bab vi.doc
TRANSCRIPT
BAB VI
BERBAGI INFORMASI
6.1. Pemeriksaan penunjang pada diabetes mellitus
Pemeriksaan penunjang digunakan untuk penegakan diagnosis pada suatu
penyakit, untuk mengetahui diagnosis penyakit Diabetes melitus diperlukan
beberapa pemeriksaan penunjang. Salah satunya dapat digunakan untuk
penegakkan diagnosis DM yaitu dengan kriteria :
Pemeriksaan penyaring untuk mengentahui kemungkinan diabetes mellitus
perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor resiko untuk DM yaitu :
a. Kelompok usia dewasa tua (> 45 tahun)
b. Kegemukan (IMT > 24 mg/m2 )
c. Tekanan darah tinggi (>140/90 mmHg)
d. Riwayat keluarga DM
e. Riwayat kehamilan dengan BB lahir >4000 gram
f. Riwayat DM pada kehamilan
g. Dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl)
h. Pernah TGT atau GDPT
(Sudoyo, 2006)
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu :
1. Glukosa Darah Sewaktu (GDS) dan Glukosa Darah Puasa (GDP)
2. Pemeriksaan HbA1c ( hemoglobin terglikasi / glikohemoglobin )
HbA1c adalah zat yang terbentuk dari reaksi kimia antara
glukosa dan hemoglobin (bagian dari sel darah merah). Hemoglobin
pada manusia terdiri dari HbA1, HbA2, HbF( fetus). Hemoglobin A
(HbA)terdiri atas 91 sampai 95 % dari jumlah hemoglobin total.
Molekul glukosa berikatan dengan HbA1 yang merupakan bagian dari
hemoglobin A. Proses pengikatan ini disebut glikosilasi atau
hemoglobin terglikosilasi atau hemoglobin A. Dalam proses ini
terdapat ikatan antara glukosa dan hemoglobin. Pada penyandang DM,
glikolisasi hemoglobin meningkat secara proporsional dengan kadar
rata-rata glukosa darah selama 120 hari terakhir, bila kadar glukosa
darah berada dalam kisaran normal selama 120 hari terakhir, maka
hasil hemoglobin A1c akan menunjukkan nilai normal. Hasil
pemeriksaan hemoglobin A1c merupakan pemeriksaan tunggal yang
sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang dan
berguna pada semua tipe penyandang DM. Pemeriksaan ini
bermanfaat bagi pasien yang membutuhkan kendali glikemik.
( Soewondo P, 2004)
Pembentukan HbA1c terjadi dengan lambat yaitu selama 120
hari, yang merupakan rentang hidup sel darah merah. HbA1 terdiri
atas tiga molekul, HbA1a, HbA1b dan HbA1c sebesar 70 %, HbA1c
dalam bentuk 70% terglikosilasi (mengabsorbsi glukosa). Jumlah
hemoglobin yang terglikolisasi bergantung pada jumlah glukosa yang
tersedia. Jika kadar glukosa darah meningkat selama waktu yang lama,
sel darah merah akan tersaturasi dengan glukosa menghasilkan
glikohemoglobin ( Kee JL, 2003 ).
Kadar HbA1c merupakan kontrol glukosa jangka panjang,
menggambarkan kondisi 8-12 minggu sebelumnya, karena paruh
waktu eritrosit 120 hari. (Kee JL,2003), karena mencerminkan
keadaan glikemik selama 2-3 bulan maka pemeriksaan HbA1c
dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan. (Darwis Y, 2005, Soegondo S,
2004)
Peningkatan kadar HbA1c >8% mengindikasikan DM yang
tidak terkendali dan beresiko tinggi untuk menjadikan komplikasi
jangka panjang seperti nefropati, retinopati, atau kardiopati, Penurunan
1% dari HbA1c akan menurunkan komplikasi sebesar 35% (Soewondo
P, 2004).
Pemeriksaan HbA1c dianjurkan untuk dilakukan secara rutin pada
pasien DM Pemeriksaan pertama untuk mengetahui keadaan glikemik
pada tahap awal penanganan, pemeriksaan selanjutnya merupakan
pemantauan terhadap keberhasilan pengendalian (Kee JL, 2003)
Metode Pemeriksaan yang dilakukan yaitu sampel darah vena
dengan antikoagulan (EDTA, heparin, oksalat). Pengambilan sampel
untuk pemeriksaan HbA1c pada penderita DM biasa dilakukan
bersamaan dengan pengambilan sampel pemeriksaan glukosa. Metode
pemeriksaan yang dipakai yaitu :
a. HPLC( High Performance Liquid Chromatography)
b. Imuno Turbidimetri ( Men Kes RI, 2004)
Ada beberapa kondisi dimana pemeriksaan kadar HbA1c akan sangat
terganggu dan tidak akurat, misalnya :
a. Specimen ikterik (kadar bilirubin>5.0mg/dl), Warna
kekuningan pada serum akibat penimbunan bilirubin
dalam tubuh yang menandakan terjadinya gangguan fungsi
dari hepar( Widmann, 2004)
b. Specimen hemolisis Pada destruksi Eritrosit , membran sel
pecah sehingga Hb keluar dari sel, hemolisis menunjukkan
destruksi eritrosit yang terlalu cepat , baik kelainan
intrinsik maupun proses ektrinsik terhadap eritrosit dan
serum berwarna merah atau kemerahan( Widmann, 2004)
c. Penurunan sel darah merah (Anemia, talasemia,
kehilangan darah jangka panjang) akan menurunkan kadar
HbA1c palsu Anemia didefenisikan sebagai berkurangnya
kadar Hb darah, penurunan kadar Hb biasanya disertai
penurunan Eritrosit dan Hematokrit. ( Kee JL, 2003)
3. Tes toleransi glukosa darah (TTGO)
Beberapa cara pelaksanaan Tes toleransi glukosa oral menurut WHO
yaitu :
a. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan
sehari hari ( dengan karbohidrat yag cukup) dan tetap
melakukan kegiatan jasjmani seperti biasa
b. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum
pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
c. Periksa kadar glukosa darah puasa
d. Diberikan glukosa 75 gram/kgBB (dewasa) atau 1,75
gram/kgBB dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam
waktu 5 menit
e. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai.
f. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.
g. Selama pemeriksaan subjek yang diperiksa tetap istirahat dan
tidak merokok.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau
diabetes mellitus maka dapat digolongkan kedalam kelompok TGT (Toleransi
Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Drah Puasa Terganggu) dari hasil
yang diperoleh.
TGT Glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antar 140 -
199 mg/dl
GDPT Glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl. (Guyton, 2007)
4. Pemeriksaan Urinalisis
Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton. Pada respon
terhadap defisiensi intraseluler, protein dan lemak diubah menjadi
glukosa (glikoneogenesis) untuk energi. Sela proses perubahan ini,
asam lemak bebas diubah menjdi badan keron di hepar. Ketosis terjadI
ditunjukan oleh ketouria. Glokosuria menunjukan bahwa amabang
ginjal terhadap reabsorbsi glukosa dicapai. Ketouria menandakan
ketoasidosis. (Guyton, 2007)
5. Pemeriksaan Essei Hemoglobin Glikolisat
Mengukur presentase glukosa yang melekat pada hemoglobin.
Glukosa tetap melekat pada hemoglobin selama hidup. Rentang
normlanya 5-6%. (Guyton, 2007)
6. Pemeriksaan C peptide
Digunakan untuk membedakan DM tipe 1 dan DM tipe 2.
Indikator C peptide merupakan indikator yang baik untuk fungsi sel
beta. Selain itu juga bisa digunakan untuk memonitor respon
individual setelah operasi pancreas. Konsentrasi C peptide akan
meningkat pada transplantasi pancreas atau transplantasi sel sel pulau
pancreas. (Guyton, 2007)
7. Pemeriksaan Mikroalbuminuria
Pemeriksaan ini untuk memantau adanya komplikasi nefropati.
Selain pemeriksaan mikroalbuminuria dapat pula menggunakan
pemeriksaan sulfat urin tapi jarang. Pemeriksaan lain yaitu serum
ureum dan kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
Microalbumin ekskresi albumin : 30-300 mg/jam atau
sebesar 20-200 mg/menit. (Guyton, 2007)
6.2. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
1. Penatalaksanaan pada penderita diabetes Non-Farmakologi
1) Edukasi
Menurut J Piette (2003) tujuan dari edukasi diabetes adalah
mendukung usaha pasien penyandang diabetes untuk mengerti
perjalanan alami penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali
masalah kesehatan/ komplikasi yang mungkin timbul secara dini/
saat masih reversible, ketaatan perilaku pemantauan dan
pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan
perilaku/kebiasaan kesehatan yang diperlukan. Edukasi pada
penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri,
perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti
merokok, meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan
kalori dan diet tinggi lemak.
2) Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Terapi nutrisi medis ini berguna untuk melakukan
pengendalian pola makan dari seorang penderita diabetes mellitus
yang didasarkan pada status gizi. Tujuan terapi gizi ini adalah :
a. Untuk mencapai dan mempertahankan
a) Kadar glukosa dalam darah batas normal tanpa
efek hipoglikemia
b) Mencegah penyakit kardivaskuler
c) Menjaga tekanan darah dalam batas normal.
b. Untuk mencegah atau memperlambat terjadinya
komplikasi kronis dari penyakit DM dengan
memodifikasi konsumsi makanan dan asupan nutrisi
serta perubahan gaya hidup.
c. Nutrisi diberikan secara individual dengan
memperhitungkan kebutuhan nutrisi dan
memperhatikan kebiasaan makan diabetisi.
Askandar (1995-2010) telah menyusun sepuluh petunjuk pola
hidup sehat yaitu SINDROMA-10 = GULOH-SISAR berupa Sepuluh
Petunjuk Pola Hidup Sehat Senjata untuk memerangi komplikasi
Diabetes Mellitus yang meliputi :
1) G (Gula)
Batasi penggunaan gula dan makanan/minuman
yang terlalu manis. Untuk penderita diabetes (diabetisi),
gula atau glukosa dilarang sama sekali. Motto untuk
para diabetisi adalah Sugar is Disease. Para diabetisi
harus berusaha melakukan regulasi DM yang baik dan
berkesinambungan (target : A1C < 7%, kadar glukosa
darah sebelum makan < 130 mg/dl, glukosa darah 1 jam
sesudah makan < 180 mg/dl).
2) U (Urat = asam urat)
Batasi makanan yang mengandung banyak purin,
karena purin dapat menimbulkan hiperurisemia dengan
efek samping antara lain :
a. Mudah timbul agregasi trombosit
(penggumpalan darah) yang dapat memacu
timbulnya aterosklerosis penyampitan pembuluh
darah,
b. Dapat menyebabkan urolithiasis atau batu
saluran kencing,
c. Dapat menyebabkan timbulnya penyakit gout
atau sakit sendi. Batasi lah makan atau konsumsi
JAS-BUKKKET agar kadar asam urat dalam
darah menjadi sekitar 5 sampai 7 mg/dl. 16
3) L (Lemak atau Lipid)
Usahakan mencapai DESIREBLE LIPID TRIAD
(kolesterol-total, trigliserida, kolesterol-HDL) seperti di
atas, atau cegahlah terjadinya dislipidemia (kadar lemak
darah yang tidak normal) dengan cara : (a) hindari
makanan berlemak yang berlebihan, jangan terlalu
sering makan di restoran yang atherogenik, dan batasi
makan TeK-KUK-CS2. (b) budayakan makan sayur
dan buah-buahan setiap hari.
4) O (Obesitas)
Cegah kegemukan atau gizi-lebih atau obesitas.
Usahakan IMT < 23, atau BBR < 110%).
Dengan mengetahui BBR dokter dapat mengetahui
kalori yang dibutuhkan psetiap harinya oleh pasien.
Adapun interpretasi dari BBR dan IMT yaitu :
a. Kurus jika BBR < 90 % jika kalori 40-60 x
/kgBB
b. Normal jika BBR 90-100 % jika kalori
30x/kgBB
c. Gemuk jika BBR >110 % atau -<120 % jika
kalori 20 x/kgBB
d. Obesitas BBR 120-130 % jika kalori 10-15 x /
kg BB
5) S (Sigaret)
Bagi para perokok, usahakan berhenti merokok.
Sekarang sudah ada obat anti rokok, namanya: tablet
Champix®, yang harus diminum selama 12 minggu.
6) H (Hipertensi)
Cegahlah konsumsi garam yang berlebihan, karena
garam dapat memacu terjadinya hipertensi (tekanan
darah tinggi). Usahakan tensi tidak melebihi 130/80
mmHg.
7) I (Inaktivitas)
Lakukan olahraga teratur setiap hari untuk
menghilangkan kalori sekitar 300 kkal, atau 2000
kkal/minggu, atau jalan kaki setiap hari kurang lebih
sejauh 3 km, atau situp dipinggir bed 50 – 200x/hari.
Hindari inaktivitas (tidak berolahraga).
8) S (Stres) Usahakan tidur nyenyak minimal 6 jam sehari
untuk dapat meredam stress dan merangsang regenerasi
sel-sel tubuh. Atau, usahakan ―tidur semu‖ meskipun
di dalam mobil (tiduran, tidak bergerak, pejamkan mata,
usahakan melepas semua masalah).
9) A (Alkohol)
Berhentilah minum alkohol
10) R (Regular Chek Up)
Lakukan chek up (kontrol) secara teratur juga untuk
orang normal atau Non-DM, terutama untuk umur
diatas 40 tahun. Bagi diabetisi atau penderita yang
mengidap penyakit kardiovaskuler lakukan check up
setiap 1, 2, 3 bulan atau lebih sering lagi.
3) Latihan Fisik
a) Pada DM Tipe-1
Untuk penderita DM, terutama bagi yang tidak
terkontrol dengan baik, olah raga dapat menyebabkan
timbulnya keadaan yang tidak diinginkan seperti
hiperglikemia sampai dengan ketoasidosis diabetikum,
makin beratnya komplikasi diabetik yang sudah dialami,
dan hipoglikemia. Sekitar 40% kejadian hipoglikemia pada
penderita DM dicetuskan oleh olahraga. Oleh karena itu
penderita DM tipe-1 yang memutuskan untuk berolahraga
teratur, terutama olahraga dengan intensitas sedang-berat
diharapkan berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter
yang merawatnya sebelum memulai program olahraganya.
Mereka diharapkan memeriksakan status kesehatannya
dengan cermat dan menyesuaikan intensitas, serta lama
olahraga dengan keadaan kesehatan saat itu. Bagi penderita
DM tipe-1 ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
sebelum, selama, dan setelah berolahraga. Ada beberapa
penyesuaian diet, insulin, dan cara monitoring gula darah
agar aman berolahraga, antara lain :
a. Sebelum berolah raga
i. Tentukan waktu, lama, jenis, intensitas
olahraga. Diskusikan dengan pelatih/guru
olah raga dan konsultasikan dengan
dokter
ii. Asupan karbohidrat dalam 1-3 jam
sebelum olahraga.
iii. Cek kontrol metabolik, minimal 2 kali
sebelum berolahraga.
iv. Kalau Gula Darah (GD) 250 mg/dL dan
keton urin/darah (+), tunda olah raga
sampai GD normal dengan insulin.
v. Bila olah raga aerobik, perkirakan energi
yang dikeluarkan dan tentukan apakah
penyesuaian insulin atau tambahan
karbohidrat diperlukan.
vi. Bila olah raga anaerobik atau olah raga
saat panas, atau olahraga kompetisi
insulin dapat dinaikkan.
vii. Pertimbangkan pemberian cairan untuk
menjaga hidrasi (250 mL pada 20 menit
sebelum olahraga).
b. Selama berolah raga
i. Monitor GD tiap 30 menit.
ii. Teruskan asupan cairan (250 ml tiap 20-
30 menit).
iii. Konsumsi karbohidrat tiap 20-30 menit,
bila diperlukan.
c. Setelah berolah raga
i. Monitor GD, termasuk sepanjang malam
(terutama bila tidak biasa dengan
program olahraga yang sedang dijalani).
ii. Pertimbangkan mengubah terapi insulin.
iii. Pertimbangkan tambahan karbohidrat
kerja lambat dalam 1-2 jam setelah
olahraga untuk menghindari
hipoglikemia awitan lambat.
Hipoglikemia awitan lambat dapat
terjadi dalam interval 2 x 24 jam setelah
latihan.
b) Pada DM Tipe-2
Adanya pengaruh latihan fisik pada senam aerobik
terhadap penurunan kadar gula darah ini disebabkan karena
senam aerobik merupakan suatu proses yang sistematis
dengan menggunakan rangsangan gerak yang bertujuan
untuk meningkatkan atau mempertahankan kualitas
fungsional tubuh yang meliputi kualitas daya tahan paru
jantung, kekuatan dan daya tahan otot, kelenturan dan
komposisi tubuh (Irianto, 2000), sehingga pada
pelaksanaannya menggunakan seluruh otot-otot besar,
dengan gerakan yang terus menerus, berirama, progresif
dan berkelanjutan yang diiringi dengan musik yang antara
lain berguna untuk meningkatkan motivasi latihan,
pengaturan waktu latihan, dan kecepatan latihan (Abe,
1996).
Mengingat usia responden diatas 35 tahun keatas,
maka program latihan yang digunakan adalah long
duration-low intensity, dengan demikian intensitas latihan
dapat diatur dengan pengaturan tempo musik yang
mengiringinya Pada penelitian ini senam aerobik dilakukan
3 kali per minggu dan responden diharuskan mencapai
THR.
Menurut Irianto (2000), bahwa salah satu penentu
keberhasilan kebugaran fisik adalah dosis latihan yang
cukup yang dikenal dengan konsep FIT (Frekuensi,
Intensitas dan Time).
i. Frekuensi menunjukan banyaknya latihan persatuan
waktu dan untuk meningkatkan kebugaran fisik
diperlukan latihan 3 – 5 kali per minggu yang
dilakukan berselangseling. Pada penelitian ini
frekuensi untuk melakukan senam yaitu 3 kali per
minggu pada setiap hari Minggu, Rabu dan Jumat.
ii. Intensity yaitu kualitas yang menunjukan berat
ringannya latihan. Intensitas latihan untuk daya
tahan paru jantung sebesar 60 – 70% detak jantung
maksimal. Kualitas yang digunakan selama
perlakuan yaitu responden harus mencapai THRnya
dengan menggunakan rumus 60% x (220 – umur).
Misalnya responden berusia 45 tahun maka denyut
jantungnya harus bisa mencapai 105 kali per menit
atau dapat dilihat pada lampiran 8 (Asdie A.H.,
1997). Oleh karena itu peneliti mewajibkan
responden untuk bisa mencapai THRnya yang
diukur 10 – 20 detik setelah latihan dengan
melakukan palpasi pada arteri misalnya arteri
radialis atau arteri carotis communis
iii. Time yaitu waktu atau durasi yang diperlukan
setiap kali latihan sedangkan untuk meningkatkan
kebugaran fisik diperlukan waktu berlatih 20 – 60
menit yang didahului 3 – 5 menit pemanasan dan
diakhiri dengan 3- 5 menit pendinginan. Adapun
waktu yang diperlukan selama latihan yaitu 30
menit dengan waktu untuk pemanasan 5 menit dan
pendinginan 5 menit sehingga latihan intinya 20
menit sampai responden mencapai THR. Apabila
THR belum terpenuhi, maka durasi latihan
ditambah sampai maksimal 60 menit dimana latihan
ini dilakukan pada sore hari pada jam 16.00 – 17.00
WIB.
Adapun pengaruhnya terhadap penurunan kadar gula darah yaitu pada
otot – otot yang aktif bergerak tidak diperlukan insulin untuk memasukan
glukosa kedalam sel karena pada otot yang aktif sensitifitas reseptor insulin
menjadi meningkat sehingga ambilan glukosa meningkat 7 – 20 kali lipat.
Menurut Asdie A.H ( 1997) mekanisme regulasi ambilan glukosa oleh
otot pada waktu aktif bergerak disebabkan oleh :
a) Insulin memacu pelepasan muscle activating factor (MAF) pada
otot yang sedang bergerak, sehingga menyebabkan ambilan
glukosa oleh otot tersebut menjadi bertambah dan ambilan
glukosa oleh otot yang tidak berkontraksipun ikut meningkat.
Saat ini MAF diduga bradikinin.
b) Adanya aksi lokal hormon pada anggota badan yang sedang
bergerak yang disebut non supresible insulin like activity
(NSILA) yang terdapat pada aliran limfe dan tidak dalam darah
anggota badan tersebut.
c) Adanya peningkatan penyediaan glukosa dan insulin, karena
adanya peningkatan aliran darah kedaerah otot yang aktif
bergerak
d) Adanya hipoksia lokal yang merupakan stimulus kuat untuk
ambilan glukosa
e) Adanya interaksi proses metabolik, dimana bila glikogenolisis
meningkat maka pembakaran glukosa menurun, karena glukosa
6 fosfat menghambat enzim hexokinase, disamping peningkatan
oksidasi asam lemak bebas. Untuk mencegah terjadinya
hipoglikemi maka selama melakukan latihan fisik responden
diberi minum dan snack. Hal ini juga dikemukakan oleh I G
Agung Putra (1995) yaitu untuk mencegah hipoglikemia dalam
melakukan latihan terutama latihan yang lama dan berat penting
untuk menyediakan makanan tambahan yang mengandung
karbohidrat selama dan sesudah latihan.
4) Terapi Farmakologi
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa
darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani. Obat hipoglikemik oral (OHO) . Berdasarkan cara
kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan yaitu :
a) Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) yaitu
sulfonilurea dan glinid
b) Penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin,
tiazolidindion
c) Penghambat glukoneogenesis (metformin)
d) Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase
alfa.
Cara Pemberian OHO, terdiri dari: OHO dimulai dengan dosis
kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar darah,
dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal. Waktu Pemberian
yaitu :
a) Sulfonilurea generasi I & II yaitu 15 –30 menit sebelum
makan
b) Glimepirid yaitu sebelum atau sesaat sebelum makan
c) Repaglinid, Nateglinid yaitu sesaat atau sebelum
makan
d) Metformin yaitu sebelum atau pada saat atau sesudah
makan
e) Penghambat glukosidase (Acarbose) yaitu bersama
makan suapan pertama
f) Tiazolidindion yaitu tidak bergantung pada jadwal
makan.
g) Terapi Insulin.
Insulin diperlukan pada keadaan :
a) Penurunan berat badan yang cepat
b) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
c) Ketoasidosis diabetik
d) Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
e) Hiperglikemia dengan asidosis laktat
f) Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir
maksimal
g) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA,
stroke)
h) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus
gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
i) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
j) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
(Dyah,2014)