bab iv pandangan tokoh agama (mui) terhadap …

16
57 BAB IV PANDANGAN TOKOH AGAMA (MUI) TERHADAP TRADISI MINJAM GADIS PRA NIKAH A. Pandangan Tokoh Agama Terhadap Tradisi Minjam Gadis Pra Nikah Nilai-nilai ajaran Islam tidak terlepas dari prinsip penerapan yang dianutnya, serta tujuan ajaran Islam itu sendiri. Dari prinsip-prinsip yang dianut dapat dilihat bahwa Islam dalam prosesnya sangat memperhatikan adat (‘Urf). Dalam hukum Islam tradisi dikenal dengan kata Urf yaitu secara etimologi berarti sesuatu yang dipandang baik dan diterima oleh akal sehat, Al-Urf (adat istiadat) yaitu sesuatu yang sudah diyakini mayoritas orang, baik berupa ucapan atau perbuatan yang sudah berulang-ulang sehingga tertanam dalam jiwa dan diterima oleh akal mereka. 1 Oleh karena itu, dalam penerapan ajarannya terlihat dengan jelas bahwa Islam sangat memperhatikan adat istiadat (Urf) dalam masyarakat, karena adat istiadat sangat mempengaruhi kehidupan dan prilaku umat Islam itu sendiri. Akan tetapi, tradisi yang ada di dalam masyarakat harus disesuaikan dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh agama. Jika hal ini tidak dilakukan boleh jadi sesuatu yang salah karena sudah membudaya di dalam masyarakat, maka akan dianggap wajar dan akan diikuti oleh masyarakat, sebaliknya jika sesuatu yang baik 1 Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasryi, Jakarta, Grafindo Persada, 2009, hlm.90

Upload: others

Post on 03-Dec-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV PANDANGAN TOKOH AGAMA (MUI) TERHADAP …

57

BAB IV

PANDANGAN TOKOH AGAMA (MUI) TERHADAP TRADISI MINJAM

GADIS PRA NIKAH

A. Pandangan Tokoh Agama Terhadap Tradisi Minjam Gadis Pra Nikah

Nilai-nilai ajaran Islam tidak terlepas dari prinsip penerapan yang dianutnya,

serta tujuan ajaran Islam itu sendiri. Dari prinsip-prinsip yang dianut dapat dilihat

bahwa Islam dalam prosesnya sangat memperhatikan adat (‘Urf).

Dalam hukum Islam tradisi dikenal dengan kata Urf yaitu secara etimologi

berarti sesuatu yang dipandang baik dan diterima oleh akal sehat, Al-Urf (adat

istiadat) yaitu sesuatu yang sudah diyakini mayoritas orang, baik berupa ucapan atau

perbuatan yang sudah berulang-ulang sehingga tertanam dalam jiwa dan diterima

oleh akal mereka.1 Oleh karena itu, dalam penerapan ajarannya terlihat dengan jelas

bahwa Islam sangat memperhatikan adat istiadat (Urf) dalam masyarakat, karena adat

istiadat sangat mempengaruhi kehidupan dan prilaku umat Islam itu sendiri.

Akan tetapi, tradisi yang ada di dalam masyarakat harus disesuaikan dengan

aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh agama. Jika hal ini tidak dilakukan boleh

jadi sesuatu yang salah karena sudah membudaya di dalam masyarakat, maka akan

dianggap wajar dan akan diikuti oleh masyarakat, sebaliknya jika sesuatu yang baik

1 Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasryi, Jakarta, Grafindo Persada, 2009, hlm.90

Page 2: BAB IV PANDANGAN TOKOH AGAMA (MUI) TERHADAP …

58

tetapi tidak membudaya di dalam masyarakat maka dianggap asing dan tidak akan

diikuti oleh masyarakat setempat.

Begitu juga dengan tradisi minjam gadis pra nikah di desa Tanjung Bali jika

di dilihat dalam pandangan Islam, ada beberapa hal yang sangat bertentangan dengan

ajaran Islam, walaupun ada juga yang sesuai dengan ajaran Islam. Dibawah ini

penulis akan memaparkan pandangan tokoh agama terhadap tradisi minjam gadis pra

nikah yang terjadi pada masyarakat desa Tanjung Bali.

Pada tahapan pertama; pra minjam (meminang) yang terjadi dalam

masyarakat desa Tanjung Bali, ada yang sesuai dengan Islam misalnya pada acara

meminang. Dalam Islam dianjurkan untuk meminang (khitbah) sebelum pernikahan,

karena hal itu bertujuan untuk mengenalkan diantara kedua calon mempelai maupun

kepada keluarga pihak laki-laki dan perempuan. Sebagaimana Firman Allah Swt

dalam surah al-Baqarah:235

ضتم به من خطبة الن ساء أو أكننتم في أنفسكم ول جناح عليكم فيما عر

Artinya: “tidak ada dosa bagi kamu untuk meminang wanita-wanita itu dengan

sindiran atau kamu sembunyikan (keinginanmu) dalam hati” (QS. al-Baqarah:235)

Kemudian dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Al-

Hakim, dari sahabat Jabir bin ‘Abdillah radhiyallaahu’anhuma.

ذا فعل فلي نكاحها، إلى يدعوه ما إلى منها ينظر أن استطاع فإن المرأة، أحدكم خطب

Artinya: “Rasulullah Shallallaahu’alaihi wasallam bersabda; “Apabila seseorang di

antara kalian ingin meminang seorang wanita, jika ia bisa melihat apa-apa yang

Page 3: BAB IV PANDANGAN TOKOH AGAMA (MUI) TERHADAP …

59

dapat mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah” (HR. Ahmad dan Abu

Dawud)

Kemudian yang tidak sesuai dengan ajaran Islam ialah dalam acara meminang

ini bukan hanya sekedar mengenalkan kedua calon pengantin sebagaimana dalam

Islam. Namun sebagai ajang untuk gengsi dan menghamburkan uang untuk hal yang

tidak bermanfaat. Menurut Bapak Lepen, bagi orang yang tidak mampu secara

ekonomi maka mereka sampai menjual kebun untuk melaksanakan tradisi tersebut.2

Sedangkan dalam Islam, menghambur-hamburkan uang yang tidak

bermanfaat termasuk perbuatan syetan. Sebagaimana Firman Allah Swt dalam QS.

al-Isra’:26-27.

ر ول السبيل وابن والمسكين حقه القربى ذا وآت رين تبذيراإن تبذ الشياطين إخوان كانوا المبذ

كفورا لرب ه الشيطان وكان

Artinya: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.

Sesungghnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan. (QS. al-

Isra’:26-27)

Berdasarkan penjelasan ayat tersebut, dapat diketahui bahwa Allah

memerintahkan kepada kita utnuk memanfaatkan rizeki yang telah Allah berikan

kepada kita, salah satunya dengan makan dan minum serta semua yang telah Allah

halalkan untuk manusia tanpa berlebihan, dan maksud ayat tersebut melarang kita

untuk melakukan perbuatan yang melampaui batas.

2 Wawancara Bapak Lepen, tokoh agama, Desa Tanjung Bali, tanggal 18 Januari 2019.

Page 4: BAB IV PANDANGAN TOKOH AGAMA (MUI) TERHADAP …

60

Dari keterangan di atas sudah jelas bahwa menghamburkan uang yang bukan

tujuan kemaslahatan dan bukan tujuan untuk ketaatan kepada Allah, apalagi hanya

menunjukkan status sosial dan ajang untuk gengsi dilarang dalam Islam, karena

termasuk perbuatan syatan, apalagi perbuatan tersebut masih dalam proses lamaran

yang belum tentu sampai ke pernikahan.

Pada Tahapan Kedua yaitu Minjam yakni meminjam calon mempelai wanita

oleh calon mempelai laki-laki selama kurang lebih 7-16 hari tanpa ditemani

mahramnya, sedangkan pada waktu tertentu, seperti siang dan sore hari hanya kedua

calon pengantin yang berada di rumah. Perbuatan seperti ini bertentangan dengan

Islam, karena dalam Islam tidak diperkenankan laki-laki dan perempuan yang bukan

muhramnya berkhalwat.

حاجة خرجت امرأتي الله لرسو يا فقال رجل فقام محرم ذي مع إل بامرأة رجل يخلون ل

امرأتك مع فحج ارجع قال وكذا كذا غزوة في واكتتبت

Telah bercerita kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah bercerita kepada kami

Sufyan dari ‘Amru dari Abu Ma’bad dari Ibnu ‘Abbas radiallahu ‘anhuma bahwa dia

mendengar Nabi Saw Bersabda: “Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat

(berduaan) dengan seorang wanita dan janganlah sekali-kali seorang wanita

bepergian kecuali bersama mahramnya”. Lalu ada seorang laki-laki yang bangkit

seraya berkata: “Wahai Rasulullah, aku telah mendaftarkan diriku untuk mengikuti

Page 5: BAB IV PANDANGAN TOKOH AGAMA (MUI) TERHADAP …

61

suatu peperangan sedangkan isteriku pargi menunaikan haji”. Maka beliau bersabda:

“Tunaikanlah haji bersama isterimu”. (al-Bukhari, Sahih Bukhari)

Dilarangnya berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan tanpa ditemani

mahramnya, dikarenakan perbuatan tersebut mendekati zina. Sedangkan Allah Swt

sangat melarang setiap perbuatan yang mendekati zina. Sebagaimana dalam al-

Qur’an surah al-Isra:32)

نا إنه كان فاحشة وساء سبيل ول تقربوا الز

Artinya: “dan jangan lah kamu mendekati zina, zina itu sungguh suatu perbuatan

keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS al-Isra:32)

Dalam pengamatan sejumlah ulama al-Qur’an, ayat-ayat yang menggunakan

kata “jangan mendekati” seperti ayat di atas, biasanya merupakan mendekati sesuatu

yang dapat merangsang jiwa/nafsu untuk melakukannya. Dengan demikian larangan

mendekati mengandung makna larangan untuk tidak terjerumus dalam rayuan sesuatu

yang berpotensi mengantar kepada langkah melakukannya.3

Dari penjelasan di atas dapat penulis simpulkan bahwa dalam tradisi minjam

di desa Tanjung Bali dilarang dalam Islam, karena mengarah kepada perbuatan zina.

Sedangkan zina itu perbuatan keji dan merusak martabat manusia.

Kemudian Tahapan yang ketiga yaitu pengembalian calon mempelai

perempuan yang dipinjam, tahapan ini juga jika dilihat dalam pandangan agama juga

3 M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah, hlm.459

Page 6: BAB IV PANDANGAN TOKOH AGAMA (MUI) TERHADAP …

62

bertentangan, karena dalam prosesnya menurut Bapak Subroto bagi perempuan yang

tidak jadi menikah padahal ia sudah dipinjam, masyarakat setempat beranggapan

bahwa perempuan tersebut mempunyai kekurangan seperti tidak bisa memasak, dan

lain-lain.4

Dalam tradisi minjam gadis pra nikah ini, siapa pun yang memutuskan

hubungan terlebih dahulu maka disatu pihak lain harus dan diwajibkan membayar

dan mengembalikan barang-barang pemberian dua kali lipat dari sebelumnya, seperti

barang-barang karma matah, karma masak, serta hadiah-hadiah yang diberikan untuk

calon mempelai perempuan, dikembalikan dua kali lipat.5

Mengenai status pemberian harta hadiah dalam proses peminangan ada

perbedaan pendapat dikalangan ulama, menurut kalangan Syafi’iyyah berpendapat

bahwa: “Bagi laki-laki pelamar boleh menarik ulang hadiahnya sebab hadiah tersebut

diberikan agar terjadi akad pernikahan, bila ikatannya gagal baginya berhak

menariknya kembali saat masih ada atau dengan barang pengganti bila telah rusak

sebagaimana dijelaskan oleh Syihab al-Romli, ia berpendapat dalam Bughyatul

Murtasyidin:

“Batalnya pertunangan mengakibatkan barang yang diberikan pada saat

pertunangan wajib dikembalikan dan jika barang tersebut telah rusak maka wajib

untuk mengganti”

4 Wawancara, Ibu Nur, warga masyarakat Desa Tanjung Bali, 19 Januari, 2019

5 Wawancara Ibu Ris, warga masyarakat Desa Tanjung Bali, 19 Januari, 2019

Page 7: BAB IV PANDANGAN TOKOH AGAMA (MUI) TERHADAP …

63

Namun ada ulama yang berpendapat bahwa hadiah tersebut tidak boleh

diminta kembali atau tidak harus dikembalikan. Menurut Ba’lawi dalam Bughyatul

Murtasyidin menjelaskan bahwa barang yang diberikan pada saat pertunangan, jika

terjadi pembatalan dalam pertunangan maka barang tersebut dair pihak perempuan

apakah dia akan mengembalikannya atau tidak, jika barang tersebut dikembalikan

maka dari pihak laki-laki menerimanya6

Berdasarkan pernyataan di atas sudah jelas bahwa pemberian dalam khitbah

ini tidak harus dikembalikan jika pihak laki-laki yang membatalkan pertunangan

pihak dari perempuan berhak memilih apakah hadiah tersebut dikembalikan atau

tidak, jika pihak perempuan mengembalikan hadiah tersebut maka pihak laki-laki

menerimanya. Jika pembatalan dari pihak perempuan, maka pihak laki-laki berhak

untuk meminta kembali hadiah tersebut.

Adapun hadiah yang pernah diberikan dianggap hibah, karena itu tidak perlu

diminta kembali sebab sudah menjadi milik perempuan yang dipinang dan ia sudah

boleh memanfaatkannya. Orang yang menuntut kembali pemberiannya berarti

mencabut milik orang lain tanpa kerelaannya, perbuatan ini bathil menurut syara’,

kecuali apabila peminang memberikan sesuatu minta ditukar dengan barang lainnya

kemudian yang diberi belum memberi ganti maka ia berhak meminta kembali

pemberiannya, karena pemberiannya itu dimaksudkan untuk menukar dan apabila

6 Bughyatul Mustarsyidin, hlm. 134

Page 8: BAB IV PANDANGAN TOKOH AGAMA (MUI) TERHADAP …

64

perkawinan tidak jadi berlangsugn mak ia berhak meminta kembali pemberiannya.7

Dalam hal ini kembali kepada hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Ummar dan

Ibnu Abbas ra:

جل يحل ل ولده يعطي فيما الوالد إل فيها يرجع ثم عطية يعطي أن للر

Artinya: diriwayatkan dari Ibnu Ummar dan Ibnu Abbas ra, dari Nabi Saw

Bersabda: “Tidak halal bagi seseorang muslim memberi sesuatu kepada orang lain

kemudian memintanya kembali, kecuali pemberian ayah kepada anaknya”. (HR.

Ahmad al-Irba ‘ati wa Shohihu al-Tirmidzi wa Ibnu Hibban wa al-Hakim)

Dalam masalah ini hadiah yang pernah diberikan dianggap hibah karena itu

tidak perlu diminta kembali karena sudah menjadi milik perempuan yang dipinang

dan ia boleh memanfaatkannya.

Sementara dalam tradisi masyarakat desa Tanjung Bali, siapa pun yang

memutuskan hubungan terlebih dahulu maka disatu pihak lain harus dan diwajibkan

membayar dan mengembalikan barang-barang pemberian dua kali lipat dari

sebelumnya seperti barang-barang karma matah, karma masak, serta hadiah-hadiah

yang diberikan untuk calon mempelai perempuan, dikembalikan dua kali lipat. Hal

ini berlaku bagi siapa pun yang memutuskan hubungan terlebih dahulu baik pihak

laki-laki maupun pihak perempuan.

Menurut Bapak Lepen8, sebenarnya tradisi minjam gadis ini memang ada

salah satu proses tahapnnya bertentangan dengan ajaran Islam yakni seorang

7 Sa’id Thalib Al-Hamdani, Risalatun Nikah, Jakarta: Pustaka Amani, Jakarta, 1989, hlm. 27-

28

Page 9: BAB IV PANDANGAN TOKOH AGAMA (MUI) TERHADAP …

65

perempuan yang dipinjam dirumah calon mempelai laki-laki selama kurang lebih 7-

16 harian, hal ini tentu sangat bertentangan dengan ajaran Islam, karena Islam tidak

mengajarkan untuk tinggal satu atap sebelum adanya ikatan pernikahan. Tetapi

kebanyakan masyarakat tidak ingin meninggalkan tradisi ini karena sudah mendarah

daging dan masyarakat berpendapat bahwa tradisi ini merupakan warisan leluhur

yang harus tetap dijaga dan dilestarikan. Untuk itu menurut Bapak Lepen agak sulit

untuk mengajak masyarakat meninggalkan tradisi ini, dan juga tradisi minjam ini

dibedakan menjadi dua:

1) Minjam sampai beberapa hari kemudian dipulangkan kerumah pihak

perempuan dan

2) Minjam Balek Ari maksudnya adalah bahwa calon mempelai perempuan

dipinjam kerumah pihak laki-laki tetapi tidak menginap hanya saja

dikembalikan ke rumahnya pada malam hari sekitar jam 10:00 WIB

Sedangkan menurut Bapak Maryadi dan Bapak Hasan mengenai tradisi

minjam gadis pra nikah ini sebenarnya boleh-boleh saja tidak masalah untuk

diadakan tradisi minjam gadis ini, karena pada awalnya tradisi ini berupaya untuk

memperkenalkan calon mempelai perempuan kepada keluarga pihak laki-laki, akan

tetapi seiring waktu tradisi ini dipersimpangkan oleh masyarakat setempat.9 Sama hal

nya dengan pendapat Bapak Lepen, mereka juga sependapat mengenai tradisi minjam

8 Wawancara Bapak Lepen, Tokoh Agama, Desa Tanjung Bali, tanggal 18 Januari 2019.

9 Wawancara Bapak Maryadi dan Bapak Hasan, Tokoh Agama, Desa Tanjung Bali, tanggal

18 Januari 2019.

Page 10: BAB IV PANDANGAN TOKOH AGAMA (MUI) TERHADAP …

66

ini bertentangan dengan ajaran Islam dan mereka tidak setuju akan adanya tradisi ini,

karena didalam nya terdapat beberapa hal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam,

yakni tinggal serumah sebelum adanya akad pernikahan,

Bapak Maryadi mengatakan, kecuali minjam yang dilakukan oleh pihak

keluarga laki-laki itu minjam balek ari, maksudnya bahwa calon mempelai

perempuan dipinjam kerumah pihak laki-laki tetapi tidak menginap, hal ini

diperbolehkan karena hanya sebatas memperkenalkan dan sebagai proses keakraban

calon mempelai perempuan kepada keluarga pihak laki-laki.

Sedangkan Bapak Yahya mengatakan tradisi ini sudah sejak lama ada

sehingga untuk mengajak masyarakat meninggalkan tradisi ini sangatlah sulit, Bapak

Yahya juga mengatakan bahwa tradisi ini tidak lah baik apabila terus dilaksanakan

karena didalamnya terdapat beberapa hal yang bertentangan dengan ajaran Islam,

seperti proses minjam didalamnya terdapat hal-hal yang mendekati zina10

. Begitu

juga yang dikatakan oleh Bapak Jali, pada dasarnya tradisi minjam ini sama seperti

daerah lainnya yang mengambil dari budaya Islam, namun banyak ditambahi adat

istiadat dan dilakukan oleh masyarakat Tanjung Bali secara terun-menurun dari nenek

moyang dulu dan sangat lekat dan harus sedikit demi sedikit untuk merubahnya tidak

bisa sekaligus.11

Sedangkan menurut fatwa majelis ulama Indonesia, mengenai tradisi minjam

gadis pra nikah tersebut menyalahi dan bertentangan dengan syari’at Islam, segala

10

Wawancara Bapak Yahya, tokoh agama, Desa Tanjung Bali, tanggal 20 Januari 2019 11

Wawancara Bapak Jali, tokoh agama, Desa Tanjung Bali, tanggal 22 Januari 2019

Page 11: BAB IV PANDANGAN TOKOH AGAMA (MUI) TERHADAP …

67

sesuatu yang tidak sesuai syar’i maka ia tertolak dan MUI melarang tradisi tersebut

dan juga tidak dibenarkan, adanya perbedaan antara minjam dan khitbah dalam Islam,

adapun jika ingin melamar seorang perempuan maka ia tidak perlu dipinjam, dan juga

jika tujuannya hanya untuk mendekatkan calon mempelai perempuan dengan pihak

keluarga laki-laki maka pihak keluarga cukup mencari tau dari orang terdekat pihak

calon mempelai perempuan tersebut, seperti saudari dan juga tetangganya.12

Untuk itu dalam hal ini majelis ulama Indonesia memberikan solusi terkait

tradisi ini, menurut Bapak Nurcholis sekalu anggota Mui memberikan solusi yaitu

untuk mengajak masyarakat meninggalkan tradisi ini tidaklah mudah, dalam hal ini

perlu melibatkan tokoh agama, tokoh adat, masyarakat dan juga aparat pemerintah.

Bapak Nurcholis dan Bapak Robi mengatakan perlu di lakukan beberapa pendekatan-

pendekatan untuk mengajak masyarakat meninggalkan tradisi ini tidak bisa secara

langsung (spontan), pertama dimulai dari keluarga sendiri agar tidak mengikuti tradisi

tersebut, kedua memberikan penjelasan dan pemahaman kepada masyarakat terkait

proses meminang dalam agama Islam itu seperti apa, hal-hal yang diperbolehkan

dalam meminang seperti apa dan juga memberikan penjelasan kepada masyarakat

terkait proses Khitbah (meminang), tata cara khitbah dalam Islam. Kedua, pada saat

proses minjam tersebut calon mempelai perempuan ditemani mahramnya baik itu

teman atau saudara kandungnya untuk tinggal dirumah calon mempelai laki-laki

12

Wawancara Bapak Nurcholis, Selaku anggota fatwa MUI Sumatera Selatan, tanggal 9

Agustus 2019

Page 12: BAB IV PANDANGAN TOKOH AGAMA (MUI) TERHADAP …

68

sehingga selama proses peminjaman itu berlangsung ada mahramnya atau ada

keluarganya yang mengawasi calon mempelai tersebut.13

Sedangkan menurut Bapak Dr. Muhammad Adil, MA selaku ketua Nahdatul

Ulama Sumatera Selatan, mengatakan bahwa dalam perspektif hukum Islam adat ada

dua yaitu: ‘urf pasif dan ‘urf sholeh (baik), al-‘urf pasif ialah adat yang tidak sesuai

dan bertentangan dengan nash Al-Qur’an, sedangkan al-‘urf sholeh (baik) ialah adat

yang baik yang sesuai dengan syariat Islam, ketika adat tidak bertentangan dengan

syariat Islam boleh diteruskan. Dalam proses tradisi minjam ini Bapak Adil

mengatakan bahwa jika tradisi ini tidak bertentangan dengan Islam boleh saja

diteruskan, akan tetapi jika pada proses peminjaman calon mempelai perempuan

tinggal dirumah pihak keluarga laki-laki tanpa ditemani mahramnya itu bertentangan

dengan syariat Islam.

Sebaiknya ada mahram atau teman atau boleh jadi saudara dari calon

mempelai perempuan tersebut yang menemani calon mempelai perempuan untuk

tinggal dirumah pihak keluarga laki-laki sehingga ada yang mengawasi selama proses

peminjaman berlangsung, dan jika perlu calon mempelai laki-laki tinggal dirumah

keluarganya sehingga dijauhnya dari hal-hal yang tidak diinginkan.14

Sementara menurut Bapak Prof. Dr. H. Romli, SA, MA, selaku ketua PW

Muhammadiyah Sumatera Selatan, mengatakan bahwa Muhammadiyah dalam urusan

13

Wawancara Bapak Nurcholis dan Robi, Selaku anggota fatwa MUI Sumatera Selatan,

tanggal 9 Agustus 2019 14

Wawancara Bapak Dr. Muhammad Adil, MA selaku ketua Nahdatul Ulama Sumatera

Selatan, tanggal 19 Agustus 2019

Page 13: BAB IV PANDANGAN TOKOH AGAMA (MUI) TERHADAP …

69

mu’amalah (urusan kemasyarakatan) yang termasuk dalam ibadah ‘amma (bersifat

umum) dasarnya kemaslahatan. Muhammadiyah bisa melihat bisa mengakomodir

adat-adat yang baik, adat-adat yang tidak bertentangan dengan syari’at Islam yang

sholeh dan jelas, jadi Muhammadiyah bisa menerima adat-adat yang baik selama itu

tidak bertentangan dengan nash Al-Qur’an dan hadist yang sholeh dan jelas.

Dalam Islam mulai dari lamaran, proses akad nikah sampai menjalani rumah

tangga itu sudah tegas, jelas dan rinci tidak ada bertentangan dengan adat, adapun

jika bertentangan dengan adat berarti adat yang salah, dalam Islam dijelaskan

bagaimana cara meminang dan tidak boleh mengambil pinangan orang lain kecuali

orang lain tersebut yang melepaskan, jadi sangat jelas Islam telah mengatur segala hal

baik tentang tata cara khitbah dan lain sebagainya. Terkait mengenai tradisi minjam

gadis pra nikah ini Muhammadiyah mengatakan bahwa tidak boleh, tidak dibenarkan

seorang calon mempelai perempuan tinggal dirumah calon mempelai laki-laki tanpa

ditemani mahramnya, walaupun itu telah menjadi tradisi, siapa yang menjamin

walaupun terjadi sesuatu yang tidak di inginkan, jadi itu berkaitan dengan ini dalam

antisipasi hal terjadi dan Muhammadiyah berpendapat tradisi itu tidak boleh,

walaupun itu sudah menjadi tradisi, itu tradisi yang membuka peluang untuk kearah

hal-hal yang maksiat, walaupun tujuannya baik, tetap tidak diperbolehkan, jika ingin

mengetahui calon mempelai perempuan tadi cukup dengan meminang, mencari tahu

informasi mengenai calon mempelai dengan pihak keluarga nya saja.

Tradisi ini menurut Bapak Prof. Dr. H. Romli, SA, MA, selaku ketua PW

Muhammadiyah Sumatera Selatan, tradisi ini terlalu berlebihan calon mempelai

Page 14: BAB IV PANDANGAN TOKOH AGAMA (MUI) TERHADAP …

70

perempuan dan calon mempelai laki-laki itu tidak pantas baik secara akhlak dan tidak

sesuai dengan hukum syari’ah, hukum syari’ah itu bukan saja hukum yang nyata tapi

juga mengantisipasi hal-hal buruk yang bakal terjadi. Sementara itu solusi nya yaitu

memang tidak mudah untuk mengajak masyarakat meninggalkan tradisi ini terutama

ini memberikan pemahaman kepada masyarakat, dan yang dilibatkan tokoh adat,

tokoh agama dan aparat pemerintah untuk menghilangkan tradisi tersebut, atau pada

saat peminjaman itu pihak mempelai perempuan itu ditemani mahramnya baik teman

atau saudaranya dan juga kepada pemuda dan pemudi harus diberikan pemahaman

keagamaan, dan diberikan penjelesan terkait melamar dalam Islam, dan tata cara

lamaran dalam Islam. Terkait pola pikiran masyarakat desa Tanjung Bali juga harus

dirubah secara perlahan, diberikan pemahaman keagamaan terutama tentang Khitbah

dalam agama Islam.15

B. Pandangan Tokoh Adat Terhadap Tradisi Minjam Gadis Pra Nikah

Pada umumnya di Indonesia suatu perkawinan di dahului dengan lamaran

(ngelamar), dan ini merupakan awal pertemuan dua keluarga besar yang nantinya

diharapkan terjalin menjadi satu keluarga baru. Sebagai pertemuan pertama yang

diharapkan mempunyai kesan manis dan mendalam bagi kedua keluarga besar yang

akan saliing berbesanan, maka acara lamaran harus dirancang sedemikian rupa

sehingga bisa berlangsung dengan sukses. Lamaran merupakan prosesi untuk

15

Wawancara Bapak Romli Selaku Ketua PW Muhammadiyah, tanggal 22 Agustus 2019

Page 15: BAB IV PANDANGAN TOKOH AGAMA (MUI) TERHADAP …

71

menentukan waktu (jam, hari, tanggal, bulan dan tahun).16

Akibatnya lamaran ini

pada umumnya bukan perkawinan, akan tetapi pertunangan terlebih dahulu. Tujuan

perkawinan bagi masyarakat bersifat kekerabatan adalah untuk mempertahankan dan

meneruskan keturunan menurut garis kebapakan atau keibuan, untuk kebahagiaan

rumah tangga keluarga/kerabat, untuk memperoleh nilai-nilai adat budaya dan

kedamaian, dan untuk mempertahankan kewarisan.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa tujuan perkawinan menurut tradisi

bukan hanya semata untuk membentuk keluarga yang kekal dan bahagia yang

merupakan tujuan pribadi antara laki-laki dan akan tetapi untuk kebahagiaan dua

keluarga besar dan bahkan tetangga, perkawinan adat sangatlah kompleks karena

tidak hanya mengedepankan kebahagiaan saja, akan tetapi untuk mempertahankan

tradisi dalam keluarga.

Menurut Bapak Subroto, Tradisi minjam gadis pra nikah ini sudah lama ada

didesa ini sejak, adanya desa tradisi tersebut juga sudah ada, menurutnya dalam

proses lamaran pada masa itu masyarakat desa Tanjung Bali sering terjadi tumpang

tindih dalam melamar perempuan, maksudnya adalah perempuan yang sudah dilamar

oleh seorang pemuda kemudian dilamar lagi oleh pemuda lain sehingga terjadinya

keributan di kedua belah pihak. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka setelah

acara melamar selesai perempuan langsung (dibawa) dipinjam ke rumah mempelai

16

Artati Agoes, Kiat Sukses Menyelengarakan Pesta Perkawinan Adat Jawa, Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, hlm.6

Page 16: BAB IV PANDANGAN TOKOH AGAMA (MUI) TERHADAP …

72

laki-laki yang melamarnya dan disaksikan oleh tokoh masyarakat, tokoh agama dan

tokoh pemerintah setempat, walaupun diantara kedua calon mempelai dalam satu

rumah, tetapi mereka menjaga perasaan masing-masing karena mereka sangat malu

untuk bertemu. Kemudian pada saat calon mempelai perempuan dipinjam,

perempuan tersebut tidak sendirian tetapi ditemani adik perempuannya atau teman

akrabnya sampai acara pengembalian calon mempelai perempuan nanti. Menurut

Bapak Subroto sebenarnya sudah lama mengajak masyarakat meninggalkan tradisi

tersebut tetapi masyarakat tetap dan masih saja melestarikan tradisi ini. Sebenarnya

tidak masalah dalam tradisi ini tetapi yang menjadi masalah ialah adanya peminjaman

selama 4 harian lebih sehingga selama proses peminjaman itu takutnya terjadi sesuatu

hal yang tidak diinginkan.17

17

Wawancara Bapak Subroto, tokoh adat Desa Tanjung Bali, Tanggal 19 Januari, 2019