bab v rencana pengembangan tata ruang kawasanx
TRANSCRIPT
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-1
RENCANA PENGEMBANGAN TATA
RUANG KAWASAN
5.1 RENCANA STRUKTUR RUANG KTM
Struktur pemanfaatan ruang merupakan kerangka dasar bagi pengembangan
sebuah wilayah atau kota. Rencana struktur pemanfaatan ruang KTM Tampo Lore
diarahkan pada terbentuknya struktur tata ruang yang terintegrasi antara kawasan
yang telah ada dengan pengembangan kawasan baru baik secara spasial maupun
fungsional.
Seperti telah disebutkan dimuka bahwa salah satu sasaran tujuan utama
penyusunan Masterplan KTM di daerah studi adalah Terumuskannya program
pengembangan ruang, prasarana dan sarana yang perlu dibangun di pusat-pusat
pertumbuhan (KTM) pada kawasan transmigrasi serta pengembangan agribisnis
pada kawasan KTM.
Selain itu dalam penyusunan ini juga dibuat struktur tata ruang yang merupakan
tata jenjang pusat pelayanan, fungsi dan peranan kawasan dalam KTM serta sistim
jaringan transportasi antar pusat pelayanan. Struktur tata ruang di atas dilengkapi
dengan perkiraan daya tampung sebagai dasar alokasi penggunaan ruangnya.
Dalam penentuan struktur ruang diperlukan juga tinjauan regional konteks.
Oleh karena itu variabel-variabel yang membentuk struktur ruang yang
direncanakan dalam rencana struktur kawasan pengembangan KTM Tampo Lore
adalah sebagai berikut:
Struktur ruang ini dibentuk oleh variabel dan rencana jaringan utilitas perkotaan.
1. Fungsi dan Peran KTM Tampo Lore dalam Lingkup Regional
2. Konsep Struktur Ruang makro
3. Rencana kependudukan
Bab 5
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-2
4. Rencana sistem pusat pelayanan atau tata jenjang dan jangkauan pusat-pusat
pelayanan yang akan dikembangkan
5. Rencana sistem jaringan transportasi
6. Rencana Aliran Pergerakan Barang
5.1.1 Penetapan Peran dan Fungsi KTM Tampo Lore
Penetapan peran dan fungsi KTM sangat dipengaruhi oleh faktor potensi
sumberdaya utama yang dimiliki dan arahan-arahan kebijakan yang
melingkupi. Bagi KTM Tampo Lore, peran kota yang dimaksud adalah kaitan
kepentingan KTM Tampo Lore terhadap wilayah yang lebih luas baik bagi
lingkup wilayah Kabupaten Poso dan Propinsi Sulawesi Tengah bahkan
kaitan dalam lingkup nasional.
Memperhatikan segala arahan kebijakan yang melingkupi, maka peranan
yang diemban KTM Tampo Lore adalah :
1. Sebagai Pusat Utama Pengembangan dan Pertumbuhan SWP II
Kabupaten Poso yang meliputi wilayah Kecamatan Lore Utara, Lore
Timur, Lore Peore dan Lore Tengah.
2. Kawasan Strategis Pusat Pertumbuhan Baru. Dimana memiliki karakter
sebagai daerah yang memiliki posisi strategis sebagai simpul
transportasi dan interaksi antar wilayah dan dukungan sumberdaya
alam serta tumbuhnya unit kegiatan ekonomi (kawasan industri)
disekitarnya.
3. Sebagai Pusat Pengembangan Pertanian, Perkebunan dan Pariwisata.
Selain terkait dengan peranan seperti tersebut diatas, berdasar kondisi
serta potensi-potensi utama maka fungsi KTM Tampo Lore akan dibedakan
menjadi dua yaitu Fungsi Primer dan Fungsi Sekunder. Fungsi primer KTM
merupakan fungsi yang diarahkan dalam upaya memantapkan peranan
yang diemban.
Dalam rentang waktu mendatang, pengembangan KTM Tampo Lore
diarahkan pada terwujudnya fungsi primer sebagai :
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-3
1. Pusat Koleksi dan Distribusi Regional
Fungsi ini sangat menonjol terkait struktur jaringan jalan yang melayani
pergerakan regional ke wilayah kabupaten lain dan berfungsi sebagai
pusat koleksi dan distribusi barang ke dan dari Kawasan KTM.
2. Pusat Pengembangan Kegiatan Pertanian
Merupakan sektor strategis sekaligus sektor potensial dari sisi
perekonomian KTM Tampo Lore. Dengan potensi sumber daya alam
terutama untuk komoditas ubi jalar dan sayur-mayur, maka diharapkan
sektor ini juga akan lebih berkembang dan menjadi basis perekonomian
dan dapat memberikan dampak bagi perkembangan KTM dan
perkembangan perekonomian Kabupaten Poso umumnya.
3. Pusat pengembangan Kegiatan Perkebunan kakao (coklat)
Merupakan sektor strategis sekaligus sektor potensial dari sisi
perekonomian KTM Tampo Lore. Dengan potensi sumber daya alam
dan potensi perkebunan kakao, maka diharapkan sektor ini akan lebih
berkembang dan menjadi basis perekonomian dan dapat memberikan
dampak bagi perkembangan KTM dan perkembangan perekonomian
Kabupaten Poso umumnya.
4. Pusat pengembangan kegiatan pariwisata (ekowisata Taman Nasional
Lore-Lindu)
5. Pusat Pengembangan Kegiatan Agroindustri
Pengembangan fungsi ini sesuai dengan kosep pengembangan KTM
yang dikembangkan berdasarkan konsep pengembangan agribisnis.
Sehingga pengembangan pusat kegiatan agroindustri ini akan
dikembangkan sesuai dengan potensi pusat pengembangan ekonomi
diatas yaitu sektor pertanian dan perkebunan. Pengembanan KTM
Tampo Lore ini pada masa akan datang merupakan pusat
pengembangan agroindustri terbesar di Kabupaten Poso.
Selain ketiga fungsi primer tersebut, KTM Tampo Lore juga akan
dikembangkan dengan fungsi-fungsi sekunder sebagai berikut :
1. Pusat permukiman dan perumahan perkotaan
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-4
2. Pusat Perdagangan dan Jasa
3. Pusat Pendidikan dan pelayanan umum lainnya
4. Pusat Pengembangan penelitian agribisnis
A. Konsep Struktur Ruang Makro
Dalam lingkup ruang makro, konsep struktur ruang yang dituju adalah
terbentuknya struktur ruang KTM yang terintegrasi dengan pengembangan
kota-kota lain terutama dalam lingkup wilayah Kabupaten Poso dan
pengembangan Wilayah Tengah Provinsi Sulawesi Tengah. Sehingga peran
Poso sebagai Pusat Pertumbuhan Baru yang Cepat Berkembang akan lebih
optimal. Perumusan konsep struktur ruang makro ini didasarkan pada
beberapa pertimbangan yaitu :
� Kedudukan dan hierarki KTM Tampo Lore dalam konstelasi kota-kota
(pusat pertumbuhan) di wilayah Kabupaten Poso.
� Keberadaan kegiatan pertanian, dan perkebunan yang memiliki peran
secara regional tidak hanya Kabupaten Poso dan dikembangkan dalam
kerangka pengembangan agribisnis.
� Keberadaan hutan lindung berupa Kawasan Taman Nasional Lore Lindu
yang menjadi limitasi arah perkembangan fisik KTM Tampo Lore,
kecuali sebatas sebagai obyek wisata, yang pemanfaatannya tidak
boleh mengganggu fungsi lindung.
� Pola jaringan jalan utama yang telah ada yang selama ini merupakan
faktor utama perkembangan fisik KTM, berupa jalan provinsi yang
melalui Wuasa menuju Palu dan jalan lingkar barat kabupaten Poso
yang menghubungkan beberapa wilayah kecamatan di bagian barat
kabupaten.
Dengan dasar pertimbangan tersebut di atas, maka konsep pengembangan
struktur ruang KTM Tampo Lore secara makro meliputi :
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-5
� Pengembangan kawasan agroindustri pada pusat KTM Tampo Lore
berdasarkan komoditas unggulan sektor perkebunan, pertanian dan
pariwisata.
� Pengembangan dan pengaturan kawasan agroindustri yang berskala
regional.
� Pola pengembangan jaringan jalan utama kota (kolektor primer) yang
diharapkan mampu mengintegrasikan KTM Tampo Lore dengan kota-
kota dalam konstelasi wilayah yang lebih luas.
� Pemantapan fungsi kawasan lindung.
� Pengendalian pengembangan kawasan sepanjang kawasan lindung dan
daerah aliran sungai.
B. Konsep Struktur Ruang Mikro
Dalam lingkup mikro (internal), perumusan konsep struktur ruang KTM
Tampo Lore didasarkan pada pertimbangan :
� Keberadaan pusat-pusat pelayanan kegiatan perkotaan yang sekaligus
merupakan embrio pusat pertumbuhan baru (kawasan pusat KTM di
Desa Watutau).
� Potensi ketersediaan lahan bagi pengembangan kawasan KTM dalam
kerangka agribisnis yang dapat mengakomodasikan berbagai kegiatan
agribisnis dari kegiatan on farm sampai ke giatan off farm sesuai
dengan potensi pengembangan lahan komoditas unggulan sektor
pertanian, perkebunan dan pariwisata
� Pola pemanfaatan ruang atau penggunaan lahan eksisting yang
menunjukkan pola memusat di kawasan pusat kota.
Dengan dasar pertimbangan tersebut, maka konsep struktur tata ruang
KTM Tampo Lore secara mikro meliputi :
� Pengembangan pusat KTM sebagai pusat kegiatan agroindustri dan
pusat kegiatan perkotaan di Desa Watutau.
� Pengembangan sistem pusat-pusat pelayanan kegiatan kota (pusat
kota, Pusat SKP dan SP) yang mencerminkan tata jenjang atau hirarki
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-6
pelayanan kegiatan KTM sesuai dengan jenis kegiatan dan
pelayanannya.
� Pengembangan kegiatan agribisnis komoditas unggulan pada sentra-
sentra produksi yang ada maupun pengembangan baru di setiap SKP
(Satuan Kawasan Permukiman) atau Kecamatan sesuai dengan potensi
pengembangan lahannya.
� Mengarahkan perkembangan KTM (kegiatan-kegiatan permukiman dan
sarana permukiman) kearah timur dan selatan dan sekitar KTM Tampo
Lore.
� Pengembangan pola jaringan jalan utama kota (kolektor primer, arteri
sekunder, kolektor sekunder dan lokal) sebagai pengarah
perkembangan KTM serta pengembangan jalan lingkar kota sebagai
jalur alternatif dan pembagi beban lalu lintas dalam KTM.
5.1.2 Arahan Pengembangan dan Distribusi Penduduk
Arahan kependudukan merupakan salah satu faktor penting dalam
perencanaan kota. Kebijaksanaan pengaturan kependudukan dalam
perencanaan kota bertujuan untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan
dan pemerataan pengembangan seluruh bagian wilayah KTM. Hal ini dapat
dicapai melalui beberapa pendekatan berikut ini :
� arahan jumlah penduduk yang akan ditampung dan sebaran huniannya.
� peningkatan kualitas kehidupan penduduk, baik dari segi tingkat
pendapatan, tingkat kesehatan, tingkat pendidikan, maupun
kemudahan memperoleh kebutuhan hidupnya.
� penyediaan dan peningkatan kualitas fasilitas dan utilitas penunjang.
Berdasar hasil analisis lahan didapatkan bahwa luas lahan efektif atau areal
terekomendasi bagi pengembangan KTM Tampo Lore adalah sebesar
16.590 ha (untuk seluruh wilayah) atau sebesar 41,04% dari luas kawasan
KTM. Perkembangan dan distribusi penduduk ke depan akan diarahkan dan
didistribusikan pada lahan potensial tersebut. Proyeksi jumlah penduduk
kawasan Tampo Lore tahun 2013 adalah 21.218 jiwa atau sekitar 5.305 KK.
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-7
Sedangkan lahan potensial yang tersedia dapat menampung transmigran
sebanyak 4.880 KK. Sehingga jumlah penduduk keseluruhan KTM Tampo
lore adalah sebesar 10.185 KK.
Arahan pengembangan kependudukan bagi KTM Tampo Lore adalah
mengarahkan kepadatan pada besaran rata-rata 5 jiwa/ha yang merupakan
kepadatan ideal untuk pengembangan kawasan kota yang bersinegi dengan
pengembangan pertanian berbasis agrobisnis. Dimana di luar pusat kota
terbentuk lahan-lahan produktif pertanian untuk pengembangan
komoditas unggulan sebagai penunjang kegiatan agroindustri di pusat kota.
Dengan asumsi bahwa seluruh penduduk akan terdistribusi pada lahan
potensial maka dengan besaran tersebut, kawasan potensial KTM Tampo
Lore akan mampu menampung penduduk sekitar 30.880 jiwa.
Dalam arahan pendistribusian penduduk KTM Tampo Lore masa
mendatang didasarkan pertimbangan :
� pendistribusian secara merata ke seluruh bagian wilayah KTM.
� mengarahkan distribusi penduduk yang cukup padat di pusat KTM
� mengarahkan distribusi ke arah timur – selatan untuk pengembangan
lahan investasi.
Dengan pertimbangan tersebut maka pusat kota diarahkan mempunyai
kepadatan penduduk rendah yaitu tidak melebihi 20 jiwa/ha. Distribusi
penduduk di setiap Kecamatan atau SKP tidak lebih dari 5 jiwa/ha. Dimana
setiap KK minimal memiliki lahan pertanian sebesar 1 Ha.
Tabel 5.1.
Proyeksi Penduduk
No Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa)
2009 2010 2011 2012 2013
1 Kec. Lore Utara 8,415 8,592 8,772 8,956 9,145
2 Kec. Lore Timur 3,935 4,018 4,102 4,188 4,276
3 Kec. Lore Peore 2,665 2,721 2,778 2,836 2,896
4 Kec. Lore Tengah 4,510 4,605 4,701 4,800 4,901
TOTAL 19,525 19,936 20,353 20,780 21,218
Sumber : Hasil Analisis Tim KTM Tampo Lore Tahun 2009
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-8
5.1.3 Rencana Sistem Pusat Pelayanan KTM
Sistem pusat kegiatan pengembangan KTM merupakan susunan yang
diharapkan dari unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam wilayah,
lingkungan sosial-wilayah, dan lingkungan buatan wilayah yang secara
hirarkis dan struktural berhubungan satu sama lain membentuk ruang KTM
atau WPT.
Rencana sistem pusat pelayanan dimaksudkan agar pengembangan
kawasan transmigrasi menjamin terjadinya mekanisme penjalaran
pertumbuhan dari pusat-pusat pertumbuhan yang memiliki fungsi kegiatan
ekonomi regional ke pusat-pusat sentra produksi. Dengan demikian
penentuan sistem pusat pelayanan akan memperkuat Pusat Pelayanan
Ekonomi (PPE) baik dalam peningkatan sektor produksi, peningkatan nilai
tambah dan distribusi. Selain itu pembangunan wilayah transmigrasi akan
menjadi terarah dan terstruktur antar stakeholders dan antar sektor.
Secara lebih rinci Hasil Perhitungan Rencana Struktur Ruang dan Alokasi
Lahan untuk SKP Pengembangan Eksisting dan SKP yang direncanakan
dapat dilihat pada Tabel 5.2. dan Tabel 5.3. Alokasi Pemanfaatan Ruang
Eksisiting dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2.
Lahan Eksisting KTM Tampo Lore
No. PENGGUNAAN LAHAN Volume Luas (Ha)
1 Permukiman UPT Trans 4 UPT 1,000
2 Permukiman Lokal 3880 KK 20 Desa 5,820
3 Sarana & Prasarana Kawasan 240
4 Konservasi 9,056
TOTAL 7,060
Sumber : Hasil analisis Tim KTM Tampo Lore, 2009
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-9
Tabel 5.3.
Rencana Pengembangan Lahan KTM Tampo Lore
No PENGGUNAAN LAHAN Volume Luas (Ha)
1 Kebun ubi jalar Rakyat 2,250
2 Kebun ubi jalar Swasta 4,500
3 Kebun sayur 1,080
4 Kebun kakao 5,150
5 Permukiman baru 4,880 KK 1,220
6 Pusat KTM 120
7 RTH 1,753
TOTAL RENCANA PENGEMBANGAN 16,073
Sumber : Hasil analisis Tim KTM Tampo Lore, 2009
Pola pengembangan kegiatan pada wilayah transmigrasi yang akan
dikembangkan pada prinsipnya merupakan bentuk pengembangan dari
struktur pusat kegiatan serta fasilitas dan utilitas wilayah. Pusat-pusat
tersebut memiliki hubungan fungsional dan interaksi dari masing-masing
pusat kegiatan dan pelayanannya.
Tata jenjang pusat pelayanan KTM adalah urutan atau tingkatan pelayanan
yang dimulai dari tingakt pelayanan paling tinggi ke tingkat pelayanan yang
paling rendah. Tata jenjang tingkat pelayanan KTM ditujukan untuk :
� membentuk pola pergerakan atau sirkulasi yang teratur
� pendistribusian fasilitas secara efektif dan merata dalam pelayanannya
� membentuk sistem keterhubungan antar fasilitas
� mengarahkan pertumbuhan kegiatan pelayanan
Konsep pengembangan sistem pusat pelayanan adalah pembagian beban
pelayanan dalam jenjang tertentu dimana tiap pusat akan memiliki fungsi
dan jangkauan dengan ciri berbeda. Semakin tinggi jenjang sebuah pusat
pelayanan akan semakin tinggi intensitas, keragaman jenis pelayanan, dan
jangkauan pelayanan yang dimiliki.
Dalam menentukan batas jangkauan pelayanan didekati dengan teori lokasi
yaitu mempertimbangkan jarak dan biaya. Pusat pelayanan yang baik harus
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-10
mampu menjadi pusat orientasi dan pusat pelayanan bagi wilayah
belakangnya.
Tata jenjang pusat pelayanan KTM Tampo Lore diupayakan untuk
mengakomodasi fungsi peran yang diembannya. Sistem pusat pelayanan
yang akan dikembangkan adalah sebagai berikut :
1. Hirarki I / Pusat KTM
Pusat utama merupakan pusat utama kota dan pusat orientasi aktivitas
perkotaan yang sekaligus sebagai penciri dan pokal point KTM Tampo Lore.
Selain itu, sesuai dengan fungsi dan peran KTM Tampo Lore maka Pusat
Kota ini cenderung akan difungsikan memiliki cakupan pelayanan regional.
Hal ini juga didukung oleh potensi utama kota yaitu di sektor perhubungan,
perikanan kelautan, pertanian dan peternakan yang berskala regional
(antar propinsi). Titik sentral pengembangan pusat utama ini berada pada
kawasan Desa Watutau.
Wilayah tersebut sangat berpotensi dijadikan Pusat Pengembangan
Ekonomi (PPE) yang mampu berperan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi
wilayah, pusat pegerakan regional barang dan penumpang, dan pusat
kegiatan sosial masyarakat.
2. Hirarki II / Pusat SKP
Sesuai dengan analisis hirariki pusat pelayanan, maka yang termasuk ke
dalam Hirarki II yang berfungsi sebagai pusat Satuan Kawasan Pemukiman
(SKP atau LPT) kriteria penentuan pusat WPT (PP Nomor 2 Tahun 1999
Tentang Penyelenggaraan Transmigrasi). Pusat SKP difungsikan sebagai titik
pusat pelayanan dengan cakupan wilayah terbatas. Konsep pengembangan
sub pusat ini adalah pelayanan bagi penduduk di sebagian Satuan Kawasan
Permukiman yang dikembangkan.
3. Hirarki III / Pusat SP
Pusat lingkungan atau Satuan Permukiman merupakan jenjang pusat
pelayanan paling rendah dimana jangkauan pelayanannya adalah
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-11
penduduk dalam satu lingkungan permukiman. Jangkauan wilayah
pelayanan merupakan adalah melayani wilayah-wilayah dalam SKP.
Fungsi dari pusat pelayanan Hirarki III atau skala Satuan pemrmukiman
memiliki fungsi pusat pelayanan lingkungan permukiman transmigrasi yang
minimal telah memiliki sarana dan prasarana sosial-ekonomi dasar –
standar pelayanan minimum.
5.1.4 Pembagian Satuan Kawasan Pengembangan Transmigrasi di KTM Tampo
Lore
Perencanaan pengembangan wilayah transmigrasi pada kawasan KTM akan
mengikuti suatu mekanisme yang mempunyai variabel kewilayahan dengan
bertumpu kepada pertimbangan ekonomi, termasuk orientasi geografis
serta pertimbangan sosial masyarakat.
Dalam hal ini, terbentuknya struktur wilayah berlandaskan pada azas
efesiensi, sehingga dapat dibedakan besarannya. Dalam permukiman
transmigrasi, satuan-satuan wilayah yang terbentuk secara hirarkis terdiri
dari Satuan Kawasan Pengembangan (SKP) dan Satuan Permukiman (SP)
yang merupakan satuan wilayah terkecil dengan fungsi sebagai sentra
produksi. satuan permukiman (SP ) ini setelah lepas masa pembinaan
selama minimal 5 tahun dan telah diserahkan kepada pemerintah daerah,
selanjutnya akan menjadi desa definitif yang secara administratif
mempunyai pemerintahan sendiri.
Konsep yang membagi wilayah studi menjadi beberapa bagian wilayah
pengembangan transmigrasi seperti diatas, pada dasarnya bertujuan untuk
menciptakan mekanisme kegiatan dan kehidupan penduduk yang lebih
efisien dalam arti memberikan pelayanan yang merata bagi seluruh
penduduk. Berdasarkan pemahaman tersebut, maka delineasi suatu bagian
wilayah pengembangan transmigrasi harus berdasarkan pada prinsip-
prinsip sebagai berikut :
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-12
1) Merupakan satu kesatuan kawasan fungsional, dalam arti bahwa
interaksi ke dalam lebih kuat daripada interaksi keluar atau dapat
diartikan pula bahwa penduduk menggunakan fasilitas-fasilitas pada
WPT-nya. Oleh sebab itu, terdapat satu pusat KTM yang merupakan
pusat orientasi kegiatan dan aglomerasi fasilitas-fasilitas pelayanan
ekonomi dan sosial.
2) Setiap SKP dapat dibatasi oleh batasan administrasi ataupun oleh
pembatas-pembatas fisik yang mudah diidentifikasi seperti sungai,
jalan, bukit, jalur hijau, dan lain-lain, yang dapat berfungsi sebagai
pengendali perkembangan dan orientasi pergerakan penduduknya.
Adapun cakupan wilayah pengembangan transmigrasi dan fungsinya
dijelaskan seperti berikut :
1) Pusat KTM
Cakupan wilayah Pusat KTM ini adalah meliputi Kawasan yang mengarah ke
arah selatan yang berada di wilayah Watutau, dengan luas wilayah
potensial pengembangan pusat KTM adalah 150 ha.
Fungsi yang akan diemban Pusat KTM ini adalah :
� Sebagai pusat kegiatan agroindustri terutama komoditas pertanian dan
peternakan.
� sebagai pusat perdagangan dan pelayanan jasa skala kota dan regional
� sebagai pusat pemasaran potensi agroindustri terutama komoditas
pertanian dan perkebunan.
� Pusat kegiatan pariwisata
� pusat pelayanan pendidikan terutama pendidikan keterampilan
pengolahan pertanian
� pusat pelayanan pemerintahan (calon ibukota kabupaten pemekaran)
� pusat pelayanan kegiatan sosial masyarakat
2) SKP A
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-13
Cakupan wilayah SKP (Satuan Kawasan Pengembangan) A adalah meliputi
bagian-bagian wilayah kecamatan Lore Timur dan Lore utara dengan luas
wilayah potensial pengembangan adalah 11.564 ha.
Fungsi yang akan diemban SKP diatas adalah :
� Sebagai pusat kegiatan agroindustri terutama komoditas ubi jalar, dan
kakao, dalam kapasitas lokal (industri Kecil Menengah)
� Pusat pariwisata dengan obyek wisata Taman Nasional Lore-Lindu
� Sebagai pusat pengumpul dari hasil sentra produksi ke pusat
perdagangan perdagangan dan pelayanan yang berskala regional.
� Pusat pergerakan barang dan penumpang skala internal (subterminal
angkutan)
� Pusat Perbengkelan
� Pusat jasa Perbankan
� Pusat pelayanan pendidikan lokal terutama pendidikan keterampilan
pengolahan pertanian
� Pusat pelayanan kegiatan sosial masyarakat lokal
3) SKP B
Cakupan wilayah SKP (Satuan Kawasan Permukiman) C adalah meliputi
bagian wilayah dalam Kecamatan Lore Peore, dengan luas wilayah
potensial pengembangan adalah 5.590 ha.
Fungsi yang akan diemban SKP diatas adalah :
� Sebagai pusat kegiatan agroindustri terutama komoditas pertanian, dan
perkebunan dalam kapasitas lokal (industri Kecil Menengah).
� Sebagai Pusat Pengembangan Pembibitan komoditas unggul, pusat
keterampilan dan pelatihan serta pusat pengembangan riset untuk
komoditas unggulan di KTM Tampo Lore.
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-14
� Sebagai pusat pengumpul dari hasil sentra produksi ke pusat
perdagangan perdagangan dan pelayanan yang berskala regional.
� Pusat pergerakan barang dan penumpang skala internal (subterminal
angkutan)
� Pusat Perbengkelan
� Pusat jasa Perbankan
� Pusat pelayanan pendidikan lokal terutama pendidikan keterampilan
pengolahan pertanian
� Pusat pelayanan kegiatan sosial masyarakat lokal
4) SKP C
Cakupan wilayah SKP (Satuan Kawasan Permukiman) D adalah meliputi
bagian wilayah Kecamatan Lore Peore dan Lore Tengah, dengan luas
wilayah potensial pengembangan adalah 4.762 ha.
Fungsi yang akan diemban SKP diatas adalah :
� Sebagai pusat kegiatan agroindustri terutama komoditas pertanian
(padi dan jagung), peternakan dan perkebunan dalam kapasitas lokal
(industri Kecil Menengah).
� Sebagai pusat pengumpul dari hasil sentra produksi ke pusat
perdagangan perdagangan dan pelayanan yang berskala regional.
� Pusat pergerakan barang dan penumpang skala internal (subterminal
angkutan)
� Pusat Perbengkelan
� Pusat jasa Perbankan
� Pusat pelayanan pendidikan lokal terutama pendidikan keterampilan
pengolahan pertanian
� Pusat pelayanan kegiatan sosial masyarakat lokal
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-15
Tabel 5.4.
Struktur Tata Ruang KTM Tampo-Lore
NO KAWASAN
PENGEMBANGAN
SATUAN
PERMUKIMAN
LUAS
(Ha)
Daya
Tampung
(KK)
Pola Komoditi
1
SKP A
Jml: 11.564 Ha
SP.1 415 150 TU-
Garkim
Ubi
Jalar/Sayuran/Kakao
SP.2 516 200 TU-
Garkim
Ubi
Jalar/Sayuran/Kakao
SP.3 682 270 TU-BUN Ubi
Jalar/Sayuran/Kakao
Areal Inti 5.000
Tidak sesuai/
tersedia (pem-batas
Land-Use:
Perkampungan,
sawah, ladang,
kebun penduduk)
4.733
Danau Rano Wanga 218 Perikanan Darat
2 Pusat KTM 150 Mix/PPE
3 Areal Cadangan 400 Ubi Jalar
4 SKP B
Luas: 5.590 Ha
SP.1 1.150 450 TU-BUN Ubi Jalar/Kakao
SP.2 812 320 TU-BUN Ubi Jalar/Kakao
SP.3 664 260 TU-BUN Ubi Jalar/Kakao
Tidak sesuai
(pembatas Land-
Use: Perkampungan,
sawah, ladang
penduduk)
2.964
5
SKP C
Luas:
4.762 Ha
SP.1 940 370 TU-BUN Ubi
Jalar/Sayuran/Kakao
SP.2 860 340 TU-BUN Ubi
Jalar/Sayuran/Kakao
Tidak sesuai
(pembatas Land-
Use: Perkampungan,
sawah, ladang
penduduk)
2.962
6 Areal HGU
PT.Hasfarm Napu
Safety Factor/
Konservasi 7,740
30.189 2.360
Sumber: Hasil Perencanaan Tim KTM Tampo Lore, 2009
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-16
5.1.5 Rencana Sistem Transportasi – Aksesibilitas Kawasan
Rencana pengembangan prasarana transportasi ini juga terkait erat dengan
rencana struktur tata ruang yang telah ditetapkan sebelumnya. Prasarana
transportasi merupakan jaringan penghubung antara unit-unit fungsional
ruang yang ada sehingga tercipta sistem pergerakan kota yang efesien.
Beberapa aspek struktur ruang yang mendasari dan mempengaruhi
rencana pengembangan sistem jaringan transportasi KTM Tampo Lore
adalah sebagai berikut:
� Kawasan Pengembangan Pusat KTM di Desa Watutau
Kawasan ini memiliki fungsi strategis pada pengembangan KTM secara
keseluruhan karena merupakan pusat pengembangan agroindustri
yang berskala besar, pengembangan pusat perdagangan dan jasa
primer, serta pengembangan sosial masyrakat primer yang mampu
melayani seluruh KTM Tampo Lore. Sehingga kawasan pusat KTM ini
memiliki kecenderungan sebagai pusat dari orientasi pergerakan baik
bangkitan maupun tarikan pergerakan barang dan orang.
Oleh karena itu perlu pengembangan prasarana jalan untuk
memfasiltiasi pusat-pusat pengembangan baru tersebut baik di dalam
kawasan maupun peningkatan dan pembangunan jalan baru yang
menghubungkan pusat KTM dengan pergerakan internal kota dan
pergerakan regional. Pergerakan antar wilayah ke lokasi Pusat KTM
sebaiknya difasilitasi oleh jalan dengan fungsi primer (kolektor primer).
� Kawasan Pengembangan Pusat Koleksi dan Distribusi
Adanya pengembangan pusat koleksi dan distribusi berupa
pengembangan sarana bongkar muat barang dan pergudangan serta
akan dikembangkan terminal agro dan terminal penumpang skala kota
di Pusat KTM. Untuk itu perlu adanya pengaturan dan pengembangan
akses-akses jaringan baru yang memfasilitas pengembangan Pusat
Koleksi dan Distribusi tersebut.
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-17
� Kawasan Pengembangan Lahan Investasi
Adanya pengembangan lahan usaha untuk beberapa komiditi unggulan
berupa lahan investasi yang tersebar di beberapa sentra produksi di
KTM Tampo Lore. Dengan adanya lahan investasi perlu adanya
fasilitasi akses jalan terutama yang menghubungkan sentra produksi
antar beberapa SKP.
� Kawasan Pengembangan Seed-Centre
Adanya pengembangan Kawasan Seed-Centre di SKP C seluas 400 Ha
sebagai Pusat Pengembangan Pembibitan komoditas unggul, pusat
keterampilan dan pelatihan serta pusat pengembangan riset untuk
komoditas unggulan di KTM Tampo Lore. Dengan adanya
pengembangan kawasan ini jelas membutuhkan pelayanan jaringan
jalan baru baik itu terhadap pergerakan internal kota dan pergerakan
regional.
� Kawasan Pengembangan PTB
Kawasan ini merupakan kawasan pengembangan permukiman baru
yang akan dikembangkan sebagai kawasan yang dipersiapkan untuk
permukiman transmigrasi baru yang terdapat di tiap SKP.
Pengembangan kawasan ini perlu didukung oleh pengembangan
prasarana jalan yang mampu menghubungkan PTB dengan pusat-pusat
SKP.
� Interkasi Pusat SKP dan Pusat KTM
Perlu adanya pengembangan jaringan jalan yang baru atau
peningkatan jaringan jalan untuk menghubungkan secara langsung
pusat-pusat SKP. Jaringan jalan ini merupakan cikal bakal jaringan jalan
lingkar yang menghubungkan pusat SKP dengan pusat KTM.
� Kawasan Pengembangan Lindung Hutan
Kawasan ini merupakan area berfungsi sebagai kawasan lindung , dan
sumber air kota dan dapat difungsikan sebagai kawasan obyek isata
yang sedapat mungkin dibatasi derajat intervensinya dengan
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-18
membatasi pengembangan jaringan jalan di sepanjang sisi barat
kawasan KTM.
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-19
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-20
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-21
Dengan memperhatikan aspek-aspek pokok tata ruang tersebut, maka
pengembangan jaringan prasarana transportasi adalah sebagai berikut :
1. Rencana Pengembangan Transportasi Darat
a. Jalan Kolektor Primer
Jaringan jalan ini berfungsi sebagai pergerakan regional antar kota dalam
kabupaten dengan status sebagai jalan provinsi. Jaringan jalan ini
menghubungkan antara jalan arteri primer yang menghubungkan KTM
dengan Kota Poso. Dalam konteks pengembangan KTM Tampo Lore
pengembangan jaringan jalan kolektor primer ini akan berfungsi sebagai
pegerakan barang dan penumpang dari luar kawasan ke Pusat KTM di
Watutau ataupun dari pusat-pusat SKP ke Pusat KTM.
Pengembangan jaringan jalan ini adalah :
� Peningaktan Jalan
Peningaktan jaringan jalan diarahkan lebih kepada peningkatan yang
sesuai dengan desain geometris jaringan jalan kolektor primer
� Pembangunan Jalan baru
Pembangunan jalan baru kolektor primer diarahkan untuk
menghubungkan pusat-pusat SKP dan menghubungkan pusat SKP ke
pusat KTM.
Adapun yang menjadi persyaratan jalan kolektor primer dan desain geometris
jalan diuraikan sebagai berikut :
� ROW (Right of Way) atau DAMIJA 17 meter.
� Lebar Bahu Jalan 2 x 1,5 m = 3 m
� Lebar perkerasan 8 m.
� Jalur hijau 2 x 1,5 m = 3 m.
� Trotoar 2 x 1,5 m = 3 m.
� Dilengkapi saluran drainase 2 x 1 m = 2 m
� Dilengkapi median jalan pada jalur jalan pada pertemuan dengan jalan
arteri sekunder.
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-22
� Kecepatan rencana minimal 40 km/jam
� Kapasitas sama atau lebih besar daripada volumer lalulintas rata-rata
� Jalan masuk dibatasi, direncanakan sehingga tidak mengurangi kecepatan
rencana dan kapasitas jalan
� Tidak terputus walaupun masuk jalan kota
Gambar 5.3
Rencana Struktur Jaringan Jalan Kolektor Primer
b. Jalan Kolektor Sekunder
Jaringan jalan ini memilki fungsi sebagai pengumpul dan penyebar pergerakan
dari kawasan pembangkit dan penarik pergerakan, seperti kawasan pusat
pemukiman, kawasan pusat perdagangan, kawasan pelayanan sosial, kawasan
pusat rekreasi, dan lain-lain. Perencanaan sistem jaringan jalan ini, terutama
pada beberapa pengembangan kawasan dilakukan dalam tingkat konsepsual,
yakni hanya menunjukan bahwa pengembangan jaringan kurang lebih
dilakukan pada lokasi seperti digambarkan namun dengan kepastian trace
yang disesuaikan dengan kondisi fisik di lapangan.
Pengembangan sistem jaringan jalan kolektor sekunder ini fleksibel terhadap
perubahan kebutuhan pergerakan kota yang ditentukan oleh perkembangan
kota selanjutnya. Ruas jalan kolektor sekunder yang berfungsi sebagai
pengumpul dan penyebar pergerakan dari kawasan pembangkit dan penarik
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-23
pergerakan, seperti kawasan pusat permukiman, kawasan pusat perdagangan
serta kawasan pelayanan sosial yaitu berada di pusat-pusat SKP dan Pusat
KTM
Adapun yang menjadi persyaratan jalan kolektor sekunder dan desain
geometris jalan diuraikan sebagai berikut :
� ROW (Right of Way) atau DAMIJA 17 meter.
� Lebar Bahu Jalan 2 x 1 m = 2 m
� Lebar perkerasan 7 m.
� Jalur hijau 2 x 1,5 m = 3 m.
� Trotoar 2 x 1,5 m = 3 m.
� Dilengkapi saluran drainase 2 x 1 m = 2 m
� Kecepatan rencana minimal 40 km/jam
Gambar 5.4
Rencana Struktur Jaringan Jalan Kolektor Sekunder
c. Jalan Lokal
Jalan lokal adalah jalan yang menghuungkan pergerakan masyarakat ke unit
perumahan atau unit fungsioal pelayanan lainnya. Perencanaan sistem
jaringan jalan ini, terutama pada beberapa pengembangan kawasan dilakukan
dalam tingkat konsepsual, yakni hanya menunjukan bahwa pengembangan
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-24
jaringan kurang lebih dilakukan pada lokasi seperti digambarkan namun
dengan kepastian trace yang disesuaikan dengan kondisi fisik di lapangan.
Adapun yang menjadi persyaratan jalan lokal dan desain geometris jalan
diuraikan sebagai berikut :
� ROW (Right of Way) atau DAMIJA 13 meter.
� Lebar perkerasan 8 m.
� Trotoar 2 x 1,5 m = 3 m.
� Dilengkapi saluran drainase 2 x 1 m = 2 m
� Kecepatan rencana minimal 20 km/jam
d. Terminal
Lokasi terminal kota direncanakan di Pusat KTM (Watutau) dekat dengan
pergerakan regional, dan dekat dengan jalur pergerakan regional yaitu fungsi
jalan kolektor primer.
Berdasarkan tipologi terminal, maka terminal yang dibutuhkan untuk KTM
Tampo Lore adalah terminal Tipe B yang berfungsi untuk melayani kendaraan
umum untuk angkutan antar kota dalam kabupaten, angkutan kota dan
pedesaan. Adapun yang menjadi persyaratan lokasi terminal Tipe B adalah
sebagai berikut :
� Terletak dalam jaringan trayek antar kota dalam kabupaten atau antar
kabupaten
� Terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas IIIB
(kolektor primer)
� Luas lahan yang disediakan sekurang-kurangnnya 3 hektar.
� Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal
dengan jarak sekurang-kurangnnya 50 meter.
Perlu adanya pengembangan prasarana subterminal/pangkalan untuk
membantu terminal kota dalam melayani perjalanan dalam kota.
Pertimbangan utama adalah akses yang relatif merata kesemua titik yang
diperkirakan akan tumbuh sebagai pusat bangkitan dan tarikan pergerakan
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-25
dan merupakan ujung dari jangkauan pelayanan terminal kota. Terminal
pembantu atau sub-terminal yang akan direncanakan di pusat-pusat SKP.
Untuk terminal pembantu atau subterminal/pangkalan yang direncanakan
minimal seluas 0,17 Ha dengan tingkat aksesibilitas jalan masuk dan keluar
terminal sekurang-kurangnya 25 meter.
Adapun fasilitas terminal yang harus disediakan adalah sebagai berikut :
� Jalur pemberangkatan dan kedatangan
� Tempat parkir
� Kantor terminal
� Menara pengawas
� Loket penjualan karcis
� Rambu-rambu dan papan informasi
5.1.6 Rencana Pergerakan Barang dan Penumpang KTM Tampo Lore
Jika tinjauan dipusatkan di Watutau, dari hasil identifikasi kesibukan perekonomian
kawasan, diketahui terdapat 4 pintu utama keluar masuk barang di areal
penelitian.
1. Dari Utara, Kelengkapan fasilitas utama telah dilengkapi oleh terminal barang,
terminal penumpang dan terminal agro. Pintu merupakan pintu masuk utama,
terutama untuk barang-barang dengan volume besar dan berat seperti bahan
bangunan, traktor, bahan bakar, hasil industri dan lain-lain.
2. Dari arah selatan, yang menuju SKP C
3. Dari arah Timur dengan moda transportasi darat barang masuk melalui pusat-
pusat SKP
Rencana pola pemanfaatan ruang kawasan perkotaan merupakan bentuk
pemanfatan ruang wilayah kawasan yang menggambarkan ukuran, fungsi serta
karakter kegiatan manusia dan atau kegiatan alam. Rencana pemanfaatan ruang
yang dirumuskan dalam kaitannya dengan pengembangan KTM Tampo Lore
sampai dengan akhir tahun 2024 pada dasarnya adalah pengembangan prinsip
dasar pemanfaatan ruang wilayah untuk :
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-26
� Kawasan Lindung, yaitu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber
daya buatan.
� Kawasan Budidaya, yaitu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumber daya
manusia dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya ini dapat dibagi menjadi
kawasan budidaya pertanian dan kawasan budidaya non pertanian yaitu
termasuk kawasan industri, kawasan permukiman dan pengembangan sarana
dan prasarana wilayah KTM.
5.1.7. Kawasan Lindung
Pengembangan kawasan lindung KTM adalah dengan tujuan utama melindungi
kelestarian hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
Jenis pengembangan kawasan ini adalah :
a. Kawasan Hutan Lindung
Sesuai dengan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung, maka Kawasan Taman Nasional Lore Lindu merupakan salah satu
Kawasan lindung yang harus dilindungi keberadaannya.
Kebijakan pengembangan kawasan ini adalah mencegah dilakukannya kegiatan
budidaya baru, kecuali terhadap kegiatan-kegiatan yang tidak mengganggu
fungsi lindung seperti pariwisata atau untuk keperluan penelitian.
b. Kawasan Sekitar Mata Air
Merupakan kawasan yang disekeliling sumber atau mata air yang mempunyai
manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air. Tujuan
pengembangannya adalah untuk melindungi dan melestarikan potensi air dari
berbagai kegiatan yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas airnya.
Kawasan sekitar mata air yang ditetakpan berkisar kurang lebih pada radius
200 meter dari sumber mata air yang ada. Beberapa kebijaksanaan yang dapat
digunakan untuk melindungi kawasan sekitar mata air adalah:
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-27
� Pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya di sekitar mata air yang dapat
mengganggu kelestarian fungsi dan kondisi fisik di sekitarnya.
� Pengendalian kegiatan dan pemanfaatan mata air agar kualitas dan
kuantitasnya tidak turun.Pada kawasan sekitar mata air dapat
dikembangkan sebagai kawasan persawahan, dengan syarat tidak
mengganggu kualitas air, kondisi pinggiran, dasar, dan aliran sungai. Pada
sekitar mata air dapat dikembangkan sebagai kawasan pariwisata dengan
syarat hanya untuk kegiatan menikmati pemandangan alam yang indah.
Berdasarkan kriteria di atas di KTM Tampo Lore terdapat dua sumber air yang
perlu dilindungi keberadaannya dari kerusakan lingkungan yaitu , diantaranya
dengan menetapkan sempadan mata air di sekitar danau Rano Wanga
c. Kawasan Sempadan dan Ruang Terbuka Hijau
Kawasan sempadan yang dikembangkan adalah berupa kawasan sempadan
sungai. Pengaturan garis sempadan sungai adalah untuk sempadan Sungai
adalah selebar 100 m di kanan kiri sungai sedang bagi sungai-sungai lain adalah
sebesar 10 m untuk kawasan permukiman dan 50 m untuk kawasan di luar
permukiman.
5.1.8. Kawasan Budidaya Pertanian
Dasar penetapan fungsi kawasan budidaya pertanian antara satu fungsi dengan
fungsi lainnya secara keseluruhan meliputi daya dukung, tingkat kesesuaian lahan
bagi komoditas pertanian dan perkebunan, dan pariwisata, keunggulan lokasi,
ancaman banjir (tingkat kerawanan), aksesibilitas, kekompakan ruang, dan
eksisting land use.
Rencana alokasi ruang kawasan budidaya ini didasarkan oleh hasil analisis
kesesuaian lahan komoditas unggulan, eksisting land use, dan program
pengembangan agrisbisnis yang terdiri dari alokasi ruang untuk :
1. pengembangan Pertanian tanaman ubi jalar.
2. Pengembangan Perkebunan Coklat.
3. Pengembangan lahan Investasi untuk komoditas unggulan sayur mayur
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-28
4. Pengembangan Seed-Centre berupa pusat pengembangan bibit komoditas
unggulan, pusat pelatihan dan keterampilan, dan pusat lembaga riset. 400 Ha.
Pusat Seed-Centre akan dialokasikan di SKP.C (Kecamatan Lore Peore), dimana
arah pengembangannya adalah sebagai wadah untuk mendukung kegiatan
agribisnis KTM Tampo Lore yang mengemban fungsi sebagai lembaga pelatihan
atau peningkatan keterampilan agribisnis, pusat pengembangan bibit
komoditas unggulan, dan pusat pengembangan riset dan teknologi yang
hasilnya akan diterapkan di setiap sentra produksi dan sentra-sentra industri
untuk setiap komoditas unggulan.
Secara lebih jelas Pola Pemanfaatan Ruang di KTM Tampo Lore dapat dilihat pada
gambar berikut ini.
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-29
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-30
5.1.9. Kawasan Budidaya Non Pertanian – Kebutuhan Sarana KTM
Kawasan budidaya non pertanian di Kabupaten Poso meliputi kawasan
permukiman perkotaan, permukiman perdesaan, kawasan industri, kawasan
pertambangan, system transportasi darat dan laut, kawasan pariwisata, kawasan
khusus.
Pengembangan kawasan budidaya perkotaan pada hakekatnya adalah untuk
mewadahi berbagai kegiatan fungsional kota yaitu kawasan perumahan dan
permukiman beserta fasilitas penunjangnya, kawasan perdagangan dan jasa,
kawasan pemerintahan dan pelayanan umum, kawasan pelayanan sosial
(pendidikan, kesehatan, peribadatan dan rekreasi), kawasan industri serta
kawasan sarana dan prasarana penunjang kegiatan perkotaan.
Standar kebutuhan sarana dan prasarana yang akan dikembangkan didasari
kepada :
1. Standar Kebutuhan Pelayanan minimal dari Departemen Pekerjaan Umum
yaitu Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No 20/KPTS/1986; Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No 60/KPTS/1992; Keputusan Menteri Permukiman
dan Prasarana Wilayah No 403/KPTS/2002.
2. Rencana pengembangan sarana kawasan KTM didasarkan kepada konsep
pengembangan agribisnis.
3. Rencana dengan fungsi primer yaitu pengembangan fungsi seluruh wilayah
KTM bahkan regional dipusatkan di Pusat KTM yaitu Desa Watutau yang
disediakan lahan pengembangan sebesar 150 Ha.
4. Rencana pengembangan sarana didasarkan kepada aspek kependudukan yang
merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan. Jumlah penduduk kawasan
KTM adalah sebesar 83767 jiwa pada akhir tahun perencanaan yaitu 2023.
5. Rencana pengembangan sarana diproyeksikan untuk menampung segala
aktivitas penduduk dalam kurun waktu perencanaan 15 tahun.
Beberapa aspek kebutuhan pengembangan sarana dan prasarana di KTM Tampo
Lore dalam kerangka pengembangan KTM di Wilayah Pengembangan Transmigrasi
adalah sebagai berikut :
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-31
1. Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Menurut pedoman teknik pembangunan perumahan sederhana tidak
bersusun, kepadatan lingkungan perumahan tidak bersusun rata-rata adalah
50 unit rumah/ha. Hal ini berarti bahwa setiap unit rumah memiliki rata-rata
luas lahan 200 m2/unit. Oleh karena itu pada KTM ini agar terbentuk kota yang
menunjukkan ciri khas sebagai kota berbasis pertanian, maka diarahkan
kepadatannya adalah 20 unit rumah/ha, sehingga setiap unit rumah rata-rata
luas lahannya adalah 500 m2. Hal ini sesuai dengan kondisi permukiman
transmigrasi dimana luas pekarangan adalah sebesar 500 m2 tiap KK.
Asumsi pengembangan kawasan perumahan adalah bahwa 1 unit keluarga
akan menempati satu unit tempat tinggal dimana 1 keluarga diasumsikan
terdiri dari 5 jiwa.
2. Pengembangan Kawasan Agro Industri
Dalam kerangka pengembangan KTM ini diarahkan kepada bentuk pengolahan
hasil komoditi unggulan sampai kepada skala ekonomis wilayah. Oleh karena
itu akan dikembangkan Kawasan Industri Terpadu yang mampu menampung
setiap kegiatan industri pada komoditi-komoditi unggulan di Pusat KTM dengan
luasan 12.5 Ha.
3. Pengembangan Terminal Kota dan Agro.
Untuk memadukan kawasan yang industri dan kawasan pusat koleksi dan
distribusi di Pusat KTM, maka akan dikembangkan terminal kota dan terminal
agro yang meerupakan satu kesatuan pegnembanan dengan kawasan
pelabuhan yang ada sekarang dengan kawasan industri yang merupakan satu
kesatuan zona pengembangan.
Berdasarkan standar kebutuhan sarana dan aspek kebutuhan pengembangan
sarana dan prasarana di KTM Tampo Lore dalam kerangka pengembangan KTM di
Wilayah Pengembangan Transmigrasi diatas, aka kebutuhan akan sarana
pengembangan KTM Tampo Lore dapat dilihat pada tabel berikut ini
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-32
Tabel 5.5
Rencana Kawasan Budidaya Non Pertanian – Kebutuhan Sarana KTM
No Jenis Fasilitas
Penduduk
Pendukung
(jiwa)
Standar
Lahan
(ha)
Kebutuhan
Pengembangan
2023 Keterangan
unit Ha
1 Perumahan 16,753 KK 0.05 16,7
53
837.65 Pengembangan
perumahan ini
telah termasuk
pengembangan
PTB dan Pusat KTM
2 Perkantoran Pemerintahan dan Pelayanan Umum
- Kantor BP KTM Wilayah
Perkotaan 1 1 1.00
Berada di Pusat
KTM
- Kantor Polisi Wilayah
Perkotaan 1.5 1 1.50
- Kantor Pos Wilayah
Perkotaan 0.5 1 0.50
- Kantor PLN Wilayah
Perkotaan 0.5 1 0.50
- Kantor Telkom Wilayah
Perkotaan 0.5 1 0.50
- Kantor PDAM Wilayah
Perkotaan 0.5 1 0.50
- Kantor Pemadan
Kebakaran
Wilayah
Perkotaan 2 1 2.00
- Kantor Dinas
Kelautan dan
Perikanan
Wilayah
Perkotaan 0.5 1 0.50
- Kantor Dinas
Perhubungan
Wilayah
Perkotaan 0.5 1 0.50
3 Sarana Pendidikan
Sekolah TK
1,600 0.25
52 13.00 Berada di Pusat
KTM, SKP dan SP
Sekolah Dasar
1,600 0.50
52 26.00 Berada di Pusat
KTM, SKP dan SP
SLTP
5,000 0.50
17 8.50 Berada di Pusat
KTM, SKP dan SP
SLTA
10,000 0.50
8 4.00 Berada di Pusat
KTM, SKP dan SP
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-33
No Jenis Fasilitas
Penduduk
Pendukung
(jiwa)
Standar
Lahan
(ha)
Kebutuhan
Pengembangan
2023 Keterangan
unit Ha
Perguruan Tinggi
100,000 5.00
1 5.00 Berada di Pusat
KTM
4 Sarana Perdaganan dan Jasa
Pertokoan
2,500 0.12 34 4.08
Berada di Pusat
KTM dan Pusat SKP
Pusat Perbelanjaan
lokal 30,000 1.50 5 7.50
Berada di Pusat
KTM dan Pusat SKP
Pusat Perbelanjaan
(pasar Induk) 120,000 3.00 1 3.00
Berada di Pusat
KTM
Perdagangan
Distributor
Pertanian
Wilayah
Perkotaan 1.00 1 1.00
Berada di Pusat
KTM
Perkantoran Swasta Wilayah
Perkotaan 1.50 1 1.50
Berada di Pusat
KTM
Perbankan Wilayah
Perkotaan 1.00 1 1.00
Berada di Pusat
KTM
Kawasan Industri Wilayah
Perkotaan 1 12.5
Berada di Pusat
KTM
5 Kesehatan
Pos kesehatan
1,000 0.05 84 4.20
Berada di Pusat
KTM, SKP dan SP
Puskesmas Kel./Desa
30,000 0.50 5 2.50
Berada di Pusat
KTM, SKP dan SP
Puskesmas
Kecamatan 120,000 1.50 1 1.50
Berada di Pusat
KTM
Rumah Sakit > 500.000 3.00 1 3.00
Berada di Pusat
KTM
6 Keagamaan
Mesjid Desa 5,000 0.05 17 0.85
Berada di Pusat
KTM, SKP dan SP
Gereja / Pura 5,000 0.30 5 1.50
Berada di Pusat
KTM dan Pusat SKP
Mesjid Agung > 120.000 2.00 1 2.00
Berada di Pusat
KTM
Islamic Center > 120.000 3.00 1 3.00
Berada di Pusat
KTM
7 Kegiatan Sosial dan Rekreasi
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-34
No Jenis Fasilitas
Penduduk
Pendukung
(jiwa)
Standar
Lahan
(ha)
Kebutuhan
Pengembangan
2023 Keterangan
unit Ha
Balai Warga 3,000 0.05 25 1.25
Berada di Pusat
KTM, SKP dan SP
Karang Taruna 30,000 0.05 5 0.25
Berada di Pusat
KTM dan Pusat SKP
Pusat Kebudayaan 500,000 1.00 1 1.00
Berada di Pusat
KTM
Gedung Serba Guna 30,000 1.00 1 1.00
Berada di Pusat
KTM
Sport Center > 120.000 3.00 1 3.00
Berada di Pusat
KTM
8 Pusat Koleksi dan Distribusi
Terminal Kota
Wilayah
Perkotaan 3.00 1.0 3.00
Berada di Pusat
KTM
Terminal Agro
Wilayah
Perkotaan 3.00 1.0 3.00
Berada di Pusat
KTM
Sub Terminal Kota
Wilayah
Perkotaan 0.20 5.0 1.00
Berada di Pusat
KTM dan Pusat SKP
Kawasan Pelabuhan
Wilayah
Perkotaan 2.50 1.0 2.50
Berada di Pusat
KTM
Rencana Luas Lahan Terbangun 966.78
Sumber : Hasil Perhitungan
Dengan mengetahui rencana pengembangan kawasan budidaya pertanian dan
non-pertanian, maka rencana pengembangan Budidaya KTM Tampo Lore dalam
kerangka model pengembangan agribisnis, dapat dilihat pada tabel berikut ini.
55..22.. RREENNCCAANNAA JJAARRIINNGGAANN UUTTIILLIITTAASS KKTTMM TTAAMMPPOO LLOORREE
Rencana jaringan utilitas KTM Tampo Lore meliputi perencanaan jaringan
penerangan/listrik, jaringan air bersih, jaringan telekomunikasi, jaringan air limbah,
dan pengembangan sistem pengelolaan persampahan.
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-35
5.2.1. Rencana Pengembangan Jaringan Listrik
Besarnya tingkat kebutuhan penduduk akan fungsi listrik bagi mendukung pola
aktivitasnya merupakan tuntutan terhadap pemerintah daerah setempat agar
memberikan penyediaan jaringan dan pelayanan yang memadai di bagian wilayah
manapun.
Pelayanan listrik di KTM Tampo Lore pada masa mendatang diperkirakan terdiri
dari kelompok-kelompok sebagai berikut :
� kelompok rumah tangga
� kelompok pelayanan sosial dan pemerintahan
� kelompok kegiatan komersial
� kelompok industri
� jaringan jalan
Sampai saat ini jaringan pelayanan PLN telah menyebar hampir di seluruh bagian
wilayah KTM dengan pusat pembangkit berada di Desa Kambara dan di Lawa.
Rumah tangga yang telah memanfaatkan jasa PLN ini hampir 50 % dari total
penduduk di KTM Tampo Lore. Pelanggan PLN di KTM Tampo Lore hampir
seluruhnya menggunakan untuk kebutuhan rumah tangga biasa, untuk kegiatan
usaha umumnya mereka menggunakan diesel, karenanya pasokan listrik yang ada
sekarang dirasakan belum mencukupi untuk menunjang kegiatan usaha.
Masih rendahnya kapasitas pelayanan yang diberikan sementara disisi permintaan
akan semakin meningkat terutama dari kelompok sosial-pemerintahan, bagi
kegiatan industri, perdagangan, dan pengembangan kawasan agribisnis. Sudah
semestinya diperlukan peningkatan baik dari kapasitas maupun jaringan sistemnya
agar dapat menjangkau kelompok-kelompok potensial tersebut.
Dalam memenuhi kebutuhan energi sesuai dengan perkembangan kota, maka
secara umum kebutuhan energi dibagi menjadi empat jenis, yaitu :
� Rumah Tangga
Kebutuhan listrik untuk rumah tangga diasumsikan memerlukn kebutuhan
listrik 1.100 watt/KK
� Perdagangan, industri dan perkantoran
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-36
Standar yang digunakan untuk kebutuhan listrik maksimum 40 watt/m2 atau
25 % dari kebutuhan rumah tangga.
� Kegiatan sosial dan pelayanan umum
Kebutuhan sumber daya listrik untuk kegiatan sosial adalah pendidikan,
kesehatan dan peribadatan. Sedangkan pelayanan umum berupa perkantoran
pemerintahan dan rekreasi olahraga. Kebutuhan listrik unsur seluruh kegiatan
tersebut maksimum adalah 40 watt/m2, atau 25 % dari seluruh kebutuhan
rumah tangga.
� Penerangan jalan.
Pemakaian listrik bagi penerangan jalan mempergunakan standar maksimum
18 kw/km atau 10 % dari kebutuhan rumah tangga.
� Perkiraan kehilangan energi listrik dalam tranmisi diperkirakan sebesar 15 %
dari seluruh kebutuhan energi listrik.
Berdasarkan standar di atas, maka kebutuhan listrik di KTM Tampo Lore pada
tahun 2023 sebesar 33.91 Mega watt. Adapun hal-hal yang perlu dipertimbangkan
dalam meletakan jaringan listrik adalah dalam menetapkan lokasi gardu listrik dan
jaringan distribusi adalah:
� Untuk pemilihan lokasi gardu hubung melingkupi seluruh titik beban. Hal ini
untuk meminimasi biaya momen beban yang merupakan perkalian besarnya
beban dengan jarak ke titik supply.
� Penarikan jaringan dari gardu hubung ke masing-masing titik beban harus
berarah maju yang berarti tidak ada kabel yang berbalik arah.
� Pemilihan letak gardu hubung tersebut harus mampu memenuhi kriteria
voltage regulation pada ujung beban.
� Pemilihan letak gardu hubung juga harus memperhitungkan jarak terdekat
dengan supply gardu hubung induk yang terdapat diujung beban.
Untuk menunjang daya listrik tersebut maka perlu peningkatan jaringan tegangan
tinggi (primer) sebesar 150 KV dan tegangan menengah (sekunder) sebesar 70 KV
sesuai dengan rencana pengembangan PLN.
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-37
Tabel 5.6
Rencana Kebutuhan Listrik KTM Tampo Lore Tahun 2023
No Uraian Kebutuhan Standar Pelayanan
(Watt)
Kebutuhan
(MegaWatt)
1 Domestik (Rumah Tangga) - 18.424 KK 1,100 18.43
2 Perdagangan, Industri dan Perkantoran 25 % dari domestik 4.61
3 Fasilitas Sosial dan Umum 25 % dari domestik 4.61
4 Penerangan Jalan 10 % dari Domestik 1.84
5 Jumlah Pelayanan 29.49
6 Kehilangan energi 15 % Dari total Pelayanan 4.42
JUMLAH KEBUTUHAN 33.91
Sumber : Hasil Rencana 2009
5.2.2. Rencana Pengembangan Jaringan Air Bersih
Perkiraan kebutuhan air bersih di KTM Tampo Lore berkaitan langsung dengan
berbagai parameter yang telah dihitung sebelumnya ataupun kebijaksanaan yang
sudah ditetapkan oleh pemerintah (Standar pelayanan Pekerjaan Umum).
Parameter tersebut antara lain :
� proyeksi penduduk hingga tahun 2023
� sumber air baku yang tersedia
� tingkat dan jenis pelayanan yang akan diberikan oleh pengelola air bersih
kepada para konsumen
� batas wilayah pelayanan
Dari segi konsumen, kelompok yang membutuhkan pelayanan air bersih terdiri
dari :
� Konsumen domestik, yaitu pelayanan yang diberikan kepada rumah tangga.
Mengingat pentingnya air bersih bagi penduduk dan semua kegiatan yang
berlangsung, maka digunakan standar kebutuhan air bersih sebesar 60
liter/hari/penduduk
� Konsumen non domestik, yaitu pelayanan diluar rumah tangga seperti tempat
peribadatan, perkantoran, perdagangan dan jasa, industri, tempat kesehatan
dan sarana lainnya sebesar 25 % dari kebutuhan domestik.
� Kehilangan air dalam instalasi sebesar 10 %
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-38
� Dalam menghitung kebutuhan pipa distribusi air bersih, digunakan standar
pelayanan rata-rata sebagai berikut :
� Jaringan pipa sekunder untuk melayani 500 jiwa penduduk dibutuhkan
pipa sepanjang 1.000 meter.
� Jaringan pipa tersier untuk melayani 200 jiwa penduduk dibutuhkan pipa
sepanjang 1.000 meter.
Tabel 5.7
Rencana Kebutuhan Air Bersih KTM Tampo Lore Tahun 2023
No Uraian Kebutuhan Tahun 2023
1 Jumlah Penduduk 83,767
2 Pelayanan Domestik (60 l/org/hari)
Jumlah (lt/hari) 5,026,020
(lt/detik) 58.17
3 Pelayanan Non Domestik
Sosial - ekonomi (lt/hari) 1,256,505
(lt/detik) 14.54
4 Jumlah Pelayanan
Jumlah (lt/hari) 6,282,525
(lt/detik) 72.71
5 Kebocoran (15%)
Jumlah (lt/hari) 942,379
(lt/detik) 14.54
6 Jumlah Kebutuhan
Jumlah (lt/hari) 7,224,904
(lt/detik) 87.26
7 Kebutuhan Pipa
- Pipa Sekunder (m) 167,534
- Pipa Tersier (m) 418,835
Sumber : Hasil Rencana 2008
Dengan memperhatikan kondisi tersebut diatas dan dengan memperhatikan
kemampuan ekonomi daerah, maka sistem penyediaan air bersih yang akan
dikembangkan di wilayah perecanaan adalah cakupan pelayanan sampai akhir
tahun perencanaan meliputi 75 % dari kebutuhan diatas (sistem perpipaan).
Dimana Untuk Kawasan Pusat KTM semua dikembangkan instalasi air bersih
dengan sistem perpipaan. Dengan demikian maka kebutuhan air bersih perpipaan
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-39
kawasan KTM Tampo Lore adalah 65 lt/dt dengan panjang pipa sekunder dan
tersier 125,651 m dan 314,126 m.
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, maka diperlukan adanya peningkatan
prasarana. Kebutuhan jaringan prasarana air bersih untuk KTM Tampo Lore dapat
dikelompokan menjadi:
� Pengembangan sumber air baku
Kebutuhan air besih hingga akhir tahun perencanaan harus dipesiapkan
sumber air baku untuk memenuhi kebuthan. Sumber air baku yang dapat
dipergunakan adalah :
a. Sumber Air Baku Sungai Kambara dengan potensi debit air 7,480 lt/detik.
b. Sumber Air Baku Sungai Katangana dengan potensi debit air 670 lt/dt.
c. Untuk Kawasn Pusat KTM dapat mengambil dari sumber mata air yang
tetrletak dekat dengan Kawasan Pusat KTM di sekitar anak Sungai
Katangana.
Kualitas air tanah di KTM Tampo Lore sebenarnya baik tetapi untuk jangka
panjang tidak mungkin dipergunakan terus karena akan mengakibatkan kondisi
negatif terhadap lingkungan yaitu intrusi air laut.
� Optimaslisasi pemanfaatan sistem dan kapasitas produksi
Pembangunan intake dengan sumber Sungai Kambara maupun Mata Air
Kaangana sampai pada kapasitas terpasang sebelumnnya 80 lt/dt. Dengan
pembangunan fasilitas pengolahan (fasilitas penyaringan /filtrasi dan fasilitas
disinfeksi). Pembangunan reservoir pelayanan dan distribusi, dengan
menggunakan sistem pompa karena tidak memungkinkan sistem distribusi
pengaliran secara gravitasi. Pembangunan intek ini untuk melayani penyediaan
air bersih di Pusat KTM dan seluruh Wilayah KTM.
5.2.3. Rencana Pengembangan Jaringan Air Limbah
Untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh air
kotor/limbah, sistem pembuangan air kotor di wilayah KTM Tampo Lore dilakukan
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-40
dengan penanganan air limbah di lokasi setempat untuk melayani perorangan atau
sekelompok warga setempat.
Pengelolaan limbah domestik termasuk limbah tinja memerlukan peran serta
seluruh warga masyarakat, sehingga perlu gerakan penyadaran akan pentingnya
mengelola limbah rumah tangga termasuk limbah tinja. Dalam rangka
meningkatkan kualitas lingkungan kota, maka perlu ditingkatkan dengan
menggunakan sistem yang lebih baik antara lain dengan septic tank yang
dilengkapi dengan sumur resapan. Setiap rumah diperlukan untuk memiliki wc
yang dilengkapi denga septic tank dan sumur resapan. Kuantitas limbah rumah
tangga dan unit sarana pengelolaan dalam skala KTM Tampo Lore dapat dilihat
dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 5.8
Rencana Prasarana Dan Produksi Limbah Domestik KTM Tampo Lore
No Uraian Satua
n
Tahun
2023
1 Jumlah Penduduk jiwa 83,767
2 Persentase Utilitas
a. Proyeksi Persentase Keluarga yang menggunakan
Septicktank % 85
b. Proyeksi Persentase Keluarga yang tidak
menggunakan Septicktank tetapi MCK % 15
3 Jumlah Penduduk yang Terlayani untuk Septicktank jiwa 71,202
Jumlah Penduduk Terlayani untuk MCK jiwa 12,565
4 Standar Pelayanan per unit sarana
a. Standar Pelayanan Septictank untuk Keluarga Jiwa 5
b. Standar Pelayanan untuk MCK (1 MCK = 100 jiwa) Jiwa 100
5 Jumlah sarana
a. Proyeksi Jumlah Kebutuhan Septicktank untuk Keluarga Unit 14,240
b. Proyeksi Jumlah Kebutuhan MCK (1 MCK = 100 jiwa) Unit 126
6 Lumpur Tinja Domestik yang dihasilkan untuk tiap orang (30 lt X jlh pddk)/365 hari
lt/hari 5,852
7 Lumpur Non Tinja (20% tinja) lt/hari 1,170
8 Total Jumlah Lumpur lt/hari 7,023
9 Kebutuhan Truk Tinja Kapasitas 2 m3 (jlh lumpur tinja/kapasitas truk)
buah 2
Sumber : Hasil Rencana 2009
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-41
Untuk sistem buangan air limbah domestik maka pengembangannya dilakukan
berdasarkan dua sistem buangan yaitu :
� Pada daerah Pusat KTM dimana kualitas air pada saluran drainase perlu di jaga
dari kontaminasi terutama limbah rumah tangga maka perlu ditegaskan
penerapan sumur resapan buangan / limbah rumah tangga dan dibutuhkan
Water Treatment Plan untuk limbah-limbah non domestik terutama aktivitas
perdagangan dan industri untuk tidak mencemari daerah pesisir laut.
� Pada daerah lain sistem buangannya lebih ekonomis disatukan dengan
menggunakan combined system, dimana disatukan dengan saluran drainase.
Gambar 5.6
Sistem Pengelolaan Limbah Rumah Tangga
5.2.4. Rencana Pengembangan Jaringan Telepon
Jaringan telekomunikasi merupakan salah satu jaringan utilitas kota yang
merupakan penunjang aktivitas penduduk baik komersial maupun sosial
mengingat fungsinya yang dapat mengatasi jarak dan waktu. Untuk wilayah
perencanaan, sebagian telah mendapatkan pelayanan fasilitas ini. Namun
demikian mengingat tingkat kebutuhan masyarakat terkait dengan kemajuan
jaman dan globalisasi sektor informasi, diperlukan perluasan jaringan pelayanan
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-42
telepon untuk menjangkau wilayah yang lebih luas yaitu dengan penambahan SST
ke rumah tangga dan jaringan telepon kearah fasilitas-fasilitas perkotaan.
Pada tahun 2028 diharapkan seluruh masyarakat KTM Tampo Lore dan semua
pusat aktivitas/kawasan dapat memanfaatkan ketersediaan jaringan pelayanan
telepon. Kebutuhan terhadap penyediaan prasarana ini di masa mendatang
diperkirakan akan semakin meningkat terkait dengan fungsi peran yang diemban
KTM Tampo Lore serta rencana pengembangan fungsional kawasan-kawasan
pertumbuhan baru. Untuk itu wilayah perkotaan perlu memperoleh jasa layanan
telekomunikasi yang optimal, melalui perluasan jaringan pelayanannya.
Rencana pengembangan jaringan telepon KTM Tampo Lore Tahun 2023 yaitu :
1. Penambahan jaringan satuan sambuangan telepon (sst) rumah tangga sebesar
13.818 sst, dimana prioritas pengembangannya adalah kawasan Pusat KTM.
2. Penambahan jaringan satuan sambuangan telepon (sst) untuk berbagai fasilitas
pengembangan kota (fasilitas pendidikan, kesehatan, perdagangan dan jasa,
pelabuhan dan kawasan industri) sebesar 2.763 sst.
3. Menyediakan fasilitas telepon umum 50 unit di daerah yang potensial seperti
dekat pasar, terminal, pelabuhan, kawasan pariwisata, pinggiran jalan umum
yang dekat dengan pusat kegiatan sosial serta pusat kegiatan masyarakat.
Untuk pengembangan kebutuhan telepon diatas maka dalam perencanaan
jaringan telepon menyangkut pemilihan dan penilaian lokasi dari sentra telepon
dan rumah kabel.
1. Sentra telepon direncanakan berada di pusat KTM Tampo Lore.
2. Rumah Kabel (RK), sebagai titik pembagian saluran sekunder. Dimana
persyaratan dari rumah kabel adalah sebagai berikut :
� Kabel primer sebagai kabel catu dari sentral ke daerah pelayanan RK yang
bersangkutan harus sependek mungkin.
� Jumlah panjang kabel sekunder untuk menjangkau semua demand dalam
daerah pelayanan RK tersebut relatif pendek.
� Tidak ada tumpang tindih (over lapping) antara kabel primer dan sekunder.
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-43
� Dalam daerah pelayanan RK yang ridak homogen demannya, penempatan
RK lebih diarahkan ke lingkungan yang kepadatan demand-nya tinggi.
� Letak RK harus aman dari gangguan-gangguan seperti : pada persimpangan
jalan letak RK tidak boleh terlalu dekat dengan sudut jalan, terutama RK
yang ditempatkan di sisi kiri jalan dan tidak dibenarkan ditempatkan pada
tempat-tempat yang membahayakan para pejalan kaki.
5.2.5. Rencana Pengembangan Jaringan Persampahan
Permasalahan persampahan di KTM Tampo Lore perlu mengantisipasi
pertumbuhan permukiman dan aktivitas kota sehingga sejak awal telah dimiliki
mekanisme pengelolaan persampahan yang paling sesuai dengan karakteristik
KTM Tampo Lore.
Tabel 5.9
Standar Perhitungan Dan Sumber Timbunan Sampah
No Komponen
Sampah Satuan Volume ( lt )
1
2
3
4
Rumah Permanen
Toko/Ruko
Sekolah
Jalan
per orang per hari
per pegawai per hari
per murid per hari
per meter per hari
2,25 – 2,50
2,50 – 3,00
0,10 – 0,15
0,05 – 0,60
Beberapa hal yang memerlukan antisipasi antara lain alokasi ruang dengan
karakteristik yang tepat untuk pengelolaan akhir sampah. TPA perlu disiapkan
untuk dapat menampung produksi sampah yang akan dihasilkan dengan volume
sebagaimana tampak dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 5.10
Perkiraan Timbunan Sampah Dan Kebutuhan Sarana Dan Prasarana Angkutan
Sampah KTM Tampo Lore
No Uraian Satuan Tahun 2023
1 Jumlah Total Penduduk (P) jiwa 83,767
2 Proyeksi Skala pelayanan Pemda thd pddk (%) % 60
3 Jumlah Penduduk yang Terlayani Sampahnya (P X %) jiwa 50,260
4 Standar Sampah Domestik (SD) lt/or/hari 2
5 Standar Sampah Non Domestik
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-44
No Uraian Satuan Tahun 2023
a. Sampah Komersial lt/or/hari 3
b. Sampah Fasilitas Umum dan Perdagangan lt/or/hari 2
6 Volume Sampah Domestik P X % X SD m3/hari 75
7 Volume Sampah Non Domestik
a. Sampah Komersial m3/hari 45
b. Sampah Fasilitas Umum m3/hari 41
8 Volume Sampah Total (VS) m3/hari 161
9 Sistem Pelayanan (SP):
a. Pel. KoPosol % 85
b. Pel. Individual % 15
10 Kebutuhan Peralatan
a. Gerobak Sampah 1 m3 (VS X SP) buah 20
b. TPS kontainer besi 10 m3 buah 15
c. Truk terbuka 7 m3 (50%) buah 5
d. Dump-truck 8 m3 (40%) buah 4
e. Arm-roll truck 10 m3 (10%) buah 1
Sumber : Hasil Rencana 2009
Pengelolaan persampahan di perumahan tidak hanya terbatas pada cara
pengolahan dan pembuangannya saja agar tidak mencemari lingkungan. Aspek lain
yang perlu diperhatikan adalah pewadahan, pengumpulan dan pengangkutan
sampah.
a. Dalam pewadahan dan pengumpulan, pendekatan teknologi dan
pengetahuan dasar tentang masing-masing limbah padat atau sampah sangat
diperlukan agar tidak menimbulkan permasalahan, baik dari segi biaya
operasi maupun keselamatan kerja dan lingkungan. Sampah yang paling
dominan pada suatu kawasan perumahan adalah sampah domestik
merupakan sampah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah tangga dan sampah
yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan manusia di sekitar lokasi perumahan.
Setiap sumber sampah akan menghasilkan komponen-komponen yang
berbeda satu sama lainnya. Untuk sampah domestik akan dihasilkan sampah
yang terdiri dari sampah organik maupun anorganik.
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-45
b. Sistem pengumpulan untuk sampah domestik yang dihasilkan dari rumah
tangga maupun fasilitas lainnya dilaksanakan dengan sistem pewadahan dan
pengumpulan yang biasa dilakukan untuk sampah kota. Sampah-sampah
tersebut dipisahkan dari sampah lainnya yang masih bisa dimanfaatkan,
disimpan dalam suatu wadah yang mudah dipindah dan diangkut. Wadah-
wadah tersebut sebaiknya ditempakan pada lokasi yang mudah dicapai oleh
kendaraan pengumpul Pengumpulan dilakukan oleh beberapa truk untuk
kemudian disimpan dalam sebuah Tempat Penampungan Sementara (TPS)
yang letaknya berjauhan dari kawasan perumahan.
c. Sistem pengangkutan dari TPS ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dilakukan
secara periodik. Perhitungan sampah yang masuk berfluktuasi, tergantung
pada kegiatan industri tertentu dalam hari tertentu. Pada dasarnya buangan
pada tiap orang rata-rata 2.5 – 3.5 liter/orang/hari. Tetapi jumlah buangan
dari sisa proses yang tidak dapat dimanfaatkan lagi kemungkinan tidak tetap.
d. Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Belum adanya TPA sampai saat ini. Rekomendasi penempata TPA untuk
memfasilitasi kebutuhan KTM Tampo Lore dan sekitarnya berada di luar
kawasan perencanaan di wilayah sebelah selatan kota. Sistem pengelolaan
yang akan dikembangkan – sesuai dengan rencana pemerintah – adalah
Controlled Land Fill sebagai metoda disposal.
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten
Pola Operasional Pengelolaan Persampahan
Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
Gambar 5.7
Pola Operasional Pengelolaan Persampahan
V-46
Penyusunan Master Plan Kota Terpadu Mandiri
Kawasan Tampo-Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-46
NO SUMBER SAMPAH PENAMPUNGAN
BAK PLASTIK 50 lt r
BAK PLASTIK 50 lt r
PENYAPUAN DOOR TO DOOR
DOOR TO DOOR
DOOR TO DOOR
DOOR TO DOOR
KANTONG PLASTIK
PENGUMPULAN PEMINDAHAN PENGANGKUTAN
TPS
TPS
TPS
TPS
PEMUKIMAN TERATUR/DIPINGGIR JALAN
PEMUKIMAN TIDAK TERATUR
KOMERSIAL/PERTOKOAN
JALAN PROTOKOL
1
2
3
4
Penyusunan Masterplan Kota Terpadu Mandiri Kawasan Tampo Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-47
5.3 Pola Pemanfaatan Ruang Kawasan
Kriteria arahan dalam pemanfaatan ruang secara konseptual didasarkan pada nilai-nilai
ruang, antara lain :
1. Pertimbangan nilai suatu ruang yang berkaitan dengan nilai dan ketersediaan lahan
bagi bangunan serta taman kota (Rica Ordian Rent).
2. Nilai ruang berkaitan dengan posisi dalam suatu konfigurasi ruang atau nilai
keuntungan ruang terhadap lingkungan perkotaan (Location Rent).
3. Nilai ruang yang berkaitan dengan fungsi ekosistem seperti kawasan resapan air,
kawasan penyangga atau jalur hijau dan taman kota.
4. Nilai ruang yang berkaitan dengan tata nilai dan budaya masyarakat seperti tempat
suci, balai pertemuan dan tempat bersejarah lainnya (Sosio Kultural – Rent).
5. Nilai ruang yang berkaitan dengan nilai strategis suatu lokasi (Merit-Rent) yang dapat
menunjang terhadap kepentingan umum.
Berdasarkan struktur pelayanan kegiatan sebagaimana telah dibahas di atas maka dapat
dijabarkan juga mengenai arahan pemanfaatan ruang kawasan perkotaan berdasarkan
kebutuhannya. Rencana alokasi pemanfaatan ruang untuk kawasan perencanaan
ditujukan untuk efisiensi pelayanan yang disediakan pada tiap-tiap Unit Lingkungan.
Dimana aktivitas kegiatan sosial yang sifatnya lokal dapat dipenuhi pada tiap-tiap unit
lingkungan, terkecuali untuk kebutuhan yang berskala primer tidak harus ada pada setiap
unit lingkungan. Untuk pelayanan lokal yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
setempat tersebar pada tiap-tiap unit lingkungan.
Untuk memudahkan pencapaian terhadap lokasi kegiatan, pelayanan lokal diarahkan di
pusat-pusat unit lingkungan dengan sistem “Neighbourhood Unit “ sebagai dasar
perencanaan efisiensi secara teknis, karena pada prinsipnya sistem ini bisa memberikan
pelayanan yang efektif kepada masyarakat dengan penyediaan berbagai fasilitas
Penyusunan Masterplan Kota Terpadu Mandiri Kawasan Tampo Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-48
kebutuhan pada suatu unit lingkungan. Keuntungan-keuntungan sistem ini sebagai
planning unit adalah :
� Memudahkan untuk mendapatkan kebutuhan barang dan jasa secara mudah,
sehingga menjamin ketentraman bagi penduduk.
� Memudahkan interaksi antar kegiatan satu dengan kegiatan lainnya.
� Penyebaran fasilitas secara merata dalam penyediaan fasilitas kota.
Adapun elemen-elemen pembentuk ruang yang direncanakan dan akan dialokasikan
menurut jenis, luas maupun penyebarannya dapat dijabarkan di bawah ini, antara lain :
5.3.1 Perumahan
Perumahan merupakan salah satu komponen fisik suatu daerah yang akan membentuk
suatu kawasan pemukiman, disamping itu perumahan juga merupakan salah satu
kebutuhan pokok selain pangan dan sandang.
Pada kawasan perencanaan pola pemukiman dan perumahan dipengaruhi oleh kondisi,
kesejahteraan masyarakat, jumlah penduduk dan karakteristik sosial ekonomi masyarakat
serta ketersediaan lahan untuk kebutuhan perumahan.
Penelaahan kawasan pemukiman meliputi identifikasi awal kearah pembentukan
kelompok-kelompok pemukiman dimana arah pembentukan lingkungan perumahan
didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut :
� Peningkatan kualitas perumahan, sehingga lingkungan perumahan yang terbentuk
dapat menciptakan suasana yang nyaman
� Menampilkan karakter kelompok pemukiman/unit lingkungan sebagai suatu satu
kesatuan
� Adanya rencana jalan masuk dan keluar dari setiap unit lingkungan perumahan
sehingga pencapaian suatu kawasan ke kawasan lain relative mudah di capai
� Penempatan pusat pelayanan sebagai komponen pengikat setiap unit perumahaan
yang mempunyai jarak tempuh yang relative dekat
Penyusunan Masterplan Kota Terpadu Mandiri Kawasan Tampo Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-49
� Pemanfaatan ruang terbuka sebagai suatu orintasi kegiatan di setiap unit lingkungan
perumahan yang dijadikan unsur pengikat dan dapat diwujudkan dalam bentuk taman
dan fasilitas sosial yang sifatnya lokal.
Berdasarkan kondisinya rumah-rumah di Kawasan Perencanaan, umumnya mempunyai
kondisi sedang dan baik meskipun ada beberapa kondisinya yang rusak karena usia, selain
itu sebagian besar adalah permanen.
Dengan melihat kecenderungan perkembangan jumlah penduduk dimasa yang akan
datang maka peningkatan kebutuhan rumah pun akan semakin bertambah.
Untuk melihat kecenderungan perkembangan rumah dimasa yang akan datang dapat
diperkirakan berapa kebutuhan rumah yang harus disediakan. Adapun dasar perhitungan
kebutuhan rumah didasarkan pada perkiraan jumlah penduduk dengan asumsi 1 unit
rumah dihuni oleh 4 jiwa yang terdiri dari bapak, ibu dan 2 orang anak. Kebutuhan
perumahan untuk kawasan perencanaan dihitung berdasarkan luasan lahan yang bisa
untuk dikembangkan sebagai lahan perumahan. Selain itu juga melihat standar rumah
dimana dalam setiap rumah mewakili 1 kk yang terdiri dari 5 jiwa. Berdasarkan pada
asumsi di atas dapat diperkirakan kebutuhan rumah di kawasan perencanaan hingga akhir
tahun perencanaan 2013 dapat dilihat pada table 5.10.
Tabel 5.11
Perkiraan Kebutuhan Fasilitas Perumahan
Di Kawasan Perencanaan Tahun 2013
No. Jenis Fasilitas
Rumah
Kebutuhan Fasilitas dan
Ruang
Jumlah
(Unit)
Luas
( M² )
1. Kecil 3.537 530.550
2. Sedang 2.688 806.400
3. Besar 2.025 810.000
Jumlah 8.250 2.146.950
Sumber : Hasil Analisis
Penyusunan Masterplan Kota Terpadu Mandiri Kawasan Tampo Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-50
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penyebaran perumahan terencana sesuai
dengan kriteria kawasan perumahan yaitu :
� Aksesibilitas perumahan terhadap pusat kegiatan perkotaan cukup tinggi dan terkait
dengan fungsi kegiatan kawasan perencanaan.
� Ketersediaan lahan dan kesesuaian lahan sangat menunjang terhadap kondisi
kawasan perencanaan.
� Dalam pengembangan perumahan tidak hanya diperuntukan bagi pelayanan
penduduk kawasan perencanaan, tetapi dapat melayani penduduk dari luar kawasan
perencanaan.
� Ketersediaan sumber air bersih harus terpenuhi, baik dari sumber air setempat
maupun pelayanan dari PDAM.
5.3.2. Fasilitas Pendidikan
Rencana kebutuhan fasilitas pendidikan untuk skala lokal/lingkungan didasarkan pada
penduduk pendukung, sedangkan untuk skala regional seperti perguruan tinggi
didasarkan pada fungsi kawasan. Bagi fasilitas yang sudah tersedia dan melebihi jumlah
yang direncanakan tidak perlu adanya penambahan, sedangkan fasilitas yang jumlahnya
kurang berdasarkan rencana perlu disesuaikan kebutuhannya.
Berdasarkan hasil perhitungan, rencana kebutuhan fasilitas pendidikan di kawasan
perencanaan dibutuhkan fasilitas SLTA 3 unit dengan luas lahan yang dibutuhkan untuk
pengembangan seluas 15.000 m². Sedangkan untuk fasilitas TK, SD dan SLTP sampai akhir
tahun perencanaan 2013 sudah mencukupi bahkan ada yang melebihi jumlah yang
dibutuhkan. Untuk lebih jelasnya perkiraan kebutuhan fasilitas pendidikan di kawasan
perencanaan dapat dilihat pada Tabel 5.12.
Penyusunan Masterplan Kota Terpadu Mandiri Kawasan Tampo Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-51
Tabel 5.12
Rencana Kebutuhan Fasilitas Pendidikan
Di Kawasan Perencanaan Sampai Tahun 2013
No Jenis
Fasilitas
Jumlah
Penduduk
Tahun
2013
(Jiwa)
Standar
Eksisting
(unit)
Kebutuhan
Penduduk
(Jiwa)
Luas
(m2)
Unit Luas
(m2)
1 TK
21.218
1.000 1.200 22 - -
2 SD 1.600 3.600 25 - -
3 SLTP 4.800 5.000 4 - -
4 SLTA 4.800 5.000 1 3 15.000
Jumlah 52 3 15.000
Sumber : Hasil Rencana Tahun 2006
5.3.3 Fasilitas Kesehatan
Untuk melayani kebutuhan pelayanan kesehatan di kawasan perencanaan saat ini
terdapat puskesmas dan puskesmas pembantu (pustu), tetapi fasilitas yang ada belum
memenuhi kebutuhan masyarakat secara optimal sehingga masih banyak penduduk yang
berobat ke luar kawasan perencanaan. Belum optimalnya fasilitas yang ada disebabkan
belum lengkapnya sarana maupun tenaga medis yang tersedia, seperti ruang rawat inap,
rawat jalan, apotik/toko obat maupun tenaga dokter.
Untuk lebih menunjang optimalisasi fasilitas yang ada dimasa yang akan datang perlu
lebih ditingkatkan serta menambah perlengkapan yang dibutuhkan, baik peningkatan
fasilitas maupun penambahan tenaga medis. Berdasarkan kondisi saat ini rencana
kebutuhan fasilitas kesehatan dimasa mendatang dibutuhkan 1 unit tempat praktek
dokter dan apotik.
Penyusunan Masterplan Kota Terpadu Mandiri Kawasan Tampo Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-52
Tabel 5.13
Rencana Kebutuhan Fasilitas Kesehatan
Di Kawasan Perencanaan Tahun 2013
No Jenis
Fasilitas
Jumlah
Penduduk
Tahun
2013
(Jiwa)
Standar
Eksisti
ng
(unit)
Kebutuhan
Penduduk
(Jiwa)
Luas
(m2)
Unit Luas
(m2)
1 Puskesmas
21.218
30.000 650 4 - -
2 P.
Pembantu 6.000 500 16 - -
3 Apotik 10.000 350 - 2 700
4 Posyandu - - 22 - -
5 Praktek
Dokter 5.000 550 3 1 550
6
Balai
Pengobatan 1.000 300 37 - -
Jumlah 3 1.250
Sumber : Hasil Rencana Tahun 2006
5.3.4. Fasilitas Peribadatan
Sehubungan dengan penduduk yang ada di kawasan perencanaan umumnya pemeluk
agama Islam, maka untuk memenuhi pelayanan fasilitas peribadatan hanya fasilitas untuk
umat Islam. Berdasarkan jumlah eksisting jumlah fasilitas yang ada sudah dapat melayani
hingga akhir tahun perencanaan, tetapi berdasarkan kualitasnya belum memiliki fasilitas
berskala regional, untuk itu dalam perencanaan ini diarahkan pengembangan mesjid
kecamatan, gereja kecamatan, dan pura kecamatan masing-masing seluas 5.000 m2.
Tabel 5.14
Perkiraan Kebutuhan Fasilitas Peribadatan
Di Kawasan Perencanaan Tahun 2013
No Jenis
Fasilitas
Jumlah
Penduduk
Tahun
2013
(Jiwa)
Standar
Eksist
ing
(unit)
Kebutuhan
Pendud
uk
(Jiwa)
Luas
(m2)
Unit Luas
(m2)
1 Mesjid 22.218
10.000 1.750 22 - -
2 Pura 10.000 1.750 2 - -
Penyusunan Masterplan Kota Terpadu Mandiri Kawasan Tampo Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-53
3 Gereja 10.000 1.750 74 - -
Jumlah - - -
Sumber : Hasil Analisis
5.3.5. Fasilitas Perdagangan
Penyebaran fasilitas perdagangan pada saat ini di kawasan perencanaan teraglomerasi di
unit lingkungan I dan III berupa pasar, warung dan kios. Hanya pasar yang mempunyai
skala pelayanan lokal dan yang lain umumnya masih merupakan skala pelayanan
lingkungan.
Untuk fasilitas pasar, meskipun tidak membutuhkan penambahan tetapi keberadaan
pasar yang ada saat ini perlu direlokasi, mengingat lokasi yang ada saat ini tidak sesuai
lagi disamping lokasinya berada diantara jalur jalan utama, hal ini akan menyulitkan untuk
perkembangan serta jika jalan yang ada saat ini ditingkatkan statusnya keberadaan pasar
akan mengganggu lalu lintas.
Tabel 5.15
Rencana Kebutuhan Fasilitas Perdagangan dan Luas Lahan
Di Kawasan Perencanaan Tahun 2013
No Jenis Fasilitas
Jumlah
Pendudu
k 2013
Standar Kebutuhan
Pendudu
k (Jiwa)
Luas
(m2)
Unit Luas
(m2)
1 Warung
21.218
250 100 84 5.500
2 Pertokoan 2.500 1.200 8 7.200
3 Pusat.
Perbelanjaan 30.000 13.500 1 10000
Jumlah 142 22.700
Sumber : Hasil Rencana Tahun 2009
Keterangan : 1 unit pertokoan terdiri dari 19 lokal toko ukuran bangunan 5x10 m
atau 50 m², diperoleh dari 1200 m² x KDB 80% = 960 m² dibagi 50 = 19 lokal
Penempatan bisa menyatu maupun tersebar.
Penyusunan Masterplan Kota Terpadu Mandiri Kawasan Tampo Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-54
5.3.6. Fasilitas Pelayanan Umum
Lokasi fasilitas pelayanan umum di kawasan perencanaan pada saat ini penempatannya
tersebar, sehingga untuk tingkat pelayanan kabupaten fasilitas yang ada kurang
memberikan kesan bahwa kawasan perencanaan berfungsi sebagai pusat kabupaten dan
tidak memberikan tanda/ciri suatu kawasan berupa landmark kota.
Untuk lebih memberikan kesan sebagai kawasan perkantoran, arahan pengembangan
dimasa yang akan datang untuk fasilitas perkantoran diarahkan di unit lingkungan I sekitar
kantor camat. Adapun rencana untuk pengembangan fasilitas pelayanan umum
dibutuhkan fasilitas; seperti Kantor Pos Pembantu, Kantor Polisi, Koramil, Pemadam
Kebakaran, PDAM, Pos Keamanan serta fasilitas penunjang seperti parkir dan MCK. Lebih
jelasnya mengenai kebutuhan fasilitas pelayanan umum dapat dilihat pada Tabel 5.16
Tabel 5.16
Rencana Kebutuhan Fasilitas Pelayanan Umum
dan Luas Lahan Di Kawasan Perencanaan Tahun 2013
No Jenis Fasilitas Jumlah Penduduk
2013
Standar Kebutuhan
Penduduk
(Jiwa)
Luas
(m2)
Unit Luas
(m2)
1 Kantor Lingkungan
21.218
30.000 500 1 500
2 Pos polisi 30.000 200 1 200
3 Pos pemadam
kebakaran 30.000 100 1 100
4 Parkir umum + MCK 30.000 200 1 200
5 Balai pertemuan 2.500 300 8 2.400
Jumlah 12 3.400
Sumber : Hasil Analisis
Secara khusus kriteria pengarahan lokasi kawasan perkantoran untuk kawasan
perencanaan adalah :
a. Untuk menunjang fungsi kota sebagai pusat pelayanan administrasi.
Penyusunan Masterplan Kota Terpadu Mandiri Kawasan Tampo Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-55
b. Aksesibilitas yang cukup tinggi karena berada pada suatu kawasan yang berfungsi
sebagai kawasan perkotaan dimana fungsi pelayanannya harus bisa memenuhi
masyarakat dengan aksesibilitas yang tinggi.
c. Kesesuaian lahan untuk pengembangan fasilitas perkotaan cukup sesuai.
d. Akan menambah peranan fungsi kota sebagai pusat pelayanan dan akan
mempengaruhi pelayanan secara efektif dalam bentuk ruang kawasan.
5.3.7. Fasilitas Taman Bermain dan Olah Raga
Fasilitas taman bermain dan olah raga merupakan fasilitas rekreasi bagi lingkungan
penduduk setempat berupa taman dan ruang terbuka. Kebutuhan ruang terbuka/taman
sampai tahun 2010 disesuaikan dengan tingkat kebutuhan lingkungan berdasarkan
standar jumlah penduduk. Adapun rencana kebutuhan pengembangan fasilitas tersebut
dapat dilihat pada Tabel 5.15.
Tabel 5.17
Rencana Kebutuhan Fasilitas Tempat Bermain
Dan Olah Raga Di Kawasan Perencanaan Tahun 2013
No
Jenis
Fasilitas
Jumlah
Penduduk
tahun
2013
Standar Kebutuhan
Penduduk
(Jiwa)
Luas
(m2)
Unit Luas
(m2)
1 Taman
21.218
250 250 84 21.000
2 Taman
bermain 2.500 1.250 8 10.000
3 Olah Raga 0,3
m²/Pddk 9.000 2 18.000
4 Jalur hjau 15
m²/Pddk - - 206.265
Jumlah 94 255.265
Sumber : Hasil Rencana Tahun 2009
Penyusunan Masterplan Kota Terpadu Mandiri Kawasan Tampo Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-56
5.3.8. Fasilitas Hiburan dan Rekreasi
Fasilitas hiburan dan rekreasi merupakan fasilitas pelengkap bagi kebutuhan penduduk,
yang termasuk fasilitas ini menurut standar perencanaan, diantaranya adalah Gedung
Serba Guna (GSG), Balai Pertemuan dan Bioskop. Mengenai perkiraan kebutuhan fasilitas
hiburan dan rekreasi di kawasan perencanaan dapat dilihat pada Tabel 5.16.
Tabel 5.18
Perkiraan Kebutuhan Fasilitas Hiburan Dan Rekreasi
Di Kawasan Perencanaan Tahun 2013
No. Jenis Fasilitas Standar
Kebutuhan
Kebutuhan Pengembangan
Jumlah (Unit) Lahan (m²)
1. Gedung Serba Guna 0,10 m²/pddk 1 2.121
2. Balai Pertemuan 0,12 m²/pddk 1 2.546
3. Gedung Kesenian 0,10 m²/pddk 1 2.121
4. Kegiatan Keagamaan 0,10 m²/pddk 1 2.121
Jumlah - 4 8909
Sumber : Hasil Analisis
5.3.9. Terminal Kendaraan dan Ruang Parkir Umum
Fasilitas terminal kendaraan keberadaannya selain sebagai tempat menurunkan dan
menaikkan penumpang juga dapat berfungsi sebagai simpul pergerakan. Kebutuhan
fasilitas tersebut dipersiapkan dalam mengantisipasi perkembangan dimasa yang akan
datang, saat ini gejalanya sudah terlihat dimana perkiraan peningkatan volume lalu lintas
harian pada jalan utama yang melalui kawasan perencanaan, selain itu moda angkutan
yang menuju maupun melalui kawasan perencanaan diperkirakan akan meningkat.
Berdasarkan kondisi kawasan saat ini jenis kebutuhan terminal adalah tipe C dengan luas
lahan kurang atau sama dengan 1 Ha. Lokasi pengembangan fasilitas terminal kendaraan
diarahkan dalam menunjang pergerakan dari dan ke dalam kawasan perencanaan dengan
menghindari konflik lalu lintas di kawasan perencanaan, sehingga penempatannya akan
Penyusunan Masterplan Kota Terpadu Mandiri Kawasan Tampo Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-57
dialokasikan di sekitar jalan utama. Luas lahan untuk pengembangan terminal dibutuhkan
seluas 10.000 m².
5.4.10 Industri dan Pergudangan
Jenis industri yang dimaksud adalah industri kecil (home industri) yang pengolahannya
masih relatif sederhana dan ramah lingkungan sehingga keberadaannya tidak akan
menggangu dan merusak lingkungan. Jenis industri kecil yang ada dan mempunyai
prospek berkembang saat ini di kawasan perencanaan adalah industri pengolahan hasil
perkebunan sawit dan pertanian (padi). Industri tersebut sifatnya masih individu dan
berlokasi terpencar.
Dengan kemungkinan akan terus berkembang, maka dimasa mendatang lokasi industri ini
perlu diarahkan agar membentuk suatu kawasan industri. Untuk pengembangannya
diarahkan pada lokasi yang berdekatan dengan bahan baku yaitu di bagian selatan
kawasan perencanaan (UL I) dan dilengkapi fasilitas pergudangan. Adapun lahan yang
dialokasikan untuk pengembangannya dibutuhkan lahan seluas 20.000 m².
5.4.11 Rekapitulasi Perkiraan Kebutuhan Ruang Kawasan Perencanaan
Perkiraan kebutuhan ruang pada dasarnya suatu pendekatan untuk memperkirakan
besarnya kebutuhan ruang untuk mendukung berbagai kegiatan yang berkembang dan
dikembangkan sesuai dengan arahan fungsi kawasan dan perkembangan penduduk pada
masa mendatang. Oleh sebab itu dalam perkiraan kebutuhan ruang ini selain faktor
penduduk dan perkiraan kebutuhan fasilitas, faktor fungsi kawasan merupakan faktor
penting yang harus dipertimbangkan, mengingat besar-kecilnya fungsi kawasan serta
keragaman fungsi kecamatan akan berpengaruh langsung terhadap besaran kebutuhan
ruang suatu kawasan.
Atas dasar pertimbangan diatas serta dengan mengacu kepada perkiraan jumlah
penduduk tahun 2013, jumlah kebutuhan fasilitas serta kebutuhan besaran ruang
masing-masing pada tahun akhir perencanaan dapat diperoleh.
Penyusunan Masterplan Kota Terpadu Mandiri Kawasan Tampo Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-58
Dengan perkiraan jumlah penduduk pada tahun 2013 sebanyak 21.218 jiwa, dapat
diperkirakan kebutuhan ruang untuk berbagai fasilitas dan utilitas di Kawasan
perencanaan sampai akhir tahun perencanaan, seperti terlihat pada Tabel 5.19.
Tabel 5.19
Rekapitulasi Rencana Kebutuhan Pengembangan Fasilitas Dan Luas Lahan
Di Kawasan Perencanaan Tahun 2013
No. Jenis Fasilitas
Perkiraan Kebutuhan
Fasilitas
(Unit)
Luas Lahan
(m2)
1. Perumahan 8.250 2.146.950
2. Pendidikan 3 15.000
3. Kesehatan 3 1.250
4. Perdagangan 142 22.700
5. Peribadatan 3 15.000
6. Fasilitas Pelayanan Umum 12 3.400
7. Fasilitas Taman Bermain dan OR 94 255.265
8. Fasilitas Hiburan dan Rekreasi 4 8.909
9. Terminal Kendaraan dan Parkir 1 10.000
10. Industri dan Pergudangan 1 20.000
Jumlah 8.513 2.498.474
Sumber : Hasil Rencana Tahun 2009
5.4. Pedoman Pelaksanaan Pembangunan Kawasan Fungsional Perkotaan
Ruang perkotaan sebagai wadah dalam menampung penduduk dan berbagai aktifitasnya
senantiasa berubah pemanfaatannya setiap saat sesuai dengan keinginan manusia
sebagai pengguna (user), untuk selanjutnya pemanfaatan ruang oleh penduduk dan
aktifitasnya ini disebut fungsi kawasan/ruang.
Tanpa adanya pengelolaan dan pengendalian dalam pemanfaatan ruang biasanya
perubahan tadi cenderung mengarah pada terjadinya kesalahan dalam pemanfaatan
lahan (disfungsi lahan) yang berakibat pada kerusakan lingkungan, terbentuknya
lingkungan kumuh (slum area) dan sebagainya.
Penyusunan Masterplan Kota Terpadu Mandiri Kawasan Tampo Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-59
Bagi kawasan perencanaan yang saat ini masih lambat perkembangannya merupakan
kesempatan dilakukannya penataan sebelum terjadinya hal-hal seperti di atas, karena
tidak menutup kemungkinan dimasa yang akan datang perkembangan di kawasan
perencanaan mengalami perkembangan yang pesat. Untuk mengantisipasi perkembangan
tersebut perlu adanya pengaturan dan pengelolaan pembangunan.
Pedoman pelaksanaan pembangunan merupakan salah satu langkah dalam pengaturan
pelaksanaan pembangunan melalui penerapan aturan dalam proses membangun. Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses pembangunan guna memperoleh
hasil pembangunan yang optimal, serasi dan seimbang, diantaranya melalui pengaturan
yang akan dibahas di bawah ini.
5.5.1. Arahan Kepadatan Bangunan
Pengaturan intensitas bangunan sangatlah diperlukan dalam upaya menjaga kualitas
ruang dan lingkungan. Intensitas bangunan yang tidak terencana akan mengakibatkan
terdapatnya daerah-daerah yang mempunyai kepadatan bangunan tinggi dan
memburuknya kualitas lingkungan pada daerah-daerah tersebut.
Strategi yang diharapkan dapat dilaksanakan untuk melakukan penataan intensitas
bangunan akan mempunyai hubungan yang cukup kuat terhadap penataan Koefisien
Dasar Bangunan (KDB) atau Building Coverage Ratio (BCR) dan Koefisien Lantai Bangunan
(KLB) atau Floor Area Ratio (FAR).
Penanganan intensitas tata guna lahan dapat diasumsikan pula sebagai pengendalian
tingkat kepadatan bangunan pada setiap unit lahan dengan tingkat kepadatan bangunan
ditetapkan berdasarkan kawasan-kawasan yang berfungsi sebagai lingkungan, yang
diselaraskan dengan keadaan penggunaan lahannya. Pengaturan kepadatan bangunan
akan mempunyai arti kenyamanan. Bangunan yang berkaitan dengan pola sirkulasi udara
dan intensitas penyinaran matahari yang dibutuhkan oleh setiap jenis bangunan. Hal
tersebut sangat bermanfaat dalam upaya menjaga kesehatan penghuni bangunan.
Yang menjadi dasar pertimbangan dalam pengaturan intensitas bangunan dalam suatu
ruang adalah :
Penyusunan Masterplan Kota Terpadu Mandiri Kawasan Tampo Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-60
� Kepadatan bangunan untuk segala jenis bangunan yang ada.
� Jumlah bangunan dan luas lahan yang tersedia untuk pembangunan fasilitas
pelayanan.
Tujuan dari penetapan kepadatan bangunan agar tercipta keseimbangan lingkungan antar
faktor fisik alam dan faktor buatan yaitu tercipta :
� Keseimbangan penyebaran penduduk di kawasan perencanaan sesuai dengan
peruntukan.
� Adanya keseimbangan penyebaran kawasan peruntukan dan kesesuaian lingkungan.
� Membentuk suatu kesatuan lingkungan yang lebih kompak.
� Daya guna dan hasil guna pelayanan sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan.
� Agar tidak terjadi pemanfaatan lahan yang tidak berlebihan dan sesuai dengan kaidah-
kaidah perencanaan.
Langkah-langkah yang dituju untuk mencapai kepadatan bangunan yang seimbang dapat
dicapai, melalui :
A. Pengaturan Koefisien Dasar Bangunan
Maksud dan penetapan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) ditujukan untuk
menentukan intensitas penggunaan lahan yang berguna bagi pengendalian/kontrol
pembangunan fisik yang diselaraskan dengan pengembangan lingkungan.
Tujuan ditetapkan KDB pada suatu kawasan adalah :
� Agar dapat mempertahankan tingkat keberadaan ruang terbuka.
� Untuk menyediakan lahan parkir minimum bagi bangunan yang memerlukannya.
� Dapat mempertahankan ruang antara bangunan guna mendapatkan penyinaran
matahari dan keserasian lingkungan.
� Mengarahkan struktur bangunan agar terdapat keselarasan dan kenyamanan
ruang gerak serta keteraturan bangunan-bangunan di masa yang akan datang.
Pengaturan koefisien Dasar Bangunan dibedakan oleh intensitas bangunan mulai dari
intensitas tinggi hingga sangat rendah, adapun KDB yang diarahkan di kawasan
Penyusunan Masterplan Kota Terpadu Mandiri Kawasan Tampo Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-61
perencanaan diterapkan sebagai berikut :
� Untuk blok peruntukan dengan KDB sangat tinggi adalah lebih dari 75%
� Untuk blok peruntukan dengan KDB tinggi adalah antara 50 % - 75%
� Untuk blok peruntukan dengan KDB menengah antara 20% - 50%
� Untuk blok peruntukan dengan KDB rendah antara 5% - 20%
� Untuk blok peruntukan dengan KDB sangat rendah lebih kecil dari 5%
Untuk menunjang sistem kelestarian lingkungan disarankan untuk lahan parkir tidak
ditutup dengan tembok tetapi memakai system paving blok, untuk memudahkan
penyerapan air.
B. Pengaturan Koefisien Lantai Bangunan
Intensitas pemakaian ruang secara vertikal ini dinyatakan dalam KLB (Koefesien Lantai
Bangunan) atau FAR (Floor Area Ratio) yang dinyatakan dalam bentuk perbandingan
antara jumlah seluruh luas lantai bangunan dibansing dengan luas persilnya.
Keteraturan dalam ketinggian bangunan ini akan mempengaruhi kesan visual kota
yang rapih dan teratur.
Sesuai dengan pengertian di atas bahwa besarnya Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
pada dasarnya mencerminkan jumlah lantai bangunan. Berdasarkan kemampuan dan
fungsinya, pengaturan lantai bangunan yang di kawasan perencanaan maksimal dua
lantai atau paling tinggi 2 kali dari luas lantai dasar bangunan hal ini diperuntukan
khusus di sekitar koridor jalan utama. Secara lebih rinci mengenai rencana intensitas
penggunaan lahan untuk KLB maksimum 2 lantai dapat dijelaskan di bawah ini :
� Untuk blok peruntukan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sangat tinggi, Koefisien
Lantai Bangunan (KLB) diperbolehkan lebih dari 1,50
� Untuk blok peruntukan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) menengah, Koefisien
Lantai Bangunan (KLB) diperbolehkan antara 0,40 – 1,00
Penyusunan Masterplan Kota Terpadu Mandiri Kawasan Tampo Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-62
� Untuk blok peruntukan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) rendah, Koefisien Lantai
Bangunan (KLB) diperbolehkan antara 0,10 – 0,40
� Untuk blok peruntukan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sangat rendah, Koefisien
Lantai Bangunan (KLB) diperbolehkan lebih kecil dari 0,10
Dalam penentuan Koefisien Lantai Bangunan hal yang perlu dipertimbangkan adalah :
1. Tingkat perkembangan kegiatan.
Semakin tinggi tingkat perkembangan kegiatan pada suatu lokasi maka semakin
besar pembangunan secara vertikal.
2. Jenis Peruntukan Bangunan.
Pada umumnya bangunan-bangunan yang cenderung vertikal dalam kawasan
perkotaan adalah bangunan yang bersifat komersial yaitu perdagangan dan jasa.
3. Luas Lantai Dasar Bangunan.
Luas Lantai Dasar Bangunan terhadap kavling, semakin kecil perbandingan luas
lantai terhadap kavling maka kecenderungan perkembangan bangunan vertikal.
4. Lokasi bangunan.
Faktor lokasi sangat berpengaruh terhadap perkembangan bangunan secara
vertikal. Bangunan yang berlokasi pada daerah yang strategis kecenderungan
orientasi bangunan akan mengarah vertikal.
C. Arahan Ketinggian Bangunan
Ketinggian bangunan untuk kawasan perencanan didasari oleh jumlah lantai
bangunan maksimal, sedangkan maksimal jumlah lantai yang diperuntukan 2 lantai,
maka rencana ketinggian bangunan hingga puncak bangunan maksimum 12 m untuk
bangunan 2 lantai.
Ada beberapa pertimbangan dalam penentuan tinggi bangunan, diantaranya :
� Tidak menghalangi view yang ada di sekitar kawasan perencanaan, mengingat
kawasan perencanan memiliki panorama alam yang bagus.
Penyusunan Masterplan Kota Terpadu Mandiri Kawasan Tampo Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-63
� Tingkat kestabilan tanah. Pada lahan pertanian subur biasanya sifat tanah gembur
dan porositas tinggi, sehingga tanah menjadi labil.
� Ketersediaan lahan pengembangan masih cukup luas, sehingga pengembangan
dapat dilakukan secara horizontal.
5.5.2. Rencana Perpetakan Bangunan
Pengembangan tata ruang kawasan strategis Tampo Lore pada prinsipnya untuk
menunjang perkembangan fungsi kawasan di masa yang akan datang dalam
mengantisipasi perluasan pengembangan bangunan lainnya.
Pada kenyataan pengembangan suatu kota tidak hanya mementingkan aspek
perkembangan jumlah penduduk dari dalam kawasan saja melainkan pertimbangan-
pertimbangan kebutuhan pengembangan di masa yang akan datang dengan
mempertimbangkan faktor-faktor kebutuhan dan luas kawasan dengan penyediaan
fasilitas penunjang permukiman. Adapun fasilitas pendukung permukiman fungsinya
adalah untuk mendukung aktifitas dalam kegiatan permukiman.
Sebagai konsekuensi dari pengembangan kawasan perencanaan dalam rangka memenuhi
kebutuhan pengembangan, maka diperlukan lahan kosong yang dapat dikembangkan.
Berdasarkan situasi ini, maka alternatif dalam pengembangan pemanfaatan lahan dapat
diarahkan sebagai berikut :
1. Pengembangan lahan terbangun diarahkan pada lahan-lahan kosong yang tingkat
produktifitasnya rendah atau belum dimanfaatkan.
2. pengembangan ruang dilakukan dengan menerapkan konsep konsolidasi lahan, site ini
cenderung dikembangkan terutama pada lahan-lahan perumahan.
3. Pemanfaatan lahan eksisting yang mempunyai nilai ekonomis dan produktifitas tinggi
dipertahankan fungsinya.
Arahan luas perpetakan lahan yang dikembangkan untuk penggunaan terbangun
disesuaikan dengan tingkat kebutuhan. Kebutuhan petak bangunan untuk perumahan,
ketentuan luasannya disesuaikan berdasarkan standar dengan perbandingan 1 : 3 : 6.
Penyusunan Masterplan Kota Terpadu Mandiri Kawasan Tampo Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-64
Untuk kavling besar dibutuhkan 400 m² per unit bangunan, kapling sedang 300 m² dan
kapling kecil 150 m² per unit bangunan, selain itu dilengkapi dengan fasilitas dan utilitas.
Adapun kriteria pengaturan tata letak bangunan diuraikan sebagai berikut :
1. Kapling diatur memanjang dan arahnya lurus dengan jalan, hal ini bertujuan untuk
mengurangi tingkat kebisingan dan meningkatkan efisiensi penggunaan lahan.
2. Fasilitas lingkungan letaknya dapat di jangkau di sekitar kawasan permukiman atau di
pusat-pusat unit lingkungan.
3. Pengaturan tata letak bangunan di sesuaikan dengan hirarki jalan yang ada.
4. Ditunjang oleh jaringan jalan untuk mempermudah sirkulasi pergerakan.
5. Dapat mencerminkan aspek kelestarian lingkungan.
6. Untuk pemanfaatan lahan non terbangun (dipertahankan fungsinya) luas petak lahan
disesuaikan dengan keadaan aslinya, kecuali bila akan dilakukan perubahan.
5.5.3. Arahan Garis Sempadan Bangunan
Arahan penentuan Garis Sempadan Bangunan (GSB) di kawasan perencanaan dibedakan
dalam dua arahan, yaitu Garis Sempadan Bangunan dan Garis Sempadan Muka Bangunan.
Ketentuan yang membedakan pengertian kedua garis sempadan tersebut berdasarkan
peraturan pemerintah No 26 tahun 1985 mengenai daerah penggunaan jalan tentang
Garis Sempadan adalah, jarak Garis Sempadan Bangunan ditentukan setengah dari lebar
daerah milik jalan atau ½ (damija), sedangkan Garis Sempadan Muka Bangunan adalah
setengah lebar daerah milik jalan ditambah satu atau ½ (damija) + 1.
Adapun pengertian Garis Sempadan Bangunan adalah jarak yang diperbolehkan
berdirinya bangunan dari tepi daerah milik jalan (damija), sedangkan daerah Pengawasan
Jalan adalah batas luar pengawasan jalan diukur dari as jalan yang diperuntukan bagi
pandangan bebas pengemudi dan pengamanan kontruksi jalan. Untuk jalan di lingkungan
permukiman konvensional jarak GSB diarahkan minimal 2,5 m dari tepi luar untuk
perluasan jalan.
Penyusunan Masterplan Kota Terpadu Mandiri Kawasan Tampo Lore, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah
V-65
Tabel 5.20
Rencana Garis Sempadan Bangunan
di Kawasan Perencanaan
No Fungsi Jalan Perkerasan Damija
Garis Sempadan
Bangunan Muka
Bangunan
1.
Kolektor Primer 8 meter 25 meter 12,5
meter
13,5 meter
2. Lokal Primer 6 meter 15 meter 7,5 meter 8,5 meter
3. Jalan Lingkungan I 5 meter 7 meter 3,5 meter 4,5 meter
4.
Jalan Lingkungan
II
4 meter 6 meter - -
Sumber : Hasil Rencana Tahun 2009