bab iv - yuswan62's blog | " hanya persepsiku " · web viewbagi orang yang mengalami...
TRANSCRIPT
M. Kejang-Kejang (Compulsive Disorder ).
Yang dimaksudkan di sini adalah suatu perubahan fungsi otak yang mendadak,
dimulai dan berakhir secara spontan, mempunyai kecenderungan untuk terulang lagi.
Beberapa kejang-kejang, dapat disertai oleh kejadian tidak sadar.
Kejang-kejang dapat terjadi sebagai ketidakmampuan fisik yang sekunder
sifatnya terhadap ketidakmampuan fisik lain yang utama, seperti cerebral palsy.
Compulsive disorder dapat diklasifikasi berdasarkan manifestasi klinisnya sebagai
berikut:
1. Grand mal
Merupakan kejang-kejang sebagai reaksi orang yang pertamakali melihat sesuatu
yang menakutkan. Bagi orang yang mengalami kejang-kejang ini tidak dapat
mengingat apa-apa yang terjadi selama ia kejang.
2. Petit mal
Suatu kejang-kejang disertai matanya mengerdip-ngerdip, kejang ringan atau
manggut-manggut. Banyak compulsive disorder jenis ini berlangsung tanpa
diketahui, biasanya berlangsung singkat, berlangsung beberapa detik dan biasanya
tidak lebih lama dari 30 detik. Umumnya anak tetap pada posisinya tetapi dapat
menjatuhkan benda yang dipegangnya.
3. Psychomotor
Compulsive disorder type ini bervariasi dalam bentuknya dan paling sulit dikenali.
Biasanya terdiri dari gerakan-gerakan yang tidak layak dan otomatis sifatnya.
Pada saat serangan kejang-kejang, anak dapat mondar-mandir, mengulang
beberapa kata terus menerus, dan kadang komat-kamit tidak karuan. Perilaku
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
218
emosional yang tidak layak dapat terjadi, seperti memaki-maki, marah-marah atau
takut berlebihan. Anak biasanya mulai lagi pola aktivitas yang normal setelah
serangan kejang-kejang yang berlangsung satu sampai lima menit.
4. Focal
Kejang-kejang jenis focal dapat bersifat sensoris atau motoris. Kejang-kejang jenis
focal dapat menyebabkan kejang pada sebelah sisi wajah atau hentakan-hentakan
dari hanya satu lengan atau kaki.
5. Myoclonic
Ciri-cirinya adalah kontraksi otot di luar kehendak dalam waktu singkat. Biasanya
hanya satu kelompok otot yang terkena menyebabkan perilaku seperti kepala
terjatuh ke depan atau ke belakang.
6. Akinetic
Kadang-kadang disebut juga petit mal, yang ditandai dengan adanya kehilangan
tonus tubuh dan mendadak jatuh ke tanah.
N. GAKI dan Kretin
GAKI adalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium. Iodium merupakan unsur
gizi mikro yang menjadi bahan baku produksi hormon toroksin untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan seseorang. Setiap orang setiap hari membutuhkan
suplai iodium dalam jumlah tertentu. Apapila suplai lebih sedikit dari kebutuhan maka
seseorang akan mengalami kekurangan iodium. Apabila kekurangan ini berlangsung
lama, maka akan menimbulkan gangguan-gangguan tertentu baik pada aspek fisik
maupun aspek psikhis. Sedangkan kretin adalah seseorang yang lahir di suatu daerah
dengan defisiensi iodium berat dengan menunjukkan 2 atau lebih kombinasi gejala
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
219
ireversibel yaitu retardasi mental, kelainan neuromotorik (gangguan bicara, cara
berjalan yang khas, reflek patologis dan reflek fisiologis meninggi, mata juling,
gangguan akibat kerusakan batang otak serta late walker) dan gangguan pendengaran.
GAKI merupakan masalah nasional yang perlu memperoleh perhatian besar,
hal ini karena begitu luasnya daerah defisiensi iodium di Indonesia dan akibat-akibat
yang ditimbulkan oleh GAKI itu sendiri. Luasnya daerah endemik di Indonesia
meliputi dari ujung barat sampai ujung timur Indonesia. Jumlah penduduk yang rawan
GAKI diperkirakan tidak kurangn dari 30 juta jiwa, dengan 10 juta jiwa diantaranya
menderita gondok, 750.000 - 900.000 menderita kretin. (Abdul Salim, 2000).
Gondok, merupakan salah satu gejala dari GAKI. Menurut Sri Kardjati bahwa
Gondok endemik adalah merupakan penyakit yang ditandai oleh terjadinya
pembesaran kelenjar tiroid dan diderita oleh sejumlah penduduk yang tinggal di suatu
daerah tertentu. Penyebab terpenting adalah rendahnya masukan zat iodium melalui
makanan atau minuman yang berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama.
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium, merupakan suatu spektrum yang cukup
luas dan mengenai semua segmen usia, sejak fetus hingga penduduk dewasa. Menurut
Djokomoeljanto, (dalam Soeharyo Hadisaputro, 1996), bahwa spektrum GAKI adalah
sebagai berikut :
Tabel 8: Spektrum GAKI dan Kemungkinan Dampaknya
NO Masa Terjadinya Kemungkinan Dampak yang ditimbulkan1. Fetus - abortus
- lahir mati (stillbirth)- anomali kongenital- meningkatnya kematian perinatal- meningkatnya kematian anak- kretin mental, seperti gangguan mental, bisu-tuli,
diplegia, spastik, mata juling.- kretin myxudematosa, seperti cebol, gangguan mental
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
220
2. Neunatus - gondok neonatal- hipotiroidisme neonatal
3. Anak dan remaja - gondok- hipotiroidisme juvenil- gangguan fungsi mental- gangguan perkembangan fisik
4. Dewasa - gondok dengan segala akibatnya- hipotiroidisme- gangguan fungsi mental
Sumber: Abdul Salim, 2000.
Akibat GAKI sangat bervariasi mulai dari yang ringan sampai dengan yang
berat. Kretin merupakan akibat terparah dari GAKI yang pada umumnya merupakan
dampak dari kekurangan unsur iodium selama kehidupan fetal sampai 3 tahun pertama
kehidupan.
Menurut Djokomoeljanto (1996) kretin adalah seseorang yang lahir di suatu
daerah dengan defisiensi iodium berat dengan menunjukkan 2 atau lebih kombinasi
gejala ireversibel yaitu retardasi mental, kelainan neuromotorik (gangguan bicara, cara
berjalan yang khas, reflek patologis dan reflek fisiologis meninggi, mata juling,
gangguan akibat kerusakan batang otak serta late walker) dan gangguan pendengaran.
Penderita kretin secara klinik ada tiga kategori, yaitu kretin nervosa, kretin
miksedematosa, dan kretin tipe campuran. Manifestasi klinik dari kretin yang utama
adalah adanya retardasi mental, namun di antara mereka ada pula gejala-gejala yang
lain. Pada kretin dengan sindroma neurologik yang predominan (kretin nervosa)
gejalanya retardasi mental disertai dengan gangguan-gangguan pendengaran dan
bicara, juling, dan gangguan sikap berdiri serta gaya berjalan yang khas dengan
derajat yang bervariasi. Sedang pada kretin miksedematosa retardasi mental muncul
bersama-sama dengan gangguan pertumbuhan dan gambaran hipotiroidi klinik.
Walaupun pada beberapa wilayah salah satu tipe mungkin predominan, namun pada
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
221
wilayah yang lain dimungkinkan adanya tipe campuran, yaitu kombinasi dari 2
sindroma di atas (Querido et.al, 1974, dalam Bambang Hartono, 1994). Yang penting
untuk digaris bawahi adalah bahwa kelainan yang terdapat pada kretin endemik di atas
bersifat ireversibel.
Penderita kretin jumlahnya sangat besar. Seperti fenomena “gunung es”
dimana kretin endemik dan gondok endemik adalah puncaknya, sedang kretin
subklinik adalah bagian yang lebih besar namun tak kelihatan, karena berada di
bawah. Hasil penelitian di China terhadap anak-anak usia SD menunjukkan bahwa
pada populasi di daerah defisiensi iodium berat, jumlah penderita kretin subklinik jauh
lebih besar dari pada kretin endemik, dengan gejala mengalami gangguan dalam
perkembangan mentalnya . Rangkuman dari hasil-hasil studi yang lain yang dilakukan
pada anak-anak, sebagian besar menunjukkan bahwa pada populasi gondok endemik
terdapat penurunan inteligensia, gangguan ringan dalam bidang psikomotor, yaitu
meliputi gangguan kecepatan, keseimbangan, keterampilan, ketelitian, dan koordinasi
visuo-motorik, disamping gangguan ringan pada fungsi pendengaran dan pertum-
buhan, serta hipotiroidi (Bambang Hartono, 1994)
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
222
Gambar 26. Bentuk Gondok dan Kretin
Dampak yang nyata dari GAKI pada anak usia sekolah adalah terjadinya
kesulitan belajar mereka, sehingga mengakibatkan prestasi belajar di sekolah rendah,
dan prosentase anak tinggal kelas dan putus sekolah tinggi. Hasil penelitian Bambang
Hartono (1993) menunjukkan bahwa sebesar 75% dari 30% siswa Sekolah Dasar yang
menderita kretin mengalami kesulitan belajar di sekolah. Demikian juga hasil
penelitian terhadap 71 anak kretin usia sekolah dasar (Abdul Salim ,2000) ditemukan
sebanyak 81.69% mengalami pembesaran kelenjar tiroid, 98.59% memiliki kadar
kecerdasan sub normal, 53,53% memiliki nilai bahasa Indonesia kurang dari 6 dan
81,69% memiliki nilai matematika kurang dari 6. Macam kelainan/gangguan yang
disandang anak kretin meliputi retardasi mental, bisu/tuli/gangguan pendengaran/
gangguan bicara, gangguan fungsi anggota gerak (diplegia/spastis), gangguan fungsi
tangan/kaki, gangguan penglihatan sampai pada anak yang badannya pendek/cebol,
serfta sebanyak 35,21% anak kretin pernah tinggal kelas.
Pada anak-anak kretin endemik dengan sindroma neurologik (kretin nervosa)
dan kretin miksedematosa, gejala kelainannya memang ireversibel. Pada anak-anak ini
yang diperlukan bukan mengembalikan ke kondisi normal, melainkan upaya
mengaktualisasikan potensi yang ada seoptimal mungkin. Di sini intervensi terapi
bicara dan bahasa, terapi akupasi, terapi fisik serta terapi lain yang menjadi cakupan
disiplin medik sangat diperlukan. Demikian juga terapi sosial psikologik guna
menumbuhkan rasa percaya diri, konsep diri yang benar, dan optimisme untuk
keberhasilan setiap usaha (termasuk dalam belajar) adalah sangat penting.
Selanjutnya, guru sebagai pihak yang lebih banyak bersama anak selama di sekolah,
pengetahuan yang cukup tentang anak luar biasa, cara mengelola pengajaran yang
tepat pada sasaran anak didik dengan potensi yang bervariasi, adalah merupakan
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
223
prasarat yang sangat dibutuhkan dalam proses belajar dan pembelajaran anak-anak
berkelainan (termasuk anak kretin).
Bagi anak-anak kretin dengan prestasi belajar yang rendah, mereka
memerlukan pelayanan pendidikan tertentu, yang sering disebut pengajaran remediasi.
Bagi anak-anak kretin dengan spektrum gangguan yang ringan (kretin subklinik),
gangguan yang muncul dalam proses belajar dan pembelajaran termasuk ringan,
berdasarkan hasil penelitian Bambang Hartono (1993) 26,5% mereka menunjukkan
adanya gangguan pemusatan perhatian (GPP) yang berkombinasi dengan gangguan
lainnya. Selebihnya diantaranya mereka ada yang mengalami disfasia, disleksia, dan
diskalkulia (18,6%). Mengapa anak-anak kretin prestasi belajarnya rendah?,
Berdasarkan hasil survey dari beberapa karena guru kurang memahami anak secara
individual, pengajaran bersifat tradisional (klasikal) dan pengelolaan pengajaran tidak
bervariasi.
Orangtua, merupakan partner sekolah yang utama dan besar perannya dalam
menentukan keberhasilan belajar anak. Kecilnya dorongan dan bimbingan yang
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
224
Gambar 27. Anak Kretin Prestasi Belajarnya Rendah
diberikan oleh orangtua kepada anak, menjadi faktor predisposisi atau bahkan sebagai
faktor penguat rendahnya prestasi belajar anak di sekolah, demikian pula sebaliknya.
Bimbingan belajar orangntua, diartikan sebagai bantuan myang diberikan orangtua
terhadap anak untuk memperoleh pemahaman mdiri dan penyesuaian diri secara
memadai di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Manifestasi bimbingan belajar
yang mendukung keberhasilan belajar anak, terutama dalam (1) penyediaan fasilitas
belajar, (2) mengawasi kegiatan belajar anak di rumah, (3) Mengawasi penggunaan
waktu belajar di rumah, (4) mengenal kesulitan belajar anak, dan (5) menolong anak
mengatasi kesulitan dalam belajar.
N. Sindroma Down (Down Syndrom)
Sindroma down merupakan istilah untuk menunjuk anak-anak yang
mengalami sekumpulan gejala keterlambatan perkembangan mental. Anak-anak
Down Syndrom mempelajari berbagai hal lebih lambat dari pada anak-anak lain
sebayanya. Dia mungkin terlambat mulai bergerak, tersenyum, menunjukkan minat
pada berbagai hal, menggunakan tangan, duduk, berjalan, berbicara dan lain-lain
semuanya mengalami keterlambatan. Anak Down Syndrom mengalami keterlambatan
dalam menggunakan tubuh dan pikirannya. Sebabnya dimungkinkan karena
kesalahan”kromosom” ketika masih di dalam kandungan (David Werner, 2002).
Gejala-gejala anak Down Syndrom di antaranya adalah sebagai berikut (David
Werner, 2002):
1. Ketika lahir bayi tampak lemas atau lemah lunglai.
2. Bayi tidak banyak menangis
3. Bayi lebih lambat dari bayi lain sebayanya dalam hal berguling, mengambil
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
225
benda-benda main, duduk, merangkak, berdiri dan berjalan.
4. Ketia diturunkan tiba-tiba, refleknya tidak baik.
5. Ada lipatan kulit menutupi sudut dalam kelopak matanya.
6. Mungkin kelopak matanya merah dan bengkak.
7. Manik matanya banyak bercak putih seperti pasir
8. Kepala pendek atau kecil, lebar dan datar di bagian belakang
9. Kadang panggulnya meleset dari sendi
10. Wajah pipih
11. Hidung kecil pesek di antara kedua mata
12. Tangan pendek dan lebar, jari-jarinya pendek. Kelingking mungkin bengkok atau
hanya memiliki satu lipatan
13. Leher pendek, bahu bundar
14. Lengan dan tungkai pendek
15. Tempurung lutut meleset ke satu sisi
16. Berjari kaki burung dara, kaki datar.
17. Ibu jari kaki terpisah jauh dari jari-jari lainnya.
Di samping tanda dan gejala tersebut, kemungkinan juga disertai tanda-tanda
berikut ini:
1. Sendi siku, panggul dan pergelangan kaki mungkin sangat kendur dan lentur
2. Satu di antara 3 anak mempunyai masalah jantung
3. Mungkin terkena leukemia (kangker darah)
4. Satu diantara 10 anak ada yang bermasalah tulang leher cacat yang dapat
meleset dan menjepit urat saraf di tulang belakang/punggung. Hal ini dapat
menyebabkan kelumpuhan.
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
226
Anak yang terkena Down Syndrom kondisinya dapat ringan, sedang atau
berat. Ada anak yang tidak pernah dapat belajar berbicara, membaca, menulis dan
berhitung, tetapi anak sementara anak lain yang mampu melakukan kegiatan belajar,
meskipun mengalami keterlambatan.
Anak-anak Down Syndrom yang ringan dan sedang, mereka dapat belajar
mengurus kebutuhan mendasar mereka dan membantu pekerjaan yang sederhana.
Mereka dapat sekolah, meskipun membutuhkan bantuan dalam beberapa hal. Mereka
dapat hidup cukup normal dengan keluarga dan masyarakat sekitarnya.
Ada tiga hal utama yang perlu dilakukan dalam mengasuh anak Down
Syndrom .
1. Bantulan anak mengembangkan kemampuan fisik dan mentalnya,.
2. Lindungilah anak dari penyakit menular.
3. Cegah dan koreksilah fisik anak apabila ada penyimpangan, diantaranya
dengan melakukan pemeriksaan fisik secara dini dan segera merujuk ke terapis
apabila menjumpai penyimpangan organ gerak.
O. Peran Guru Pendidikan Luar Biasa dalam Pencegahan dan Penanganan
Beberapa Penyakit yang dapat Menyebabkan Kecacatan
Peran guru pendidikan luar biasa (PLB) dalam pencegahan dan penanganan
beberapa penyakit yang dapat menyebabkan kecacatan pada dasarnya dapat sebagai
peran utama dan dapat pula sebagai peran pendukung tugas utama.
Guru PLB memiliki peran utama menangani anak-anak tersebut manakala
anak yang bersangkutan berdampak kelainan menetap/cacat dan telah sekolah,
sehingga pendidikan mereka dapat ditangani oleh guru-guru PLB. Sebagaimana telah
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
227
dijelaskan dalam Standar Kompetensi Guru Pemula Bidang PLB (Ditjen Dikti, 2004)
bahwa tugas seorang guru PLB adalah (1) penguasaan bidang studi keahlian PLB, (2)
pemahaman peserta didik berkebutuhan khusus, (3) penguasaan pembelajaran yang
mendidik, dan (4) pengembangan kepribadian dan keprofesionalan (Ditjen Dikti,
2004).
Guru sebagai tenaga profesional bertugas merencanakan dan melaksanakan
proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan
pelatihan, melakukan penelitian, membantu pengembangan dan pengelolaan program
sekolah serta mengembangkan profesionalisme.
Pelaksanaan peran guru sebagai pendidik dan guru yang profesional tersebut
dapat dilaksanakan di mana-mana, dapat di sekolah formal (di sekolah regular maupun
di sekolah khusus dari berbagai jenjang dan satuan pendidikan), di sekolah non
formal, di keluarga, rumah sakit, klinik-klinik layanan pendidikan khusus dan klinik
terapi yang tersebar di berbagai daerah.
Tabel 9. Tugas, fungsi dan uraian tugas guru
TUGAS FUNGSI URAIAN TUGAS1. Mendidik,
mengajar, membimbing dan melatih
1. Sebagai Pendidik
Mengembangkan potensi/ kemampuan dasar peserta didik.
Mengembangkan kepribadian peserta didik.
Memberikan keteladanan Menciptakan suasana pendidikan yang
kondusif2. Sebagai
Pengajar Merencanakan pembelajaran Melaksanakan pembelajaran yang
mendidik Menilai proses dan hasil pembelajaran
3. Sebagai Pembimbing
Mendorong berkembangnya perilaku positif dalam pembelajaran
Membimbing peserta didik memecahkan masalah dalam pembelajaran
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
228
TUGAS FUNGSI URAIAN TUGAS4. Sebagai
Pelatih Melatih keterampilan-keterampilan yang
diperlukan dalam pembelajaran Membiasakan peserta didik berperilaku
positif dalam pembelajaran2. Membantu
pengembangan dan pengelolaan program sekolah
5. Sebagai pengembang program
Membantu mengembangkan program pendidikan sekolah dan hubungan kerjasama intra sekolah
6. Sebagai pengelola program
Membantu membangun hubungan kemitraan sekolah dengan sekolah lain dan dengan masyarakat
3. Mengembang kan keprofe-sionalan
7. Sebagai tenaga profesional
Melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kemampuan profesional
Sumber: SKGP PLB, 2004
Di samping peran utama guru PLB sebagai guru pada pendidikan anak-anak
cacat akibat penyakit dan penyebab lainnya, guru PLB juga memiliki peran
pendukung tugas utama dalam pencegahan dan penanganan beberapa penyakit yang
menyebabkan kecacatan. Manifestasi peran guru tersebut pada dasarnya dapat bersifat
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Baik yang dilaksanakan di lingkungan
keluarga, sekolah mapun di lingkungan masyarakat.
a. Peran guru yang bersifat preventif artinya seorang guru dapat
melakukan kegiatan tertentu yang dapat mencegah anak menjadi terkena penyakit
yang menyebabkan kecacatan atau mencegah hal-hal yang dapat menambah
beratnya gradasi kecacatan seseorang. Misalnya menyarankan anak didik ketika
duduk di kelas yang baik agar punggung tidak bengkok (skoliosis), mata tidak
juling, kepala tidak berat sebelah, pemberian vitamin A, tetes iodium, tablet besi
dan pemberian makanan tambahan merupakan sebagian bentuk-bentuk
pencegahan kecacatan di sekolah, atau menyarankan anak didik untuk tertip
berlalu lintas sepulang sekolah sehingga terhindar dari kecelakaan, memberikan
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
229
pencerahan terhadap warga masyarakat untuk menjaga kesehatan anak dengan
memberikan nutrisi yang baik dan seimbang, menyarankan orangtua agar
membawa anaknya mendapatkan imunisasi dasar dan imunisasi lengkap di
posyandu atau di polindes/puskesmas/ rumah sakit adalah merupakan salah satu
manifestasi peran guru dalam pencegahan penyakit yang menyebabkan kecacatan.
b. Peran guru yang bersifat kuratif, maksudnya bahwa seorang guru dapat
memberikan kegiatan latihan tertentu sehingga anak menjadi sembuh dari sakit.
Atau merujuk anak ke tenaga medis tertentu untuk mendapatkan intervensi medis
termasuk peran guru yang bersifat kuratif. Penyandang penyakit yang
menyebabkan kecacatan seperti poliomyelitis, campak, infeksi tertentu, awalnya
menunjukkan gejala-gejala seperti panas, lemas, tidak ada nafsu makan, muntah-
muntah, sakit kepala, nyeri apabila menelan, batuk dan pilek. Seorang guru PLB
dapat menyarankan anak segera dirujuk ke tempat-tempat pelayanan kesehatan
untuk agar sembuh dari sakit. Tindakan guru yang demikian itu termasuk peran
guru PLB yang bersifat kuratif.
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
230
Gambar 28.Peran Guru Dalam Mencegah Kecacatan Dapat Bersifat Prevenstif, Kuratif Dan Rehabilitatif
c. Peran guru PLB yang bersifat rehabilitatif maksudnya adalah ketika
guru PLB menjumpai seorang anak mengalami lumpuh layuh karena virus polio,
organ geraknya kaku, gerak tidak terkendali, tidak dapat melihat, mendengar,
berbicara, dll., maka guru PLB dapat memberikan latihan-latihan tertentu agar
organ tubuh tersebut menjadi berfungsi, yang semula tidak tahu menjadi tahu,
yang semula tidak mampu menjadi mampu, dsb. Usaha-usaha guru ini termasuk
manifestasi peran guru yang bersifat rehabilitatif .
Dengan demikian peran guru PLB dalam penanganan anak dapat sebagai
pelaksana, sebagai tempat rujukan/merujukkan ke ahli lain ataupun sebagai konsultan.
Diantara peran guru PLB adalah:
a. Memberikan konsultasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan, terutama
orangtua berkaitan dengan program penanganan anak.
b. Merujukkan anak ke psikolog klinis, dokter ahli perkembangan anak,
psikiater anak atau neurologist khusus dan ahli lain yang relevan
c. Melakukan identifikasi dan asesmen
d. Menyelenggarakan sidang kasus bagi peserta didik yang bermasalah
belajar
e. Bersama guru dan ahli lain guru merancang program layanan (rehabilitasi
dan habilitasi) bagi peserta didik tertentu sesuai dengan kebutuhan.
f. Sebagai tenaga rehabilitasi untuk memodifikasi tingkahlaku, memberikan
rangsangan sensoris bagi anak yang membutuhkan, memberikan terapi tertentu
yang terpadu dengan pelaksanaan pembelajaran.
g. Sebagai pendidik dan guru khusus, baik yang dilakukan di lingkungan
keluarga, di klinik terapi ataupun di sekolah-sekolah.
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
231
P. Habilitasi dan Rehabilitasi Anak Berkelainan Akibat Penyakit.
Layanan rehabilitasi dan habilitasi bagi anak berkelainan merupakan salah satu
bentuk usaha untuk membantu mengatasi permasalahan anak berkelainan. Yang
dimaksud dengan rehabilitasi anak berkelainan adalah proses refungsionalisasi dan
pengembangan untuk memungkinkan anak berkelainan mampu melaksanakan fungsi
sosial secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat (UU.No.4/1997, Ps. 1). Atau
upaya memberikan kemampuan kembali melalui bantuan medik, social, psikologik
dan keterampilan yang diselenggarakan secara terpadu bagi peserta didik yang
memiliki kelainan agar dapat mencapai kemampuan fungsionalnya seoptimal
mungkin. Sedangkan habilitasi merupakan upaya memberikan kemampuan melalui
bantuan medik, social, psikologik dan keterampilan yang diselenggarakan secara
terpadu bagi peserta didik yang memiliki kelainan agar dapat mencapai kemampuan
fungsionalnya seoptimal mungkin.
Beberapa penyakit tertentu dapat menyebabkan terjadinya kelainan, baik
penyakit itu terjadi ketika janin masih dalam kandungan, saat kelahiran ataupun
setelah dilahirkan. Seperti dalam bentuk retardasi mental, cerebral palsy,
poliomyelitis, distropi muskular, tunanetra, tunarungu, tunawicara, dan sebagainya.
Oleh karena itu program habilitasi dan rehabilitasi sangat dibutuhkan oleh anak-anak
berkelainan akibat penyakit tersebut.
Kebutuhan program habilitasi dan rehabilitasi sudah tentu disesuaikan dengan
hambatan-hambatan yang dialami oleh masing-masing anak. Hambatan dan kebutuhan
habilitasi dan rehabilitasi masing-masing anak diketahui lewat analisis hasil asesmen.
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
232
Habilitasi dan rehabilitasi anak kelainan dilaksanakan oleh sebuah tim yang
terdiri dari multisiplin. Macam profesi yang tergabung di dalam tim sangat tergantung
dari jenis kelainan masing-masing anak.
Tujuan dari program habilitasi dan rehabilitasi bagi anak karena faktor
penyakit antara lain agar mereka mengaktualisasi potensi yang ada seoptimal
mungkin, sehingga dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dapat dilakukan secara
mandiri dan tidak terlalu banyak bergantung pada orang lain.
Bagi anak berkelainan karena akibat penyakit ada banyak bentuk program
habilitasi dan rehabilitasi yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak.
Ada anak yang membutuhkan rehabilitasi dan habilitasi kemampuan bicara,
kemampuan ambulasi dan mobilisasi, bimbingan/bina diri, dsb. Melalui kegiatan
rehabilitasi dan habilitasi diharapkan anak berkelainan dapat mengaktualisasikan
potensinya sehingga mereka dapat menjadi orang yang “berguna”, baik bagi diri
sendiri maupun bagi orang lain.
Diantara bentuk program habilitasi dan rehabilitasi bagi anak berkelainan
akibat penyakit adalah:
a. Pemenuhan kebutuhan peralatan khusus, seperti untuk tunanetra membutuhkan
tongkat putih, reglet, ketik braille. Untuk anak tunarungu ada yang membutuhkan
alat bantu dengar. Anak Tunadaksa membutuhkan ortodik dan/atau prostetik.
b. Bimbingan penggunaan alat bantu khusus.
c. Bimbingan pemecahan masalah, seperti bimbingan mental keagamaan,
bimbingan mental kepribadian, bimbingan sosial.
d. Pelayanan pendidikan, baik bagi anak sendiri maupun bagi orangtua.
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
233
e. Latihan dan bimbingan vokasional, yang disesuaikan dengan bakat, minat dan
kemampuan/kondisi kelainan masing-masing anak.
f. Program terapi yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak,
seperti speech therapy, physio therapy, occupational therapy, dan sebagainya.
Melalui kegiatan rehabilitasi dan habilitasi diharapkan anak berkelainan dapat
mengaktualisasikan potensinya sehingga mereka dapat menjadi orang yang “berguna”,
baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.
Q. Rangkuman
Pada hakekatnya setiap individu yang sakit harus segera mendapatkan
perawatan yang baik dan pengobatan yang tepat. Apapun macam penyakit itu. Ada
penyakit yang dialami janin ketika masih dalam kandungan, ada penyakit yang terjadi
saat proses persalinan, dan ada pula penyakit yang terjadi pada masa balita, anak-anak
dan usia dewasa.
Individu sakit yang gagal memperoleh perawatan dan pengobatan yang tepat
dapat berakibat cacat permanen seperti poliomyelitis, cerebral palsy, distropi
muskular, spina bifida, hidrosefalus, kretin, tunanetra, tunarungu, dan sebagainya.
Upaya pencegahan sakit dan cacat bagi setiap orang adalah lebih baik dan
lebih murah dari pada setelah terlanjur sakit dan cacat. Namun demikian individu yang
sudah terlanjur cacat tidak boleh dibiarkan. Mereka mengalami hambatan dalam
berbagai hal, sehingga mereka membutuhkan intervensi tertentu sesuai dengan
kebutuhan masing-masing individu. Hambatan setiap penyandang cacat diharapkan
dapat dihilangkan/dikurangi melalui program habilitasi dan rehabilitasi yang
dilakukan oleh sebuah tim ahli. Sehingga pada akhirnya pada penyandang kelainan
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
234
diharapkan dapat menyongsong masa depannya secara mandiri dengan atau tanpa
bantuan orang lain.
Guru PLB memiliki peran yang penting dalam intervensi penyandang kelainan
akibat penyakit, baik sebagai pelaksana, sebagai tempat rujukan, ataupun sebagai
konsultan dalam penanganan anak-anak.
Buku Acuan
Anonim. 2004. Standar Kompetensi Guru Pemula Bidang Pendidikan Luar Biasa.
Jakarta: Ditjen. Dikti. Departemen Pendidikan Nasional.
Abdul Salim. 2006. Hambatan dan Kebutuhan Anak Tunadaksa. Makalah Pelatihan
Teknis Dosen PLB Bidang Tunadaksa. Surakarta: Ditjen. Dikti. Depdiknas.
Abdul Salim. 2000. Pemberdayaan Penyandang Cacat Menuju Kemandirian dan
Produktivitas Melalui Peranserta Perguruan Tinggi. Laporan Penelitian.
Surakarta: PPRR Lembaga Penelitian UNS.
Abdul Salim. 2000. Uji model Penanganan Anak Kretin dan GAKI di SD Daerah
Gondok Endemik. Surakarta: Jurnal Rehabilitasi dan Remediasi. UNS
Abdul Salim. 1996. Pendidikan Anak Cerebral Palsy. Jakarta: Ditjen. Dikti.
Depdikbud.
Aziz Alimul Hidayat. Musrifatul Uliyah. 2005. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran.
Bambang Hartono. 1993 Disfungsi Minimal Otak Anak SD di Daerah Gondok
Endemik. Semarang: FK UNDIP
Bambang Hartono. 1994. Information Processing of the Learning Disabled Children
Living in Iodine Deficient Area. Semarang: FK UNDIP
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
235
Budi Santosa. 2005. Autisme. Surakarta: Jurusan Okupasi Terapi Politehnik
Kesehatan Surakarta.
Budi Santosa. 2006. Terapi Okupasi pada Anak dengan Tunadaksa. Makalah Pada
Pelatihan Teknis Dosen PLB 2006. Surakarta: Direktorat Ketenagaan Ditjen
Dikti Depdiknas.
David Werner. 2002. Anak-Anak Desa Yang Menyandang Cacat. Malang: Bakti
Luhur.
Djokomoeljanto. 1996. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium. Makalah. Semarang:
FK UNDIP.
Gerald B. Merenstein, David W. Kaplan, Adam A. Rosenberg, Alih Bahasa Hunardja.
Cet. 2002. Buku Pegangan Pediatri. Jakarta: Widya Medika.
Hallahan Danil P Kauffman James M. 1988. Exceptional Children, Introduction to
Special Education. New Jersey: Prentice Hall International, Inc.
Haris Mudjiman, Munawir Yusuf. 1990. Disfungsi Minimal Otak dan Kesulitan
Belajar Anak. Surakarta: PSRR LEMLIT UNS.
Harris. 1989. Your Child Development In Children With Autism. A. Parent Guide.
New York: Woodbine House Inc.
Harsono Salimo. 1994. Ilmu Kesehatan Anak: Pediatri Sosial bagi Anak & Remaja.
Surakarta : UNS Press.
Heather W. 2000. Early Intervention Programs for Children With Autism: Conceptual
Framework for Implementation. American Journal of Orthopsychiatry. 70 (1) January
2000.
Koegel R. et-al.1996. Teaching Children With Austism – Strategies for initiating
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
236
Positive Interaction and improving Learning opportunities. Baltimore: Paul Brookes
Publising Co.
Maskun Pudjianto. 2006. Fisio Terapi Pada Anak Tunadaksa. Makalah Pada Pelatihan
Teknis Dosen PLB 2006. Surakarta: Direktorat Ketenagaan Ditjen Dikti
Depdiknas.
Moersintowarti. 1993. Deteksi Dini Balita. Surabaya: Lab. IKA-FK UNAIR.
Moersintowarti. 1993. Deteksi Dini Penyakit-Penyakit yang Mempengaruhi Tumbuh
Kembang anak. Makalah Simposium Tumbuh Kembang Anak Masa Kini.
Surakarta: Lab IKA FK UNS.
Mustarsid. 1993. Pemeriksaan Neulogi Untuk Deteksi Dini Kelainan Tumbuh
Kembang Anak. Makalah Simposium Tumbuh Kembang Anak Masa Kini.
Surakarta: Lab IKA FK UNS.
Nelson Alih bahasa Moelia Raja Siregar. 1988. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran.
Sugiarmin. Ahmad Thoha Muslim. 1996. Artopedi dalam PLB. Jakarta: Depdikbud.
Soeharso. 1977. Ilmu Bedah Ortopedi. Cet.I. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica.
Sudaryono. 1996. Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) dan Upaya
Penanggulangannya di Jawa tengah. Makalah. Semarang: FK UNDIP.
Widyawati. 2003. Manajemen Multidisiplin pada Individu dengan Autstic Spectrum.
Jakarta: Konggres Nasional Autisme 1.
Yulianto Wahyono. 2006. Fisio Terapi Pada Cerebralpalsy. Makalah Pada Pelatihan
Teknis Dosen PLB 2006. Surakarta: Ditjen Dikti Depdiknas.
Yudhoyono. Susilo Bambang. 2005. Cegah Polio Menyebar Ke Daerah Lain. Kompas
20 Mei 2005
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
237