bab iv rancang kota konsep perancangan
TRANSCRIPT
53
BAB IV
KONSEP PERANCANGAN KOTA
4.1 Literatur Pengembangan Prinsip Compact Development
4.1.1 Prinsip Compact Development
Pendekatan compact development adalah meningkatkan kawasan terbangun dan
kepadatan penduduk permukiman, mengintensifkan aktivitas ekonomi, sosial, dan budaya
perkotaan dan memaniplasi ukuran kota, bentuk dan struktur perkotaan serta sistem
permukiman dalam rangka mencapai manfaat keberlanjutan lingkungan, sosial dan global yang
diperoleh dari pemusatan fungsi-fungsi perkotaan (Jenks, 2000). Hal ini sesuai dengan lokasi
rancang dimana kawasan pemukiman yang menyebar (urban sprawl) sehingga RTH yang ada
tidak terstruktur dengan baik.
Compact development ini adalah solusi dari fenomena urban sprawl yaitu fenomena
perkembangan kota yang terjadi tanpa terencana yang mengakibatkan pertambahan luas kota
secara fisik ke arah suburban (pinggiran kota). Penyebab utama urban sprawl adalah
pertambahan jumlah penduduk yang sedemikian besar baik dari proses alamiah maupun
urbanisasi, yang disertai meningkatnya kebutuhan lahan sementara ketersediaan lahan di
dalam kota tetap dan terbatas. Urban Sprawl akan membuat kota tumbuh tidak beraturan dan
menyebar sehingga membutuhkan alat transportasi untuk menjangkau tempat penduduk itu
beraktivitas dari tempat tinggalnya. Hal tersebut menimbulkan banyak dampak negatif seperti
besarnya dana yang dibutuhkan pemerintah untuk pemerataan infrastruktur, meningkatnya
polusi udara akibat semakin banyak yang menggunakan kendaraan bermotor, menurunnya
produksi pertanian di suburban akibat alih fungsi lahan menjadi lahan terbangun, berkurangnya
daerah terbuka dan menurunnya ketersediaan air tanah, jarak rumah yang jauh mengakibatkan
menurunnya kedekatan sosial antar penduduk (Devira, 2008).
Dengan compact development akan menjawab permasalahan urban sprawl yang ada di
Ungaran, sehingga penghuni wilayah studi tidak perlu jauh-jauh ke pusat kota untuk memenuhi
kebutuhan dari fasilitas yang hanya disediakan di pusat kota. Karena semua fasilitas telah
terintegrasi menjadi satu kesatuan dan mudah dijangkau bagi penghuni sehingga dapat
mengurangi arus transportasi, selain itu pemasangan infrastruktur yang efisien dapat dijangkau
semua penghuni. Sehingga semua masalah yang diakibatkan oleh urban sprawl akan teratasi.
Compact development yang akan diterapkan di lokasi rancang adalah antara tempat
tinggal dan tempat aktivitas atau ruang publik dapat dijangkau dengan jalan kaki atau
bersepeda (walkable). Karakteristik yang diangkat sesuai dengan dikemukakan (Cervero dan
Kockelman, 1997) dan (Lee,2007) yaitu density (kepadatan) pembangunan dipadatkan pada
satu daerah, divercity (keragaman) mengombinasikan fungsi sesuai dengan aktivitas manusia
54
yang menempatinya, design (bentuk) menekankan kota landscape, destination (tujuan) solusi
dari urban sprawl mengurangi padatnya lalulintas, dan distance (jarak) menekankan pada
transportasi publik.
Di Inggris, strategi ini dikenali dengan nama Urban Renaissance (pembangunan kembali
kota), yang didasari oleh fenomena depopulasi kota-kota Inggris. Dalam penerapannya,
memanfaatkan pendekatan komunitas (local community based program), sehingga penduduk
tertarik kembali ke kota. Sementara di Jepang, program sejenis diberi label
UrbanRedevelopment, dengan fokus pada pembangunan kembali pusat kota. Pendekatan di
Inggris yang bersifat skala nasional, berbeda dengan penerapan di kota Jepang yang beragam
bentuknya. Keragamannya mulai dari konsentrasi pada pembangunan sekitar stasiun di pusat
kota, atau lebih mengarahkan pada pembangunan di seputar jalur transportai umum (Transit
Oriented Development/TOD). Sementara kota menengah dan besar, pembangunan rumah
vertical diprioritaskan di pusat kota dan kawasan lama yang di revitalisasi atau di bangun
kembali. Pelibatan masyarakat dalam perencanaan berbasis komunitas diaktifkan sebagai
upaya memperoleh dukungan publik (Roychansyah, 2006).
4.1.2 Konsep Kawasan Pendidikan dan Kawasan Industri
Keberadaan Undaris disekitar kawasan perancangan pasti memengaruhi perkembangan
fungsi kawasan tersebut. Kawasan pendidikan perguruan tinggi tentu saja akan menarik
pendatang dari luar daerah untuk belajar, sehingga kawasan tersebut akan tumbuh menjadi
kawasan yang padat, karena menjadi tarikan (trip attraction) dari luar daerah karena adanya
suatu aktivitas pendidikan dan lokasi rancang akan menjadi bangkitan pergerakan (trip
generation) baru karena menjadi pusat permukiman yang cepat tumbuh akibat permintaan
tempat tinggal sementara maupun tetap dari mahasiswa yang datang.
Konsep perancangan yang dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan mahasiswa yaitu
kawasan yang nyaman dan tenang, sehingga mendukung dalam aktivitas belajarnya, selain itu
mereka juga membutuhkan kemudahan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, seperti
kebutuhan untuk makan, belanja, kemudahan transportasi untuk mencapai universitas ataupun
pusat kota.
Keberadaan PT Ungaran Sari Garments di sekitar kawasan rancang menjadi tarikan yang
selanjutnya. Adanya kegiatan industri pasti mendatangkan migrasi yang masuk ke kawasan ini
dari berbagai daerah dengan tujuan mencari penghasilan sebagai buruh dari pabrik tersebut.
Mira P.Gunawan mengungkapkan bahwa kebutuhan tempat tinggal bagi pekerja industri
akhirnya menyebabkan berkembangnya permukiman dengan pola dan kualitas lingkungannya
dipengaruhi oleh keberadaan industri.
Johan Silas, dalam “Pembangunan Perumahan ditinjau dari sisi ekonomi” mengatakan
bahwa perkembangan kota akan mengakibatkan terjadinya perubahan lapangan kerja dan
55
perubahan central area (pusat-pusat kegiatan) sehingga akan tumbuh pusat-pusat kegiatan di
beberapa wilayah kota. Industri mempengaruhi pada pemanfaatan lahan yaitu berubahnya
fungsi lahan pertanian ke fungsi lain misalnya perumahan dan industri. Penggunaan lahan
permukiman dikelompokkan dalam dua bagian untuk pengadaannya yaitu oleh pengembang
swasta dan individu masyarakat. Penggunaan lahan untuk industri dengan jenis industri mulai
dari industri rumah tangga, industri menengah hingga industri berat.
Kebutuhan pendatang sebagai pelajar atau pekerja di kawasan rancang memiliki
kesamaan yaitu karena sebagian besar pelajar dan pekerja adalah single sehingga biasanya
mereka cenderung memilih untuk menyewa kamar kos daripada membangun rumah. Karena
sebagian besar adalah penduduk berpenghasilan rendah mereka cenderung untuk memilih
rumah yang memiliki kemudahan transportasi menuju tempat kerja mudah dan harga
rumahpun layak terjangkau.
Konsep yang akan digunakan untuk merancang kawasan tersebut adalah konsep
kemudahan bagi para penghuni kawasan yang sebagian besar adalah pelajar dan pekerja yang
membutuhkan tempat tinggal sementara. Rumah kost (boarding house) menjadi suatu
kebutuhan bagi para pelajar dan pekerja dari luar kota. Hal ini menjadi generator
berkembangnya permukiman di kawasan tersebut sehingga alih fungsi lahan RTH menjadi
lahan terbangun mengancam kawasan tersebut. Kebutuhan permukiman tersebut harus
direncanakan dengan matang untuk menjamin kualitas hidup yang nyaman dan sehat secara
lingkungan, sosial, ekonomi, dan budaya.
Selain tempat tinggal kawasan pendidikan dan industri akan mempercepat
pertumbuhan perdagangan dan jasa. Hal ini menjadi simbiosis mutualisme antara penduduk
asli dan pendatang, karena permintaan pendatang cukup besar dalam konsumsi kebutuhan
sehari-hari maka penduduk asli menyediakan barang dan jasa yang menjadi kebutuhan
pendatang. Sehingga muncullah perdagangan jasa di sektor informal seperti PKL dan kios-kios
kumuh yang tidak terkendali serta perubahan fungsi rumah menjadi HBE (Home Based
Enterprised)
4.1.3 Konsep Mixed-use
Mixed-Use Development adalah suatu pengembangan produk properti yang terdiri dari
baik itu produk perkantoran, hotel, tempat tinggal, komersial yang dikembangkan menjadi satu
kesatuan atau minimal dua produk properti yang dibangun dalam satu kesatuan. Dalam
penerapan konsep Mixed-use development sebetulnya ada beberapa karakteristik yang
diperhatikan, yaitu :
1. Sinergi dua komponen atau lebih yang menghasilkan pendapatan cukup besar
Dengan dibangunnya dua atau lebih produk properti dalam suatu kesatuan pastinya
akan memberikan suatu income tambahan yang besar, karena dari situ pula sisi
56
deferensiasi produk bisa menjadi salah satu strategi pemasaran yang cukup baik dengan
begitu sisi pemasukan juga akan menjadi besar pula.
2. Integrasi komponen secara fisik dan fungsional
Dalam Mixed-Use Development tersebut secara fisik mampu saling berintegrasi antara
satu produk dengan produk lainnya serta secara fungsional mampu saling melengkapi
antara satu produk dengan produk lain.
3. Sesuai dengan rencana master plan yang koheren
Pengembangan Mixed-Use ini harus mengikuti masterplan yang sesuai dimana
masterplan yang ada mencoba mengintegrasikan fungsi antara beberapa produk secara
menyeluruh serta fasilitas penunjangnya yang lain seperti pedestrian penghubung..
Fokus dalam Pengembangan Mixed-Use
Dalam pengembangan konsep ini sebetulnya ada hal-hal yang harus menjadi titik fokus
bagi para pengembang (developer), karena dengan memperhatikan hal-hal tersebut secara
langsung akan membuat Konsep yang dikembangkan tersebut menjadi daya tarik konsumen
serta akan menjadi konsep yang sempurna, beberapa hal tersebut antara lain :
1. Posisi dan lokasi proyek akan menentukan besarnya profit yang akan dihasilkan.
2. Keberadaan Infrastuktur harus efisien
3. Adanya akses pedestrian yang ideal antar komponen
4. Adanya daya tarik dan keramahan yang tidak mungkin pada penggunaan single use
5. Menciptakan massa untuk memperoleh maximal interest
6. Adanya keterkaitan antara bangunan dengan lingkungan.
7. Adanya Keterkaitan antara proyek sejenis di lingkungan sekitar.
8. Perhatikan dengan seksama pentahapan konstruksi
9. Penggunaan fasilitasbersama
10. Pengelolaan proses perancangan harus efisien dan professional
4.2 Konsep Perancangan
4.2.1 Justifikasi Penentuan Konsep
Adapun konsep yang diterapkan pada kawasan perancangan yang ada di Kelurahan
Genuk dan Gedanganak yaitu “Livable Boarding Dense City”. Konsep ini sesuai diterapkan di
lokasi rancang dengan mempertimbangkan karakteristik aspek fisik dan aspek non fisik yang
ada pada lokasi rancang. Konsep ini mengandung beberapa karakteristik diantaranya
perumahan yang nyaman (livable), tempat tinggal sementara (boarding), dan padat (dense).
Perancangan ini akan menerapkan konsep nyaman (livable) yang mengacu pada kemudahan
penduduk utuk melakukan aktivitas sehari-hari, kemudahan bertransportasi, juga kenyamanan
untuk berjalan kaki. Sedangkan penerapan rusunawa mengacu pada banyaknya kebutuhan
57
penduduk yakni pelajar dan pekerja yang membutuhkan rumah kos (boarding house).
Kepadatan bangunan maupun penduduk akan dipusatkan ke lokasi rancang dengan adanya
sistem perumahan terpusat, perdagangan jasa yang terpusat, shelter mass transportation, sarana
peribadatan, pendidikan dan kesehatan, sehingga memenuhi semua kebutuhan penghuni lokasi
rancang.
Perancangan yang nyaman (livable) maksudnya merancang dengan mempertimbangkan
aspek kebutuhan penghuni lokasi rancang, serta ramah lingkungan. Kemudahan transportasi
dengan adanya shelter mass transportation dengan jarak dari perumahan dapat ditempuh
dengan berjalan kaki, mempertahankan 30% RTH aktif maupun pasif, RTH aktif sebagai sarana
bersosialisasi contohnya lapangan olahraga, taman bermain dan taman baca sedangkan RTH
pasif seperti taman pasif, taman di pekarangan rumah, dan deretan pepohonan sebagai barrier
antara rumah dan jalan sehingga dapat mengurangi polusi udara yang ada.
Perancangan yang akan diterapkan selanjutnya yaitu tempat tinggal sementara
(boarding). Maksud dari boarding ini adalah sebagai kawasan penunjang PT USG dan Undaris
yang menjadi magnet bagi para pendatang dari luar kota sehingga perlu adanya tempat tinggal
sementara untuk menampung mereka. Sebagian besar dari mereka adalah masih single
sehingga merekalebih memilih untuk menyewa tempat tinggal sedangkan untuk memenuhi
kebutuhan makan mereka lebih memilih membeli matang daripada masak sendiri sehingga
banyak pedagang bermunculan untuk memenuhi kebutuhan penduduk di lokasi rancang.
Sehingga perlu penempatan dan penataan ruang bagi para pedagang kaki lima.
Dense City yaitu kota yang padat dengan memperhatikan kebutuhan penduduk sehingga
membentuk kota yang padat dengan bermacam-macam fungsi (mixed use), dari fungsi
permukiman, perdagangan dan jasa, olahraga,sarana danprasarana transportasi, dll. Penerapan
dense city ini dengan memadatkan penduduk sehingga dengan lahan yang sama dapat
menampung penduduk yang lebih banyak dengan pembangunan vertikal.
Konsep Livable Boarding Dense City ini akan menjawab permasalahan eksisting yang ada
di wilayah studi. Dengan adanya konsep boarding pertumbuhan bangunan akan dikendalikan
dengan adanya rumah susun, selain itu pembuatan pedestrian ways yang nyaman dan efektif
akan mengurangi kendaraan pribadi yang melintas agar lebih ramah lingkungan. Pemadatan
kawasan dengan konsep mixed use akan membuat kemudahan aktivitas penghuni kawasan
seperti menuju ke sekolah, menuju ke pusat perdagangan, menuju ke shelter bus, menuju ke
open space dll. sehingga dapat di jangkau dengan berjalan kaki. Penyediaan pertokoan sebagai
pusat perdagangan sebagai relokasi dari ruko-ruko informal yang terbangun disepanjang bahu
jalan S. Parman. Penerapan shelter bus ini sebagai solusi dari adanya terminal bayangan yang
selama ini mengganggu lalu lintas Jalan S. Parman, selain itu diharapkan banyak penghuni yang
58
merasa nyaman untuk menunggu bus di shelter bus ini dan dapat meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk menggunakan transportasi umum.
4.2.2 Best Practice Penerapan Konsep
Konsep yang akan diterapkan ini adalah konsep yang realistis diterapkan di lokasi
perancangan, karena sudah ada penerapan yang di lakukan di beberapa kota di dunia.
- Perumahan tipe sedang
Perumahan tipe sedang di perumahan Ozone Bintaro Jakarta yang mengusung konsep
minimalis dan vertikal sehingga pekarangan rumah terasa lebih luas dan dapat digunakan
untuk penghijauan sehingga lebih natural. Walaupun jalan permukiman berbentuk grid tapi
hal ini adalah pendukung konsep compact karena lebih efisien untuk pemanfaatan lahannya.
Sumber : http://gambar-desaininterior.blogspot.com
Gambar IV.1 Perumahan tipe sedang Ozone Bintaro Jakarta
- Rusunawa
Rusunawa yang dijadikan best practice yaitu rusunawa yang ada di Kelurahan Arjuna,
Kecamatan Cicendo, Bandung. Industri Dalam merupakan area komersial yang didukung
prasarana dan sarana yang cukup lengkap. Disekitar kawasan Industri Dalam terletak pasar
induk dan terminal ciroyom, Pasar loak Jatayu, pasar Baru pertokoan, Pasar Gang Soleh dan
Stasiun Kereta Api. Rusunawa yang di terapkan pada kawasan industri dalam ada 6 gedung
dengan menerapkan barrier dan pedestrian ways ditengah rusunawa.
59
Sumber : www.ar.itb.ac.id/wdp
Gambar IV.2 Rusunawa Kelurahan Arjuna, Bandung
- Pedestrian ways
Pedestrian ways yang disisi jalan mengacu pada pedestrian ways yang ada di
Sembawang, Singapura dimana sidewalknya terbagi menjadi dua, jika di Indonesia sering
disebut jalan rabat, dibagian tengah jalan tersebut ditanami pepohonan sehingga rindang
dan teduh, keuntungannya membuat pedestrian ways seperti ini adalah dapat mengurangi
tingkat polusi udara, penggunaan paving block dapat memberi ruang pada air agar dapat
meresap ke tanah, selain itu desain tersebut tidak memungkinkan untuk didirikan warung
atau kios-kios PKL.
Sumber : NALARs Volume 9 No 2 Juli 2010 : 165-176
Gambar IV.3 Pedestrian Ways di Sembawang, Singapura
Pedestrian ways yang terletak di antara gedung rusunawa akan mengacu pada Kota
Sidney yang memiliki pedestrian ways diantara gedung-gedung besar, pedestrian ways ini
dibuat senyaman mungkin sehingga masyarakat tertarik untuk berjalan kaki. Street furniture
60
yang ada seperti lampu, bangku dan tempat sampah telah cukup memadai sehingga
memberikan kenyamanan bagi pejalan kakinya.
Sumber : Wiesbaden Pedestrian
Gambar IV.4 Pedestrian Ways di Sidney
- Shelter mass transportation
Shelter bus merupakan tempat sebagai pemberhentian bus dimana penumpang
bergerombol disana untuk menunggu bus. Digbeth Coach Station adalah terminal baru yang
didesain dengan ruang tunggu sederhana bagi penumpang, dan tidak banyak bus yang
mengunggu di terminal ini karena jadwalnya sudah teratur. Letaknya yang dekat dengan
permukiman sehingga masyarakat tertarik menggunakan bus biasa.
Sumber : http://greenstaff.com.au
Gambar IV.5 Digbeth Coach Station
- Pertokoan
Pertokoan yang diminati saat ini adalah ruko, yang biasa terletak di depan perumahan.
Salah satunya di perumahan Kahuripan Jakarta Timur, yang membrntuk bentuk rukonya jadi
letter L dan memiliki ruang untuk parker pembeli. Selain itu penyediaan warung non
permanen bangi masyarakat menengah kebawah dapat menyewa tenda-tenda yang telah
tersusun rapi seperti yang ada di Boston, Amerika.
61
Sumber : www. Kahuripan.com
Gambar IV.6 Pertokoan di Perumahan Kahuripan Jakarta Timur
- Open Space
Open space yang akan dibuat yaitu meniru taman-taman bunga di Taman Bunga
Nusantara Cianjur yang dapat dijadikan landmark, selain itu taman baca yang ada di Kota
Batu yang memanfaatkan barang bekas sebagai penarik pengunjung.
62
Sumber : http://www.crewfuckers.com
Gambar IV.7 Taman Bunga Nusantara Cianjur
Selain itu taman untuk olahraga seperti di Taman Lansia di Surabaya yang memiliki
fungsi sebagai tempat berolahraga, dan refleksi bagi para lansia, namun di lokasi rancang
akan kami terapkan taman olahraga dengan lapangan volley, jogging track, tempat fitness, dll
yang disukai remaja dan dewasa.
sumber : http://www.goindonesia.com
Gambar IV.8 Taman Lansia Surabaya
4.3 Penerapan Konsep Perancangan Pada Lokasi Rancang
Konsep yang akan diterapkan pada lokasi perancangan adalah konsep Livable Boarding
Dense City yang berarti konsep hunian sementara yang padat dan nyaman. Karena berorientasi
pada penunjang kawasan pendidikan dan industri, maka konsep yang akan diusung sesuai
dengan prinsip compact development dengan mengintensifkan lahan terbangun dengan
63
berbagai macam fungsi yang sesuai dengan kebutuhan penduduknya. Konsep tersebut akan
diimplementasikan dengan penerapan-penerapan sebagai berikut :
- Perumahan tipe sedang
Perumahan tipe sedang ini diwujudkan dengan perumahan sedang yang berbasis green
building dengan luas kavling 120m2, yang akan diperuntukkan bagi masyarakat asli yang
bertempat tinggal di kawasan tersebut. Perumahan sedang ini cocok bagi penduduk asli
kawasan ini karena sebagian besar anggota keluarga mereka rata-rata hanya 4-5 orang,
jika penduduk tersebut menghendaki perluasan rumah mereka hanya dapat membangun
secara vertikal. Untuk pola jalan yang akan diterapkan di lokasi perancangan tersebut,
yakni pola jalan grid, loop, dan cul de sac. Diterapkannya ketiga pola jalan tersebut, menurut
De Chiara dan Koppelman (1990) merupakan salah satu pemecahan masalah dalam
merancang suatu permukiman agar tidak terlalu monoton. Sehingga untuk menghindari
kebosanan tersebut, dilakukan dengan memodifikasi pola jalannya sekaligus memberikan
kemungkinan adanya ruang terbuka hijau. Namun, masing-masing pola jalan tersebut
memiliki kelebihan dan kekurangan.
Pola jalan grid memiliki kelebihan yaitu lebih efisien sehingga banyak diterapkan,
jumlah kapling lebih banyak, dan teratur. Namun terdapat kelemahannya yaitu monoton,
mengakibatkan macet karena merupakan jalan lintasan untuk lalu lintas kendaraan. Pola
grid ini akan diterapkan pada perumahan kecil. Pola jalan loop memiliki kelebihan yaitu
sirkulasi mudah, mudah berputar, tidak monoton, lebih fleksibel, dan mengurangi
kemacetan. Namun terdapat kelemahan yaitu terkait keamanan. Pola jalan loop ini akan
diterapkan pada perumahan sedang. Dan selanjutnya adalah pola jalan cul de sac. Pola jalan
cul de sac memiliki kelebihan yakni terciptanya privasi yang tinggi karena terbatasnya
akses lalu lintas, sehingga banyak diterapkan untuk menghindari akses kendaraan dan
pejalan kaki, efisien, harga lebih tinggi, lebih eksklusif, menghindari kebisingan, dam hanya
satu akses. Namun kekurangan adalah ada kapling yang tusuk sate.
- Rusunawa (Rumah Susun Sederhana Sewa)
Penerapan rusunawa ini sebagai jawaban dari permasalahan yang ada di lokasi
perancangan yaitu sebagai kawasan permukiman penunjang kegiatan pendidikan dan
industri. Banyaknya permintaan akan kos-kosan dari pelajar dan pekerja dari luar kota,
akan meningkatkan banyaknya pembangunan hunian baru yang berkembang secara
organis dan tidak teratur. Pembangunan rusunawa ini akan disesuaikan sesuai kebutuhan
penghuni, yaitu dengan pilihan rusunawa yang digunakan untuk individual dengan rencana
luas 20m2 dan rusunawa yang dapat dihuni maksimal tiga orang dengan luas 60m2.
Rencananya rusunawa ini akan dibangun dengan ketinggian tiga lantai atau sekitar 15m,
sehingga masih dapat dijangkau dengan tangga. Setiap bangunan rusunawa akan
64
dilengkapi dengan tempat parkir motor. Selain itu diantara dua bangunan rusunawa yang
berhadapan akan dibangun pedestrian ways dengan street furnitureyang dibutuhkan
penghuni.
- Pedestrian ways
Banyaknya pejalan kaki yang melintasi jalan Letjend. S. Parman, jalan lokal maupun
lingkungan akan mengganggu pengguna kendaraan jika tidak diberi ruang untuk pejalan
kaki. Maka dari itu desain untuk perancangan kota ini pedestrian ways harus ada dengan
konsep menurut John J. Fruin dalam Donald Watson Et.al (2001) yaitu Safety
(keselamatan), Security (keamanan), Convenience (Kenyamanan), Continuity
(Berkelanjutan), Attractiveness (menarik). Pedestrian yang baik adalah tempat pejalan kaki
yang nyaman sehingga menarik masyarakat untuk menggunakannya sesuai tujuannya.
Desain dari pedestrian ways sendiri harus mampu mencegah masyarakat yang tidak
berkepentingan memanfaatkan pedestrian ways sebagai tempat untuk nongkrong atau
dibangun kios oleh PKL-PKL sehingga mengganggu pejalan kaki. Selain itu penerapan street
furniture seperti lampu jalan, bangku, signage, tempat sampah, kran air minum, dll. akan
diletakkan dengan memperhatikan aspek estetika dan fungsi masing-masing.
Pedestrian ways ini dibagi menjadi 2 jenis yaitu pedestrian di sisi jalan utama dan
pedestrian di antara rusunawa. Pedestrian ways di sisi jalan utama akan dibuat dengan
menggunakan jalan rabat yaitu jalan setapak terbuat dari paving block yang di tengahnya
terdapat pohon dan tanaman kecil, dengan dilengkapi ramp pada tepi, street furniture yang
diterapkan lampu jalan, tempat sampah, signage, dan kran air minum. Sedangkan pada
pedestrian ways yang berada di antara rusunawa akan di desain menggunakan paving block
agar air hujan tetap dapat meresap ke tanah dengan street furniture lampu taman, bangku,
tempat sampah, kran air minum, signage, dan taman-taman kecil.
- Shelter mass transportation
Pada kondisi eksisting terdapat tempat pemberhentian angkutan kota dan minibus di
Jalan Letjend S. Parman. Letaknya di depan kios-kios perdagangan jasa yang kumuh,
sehingga menambah keramaian jalan tersebut. Perlu adanya perencanaan tempat
pemberhentian angkutan umum yang terpadu sehingga dapat memberikan pelayanan pada
penumpang dengan optimal dan tetap mempertimbangkan kenyamanan bagi pengguna
jalan. Sistem transportasi yang akan diterapkan yaitu semua transportasi umum tidak
diperbolehkan berhenti untuk menunggu penumpang di sepanjang jalan Letjend. S. Parman
namun harus masuk ke shelter. Di dalam shelter tersebut akan di buat halte-halte sebagai
tempat penumpang menunggu moda transportasi. Shelter ini fungsinya selain tempat
menunggu penumpang juga sebagai U Turn kendaraan umum sehingga mengatasi masalah
kemacetan di jalan S. Parman.
65
- Pertokoan
Semakin banyaknya pendatang yang bertujuan untuk berdagang di kios-kios pinggiran
jalan Letjend S. Parman dan pedagang kaki lima akan semakin membuat kumuh kawasan
dan mengganggu kelancaran lalu lintas. Sehingga perlu penyediaan tempat komersial yang
kohesif (padat). Konsepnya berupa kompleks pertokoan yang berbentuk letter U sehingga
dapat menampung keramaian pembeli, dan tidak mengganggu lalu lintas. Dalam kawasan
komersial ini akan disediakan parkir komunal bagi pembeli yang datang.
- Education Open space
Perlunya open space yang aktif maupun pasif pada lokasi perancangan. Tujuan
membuat open space pasif adalah untuk menyeimbangkan lahan hijau yang seharusnya ada,
dan menambah kesejukan lingkungan didalam lokasi perancangan. Penerapan RTH
tersebut dengan membentuk taman-taman pasif, taman disetiap rumah sedang, serta
daretan pohon disepanjang jalan. Selain itu open space aktif dibutuhkan sebagai tempat
bersosialisasi, Open space aktif ini akan dibangun dengan konsep pendidikan sehingga
menunjang pelajar untuk belajar di tempat terbuka. Penerapannya dengan membuat taman
aktif yang dilengkapi perpustakaan umum, taman bermain bagi anak-anak yang tinggal
dilokasi rancang, sarana olahraga berupa lapangan sepak bola, lapangan voli, tempat fitness
dan jogging track.
Penerapan-penerapan konsep tersebut akan diletakkan secara padat sehingga memberi
ruang untuk RTH dan memenuhi konsep compact development. Peletakannya dapat dilihat pada
peta berikut ini.
66
Sumber : Analisis Kelompok 4A, Perancangan Kota
Gambar IV.9 Peta Penerapan Konsep Lokasi Rancang