bab vi

Upload: ogiatma-dalefri

Post on 15-Oct-2015

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 109

    BAB VI

    PEMBAHASAN

    Pembahasan dilakukan karena adanya kesenjangan yang muncul setelah

    peneliti melakukan penelitian kemudian melakukan perbandingan antara teori

    dengan hasil penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian faktor-faktor yang

    berhubungan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) anak remaja kelas

    VII dan VIII di SMP 258 Kelurahan Cibubur Jakarta Timur Tahun 2011. Dengan

    jumlah responden siswa kelas VII dan VIII sebanyak 158 responden. Sistematika

    pembahasan hasil penelitian ini dibagi menjadi pembahasan mengenai

    keterbatasan penelitian dan pembahasan hasil penelitian.

    A. Keterbatasan Penelitian

    Dalam penelitian ini peneliti menemukan berbagai keterbatasan penelitian.

    Beberapa keterbatasan penelitian yang ada adalah sebagai berikut :

    1. Keterbatasan waktu, tenaga dan dana dari penelitian

    Masih banyak faktor-faktor lain yang berhubungan dengan

    pelaksanaan PHBS yang dapat dijadikan sebagai variabel bebas, namun

    karena kemampuan penulis terbatas dalam hal waku dan tenaga maka

    variabel bebas yang digunakan juga terbatas. Dalam hal waktu, peneliti

    mengalami kesulitan dalam mengolah data. Hal ini disebabkan karena

    peneliti mempelajari materi pengolahan data seiring dengan berjalannya

    penelitian sehingga peneliti membutuhkan waktu yang cukup lama dalam

    mengolah data. Dalam hal tenaga, peneliti melakukan penelitian ini secara

  • 110

    individu sehingga penyusunan skripsi dilakukan secara individu bukan per

    kelompok, yang secara tidak langsung peneliti memerlukan biaya yang

    lebih besar.

    2. Keterbatasan kuesioner

    Dalam pembuatan kuesioner tentang faktor-faktor yang

    berhubungan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) anak

    remaja kelas VII dan VIII di SMP 258 Kelurahan Cibubur Jakarta Timur

    Tahun 2011, peneliti belum menemukan standart baku instrument variabel

    tersebut sehingga instrument tersebut dibuat berdasarkan pengalaman dan

    pemahaman dari peneliti sendiri yang tentunya masih terbatas sebagai

    peneliti pemula. Walaupun dalam pengesian kuesioner peneliti tidak

    mencantumkan nama, tetapi variabel tersebut masih bersifat subjektif

    sehingga keterbukaan dan kejujuran dari responden tidak dijamin

    sepenuhnya, dan ternyata ini bisa mempengaruhi hasil dari penelitian.

    3. Keterbatasan melakukan pendekatan dengan responden

    Dalam pengumpulan data peneliti tidak dapat melakukan

    pendekatan yang lebih mendalam karena waktu yang diberikan dari pihak

    sekolah tempat melakukan penelitian cukup terbatas. Dengan tujuan agar

    tidak mengganggu proses belajar mengajar disekolah. Dalam pengisian

    kuesioner oleh responden dapat terjadi bias dalam artian jawaban yang

    dipilih responden tidak sepenuhnya berasal dari pengetahuan yang dimiliki

    responden, karena responden cenderung untuk mengikuti apa yang dipilih

    oleh temannya ataupun disebabkan kondisi lingkungan kurang kondusif.

  • 111

    B. Pembahasan Hasil Penelitian

    Pembahasan hasil penelitian ini akan di awali dengan pembahasan hasil

    analisis univariat dilanjutkan dengan hasil analisis bivariat, sebagai berikut :

    1. Analisis Univariat

    Tujuan dari analisis ini adalah untuk mendeskripsikan karakteristik

    masing-masing variabel yang diteliti. Analisis ini dilakukan terhadap tiap

    variabel dari penelitian. Pada umumnya dalam analisis hanya

    menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel (Sutanto, 2001).

    Adapun variabel yang dianalisa dalam penelitian ini mencakup usia,

    jenis kelamin, pengetahuan, sikap, sarana dan perilaku hidup bersih dan sehat

    pada anak remaja kelas VII dan VIII di SMP 258 Kelurahan Cibubur Jakarta

    Timur Tahun 2011.

    a. Gambaran Usia responden

    Berdasarkan hasil distribusi frekuensi usia pada siswa/siswi

    kelas VII dan VIII di SMP 258 Kelurahan Cibubur Jakarta Timur,

    didapatkan data dari 158 orang responden menunjukkan bahwa

    sebagian besar responden berusia 12-13 tahun yaitu 98 responden

    (62,0%), dan yang berusia 14-15 tahun yaitu 60 responden (38,0).

    Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan

    manusia yang batasan usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu

    jelas. Masa remaja ini sering dianggap sebagai masa peralihan, dimana

    saat-saat ketika anak tidak mau lagi diperlakukan sebagai anak-anak,

    tetapi dilihat dari pertumbuhan fisiknya ia belum dapat dikatakan

  • 112

    orang dewasa. Menurut Freud (dalam Yusuf, 2004) masa remaja juga

    dikenal dengan masa strom and stress dimana terjadi pergolakan emosi

    yang diiringi pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan psikis

    yang bervariasi. Pada masa ini remaja mudah terpengaruh oleh

    lingkungan dan sebagai akibatnya akan muncul kekecewaan dan

    penderitaan, meningkatnya konflik dan pertentangan, impian dan

    khayalan, pacaran dan percintaan, keterasinagan dari kehidupan

    dewasa dan norma kebudayaan (Gunarsa, 2003).

    Fase-fase masa remaja (pubertas) menurut Monks dkk (2004)

    yaitu antara umur 12 21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun

    termasuk masa remaja awal, 15-18 tahun termasuk masa remaja

    pertengahan, 18-21 tahun termasuk masa remaja akhir. Masa remaja

    merupakan masa untuk mencari identitas atau jati diri. Individu ingin

    mendapat pengakuan tentang apa yang dapat ia hasilkan bagi orang

    lain. Apabila individu berhasil dalam masa ini maka akan diperoleh

    suatu kondisi yang disebut identity reputation (memperoleh identitas).

    Apabila mengalami kegagalan, akan mengalami Identity Diffusion

    (kekaburan identitas). Masa remaja termasuk masa yang sangat

    menentukan karena pada masa ini anak-anak mengalami banyak

    perubahan pada psikis dan fisiknya.

  • 113

    b. Gambaran Jenis Kelamin responden

    Berdasarkan hasil distribusi frekuensi jenis kelamin pada

    siswa/siswi kelas VII dan VIII di SMP 258 Kelurahan Cibubur Jakarta

    Timur Tahun 2011, didapatkan data dari 158 orang responden

    menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin laki-

    laki sebanyak 89 responden (56,3%), dan berjenis kelamin perempuan

    sebanyak 69 responden (43,7%).

    Seiring dengan perkembangan fisik remaja dapat memunculkan

    perilaku-perilaku yang berhubungan dengan perilaku hidup bersih dan

    sehat. Perbedaan praktek hidup bersih dan sehat pada remaja mungkin

    akan berbeda antara laki-laki dan perempuan. Tapi dalam hal ini

    perbedaan perilaku tersebut belum pasti keadaannya jika remaja

    perempuan lebih baik dari pada remaja laki-laki dalam perilaku hidup

    bersih dan sehat. Bisa saja dalam prakteknya ada faktor-faktor yang

    mempengaruhi perilaku pada remaja, diantaranya lingkungan. Jika

    lingkungan di sekitarnya senantiasa menerapkan perilaku hidup bersih

    dan sehat dapat menimbulkan perilaku yang positif pada remaja

    tersebut untuk selalu berperilaku hidup bersih dan sehat, tidak

    membedakan apakah remaja perempuan ataupun laki-laki.

    Jenis kelamin adalah kata yang umumnya digunakan untuk

    membedakan seks seseorang (laki-laki atau perempuan). Dalam ilmu

    pengetahuan sosial, terdapat perbedaan antara 'seks' dan 'jenis

    kelamin':

  • 114

    1) Kata seks mendeskripsikan tubuh seseorang. Dapat dikatakan

    seseorang secara fisik laki-laki atau perempuan.

    2) Kata jenis kelamin mendeskripsikan sifat atau karakter

    seseorang. Dapat dikatakan seseorang yang merasa atau melakukan

    sesuatu bersifat seperti laki-laki (maskulin) atau wanita (feminin).

    Secara teoritis jenis kelamin merupakan salah satu faktor

    genetik yang mempengaruhi seseorang untuk berperilaku, selain dari

    faktor lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik

    dan lingkungan ini merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup

    termasuk perilaku manusia. Hereditas atau faktor keturunan adalah

    adalah konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku

    makhluk hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan lingkungan adalah

    suatu kondisi atau merupakan lahan untuk perkembangan perilaku

    tersebut. Sehingga dapat disimpulkan jenis kelamin merupakan salah

    satu faktor genetik yang mempengaruhi perilaku seseorang termasuk

    dalam perilaku kesehatan.

    Pada penelitian ini didapat bahwa proporsi siswa laki-laki lebih

    besar dari pada siswi perempuan. Perbedaan jenis kelamin

    memberikan pengaruh perbedaan pengungkapan diri. Masa remaja

    adalah masa dimana seorang anak terlihat adanya perubahan-

    perubahan pada bentuk tubuh yang disertai dengan perubahan struktur

    dan fungsi fisiologis.

  • 115

    c. Gambaran Pengetahuan responden tentang PHBS

    Berdasarkan hasil distribusi frekuensi pengetahuan pada

    siswa/siswi kelas VII dan VIII di SMP 258 Kelurahan Cibubur Jakarta

    Timur Tahun 2011, didapatkan data dari 158 orang responden

    menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan baik sebanyak 105

    responden (66,5%), kemudian untuk pengetahuan yang kurang baik

    sebanyak 53 responden (33,5%).

    Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi

    setelah responden melakukan pengindraan terhadap suatu objek

    tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra

    penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar

    pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga diaman

    pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman sendiri maupun dari

    responden lain (Notoatmodjo, 2003).

    Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh

    manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika

    seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali

    benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan

    sebelumnya (Meliono Irmayanti, dkk. 2007).

    Tetapi hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang

    dilakukan oleh Juanda (2005) karena diperoleh siswa yang memiliki

    pengetahuan yang tinggi sebanyak 41 orang (32,8%) dan siswa yang

    memiliki pengetahuan rendah sebanyak 84 orang (67,2%) dari 125

  • 116

    responden. Perbedaan hasil penelitian yang diperoleh dapat disebabkan

    oleh banyak faktor karena menurut (Lukman, 1998) yaitu ada beberapa

    faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu :

    1) Usia

    Makin tua usia seseorang maka proses-proses perkembangan

    mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada usia tertentu,

    bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat

    seperti ketika berusia belasan tahun. Selain itu juga (Abu Ahmadi,

    2001) mengemukakan bahwa memang daya ingat seseorang itu

    salah satunya dipengaruhi oleh usia. Dari uraian ini maka dapat

    disimpulkan bahwa bertambahnya usia seseorang dapat

    berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya,

    akan tetapi pada usia-usia tertentu atau menjelang usia lanjut

    kemampuan penerimaan atau mengingat akan berkurang.

    2) Intelegensi

    Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar

    dan berfikir abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam

    situasi baru. Intelegensi merupakan salah satu faktor yang

    mempengaruhi hasil dari proses belajar. Intelegensi bagi seseorang

    merupakan salah satu modal untuk berfikir dan mengolah berbagai

    informasi secara terarah sehingga mampu menguasai lingkungan.

    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbedaan intelegensi

    akan berpengaruh pula terhadap tingkat pengetahuan.

  • 117

    3) Lingkungan

    Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

    pengetahuan seseorang. Lingkungan memberikan pengaruh

    pertama bagi seseorang, dimana seseorang dapat mempelajari hal-

    hal yang baik dan juga hal-hal yang buruk tergantung pada sifat

    kelompoknya. Dalam lingkungan seseorang akan memperoleh

    pengalaman yang akan berpengaruh pada pada cara berfikir

    seseorang.

    4) Sosial budaya

    Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan

    seseorang. Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam

    hubungannya dengan orang lain, karena hubungan ini seseorang

    mengalami suatu proses belajar dan memperoleh pengetahuan.

    5) Pendidikan

    Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran

    untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu

    sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Tingkat

    pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang

    menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada

    umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang makin semakin

    baik pula pengetahuannya (Notoatmodjo, 2003).

  • 118

    6) Informasi

    Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan

    seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah

    tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media

    misalnya TV, radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat

    meningkatkan pengetahuan seseorang.

    7) Pengalaman

    Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut

    dapat diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber

    pengetahuan, atau pengalaman itu suatu cara untuk memperoleh

    kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun

    dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan.

    Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman

    yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi

    pada masa lalu.

    d. Gambaran Sikap responden tentang PHBS

    Berdasarkan hasil distribusi frekuensi sikap pada siswa/siswi

    kelas VII dan VIII di SMP 258 Kelurahan Cibubur Jakarta Timur Tahun

    2011, didapatkan data dari 158 orang responden menunjukkan bahwa

    yang bersikap positif sebanyak 102 responden (64,6%), dan yang

    bersikap negatif sebanyak 56 responden (35,4%).

  • 119

    Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap

    dirinya sendiri, orang lain, obyek, atau issue (Azwar, 2002). Menurut

    Baron dan Byrne (2003) Sikap adalah evaluasi terhadap aspek-

    aspek dunia sosial. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003) sikap

    adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup

    terhadap suatu stimulus atau objek. Berdasarkan ketiga pendapat

    tersebut bahwa sikap pada dasarnya muncul terhadap dirinya sendiri,

    aspek-aspek sosial dan respon terhadap suatu stimulus atau objek.

    Umumnya, ada tiga jenis sikap manusia yaitu kognitif, afektif dan

    psikomotorik atau konatif.

    Berdasarkan karakteristik reponden dalam penelitian ini yaitu

    anak usia sekolah kelas VII dan VIII merupakan periode dalam

    kehidupan manusia dimana ada komponen-komponen yang

    berpengaruh dalam pembentukan sikap tersebut. Salah satunya

    komponen kognitif, komponen ini merupakan representasi apa yang

    dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi

    kepercayaan sterotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat

    disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah

    isu atau problem yang controversial.

    Dalam menerapkan sikap yang positif pada remaja, dapat

    melalui tingkatan dalam sikap, diantaranya adalah menerima,

    merespon, menghargai dan bertanggung jawab. Sikap dapat pula

    bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif, dimana sikap positif

  • 120

    yaitu kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,

    mengharapkan obyek tertentu. Sedangkan sikap negatif terdapat

    kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak

    menyukai obyek tertentu.

    e. Gambaran Sarana dan Prasarana responden tentang PHBS

    Berdasarkan hasil distribusi frekuensi sarana dan prasarana

    pada siswa/siswi kelas VII dan VIII di SMP 258 Kelurahan Cibubur

    Jakarta Timur Tahun 2011, dari data 158 orang responden yang

    menjawab sarana dan prasarana di sekolah baik sebanyak 92

    responden (58,2%), dan sebagian 66 responden (41,8%) menjawab

    sarana di sekolah kurang.

    Ketersediaan sarana pendukung untuk terbentuknya perilaku

    hidup bersih dan sehat bukan hanya dari segi sarana fisiknya saja,

    seperti tempat beribadah, tempat sampah, kamar kecil, tempat cuci

    tangan. Melainkan dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dari

    pihak sekolah untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat.

    Apakah di sekolah tersebut mempunyai ketentuan khusus mengenai

    peraturan yang diterapkan kepada siswanya untuk senantiasa menjaga

    kebersihan kelas maupun lingkungan sekolah. Hal inilah yang dapat

    memaksimalkan perilaku hidup bersih dan sehat. Peran petugas

    kesehatan juga dapat dilaksanakan dalam pengembangan perilaku

    hidup bersih dan sehat. Dalam upaya peningkatan perilaku sehat ini

  • 121

    dapat diterapkan dalam kegiatan yang melibatkan peserta didik melalui

    kegiatan UKS. Lembaga pendidikan merupakan sasaran UKS.

    Pembinaan UKS dapat dilakukan oleh guru maupun petugas

    kesehatan.

    Lingkungan sekolah yang di dukung dengan sarana dan

    prasarana yang baik adalah bagian dari lingkungan yang menjadi

    wadah atau tempat kegiatan pendidikan yang bermutu tinggi.

    Lingkungan sekolah sehat adalah lingkungan sekolah yang kondisinya

    dapat mendukung penanaman perilaku hidup bersih dan sehat serta

    peningkatan derajat kesehatan peserta didik. Melalui suatu program

    pemeliharaan lingkungan sekolah sehat secara tidak langsung akan

    menanamkan siswa untuk berperlaku hidup bersih dan sehat.

    f. Gambaran responden tentang PHBS

    Berdasarkan hasil distribusi frekuensi perilaku hidup bersih dan

    sehat pada siswa/siswi kelas VII dan VIII di SMP 258 Kelurahan

    Cibubur Jakarta Timur Tahun 2011, didapatkan data dari 158 orang

    responden menunjukkan bahwa sebagian besar yang berperilaku hidup

    bersih dan sehat tinggi sebanyak 105 responden (66,5%), dan yang

    berperilaku hidup bersih dan sehat rendah sebanyak 53 responden

    (33,5%).

    Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan

    perilaku yang dipraktikan atas dasar kesadaran sebagai hasil

  • 122

    pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat

    menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif

    mewujudkan kesehatan masyarakat (Depkes, 2006).

    PHBS adalah wujud pemberdayaan masyarakat yang sadar,

    mau dan mampu mempraktekkan PHBS. Melalui program PHBS

    adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau

    menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan

    masyarakat. Masyarakat diharapkan dapat mengenali dan mengatasi

    masalahnya sendiri, terutama dalam tatanan masing-masing, dan

    masyarakat/dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dengan menjaga,

    memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Indikator PHBS tatanan

    institusi pendidikan antara lain :

    1) Tersedia jamban yang bersih dan sesuai dengan jumlah siswa.

    2) Tersedia air bersih atau air keran yang mengalir tidak jauh dari

    ruang kelas.

    3) Tidak ada sampah yang berserakan dan lingkungan sekolah yang

    bersih dan serasi.

    4) Ketersediaan UKS yang berfungsi dengan baik.

    5) Siswa/siswi pada umumnya (60%) kukunya pendek dan bersih.

    6) Siswa/siswi tidak merokok.

    7) Siswa/siswi ada yang menjadi dokter kecil atau promosi kesehatan

    sekolah (minimal 10 orang).

  • 123

    Penelitian yang dilakukan oleh Riesmah Oktariana (2008)

    dengan judul Pengetahuan, Sikap dan Praktik PHBS Siswa Dan

    Faktor-faktor Yang Berhubungan di SDN 013 Sunter Agung Jakarta

    Utara, dengan jumlah sampel 148 siswa/siswi yang terdiri dari kelas

    IV dan V. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan

    pengambilan data yang digunakan adalah crossectional, metode

    pengambilan sampel adalah purposive sampling. Dari hasil penelitian

    bivariat menunjukan 4 variabel mempunyai hubungan yang bermakna

    dan 11 variabel tidak mempuyai hubungan yang bermakna. Hubungan

    tersebut meliputi karakteristik demografi responden (jenis kelamin,

    usia, tingkat kelas, pekerjaan ayah dan pendidikan ibu) dengan

    pengetahuan, sikap dan praktik PHBS. Hubungan yang bermakna

    antara lain: tingkat kelas dengan pengetahuan PHBS, tingkat kelas

    dengan sikap mengenai PHBS, tingkat kelas dengan praktik PHBS dan

    jenis kelamin dengan sikap mengenai PHBS.

    2. Analisa Bivariat

    Analisa bivariat digunakan untuk menganalisis hubungan antara

    variabel independen dan variabel dependen. Sebagai variabel independen

    adalah usia, jenis kelamin, pengetahuan, sikap, sarana dan prasarana

    sedangkan variabel dependen adalah perilaku hidup bersih dan sehat.

  • 124

    a. Hubungan Usia responden dengan PHBS

    Hasil analisis hubungan antara usia dengan perilaku hidup

    bersih dan sehat responden diperoleh bahwa dari 98 responden yang

    berusia 12-13 tahun menunjukkan perilaku hidup bersih dan sehat

    tinggi sebanyak 75 reponden (76,5%) dan menunjukkan perilaku hidup

    bersih dan sehat rendah sebanyak 23 responden (23,5%). Sedangkan

    dari 60 responden yang berusia 14-15 tahun menunjukkan perilaku

    hidup bersih dan sehat tinggi sebanyak 30 responden (50,0%)

    kemudian menunjukkan perilaku hidup bersih dan sehat rendah

    sebanyak 30 responden (50,0%).

    Dilihat dari hasil uji statistik (Chi Square) didapatkan P value

    sebesar 0,001 yang berarti P value lebih kecil dari (0,05) maka dapat

    disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara umur

    dengan perilaku hidup bersih dan sehat responden siswa/siswi kelas

    VII dan VIII di SMP 258 Kelurahan Cibubur Jakarta Timur Tahun

    2011.

    Dari nilai OR dapat disimpulkan bahwa responden berusia 12-

    13 tahun berpeluang 3,261 kali mempunyai perilaku hidup bersih dan

    sehat tinggi dibandingkan dengan responden berusia 14-15 tahun

    dalam pelaksanaan PHBS.

    Hasil tersebut menunjukkan bahwa dalam berperilaku hidup

    bersih dan sehat tidak dipandang dari perbedaan usia. Tidak menutup

    kemungkinan usia yang lebih muda dapat melakukan pelaksanaan

  • 125

    PHBS lebih optimal di banding dengan usia di atasnya. Remaja

    diharapkan lebih mengerti dirinya sendiri dan orang lain, sehingga

    dapat menjalani persiapan sejak dari remaja awal, remaja pertengahan,

    remaja akhir hingga masa dewasa dengan lancar dan terarah. Dengan

    memanfaatkan semua kesempatan yang tersedia, terbentuklah

    kepribadian yang terpadu untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan.

    b. Hubungan Jenis Kelamin responden dengan PHBS

    Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku

    hidup bersih dan sehat responden diperoleh bahwa dari 89 responden

    yang berjenis kelamin laki-laki menunjukkan perilaku hidup bersih dan

    sehat tinggi sebanyak 51 reponden (57,3%) dan menunjukkan perilaku

    hidup bersih dan sehat rendah sebanyak 38 responden (42,7%).

    Sedangkan dari 69 responden yang berjenis kelamin perempuan

    menunjukkan perilaku hidup bersih dan sehat tinggi sebanyak 54

    responden (78,3%) dan menunjukkan perilaku hidup bersih dan sehat

    rendah sebanyak 15 responden (21,7%).

    Dilihat dari hasil uji statistik (Chi Square) didapatkan P value

    sebesar 0,009 yang berarti P value lebih kecil dari (0,05) maka dapat

    disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jenis

    kelamin dengan perilaku hidup bersih dan sehat responden siswa/siswi

    kelas VII dan VIII di SMP 258 Kelurahan Cibubur Jakarta Timur

    Tahun 2011.

  • 126

    Dari nilai OR dapat disimpulkan bahwa responden perempuan

    berpeluang 0,373 kali mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat

    tinggi dibandingkan dengan responden laki-laki dalam pelaksanaan

    PHBS.

    Hasil tersebut menunjukkan bahwa dalam berperilaku hidup

    bersih dan sehat masih mendominasi jenis kelamin perempuan. Namun

    baik laki-laki ataupun perempuan harus di tuntut untuk berperilaku

    hidup bersih dan sehat minimal untuk dirinya sendiri.

    Pada penelitian yang dilakukan oleh Iman Putra (2005)

    diperoleh siswa yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 95 responden

    (55,8%) dan siswa berjenis kelamin perempuan sebanyak 92

    responden (44,2%) dari 208 responden. Hasil penelitian dari 143

    responden tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan

    oleh Iman Putra (2005) walaupun jumlah sampel yang digunakan lebih

    besar tetapi sama-sama menunjukkan jumlah responden laki-laki lebih

    banyak dari pada jumlah responden perempuan.

    c. Hubungan Pengetahuan responden dengan PHBS

    Hasil analisis hubungan antara pengetahuan dengan perilaku

    hidup bersih dan sehat responden diperoleh bahwa dari 105 responden

    yang mempunyai pengetahuan baik menunjukkan perilaku hidup

    bersih dan sehat tinggi sebanyak 79 reponden (75,2%) dan

    menunjukkan perilaku hidup bersih dan sehat rendah sebanyak 26

  • 127

    responden (24,8%). Sedangkan dari 53 responden yang mempunyai

    pengetahuan kurang baik menunjukkan perilaku hidup bersih dan sehat

    tinggi sebanyak 26 responden (49,1%) dan yang berperilaku hidup

    bersih dan sehat rendah sebanyak sebanyak 27 responden (50,9%).

    Dilihat dari hasil uji statistik (Chi Square) didapatkan P value

    0,002 yang berarti P value lebih besar dari (0,05) maka dapat

    disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara

    pengetahuan dengan perilaku hidup bersih dan sehat responden

    siswa/siswi kelas VII dan VIII di SMP 258 Kelurahan Cibubur Jakarta

    Timur.

    Dari nilai OR dapat disimpulkan bahwa responden yang

    berpengetahuan baik berpeluang 3,155 kali mempunyai perilaku hidup

    bersih dan sehat tinggi dibandingkan dengan responden yang

    berpengetahuan rendah dalam pelaksanaan PHBS.

    Terdapatnya hubungan yang bermakna antara pengetahuan

    dengan PHBS mungkin salah satunya disebabkan karena responden

    semuanya adalah remaja atau adolescence dimana periode ini adalah

    periode perkembangan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa.

    Pada periode ini banyak faktor yang mempengaruhi pengetahuan pada

    remaja diantaranya faktor fisik, kognitif, moral, dan psikososial.

    Sedangkan pada dimensi kognitif, Piaget mengemukakan

    bahwa perkembangan kognitif pada remaja memasuki tahap

    operasional formal (formal operational) yang ditandai dengan

  • 128

    kemampuan untuk untuk berfikir abstrak, idealis, dan logis. Adanya

    perilaku yang tidak sesuai pada remaja seperti tidak membiasakan diri

    untuk berperilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari

    lebih dikarenakan faktor lingkungan dan transmisi sosial yang

    mempengaruhi kematangan kognitif remaja. Kemampuan kognitif

    remaja dalam upaya untuk melakukan perilaku sehat tidak terlepas dari

    pengaruh perkembangan moral remaja. Kebutuhan kode moral dan

    aturan sosial menjadi lebih nyata sesuai peningkatan kemampuan

    kognitif dan pengalaman sosial anak usia sekolah. Perkembangan

    penilaian moral bergantung sekali pada ketrampilan kognitif dan

    komunikasi serta interaksi sebaya.

    Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Green (1980) bahwa

    pengetahuan selalu berhubungan dengan perubahan perilaku dan

    penelitian Sarwono (1993), Veronika (2003), Fauziah (2004), dalam

    penelitian mereka disebutkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan

    dengan perilaku. Sebagaimana di ungkapkan oleh Notoatmodjo (2003)

    tentang tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif

    yaitu: tahu, memahami, menerapkan, analisa, sintesa, dan evaluasi.

    Domain-domain itulah yang mungkin dapat berpengaruh terhadap

    perilaku pada usia remaja.

    Rogers (1974, dalam Notoatmodjo 1993) mengungkapkan

    bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru di dalam dirinya akan

    terjadi proses yang berurutan, yakni: awareness (kesadaran), interest

  • 129

    (tertarik), evaluation (mengevaluasi atau mempertimbangkan), trial

    (mencoba), adoption (menerima dan melaksanakan). Namun dari

    penelitian lain, Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku

    tersebut tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut.

    Kaitannya dengan hasil penelitian ini, sebagian besar

    responden mempunyai pengetahuan yang baik namun dalam

    prakteknya apabila pengetahuan tidak berhubungan dengan perilaku

    hidup bersih dan sehat. Hal ini dimungkinkan tingkatan pengetahuan

    yang dicakup hanya pada tingkatan tahu, dan memahami tentang

    perilaku hidup bersih dan sehat. Namun, remaja/siswa belum dapat

    menerapkan, menganalisa, mensintesa dan bahkan belum sampai pada

    tahap mengevaluasi sehingga walaupun pengetahuan siswa baik, tapi

    pada prakteknya belum dapat terlaksana dengan baik.

    d. Hubungan Sikap responden dengan PHBS

    Hasil analisis hubungan antara sikap dengan perilaku hidup

    bersih dan sehat responden diperoleh bahwa dari 102 responden yang

    bersikap positif menunjukkan 80 responden (78,4%) memiliki perilaku

    hidup bersih dan sehat tinggi dan 22 responden (21,6%) memiliki

    perilaku hidup bersih dan sehat rendah. Sedangkan dari 56 responden

    yang bersikap negatif menunjukkan 25 responden (44,6%) memiliki

    perilaku hidup bersih dan sehat tinggi dan 31 responden (55,4%)

    memiliki perilaku hidup bersih dan sehat rendah.

  • 130

    Dilihat dari hasil uji statistik (Chi Square) didapatkan P value

    sebesar 0,000 yang berarti P value lebih kecil dari (0,05) maka dapat

    disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap

    dengan perilaku hidup bersih dan sehat responden siswa/siswi kelas

    VII dan VIII di SMP 258 Kelurahan Cibubur Jakarta Timur Tahun

    2011.

    Dari nilai OR dapat disimpulkan bahwa responden yang

    mempunyai sikap positif berpeluang 4,509 kali memiliki perilaku

    hidup bersih dan sehat tinggi dibandingkan dengan responden yang

    mempunyai sikap negatif dalam pelaksanaan PHBS.

    Sikap positif sangat diperlukan oleh siapapun termasuk

    siswa/siswi untuk melakukan PHBS. Pada dasarnya sikap muncul

    terhadap dirinya sendiri, aspek-aspek sosial dan respon terhadap suatu

    stimulus atau objek. Umumnya ada tiga jenis sikap manusia yaitu

    kognitif, afektif dan psikomotorik atau konatif.

    Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu

    tindakan (overt behavior, hal ini diperlukan faktor pendukung atau

    suatu kondisi yang memungkinkan terwujudnya suatu tindakan,

    diantaranya adalah faktor dari pihak lain.

    Siswa yang menjadi responden pada penelitian ini idealnya

    sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-

    masalah yang kompleks dan abstrak. Dengan kemampuan tersebut

    remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar.

  • 131

    Jika pada kenyataannya dalam penelitian ini, responden masih

    banyak yang menunjukan sikap negatif diantaranya dalam hal

    kebersihan diri maupun lingkungan sekitar yang semuanya itu

    berhubungan dengan perilaku hidup bersih dan sehat.

    Hal ini dimungkinkan remaja belum mampu sepenuhnya

    mencapai tahap perkembangan kognitif operasional formal, dan

    mungkin masih tertinggal pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu

    operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih sangat

    sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi.

    e. Hubungan Sarana dan Prasarana dengan PHBS

    Hasil analisis hubungan antara sarana sekolah dengan perilaku

    hidup bersih dan sehat diperoleh bahwa dari 92 responden yang

    menjawab sarana di sekolah baik menunjukkan 65 responden (70,7%)

    memiliki perilaku hidup bersih dan sehat tinggi dan 27 responden

    (29,3%) memiliki perilaku hidup bersih dan sehat rendah. Sedangkan

    dari 66 responden yang menjawab sarana di sekolah kurang

    menunjukkan 40 responden (60,6%) memiliki perilaku hidup bersih

    dan sehat tinggi dan 26 responden (39,4%) memiliki perilaku hidup

    bersih dan sehat rendah.

    Dilihat dari hasil uji statistik (Chi Square) didapatkan P value

    sebesar 0,251 yang berarti P value lebih besar dari (0,05) maka dapat

    disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara

  • 132

    sarana dan prasarana di sekolah dengan perilaku hidup bersih dan sehat

    responden siswa kelas VII dan VIII di SMP 258 Kelurahan Cibubur

    Jakarta Timur Tahun 2011.

    Sarana, prasarana dan dukungan sekolah merupakan salah satu

    faktor pendukung yang dapat menimbulkan perilaku hidup bersih dan

    sehat. Tetapi pada prakteknya (hasil analisis secara statistik yang

    dilakukan oleh peneliti) tidak ada hubungan antara sarana dengan

    perilaku hidup bersih dan sehat. Pada dasarnya jika sarana dan

    prasarana mencukupi akan memudahkan seseorang untuk melakukan

    PHBS dengan semestinya. Namun, PHBS juga tidak akan terjadi jika

    dukungan kepada siswa/siswi tidak diberikan dari sekolah baik oleh

    guru, pengasuh, kepala sekolah, dan orang yang berpengaruh di

    lingkungannya termasuk di dalamnya petugas kesehatan dan lain

    sebagainya.

    Sarana, prasarana yang dapat mendukung kegiatan siswa/siswi

    untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat perlu diberdayakan

    sehingga siswa/siswi akan lebih maksimal dalam pelaksanaan

    prakteknya. Salah satu bentuk dari pemberdayaan perilaku siswa

    adalah pengadaan UKS yang berfungsi dengan baik, dan juga

    pemberdayaan siswa/siswi sebagai kader kesehatan. Pemberian

    pendidikan kesehatan juga dapat diberikan baik melaui kegiatan

    kurikuler (pendidikan pada jam pelajaran) maupun ekstrakurikuler

    (pendidikan di luar kegiatan belajar mengajar). Pembinaan lingkungan

  • 133

    sekolah sehat juga dapat diterapkan bahkan senantiasa digalakan

    dengan melibatkan aspek yang ada di sekolah, mulai dari siswa, para

    guru, kepala sekolah, dan orang yang berada di dalamnya.

    Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

    Solikin (2001) bahwa tidak ada hubungan antara ketersediaan sarana,

    dan kegiatan penyuluhan dengan Perilaku hidup Bersih dan Sehat.

    Kaitannya dengan penelitian ini bahwa sarana, prasarana dan

    dukungan sekolah tidak ada hubungan dengan perilaku hidup bersih

    dan sehat tidak saja karena ketersediaan psarana dan prasarana yang

    ada, tetapi faktor pada diri siswa/siswi itu sendiri di mana dalam

    perkembangan perilaku remaja banyak faktor yang mempengaruhi.

    Salah satunya faktor lingkungan, jika tidak ada dukungan dari

    lingkungan untuk dapat melakukan perilaku hidup bersih dan sehat

    maka dimungkinkan siswa akan cenderung mengikuti kebiasaan yang

    telah ada di lingkungannya.

    Pemeliharaan lingkungan kehidupan sekolah sehat

    dilaksanakan untuk menjadikan sekolah sebagai institusi pendidikan

    yang dapat menjamin berlangsungnya proses belajar mengajar yang

    mampu menumbuhkan kesadaran, kesanggupan dan keterampilan

    peserta didik untuk menjalankan prinsip hidup sehat. Dengan

    pemeliharaan lingkungan sekolah yang bersih maka diharapkan dapat

    memberikan motivasi kepada siswa agar dapat meningkatkan perilaku

    hidup bersih dan sehat. Program pemeliharaan tersebut akan dapat

  • 134

    mencapai sasaran dan berhasil bila seluruh anggota masyarakat

    sekolah (guru, pegawai sekolah, peserta didik dan orang tua peserta

    didik) turut aktif berperan serta dalam pemeliharaan dan

    pengembangan PHBS.