bab iv pembahasan 4.1 ngango lo huwayo pada upacara adat...

32
17 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Ngango lo huwayo pada upacara adat di Bulango Kabupaten Bone Bolango Ngango lo huwayo merupakan salah satu kelengkapan adat dalam pelaksanaan upacara adat. Ngango lo huwayo digunakan pada upacara adat kebesaran seperti pada upacara adat penobatan, upacara adat penyambutan tamu, perkawinan dan pada upacara adat pemakaman. Pada zaman dulu ada 4 golongan status sosial yaitu Raja, bangsawan, rakyat biasa dan wato (budak). Untuk menggelar upacara adat ngango lo huwayo hanya boleh digunakan oleh Olongia (raja) dan keturunannya serta golongan bangsawan, Olongia pada waktu itu merupakan penguasa. Namun dengan adanya perkembangan zaman upacara-upacara adat tersebut sudah dapat dipakai oleh seluruh masyarakat Gorontalo (Wawancara bersama Hamid R. Delatu, tanggal 27 Februari 2013 pukul 15.30). Ngango lo huwayo terbuat dari bambu kuning (wawohu hulawa), bambu dibelah 30 cm kemudian diukir untuk membuat gigi buaya. Kelengkapan lain dari ngango lo huwayo yaitu tangga adat, lengkungan janur kuning dan pohon pinang. Ngango lo huwayo diletakkan di depan pintu masuk ke Yiladia, berikut ini gambar ngango lo huwayo diletakkan di depan rumah.

Upload: haquynh

Post on 13-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

17

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Ngango lo huwayo pada upacara adat di Bulango Kabupaten Bone

Bolango

Ngango lo huwayo merupakan salah satu kelengkapan adat dalam

pelaksanaan upacara adat. Ngango lo huwayo digunakan pada upacara adat

kebesaran seperti pada upacara adat penobatan, upacara adat penyambutan tamu,

perkawinan dan pada upacara adat pemakaman.

Pada zaman dulu ada 4 golongan status sosial yaitu Raja, bangsawan,

rakyat biasa dan wato (budak). Untuk menggelar upacara adat ngango lo huwayo

hanya boleh digunakan oleh Olongia (raja) dan keturunannya serta golongan

bangsawan, Olongia pada waktu itu merupakan penguasa. Namun dengan adanya

perkembangan zaman upacara-upacara adat tersebut sudah dapat dipakai oleh

seluruh masyarakat Gorontalo (Wawancara bersama Hamid R. Delatu, tanggal 27

Februari 2013 pukul 15.30).

Ngango lo huwayo terbuat dari bambu kuning (wawohu hulawa), bambu

dibelah 30 cm kemudian diukir untuk membuat gigi buaya. Kelengkapan lain dari

ngango lo huwayo yaitu tangga adat, lengkungan janur kuning dan pohon pinang.

Ngango lo huwayo diletakkan di depan pintu masuk ke Yiladia, berikut ini gambar

ngango lo huwayo diletakkan di depan rumah.

18

Gambar 3. Letak Ngango lo huwayo di Yiladia (Rumah)

Foto : Dok. Penulis Maret 2013

Pada gambar di atas ngango lo huwayo terletak di depan pintu masuk

rumah, Ngango lo huwayo diletakkan menghadap ke depan menyongsong tamu-

tamu yang datang ke upacara adat dengan posisi mulut yang terbuka. Letak

ngango lo huwayo tersebut disesuaikan dengan posisi rumah. Selain kelengkapan

adat ngango lo huwayo terdapat juga pagar adat dan tempat persidangan adat,

kelengkapan tersebut diletakkan bersamaan (Wawancara D.K Usman, tanggal 17

Desember 2013 pukul 17.00).

4.2. Kajian bentuk ngango lo huwayo pada upacara adat di Bulango

Kabupaten Bone Bolango

4.2.1 Bentuk ngango lo huwayo pada upacara adat penobatan

Kelengkapan adat ngango lo huwayo pada upacara adat penobatan di

Bulango Kabupaten Bone Bolango terdiri dari mulut buaya, lengkungan janur

kuning, pohon pinang dan tangga adat. Ngango lo huwayo terbuat dari bambu

19

kuning yang dibelah kemudian diukir sehingga menghasilkan bentuk. Berikut ini

bentuk yang terdapat pada ngango lo huwayo.

Gambar 4 a. Ngango lo huwayo pada Upacara adat penobatan (tampak samping)

Foto: Dok. penulis, Juni 2013

Gambar 4 b. Keterangan bentuk pada upacara adat penobatan

Foto: Dok. penulis, Juni 2013

8 7

6

3

5 2

1

4

1. 5.

2. 6.

3. 7.

4. 8.

20

Pada gambar di atas merupakan gambar tampak samping dari ngango lo

huwayo. Adapun bentuk yang terdapat pada gambar di atas terdiri dari bentuk

segitiga sama kaki, bentuk segitiga sama sisi, bentuk silinder, bentuk persegi

panjang, bentuk segitiga siku-siku, segitiga sembarang, segitiga sama sisi dan

bentuk segitiga siku-siku. Bentuk segitiga sama kaki pada gambar 1 merupakan

mulut buaya. Pada mulut buaya bambu kuning dibelah 30 cm, kemudian diukir

pada bagian mulutnya sampai pada gigi buaya (Wawancara bersama Hamid R.

Delatu, tanggal 27 Februari 2013 pukul 15.30). Mulut buaya diukir untuk

menghasilkan bentuk moncong buaya, jadi jika dilihat dari tampak samping mulut

buaya yang terbuka nampak terlihat bentuk segitiga sama kaki.

Pada gambar 2 bentuk segitiga sama sisi yang merupakan ukiran gigi

buaya, bentuk yang diukir berbentuk segitiga sama sisi. Bentuk segitiga sama sisi

terdapat pada bagian bawah, bagian atas, bagian kiri dan kanan sehingga

bentuknya saling berhadapan. Jumlah gigi pada bagian atas yaitu 9 dan 7 pada

bagian bawah kiri dan kanan. Angka 9 diambil pada 9 kerajaan yang menganut

dan menyebarkan agama Islam di Gorontalo, sedangkan angka 7 merupakan 7

orang-orang yang memiliki jabatan di daerah kerajaan yaitu Olongia, Huhuhu,

Moputi, Kadli, Apitalau, Wulea Lo Lipu, Mbu’I Biluwato (Wawancara Delatu

Karmin, tangga 15 Juni 2013 pukul 11.00).

Hal itu dibenarkan oleh bapak Hamid R. Delatu bahwa “angka 9 di ambil

dari 9 kerajaan yang menganut serta menyebarkan agama Islam di Gorontalo, dan

angka 7 di ambil dari 7 orang yang memiliki jabatan di daerah kerajaan”

(Wawancara bersama Hamid R. Delatu, tanggal 7 Juli 2013 pukul 17.26).

21

Pada upacara adat penobatan Bupati di Bulango Kabupaten Bone Bolango

jumlah gigi yang digunakan merupakan jumlah gigi yang digunakan pada upacara

adat kerajaan dulu. Pemakaian jumlah gigi tersebut karena upacara yang digelar

merupakan upacara adat penobatan bagi bupati. Dulu jabatan bupati adalah

Olongia (raja), maka itu masyarakat menggunakan jumlah gigi tersebut

(Wawancara bersama Karmin Delatu, tanggal 15 Juni 2013 pukul 11.00).

Pada bagian belakang dari gigi buaya diletakkan penyangga yang

berfungsi untuk membuka mulut buaya sehingga mulut buaya tersebut menganga.

Bambu kuning merupakan bahan utama dalam pembuatan kelengkapan adat

ngango lo huwayo yang berbentuk silinder. Bambu kuning yang digunakan pada

upacara adat penobatan di Bulango Kabupaten Bone Bolango adalah bambu

bagian ujung (huudiyo). Penggunaan bambu kuning pada bagian ujung merupakan

pertanda bahwa upacara yang digelar adalah pesta riang (Wawancara bersama

Hasim supu, tanggal 27 Februari 2013 pukul 18.15). Berikut ini bambu yang

digunakan pada upacara adat penobatan di Bulango Kabupaten Bone Bolango.

Gambar 5. Bambu kuning bagian ujung (Huudiyo)

Foto: Dok. penulis, Juni 2013

22

Menurut Bapak D.K Usman selaku tokoh adat di Kota Gorontalo bahwa

“penggunaan bambu pada bagian ujung tujuannya untuk memberikan simbol atau

tanda di setiap upacara-upacara adat, agar masyarakat dapat membedakan mana

pesta riang dan upacara adat pemakaman” (Wawancara bersama D.K Usman,

tanggal 17 Desember 2013 pukul 17.00). Bambu kuning juga memberikan motif

alami yang bergaris warna hijau. Warna bergaris hijau tersebut akan menambah

nilai estetik dari ngango lo huwayo.

Pada gambar 4 bentuk persegi panjang, bentuk tersebut dihasilkan dari

tiang-tiang bambu yang menghubungkan lengkungan janur kuning dengan bambu

kuning dan tangga adat. Pada gambar 5, bagian ujung bambu diletakkan pada

lantai dan mulut buaya diikatkan setinggi 60 cm sehingga mulutnya miring 40

derajat dan membentuk segitiga siku-siku (Wawancara bersama Hamid R. Delatu,

Tanggal 27 Februari 2013 pukul 15.30).

Di antara lantai, tangga adat dan bambu kuning (mulut buaya) terdapat

bentuk segitiga sembarang (gambar 6). Bentuk segitiga sembarang terbentuk

antara lantai serta kemiringan tangga adat dan bambu kuning (mulut buaya) saling

bersilangan sehingga membentuk segitiga sembarang. Untuk bentuk segitiga sama

sisi gambar 7 merupakan silangan antara tangga adat dan bambu kuning (mulut

buaya). Pada nomor 8 terdapat bentuk segitiga siku-siku terbentuk dari bambu

kuning (mulut buaya) yang disilangkan dengan bambu kuning lainnya sehingga

membentuk segitiga siku-siku.

Dari tampak depan kelengkapan adat ngango lo huwayo terdapat beberapa

bentuk. Berikut ini gambar ngango lo huwayo dilihat dari tampak depan.

23

Gambar 6 a. Ngango lo huwayo pada upacara adat penobatan (tampak depan)

Sumber : Upacara Adat Penobatan Dan Penyambutan Tamu

Bupati Bone Bolango (Rumah Pribadi)

Foto: Dok. penulis, Juni 2013

1.

2.

3

4.

5. Bentuk Tak Beraturan (Janur

Kuning)

6. Bentuk Tak Beraturan (Pohon

Pinang)

Gambar 6 b. Keterangan bentuk ngango lo huwayo pada upacara adat penobatan

Foto: Dok. penulis, Juni 2013

5

3

24

Pada tampak depan terdapat beberapa bentuk yaitu bentuk persegi

panjang, bentuk setengah lingkaran, bentuk segitiga siku-siku dan bentuk tak

beraturan pada janur kuning dan pohon pinang. Pada gambar 1 bentuk persegi

panjang merupakan bentuk dasar antara lengkungan janur kuning dan tiang-tiang

sebagai penghubung antara lengkungan satu dengan yang lain. Tiang-tiang

diletakkan di samping mulut buaya dan pohon pinang, kemudian bilah-bilah

bambu ditancapkan pada tiap-tiap bambu sehingga bilah bambu tersebut

membentuk setengah lingkaran (keterangan 6 a gambar 2), (Wawancara bersama

Hamid R. Delatu, tanggal 27 Februari 2013 pukul 15.30).

Di samping tiang-tiang bambu kuning untuk lengkungan janur kuning

terdapat mulut buaya yang menganga menyongsong tamu yang datang. Mulut

buaya diikatkan pada pada bagian tengah disamping kiri dan kanan terdapat

pohon pinang dan tiang yang digunakan untuk lengkungan janur kuning

(Wawancara bersama Hamid R. Delatu, tanggal 27 Februari 2013 pukul 15.30).

Pada bagian tengah terdapat tangga adat (tolitihu), tangga adat ini terbuat

dari bambu kuning yang dibelah-belah kemudian dianyam sehingga menghasilkan

suatu motif anyaman bambu dan bentuk keseluruhan dari tangga adat berbentuk

persegi panjang (gambar 3). Motif anyaman tersebut adalah motif anyaman kepar,

berikut ini contoh motif anyaman yang digunakan pada tangga adat.

25

Gambar 7. Anyaman kepar

Sumber : Keterampilan Anyaman Bambu Dan Rotan

Foto : Dok. Repro Penulis 15 Oktober 2013

Setelah bilah-bilah bambu dianyam maka bentuk keseluruhan dari tangga

adat tersebut akan berbentuk persegi panjang. Pada tangga adat bilah bambu yang

dianyam adalah bagian dalam bambu, jadi bambu bagian luar mengahadap ke atas

pertanda bahwa upacara yang digelar merupakan pesta riang (Wawancara

bersama Hamid R. Delatu, tanggal 27 Februari 2013 pukul 15.30).

Pada upacara adat penobatan di Bulango Kabupaten Bone Bolango tangga

adat diletakan didepan pintu masuk rumah pribadi dan rumah dinas. Letaknya

agak miring dari tanah kebalok rumah sehingga tangga adat menjadi landai. Bilah

bambu tidak dapat berfungsi atau diatur kalau tidak ada buuwata (Penopang).

Pada penopang inilah letaknya kekuatan bilah bambu yang letaknya melintang

diatas tiang sehingga kelihatan seperti dianyam (Liputo, 1985:55).

Untuk ketinggian tangga yang diletakan di depan rumah disesuaikan

dengan kondisi rumah, jadi kemiringan tangga disesuaikan dengan balok rumah

(Wawancara bersama D.K Usman, tanggal 17 Desember 2013 pukul 17.00). Jadi

26

kemiringan tangga adat tidak ditentukan berapa kemiringannya namun tangga

tersebut menyesuaikan dengan teras rumah.

Dokumentasi kelengkapan adat ngango lo huwayo yang diambil ini pada

waktu upacara adat penobatan Bupati di Kabupaten Bone Bolango yang bertempat

di rumah pribadi. Letak tangga adat menyesuaikan dengan teras rumah dan

berhubung teras tersebut tidak tinggi maka letak tangganya pun miring 5 derajat

(lihat keterangan 4 a). Bilah-bilah bambu yang dianyam terdapat lima ruang,

setiap ruang diisi dengan 7 bilah-bilah bambu dan terdapat 5 penopang agar

tangganya kuat untuk dilewati (Wawancara bersama Hamid R. Delatu, tangga 27

Februari 2013 pukul 15.30).

Pada keterangan 6 gambar 4, terdapat bentuk segitiga siku-siku. Bentuk

segitiga siku-siku tersebut dihasilkan dari persilangan antara tangga adat dan

bambu kuning (mulut buaya). Pada gambar 6 merupakan bentuk tak beraturan

yaitu janur kuning yang diikatkan pada lengkungan janur kuning. Janur kuning

pada upacara adat penobatan di Bulango Kabupaten Bone Bolango merupakan

peringatan bagi pejabat yang akan dinobatkan di dalam menjalankan tugasnya

(Liputo, 1985:57).

Untuk tampak depan pada bagian kiri dan kanan ngango lo huwayo

terdapat pohon pinang yang masih muda lengkap dengan daunnya. Pada

umumnya pohon tergolong dalam bentuk tak beraturan karena pohon bentuknya

tidak simetris, hubungan antara bagian-bagian lainnya tidak serupa sehingga

pohon pinang tergolong dalam bentuk tak beraturan. Pohon pinang terletak di

27

samping mulut buaya di kiri dan kanan, walaupun diletakkan secara bersamaan

namun pohon pinang tetap tidak simetris (keterangan 6 a).

Bentuk lain yang terdapat pada pohon pinang yaitu batang pohon pinang

yang berbentuk silinder. Bentuk silinder tersebut hanya terdapat pada batangnya

saja jadi bentuk keseluruhan dari pohon pinang yaitu bentuk tak beraturan. Pada

upacara adat penobatan di Bulango Kabupaten Bone Bolango memiliki makna

bahwa 2 pohon pinang yang masih berdaun melambangkan adat yang turun-

temurun dan mengayomi yang didasarkan pada agama dan hukum (Liputo,

1985:20).

Pada tampak atas kelengkapan adat ngango lo huwayo terdapat bentuk

persegi panjang dan bentuk setengah lingkaran. Bentuk persegi panjang terdapat

pada tangga adat, kemudian bentuk setengah lingkaran tersebut terdapat pada

lengkungan janur kuning.

4.1.2 Bentuk ngango lo huwayo pada upacara adat penyambutan tamu

Upacara adat penyambutan tamu merupakan penyambutan/penghormatan

kepada tamu secara adat oleh pemerintah dan masyarakat (Pateda, 2008:56). Pada

upacara adat penyambutan di Bulango Kabupaten Bone Bolango terdapat

kelengkapan adat ngango lo huwayo yaitu mulut buaya, pohon pinang,

lengkungan janur kuning dan tangga adat. (Wawancara bersama Ayuba Gani,

tanggal 6 Maret 2013 pukul 15.30).

28

Gambar 8 a. Ngango lo huwayo pada upacara adat penyambutan tamu (tampak samping)

Foto: Dok. Penulis Juni 2013

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Gambar 8 b. Keterangan bentuk ngango lo huwayo pada upacara adat penyambutan tamu

Foto: Dok. Penulis Juni 2013

Pada gambar di atas merupakan bentuk-bentuk yang terdapat pada

kelengkapan adat ngango lo huwayo jika dilihat dari tampak samping. Bentuk

pada tampak samping terdiri dari bentuk segitiga sama kaki, bentuk segitiga sama

sisi, bentuk silinder, bentuk persegi panjang, bentuk segitiga siku-siku dan bentuk

6

7

4

1

29

segitiga sembarang. Bentuk segitiga sama kaki (gambar 1) merupakan bentuk

mulut buaya yang menganga. Bentuk tersebut terlihat ketika dilihat dari samping.

Pada ujung bambu kuning diukir sehingga mengasilkan bentuk mulut buaya

lengkap dengan gigi buaya (Wawancara bersama D.K Usman, tanggal 17

Desember 2013 pukul 17.00). Gigi buaya yang diukir adalah bentuk segitiga sama

sisi. Gigi-gigi tersebut diukir pada bagian bawah, atas, kiri dan kanan sehingga

gigi-gigi tersebut saling berhadapan. Pada bagian dalam mulut buaya diletakkan

penyangga agar mulut buaya terbuka.

Jumlah gigi pada upacara adat penyambutan tamu bagi pejabat yang akan

dinobatkan di Bulango Kabupaten Bone Bolango berjumlah 9 di atas dan 7 di

bawah. Apabila penyambutan tamu bagi yang mengadakan kunjungan atau

pemeriksaan wilayah dan tamu yang hanya sekali disambut secara adat di daerah

Gorontalo maka jumlah giginya berjumlah 7 di atas dan 5 di bawah. Jumlah gigi 7

di atas dan 5 di bawah merupakan tanda kerukunan, kesetiaan dari 3 serangkai

adat yaitu bersatu dalam melaksanakan pemerintahan (Liputo, 1985:20). Berikut

ini gambar kelengkapan adat ngango lo huwayo pada upacara adat penyambutan

tamu di Bulango Kabupaten Bone Bolango.

30

Gambar 9. Ngango lo huwayo pada upacara adat penyambutan tamu

Sumber: Sketsa D.K Usman

Foto: Dok. Penulis Juni 2013

Makna ngango lo huwayo pada upacara adat penyambutan tamu

melambangkan hukum (Wawancara bersama D.K Usman, tanggal 17 Desember

2013 pukul 17.00). Bambu kuning yang digunakan pada upacara adat

penyambutan tamu di Bulango Kabupaten Bone Bolango adalah bambu kuning

pada bagian ujung (Huudiyo) (lihat keterangan 5). Bambu kuning merupakan

bahan utama dalam pembuatn kelengkapan adat ngango lo huwayo yang

tergolong dalam bentuk silinder.

Pada gambar 4 merupakan bentuk persegi panjang jika dilihat dari tampak

samping. Pada gambar 5 terdapat bentuk siku-siku. Bentuk siku-siku merupakan

bentuk yang dihasilkan dari kemiringan tangga adat dan bambu kuning (mulut

buaya). Kemiringan tangga adat tersebut karena tangga diletakkan pada balok

rumah sehingga tangganya miring dan kemiringan bambu kuning karena mulut

buaya diikatkan pada pohon pinang tingginya mencapai 60 cm sehingga

kemiringannya mencapai 40 derajat.

31

Pada gambar 6 berbentuk segitiga sembarang yang merupakan persilangan

antara tangga adat dan bambu kuning. Bentuk segitiga siku-siku terdapat pada

persilangan bambu kuning (mulut buaya) dan bambu kuning sehingga berbentuk

segitiga siku-siku (gambar 7)

Gambar 10 a. Ngango lo huwayo pada upacara adat penyambutan tamu (tampak depan)

Foto: Dok. Penulis, Juni 2013

1.

2.

4.

5.

32

3. Bentuk tak beraturan (janur

kuning)

6. bentuk tak beraturan (pohon

pinang)

Gambar 10. Keterangan bentuk Ngango lo huwayo pada upacara adat penyambutan tamu dan

Foto: Dok. Penulis, Juni 2013

Pada gambar di atas merupakan gambar kelengkapan adat ngango lo

huwayo pada tampak depan yang terdiri dari bentuk persegi panjang, bentuk

setengah lingkaran, bentuk segitiga siku-siku dan bentuk tak beraturan terdapat

pada pohon pinang dan janur kuning. Bentuk persegi panjang terdapat pada

gabungan antara bambu-bambu kuning sehingga jika dilihat dari tampak depan

maka berbentuk persegi panjang. Pada gambar 2 yaitu bambu yang diletakkan

secara bersamaan disamping mulut buaya dan bambu kuning.

Tiang bambu tersebut ditancapkan bilah-bilah bambu sehingga berbentuk

setengah lingkaran. Lengkungan tersebut dihiasi dengan janur kuning dengan cara

diikat pada bilah-bilah bambu (Wawancara bersama D.K Usman, tanggal 17

Desember 2013 pukul 17.00). Jadi pada lengkungan janur kuning terdapat dua

bentuk yaitu bentuk setengah lingkaran terdapat pada lengkungan janur kuning

dan bentuk tak beraturan terdapat pada janur kuning (lihat gambar 3).

Pada gambar 4 terdapat tangga adat, tangga adat terbuat dari bambu

kuning. Pada upacara adat penyambutan tamu di Bulango Kabupaten Bone

Bolango tangga adat merupakan salah satu kelengkapan yang harus ada di

33

samping ngango lo huwayo. Tangga adat terbuat dari bilah-bilah bambu yang

dirangkai sehingga menghasilkan bentuk persegi panjang.

Tangga adat dibuat miring kebawah dari ujung lantai pintu masuk ke

rumah. Pada upacara adat penyambutan tamu di Bulango Kabupaten Bone

Bolango kemiringan tangganya tidak ditentukan berapa derajat kemiringannya,

namun kemiringan tersebut menyesuaikan dengan letak teras rumah. Dari hasil

dokumentasi yang didapat di lapangan, tangga adat yang diletakkan di depan pintu

masuk rumah (teras rumah) sehingga kemiringannya hanya mencapai 5 derajat.

Cara pembuatan tangga adat yaitu empat bambu diletakan secara

landai/miring dari lantai pintu ke tanah dengan jarak yang sama, bambu itulah

yang akan menjadi tumpuan. Pada ke empat bambu itu diikatkan empat potong

bambu selebar tangga yang letaknya melintang, jaraknya sama sehingga menjadi

empat susun. Di pinggir empat bambu itu ada lagi empat bambu yang berlubang

untuk tempat jari-jari tangga. Di antara ke empat bambu melintang itu dibuatkan

anyaman bambu yang dibelah, sehingga menjadi seperti tangga yang dianyam dari

bambu. Bambu yang dianyam itu letaknya terlentang dan menjadi jari-jari yang

dimasukan pada bambu yang berlubang (Liputo, 1985:18).

Untuk gambar 5 yaitu kemiringan bambu kuning dan tangga adat sehingga

membentuk segitiga siku-siku. Pada gambar 6 yaitu pohon pinang. Pohon pinang

yang masih muda yang lengkap dengan daunnya diletakkan di samping mulut

buaya. Pohon pinang berdiri tegak disamping mulut buaya, pohon pinang

merupakan bentuk tak beraturan karena bagian bawah dan atas dari pohon pinang

tidak simetris. Walaupun 2 pohon pinang berdiri tegak di samping mulut buaya

34

namun bentuknya tidak simetris. Pada upacara adat penyambutan tamu di

Bulango Kabupaten Bone Bolango 2 pohon pinang melambangkan adat yang

turun temurun dan mengayomi masyarakat yang didasarkan pada agama dan

hukum (Liputo, 1985:20).

Jika dilihat dari tampak atas bentuk yang terdapat pada kelengkapan adat

ngango lo huwayo yaitu bentuk persegi panjang dari tangga adat serta

lengkungan-lengkungan janur kuning.

4.1.3 Bentuk ngango lo huwayo pada upacara adat perkawinan

Pada upacara adat perkawinan di Bulango Kabupaten Bone Bolango

memiliki kelengkapan adat yaitu ngango lo huwayo yang terdiri dari mulut buaya,

lengkungan janur kuning, pohon pinang dan tangga adat. Berikut ini bentuk-

bentuk yang terdapat pada ngango lo huwayo.

Gambar 11 a. Ngango lo huwayo pada upacara adat Perkawinan (tampak samping)

Foto : Dok. Penulis, Maret 2013

1

35

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Gambar 11 b. Keterangan bentuk Ngango lo huwayo pada upacara adat Perkawinan

Foto : Dok. Penulis, Maret 2013

Gambar di atas merupakan kelengkapan adat ngango lo huwayo tampak

dari samping. Dilihat pada tampak samping kelengkapan adat ngango lo huwayo

terdapat beberapa bentuk yaitu bentuk segitiga sama kaki, bentuk segitiga sama

sisi, bentuk silinder, bentuk persegi panjang, bentuk segitiga siku-siku dan bentuk

trapesium.

Bentuk segitiga sama kaki yang terdapat pada bentuk mulut buaya yang

terbuka. Bambu kuning dibelah 30 cm kemudian diukir pada bagian depan untuk

membentuk moncong buaya dan diberi penyangga agar mulut buaya tebuka.

Setelah itu diukir pada bagian dalam mulut buaya, ukiran-ukiran tersebut

berbentuk segitiga yaitu sebagai gigi dari buaya. Dilihat dari gambar tampak

samping, bagian atas terlihat mulut buaya yang terbuka membentuk segitiga sama

kaki, pada ukiran gigi buaya berbentuk segitiga sama sisi dan bambu kuning yang

36

digunakan merupakan bentuk silinder. Jadi pada tampak samping memiliki tiga

bentuk yang dipadukan dalam satu kelengkapan adat yaitu bentuk segitiga sama

kaki, segitiga sama sisi dan bentuk silinder.

Pada upacara adat perkawinan di Bulango Kabupaten Bone Bolango gigi

dari mulut buaya di atas berjumlah 7 dan di bawah berjumlah 5. Angka 7 diambil

pada 7 orang yang memiliki jabatan pada daerah kerajaan. Sedangkan angka 5

merupakan 5 kerajaan yang ada di Gorontalo seperti Hulondalo, Limutu, Bulango,

Atinggola dan Suwawa (Wawancara bersama Karmin Delatu, tanggal 15 Juni

2013 pukul 11.00).

Bentuk mulut buaya memiliki tujuan tertentu pada setiap upacara-upacara

adat, dan bentuknya pun masih seperti yang dulu karena apabila bentuknya diubah

maka nilai-nilai budayanya juga berubah. Untuk itu para pemangku adat masih

mempertahankan bentuknya. Namun ada juga yang mengkreasikan bentuk-bentuk

ukiran mulut buaya seperti gambar di bawah ini.

Gambar 12. Mulut Buaya

Foto : penulis, Juli 2013

37

Ukirannya sengaja dibuat untuk mengkreasikan suatu bentuk ukiran dari

mulut buaya, ujung mulutnya dibuat lebih runcing jadi lebih moncong dari bentuk

yang biasanya dibuat. Untuk giginya juga diukir, dari gigi pertama dan kedua

dibuat berdekatan namun masuk ke ukiran gigi ketiga ada batasan dengan ukiran

yang cembung dan agak panjang dari gigi-gigi lainnya. Setelah itu baru diukir gigi

ketiga sampai ketujuh untuk bagian atas kiri dan kanan mulut buaya. Dan untuk

bagian bawah mulut buaya giginya dibuat sama seperti bagian atas yaitu gigi

pertama dan keduapun berdekatan dan ada batasanya juga, setelah itu diukir gigi

ketiga sampai lima.

Bagian dalam mulut buaya dibuat berbeda dengan mulut buaya yang lain.

Biasanya bambu dibelah sampai 30 cm kemudian diletakkan penyangga pada

bagian dalam mulut buaya agar mulutnya terbuka. Namun gambar diatas tidak

terdapat penyangga hanya saja bentuk ukirannya yang menjadikan mulut tersebut

terlihat terbuka. Ukiran-ukiran tersebut tidak meninggalkan nilai-nilai budaya

yang ada pada kelengkapan adat ngango lo huwayo.

Pada gambar 3 bentuk silinder yaitu bambu kuning. Pada pembuatan

ngango lo huwayo bambu yang digunakan adalah bambu kuning pada bagian

ujung bambu (Huudiyo). Penggunaan bambu seperti itu merupakan tanda bahwa

upacara yang digelar adalah pesta riang (Wawancara bersama Hasim Supu,

tanggal 27 Februari 2013 pukul 18.15).

Pada gambar 4 terdapat bentuk persegi panjang yang merupakan gabungan

antara bambu kuning dengan kelengkapan adat lainnya. Pada gambar 5 terdapat

bentuk segitiga siku-siku, bentuk tersebut dihasilkan dari kemiringan tangga adat

38

dan bambu kuning (mulut buaya). Bentuk trapesium ini terdapat pada kemiringan

bambu kuning dan bambu-bambu yang terdapat kelengkapan adat terdapat pada

gambar 6. kemudian gambar 7 merupakan bentuk segitiga siku-siku. Bentuk

segitiga siku-siku merupakan kemiringan tangga adat, kemiringannya mencapai

35 derajat dari tanah ke balok rumah, sehingga apabila dilihat dari samping tangga

tersebut berbentuk segitiga siku-siku. Berikut ini gambar ngango lo huwayo dari

tampak depan.

Gambar 13 a. Ngango lo huwayo pada upacara adat Perkawinan (tampak depan)

Foto : Dok. Penulis, Maret 2013

6

5

4

3

2

1

39

1.

2.

3. Bentuk tak beraturan

(janur kuning)

4.

5. Bentuk tak beraturan

(pohon pinang)

6.

Gambar 13 b. Keterangan bentuk ngango lo huwayo pada upacara adat Perkawinan

Foto : Dok. Penulis, Maret 2013

Pada gambar tampak depan terdapat beberapa bentuk yaitu bentuk persegi

panjang, bentuk setengah lingkaran, bentuk tak beraturan terdapat janur kuning,

bentuk persegi panjang, bentuk tak beraturan terdapat pada pohon pinang dan

segitiga siku-siku.

Dari tampak depan yang telihat adalah mulut buaya yang terbuka.

Moncong dari buaya tersebut menghadap ke depan untuk menyongsong tamu

yang datang pada upacara adat. Mulut buaya pada upacara adat perkawinan di

Bulango Kabupaten Bone Bolango bermakna bahwa segala marah bahaya pasti

akan ditelan buaya sehingga sejahteralah kedua mempelai dalam kehidupan

mereka (Liputo, 1985:131).

40

Bentuk persegi panjang terbentuk dari tiang-tiang yang berdiri untuk

menancapkan lengkungan janur kuning. Pada gambar 2 terdapat bentuk setengah

lingkaran yaitu lengkungan janur kuning. Lengkungan janur kuning tersebut

terbuat dari bilah bambu yang ditancapkan dari tiang satu ke tiang lainnya

sehingga lengkungan tersebut saling berhubungan (Wawancara bersama Hamid R.

Delatu, tanggal 27 Februari 2013 pukul 15.30).

Lengkungan janur kuning dihiasi dengan janur kuning dengan cara diikat

pada bilah-bilah bambu, jadi pada lengkungan janur kuning tersebut terdapat dua

bentuk yaitu bentuk setengah lingkaran terdapat pada lengkungannya dan bentuk

tak beraturan terdapat pada janur kuning (gambar 3). Lengkungan janur kuning

pada upacara adat perkawinan di Bulango Kabupaten Bone Bolango bermakna

bahwa apa yang terjadi di luar rumah jangan dibawa ke rumah tangga agar rumah

tangga selalu aman dan bahagia (Liputo, 1985:132).

Kelengkapan adat ngango lo huwayo dihiasi dengan janur kuning, jika

kedua insan itu masih jejaka, kalau salah satunya sudah pernah menikah maka

ngango lo huwayo tidak diberi janur lagi (Liputo, 1985 131). Namun hal tersebut

sudah tidak dilakukan lagi disebabkan oleh perkembangan zaman sehingga hal

tersebut tidak dilakukan lagi (Wawancara bersama Ayuba Gani, tanggal 6 Maret

2013 pukul 15.30).

Bentuk persegi panjang terdapat pada tangga adat (gambar 4). Tangga adat

terbuat dari bambu kuning yang dibelah-belah kemudian dirangkai menjadi satu

sehingga menghasilkan suatu motif anyaman bambu. Anyaman bambu yang telah

dirangkai menjadi tangga adat berbentuk persegi panjang. Pada bilah-bilah bambu

41

dibuatkan penopang agar tangga yang dibuat menjadi kuat karena tangga tersebut

merupakan tumpuan bagi yang melewatinya.

Pada upacara adat perkawinan di Bulango Kabupaten Bone Bolango

tangga adat terbuat dari bambu kuning pada bagian bawah tanah mendatar satu

bagian, menanjak 4 bagian dan mendatar di atas satu bagian sehingga kalau

dihitung semuanya akan memperoleh 7 bambu yang melintang. Ini berarti huta-

hutao duluo wau langge langgelo limo yang berarti duluo lo u limo pohalaa atau

menggambarkan persatuan di daerah ini. Anyaman bambu ini di letakkan terbalik

sebagai tanda bahwa tuan rumah menunggu dengan ikhlas tamu-tamu yang datang

(Liputo, 1985:131).

Tangga adat pada upacara adat perkawinan di Bulango Kabupaten Bone

Bolango, bagian dalam bambu menghadap ke atas (tumu tumulo) (lihat gambar

13). Tujuannya untuk memberikan tanda bahwa upacara yang digelar merupakan

pesta riang (Wawancara bersama Hasim Supu, tanggal 27 Februari 2013 pukul

18.15).

Pada samping mulut buaya terdapat pohon pinang (gambar 5). Pohon

pinang merupakan bentuk tak beraturan karena bagian-bagiannya tidak serupa

adat tidak simetris, walaupun diletakkan secara bersamaan namun tetap saja

bentuknya tak beraturan. Pada upacara adat perkawinan di Bulango kabupaten

Bone Bolango pohon pinang menandakan kedamaian, sifat jujur dan mengayomi

(Liputo, 1985:131). Pada gambar 6 yaitu bentuk segitiga siku-siku merupakan

persilangan antara bambu kuning (mulut buaya), tiang bambu dan tangga adat

sehingga membentuk segitiga siku-siku.

42

4.1.4 Bentuk ngango lo huwayo pada upacara adat pemakaman

Pada upacara adat pemakaman kelengkapan ngango lo huwayo terdiri dari

mulut buaya, pohon pinang, lengkungan janur kuning dan tangga adat. Dari

keseluruhan kelengkapan adat pada ngango lo huwayo terdapat bentuk-bentuk

yaitu bentuk beraturan dan bentuk tak beraturan.

Pada gambar kelengkapan adat ngango lo huwayo pada tampak samping

terdapat beberapa bentuk yaitu bentuk segitiga sama kaki, bentuk segitiga sama

sisi, bentuk silinder, bentuk persegi panjang dan bentuk segitiga siku-siku. Jika

dilihat dari tampak samping mulut buaya diikat pada pohon pinang setinggi 60 cm

sehingga mulut buaya tampak miring. Bambu kuning merupakan bentuk silinder,

bambu kuning tersebut merupakan bahan utama dalam pembuatan kelengkapan

adat ngango lo huwayo. Pada bagian ujung bambu dibelah 30 cm dan diukir pada

mulutnya untuk menghasilkan bentuk moncong buaya. Kemudian pada bagian

dalam dari mulut buaya diukir berbentuk segitiga. Bentuk segitiga tesebut

merupakan gigi dari buaya (Wawancara bersama Karmin Delatu, tanggal 15 Juni

2013 pukul 11.00).

43

Gambar 14 a. Ngango lo huwayo pada upacara adat pemakaman (tampak samping)

Foto: Dok. Penulis, Mei 2013

1.

2.

3

.

4.

5.

6.

Gambar 14 b. Keterangan bentuk Ngango lo huwayo tampak samping

Foto: Dok. Penulis, Mei 2013

Dilihat dari tampak samping terdapat beberapa bentuk yaitu bentuk

segitiga sama kaki, bentuk segitiga sama sisi, bentuk silinder, bentuk persegi

panjang dan bentuk segitiga siku-siku.

6

4

5

3

2

1

44

Pada tampak samping mulut buaya yang terbuka berbentuk segitiga sama

kaki. Pada gigi-gigi buaya terdapat bentuk-bentuk segitiga sama sisi dan bambu

yang digunakan dalam pembuatan mulut buaya merupakan bentuk silinder. Jadi

pada mulut buaya terdapat 3 bentuk yang dipadukan dalam satu kelengkapan adat.

Bentuk segitiga sama kaki yang terdapat pada mulut buaya dapat dilihat

pada tampak samping. Mulut buaya dibelah 30 cm kemudian diukir pada bagian

mulutnya untuk mendapat hasil moncong buaya, kemudian diberi penyangga pada

bagian belakang agar mulut buaya terbuka atau menganga (Wawancara D.K

Usman, tanggal 17 Desember 2013 pukul 17.00). Pada bagian gigi buaya juga

diukir dengan bentuk segtiga sama sisi. Jumlah gigi pada upacara adat

pemakaman di Bulango Kabupaten Bone Bolango berjumlah 7 pada bagian atas

dan 5 pada bagia bawah. Pada bagian dalam mulut buaya diletakkan penyangga

agar posisi mulut buaya tersebut terbuka (Wawancara Hamid R. Delatu, tanggal

27 Februari 2013 pukul 15.30).

Bambu kuning merupakan bentuk silinder, bambu kuning merupakan

bahan utama dalam pembuatan kelengkapan adat ngango lo huwayo. Bambu

kuning yang digunakan pada upacara adat di Bulango Kabupaten Bone Bolango

adalah pada bagian pangkal bambu.

45

Gambar 15. Bambu Bagian Pangkal (To Bungo)

Foto : Dok. Penulis, Mei 2013 Perbedaan dalam penggunaan bambu pada tiap-tiap upacara adat bertujuan

untuk memberikan tanda disetiap upacara-upacara adat (Wawancara bersama

Hasim Supu, tanggal 27 Februari 2013 pukul 18.15). Pada dasarnya kelengkapan

adat itu sama di setiap upacara-upacara adat yang berbeda pada upacara adat

pemakaman yaitu semua dilakukan secara terbalik. Hal tersebut dilakukan

tujuannya untuk membedakan pesta riang dan upacara dalam suasana duka

(Wawancara bersama D.K Usman, tanggal 17 Desember 2013 pukul 17.00).

Dokumentasi yang didapat pada upacara adat pemakaman ini ada bagian

yang ditambahkan yaitu pagar (Jalamba). Namun pada umumnya Jalamba

tersebut digunakan pada kelengkapan adat ngango lo huwayo untuk menggantikan

jika bambu kuning tidak ada (Wawancara bersama Hamid R. Delatu, tanggal 7

Juli 2013 pukul 17.26).

Dilihat dari tampak samping ada beberapa bentuk yaitu bentuk persegi

panjang pada Jalamba, kemudian bentuk siku-siku pada kemiringan tangga adat

dan kemiringan pada bambu kuning (mulut buaya), (lihat nomor 5 dan 6). Berikut

ini kelengkapan adat ngango lo huwayo pada tampak depan.

46

Gambar 16 a. Ngango lo huwayo pada upacara adat Pemakaman (tampak depan)

Foto : Dok. Penulis, Mei 2013

1.

2.

3. Bentuk tak beraturan (janur kuning)

4.

5. Bentuk tak beraturan (pohon

pinang)

Gambar 16 b. Keterangan bentuk Ngango lo huwayo pada upacara adat Pemakaman

Foto : Dok. Penulis, Mei 2013

Pada tampak depan ada beberapa bentuk yang terdapat pada kelengkapan

adat ngango lo huwayo yaitu bentuk persegi panjang, bentuk setengah lingkaran,

bentuk beraturan terdapat pada janur kuning dan pohon pinang. Bentuk persegi

panjang terdapat pada bentuk dasar dari lengkungan janur kuning yaitu tiang-tiang

1

4

5

2

3

47

yang menghubungkan lengkungan janur kuning (gambar 1). Kemudian pada

gambar 2 pada tampak samping terdapat bentuk setengah lingkaran yaitu

lengkungan janur kuning

Lengkungan tersebut terbuat dari bilah bambu yang ditancapkan pada

bambu-bambu yang berdiri sehingga membentuk setengah lingkaran, bentuk

setengah lingkaran tersebut adalah lengkungan janur kuning. Lengkungan janur

kuning dihiasi dengan janur kuning dengan cara diikatkan pada bilah-bilah bambu

yang melengkung (Wawancara bersama Karmin Delatu, tanggal 15 Juni 2013

pukul 11.00). Janur kuning janur kuning merupakan bentuk tak beraturan, janur

kuning berfungsi sebagai menghias pada kelengkapan adat ngango lo huwayo.

Tangga adat terletak pada bagian tengah. Tangga adat terbuat bambu

kuning yang telah dibelah-belah kemudian dirangkai atau dianyam sehingga

menghasilkan suatu motif anyaman (Wawancara bersama Hamid R. Delatu,

tangga 27 Februari pukul 15.30). Tangga yang telah dirangkai menjadi tangga

akan bentuk persegi panjang. Tangga yang dianyam disusun lima potong bambu

yang melintang yang membentuk empat bagian yang diisi dan dianyam dengan

bambu yang dibelah-belah selebar 5 cm. Lima potong bambu di atas akan

membentuk rangka tangga yang dirangkaikan dengan empat bilah bambu

memanjang dari pintu rumah ke tanah (Liputo, 1985:153).

Pada upacara adat pemakaman di Bulango Kabupaten Bone Bolango bilah

bambu yang dianyam adalah bilah bambu pada bagian luar dan dihadapkan ke

atas, sepeti tampak pada gambar di atas (gambar 4). Anyaman bambu pada bagian

luar yang dihadapkan ke atas karena upacara yang digelar adalah upacara adat

48

pemakaman (Wawancara bersama Hasim Supu, tanggal 27 Februari 2013 pukul

18.15).

Untuk kemiringan tangga adat disesuaikan dengan tinggi teras rumah jadi

tidak ada ketentuan dalam kemiringan tangga adat (Wawancara bersama D.K

Usman, tanggal 17 Desember 2013 pukul 17.00). Pada saat pengambilan gambar

tangga adat pada upacara adat pemakaman kemiringannya mencapai 20 derajat

sehingga antara tangga dan lantai terdapat bentuk segitiga siku-siku.

Pada tampak depan mulut buaya menghadap ke depan menyongsong tamu,

dengan posisi mulut yang terbuka dan memiliki gigi-gigi. Di samping mulut

buaya diletakkan pohon pinang, pohon pinang terdapat di tengah-tengah. Pada

upacara adat pemakaman di Bulango Kabupaten Bone Bolango terdapat

perbedaan pada penempatan mulut buaya dan pohon pinang. Hal tersebut

bertujuan untuk memberikan tanda bahwa upacara yang digelar merupakan

upacara pemakaman (Wawancara bersama D.K Usaman, tangga 17 Desember

2013 pukul 17.00).

Pohon pinang diikatkan pada mulut buaya kiri dan kanan. 2 pohon pinang

dilihat dari tampak depan berdiri tegak lengkap dengan daunnya. Walaupun

diletakkan secara bersamaan namun pohon pinang tetap berbentuk tak beraturan

(lihat keterangan 16 gambar 5).