bab v gaya kepemimpinan dalam organisasi … v... · kegiatan osis dan disaat menjadi mahasiswa...
TRANSCRIPT
BAB VGAYA KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI
PERUSAHAAN
5.1 Karakteristik Pemimpin
PUR adalah laki-laki yang berumur 49 tahun yang menjabat sebagai
Manager R&D. Latar belakang PUR berasal dari kalangan orang yang sederhana.
Kedua orang tuanya selalu mengajarkan untuk selalu mensyukuri apa yang telah
diberikan Tuhan. PUR selalu diajarkan untuk hidup mandiri dan selalu bekerja
keras. Berkat kerja keras dan jerih payahnya, PUR dapat sekolah sampai
perguruan tinggi dan mendapatkan gelar master. Namun, Latar belakang
pendidikan PUR, tidak membuat PUR menjadi orang yang sombong. Hal ini
disebabkan atas cara pandang PUR yang menganggap bahwa ada beberapa orang
yang mendapat kesempatan hidup lebih baik dan ada juga orang yang belum
mendapat kesempatan tersebut. Sifat atasan yang selalu mensyukuri apa yang
diberikan Tuhan membuat atasan selalu menghormati karyawan-karyawannya.
Dalam hal pengalaman kepemimpinan, beliau semenjak SMA aktif dalam
kegiatan OSIS dan disaat menjadi mahasiswa beliau pun aktif dalam organisasi
dan kepanitiaan yang diadakan dikampus.
SY adalah seorang laki-laki yang berumur 52 tahun, yang menjabat
sebagai Manager SDM. Latar pendidikan formal SY adalah lulusan perguruan
tinggi dan bergelar master. Semenjak menjadi mahasiswa beliau aktif dalam
organisasi dikampus. Latar belakang tersebut membuat SY, percaya diri dalam
memimpin sebuah organisasi. Sebelum menjabat sebagai Manager SDM, SY pun
pernah berkarir di perusahaan lain sehingga beliau sudah mempunyai pengalaman
sebagai pemimpin. Semenjak kecil SY oleh orang tuanya selalu diajarkan untuk
hidup disiplin, karena memang pada saat itu orang tuanya berasal dari kalangan
militer. Latar belakang pengalaman tersebut membuat SY menjadi pemimpin
yang tegas dan percaya diri dalam mengambil keputusan. Namun ketegasan beliau
tidak membuat karyawan takut padanya, karena ketegasan beliau semata-mata
dalam pekerjaan.
“Ketegasan saya dalam memberikan sanksi kepada karyawan dikarenakan dahulu saya memang sudah dididik untuk disiplin oleh orang tua saya, karena pada waktu itu orang tua saya mempunyai latarbelakang sebagai militer”. (SY, 52 tahun Manager SDM)
Kekeluargaan yang terjalin pada bagian SDM dan R&D PT. Indofarma
Tbk cukup baik. Begitu juga hubungan atasan dengan bawahan yang saling
menghormati. Perilaku yang ramah dari atasan ketika bertemu dalam satu
ruangan, membuat suasana kerja menjadi nyaman, sehingga karyawan merasa
dihargai kehadirannya. Kondisi tersebut mempunyai nilai positif karena perilaku
atasan yang ramah menjadi bahan panutan bagi karyawan lainnya. Hal ini
diketahui dari hasil wawancara dengan seorang karyawan R&D sebagai berikut:
“Sikap atasan yang ramah jika bertemu dengan karyawan, membuat saya kagum, tetapi memang sudah sepantasnya kalau atasan itu memberikan contoh yang baik bagi karyawannya agar menjadi teladan bagi karyawannya”.(PW, 25 tahun, Karyawan R&D)
Perilaku atasan dalam bergaul yang tidak memisahkan diri dengan
karyawan, membuat rasa simpatik karyawan pada atasan. Terbukti disaat jam
istirahat atasan mau shalat berjamaah dengan karyawan, yang tidak membeda-
bedakan antara atasan dan karyawan. Sikap atasan yang seperti itu, dapat
mempererat rasa kekeluargaan pada bagian SDM dan R&D. Hal ini diketahui dari
hasil wawancara dengan seorang karyawan SDM sebagai berikut:
“Atasan disini tidak sombong-sombong, mau bergaul dengan karyawan, contohnya disaat shalat zuhur tiba atasan dan karyawan shalat jama’ah bersama, dan tidak memisahkan diri dengan karyawan lain.(CH, laki-laki 25 tahun, karyawan SDM)
Rasa solidaritas yang tinggi juga terlihat pada bagian SDM dan R&D. Jika
ada karyawan yang sakit biasanya atasan berinisiatif untuk mengajak karyawan
lain untuk menjenguk karyawan yang sakit tersebut. Kepekaan atasan terhadap
karyawan memberikan kesadaran bagi karyawan untuk saling menolong jika ada
karyawan yang terkena musibah atau kesulitan dalam bekerja. Hal ini diketahui
dari hasil wawancara dengan seorang karyawan SDM sebagai berikut:
“jika ada karyawan yang tidak masuk selama 3 hari dikarenakan sakit, atasan berinisiatif untuk menjenguknya dengan mengajak karyawan lain untuk datang bersama-sama kesana.”(NN, 32 tahun, karyawan SDM)
5.2 Gaya Kepemimpinan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada responden karyawan
mempunyai penilaian yang berbeda-beda terhadap atasannya. Penilaian tersebut
seperti perilaku atasan dalam memberikan instruksi pada karyawan, sikap atasan
dalam memberikan sanksi kepada karyawan, perhatian atasan terhadap kegiatan
karyawan serta perilaku lainnya yang termasuk dalam gaya kepemimpinan.
Responden yang menilai atasannya mempunyai gaya kepemimpinan direktif
sebanyak 20 persen, sedangkan 63,3 persen menilai atasannya mempunyai gaya
kepemimpinan konsultatif, dan sebanyak 13,3 persen menilai atasannya bergaya
kepemimpinan partisipatif, dan sisanya 4 persen menilai atasannya bergaya
kepemimpinan delegatif. Adapun persentase jumlah responden dalam menilai
atasannya dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Responden Karyawan dalam Menilai Gaya Kepemimpinan Atasan
Gaya Kepemimpinan Jumlah Responden KaryawanOrang %
Direktif 6 20Konsultatif 19 63,3Partisipatif 4 13,3Delegatif 1 4Jumlah 30 100
5.2.1 Gaya Kepemimpinan Direktif
Responden yang menilai atasannya bergaya kepemimpinan direktif
sebanyak 20 persen. Responden menilai atasannya bergaya kepemimpinan direktif
dalam hal-hal tertentu, biasanya dalam hal pemberian sanksi terhadap karyawan.
Pengawasan kerja yang dilakukan oleh atasan dimaksudkan untuk
memperbaiki kinerja karyawan. Pengawasan tersebut lebih mengarahkan
karyawan untuk bekerja lebih baik sesuai dengan peraturan kerja yang telah
disepakati oleh karyawan. Atasan pun lebih cenderung mengawasi karyawan yang
baru dibandingkan karyawan yang senior karena atasan menganggap karyawan
yang baru masih butuh banyak perhatian dan bimbingan dalam bekerja.
Pengarahan yang dilakukan atasan semata-mata untuk meminimalisir karyawan
dalam melakukan kesalahan kerja.
Pengambilan keputusan yang dilakukan atasan terhadap pelanggaran
peraturan kerja, biasanya langsung diputuskan oleh atasan. Jika karyawan nyata-
nyata melakukan kesalahan fatal atau kesalahan dilakukan yang berulang-ulang
maka atasan dapat memberhentikan karyawan tersebut guna tegaknya disiplin
kerja di perusahaan.
Gaya kepemimpinan direktif yang dilakukan oleh atasan dalam
menegakkan peraturan kerja berguna untuk meningkatkan disiplin kerja karyawan
diperusahaan. Pengambilan keputusan yang dilakukan atasan secara tegas dalam
memberikan sanksi merupakan ciri dari gaya kepemimpinan direktif yang
dilakukan atasan karena atasan mengambil keputusan tanpa melibatkan karyawan.
Jika karyawan sudah dapat menegakkan disiplin dan menanamkan kepercayaan
terhadap peraturan kerja maka proses kerja akan lebih efektif dan efisien.
“Pada dasarnya peraturan sudah ada pada setiap perusahaan dan harus dipatuhi oleh karyawan maupun atasan lainnya. Jika ada pelanggaran biasanya ada sanksinya, baik berupa teguran, surat peringatan, atau PHK. Namun PHK biasanya dilakukan oleh atasan jika karyawan tersebut sering melanggar peraturan kerja”. (SY, 52 tahun, Manager SDM)
“jika ada karyawan yang tidak masuk selama 3 hari berturut-turut dikarenakan sakit, biasanya atasan berinisiatif untuk menjenguknya dengan mengajak karyawan lain untuk datang bersama-sama kesana tapi kalau karyawan yang tidak masuk selama 3 hari berturut-turut tanpa alasan yang jelas, atasan langsung memberikan surat peringatan kepada karyawan tersebut”.(NN, 32 tahun, karyawan SDM)
Menurut ungkapan manager (SY, 52 tahun) maka terlihat bahwa peraturan
memang sudah terdapat pada perusahaan namun untuk pemberian sanksi atasanlah
yang sepenuhnya memutuskan. Selaras dengan ungkapan NN, karyawan SDM
mengatakan bahwa atasan akan memberikan sanksi kepada karyawannya jika
selama 3 hari berturut-turut tidak masuk tanpa keterangan. Akan tetapi, atasan pun
mempunyai jiwa sosial yang tinggi jika karyawan tersebut sakit, dimana atasan
mempunyai inisiatif untuk menjenguknya dengan mengajak karyawan lainnya.
5.2.2 Gaya Kepemimpinan Konsultatif
Responden yang menilai atasannya mempunyai gaya kepemimpinan
konsultatif sebanyak 63,3 persen. Hal ini terlihat dari perhatian terhadap tugas dan
karyawan sama besar. Atasan selain memperhatikan kesulitan yang dialami oleh
para karyawan, juga memberikan keterangan-keterangan yang cukup jelas dalam
memberikan perintah atau tugas, yang dapat membantu dalam pencapaian hasil
yang baik dan kelancaran dalam bekerja. Adanya kerja sama yang baik antar
karyawan membuat pekerjaan menjadi lebih cepat. Hal tersebut tidak lepas dari
peran atasan dalam memberikan pengarahan dalam bekerja.
Perhatian atasan kepada karyawan pun beraneka ragam, kadang kala
atasan memberikan pujian, bonus, atau kenaikan jabatan jika karyawan tersebut
memang sangat berprestasi dalam bekerja. Kenaikan jabatan tidak semata-mata
atasan yang menentukannya, Peran teman sekerjanya pun mempunyai peran
dalam memutuskannya. Atasan selalu mendiskusikan masalah kenaikan jabatan
kepada teman sekerja yang bersangkutan, karena teman kerjanya yang
mempunyai penilaian yang lebih objektif dibandingkan atasan yang melihat dari
sisi pekerjaannya saja.
“Kenaikan jabatan pada karyawan berprestasi masih sering dilakukan untuk mengisi jabatan yang kosong pada bagian-bagian tertentu dan lebih diutamakan karyawan yang sudah lama mengabdi. Keputusan ini dilihat dari penilaian atasan dan penilaian teman sekerjanya”. (SY, 52 tahun, Manager SDM)
Menurut ungkapan SY (Manager SDM) terlihat bahwa atasan cenderung
memutuskan kenaikan jabatan karyawan dengan cara mengkonsultasikan terlebih
dahulu kepada teman kerja yang bersangkutan. Keputusan atasan dalam
mempromosikan karyawan ini tergolong gaya kepemimpinan konsultatif, karena
walaupun atasan yang menentukan keputusan, tetapi masih melibatkan peran
karyawan lainnya.
Perhatian terhadap karyawan dapat dilihat dari adanya hubungan yang baik
antara atasan dan karyawan. Kedekatan karyawan dengan atasan tidak hanya
terjalin dalam bekerja namun juga terjalin diluar pekerjaan. Jika terdapat kendala-
kendala yang berhubungan dengan pekerjaan, karyawan pun biasanya langsung
berkonsultasi dengan atasannya, baik datang langsung ke ruangan atasan atau
berkonsultasi di saat rapat berlangsung.
“Saya menganggap karyawan seperti teman saya saja, jadi karyawan pun tidak segan-segan jika ingin berkonsultasi dengan saya, baik masalah pekerjaan maupun diluar pekerjaan. tapi biasanya kalau berkonsultasi untuk masalah diluar pekerjaan disaat jam istirahat, karena mereka juga paham dan bisa membedakan antara jam kerja dan jam istirahat”.
(PUR, 49 Tahun, Manager R&D)
“Pada saat rapat setiap perwakilan dari tiap seksi menyampaikan laporan mengenai pekerjaan masing-masing.” (ST,43 tahun, Karyawan SDM)
Menurut ungkapan karyawan SDM (ST, 43 tahun) terlihat bahwa dalam
hal tugas, karyawan sering mendiskusikan pada saat terjadi rapat. Proses diskusi
dan konsultasi biasanya jika ada laporan kemunduran dari beberapa seksi
(misalnya penjualan menurun) sehingga atasan mencari penyebabnya dan
memutuskan langkah-langkah untuk memecahkan masalah tersebut.
Kekeluargaan yang terjalin pada bagian SDM dan R&D PT. Indofarma
Tbk cukup baik. Begitu juga hubungan atasan dengan bawahan yang saling
menghormati. Perilaku yang ramah dari atasan ketika bertemu dalam satu
ruangan, membuat suasana kerja menjadi nyaman, sehingga karyawan merasa
dihargai kehadirannya. Kondisi tersebut mempunyai nilai positif karena perilaku
atasan yang ramah menjadi bahan panutan bagi karyawan lainnya.
“Sikap atasan yang ramah jika bertemu dengan karyawan, membuat saya kagum, tetapi memang sudah sepantasnya kalau atasan itu memberikan contoh yang baik bagi karyawannya agar menjadi teladan bagi karyawannya”. (PW, 25 tahun, Karyawan R&D)
Berdasarkan ungkapan karyawan R&D (PW, 25 tahun) menunjukkan bahwa
karyawan mempunyai rasa kagum terhadap atasannya. Hal ini memberikan
dampak positif terhadap kondisi kerja, dimana karyawan merasa nyaman dengan
atasannya yang mengakibatkan karyawan semangat dalam bekerja.
5.2.3 Gaya Kepemimpinan Partisipatif
Responden yang menilai atasan menerapkan gaya kepemimpinan
partisipatif sebanyak 13,3 persen. Biasanya atasan lebih partisipatif dalam hal
menetapkan kebijakan yang beresiko seperti menetapkan harga produk baru yang
akan didistribusikan ke pasar atau konsumen. Atasan menganggap ide, saran dan
kritik dari karyawan merupakan masukan yang sangat berarti, karena tanpa
karyawan, atasan akan sulit untuk memecahkan masalah tersebut. Hal ini sesuai
dengan hasil wawancara dengan manager dan karyawan SDM, yang mengatakan
bahwa :
“Ide, saran, dan kritik dari karyawan merupakan masukan yang sangat berharga bagi kemajuan perusahaan, sehingga disaat rapat diperlukannya ide-ide cemerlang dari perwakilan tiap seksi”.(SY, 52 tahun, Manager SDM)
“Saat rapat biasanya, atasan melibatkan perwakilan tiap seksi. Atasan pun selalu memberikan kesempatan karyawan dalam menyampaikan saran atau kritiknya, karena atasan pernah bilang ke saya kalau masukan dari karyawan sangat diperlukan untuk kemajuan perusahaan.”(NI, 41 tahun, supervisor)
Dalam pelaksanaan tugasnya atasan tidak segan untuk terjun langsung
membantu karyawan. Karyawan juga diberikan kebebasan dalam menyampaikan
ide, saran, ataupun kritik mengenai pekerjaanya, sehingga dalam pengambilan
keputusan dilakukan bersama-sama oleh atasan dan karyawan. Gaya
kepemimpinan partisipatif tersebut membuat pekerjaan cepat terselesaikan karena
semakin banyak ide cemerlang yang diberikan untuk menyelesaikan pekerjaan.
Hubungan yang baik dan harmonis antara atasan dan bawahan tercipta
pada suasana kerja di bagian SDM dan R&D sehingga timbul koordinasi yang
baik dan suasana kerja yang komunikatif. Selain itu, Hubungan yang erat antara
atasan dan bawahan ini akan memberikan dampak positif bagi perusahaan dimana
para pimpinan dapat mengkomunikasikan dengan baik kepada karyawan, baik itu
tentang peraturan-peraturan perusahaan, tujuan-tujuan perusahaan, standar kerja
karyawan hingga hal-hal lainnya yang perlu disampaikan kemudian dimengerti
oleh karyawan.
Jika ada peraturan terbaru dari perusahaan biasanya dibahas pada saat rapat dan hasilnya ditempel dimading-mading tiap departemen sehingga karyawan menjadi tahu dan tidak ada alasan untuk melanggar, kecuali sakit atau ada keluarga yang sedang berduka. (NI, 41 tahun, supervisor)
5.2.4 Gaya Kepemimpinan Delegatif
Responden yang menilai atasannya mempunyai gaya kepemimpinan
delegatif sejumlah empat persen. Tidak banyak karyawan yang menilai gaya
kepemimpinan atasan ialah gaya kepemimpinan delegatif dikarenakan memang
tergolong jarang atasan dalam memberikan tanggung jawab penuh terhadap
pekerjaan. Semua tanggung jawab pekerjaan selalu dilaporkan kembali kepada
atasan.
Gaya kepemimpinan delegatif, biasanya diterapkan atasan jika terdapat
banyak pekerjaan yang belum terselesaikan. Atasan mendelegasikan pekerjaan
kepada karyawan, dengan cara berlembur atau dengan kata lain karyawan bersedia
bekerja diluar jam kerja. Hal ini diketahui antara lain dari hasil wawancara dengan
seorang karyawan PT. Indofarma Tbk sebagai berikut :
“bekerja lembur memang jarang ada, namun terkadang jika ada pekerjaan yang benar-benar menumpuk, dan karyawan mengajukan untuk lembur guna mempercepat pekerjaan, biasanya atasan memperbolehkannya.(Na, 31 tahun, karyawan R&D)
5.3 Ikhtisar
Gaya kepemimpinan yang diterapkan manajer lebih cenderung kepada
gaya kepemimpinan konsultatif. Namun, gaya kepemimpinan direktif, partisipatif,
dan delegatif juga diterapkan pula oleh atasan dalam hal-hal tertentu. Penerapan
gaya kepemimpinan yang dilakukan atasan disesuaikan dengan situasi pada
lingkungan pekerjaan tersebut.
Gaya kepemimpinan konsultatif ditandai dengan atasan yang mempunyai
perhatian terhadap karyawan dan pekerjaan yang sama besar. Gaya kepemimpinan
konsultatif biasanya diterapkan atasan dalam hal mempromosikan karyawan yang
berprestasi. Perhatian atasan terhadap ,pekerjaan biasanya dengan memberikan
keterangan-keterangan yang cukup jelas sehingga membuat pekerjaan menjadi
lebih cepat. Hal tersebut tidak lepas dari peran atasan dalam memberikan
pengarahan dalam bekerja.
Gaya kepemimpinan direktif diterapkan atasan dalam menegakkan
peraturan kerja dengan melakukan pengawasan yang ketat dan pemberian sanksi
terhadap karyawan yang melanggar. Atasan pun lebih cenderung mengawasi
karyawan yang baru dibandingkan karyawan yang senior karena atasan
menganggap karyawan yang baru masih butuh banyak perhatian dan bimbingan
dalam bekerja. Dalam mengambil tindakan terhadap pelanggaran peraturan kerja
yang diperbuat karyawan, atasan biasanya langsung membuat keputusan tanpa
mendiskusikan kembali dengan karyawan yang bersangkutan.
Gaya kepemimpinan partisipatif diterapkan dalam hal menetapkan
kebijakan yang beresiko. Atasan menganggap ide, saran dan kritik dari karyawan
merupakan masukan yang sangat berarti, karena tanpa karyawan, atasan akan sulit
untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam pelaksanaan tugasnya atasan tidak
segan untuk terjun langsung membantu karyawan. Karyawan juga diberikan
kebebasan dalam menyampaikan ide, saran, ataupun kritik mengenai pekerjaanya,
sehingga dalam pengambilan keputusan dilakukan bersama-sama oleh atasan dan
karyawan. Gaya kepemimpinan partisipatif tersebut membuat pekerjaan cepat
terselesaikan karena semakin banyak ide cemerlang yang diberikan untuk
menyelesaikan pekerjaan.
Gaya kepemimpinan delegatif, diterapkan atasan jika terdapat banyak
pekerjaan yang belum terselesaikan. Atasan mendelegasikan pekerjaan kepada
karyawan, dengan cara berlembur atau dengan kata lain karyawan bersedia
bekerja diluar jam kerja.
BAB VITINGKAT MOTIVASI KERJA KARYAWAN
DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN
Tingkat motivasi dalam bekerja tidak lepas dari faktor-faktor motivasi,
seperti gaji, peraturan perusahaan, hubungan rekan kerja, hubungan atasan dengan
bawahan, keinginan untuk berprestasi, pengakuan serta tanggung jawab atas
pekerjaan tersebut. Pada penelitian ini, faktor-faktor motivasi dikaji untuk melihat
bagaimana hubungan faktor motivasi dengan motivasi kerja karyawan.
6.1 Tingkat Motivasi Kerja
Motivasi kerja karyawan menjadi daya penggerak yang meningkatkan
semangat kerja seseorang dan mendorong orang tersebut untuk mengembangkan
kreativitas serta mengarahkan semua kemampuan dan energi yang dimilikinya
demi mencapai prestasi kerja yang tinggi. Perusahaan bukan saja mengharapkan
karyawan mampu, cakap dan terampil, tetapi yang terpenting mereka mau bekerja
giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal.
Motivasi kerja karyawan tercermin dari sikap positif karyawan dalam
melaksanakan semua pekerjaannnya. Pada penelitian ini motivasi dilihat dari 3
indikator yaitu bekerja keras, bekerjasama dan bertanggung jawab. Bekerja keras
terlihat dari kemauan dari karyawan dalam menerima lemburan dalam bekerja.
Namun, lemburan dalam bekerja tidak terjadi setiap hari, hanya saja jika ada
pekerjaan yang banyak dan belum terselesaikan. Biasanya karyawan yang sudah
menikah lebih semangat untuk berlembur dibandingkan dengan karyawan yang
belum menikah dikarenakan karyawan yang sudah menikah mempunyai
tanggungan yang lebih selain dirinya sendiri. Hal ini diketahui dari hasil
wawancara dengan seorang karyawan PT. Indofarma Tbk sebagai berikut :
“Saya sih senang-senang saja kalau disuruh lembur sama atasan, kan lumayan kalau lembur bisa nambah-nambah penghasilan”.(Na, 31 tahun, karyawan R&D)
Hubungan yang baik dan harmonis antara atasan dan bawahan akan
menciptakan suasana kerja yang kondusif, koordinasi yang baik, dan suasana
kerja yang komunikatif. Begitu juga yang terjalin antar sesama karyawan,
kerjasama yang baik antar karyawan terlihat dari saling membantu karyawan jika
ada kesulitan dalam bekerja. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh seorang
karyawan PT. Indofarma Tbk sebagai berikut :
“Kerjasama antar karyawan disini cukup baik, kalau saya ada kesulitan dalam hal-hal tertentu saya suka menanyakan kepada karyawan lainnya, apalagi waktu saya baru-baru kerja disini saya nanya mulu sama karyawan yang sudah senior”. (NN, 32 tahun, karyawan SDM)
Kerjasama yang baik antar karyawan terlihat dari saling membantu
karyawan jika ada kesulitan dalam bekerja. Saling membantunya karyawan senior
terhadap karyawan yang baru merupakan indikasi dari kerjasama antar karyawan
disana tergolong erat. Begitu juga yang terjadi antara atasan dengan bawahan,
mau bersosialisasinya atasan dengan karyawan disaat jam istirahat menimbulkan
citra yang baik terhadap atasan sehingga timbul rasa solidaritas antar sesama
karyawan dan atasan.
Rasa tanggung jawab dalam bekerja terlihat dari bersedianya karyawan
bekerja sesuai dengan jam kerja yang telah ditetapkan perusahaan. Tepat
waktunya karyawan pada saat masuk jam kerja dan bersedianya karyawan dalam
bekerja lembur untuk mempercepat penyelesaian pekerjaan merupakan ciri dari
rasa tanggung jawab mereka terhadap peraturan yang dibuat perusahaan. Adapun
jumlah tingkat motivasi kerja karyawan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah Responden Karyawan Menurut Tingkat Motivasi Kerja
Motivasi Kerja Karyawan Jumlah Responden KaryawanOrang %
Tinggi 25 83,3Sedang 5 16,7Rendah - -Jumlah 30 100
Berdasarkan tabel terlihat bahwa sebagian besar karyawan mempunyai
motivasi kerja yang tinggi dan tidak ada karyawan yang mempunyai motivasi
kerja yang rendah. Bersedianya karyawan dalam bekerja keras, bekerjasama, dan
bertanggung jawab atas pekerjaan merupakan indikator dari motivasi kerja
karyawan. Bekerja keras karyawan terlihat dari kemauan dari karyawan dalam
menerima lemburan dalam bekerja dan berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan
tepat waktu.
6.1.1 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Gaji
Sebagian besar responden menilai gaji yang mereka peroleh dapat
mencukupi kebutuhan sehari-hari. Namun, hal tersebut diiringi dengan
keterampilan mereka dalam mengelola keuangan yang mereka peroleh. Tambahan
upah lembur yang ditetapkan perusahaan meningkatkan motivasi mereka dalam
bekerja. Hal ini terungkap dari seorang karyawan yang mengatakan bahwa:
“Saya sih senang-senang saja kalau disuruh lembur sama atasan, kan lumayan kalau lembur bisa nambah-nambah penghasilan”.(Na, 31 tahun, karyawan R&D)
Berdasarkan ungkapan tersebut dapat dilihat bahwa karyawan bersedia
menggunakan waktu di luar jam kerja untuk mempercepat pekerjaan mereka
dengan cara lembur dalam bekerja. Salah satu motivasi mereka dalam bekerja
lembur yaitu untuk menambah penghasilan. Jumlah responden karyawan menurut
motivasi terhadap gaji dan tingkat motivasi kerja dapat dlihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap Gaji dan Tingkat Motivasi Kerja
Motivasi terhadap Gaji
Tingkat Motivasi Kerja Jumlah Responden Karyawan
Tinggi Sedang Rendah Orang %Tinggi 13 - - 13 43,3Sedang 12 4 - 16 53,3Rendah - 1 - 1 3,4Jumlah 25 5 - 30 100
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Pearson pada taraf
nyata α 0,05, diperoleh P value sebesar 0,005 yang kurang dari 0,05
memperlihatkan bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap gaji. Hal ini
dapat dilihat pula dari koefisien korelasi yaitu sebesar 0,504 yang berarti bahwa
terdapat hubungan motivasi kerja terhadap gaji yang tergolong erat.
6.1.2 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Peraturan dan Kebijakan Perusahaan
Peraturan dan kebijakan yang ada pada sebuah perusahaan bertujuan untuk
menjadikan karyawan disiplin dalam bekerja. Perbedaan waktu kerja antar bagian
dipandang oleh para karyawan bukan merupakan suatu masalah, karena hal itu
pun disesuaikan dengan pendapatan yang diterimanya. Umumnya karyawan
merasa senang apabila diadakan lembur oleh perusahaan karena hal itu akan
menjadi pendapatan lebih bagi karyawan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Adapun jumlah responden yang termotivasi bekerja terhadap peraturan dan
kebijakan perusahaan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap Peraturan dan Kebijakan Perusahaan serta Tingkat Motivasi kerja
Motivasi terhadap Peraturan dan
Kebijakan Perusahaan
Tingkat Motivasi Kerja Jumlah Responden Karyawan
Tinggi Sedang Rendah Orang %
Tinggi 17 - - 17 56,6Sedang 7 4 - 11 36,7Rendah 1 1 - 2 6,7Jumlah 25 5 - 30 100
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Pearson pada taraf
nyata α 0,05, diperoleh P value sebesar 0,014 yang kurang dari 0,05
memperlihatkan bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap peraturan dan
kebijakan perusahaan. Hal ini dapat dilihat pula dari koefisien korelasi yaitu
sebesar 0,445 yang berarti bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap
peraturan dan kebijakan perusahaan yang tergolong erat.
Karyawan memandang bahwa semua peraturan dan kebijakan yang dibuat
oleh perusahaan bertujuan untuk mendukung kelancaran kegiatan perusahaan,
sehingga hal itu pun akan bermanfaat bagi karyawan itu sendiri. Para karyawan
mengerti bahwa peraturan dan kebijakan perusahaan berlaku bagi semua
karyawan perusahaan tanpa kecuali. Sebagian besar karyawan pun bersedia
dikenakan sanksi apabila melanggar peraturan. Tepat waktu pada saat datang
bekerja merupakan salah satu indikasi bahwa karyawan pada bagian SDM dan
R&D disiplin dalam mematuhi peraturan perusahaan.
“Disiplin kerja karyawan timbul dikarenakan kebiasaan karyawan terhadap peraturan yang berlaku dan tidak ada alasan bagi karyawan untuk tidak mengetahui peraturan disini karena hampir di tiap mading departemen terdapat peraturan perusahaan”. (SY, 52 tahun, Manager SDM)
6.1.3 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Hubungan Rekan Kerja
Hubungan yang baik antar karyawan akan menciptakan koordinasi dan
komunikasi yang baik dalam bekerja sehingga semua akan berdampak terhadap
pencapaian kinerja yang baik pada perusahaan. Keeratan yang terjalin antara
sesama rekan kerja umumnya didasari oleh kebersamaan para karyawan dimana
mereka merasa satu tujuan, satu nasib dan sepenanggungan. Baiknya hubungan
tersebut juga dikarenakan oleh kesadaran para karyawan tentang perlunya
kerjasama yang baik dalam rangka pemenuhan dan tujuan perusahaan. Selain itu
terkadang perusahaan memberikan fasilitas untuk rekreasi antar karyawan, jika
terdapat libur panjang. Maksud tujuan tersebut ialah memberikan hiburan kepada
karyawan untuk melepas rasa jenuh akibat rutinitas kerja dan menjalin silaturahmi
antar karyawan. Hal ini diketahui dari hasil wawancara dengan seorang karyawan
PT. Indofarma Tbk sebagai berikut :
Dulu-dulu sih indofarma suka ngadain rekreasi per-departemen, tapi sekarang-sekarang sudah jarang, palingan inisiatif dari karyawan sendiri. (Na, 31 tahun, karyawan R&D)
Berdasarkan hasil wawancara dapat dilihat bahwa rasa kekeluargaan
memang sudah terbentuk pada setiap karyawan. Inisiatif karyawan dalam
mengadakan rekreasi merupakan cara karyawan dalam meningkatkan rasa
kekeluargaan disana. Rasa kekeluargaan yang sudah melekat membuat karyawan
betah bekerja disana, karena menganggap bahwa rekan kerja sudah seperti
keluarga sendiri, dan belum tentu rasa kekeluargaan tersebut terjalin di perusahaan
lain.
Tabel 9. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap Hubungan Rekan Kerja dan Tingkat Motivasi Kerja
Motivasi terhadap Hubungan Rekan
Kerja
Tingkat Motivasi Kerja Jumlah Responden Karyawan
Tinggi Sedang Rendah Orang %Tinggi 24 2 - 26 86,6Sedang 1 3 - 4 13,4Rendah - - - - 6,7Jumlah 25 5 - 30 100
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Pearson pada taraf
nyata α 0,05, diperoleh P value sebesar 0,000 yang kurang dari 0,05
memperlihatkan bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap rekan kerja
diperusahaan. Hal ini dapat dilihat pula dari koefisien korelasi yaitu sebesar 0,739
yang berarti bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap rekan kerja
diperusahaan. yang tergolong cukup kuat
6.1.4 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Hubungan Atasan-Bawahan
Hubungan yang baik dan harmonis antara atasan dan bawahan akan
menciptakan suasana kerja yang kondusif, koordinasi yang baik, dan suasana
kerja yang komunikatif. Hubungan yang erat antara atasan dan bawahan ini akan
memberikan dampak positif bagi perusahaan dimana para pimpinan dapat
mengkomunikasikan dengan baik kepada karyawan, baik itu tentang peraturan-
peraturan perusahaan, tujuan-tujuan perusahaan, standar kerja karyawan hingga
hal-hal lainnya yang perlu disampaikan kemudian dimengerti oleh karyawan.
Kedekatan hubungan antara atasan dan bawahan di dalam pekerjaan dapat
dilihat dari perhatian atasan terhadap ide dan saran yang berasal dari bawahan,
atasan dalam memberikan bimbingan kepada bawahan, pemberian pujian atau
kritik terhadap bawahan. Selain itu, kedekatan atasan dan bawahan di luar
pekerjaan dapat dilihat pula dari penilaian karyawan terhadap atasan dan bawahan
ketika diluar jam kerja.
Atasan disini tidak sombong-sombong, mau bergaul dengan karyawan, contohnya disaat shalat zuhur tiba atasan dan karyawan shalat jama’ah bersama, dan tidak memisahkan diri dengan karyawan lain.(CH, laki-laki 25 tahun, karyawan SDM)
Komentar CH, karyawan SDM menunjukkan bahwa atasan disana tidak
memisahkan diri dengan bawahan, yang terbukti disaat jam istirahat atasan sering
shalat berjamaah bersama karyawan lainnya. Rasa saling menghormati antara
atasan dan bawahan pun tercipta tidak hanya pada saat bekerja saja, namun diluar
pekerjaan atasan tetap memberikan contoh teladan yang baik, dengan bertegur
sapa jika bertemu dengan karyawan lainnya. Perhatian yang diberikan atasan
terhadap bawahan menciptakan keharmonisan dalam bekerja sehingga
menimbulkan semangat karyawan dalam mencapai tujuan perusahaan. Adapun
jumlah responden yang termotivasi kerja terhadap hubungan atasan-bawahan
dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap hubungan Atasan-Bawahan dan Tingkat Motivasi kerja
Motivasi terhadap Hubungan Atasan-
Bawahan
Tingkat Motivasi Kerja Jumlah Responden Karyawan
Tinggi Sedang Rendah Orang %Tinggi 18 1 - 19 63,3Sedang 7 3 - 10 33,3Rendah - 1 - 1 3,4Jumlah 25 5 - 30 100
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Pearson pada taraf
nyata α 0,05, diperoleh P value sebesar 0,008 yang kurang dari 0,05
memperlihatkan bahwa terdapat hubungan motivasi kerja hubungan atasan-
bawahan. Hal ini dapat dilihat pula dari koefisien korelasi yaitu sebesar 0,474
yang berarti bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap hubungan atasan-
bawahan diperusahaan. yang tergolong erat.
.
6.1.5 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Prestasi
Sebagian besar responden mempunyai motivasi yang tinggi terhadap
prestasi. Keinginan karyawan dalam berprestasi, merupakan hal yang umum bagi
setiap karyawan, karena hampir setiap karyawan ingin mendapatkan jenjang karir
yang lebih baik. Keinginan tersebut diiringi dengan kesungguhan mereka dalam
bekerja. Adanya kebijakan kenaikan jenjang karir bagi karyawan yang berprestasi
membuat semakin termotivasinya karyawan dalam bekerja.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa sebagian besar karyawan menyatakan
bersedia bekerja sesuai dengan jam kerja yang telah ditetapkan perusahaan dan
bersedia bekerja keras dalam mencapai target perusahaan. Rata-rata responden
yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai motivasi untuk berprestasi dalam
bekerja. Kesediaan tersebut mengindikasikan bahwa karyawan memang
bersungguh-sungguh dalam bekerja. Jumlah responden yang termotivasi bekerja
terhadap prestasi dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap Prestasi dan Tingkat Motivasi Kerja
Motivasi terhadap Prestasi
Tingkat Motivasi Kerja Jumlah Responden Karyawan
Tinggi Sedang Rendah Orang %Tinggi 25 2 - 27 90Sedang - 3 - 3 10Rendah - - - - -Jumlah 25 5 - 30 100
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Pearson pada taraf
nyata α 0,05, diperoleh P value sebesar 0,000 yang kurang dari 0,05
memperlihatkan bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap prestasi. Hal
ini dapat dilihat pula dari koefisien korelasi yaitu sebesar 0,828 yang berarti
bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap prestasi tergolong cukup kuat.
6.1.6 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Pengakuan
Pengakuan dapat menyebabkan karyawan merasa betah, rajin, dan
berusaha untuk selalu mencapai hasil yang lebih baik. Atasan selalu memberikan
pujian dan penghargaan kepada karyawan atas prestasi, dedikasi dan pengabdian
yang sudah diberikan karyawan kepada perusahaan. Adanya pengakuan membuat
karyawan lebih bersemangat dalam bekerja, karena pada umumnya karyawan
berkeinginan mendapatkan pengakuan dari atasanya atas pekerjaannya.
Pengakuan pada bagian SDM dan R&D ditujukan untuk karyawan yang
berprestasi saja, yang kemudian dipromosikan oleh atasannya untuk naik jabatan
atau mendapat kenaikan gaji. Kenaikan gaji, sering dilakukan atasan terhadap
karyawan yang sudah lama mengabdikan dirinya pada perusahaan Indofarma.
Responden pun mempunyai beragam motivasi terhadap pengakuan yang diberikan
atasan. Ada yang mempunyai motivasi tinggi, sedang dan ada juga yang
mempunyai motivasi rendah. Perbedaan tersebut dikarenakan adanya perlakuan
yang berbeda yang didapatkan karyawan oleh atasannya. Adapun jumlah
responden yang termotivasi terhadap pengakuan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap Pengakuan dan Tingkat Motivasi Kerja
Motivasi terhadap Pengakuan
Tingkat Motivasi Kerja Jumlah Responden Karyawan
Tinggi Sedang Rendah Orang %Tinggi 16 - - 16 53,3Sedang 8 5 - 13 43,3Rendah 1 - - 1 3,4Jumlah 25 5 - 30 100
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Pearson pada taraf
nyata α 0,05, diperoleh P value sebesar 0,042 yang kurang dari 0,05
memperlihatkan bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap prestasi. Hal
ini dapat dilihat pula dari koefisien korelasi yaitu sebesar 0,373 yang berarti
bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap prestasi tergolong cukup erat.
6.1.7 Motivasi Kerja terhadap Tanggung jawab
Motivasi kerja terhadap tanggung jawab merupakan kepercayaan yang
diberikan atasan kepada bawahan dalam melaksanakan tugasnya, sehingga
bawahan merasa mempunyai semangat dalam melaksanakan tugasnya. Responden
pun mempunyai beragam motivasi terhadap tanggung jawab yang diberikan
atasan. Ada yang mempunyai motivasi tinggi, sedang dan ada juga yang
mempunyai motivasi rendah. Namun, sebagian besar responden mempunyai
motivasi yang tinggi terhadap tanggung jawab.
Perbedaan motivasi terhadap tanggung jawab yang berbeda disebabkan
adanya perlakuan yang berbeda yang didapatkan karyawan dari atasannya.
Tanggung jawab yang tergolong tinggi, diindikasikan dengan ketepatan karyawan
dalam datang bekerja dan bersedia menerima sanksi jika melanggar peraturan
tersebut.
Tabel 13. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap Tanggung Jawab dan Tingkat Motivasi Kerja
Motivasi terhadap Tanggung Jawab
Tingkat Motivasi Kerja Jumlah Responden Karyawan
Tinggi Sedang Rendah Orang %Tinggi 24 - 24 80Sedang 1 5 - 6 20Rendah - - - - -Jumlah 25 5 - 30 100
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Pearson pada taraf
nyata α 0,05, diperoleh P value sebesar 0,000 yang kurang dari 0,05
memperlihatkan bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap tanggung
jawab. Hal ini dapat dilihat pula dari koefisien korelasi yaitu sebesar 0,373 yang
berarti bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap tanggung jawab
tergolong cukup kuat.
6.2 Ikhtisar
Sebagian besar karyawan sebanyak 83,3 persen mempunyai tingkat
motivasi yang tinggi dan tidak ada satu pun karyawan yang mempunyai tingkat
motivasi rendah, walaupun ada beberapa karyawan yang mempunyai tingkat
motivasi yang sedang dalam bekerja. Tingkat motivasi kerja tidak lepas dari
faktor-faktor motivasi, seperti gaji, peraturan perusahaan, hubungan rekan kerja,
hubungan atasan dengan bawahan, keinginan untuk berprestasi, pengakuan serta
tanggung jawab atas pekerjaan tersebut. Faktor-faktor tersebut mempunyai
hubungan yang tergolong erat dengan motivasi kerja.
Tingkat motivasi kerja yang tinggi dilihat dari 3 indikator yaitu karyawan
bersedia bekerja keras, bekerja sama dan bertanggung jawab terhadap
pekerjaannya. Bekerja keras terlihat dari kemauan dari karyawan dalam menerima
lemburan dalam bekerja. Biasanya karyawan yang sudah menikah lebih semangat
untuk berlembur dibandingkan dengan karyawan yang belum menikah
dikarenakan karyawan yang sudah menikah mempunyai tanggungan yang lebih
selain dirinya sendiri.
Kerjasama yang baik antar karyawan terlihat dari saling membantu
karyawan jika ada kesulitan dalam bekerja. selain itu, rasa kekeluargaan yang
sudah melekat membuat karyawan betah bekerja disana, dan menganggap bahwa
rekan kerja sudah seperti keluarga sendiri, dan belum tentu rasa kekeluargaan
tersebut terjalin di perusahaan lain. Begitu juga yang terjadi pada hubungan antara
atasan dengan bawahan. Rasa saling menghormati antara atasan dan bawahan baik
dalam bekerja maupun disaat istirahat menciptakan hubungan yang harmonis
sehingga menimbulkan semangat karyawan dalam bekerja.
Rasa tanggung jawab dilihat dari tepat waktunya karyawan pada saat
masuk jam kerja dan bersedianya karyawan dalam bekerja lembur untuk
mempercepat penyelesaian pekerjaan merupakan ciri dari rasa tanggung jawab
karyawan terhadap peraturan yang dibuat perusahaan.
BAB VIIHUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN
Setiap responden mempunyai penilaian yang berbeda terhadap atasannya.
Penilaian tersebut seperti perilaku atasan dalam memberikan instruksi pada
karyawan, sikap atasan dalam memberikan sanksi kepada karyawan, perhatian
atasan terhadap kegiatan karyawan serta perilaku lainnya yang termasuk dalam
gaya kepemimpinan.
Hasil penelitian pada bagian SDM dan R&D menunjukkan tingkat
motivasi yang berbeda-beda antar karyawan. Motivasi tersebut mempunyai
hubungan dengan gaya kepemimpinan yang diterapkan atasan. Gaya
kepemimpinan konsultatif ditandai dengan atasan yang mempunyai perhatian
terhadap karyawan dan pekerjaan yang sama besar. Gaya kepemimpinan
konsultatif biasanya diterapkan atasan dalam hal mempromosikan karyawan yang
berprestasi. Perhatian atasan terhadap pekerjaan biasanya dengan memberikan
keterangan-keterangan yang cukup jelas sehingga membuat pekerjaan menjadi
lebih cepat. Hal tersebut tidak lepas dari peran atasan dalam memberikan
pengarahan dalam bekerja. Gaya kepemimpinan konsultatif pun mempunyai
hubungan yang positif dengan motivasi kerja karena semua karyawan mempunyai
motivasi yang tinggi dan tidak ada karyawan yang mempunyai motivasi rendah
dalam gaya kepemimpinan konsultatif. Walaupun ada beberapa karyawan yang
mempunyai motivasi yang sedang terhadap gaya kepemimpinan tersebut.
“Penghargaan atasan kepada karyawan yang berprestasi, semata-mata untuk menghargai kesungguhannya dalam bekerja dan membuat karyawan bekerja lebih baik lagi”.(SY, 52 tahun, Manager SDM)
“Kalau menurut saya pribadi kenaikan jabatan yang diberikanatasan kepada karyawan yang berprestasi selama ini, membuat saya lebih semangat dalam bekerja, kan kali aja nanti saya bisa naik jabatan”.(ST,43 tahun, Karyawan SDM)
Berdasarkan ungkapan SY (Manajer SDM) dan ST (Karyawan SDM), maka dapat
diketahui bahwa keputusan atasan dalam memberikan pengakuan kepada
karyawan yang berprestasi dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan untuk
bekerja lebih baik. Keputusan yang diambil atasan merupakan salah satu teknik
gaya kepemimpinan atasan dalam memotivasi karyawan.
Gaya kepemimpinan direktif diterapkan atasan dalam menegakkan
peraturan kerja dengan melakukan pengawasan yang ketat dan pemberian sanksi
terhadap karyawan. Umumnya atasan lebih cenderung mengawasi dan
mengarahkan karyawan baru dibandingkan karyawan yang sudah senior karena
atasan menganggap karyawan baru, masih butuh banyak pengarahan dan
bimbingan dalam bekerja. Dalam mengambil tindakan terhadap pelanggaran
peraturan kerja yang diperbuat karyawan, atasan biasanya langsung membuat
keputusan tanpa mendiskusikan kembali dengan karyawan yang bersangkutan.
Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan karyawan R&D, yang mengatakan
bahwa :
“Atasan disini memang baik-baik dan tidak sombong, tapi kalau yang namanya sudah melanggar peraturan seperti telat terus kalau masuk kerja, ya tetap saja atasan bakal menegurnya”.(PW, 25 tahun, Karyawan R&D)
Gaya kepemimpinan partisipatif ditandai dengan komunikasi dua arah dan
pengambilan keputusan turut melibatkan karyawan. Hal tersebut terlihat pada saat
rapat untuk menetapkan kebijakan, dimana selalu melibatkan perwakilan tiap
seksi untuk menghadiri rapat dan menanyakan kepada perwakilan tiap seksi
mengenai masalah-masalah yang terjadi, dan didiskusikan bersama untuk
mendapatkan solusi yang terbaik. Gaya kepemimpinan partisipatif pun
mempunyai hubungan yang positif dengan motivasi kerja karena tidak ada
karyawan yang mempunyai motivasi rendah dalam gaya kepemimpinan tersebut.
Walaupun hanya beberapa karyawan yang memandang atasannya mempunyai
gaya kepemimpinan partisipatif.
Pada gaya kepemimpinan delegatif, karyawan mempunyai motivasi yang
tinggi. Namun gaya kepemimpinan tersebut tergolong jarang diterapkan oleh
pemimpin, hanya saja jika terdapat banyak pekerjaan yang belum terselesaikan
biasanya atasan menerapkan gaya kepemimpinan tersebut. Pendelegasian tersebut
biasanya dalam memberikan perintah lembur kepada karyawan. Terdapatnya
motivasi yang tinggi pada gaya kepemimpinan delegatif, dikarenakan pada
umumnya karyawan bersedia untuk lembur yang dapat menambah penghasilan
karyawan. Adapun hubungan gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja
karyawan dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Motivasi Kerja Karyawan
Gaya Kepemimpinan
Motivasi Jumlah(orang)Rendah Sedang Tinggi
Direktif - - 6 6Konsultatif - 2 17 19Partisipatif - 3 1 4Delegatif - - 1 1Jumlah - 5 25 30
7.1 Ikhtisar
Gaya kepemimpinan konsultatif lebih cenderung sering diterapkan atasan
dalam memimpin walaupun pada situasi tertentu atasan juga menerapkan gaya
kepemimpinan direktif, partisipatif dan delegatif. Hubungan yang positif antara
gaya kepemimpinan konsultatif dan motivasi kerja karyawan terlihat dari tidak
ada karyawan yang mempunyai motivasi yang rendah terhadap gaya
kepemimpinan tersebut. Sebagian besar karyawan mempunyai motivasi yang
tinggi, walaupun ada beberapa karyawan yang mempunyai motivasi yang sedang.
Gaya kepemimpinan konsultatif biasanya diterapkan atasan dalam hal
mempromosikan karyawan yang berprestasi.
Gaya kepemimpinan partisipatif terlihat pada saat rapat untuk menetapkan
kebijakan, dimana selalu melibatkan perwakilan tiap seksi untuk menghadiri rapat
dan menanyakan kepada perwakilan tiap seksi mengenai masalah-masalah yang
terjadi, dan didiskusikan bersama untuk mendapatkan solusi yang terbaik. Gaya
kepemimpinan partisipatif pun mempunyai hubungan yang positif dengan
motivasi kerja karena tidak ada karyawan yang mempunyai motivasi rendah
dalam gaya kepemimpinan tersebut. Walaupun hanya beberapa karyawan yang
memandang atasannya mempunyai gaya kepemimpinan partisipatif.
Gaya kepemimpinan delegatif biasanya diterapkan dalam memberikan
perintah lembur kepada karyawan. Terdapatnya motivasi yang tinggi pada gaya
kepemimpinan delegatif, dikarenakan pada umumnya karyawan bersedia untuk
lembur yang dapat menambah penghasilan karyawan.