bab v konsep perancangan 5.1 stasiun kereta api...
TRANSCRIPT
205
BAB V
KONSEP PERANCANGAN
5.1 Stasiun Kereta Api Sudirman Sebagai Urban Open Space
Konsep perancangan stasiun berbasis pada pendekatan urban open space, hal
ini disebabkan oleh Stasiun Kereta Api Sudirman membutuhkan ruang gerak
pengguna kawasan Transit Oriented Development Dukuh Atas sebagai salah satu
pedestrian path dari transit antar moda di sekitarnya. Seperti yang sudah diulas
sebelumnya pada bab 4, Stasiun Sudirman merupakan pusat dari kawasan transit
oriented development Dukuh Atas. Stasiun Kereta Api Sudirman memiliki rasio
dilewati oleh sirkulasi transit antar moda total sebesar 66%. Dan dengan rasio tersebut
dapat mempengaruhi waktu tempuh dari sirkulasi transit antar moda.
Gambar 5.1 Poros Sirkulasi Kawasan Secara Umum
Sumber : Analisis Studi Pengembangan Kawasan TOD Dukuh Atas, Direktorat
Jendral Kereta Api
206
Selain dari fungsi sirkulasi, dengan adanya suatu lingkungan atau ruang transit
antar moda yang tertata, selain akan membuat ruang gerak lebih bebas, akan membuat
sirkulasi dapat dimainkan atau ditata dengan fungsi tertentu, contohnya adalah dari
penataan ruang sirkulasi dengan menggunakan vegetasi sebagai salah satu elemen
penting dalam tata ruang urban open space. Vegetasi memiliki fungsi yang
bermacam-macam, dengan penggunaan vegetasi yang berorientasi vertikal dan
penataan linier pada suatu ruang, dapat menciptakan suasana ruang yang megah.
Gambar 5.2 Linear Penyusunan Vegetasi
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Dengan penataan ruang sirkulasi dengan basis pendekatan urban open space,
akan membuat sirkulasi lebih terasa dinamis. Jakarta merupakan kota dengan
tingkatan stress atau tensi yang sangat tinggi, hal tersebut disebabkan oleh Jakarta
merupakan pusat bisnis, pusat pemerintahan, dan pusat kebudayaan. Dengan penataan
yang lebih dinamis akan menciptakan suatu ruang yang berefek secara psikologis
menurunkan tingkat stress atau tensi tersebut.
207
Hal tersebut diperkuat dengan kawasan transit oriented development Dukuh
Atas merupakan pintu gerbang dari transportasi umum untuk menuju ke kawasan
perkantoran dan kawasan bisnis. Dan selain itu, dengan penataan yang baik juga dapat
menambah nilai jual yang baru untuk Jakarta sebagai pusat kebudayaan dan turisme.
Konsep dari perencanaan urban open space secara umum adalah,
- Menyatu dengan lingkungan sekitar. Dalam artian urban open space harus
memiliki desain yang kontekstual, berbeda dengan sebuah landmark yang
harus menonjol bila dibandingkan dengan lingkungan sekitar.
- Berorientasi horizontal. Dalan artian berbicara landscape, hal ini dikarenakan
yang di desain adalah ruang terbuka yang memiliki standar ruang tidak
terbatas.
- Orientasi dari berbagai arah. Sebuah urban open space memiliki letak atau
posisi yang biasanya terletak di tengah-tengah suatu kawasan. Sehingga
memiliki orientasi dari dan ke segala arah.
- Tidak terlalu memikirkan zonasi ruang. Yang terpenting adalah sirkulasi,
sehingga bagaimana pengguna dapat mendapat sirkulasi memutar ataupun
langsung.
5.2 Concept Form
5.2.1 Konsep Sirkulasi Bangunan
Konsep desain bangunan menggunakan pendekatan teori urban open
space. Teori tersebut diimplementasikan di beberapa area, tidak semua area
mengimplementasikan teori urban open space dikarenakan sebuah stasiun
harus memilikizonasi privat dan publik.
Sirkulasi bangunan diatata dengan prinsip waktu lebih berharga dari
pada uang, oleh karena itu, waktu tempuh dari transit antar moda sangat
208
penting dalam penataan sirkulasi di Stasiun Kereta Api Sudirman. Sirkulasi
ride and ride merupakan kata kunci dari pembentukan sirkulasi, hal ini
dikarenakan konsep yang dikembangkan adalah konsep dengan sirkulasi
transit antar moda.
5.2.1.1 Pembagian Ruang
Ruang dibagi berdasarkan kebutuhan dan penggunanya, hal ini
berkaitan dengan penyederhanaan sirkulasi dan ruang untuk
mempersingkat waktu tempuh dari transit antar moda.
5.2.1.1.1 Pembagian Ruang Berdasarkan Pengguna
Pengguna Stasiun Kereta Api Sudirman terbagi 2 jenis,
yaitu pegawai stasiun dan penumpang transit antar moda. Back
of The House merupakan kategori pengguna yang berupa
pegawai stasiun, dan Front of The House adalah kategori
pengguna stasiun berupa penumpang transit antar moda.
Back of The House
Berdasarkan analisis kebutuhan ruang Stasiun Kereta Api
Sudirman, pembagian ruang mempertimbangkan aspek shift
kerja, sehingga kebutuhan standar ruang tidak digunakan untuk
pegawai kereta api seluruhnya. Berikut adalah daftar pegawai
Stasiun Kereta Api Sudirman berdasarkan satu kali shift.
- Kepala Stasiun 1 Orang
- Pegawai Administrasi atau Loket 10 Orang
- Pegawai check-in 2 Orang
- Pegawai PPKA atau Pemimpin Perjalanan Kereta Api 2
Orang
209
- Pegawai Peron 2 Orang
- Pegawai Teknis : Kebersihan 8 Orang, Keamanan 7 Orang,
dan Maintenance 2 Orang
Petugas Kepala Stasiun memiliki Satu ruang khusus
dimana ruang tersebut memiliki fasilitas ruang kerja direksi dan
ruang tamu kecil. Ruang memiliki luas sekitar 6x3 meter.
Ruang Loket merupakan ruang bersifat transisi, dan hanya
bisa diakses dari dalam. Satu ruang loket memiliki luas 2m2.
Ruang Local Control Panel, dimana petugas PPKA menetap di
dalam ruang tersebut. Dan 2 ruang istirahat pegawai yang
memiliki kapasitas 15 orang atau lebih, yang memiliki akses
khusus dengan pantry.
Nama Ruang Pengguna Ruang Kapasitas Ukuran
Ruang Kepala Stasiun Kepala Stasiun dan Tamu 3-5 Orang 18m2
Ruang Loket Petugas Administrasi 10 Orang 40m2
Ruang Local Control Panel Petugas PPKA 2 Orang 9m2
Ruang Istirahat 1 Petugas Administrasi, Petugas
PPKA, Petugas Peron, Petugas
Check-In
16 Orang 45m2
Ruang Istirahat 2 Pegawai Teknis 17 Orang 45m2
Dari spesifikasi tersebut diambil kesimpulan bahwa
kebutuhan ruang Sirkulasi pegawai stasiun tidak perlu terlalu
disembunyikan, hanya saja akses masuk ke dalam back of the
210
house yang tersembunyi. Sehingga penumpang transit antar
moda tidak dapat mengakses secara sembarangan. Back of the
house, sebaiknya memiliki akses langsung keluar dan masuk
stasiun, sehingga dapat mengoptimalkan ruang gerak dari front
of the house.
Front of The House
Ruang ini adalah ruang dimana pengguna adalah
penumpang kereta api atau penumpang transit antar moda.
dengan pembagian ruang ini mengkategorikan spesifikasi
privat atau tidaknya ruang juga berdasarkan penggunanya.
Ruang ini di desain seterbuka mungkin sehingga tidak ada
penghalang untuk akses keluar dan masuk Stasiun Kereta Api
Sudirman.
Gambar 5.3 Skema Program Ruang
Sumber : Analisis Pribadi
211
Skema program ruang juga mengkategorikan akses
saling bertemunya ruang, baik itu akses privat dan akses publik.
Pembagian ukuran ruang back of the house didesain terlebih
dahulu dengan efisiensi penggunaan ruang maksimal, setelah
itu ruang sisa digunakan untuk membentuk ruang front of the
house. Dengan tipe site yang tergolong kecil, sirkulasi
dimaksimalkan untuk ruang front of the house. Zoning
memisahkan dengan jelas antara
5.2.1.1.2 Pembagian Ruang Berdasarkan Public –
Private
Berdasarkan sifat tata ruang yang dihasilkan oleh zonasi
ruang berdasarkan pengguna, dihasilkan pembagian ruang
berdasarkan sektor publik dan sektor privat. Dimana sektor ini
membuat penumpang transit antar moda mengurangi waktu
tempuhnya. Karena disederhanakan menjadi 2 bagian. Hal
tersebut sudah dipaparkan dalam analisis konteks di bab 4.
Gambar 5.4 Zonasi Sektor Publik dan Sektor Privat
Sumber : Analisis Pribadi
212
Sektor Privat
Sektor Privat, merupakan sektor steril dimana sektor
tersebut adalah sektor penumpang transit antar moda
dimaksimalkan untuk memiliki 2 pilihan, menunggu atau naik
kereta api. Kecuali dalam kondisi tertentu seperti darurat butuh
pertolongan kecelakaan, atau toilet. Pada sektor ini tidak
terdapat kios komersil atau fasilitas yang tidak terlalu
dibutuhkan dikarenakan sirkulasi penumpang transit antar
moda sudah jauh lebih cepat setelah melewati ruang transisi
atau ruang check-in.
Sektor privat hanya memiliki akses keluar masuk satu,
dan harus terkontrol, dalam artian harus melewati zona transisi,
seperti pada gambar diatas, zonasi dipisahkan selain oleh ruang
transisi, juga dipisahkan oleh elevasi.
Penghitungan lebar area peron dengan cara
menggunakan standar lebar penumpang. Penumpang
diasumsikan membawa kopor di sebelah kiri dan kanan, dengan
kebutuhan ruang penumpang 2m, dan sirkulasi keluar dan
masuk diasumsikan berjalan bersamaan, sehingga kebutuhan
ruang dikalikan 2. 2x2=4m untuk lebar peron. Kemudian
ditambah area bebas peron yang memiliki ukuran lebar standar
80cm. Lebar peron yang dibutuhkan adalah 480cm dikalikan 2,
karena jumlah peron yang terdapat 2. Disebelah utara rel dan
selatan rel kereta api.
Sektor Publik
213
Sektor publik merupakan zona transisi, namun berbeda
dengan zona transisi yang disebutkan dalam konteks satu
bangunan Stasiun Kereta Api Sudirman, melainkan konteks
yang lebih besar yaitu konteks kawasan transit oriented
development dukuh atas. Konsep yang digunakan sama, namun
zona tersebut lebih bebas dan diutamakan sirkulasi messo atau
sirkulasi transit antar moda dari berbagai arah.
Di sektor publik, zonasi bangunan Stasiun Kereta Api
Sudirman dengan zonasi non bangunan Stasiun Kereta Api
Sudirman dibuat sedikit blur, hal ini bertujuan dengan konsep
sirkulasi yang sudah berubah setelah penumpang melewati
zona transisi atau area check-in. Oleh karena itu, Penanda
bangunan atau zonasi bangunan luar dan dalam Stasiun Kereta
Api Sudirman, ditandai oleh area transisi atau area check-in.
Bukan ditandai dengan fisik bangunan stasiun keseluruhan.
Konsep bangunan akan terlihat di area ini, dimana
sektor publik bangunan menerapkan sirkulasi yang blur dengan
sirkulasi luar bangunan, atau sirkulasi dalam konteks kawasan.
214
Gambar 5.5 Skema Sektor Ruang
Sumber : Analisis Pribadi
Konsep tersebut untuk menyamarkan surrounding dari
sektor publik dan kawasan transit oriented development.
Dengan penyamaran suasana luar dan dalam menyebabkan
secara psikologis penumpang transit antar moda merasa sudah
sampai tujuan perpindahan lebih cepat. Dan dengan desain
visual yang informatif, membuat penumpang transit antar moda
lebih mudah mengidentifikasi bangunan.
Selain itu sirkulasi masuk dan keluar memiliki arah
yang banyak. Hal ini berkaitan dengan Stasiun Kereta Api
Sudirman sebagai pusat transit oriented development Dukuh
Atas. Sehingga pintu masuk bangunan bersifat lebih general,
dan penumpang dapat mengakses dari segala arah.
Perhitungan ruang antrian tiket digunakan dengan cara
mengasumsi pengguna kereta api penuh, satu gerbong
berkapasitas 30 orang. Namun kereta api memiliki toleransi
215
kapasitah hingga 200%. dengan jumlah gerbong kereta terdapat
5 gerbong dalam satu set kereta, dan satu operasional kereta
terdapat 2 set kereta. Sehingga 30x200%=60orang tiap
gerbong. 60 x 5 = 300 orang dalam satu set kereta api. 300 x 2
= 600 orang.
Dikarenakan hal ini membutuhkan banyak ruang, ruang
loket disebar agak sporadis berdasarkan arah dominan
penumpang transit antar moda. arahnya berasal dari utara 33%,
dari selatan 50%, dan dari Jalan jendral Sudirman 16%.
Sedangkan sisanya memiliki sirkulasi yang sporadis.
Dengan 33% x 600 = 198 orang dari sebelah utara (200
orang), 50% x 600 = 300 Orang dari sebelah selatan, dan 100
orang dari Jalan Jendral Sudirman. sehingga dengan asumsi
satu orang boleh memiliki 4 tiket, dan waktu beli tiket kereta
api 30 detik, dan jarak antara kereta api datang dan pergi adalah
10 menit. Sehingga 10 menit = 600 detik, 600 : 30 = 20 kali
pembelian tiket. Toleransi antrian dalam satu loket sebanyak 20
orang dalam waktu 10 menit.
Di sebelah Utara, memiliki 200 : 4 = 50 orang membeli
tiket. Dan 50 : 20 adalah 2.5 loket. Perbanyak menjadi 3 loket
di sebelah utara. Di sebelah selatan 300 : 4 = 75 orang membeli
tiket. Dan 75 : 20 = 3.75 loket, perbanyak menjadi 4 Loket di
sebelah selatan. Dari Jalan Jendral Sudirman 100 : 4 = 25 orang
membeli tiket. 25 : 20 = 1.4 loket, perbanyak menjadi 2 loket
216
dari Jalan Jendral Sudirman. Sehingga Stasiun Kereta Api
Sudirman memiliki total 9 loket.
Ruang Transisi
Dalam hal ini, ruang transisi brperan penting sebagai
pembeda atau pembatas bangunan sebelah luar dan bangunan
sebelah dalam. Oleh karena itu, zonasi bangunan dari aspek
sirkulasi dan zonasi bangunan dari aspek fisik berbeda. Namun
dari segi ukuran, dan cakupan, bagian dalam bangunan harus
terlindungi oleh bangunan Stasiun Kereta Api Sudirman.
perbedaan yang terkait hanyalah di sektor publik, dan tidak
mengganggu sektor privat. Dalam pembagiannya ruang
transisilah yang berperan penting.
Ruang transisi dapat berupa pengecekan tiket kereta api,
dibutuhkan satu petugas di ruang tersebut. Hal ini dikarenakan
sistem check-in yang sudah berubah, Sistem check-in sudah
menggunakan mesin dengan alat scan atau pemindai tiket
kereta api. Hal ini juga sudah diterapkan di beberapa stasiun
kereta api di Jakarta. Dan hal tersebut bertujuan tidak lain
untuk mengurangi waktu tempuh penumpang transit antar
moda.
Ruang kontrol penumpang atau ruang check-in dapat
menggunakan mesin, dengan mesin tersebut juga memiliki
perhitungan tersendiri. Dengan penyesuaian jumlah loket dan
jumlah antrian. Dan dengan asumsi setelah membeli tiket,
penumpang akan langsung check-in.
217
Disebelah utara terdapat 3 loket, dan terdapat 50 orang
membeli tiket. Dan berarti dalam satu loket terdapat 17 orang
mengantri. Dan dalam 30 detik sudah ada 3 orang memiliki
tiket. Dan dalam 600 detik jumlah orang yang memiliki tiket
sebanyak 60 orang di utara memiliki tiket. Di sebelah selatan
terdapat 4 loket dan 75 orang membeli tiket. Dalam 30 detik
sudah ada 4 orang memiliki tiket, dan dalam 10 menit sudah
ada 80 orang memiliki tiket. Dari Jalan Jendral Sudirman
memiliki 2 loket dan dalam 10 menit 40 orang memiliki tiket.
Mesin check-in memiliki waktu kerja 2 detik dalam satu
kali transaksi. Terdapat waktu 600 detik dan jumlah transaksi
adalah 300 kali transaksi dalam 10 menit. Sehingga untuk
melancarkan antrian dibutuhkan 2 mesin check-in untuk
masing-masing loket. Sehingga di sebelah utara terdapat 6
mesin, sebelah selatan terdapat 8, dan dari Jalan Jendral
Sudirman terdapat 4 mesin.
5.2.2 Konsep Bentuk Bangunan
Setelah sektor public dan sektor privat sudah terbagi dengan sistematis,
bentuk bangunan dapat menyesuaikan dengan implementasi dari teori urban
open space. Dimana bangunan berorientasi horizontal, dan menggunakan
sistem penataan ruang luar dan dalam fisik bangunan dengan sistem penataan
landscape.
218
Desain Stasiun berawal dari posisi dan letak track lalu kemudaian di
ekspand berdasarkan kebutuhan standar ruang yang dibutuhkan. Sehingga
meminimalisir ruang yang terbuang.
Gambar 5.6 Skema Ekspansi Track
Sumber : Analisis Pribadi
Dengan orientasi horizontal, jumlah ekspansi akan menjadi lebih tidak
terkontrol. Oleh karena itu jumlah ekspansi dibatasi oleh sektor privat dan
ruang transisi.sehingga dalam sektor publik. Jumlah ekspansi berhenti.
Dengan ekspansi yang maksimal.
Ekspansi tersebut menggunakan konsep dasar louvre dari stasiun
kereta api lama. Dan Stasiun Kereta Api Sudirman adalah stasiun halte atau
stasiun antara, louvre hanya menyelimuti setengah bagian untuk sektor publik.
Fasad Bangunan
Fasad bangunan dimulai dari ruang transisi dengan konsep massa
bangunan yang diminimalisir, konsep fasad lebih ditujukan untuk sebuah
halte. Sebuah halte pada dasarnya hanya akan berupa kanopi sederhana yang
dapat melindungi penumpangnya dari hujan. Namun dengan tidak ada dinding
pemisah yang signifikan, orientasi luar menjadi luas.
219
Gambar 5.7 Skema No-Boundaries Konsep Halte
Sumber : Analisis Pribadi
Halte memiliki sifat fasad yang lebih welcome. Dengan artian denga
fasad yang secara bentuk akan membuat pengunjung lebih tertarik masuk ke
dalamnya. Dan dengan ruang yang terbuka dan minim akan batas luar dan
dalam ruang.
Gambar 5.8 Skema Interaksi Ruang Dalam dan Luar
Sumber : Analisis Pribadi
Konsep fasad yang terbuka membuat interaksi ruang dalam dan luar
lenih lancar. Entah itu interaksi antar manusia atau interaksi manusia dengan
lingkungan sekitar. Lingkungan sekitar dapat berfungsi sebagai promenade
bagi ruang dalam. Karena interaksi luar dan dalam bersifat bias.
220
Gambar 5.9 Fasad yang Terbuka Membuat Identifikasi Bangunan Lebih Mudah
Sumber : Analisis Pribadi
Fasad membutuhkan sesuatu yang informatif untuk menimbulkan
interaksi yang dapat memudahkan identifikasi bangunan. Dengan bentuk yang
lebih terbuka seperti halte, akan membuat identifikasi lebih mudah, walaupun
bangunan juga menyatu dengan lingkungan sekitarnya.
Baik itu sirkulasi atupun fisik, namun dengan bentuk yang terbuka,
kereta api yang terlihat, jalur kereta api yang terlihat. Kegiatan di dalam yang
juga terlihat dari luar, membuat identifikasi bangunan lebih mudah, tanpa
harus membuat bangunan menonjol atau bersifat landmark, dapat membuat
bangunan lebih sederhana namun informatif.
Signage juga terkadang dibutuhkan meskipun identifikasi bangunan
sudah lebih mudah, signage pada fasad bangunan lebih bersifat dekoratif atau
estetik. Dengan standar signage yang dapat dirubah, akan membuat fasad
bangunan lebih dinamis.
221
Gambar 5.10 Entrance Board dibutuhkan saat Pintu Masuk Bersifat Tersamar
dengan Fasad Bangunan
Sumber: http://protespublik.com/wp-content/uploads/2013/01/Enterance.jpeg
Yang lebih dibutuhkan adalah penanda bangunan untuk tiap kegiatan,
seperti loket, check-in, atau arah jalur kereta api bergerak.
Gambar 5.11 Signage peron yang lebih bersifat teknis dan kegiatan
Sumber : http://4.bp.blogspot.com/-
k2Cz7oxxQzo/U1DggYabs_I/AAAAAAAAAz4/ZJAQaBgnznI/s1600/
Namun, bentuk bangunan harus melindungi kegiatan antrian
penumpang di dalamnya. Dengan analisis sinar matahari yang mengganggu,
atau penumpang yang dapat terkena air hujan. Ruang dalam dan ruang luar
membutuhkan bangunan
222
5.2.3 Konsep Environment Bangunan
Gambar 5.12 Situasi Green Area atau Ruang Terbuka Hijau
Sumber : Analisis Pribadi
Dengan situasi urban yang padat, site masih memiliki green area yang
terdapat di sebelah selatan site. Ruang tersebut masih dapat dikelola, untuk
memaksimalkan interaksi ruang luar dan ruang dalam dari Stasiun Kereta Api
Sudirman. Penataan yang memanfaatkan bagian tersebut akan membuat
pedagang kaki lima liar tidak akan tumbuh apabila digunakan persentase hard
space yang sebanding dengan persentase soft space. Dimana area sebelah
selatan site masih memiliki soft space yang cukup banyak.
Interaksi ruang luar dan dalam dapat memiliki nilai tambah yang
makasimal jiga memanfaatkan bagian sebelah selatan site. Hal ini disebabkan
oleh Sungai Ciliwung yang dapat menjadi salah satu potensi dari tata
landscapenya. Dengan ini interaksi ruang luar dan dalam akan bertambah.
Interaksi tersebut dapat mempengaruhi pencahayaan dan penghawaan
bangunan.
223
5.2.3.1 Pencahayaan
Gambar 5.13 Skema Pencahayaan Alami
Sumber : Analisis Pribadi
Pada Gambar di atas terdapat beberapa jenis pencahayaan
alami. Sun shade tercipta dari perlindungan bangunan stasiun dan
vegetasi dari glare yang tercipta dari matahari secara langsung.
Terdapat cahaya matahari yang dibiarkan dan adapula cahaya matahari
yang di tutup, dan juga adapula cahaya matahari yang disaring
menggunakan vegetasi.
Dengan pencahayaan alami yang diciptakan oleh konsep
interaksi ruang, pencahayaan dapat dimaksimalkan tanpa harus
membutuhkan energy yang banyak, hal ini berkaitan dengan energy
yang dibutuhkan dari suatu perjalanan Kereta Api sudah sangat
banyak, sehingga dengan pemanfaatan ruang luar dan dalam yang
maksimal, akan menambah penghematan energy yang dibutuhkan.
Efek pencahayaan alami tersebut dihasilkan dari skyline yang
dibuat diatas jalur kereta api, dan dinding stasiun yang tidak bersifat
224
penghalang cahaya secara maksimal. Dan pada ruang kantor pun
bukaan cahaya wajib digunakan secara maksimal dikarenakan konteks
penghematan energy yang dibutuhkan.
Penggunaan louvre juga menambah efektifitas dari
pencahayaan alami. Selain efisien, louvre juga membutuhkan sistem
struktur yang ringan. Louvre dapat membuat penghematan ruang
dikarenakan tidak dibutuhkan kolom yang terlalu banyak. Bahkan
dengan sistem struktur bentang panjang pun louvre adalah hal yang
sering digunakan.
Untuk pencahayaan buatan digunakan disaat malam hari,
dengan pencahayaan yang tetap menggunakan direct lighting. Seperti
halnya yang digunakan di pencahayaan outdoor. Namun untuk
menambah informasi dari desain tanpa harus menggunakan signage
yang memiliki resiko tidak terlihat, jalur kereta api yang berkaitan
langsung dengan site juga ikut di desain dengan penggunaan material
pencahayaan direct lighting. Hal ini menyebabkan Kereta Api itu
sendiri menjadi informasi identitas bangunaan secara maksimal pada
malam hari.
225
Gambar 5.14 Pencahayaan Kontras antara Jalur Kereta Api dan Sekitarnya
Sumber : http://tcmrm.org/wp-content/uploads/2010/12/night-trains01-
345x240.jpg
5.2.3.2 Penghawaan
Konsep interaksi ruang luar dan dalam membuat penghawaan
alami dapat dimaksimalkan, cross ventilation yang dihasilkan sangat
besar dan lancar. Sehingga udara kotor dan panas akan mudah
bersirkulasi keluar, dan udara bersih dan dingin akan mudah
bersirkulasi masuk.
Gambar 5.15 Sirkulasi Udara Sederhana
Sumber : Analisis Pribadi
226
Pada bangunan stasiun kereta api, sangat tidak memungkinkan
apabila bangunan menggunakan penghawaan buatan atau
menggunakan air conditioner. Dengan penghawaan buatan akan
memakan sangat banyak energy dikarenakan ruang yang sangat
terbuka di dalam stasiun sangat banyak. Seperti contohnya peron
stasiun.
Dengan Stasiun Kereta Api Sudirman menggunakan interaksi
ruang dalam dan ruang luar secara maksimal, vegetasi yang berada di
sekitar bangunan akan menjadi filter udara secara alami. Sehingga
udara di dalam bangunan tetap bersih dan aman. Apalagi Stasiun
Kereta Api Sudirman bereda di kawasan padat penduduk dan rasio
kendaraan umum yang tinggi. Sistem penchayaan alami yang
digunakan akan membuat penghawaan almi mengikuti secara otomatis.
Tanpa fasad bangunan yang berlebihan, dan dinding antara
ruang luar dan dalam yang berlebihan pula membuat penghawaan di
dalam stasiun tergantung pada kondisi sekitar dari Stasiun Kereta Api
Sudirman. dan kondisi sekitarnya harus disesuaikan dengan sistem
penghawaan alami yang jauh dari polusi. Hal ini vegetasi berperan
sangat penting sebagai filter udara.
Tata landscape yang maksimal dengan menggunakan vegetasi
sebagai barrier dari polusi udara dapat digunakan di beberapa lantai.
Atau dengan menggunakan vegetasi yang cukup besar secara linear
membuat sirkulasi udara di dalam terkontrol. Tanpa harus membuat
dinding buatan yang dapat membuat udara tidak bersirkulasi di
dalamnya.
227
Gambar 5.16 Sirkulasi Udara Kotor dan Bersih
Sumber : Analisis Pribadi
5.2.3.3 Visual
Visual yang dimaksud adalah warna dan tekstur bangunan.
Warna yang dan tekstur berpengaruh pada citra bangunan, citra
bangunan yang dibutuhkan oleh Stasiun Kereta Api Sudirman adalah
bangunan yang membaur dengan konteks sekitarnya. Konteks
sekitarnya yang merupakan sebuah ruang terbuka atau urban open
space. Dari segi visual beberapa aspek yang harus digaris bawahi
adalah:
- Warna yang didominasi oleh warna putih atau abu-abu. Warna
putih dan abu-abu memiliki efek memantulkan cahaya matahari.
Disaat bangunan berada di kawasan yang tergolong terbuka dalam
radius tertentu, cahaya matahari yang tidak diinginkan dapat di
pantulkan oleh warna putih atau abu-abu.
- Transparansi, atau bukaan yang dapat membuat bangunan lebih
mudah di identifikasi. Dan cahaya yang dibutuhkan dapat masuk
ke dalam dengan mudah.
- Vegetasi yang bersifat rimbun dapat menyamarkan antara
psikologi ruang dalam dan ruang luar.
228
- Tekstur yang halus di beberapa material yang terkena sinar
matahari langsung. Dan terjangkau oleh penggunanya. Karena
bersifat menyerap panas lebih sedikit dari tekstur kasar.
5.2.4 Vegetasi
Vegetasi dalam bangunan diciptakan di beberapa tempat sebagai
pembatas ruang dalam dan luar yang tidak membutuhkan sistem pengamanan
tertentu. Misalnya batas bangunan Stasiun Kereta Api Sudirman dengan luar
bangunan. Batas bangunan tersebut bersifat formal namun tidak membutuhkan
pengamanan khusus bagi trespassing. Namun untuk sektor privat
membutuhkan pagar atau dinding transparah yang bersifat permanen.
Batas vegetasi yang digunakan pada bangunan tersebut dapat membuat
bangunan lebih menyatu dengan kawasan. Ruang terbuka dapat terkesan lebih
luas, namun, bangunan Stasiun Kereta Api Sudirman juga dapat memiliki
kesan lebih luas juga.
Selain itu, Vegetasi juga memiliki fungsi sebagai filter udara bersih
yang dapat dihasilkan di dalam Stasiun Kereta Api Sudirman. Dengan
berfungsinya barrier vegetasi yang bersifat linear membuat Stasiun Kereta
Api Sudirman menjadi lebih bersih pula udara yang dihasilkan.
Gambar 5.17 Tata Ruang Vegetasi
229
Sumber : Analisis Pribadi
5.2.5 Sistem Struktur Terkait
Sistem struktur utama pada Stasiun Kereta Api Sudirman merupakan
sistem struktur dengan tipe bentang panjang. Dengan sistem struktur bentang
panjang, ruang di bawahnya tercipta lebih lapang dan minim dengan
penggunaan kolom yang dapat menghambat sirkulasi dari penumpang transit
antar moda.
Penutup Atap dan Dinding
Atap dengan struktur bentang panjang biasanya menggunakan penutup
atap ringan seperti membrane, atau bahan dengan polikarbonat. Di beberapa
bagian bangunan menggunakan penutup kaca juga ditujukan untuk exposed
kegiatan di dalamnya, seperti di bagian ruang transisi. Dengan menggunakan
safety glass, kaca dengan ketebalan tertentu dapat melindungi kegiatan di
dalamnya meskipun kegiatan tersebut terexposed.
Sementara itu dengan penutup atap utama yang digunakan untuk
melindungi penumpang di dalam bangunan didominasi dengan menggunakan
atap metal ringan dengan tekstur licin.
230
Gambar 5.18 Contoh Penutup Kaca dengan Kegiatan Terekspos
Sumber : Review Stasiun Berlin Hauptbahnhof, Jerman.
Struktur Kolom Dan Rangka
Struktur kolom dan rangka menerapkan rangka atap lengkung dengan
bentuk menyesuaikan dengan tegangan tunggal, atau dengan kondisi stress,
atau tertarik. Dengan Penerapan sistem struktur space truss, yang disusun
sesuai dengan kebutuhan peron. Seperti yang digunakan pada Struktur atap
stadion, tidak semua bangunan Stasiun tertutup oleh atap, dan terdapat bagian
atap yang menggantung.
231
Gambar 5.19 Rangka Atap Stadion
Sumber : http://image.made-in-china.com/2f0j00fBCTNmOgSjob/Tubular-Steel-
Structure-Stadium.jpg
5.2.6 Transportasi Dalam Bangunan
Dikarenakan bangunan memiliki perbedaan elevasi, transportasi dalam
bangunan menggunakan escalator dan tangga. Serta lift dan ramps dengan
kondisi kemiringan 70, juga dimanfaatkan untuk penunjang fasilitas difabel.
Namun untuk efisiensi ruang, ramps digunakan lebih banyak disbanding
tangga karena baik itu difabel atau penumpang no-difabel tetap bisa
menggunakannya.
Gambar 5.20 Gambar Potongan Barat dan Timur
Sumber : Analisis Pribadi
232
5.2.7 Sistem Utilitas
5.2.7.1 Jaringan Air Bersih – Kotor
Air bersih menggunakan sistem air PDAM kota Jakarta.
Namun yang harus diperhatikan adalah pengolahan air kotor.
Dikarenakan bangunan bukan merupakan bangunan industrial,
bangunan membagi kategori air kotor menjadi 2. Air kotor yang
diproses dan dibuang menuji riol kota dan air kotor yang dapat
diperbaharui dan dialirkan menuju plant treatment atau vegetasi
lingkungan Stasiun Kereta Api Sudirman.
5.2.7.2 Jaringan Listrik
Jaringan listrik yang berkaitan dengan perjalanan kereta api
berada di bawah dan diatas rel kereta api. Kondisi jaringan kelistrikan
tersebut sudah tertanam dan merupakan kondisi eksisting yang sudah
ada sebelumnya. Namun Stasiun kereta api memiliki spesifikasi
tertentu seperti jaringan PPKA yang terdapat di local control panel.
Local control panel memiliki fungsi menerima dan mengirim
sinyal pada kereta api yang akan datang dan berangkat. Kaitannya
dengan traffic light kereta api yang biasanya terdapat di kedua ujung
dari stasiun kereta api dan di tiap penyebrangan perlintasan kereta api.
Jaringan tersebut memiliki spesifikasi kabel NYY. Kabel tersebut pada
umumnya terletak hingga 2 meter di bawah tanah.
Jaringan listrik yang digunakan untuk bangunan stasiun sendiri
lebih memiliki jaringan yang tersebar, hal ini dikarenakan lampu yang
digunakan adalah lampu outdoor, dan memiliki jarak standar antar
lampu yang lebih besar.
233
Dikarenakan Stasiun Kereta Api Sudirman merupakan fasilitas
publik yang tergantung dengan kelistrikan, sumber listrik bangunan
tidak hanya menggunakan Perusahaan Listrik Negara atau PLN.
Namun menggunakan genset yang tersambung jaringan antara PLN –
Main Panel. Ruang main panel dbutuhkan untuk kontrol bangunan
secara keseluruhan dan yang bertanggung jawab secara penuh adalah
petugas teknisi atau maintenance.
5.2.7.3 Jaringan Telekomunikasi
Jaringan telekomunikasi juga memiliki jaringan eksisting di
bawah rel kereta api. Jaringan tersebut juga memiliki sambungan
langsung di local control panel. Dan Jaringan tersebut tidak boleh
terganggu karena kaitannya dengan keselamatan penumpang kereta api
dan calon penumpang kereta api.
Berbeda dengan listrik, sumber jaringan telekomunikasi atau
dengan kata lain internet dan telfon. Jaringan telekomunikasi di stasiun
pada umumnya menggunakan satu rekening namun dipisah menjadi 2
nomor telfon dan 1 jaringan internet. Jaringan telfon yang dibutuhkan
biasanya terhubung dengan ruang kepala stasiun dan ruang
administrasi. Serta internet yang diprioritaskan menjadi sumber
jaringan ke server kereta api di ruang PPKA atau ruang local control
panel.
Sementara itu jaringan komunikasi internal terdapat di setiap
ruang stasiun, hal ini berkaitan dengan keamanan, dan kondisi atau
situasi darurat tertentu. Selain untuk darurat, terdapat jaringan
komunikasi internal bangunan dan sekitarnya yang berpusat di ruang
234
local control panel yang berkaitan dengan jadwal kereta api datang
dan pergi.
Gambar 5.21 Local Control Panel
Sumber : http://www.scr.indianrailways.gov.in//uploads/images/1314859740038-
pic16.jpg
5.2.7.4 Pengaman
Pengaman yang dimaksud adalah pengaman dalam situasi
bencana dan pengaman penumpang dari kereta api.Pengaman dari
situasi darurat memiliki dimulai dari jaringan smoke detector. Yang
memiliki hubungan ke jaringan alarm yang akan berbunyi secara
otomatis dan jaringan sprinkler yang juga akan mengeluarkan air
secara otomatis. Kedua jaringan tersebut tidak memiliki pemutus
jaringan atau saklar, hal ini dikarenakan kondisi menyala atau mati
tidak dapat diprediksi, dan kaitannya dengan keselamatan. Selain itu,
pengumuman untuk kondisi darurat juga memiliki jaringan speaker
atau pengeras suara.
235
Jaringan lampu atau kelistrikan juga dibutuhkan untuk
keamanan di area peron di bagian zona bebas. Hal ini juga memiliki
sifat yang krusial. Karena zona tersebut tidak boleh dilewati oleh
penumpang kereta api sebelum kereta api berhenti secara total. Dan
lampu indikator perlu diinstalasi merah dan hijau untuk penumpang
sudah diperbolehkan naik atau belum. Dan zona bebas tersebut berada
di 80 cm dari batas terluar peron.
Gambar 5.22 Zona Bebas Peron
Sumber : http://i01.i.aliimg.com/img/pb/845/910/422/422910845_165.jpg