bab iv perumusan rencana an
TRANSCRIPT
Laporan Akhir
BAB IVBAB IV
PERUMUSANPERUMUSANRENCANA PENGEMBANGAN KAWASANRENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN
4.1 Dasar Pertimbangan
Pembangunan kawasan memerlukan pertimbangan cermat dalam
menginisiasi rencana dalam bentuk rencana tata ruang atau masterplan
berbasis ruang. Pembangunan kawasan-kawasan di Kota Bau-Bau
didasarkan pada tujuan, arah dan sasaran pembangunan Kota Bau-Bau
dalam pokok-pokok pedoman pelaksanaan pembangunan seperti RPJP
(Rencana Pembangunan Jangka Panjang), RPJM (Rencana
Pembangunan Jangka Menengah), RUTR (Rencana Umum Tata Ruang)
Kota Bau-Bau, dan RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) Kota Bau-Bau.
Pada dasarnya, pembangunan kawasan-kawasan ditujukan untuk
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, memperluas kesempatan
kerja, memeratakan kesempatan berusaha, menyediakan ruang berusaha,
menyediakan ruang publik untuk rekreasi, menyediakan ruang bagi upaya
preservasi nilai-nilai budaya, memanfaatkan sumberdaya alam, serta
sumberdaya manusia.
Secara lebih spesifik, rencana pengembangan KIPPT Pulau Makasar
didasarkan pada dua pertimbangan: (i) kebijakan Kota, dan (ii) terknis.
Pada tataran kebijakan daerah, ini tertuang dalam visi dan misi
pembangunan Kota Bau-Bau sebagaimana dijelaskan pada Bab III, yang
dalam salah satu frase visi menekankan “pintu gerbang ekonomi dan
pariwisata” dan dalam butir-butir misi menegaskan “pengembangan sosial
budaya dan pariwisata”.
Kemudian, berdasarkan pertimbangan teknis, ada tiga aspek yang sangat
relevan yakni: (i) semakin meningkatnya kegiatan budidaya perikanan di
sekitar kawasan yang direncanakan; (ii) relatif rendahnya aksesibilitas
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
1
Laporan Akhir
kawasan; (iii) tingginya daya jangkau kawasan ini bila dikembangkan.
Pembangunan kawasan ini diharapkan akan dapat memberikan nilai
tambah dan multiplier effect bagi pembangunan daerah (sektor-sektor
terkait seperti perikanan dan kelautan, pendidikan, pariwisata,
perdagangan dan jasa), terutama dalam perspektif pembangunan jangka
panjang dan berkelanjutan.
4.2 Fokus Pengembangan Kawasan: Suatu Justifikasi Ilmiah
4.2.1 Perikanan
Di bidang perikanan dan kelautan, kawasan ini memiliki potensi besar
teruama jika dilihat dari aspek produksi budidaya, tangkap, ketersediaan
pelabuhan, serta tipologi kawasannya yang begitu strategis sebagai suatu
pusat industri perikanan. Meskipun belum ada data yang tersedia tentang
besar produksi perikanan di kawasan ini namun dari hasil wawancara
dengan beberapa nelayan tangkap menunjukkan telah terjadi penurunan
hasil tangkapan yang sangat berarti sejak 10 tahun terakhir.
Eksplorasi perikanan pantai di Kawasan Pulau Makassar dan sekitarnya
sudah sampai pada tahap jenuh (over fishing). Oleh karena itu eksplorasi
intensif harus diarahkan pada ekplorasi lepas pantai. Konsekwensinya,
hanya dengan menggunakan kapal-kapal penangkap ikan yang lebih
moderen yang akan menggaransi efisiensi dan efektivitas dalam
penangkapannya. Kapal-kapal yang dimikian ini membutuhkan fasilitas
pendukung yang harus memadai, misalnya galangan kapal untuk keperluan
pemeliharaan dan perbaikan kapal. Dilihat dari segi zona pantai, potensi
Kawasan Pulau Makassar dan sekitarnya dalam peningkatan tangkapan
lepas pantai sangat memadai. Oleh karena itu sangat beralasan jika
penangkapan ikan lepas pantai pada wilayah ini sangat potensial. Untuk
eksplorasi perikanan pantai, hal yang paling dibutuhkan saat ini adalah
adanya fasilitas-fasilitas penunjang seperti Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
dan pabrik-pabrik es.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
2
Laporan Akhir
Untuk perikanan tangkap, komposisi ikan yang tertangkap bervariasi, terdiri
ikan pelagis kecil (lemuru, kembung, teri, belanak, bandeng dan layang),
ikan demersal (kerapu, beronang, lencam, katamba, kakap, bawal, ekor
kuning, biji nangka dan kuwe), krustace (kepiting bakau, udang windu),
ekinodermata (teripang pasir, bulu babi), gastropoda (lola, abalone, kede-
kede), Chepalopoda (loligo, cumi-cumi) dan beberapa kerang-kerangan
(kerang darah, kerang buluh, tiram taga dan tiram mabe).
Selain Komoditas yang disebutkan sebelumnya terdapat hasil perikanan
rumput laut jenis Eucheuma cottonii. Rumput laut ini dihasilkan dari
kegiatan budidaya di sepanjang pantai kawasan ini dengan menggunakan
metode long line (tali jemuran) dan rakit apung. Produksi rumput laut di
kawasan ini banyak dipengaruhi oleh keadaan lingkungan perairannya.
Pada musim hujan terjadi pengenceran salinitas air laut dan pencemaran
pestisida dan partikel lumpur di sekitar perairan kawasan ini akibat
beberapa anak sungai bermuara di kawasan ini, akibatnya pertumbuhan
rumput laut jenis E. cottonii terganggu.
Khusus untuk budidaya rumput laut, perluasan areal hampir tidak mungkin
dilakukan lagi mengingat keterbatasan lahan yang sesuai dengan
peruntukkan budidaya. Hal yang paling mungkin dilakukan adalah
peningkatan produktivitas lahan yang ada dengan sistem intensifikasi yang
didukung dengan perbaikan sistem budidaya, misalnya dengan dukungan
suplai benih unggul dari pusat-pusat pembenihan, penyuluhan dari
dinas/instansi terkait tentang sistem budidaya yang efektif.
Berdasarkan hasil survey diperoleh informasi bahwa sekitar 70 % aktivitas
utama usaha yang dilakukan oleh penduduk di Kelurahan Liwuto dan
Sukanaeyo adalah pada sektor perikanan dan kelautan. Jenis aktivitas
tersebut meliputi usaha penangkapan ikan, budidaya rumput laut dan tiram
mutiara, usaha pemasaran ikan (tengkulak) dan jasa penyeberangan
laut/ojek laut. Dari Ke empat usaha tersebut yang berkembang pesat
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
3
Laporan Akhir
adalah jasa penyeberangan laut (ojek laut) dan budidaya rumput laut.
Usaha penangkapan ikan relatif tidak berkembang meskipun pada awalnya
kegiatan utama yang dilakukan masyarakat di pulau ini adalah nelayan
tangkap. Namun akibat daerah penangkapan ikan (fishing ground) sejak
15 tahun terakhir ini telah jauh ke wilayah perairan lepas pantai sehingga
banyak nelayan beralih usaha dari penangkapan ke usaha budidaya
rumput laut dan jasa transportasi laut.
4.2.2 Pariwisata
Di Kawasan KIPPT Pulau Makasar, pengembangan potensi pariwisata
dapat dilakukan melalui wisata bahari (pasir putih dan kondisi laut), wisata
budaya dengan pengembangan kesenian kebudayaan Kesultanan Buton,
upacara adat, situs budaya.
Pengembangan wisata bahari dengan keindahan pasir putih sangat
potensial karena memungkinkan pengunjung untuk menikmati keindahan
pasir putih serta melakukan kegiatan selam untuk menyaksikan keindahan
bawah laut. Selain itu pengunjung dapat melakukan olah raga air seperti jet
ski, atau perahu layar pada musim-musim tertentu.
Selain pengembangan wisata bahari, wisata budaya sangat berpotensi
untuk dikembangkan dalam kawasan KIPPT. Bentuk pengembagan
denganpembuatan kegiatan tahunan untuk festival perahu naga, pagelaran
seni budaya, upacara adat bongkaana tao memungkinkan mendukung
kawasan ini untuk pengembangan kepariwisataan.
Pengembangan situs makam Sultan Buton Ke VIII (La Cila atau Sultan
Mardan Ali yang bergelar Oputa Igogoli i Liwuto) bisa dijadikan sebagai
MONUMEN DEMOKRASI bagi masyarakat Bau-Bau dan masyarakat
global secara umum. Hal ini di dasari oleh latar histroris bahwa Sultan
Marda Ali memberikan pelajaran bagi generasi sekarang tata cara
berdemokrasi dalam pemerintahan. Kebesaran jiwa beliau sebagai
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
4
Laporan Akhir
penguasa dengan menyatakan siap menerima hukuman gantung demi
menegakkan hukum dalam negara menunjukkan bahwa di Bau-Bau
demokrasi sudah ada sejak masa kesultanan. Nilai-Nilai demokrasi ini yang
bisa dijadikan sebagai pembelajaran bagi generasi sekarang dan masa
depan.
Selain pengembangan situs makam Sultan Buton Ke VIII, dalam Kawasan
KIPPT juga pengembagan situs benteng Kota Lama di Kolese. Penataan
situs benteng ini selama untuk nilai-nilai historis masa kolonial, juga
sebagai obyek wisata pemandangan alam. Hal ini memungkinkan karena
ketika berada di atas benteng pemandangan seluruh kawasan Kota Bau-
Bau dapat dilihat. Selain itu, pemandangan keindahan laut sepanjang Kota
Bau-Bau dan Selat Buton bisa dinikmati di atas benteng ini.
4.2.3 Pendidikan
Kawasan ini telah memiliki SMK Perikanan dan Kelautan, yang telah cukup
berkembang. Ketersediaan sekolah perikanan di kawasan ini dapat
memperkuat posisi strategis kawasan dalam hal peningkatan performance
kawasan, baik dalam hal pemanfaatan, pelestarian, maupun dalam hal
intekoneksitas dengan kawasan lain, baik dalam kota Bau-Bau maupun
dengan kawasan lain di luar wilayah Kota Bau-Bau. Ketersediaan
sumberdaya perikanan di kawasan ini dapat mendorong dibentuknya
wadah atau laboratorium alam bagi penelitian ilmu-ilmu perikanan dan
kelautan.
4.2.4 Pelestarian Alam
Kawasan dengan ciri khas tertentu perlu dilestarikan, baik yang terdapat di
darat maupun di perairan. Meskipun merupakan kawasan yang telah lama
dihuni dan dimanfaatkan sumberdaya alamnya, beberpa segmen kawasan
KIPPT Pulau Makasar dan sekitarnya masih memiliki keunikan dan
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
5
Laporan Akhir
keaslian. Tipologi kawasan pesisirnya yang merupakan teluk yang relatif
tertutup (closed system), mengindikasikan bahwa ekosistemnya cukup
rapuh dari pengaruh supertificial. Dengan demikian, untuk beberapa
segmen kawasan tertentu (di pesisir) perlu segera diatur fungsi konservasi
dan lindungnya untuk menghindari kerusakan lebih lanjut akibat pengaruh-
pengaruh manusia.
Kawasan seperti ini mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan
pengawetan keanekaragaman (flora, fauna) serta ekosistemnya yang juga
berfungsi sebagai sistem penyangga kehidupan wilayah. Perlindungan
sistem penyangga kehidupan ditujukan bagi terpeliharanya proses ekologis
yang menunjang kelangsungan hidup untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan mutu kehidupan manusia, dan sekaligus lingkungan
secara berkelanjutan.
Segmen kawasan yang perlu mendapat perhatian dalam hal pelestarian
alam meliputi zona estuari, kawasan sekitar mata air (pegunungan),
sempadan sungai dan pantai, serta kawasan hutan atau belukar, yang
memiliki fungsi perlindungan.
4.2.5 Sektor Industri
Pertumbuhan industri pada suatu daerah sangat bergantung pada
infrastruktur investasi yang menarik seperti prasarana transportasi dan
utilitas (listrik, air bersih, dan telekomunikasi). Disamping itu juga dukungan
faktor produksi baik yang bersifat sumber daya alam, maupun yang bersifat
keahlian tenaga kerja terampil, aplikasi teknologi pendukung, serta
dukungan lembaga pembiayaan perbankan terkait dengan dengan kredit
investasi, kredit modal kerja, dan regulasi pemerintah.
Usaha sektor industri, khususnya yang berbasis perikanan masih sangat
potensial dikembangkan di Kawasan Pulau Makassar dan sekitarnya.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
6
Laporan Akhir
Dengan letaknya yang sangat strategis, dan kepemilikan bahan baku yang
memadai, menjadikan kawasan ini memiliki potensi yang sangat besar
untuk pengembangan industri perikanan dan kelautan ke depan.
Pengembangan usaha sektor industri, khsusunya sektor perikanan harus
didasarkan pada penciptaan nilai tambah ekonomis bagi masyarakat
setempat. Namun demikian belum adanya lembaga perbankan, dan
lembaga keuangan mikro seperti KUD, BMT, rendahnya skill/keterampilan
dan pendidikan SDM, dan dukungan teknologi yang tidak memadai menjadi
penghambat utama dalam pengembangan sektor industri perikanan, dan
sektor usaha lainnya di kawasan ini. Hal tersebut berimplikasi pada
rendahnya perpuratan roda perekonomian kawasan, dan kurangnya minat
investor untuk menanamkan modalnya di Kawasan Pulau Makassar dan
sekitarnya.
4.2.6 Peluang Pengembangan Pusat-Pusat Pelayanan
Salah satu pertimbangan dasar pengembangan kawasan adalah struktur
tata ruang pada hierarkhi rencana di atasnya. Struktur tata ruang adalah
susunan dan hierarkhi pusat-pusat permukiman, sistem jaringan sarana
dan prasarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Dengan
demikian struktur tata ruang ditingkat kawasan seperti KIPPT Pulau
Makasar ditentukan oleh kedudukan sistem permukiman, keterkaitan atau
hubungan kawasan dengan kawasan lain, peluang pengembangan pusat-
pusat pelayanan, dan jaringan sirkulasi internal.
Bedasarkan kondisi eksisting wilayah Kota Bau-Bau dan kawasan yang
direncanakan terlihat bahwa pusat-pusat pelayanan yang ada masih
terkonsentrasi di wilayah pusat kota (BWK I). Sementara, ruang dalam
wilayah kota pda segmen lain masih mungkin untuk dikembangkannya
pusat-pusat pelayanan baru. Pusat-pusat pelayanan baru dapat
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
7
Laporan Akhir
dikembangkan pada masing-masing BWK berdasarkan fungsi utama dan
pendukungnya, atau pada kawasan-kawasan khusus. Kawasan Pulau
Makassar dan sekitarnya dapat merupakan salah satu kawasan strtaegis di
Kota Bau-Bau yang dikembangkan pada BWK IV dan V, dengan
pembagian zona berdasarkan karakteristik lingkungan secara spesifik, dan
berdasarkan kebutuhan.
Upaya pengembangan KIPPT Pulau Makasar dan sekitarnya akan
memacu pertumbuhan kawasan pada wilayah ini, melalui peningkatan
ketersediaan pusat-pusat pelayanan. Oleh karena fokus pengembangan
adalah industri perikanan dan pariwisata terpadu, maka pusat-pusat
pelayanan yang akan dikembangkan juga dibarengi dengan sistem jaringan
sirkulasi dan telekomunikasi yang memadai. Kawasan dengan total luas
165.8 ha cukup dapat mendukung berbagai fungsi ruang. Namun demikian,
penghitungan daya dukung kawasan perlu dilakukan untuk menghindari
degradasi lahan, pesisir dan laut.
Keuntungan pengembangan kawasan strategis KIPPT Pulau Makasar
tersebut dalam konteks pemanfaatan ruang wilayah kota adalah sebagai
berikut:
Mendorong terdistribusinya aktivitas masyarakat (utamanya
perdagangan dan jasa, serta proses produksi) yang selama ini
terpusat di pusat kota.
Memanfaatkan lahan-lahan yang berkategori idle land, namun
strategis untuk fungsi tertentu, utamanya industri perikanan dan
pariwisata.
Meningkatkan nilai estetika wajah Kota Bau-Bau, terutama dalam hal
pemanfaatan keindahan alam bagi warga yang berkunjung ke Kota
Bau-Bau.
Meningkatkan aksesibilitas kawasan yang selama ini dianggap
cukup jauh dari pusat kota Bau-Bau.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
8
Laporan Akhir
Membuka peluang bagi berkembangnya usaha dan kesejahteraan
masyarakat Kawasan Pulau Makassar, Lowu-Lowu dan sekitarnya.
Menciptakan pusat pertumbuhan baru dalam wilayah Kota Bau-Bau.
4.3 Strategi Pengembangan Kawasan (Analisis SWOT)
Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat) adalah
suatu alat yang digunakan untuk mengkaji strategi implementasi suatu
rencana atau kebijakan. Dengan SWOT maka alternatif-alternatif strategik
dalam suatu keputusan perencanaan atau kebijakan dapat disusun dengan
cara menganalisis interaksi faktor internal maupun faktor eksternal
lingkungan atau kawasan yang direncanakan. Di dalam SWOT ada empat
elemen matriks SWOT yaitu kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang.
Kekuatan dan kelemahan termasuk faktor internal sedangkan peluang dan
ancaman adalah faktor eksternal. Prinsip dasar analisis SWOT adalah
bahwa: memanfaatkan peluang untuk mengatasi kekurangan dan
menggunakan kekuatan untuk memperlemah ancaman atau tantangan
yang sifatnya eksternal.
Sasaran analisis SWOT ini adalah untuk melihat kekuatan, kelemahan,
ancaman dan peluang pemanfaatan dan pengelolaan KIPPT Pulau
Makasar, Bau-Bau dalam suatu konteks perencanaan ruang, sehingga
dapat memberikan gambaran mengenai strategi penanganan elemen-
elemen kawasan yang direncanakan melalui dua faktor di atas. Adapun
faktor internal (kekuatan, kelemahan) dan faktor eksternal (peluang,
ancaman) yang teridentifikasi dari berbagai aspek kawasan yang
direncanakan dijelaskan berikut ini.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
9
Laporan Akhir
4.3.1 Kekuatan (Strengths)
Berdasarkan informasi yang telah didapatkan melalui kegiatan survei dan
penelaahan dokumen, maka dapat diketengahkan bahwa kekuatan yang
dimiliki oleh kawasan yang akan dikembangkan adalah:
Posisi geografis Pulau Makassar, kawasan teluk Bungi ditambah
dengan pesisir Lowu-Lowu hingga Kalia-Lia sangat strategis.
Tersedianya ruang-ruang pengembangan yang masih cukup
luas.
Adanya tempat bersejarah Situs Kota dan Makam Sultan
Mardan Ali di dalam kawasan ini.
Pertumbuhan kawasan yang cukup pesat.
Nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat sekitar
kawasan, seperti jiwa dan semangat kebaharian, dan semangat
untuk berubah (maju dan berkembang).
4.3.2 Kelemahan (Weaknesses)
Kelemahan-kelemahan merupakan faktor internal yang akan merugikan jika
tidak dilakukan penanganan secara seksama. Saat ini, kelemahan-
kelemahan yang dimiliki oleh kawasan yang akan dikembangkan adalah
sebagai berikut :
Belum adanya perencanaan di tingkat kawasan bagi
pemanfaatan ruang KIPPT Pulau Makasar dan sekitarnya
Aksesibilitas ke kawasan ini masih dirasakan sangat rendah
Kecenderungan penguasaan lahan meningkat termasuk teluk
Bungi untuk kegiatan budidaya
Pemanfaatan ruang yang cenderung tidak teratur di sekitar
kawasan.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
10
Laporan Akhir
4.3.3 Peluang (Opportunities)
Peluang merupakan suatu moment yang dapat dimanfaatkan, yang
bersumber dari luar untuk menunjang implementasi suatu kebijakan.
Peluang-peluang tersebut adalah:
Misi Kota Bau-Bau sebagai waterfront (seafront) city, sebagai
upaya pencapaian visi pembangunan Kota Bau-Bau, dan
adanya komitmen pemerintah daerah untuk memberdayakan
dan mengembangkan potensi-potensi kawasan pesisir, Wilayah
Kota Bau-Bau.
Peluang penerapan RPJM-D Kota Bau-Bau, khususnya untuk
Program Pengembangan Wilayah Terpadu Bungi Sorawolio
(PPWT-BUSO), dan Program Pengembangan Kepesisiran.
Peluang Kota Bau-Bau sebagai ‘Pusat Akumilasi’ hasil-hasil
perikanan baik dari dalam wilayah Kota Bau-Bau maupun dari
luar.
Semakin intensnya jaringan perdangan antar pulau, dan antar
provinsi, hingga pada tataran internasional.
Mobilitas arus penumpang keluar-masuk Kota Bau-Bau cukup
tinggi.
4.3.4 Ancaman (Threats)
Adapun faktor-faktor ancaman yang teridentifikasi pada kawasan yang
akan dikembangkan meliputi:
Kualitas lingkungan laut yang terus menurun akibat akumulasi
aktivitas penangkapan yang ceroboh, serta adanya pencucian
residu dari aktivitas pertanian di Bungi.
Adanya kecenderungan pemanfaatan ruang secara tidak
terkendali yang tidak mengindahkan unsur estetika dan sanitasi
lingkungan.
Semakin pudarnya identitas sejarah Buton.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
11
Laporan Akhir
Hasil identifikasi dan penentuan faktor-faktor strategis kondisi lingkungan
internal dan eksternal tersebut, kemudian dijadikan sebagai bahan dasar
bagi analisis interaksi antara faktor internal dan faktor eksternal.
Berdasarkan analisis tersebut, kemudian ditetapkan beberapa alternatif
strategi pengelolaan dan pemanfaatan kawasan yang direncanakan (KIPPT
Pulau Makasar, Bau-Bau) melalui Strategi Strengths-Opportunities (SO),
Strategi Strengths-Treaths (ST), Strategi Weaknesses-Opportunities (WO)
dan Strategi Weaknesses-Treaths (WT) (Tabel 4.1).
Tabel 4.1Matriks alternatif strategi pengelolaan dan pemanfaatan ruang KIPPT
Pulau Makasar dan sekitarnya
Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS)
Ext
erna
l Str
ateg
ic F
acto
r A
naly
sis
Sum
mar
y (E
FA
S)
Strengths:
Lihat Bagian 4.3.1
Weaknesses:
Lihat Bagian 4.3.2
Opportunities:
Lihat Bagian 4.3.3
Strategi SO:1. Pembuatan desain kawasan secara
terpadu (KIPPT)2. Penataan ruang dan perbaikan
kualitas kawasan wisata (pantai, budaya) dan sarana rekreasi
3. Memperkuat peran Kota Bau-Bau sebagai ‘Pusat Akumulasi’ hasil
Strategi WO:1. Penataan ruang kawasan pesisir
melalui pembuatan rencana induk KIPPT
2. Pengendalian pemanfaatan ruang pada KIPPT
3. Peningkatan aksesibilitas intra kawasan, baik Pulau Makasar maupun daratan
Threats:
Lihat Bagian 4.3.4
Strategi ST:1. Pemantapan zona konservasi
berfungsi lindung2. Revitalisasi fungsi-fungsi situs
bersejarah (Kota dan Makam)3. Pembinaan masyarakat kawasan
melalui nilai-nilai kebaharian.
Strategi WT:1. Perbaikan kualitas lingkungan2. Peningkatan aksesibilitas antar
kawasan melalui bypass.3. Pengaturan zona budidaya darat
maupun laut
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
12
Laporan Akhir
4.4 Sistem Sirkulasi dan Pola Pergerakan
4.4.1 Jaringan Sirkulasi Antar Kawasan
Dalam konteks rencana tata ruang kawasan, jaringan sirkulasi kawasan
dapat di lihat dari tiga hal yakni jaringan sirkulasi makro, mikro, dan
jaringan sirkulasi lokal. Dua yang pertama tercakup dalam jaringan antar
kawasan, sedangkan yang terakhir adalah intra kawasan.
a. Sistem Makro
Kota Bau-Bau dapat dijangkau melalui jaringan transportasi laut, darat, dan
udara. Yang terakhir ini mengalami beberapa hambatan operasional dalam
kontinuitasnya, namun kedepan upaya untuk menghidupkan kembali
sistem transportasi udara (Bandara Betoambari) terus dilakukan.
Karakteristik wilayah kepulauan serta ditunjang oleh budaya
masyarakatnya sebagai pelaut menjadikan sistem transportasi laut
memegang peranan penting bagi mobilitas arus barang dan manusia dalam
berbagai skala, baik eksternal maupun internal. Secara ekternal, hubungan
itu terjadi antara pusat-pusat di wilayah Kota Bau-Bau dengan pusat-pusat
lain di luar wilayah Kota Bau-Bau, sedangkan secara internal hubungan itu
terjadi antara pusat-pusat dalam wilayah Kota Bau-Bau.
Sistem transportasi makro ini utamanya berlangsung melalui laut. Disini,
angkutan laut merupakan sarana yang paling penting bagi pertumbuhan
Kota Bau-Bau, terutama dalam melayani mobilitas barang dan manusia
(penumpang), baik antar wilayah kota dengan kabupaten dalam wilayah
provinsi Sulawesi Tenggara, antar provinsi, antar pulau, maupun ekspor-
impor melalui Makassar dan Surabaya. Angkutan antar pulau yang
melayani hubungan antara Kota Bau-Bau dan wilayah-wilayah lain di luar
provinsi Sulawesi Tenggara utamanya Jakarta, Surabaya, Semarang,
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
13
Laporan Akhir
Makassar, Ambon, Ternate, Namlea, Bitung, Bima, Benoa, Labuan Bajo,
Balikpapan, Kijang, Fak-Fak, Kaimana, Banda, Tual, Luwuk, Gorontalo
Jayapura, Dobo, serta kota-kota lainnya hingga saat ini umumnya dilayani
oleh Kapal Pelni, dan angkutan kapal ekspedisi. Sistem jaringan transprtasi
makro inilah yang diharapkan dapat melayani arus barang untuk
menunjang kawasan-kawasan perdagangan yang ada dalam wilayah Kota
Bau-Bau, termasuk wisatawan yang ingin berkunjung ke Bau-Bau.
Kedepan, tumbuhnya kawasan-kawasan strategis Kota Bau-Bau seperti
KIPPT Pulau Makassar akan menjadi daya tarik sendiri bagi pengunjung di
Kota Bau-Bau (melalui sistem makro tersebut).
b. Sistem Mikro
Rencana sistem sirkulasi dan pergerakan mikro dimaksudkan untuk
menemukenali kendala dan potensi serta lokasi-lokasi strategis
pengembangan sistem transportasi di Kota Bau-Bau terutama dalam
kaitannya dengan pengambangan KIPPT Pulau Makasar. Sistem
transportasi di kota Bau-Bau dipengaruhi oleh berbagai aktivitas, terutama
menyangkut adanya keterkaitan-keterkaitan fungsional meliputi keterkaitan
ekonomi, fisik, dan sosial.
Sebagaimana dimuat dalam Masterplan Kota Mara, Bau-Bau (2005), pola
pergerakan dan hubungan antar pusat-pusat dalam Wilayah Kota Bau-Bau
dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 4.1. Secara umum, pola
pergerakan dalam konteks hubungan antar pusat-pusat di Kota Bau-Bau
dapat di bagi dalam 13 segmen pergerakan (hubungan A hingga M).
Fungsi masing-masing BWK dan Pusat Pertumbuhan dapat dilihat pada
Tabel 4.2 berikut.
Kawasan yang direncanakan (KIPPT Pulau Makasar) masuk dalam BWK
IV dan V, sehingga pola pergerakan yang relevan adalah hubungan C, E,
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
14
Laporan Akhir
G, dan I. Berikut ini (Gambar 4.1) adalah ilustrasi pergerakan antar
kawasan tersebut.
Pola Pergerakan C:
Menghubungkan antara Pusat Kota (BWK I) (Pelabuhan Murhum)
dengan BWK IV
Pusat-pusat lain yang terhubungkan antara lain: antara Pusat Kota
(Pelabuhan Murhum) dengan Kawasan Pelabuhan Peti Kemas,
industri, dan pergudangan, dan kawasan Pulau Makasar dan
sekitarnya.
Gambar 4.1 Pola pergerakan dan hubungan antar pusat-pusat di Wilayah Kota Bau-Bau (Sumber: Laporan Masterplan Kotamara, 2005)
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
15
Laporan Akhir
Tabel 4.2Fungsi utama dan fungsi pendukung BWK-BWK dan Pusat–Pusat
Pertumbuhan
Pusat/BWK Fungsi Utama Fungsi PendukungBWK I Pelabuhan Perdagangan
PermukimanBWK II Perdagangan Pelabuhan
PermukimanBWK III Perkantoran Permukiman
Perguruan Tinggi Rekreasi dan Resort Bandara
BWK IV Industri* Pergudangan Terminal Bis Permukiman
BWK V Pertanian Tanaman Pangan Permukiman Olahraga
BWK VI Kehutanan dan Perkebunan PermukimanCatatan: *RDTR Kota Bau-Bau memberikan fungsi utama industri pada BWK IV, namun perlu
dikaji lebih jauh menyangkut kelayakan teknis dan lingkungan.
Pola Pergerakan E: Menghubungkan antara Pusat Kota (BWK I) (Pelabuhan Murhum)
dengan BWK V (Kawasan Pertanian Tanaman Pangan di Bungi).
Pusat-pusat lain yang terhubungkan antara lain: antara Pusat Kota
(Pelabuhan Murhum) dengan kawasan agrowisata, antara Lapangan
Tembak dengan Kawasan Pertanian Tanaman Pangan.
Pola Pergerakan G:
Menghubungkan antara KIPPT Pulau Makasar dengan BWK IV
Pusat-pusat lain yang terhubungkan antara lain: antara KIPPT Pulau
Makasar (melalui Terminal Wameo) dengan Kawasan Industri.
Pola Pergerakan I:
Menghubungkan antara Kawasan Kota Pantai (BWK II) dengan BWK V
Pusat-pusat lain yang terhubungkan antara lain: antara Kawasan Kota
Pantai (melalui Terminal Wameo) dengan Kawasan Pertanian
Tanaman Pangan, Agrowisata, dll.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
16
Laporan Akhir
Menghubungkan antara kawasan Lowu-Lowu dan sekitarnya dengan
Sentral Wameo
Pola pergerakan antar kawasan lainnya adalah jalur kapal feri yang
menghubungkan antara Pelabuhan Feri di Kelurahan Batulo dengan
Wamengkoli (Kabupaten Buton).
Di Kota Bau-Bau, sistem transportasi mikro umumnya dilayani melalui
angkutan darat, yang dapat dibedakan atas angkutan dalam kota dengan
trayek yang dilayani oleh jenis angkutan mikrolet, angkutan dalam kota
non-trayek oleh mobil taxi dan motor ojek, dan angkutan antar kota dalam
provinsi (AKDP). Saat ini terdapat tujuh trayek yang meyebar dalam
wilayah Kota Bau-Bau, yang berasal dari dua terminal: Wameo dan
Lapangan Tembak, dan Pasar Nugraha (Tabel 4.3).
Tabel 4.3 Jenis dan trayek angkutan Kota Bau-Bau
Terminal Jenis Pelayanan
Trayek Panjang (km)
Wameo Angkutan Kota
AKDP
Sentral Wameo – Unidayan PPSentral Wameo – Keraton PPSentral Wameo – Wakonti PPSentral Wameo – Karya Baru PPSentral Wameo – Lakologau PPSentral Wameo – Lowu-Lowu PPPasar Karya Nugraha-Lowulowu ds ppSentral Wameo – Wonco PPSentral Wameo – Batauga -Sampolawa PP
5337
1519192048
Lapangan Tembak
AKDP Lap Tembak – Pasarwajo Lap Tembak – LasalimuLap Tembak – Kamaru
489198
Sumber: Dinas Perhubungan Kota Bau-Bau dalam RDTR Kota Bau-Bau (2004)
Dari Tabel 4.3 tersebut terlihat bahwa hanya ada dua trayek yang
menghubungkan antara terminal angkutan kota dengan kawasan yang
akan dikembangkan, yakni Sentral Wameo – Lowu-Lowu PP, dengan jarak
kurang lebih 19 km. Untuk Pulau Makasar, perjalanan harus melalui speed
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
17
Laporan Akhir
boat dari pelabuhan (Pel Murhum, Jembatan Batu, atau Wameo) atau
melalui darat ke Lowu-Lowu dan kemudian menyeberang dengan perahu
semut. Dari sisi pelayanan trasportasi, hal ini masih sangat kurang untuk
kawasan ini. Sehingga, perlu pengembangan kawasan ini baik untuk Pulau
Makasar maupun Lowu-Lowu dan sekitarnya.
Jika dipandang dari sisi kecepatan pertumbuhan kota, adanya peluang
pengembangan ”Kota Satelit Lowu-Lowu” dan sekitarnya, dan upaya untuk
mengantisipasi perubahan dan pertumbuhan yang pesat, serta adanya
kebutuhan akan adanya kawasan industri perikanan dan pariwisata di
kawasan ini, maka wacana pembangunan jembatan penyeberangan yang
menghubungkan antara Pulau Makasar dan Lowu-Lowu merupakan suatu
alternatif yang tepat. Prasana ini akan mempu mendukung berbagai
aktivitas produksi pada kawasan ini serta dapat menjamin kelancaran
mobilitas dari dan ke Pulau Makasar.
Implikasi selanjutnya, ini membuka peluang bagi dikembangkannya
pelabuhan Feri pada kawasan ini yang melayani angkutan penyeberangan
ke Waara (Wamengkoli) Kabupaten Buton. Tiga keuntungan akan
didapatkan. Yang pertama adalah bahwa kekhawatiran akan penggunaan
ruang melalui reklamasi secara berlebihan untuk pelabuhan dan peti kemas
di wilayah permukiman (seperti saat ini) dapat dihindari. Yang kedua
adalah bahwa jarak tempuh semakin dekat, dan yang ketiga adalah
pengaruh musim barat (angin barat dan gelombang) terhadap pergerakan
kapal dapat diminimalkan.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
18
Laporan Akhir
c. Rencana Pengembangan Jaringan Antar Kawasan
Sehubungan dengan rencana pengembangan KIPPT Pulau Makasar, maka
pola pergerakan antar kawasan yang perlu dikembangkan adalah sebagai
berikut:
Bypass Liabuku – Lowu-Lowu
Alternatif pengembangan Pelabuhan Feri
Jalur pergerakan dari dan ke lima titik: Pelabuhan Liwuto, Pelabuhan
Sukaneyo, Pelabuhan Lowu-Lowu, Pelabuhan Kalialia,dan
Pelabuhan Perikanan Bekas Pelabuhan Mutiara.
Bypass Liabuku – Lowu-Lowu
Jalur Bypass Liabuku – Lowu-Lowu merupakan jalan arteri yang
menghubungkan antara Kelurahan Liabuku dengan Kelurahan Lowu-Lowu
lewat pesisir, tepatnya perbatasan antara zona estuari dengan daratan
(upland) (lihat Gambar 4.2 berikut). Jalur tersebut dapat mengefisienkan
waktu perjalanan dari kawasan kota ke Lowu-Lowu dan terus ke Pulau
Makasar lewat darat. Efisiensi jarak ke pelabuhan Lowu-Lowu dari titik start
dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Jarak lewat jalur yang sekarang : 6.8 km
Jarak lewat Bypass Liabuku – Lowu-Lowu : 3.7 km
Gambar 4.2. Jalan rencana jalur Bypass Liabuku – Lowu-LowuPelabuhan Feri
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
19
Laporan Akhir
Saat ini pelabuhan Feri berada di pesisir Kelurahan Batulo yang
merupakan bagian dari Pusat Kota. Keuntungan utama adalah kedekatan
pelabuha ini dengan pusat konsentrasi penduduk, dan dengan jangkauan
hanya ke Wamengkoli. Namun, dalam perspektif perencanaan jangka
panjang maka hal-hal yang perlu dipertimbangkan antara lain:
Kawasan Pelabuhan Feri yang ada sekarang berada pada bagian
wilayah kota (BWKI) I yang tergolong padat, dan akan
mempengaruhi lalulintas/pergerakan di darat.
Jika rute akan dikembangkan ke beberapa titik dan dengan frekuensi
yang meningkat dan volume penumpang dan barang yang lebih
besar, maka pertimbangan titik baru yang lebih strategis perlu
dipikirkan.
Secara teknis, pergerakan Feri ke dan dari Wamengkoli ke arah
utara barat daya bersilangan dengan gelombang Barat, terutama
pada musim Barat (Desember hinga Februari).
Kedepan, alternatif pengembangan Pelabuhan Feri dapat diarahkan ke
Pelabuhan Mutiara (di Pulau Makasar) atau Pelabuhan Kalia-Lia, dengan
pertimbangan sebagaimana dijelaskan pada bagian berikut.
Jalur Pergerakan Laut dari dan ke Lima Titik Pelabuhan di KIPPT
Di kawasan yang direncanakan saat ini terdapat jalur pergerakan dari dan
ke tiga titik pelabuhan di Pulau Makasar, yakni Pelabuhan Liwuto,
Pelabuhan Sukaneyo, dan Pelabuhan Perikanan Bekas Pelabuhan
Mutiara, dan dua di daratan, yakni Pelabuhan Lowu-Lowu dan Pelabuhan
Kalia-Lia. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan rakyat, yang melayani
lalulintas perahu nelayan berukuran kecil hingga sedang. Beberapa
karakteristik utama pelabuhan tersebut dapat dilihat berikut ini (Tabel 4.4).
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
20
Laporan Akhir
Tabel 4.4Beberapa karakteristik utama pelabuhan di KIPPT
No Pelabuhan Kelebihan Kekurangan1 Liwuto Terlindung dari angin barat
Cukup dalam Ruang tersedia sempit (untuk
pengembangan), barier pemukiman
2 Sukanaeyo Dekat dengan konsentrasi pemukiman
Ruang pengembangan tersedia, meskipun agak terbatas
Jangkauan ke berbagai titik terbuka
Terbuka dari angin barat
3 Mutiara Sangat terlindung dari angin barat
Sangat dalam Ruang pengembangan
tersedia
Barier topografi pantai, yang agak landai
4 Lowu-Lowu Dekat dengan konsentrasi pemukiman
Dapat ditempuh dengan jarak pendek melalui Bypass
Relatif terbuka dari angin barat
Relatif dangkal Relatif jauh dari garis pantai
(sekitar 150 meter)5 Kalia-Lia Dekat konsentrasi penduduk
Terlindung dari angin barat Sangat dalam Ruang pengembangan
tersedia Sangat strategis untuk
pengembangan Kota Sateli Lowu-Lowu
Jangkauan ke berbagai titik terbuka (barat, utara, dan timur
Dapat ditempuh dengan jarak pendek melalui Bypass
Topografi agak landai
4.4.2 Pergerakan Intra Kawasan
a. Jembatan Penyeberangan
Dalam perspektif jangka panjang dan untuk kepentingan aktivitas ekonomi,
maka pembangunan jembatan penyeberangan Lowu-Lowu – Pulau
Makasar merupakan salah satu alternatif untuk memperlancar pergerakan
manusia dan barang dalam kawasan maupun ke luar dalam volume dan
intensitas yang besar. Di samping itu, jembatan penghubung tersebut dapat
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
21
Laporan Akhir
menjadi daya tarik bagi pengembangan kawasan ini, sejalan dengan
rencana pengembangan Kota Satelit Lowu-Lowu. Gambaran dasar dari
rencana Jembatan Penyeberangan tersebut disajikan pada Bagian tersediri
dalam Masterplan ini.
b. Jalan Bypass
Jalan Bypass (sebagaimana dijelaskan sebelumnya) disamping
memperlancar pergerakan antar kawasan juga akan memudahkan akses
intra kawasan, yakni antara pusat-pusat permukiman yang ada dalam
kawasan yang direncanakan.
c. Jalan Arteri Sekunder dan Kolektor Primer
Saat ini, jalan yang menghubungkan antara Liabuku dan Kalia-Lia, serta
Lowu-Lowu dan Palabusa merupakan jalan Kolektor primer. Mengingat
perkembangan yang cukup pesat di kawasan ini, jalan-jalan tersebut perlu
ditingkatkan menjadi jalan arteri sekunder, terutama Liabuku-Kalia-Lia dan
dari simpangannya ke Lowu-Lowu.
d. Simpangan LIWULISA
Simpangan LIWULISA (LIabuku, Lowu-LoWU, KaLIa-Lia, PalabuSA),
merupakan pertemuan jalan poros yang saat ini masih merupakan dua titik
pertigaan (Alt-1 dan Alt-2). Dua pertigaan tersebut perlu dijadikan satu
perempatan simpangan, yang diberi nama LIWULISA (istilah yang
digunakan oleh Bapak Walikota). Sehingga, dalam penggabungan
diperlukan pembuatan jalan baru melalui salah satu dari 2 alternatif (lihat
garis putus-putus dalam Gambar 4.3). Alternatif 1 (Alt-1) adalah sepanjang
110 meter, sedangkan Alt-2 sepanjang 230 meter.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
22
Laporan Akhir
Gambar 4.3. Simpangan LIWULISA
e. Jalan Lokal
Di kawasan yang dikembangkan, terbuka kesempatan untuk
mengembangkan jalan lokal dengan pola, hierarki, geometrik, dan
alinement yang sesuai. Dalam masterplan ini, tidak dibuat secara spesifik
rencana jalan lokal namun dirancang pola umum sebagaimana terlihat
pada Peta Rencana Jalan. Pedoman tentang pengembangan sistem
transportasi darat dijelaskan secara rinci pada bagian berikut ini.
4.4.3 Sistem Transportasi Darat
Sistem transportasi yang direncanakan meliputi aspek-aspek jaringan jalan,
pusat-pusat pelayanan transportasi, serta moda angkutan transportasi
darat. Strategi pengembangannya sebagai berikut:
Penataan moda-moda transportasi yang menjadi prasarana/sarana
interaksi kota dan antar kota sehingga terjadi kesinambungan.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
23
Laporan Akhir
Melakukan penataan fungsi dan hirarki jalan, rencana
pengembangan fisik jalan dan pusat-pusat pembangkit lalu lintas.
Penataan distribusi fungsi dan lokasi pusat-pusat kegiatan
transportasi lokal maupun regional, sekaligus penataan rute yang
disesuaikan dengan hirarki fungsi dan kapasitas jalan yang ada.
Untuk mendukung berfungsinya pusat-pusat pelayanan yang
mempunyai skala pelayanan satu lingkungan atau lebih, perlu
peningkatan daya hubung antar kawasan yang antara lain perlu
peningkatan kondisi ruas-ruas jalan.
a. Pengembangan Jaringan Jalan Raya
Jaringan jalan adalah penghubung antar komponen-komponen kegiatan
kawasan dan komponen kegiatan dengan kawasa lain. Di samping itu,
jaringan jalan suatu kawasan akan sangat mempengaruhi bentuk struktur
tata ruang kawasan. Perencanaan jaringan jalan yang akan dikembangkan,
harus didukung oleh beberapa faktor yang berkaitan dengan jaringan jalan
itu sendiri yaitu:
Pola Jaringan Jalan. Rencana pola jaringan jalan merupakan penelaahan
terhadap pola jaringan jalan yang ada dibandingkan de-ngan
kecenderungan pergerakan penduduk dan kawasan lainnya. Dari studi ini
dapat ditentukan kelayakan pola jaringan, penggal-penggal jalan
penunjang pola jaringan jalan, serta arahan bagi bentukan jaringan jalan
baru. Pada saat ini pola jaringan jalan utama di Kota Mahalona berbentuk
linier membentang sepanjang kawasan kota. Untuk rencana
pengembangan jalan baru, arahan pengembangannya yaitu tetap mem-
pertahankan jalan yang sudah ada karena adanya kendala topografi dan
morfologi wilayah perencanaan serta bentuk wilayah yang relatif datar pada
wilayah perkotaan.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
24
Laporan Akhir
Pola Pergerakan Penduduk. Pola pergerakan penduduk akan bergantung
pada lokasi fasilitas, baik fasilitas yang sudah ada maupun fasilitas yang
direncanakan, karena fasilitas tersebut akan merupakan tumpuan bagi
pergerakan penduduk tiap harinya. Dengan demikian, pola pergerakan
penduduk dan pola penggunaan lahannya dapat diketahui. Dengan
mengetahui pola pergerakan penduduk yang ada saat ini dan di masa
datang, maka dapat diketahui pola khusus pergerakan penduduk yaitu
dengan melihat intensitas penggunaan lahan. Dengan demikian, pola
pergerakan penduduk tersebut merupakan masukan bagi penentuan pola
jaringan jalan.
Hirarki Jalan. Untuk menunjang pola pergerakan kendaraan, maka
diperlukan jaringan jalan yang berfungsi sebagai prasarana angkutan
manusia dan barang. Jaringan jalan tersebut harus ditunjang dengan hirarki
jalan yang ditentukan berdasarkan fungsi jalan tersebut sebagai lintasan
pergerakan lokal kawasan dan regional.
Geometri jalan. Geometri jalan merupakan bentuk fisik kelengkungan,
kecuraman, jari-jari tikungan dan sebagainya. Bentuk geometri jalan
mempengaruhi desain kecepatan kendaraan di suatu jalan. Semakin tinggi
hirarki fungsi jalan, semakin tinggi pula tingkat pelayanannya (semakin
tinggi desain kecepatan).
Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang
Jalan, maka sistem jaringan jalan yang akan dikembangkan terdiri dari:
Sistem jaringan primer yang meliputi jalan arteri, kolektor dan lokal.
Sistem jalan primer adalah jalan yang berfungsi menghubungkan
antara pusat-pusat pe-mukiman dan kawasan-kawasan strategis
dalam lingkup wilayah.
Sistem jaringan sekunder yang meliputi jalan arteri, kolektor dan
lokal adalah jaringan jalan yang berfungsi menghu-bungkan antara
pusat kegiatan dalam lingkup Kawasan.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
25
Laporan Akhir
Pengertian dari masing-masing fungsi jalan menurut Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 1980 dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985
tentang jalan adalah sebagai berikut:
Jaringan primer; jaringan primer pada dasar-nya merupakan jalan
yang menghubungkan antar pusat-pusat pemukiman dan kawasan-
kawasan strategis dalam lingkup wilayah. Adapun pengertian
masing-masing tingkatan adalah:
Jalan arteri primer berfungsi menghu-bungkan antar Kawasan
jenjang satu dengan Kawasan jenjang dua tau antar kawasan
strategis dengan jenjang satu.
Jalan kolektor primer berfungsi menghu-bungkan antar Kawasan
jenjang dua atau antar Kawasan jenjang dua dengan Kawasan
jenjang tiga
Jalan lokal primer berfungsi meng-hubungkan antar Kawasan
jenjang tiga, antar persil atau antar persil dengan Kawasan-
Kawasan lainnya (jenjang satu, dua dan tiga).
Jalan sekunder; jalan sekunder merupakan jalan yang
menghubungkan pusat-pusat pelayanan dalam lingkup Kawasan
dan antar ka-wasan kegiatan regional dalam Kawasan. Adapun
pengertian masing-masing fungsi adalah sebagai berikut:
Jalan arteri sekunder berfungsi menghubungkan antar pusat
Kawasan dengan kawasan kegiatan regional atau antar pusat
Kawasan dengan pusat jenjang dua dengan lebar badan jalan
12-18 m.
Jalan kolektor sekunder berfungsi menghu-bungkan antar pusat
pelayanan jenjang dua atau pusat pelayanan jenjang tiga dengan
lebar badan jalan 8-10 m.
Jalan lokal sekunder berfungsi menghubungkan antar pusat
pelayanan jenjang tiga atau antar persil dengan perumahan
dengan lebar badan jalan 5 meter.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
26
Laporan Akhir
b. Pertimbangan Pengembangan Jalan
Dasar pembentukan pola jaringan jalan di Kawasan KIPPT adalah:
Bentuk dan kemiringan lahannya
Efisiensi pemanfaatan lahan
Kemudahan dalam sistem utilitas
Aksesibilatas yang ditimbulkan lebih baik.
Tujuan utama dan prinsip-prinsip tersebut adalah terciptanya suatu jaringan
jalan yang terstruktur sehingga nyaman, bagi lalu lintas regional, internal
Kawasan, dan antar pusat lingkungan.
c. Rencana Geometrik Jalan
Rencana geometrik jalan diperlukan terutama dalam pembuatan rencana
jalan sehing-ga jalan yang bersangkutan dapat memberikan pelayanan
yang optimal kepada pengguna jasa lalu lintas sesuai dengan fungsinya.
Adapun dasar penentuan geometrik jalan adalah terutama hirarki jalannya
yang dikutip dari peraturan geometri jalan. Hal-hal umum yang perlu
diketahui berkaitan dengan geometrik jalan antara lain:
Penampang Melintang. Penampang melintang yang digunakan harus
sesuai dengan klasifikasi jalan dan kebuthan lalu lintas yang bersangkutan.
Juga harus diperhatikan lebar jalan yang sudah ada dan kemungkinan
pelebaran di kemudian hari. Komponen penampang melintang ini meliputi
lebar perkerasan jalan, lebar bahu, drainase dan penimbangan utilitas lain
seperti adanya jaringan listrik, air minum dan limbah.
Penampang Horisontal. Penampang horisontal ditetapkan mem-
perhitungkan penyediaan air yang cukup serta memperkecil pekerjaan
tanah. Disamping itu perlu dipertimbangkan juga jari lengkung tikungan
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
27
Laporan Akhir
(semakin besar jari lengkung untuk kecepatan yang sama, maka miring
tikungan yang diperlukan makin kecil) dan lebar perkerasan pada tikungan.
Alinemen Vertikal. Alinemen vertikal erat hubungannya dengan besarnya
biaya penggunaan kendaraan serta jumlah kecelakaan lalu lintas.
Mengingat jalan menuju sebagian wilayah Kawasan KIPPT mempunyai
kelerengan yang relatif curam, maka rencana alinemen vertikal bagi jalan
tersebut perlu diperhatikan.
d. Rencana Penyediaan Fasilitas Transportasi
Prasarana pengangkutan lainnya yang penting adalah terminal. Adapun
fungsi dari terminal adalah merupakan lokasi bagi pengumpulan dan
penyebaran penumpang dalam jumlah yang cukup besar dalam melayani
kebutuhan pergerakan penduduk. Ada dua alternatif pertimbangan lokasi
terminal pelayanan angkutan umum yaitu:
Terminal yang berlokasi dekat dengan pusat kegiatan atau
Terminal yang berlokasi jauh dari lokasi pusat kegiatan, dimana
pusat lokasi terminal tersebut dibuat rute yang tumpang tindih untuk
melayani kebutuhan pergerakan dari segala arah.
Kedua alternatif pemilihan lokasi tersebut di atas perlu digunakan juga
pada penentuan lokasi terminal di Kawasan KIPPT. Alternatif pertama
digunakan untuk menetapkan lokasi terminal pembantu, halte dan terminal
barang untuk bongkar muat barang di kawasan industri. Sementara
alternatif kedua digunakan untuk menemukan lokasi terminal penumpang
Kawasan.
Terminal Penumpang Kawasan. Terminal penumpang mempunyai fungsi
sebagai tempat pergantian penumpang untuk perjalanan dari dalam
Kawasan ke luar Kawasan dan sebaliknya. Sehingga di dalam terminal
akan terdapat pemisahan fungsi pelayanan, satu bagian terminal untuk
angkutan Kawasan dan bagian lainnya untuk angkutan antar Kawasan.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
28
Laporan Akhir
Seperti telah dijelaskan di depan, terminal penumpang (antar Kawasan)
belum tersedia di Kawasan KIPPT. Untuk itu perletakan terminal di
kawasan darat dialokasikan di pusat Kawasan Lowu-Lowu, sedangkan di
Pulau Makasar dialokasikan dekat Jembatan Penyeberangan (yang saat ini
adalah Pasar Sukanaeyo) (lihat Peta Pola Pemanfaatan Ruang). Yang
terakhir ini mengintegrasikan antara terminal dan pasar.
Pangkalan Ojek. Pangkalan ojek berfungsi untuk membantu terminal
Kawasan dalam melayani perjalanan dalam Kawasan. Terminal ini hanya
merupakan titik stop dari jangkauan pelayanan terminal Kawasan, yang
lokasinya ditentukan pada titik-titik tertentu.
e. Pedoman Pengaturan Rute Transportasi Kawasan
Dalam jangka panjang, tingkat pergerakan penduduk harus ditunjang oleh
sarana dan prasarana yang memadai oleh karena mobilatas yang tinggi
secara timbal balik akan meningkatkan sektor kegiatan utama
perKawasanan, yaitu perdagangan dan jasa, industri, perkantoran
pemerintahan dan lain-lain. Konsentrasi kegiatan serta kondisi fisik jalan
menyebabkan adanya konsentrasi pergerakan kendaraan pada penggal
jalan tertentu. Hal ini menyebabkan volume lalu lintas meningkat dan
sebagai akibatnya terjadi kemacetan lalu lintas pada penggal jalan tertentu.
Kemacetan lalu lintas maupun keterlambatan lalu lintas secara timbal balik
menjadi kendala perkem-bangan kegiatan sektor perKawasanan.
Perencanaan jalan seharusnya dirancang untuk dapat menanggulangi
beban yang setara dengan kemampuan geometeri dan konstruksi jalan
supaya jalan itu dapat berfungsi dengan baik.
Sarana dan prasarana yang menunjang pergerakan penduduk adalah
tersedianya kendaraan penumpang serta jaringan jalan. Daya capai
angkutan umum dapat diatur dengan menata rute angkutan umum
sehingga mudah dijangkau oleh konsumen dari setiap pusat-pusat
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
29
Laporan Akhir
permukiman dan fasilitas umum. Rute angkutan umum dipertimbangkan
berdasarkan lokasi pembangkit lalu lintas, yaitu kawasan perumahan,
perkan-toran, industri, perdagangan, pendidikan dan lain-lain. Disamping
itu, agar rute kendaraan umum dapat melayani seluruh segmen Kawasan,
perlu dimanfaatkan keberadaan terminal, yang dalam perencanaan ini
dialkokasikan di Lowu-Lowu dan di Pulau Makasar (Kelurahan Sukanaeyo).
4.4.4. Rencana Jembatan Penyeberangan (Lowu-Lowu-P. Makassar)
Pengembangan kawasan yang potensil dari berbagai aspek seperti
Pulau Makasar membutuhkan suatu perencanaan yang matang dan
dalam perspektif jangka panjang. Kawasan yang berkembang harus
segera memiliki perencanaan prasarana wilayah dengan
mempertimbangkan berbagai aspek, baik lingkungan fisik, ekonomi
wilayah, sosial (dalam bentuk preferensi dan aspirasi masyarakat), dan
kecenderungan pergerakan manusia dan barang, baik intra maupun
antar kawasan.
Selat Lowu-Lowu – Pulau Makasar merupakan suatu segmen perairan
yang patut mendapat perhatian, terutama bagi rencana pengembangan
prasarana penyeberangan (jembatan) karena beberapa hal. Yang
pertama, Kota Bau-Bau yang cenderung akan berkembang ke arah utara
(Lowu-Lowu dan sekitarnya) membutuhkan suatu rekayasa ruang agar
terdapat daya tarik pada kawasan itu, sehingga percepatan distribusi
pemanfaatan ruang ke kawasan-kawasan dengan aksesibilitas rendah
dapat dimulai sedini mungkin. Kedua, jumlah manusia yang bermukim di
Pulau Makasar saat ini cukup besar (4.316 jiwa), dengan kecenderungan
pertumbuhan hingga mencapai angka 4.812 jiwa di tahun 2012 dan
hampir 6.000 jiwa di tahun 2017 (dengan asumsi pertumbuhan normal).
Maka kepadatan pulau ini akan menjadi 29 jiwa/ha tahun 2012 dan 36
jiwa/ha tahun 2017. Ketiga, pertumbuhan kawasan akan meningkatkan
mobilitas perekonomian bagi penduduk dengan jumlah tersebut di atas,
dan pada saat yang bersamaan maka pertimbangan efisiensi pergerakan
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
30
Laporan Akhir
akan menjadi hal yang utama bagi pelaku bisnis. Keempat, adanya
kemungkinan berkembangnya kawasan ini menjadi pusat pendidikan
perikanan dan kelautan pada tataran wilayah Sultra, karena posisinya
yang begitu strategis, baik dari segi aksesibilitas darat dan laut, maupun
potensi perikanan yang ada di sekitarnya. Kelima, saat ini cukup
berkembang aspirasi masyarakat sekitar tentang perencanaan dan
realisasi jembatan penyeberangan.
Dengan demikian, dalam masterplan KIPPT Pulau Makasar, dibuat suatu
rancangan umum tentang pembangunan jembatan penyeberangan,
ditambah dengan perspektif 3D (lihat Gambar 4.4 - 4.6 berikut). Diharapkan
rancangan tersebut akan menjadi dasar bagi rencana teknis detail (detailed
engineering desain) dan studi analisis mengenai dampak lingkungan. Lebar
selat ini sekitar 900 meter (Gambar 4.4)
Gambar 4.4. Rencana jembatan penyeberangan
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
31
Jembatan Penyeberangan (900 m)
P. Makasar
Laporan Akhir
Gambar 4.5. Rencana jembatan penyeberangan (view dari atas)
Gambar 4.6. Rencana jembatan penyeberangan (dalam berkendaraan)
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
Pasir Putih P. Makasar
Kawasan Rekreasi
Terminal & Pasar
Dermaga Lowulowu
Rencana Jembatan
Penyeberangan Pasar Lowulowu
Pasir Putih Lowulowu
32
Laporan Akhir
4.5 Arahan Pengembangan dan Rencana Alokasi Pemanfaatan Ruang
Rencana Alokasi Pemanfaatan Ruang KIPPT Pulau Makasar dan
Sekitarnya dapat dilihat pada Gambar 4.7 berikut ini, dan lebih jelasnya
disajikan pada Buku Album Peta.
Dalam rencana pengembangan kawasan, alokasi komponen ruang utama
KIPPT Pulau Makasar dan sekitarnya dibagi atas:
Sub Kawasan Permukiman
Sub Kawasan Rekreasi
Sub Kawasan Perkantoran KIPPT
Sub-Kawasan Olahraga
Sub-Kawasan Pendidikan Pulau Makassar
Zona (Sub Kawasan) Industri Perikanan
Sub Kawasan Budidaya Perikanan
Zona Alur
Kawasan Terbuka Hijau
Sub Kawasan Konservasi/Lindung
Berikut ini akan dijelaskan masing-masing komponen ruang dari rencana
alokasi/pola pemanfaatan ruang tersebut.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
33
Gambar 4.7. Pola pemanfaatan ruang KIPPT Pulau Makasar dan sekitarnya
Laporan Akhir
4.5.1 SubKawasan Permukiman
a. Jenjang Lingkungan Permukiman
Dalam perencanan kawasan, jumlah penduduk yang ditampung akan
dibagi ke dalam beberapa lingkungan permukiman secara berjenjang.
Pembagian lingkungan permukiman ini didasarkan pada standar pelayanan
fasilitas umum dan fasilitas sosial yang dikeluarkan Departemen PU.
Berdasarkan jenjang tersebut, wilayah terbangun Kota Baubau telah dibagi
ke dalam 6 BWK (Bagian Wilayah Kota) dengan penduduk pendukung
antara 20.000 – 25.000 penduduk. Setiap BWK ini terdiri dari 4 – 5
lingkungan permukiman yang besarnya kira-kira setingkat dengan 4 RW
(Rukun Warga). Kawasan KIPPT Pulau Makasar dan sekitarnya
merupakan bagian dari jenjang setingkat ini. Unit permukiman adalah unit
lingkungan terkecil dalam kawasn setingkat RT yang menampung persil-
persil berisi bangunan rumah dan pekarangan penduduk. Kepadatan
wilayah terbangun/efektif rata-rata adalah sekitar 60 jiwa/ha.
b. Tinjauan Mengenai Pusat-Pusat Pelayanan
Pada pusat-pusat ini ditempatkan bangunan fasilitas sosial ekonomi untuk
melayani penduduk kota/kawasan sesuai dengan wilayah pelayanan pusat
tersebut. Fasilitas yang disediakan meliputi fasilitas pendidikan,
peribadatan, kesehatan, pariwisata dan lain-lain. Jenis fasilitas yang
disediakan pada tiap jenis pusat pelayanan adalah sebagaimana terlihat
pada Tabel 4.5 berikut.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
35
Laporan Akhir
Tabel 4.5Jenis fasilitas yang dialokasikan di BWK IV dan V dan Kawasan KIPPT Pulau
Makasar
Skala Pusat Pelayanan
Fasilitas KotaJenis Fasilitas Keterangan
Bagian Wilayah Kota
(BWK)
Pelayanan umum Kantor kelurahan, kantor pos pembantu, parkir umum dan MCK
Puskesmas + BKIA, apotikPusat perbelanjaanTempat ibadah Mesjid, gereja, pura
Lingkungan permukiman
Pelayanan umum Taman bermain, pos hansip, balai pertemuan, parkir umum dan MCK
SLTA Sudah tersedia di Kawasan KIPPT dalam bentuk SMK Perikanan dan Kelautan
SLTP Sudah tersedia Puskesmas pembantu TersediaMesjid lingkungan TersediaPertokoan Belum ada
Sub-lingkungan
Permukiman
Pelayanan umum Taman bermain, pos hansip, balai pertemuan, parkir umum dan MCK
SD Tersedia di Kawasan KIPPTTK Tersedia di Kawasan KIPPTLanggar TersediaPosyandu TersediaPertokoan Belum
Unit permukiman
Taman Cukup luas lahan untuk pengembangan
Warung Ada dalam jumlah yang sangat terbatas
Secara garis besar pengembangan sarana/fasilitas kota di Kota Baubau
yang didasarkan pada jenjang/hirarki pelayanan kota terdiri dari:
Fasilitas untuk skala pelayanan kota, di Pusat Kegiatan Kota,
dengan jumlah penduduk yang dilayani sebesar 100.000 jiwa
Fasilitas untuk skala pelayanan Bagian Wilayah Kota dengan jumlah
penduduk yang dilayani sebesar 20.000 jiwa – 25.000 jiwa
Fasilitas untuk skala Lingkungan Permukiman dengan jumlah
penduduk yang dilayani sebesar 5.000 – 6.000 jiwa
Fasilitas untuk skala pelayanan Sub-Lingkungan Permukiman
(setara RW) dengan jumlah penduduk yang dilayani sebesar 1.500 –
2.000 jiwa
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
36
Laporan Akhir
Fasilitas dengan skala pelayanan Unit Permukiman (setara RT)
dengan jumlah penduduk yang dilayani sebesar 150 – 250 jiwa
Pengelompokkan fasilitas ini dilakukan sebagai pertimbangan dalam
penyebaran lokasi fasilitas tersebut. Fasilitas dengan skala pelayanan kota
dan sub pusat kota harus ditempatkan di lokasi-lokasi yang mudah
dijangkau oleh penduduk, sedangkan fasilitas dengan skala pelayanan
lingkungan ditempatkan sesuai dengan pola persebaran perumahan.
c. Kebutuhan Lahan untuk Permukiman
Sebagaiman ditunjukkan pada Peta Penggunaan Lahan, saat ini
pemukiman di Pulau Makasar meliputi areal seluas 35 ha (Kelurahan
Liwuto dan Kelurahan Sukanaeyo). Luasan tersebut hanya berbeda sedikit
dengan hasil hitungan ideal luas lahan yang harus ditempati oleh penduduk
sejumlah 4.316 jiwa untuk dua kelurahan tersebut (Tabel 4.6).
Tabel 4.6Kebutuhan Perumahan di tiap Kecamatan Kawasan KIPPT (Tahun 2007)
Nama Kelurahan
Tahun 2007
Penduduk
Kav. Kecil Kav. Sedang Kav. Besar
UnitLuas (ha)
UnitLuas (ha)
UnitLuas (ha)
Lowu-Lowu 1,830 220 7 110 7 37 3
Kolese 961 115 3 58 3 19 2
Kalia-Lia 2,000 240 7 120 7 40 4
Sukanaeyo 2,263 272 8 136 8 45 4
Liwuto 2,053 246 7 123 7 41 4
Total 9,107 1,093 33 546 33 182 16
Total Luas Lahan 82Total Jumlah Kapling 1,821Sumber: Hasil Analisis Tim Konsultan 2007Keterangan Asumsi:Rata-rata anggota keluarga 5 orangSatu keluarga menempati satu rumahProporsi jumlah kavling kecil : sedang : besar = 6 : 3 : 1Luas lahan kavling kecil : sedang : besar = 300 : 600 : 900 m persegi
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
37
Laporan Akhir
Rencana pengembangan permukiman didasarkan pada dua hal. Yang
pertama adalah fungsi kawasan dalam pola (alokasi) pemanfaatan ruang,
dan yang kedua adalah kepadatan penduduk dan proyeksi kebutuhan akan
pemukiman baik saat ini maupun saat mendatang hingga 5 tahun kedepan.
Rencana pola pemanfaatan ruang disajikan pada Buku II. Proyeksi
penduduk hingga 5 tahun kedepan (dengan asumsi pertumbuhan sama
dengan Kecamatan Bungi, 2,24%) disajikan pada Tabel 4.7 berikut.
Khusus untuk Pulau Makasar (kelurahan Liwuto dan Kelurahan
Sukanaeyo), kebutuhan lahan diperkirakan 43 ha untuk (Tabel 4.8 berikut).
Dari hasil perhitungan, luas lahan permukiman yang saat ini ada (yakni 35
ha) serta adanya persediaan lahan untuk pengembangan pemukiman
seluas 12 ha (Lihat Peta Pola Pemanfaatan Ruang) cukup untuk
menampung pertambahan penduduk secara normal dalam kawasan ini.
Tabel 4.7Kebutuhan Perumahan Di tiap Kecamatan Kawasan KIPPT (Tahun 2012)
Nama Kelurahan
Tahun 2012
Penduduk
Kav. Kecil Kav. Sedang Kav. Besar
UnitLuas (ha)
UnitLuas (ha)
UnitLuas (ha)
Lowu-Lowu 2,044 245 7 123 7 41 4
Kolese 1,074 129 4 64 4 21 2
Kalia-Lia 2,234 268 8 134 8 45 4
Sukanaeyo 2,528 303 9 152 9 51 5
Liwuto 2,293 275 8 138 8 46 4
Total 10,174 1,221 37 610 37 203 18
Total Luas Lahan 92Total Jumlah Kapling 2,035Sumber: Hasil Analisis Tim Konsultan 2007Keterangan Asumsi:Pertumbuhan penduduk Kawasan (2,24%)Rata-rata anggota keluarga 5 orangSatu keluarga menempati satu rumahProporsi jumlah kavling kecil : sedang : besar = 6 : 3 : 1Luas lahan kavling kecil : sedang : besar = 300 : 600 : 900 m persegi
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
38
Laporan Akhir
Peningkatan jumlah penduduk berimplikasi pada peningkatan kebutuhan
akan ruang untuk permukiman. Tampak dalam Tabel 4.8 pada Tahun 2012,
kebutuhan lahan untuk permukiman untuk seluruh kawasan yang
direncanakan dengan ukuran standar sudah akan mencapai 92 ha, dengan
jumlah kavling sebanyak 2.035. Luas yang tersedia cukup untuk
menampung pertumbuhan penduduk secara normal hingga 5 tahun
kedepan.
Selain itu juga disipkan lahan untuk perkampungan nelayan untuk
mengantisipasi suatu program pemerintah dibidang transmigrasi. Luas
lahan untuk alokasi perkampungan nelayan ini adalah 6,6 ha (lihat Peta
Pola Pemanfaatan Ruang).
Tabel 4.8Proyeksi Kebutuhan Perumahan KIPPT Pulau Makasar
Kav. Kecil Kav. Sedang Kav. Besar
Tahun Penduduk UnitLuas (ha)
UnitLuas (ha)
UnitLuas (ha)
2007 9,107 1,093 33 546 33 182 162008 9,311 1,117 34 559 34 186 172009 9,520 1,142 34 571 34 190 172010 9,733 1,168 35 584 35 195 182011 9,951 1,194 36 597 36 199 182012 10,174 1,221 37 610 37 203 18
Sumber: Hasil Analisis Tim Konsultan 2007Keterangan Asumsi:Pertumbuhan penduduk Kawasan (2,24%)Rata-rata anggota keluarga 5 orangSatu keluarga menempati satu rumahProporsi jumlah kavling kecil : sedang : besar = 6 : 3 : 1Luas lahan kavling kecil : sedang : besar = 300 : 600 : 900 m persegi
Pertimbangan utama dalam penetapan areal pemukiman dalam kawasan
ini adalah:
Faktor kedekatan (proximity). Konsentrasi perkampungan nelayan
dialokasikan pada areal sekitar zona pengembangan industri
perikanan untuk efisiensi waktu dari dan ke pusat kegiatan (lihat
Peta Master Plan).
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
39
Laporan Akhir
Existing land use. Salah satu pertimbangan yang paling mendasar
dalam alokasi ruang untuk pemukiman adalah menghindari
perubahan fungsi lahan dari pemukiman ke penggunaan lain atau
sebaliknya. Pemukiman yang ada sedapat mungkin
dipertahankan, sedangkan rencana pengembangannya
diupayakan pada area-area yang masih dianggap memungkinkan
seperti lahan terbuka, dll.
Besaran dan sebaran ruang. Faktor ini penting untuk menghindari
adanya keterisolasian unit-unit pemukiman tertentu dari yang
lainnya, sehingga areal perkampungan diupayakan cukup
’kompak’.
Sarana/fasilitas yang perlu ada dalam zone ini adalah jalan (yang belum
tergambarkan secara detil dalam Peta Master Plan), jaringan air bersih
(PDAM), listrik, dan telepon. Sarana lain yang perlu ada untuk masing-
masing unit pemukiman adalah sarana ibadah (masjid, mushala, langgar)
dan balai pertemuan.
d. Rencana Intensitas Bangunan
Instrumen Pengatur
Instrumen pengaturan intensitas bangunan gedung adalah piranti
penentuan batas sosok bangunan di atas lahan, di bawah permukaan
tanah, dan mungkin di atas tanah (menggantung) atau bahkan di ambang
udara. Namun paparan ini (khususnya kawasan yang direncanakan) hanya
mengenai yang berada di atas permukaan tanah. Sosok sebuah bangunan
ditentukan oleh isi/volumenya dan penempatannya terhadap batas-batas
kaveling dan jarak bebas permukaan atau amplopnya terhadap permukaan
bangunan lain yang berada di sisi-sisinya, dan terhadap jalan raya yang
memberi titik pencapaiannya. Piranti pengaturan tersebut biasa dikenal
dengan sejumlah istilah seperti KLB (Koefisien Lantai Bangunan), KDB
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
40
Laporan Akhir
(Koefisien Dasar Bangunan), KDH (Koefisien Daerah Hijau), GSB (Garis
Sempadan Bangunan), GSJ (Garis Sempadan Jalan), dll.
Pada umumnya penentuan intensitas (kepadatan) bangunan gedung pada
suatu wilayah permukiman terutama di perkotaan sangat tergantung pada
dua hal utama, yaitu:
kemampuan daya dukung/infrastruktur (carrying capacity);
ketentuan perancangan kota (urban design) tersebut.
Kemampuan daya dukung meliputi:
ketersediaan pasokan air bersih (maksimal dari sumber yang
pasti), yang sebaiknya dalam bentuk saluran yang disediakan
oleh pemerintah daerah;
daya pasokan listrik, dalam bentuk saluran baik di atas
permukaan tanah maupun yang tertanam di dalam tanah;
jalan/akses, dengan kapasitas yang nisbi terhadap
penampungan dan penyaluran lalu lintas berbagai jenis
kendaraan, rel atau non-rel dan jalur pejalan kaki;
saluran pembuangan air kotor (buangan), terbuka atau tertutup
yang mencerminkan kemampuan membersihkan lingkungan dan
sepadan dengan sistem pengolahan limbah basah perumahan
atau kegiatan lain;
Aspek pelestarian lingkungan, dimana perlu diikuti ketentuan-
ketentuan yang berhubungan dengan pengelolaan kawasan
konservasi.
Koefisien Dasar Bangunan dan Koefisien Daerah Hijau
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka prosentase berdasarkan
perbandingan antara luas lantai dasar bangunan terhadap luas persil /
kaveling / blok peruntukan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang kota.
Koefisien perbandingan antara luas lantai dasar bangunan gedung dan
luas persil / kaveling / blok peruntukan. Gambar 4.8 berikut
mengilustrasikan KDB yang berbeda untuk KLB = 1.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
41
Laporan Akhir
KDB 12,5 %KLB 1
KDB 25 %KLB 1
KDB 50 %KLB 1
KDB 100 %KLB 1
14 POHON
12 POHON
8 POHON
0 POHON
LOW RISE MEDIUM DENSITY
KDB 12,5 %KLB 1
KDB 25 %KLB 1
KDB 50 %KLB 1
KDB 100 %KLB 1
14 POHON
12 POHON
8 POHON
0 POHON
LOW RISE MEDIUM DENSITY
BANGUNAN 100%BANGUNAN 50%TANAH 50 %
BANGUNAN 25%TANAH 75 %
BANGUNAN 12,5%TANAH 87,5 %
BANGUNAN 100%BANGUNAN 50%TANAH 50 %
BANGUNAN 25%TANAH 75 %
BANGUNAN 12,5%TANAH 87,5 %
Gambar 4.8. Ilustrasi nilai KDB yang berbeda
Pengaturan Sempadan
Tujuan pengaturan garis sempadan ini selain untuk menciptakan
keteraturan bangunan juga untuk memperkecil resiko penjalaran
kebakaran, memperlancar sirkulasi udara segar, penyinaran matahari dan
pergerakan manusia di dalam halaman rumah. Mengingat ketentuan
pengaturan garis sempadan ini sudah baku dan berlaku umum, maka
ketentuan-ketentuan ini juga berlaku untuk wilayah perencanaan. Adapun
menyangkut jenis kegiatan yang berbeda, diperlukan ketentuan lain sesuai
dengan kegiatan tersebut.
Dasar pertimbangan rencana garis sempadan bangunan adalah:
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
42
Laporan Akhir
Keterkaitan dengan pengembangan wilayah perencanaan secara
terarah dan terencana, yang berkaitan pula dengan sistem
pergerakan baik dalam skala makro maupun mikro.
Memperbaiki daerah bebas pandang bagi pemakai jalan
Jaringan jalan yang terkait dengan besarannya serta fungsi dari
jalan tersebut yang akan berpengaruh dengan bangunan yang
ada di sepanjang jalan.
Memberikan jarak tertentu yang dikaitkan dengan adanya daerah
manfaat jalan (DAMAJA), yang merupakan ruang sepanjang
jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi dan kedalaman ruang bebas
Adapun bagian-bagian jalan yang dimaksud diatas dapat diuraikan
sebagai berikut:
Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA) merupakan ruang dengan
ukuran tertentu yang hanya diperuntukkan bagi pengerasan
jalan, trotoar, lereng, jalur pemisah, bahu jalan, ambang
pengaman, tumbuhan, galian, gorong-gorong, perlengkapan
jalan dll.
Daerah Milik Jalan (DAMIJA) merupakan ruang sepanjang jalan
yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh
pembian jalan, yang diperuntukkan bagi DAMAJA dan pelebaran
jalan maupun penambahan jalur lalu lintas di kemudian hari serta
kebutuhan ruang untuk pengamanan.
Daerah Pengaman Jalan (DAMANJA) merupakan ruang
sepanjang jalan sekitar DAMIJA yang dibatasi oleh lebar dan
tinggi tertentu diperuntukkan bagi bebas pandang pengemudi
dan pengaman kostruksi jalan.
Peraturan tata bangunan yang berkaitan dengan sempadan meliputi
penentuan garis sempadan bangunan, garis sempadan pagar, garis
sempadan pagar dan garis sempadan sungai/laut dalam wilayah kota Bau-
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
43
Laporan Akhir
Bau. Secara rinci ketentuan dalam mendirikan bangunan pada wilayah
perencanaan adalah sebagai berikut:
Garis Sempadan Bangunan (GSB), adalah jarak yang
diperbolehkan menempatkan elemen permanen bangunan yang
dihitung dari as jalan atau dengan kata lain GSB = GSP (separuh
Damija) + jarak pagar ke tembok/kolom terdekat. Perincian GSB
yang dihitung dari as jalan pada kawasan KIPPT (rencana)
sebagai berikut
jalan arteri, GSB = 25 m
jalan kolektor, GSB = 15 m
jalan kolektor persimpangan jalan arteri, GSB = 18,5 m
jalan lokal I, GSB = 9 m
jalan lokal II, GSB = 7,5 m
jalan setapak (jalan gang, GSB = 5,5 m)
Garis Sempadan Pagar (GSP), adalah jarak yang diperbolehkan
untuk membuat pagar yang dihitung dari as jalan atau jaraknya
setengah DAMIJA (daerah milik jalan). Dengan demikian GSP di
wilayah perencanaan terdiri dari bermacam-macam ukuran yang
dapat diperinci sebagai berikut:
jalur jalan arteri, GSP =17,5 m
jalur jalan kolektor, GSP = 11 m
jalur jalan lokal I, GSP = 7 m
jalur jalan lokal II, GSP = 5 m
jalur jalan setapak, GSP = 3,5 m
Pengaturan lain yang terkait dengan sempadan ini antara lain:
Persentase luas kapling yang boleh dibangun di wilayah rencana,
dibedakan atas posisi bangunan terhadap pusat kota, tingkatan
jalur jalan, dan fungsi bangunan.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
44
Laporan Akhir
Jarak antara bangunan (JAB) yaitu jarak bangunan satu dengan
yang lainnya baik dalam satu kapling atau tidak satu kapling. JAB
pada wilayah perencanaan adalah sebagai berikut:
Kapling besar dengan luasnya diatas 1000 m2, minimal 15
m.
Kapling sedang dengan luas 201 – 1000 m2, minimal 5 m
(bangunan induk)
Kapling kecil dengan luas kurang dari 200 m2, minimal 3 m
(bangunan induk)
Jarak bebas bangunan ke pagar samping (JPS), yaitu jarak
bangunan dari pagar samping kiri atau kanan. Jarak ini
menentukan jarak renggangnya bangunan dalam kawasan. Jenis
bebas bangunan ke pagar samping (JPS) untuk setiap klasifikasi
kapling di kawasan perencanaan adalah sebagai berikut:
Kapling besar minimal 7,5 m
Kapling sedang minimal 2,5 m (bangunan induk)
Kapling kecil minimal 1,5 m (bangunan induk)
Jarak bebas ke pagar belakang (JPB) untuk bangunan-bangunan
perdagangan tidak menggunakan JPB ini, sedangkan untuk
bangunan-bangunan lainnya diatur sebagai berikut:
Kapling besar minimal 6 m
Kapling sedang minimal 3 m
Kapling kecil minimal 2 m
Sifat pagar halaman (SPH) dapat transparan atau masif dari
benda buatan manusia serta berupa pagar halaman hidup.
Beberapa batasan untuk bangunan pagar halaman adalah
sebagai berikut:
Bangunan pagar depan yang berbatasan dengan jalan
dapat berupa pagar transparan atau pagar tanaman hidup
Pagar samping kiri/kanan bangunan boleh berupa pagar
masif atau pagar tanaman hidup
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
45
Laporan Akhir
Pagar belakang dimana untuk kapling bangunan yang
terletak pada bagian sudut tidak mempunyai pagar
belakang.
Rencana tata bangunan selain mempertimbangkan hal-hal diatas, juga
akan disesuaikan dengan kondisi fisik dasar dan pola pengkaplingan
sehingga tidak akan menimbulkan kesan yang monoton, namun dapat
menimbulkan ciri khas tersendiri dari setiap lingkungan.
4.5.2 Sub Kawasan Rekreasi
Dalam pembagian sub-kawasan seperti dibahas sebelumnya, untuk sub-
kawasan pariwisata (rekreasi) telah dialokasikan ruang seluas 35 ha pasir
putih yang tersebar di berbagai lokasi (lihat Peta Pola Pemanfaatan
Ruang), dan 7,8 ha zona rekreasi untuk pembangunan cottage,
penginapan, hotel, termasuk taman. Bangunan dan taman yang digunakan
untuk kegiatan rekreasi dan olahraga merupakan fasilitas yang cukup
penting mengingat fungsinya dalam mengurangi kepadatan kawasan
pemukiman. Fasilitas ini terdiri dari lapangan olahraga pantai, taman
bermain, dan jalur hijau.
Sistem pengaturan kawasan pariwisata di Kota Bau-Bau khususnya KIPPT
Pulau Makasar, ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Untuk sub-kawasan pariwisata di dalam kawasan yang
direncanakan, perlu mempertimbangkan delineasi satuan-satuan
sub-kawasan yang ada, agar tercipta keseimbangan, keserasian,
dan estetika lingkungan
Pembangunan fasilitas dan utilitas penunjang obyek atau tempat
wisata serta untuk pelayanan bagi wisatawan diatur sedemikian rupa
sehingga dapat menambah daya tarik wisatawan yang akan
berkunjung ke lokasi tersebut dan tetap menjaga kelestarian
lingkungan hidup.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
46
Laporan Akhir
Pengelolaan sumberdaya dan objek-objek wisata perlu dilakukan
secara terpadu guna peningkatan sektor kepariwisataan baik alam,
budaya maupun buatan
Perlu adanya integrasi antara sub-kawasan ini dengan sub-kawasan
pendidikan, terutama dalam hal penyediaan sarana olahraga dan
rekreasi.
Pada sub-kawasan ini dimungkinkan untuk dibangun
penginapan/hotel/ cottage di setiap sisi sub-kawasan mengingat
ruang yang cukup luas, dengan tetap mempertimbangkan unsur
estetika dan kelestarian lingkungan.
Peningkatan fasilitas pendukung obyek wisata, seperti fasilitas
akomodasi (hotel/penginapan, biro perjalanan dan sebagainya),
sarana dan prasarana perhubungan untuk memudahkan
aksesibilitas kawasan wisata serta sarana dan prasarana utilitas
seperti komunikasi, listrik, dan air bersih.
Wisata pantai dan bahari di alokasikan pada zone bagian utara dan
timur kawasan Pulau Makasar yang direncanakan.
Pengenalan/promosi obyek-obyek wisata (baik di dalam maupun
diluar Kawasan KIPPT) secara berkelanjutan agar potensi pariwisata
pada khusunya dan daerah pada umumnya dapat dikenal baik di
dalam negeri maupun di luar negeri.
4.5.3. Sub-Kawasan Perkantoran KIPPT
Untuk sub-kawasan ini dialokasikan lahan seluas kurang lebih 2 ha. Sub-
kawasan ini berfungsi untuk memberikan pelayanan administrasi dan
keuangan bagi pengguna kawasan ini.
Sub-kawasan ini terdiri dari:
Kantor administrasi KIPPT Pulau Makasar
Kantor security
Bank Pesisir termasuk KUD
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
47
Laporan Akhir
Puskesmas (atau Puskesmas Pembantu, PUSTU) yang dapat
melayani masyarakat sekitar kawasan.
Dasar pertimbangan utama dalam penentuan areal sub-kawasan ini
adalah:
Proximity. Kantor administrasi KIPPT P. Makasar, Kantor Security,
dan Bank Pesisir termasuk KUD dialokasikan pada suatu unit
(zona) sehingga dapat memberikan proses pelayanan yang lebih
efektif. Puskesmas akan melayani seluruh masyarakat di sekitar.
Security. Kantor security diperlukan bagi pengaman Kawasan,
termasuk pengamanan Bank yang ada di sebelahnya, juga
pengamanan bagi para wisatawan di sekitar sub-kawasan ini.
Kedepan kantor ini dapat menjadi base untuk pengaman pantai
(coast guard).
4.5.4. Sub Kawasan Olahraga
Sub-kawasan olahraga disiapkan untuk menampung kegiatan olahraga
dalam skala besar sehingga dapat menjadi pusat kegiatan olahraga Kota
Bau-Bau. Dalam perencanaan ini dialkokasikan ruang untuk penempatan
Stadion Bungi yang tempatkan di Kelurahan Lowu-Lowu (lihat Peta Pola
Pemanfaatan Ruang). Luas lahan diperkirakan 11 ha, dan dapat ditempuh
melalui jalan Bypass Liabuku-Lowu-Lowu dari arah Kota.
Stadion tersebut (lihat Peta Pola Pemanfaatan Ruang), memiliki
karakteristik sebagai berikut:
Luas areal : 11 haBentuk : Menyerupai SegitigaJarak ke garis pantai : 320 meterJarak (dari Simpangan Jl Poros Liabuku) : 2,1 kmAkses : Melalui Bypass Liabuku-Lowu-LowuSebelah barat : Lowu-Lowu (Kota Satelit)Sebelah utara : Perkebunan rakyatSebelah timur : Kawasan Konservasi PantaiSebelah selatan : Kawasan budidaya terbatas
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
48
Laporan Akhir
4.5.5 Sub Kawasan Pendidikan Pulau Makasar
Dalam pembagian sub-kawasan seperti dibahas sebelumnya, untuk sub-
kawasan pendidikan telah dialokasikan ruang seluas 18,5 ha yang terletak
di sisi timur Pulau Makasar, dan sebagian sub-kawasan ini telah terdapat
SMK Negeri 4 Bau-Bau Bidang Perikanan dan Kelautan (lihat Peta Pola
Pemanfaatan Ruang).
SubKawasan ini diharapkan dapat berkembang terus, yang ditunjang oleh
berbagai sarana dan prasarana. Bahkan kedepan pada kawasan ini dapat
dikembangkan sekolah tinggi atau universitas yang khusus terfokus pada
bidang perikanan dan kelautan. Keunggulan subkawasan ini antara lain:
Jauh dari pusat kebisingan kota, sehingga sesuai bagi
lingkungan belajar.
Tersedianya laboratorium alam di sekitar kawasan ini, seperti
zona budidaya rumput laut, budidaya mutiara, magrove pada
teluk Bungi, keragaman spesies bawah laut di sekitar Kolese dan
Kalia-Lia, dll.
Terdapat SMK Negeri 4 Bau-Bau Bidang Perikanan dan
Kelautan, yang telah berkembang dan memiliki reputasi.
Masyarakat sekitar yang sekitar 90% adalah bermata
pencaharian nelayan
4.5.6 Zona (Sub-Kawasan) Industri Perikanan
Berdasarkan klasifikasinya, kegiatan industri terdiri dari yang bersifat
mengelompok sebagai kawasan maupun yang bersifat menyebar (kegiatan
industri yang bersifat individual atau home industry yang merupakan non-
kawasan). Kawasan industri merupakan satuan areal yang secara fisik
didominasi oleh kegiatan industri dan mempunyai batasan tertentu.
Kawasan industri yang dibangun dan dikelola secara khusus dapat
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
49
Laporan Akhir
berbentuk suatu kompleks yang disebut kompleks industri (industrial
complex) atau berbentuk estate industry (industrial estate).
Kegiatan industri non-kawasan industri merupakan industri kecil yang
menyebar di berbagai lokasi. Bentuk penyediaan lahan untuk kegiatan
industri non-kawasan adalah berupa lahan yang dialokasikan bagi kegiatan
berbagai jenis industri dan dialokasikan sepanjang jalur regional utamanya
di daerah pinggiran kota. Jika dimungkinkan dikemudian hari peruntukkan
lahan industri tersebut dapat juga dikembangkan menjadi industrial estate.
Keberadaan industri kecil atau industri rumah tangga yang lokasinya
terletak di luar kawasan industri dan tersebar di seluruh wilayah Kota Bau-
Bau keberadaannya perlu dimantapkan serta ditunjang dengan penyediaan
prasarana-sarana penunjang. Hal ini mengingat bahwa peranan industri
kecil dapat menopang perekonomian daerah dan mayoritas dilakukan oleh
penduduk pedesaan dengan modal terbatas, serta untuk memperkuat
struktur industri secara keseluruhan. Pengembangan industri kecil
dilakukan dengan menetapkan lokasi berupa:
Permukiman industri kecil (PIK), yakni suatu area/lahan peruntukan
yang disediakan khusus untuk industri kecil yang didalamnya
dilengkapi dengan infrastruktur, unit produksi, sarana pelayanan
bersama, serta tempat tingga pengusahanya.
Sentra industri kecil, yakni suatu area/lahan yang diperuntukkan
untuk kegiatan industri, dimana terdapat berbagai kegiatan usaha
industri kecil sejenis, yang tumbuh dan berkembang dalam suatu
lokasi tertentu.
Saat ini, Kota Bau-Bau telah memiliki kawasan industri perikanan terbatas
yang terdapat di TPI Wameo dan mulai berkembang. Namun demikian,
untuk kebutuhan jangka panjang keberadaan kawasan industri di wilayah
tersebut hanya merupakan penunjang kawasan industri perikanan utama.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
50
Laporan Akhir
Sehingga KIPPT Pulau Makasar dapat merupakan pusat kegiatan industri
perikanan, atas dasar pertimbangan sebagai berikut:
Penduduknya mayoritas nelayan
Pelabuhan yang cukup aman dari gelombang sepanjang tahun
Relatif jauh dari pusat kegiatan perkotaan
Adanya keterpaduan dengan kawasan wisata dan kawasan
pendidikan perikanan dan kelautan
Kedekatan dengan bahan baku (rumput laut dan hasil budidaya
perikanan lainnya).
Untuk kawasan Pulau Makasar, sub-kawasan Industri Perikanan meliputi
areal seluas kurang lebih 18,5 ha atau sekitar 12% dari luas keseluruhan
kawasan Pulau Makasar. Luasan tersebut telah memenuhi standar
minimum areal untuk Pangkalan Pendaratan Ikan. Kedepan, subkawasan
ini perlu dibuatkan site plan sub-sub kawasan, yang sekurang-kurangnya ini
terdiri dari 11 jenis peruntukan, sebagai berikut:
Kios, yang berfungsi untuk melayani kebutuhan bahan dan
peralatan serta logistik lainnya.
Pos jaga, disamping berfungsi sebagai pelayanan informasi dan
pengamanan sub-kawasan, juga sebagai pengelola retribusi.
Kantor, berfungsi untuk melakukan pelayanan administrasi bagi
segala aktivitas dalam zona penegmbangan.
Pabrik es, berfungsi untuk melayani kebutuhan es bagi para
nelayan untuk pengawetan ikan segar
Bengkel, yang dilengkapi dengan para mekanik yang berfungsi
untuk menangani mesin-mesin atau sarana kelautan yang
mengalami kerusakan
TPI, diharapkan dapat menampung semua hasil tangkapan
maupun budidaya baik di dalam maupun di luar KIPPT
Mushalla dan WC umum, yang dapat melayani masyarakat
pengguna kawasan, dengan sistem pengelolaan yang higienis.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
51
Laporan Akhir
Penginapan, yang diadakan dalam kapasitas yang terbatas. Jenis-
jenis penginapan hingga pada taraf hotel di alokasikan pada sub-
kawasan penginapan dan sub-kawasan olahraga dan rekreasi
budaya
Cold storage (ruangan pendingin), yang berfungsi untuk
penampungan dan penyimpanan hasil laut
Area bongkar muat dan parkir, yang disediakan untuk membongkar
dan memuat hasil
Tambatan perahu, yang berfungsi untuk menambat perahu-perahu
nelayan yang beroperasi di sekitar kawasan.
Sama halnya dengan suatu kawasan terbangun lainnya, suatu sentra
industri perikanan membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai. Ini
meliputi: (i) jaringan jalan lingkungan; (ii) jaringan drainase; (iii) instalasi
penyediaan air bersih dan jaringan distribusinya; (iv) instalasi penyediaan
listrik dan jaringan distribusinya; (v) jaringan telekomunikasi; dan (vi)
instalasi pengelolaan air limbah dan jaringan pengumpulnya.
4.5.7 Sub-Kawasan Budidaya Perikanan (Zona Pemanfaatan)
Sub-Kawasan Budidaya Perikanan dibagi atas 2 zona, yakni budidaya
pertambakan (terbatas) dan budidaya perikanan laut/pesisir.
a. Pertambakan (Terbatas)
Pertambakan (budidaya terbatas) dijumpai pada kawasan hilir sungai
Bungi hingga ke barat (arah Lowu-Lowu), dengan luas masing-masing
17,7 ha (arah Lakologou), dan 28,1 ha (Lowu-Lowu). Kondisi lahan
pertambakan pada kawasan ini perlu terus dipantau kualitasnya, dan
pengembangan lebih intensif harus memperhatikan daya dukung
(carrying capacity) lahan sebagaimana terlihat pada Tabel 4.9 berikut.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
52
Laporan Akhir
Tabel 4.9
Tolok ukur dan kategori daya dukung lahan pantai untuk pertambakan
Parameter Daya DukungTinggi Sedang Rendah
1. Tipe pantai Terjal, karang berpasir, terbuka
Terjal, karang berpasir, atau sedikit berlumpur
Sangat landai, berlumpur tebal, berupa teluk/laguna, tertutup
2. Tipe garis Pantai Konsistensi tanah stabil Sama dengan kategori tinggi
Konsistensi tanah sangat labil
3. Arus Perairan Kuat Sedang Lemah4. Amplitudo Pasang surut Rataan
11 – 21 dm 7-11 dm dan 21–29 dm
< 6 dan > 29 dm
5. Elevasi Dapat diairi cukup pada saat pasang tinggi rataan. Dapat dikeringkan total pada saat surut rendah rataan
Sama dengan kategori tinggi
Dibawah rataan surut terendah
6. Kualitas Tanah Tekstur sandy clay, sandy clay loam, tidak bergambut, tidak berpirit
Tekstur sandy clay, sandy clay loam, tidak bergambut, kandungan pirit rendah
Tekstur berlumpur atau pasir bergambut, kandungan pirit tinggi
7. Air Tanah Dekat sungai dengan mutu dan jumlah memadai
Sama dengan kategori tinggi
Dekat sungai tetapi tingkat salitasi tinggi
8. Jalur Hijau Memadai Memadai Dengan/tanpa jalur hijau
9. Curah Hujan < 2.000 mm 2.000 – 2.500 mm > 2.500 mmSumber: Modifikasi, Poernomo (1992)
Dengan analisis yang lebih mikro (detail) untuk menentukan kesesuaian
lahan untuk pertambakan udang, maka perlu digunakan kriteria sebagai
berikut (Tabel 4.10).
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
53
Laporan Akhir
Tabel 4.10Kriteria Mikro Analisis Kesesuaian Lahan untuk Tambak Udang di Kawasan
Pesisir
No Parameter Batas OptimumFisika1 Suhu (ºC) 21 – 32 29 – 302 Salinitas (ppt) 5 – 35 15 – 153 TSS (ppm) 25 – 500 25 – 804 Kecerahan (cm) 25 – 60 30 – 40Kimia5 pH 7,0 – 9,0 7,5 – 8,56 Alkalinitas (ppm) > 50 > 1007 Kesadahan (ppm) >20 > 20 – 3008 Oksigen terlarut (mg/l) 3 – 10 4 – 79 NH+4 - N (mg/l) 1,0 010 NO2 – N (mg/l) 0,25 011 Total phosphate (ppm) 0,05 – 0,5 0,512 BOD5 ppm < 25 < 2513 COD ppm < 40 < 4014 H2S (mg/l) 0,001 015 Cu ppm - < 0,0616 Cd ppm 0,013 – 0,328 < 0,0117 Pb ppm 0,001 – 1,157 < 0,0118 Zn ppm - < 0,0619 Ci6+ ppm - < 0,0120 Hg ppm 0,051 – 0,167 < 0,00321 Deterjen ppm - < 1,022 Fe2+ (mg/l) 0,03 0,0123 Organoclorin ppm - < 0,0224 Aox - < 0,069Sumber : Poernomo (1991), KepMenLH (1988) dan Widagdo (1999)
b. Zona Budidaya Perikanan Laut
Budidaya perikanan laut/pesisir berupa rumput Laut dan mutiara dibagi
kedalam enam sub-zona (BD-1, BD-2, BD-3, BD-4, BD-5, dan BD-6)
(lihat Peta Pola Pemanfaatan Ruang Pesisir). Luas masing-masing sub-
zona tersebut adalah sebagai berikut: sub-zona BD-1 dan BD-2 adalah
65.032 ha, BD-3: 46.620 ha, BD-4: 10.585 ha, BD-5: 63.788 ha, dan BD-
6: 44.483 ha.
Secara umum, lokasi yang dapat digunakan/dipilih sebagai lokasi
budidaya laut harus memenuhi beberapa persyaratan berikut :
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
54
Laporan Akhir
Perairan tenang terlindung dari arus dan gelombang yang cukup
kuat, karena dapat merusak konstruksi jaring apung.
Kedalaman perairan 5 -15 meter. Kedalaman perairan , 5 meter
akan menimbulkan masalah lingkungan (kualitas air dari sisa
pakan dan kotoran ikan). Kedalaman perairan > 15 meter akan
membutuhkan tali jangkar yang panjang.
Dasar perairan sebaiknya sesuai dengan habitat asal ikan yang
akan dibudidayakan. Ikan kerapu menyukai dasar perairan
berpasir.
Bebas dari bahan cemaran, sehingga lokasi budidaya harus jauh
dari kawasan industri maupun pemukiman yang padat.
Tidak menimbulkan gangguan terhadap alur pelayaran
Mudah dicapai dari darat dan dari tempat pemasok sarana produksi
budidaya
Lokasi budidaya aman dari tindak pencurian dan penjarahan
Memenuhi syarat dari segi fisik-kimia kualitas air yaitu ;
o Kecepatan arus 15 – 20 cm/detik
o Kecerahan > 1 meter dan untuk kerapu > 2 meter
o Salinitas : 30 – 33 ppt
o Suhu : 27 – 29 derajat Celcius
o Keasaman air > 7 (basa)
o Oksigen terlarut . > 5 ppm
Dalam Peta Master Plan tidak dilakukan delineasi secara khusus untuk
zona budidaya rumput laut yang sifatnya scattered, terutama pada
kawasan antara Kolese dan Kalia-Lia dan ke utara hingga Palabusa.
Namun, disini perlu dijelaskan bahwa dalam perencanaan pemanfaatan
ruang kawasan pesisir, kegiatan tersebut harus tetap diakomodir pada
zone-zone yang khusus. Berdasarkan hasil survei di lapangan, budidaya
rumput laut sangat umum dijumpai di sepanjang Liabuku ke utara hingga
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
55
Laporan Akhir
Kalia-Lia. Kedalaman air di lokasi pemeliharaan bervariasi dari satu meter
sampai 5 meter.
Budidaya yang diterapkan oleh petani di lokasi survey disesuaikan dengan
kondisi perairan pantai yang memiliki zona sublitoral yang luas.
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, berdasarkan kualitas perairannya
(variabel fisika dan kimia perairan), pantai di sekitar kawasan sesuai untuk
pertumbuhan rumput laut (lihat kriteria lokasi untuk budidaya rumput laut
Eucheuma sp pada Tabel 4.11).
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, perairan sepanjang pantai
kawasan memiliki kecerahan yang tinggi sehingga penetrasi cahaya
matahari ke dalam air cukup banyak untuk keperluan fotosintesa rumput
laut yang dipelihara. Disamping itu sirkulasi air yang lancar di sepanjang
pantai mensuplai cukup banyak unsur-unsur hara terlarut yang sangat
diperlukan untuk pertumbuhan dan pembentukan karagenan di dalam
thallus rumput laut.
Tabel 4.11Kriteria lokasi untuk budidaya rumput laut Eucheuma sp
No ParameterKlasifikasi
Baik Cukup Baik
1 Keterlindungan Terlindung Agak terlindung
2 Arus (gerakan air) 20-30 cm/dtk 30 – 40 cm/dtk
3 Dasar perairan Pasir berbatu Pasir berlumpur
4 Kedalaman 30-60 cm 0-30 cm
5 Kejernihan/kecerahan Lebih dari 5 m Kurang dari 5 m
6 Salinitas 32-34 ppt 18 – 32 ppt
7 Cemaran Tidak ada Ada sedikit
8 Hewan herbivora Tidak ada Ikan dan bulu babi
9 Kemudahan Mudah dijangkau Cukup mudah dijangkau
10 Tenaga kerja Banyak Cukup
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
56
Laporan Akhir
Kemudian, pada kondisi tambak yang kurang menguntungkan untuk
budidaya udang dan bandeng, maka pengembangan budidaya rumput laut
jenis Gracilaria sp. merupakan alternatif yang lebih realistik dan feasibel.
Hal ini didasari bahwa jenis rumput laut Gracilaria sp lebih toleran terhadap
kondisi lingkungan dibandingkan udang dan bandeng yang memerlukan
perawatan sangat cermat untuk keberhasilan pengembangannya.
Rumput laut Gracilaria sp. merupakan tumbuhan kosmopolitan dan
mempunyai toleransi besar terhadap perubahan kondisi lingkungannya
serta dapat tumbuh pada perairan yang tenang, kemungkinan untuk
dibudidayakan di tambak sangat potensial. Untuk membudidayakan rumput
laut Gracilaria sp. di tambak dengan baik perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
Salinitas optimal adalah 25 ppt
Dasar tambak Lumpur berpasir
Kedalaman 30 – 80 cm
Dekat dengan pantai atau dekat saluran keluar masuk air laut untuk
memudahkan pergantian air laut
Pergantian air laut dilakukan 50-70% setiap 3 hari sekali atau
seminggu 2 kali
Keasaman air tambak sebaiknya basa, pH sekitar 8.
4.5.8. Zona Alur
Zona alur disini meliputi jalur/alur pelayaran, Pipa dan/atau kabel bawah
laut, dan lintasan migrasi ikan. Dalam perencanaan kawasan ini, zona
alur diatur pada kawasan sekitar teluk dalam Lakologou ke Lowu-Lowu
hingga keluar ke Selat Buton. Zona alur ini terbagi dua yang bersilangan
(lihat Peta Pola Pemanfaatan Ruang Pesisir). Yang pertama adalah
ruang yang dipersiapkan untuk lalu lintas perahu nelayan melalui selat
Lowu-Lowu, melintasi bawah jembatan penyeberangan Lowu-Lowu –
Pulau Makasar. Yang kedua adalah zona alur sepanjang jembatan
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
57
Laporan Akhir
penyeberangan Lowu-Lowu – Pulau Makasar. Alur yang kedua ini
sekaligus mengakomodasi jalur pipa bawah laut (yang ada saat ini
adalah pipa air bersih dari Lowu-Lowu ke Pulau Makasar), dan jalur
penerangan jembatan. Saat ini telah terpasang tiang lampu penerangan
(PLN), yang menghubungkan Lowu-Lowu-Pulau Makasar, dan saat ini
melayani penduduk P. Makasar.
4.5.9. Kawasan Terbuka Hijau
Dalam pemanfaatan ruang Kota Baubau pada masa yang akan datang,
keberadaan kawasan/ruang terbuka hijau merupakan suatu kebutuhan.
Pemanfaatan ruang ini pada dasarnya diarahkan untuk mewujudkan
pembangunan kota yang berwawasan lingkungan dan sebagai upaya untuk
mencapai keserasian dan keseimbanganantara lingkungan binaan dengan
lingkungan alami
Dalam hal ini ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota baik
dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur
dimana dalam pemanfaatannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya
tanpa bangunan, serta bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuhan
baik secara alamiah maupun budidaya.
Pola pemanfaatan kawasan/ruang terbuka hijua di Kota Baubau ditujukan
untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan yang nyaman,
segar, indah, bersih dan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan,
serta menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan
yang berguna untuk kepentingan masyarakat. Pola pemanfaatan
kawasan/ruang terbuka hijau yang akan dikembangkan perlu
memperhatikan letak/lokasi, jenis vegetasi, serta kondisi dan potensi
wilayah. Dalam hal ini perlu dikembangkan beberapa bentuk kawasan hijau
pertamanan kota, kawasan hijau rekreasi dan olahraga, kawasan hijau
pertanian, kawasan hijau jalur hijau dan kawasan hijau pekarangan.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
58
Laporan Akhir
Untuk daerah yang baru akan dikembangkan seperti KIPPT Pulau
Makasar, penetapan ruang terbuka hijau dapat disesuaikan dengan fungsi
sub-kawasan yang ada. Pola pemanfaatan kawasan/ruang terbuka hijau
(RTH) menurut jenisnya adalah:
Kawasan hijau pertamanan kota pengembangannya diarahkan
secara tersebar dikaitkan dengan peruntukkan pada kawasan
terbangun kota sehingga tercipta keserasian dan keseimbangan
lingkungan. Dalam hal ini RTH pertamanan ini merupakan
pelengkap pada kawasan perdagangan dan jasa, industri,
pendidikan dan perumahan (lihat Peta Pola Pemanfaatan Ruang).
Ruang terbuka hijau ini mempunyai fungsi sebagai sarana untuk
menciptakan keindahan dan keserasian lingkungan, sekaligus
sebagai sarana untuk mempengaruhi iklim mikro.
Kawasan hijau rekreasi dan olahraga (lapangan olahraga)
pengembangannya diarahkan tersebar sesuai dengan jenis dan
skala pelayanannya. Lapangan olahraga yang diarahkan
pengembangannya pada KIPPT Pulau Makasar adalah pada pusat
lingkungan perumahan, yang saat in berada di Kelurahan
Sukanaeyo.
Kawasan hijau pertanian pengembangannya berada pada bagian
utara untuk tetap mempertahankan lingkungan alami pada kawasan
yang masih didominasi oleh pertanian.
Kawasan jalur hijau pengembangannya diarahkan sepanjang jalur
Sungai Bungi (berfungsi sebagai garis sempadan sungai) dan jalan
inspeksi sungai disepanjang sisi kanan kirinya, dan sepanjang pantai
yan belum terbangun.
Kawasan hijau pekarangan pengembangannya diarahklan pada
kawasan perumahan berkepadatan sedang dan perumahan
berkepadatan rendah. Pengembangan ruang terbuka hijau ini perlu
dijadikan bagian dari persyaratan pembangunan perumahan, yakni
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
59
Laporan Akhir
dikaitkan dengan penetapan koefesien dasar bangunan (KDB) yang
diperbolehkan dan luas kapling minimum.
4.5.10. Sub-Kawasan Konservasi/Lindung
Dalam perencanaan ini perlu ditetapkan kawasan konservasi berfungsi
lindung. Untuk kawasan yang direncanakan, ditetapkan sebagai berikut:
Kawasan sekitar muara sungai Bungi (zona estuari dan sebagian
mangrove), seluas 135 ha.
Kawasan bukit bagian utara Lowu-Lowu, sebagai sumber air bersih
kawasan (KIPPT) (yang masuk dalam peta hanya seluas 56 ha)
Kawasan hutan dan belukar di sisi selatan Pulau Makasar yang
perlu dipertahankan keberadaannya.
Kawasan belukar dibagian tengah Pulau Makasar, seluas 7 ha (lihat
Peta Pola Pemanfaatan Ruang) sebagai tambahan ruang terbuka
hijau dalam KIPPT Pulau Makasar.
Sempadan sungai besar (seperti sungai Bungi), dan beberapa
sungai kecil lainnya
Sempadan pantai di sekitar teluk Lowu-Lowu ke arah timur (lihat
Peta Pola Pemanfaatan Ruang), dengan total luas 15,6 ha.
a. Kawasan Konservasi Sekitar Muara Sungai Bungi
Kawasan yang ditetapkan sebagai zona konservasi berfungsi lindung
sekitar muara sungai Bungi memiliki ekosistem pasang surut (intertidal),
yang sebagian ditempati oleh mangrove. Karena tumbuhnya di daerah
pasang surut air laut, hutan mangrove mempunyai peranan yang sangat
penting, yaitu sebagai penyangga kehidupan di kawasan pantai dan mata
rantai penghubung ekosistem daratan dan ekosistem laut, sehingga
keberadaan hutan mangrove yang merupakan bagian dari ekosistem
pantai harus tetap dipertahanan guna meperoleh manfaat yang sebesar-
besarnya bagi kehidupan manusia secara lestari.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
60
Laporan Akhir
Keberadaan kawasan estuari ini yang meliputi mangrove diperlukan karena
hutan mangrove mempunyai fungsi dan manfaat yang serbaguna. Secara
umum, fungsi hutan mangrove dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
fungsi lingkungan fisik, fungsi biologis dan fungsi ekonomis. Fungsi
lingkungan fisik meliputi antara lain melindungi pantai terhadap bahaya
abrasi, menghambat intrusi air laut ke darat, menangkap dan melokalisasi
sedimen, mengolah limbah yang mengandung senyawa kimia (seperti
pertisida dan residu pupuk) dan logam berat, mencegah terjadinya
keasaman tanah dan melindungi tempat pemukiman dari bahaya angin
laut. Kawasan ini merupakan segmen hilir dari kawasan persawahan yang
berada di bagian utara (Ngkari-ngkari), sehingga fungsi fisik dalam hal
mengolah limbah yang mengandung senyawa kimia (seperti pestisida dan
residu pupuk) dan logam berat perlu terus ditingkatkan.
Fungsi biologis antara lain sebagai tempat bersarang burung-burung,
tempat pembuahan telur ikan, pemijahan dan perlindungan anakan ikan,
tempat pembenihan udang dan kepiting, serta habitat alami bagi berbagai
jenis biota yang membentuk keseimbangan biologis. Fungsi ekonomis
antara lain menghasilkan produk-produk dan jasa yang bernilai ekonomis
yang dapat diperoleh dari hutan mangrove atau akibat dari adanya hutan
mangrove seperti kayu, ikan, udang, pariwisata dan lain-lain.
Manfaat hutan mangrove dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: manfaat
langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung yaitu manfaat
yang berupa hasil hutan baik hasil hutan berupa kayu maupun hasil hutan
bukan kayu, seperti : tannin, gula nipah, bahan kosmetika, obat-obatan
dan lain-lain. Sedang manfaat tidak langsung adalah manfaat yang
diperoleh sebagai akibat dari adanya hutan mangrove, seperti : tempat
pemijahan ikan, udang dan kepiting, perlindungan sistem kehidupan
manusia, wisata, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan lain-
lain.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
61
Laporan Akhir
Dalam perspektif zonasi wilayah, kawasan pantai berhutan bakau
(mangrove) adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami
hutan bakau yang berfungsi memberikan perlindungan kepada
perikehidupan pantai dan lautan. Keberadaan kawasan mangrove ini
diperlukan untuk menjaga kelestarian potensi wilayah sepanjang pesisir,
sebagai ekosistem yang menampung berbagai spesies biota, dan secara
mekanik dapat meredam proses abrasi pantai.
Untuk itu, rencana pola pemanfaatan ruang untuk kawasan mangrove dan
hutan pantai ini diatur sebagai berikut:
Areal pasang surut dengan mangrove di atasnya yang masih utuh
perlu dipertahankan sebagai kawasan lindung.
Wilayah budidaya tambak/kolam yang telah ada dipertahankan
keberadaannya, dengan sistem pengelolaan yang bertumpu pada
kaidah konservasi. Lahan-lahan pasang surut yang dulunya
mangrove, tapi karena adanya pembukaan lahan dan kemudian
tidak produktif lagi perlu direhabilitasi.
b. Kawasan Konservasi Bukit Bagian Utara Lowu-Lowu
Kawasan bukit bagian utara Lowu-Lowu perlu ditetapkan sebagai kawasan
konservasi untuk melindungi sumber air bagi kawasan di bawahnya.
Kawasan hutan tersebut mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan
sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan
tanah.
Dalam rangka rencana pemantapan kawasan hutan konservasi yang
berfungsi lindung untuk dapat berfungsi dengan baik perlu diperhatikan hal-
hal sebagai berikut :
Perlu ditetapkan batas kawasan konservasi, dan partisipasi masyarakat
lokal dalam penetapan batas kawasan konservasi sangat penting untuk
menghindari berbagai bentuk konflik di kemudian hari.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
62
Laporan Akhir
Pengelolaan hutan harus mampu memberikan kontribusi terhadap
peningkatan kualitas lingkungan, peningkatan kekayaan keaneka
ragaman hayati, pengembangan ekoturisme, peningkatan pendapatan
masyarakat lokal dan penguatan partisipasi masyarakat.
Pengelolaan hutan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pengelolaan DAS secara terpadu dan harus selaras dengan aktivitas
pengembangan sektor-sektor lain serta menerapkan prinsip peranan
hulu-hilir yang berkeadilan.
Sistem pengamanan dan perlindungan hutan harus merupakan sistem
partisipatif yang melibatkan petugas pemerintah dan masyarakat lokal.
c. Kawasan hutan dan belukar di Sisi Selatan Pulau Makasar
Dari segi konservasi dan keamanan kawasan, salah satu faktor yang
menjadi nilai tambah Kawasan Pulau Makasar adalah bahwa di sisi selatan
pulau terdapat belukar (hutan sekunder) yang cukup luas memanjang ke
utara di sisi barat. Hutan seluas 27 ha tersebut cukup potensil posisinya,
baik sebagai preservasi spesies maupun berfungsi sebagai pelindung
pemukiman di bagian timur dari angin barat (sebagai wind break) yang
cukup kencang pada bulan Januari – Februari setiap tahunnya.
Dalam hubungannya dengan preservasi spesies, pada kawasan hutan ini
dapat ditetapkan suatu tempat/lokasi bagi penangkaran spesies yang saat
ini khas untuk Pulau Buton namun langka seperti Anoa. Sehingga, lokasi ini
kelak akan menjadi salah satu tempat kunjungan wisata bagi para
pengunjung yang akan melihat hewan khas ini secara langsung.
d. Sempadan Sungai
Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk
sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat
penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Di Kawasan
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
63
Laporan Akhir
KIPPT terdapat sungai Bungi yang dapat dikategorikan sebagai sungai
besar. Tujuan perlindungan sempadan sungai adalah untuk melindungi
sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak
kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta
mengamankan aliran sungai. Kriteria sempadan sungai adalah sekurang-
kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan
anak sungai yang berada di luar pemukiman (SK Mentan
No.837/Kpts/Um/1980).
Sempadan sungai di kawasan pemukiman berupa daerah sepanjang
sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi (10-15
meter). Garis sempadan sungai (GSS) pada daerah perkotaan adalah jarak
yang diperbolehkan untuk menempatkan elemen bangunan diukur dari sisi
atas tepi sungai atau dari kaki sebelah luar sungai dengan jarak:
Sungai tidak bertanggul, GSS = 20-25 m
Sungai bertanggul, GSS = 10 m
e. Kawasan Sempadan Pantai
Kawasan pantai diarahkan pada kawasan sepanjang pantai wilayah
daratan dan pulau yang termasuk dalam wilayah kajian. Idealnya, kawasan
sempadan pantai ditetapkan dengan pendekatan:
130 x (rata-rata perbedaan surut terendah dan pasang tertinggi) dalam
meter
Namun dalam KIPPT, hanya ditetapkan untuk wilayah darat (yakni sekitar
150 meter), sedangkan untuk Pulau Makasar tidak ditetapkan sempadan
pantai mengingat umumnya topografi pantainya adalah landai hingga terjal
Namun demikin, upaya pemanfaatan lahan pesisir pulau perlu menerapkan
kaidah-kaidah konservasi maupun kebersihan dan estetika lingkungan.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
64
Laporan Akhir
Arahan pengelolaan sempadan pantai ditujukan untuk melindungi wilayah
pantai yang berada pada kawasan minimal 50 meter dari titik pasang
tertinggi ke arah darat dari aktivitas yang dapat merusak ekosistemnya. Ini
lah yang menjadi dasar penetapan jalur Bypass Liabuku-Lowu-Lowu.
Rencana yang perlu dipertimbangkan untuk menjaga keutuhan kawasan
berfungsi lindung adalah sebagai berikut:
Melakukan identifikasi dan inventarisasi karakteristik zona, dan
penetapan batas yang jelas pada tingkat rinci untuk mencegah
terjadinya perubahan luas kawasan. Partisipasi masyarakat lokal
dalam kegiatan rekonstruksi sangat penting untuk menghindari
berbagai bentuk konflik di kemudian hari.
Meningkatkan persepsi dan pemahaman masyarakat tentang
konservasi sumberdaya alam hayati melalui peningkatan kesadaran
publik
Mengembangkan sistem pengamanan dan perlindungan kawasan
berfungsi lindung yang berbasis masyarakat
Penguatan penerapan peraturan perundang-undangan melalui
penegakan hukum
Pembentukan kesatuan pengelolaan hutan yang berfungsi
konservasi dengan mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi dan
budaya serta kelembagaan masyarakat.
4.6 Rencana Prasarana Pendidikan
Dalam struktur ruang wilayah Kota Bau-Bau, pusat distribusi utama
pelayanan pendidikan berada di BWK II. Fungsi yang diemban perlu lebih
ditingkatkan agar distribusi pelayanan dapat menyebar secara merata
keseluruh wilayah kota. Pengembangan sarana pendidikan di Kota Bau-
Bau perlu diarahkan baik kuantitas maupun kualitas agar dapat
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia sehingga kedepan mampu
menguasai perkembangan iptek, dan dapat mengelola potensi wilayahnya
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
65
Laporan Akhir
sendiri sebagai bagian dari pengembangan wilayah yang berazas
kemandirian.
Untuk kawasan yang direncanakan, berdasarkan perhitungan kebutuhan
prasarana pendidikan (jumlah sekolah) untuk tingakt SD, SLTP, dan SLTA,
jika dibandingkan antara yang ada sekarang (eksisting) dan yang idealnya
ada, maka dapat dikatakan hampir terpenuhi untuk kondisi sekarang.
Namun dalam perspektif perencanaan, perlu dilakukan persiapan guna
mengantisipasi lonjakan penduduk pada kawasan ini. Sebagaimana terlihat
pada Tabel 4.11 dan 4.12, untuk kawasan pulau, jumlah SD, SLTP, dan
SLTA dianggap mencukupi hingga akhir tahun perencanaan. Namun, untuk
kawasan darat, dperlukan penambahan SLTA minimal satu buah.
Pengembangan sarana dan prasarana pendidikan kawasan ini diarahkan
pada:
Untuk wilayah-wilayah perdesaan, pengembangan sarana
pendidikan diutamakan untuk meningkatkan partisipasi wajib belajar
9 tahun. Oleh karena itu penyediaan fasilitas pendidikan
dikonsentrasikan bagi fasilitas SD dan SLTP, dan tampaknya ini
terpenuhi.
Idealnya, fasilitas pendidikan SD disediakan pada setiap kelurahan
dan pusat-pusat permukiman yang terpencil, dengan pertimbangan
jaraknya dapat dijangkau dengan aman oleh murid SD. Sedangkan
fasilitas pendidikan SLTP, dapat disediakan di pusat-pusat
kelurahan, yang dapat menampung lulusan SD dari pusat
permikiman di kawasan agak terpencil. Untuk fasilitas pendidikan
yang lebih tinggi, dapat disediakan di pusat kecamatan yaitu di
ibukota kecamatan. Minimal setiap ibukota kecamatan perlu memiliki
1 (satu) unit fasilitas pendidikan setingkat SLTA (dan ini untuk
kawasan yang direncanakan telah terpenuhi), meskipun harus
mempertimbangkan jumlah anak usia sekolah SLTA yang berbeda
antara satu kecamatan dengan yang lainnya. Sehingga, bagi kota
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
66
Laporan Akhir
kecamatan yang mempunyai jumlah penduduk usia SLTA cukup
besar dapat disediakan lebih dari satu SLTA atau disesuaikan
dengan jumlah usia SLTA yang ada.
Selain itu, pengadaan sekolah-sekolah unggulan sangat diperlukan
untuk menampung siswa-siswa berprestasi. Saat ini telah tersedia
SMK Perikanan dan Kelautan di Pulau Makasar.
Kemudian, besaran ruang yang dibutuhkan untuk pengembangan
fasilitas pendidikan dapat diketahui melalui standar perencanaan
bagi luas lahan fasilitas, yakni: satu unit SD menggunakan lahan
seluas 3600 m²/unit, dan satu unit SLTP dan SLTA masing-masing
menggunakan lahan seluas 4800 m²/unit.
Tabel 4.12 Proyeksi Kebutuhan Prasarana Pendidikan di KIPPT Pulau Makasar
(Pulau*)
2006/2007 2008 2009 2010 2011 2012
Penduduk 4,316 4,413 4,512 4,613 4,716 4,822Usia SD 582 595 608 622 636 650 SD 2 2 3 3 3 3 Eksisting 3
Usia SLTP 224 229 234 239 245 250 SLTP 1 1 1 1 1 1 Eksisting 1
UsiaSLTA 428 438 447 457 468 478 SLTA 1 1 1 1 1 1 Eksisting 1
*Khusus untuk Pulau Makasar: Kel Liwuto dan SukanaeyoSumber : Hasil Analisis KonsultanKeterangan :Untuk SD terdiri dari 6 kelas masing-masing 40 siswa berarti 1 SD 240 siswa.Untuk SLTP terdiri dari 6 kelas masing-masing 40 siswa berarti 1 SLTP 240 siswa.Untuk SLTA terdiri dari 9 kelas masing-masing 40 siswa berarti 1 SLTA 360 siswa.Rata-rata Usia SD 13.48%Rata-rata usia SLTP 5.19%Rata-rata Usia SLTA 9.92%
UraianTahun
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
67
Laporan Akhir
Tabel 4.13 Proyeksi Kebutuhan Prasarana Pendidikan di KIPPT Pulau Makasar
(Daratan*)
2006/2007 2008 2009 2010 2011 2012
Penduduk 4,791 4,898 5,008 5,120 5,235 5,352Usia SD 552 564 577 590 603 617 SD 2 2 2 2 3 3 Eksisting 6
Usia SLTP 381 390 398 407 416 426 SLTP 2 2 2 2 2 2 Eksisting 2
UsiaSLTA 524 536 548 560 573 585 SLTA 1 1 2 2 2 2 Eksisting 0
*Khusus untuk Daratan: Kel Lowu-Lowu, Kolese & Kalia-Lia
Sumber : Hasil Analisis Konsultan
Keterangan :
Untuk SD terdiri dari 6 kelas masing-masing 40 siswa berarti 1 SD 240 siswa.
Untuk SLTP terdiri dari 6 kelas masing-masing 40 siswa berarti 1 SLTP 240 siswa.
Untuk SLTA terdiri dari 9 kelas masing-masing 40 siswa berarti 1 SLTA 360 siswa.
Rata-rata Usia SD 11.52%Rata-rata usia SLTP 7.95%Rata-rata Usia SLTA 10.94%
UraianTahun
4.7. Rencana Prasarana Olahraga
Prasarana olahraga dapat berupa indoor atau outdoor. Untuk outdoor,
selain berfungsi sebagai tempat untuk berolahraga juga berfungsi untuk
kegiatan lain seperti tempat upacara, tempat bermain, kegiatan ritual dan
kegiatan lainnya. Mengingat pentingnya sarana ini maka ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam pembangunan sarana olahraga seperti
ketersediaan lahan, perlunya lahan konservasi disekitarnya, lokasi yang
strategis dan tidak mengganggu aktivitas lainnya, keamanan dan
kenyamanan.
Dengan menggunakan standar perencanaan yang ada, pengembangan
sarana olahraga didasarkan pada jumlah penduduk. Penduduk sejumlah
2500 – 30.000 jiwa memerlukan luas lahan 1500 – 9000 m². Untuk
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
68
Laporan Akhir
kebutuhan perencanaan, maka ditetapkan 1 ha per kecamatan untuk
penduduk 30.000 jiwa. Sedangkan kecamatan dengan penduduk di atas
jumlah itu di akhir tahun perencanaan 2016 membutuhkan ruang yang lebih
besar bagi sarana olah raga dan rekreasi.
Di kawasan yang direncanakan telah tersedia dua lapangan olahraga yang
biasanya multifungsi, yakni di Kelurahan Liwuto dan di kelurahan Lowu-
Lowu. Luas masing-masing sekitar 0,5 ha. Untuk perencanaan kedepan,
terutama dalam upaya mengembangkan rentang kendali wilayah kota Bau-
Bau, maka direncanakan Stadion di KIPPT, dimana kelak akan berada
pada Kota Satelit Lowu-Lowu. Karakteristiknya dijelaskan sebelumnya
pada bagian Sub-Kawasan Olahraga.
4.8. Sarana Perdagangan
Fasilitas perdagangan di KIPPT Pulau Makasar meliputi pasar pusat,
perdagangan grosir, pasar lokal, kios/warung, pertokoan, dan jasa komersil
lain. Pasar pusat dan pertokoan diarahkan di Lowu-Lowu, sedangkan jenis
fasilitas perdagangan lainnya tersebar di seluruh kawasan (darat dan
pulau). Untuk Pulau Makasar, saat ini telah terdapat Pasar Sukanaeyo
yang nantinya akan dikembangkan dan terpadu dengan rencana
pengembangan terminal Pulau Makasar, dengan luas total area sekitar 3.0
ha (lihat Peta Pola Pemanfaatan Ruang).
4.9. Rencana Utilitas Kawasan
4.9.1. Energi (Kelistrikan)
Di Kota Bau-Bau saat ini, telah terpasang sambungan listrik sebesar
14.574 Rumah Tangga dari total 26.606 KK yang ada (55%). Untuk
kawasan KIPPT, listrik telah menjangkau ke hampir seluruh segmen
kawasan termasuk Pulau Makassar melalui selat Lowu-Lowu. Rencana
pengembangan energi kelistrikan pada keseluruhan kawasan ini perlu
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
69
Laporan Akhir
didasarkan pada proyeksi (hingga tahun 2012) sebagai berikut (Tabel
4.14).
Tabel 4.14. Proyeksi Kebutuhan Prasarana Listrik di KIPPT (Kilo Volt Ampere)
2006/2007 2008 2009 2010 2011 2012
Penduduk 9,107 9,311 9,520 9,733 9,951 10,174KK 1,821 1,862 1,904 1,947 1,990 2,035 Domestik 1,202 1,229 1,257 1,285 1,314 1,343 Tipe 1 219 223 228 234 239 244 Tipe 2 492 503 514 526 537 549 Tipe 3 492 503 514 526 537 549
Non-Domestik 361 369 377 385 394 403
Penerangan Jalan 24 25 25 26 26 27 Jumlah 1,587 1,622 1,659 1,696 1,734 1,773 Keterangan :Tipe 1 : Tipe 2 : Tipe 3 = 1 : 3 : 6Tipe 1 : 1200 VATipe 2 : 900 VATipe 3 : 450 VA
UraianTahun
Kebutuhan Non-Domestik adalah 30% dari kebutuhan domestikKebutuhan Penerangan J alan adalah 2% dari kebutuhan domestik
Peningkatan pelayanan akan kebutuhan prasarana listrik untuk masa yang
akan datang perlu diupayakan mencapai 100% guna memberi penerangan
kepada masyarakat dan meningkatkan produksi industri bagi pengguna
jasa listrik. Untuk kawasan yang direncanakan, peningkatan jangkauan
pelayanan dapat dilakukan dengan distribusi melalui PLN sub-ranting dan
listrik desa, sehingga mampu melayani seluruh segmen kawasan.
4.9.2. Air Bersih
Saat ini penyediaan prasarana air bersih telah didistribusi oleh PDAM yang
melayani penduduk KIPPT Pulau Makasar dan Daratan, dan disamping itu
juga digunakan air tanah. Potensi air baku yang ada berupa mata air
pegunungan yang merupakan air bersih utama bagi masyarakat pada
kawasan ini. Dalam upaya peningkatan pelayanan akan air bersih maka
perlu diupayakan:
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
70
Laporan Akhir
Perlunya identifikasi potensi air baku dan peningkatan proses
pengolahan menjadi air bersih yang memiliki sanitasi tinggi yang
sesuai dengan standar kesehatan.
Kebutuhan air bersih di Kota Bau-Bau dapat dikategorikan dalam 2
(dua) jenis pemakaian yaitu domestik (rumah tangga) dan non-
domestik seperti industri, perkantoran pemerintaha, hotel dan
restoran, dan perdagangan, dll dengan total kebutuhan di akhir
tahun perencanaan 2012 pada pada kawasan ini adalah seperti
terlihat pada Tabel 4.15.
Sistem pelayanan air bersih perkotaan dengan penduduk minimal
10.000 jiwa, dilayani melalui sistem penyediaan air bersih perpipaan
dengan Instalasi Pengolahan Air Lengkap oleh PDAM, dan ini telah
terpenuhi pada Kawasan KIPPT yang memiliki total penduduk dari 5
kelurahan pada akhir tahun perencanaan (2012) adalah 10.174 jiwa.
Untuk mengantisipasi krisis air bersih pada musim-musim tertentu,
masyarakat dapat membuat sistem penampungan air hujan (PAH)
yang memadai untuk kebutuhan rumah tangga.
Tabel 4.15 Proyeksi Kebutuhan Air Bersih di KIPPT (Lt/dt)
2006/2007 2008 2009 2010 2011 2012
Penduduk 9,107 9,311 9,520 9,733 9,951 10,174
KK 1,821 1,862 1,904 1,947 1,990 2,035 Kebutuhan RT 8.43 8.62 8.81 9.01 9.21 9.42 Fasilitas Sosial 0.84 0.86 0.88 0.90 0.92 0.94 Perdagangan & Jasa 1.26 1.29 1.32 1.35 1.38 1.41
Industri Rumah Tangga 1.26 1.29 1.32 1.35 1.38 1.41
Kebocoran 0.84 0.86 0.88 0.90 0.92 0.94 Jumlah 13 13 13 14 14 14 Keterangan :Kebutuhan Rumah Tangga : 80 lt/org/hrFasilitas Sosial : 10% dari kebutuhan rumah tanggaPerdagangan & Jasa : 15% dari kebutuhan rumah tanggaIndustri Rumah Tangga : 15% dari kebutuhan rumah tanggaKebocoran : 10% dari kebutuhan rumah tangga
UraianTahun
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
71
Laporan Akhir
4.9.3. Sarana Sanitasi dan Persampahan
Fasilitas pembuangan sampah dan pengolahan limbah merupakan fasilitas
standar pengelolaan lingkungan yang harus dimiliki oleh daerah perkotaan.
Oleh karena itu, dalam melakukan pengolahan sampah, maka perlu
dikendalikan: bau yang ditimbulkan, penyebaran penyakit, lindi/leachete,
kebakaran sampah dan aspek estetika lingkungan.
Berdasarkan data proyeksi (hingga akhir tahun 2012), di wilayah atau
Kawasan KIPPT Pulau (Kel Liwuto dan Sukanaeyo), setiap harinya secara
total akan memproduksi sejumlah 13,26 m3 sampah, dan air kotor
sebanyak 482.154 lt/hari (Tabel 4.16). Sedangak Kawasan Daratan (Lowu-
Lowu, Kolese, dan Kalialia) memproduksi 14,72 m3 sampah per hari dan air
kotor sebanyak 535.200 lt/hari (4.16). Dengan demikian diperlukan
pembangunan lokasi TPA di sekitar kawasan. Lokasi TPA sebaiknya di
lahan yang tidak produktif sehingga tidak mengganggu sistem tata air yang
ada, dan relatif jauh dari lingkungan permukiman.
Rencana optimalisasi pemanfaatan TPA perlu ditempuh dengan:
Mengembangkan sistem perlindungan (konservasi) terhadap tata air
melalui penghijauan di sekitar lokasi TPA
Membuka jalan alternatif khusus yang menghubungkan pusat-pusat
permikiman dengan TPA
Mengupayakan adanya sistem daur ulang melalui industri
persampahan
Penetapan TPS-TPS di wilayah-wilayah permukiman, dan
pembuatan sistem zoning untuk persampahan permukiman
penduduk.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
72
Laporan Akhir
Tabel 4.16Proyeksi Kebutuhan Prasarana Pengelolaan Lingkungan di KIPPT(Pulau*)
Tahun2006/2007 2008 2009 2010 2011 2012
Penduduk 4,316 4,413 4,512 4,613 4,716 4,822
Jumlah Rumah Tangga 863 883 902 923 943 964
Peng. Rumah Tangga 345,280 353,014 360,922 369,006 377,272 385,723
Fasilitas Sosial 34,528 35,301 36,092 36,901 37,727 38,572
Perdagangan & Jasa 51,792 52,952 54,138 55,351 56,591 57,858
Jumlah 431,600 441,268 451,152 461,258 471,590 482,154
11.87 12.13 12.41 12.68 12.97 13.26 *Khusus untuk Pulau Makasar: Kel Liwuto dan Sukanaeyo
Keterangan :Pengeluaran Air Kotor Rumah Tangga : 80 lt/org/hrFasilitas Sosial : 10% dari pengeluaran rumah tanggaPerdagangan & Jasa : 15% dari pengeluaran rumah tanggaPengeluaran Sampah : 2.75 kg /org/hr
Uraian
Air Kotor (lt/hari)
Timbulan Sampah (m3)
Tabel 4.17Proyeksi Kebutuhan Prasarana Pengelolaan Lingkungan di
KIPPT(Daratan*)
Tahun2006/2007 2008 2009 2010 2011 2012
Penduduk 4,791 4,898 5,008 5,120 5,235 5,352
Jumlah Rumah Tangga 958 980 1,002 1,024 1,047 1,070
Peng. Rumah Tangga 383,280 391,840 400,640 409,600 418,800 428,160
Fasilitas Sosial 38,328 39,184 40,064 40,960 41,880 42,816
Perdagangan & Jasa 57,492 58,776 60,096 61,440 62,820 64,224
Jumlah 479,100 489,800 500,800 512,000 523,500 535,200
13.18 13.47 13.77 14.08 14.40 14.72 *Khusus untuk Daratan: Kel Lowu-Lowu, Kolese & Kalia-Lia
Keterangan :Pengeluaran Air Kotor Rumah Tangga : 80 lt/org/hrFasilitas Sosial : 10% dari pengeluaran rumah tanggaPerdagangan & Jasa : 15% dari pengeluaran rumah tanggaPengeluaran Sampah : 2.75 kg /org/hr
Air Kotor (lt/hari)
Timbulan Sampah (m3)
Uraian
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
73
Laporan Akhir
4.9.4. Sarana Telekomunikasi
Di Kota Bau-Bau, pelayanan jasa telekomunikasi (melalui jaringan telepon)
umumnya masih terbatas pada kawasan perkotaan utamanya pada
kawasan ibukota. Saat ini jumlah sambungan telepon terpasang baru
mencapai 5.154. Jika dibandingkan dengan jumlah rumahtangga (KK)
26.606, maka jumlah tersebut masih jauh dari cukup (baru 19%). Namun
disadari, bahwa dengan populernya fasilitas mobile phone di berbagai
pelosok desa, maka masyarakat sangat terbantukan.
Untuk tujuan komunikasi, perlunya peningkatan sarana telekomunikasi
yang antara lain:
Peningkatan sarana dan prasarana telekomunikasi termasuk
penambahan jumlah sambungan pada wilayah yang sudah
ada/terlayani.
Pembuatan jaringan telekomunikasi melalui sambungan telepon ke
kecamatan yang saat ini belum terlayani, termasuk KIPPT Pulau
Makasar.
Peningkatan pelayanan jasa telekomunikasi sesuai dengan
perkembangan teknologi, guna mencapai pelayanan terhadap
seluruh lapisan masyarakat.
4.10 Rencana Pelabuhan Kawasan
4.10.1 Pelabuhan di Wilayah Kota Bau-Bau
Sejalan dengan pertumbuhan Kota Bau-Bau yang begitu pesat, perlu
dipikirkan berbagai skenario pembangunan untuk mengantisipasi
kebutuhan-kebutuhan akan fasilitas, sarana, dan prasarana yang
memadai untuk mendukung aktivitas sosial ekonomi masyarakat.
Kepelabuhanan merupakan salah satu aspek penting, dan untuk
pengembangan kawasan industri perikanan telaah tentang alternatif
pengembangan perlu dilakukan.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
74
Laporan Akhir
Saat ini di Kota Bau-Bau terdapat beberapa titik pelabuhan, yakni
Pelabuhan Murhum (Pelabuhan Utama), Pelabuhan Feri di Batulo,
Pelabuhan Jembatan Batu, Pelabuhan (Rencana) Peti Kemas di
Waruruma, Pelabuhan Pertamina, dan Pelabuhan Wameo (TPI).
Kemudian adapula pelabuhan-pelabuhan rakyat seperti Pelabuhan
Lakologou, Lowu-Lowu, Kalialia, Sukanaeyo, Liwuto, dan Mutiara.
Pelabuhan-Pelabuhan tersebut memiliki fungsi masing-masing. Namun
demikian, untuk perhitungan jangka panjang 10 hingga 20 tahun ke
depan, berbagai skenario dan alternatif perlu di telaah dengan seksama,
untuk mengarahkan dan memantapkan fungsi masing-masing terutama
dalam tataran rencana kawasan-kawasan.
4.10.2 Pelabuhan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya
Saat ini terdapat lima pelabuhan di KIPPT Pulau Makasar dan
sekitarnya, yakni Pelabuhan Lakologou, Lowu-Lowu, Kalialia,
Sukanaeyo, Liwuto, dan Mutiara. Beberapa karakteristik masing-masing
pelabuhan tersebut telah di identifikasi selama survei lapangan,
sebagaimana disajikan pada Tabel 4.3. Berikut ini beberapa skenario
pengembangan pelabuhan tersebut untuk menunjang pengembangan
kepelabuhanan KIPPT Pulau Makasar pada khususnya, dan Kota Bau-
Bau pada umumnya (Tabel 4.18).
4.11 Rencana Pengembangan Sektoral Kawasan Secara Terpadu
a. Strategi
Berdasarkan analisis keruangan sebagaimana dipaparkan sebelumnya,
maka strategi pengembangan sektoral secara terpadu yang perlu
dilakukan, meliputi:
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
75
Laporan Akhir
Tabel 4.18Alternatif Pengembangan Pelabuhan di KIPPT Pulau Makasar dan
Sekitarnya
No Pelabuhan Alternatif I Alternatif II Alternatif III1 Utama
Perikanan (Pendaratan Ikan)
Tetap TPI Wameo Pulau Makasar (Mutiara)
Lowu-Lowu
Karakteristik: Karakteristik: Karakteristik: Fasilitas tersedia Butuh maintenance
Breakerwater secara terus-menerus karen kurang terlindung dari angin barat
Cukup dalam Ruang
pengembangan terbatas
Sangat terlindung dari angin barat
Sangat dalam Ruang pengem-
bangan tersedia Fasilitas belum
tersedia Kemudahan
menata fasilitas pelabuhan
Akses mudah Sangat dalam Ruang pengem-
bangan terbatas Fasilitas belum
tersedia Kemudahan
menata fasilitas pelabuhan
Relatif terbuka dari angin barat
Relatif dangkal2. Pelabuhan
FeriTetap Batulo Pulau Makasar
(Mutiara)Kalia-Lia
Karakteristik: Karakteristik: Karakteristik: Fasilitas tersedia Cukup dalam Akses baik Arah pergerakan
menyamping ke Wamengkolipada musim barat (Desember hingga Februari)
Aktivitas lalu lintas kota dapat terganggu oleh embarkasi dan debarkasi penumpang
Sangat terlindung dari angin barat
Sangat dalam Ruang pengem-
bangan tersedia Fasilitas belum
tersedia Kemudahan
menata fasilitas pelabuhan
Ada keterpaduan
Dekat konsentrasi penduduk
Sangat terlindung dari angin barat
Sangat dalam Ruang pengem-
bangan tersedia Sangat strategis
untuk pengem-bangan Kota Satelit Lowu-Lowu
Jangkauan ke berbagai titik terbuka (barat, utara, dan timur)
Pengembangan tiga sektor strategis (perikanan, pariwisata, dan
pendidikan), melaui:
o Pemanfaatan dan pengalokasian ruang bagi kawasan
pengembangan tiga sektor strategis yang memiliki keterkaitan
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
76
Laporan Akhir
dalam suatu zona (kawasan), dan ini telah diwujudkan dalam
suatu alokasi pemanfaatan ruang;
o Optimalisasi pemanfaatan wilayah pesisir dengan
memprioritaskan lahan-lahan yang paling sesuai
pengembangannya berdasarkan analisis kesesuaian lahan,
dengan tidak mengabaikan aspek kelestarian lingkungan.
Pengembangan pusat-pusat aktivitas, yang meliputi pengembangan
sarana dan prasaran pelayanan lingkungan yang mampu menunjang
fungsi sentral yang dimiliki tiap bagaian kawasan (baik KIPPT Pulau
Makasar maupun yang di darat).
Pengembangan dan peningkatan aktivitas, yang meliputi
pengembangan sistem pencapaian ke lokasi, pengembangan pusat-
pusat kegiatan, khususnya bagi aktivitas yang memiliki keterkaitan
hubungan yang erat dengan perikanan, pariwisata, dan pendidikan.
Pengembangan kegiatan industri diarahkan agar dapat memberikan
nilai tambah dan multiplier effect bagi pembangunan wilayah.
Kemudian, dalam pelaksanaanya, integrasi sektoral dan ruang begi
pengembangan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya perlu
memperhatikan sembilan aspek pembangunan berikut:
Aspek Perencanaan Pembangunan KIPPT yang antara lain
mencakup sistem pengendalian pemanfaatan ruang, standarisasi,
koordinasi lintas sektoral, pendanaan, dan sistem informasi KIPPT.
Aspek Sarana/Prasarana, yang memiliki fungsi untuk memenuhi
kebutuhan dalam menjalankan aktivitas indutri perikanan, pariwisata,
dan pendidikan,
Aspek Daya Dukung, sebagai tolok ukur pengendalian dalam rangka
memelihara keseimbangan lingkungan, dimana pembangunan
sarana dan prasarana dapat meningkatkan daya dukung sehingga
upaya pemanfaatan dapat dilakukan secara optimal.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
77
Laporan Akhir
Aspek Kelembagaan meliputi pemanfaatan dan peningkatan
kapasitas institusi, sebagai mekanisme yang dapat mengatur
berbagai kepentingan yang sesuai dan memiliki efisiensi tinggi.
Aspek Pengelolaan, yaitu dengan mengembangkan profesionalisme
dan pola pengelolaan KIPPT yang siap mendukung kegiatan indutri
perikanan, pariwisata, dan pendidikan dan mampu memanfaatkan
potensi KIPPT secara lestari.
Aspek Pengusahaan yang memberi kesempatan dan mengatur
pemanfaatan KIPPT untuk tujuan indutri perikanan, pariwisata, dan
pendidikan baik kepada pihak ketiga dalam rangka membuka
lapangan kerja bagi masyarakat setempat, maupun bagi pemerintah
dan masyarakat secara langsung.
Aspek Pemasaran dengan mempergunakan teknologi tinggi dan
bekerja sama dengan berbagai pihak baik dalam negeri maupun luar
negeri.
Aspek Peran Serta Masyarakat melalui kesempatan-kesempatan
usaha sehingga ikut membantu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Aspek Penelitian dan Pengembangan, dimana diharapkan kawasan
ini dan sekitarnya menjadi wadah alami bagi pendidikan dan
penelitian di bidang perikanan/kelautan karena keunikan ekosistem
yang dimiliki serta potensi sumberdayanya yang tinggi.
b. Program dan Kegiatan
Program dan kegiatan yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan
pengembangan KIPPT Pulau Makasar dan sekitarnya adalah sebagai
berikut ini. Sedangkan perogram implementasi hingga tahun 2017 disajikan
dalam Matriks Program Indikatif dalam Bab V.
1. Program pengendalian pemanfaatan ruang KIPPT Pulau Makasar
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
78
Laporan Akhir
Kegiatan meliputi:
Penertiban penguasaan lahan secara berlebihan dan ilegal
Sosialisasi penataan ruang kawasan
Pemantauan pemanfaatan ruang termasuk membuat evaluasi,
pelaporan secara berkesinambungan
2. Perencanaan dan pemantapan jaringan sirkulasi kawasan
Kegiatan meliputi:
Peningkatan aksesibilitas antar pusat-pusat pertumbuhan melalui
jalan darat
Peningkatan aksesibilitas antar pusat-pusat pertumbuhan melalui
laut
Pembangunan jalan-jalan lokal
3. Program peningkatan kinerja usaha perikanan
Kegiatan meliputi:
Pembinaan para nelayan tradisional
Pelatihan pemanfaatan teknologi sederhana dan berkembang bagi
para nelayan
Pembinaan pengelola usaha perikanan
Pencegahan penggunaan alat/bahan berbahaya dalam
penangkapan ikan
4. Program peningkatan kinerja pariwista
Kegiatan meliputi:
Pembentukan kelompok sadar wisata
Pembinaan kelurahan wisata dan pembuatan baleho wisata Pulau
Makasar
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
79
Laporan Akhir
Penyertaan KIPPT Pulau Makasar pada setiap dokumen
kepariwisataan Kota Bau-Bau dan dalam setiap ajang promosi
wisata.
5. Peningkatan kegiatan pendidikan dan penelitian KIPPT Pulau Makasar
dan Sekitarnya.
Kegiatan meliputi:
Penelitian perikanan dan biota laut lainnya
Penelitian pola arus dan komponen oceanografi lainnya
Penelitian lahan pertanian dan kualitas lahan pesisir
Penelitian sosial ekonomi masyarakat KIPPT Pulau Makasar dan
sekitarnya
6. Program pemberdayaan generasi muda
Tujuan program ini adalah memberikan kesempatan dan kebebasan bagi
pemuda untuk mengaktualisasikan segenap potensi, bakat dan minatnya
dalam pembangunan daerah.
Kegiatan pokok:
Melaksanakan program pembinaan generasi muda secara bertahap
dan berkesinambungan dan bekerjasama dengan pembina agama
serta tokoh masyarakat;
Mendorong terbentuknya organisasi pemuda disertai dengan
program kegiatan
Memperluas kesempatan dalam berorganisasi dan berkreasi bagi
pemuda secara bebas dan bertanggungjawab
Melakukan pembinaan dan pembibitan olahragawan yang berbakat
berdasarkan cabang olahraga yang menjadi unggulan daerah serta
meningkatkan partispasi masyarakat dan dunia usaha dalam
pembiayaanya.
Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –
80