bab iv pembahasan a. sejarah singkat, visi, dan misi ......24 bab iv pembahasan a. sejarah singkat,...

24
24 BAB IV PEMBAHASAN A. Sejarah Singkat, Visi, dan Misi PT. Apac Inti Corpora 1. Sejarah Singkat PT. Apac Inti Corpora Industri tekstil merupakan salah satu industri tertua di Indonesia. Awal pergerakan industri tekstil adalah industri rumah tangga yang dikerjakan sebagai usaha sampingan. Menurut Iskandar, industri tekstil sudah dikenal sejak masa kerajaan Hindu walaupun masih skala rumah tangga, dimulai dari menanam kapas kemudian memproses kapas tesebut dengan alat penggilingan untuk menghilangkan biji kapas, memintal dengan atihan, menenun dengan gedongan yang diduga sebagai alat tenun asli Indonesia. Bahkan pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, wanita-wanita Indonesia umumya menenun sebagai pekerjaan sampingan dan untuk kepentingan sendiri. (Iskandar, 2001: 136) Sejak tahun 1921 Industri Tekstil Indonesia telah berkembang, perkembangan ini ditandai dengan dibuatnya Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) oleh Textiel Inrichting Bandung (TIB). Inovasi ATBM merupakan langkah maju dalam teknologi pertenunan yang dapat dijangkau masyarakat pada masa itu. Zaman keemasan ATBM berakhir sekitar tahun 1936-an dan teknologi pertenunan berganti dengan Alat Tenun Mesin (ATM).

Upload: others

Post on 19-Mar-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

24

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat, Visi, dan Misi PT. Apac Inti Corpora

1. Sejarah Singkat PT. Apac Inti Corpora

Industri tekstil merupakan salah satu industri tertua di Indonesia. Awal

pergerakan industri tekstil adalah industri rumah tangga yang dikerjakan

sebagai usaha sampingan. Menurut Iskandar, industri tekstil sudah dikenal

sejak masa kerajaan Hindu walaupun masih skala rumah tangga, dimulai

dari menanam kapas kemudian memproses kapas tesebut dengan alat

penggilingan untuk menghilangkan biji kapas, memintal dengan atihan,

menenun dengan gedongan yang diduga sebagai alat tenun asli Indonesia.

Bahkan pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, wanita-wanita Indonesia

umumya menenun sebagai pekerjaan sampingan dan untuk kepentingan

sendiri. (Iskandar, 2001: 136)

Sejak tahun 1921 Industri Tekstil Indonesia telah berkembang,

perkembangan ini ditandai dengan dibuatnya Alat Tenun Bukan Mesin

(ATBM) oleh Textiel Inrichting Bandung (TIB). Inovasi ATBM

merupakan langkah maju dalam teknologi pertenunan yang dapat

dijangkau masyarakat pada masa itu. Zaman keemasan ATBM berakhir

sekitar tahun 1936-an dan teknologi pertenunan berganti dengan Alat

Tenun Mesin (ATM).

25

Perkembangan selanjutnya terjadi ketika diberlakukannya Undang

Undang (UU) Penanaman Modal Asing 1967 dan UU Penanaman Modal

Dalam Negeri 1968. Masa pemerintahan Orde Baru, perkembangan

industri tekstil tidak hanya pada industri pertenunan akan tetapi telah

berkembang dari industri yang padat modal hingga industri yang padat

karya. Perkembangan yang cukup pesat mulai terjadi sekitar tahun 1980-

an yaitu industri tekstil nasional berorientasi ekspor ke luar negeri dan

memberikan kontribusi besar bagi devisa negara disamping minyak gas

dan bumi (Besuk Siahaan, 2000: 331-334).

Perkembangan industri tekstil berbassis padat karya didirikan

dibeberapa daerah di Indonesia termasuk di Kecamatan Bawen tepatnya

tahun1989 PT. Kanindotex berdiri dan mulai beroperasi pertama kali pada

8 Agustus 1990 dengan 3 (tiga) unit kerja Spinning yaitu Unit Kerja

Spinning 1, Unit Kerja Spinning 2, dan Unit Kerja Spinning 3 dengan

mata pintal masing-masing 60.000 bale/unit. Pada tahun 1994 PT.

Kanindotex berkembang dengan mendirikan lagi 3 unit kerja yaitu Unit

Kerja Spinning 4, Open End, dan Denim. Sehingga dalam waktu yang

relatif pendek antara empat hingga lima tahun PT. Kanindotex mampu

membangun 6 (enam) unit pabrik dengan merk dan tipe mesin yang

berbeda-beda.

26

PT. Kanindotex Group merupakan tiga badan usaha yang bergabung

menjadi group, antara lain:

a. PT. Kanindo Succes Textile merupakan perusahaan berbadan hukum

yang didirikan berdasarkan akta notaris nomor 8 tanggal 8 Agustus

1989 Jo. No. 103 tanggal 10 Maret 1990 (SK. Men. Keh C-2-2589

HT.01.01 Th. 90) terdaftar di pengadilan negeri Jakarta Pusat No.

101/A/PT/HKM/1994.

b. PT. Kanindo Prima Perkasa merupakan perusahaan berbadan hukum

yang didirikan berdasarkan akta notaris nomor 126 tanggal 26 Juni

1990 Jo. No. 105 tanggal 11 Februari 1994, SK Men. Men. Keh. No.

C-2-4785 HT.01.01 tahun 1990 terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat, dan saham dimiliki oleh PT. Karunia Mandiri Dinamika.

c. PT. Kanindo Mulia Utama merupakan perusahaan berbadan hukum

yang didirikan berdasarkan Akta Notaris No. 20 tanggal 8 Agustus

1990 Jo. No. 100 tanggal 11 Februari 1994, SK. Men, Keh. No. C-2-

6229 HT. 01.01 taun 1991 tanggal 31 Oktober 1991 terdaftar di

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan saham dimiliki oleh PT. Kanindo

Succes Textile.

Pendirian perusahaan ini mempunyai beberapa alasan dan tujuan,

antara lain:

a. Untuk memenuhi kebutuhan sandang nasional.

b. Memenuhi program peningkatan ekspor non migas yang dicanangkan

pemerintah waktu itu.

27

c. Ikut serta dalam pemecahan masalah pengangguran karena perusahaan

ini berkualifikasi padat karya yang mampu banyak menyerap tenaga

kerja.

Perkembangan selanjutnya yaitu pada pertengan tahun 1994,

perusahaan ini mengalami penurunan produksi karena sebagian biaya

produksi digunakan untuk ekspansi pabrik Weaving 1, 2, 3, Spinning 5,

dan Spinning 6 sehingga menyebabkan operasional perusahaan saat itu

terganggu. Kemudian pada bulan September 1994 pemerintah menunjuk

Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI) untuk memperbaiki kenerja

perusahaan tersebut hingga Mei 1995. Dengan dipegangnya PT.

Kanindotex oleh GKBI maka seragam karyawanpun ikut berubah menjadi

motif batik.

Beberapa bulan kemudian PT. Kanindotex Group beralih manajemen

kembali oleh Badan Konsorsium Bisnis Eksekutif Nasional yang dipimpin

oleh Bambang Triatmojo. Pada tanggal 12 Oktober 1995 oleh Badan

Konsorsium Bisnis Eksekutif Nasional tersebut dilakukan akuisisi

terhadap tiga perusahaan PT. Kanindotex Group yaitu PT. Kanindo Prima

Perkasa, PT. Kanindo Succes Textile, dan PT. Kanindo Mulia yang

kemudian berganti nama menjadi PT. Apac Inti Corpora dan saham

dipegang oleh:

1) PT. Apac Citra Centertex, Tbk yang dimiliki oleh:

a. PT. Apac Century Corporation

b. PT. Krida Bumi Raya

28

c. PT. Inti Perkasa Wirasentosa

d. PT. Four Winds Dev. Inc

e. PT. Union Grand Holding

2) 480 Koperasi

Dengan menghasilkan produk utamanya yaitu benang, kain. Jean

(benang).

Pemilihan lokasi didirikannya PT. Apac Inti Corpora di Kecamatan

Bawen karena Kecamatan Bawen berada dalam lokasi strategis sebagai

kawasan industri dengan memiliki akses yang sangat menguntungkan

untuk menjalin hubungan dengan daerah-daerah di Propinsi Jawa Tengah

ataupun daerah-daerah di luar Propinsi Jawa Tengah, bahkan Kecamatan

Bawen juga memiliki akses yang cukup mudah dengan Jakarta sebagai ibu

kota negara sehingga akan memperlancar pula akses pengembangan

industri ke luar negeri. Kemudahan akses ini antara lain berupa:

a. Bawen terletak pada jalur utama Propinsi Jawa Tengah, yaitu jalur

Semarang-Bawen, Bawen-Surakarta, dan Bawen–Magelang-

Yogyakarta. Jalur ini merupakan jalur yang menghubungkan Jawa

Tengah bagian utara (Semarang, Kudus, Pekalongan, Tegal) dan

bagian selatan sampai barat (Surakarta, Magelang, Purwokerto) dan

sekitarnya.

b. Bawen terletak pada jalur-jalur nasional. Kedekatan dengan Kota

Semarang juga berpengaruh pada terbukanya wilayah Kabupaten

Semarang dengan jalur perekonomian maupun perdagangan yang lebih

29

luas, baik nasional maupun internasional. Jalur jalan raya maupun

kereta api antara dua kota-kota besar di Pulau Jawa bagian barat

(Jakarta, Bandung, Cirebon, Tegal, Pekalongan, dll) dan kota-kota

besar di Pulau Jawa bagian timur (Surabaya, Malang, Kudus).

c. Kedekatan Bawen dengan Kota Semarang, dapat memanfaatkan pula

akses yang dimiliki Kota Semarang itu sendiri. Di Kota Semarang

terdapat Pelabuhan Tanjung Emas yang merupakan pelabuhan laut

skala nasional yang dilabuhi pula kapal-kapal asing, sehingga

mempermudah pula hubungan dengan pulau-pulau lain di Indonesia,

atau negara lain. Di bidang transportasi udara, telah tersedia Bandara

Ahmad Yani di Kota Semarang sebagai bandar udara nasional dan

sedang dalam taraf peningkatan ke bandar udara internasional yang

menghubungkan kota-kota besar di Indonesian dan negara lain (F.X.

Gunarsa Irianta, 2008: 18).

2. Visi dan Misi PT. Apac Inti Corpora

Visi adalah gambaran masa depan perusahaan yang dituju dan

diinginkan oleh semua elemen yang terlibat dalam sebuah lembaga

ataupun perusahaan. Visi PT. Apac Inti Corpora adalah mempertahankan

dan mengembangkan reputasi perusahaan sebagai pelaku utama dalam

industri nasional dan internasional. Guna membangun kelangsungan usaha

dan membangun masa depan yang baik setiap insan PT. Apac Inti Corpora

wajib menghayati serta mengamalkan secara konsisten nilai-nilai yang

tercakup dalam budaya perusahaan yang dirangkum dalam suatu kesatuan

30

yang dirumuskan sebagai “Panca Dharma Perusahaan”, isi Panca Dharma

Perusahaan tersebut adalah:

1. Kreatifitas yang tinggi

2. Mengutamakan kerjasama

3. Siap dan tanggap terhadap perubahan

4. Dedikasi dan prestasi kerja yang tinggi

5. Menghargai pelanggan.

Adapun misi PT. Apac Inti Corpora adalah berfikir dan bekerja lebih

baik dan lebih baik. Misi tersebut dibudidayakan dengan nilai-nilai yang

merupakan refleksi total dari pola perilaku, karakteristik, keyakinan, dan

semua hal yang berkaitan dengan aktifitas setiap insan karyawan PT. Apac

Inti Corpora dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai

karyawan.

Dengan melaksanakan misi tersebut, perusahaan akan tumbuh sebagai

suatu bisnis yang sehat, efisiensi, dan profesional serta mampu menjamin

kepentingan kesejahteraan karyawan serta aktifitas dalam pembangunan

nasional.

31

B. Kehidupan dan Peran Ganda Perempuan : Karyawati Unit Kerja

Spinning 2 PT. Apac Inti Corpora

1. Gambaran Umum Unit Kerja Spinnnig 2

Unit Kerja Spinning 2 merupakan unit kerja yang didirikan pada tahun

1989 bersama dengan 2 unit kerja lainnya yaitu Unit Kerja Spinning 1 dan

Unit Kerja Spinning 3. Unit Kerja Spiniing 2 lebih dahulu beroperasi jika

dibandingkan dengan unit kerja lainnya yaitu pada bulan Juli 1990 dengan

jumlah pekerja waktu itu 6 pekerja laki-laki dan 1 perempuan.

Tabel 4.1.

Jumlah Pekerja Aktif Unit Kerja Spinning 2

Tahun Jenis Kelamin

Total Laki-laki Perempuan

Juli 1990 6 1 7

Agustus 1990 5 5 10

Desember 1990 11 18 29

Desember 1991 30 67 97

Desember 1995 58 140 198

Desember 2000 91 260 351

Desember 2005 94 280 274

Desember 2010 94 287 381

Februari 2013 94 287 381

Sumber: HRD dan Personalia Tahun 2013

Unit Kerja Spinning merupakan unit kerja yang mengolah serat kapas

menjadi benang (yarn). Menurut Hartono dan Watanabe, serat

digolongkan menjadi dua yaitu serat alam dan serat buatan. Serat alam

dibagi kembali menjadi dua bagian yaitu serat hewan seperti wol, sutera

dan serat tumbuhan seperti rayon, rami, dan goni. Serat buatan dibagi

menjadi serat sintetis, serat setengah sintetis, dan serat inorganik (Hartono

dan Watanabe, 1980 : 8).

32

Khusus di Spinning 2, benang diproduksi dari bahan baku campuran

antara serat kapas rayon dan serat sintetis. Proses pembuatan benang

disebut proses pemintalan yaitu proses mengolah sejumlah serat yang

relatif pendek yang disejajajarkan satu sama lain dan dibentuk menjadi

ukuran tertentu lalu hasilnya dipilin agar serat-seratnya tidak terlepas dan

dihasilkan benang (yarn) (Hartanto dan Watanbe, 1980 : 83).

Proses pemintalan benang pada Unit Kerja Spinning 2 melalui tahap-

tahap sebagai berikut:

1. Bahan baku rayon dan sintetis diproses ke mesin Blowing.

2. Blowing merupakan proses pembukaan, pembersihan, pencampuran,

dan hasilnya berupa lap.

3. Carding merupakan proses pembersihan penguraian serat, pemisahan

serat panjang dan serat pendek, dan merubah bentuk lap menjadi

bentuk slifer.

4. Drawing merupakan proses perangkapan, penarikan, dan peregangan

serat-serat, hasil dari tahap ini masih dalam bentuk slifer tetapi lebih

rata jika dibandingkan pada proses sebelumnya. Biasanya dalam proses

drawing dilakukan sebanyak dua kali.

5. Roving menggunakan mesin simplex merupakan proses penarikan,

pemberian pelintiran dan hasilnya berupa roving.

6. Ring Spinning (Ring Frame) merupakan proses penarikan, pemberian

pelintiran, penggulungan dan hasilnya berupa benang dalam bentuk

tube atau bobin ring frame.

33

7. Winding merupakan proses penggulungan benang menjadi bentuk

gulungan yang lebih besar sesuai permintaan konsumen. Proses ini

juga merupakan proses memperbaiki kualitas benang dengan

menghilangkan bagian-bagian yang lemah, jelek, dan tidak rata. (Hasil

wawancara dengan Bapak Achmad Khoirul-Manager Unit Kerja

Spinning 2 pada 13 pebruari 2013)

2. Peran Ganda Perempuan : Karyawati Unit Kerja Spinning 2

Sebelum industri manufaktur berkembang di Bawen kehidupan

masyarakat bergantung pada sektor agraris. Setiap hari mereka melakukan

aktifitas dengan lingkungan alam. Dimulai sejak pagi hari mereka pergi ke

hutan mencari rerumputan untuk makanan hewan ternak peliharaannya

yang kemudian dilanjutkan dengan pergi ke sawah sekedar melihat

perkembangan tanaman padi dan sayur. Sekitar pukul 12.00 mereka

istirahat sejenak dan sekitar setelah dzuhur hingga adzan ashar mereka

melanjutkan aktifitas pertanian yang sebelumnya belum selesai. Bagi

mereka tak ada hari tanpa pergi mencari rerumputan untuk makanan ternak

atau hanya sekedar ke sawah mangatur saluran irigasi yang mengaliri

lahan mereka.

Aktifitas masyarakat agraris lebih di dominasi oleh laki-laki.

Pembagian kerja masyarakat agraris (tradisional) kepada perempuan lebih

dipengaruhi adanya mitos dan kepercayaan yang telah berkembang dan

kemudian menjadi steriotip bahwa perempuan dipandang berkedudukan

lebih rendah dari pada laki-laki (patriarki). Perempuan biasanya

34

mengerjakan pekerjaan yang berhubungan dengan ketelitian dan kesabaran

sedangkan laki-laki lebih banyak mengerjakan pekerjaan yang

membutuhkan kekuatan fisik misalnya: membajak, mencangkul, mengatur

saluran irigasi sawah, dan lain sebagainya, sedangkan wanita mengerjakan

pekerjaan menabur dan menanam benih (tandur), mempersiapkan sesajen

dalam berbagi aktifitas kepercayaan masyarakat Jawa, dan sisa waktu

setelah bekerja di lahan pertanian dihabiskan di dalam urusan rumah

tangga.

Perbedaaan pembagian kerja yang tidak seimbang ini berkembang dan

diterima oleh perempuan dan secara tidak langsung memposisikan

perempuan sebagai warga kelas dua yang keberadaannya dibawah laki-

laki. Peran dan posisi perempuan yang tidak seimbang ini menjadi batas

pemisah dua jenis kelamin yang terjadi di masyarakat, perempuan

dianggap sebagai individu yang lemah yang hanya mampu bekiprah dalam

sektor domestik (rumah tangga) dan pria dianggap sebagai individu yang

berhak menduduki sektor publik.

Stereotip dan hukum hegemoni patriarki merupakan wujud tidak

adanya pemberian power kepada perempuan untuk memberikan

sumbangan tenaga dan pikirnya dalam aktualitas dan pemberdayaan.

Pemberdayaan kepada perempuan sangatlah penting sebagai sarana

menentang ideologi patriarki. Setiap individu mempunyai pilihan dan

kontrol di semua aspek kehidupan sehari-hari, misalnya pekerjaan, akses

35

terhadap sumber daya, partisipasi dalam pembuatan keputusan sosial, dan

lain sebagainya (Pranarka dan Moelyarto, 1996: 62).

Stereotip terhadap perempuan dan hukum hegemoni patriarki

masyarakat Bawen sedikit demi sedikit berkurang ketika tumbuh dan

berkembang aktifitas industri di Bawen dan meningkatnya jumlah

keterlibatan tenaga kerja perempuan dalam industri-pabrik di kawasan

Industri Bawen. Hal ini tidak lepas dari dampak kebijakan pemerintah

dalam pembangunan nasional masa Orde Baru dalam hal intensifikasi

pertanian. Keinginan pemerintah dalam meningkatkan hasil pertanian

dengan memperkenalkan dan mengirim paket teknologi pertanian merubah

sistem pertanian dari tradisonal ke sistem pertanian modern yang

kemudian menyebabkan tersingkirnya sejumlah besar tenaga manusia

dalam penggarapan lahan pertanian tidak terkecuali yang dialami oleh

perempuan. Sebagai contoh pekerjaan menumbuk padi guna menjadi beras

yang biasanya dikerjakan oleh perempuan beralih menggunakan mesin

penggiling gabah dengan waktu singkat mampu menghasilkan beras dalam

jumlah yang lebih besar jika dibandingkan dengan apa yang dikerjakan

perempuan. Untuk menampung berlebihnya jumlah tenaga kerja tersebut

kemudian pemerintah membuka dan mengembangkan sektor industri. Hal

tersebut yang kemudian menjadi pendorong beralihnya tenaga kerja

perempuan ke dalam dunia industri.

36

Pertumbuhan dan perkembangan teknologi dan industri secara cepat

berdampak pada kehidupan masyarakat dan kebudayaan yang sudah

berlangsung selama puluhan tahun bahkan ratusan tahun yang lalu.

Dengan tumbuh dan berkembangnya sebuah industri di suatu wilayah

maka secara otomatis akan berpengaruh pula pada kehidupan di wilayah

dimana industri itu dibangun, misalnya berubahnya struktur perekonomian

masyarakat dari agraris ke industri berarti juga berubah pula perilaku

kehidupan masyarakatnya. Misalnya kehidupan perempuan pada

masyarakat agraris dengan rutinitas menjalankan aktifitasnya di sawah dan

di keluarga kemudian berubah ketika kaum perempuan mulai memasuki

dan berperan dalam dunia pekerjaan, dalam hal ini industri manufaktur.

Tenaga mereka terserap dalam kebutuhan perusahaan sebagai tenaga kerja

industri sehingga mereka memiliki peran ganda sekaligus yang harus

mereka jalani.

PT. Apac Inti Corpora sebagai industri manufaktur (pabrik) tekstil

pertama yang berdiri di Bawen merupakan salah satu pendorong terjadinya

perubahan struktur kehidupan masyarakat dan munculnya peran ganda

perempuan bagi masyarakat Bawen dan sekitarnya. Pada masa awal

berdiri PT. Apac Inti Corpora bulan Agustus 1990, penyerapan tenaga

kerja perempuan sebanyak 30 orang dan hingga bulan Februari 2013

tenaga kerja perempuan sebesar 3.326. Peningkatan keterlibatan

perempuan dalam industri juga terjadi di bagian Unit Kerja Spinning 2 PT.

Apac Inti Corpora. Jumlah pekerja meningkat secara signifikan pada tahun

37

1991 yang terdiri dari 30 laki-laki dan 67 perempuan jika dibandingkan

dengan jumlah pekerja pada masa awal berdirinya Spinning 2 dengan

jumlah 7 pekerja yang terdiri dari 6 pekerja laki-laki dan 1 pekerja

perempuan. Pada Februari 2013, partisipasi perempuan dalam industri

semakin meningkat dengan total jumlah pekerja sebanyak 381 terdiri dari

94 laki-laki dan lebih dari 3 kali lipat jumlah pekerja laki-laki tersebut

merupakan jumlah pekerja perempuan yakni 287 pekerja. Dari jumlah

pekerja tersebut sebanyak 96% atau 366 pekerja sudah berkeluarga.

Peningkatan jumlah tenaga perempuan mengindikasikan bahwa semenjak

industri-pabrik berkembang di Bawen jumlah perempuan yang terlibat

dalam sektor publik sebagai perempuan bekerja semakin meningkat.

Peran ganda perempuan oleh karyawati Unit Kerja Spinning 2 terdiri

dari dua peran utama. Peran pertama mereka ialah peran sebagai istri dan

ibu dalam kehidupan rumah tangga atau peran domestik. Perempuan

menjadi sumber untuk membahagiakan anggota keluarga lain. Sebagai istri

dan ibu yang melayani, mengasuh, mendidik, dan pengatur rumah tangga.

Sebagai contoh sebelum mereka berangkat bekerja mereka melakukan

aktifitasnya sebagai istri dan ibu dengan menyiapkan makanan bagi suami

dan anaknya, menyiapkan pakaian kerja dan pakaian sekolah,

membersihkan rumah, dan aktifitas rumah tangga lainnya hingga setelah

pulang kerja mereka kembali menjalankan aktifitasnya sebagai istri dan

ibu. (Hasil wawancara dengan Ibu Sudarsih pada 21 Februari 2013).

Peran kedua mereka ialah sebagai perempuan yang mampu mengisi

38

sektor publik dengan mampu menghasilkan penghasilan dari kerja

kerasnya sendiri.

Begitu besar kewajiban yang harus diemban perempuan dalam

menjalankan perannya sebagai istri dan ibu yang bertanggungjawab dalam

mengatur kehidupan rumah tangga serta mereka harus menjalankan

aktifitasnya dalam dunia publik memunculkan permasalahan prioritas

diantara keduanya. Prioritas peran sebagai pengatur rumah tangga yang

baik atau prioritas perannya sebagai perempuan yang berkarya dalam

sektor publik.

Bentuk permasalahan dalam kehidupan peran ganda perempuan Unit

Kerja Spinning 2 dapat dilihat pada beberapa kasus berikut:

1. Prioritas antara tuntutan perusahaan dan Keluarga.

Visi dan Misi perusahaan secara tidak langsung menjadi tanggung

jawab yang harus diemban bagi setiap pekerja Unit Kerja Spinning 2.

Salah satunya tercermin dalam isi Panca Dharma Perusahaan yaitu

“kreatifitas yang tinggi”. Isi dari Panca Dharma Perusahaan

merupakan bentuk tanggung jawab yang tercermin dalam proses

kinerja mereka dalam produksi barang selama kurang lebih 8 jam

bekerja yang kemudian berakibat pada terkurasnya tenaga dan fikiran.

Pada kondisi lelah inilah kemudian berakibat pada kurang terlibatnya

perempuan dalam menjalankan fungsinya sebagai istri dan ibu dalam

kehidupan rumah tangga.

39

Menurut Ibu Watik Rahayu (38) operator produksi Ring Frame,

saat-saat kurang terlibat dengan keluarga adalah ketika pergantian shift

khususnya dari shift malam (22.00-06.00) ke shift siang (14.00-22).

Total 8 jam bekerja di shift malam antara pukul 22.00-06.00, sampai

rumah pukul 07.00 dan pada jam-jam tersebut anak-anaknya sudah

berangkat ke sekolah. Aktifitas ketika sampai di rumah adalah istirahat

untuk menyiapkan kondisi tubuh agar tidak mengantuk ketika harus

bekerja ke pabrik lagi pada siang harinya pukul 13.00 dari rumah.

Bebrapa contoh lain kurang terlibatnya perempuan dalam

fungsinya sebagai ibu dan istri dalam keluarga ialah perempuan dalam

perannya sebagai ibu tidak selalu ada ketika saat-saat tertentu misalnya

ketika anak sedang sakit, belajar, bersosialisasi dengan tetangga,

bahkan peran perempuan sebagai istri dalam pemenuhan kebutuhan

biologis. Upaya menangani permasalahan-permasalahan tersebut

dengan cara menjalin komunikasi dan saling mengerti antara suami

dan istri. (Hasil wawancara 21 Februari 2013).

Upaya perempuan dalam menangani permasalahan keluarga

dengan melakukan komunikasi dengan suami, upaya ini merupakan

wujud upaya yang tidak disadari bagi perempuan telah melakukan

kesetaraan hak antara perempuan dengan laki-laki sekaligus sebagai

upaya gugatan atas ideologi familialisme yang berkembang dalam

masyarakat. Sebagai istri dan ibu yang baik, perempuan tidak hanya

mampu memberikan keturunan tetapi seorang perempuan yang pandai

40

bersikap dalam menyikapai permasalahan keluarga dengan menjalin

komunikasi dengan suami yang kemudian menghasilkan keputusan-

keputusan yang baik bagi keluarganya (Irwan Abudllah, 2006: 6).

2. Pengasuhan Anak

Anak merupakan penerus bagi setiap generasi, perempuan

merupakan orang pertama dalam memberikan pendidikan. Dalam hal

mengasuh dan menjaga anak, perempuan “peran ganda” ini tidak lepas

tanggung jawab terhadap tugas naturalnya sebagai ibu. Dengan

melakukan diskusi dan kerjasama dengan suami mengenai siapa yang

mengasuh anak ketika salah satu dari mereka harus bekerja. Apalagi

ketika salah satu dari mereka harus mengikuti aturan perusahaan

dengan pola kerja Shift yang terdiri dari Shift pagi, Shift sore, dan Shift

malam maka kerjasama dan komunikasi dalam keluarga sangatlah

penting. Hal tersebut merupakan perwujudan dari kesetaraan dan

pendobrakan atas hegemoni patriarki dan ideologi familialisme oleh

perempuan tanpa harus meninggalkan kodratnya sebagai ibu.

Hal tersebut terjadi di keluarga Ibu Suparmi (39) warga Sekuro

yang telah bekerja di PT. Apac Inti Corpora sejak 8 September 1990.

Upaya mengatasi hal itu adalah dengan melakukan diskusi mengenai

siapakah yang akan mengasuh dan menjaga anaknya ketika mereka

tidak bisa melakukannya. Diskusi untuk mengambil sebuah keputusan

antara mempekerjakan pengasuh bayi (baby sister) atau anak akan

dititipkan ke pihak keluarga masing masing. Hal ini harus difikirkan

41

secara matang karena akan berdampak pada ekonomi keluarga dan

dampak yang lebih besarnya yaitu mengenai perkembangan anak itu

sendiri. Ketika ia dan suaminya berbenturan jam kerja maka sang anak

dititipkan ke orang tua dan adeknya yang saat itu belum menikah.

(Hasil wawancara tanggal 20 Februari 2013).

3. Hubungan dengan lingkungan sosial

Hubungan perempuan berperan ganda terhadap orang-orang di

sekitar lingkungan dengan pola kerja general shift tidak terlalu begitu

rumit karena pola jam kerja ini lebih teratur setiap harinya dari pukul

08.00 sampai dengan 16.15, sehingga setiap harinya mereka bisa

melaksanakan rutinitasnya dalam berinteraksi dengan tetangga dan

orang-orang terdekatnya lebih mudah. Berbeda jika dibandingkan

dengan pola kerja shift dengan jam kerja yang berubah setiap

minggunya. Pola kerja shift terdiri dari Shift pagi pukul 06.00-14.00,

Shift sore pukul 14.00-22.00, dan Shift malam pukul 22.00-06.00. Pola

kerja shift menuntut mereka harus pintar dalam mengelola waktu

dimana kerja, waktu dimana istirahat, dan waktu dimana harus

berinteraksi dengan lingkungan agar tidak muncul permasalahan

maupun gesekan dalam bertetangga dan berumahtangga. Kegiatan-

kegiatan yang biasa dilakukan dalam hubungannya dengan masyarakat

di lingkungan misalnya sinoman, arisan, kerja bakti, PKK, rapat

warga, dan kegiata lainnya. Keterlibatan dalam aktifitas bersama

42

tetangga merupakan bentuk dalam menjaga keharmonisan dan

solidaritas antar warga.

C. Faktor-Faktor Pendorong Terjadinya Peran Ganda Perempuan

Kehidupan peran ganda perempuan Unit Kerja Spining 2 ini dipengaruhi

oleh 2 faktor utama yaitu faktor (eskternal) dan faktor dari dalam diri

perempuan itu sendiri (internal).

1. Faktor Eksternal

Dengan berubahnya lingkungan Bawen dari agraris ke industri dan

dengan dukungan letak bawen yang startegis menjadi kawasan industri

menyebabkan terbukanya kesempatan bekerja bagi masyarakat Bawen

tidak terkecuali kaum perempuan khususnya Unit Kerja Spining 2.

Berdasarkan data PT. Apac Inti Corpora terjadi penyerapan tenaga

kerja perempuan yang lebih signifikan dibandingkan laki-laki. Bulan

Agustus 1990 penyerapan tenaga kerja sebesar 76 terdiri dari laki-laki 46

dan perempuan 30, pada bulan Desember 1991 penyerapan tenaga kerja

meningkat sebesar 922 terdiri dari laki-laki 326 dan perempuan 596, tahun

1992 jumlah total tenaga kerja aktif sebesar 1526 terdiri dari laki-laki 635

dan perempuan 891, tahun 1993 jumlah total tenaga kerja aktif sebesar

2.261 terdiri dari laki-laki 918 dan perempuan 1.343. Angka tersebut

meningkat tajam pada data bulan Februari 2013 sebesar 5.167 terdiri dari

laki-laki 1841 dan perempuan 3.326.

43

Tabel 4.2.

Jumlah Pekerja PT. Apac Inti Corpora Menurut Jenis Kelamin

Tahun Jenis Kelamin

Total L P

Agustus 1990 46 30 76

Desember 1990 99 119 218

Desember 1991 326 596 922

Desember 1992 635 891 1526

Desember 1993 918 1343 2261

Desember 1994 994 1529 2523

Desember 1995 1051 1624 2675

Desember 1996 1161 1903 3064

Desember 1997 1411 2244 3655

Desember 1998 1455 2328 3783

Desember 1999 1568 2632 4200

Desember 2000 1747 3006 4753

Desember 2001 1774 3094 4868

Desember 2002 1782 3158 4940

Desember 2003 1795 3214 5009

Desember 2004 1817 3268 5085

Desember 2005 1819 3269 5088

Desember 2006 1820 3305 5125

Desember 2007 1822 3312 5134

Desember 2008 1825 3312 5137

Desember 2009 1825 3312 5137

Desember 2010 1828 3315 5143

Desember 2011 1828 3319 5147

Desember 2012 1838 3323 5161

Februari 2013 1841 3326 5167

Sumber: HRD dan Personalia Tahun 2013

Peningkatan keterlibatan perempuan dalam industri juga terjadi di

bagian Unit Kerja Spinning 2 PT. Apac Inti Corpora. Jumlah pekerja

meningkat secara signifikan pada tahun 1991 yang terdiri dari 30 laki-laki

dan 67 perempuan jika dibandingkan pada masa awal berdiri Spinning 2

dengan jumlah 7 pekerja yang terdiri dari 6 pekerja laki-laki dan 1 pekerja

perempuan. Pada Februari 2013, partisipasi perempuan dalam industri

44

semakin meningkat dengan total jumlah pekerja sebanyak 381 terdiri dari

94 laki-laki dan lebih dari 3 kali lipat jumlah pekerja laki-laki tersebut

merupakan jumlah pekerja perempuan yakni 287 pekerja. Dari jumlah

pekerja tersebut sebanyak 96% atau 366 pekerja sudah berkeluarga.

Dilihat dari perspektif gender, peningkatan jumlah tenaga kerja

perempuan tersebut mengisyaratkan kesadaran akan perempuan terhadap

peran pentingnya dalam menyumbangkan tenaga dan fikiran yang lebih

dari sekedar sektor domestik, mereka memiliki kesempatan untuk

menundukkan kemampuan domestik dan alam naturalnya sehingga mereka

mampu membudaya dalam sektor publik (Iwan Abdullah, 2006: 3).

Peningkatan jumlah tenaga kerja khususnya dari golongan perempuan

tersebut juga menunjukkan bahwa faktor lingkungan memberi dampak

terhadap peran perempuan itu sendiri. Lingkungan industri memberi

dampak terhadap perempuan untuk mampu berdiri sejajar dengan laki-laki

sehingga fakta sosial ini mampu menggugat ideologi Familialisme dan

hegemoni patriarki yang terjadi masa pra industri berkembang di Bawen.

2. Faktor Internal

Selain faktor eksternal berupa dukungan alam dan berubahnya

lingkungan terdapat faktor internal dalam pendorong munculnya peran

ganda terhadap perempuan karyawati Unit Kerja Spinning 2 PT. Apac Inti

Corpora. Faktor internal ini muncul akibat adanya dorongan diri

perempuan sebagai bentuk kesadaran sepenuhnya sebagai manusia dan

dorongan dari suami. Faktor internal tersebut antara lain sebagai berikut:

45

a. Faktor Ekonomi: Menambah penghasilan keluarga.

Makanan, pendidikan, kesehatan, rumah, pakaian, dan perlengkapan

kehidupan lainnya merupakan kebutuhan bagi setiap manusia. Setiap

tahun harga-harga kebutuhan pokok semakin merangkak naik. Hal

tersebut yang mendorong Ibu Sudarsih (45 tahun) yang telah bekerja di

PT. Apac Inti Corpora sejak 17 tahun yang lalu untuk berpartisipasi

dalam sektor publik ini. Keputusan untuk memasuki sektor publik

dengan bekerja di industri manufaktur dengan tujuan untuk membantu

keuangan dalam menanggung beban ekonomi keluarga. Ibu Sudarsih

merasa kasihan jika suami harus bekerja sendiri sementara ia berdiam

diri di rumah. (Hasil Wawancara 21 Februari 2013). Faktor ekonomi

menjadi alasan utama karyawati Unit Kerja Spinning 2 untuk berperan

ganda.

b. Faktor Kemandirian (tidak bergantung sepenuhnya dengan suami).

Juka dilihat dari segi ekonomi, dengan bekerja perempuan mampu

menghasilkan uang dari hasil kerja kerasnya yang kemudian berakibat

pada munculnya sifat pada pribadi untuk tidak sepenuhnya bergantung

pada suami. Mereka lebih leluasa mengelola penggunaan uang untuk

keperluan keluarga dan keperluan pribadi tanpa harus meminta uang

tambahan kepada suami, misalnya dalam pemenuhan alat kebutuhan

pribadi bedak, lipstick, ataupun baju. Seorang perempuan mampu

membeli perlengkapan itu tanpa harus meminta atau mengambil uang

46

yang diberikan suaminya. Yang perlu diperhatikan di sini adalah

kontrol dan adanya komunikasi dua arah antara suami dan istri.

c. Faktor pendidikan.

Faktor pendidikan mendorong seseorang untuk lebih berani memasuki

dunia kerja (publik) dengan bekal ijazah yang diperoleh di bangku

sekolah. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka perempuan akan

semakin percaya diri dalam memasuki dunia kerja. Pendidikan juga

berpengaruh terhadap cara mereka berfikir dan berpartisipasi dalam

kehidupan keluarga dan kehidupan kerja. (Hasil wawancara dengan

Ibu Rini-Administrasi Unit Kerja Spinning 2, 11 April 2013).

d. Untuk mengisi waktu luang.

Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga menyisakan bayak waktu luang

jika tidak dimanfaatkan dengan aktifitas-aktifitas lain. Menurut

informan, seorang perempuan akan jenuh jika 24 jam di setiap harinya

berkutat dengan urusan rumah tangga. Oleh karena itu perlu diskusi

dengan suami dan meminta persetujuan untuk bekerja tanpa

melupakan tugasnya sebagai istri dan ibu. Bekerja mempertemukan

perempuan dengan orang-orang yang awalnya tidak dia kenal di

lingkunag kerja yang kemudian terjadi komunikasi dan pertukaran

informasi-informasi. Dengan bekerja maka mampu menambah

pengetahuan mengenai dunia pemintalan, bagaimana proses

pembuatan sehelai benang yang dimulai dari proses blowing sampai

benang dalam bentuk pack. Hal ini juga sebagai bentuk pengembangan

47

diri sebagai manusia yang terus belajar. (Hasil wawancara dengan Ibu

Sudarsih pada 21 Februari 2013).