai ukuran besar dan
berat sehingga dapat mengendap dengan sendirinya karena gravitasi.
b. Padatan tersuspensi dan koloid
Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabakan kekeruhan air,
tidak larut dan tidak langsung mengendap. Padatan ini terdiri dari partikel-partikel
yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan-
bahan organik, sel-sel mikroorganisme dan sebagainya.
c. Padatan terlarut total
Padatan terlarut adalah padatan-padatan yang mempunyai ukuran lebih
kecil dibandingkan padatan tersuspensi. Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa
organik dan anorganik yang larut dalam air, mineral dan garam-garamnya. Air
limbah pabrik gula misalnya, biasanya mengandung berbagai jenis gula larut,
sedangkan air limbah industri kimia sering mengandung mineral seperti Merkuri
(Hg), timbal (Pb), arsenik (As), Kadmium (Cd), Kromium (Cr), Nikel (Ni) serta garam
magnesium dan kalsium yang mempengaruhi kesadahan air.
d. Minyak dan lemak
Minyak dan lemak yang mencemari air sering dimasukkan ke dalam
kelompok padatan, yaitu padatan yang mengapung di atas permukaan air dapat
berasal dari berbagai sumber, diantaranya dari pembersihan dan pencucian kapal-
kapal di laut, pengeboran minyak di dekat atau ditengah laut, terjadi kebocoran kapal
pengangkut minyak dan sumber-sumber lainnya seperti buangan pabrik. Semua
jenis minyak mengandung senyawa volatil yang dapat segera menguap. Volume
minyak akan hilang sebanyak 25% karena menguap dalam beberapa hari. Sisa
minyak yang tidak menguap akan mengalami emulsifikasi yang mengakibatkan air
dan minyak dapat bercampur (Kristanto, 2002)
5. Oksigen terlarut
Oksigen adalah gas yang tidak berbau, tak berasa dan hanya sedikit larut
dalam air. Kehidupan di air dapat bertahan jika terdapat oksigen terlarut minimal
sebanyak 5 ppm (5 mg oksigen dalam satu liter air). Oksigen terlarut (dissolved
oxygen) dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air dan dari atmosfer (udara)
yang masuk ke dalam air dengan kecepata tertentu. Konsentrasi oksigen terlarut
dalam keadaan jenuh bervariasi tergantung dari suhu dan tekanan atmosfer.
b. Aspek Biokimia
1. BOD (Biological Oxygen Demand)
BOD (Biological Oxygen Demand) menunjukkan jumlah oksigen terlarut
yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi
bahan-bahan buangan dalam air. Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan
organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Konsumsi oksigen
tinggi ini ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut didalam air,
maka berarti kandungan bahan buangan yang membutuhkan oksigen adalah tinggi.
Organisme hidup yang bersifat aerobik membutuhkan oksigen untuk proses reaksi
biokimia, yaitu untuk mengoksidasi bahan organik, sintesis sel dan oksidasi sel
(Kristanto, 2002).
2. COD (Chemical Oxygen Demand)
COD (Chemical Oxygen Demand) menggambarkan jumlah total oksigen
yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi. Bahan organik
tersebut baik yang dapat didegradasi secara biologis (biodegradable) maupun yang
sukar didegradasi secara biologis (non biodegradable) menjadi CO2 dan H2O
(Effendi, 2005).
3. NH3 (Amoniak)
Amoniak dalam air limbah dihasilkan dari pembusukan secara bakterial
terhadap zat-zat organik pada kondisi anerobik. Gas amoniak yang menimbulkan
bau busuk pada air limbah, oleh karena itu perubahan zat organik dari kondisi aerobik
menjadi anaerobik tidak diinginkan. Bau inilah yang dapat menunjukkan bahwa air
limbah masih baru atau telah membusuk. Bau dalam penentuan kondisi air limbah
penting dikarena oleh kenyataan bahwa konsentrasi yang sangat kecil dari pada
suatu zat tertentu dapat ditelusuri dari baunya (Purba, 2009).
4. N-total (Nitrogen Total)
Nitrogen sebagai salah satu nutrien yang terdapat dalam protein. Protein
merupakan komposisi utama plankton, dasar semua jaringan yang bertalian dengan
air. Plankton terdiri dari 50 % protein atau 7-10 % nitrogen (Sastrawijaya, 1991).
4.4.3 Karakteristik Air Limbah Cair
Karakteristik air limbah perlu dikenal karena hal ini akan menentukan cara
pengolahan yang tepat sehingga tidak mencemari lingkungan hidup. Secara garis
besar karakteristik air limbah ini digolongkan sebagai berikut:
1. Karakteristik fisik
Sebagian besar terdiri dari air dan sebagian kecil terdiri dari bahan-bahan
padat dan suspensi. Terutama air limbah rumah tangga, biasanya berwarna suram
seperti larutan sabun, sedikit berbau. Kadang-kadang mengandung sisa-sisa kertas,
berwarna bekas cucian beras dan sayur, bagian-bagian tinja, dan sebagainya.
2. Karakteristik kimiawi
Biasanya air buangan ini mengandung campuran zat-zat kimia anorganik
yang berasal dari air bersih serta bermacam-macam zat organik berasal dari
penguraian tinja, urine dan sampah-sampah lainnya. Oleh sebab itu pada umumnya
bersifat basa pada waktu masih baru dan cenderung ke asam apabila sudah mulai
membusuk.
Substansi organik dalam air buangan terdiri dari 2 gabungan, yakni:
gabungan yang mengandung nitrogen, misalnya urea, protein, amine dan
asam amino.
gabungan yang tak mengandung nitrogen, misalnya lemak, sabun dan
karbohidrat, termasuk selulosa.
3. Karakteristik bakteriologis
Kandungan bakteri patogen serta organisme golongan coli terdapat juga
dalam air limbah tergantung darimana sumbernya namun keduanya tidak berperan
dalam proses pengolahan air buangan.
Sesuai dengan zat-zat yang terkandung didalam air limbah, maka air
limbah yang tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan berbagai gangguan
kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup antara lain:
Menjadi transmisi atau media penyebaran berbagai penyakit, terutama
kolera, typhus abdominalis, disentri basiler.
Menjadi media berkembang-biak mikroorganisme patogen.
Menjadi tempat-tempat berkembangbiak nyamuk atau tempat hidup larva
nyamuk.
Menimbulkan bau yang tidak enak serta pandangan yang tidak sedap.
Merupakan sumber pencemaran air permukaan, tanah dan lingkungan
hidup lainnya.
Mengurangi produktivitas manusia karena orang bekerja dengan tindak
nyaman dan sebagainya.
4.5 Jenis Pengolahan Air Limbah Batubara
4.5.1 Pengolahan Air Limbah Secara Fisik
Pengolahan air limbah secara fisik umumnya dilakukan untuk memisahkan
cairan dengan parameter yang mudah dihilangkan. Beberapa proses pengolahan
secara fisik yang dapat dilakukan seperti yang dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.2 Klasifikasi Proses Pengolahan Secara Fisik
Operasi Teknik
Pemisahan dengan gaya aksi yang berbeda
Gravitasi Sedimentasi
Sentrifugal Sentrifugasi
Magnetik Filtrasi magnetik
ElektrikalPresipitasi elektrostatik,
Electrophoresis
Pemisahan dengan melewatkan pada media
PartikulatFiltrasi granular, Filtrasi vacum
Filter press, Bag house filter
Makromolekul Ultrafiltrasi
Molekuler Osmosis balik, Dialisis,
Elektrodialisis
Pemisahan berdasarkan perbedaan partisi fase
Cair-cair Solvent extraction
Gas-cair Destilasi, Air stripping, Absorption
Padat-cair atau padat-gas Adsorpsi
Sumber: Metcalf & Eddy. 2003. Wastewater Engineering, Treatment and Reuse
Proses pengolahan secara fisik yang paling sederhana adalah secara gravitasi
pada kolam-kolam atau tangki sedimentasi. Metode ini dapat memisahkan materi
tersuspensi dan cair akibat terjadinya pengendapan secara gravitasi. Umumnya
partikel yang terendapkan adalah lumpur dan pasir. Proses sedimentasi dapat terjadi
sebelum dilakukan penambahan bahan kimia untuk memperbesar flok maupun
sebelumnya dilakukan penambahan bahan kimia. Proses sedimentasi dapat terjadi
apabila kecepatan aliran air cukup rendah sehingga partikel tidak dapat terbawa
dengan arus air dan gaya gravitasi akan menyebabkan partikel tersisihkan dari air.
Sedimentasi
Sedimentasi adalah proses pengendapan dari partikel-partikel zat padat
dalam suatu cairan sebagai akibat gaya gravitasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
sedimentasi, diantaranya sebagai berikut:
a. Ukuran partikel
b. Temperatur air
c. Arus/Aliran air
Kolam atau tangki sedimentasi terdapat beberapa macam aliran air yang
terjadi diantaranya adalah :
- Arus densitas yang disebabkan oleh massa padatan atau partikel di
dalam kolam atau tangki, konsentrasi dari padatan atau partikel dan
temperatur air di dalam tangki atau kolam.
- Arus eddy yang terjadi akibat aliran air yang masuk dan keluar kolam atau
tangki.
- Arus-arus ini akan mempengaruhi terjadinya flokulasi partikel. Namun,
arus air ini juga dapat menyebabkan tersebarnya flok-flok pada kolam
atau tangki sehingga pengendapan dapat maksimal.
d. Bentuk partikel
Bentuk partikel mempengaruhi karakteristik pengendapan.
e. Berat jenis atau kerapatan partikel
f. Berat jenis cairan
g. Viskositas cairan
h. Konsentrasi partikel dalam suspensi
i. Sifat-sifat partikel dalam suspensi
Dalam proses sedimentasi, terdapat empat tipe sedimentasi yaitu:
a. Klarifikasi golongan 1, yaitu bila dalam daerah klarifikasi ini partikel-
partikel mengendap sebagai partikel tunggal (diskrit).
b. Klarifikasi golongan 2, yaitu bila partikel-partikel mengendap sebagai
kumpulan dalam bentuk kelompok-kelompok tunggal/flok.
c. Zona settling, yaitu apabila partikel-partikel zat padat yang ada dalam
suspensi berada pada jarak yang demikian dekatnya satu sama lain,
maka sebagai akibat adanya gaya-gaya kohesi, antara partikel-partikel
tersebut segera terjadi suatu ikatan dan akan terbentuk suatu struktur
yang plastis.
d. Kompresi, yaitu dimana pada derajat pengenceran yang rendah (yaitu
suspensi yang pekat) struktur gumpalan yang menggumpal pada dasar
bejana akan membentuk lapisan yang makin lama makin tebal. Akibat
tekanan yang diberikan oleh lapisan yang ada di bagian atas, maka
lapisan-lapisan di bagian bawah mengalami pemadatan dan menjadi lebih
pekat.
Pengendapan partikel diskrit, partikel dipandang sebagai satu partikel dan
tidak berubah dalam ukuran, bentuk dan kepadatannya selama proses
pengendapan. Pengendapan partikel diskrit dapat ditemui dari suspensi pasir, debu
dan batubara. Pengolahan limbah cair batubara umumnya menggunakan klarifikasi
golongan 1 dan atau klarifikasi golongan 2 bila partikel sangat halus dan sulit
mengendap.
4.5.2 Pengolahan Air Limbah Secara Kimia
Batubara yang terlarut dalam air membentuk suspensi yang terdiri dari sekitar
30-40% partikel padat. Operasi pemisahan partikel padat dari air akan relatif lebih
mudah dilakukan apabila partikel berukuran relatif kasar. Proses pengolahan kimia
biasanya menyangkut beragam reaksi kimia baik satu ataupun banyak fase.
Pengolahan secara kimia ini mengacu pada penambahan zat kimia atau adanya
suatu reaksi kimia yang terjadi pada proses pengolahannya. Dalam pengolahan air
limbah dari aktivitas penambangan batubara, pengolahan secara kimia dilakukan
dengan penambahan bahan kimia berupa senyawa koagulan dan flokulan untuk
mengikat material-material terlarut sehingga dapat membentuk flok lebih besar dan
mampu mengendap secara gravitasi. Material-material yang terlarut di dalam cairan
merupakan partikel padat yang pada umumnya permukaan partikel diselimuti oleh
muatan listrik sejenis (negatif atau positif) yang tergantung pada komposisi
pembentuk koloid. Muatan ini menyebabkan terbentuknya medan listrik di sekitar
partikel koloid (potensial elektrostatik) sehingga koloid satu sama lainnya saling
menjauh sehingga partikel koloid stabil dalam air. Penambahan ion atau koloid yang
memiliki muatan yang berlawanan dengan muatan koloid diperlukan sehingga zeta
potensial dapat dikurangi dan partikel koloid dapat menyatu dan membentuk partikel
yang lebih besar. Proses kimia yang dilakukan dalam pengolahan air limbah yaitu
proses koagulasi dan flokulasi.
Koagulasi
Istilah koagulasi berasal dari bahasa latin coagulare yang berarti bergerak
bersama. Koagulasi adalah proses destabilisasi atau netralisasi partikel koloid, yaitu
penggabungan dari partikel-partikel koloid membentuk flok-flok dengan penambahan
bahan kimia sebagai koagulan. Pada proses ini terjadi pengurangan besarnya gaya
tolak-menolak antara partikel-partikel koloid di dalam larutan (air). Pada umumnya
koagulan yang sering digunakan adalah :
- Aluminium sulfate (tawas) : Al2(SO4)3.14 H2O
- Polyaluminium Chloride (PAC) : Al2(OH)3Cl3
- Iron salt- Ferric Sulfate : Fe2(SO4)3
- Iron Salt-Ferric Chloride : Fe2Cl3.
Pengolahan air untuk mencapai proses koagulasi yang optimal diperlukan
pengaturan semua kondisi yang saling berkaitan dan mempengaruhi proses
tersebut. Kondisi-kondisi yang mempengaruhi tersebut antara lain:
a. PH
Koagulasi akan berjalan dengan baik pada jarak pH tertentu. pH optimum
adalah kesesuaian antara pH yang diperlukan untuk koagulasi dan pH yang
diperlukan untuk flokulasi.
b. Kekeruhan
Secara garis besar terdapat hubungan antara kekeruhan dan dosis
koagulan yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Sejumlah minimum koagulan harus ditambahkan untuk setiap konsentrasi
kekeruhan agar terbentuk sejumlah flok.
2. Umumnya dosis koagulan akan naik bersamaan dengan meningkatnya
kekeruhan.
3. Bila kekeruhan sangat tinggi, mungkin akan diperlukan koagulan yang
lebih sedikit, hal ini disebabkan karena besarnya kemungkinan terjadinya
tumbukan antar partikel-partikel koloid yang telah dikoagulasikan. Bila
kekeruhan rendah, kemungkinan untuk terjadinya tumbukan itu tidak
terlalu besar sehingga lebih sukar untuk dikoagulasikan.
c. Pengadukan
Ada dua tahap pengadukan yang bertujuan untuk menghasilkan
turbulensi pada pengadukan air. Pengadukan cepat bertujuan untuk
mendistribusikan koagulan secara merata dan mempercepat tumbukan partikel-
partikel atau dengan ion-ion di dalam suspense. Kecepatan pengadukan sangat
mempengaruhi flok. Bila kecepatan pengadukan terlalu lambat, akan mengakibatkan
terlalu lambatnya pertumbuhan flok. Tetapi bila kecepatan pengadukan terlalu cepat,
akan mengakibatkan terpisahnya kembali flok-flok yang telah bergabung.
d. Suhu
Penurunan suhu suspensi akan menyebabkan kenaikan viskositas,
sehingga kecepatan mengendap partikel akan berkurang. Penurunan kecepatan
juga telah diketahui dapat menurunkan kecepatan reaksi kimia, sehingga bisa
mempengaruhi proses koagulasi.
Flokulasi
Flokulasi berasal dari kata flocculare yang berarti membentuk flok.
Flokulasi adalah proses bergabungnya partikel koloid yang tidak stabil membentuk
mikroflok (flok yang lebih besar), sehingga mudah dipisahkan dari air dengan
pengendapan secara gravitasi. Proses ini terjadi karena adanya tumbukan antara
flok hasil koagulasi dengan flok lainnya.
Koagulasi merupakan gabungan antara destabilisasi partikel dan
transportasi partikel, sedangkan flokulasi hanya merupakan proses transportasi
partikel. Istilah destabilisasi diartikan bahwa peristiwa fisiokimia yang disebabkan
oleh penambahan koagulan sehingga terjadi saling ikat antar partikel. Transportasi
partikel merupakan suatu peristiwa yang mengakibatkan tumbukan antar partikel.
4.6 Parameter Kualitas Air
Parameter kualitas air berguna untuk penentu keberadaan bahan pencemar
dalam suatu perairan. Kualitas air umumnya ditentukan dari kualitas dari output
suatu sistem pengolahan air limbah. Output yang diharapkan dari sistem pengolahan
air limbah harus memenuhi syarat sesuai dengan keputusan Menteri Lingkungan
Hidup, Peraturan Pemerintah maupun Keputusan Gubernur, yang berkaitan dengan
kemampuan badan air menerima unsur pencemaran. Ada dua pendekatan yang
berlaku untuk menentukan output dari sistem pengolahan air limbah, yaitu :
a. Effluent Standard
Penentuan kualitas output effluent standard ditetapkan oleh lembaga
yang berwenang seperti BAPEDAL atau Menteri Lingkungan Hidup. Untuk limbah
domestik dan industri, standar effluennya tidak sama, demikian juga untuk setiap
industri yang berbeda.
b. Stream standard
Penentuan kualitas output stream standard berkaitan dengan kemampuan
badan air penerima untuk melakukan self purification. Karena itu dibutuhkan
penyelidikan karakteristik badan penerima (misalnya dalam jangka waktu 5-10
tahun). Kelemahan stream standard adalah tidak memperhitungkan kemungkinan
terjadinya perubahan kualitas air di badan air penerima.
Peraturan yang digunakan sebagai acuan parameter kualitas air kegiatan
dengan kemampuan badan air penerima untuk melakukan self purification. Karena
itu dibutuhkan penyelidikan karakteristik badan penerima (misalnya dalam jangka
waktu 5-10 tahun). Kelemahan stream standard adalah tidak memperhitungkan
kemungkinan terjadinya perubahan kualitas air di badan air penerima.
Peraturan yang digunakan sebagai acuan parameter kualitas air kegiatan
penambangan batubara adalah :
- UU Lingkungan Hidup No. 32 Tahun 2009
- Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 sebagai acuan parameter
kualitas air sungai.
- Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003 sebagai
acuan parameter kualitas effluent dari sistem pengolahan air limbah.
- Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 36 Tahun 2008.
- Keputusan Bupati Balangan Nomor 188.45/77/Kum Tahun 2011.
- Keputusan Bupati Tabalong Nomor 20 Tahun 2011.
Peraturan yang digunakan sebagai acuan utama baku mutu air limbah
kegiatan penambangan batubara di PT. Adaro Indonesia adalah Keputusan Bupati
Balangan Nomor 188.45/77/Kum Tahun 2011 tentang Ijin Pembuangan Air Limbah
dan Penetapan Lokasi Titik Penaatan Pembuangan Air Limbah PT. Adaro Indonesia
dan Keputusan Bupati Tabalong Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pemberian Ijin
Penetapan Titik Penaatan Pembuangan Air Limbah Kegiatan Pertambangan
Batubara PT. Adaro Indonesia di Kabupaten Tabalong. Penentu mutu air yaitu pH,
residu tersuspensi (TSS), besi (Fe) total, mangan (Mn) total, timbal (Pb) total serta
minyak dan lemak.
Analisis air adalah cara untuk penaksiran kandungan bahan yang
terdapat dalam air tersebut. Analisis tersebut meliputi analisis sifat kimia, fisik dan
biologi.Analisis sifat fisik adalah terdiri dari suhu, bau, warna, kekeruhan (turbiditas),
dan zat padat terlarut.Analisis sifat kimia adalah terdiri dari bahan organik dan
ammonia, nitrogen, nitrit, nitrat, sulfit, sulfide, klorida, oksigen terlarut (DO), BOD, zat
beracun, logam berat, metan dan pH. Analisis biologi yang dilakukan dengan
pemeriksaan biologi yang dilakukan dengan pemeriksaan bakteriologis dilakukan
jika terjadi kesulitan dalam menerjemahkan analisis kimia.
4.6.1 TSS (Total Suspended Solids)
Suspensi adalah sistem koloid zat padat yang terserak dalam zat cair, partiel-
partikel ini tidak mudah mengendap karena kecil ukurannya dan tidak mudah
menggumpal karena saling menolak. Padatan tersuspensi total (Total Suspended
Solid atauTSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1 µm) yang tertahan
pada saringan milipore dengan diameter 0,45 µm, dengan semakin tinggi nilai
padatan tersuspensi, maka nilai kekeruhan juga semakin tinggi. Padatan tersuspensi
terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil daripada
sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan organik tertentu, sel-sel organisme dan
sebagainya. Faktor-faktor penyebab adanya TSS diantaranya adalah tinggi limpasan
permukaan, erosi tanah, air limbah, dan membusuknya tanaman dan hewan.
4.6.2 pH
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu cairan. Air murni bersifat netral,
dengan pH pada suhu 25 °C mendekati 7. Cairan dengan pH lebih kecil dari 7
dikatakan bersifat asam, dan sebaliknya bersifat basa. Air asam tambang (AAT)
merupakan contoh cairan yang pH-nya rendah dan terbentuk akibat oksidasi
mineral-mineral sulfida, terutama pirit (FeS2) yang menghasilkan asam sulfat.
Tingkat kemasamannya yang tinggi, AAT dapat melarutkan mineral-mineral lain dan
melepaskan kation-kation, seperi Fe, Mn, Al, Cu, Zn, Cd, Ni, dan Hg. Apabila
terbawa ke sumber air, AAT dapat mendegradasi produktivitas biologis sistem
akuatik tersebut. Pada kondisi parah, maka air menjadi tidak aman konsumsi dan
penggunaan-penggunaan yang lain, seperti irigasi, industri, dan rekreasi
(Widdowson, 1990).
Konsentrasi ion hidrogen merupakan parameter penting dalam air limbah.
Pembatasan pH dilakukan karena akan mempengaruhi rasa, korosifitas air dan
efisiensi klorinasi. Beberapa senyawa asam dan basa lebih toksik dalam bentuk
mulekuler dimana disosiasi senyawa-senyawa tersebut dipengaruhi oleh pH.
4.7 Sistem Pengolahan Air Limbah Cair PT.Adaro Indonesia
Sistem pengolahan air limbah pada lokasi penambangan PT. Adaro Indonesia
di desain untuk menampung dan mengolah air limbah yang dihasilkan oleh kegiatan
penambangan yang bersumber dari Sump pit, Finecoal dan stock ROM (Run of
Mine), erosi dari disposal ataupun air limpasan (run off).
Pada sistem pengolahan air limbah yang diterapkan di PT. Adaro Indonesia
terdapat beberapa kolam yang berada pada satu Settling Pond, yaitu:
1. Sedimentation pond
2. Safety pond
3. Treatment pond
4. Mud pond
Setiap batasan antar kolam perlu dibangun overflow tempat aliran air limbah
mengalir menuju kolam selanjutnya. Overflow dibangun secara permanen dengan
menggunakan beton untuk menghindari terjadinya erosi akibat gerusan aliran air
limbah.
Gambar 4.1.Diagram Alir Sistem Pengolahan Air Limbah PT. Adaro Indonesia.
Berikut gambaran secara luas satu rangkaian settling pond :
Influen air limbah dari sump, pit, air larian, drainase, dll
SedimentationPond
(Sed-P)
Safety Pond(Saf-P)
TreatmentPond(TP)
Mud Pond(MP)
EffluentBadan air penerima (sungai)
A B C D
Gambar 4.2 Settling Pond
Keterangan gambar diatas adalah:
A Sedimentation Pond
B Safety Pond
C Treatment Pond
D Mud Pond
4.8 Instrumentasi Alat-Alat Labotarium
4.8.1 pH Meter
pH meter adalah sebuah alat elektronik yang digunakan untuk mengukur pH
(kadar keasaman atau alkalinitas) ataupun basa dari suatu larutan (meskipun
probe khusus sering digunakan untuk mengukur pH zat semi padat). Selain itu
pH meter juga dapat mengukur parameter-parameter pendukung seperti
suhu,konduktivitas,salinitas dan lain-lain.
Gambar 4.3 PH Meter
4.8.2. Spektrofotometer
Spektrofotometer adalah sebuah alat digital untuk mengukur atau
menganalisis komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif atau kualitatif yang
didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya seperti tingkat kekeruhan
atau TSS,Besi (fe),Mangan (Mn) dan lain-lain.
Gambar 4.4. Spektrofotometer
4.8.3 Flowmeter
Pengukuran kecepatan aliran ditentukan dengan menggunakan alat
flowmeter.Pengukuran kecepatan dengan alat ini menggunakan prinsip hubungan
antara kecepatan sudut dan kecepatan aliran. Pada praktek dilapangan, kecepatan
aliran yang diambil adalah kecepatan aliran maksimum dilapangan.
Gambar 4.5 Flowmeter