bab v pembahasan hasil penelitian -...

33
1 BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Jika uraian dalam bab sebelumnya diarahkan kepada upaya untuk mendeskripsikan temuan-temuan penelitian sesuai dengan fokus dan pertanyaan penelitian yang diajukan, maka dalam bab berikut ini akan disajikan uraian yang berisi pembahasan terhadap seluruh temuan penelitian, terutama yang ditekankan pada fokus penelitian. Melalui bab ini, efektivitas dari implementasi kebijakan percepatan Wajar Dikdas 9 tahun dalam rangka membantu meringankan beban pendidikan bagi anak dari keluarga miskin akan dijawab. Melalui bab ini pula, alasan mengani masih banyaknya anak dari keluarga miskin yang belum tersentuh kebijakan akan dibahas. Bukan hanya itu, melalui bab ini pula akan dimunculkan beberapa isu strategis yang bisa dijadikan landasan dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan akselerasi penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun dikaitkan dengan upayanya untuk membantu meringankan beban pendidikan bagi anak dari keluarga miskin. A. Kajian Terhadap Arah Kebijakan yang Ditempuh Secara umum, dari hasil penelitian terungkap bahwa meskipun kebijakan percepatan penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun di Kabupaten Cianjur ini telah memiliki arah yang jelas dan dukungan kebijakan yang kuat, namun pada tataran implementasinya masih menunjukan banyak kelemahan dan kekurangan. Lebih-lebih jika dikaitkan dengan upaya untuk menenuntaskan 220

Upload: lenga

Post on 19-Aug-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

1

BAB V

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Jika uraian dalam bab sebelumnya diarahkan kepada upaya untuk

mendeskripsikan temuan-temuan penelitian sesuai dengan fokus dan

pertanyaan penelitian yang diajukan, maka dalam bab berikut ini akan disajikan

uraian yang berisi pembahasan terhadap seluruh temuan penelitian, terutama

yang ditekankan pada fokus penelitian.

Melalui bab ini, efektivitas dari implementasi kebijakan percepatan

Wajar Dikdas 9 tahun dalam rangka membantu meringankan beban pendidikan

bagi anak dari keluarga miskin akan dijawab. Melalui bab ini pula, alasan

mengani masih banyaknya anak dari keluarga miskin yang belum tersentuh

kebijakan akan dibahas.

Bukan hanya itu, melalui bab ini pula akan dimunculkan beberapa isu

strategis yang bisa dijadikan landasan dalam rangka meningkatkan efektivitas

pelaksanaan akselerasi penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun dikaitkan dengan

upayanya untuk membantu meringankan beban pendidikan bagi anak dari

keluarga miskin.

A. Kajian Terhadap Arah Kebijakan yang Ditempuh

Secara umum, dari hasil penelitian terungkap bahwa meskipun

kebijakan percepatan penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun di Kabupaten Cianjur

ini telah memiliki arah yang jelas dan dukungan kebijakan yang kuat, namun

pada tataran implementasinya masih menunjukan banyak kelemahan dan

kekurangan. Lebih-lebih jika dikaitkan dengan upaya untuk menenuntaskan

220

Page 2: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

2

Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga miskin sesuai dengan fokus

penelitian ini.

Adalah misi dan visi Kabupaten Cianjur yang secara eksplisit telah

menjadikan pembangunan bidang pendidikan sebagai salah satu agenda

sentralnya. Bahkan dari empat misi yang telah ditetapkan dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) sekaligus menjadi acuan

perencanaan pembangunan di Kabupaten Cianjur, satu misi diantaranya berisi

tentang arti pentingnya pembangunan pendidikan dengan fokus pada penuntasan

Wajar Dikdas 9 tahun.

Bukan hanya itu, adalah Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendidikan

dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur yang secara eksplisit dan dengan begitu

tegas telah menetapkan bahwa dari tujuh tujuan dan sasaran prioritas yang

sekaligus merupakan arah kebijakan yang akan ditempuhnya, agenda

penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun merupakan salah satu prioritasnya. Bahkan

arah kebijakan ini juga ditunjang oleh dua tujuan atau sasaran yang lainnya,

yakni upaya untuk meningkatkan pemerataan pendidikan dan upaya

peningkatan mutunya, dua besaran sasaran program yang apabila bisa

diimplementasikan akan sangat besar sumbangannya dalam upaya mempercepat

program penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun.

Jelasnya, kebijakan yang ditujukan kepada upaya pemerataan, maka

pelaksanaan Wajar Dikdas 9 tahun diharapkan bisa menyentuh seluruh lapisan

masyarakat, tidak terkecuali masyarakat yang kurang beruntung alias miskin

yang selama ini masih banyak menyisakan sasaran.

Page 3: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

3

Melalui kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan mutu, maka

implementasi kebijakan percepatan Wajar Dikdas 9 tahun diharapkan bisa

dilakukan tidak hanya dalam rangka mengejar target kuantitas yang ditandai

dengan peningkatan angka partisipasi sekolah, baik APK maupun APM,

melainkan lebih jauh lagi mampu memberikan bekal pengetahuan dan

keterampilan dasar yang sangat diniscayakan setiap warga masyarakat,

khususnya bagi anak dari keluarga miskin sebagai modal utama untuk bisa

mengakses hak-hak hidupnya, sebut pula memberdayakannya.

Dari hasil kajian peneliti, pelaksanaan kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun

yang dilakukan di Kabupaten Cianjur saat ini memiliki landasan yang cukup

kuat dan strategis. Tidak saja karena didukung oleh kebijakan-kebijakan yang

telah dirumuskan dan ditetapkan pemerintah pusat dan provinsi Jawa Barat,

melainkan diperkuat pula oleh visi dan misi pemerintah Kabupaten Cianjur yang

secara eksplisit tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah

(RPJMD) yang kemudian dijabarkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Dinas

Pendidikan Kabupaten Cianjur 2006-2011.

Dikaitkan dengan kebijakan pemerintah pusat, khususnya kebijakan

Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), pelaksanaan Wajar Dikdas 9

tahun merupakan realisasi dari Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5

tahun 2006 Tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar 9

Tahun (Wajar Dikdas 9 Tahun) dan Pemberantasan Buta Aksara.

Dikaitkan dengan kebijakan pemerintah Provinsi Jawa Barat,

pelaksanaan Wajar Dikdas 9 tahun merupakan bagian dari upaya strategis

dalam rangka pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang

Page 4: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

4

ditargetkan bisa mencapai angka 80 pada tahun 2010 sebagaimana bisa ditelaah

dalam chart di bawah ini :

PENCAPAIAN VISI JAWA

BARAT MELALUI IPM 80 TH 2010

INDEKS PENDIDIKAN

INDEKS KESEHATAN

INDEKS DAYA BELI

RATA-RATA LAMA

SEKOLAH

MELEK HURUF

UMUR HARAPAN

HIDUP

PENDAPATAN PER KAPITA

WAJAR DIKDAS

9 TAHUN

GAMBAR 5.1 :. KETERKAITAN DAN NILAI STRATEGIS PELAKSANAAN WAJAR DIKDAS 9 TAHUN DENGAN PENCAPAIAN IPM JAWA BARAT

Dari gambar di atas nampak bahwa pelaksanaan program akselerasi

penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun disamping memiliki posisi yang strtaegis

dalam menunjang peningkatan rata-rata lama sekolah (RLS) dan peningkatan

buta aksara sebagai faktor penentu indeks pendidikan sebagai salah satu

komponen penting peningkatan IPM. Tidak sampai di situ, keberhasilan

pelaksanaan Wajar Dikdas juga secara tidak langsung akan besar pula

sumbangannya terhadap upaya untuk mendukung peningkatan dua indeks IPM

yang lainnya, yakni indeks kesehatan dan daya beli.

Namun sebaliknya, upaya untuk meningkatkan Wajar Dikdas sendiri

pada akhirnya akan pula banyak ditentukan oleh keberhasilan peningkatan

derajat kesehatan dan juga tingkat daya beli masyarakat. Di situlah pula arti

pentingnya mengintegrasikan pelaksanaan Wajar Dikdas itu dalam kaitannya

dengan upaya untuk meningkatkan sektor pembangunan yang lainnya, dalam

hal ini adalah pembangunan disektor kesehatan dan peningkatan daya beli

masyarakat.

Asumsinya, semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, maka akan

semakin meningkat pula sikap, kesadaran dan perilaku kesehatannya. Padahal

Page 5: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

5

menurut Hendrik Blumm, faktor sikap dan perilaku masyarakat ini akan sangat

menentukan derajat kesehatan mereka. Juga, semakin tinggi pendidikan sebuah

masyarakat, maka akan semakin besar pula pengtetahuan dan keterampilan yang

memunginkan mereka bisa mengakses peluang untuk meningkatkan taraf

kesejahteraannya.

Itulah gambaran mengenai letak strategisnya pelaksanaan wajar Dikdas

9 tahun dalam upaya untuk mendukung peningkatan indeks pembangunan

manusia (IPM). Menurut kajian peneliti, itulah pula peluang yang sesungguhnya

bisa dijadikan salah satu kekuatan utama untuk menarik dukungan seluruh

sektor, termasuk dukungan masyarakat dalam pelaksanaan Wajar Dikdas 9

tahun di kabupaten Cianjur. Di situlah pula kemampuan para stakeholders di

bidang pendidikan untuk melakukan advokasi tentang arti pentingnya

pelaksanaan Wajar Dikdas 9 tahun diuji dan ditantang.

Tidak sampai di situ, letak strategisnya pelaksanaan Wajar Dikdas 9

tahun itu diperkuat pula oleh visi dan misi kabupaten Cianjur yang secara

eksplisit telah mencantumkan program perecepatan Wajar Dikdas 9 tahun

sebagai prioritas dalam pelaksanaan pembangunan pendidikan.

Yang tidak bisa diabaikan, adalah kebijakan Bupati Cianjur yang sejak

dilantik secara resmi menjadi Bupati Cianjur telah mendeklarasikan tentang

”Pendidikan Gratis” untuk tingkat SD/MI sampai dengan SLTP yang sudah

sering disampaikan dalam berbagai kesempatan penting. Intinya, tidak

dibenarkan bagi sekolah (SD/MI dan SLTP) yang mendapatkan bantuan dari

pemerintah melakukan pungutan biaya apa pun kepada siswa atau orang tua

siswa. Pernyataan politis itu sekaligus merupakan isyarat tentang besarnya

Page 6: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

6

perhatian sekaligus komitmen pimpinan tertinggi Kabupaten Cianjur dalam

mendukung kelancaran akselerasi program penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun.

Singkatnya, dilihat dari aspek formulasinya, juga dilihat dari letak

strategisnya, termasuk dari target yang telah ditetapkannya, sesungguhnya tidak

ada alasan bagi pemerintah Kabupaten Cianjur untuk tidak bisa menjabarkan

arah kebijakan itu kepada berbagai program yang mendukung upaya penuntasan

Wajar Dikdas 9 tahun.

B. Kajian Terhadap Program Implementasi

Seperti telah diuraikan dalam bab sebelumnya, tidak sedikit bentuk-

bentuk program telah dilaksanakan oleh Kabupaten Cianjur dalam

mengimplementasikan kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun sebagai penjabaran dari

arah kebijakan yang telah ditetapkannya. Namun dari hasil penelitian terungkap

bahwa tidak semua program yang dilaksanakan ternyata bisa menjawab dan

mengakomodasi kebutuhan dan tuntutan anak dari keluarga miskin sebagai

salah satu kelompok sasaran yang menjadi target kebijakan.

Alasannya banyak, mulai dari persoalan yang berkaitan dengan

lemahnya pelaksanaan fungsi dan tugas Tim Koordinasi yang telah dibentuk,

termasuk lemahnya pelaku atau implementor kebijakan, lemahnya pendataan

sebagai langkah awal untuk mengetahui sasaran yang akan digarap dengan

kebijakan, kurang realistiknya target yang ingin dicapai, lemahnya sosialisasi

sampai kepada miskinnya sumberdaya untuk mengoptimalkan dan mendukung

kelancaran implementasi berbagai bentuk program intervensinya.

1. Kajian Terhadap Penentuan Target

Page 7: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

7

Dikaitkan dengan sasaran yang yang ingin dicapainya, dari hasil

analisis terungkap bahwa arah kebijakan Wajar Dikdas 9 Tahun di Kabupaten

Cianjur juga ternyata telah dipertegas dengan rencana pencapaian target yang

sebagai salah satu tolok ukur penting untuk melihat kinerjanya.

Persisnya, dalam rangka percepatan Wajar Dikdas 9 tahun ini

Kabupaten Cianjur memiliki target untuk bisa meningkatkan Angka Partisipasi

Kasar (APK) dari posisi 76,03 pada tahun 2004 menjadi 104 pada tahun 2008,

atau kenaikan sebesar 27,97 poin persen dalam kurun waktu lima tahun, sekitar

5,59 poin persen setiap tahunnya.

Bandingkan dengan tren kenaikan APK dalam periode empat tahun

sebelumnya, periode 2001-2004 yang meningkat sebesar 26,86 poin persen, atau

sekitar 6,71 poin persen setiap tahunnya. Itu semua mengandung arti bahwa

target yang dirumuskan lima tahun terakhir ini boleh dikatakan cukup realistik

jika dibandingkan dengan tren pencapaian APK dalam periode empat tahun

sebelumnya, bahkan secara kuantitatif sedikit lebih rendah.

Tidak jauh dari itu, Angka Partisipasi Murni (APM) ditargetkan naik

dari posisi tahun 2004 sebesar 68,99 menjadi 98,50 pada tahun 2008, atau

meningkat sebesar 29,51 poin dalam kurun waktu lima tahun, sekitar 5,90 poin

setiap tahunnya. Bandingkan juga dengan trend peningkatan APM dalam

periode empat tahun sebelumnya, periode 2001-2004, yang meningkat sebesar

30,67 poin persen, atau meningkat sebesar 7,77 poin persen setiap tahunnya.

Itu semua juga mengandung arti bahwa jika dilihat dari trend dan

kemampuan pencapaian target beberapa tahun sebelumnya, maka penentuan

target peningkatan APM ini cukup realistik, bahkan masih berada di bawah tren

Page 8: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

8

peningkatan APM empat tahun sebelumnya. Namun persoalannya akan menjadi

lain ketika target sebesar itu tidak dikaitkan dengan sukung dengan optimalisasi

sumber daya dalam melaksanakan program-program pendukungnya, bahkan

mungkin menjadi kurang realistik jika dikatkan dengan sisa sasarannya yang

kebanyakan merupakan anak dari keluarga miskin dengan karakteristik sosial

dan budayanya nya yang begitu kompleks.

Dengan target sebesar itu, pada tahun 2008 Kabupaten Cianjur

menargetkan dirinya untuk bisa menjadi daerah dengan kategori “tuntas Wajar

Dikdas Paripurna. Bahkan target lebih jauhnya, pada tahun 2011 nanti

Kabupaten Cianjur punya ambisi untuk mencapai status “wajib belajar 12 tahun

- Wajar Dikmen, sebuah target yang luhur jika dikaitkan dengan kebijakan

pemerintah provinsi maupun pusat yang telah mentargetkan penuntasan Wajar

Dikdas 9 tahun pada tahun 2008.

Bukan hanya itu, penentuan target sebesar itu juga merupakan sebuah

keniscayaan jika dikaitkan dengan besarnya target yang mesti dicapai

kabupaten Cianjur untuk bisa meningkatkan rata-rata lama sekolah (rate of years

schooling) dari 6,68 tahun pada tahun 2005 menjadi 7,31 tahun pada tahun

2008. Dengan angka itu, dan dengan didukung oleh peningkatan indikator

makro lainnya – indikator kesehatan dan daya beli, Kabupaten Cianjur

diharapkan mampu meningkatkan pencapaian IPM-nya dari posisi 72,27 pada

tahun 2005 menjadi 76,3 pada tahun 2008 sesuai dengan target akselerasi

peningkatan IPM yang telah ditetapkan Provinsi Jawa Barat.

Singkatnya, dari hasil kajian terungkap bahwa ada kecenderungan kalau

proses dan besarnya penentuan target itu lebih banyak ditentukan oleh kebijakan

Page 9: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

9

yang dibuat oleh pemerintah provinsi dan bahkan pemerintah pusat, dan

karenanya bersifat top down, ketimbang banyak mempertimbangkan kondisi riel

yang dihadapi kabupaten Cianjur, sehingga dilihat dari lima prinsip penentuan

target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable,

achievable, relaistic dan time bound), maka hanya tiga kriteria, yakni specific,

measurable dan time bound-nya yang secara jelas sudah dipenuhinya.

Sementara dua kriteria penting lainnya, kriteria achievable (prinsip harus dapat

dicapai) dan realistiknya (prinsip kesesuaian dengan kondisi rielnya) masih

dipertanyakan, dan akan dibahas dalam uraian mengenai pencapaian kinerjanya

pada pembahasan berikutnya.

2. Kajian Terhadap Keberadaan Tim Koordinasi

Dari hasil penelitian terungkap bahwa kehadiran lembaga koordinasi

yang sekaligus merupakan koordinator sekaligus implementor, bahkan menjado

motor penggerak dari pelaksanaan kebijakan ini tidak berjalan sebagaimana

yang diharapkan. Ketua Umum Tim, dalam hal ini Sekretaris Daerah (Sekda),

yang diharapkan bisa memutarkan jalannya roda organisasi yang melibatkan

banyak pihak yang ada dibawah kewenangannya, misalnya, karena

kesibukannya nyaris tidak pernah hadir dalam rapat-rapat Tim yang dilakukan.

Demikian halnya dengan anggota Tim yang lainnya, terutama anggota

yang mewakili Polres dan Kodim dan beberapa Dinas lain juga nyaris tak

pernah terlibat dalam kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Padahal

keberadaan mereka selaku implementor, termasuk sikap dan pelakunya

(disposisi) dalam bahasa George C Edward (1990), atau dukungan sumber daya

Page 10: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

10

(manusia) dalam bahasanya Donald Van Meter (1975), merupakan salah satu

variable yang akan menentukan keberhasilan melaksanakan sebuah kebijakan.

Singkatnya, demikian dari hasil pengamatan peneliti, hanya dari Unsur

Dinas P dan K serta Kantor departemen Agama yang berperan aktif. Salah satu

alasannya, disamping karena hampir semua institusi yang ditetapkan menjadi

anggota Tim Koordinasi itu tidak terlebih dahulu diajak bicara kecuali sebatas

ditunjuk dan ditetapkan SK Bupati, juga tidak pernah melakukan pertemuan

untuk menjelaskan peran dan fungsinya.

Maka benar apa yang dikatakan Peter Senge (1992), ”bahwa hampir

dalam kebanyakan organisasi, relatif hanya sedikit orang yang mengikuti

(enrolled), dan bahkan beberapa saja yang komit (committed), mayoritas orang

berada dalam posisi pemenuhan (complant). Mereka mendukung visi pada

tingkat tertentu, tetapi mereka tidak benar-0benar mengikuti (enrolled) atau

komit (committed)”.

Tidak mengherankan pula jika keterlibatan mereka pada umumnya

menjadi kurang bahkan nyaris tidak berfungsi kecuali sebatas tertulis dalam SK

Bupati. ”Kami tidak dilibatkan, bahkan kami tidak tahu kalau dalam SK Bupati

tertuang sebagai anggota Tim Koordinasi”, demikian ungkap beberapa kepala

Dinas Instansi ketika diwawancarai. Menurut pendapat peneliti, itulah pula awal

dari lemahnya komitmen yang akan mempengaruhi kinerja Tim dalam

menjalankan tugas pada tahap berikutnya. Hal tersebut juga ditegaskan Argyris

(1964), dikutip Nyoman Sumaryadi (2005) yang menegaskan bahwa

Page 11: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

11

keberhasilan sebuah organisasi, dalam hal ini Tim Koordinasi, dianggap tercapai

apabila proses internal organisasi berjalan lancar.

Lebih jauh ditegaskan Daniel Katz dan Robert Kahn, dalam Bryant &

White (1987), ”bahwa pada tingkat pertama, keberhasilan implementasi sebuah

kebijakan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkannya dapat dilihat dari

konteks proses internal organisasi melalui kerjasama, yang antara lain ditinjau

dari berjalannya koordinasi dengan baik dan efektif”

Kalau pun ada beberapa pihak yang terlibat, terutama Tim yang ada

pada tingkat kecanatan dan Desa, demikian hasil pengamatan peneliti, maka

perannya tidak lebih dari sebatas melakukan kegiatan pendataan dan pemetaan

sasaran sebagai bagian kecil dari tugas merumuskan perencanaan atau program.

Sementara pelaksanaan tugas dan fungsi yang lainnya, terutama menyangkut

kegiatan sosialisasi, termasuk penggerakan masyarakatnya, ternyata lebih

banyak dilakukan oleh petugas internal dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.

Itu pun dilakukan hanya dengan memanfaatkan forum-forum pertemuan internal

yang ada. Dengan kata lain, tidak ada ”gerakan” yang meniscayakan arti

pentingnya kebersamaan dan pelibatan banyak pihak dalam implementasi Wajar

Dikdas sebagaimana yang sering didengang-dengungkan.

3. Kajian Terhadap Kegiatan Sosialisasi

Jika Tim Koordinasi dibangun dalam rangka memperkuat kelembagaan

yang diharapkan mampu menjadi motor penggerak dalam implementasi

pelaksanaan Wajar Dikdas 9 tahun di semua tingkatan, dan karenanya hadir

menjadi salah satu aktor atau pelaku kebijakan, maka kegiatan sosialisasi

Page 12: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

12

ditujukan dalam rangka meyakinkan arti pentingnya pelaksanaan kebijakan

Wajar Dikdas 9 Tahun bisa dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat.

Namun dari hasil penelitian terungkap bahwa sosialisasi kebijakan yang

dalam kajian teoretis merupakan salah satu faktor yang akan menentukan

keberhasilan dalam implementasi sebuah kebijakan, termasuk dalam

implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun, ternyata belum secara optimal

dilakukan, lebih-lebih jika dikaitkan dengan esensi sebuah gerakan yang

meniscayakan arti pentingnya kesemarakan dan keserentakan dalam melakukan

sebuah kegiatan.

Konkritnya, demikian terungkap dari hasil penelitian, bahwa dari aspek

pelaku atau implementor, maka praksis sosialisasi Wajar Dikdas 9 tahun

dilapangan baru banyak dilakukan oleh pejabat dan petugas, terutama petugas

dan pejabat dari lingkup Dinas Pendidikan. Sementara keterlibatan pihak-pihak

lain, terutama dari kalangan tokoh masyarakat masih jauh dari esensi sebuah

gerakan. Ini semua terjadi, disamping karena sosialisasinya yang memang

kurang intens, cakupannya yang sempit, juga karena pelaksanaannya yang tidak

terkoordinasi dengan baik. ”Kami tidak pernah diikutsertakan dalam

perumusan rencananya, apalagi dalam pelaksanaannya”, kata beberapa tokoh

masyarakat yang sempat diwawancarai.

Dari aspek waktu, gerakan sosialisasi juga berlangsung hanya pada

momentum-momentum khusus, sebut saja selama pada masa pencanangan,

tetapi tidak berlangsung lama dan terus menerus sebagaimana yang diharapkan.

Bahkan dari dimensi ruang atau tempat, sosialisasi Wajar Dikdas Juga

Page 13: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

13

cenderung berlangsung hanya pada tempat-tempat yang secara langsung

berkaitan dengan urusan pendidikan seperti sekolah artau ruang-ruang rapat,

sementara banyak ruang strategis lain seperti mesjid atau majlis ta’lim belum

banyak disentuh dan termanfaatkan.

Maka tidak mengherankan kalau muncul kesan bahwa pelaksanaan

Wajar Dikdas 9 tahun ini dipersepsi dan terkesan masih merupakan tugas dan

urusannya pemerintah semata, bahkan cenderung dianggap merupakan tugasnya

Dinas Pendidikan. Singkatnya, sosialisasi atau ”kominikasi” kebijakan yang

menurut George Edward (1990) merupakan salah satu variable penting yang

akan menentukan keberhasilan implementasi kebijakan belum berjalan

sebagaimana yang diharapkan.

4. Kajian Terhadap Pendataan Sasaran

Sebagai bagian dari langkah perencanaan, upaya ini dilakukan tidak saja

dalam rangka membuat peta atau potret tentang pencapaian pendidikan dasar

yang telah dicapai oleh masing-masing wilayah kecamatan sampai dengan Desa

atau kelurahan, namun sekaligus juga dilakukan dalam rangka mempersiapkan

dan memperjelas sasaran yang akan menjadi fokus penggarapan kegiatan Wajar

Dikdas 9 tahun menurut berbagai tingkatannya.

Namun dari hasil penelitian pula terungkap bahwa dari aspek

mekanismenya sebagaimana telah ditetapkan, pelaksanaan pendataan sasaran ini

tidak berjalan sepenuhnya sesuai dengan tahapan yang telah ditetapkan. Wujud

konkritnya, pendataan yang mestinya dilakukan secara langsung atau sensus, di

beberapa daerah dilakukan hanya dengan menggunakan data sekunder, yakni

Page 14: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

14

hanya dengan cara merekap data yang telah ada, yakni data hasil pemutaakhiran

yang dilakukan BKKBN setiap tahunnya.

Dari aspek substansinya, pelaksanaan pendataan sasaran tersebut juga

baru sebatas dilaksanakan dalam rangka mengungkap nama dan alamat,

sementara alasan atau motif mereka tidak bersekolah, apalagi sampai

mengungkap klasifikasi anak miskin dan tidak miskin dengan kondisi sosial

kulturalnya yang memang berbeda, sama sekali absen dari perhatian.

Itulah pula yang kemudian akan menjadi salah satu penyebab

munculnya kesulitan dalam merumuskan dan menyampaikan pesan sosialisasi

atau motivasi dan penenrtuan progran intervensi yang perlu dilakukan dalam

tahap berikutnya. Maka tidak mengherankan jika masalah akurasi dan validitas

hasil pendataannya pun layak dipertanyakan, bahkan dipersoalkan. Padahal

tingkat efektivitas dari semua program yang akan dijalankan akan sangat

tergantung kepada tingkat akurasi data sasaran yang akan digarap.

Singkatnya, dari tahap persiapan implementasinya saja – koordinasi,

sosialisasi dan pendataan sasaran, masih ada gap atau diskrepansi antara yang

semestinya dilakukan dengan yang benar-benar dilakukan. Itulah pula temuan

penelitian yang kemudian akan mempengaruhi keberhasilan melakukan

implementasinya.

5. Kajian Terhadap Pelaksanaan Program dan Kinerjanya

Sebagaimana telah dibahas dalam bab sebelumnya, tidak sedikit bentuk-

bentuk pelayanan program Wajar Dikdas 9 tahun telah digulirkan oleh

pemerintah Kabupaten Cianjur sebagai bentuk implementasi dari arah kebijakan

yang telah ditetapkan, baik yang dilakukan melalui jalur pendidikan formal,

Page 15: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

15

termasuk melalui jalur pendidikan alternatifnya seperti SMP Cerdas Seatap,

SMP Pertbuka, maupu jalur pendidikan Non Formal.

Bersamaan dengan itu, tidak sedikit pula hasil telah dicapai sebagai

dampak dari pelaksanaan program-program tersebut. Gambarannya, meskipun

jumlah anak usia 7-15 tahun meningkat cukup berarti dari posisi tahun 2004

sebesar 388.773 menjadi 407.694 anak pada posisi tahun 2008, namun tren

peningkatan anak yang bisa mengakses pendidikan jauh meningkat lebih besar

lagi.

Peresisnya, jika jumlah anak yang bisa mengakses pendidikan dasar 9

tahun pada tahun 2004 tercatat sebanyak 316.755 orang, atau sekitar 81,7 persen

dari jumlah total anak usia 7-15 tahun sebanyak 388.773 orang, maka pada

tahun 2008 meningkat menjadi 377.745 anak, atau menjadi 92,6 persen dari

total anak usia 7-15 tahun sebanyak 407.694 orang.

Implikasinya, jumlah anak usia 7-15 tahun yang tidak atau belum bisa

mengakses pendidikan dar 9 tahun menurun dari 18,52 persen pada tahun 2004

menjadi 7,34 persen pada tahun 2008. Artinya, intervensi program yang telah

dilakukan pemerintah Kabupaten Cianjur selama ini, secara kuantitatif telah

berhasil memberikan sumbangan dalam meningkatkan akses anak dari keluarga

miskin dalam menikmati salah satu hak dasarnya, pendidikan dasar 9 tahun

sebagaimana bisa dilihat dalam figur di bawah ini :

Page 16: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

16

Tabel 5.2 Trend Peningkatan Anak Usia 7-15 Tahun yang Bisa Mengakses Pendidikan Wajar Dikdas 9 Tahun

URAIAN TAHUN

2004 2005 2006 2007 2008 Jml Anak Usia 7-15 tahun (Usia Wajar Dikdas 9 Tahun

388.773

393.363

398.565

402.918

407.694

Jumlah total anak usia 7-15 Tahun yang Tertampung

316.755

341.315

354.830

363.867

377.745

Jumlah anak usia 7-15 tahun yang belum/ tidak Tertampung

72.018

52.048

43.735

39.051

29.949

Prosentase anak yang tidak tertampung

18,52

13,23

10,97

9,69

7,34

Dengan kata lain, ada pengaruh yang cukup berarti dari implementasi

kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun yang dilakukan selama ini, paling tidak jika

dilihat dari aspek kuantitatifnya sesuai dengan tujuan penelitian ini. Dampak

lebih jauhnya, rata-rata lama sekolah (rate of year schooling) meningkat dari

6,42 tahun pada tahun 2004 menjadi 6,92 tahun pada tahun 2008. Dampak lebih

jauhnya, Indeks Pembangunan Pendidikan (IP) sebagai salah satu indikator yang

sangat berpengaruh dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM),

cenderung terus mengalami peningkatan sebagaimana bisa ditelaah dalam tabel

berikut ini :

Tabel 5.3 Sumbangan kinerja Wajar Dikdas 9 tahun terhadap Peningkatan IPM Kabupaten Cianjur

Tahun RLS Melek Huruf Indeks

Pendidikan IPM

2004 6,42 96,51 78,61 66,18 2005 6,47 96,67 78,82 66,79 2006 6,60 96,79 79,19 67,44 2007 6,88 97,46 80,26 68,28 2008 6,92 92,66 80,48 68,72

Page 17: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

17

Singkatnya, dilihat dari aspek peningkatan akses, baik yang dilakukan

melalui pemberian pelayanan pendidikan melalui jalur formal maupun jalur non

formal, termasuk didalamnya upaya peningkatan akses melalui jalur pendidikan

alternatif, maka hasil kajian menunjukan bahwa implementasi kebijakan

percepatan penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun dalam lima tahun belakangan ini,

dari 2004-2008, secara kuantitatif telah berhasil meningkatkan akses anak usia

7-15 tahun dalam menikmati pendidikan dasarnya.

Dilihat menurut jalur pendidikannya, hasil kaijian mengungkap bahwa

jalur pendidikan formal reguler, yakni SD/MI dan SMP/MTs, cenderung dan

tetap menjadi pilihan utama, yakni mencapai sekitar 91,27 persen dari total

siswa usia 7-15 tahun yang ada pada tahun 2008. Bandingkan dengan jumlah

siswa usia yang sama yang memilih jalur pendidikan formal non reguler seperti

SMP Cerdas Seatap, SMP Terbuka dan sejenisnya serta jalur pendidikan non

formal yang besarnya hanya mencapai 33.006 siswa, atau hanya sekitar 8,73

persen dari total jumlah siswa yang ada pada tahun 2008.

Itu semua menunjukan bahwa jalur pendidikan formal reguler, tetap

merupakan pilihan pertama dan utama masyarakat, termasuk masyarakat

miskin, dan karenanya memiliki nilai strategis dalam upaya peningkatan akses

pendidikan dasar 9 tahun.

Dari hasil kajian pula terungkap bahwa dilihat dari tren peningkatannya

dalam lima tahun terakhir ini, periode 2004-2008, prosentase peningkatan anak

usia 7-15 tahun yang memanfaatkan atau mengikuti jalur pendidikan non

reguler dan pendidikan non formal cenderung mengalami peningkatan yang jauh

Page 18: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

18

lebih tinggi dibanding dengan prosesntase peningkatan anak yang mengikuti

pendidikan dasar jalur non formal (paket A dan B) dan pendidikan formal

reguler. Bahkan dari hasil kajian terungkap bahwa dilihat dari prosentasenya,

jumlah siswa yang mengikuti pendidikan dasar melalui jalur formal justeru

mengalami penurunan.

Tren itu terjadi bukan karena jalur pendidikan formal reguler yang

kurang diminati, melainkan lebih oleh karena kemampuan daya tampung

dibanding dengan peminatnya yang tidak seimbang. Dan ketika jalur pendidikan

formal reguler itu kelebihan daya tampung, maka hampir bisa dipastikan kalau

anak dari keluarga miskin dengan segala ketidakberdayaannya yang akan

banyak tersisihkan.

Persisnya, jika prosentase siswa yang mengikuti pendidikan melalui

jalur pendidikan formal reguler tercatat sebesar 97,67 persen dari juml;ah total

siswa, maka pada prosentasenya pada tahun 2008 turun menjadi hanya 91,26

persen. Sebaliknya, prosentase siswa yang mengikuti jalur formal non reguler

dan pendidikan non formal naik dari 2,33 persen pada tahun 2004 menjadi 8,73

persen pada tahun 2004.

Semua itu menunjukan bahwa tujuan penyediaan layanan pendidikan

dasar melalui jalur pendidikan non formal dan non reguler yang disediakan

pemerintah selama ini cukup efektif, atau paling tidak membantu, dalam upaya

untuk menjaring anak dari keluarga miskin yang tidak tertampung melalui jalur

pendidikan formal reguler. Tabel di bawah ini sengaja diangkat untuk

memperjelas perbedaan tren peningkatan prosentase pertahunnya :

Page 19: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

19

Tabel 5.4 Perbandingan Trend Jumlah dan Prosentase Siswa usia 7-15 tahun yang Mengikuti Jalur Pendidikan Formal Reguler

dengan Jalur Pendidikan Non Formal dan Formal Non Reguler

URAIAN

TAHUN KETERANGAN 2004 2005 2006 2007 2008

Jumlah Total Siswa Usia Wajar Dikdas 9 tahun

316.755

342.315

354.830

363.867

377.745

Dalam Periode lima tahun naik sebanyak 60.990 siswa

Jumlah siswa yang mengikuti jalur pendidikan formal reguler

309.367

329.823

337.159

338.664

344.739

Dalam periode 5 tahun naik sebanyak 35.372 siswa

Prosentase

97,66

96,35

95,01

93,07

91,26

Turun sebesar 6,41 persen

Jml Siswa yang mengkuti jalur pendidikan non formal dan formal non reguler

7.388

12.492

17.671

25.203

33.006

Dalam periode 5 tahun naik sebanyak 25.618 siswa

Prosentase

2,33

3,64

4,98

6,92

8,73

Naik sebesar 6,4 persen

Dari hasil kajian terhadap temuan yang telah disajikan pada bab

sebelumnya terungkap pula bahwa jalur pendidikan non formal melalui program

PKBM-nya (Paket A dan B), serta program SMP Cerdas Seatap sebagai

kelanjutan dari Program / Proyek PPK IPM yang dikembangkan Provinsi Jawa

Barat, disamping program Wajar Dikdas 9 Tahun melalui jalur pendidikan

pesantren, ternyata merupakan jalur pendidikan yang banyak diminati anak dari

keluarga miskin dalam menyelesaikan pendidikan dasarnya.

Hal itu terjadi tidak saja karena program-program tersebut relatif banyak

mendapatkan bantuan dukungan dari pemerintah, juga ada kecenderungan

bahwa tidak sedikit anak tamatan SD atau MI di Kabupaten Cianjur yang karena

motivasi orang tuanya, karena nilai budaya religious yang dianutnya, disamping

Page 20: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

20

karena kemiskinannya, cenderung lebih banyak memilih jalur pendidikan

pesantren ketimbang pendidikan umum.

Di situlah pula letak strategisnya bagi pemerintah Kabupaten Cianjur

yang terkenal dengan ”kota santri”-nya ini untuk meningkatkan dan

mengembangkan jalur pendidikan non formal di lingkungan pesantren. Dengan

kata lain, jalur pendidikan yang mengintegrasikan Wajar Dikdas dengan sistem

penyelenggaraan pendidikan di pesantren.

a. Pencapaian Dibanding Target

Namun dari hasil kajian terungkap pula bahwa meskipun berbagai

bentuk program yang dilaksanakan selama ini telah berhasil membantu

meningkatkan akses pendidikan dasar bagi anak dari keluarga miskin, tetapi

jika dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan, maka hasilnya

ternyata masih jauh dari yang diharapkan sebagaimana bisa ditelaah dalam

tabel di bawah ini:

Figur 5.5 Pencapaian Dibanding Target yang Telah ditetapkan

NO INDIKATOR POSISI 2004

TARGET 2008

PENCAPAIAN 2008

KETERANGAN

1 Angka Partisipasi Kasar (APK)

76,03

104 %

87,67

Minus 16,33 point persen dibanding target

2 Angka Partisipasi Murni (APM)

68,99

96,40 %

83,87

Minus 12,53 point persen dibanding target

Jelasnya, dari target pencapaian APK tahun 2008 sebesar 104 persen,

ternyata hanya bisa dicapai sebesar 87,67 persen, atau minus sebesar 16,33

poin persen. Demikian halnya untuk pencapaian APM. Dari target tahun

Page 21: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

21

2008 sebesar 96,40 persen, ternyata hanya bisa dicapai sebesar 83,87 persen,

atau minus sebesar 12,53 poin persen. Dengan kata lain, masih ada gap

antara target dengan pencapaian.

Angka absolutnya, dari jumlah total anak usia 7-15 tahun tahun 2008

sebanyak 409.694 orang sebagaimana telah disajikan dalam bab

sebelumnya, hampir 30.000 anak diantaranya ternyata belum bisa tersentuh

dengan kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun yang digulirkan pemerintah

Kabupaten Cianjur selama ini. Dan sesuai dengan hasil kajian, hampir bisa

dipastikan bahwa sebagian besarnya - kalaupun tidak sampai seluruhnya-

dari mereka yang belum tersentuh itu kebijakan itu adalah anak dari

keluarga miskin dengan karakteristiknya yang begitu kompleks.

Itu semua menunjukan bahwa dari banyak aspeknya, target yang

dibuat oleh Kabupaten Cianjur seperti telah dibahas dalam uraian

sebelumnya menjadi tidak achievable dan bahkan tidak realistik jika

dikaitkan dengan kemampuan dan kondisi riel pemerintah Kabupaten

Cianjur dalam melakukan langkah intervensinya. Tegasnya, terget itu dibuat

dan ditetapkan lebih banyak berdasarkan kepada upaya untuk mengejar

besarnya target yang telah ditentukan pemerintah provinsi, bahkan

mungkiun kepentingan politik ketimbang pertimbangan riel di lapangan.

b. Beberapa Faktor Penyebab Tidak Tercapainya Target

Banyak faktor bisa diangkat untuk menjelaskan tidak tercapainya

target tersebut. Tidak saja karena menyangkut lemahnya tugas dan fungsi

koordinasi dari Tim Wajar Dikdas yang telah dibentuk, atau karena

kurangnya sosialisasi serta kurang akuratnya sasaran yang menjadi target

Page 22: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

22

kebijakan sebagaimana telah dibahas sebelumnya, tetapi secara substantif,

program-program yang digulirkannya itu sendiri ternyata belum sepenuhnya

bisa menjawab dan memenuhi tuntutan dan kebutuhan riel yang dihadapi

anak dari keluarga miskin.

Dari upaya peningkatan daya tampung sekolah yang dilakukan

pemerintah ternyata sangat tidak sebanding dengan besarnya laju

pertambahan penduduk usia Wajar Dikdas 9 tahun (7-15 tahun) sebagai

akibat dari tinnginya laju pertumbuhan penduduk. Persisnya, seperti telah

diuraikan pada bab sebelumnya, rata-rata penambahan jumlah anak usia

wajar Dikdas 9 tahun, anak usia 7-15 tahun, setiap tahunnya bertambah

sebanyak 7.586 anak. Padalah pemerintah melalui penambahan ruang kelas

baru (RKB) dan unit sekolah baru (USB), rata-rata setiap tahunnya hanya

bisa menampung sebanyak 3.624 anak, atau hanya sekitar 47,7 persen dari

kebutuhan.

Fakta itu sekaligus juga menunjukan bahwa meskipun target

pencapaian Wajar Dikdas 9 Tahun sebagaimana yang telah ditetapkan dan

dibahas di atas tidakterlalu tinggi, bahkan masih berada di bawah rata-rata

pencapaian empat tahun sebelumnya, namun jika dibandingkan dengan

kemampuan pemerintah untuk melayaninya, sebut pula kemampuan

pemerintah untuk meningkatkan daya tampung sekolahnya, maka penentuan

target itu menjadi sangat tidak realistik. Dengan kata lain, ada inkonsistensi

antara kebijakan yang dibuat dengan implementasinya, antara rumusan

dengan implementasinya. Tegasnya, ada gap atau diskrepansi antara

pelayanan yang disediakan dengan tuntutan masyarakat.

Page 23: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

23

Itulah faktor yang selama ini menjadi salah satu penyebab banyak

anak dari keluarga miskin yang tidak tertampung dalam jalur pendidikan

dasar formal. Itulah pula yang menjadi salah satu alasan mengapa jalur

pendidikan non formal dan jalur pendidikan formal non reguler menjadi

salah satu alternatif strategis, bahkan menjadi satu-satunya pilihan, dan

karenanya cenderung meningkat sebagaimana bisa dilihat dalam tabel di

atas. Itu pun, dalam realitasnya, tidak seluruh anak dari keluarga miskin,

karena berbagai alasannya, tetap masih tidak bisa mengaksesnya.

Di pihak lain, meskipun selama ini juga tidak sedikit upaya yang

telah dilakukan pemerintah dalam rangka meringankan beban anak dari

keluarga miskin melalui pemberian berbagai bantuan seperti BOS, Beasiswa

Miskin (BSM) dan sejenisnya, namun dari hasil penelitian terungkap bahwa

besarnya jumlah bantuan itu ternyata masih jauh dari kebutuhan dan

karenanya belum bisa menjawab sepenuhnya masalah yang dihadapi anak

dari keluarga miskin.

Masalah lainnya, meskipun ada pos atau bagian dari dana BOS yang

mestinya diberikan kepada anak dari keluarga miskin untuk membantu biaya

transportasi yang memang sangat membutuhkannya, misalnya, namun tidak

banyak sekolah yang bisa melakukannya karena sebagian besarnya habis

untuk mendanai operasional sekolah. Padahal dari hasil penelitian

terungkap, tidak sedikit anak dari keluarga miskin yang terpaksa drop out

karena masalah besar atau mahalnya biaya transportasi ini.

Demikian halnya dengan sumber bantuan yang diberikan dalam

bentuk program yang disebut dengan ”Bantuan Siswa Miskin” atau BSM,

Page 24: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

24

selain jumlah kuota yang diberikan oleh pemerintah jauh lebih sedikit

dibanding dengan jumlah anak miskin yang perlu mendapat bantuan – dan

karenanya ada gap. Sekedar gambaran, dari jumlah siswa miskin tingkat SD

yang diajukan untuk mendapatkan BSM pada tahun 2008 sebesar 15.725

anak, yang bisa dipenuhi tingkat provisnsi hanya sebanyak 7.832 anak, atau

sekitar 50 persen dari kebutuhan. Parahnya, karena keterbatasan yang

dimilikinya, kekurangan itu belum bisa dipenuhi oleh dukungan anggaran

yang khusus disediakan pemerintah daerah.

Masalah lainnya, dari hasil penelitian juga terungkap bahwa

pengelolaannya pun, sebagian besarnya, tidak langsung diberikan kepada

anak melainkan dilakukan oleh sekolah dengan alasan bahwa kalau

diberikan kepada anak, dikhawatirkan tidak digunakan untuk membiayai

kebutuhan pendidikannya. Yang memprihatinkan, dari hasil penelitian

terungkap bahwa ketika dana itu dikelola oleh pihak sekolah pun, sebutlah

dibelikan untuk pakaian seragam atau buku tulis, banyak murid dan orang

tua yang mengeluh kalau bentuk-bentuk bantuan yang diberikan sekolah itu

tidak selamanya sesuai dengan kebutuhan riel pendidikan yang dirasakan

anak dari keluarga miskin.

Terbatasnya dukungan anggaran yang diberikan pemerintah dalam

mendukung program akselerasi Wajar Dikdas 9 tahun ini merupakan

persoalan tersendiri yang bisa diangkat untuk menjelaskan tidak tercapainya

target. Sebagaimana secara deskriptif telah disajikan dalam bab sebelumnya,

kendatipun besaran jumlah anggaran untuk mendukung program Wajar

Dikdas 9 tahun ini mengalami peningkatan dari Rp. 19,9 Milyar pada tahun

Page 25: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

25

2004 menjadi 62,6 milyar pada tahun 2008, namun sebagian besarnya lebih

banyak digunakan untuk pembangunan fisik berupa rehabilitasi dan

pembangunan ruang kelas baru, termasuk pembangunan unit sekolah baru.

Itu pun sebagian besarnya merupakan bantuan anggaran yang bersumber

dari pemerintah pusat (DAK) dan sumber anggaran provinsi Jawa Barat

(Rolesharing).

Sebaliknya, dukungan anggaran untuk Wajar Dikdas 9 tahun yang

disediakan pemetrintah Kabupaten Cianjur justeru mengalami penurunan

dari Rp. 19,9 milyar pada tahun 2004 menjadi hanya Rp. 14,4 milyar pada

tahun 2008. Itupun penggunaan anggarannya bukan diperuntukan untuk

mendanai program-program yang secara langsung bisa membantu

pendidikan anak dari keluarga miskin karena seagian besarnya diperuntukan

untuk mendukung pelaksanaan Wajar Dikdas secara umum. Bahkan dari

hasil kajian terungkap, tidak ada dukungan anggaran yang disediakan itu

yang secara khusus dan langsung diperuntukan dalam rangka membantu

meringankan biaya pendidikan bagi anak dari keluarga miskin.

Dilihat dari aspek supply side-nya, singkatnya, walaupun selama ini

telah banyak program dilakukan pemerintah dalam rangka membantu

meringankan beban pendidikan bagi anak dari keluarga miskin, namun

karena keterbatasan bantuan yang diberikannya, atau karena kekeliruan

dalam mengelolanya, semua program itu belum mampu menjawab persoalan

pendidikan yang dihadapi anak dari keluarga miskin. Dengan kata lain,

masih ada gap atau diskrepansi antara layanan yang diberikan pemerintah

dengan tuntutan riel anak dari keluarga miskin.

Page 26: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

26

C. Kajian Terhadap Anak dari Keluarga Miskin yang Tidak Bisa

Mengakses Pendidikan Dasar

Seperti telah dibahas sebelumnya bahwa membicarakan masalah

pendidikan bagi anak dari keluarga miskin, apalagi menanganinya, bukanlah

merupakan persoalan sederhana, apalagi diangap gampang. Dari hasil penelitian

sebagaimana telah dideskripsikan dalam bab sebelumnya terungkap bahwa

begitu banyak faktor dominan saling terkait yang sekaligus menjadi alasan anak

dari keluarga miskin di Kabupaten Cianjur selama ini terpaksa meninggalkan

bangku sekolah, baik karena dropout di tengah jalan, maupun karena memang

tidak melanjutkan sekolah.

Beban berat ekonomi keluarga, jauhnya jarak dari tempat tinggal ke

sekolah, kurangnya kesadaran anak dan orang tua akan arti pentingnya

pendidikan, perasaan rendah diri atau minder dengan berbagai alasannya,

lingkungan sosial dan sekolah yang kurang mendukung, rendahnya pendidikan

orang tua, kurangnya dukungan masyarakat, termasuk lingkungan internal

sekolah yang kurang kondusif, adalah beberapa faktor penting yang dari hasil

penelitian terungkap sebagai penyebab anak dari keluarga miskin selama ini

tidak bisa mengakses pendidikan dasar 9 tahun.

Yang menarik, dari hasil kajian pula terungkap bahwa masing-masing

faktor tersebut tidak bisa diposisikan secara terpisah dari faktor yang lainnya,

melainkan melekat atau hadir tidak terpisahkan dari satu atau bahkan semua

faktor yang lainnya dalam sebuah dinamika sistem sebagaimana bisa ditelaah

dalam figur di bawah ini :

Page 27: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

27

Dari diagram diatas, paling tidak ada beberapa hal penting yang bisa

diangkat dan dibahas. Pertama, bahwa membahas masalah

ketidakmampuan ekonomi anak dari keluarga miskin dalam mengakses

pendidikan dasar 9 tahun pada prinsipnya merupakan masalah yang

demikian kompleks karena melibatkan banyak masalah lain yang saling

yang saling terkait dan menentukan. Dan realitas kompleks itulah yang

belum banyak dipertimbangkan dalam mengimplementasikan Wajar Dikdas

9 Tahun selama ini.

Kedua, di balik faktor ”ketidakmampuan anak dari keluarga miskin” yang

selama ini sering dianggap sebagai penyebab utama sekaligus menjadi isu

sentral, sesungguhnya terdapat banyak faktor yang satu sama lain saling

ANAK DARI KELUARGA MISKIN TDK BISA MENGAKSES PENDIDIKAN DASAR

HIMPITAN EKONOMI KELUARGA

RENDAHNYA PENDIDIKAN ORANG TUA – LINGKUNGAN KELUARGA

SIKAP MINDER – RENDAH DIRI ANAK JAUHNYA JARAK

DARI TEMPAT TINGGAL KE SEKOLAH

BEBAN BERAT BIAYA

SEKOLAH

LINGKUNGAN SEKOLAH YANG TIDAK MENDUKUNG

RENDAHNYA KESADARAN ORANG TUA AKAN ARTI PENTINGNYA PENDIDIKAN

LINGKUNGAN SOSIAL DAN KULTUR YANG KURANG MENDUKUNG

RENDAHNYA MOTIVASI ANAK

GAMBAR 5.6 DIAGRAM CAUSAL LOOP : FAKTOR SALING TERKAIT PENYEBAB ANAK TIDAK BISA MENGAKSES PENDIDIKAN DASAR

Page 28: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

28

berkaitan dalam sebuah dinamika sistem yang melibatkan banyak aktor dan

sektor.

Bahkan dari sudut pemikiran sistem sebagaimana tergambar dalam

diagram, maka faktor ketidakmampuan anak dari keluarga miskin yang selama

ini banyak diangkat kepermukaan, sesungguhnya hanya merupakan ”akibat

yang tidak diinginkan” (unintended effect) yang muncul karena banyak faktor

lain yang saling berkaitan itu. Itulah pula realitas kompleks yang selama ini

belum banyak diperhitungkan dan diintervensi dalam mengimplementasikan

kebijakan percepatan penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga

miskin

Beberapa faktor ketidakberuntungan (disadvantages) berkait dengan

kondisi ekonomi yang serba tidak memadai, ketidakberuntungan karena

kelemahan fisik dan mental yang mereka miliki, ketidakberuntungan karena

kerentanannya (vulnerability), ketidakberuntungan karena ketidakberdayaannya

ketika harus berhadapan dengan kelompok masyarakat mampu (powerless)

sampai ketidakberuntungan karena keterasingan kehidupannya dari masyarakat

mampu, adalah beberapa saja yang mesti terakomodasi sekaligus terjawab

dengan kebijakan atau pelayanan program yang akan dirumuskan.

Di situlah pula relavansinya untuk mengintegrasikan atau mensinergikan

pelaksanaan kebijakan percepatan penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun ini dengan

berbagai pendekatan dan program terkait – integrated program. Keniscayaan ini

ini juga relavan dengan pemikiran Chambers dengan konsepnya yang dikenal

dengan sebutan ”integrated poverty” yang intinya menegaskan bahwa

kemiskinan pada umumnya selalu melibatkan banyak faktor kemalangan atau

Page 29: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

29

tidakberuntungan (disadvantages) yang satu sama lain saling terkait melingkari

kehidupan orang miskin.

Itu sebabnya, apa pun bentuk atau rumusan kebijakan yang akan

dijalankan mesti dijabarkan kedalam berbagai program yang mampu menjawab

dan memecahkan persoalan-persoalan kompleks yang sering dihadapi anak dari

keluarga miskin tersebut. Itulah pula yang menurut hasil penelitian dan kajian

belum banyak dilakukan dalam mengimplementasikan program Wajar Dikdas 9

taun selama ini.

Program peningkatan pendapatan ekonomi keluarga atau apa pun

namanya yang diharapkan bisa membantu memberdayakan sekaligus

meningkatkan ekonomi keluarga miskin, adalah merupakan salah satu program

yang mesti diangkat sebagai bagian integral dari dari upaya untuk mempercepat

penuntasan Wajar Dikdas bagi anak dari keluarga miskin. Fakta selama inin

menunjukan, tidak sedikit anak dari keluarga miskin yang terpaksa ditarik orang

tuanya dari sekolah hanya karena anaknya harus membantu kerja orang tuanya.

Bukan hanya itu, program pengendalian laju pertumbuhan penduduk

melalui pelaksanaan program KB, misal lain, juga harus dijadikan salah satu

kebijakan yang keberhasilannya akan banyak berpengaruh dalam upaya untuk

mempercepat penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun. Paling tidak, melalui akselerasi

pengendalian angka kelahiran ini akan membantu meringankan beban

pemerintah karena laju pertumbuhan anak usia Wajar Dikdas bisa dikendalikan

sesuai dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan daya tampungnya.

Bahkan dari hasil penelitian terungkap bahwa tidak jarang anak meninggalkan

Page 30: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

30

bangku sekolah hanya karena untuk membantu orang tua mengurus anggota

keluarga yang lainnya (mengasuh adik-adiknya yang memang banyak).

Singkatnya, karena kemiskinan mereka tidak bisa menikmati pendidikan

dengan alasan jauhnya jarak dari tempat tinggal ke sekolah. Karena kemiskinan,

mereka tidak bisa menikmati pendidikan dasar karena orang tuanya, atau bahkan

anaknya sendiri kurang memiliki kesadaran akan arti pentingnya pendidikan.

Karena kemiskinan, mereka tidak bersekolah karena merasa minder dengan

teman-teman sekolah yang lainnya. Karena kemiskinan, mereka hruas

meninggalkan bangku sekolah untuk membantu orang tuanya.

Karena kemiskinan, singkatnya, mereka tidak banyak memiliki peluang

untuk bisa mengakses haknya untuk memperoleh pendidikan dasar sebagaimana

dialami oleh teman-teman sebayanya dari keluarga mampu. Celakanya, kondisi

itu diperparah oleh lingkungan sosial dan internal sekolah yang belum kondusif

mendukung mereka bisa mengakses pendidikan dasarnya.

Karena begitu kompleks, luas dan beratnya masalah yang dihadapi anak

dari keluarga miskin, adalah tidak mungkin jika penanganannya pun hanya

mengandalkan intervensi berdasarkan kemampuan yang hanya dimiliki

pemerintah. Dan di situlah pula arti pentingnya pelibatan peran serta

masyarakat, tentu dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya dalam

implementasi kebijakan percepatan penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun ini bagi

anak dari keluarga miskin.

Partsisipasi masyarakat di sini tidak selamanya harus dimaknai sebatas

pemberian bantuan materi semata. Termasuk dalam pengertian partisipasi di sini

adalah keterlibatan masyarakat dalam memberikan pengertian, mendorong

Page 31: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

31

sekaligus menggerakan anak dari keluarga miskin untuk bisa menamatkan

pendidikan dasar 9 tahunnya. Itulah pula yang selama ini belum banyak

dilakukan. Padahal tidak sedikit anak dari keluarga miskin yang tidak bisa

mengakses pendidikan selama ini, salah satunya, diakibatkan oleh karena

masyarakat, terutama tokoh masyarakat yang belum melakukan peran dan

fungsi penggerakan masyarakatnya.

Intinya, apa yang tidak bisa ditangani atau dilakukan pemerintah karena

keterbatasan yang dimilikinya, atau karena kekeliruan dalam memanej dan

melaksanakan program-program implementasinya, saatnya kini dan ke depan

bisa dibantu oleh masyarakat. Dan itulah pula yang saat ini belum banyak

dilakukan. Padahal seperti telah banyak diungkapkan oleh para pakar, tingginya

partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat dijadikan tolok ukur

keberhasilan kebijakan yang diambil pemerintah.

D. Beberapa Issu Strategis

Dari pembahasan terhadap temuan hasil penelitian tersebut, paling tidak

ada lima isu strategis yang bisa diangkat dari hasil penelitian ini, yaitu :

1. Memperkuat komitmen pemerintah daerah

Meskipun pemerintah Kabupaten Cianjur selama ini telah memiliki

arah kebijakan yang jelas berkait dengan upaya untuk mempercepat

penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun, namun masih banyak hal yang harus

dibenahi dalam menjabarkan dan mengimplementasikannya. Hal itu terjadi

karena implementasi program akselerasi Wajar Dikdas 9 tahun yang

digulirkan selama ini belum secara optimal memperoleh dukungan sumber

daya yang memadai, termasuk dukungan anggarannya. Bahkan sebagian

Page 32: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

32

besar anggarannya masih banyak mengandalkan dukungan anggaran yang

bersumber dari pemerintah pusatdisamping dari pemerintah provinsi

2. Meningkatkan integrasi program Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari

keluarga miskin dengan program sektor tekait lainnya

Berbicara mengenai upaya penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun bagi

anak dari keluarga miskin adalah berbicara mengenai banyak sektor terkait

yang mesti terlibat dalam penanganannya. Itu sebabnya, upaya

penanganannya pun mesti dilakukan secara terpadu dan integral, tidak

parsial. Semakin terintegrasi dalam penanganannya, maka akan semakin

effektif hasil yang dicapainya.

3. Peningkatan mutu pendidikan, disamping peningkatan pemerataannya

Selama ini ada kecenderungan kalau pelaklsanaan program

akselerasi peningkatan Wajar Dikdas 9 tahun ini lebih banyak diarahkan

kepada aspek pencapaian kuantitatifnya yang ditandai dengan peningkatan

angka partisipasi sekolah, sementara pencapaian dari aspek mutunya

cenderung terabaikan. Tidak mengherankan jika masih ada pihak

masyarakat, khsusnya dari kalangan masyarakat tidak mampu alias miskin

yang kurang memiliki kesadaran akan arti pentingnya pendidikan.

4. Pelibatan partisipasi masyarakat dalam Akselerasi Wajar Dikdas 9

tahun

Karena keterbatasan yang dimilikinya, hampir bisa dipastikan bahwa

tidak mungkin seluruh beban dan tanggung jawab dalam rangka penuntasan

Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga miskin ini hanya diserahkan

kepada kemampuan pemerintah atau negara. Itu sebabnya, kehadiran

Page 33: BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/7946/6/d_adp_039732_chapter5.pdf · target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable,

33

partisipasi masyarakat, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan sampai

kepada proses evaluasinya akan memiliki makna yang signifikan dalam

proses penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun.

5. Pendekatan Sosi-kultural

Dari hasil penelitian terungkap bahwa dari sekian banyak faktor

yang selama ini bisa diangkat sebagai penyebab kurang efektifnya

pencapaian kinerja implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak

dari keluarga miskin ini, adalah karena program-program yang

dilaksanakannya belum sepenuhnya mempertimbangkan nilai-nilai sosial-

kultural anak dari keluarga miskin dengan karakteristiknya yang begitu

kompleks. Itu pula sebabnya, semakin akomodatif dan adaptif pelaksanaan

program-program Wajar Dikdas itu dengan nilai sosial dan kultural

masyarakat miskin, maka akan semakin efektif hasil-hasil yang dicapainya.