bab iv temuan penelitian dan...
TRANSCRIPT
1
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan membahas mengenai temuan penelitian berupa
identifikasi tanda pada naskah lakon Malam Jahanam karya Motinggo Boeyse
berdasarkan sistem dikotomi, dan identifikasi tanda pada naskah lakon Malam
Jahanam karya Motinggo Boeyse berdasarkan sistem trikotomi. Data yang telah
diidentifikasi selanjutnya diberi makna.
4.1 Temuan Penelitian
4.1.1 Tabel 1:
Identifikasi Tanda dalam Naskah Lakon Malam Jahanam berdasarkan
Sistem Dikotomi
No. Tanda Penanda Petanda
1
Perasaan
Perempuan
(Hal.15, dialog ke
185)
Lubuk hati perempuan
yang paling dalam
Kerinduan/keinginan
untuk melakukan
hubungan intim
2
Jahanam
(Hal. 28-29,
dialog ke 362 dan
369)
Bunyi kata yang
dilekatkan pada ke tiga
Tokoh Mayor dalam
naska lakon Malam
Jahanam
Sisi buruk kehidupan ke
tiga Tokoh Mayor dalam
naskah lakon Malam
Jahanam
3
Pasir
(Hal. 9, dialog ke
91. Hal 29, dialog
ke 375)
Butiran-butiran yang
sangat kecil dan padat/
keras
Benda yang
menyebabkan Mat
Kontan selalu ketakutan
dan trauma
4
Bangku Jahanam
(Hal. 29 Dialog ke
Tempat duduk yang
berukuran panjang
Penyebab
perselingkuhan
2
369)
5
Burung Beo
(Hal. 20, Dialog
ke 224)
Jenis burung peliharaan
yang pandai menirukan
suara manusia
Membeberkan rahasia
6
Mata Gelap
(Hal. 23, dialog ke
287)
Tingkat kewarasan
seseorang yang hilang
karena tamak
Menyebabkan Paijah
dan Soleman sering
ketakutan
7
Anak Jahanam
(Hal. 28, dialog ke
362)
Hasil hubungan gelap
diluar nikah
Anak haram
8
Lelaki Tulen
(Hal. 17, dialog ke
220)
Lelaki yang normal Keperkasaan lelaki
9
Kebaya
(Hal. 11, dialog ke
119-126)
Pakaian wanita yang
mengikuti lekukan tubuh
Feminis, seksi dan
anggun
10
Lelaki
(Hal. 17, dialog ke
107-109)
Lawan jenis wanita,
yang postur tubuhnya
lebih kuat
Bersifat melindungi
seseorang yang lemah
Keterangan: Sistem tanda yang terdaftar pada tabel nomor 1 akan
dijelaskan pada pembahasan selanjutnya.
4.1.2 Tabel II:
Identifikasi Tanda Dalam Naskah Lakon Malam Jahanam Berdasarkan
Sistem Trikotomi
No. Ikon
(Kemiripan)
Indeks
(Sebab-akibat)
Simbol
(Kesepakatan)
1
- Malam Gelap dan Hati
yang Ikut Gelap
(Hal. 5, dialog ke 31-32)
Kebaya
(Hal. 11, dialog ke 119-
126)
- Pasir dan Trauma Perasaan Perempuan
3
2 (Hal. 9, dialog ke 91.
Hal 29, dialog ke 375)
(Hal.15, dialog ke 185)
3
- Burung Beo dan Rahasia
(Hal. 20, Dialog ke 224)
Lelaki
(Hal. 17, dialog ke 107-
109)
4
- Mata Gelap dan
Ketakutan
(Hal. 23, dialog ke 287)
Lelaki Tulen
(Hal. 17, dialog ke 220)
5
- Bangku dan
Perselingkuhan
(Hal. 29 Dialog ke 369)
Jahanam
(Hal. 28-29, dialog ke
362 dan 369)
6
- - Burung Jahanam
(Hal. 28, dialog ke 362)
7
- - Anak Jahanam
(Hal. 28, dialog ke 362)
8
- - Kematian
(Boesye, hal. 33 dialog
ke 405).
Keterangan: Jenis tanda yang terdaftar pada tabel II akan dibahas pada
pembahasan selanjutnya.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pemaknaan Sistem Tanda Berdasarkan Tabel I
1. Perasaan Perempuan
Kata Perasaan Perempuan dalam konteks naskah ini adalah tanda. Tanda
yang mengacu pada lubuk hati perempuan paling dalam, yang selalu
merasakan tekanan batin. Perasaan Perempuan petandanya adalah
kerinduan untuk ingin melakukan hubungan intim. Hal ini dapat
dibuktikan pada dialog antara Paijah dan Soleman berikut ini:
4
Paijah : Ah, betul-betul edan dia. (berdiri membelakangi).
Betul-betul edan dia, tidak mengerti perasaan
perempuan.
Soleman : Kalau saya lakimu, tentu saya mengerti...(Boesye,
hal. 15, dialog ke 185).
2. Jahanam
Kata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata
yang mempunyai makna, yang dilekatkan pada ke tiga tokoh mayor
dalam naskah lakon Malam Jahanam. Kata Jahanam adalah tanda, yang
petandanya menyiratkan adanya sisi buruk kehidupan ke tiga tokoh
mayor tersebut (Mat Kontan, Soleman dan Paijah), lihat penggalan dialog
berikut ini:
Soleman : Memang saya jahanam. Tapi kau juga jahanam
(dan membalikan badan ke arah Paijah) kau juga
jahanam. Dan burung itu juga jahanam! (lambat)
dan anak yang menangis itu juga
jahanam...(Boesye, Hal. 28-29, dialog ke 362).
Kata Jahanam yang dilekatkan pada Soleman bermakna negatif, artinya
Soleman yang selama ini dianggap sebagai tetangga yang baik, suka
bertukar cerita antara Mat Kontan, berjanji akan menolong Paijah
terhadap amarah suaminya yang sering kalap, ternyata hanyalah
kebohongan besar, tenyata ia hanya pembual. Soleman-lah yang
membunuh burung Beo si Mat Kontan, dialah yang berselingkuh dengan
Paijah, istri Mat Kontan.
Makna kata Jahanam yang dilekatkan pada Mat Kontan, diartikan bahwa
ia selalu lari dari kenyataan, penyombong, angkuh, penakut, egois,
5
emosional, dan sok tahu. Ia juga selalu membanggakan istrinya yang
tidak setia terhadapnya, ia juga bangga terhadap Kontan Kecil, padahal
bukanlah anak kandungnya, terlebih lagi Mat Kontan tidak bisa
berhubungan intim dengan istrinya sebab ia mempunyai penyakit
kelamin yakni mandul.
Makna kata Jahanam yang dilekatkan pada Paijah, disebabkan karena ia
tidak setia pada suaminya, ia selalu tidak jujur terhadap Mat Kontan dan
walaupun Mat Kontan tidak bisa membahagiakan secara lahir batin,
namun Paijah harus tetap setia. Paijah harus berterus terang pada Mat
Kontan sebab ia suaminya yang syah, tetapi pada kenyataannya Paijah
selingkuh dengan Soleman, tetangganya.
Jadi kesimpulannya adalah kata Jahanam merupakan sebuah tanda yang
merujuk pada sebuah kata negatif, yang petandanya adalah sisi buruk
kehidupan ke tiga tokoh mayor dalam naskah lakon Malam Jahanam
karya Motingo Boesye.
3. Pasir
Pasir adalah tanda, yang merujuk pada pengertian; butiran-butiran halus,
padat dan keras. Di dalam naskah ini, kata pasir adalah benda yang
menyebabkan Mat Kontan selalu ketakutan dan trauma. Lihat penggalan
dialog berikut ini:
Soleman : Kau juga mengerti pasir? Pasir boblos?
Mat Kontan : (merasa sesuatu hingga ia tersentak,...ketika
mukanya tiba-tiba di sentuh tragedi, sehingga ia
berkeringat. Didekapnya kawan itu). Jangan
6
bilang tentang itu, Man. Saya paling takut kalau
kau bilang perkara itu...saya adalah orang yang
kepingin panjang umur, Man...(Boesye, hal. 9
dialog 91).
Berdasarkan penggalan dialog di atas, bahwa Pasir adalah benda yang
menyebabkan Mat Kontan selalu takut dan trauma. Ia akan bermohon
pada Soleman agar jangan menceritakan tentang kejadian masa lalunya.
4. Bangku Jahanam
Bangku adalah jenis kursi kayu (bisa juga terbuat dari rotan atau bambu)
yang berukuran panjang. Pada naskah lakon Malam Jahanam ini, Bangku
merupakan tanda yang mempunyai sisi negatif, yakni benda yang
digunakan untuk memulai perselingkuhan antara Soleman dan Paijah, hal
ini dibuktikan berdasarkan penggalan dialog di bawah ini:
Soleman : Bangku ini juga jahanam! Karena Paijah sering
duduk di sini terkadang sampai malam. Dan saya
duduk di sana (menunjuk Bangkunya) Kami saling
memandang (kepada Kontan). Kenapa kau sering
tak di rumah, Tan? Itu juga perbuatan yang
jahanam...(Boesye, Hal. 29 Dialog ke 369).
Berangkat dari penggalan teks di atas, dapat maknai bahwa kata Bangku
Jahanam merupakan sebuah tanda, penandanya adalah tempat duduk
berukuran panjang, yang biasa diduduki oleh Paijah dan Soleman,
bermakna penyebab perselingkuhan.
5. Burung Beo
Burung Beo merupakan jenis burung yang pandai menirukan suara
manusia, karena kepandaiannya Beo dijadikan peliharaan orang. Di
7
dalam naskah lakon Malam Jahanam ini, burung Beo mempunyai sisi
buruk. Lihat penggalan dialog berikut ini:
Soleman : Kau ingat, bahwa ketika saya mengganggumu,
ketika si kecil masih berumur sebulan? Kau
bilang; jangan ganggu saya. Man! Jangan
ganggu saya!”, dan perkataan itu diulangi oleh
Beo itu. Dua hari yang lalu, ketika saya pegang
tanganmu dan kau bilang; “jangan ganggu saya”,
Beo itu mengulangi lagi. (setelah menarik nafas).
Karena itu ia saya potong lehernya. Saya potong
dan saya lempar ke dekat sumurmu...(Boesye,
Hal. 20, Dialog ke 224).
Berdasarkan penggalan dialog di atas, dapat diartikan bahwa burung Beo
merupakan sebuah tanda, yang pandai menirukan suara Soleman kala
sedang berdua dengan Paijah di dalam rumahnya. Petandanya adalah
dapat membeberkan rahasia perselingkuhan kepada Mat Kontan
mengenai perselingkuhan Soleman dan Paijah, istrinya.
6. Mata Gelap
Mata Gelap adalah tanda yang mengacu pada hilangnnya kewarasan
seseorang secara berlebihan. Di dalam naskah ini kata Mata Gelap lebih
mengarah pada sifat Mat Kontan yang sering berlebihan terhadap Paijah,
istrinya, maupun Soleman tetangganya, akibatnya Paijah selalu
ketakutan. Lihat penggalan teks berikut ini:
Soleman : Dia sakit tuh Mat! Tuh mukanya kan pucat
8
Mat Kontan : Jangan urus urusan orang lain, Leman. Nanti saya
ikut mata gelap pada kau!...(Boesye, hal. 23,
dialog ke 287).
Berdasarkan penggalan dialog di atas, kata Mata Gelap adalah tanda,
yang petandanya adalah sifat buruk Mat Kontan yang berlebihan.
7. Anak Jahanam
Di dalam naskah lakon ini, Anak Jahanam merupakan tanda, yang
penandanya adalah hasil hubungan gelap diluar nikah, yang berarti anak
haram. Lihat penggalan dialog berikut ini:
Soleman : Memang saya jahanam. Tapi kau juga jahanam
(dan membalikan badan ke arah Paijah) kau juga
jahanam. Dan burung itu juga jahanam! (lambat)
dan anak yang menangis itu juga
jahanam...(Boesye, Hal. 28-29, dialog ke 362).
Anak Jahanam merupakan hasil dari perselingkuhan antara Paijah dan
Soleman. Sementara Mat Kontan tidak mengetahui bahwa anak yang
selama ini ia banggakan ternyata bukanlah anak kandungnya.
8. Lelaki Tulen
Lelaki Tulen merupakan sebuah tanda, yang penandanya adalah lelaki
normal yang pandai dalam berhubungan intim, hal ini diketahui
berdasarkan penggalan teks dibawah ini:
Soleman : Lelaki tulen juga bisa mati karena takut. Ia takut
menghadang pucuk senapan, sehingga ia mati
membelakangi! Dan ketika ia lari itu, ia di tembak.
Ia di tembak... Tapi, betapapun, ia lelaki tulen,
9
Jah. Lelaki tulen dengan darahnya yang benar-
benar merah...(Boesye, Hal. 17, dialog ke 220).
Penggalan teks di atas dapat dimaknai bahwa Lelaki Tulen adalah sebuah
tanda, yang penandanya adalah lelaki normal, mengacu pada makna;
keperkasaan/kejantanan seorang lelaki, dalam hal ini ayah Soleman.
9. Kebaya
Kebaya termasuk simbol pakaian wanita Indonesia, dalam naskah lakon
Malam Jahanam ini, Kebaya adalah jenis pakaian, yang digunakan oleh
Paijah. Kebaya selalu mengikuti lekukan tubuh wanita, oleh karena
itu, kebaya merupakan tanda, yang penandanya adalah feminis, seksi
dan anggun. Lihat kutipan dialog berikut ini:
Soleman : Tapi binimu lebih bagus pakai kebaya sempit
begitu.
Mat Kontan : Kau tahu apa tentang perempuan. Buktinya kau
belum punya bini sampai sekarang. Itu sudah
kuno, Bung.
Soleman : Kuno dan tidak kuno bukan pada pakaian.
Mat Kontan : Ah. Tapi kenapa kau bilang mesti berkebaya.
Soleman : Pakai kebaya itu gulung kainnya sempit, jadi bisa
menggiurkan jejaka-jejaka...(Boesye, hal. 11,
dialog ke 119-126)
10. Lelaki
Di dalam naskah lakon Malam Jahanam, kata Lelaki merupakan sebuah
tanda, yang penandanya adalah lawan jenis wanita, postur tubuh yang
lebih kuat dibanding kaum wanita, yang bermakna melindungi
seseorang yang lemah, dalam hal ini Paijah meminta perlindungan pada
10
Soleman untuk melindungi dari amarah suaminya, Mat Kontan. Hal ini
dibuktikan berdasarkan kutipan dialog berikut ini
Paijah : Carilah jalannya sebelum ia kembali!
Soleman : Jalan satu-satunya, karena saya lelaki ialah
menghadapinya sebagai lelaki!... (Boesye, hal. 17.
Dialog ke 107-109)
4.2.2 Pemaknaan Sistem Tanda Berdasarkan Tabel II
4.2.2.1 Pemaknaan Berdasarkan Jenis Tanda Indeks
1. Malam Gelap dan Hati Yang Ikut Gelap
Seperti hari-hari biasanya, Soleman adalah tetangga Paijah selalu
memanfaatkan keadaan untuk saling bertemu disaat malam ketika
suami Paijah keluar rumah. Malam itu ada sesuatu yang tidak biasa
antara Paijah dan Soleman, sebab semua membisu dalam Gelap Malam,
dan kebisuan merasuk di hati sehingga perasaan ke dua orang itu
terutama Paijah tidak karuan (ikut gelap). Hal ini dapat di lihat
berdasarkan penggalan dialog pada lakon Malam Jahanam antara
Paijah dan Soleman:
Soleman : (masih memandangi Paijah, memasang rokok dan
berkata acuh tak acuh). Kau nggak keluar malam
ini Jah?
Paijah : Nggak.
Soleman : Begini gelap malamnya.
Paijah : Ya, gelap. Hati saya juga ikut gelap...(Boesye,
hal.5 dialog ke 31-32)
Berdasarkan penggalan dialog di atas, diartikan bahwa kata Gelap
Malam merupakan makna konotasi pada malam yang sebenarnya, yakni
11
gelap gulita, hitam, tanpa cahaya sinar, dan ruang gerak kita dibatasi
oleh Malam. Di sisi lain, kata Gelap Malam mempunyai makna
konotasi negatif, yang dapat diartikan bahwa pada waktu malam hari,
semua hal-hal yang buruk akan selalu terjadi tanpa disadari oleh
siapapun, ketiadaan cahaya membuat kata Malam identik dengan
misteri.
Berdasarkan makna konotasi tersebut, kata Gelap Malam mempunyai
hubungan secara kausalitas dengan kata Hati yang Ikut Gelap, yang
dirasakan oleh Paijah. Hubungan ini disebut hubungan yang bersifat
sebab akibat. Hati yang Ikut Gelap secara leksikal sudah mempunyai
arti dan makna, yakni keadaan yang kurang mood, keadaan yang suram,
tidak menentu, adanya perasaan yang bercampur dengan segala hal,
sehingga tujuan yang diinginkan tidak nampak karena diselimuti oleh
suasana gelap yang terbawa ke dalam hati Paijah. Berdasarkan hal itu,
penyebab kekacauan, kegundahan hati si Paijah diakibatkan adanya
kegelapan yang penuh dengan sisi negatif.
2. Pasir dan Trauma
Ketika Mat Kontan sedang asyik mengobrol dengan Soleman, Mat
Kontan selalu menyombongkan diri, dengan bangganya ia mengatakan
bahwa dialah orang yang paling mengerti di dunia ini. Dialah yang
memahami tentang angin, ikan, burung, wayang dan agama. Namun
kesombongannya itu terhenti menjadi ketakutan besar, sebab Soleman
menyinggung tentang kata Pasir.
12
Di dalam naskah ini, kata Pasir adalah sesuatu yang sangat mengerikan
bagi Mat Kontan, ia sangat ketakutan akan hal itu, bahkan ia memohon
kepada Soleman agar jangan mengungkit lagi kejadian tersebut, padahal
jika di lihat dari segi fungsi, Pasir sangat bermanfaat dalam bidang
pembangunan, akan tetapi kata Pasir dalam lakon Malam Jahanam ini
dikonotasikan sebagai penyebab dari ketakutan akan hilanganya nyawa
Mat Kontan. Pasir adalah malapetaka bagi tokoh penyombong seperti
Mat Kontan, hal ini dapat dibuktikan berdasarkan penggalan dialog
pada lakon Malam Jahanam berikut ini:
Mat Kontan : Saya mengerti angin, ikan, burung, wayang, dan
agama.
Soleman : Kau juga mengerti pasir? Pasir boblos?
Mat Kontan : (merasa sesuatu hingga ia tersentak,...ketika
mukanya tiba-tiba di sentuh tragedi, sehingga ia
berkeringat. Didekapnya kawan itu). Jangan
bilang tentang itu, Man. Saya paling takut kalau
kau bilang perkara itu...saya adalah orang yang
kepingin panjang umur, Man...(Boesye, hal. 9
dialog 91).
Berdasarkan penggalan dialog tersebut, dapat diartikan bahwa kata
Pasir dalam teks naskah lakon Malam Jahanam adalah benda yang
berkonotasi negatif, yang dikiaskan sebagai iblis pencabut nyawa yang
akan menghancurkan hidup si Mat Kontan. Akibat dari kejadian itu,
Mat Kontan selalu ketakutan dan trauma jika kata Pasir diungkit dalam
hidupnya. Lihat pula penggalan berikut ini, ketika Mat Kontan hendak
berlari ke dalam rumahnya sambil memegang golok:
13
Soleman : (membiarkan semua berlalu). Kau berteriak minta
tolong, di pantai pasir boblos. Kau ingat itu, Tan?
(suaranya lembut) kau minta satu ujung napas
agar kau hidup panjang.
Mat Kontan : Man! Sudah kubilang, jangan ceritakan hal itu.
Saya kepingin panjang umur...(Boesye, hal. 29
dialog ke 375).
1. Burung Beo dan Rahasia
Setelah Mat Kontan mengetahui bahwa Burung Beonya telah mati, ia
pun pergi ke tukang nujum untuk mencari tahu siapa yang membunuh
burung kesayangannya itu. Sementara Soleman mengambil kesempatan
bertemu Paijah untuk menceritakan dan mau mengakui bahwa dialah
yang membunuh Burung Beo tersebut. Mendengar hal itu, Paijah
terkejut, kenapa ia tega membunuh burung kesayangan suaminya.
Alasannya jelas, Soleman membunuh burung itu sebab ia merasa
tersiksa. Tersiksa karena setiap kali ia mengunjungi Paijah di rumah,
Beo itu selalu berbuat ulah dengan mengikuti perkataan Paijah. Apa
yang dikatakan Paijah, Beo itu selalu mengulangnya. Soleman yang
takut akan perselingkuhannya diketahui, akhirnya leher Burung Beo di
potong.
Sebagaimana uraian di atas, kata Burung Beo dalam konteks naskah
lakon Malam Jahanam disimbolkan sebagai pembeber rahasia. Rahasia
perselingkuhan antara Paijah dan Soleman. Jadi, seolah-olah Burung
Beo mempunyai kesan buruk karena kepandaiannya yang cepat
14
memahami suara manusia, suara yang ditimbulkan oleh Paijah. Hal ini
dibuktikan berdasarkan penggalan dialog antara Paijah dan Soleman:
Soleman : Tapi Jah, saya bunuh burung Beo itu karena
binatang jahanam itu telah menyiksa saya.
Paijah : Apa? Kau bunuh? Kau yang memotong
lehernya?
Soleman : Kau ingat, bahwa ketika saya mengganggumu,
ketika si kecil masih berumur sebulan? Kau
bilang; jangan ganggu saya. Man! Jangan
ganggu saya!”, dan perkataan itu diulangi oleh
Beo itu. Dua hari yang lalu, ketika saya pegang
tanganmu dan kau bilang; “jangan ganggu saya”,
Beo itu mengulangi lagi. (setelah menarik nafas).
Karena itu ia saya potong lehernya. Saya potong
dan saya lempar ke dekat sumurmu...(Boesye,
Hal. 20, Dialog ke 224).
Berdasarkan konteks dialog tersebut, dapat dipahami bahwa Burung
Beo adalah penyebab kekhawatiran Soleman, karena suatu waktu
burung itu dapat memberi “pesan buruk” pada Mat Kontan mengenai
perselingkuhan istrinya. Akibatnya, burung itu dibunuh oleh Soleman.
2. Mata Gelap dan Ketakutan
Ketika konflik sudah mulai memuncak, emosi Mat Kontan yang mulai
tidak terkontrol sehingga menyebabkan Paijah ketakutan. Apalagi Mat
Kontan menuduh bahwa Paijah-lah yang membunuh burung Beo itu
untuk dijadikan makanan berupa sate. Soleman yang ingin membela
Paijah, juga ikut merasakan emosi Mat Kontan. Berikut penggalan
dialognya:
15
Mat Kontan : Hei Jah! Siapa kiramu yang memotong leher
burungku!?
Paijah : Mana saya bisa tahu?
Mat Kontan : (menirukan) Mana saya bisa tahu? (menghardik)
atau kau sendiri ya? Iya? (berdiri menyebabkan
Paijah takut) kau potong mau di makan?... ayo
jawab!
Soleman : Dia sakit tu Mat! Tuh mukanya kan pucat.
Barangkali...
Mat Kontan : Jangan urus urusan orang lain, Leman. Nanti saya
ikut mata gelap pada kau!...(Boesye, hal. 23,
dialog ke 287).
Berdasarkan penggalan dialog di atas, kata Mata Gelap1 yang ditujukan
kepada Soleman mempunyai makna, yang berarti hilangnya kewarasan
Mat Kontan secara berlebihan, ia sering membuat ulah yang tidak wajar
terhadap istrinya. Akibatnya Paijah sering ketakutan jika sifat suaminya
itu terlalu berlebihan.
Jadi, dalam naskah lakon Malam Jahanam ini, kata Mata Gelap yang
dimiliki oleh Mat Kontan adalah sifat buruk Mat kontan yang
diwujudkan dalam bentuk simbol, untuk membuat Soleman dan Paijah
ketakutan.
1. Bangku dan Perselingkuhan
Pada dialog berikutnya, ditemukan pula tanda semiotik berupa Indeks,
dimana Soleman dan Paijah memulai perselingkuhannya diawali ketika
Paijah sering duduk di bangku halaman rumahnya sampai larut malam.
1 Peribahasa Melayu yang berarti hilangnya kewarasan seseorang karena tamak [penerj].
16
Sementara itu, Soleman juga sering duduk di bangku rumahnya, dari
sanalah awal sifat Jahanam terjadi. Lihat penggalannya di bawah ini:
Soleman : Bangku ini juga jahanam! Karena Paijah sering
duduk di sini terkadang sampai malam. Dan saya
duduk di sana (menunjuk bangkunya) Kami saling
memandang (kepada Kontan). Kenapa kau sering
tak di rumah, Tan? Itu juga perbuatan yang
jahanam...(Boesye, Hal. 29 Dialog ke 369).
Berdasarkan penggalan dialog di atas, diartikan bahwa Bangku (tempat
duduk) mempunyai konotasi negatif, yang diartikan sebagai benda atau
alat yang digunakan untuk “menyampaikan pesan” untuk memulai
perselingkuhan antara Paijah dan Soleman, dari sanalah kata Bangku
mempunyai kesan yang buruk.
Jadi kata Bangku adalah penyebab timbulnya cinta antara Paijah dan
Soleman, tetangganya. Di sanalah awal mula timbulnya pandang-
memandang yang menghadirkan sifat jahanam, akibatnya terjadilah
perselingkuhan itu.
4.2.2.2 Pemaknaan Berdasarkan Jenis Tanda Simbol
1. Kebaya sebagai simbol Feminis
Simbol berikut ini adalah membahas mengenai pakaian ciri khas wanita
Indonesia. Dimana dalam lakon Malam Jahanam ini, diceritakan bahwa
Soleman kurang setuju jika istri si Mat Kontan (Paijah), memakai baju
rok buatan Sanghai. Menurutnya, Paijah lebih cocok memakai Kebaya,
akan tetapi Mat Kontan tidak setuju jika sahabatnya itu mengatakan
dan memberikan saran bahwa pakaian Kebaya cocok di tubuh Paijah.
17
Sebagai lelaki normal, Soleman tahu betul jika wanita yang memakai
Kebaya, itu bisa menggiurkan para lelaki. Hal ini dapat dibuktikan pada
penggalan dialog berikut ini:
Soleman : Apa? Rok. Baju rok Sanghai kata orang itu?
Mat Kontan : Iya, saya lihat bini si Dadu pakai rok model Cina
sekarang. Bini Bastari sudah beranak tiga malah
pakai itu.
Soleman : Tapi binimu lebih bagus pakai kebaya sempit
begitu.
Mat Kontan : Kau tahu apa tentang perempuan. Buktinya kau
belum punya bini sampai sekarang. Itu sudah
kuno, Bung.
Soleman : Kuno dan tidak kuno bukan pada pakaian.
Mat Kontan : Ah. Tapi kenapa kau bilang mesti berkebaya.
Soleman : Pakai kebaya itu gulung kainnya sempit, jadi bisa
menggiurkan jejaka-jejaka...(Boesye, hal. 11,
dialog ke 119-126)
Berdasarkan penggalan di atas, yang menjadi pokok pembicaraan antara
Soleman dan Mat Kontan adalah pakaian wanita. Pakaian yang lebih
modern buatan Sanghai dan pakaian kuno ala Indonesia yakni Kebaya2.
Pada kenyataannya, Kebaya merupakan simbol ciri khas pakaian wanita
Indonesia. Sejak zaman kerajaan, Kebaya selalu digunakan oleh istri
raja-raja dan para pelayannya. Walau terlihat kuno dan menua, Kebaya
tetap menjadi warisan yang harus dilestarikan dan dibanggakan oleh
wanita Indonesia, dan jika dibandingkan dengan pakaian luar negeri,
2 Kebaya merupakan kombinasi blus-pakaian tradisional yang pertama kali dikenakan wanita Indonesia, pada
abab ke 15-16, terutama perempuan Jawa, yang digunakan bersama kain. Sumber: Blogspot.Com/2010/12/baju-kebaya-dan-asal-usulnya.Html.
18
dalam hal ini baju rok buatan Sanghai, Kebaya lebih terlihat anggun
dan seksi di tubuh wanita dan tentunya menggiurkan bagi para lelaki
seperti Soleman.
2. Perasaan Perempuan sebagai simbol Kerinduan Bersetubuh
Setelah Mat Kontan pergi ke tukang nujum (dukun) untuk melihat siapa
yang membunuh burung Beonya. Soleman, tetangga Paijah bertanya
tentang Mat Kontan ke mana perginya. Kejadian ini terjadi pada malam
hari ketika Paijah yang selalu ditinggalkan suaminya. Paijah yang ingin
merasakan hubungan “suami-istri” selalu tidak dipenuhi. Sebagai
wanita normal, tentu tidak tahan dengan kesepian. Soleman yang
seorang lelaki normal, walaupun belum beristri, ia sangat memahami
Perasaan Perempuan, namun ia bukanlah lelaki yang syah untuk
memenuhi Perasaan Paijah.
Di dalam lakon Malam Jahanam ini, kata Perasaan Perempuan yang
ditujukan pada Mat Kontan merupakan ketaklangsungan ekspresi,
artinya pengarang dengan “sopannya” mengganti kata maupun kalimat
yang mengandung makna konotasi negatif ke dalam makna denotatif
atau makna leksikal. Kata Perasaan Perempuan dalam konteks naskah
ini merupakan kiasan yang bermakna “kerinduan untuk ingin
bersetubuh, ingin melakukan hubungan seksual agar nafsu birahi atau
hasrat terpenuhi”. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan penggalan
dialog di bawah ini:
Soleman : Lakimu pergi?
Paijah : Ya, ke tempat nujum.
19
Soleman : Begitu jauh, ada dua kilo setengah kan?
Paijah : Ah, betul-betul edan dia. (berdiri membelakangi).
Betul-betul edan dia, tidak mengerti perasaan
perempuan.
Soleman : Kalau saya lakimu, tentu saya mengerti...(Boesye,
hal. 15, dialog ke 185)
Walaupun dalam konteks lain, Paijah syah untuk melakukan hubungan
seksual dengan suaminya, namun kata Perasaan Perempuan tetap
mengandung makna yang berkonotasi negatif, sebab Paijah
mengutarakan Perasaannya itu bukan pada suaminya melainkan pada
Soleman, tetangganya.
3. Lelaki sebagai simbol Pelindung
Berangkat dari pemaknaan di atas, dalam naskah lakon Malam
Jahanam ini ditemukan pula kata yang mempunyai makna yang
sebenarnya, maupun makna yang berupa sistem semiotik tingkat ke tiga
yakni simbol, salah satunya adalah kata Lelaki yang terdapat pada
dialog antara Soleman dan Paijah. Kata Lelaki pada naskah ini
mempunyai arti yang ambigu.
Kata Lelaki secara leksikal adalah lawan jenis dari wanita, bentuk tubuh
yang dominan kekar dan bentuk suara yang dominan keras. Namun
secara semiotik, kata Lelaki dalam naskah ini bermakna sebagai simbol
yang bersifat melindungi. Pelindung yang lemah, dalam hal ini Soleman
akan melindungi Paijah dari ancaman suaminya yang sering kalap. Hal
ini dapat diamati pada penggalan dialog berikut ini:
Paijah : Carilah jalannya sebelum ia kembali!
20
Soleman : Jalan satu-satunya, karena saya lelaki ialah
menghadapinya sebagai lelaki!
Paijah : Apa? Apa maksudmu?
Soleman : Kalau kau di sentuh saja, akan saya sentuh pula
dia. Kalau kau dilukainya, akan saya lukai dia!
Dan kalau kau dibunuhnya, akan saya bunuh dia
(berjalan pelan mendekati Paijah)...(Boesye, Hal.
17, dialog ke 107-109)).
Berdasarkan penggalan dialog di atas, Paijah sangat khawatir dan
takut jika Mat Kontan datang mengamuk, karena itu ia berharap agar
Soleman dapat membantu melindunginya, namun Soleman
menanggapinya dengan cara Lelaki, yakni melindungi Paijah secara
kontak fisik.
Jadi, makna kata Lelaki dalam naskah lakon Malam Jahanam ini,
merupakan simbol pelindung atau sikap pembelaan terhadap
seseorang dengan cara kontak fisik atau dengan cara kekerasan.
1. Lelaki Tulen sebagai simbol Keperkasaan Lelaki
Diceritakan bahwa, Soleman mempunyai seorang ayah yang selalu
Menjahati istri orang, begitu juga dengan Ibu Soleman yang
berselingkuh dengan lelaki lain. Walaupun ke dua orang tua Soleman
telah mati, namun Soleman tetap akui ayahnya sebagai Lelaki Tulen.
Sebagai seorang anak, tentu ia mewarisi sifat hidup sang ayah.
Berangkat dari penjelasan di atas, kata Lelaki Tulen dalam konteks
naskah lakon Malam Jahanam adalah bentuk simbol. Simbol itu dapat
diamati berdasarkan penggalan dialog di bawah ini:
21
Soleman : (memandang Paijah dengan aneh). Karena
perempuan ia mati. Karena perempuan ia
jahanam. Tapi aku akui, ia lelaki tulen
Paijah : (jadi gelisah)
Soleman : Lelaki tulen juga bisa mati karena takut. Ia takut
menghadang pucuk senapan, sehingga ia mati
membelakangi! Dan ketika ia lari itu, ia di tembak.
Ia di tembak... Tapi, betapapun, ia lelaki tulen,
Jah. Lelaki tulen dengan darahnya yang benar-
benar merah...(Boesye, Hal. 17, dialog ke 220).
Berdasarkan konteks dialog tersebut, dapat diketahui bahwa kata
Lelaki Tulen secara semiotik merupakan simbol kejantanan/kelelakian
yang berkonotasi negatif, dalam hal ini ayah Soleman adalah seorang
yang hebat dalam melakukan hubungan intim, baik dengan istrinya
maupun istri orang lain. Makna Lelaki Tulen sebagai simbol
kejantanan mempunyai kesan negatif, sebab simbol tersebut
digunakan untuk Menjahati orang lain, kemudian simbol yang
konotasinya negatif itu, secara alamiah diwarisi oleh Soleman.
2. Jahanam sebagai simbol Sisi Buruk Kehidupan
Dugaan Mat Kontan membuahkan hasil, ternyata burung Beo
kesayangannya mati karena Solemanlah yang membunuhnya.
Soleman yang iri pada semua kepunyaan Mat Kontan akhirnya
diluapkannya, Soleman iri pada apa yang dipunyai si Mat Kontan.
Soleman juga mengakui bahwa dirinya memang Jahanam, tapi bukan
hanya Soleman yang menyandang kata itu. Berikut penggalan
dialognya:
22
Soleman : Ya! Saya iri pada semua yang kau punyai. Pada
uangmu, pada binimu, pada anakmu, pada
burungmu dan pada kesombongan kamu!
Mat Kontan : Memang kau jahanam!
Soleman : Memang saya jahanam. Tapi kau juga jahanam
(dan membalikan badan ke arah Paijah) kau juga
jahanam. Dan burung itu juga jahanam! (lambat)
dan anak yang menangis itu juga
jahanam...(Boesye, Hal. 28-29, dialog ke 362).
Kata Jahanam dalam naskah ini, telah sering diucapkan oleh tokoh-
tokoh pada dialog sebelumnya. Namun pada dialog di atas, ketika
masalah mulai klimaks3, kata Jahanam berulang kali diucapkan oleh
Soleman.
Jahanam yang dilekatkan pada diri Soleman diartikan bahwa Soleman
yang selama ini dianggap sebagai tetangga yang baik, suka bertukar
cerita antara Mat Kontan, berjanji akan menolong Paijah terhadap
amarah suaminya yang sering kalap, ternyata hanyalah kebohongan
besar, tenyata ia hanya pembual. Soleman-lah yang membunuh
burung Beo si Mat Kontan, dialah yang berselingkuh dengan Paijah,
istri Mat Kontan.
Kata Jahanam yang dilekatkan pada Mat Kontan diartikan bahwa ia
selalu lari dari kenyataan, penyombong, angkuh, penakut, egois,
emosional, dan sok tahu. Ia juga selalu membanggakan istrinya yang
tidak setia terhadapnya, ia juga bangga terhadap Kontan Kecil,
3 Memuncaknya ketegangan dalam struktur cerita disebut klimaks (major klimaks). Dikutip dari buku
Drama; Teori dan Aplikasinya, oleh C. Dewojati, (2010) Hal. 167.
23
padahal bukanlah anak kandungnya, terlebih lagi Mat Kontan tidak
bisa berhubungan intim dengan istrinya sebab ia mempunyai penyakit
kelamin yakni mandul.
Makna kata Jahanam yang dilekatkan pada Paijah, disebabkan karena
ia tidak setia pada suaminya, ia selalu tidak jujur terhadap Mat Kontan
dan walaupun Mat Kontan tidak bisa membahagiakan secara lahir
batin, namun Paijah harus tetap setia. Paijah harus berterus terang
pada Mat Kontan sebab ia suaminya yang syah, tetapi pada
kenyataannya Paijah selingkuh dengan Soleman.
3. Burung Jahanam sebagai simbol Pembeber Rahasia
Makna kata Burung Jahanam yang dilekatkan pada burung Beo
tersebut disimbolkan sebagai pembeber rahasia. Rahasia
perselingkuhan antara Soleman dan Paijah. Artinya, burung Beo itu
tidak baik untuk dipelihara karena dapat merusak rumah tangga
orang, dan dengan kepandaian burung itu, rumah tangga Mat Kontan
dan persahabatannya dengan Soleman menjadi tidak harmonis.
4. Anak Jahanam sebagai simbol Anak Haram
Sedangkan makna kata Anak Jahanam dalam naskah lakon Malam
Jahanam, disimbolkan sebagai anak haram, anak dari perselingkuhan
antara Paijah dan Soleman, tetangganya.
Jadi kesimpulannya, kata Jahanam pada naskah lakon Malam
Jahanam karya Motinggo Boesye, adalah simbol yang diartikan
sebagai “sisi buruk kehidupan manusia”.
24
5. Kematian sebagai simbol Berakhirnya Rahasia
Pada akhir cerita naskah lakon Malam Jahanam ini, Paijah dikejutkan
dengan kematian si Utai, anak yang setengah pandir itu. Ia ditendang
di leher oleh Soleman ketika mau menangkapnya. Sementara
Soleman berhasil lolos dari kejaran Mat Kontan. Kematian Utai
secara tragis adalah simbol yang menandai bahwa rahasia kerusuhan
dan perselingkuhan mereka tidak akan pernah terungkap, sebab hanya
si Utailah yang tahu semua rahasia mereka. Adapun Soleman yang
melarikan diri dengan selamat, tetapi ia tidak akan tenang dengan
pikirannya. Sedangkan anak mereka yang menjadi hasil
kejahanaman, juga mati karena penyakitnya yang bertambah parah,
berikut penggalan dialognya:
Mat Kontan : Ia di tendang Soleman jahanam itu ketika Utai
menangkapnnya...jahanam itu selamat...tapi
pikirannya akan selalu di buru! (bayi menangis),
bawa ke dalam nanti masuk angin lagi!...Kenapa
kau lihat saya seperti itu? Apa saya ini Macan?
Paijah : Si Utai, Tan!!!
Mat Kontan : Apa boleh buat dia mati. Kalau hidup tentu ia
akan menyebarkan berita kerusuhan kita ini.
Kita mesti rahasiakan ini, Jah...
Paijah : Pak! Anakku mati Pak!...(Boesye, hal. 33 dialog
ke 405).
Kalimat yang ditandai di atas adalah sebuah ironi, dikatakan demikian
karena Utai yang selama ini mengetahui rahasia mereka akhirnya mati
dengan cara tragis. Kematian Utai memberikan kesimpulan bahwa
25
rahasia busuk mereka juga telah berakhir, sebab kalau saja Utai hidup
tentu ia akan menyebarkannya. Apalagi Utai dikenal sebagai tokoh
yang pandir dalam naskah ini.
Pada naskah lakon Malam Jahanam karya Motinggo Boesye, ada beberapa
tanda yang terdapat pada dikotomi Saussure dan pada trikotomi Peirce, akan tetapi
ada tanda-tanda tertentu yang hanya bisa dijelaskan melalui Semiologi Saussure,
salah satunya adalah tanda berupa Bangku Jahanam. Sebaliknya, sistem tanda
yang terdapat pada lakon Malam Jahanam berdasarkan dikotomi Saussure, hanya
bisa dikelompokkan ke dalam jenis tanda Peirce, hal ini disebabkan karena teori
Sausure hanya berupa sistem tanda, bukan pada jenis tanda.