bab iv pembahasan hasil penelitian manajemen bencana …eprints.undip.ac.id/61877/5/bab_iv.pdf ·...

25
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN MANAJEMEN BENCANA OLEH BPBD KOTA SEMARANG DALAM PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR DI SEMARANG Pada bab ini peneliti akan menjelaskan lebih lanjut mengenai data-data yang telah diperoleh mengenai manajemen bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang dalam menanggulangi banjir di Semarang dan apa saja faktor penghambat dalam manajemen bencana yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang dalam menanggulangi banjir di kota Semarang. Data tersebut diperoleh melalui wawancara kepada pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang, studi kepustakaan dan juga observasi terhadap fenomena-fenomena yang berkaitan dengan judul penelitian. 4.1 Tahapan Manajemen Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang dalam menanggulangi banjir di Kota Semarang 4.1.1 Pra Bencana Manajemen bencana yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) ini adalah tahap pra bencana yang terwujud dalam kegiatan yang dilakukan pada kondisi sebelum terjadinya bencana. Mulai dari perencanaan kegiatan apa saja yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana, dan membagi-bagi tugas dengan pihak-pihak terkait bencana, agar dapat mengurangi risiko bencana banjir yang akan terjadi. Berikut merupakan pembahasan berdasarkan tahapan manajemen bencana dalam menanggulangi banjir yaitu mitigasi, kesiapsiagaan dan juga peringatan dini. Bidang I Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kota Semarang melakukan beberapa pencegahan bencana banjir di Semarang melalui dua metode, yaitu metode pencegahan secara

Upload: hoanghanh

Post on 06-Jul-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN MANAJEMEN BENCANA …eprints.undip.ac.id/61877/5/BAB_IV.pdf · (BPBD) Kota Semarang adalah fokus kepada pembentukan konsep masyarakat yang sadar

BAB IV

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN MANAJEMEN BENCANA OLEH

BPBD KOTA SEMARANG DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

BANJIR DI SEMARANG

Pada bab ini peneliti akan menjelaskan lebih lanjut mengenai data-data yang telah diperoleh

mengenai manajemen bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota

Semarang dalam menanggulangi banjir di Semarang dan apa saja faktor penghambat dalam

manajemen bencana yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)

Kota Semarang dalam menanggulangi banjir di kota Semarang. Data tersebut diperoleh

melalui wawancara kepada pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota

Semarang, studi kepustakaan dan juga observasi terhadap fenomena-fenomena yang berkaitan

dengan judul penelitian.

4.1 Tahapan Manajemen Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)

Kota Semarang dalam menanggulangi banjir di Kota Semarang

4.1.1 Pra Bencana

Manajemen bencana yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) ini

adalah tahap pra bencana yang terwujud dalam kegiatan yang dilakukan pada kondisi sebelum

terjadinya bencana. Mulai dari perencanaan kegiatan apa saja yang dilakukan untuk

mengantisipasi bencana, dan membagi-bagi tugas dengan pihak-pihak terkait bencana, agar

dapat mengurangi risiko bencana banjir yang akan terjadi. Berikut merupakan pembahasan

berdasarkan tahapan manajemen bencana dalam menanggulangi banjir yaitu mitigasi,

kesiapsiagaan dan juga peringatan dini.

Bidang I Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kota Semarang melakukan beberapa

pencegahan bencana banjir di Semarang melalui dua metode, yaitu metode pencegahan secara

Page 2: BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN MANAJEMEN BENCANA …eprints.undip.ac.id/61877/5/BAB_IV.pdf · (BPBD) Kota Semarang adalah fokus kepada pembentukan konsep masyarakat yang sadar

teknis, dan metode pencegahan non-teknis. Metode pencegahan secara teknis yang dilakukan

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang adalah dengan cara

melakukan kerjasama dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang bersifat teknis, seperti

misalnya Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Penataan Ruang, Dinas Perumahan dan Kawasan

Permukiman. Merekalah dinas teknis yang mempunyai kewenangan untuk menjalankan

program mitigasi bencana dengan cara membangun fisik untuk memenuhi tujuan dari

pencegahan bencana banjir. Seperti misalnya, pembuatan drainase jalan raya yang baik,

melakukan pelebaran sungai, menyediakan pompa air, membangun kolam air resapan,

membangun polder di sungai-sungai, dan lain sebagainya. Sesuai dengan Peraturan Walikota

Semarang No. 39 tahun 2010 tentang tugas pokok dan fungsi Bidang I Pencegahan dan

Kesiapsiagaan.

Pencegahan bencana banjir melalui pembangunan fisik tersebut bukanlah kewenangan

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang, karena selain Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang tidak memiliki anggaran untuk hal tersebut,

melainkan BPBD hanyalah sebagai koordinator, komando, dan pelaksana saja sifatnya, oleh

sebab itu tugas dari Bidang I Pencegahan dan Kesiapsiagaan adalah berkoordinasi dengan

pihak-pihak terkait yang sudah disebutkan di atas agar bekerjasama dalam hal pembangunan

fisik yang tujuannya adalah mencegah terjadinya bencana banjir, atau paling tidak mengurangi

dampak dan kerugian yang nantinya dialami apabila bencana banjir tersebut terjadi di Kota

Semarang.

Metode yang kedua adalah metode pencegahan non-teknis. Metode pencegahan atau

mitigasi non-teknis yang dilakukan oleh Bidang I Badan Penanggulangan Bencana Daerah

(BPBD) Kota Semarang adalah fokus kepada pembentukan konsep masyarakat yang sadar

akan mitigasi bencana banjir, yaitu dengan beberapa program dan sosialisasi yang dilakukan

oleh Bidang I Pencegahan dan Kesiapsiagaan.

Page 3: BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN MANAJEMEN BENCANA …eprints.undip.ac.id/61877/5/BAB_IV.pdf · (BPBD) Kota Semarang adalah fokus kepada pembentukan konsep masyarakat yang sadar

4.1.1.1 Mitigasi banjir

Mitigasi bencana banjir adalah serangkaian upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko

bencana banjir, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

kemampuan masyarakatnya dalam menghadapi ancaman bencana Soehatman Ramli (2010:

32). Mitigasi bencana banjir juga sebuah upaya yang dilakukan untuk mengurangi atau bahkan

untuk mencegah dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana banjir, sehingga jelas sekali

bahwa mitigasi ini bersifat pencegahan sebelum kejadian bencana banjir terjadi.

Mitigasi merupakan salah satu dari tahapan manajemen bencana yang dilakukan oleh

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang dimana merupakan tahapan

yang pertama dilakukan. Pada tahap pra-bencana mitigasi ini adalah tugas yang dilakukan oleh

Bidang I yaitu Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah

(BPBD) Kota Semarang. Sesuai dengan tahapan pra-bencana yaitu mitigasi, maka dapat dilihat

dengan program dan kegiatan yang dilakukan oleh Bidang I Pencegahan dan Kesiapsiagaan

BPBD Kota Semarang adalah yaitu:

Membentuk kelurahan siaga bencana dan kelurahan tangguh bencana

Dalam rangka mengurangi risiko dampak bencana banjir yang terjadi, maka Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang membentuk Kelurahan Siaga

Bencana (KSB) dan Kelurahan Tangguh Bencana. Pembentukan KSB dan KTB ini merupakan

langkah yang diambil oleh Bidang I Pencegahan dan Kesiapsiagaan bertujuan untuk

mempersiapkan masyarakat yang berada di daerah rawan akan bencana banjir agar dapat

mengantisipasi apabila terjadi banjir.

Pembentukan Kelurahan Siaga Bencana (KSB) dan Kelurahan Tangguh Bencana

(KTB) di Kota Semarang tersebut melibatkan banyak pihak yaitu warga masyarakat, Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang, Aparatur Sipil Negara tingkat

Page 4: BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN MANAJEMEN BENCANA …eprints.undip.ac.id/61877/5/BAB_IV.pdf · (BPBD) Kota Semarang adalah fokus kepada pembentukan konsep masyarakat yang sadar

Kelurahan, Ketua RT/RW, dan juga pihak terkait seperti relawan-relawan bencana, dan juga

Organisasi Non Pemerintah. Semuanya saling terkait satu sama lain dalam rangka untuk

mencegah terjadinya banjir atau paling tidak mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat

banjir di suatu kelurahan berbasis masyarakat setempat. Jumlah Kelurahan Siaga Bencana di

Kota Semarang ada 35, namun Kelurahan Siaga Bencana yang memiliki karakter bencana

banjir ada 15 kelurahan. Selanjutnya ada Kelurahan Tangguh Bencana (KTB) yang jumlahnya

adalah baru ada lima (5) di Kota Semarang, itupun baru dalam tahap rintisan. Akan tetapi

Kelurahan Tangguh Bencana (KTB) konsepnya lebih baik lagi dibanding dengan Kelurahan

Siaga Bencana, karena KTB memiliki koordinasi yang lebih baik lagi secara keseluruhan

dibanding KSB.

Pembentukan KSB dan KTB tersebut merupakan perwujudan langkah manajemen

bencana yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota

Semarang dalam menerapkan program pr-bencana untuk menghadapi bencana banjir yang

sering melanda Kota Semarang. Melalui sosialisasi yang rutin dilakukan oleh BPBD kepada

KSB dan KTB, agar dapat berperan optimal dalam menghadapi bencana banjir.

4.1.1.2 Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana

melalui kegiatan yang tepat guna dan berdaya guna. Bidang Kesiapsiagaan mempunyai tugas

untuk mempersiapkan apabila terjadi bencana, sesuai dengan Perka No. 2 Tahun 2012

Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk

menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana, dalam hal ini peneliti lebih fokus pada

sisi kesiapan untuk menghadapi bencana banjir.

1. Peta rawan bencana dan peta risiko bencana

Page 5: BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN MANAJEMEN BENCANA …eprints.undip.ac.id/61877/5/BAB_IV.pdf · (BPBD) Kota Semarang adalah fokus kepada pembentukan konsep masyarakat yang sadar

Peta rawan bencana dan peta risiko bencana merupakan salah satu program yang dilakukan

oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang dalam rangka untuk

menghadapi kemungkinan terjadinya banjir di suatu wilayah. Peta rawan bencana sendiri

merupakan peta yang dibuat dengan tujuan agar memetakan wilayah atau daerah mana saja

yang rawan dan memungkinkan terdampak banjir suatu waktu, sedangkan peta risiko bencana

lebih detil dibandingkan peta rawan bencana.

Pada peta risiko bencana tidak hanya memetakan wilayah atau daerah mana saja yang

akan rawan terkena banjir, melainkan dalam peta risiko bencana dijelaskan juga grid indeks

ancaman, kerentanan dan kapasitas masyarakatnya. Sehingga peta risiko bencana banjir yang

dimiliki oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang mencakup

banyak hal mulai dari peta ancaman yaitu memperkirakan seberapa tinggi atau rendahnya

genangan air banjir di suatu wilayah. Selanjutnya peta kerentanan yang meliputi penghitungan

dengan jelas demografi di wilayah yang rawan terkena banjir seperti jumlah balita, jumlah ibu

hamil, kepadatan penduduk jumlah lansia, jumlah penduduk miskin, selain itu juga menghitung

juga ekonomi di wilayah tersebut, lingkungan, dan juga fisik seperti jumlah bangunan.

Kemudian yang terakhir adalah peta kapasitas yaitu berisi informasi mengenai jumlah sarana

kesehatan, sudah adakan sosialisasi bencana banjir di wilayah tersebut, adakah perolehan

bantuan, adakan posko darurat, dan lain sebagainya. Ketiga grid indeks dalam bentuk peta

tersebut menjadi satu sehingga disebut peta risiko bencana banjir.

Peta rawan bencana dan peta risiko bencana yang dimiliki Badan Penanggulangan

Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang dirasa belum efektif karena tidak memiliki koneksi

yang baik dengan pihak-pihak yang langsung berada di lokasi rawan bencana seperti pihak

Kelurahan Siaga Bencana atau Kelurahan Siaga Bencana. Menurut selama ini belum ada

kejelasan tentang sosialisasi peta rawan bencana dan risiko bencana tersebut kepada mereka.

Page 6: BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN MANAJEMEN BENCANA …eprints.undip.ac.id/61877/5/BAB_IV.pdf · (BPBD) Kota Semarang adalah fokus kepada pembentukan konsep masyarakat yang sadar

2. Rencana Kontijensi

Rencana Kotijensi adalah suatu proses perencanaan ke depan, dalam situasi terdapat potensi

bencana, di mana skenario dan tujuan disepakati, tindakan teknis dan manajerial ditetapkan,

dan sistem tanggapan dan pengarahan potensi disetujui bersama, untuk mencegah atau

menanggulangi secara baik dalam situasi darurat atau kritis. Tujuan adanya dokumen rencana

kontijensi adalah sebagai dasar memobilisasi sumber daya para pemangku kepentingan pada

saat tanggap darurat bencana dalam melakukan penanggulangan bencana yang cepat dan

efektif.

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, pembentukan dokumen rencana kontijensi

hingga saat ini belum juga selesai dikerjakan, karena masih dalam tahap penyelesaian. Namun

pelaksanaan dari dara untuk membuat rencana kontijensi sudah dilakukan oleh Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang, yaitu dengan mengadakan

pertemuan dengan berbagai pihak terkait baik pemerintah dan juga masyarakat. Pada

pertemuan tersebut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang

mengundang Bappeda, DPU, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Kesehatan, Dinas Pemadam

Kebakaran, BMKG, puskesmas, kecamatan, swasta, NGO, TNI dan Polri. Berdasarkan

penelitian hasil pertemuan tersebut sudah ada kesepakatan terjalinnya kerja sama untuk

pembuatan Rencana Kontijensi, namun karena prosesnya yang lama, sehingga menyebabkan

pembuatan dokumen rencana kotinjensi tersebut molor.

4.1.1.3 Peringatan dini

Bentuk peringatan dini dalam pencegahan dan kesiapsiagaan yang selanjutnya dilakukan oleh

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang adalah dengan membuat

sistem peringatan banjir di daerah-daerah yang deket dengan sungai. Sistem peringatan yang

sudah dibangun oleh Bidang I Pencegahan dan Kesiapsiagaan belum menggunakan sistem

Page 7: BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN MANAJEMEN BENCANA …eprints.undip.ac.id/61877/5/BAB_IV.pdf · (BPBD) Kota Semarang adalah fokus kepada pembentukan konsep masyarakat yang sadar

yang modern. Masih mengandalkan cara tradisional seperti masih menggunakan pengamatan

secara langsung ke sungai oleh petugas atau relawan, dan juga peralatan yang digunakan masih

sederhana seperti masih menggunakan pengukur tinggi debit sungai yang relatif hanya

menunjukkan angka berapa ketinggian air sungai tersebut.

Cara sistem peringatan bencana banjir yang masih sederhana tersebut menjadi tugas

bagi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang agar bisa mengubah

sistem peringatan banjir yang lebih baik lagi dengan menggunakan inovasi-inovasi teknologi

yang sudah ada. Konektivitas antara peralatan pemantau ketinggian air di sungai yang

terhubung ke posko BPBD dengan menggunakan teknologi informasi yang terkini akan

memudahkan sistem manajemen bencana dalam menghadapi bencana banjir yang akan terjadi,

sehingga dampak yang ditimbulkan akan rendah.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Bidang I Pencegahan dan

Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang dalam

tahapan pra-bencana menanggulangi bencana banjir sudah tepat yaitu dengan program-

program dan kegiatan yang dilaksanakan, namun belum maksimal dapat dilihati dalam hal

seperti memaksimalkan pekerjaan dalam membuat dokumen rencana kontijensi, dan juga

memaksimalkan inovasi-inovasi pada sistem peringatan dini bencana banjir di daerah-daerah

rawan bencana banjir.

4.1.2 Saat Terjadi Bencana

Menurut Soehatman Ramli dalam Manajemen Bencana (2010:35) tanggap darurat adalah

serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk

menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan

evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan

pengungsi, penyelamatan dan pemulihan sarana dan prasarana. Kegiatan pelaksanaan yang

Page 8: BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN MANAJEMEN BENCANA …eprints.undip.ac.id/61877/5/BAB_IV.pdf · (BPBD) Kota Semarang adalah fokus kepada pembentukan konsep masyarakat yang sadar

dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang adalah pada

saat terjadinya bencana banjir, maka tugas dari Bidang II Kedaruratan dan Logistik untuk

memastikan bahwa bencana banjir yang terjadi dapat teratasi baik dari hal teknis hingga

kebutuhan logistik oleh para korban bencana banjir di lokasi.

Bidang II Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)

memiliki tugas yang berat, yaitu bertugas pada tahap manajemen bencana saat kejadian

bencana banjir terjadi. Tahapan paling krusial dalam sistem manajemen bencana alah saat

bencana sesungguhnya terjadi. Mungkin telah melalui peringatan dini, maupun tanpa

peringatan atau terjadi secara tiba-tiba, oleh karena itu diperlukan langkah-langkah seperti

tanggap darurat untuk dapat mengatasi dampak bencana dengan cepat dan tepat agar jumlah

korban atau kerugian dapat diminimalkan.

1. Daya Tanggap

A. Respon terhadap bencana

Pada tahap ini terdapat langkah-langkah yang harus segera dilakukan agar kejadian bencana

banjir yang terjadi tidak menimbulkan korban jiwa ataupun kerugian yang besar. Hal tersebut

dapat dilihat dari daya tanggap Bidang II Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan

Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang dalam mengatasi keadaan darurat bencana banjir di

lokasi. Sesuai dengan logo BPBD yang bergambar Segitiga, dimana artinya adalah terdapat

tiga pilar utama dalam penanggulangan bencana yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat.

Dalam pemerintah sendiri tidak hanya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota

Semarang saja yang mempunyai peran pada saat darurat bencana banjir terjadi, melainkan

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainnya pun juga mempunyai kewajiban yang sama pada

saat penanganan kedaruratan bencana, namun BPBD di sini tugasnya adalah sebagai komando,

pelaksana, dan koordinator.

Page 9: BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN MANAJEMEN BENCANA …eprints.undip.ac.id/61877/5/BAB_IV.pdf · (BPBD) Kota Semarang adalah fokus kepada pembentukan konsep masyarakat yang sadar

Ketika bencana banjir terjadi Bidang II Kedaruratan dan Logistik meresponnya dengan

langkah-langkah yang sekiranya diperlukan pada saat itu juga, sehingga penanggulangan

bencana banjir oleh BPBD ketika bencana itu terjadi adalah sifatnya fleksibel. Ketika ada

laporan bencana banjir terjadi di suatu tempat, maka Badan Penanggulangan Bencana Daerah

(BPBD) Kota Semarang segera bergerak mengirim personil ke lokasi kejadian untuk

memastikan informasi tersebut, lalu melakukan tindakan selanjutnya. Namun ketika survei ke

lokasi terjadinya bencana banjir tersebut, personil Badan Penanggulangan Bencana (BPBD)

Kota Semarang sudah siap dengan segala peralatan yang dimiliki, seperti mobil Ranger, perahu

karet, pelampung, HT, dan lainnya. Tidak adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) seperti

yang dijelaskan dalam Peraturan Kepala BNPB No. 9 tahun 2008 tentang Prosedur Tim Reaksi

Cepat, bahwa Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang tidak

menerapkannya ke dalam pembuatan Standar Operasional Prosedur kedaruratan bencana

banjir. Hingga saat ini BPBD dalam pelaksanaan kedaruratan bencana banjir di Semarang

masih menggunakan metode yang sederhana, yaitu fleksibilitas, artinya bahwa apa yang perlu

dilakukan maka akan dilakukan.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen bencana

Bidang II Kedaruratan dan Logistik dalam menghadapi saat terjadi bencana banjir masih

berisfat fleksibel dan tidak ada Standar Operasional Prosedur yang dijalankan karena memang

tidak dibuat oleh Bidang II tersebut.

B. Pemberian logistik

Selain melakukan tindakan kedaruratan pada saat terjadi bencana banjir di lokasi, Bidang II

Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang

juga melakukan kegiatan penunjang dari kedaruratan tadi, yaitu dengan cara pemberian logistik

kepada korban bencana banjir. Pemberian logistik kepada korban bencana banjir tersebut

Page 10: BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN MANAJEMEN BENCANA …eprints.undip.ac.id/61877/5/BAB_IV.pdf · (BPBD) Kota Semarang adalah fokus kepada pembentukan konsep masyarakat yang sadar

bertujuan agar korban banjir yang berada di lokasi dapat mengungsi dengan tetap mendapatkan

pasokan kebutuhan sehari-hari yang normal.

Pemberian logistik pada korban bencana banjir oleh Badan Penanggulangan Bencana

Daerah (BPBD) Kota Semarang harus dengan syarat yang harus dipenuhi. Setelah pihak dari

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang survei ke lokasi banjir, maka

yang menentukan apakah akan diberi bantuan logistik atau tidak adalah bahwa kondisi tinggi

genangan banjir, lalu apakah para warga masyarakat di lokasi tersebut harus mengungsi atau

tidak. Apabila ketinggian banjir di lokasi terbut sudah berada pada fase membahayakan bagi

warga, maka warga akan diungsikan ke tempat yang lebih aman.

Korban bencana yang menjadi pengungsi tersebut pastinya tidak bisa berkegiatan

sehari-hari, maka dari sinilah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang

memberikan bantuan logistik, yang dapat berupa makanan dan air minum, tenda darurat untuk

mengungsi, dan lain sebagainya. Pemberian logistik tersebut oleh Badan Penanggulangan

Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang sangatlah terbatas, apabila warga masyarakat yang

terkena banjir tidak terlalu parah, maka tidak diberi logistik oleh BPBD.

Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa terbatasnya ketersediaan logistik yang dimiliki

oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang menyebabkan tidak

maksimalnya bantuan yang diberikan oleh BPBD. Badan Penanggulangan Bencana Daerah

(BPBD) Kota Semarang juga harus memprioritaskan lokasi banjir mana yang paling parah,

itulah yang menjadi prioritas diberi bantuan logistik oleh BPBD.

4.1.3 Pasca Bencana

Tahapan manajemen bencana yang selanjutnya adalah tahap pasca bencana. Setelah bencana

terjadi dan proses tanggap darurat sudah dilewati, maka langkah selanjutnya adalah melakukan

rehabilitasi dan rekonstruksi. Tahap pasca bencana banjir dilaksanakan oleh Bidang III

Page 11: BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN MANAJEMEN BENCANA …eprints.undip.ac.id/61877/5/BAB_IV.pdf · (BPBD) Kota Semarang adalah fokus kepada pembentukan konsep masyarakat yang sadar

Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota

Semarang.

A. Rehabilitasi dan rekonstruksi

Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat

sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk

normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan

masyarakat pada wilayah pasca bencana (Ramli, 2010:38). Dalam rehabilitasi yang dilakukan

oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang meliputi kegiatan-

kegiatan yang bersifat untuk memperbaiki dan memulihkan kondisi para korban bencana

banjir.

Upaya rehabilitasi yang dilakukan oleh Bidang III Rehabilitasi dan Rekonstruksi ada

beragam sektor yang harus dicapai. Pemulihan sektor-sektor tersebut adalah sebagai berikut:

a. Sektor pelayanan kesehatan

Pemulihan sektor kesehatan para korban bencana banjir harus segera dilakukan, dalam hal ini

tugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang melakukan koordinasi

dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan sektor kesehatan. Seperti puskesmas di wilayah

tersebut, rumah sakit, Dinas Kesehatan Kota Semarang, Palang Merah Indonesia (PMI), dan

juga relawan-relawan di dunia kesehatan.

Jadi tugas dari Bidang III Rehabilitasi dan Rekonstruksi di sini adalah sebagai

koordinator, komando dan pelaksana di lapangan. Mereka memberikan informasi kepada

pihak-pihak kesehatan terkait tadi agar supaya dapat datang ke lokasi bencana banjir dan

memberikan pelayanan kesehatan bagi para korban banjir. Sayangnya apabila keadaan yang

sangat genting tiba-tiba diperlukan tenaga medis, Badan Penanggulangan Bencana Daerah

Page 12: BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN MANAJEMEN BENCANA …eprints.undip.ac.id/61877/5/BAB_IV.pdf · (BPBD) Kota Semarang adalah fokus kepada pembentukan konsep masyarakat yang sadar

(BPBD) Kota Semarang tidak bisa langsung memberikan bantuan tersebut, karena tidak ada

tenaga atau ahli medis di BPBD.

b. Sektor rekonsiliasi dan resolusi koflik

Pemulihan sektor selanjutnya adalah sektor sosial. Karena bencana banjir yang terjadi,

biasanya para pengungsi korban banjir sementara akan melakukan kegiatan sehari-hari tidak

seperti biasanya, baik itu di kamp pengungsian ataupun tetap tinggal di rumah. Akibatnya

konflik sosial di daerah pasca bencana banjir biasa terjadi. Konflik sosial tersebut contohnya

adalah, ketika sedang pembagian bantuan logistik ataupun bantuan sosial lainnya banyak yang

berebut untuk mendapatkan bantuan tersebut, sehingga kadang-kadang ada warga yang

seharusnya laik mendapatkan bantuan malah tidak menerimanya.

Maka tugas dari Bidang III Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Penanggulangan

Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang adalah dengan rekonsiliasi dan resolusi dengan

melakukan sosialisasi-sosialisasi kepada warga masyarakat yang terkena dampak bencana

banjir, yang tujuannya adalah agar mencegah konflik sosial yang bisa terjadi di lokasi bencana

banjir. Bidang III Rehabilitasi dan Rekonstruksi memberikan pengertian kepada masyarakat

bahwa musibah yang menimpa korban bencana banjir tersebut harus disikapi dengan bijak dan

baik, agar tidak stres atau bahkan depresi.

Kegiatan sosialisasi tersebut dilakukan sebanyak dua (2) kali dalam setahun di wilayah-

wilayah yang rentan akan bencana banjir. Di sini letak kesalahannya, dimana rekonsiliasi dan

resolusi yang dilakukan oleh Bidang III malah dilakukan sebelum terjadi bencana. Seharusnya

kegiatan rekonsiliasi dan resolusi tersebut dilakukan tidak hanya menjelang musim kemarau

dan penghujan tiba, melainkan harus dilakukan juga pada saat setelah bencana banjir terjadi.

Hal tersebut agar masih dapat masuk ke dalam pengertian para korban bencana banjir agar

tidak terjadi konflik sosial.

Page 13: BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN MANAJEMEN BENCANA …eprints.undip.ac.id/61877/5/BAB_IV.pdf · (BPBD) Kota Semarang adalah fokus kepada pembentukan konsep masyarakat yang sadar

Sehingga dari penjelasan di atas maka kegiatan rekonsiliasi dan resolusi Bidang III

Rehabilitasi dan Rekonstruksi kurang tepat dalam hal waktu pelaksanaan. Hal tersebut

harusnya bisa dilakukan tidak hanya menjelang musim penghujan dan kemarau tiba, namun

juga ketika bencana banjir sudah terjadi.

c. Sektor pemulihan sosial ekonomi masyarakat

Pemulihan selanjutnya yang harus dilakukan adalah sektor pemberdayaan sosial ekonomi

budaya masyarakat. Pemulihan yang dilakukan sektor ini bertujuan agar korban bencana banjir

tidak kehilangan mata pencaharian mereka, ataupun kehidupan sosial mereka.

Pemulihan yang dilakukan oleh Bidang III Sektor Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan

Penanggulangan Bencana Daerah pada sektor pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat

adalah dengan cara memberikan sosialisasi kepada warga. Program yang sudah dijalankan saat

ini adalah memberikan sosialisasi tentang menanam tanaman hidroponik dan tanaman rumput

laut. Keterbatasan anggaran oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota

Semarang, menyebabkan mereka hanya memberikan program sosialisasi tersebut.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka program yang dilakukan oleh Bidang III

Rehabilitasi dan Rekonstruksi kurang tepat sasaran. Hal tersebut karena belum mampu

mendorong perekonomian dan sosial dari masyarakat pasca bencana banjir, dengan program

penanaman tanaman hidroponik tersebut,

d. Sektor keamanan dan ketertiban

Pemulihan sektor selanjutnya adalah ada pada sektor situasi keamanan dan ketertiban.

Pemulihan sektor ini mempunyai tujuan yaitu agar lokasi pasca bencana banjir dapat tetap

aman dan ketertibannya masih terkendali dengan baik. Tugas Bidang III Rehabilitasi dan

Rekonstruksi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang untuk

Page 14: BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN MANAJEMEN BENCANA …eprints.undip.ac.id/61877/5/BAB_IV.pdf · (BPBD) Kota Semarang adalah fokus kepada pembentukan konsep masyarakat yang sadar

memastikan bahwa lokasi tersebut aman terkendali dengan cara bekerja sama dengan pihak-

pihak keamanan yang berada di lokasi bencana banjir.

Pihak keamanan tersebut adalah kepolisian, babinsa, dan pihak keamanan lainnya.

Koordinasi yang dilakukan Bidang III Rehabilitasi dan Rekonstruksi dengan pihak keamanan

terkait bertujuan agar rumah-rumah warga yang ditinggal mengungsi tidak dimasuki oleh

pencuri, dan tindakan kriminal yang mengganggu keamanan lainnya.

Berdasarkan penjelasan di atas maka, tugas koordinasi dan komando yang dilakukan oleh

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang sudah tepat.

e. Sektor fungsi pemerintahan dan fungsi pelayanan publik

Sektor pemulihan yang terakhir dilakukan oleh Bidang III Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang adalah mengembalikan fungsi

pelayanan publik pada saat pasca bencana terjadi. Pemulihan sektor pelayanan publik ini

contohnya adalah seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, administrasi, transportasi dan juga

pelayanan publik lainnya.

Tugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang harus dapat

berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait agar pelayanan publik tetap bisa berlangsung ketika

pasca bencana banjir terjadi. Hal tersebut dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana

Daerah (BPBD) Kota Semarang dengan berkoordinasi dengan Organisasi Perangkat Daerah

(OPD) lainnya seperti dengan Dinas Pendidikan, agar dapat memberikan pelajaran sekolah

meski korban bencana sedang tinggal di posko pengungsian, atau demam mendatangkan

petugas kecamatan atau kelurahan ke posko pengungsian dan memberikan pelayanan bagi

masyarakat yang ingin mengurus administrasi.

Page 15: BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN MANAJEMEN BENCANA …eprints.undip.ac.id/61877/5/BAB_IV.pdf · (BPBD) Kota Semarang adalah fokus kepada pembentukan konsep masyarakat yang sadar

Untuk bantuan perbaikan rumah masyarakat masuk ke dalam program bantuan sosial

yang diberikan oleh Pemerintah Kota Semarang melalui Badan Penanggulangan Bencana

Daerah (BPBD) Kota Semarang dan menggunakan anggaran dari BPKAD (Badan Pengelola

Keuangan dan Aset Daerah. Begitu juga untuk bantuan perbaikan sarana dan pra sarana umum

dan juga lingkungan daerah bencana dilakukan oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang

terkait dan mempunyai kewenangan untuk hal teknis tersebut, sebagaimana yang sudah

dijelaskan bahwa tugas BPBD untuk hal rehabilitasi teknis tersebut hanya sebagai komando,

pelaksana dan koordinator.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan Badan Penanggulangan

Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang sudah melaksanakan tugas rehabilitasi sesuai dengan

Peraturan Daerah Kota Semarang No. 13 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan BPBD pasal 42.

B. Bantuan Sosial

Program Bidang III Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Penanggulangan Bencana Daerah

(BPBD) Kota Semarang selanjutnya adalah dengan cara pemberian bantuan sosial. Bantuan

sosial yang diberikan bukan menjadi tanggung jawab Badan Penanggulangan Bencana Daerah

(BPBD) Kota Semarang sepenuhnya, namun mereka hanya mempunyai kewenangan sebagai

koordinasi, komando dan pelaksana. Dalam hal pemberian bantuan sosial ini tugas dari Bidang

III Rehabilitasi dan Rekonstruksi adalah melihat dan memastikan siap saja yang berhak untuk

dapat diberi bantuan sosial.

Bantuan sosial yang diberikan oleh Pemerintah Kota Semarang adalah bantuan kepada

korban bencana meninggal dunia, korban luka dan perlu dirawat di rumah sakit, korban

bencana yang rumah/tempat usaha/kios/los mengalami kerusakan. Hanya tiga (3) jenis akibat

yang dapat diberi bantuan sosial.

Page 16: BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN MANAJEMEN BENCANA …eprints.undip.ac.id/61877/5/BAB_IV.pdf · (BPBD) Kota Semarang adalah fokus kepada pembentukan konsep masyarakat yang sadar

Bantun sosial yang diberikan Pemerintah Kota Semarang yang diajukan melalui oleh

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang sesuai dengan Peraturan

Walikota Semarang Nomor 5A Tahun 2013 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Sosial,

ditetapkan kriterianya sebagai berikut:

a. Korban meninggal dunia paling banyak Rp. 4.000.000 per orang

Korban luka berat dan perlu dirawat di rumah sakit paling banyak Rp. 3.000.000 per orang

b. Kerusakan rumah/tempat usaha/kios/los dengan ketentuan:

1) Roboh/musnah/terbakar habis paling banyak Rp. 10.000.000 per rumah/tempat

usaha/kios/los;

2) Rusak sedang paling banyak Rp. 7.000.000 per rumah/tempat usaha/kios/los;

3) Rusak ringan paling banyak Rp. 5.000.000 per rumah/tempat usaha/kios/los

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang bertugas untuk

mensurvei para korban bencana banjir di lapangan, dengan kriteria-kriteria yang sudah

ditentukan. Mulai kriteria yang paling ringan hingga kriteria yang paling berat. Pada proses

akhir akan keluar laporan atau surat pencairan dana sosial oleh Pemerintah Kota Semarang

melalui BPKAD (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah).

Selama proses pencairan tersebut memerlukan banyak sekali prosedur yang harus

dilewati. Untuk mencairkan dana bantuan sosial tersebut sayangnya Badan Penanggulangan

Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang tidak bisa mencairkannya satu per satu kepada

korban bencana banjir, sehingga sifatnya haruslah kolektif. Semua korban bencana yang bisa

memenuhi kriteria diberikan bantuan akan dijadikan satu terlebih dahulu. Sehingga proses

pengajuan hingga pencairan dana bantuan sosial tersebut akan butuh waktu yang lama.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemberian bantuan

sosial yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang

Page 17: BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN MANAJEMEN BENCANA …eprints.undip.ac.id/61877/5/BAB_IV.pdf · (BPBD) Kota Semarang adalah fokus kepada pembentukan konsep masyarakat yang sadar

sudah dilakukan dengan benar dan tepat sasaran, bantuan yang diberikan diberikan kepada

korban bencana banjir yang harus sesuai dengan kriteria atau syarat di atas.

4.1.4 Penganggaran

Penganggaran adalah fungsi yang berkenaan dengan pengendalian organisasi melalui

perencanaan fiskal dan akuntansi. Pembiayaan mencakup seluruh kegiatan yang akan

dilaksanakan oleh suatu organisasi atau lembaga. Setiap lembaga membutuhkan pembiayaan

yang matang, agar bisa memenuhi kegiatan dan program yang akan dilaksanakan oleh

organisasi tersebut.

Bidang Sekretariat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang

memiliki tugas untuk mengelola dan merencanakan anggaran yang akan dilaksanakan oleh

bidang-bidang lain yang ada di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) seperti

Bidang I Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Bidang II Kedaruratan dan Logistik, Bidang III

Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Berkaitan dengan anggaran atau pembiayaan, sebagai

Organisasi Perangkat Daerah, Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) Kota Semarang

mendapatkan porsi pendanaan dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) Kota

Semarang, untuk melaksanakan kegiatan dan program yang ada di BPBD Kota Semarang.

Berdasarkan penelitian, anggaran yang ada di Badan Penanggulangan Bencana Daerah

(BPBD) Kota Semarang tidak dapat dikelompokkan ke dalam sub prioritas bencana tertentu,

seperti bencana banjir. Artinya adalah, bahwa anggaran yang ada itu untuk mencakup seluruh

kegiatan dan penanggulangan bencana apapun, baik bencana banjir, tanah longsor, puting

beliung, kekeringan, dan lain sebagainya. Anggaran untuk penanggulangan bencana banjir

masuk ke dalam program dan kegiatan yang direncanakan oleh masing-masing bidang yaitu

Bidang I, Bidang II, dan Bidang III yang dimana program penanggulangan banjir dilakukan.

Seperti misalnya adalah pada Bidang I Pencegahan dan Kesiapsiagaan mereka memberikan

Page 18: BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN MANAJEMEN BENCANA …eprints.undip.ac.id/61877/5/BAB_IV.pdf · (BPBD) Kota Semarang adalah fokus kepada pembentukan konsep masyarakat yang sadar

anggaran untuk membuat peta rawan bencana dan peta risiko bencana, selain itu juga untuk

memberikan sosialisasi tentang pembentukan Kelurahan Siaga Bencana dan Kelurahan

Tangguh Bencana.

Kemudian untuk Bidang II Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana

Daerah (BPBD) Kota Semarang yang mengalokasikan dana untuk pembiayaan kebutuhan pada

saat darurat bencana banjir, seperti pengadaan perahu karet, pengadaan pelampung air,

pengadaan tenda posko darurat, dan juga untuk kebutuhan logistik misalnya makanan dan

minuman, selimut hangat, matras untuk tidur di tenda pengungsian, dan lain-lain. Pembiayaan

oleh Bidang II ini sudah tepat sasaran.

Khusus untuk pembiayaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan oleh

Bidang III Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang ini untuk yang

sifatnya non-teknis, seperti memberikan sosialisasi, memberikan pendampingan psikologis,

dan juga memberikan bantuan sosial. Namun dana bantuan sosial yang dilakukan Bidang III

Rehabilitasi dan Rekonstruksi tidak berasal dari BPBD Kota Semarang, melainkan berasal dari

dana pemerintah, yaitu Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota

Semarang, hal itu dikarenakan keterbatasan dana yang dimiliki oleh BPBD Kota Semarang.

Berdasarkan hasil penelitian, pembiayaan yang dimiliki dan dikelola oleh Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang sudah cukup baik dan tepat sasaran.

Dapat dilihat dari masing-masing Bidang yang mengelola keuangannya untuk kegiatan yang

benar-benar menunjang penanggulangan bencana banjir yang biasa terjadi di Kota Semarang.

Namun karena keterbatasan anggaran juga, maka banyak dana yang berasal dari luar untuk

membantu penanggulangan bencana banjir yang biasa terjadi, seperti dana dari relawan, dari

swasta, dan juga dari komunitas atau organisasi masyarakat untuk membantu para korban

bencana dengan memberikan bantuan logistik.

Page 19: BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN MANAJEMEN BENCANA …eprints.undip.ac.id/61877/5/BAB_IV.pdf · (BPBD) Kota Semarang adalah fokus kepada pembentukan konsep masyarakat yang sadar

4.1.5 Pengawasan

Pengawasan adalah unsur fungsi manajemen yang terakhir yang dilakukan oleh Badan

Penanggulangan Bencana (BPBD) Kota Semarang dalam melakukan manajemen di

lingkungan instansinya. Menurut G.R. Terry (Handoko, 2008: 35) bahwa pengawasan dan

pengendalian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang adalah proses

untuk mengamati secara terus-menerus pelaksanaan kegiatan sesuai rencana yang sudah

disusun dan mengadakan perbaikan jika terjadi penyimpangan. Pengawasan bertujuan untuk

menilai sejauh mana pelaksanaan yang dilakukan di dalam pengelolaan Badan Penanggulangan

Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang, apakah di dalamnya terdapat penyimpangan atau

tidak.

Pengawasan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang

dilakukan oleh pimpinan BPBD Kota Semarang secara langsung, yaitu dengan melihat

pengelolaan yang dilakukan oleh pelaksana rencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah

(BPBD) Kota Semarang, sesuai rencana yang telah ditetapkan atau tidak. Sesuai dengan

Peraturan Walikota No. 39 tahun 2010 tentang Tugas Pokok Fungsi BPBD Pasal 11 ayat f yang

menjelaskan bahwa Sekretariat BPBD wajib untuk menyusun laporan kinerja BPBD, dan juga

pada pasal dan ayat selanjutnya yang menjelaskan bahwa kewajiban untuk melaksanakan

pembinaan, pemantauan, pengawasan dan pengendalian di masing-masing Bidang yang ada di

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang. Untuk terselenggaranya

pengawasan dan pertanggungjawaban dilakukan kegiatan sebagai berikut:

1. Pengawasan

Pengawasan dibedakan menjadi dua macam, yakni pengawasan secara langsung dan

pengawasan tidak langsung. Pengawasan langsung dilaksanakan secara hierarki vertikal,

artinya adalah pengawasan dilakukan oleh atasan kepada bawahan. Mulai dari Kepala Badan

Page 20: BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN MANAJEMEN BENCANA …eprints.undip.ac.id/61877/5/BAB_IV.pdf · (BPBD) Kota Semarang adalah fokus kepada pembentukan konsep masyarakat yang sadar

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang mengawasi seluruh jajaran di

bawahnya, namun yang terdekat adalah Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana

Daerah (BPBD) Kota Semarang, lalu Kepala Pelaksana mengawasi Sekretaris dan

Kepala-kepala Bidang yang ada di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota

Semarang, mulai dari Bidang I Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Bidang II Kedaruratan dan

Bidang III Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Lalu masing-masing Kepala Bidang tadi mengawasi

Kepala seksi yang berada di bidangnya, dan selanjutnya Kepala seksi mengawasi para staf di

bawahnya lagi.

Untuk pengawasan langsung ini mencakup berbagai aspek, mulai dari kedisplinan,

administratif, dan juga teknis. Apabila terjadi pelanggaran atau penyimpangan maka menurut

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri

Sipil akan dikategorikan menjadi tiga (3) jenis pelanggaran menurut besar kecilnya

pelanggaran yakni sebagai berikut:

1. Apabila melakukan pelanggaran ringan maka diberi teguran lisan;

2. Apabila melakukan pelanggaran sedang maka diberi teguran tertulis; dan

3. Apabila melakukan pelanggaran berat maka diberi pernyataan tidak puas secara tertulis.

Pengawasan yang kedua adalah pengawasan tidak langsung ialah pengawasan yang

dilakukan tanpa mendatangi tempat pelaksanaan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan

pegawai. Bentuk pengawasan tidak langsung yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan

Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang adalah dengan melakukan evaluasi setiap bulan,

dengan mengadakan pertemuan, yang tujuannya adalah mengevaluasi kegiatan apa yang sudah

dikerjakan dan kegiatan apa yang akan dikerjakan. Selain itu pengawasan tidak langsung

lainnya adalah pembuatan laporan kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)

Kota Semarang yang dilaksanakan sekali dalam setahun.

Page 21: BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN MANAJEMEN BENCANA …eprints.undip.ac.id/61877/5/BAB_IV.pdf · (BPBD) Kota Semarang adalah fokus kepada pembentukan konsep masyarakat yang sadar

Berdasarkan hasil penelitian yang dijelaskan di atas maka manajemen pengawasan yang

dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang sudah baik,

karena dua unsur pengawasan yang sudah dilakukan dengan baik karena pengawasan yang

dilakukan sifatnya sudah melekat dan seperti budaya di organisasi tersebut. Menurut informan

yang diwawancarai oleh peneliti bahwa dalam pelaksanaan pengawasan di Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang tidak ada kendala yang berarti.

4.1.6 Kendala yang dihadapi dalam Manajemen Bencana oleh BPBD Kota Semarang

dalam penanggulangan Bencana Banjir

1. Pola pikir yang belum berubah

Pola pikir atau mindset tentang pentingnya penanggulangan bencana banjir baik pada

masyarakat luas dan juga para pemangku kepentingan yang ada di pemerintahan masih kurang

sekali. Kurang pedulinya masyarakat akan program mitigasi yang sudah dicanangkan atau

disosialisasikan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang masih

menjadi kendala atau penghambat bagi proses penanggulangan bencana banjir yang dilakukan.

Pola pikir atau mindset yang dimiliki masyarakat apabila belum memiliki kesadaran penuh

akan pentingnya penanggulangan bencana khususnya pada tahap pra-bencana atau mitigasi,

maka dampak atau akibat bencana banjir yang sewaktu-waktu dapat terjadi memiliki risiko

kerusakan dan kerugian yang tinggi. Begitu pula para pemangku kepentingan yang ada di

pemerintahan, baik mulai dari kepala Dinas, hingga perangkat-perangkat Organisasi Perangkat

Daerah (OPD) yang ada di Kota Semarang. Dapat dilihat dari sedikitnya dana yang

dianggarkan oleh OPD terkait yang berhubungan dengan PRB (Pengurangan Risiko Bencana).

2. Standar operasional prosedur pada tahapan bencana

Kendala yang ada di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang adalah

tidak adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) pada setiap tahapan manajemen bencana

Page 22: BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN MANAJEMEN BENCANA …eprints.undip.ac.id/61877/5/BAB_IV.pdf · (BPBD) Kota Semarang adalah fokus kepada pembentukan konsep masyarakat yang sadar

yang dilakukan, seperti pada tahapan pra bencana mitigasi, selain itu juga pada tahap yang

penting yaitu tidak adanya standar operasional prosedur dalam penanggulangan bencana banjir,

karena berdasarkan hasil penelitian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota

Semarang dalam menanggulangi bencana banjir sifatnya fleksibel, jadi apa yang perlu

dilakukan maka akan dilakukan, tidak ada standar prosedur yang jelas yang tertulis dalam

dokumen prosedur penangan bencana banjir. Lalu yang terakhir adalah tidak adanya standar

prosedur rehabilitasi dan rekonstruksi, namun Bidang III ini diatur dalam Peraturan Kepala

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) No. 5 tahun 2012 tentang Pedoman

Pemantauan dan Evaluasi Pasca Bencana, dan juga Peraturan Walikota Semarang No. 5 Tahun

2013 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Sosial.

3. Keterbatasan logistik

Dalam pelaksanaan manajemen bencana, kendala selanjutnya yang dihadapi Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang adalah keterbatasan logistik. Akibat

keterbatasan logistik tersebut adalah menyebabkan penanggulangan bencana pada saat darurat

bencana menjadi terhambat dan tidak maksimal dalam melaksanakan manajemen bencana

yang baik. Keterbatasan logistik tersebut menyebabkan Badan Penanggulangan Bencana

Daerah (BPBD) Kota Semarang harus memilih-milih lokasi bencana banjir mana yang harus

diberikan bantuan logistik, sebab tidak bisa semua korban bencana banjir di banyak lokasi

diberi bantuan logistik oleh BPBD.

4. Kurangnya personil

Kendala yang selanjutnya adalah kurangnya personil yang dimiliki oleh Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang. Kurangnya tenaga personil

penanggulangan bencana mengakibatkan kurang maksimalnya kinerja manajemen bencana

yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang,

Page 23: BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN MANAJEMEN BENCANA …eprints.undip.ac.id/61877/5/BAB_IV.pdf · (BPBD) Kota Semarang adalah fokus kepada pembentukan konsep masyarakat yang sadar

khususnya adalah pada saat tahap sedang terjadi bencana. Akhirnya BPBD Kota Semarang

mengandalkan pegawai yang ada dan juga para relawan yang ada di lokasi bencana banjir.

Kurangnya personil di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang juga

menyebabkan lambannya penanganan bencana banjir, apalagi orang-orang yang berjaga di

posko bencana yang disediakan oleh BPBD jumlahnya hanya sedikit, sehingga diakali dengan

cara bergantian atau melakukan shift jadwal jaga.

5. Keakuratan informasi

Kendala selanjutnya yang dihadapi oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota

Semarang alah kurang akuratnya informasi atau data yang didapat dari keterangan yang ada di

lapangan atau lokasi bencana banjir. Data yang kurang akurat menyebabkan penanganan

bencana banjir yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, karena biasanya informasi yang

datang dari lokasi bencana banjir itu adalah data primer yang akan langsung diberikan tindakan

oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang. Kurang akuratnya data

yang diperoleh menyebabkan Badan Penanggulangan Bencana untuk menyiapkan rencana

anggaran dan program kerja yang akan dilakukan di masa mendatang.

6. Keterbatasan dana

Kendala yang terakhir dan memang biasa terjadi di banyak Organisasi Perangkat Daerah

(OPD), yaitu kurang optimalnya dana yang didapat, dalam hal ini adalah Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang yang juga memiliki keterbatasan

dana dalam penanggulangan bencana banjir di Semarang. Mulai dari kendala di Bidang I

Pencegahan dan Kesiapsiagaan, banyak program yang membutuhkan dana yang besar untuk

mencegah bencana banjir di Kota Semarang. Lalu di Bidang II Kedaruratan dan Logistik, yaitu

minimnya anggaran untuk penyediaan personil kedaruratan untuk membantu tugas di lapangan

pada saat bencana banjir terjadi, yang hingga kini personil yang menjaga pos bencana BPBD

Page 24: BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN MANAJEMEN BENCANA …eprints.undip.ac.id/61877/5/BAB_IV.pdf · (BPBD) Kota Semarang adalah fokus kepada pembentukan konsep masyarakat yang sadar

Semarang hanya memiliki 5 personil saja. Selain itu untuk kebutuhan logistik juga sangatlah

minim, sehingga dalam memberikan bantuan logistik kepada korban banjir, Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang harus survei ke lokasi bencana

terlebih dahulu, dan memastikan bahwa yang lokasi yang akan diberikan bantuan logistik oleh

BPBD benar-benar dalam keadaan yang sangat memerlukan bantuan, hal ini menyebabkan

lokasi banjir lain tidak kepagian bantuan logistik walaupun sebenarnya bisa saja diberikan

apabila memang stok logistik mencukupi. Selanjutnya untuk Bidang III Rehabilitasi dan

Rekonstruksi

4.1.7 Faktor pendorong dalam Manajemen Bencana oleh BPBD Semarang dalam

menanggulangi banjir

1. Adanya dukungan dari berbagai pihak

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam melaksanakan tugasnya banyak

sekali mendapat dukungan dari berbagai pihak, seperti misalnya dari Pemerintah Provinsi

(BPBD Provinsi), Pemerintah Pusat (BNPB), sektor swasta (perusahaan), organisasi

masyarakat, komunitas-komunitas, dan warga para relawan Kelurahan Siaga dan Tangguh

Bencana. Semuanya mempunyai peran yang sama pada saat penanggulangan bencana,

mulai dari mengedukasi masyarakat tentang pentingnya mencegah bencana banjir, hingga

ikut membantu BPBD untuk mengevakuasi korban bencana, membantu memberikan

bantuan sosial, dan bantuan-bantuan lainnya.

2. Keaktifan tenaga relawan KSB /KTB

Terbentuknya Kelurahan Siaga Bencana / Kelurahan Tangguh Bencana sangat membantu

sekali bagi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang dalam

menanggulangi bencana banjir, karena KSB/KTB tersebut merupakan instrumen awal

yang langsung berhadapan dengan bencana banjir yang terjadi di lapangan. Aktifnya peran

Page 25: BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN MANAJEMEN BENCANA …eprints.undip.ac.id/61877/5/BAB_IV.pdf · (BPBD) Kota Semarang adalah fokus kepada pembentukan konsep masyarakat yang sadar

dari para relawan KSB/KTB sangat membantu tugas dari BPBD yang pada dasarnya tidak

memiliki banyak petugas untuk menanggulangi bencana banjir.

3. Koordinasi yang sudah baik dengan OPD terkait

Koordinasi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainya dalam hal penanggulangan

bencana banjir di Semarang menjadi faktor pendukung bagi Badan Penanggulangan Bencana

Daerah (BPBD). Contohnya adalah ketika pada setiap tahapan manajemen bencana, mulai dari

pra bencana, saat terjadi bencana, dan pasca bencana. Pada tahap pra bencana OPD terkait

membantu dalam hal pencegahan dalam bentuk fisik, misalnya melebarkan sisi sungai,

mengeruk dasar sungai agar sungai dapat menampung lebih besar kapasitas airnya. Pada saat

terjadi bencana OPD terkait seperti Dinas Kesehatan yang membantu BPBD untuk

memberikan perawatan pada korban bencana, lalu pada pasca bencana OPD terkait seperti

misalnya Dinas Pekerjaan Umum yang memperbaiki jalan raya yang rusak akibat banjir,

meninggikan jalan raya, lalu ada Dinas Pemadam Kebakaran yang membantu membersihkan

lumpur akibat banjir. Semua Organisasi Perangkat Daerah tersebut sudah melakukan tugasnya

dengan baik akibat koordinasi yang dilakukan oleh BPBD baik pula.