bab v otonomi daerah

13
BAB V OTONOMI DAERAH A.Kewenangan Daerah Melalui sistem pemerintahan daerah, pemerintahan daerah diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan-urusan yang diserahkan kepadanya. Dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi yang merupakan urusan dalam skala provinsi dan kabupaten/kota yang meliputi : a.perencanaan dan pengendalian pembangunan; b.perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c.penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d.penyediaan sarana dan prasarana umum; e.penanganan bidang kesehatan; f.penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial; g.penanggulangan masalah sosial; h.pelayanan bidang ketenagakerjaan; i.fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota; j.pengendalian lingkungan hidup; k.pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; l.pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m.pelayanan administrasi umum pemerintahan; n.pelayanan administrasi penanaman modal; o.penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten; dan p.urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Upload: dilla

Post on 07-Jul-2016

218 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

otonomi daerah

TRANSCRIPT

Page 1: Bab v Otonomi Daerah

BAB V OTONOMI DAERAH

A.Kewenangan Daerah

Melalui sistem pemerintahan daerah, pemerintahan daerah diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan-urusan yang diserahkan kepadanya. Dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi yang merupakan urusan dalam skala provinsi dan kabupaten/kota yang meliputi :

a.perencanaan dan pengendalian pembangunan;b.perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c.penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;d.penyediaan sarana dan prasarana umum;e.penanganan bidang kesehatan;f.penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial; g.penanggulangan masalah sosial;h.pelayanan bidang ketenagakerjaan;i.fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota;j.pengendalian lingkungan hidup;k.pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;l.pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m.pelayanan administrasi umum pemerintahan;n.pelayanan administrasi penanaman modal;o.penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten; danp.urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Dengan demikian pemerintah daerah diharapkan dapat memenuhi semua urusan yang menjadi urusan pemerintah daerah (provinsi atau kabupaten) agar dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga kesejahteraan masyarakat dapat terwujud.

B.Bentuk dan Susunan Pemerintahan Daerah

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.

Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan; kebutuhan daerah; cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas; luas wilayah kerja dan kondisi geografis; jumlah dan kepadatan penduduk; potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani;

Page 2: Bab v Otonomi Daerah

sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.

Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah. Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan. Susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam Perda dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Sekretariat daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris daerah mempunyai tugas dan kewajiban membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD. Sekretaris DPRD mempunyai tugas:

a.menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD;b.menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD;c.mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD; dand.menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD dalam

melaksanakan fungsinya sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Kepala dinas daerah

bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah. Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah. Kepala badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah tersebut bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah.

Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kecamatan dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kelurahan dipimpin oleh lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota.

Pada Undang-undang nomer 34 tahun 1999, BAB V BENTUK DAN SUSUNAN PEMERINTAHAN, dari Pasal 14 – Pasal 28, ada pun isi pasal 14 :1.Di Provinsi dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai Badan Legislatif Daerah

dan Pemerintah Daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah.2.Pemerintah terdiri atas Gubernur dan perangkat Daerah.3.Di Kotamadya dibentuk Pemerintah Kotamadya dan Dewan Kota.4.Di Kabupaten Administrasi dibentuk Pemerintah Kabupaten Administrasi dan Dewan

Kabupaten.5.Di Kecamatan dibentuk Pemerintah Kecamatan.6.Di Kelurahan dibentuk Pemerintah Kelurahan dan Dewan Kelurahan.

C.Problematik Otonomi Daerah

Negara yang menganut sistem demokrasi dituntut untuk mengaktualisasikan nilai-nilai demokrasi sesuai kultural dan kekhasan bangsa itu sendiri. Demokrasi menuntut sebuah negara yang menjadikan ia sebagai suatu paradigma berpikir dalam tatanan berbangsa, menjadi kesatuan yang terintegrasi lewat keberagaman multikultural di dalam negara itu. Salah satu cara pengaplikasian sistem tersebut adalah dengan penerapan asas-asas desentralisasi dalam pelimpahan dan pengambilalihan wewenang kekuasaan dari pusat ke daerah.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) / United Nations dalam menerjemahkan apa sebenarnya makna dari desentralisasi sebagai poin dari sistem yang dinamakan dengan

Page 3: Bab v Otonomi Daerah

Otonomi Daerah ini menyebutnya yakni “Desentralisasi terkait dengan masalah pelimpahan wewenang dari pemerintahan pusat yang berada di ibu kota negara baik melalui cara dekonsentrasi, misalnya pendelegasian, kepada pejabat di bawahnya maupun melalui pendelegasian kepada pemerintah atau perwakilan di daerah”. Pengertian makna ini secara implisit telah mudah kita pahami dan secara konstektual di Indonesia prinsip ini telah lama diterapkan.

Indonesia sebagai bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam menyikapi dan mengaktualisasi sistem otonomi daerah memiliki unsuryang sangat menarik untuk dikaji. Berawal setelah jatuhnya rezim otoriter Soeharto yang pada saat itu sistem kekuasaan, wewenang, dan tindakan semuanya diambil alih hanya pada satu tangan yang absolute sehingga meniadakan ruang untuk daerah mengusahakan kesejahteraan bagi komponen di dalamnya hingga menimbulkan gejolak yang sangat hebat. Implikasi besar dari hal itu maka lahirlah Indonesia dengan reformasinya yang mengusahakan adanya keadilan yang terstruktur, memanusiakan manusia, dan menjamin adanya keleluasaan untuk menjadi kesatuan yang selalu berkembang.

Problematika Indonesia sampai sekarang nyatanya adalah bahwa otonomi daerah dengan pelimpahan wewenang yang dilegalkan telah membawa dan membuka nilai-nilai liberalisasi pasar dan ekonomi, peluang korupsi yang sangat besar karena banyak dan ribetnya birokrasi pemeritahan daerah, disintegrasi bangsa yang semakin tampak jelas karena kewenangan yang terlalu bebas, kecemburuan antar daerah yang semakin kental, pemanfaatan contoh penerapan kekhususan di daerah khusus/istimewa Indonesia yang disalahartikan, serta berbagai kebobrokan yang diakibatkan sistem yang dianggap lebih baik dari sentralisasi ini.Ada beberapa daerah yang merasa diberlakukan kurang adil oleh pemerintah pusat dan tidak pernah merasakan kemakmuran yang akhirnya menimbulkan dinamika dan gejolak politik misalnya munculnya Gerakan Aceh Merdeka, Republik Maluku Selatan, dan Organisasi Papua Merdeka.

Memang agak rumit tetapi inilah kenyataannya sekarang. Irtanto dalam bukunya “Dinamika Politik Lokal Era Otonomi Daerah” menjelaskan bahwa pasca diterapkannya UU No. 32 Tahun 2004, otonomi daerah telah menggairahkan daerah untuk tumbuh dan berkembang. Bagi pemerintah daerah, “era otonomi” adalah suatu kesempatan untuk menunjukkan kekuatan daerahnya yang sangat berbeda dengan masa sentralisasi. Era otonomi telah melahirkan konflik elit politik lokal yang berusaha dengan berbagai cara untuk mempertahankan dan menggapai tonggak kekuasaan di daerahnya. Merefleksikan diri atas masalah ini, hanya solusi jitu yang kita perlukan. Mulai dari pemimpin yang tegas dan berkeadilan hingga sistem serta regulasi konstitusi yang mengikat dan tepat untuk mengatasi semua masalah ini. Resolusi yang harus dilakukan ialah mengembalikan struktur bangsa ini kepada empat konsensus dasarnya. NKRI, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, dan UUD’45 seharusnya dijadikan cerminan untuk perbaikan sistem yang telah dipilih. Akhir kata, otonomi daerah dengan desentralisasinya harus diartikan dengan bijak dan tepat sasaran sehingga peluang disintegrasi bangsa akan tiada.

D.Arah Kebijakan Otonomi Daerah

Syafrudin (1991:23) mengatakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan dan kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan terbatas atau kemandirian itu adalah wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan. Secara implisit definisi otonomi tersebut mengandung dua unsur, yaitu : Adanya pemberian tugas dalam arti sejumlah pekerjaan yang harus diselesaikan serta kewenangan untuk melaksanakannya; dan

Page 4: Bab v Otonomi Daerah

Adanya pemberian kepercayaan berupa kewenangan untuk memikirkan dan menetapkan sendiri berbagai penyelesaian tugas itu.

Dalam kaitannya dengan kewajiban untuk memikirkan dan menetapkan sendiri bagaimana penyelesaian tugas penyelenggaraan pemerintahan, Sinindhia dalam Suryawikarta (1995:35), mengemukakan batasan otonomi sebagai “…kebebasan bergerak yang diberikan kepada daerah otomom dan memberikan kesempatan kepadanya untuk mempergunakan prakarsanya sendiri dari segala macam keputusannya, untuk mengurus kepentingan-kepentingan umum.”

Dari berbagai batasan tentang otonomi daerah tersebut diatas, dapat dipahami bahwa sesungguhnya otonomi merupakan realisasi dari pengakuan pemerintah bahwa kepentingan dan kehendak rakyatlah yang menjadi satu-satunya sumber untuk menentukan pemerintahan negara. Dengan kata lain otonomi menurut Magnar (1991: 22),”… memberikan kemungkinan yang lebih besar bagi rakyat untuk turut serta dalam mengambil bagian dan tanggung jawab dalam proses pemerintahan”. Manan (dalam Magnar, 1991:23) menjelaskan bahwa otonomi mengandung tujuan-tujuan,yaitu:

1. Pembagian dan pembatasan kekuasaan.Salah satu persoalan pokok dalam negara hukum yang demokratik, adalah bagaimana disatu pihak menjamin dan melindungi hak-hak pribadi rakyat dari kemungkinan terjadinya hal-hal yang sewenang-wenang. Dengan memberi wewenang kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, berarti pemerintah pusat membagi kekuasaan yang dimiliki dan sekaligus membatasi kekuasaanya terhadap urusan-urusan yang dilimpahkan kepada kepala daerah.

2. Efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan. Adalah terlalu sulit bahkan tidak mungkin untuk meletakkan dan mengharapkan Pemerintah Pusat dapat menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya terhadap segala persoalan apabila hal tersebut bersifat kedaerahan yang beraneka ragam coraknya. Oleh sebab itu untuk menjamin efisiensi dan efektivitas dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, kepada daerah perlu diberi wewenang untuk turut serta mengatur dan mengurus pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dalam lingkungan rumah tangganya, diharapkan masalah-masalah yang bersifat lokal akan mendapat perhatian dan pelayanan yang wajar dan baik.

3. Pembangunan-pembangunan adalah suatu proses mobilisasi faktor-faktor sosial, ekonomi, politik maupun budaya untuk mencapai dan menciptakan perikehidupan sejahtera.

4. Dengan adanya pemerintahan daerah yang berhak mengatur dan mengurus urusan dan kepentingan rumah tangga daerahnya, partisipasi rakyat dapat dibangkitkan dan pembangunan benar-benar diarahkan kepada kepentingan nyata daerah yang bersangkutan, karena merekalah yang paling mengetahui kepentingan dan kebutuhannya.

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa :Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kebijakan otonomi daerah yang demikian itu merupakan kebijakan Negara yang mendasari penyelenggaraan organisasi dan manajemen pemerintahan daerah. Artinya, seluruh kebijakan dan kegiatan pemerintahan serta kebijakan dan kegiatan pembangunan di daerah

Page 5: Bab v Otonomi Daerah

dilaksanakan menurut arah kebijakan yang ditetapkan dalam kebijakan Negara tersebut. Pelaksanaan otonomi daerah itu tentu saja bukan sekedar membincangkan mekanisme bagaimana menterjemahkan tujuan-tujuan policy kepada prosedur rutin dan teknik, melainkan lebih jauh daripada itu, melibatkan berbagai faktor mulai dari faktor sumber daya, hubungan antar unit organisasi, tingkat-tingkat birokrasi sampai kepada golongan politik tertentu yang mungkin tidak menyetujui policy yang sudah ditetapkan. Dalam konteks ini, Grindle (dalam Koswara, 1999 : 106) mengatakan :Attempts to explain this divergence have led to the realization that implementation, even when successful, involves far more than a mechanical translation of goals into routine procedures; it involves fundamental questions about conflict, decision making, and who gets what in a society”.Dengan demikian, keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan dapat dievaluasi dari sudut kemampuannya secara nyata dalam meneruskan atau mengoperasionalkan program-program yang telah dirancang sebelumnya. Sebaliknya keseluruhan proses implementasi kebijakan dapat dievaluasi dengan cara mengukur atau membandingkan antara hasil akhir dari program-program tersebut dengan tujuan-tujuan kebijakan.

E.Rencana Tata Ruang Wilayah

Berkaitan dengan diundangkannya UU no 32/2004 perlu ditinjau kembali rencana tata ruang wilayah (RTRW), baik provinsi maupun kabupaten dan kota. Pada saat mengacu UU no. 22/1999 ttg Pemerintahan Daerah, RTRW Provinsi sudah sesuai, dan telah menjadi Perda. Namun RTRW Kabupaten dan Kota masih dibawah 50 % yang telah menjadi Perda (dikukuhkan). Dengan diundangkannya UU no. 32/2004, ternyata perlu mengubah RTRW. Pengubahan RTRW hendaknya mengacu pada Kepentingan Nasional, tidak hanya mengacu pada kepentingan daerah semata (UU no. 24/1992). Oleh karena itu perlu standarisasi penataan ruang, dan sudah barang tentu mengacu pada asas negara kepulauan. Selama ini sering RTRW lebih berorientasi pada negara kontinen, sehingga upaya pembenahan pantai kurang berkaitan dengan masalah lingkungan hidup. Kurangnya pemahaman akan makna hakikat negara nusantara menyebabkan meningkatnya kerusakan lingkungan tidak saja di darat tetapi di daerah maritim. Reklamasi pantai utara DKI Jakarta dengan menebang hutan bakau menimbulkan banjir yang tidak saja di DKI Jakarta tetapi juga provinsi lain. 

Kasus yang sekarang masih terkatung-katung hingga kini adalah masih adanya limbah B-3 dari Singapura yang dionggokkan di pulau-pulau Provinsi Kepulauan Riau. Pulau-pulau tempat teronggokannya limbah B-3 ternyata belum terencana peruntukannya oleh Pemerintah, baik pusat maupun daerah. Masuknya limbah B-3 sebagai barang import menandakan bahwa kita masih belum—mungkin tidak—tahu akan bahaya limbah B-3 yang dimasukkan sebagai pupuk untuk pertanian. Kerusakan lingkungan pada pulau-pulau yang tidak berpenghuni pada gilirannya akan merugikan kita. 

Dari gambaran tersebut diatas, jelaslah bahwa kita sering mengabaikan baku mutu lingkungan, terabaikannya salah satu sektor. Wajib memiliki analisa dampak lingkungan (amdal) sering terabaikan karena kurang disadari oleh para pejabat di daerah. Padahal kita hendaknya mengacu pada filsafat yang mendasarinya yaitu:1. Pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras dan berkelanjutan.2. Keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.

Implementasi falsafah ini,maka akan didapat hal-hal a.l.:1. Tercapai kelestarian, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan alam.

Page 6: Bab v Otonomi Daerah

2. Terwujud manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang miliki sikap untuk melindungi dan membina lingkungan hidup.3. Terjamin generasi masa kini dan generasi masa depan.4. Tercapai kelestarian lingkungan hidup.5. Terkendali pemanfaatan sumber daya secara bijaksana.6. Terlindung NKRI terhadap dampak usaha kegiatan di luar. wilayah NKRI yang menyebabkan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup. Oleh karena itu penyusunan RTRW perlu benar-benar terpadu.

F.Pembinaan Daerah Frontier

F.1.Sasaran Pembinaan Daerah Frontier

Daerah frontier adalah daerah milik wilayah geografi NKRI yang letaknya berbatasan langsung dengan negara tetangga. Dalam Era otonomi daerah sekarang ini, pemerintah daerah memiliki peran besar di dalam pembinaan daerah frontier dalam satu paket pembangunan daerah yang menjadi wilayah otonominya. Perhatian dan dukungan pemerintah pusat serta peran yang dimainkan pemerintah daerah merupakan indikator keberhasilan pembangunan daerah frontier. Daerah frontier dalam wilayah pemerintah daerah juga harus diperhitungkan sebagai daerah yang penting dibangun agar hasil-hasil pembangunan dapat merata, kesejahteraan dan keamanan dapat menyebar, kedaulatan wilayah geo¬grafi NKRI pun dapat terjamin. Tujuan kebijakan penanganan daerah frontier pada intinya adalah untuk menjadi dan mengamankan wilayah perbatasan negara dari upaya pengambil-alihan pulau-pulau dan/atau Iaut di perbatasan oleh negara tetangga, serta eksploitasi ilegal sumber daya alam, baik oleh penduduk maupun karena didorong oleh kepentingan negara tetangga. Sasaran yang ingin dicapai di dalam pembinaan daerah frontier antara lain penduduk yang bermukim di daerah frontier memiliki kemampuan dan keterampilan untuk mengeksploitasi sumber daya alam; potensi sumber daya alam dapat lebih dilindungi untuk kepentingan bangsa dan negara, kedaulatan seluruh wilayah NKRI dapat lebih terjamin.Bidang-bidang pembinaan yang dilaksanakan melalui program-program pembangunan daerah frontier meliputi bidang astagatra, yaitu:1. Geografi negara. 2. Keadaan dan kekayaan alam. 3. Keadaan dan kemampuan penduduk. 4. Ideologi. 5. Politik. 6. Ekonomi. 7. Sosial-Budaya. 8. Pertahanan-Keamanan.

Untuk membina daerah frontier seharusnya dipahami lebih dahulu segi kelemahan dan ancamannya agar mampu menemukan langkah-langkah yang dapat dijadikan program pembangunannya. Beberapa kelemahan yang dihadapi daerah frontier antara lain:1. Sumber daya manusia masih rendah dalam jumlah ataupun dalam kemampuan dan keterampilan. Konsekuensinya, penduduk setempat belum dapat diandalkan untuk melaksanakan pembangunan.2. Lapangan dan kesempatan kerja bagi penduduk masih rendah. Konsekuen¬sinya, tingkat pendapatan penduduk rendah.3. Kualitas kehidupan sejahtera masih rendah dan tidak merata di sepanjang garis perbatasan dengan negara tetangga. Konsekuensinya, kegiatan pelintas batas ilegal dan berbagai bentuk

Page 7: Bab v Otonomi Daerah

penyelundupan sering terjadi.4. Sarana dan prasarana dengan akses yang sangat minini di sepanjang garis perbatasan pada berbagai aspek kehidupan, seperti pendidikan, kesehatan, sanitasi dan drainase, listrik dan air bersih, transportasi, telekomunikasi, irigasi, dan pasar. Konsekuensinya, penduduk cenderung berorientasi kepada negara tetangga yang tingkat aksesibilitasnya relatif lebih tinggi.5. Penegasan batas daerah frontier dengan negara tetangga masih banyak yang belum diwujudkan dalam bentuk akta kesepahaman bilateral. Konsekuen¬sinya, kepastian hukum tentang larangan mengelola dan mengembangkan kawasan sepanjang garis perbatasan tidak berfungsi semestinya.6. Rencana tata ruang dan pemanfaatan sumber daya alam kurang terkoordinasi antarpemerintah daerah yang berbatasan. Konsekuensinya, timbul konflik antarpemerintah daerah yang mengakibatkan terjadinya penelantaran pembinaan daerah frontier.7. Pengembangan daerah frontier belum menjadi prioritas pembangunan sehingga alokasi pendanaan sangat minim. Kebijakan pemerintah tentang pengembangan daerah dalam kategori tertinggal sering tidak melibatkan daerah perbatasan. Konsekuensinya, tingkat kesenjangan antara daerah frontier dengan daerah lain semakin lebar.8. Kelembagaan dan aparatur pemerintah di daerah frontier masih sangat terbatas; demikian juga dukungan operasional pelaksanaan tugas pemerintahan tidak sebanding dengan tingkat kerawanannya yang tinggi. Konsekuensinya, banyak aparat yang tidak nyaman dan aman melaksanakan tugasnya

F.2.Tantangan Pembangunan di Wilayah Perbatasan

Kepentingan percepatan pembangunan wilayah perbatasan ditujukan untuk melindungi segenap penduduk dan kedaulatan seluruh wilayah negara, mengamankan pembangunan wilayah dan memelihara kerjasama dengan negara tetangga guna mewujudkan prinsip hidup berdampingan secara damai, aman, dan sejahtera. Kebutuhan dan kepentingan percepatan pembangunan daerah perbatasan menghadapi tantangan antara lain yang mencakup delapan aspek sebagai berikut:

Aspek geografis , yang meliputi kebutuhan jalan penghubung, landasan pacu (airstrip), dan sarana komunikasi yang memadai untuk keperluan pembangunan daerah perbatasan kedua negara;

Aspek demografi , yang meliputi pengisian dan pemerataan penduduk untuk keperluan sistem hankamrata termasuk kekuatan cadangannya melalui kegiatan transmigrasi dan permukiman kembali (resettlement) penduduk setempat;

Aspek sumber daya alam , yang meliputi survei dan pemetaan sumber daya alam guna menunjang pembangunan dan sebagai obyek yang perlu dilindungi pelestarian dan keamanannya;

Aspek ideologi , yang meliputi pembinaan dan penghayatan ideologi yang mantap untuk menangkal ideologi asing yang masuk dari negara tetangga;

Aspek politik , yang meliputi pemahaman sistem politik nasional, terselenggaranya aparat pemerintahan yang berkualitas sebagai mitra aparat hankam dalam pembinaan teritorial setempat;

Aspek ekonomi , yang meliputi pembangunan kesatuan wilayah ekonomi yang dapat berfungsi sebagai penyangga wilayah sekitarnya;

Aspek sosial budaya , yang meliputi peningkatan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan yang memadai untuk mengurangi kerawanan di bidang keamanan, serta nilai sosial budaya setempat yang tangguh terhadap penetrasi budaya asing;

Page 8: Bab v Otonomi Daerah

Aspek hankam , yang meliputi pembangunan pos-pos perbatasan, pembentukan sabuk pengamanan (security belt), dan pembentukan kekuatan pembinaan teritorial yang memadai, serta perangkat komando dan pengendalian yang mencukupi.

F.3.Kendala Pembangunan di Wilayah Perbatasan

Dengan mempertimbangkan keragaman kondisi wilayah perbatasan dengan negara tetangga, beberapa kendala dan hambatan yang dihadapi dalam upaya mempercepat pembangunan daerah perbatasan antara lain adalah:

sumber daya manusia , yang ditunjukkan antara lain oleh rendahnya jumlah dan kualitas kesejahteraan penduduk dengan penyebaran yang tidak merata dibandingkan dengan luas wilayah dan garis perbatasan yang panjang, yang berimplikasi pada kegiatan pelintas batas yang ilegal; selain itu banyaknya TKI yang bekerja di negara tetangga sebagai pekerja kasar seperti buruh perkebunan, bangunan, dan pembantu rumah tangga, juga turut menurunkan harkat bangsa;

sumber daya buatan (prasarana) , yang tingkat pelayanannya masih sangat terbatas, seperti sistem perhubungan dan telekomunikasi, pelayanan listrik dan air bersih, serta fasilitas lainnya seperti kesehatan, pendidikan, dan pasar, sehingga penduduk daerah perbatasan masih cenderung untuk berorientasi kepada negara tetangga yang tingkat aksesibilitas fisik dan informasinya relatif lebih tinggi;

penataan ruang dan pemanfaatan sumber daya alam, yang ditunjukkan antara lain oleh terjadinya konflik ataupun tumpang tindih pemanfaatan ruang (lahan) baik antara kawasan budidaya dengan kawasan lindung, maupun antar kawasan budidaya seperti antara kegiatan pertambangan dan kehutanan;

penegasan status daerah perbatasan, yang antara lain ditunjukkan oleh masih terdapatnya beberapa wilayah kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga namun belum dimasukkan ke dalam wilayah persetujuan lintas batas oleh kedua negara, terutama dalam kaitannya dengan larangan untuk mengelola dan mengembangkan kawasan penyangga sepanjang garis perbatasan;

penegasan status daerah perbatasan, dimana daerah perbatasan relatif kurang diberikan prioritas pengembangannya dibandingkan dengan daerah lainnya, sehingga semakin memperlebar tingkat kesenjangan antardaerah;

terbatasnya kelembagaan dan aparat yang ditugaskan di daerah perbatasan, dengan fasilitas yang kurang mencukupi, sehingga fungsi pelayanan kepada masyarakat setempat relatif kurang memadai.

F.4.Peluang Pembangunan di Wilayah Perbatasan

Pada umumnya daerah perbatasan memiliki kandungan sumber daya alam yang potensial untuk dikembangkan dalam rangka memperkuat daya ketahanan masyarakat, serta merupakan modal dasar dan peluang untuk percepatan pembangunan daerah masing-masing. Potensi daerah perbatasan lainnya yang dapat dijadikan peluang bagi percepatan pembangunan daerah adalah letaknya yang memungkinkan hubungan langsung dengan negara tetangga yang merupakan pasar potensial yang dapat dimanfaatkan tidak saja bagi produsen internal di daerah masing-masing, tetapi juga secara nasional. Dengan potensi sumber daya alam dan letak geografis di atas, maka kegiatan apapun yang dilakukan di daerah perbatasan akan mencerminkan keseluruhan kepentingan bagian wilayah tanah air lainnya, yang selanjutnya akan dapat menciptakan keterkaitan fungsional yang lebih luas antara negara tetangga dengan bagian wilayah tanah air lainnya.

Page 9: Bab v Otonomi Daerah

Selain itu potensi yang erat kaitannya dengan aspek pertahanan keamanan adalah dijadikannya daerah perbatasan sebagai barometer keamanan dan ketahanan wilayah yang sangat penting untuk menjamin keberlanjutan pembangunan nasional.