bab vii perlindungan konsumen

19
BAB VII PERLINDUNGAN KONSUMEN Perkembangan kehidupan dunia saat ini semakin bebas, bahkan menjadi sebuah kecenderungan tanpa batas dari berbagai segi. Baik dari segi politik, hukum maupun segi ekonomi. Kecenderungan yang semacamini mendorong pihak pemerintah pada masing-masing negara utuk melindungi hak warga negaranya dari segala aspek kejahatan. Baik yang terselubung maupun terang- terangan yang dilakukan oleh negara lain. Kejahatan ekonomi misalnya. Terdapat kejahatan yang berupa pelanggaran hak-hak konsumen, diantaranya memalsukan hasil produksi, mengurangi kualitas pada hasil produksi, mengurangi jumlah berat barang, mengurangi ukuran barang maupun memalsukan merek dagang. Dalam hal ini pemerintah tidak tinggal diam, ini terbukti dengan adanya Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 mengenai “Perlindungan Konsumen”. Hal ini pula yang membuktikan keseriusan pemerintah Indonesia untuk melindungi hak-hak warga negaranya dari kejahatan yang dilakukan oleh sekelompok pelaku usaha baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Pada dasarnya setiap negara saling berpacu dalam meningkatkan produktifitas guna mendukung perekonomian negaranya. Hal ini mengakibatkan perkembangan yang cukup pesat pada dunia usaha saat ini. Untuk itulah disini tiap negara dituntut untuk berlomba-lomba memikirkan bagaimana cara Perlindungan Konsumen | 1

Upload: shelly-intan-permatasari

Post on 20-Nov-2014

1.067 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Bab vii perlindungan konsumen

BAB VII

PERLINDUNGAN KONSUMEN

Perkembangan kehidupan dunia saat ini semakin bebas, bahkan menjadi sebuah

kecenderungan tanpa batas dari berbagai segi. Baik dari segi politik, hukum maupun segi

ekonomi. Kecenderungan yang semacamini mendorong pihak pemerintah pada masing-

masing negara utuk melindungi hak warga negaranya dari segala aspek kejahatan. Baik yang

terselubung maupun terang-terangan yang dilakukan oleh negara lain.

Kejahatan ekonomi misalnya. Terdapat kejahatan yang berupa pelanggaran hak-hak

konsumen, diantaranya memalsukan hasil produksi, mengurangi kualitas pada hasil produksi,

mengurangi jumlah berat barang, mengurangi ukuran barang maupun memalsukan merek

dagang. Dalam hal ini pemerintah tidak tinggal diam, ini terbukti dengan adanya Undang-

Undang nomor 8 tahun 1999 mengenai “Perlindungan Konsumen”. Hal ini pula yang

membuktikan keseriusan pemerintah Indonesia untuk melindungi hak-hak warga negaranya

dari kejahatan yang dilakukan oleh sekelompok pelaku usaha baik dari dalam negeri maupun

luar negeri.

Pada dasarnya setiap negara saling berpacu dalam meningkatkan produktifitas guna

mendukung perekonomian negaranya. Hal ini mengakibatkan perkembangan yang cukup

pesat pada dunia usaha saat ini. Untuk itulah disini tiap negara dituntut untuk berlomba-

lomba memikirkan bagaimana cara melindungi warga negaranya dari ulah para pelaku usaha

yang kurang bertanggung jawab.

Melihat kenyataan di masyarakat pada umumnya, posisi konsumen berada pada posisi

yang lemah. Hal ini menimbulkan pertanyaan “Bagaimana cara untuk mengangkat posisi

konsumen tersebut ?” Disinilah perlu adanya peran secara langsung dari pemerintah. Namun,

menuntut keterlibatan pemerintah secara langsung ini juga tidaklah mudah kerena posisi

pemerintah juga sangat sulit. Disatu sisi pemerintah perlu melindungi kepentingan

produsen/pelaku usaha dari pengaruh negatif dari luar, disisi lain pemerintah juga

berkepentingan untuk melindungi konsumennya. Dengan demikian pemerintah berkewajiban

untuk melindungi kedua-duanya. Untuk itulah peran serta pemerintah ini mulai dilaksanakan

guna memberikan rasa keadilan dengan ditandai telah disahkannya Undang-Undang nomor 8

tahun 1999 tentang “Perlindungan Konsumen” (yang selanjutnya disingkat UUPK) pada

tanggal 20 April 1999. Undang-Undang ini dinyatakan berlaku secara efektif sejak tanggal 20

Perlindungan Konsumen | 1

Page 2: Bab vii perlindungan konsumen

April 2000, berdasarkan pasal 65 UUPK yang menyatakan bahwa “undang-undang ini

dinyatakan mulai berlaku satu tahun sejak diundangkan”. Dengan dikeluarkannya undang-

undang tersebut diharapkan kepentingan masyarakat mulai terlindungi walaupun

perlindungan itu masih belumlah maksimal. Namun hal ini sudah menjadi suatu etikat baik

dari pemerintah dimana pemerinta telah mengupayakan segala hal untuk melindungi para

konsumen. Dalam praktek perdagangan di masyarakat, kepentingan konsumen masih saja

terabaikan, baik oleh pelaku usaha maupun oleh pemerintah. Hal ini terjadi karena masih

kuatnya pengaruh pengusaha terhadap perekonomian nasional, dengan demikian pemerintah

tidak bisa mengorbankan para pelaku usaha, karena bila hal itu dilakukan maka akan

berpengaruh terhadap pendapatan yang berupa pajak maupun devisa yang akan diterima oleh

negara.

Menghadapi para pelaku usaha dari dalam negeri saja sudah kerepotan, ditambah lagi

dengan banyaknya barang-barang yang berasal dari luar negeri, yang sebenarnya barang dari

luar negeri tersebut kualitasnya juga kurang begitu baik. Hal ini tidak terlepas dengan politik

dagang yang diterapkan oleh negara-negara maju untuk menekan negara miskin agar

bersedia menerima barangnya. Sedangkan bila kita melihat kenyataan yang terjadi dalam

kehidupan masyarakat pengaruh arus globalisasi rasanya tidak mungkin kita bending karena

tidak mungkin suatu negara bisa memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa berhubungan dengan

negara lain. Dengan demikian kepentingan konsumen semakin terabaikan dari perlindungan

yang semestinya ia terima, misalnya bisa kita lihat banyaknya produk dari negara lain yang

masuk ke negara kita dengan tanpa seleksi kualitas, keamanan, maupun keselamatan

penggunanya.

Perlu adanya upaya perlindungan yang sungguh-sungguh dari pemerintah agar

konsumen dalam negeri yang kebetulan memanfaatkan produk dari negara lain tidak menjadi

pelengkap penderita saja, melinkan bisa merasakan manfaat sesuai kegunaan dari barang

produk yang dikonsumsi. Dengan adanya upaya ini diharapkan agar tetap terjamin usaha

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkaitan dengan mutu, jumlah dan

keamanan barang dan jasa yang diperoleh di pasar.

Sifat kejujuran dari para pelaku usaha harus benar-benar diperhatikan disamping

kesungguhan dari pemerintah untuk melindungi kepentingan konsumen, dengan demikian

harkat dan martabat konsumen akan terangkat. Untuk bisa kearah ini perlu dilakukan

peningkatan kesadaran, kepedulian, kemandirian, kemampuan pengetahuan konsumen untuk

melindungi dirinya sendiri dari kesewenangan-wenengan para pelaku usaha.

Perlindungan Konsumen | 2

Page 3: Bab vii perlindungan konsumen

Bila kita menyimak keberadaan UUPK ini bukan merupakan satu-satunya peraturan

yang melindungi kepentingan konsumen, Karena masih ada peraturan perundang-undangan

lainnya yang mengatur masalah perlindungan konsumen, diantaranya :

- Pasal 202 s/d 205 KUHP

- UU nomor 1 tahun 1995 tentang “Perseroan Terbatas”

- UU nomor 22 tahun 1997 tentang “Narkoba”

- UU nomor 5 tahun 1997 tentang “Psikotropika”

- UU nomor 9 tahun 1995 tentang “Usaha Kecil”

- Dan lain-lain.

Walaupun sudah banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

perlindungan konsumen bukan berarti kemungkinan lahirnya peraturan perundang-undangan

baru sudah ditutup. Keberadaan peraturan perundang-undangan ini ada karena untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat sesuai dengan tuntutan dinamika perkembangan kehidupan

masyarakat.

Menurut buku “Menggeser Neraca Kekuatan” panduan latihan pendidikan konsumen

terbitan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) 1990 ada 4 hal yang harus

diperhatikan oleh seorang konsumen, yaitu :

Aspek Ekonomi Mikro, dengan beberapa pertanyaan misalnya :

1. Berapakah harga yang wajar pada suatu barang yang diperdagangkan ?

2. Apakah harga tersebut telah wajar jika dibandingkan dengan barang merek lain

yang mutu dan jumlahnya sama ?

3. Dsb

Aspek Lingkungan, dengan beberapa pertanyaan misalnya :

1. Apakah kemasan baik berupa botol/kaleng-kaleng tersebut terjamin dari

pencemaran secara kimiawi maupun biologis ?

2. Apakah kemasan tersebut menggunakan secara boros bahan baku yang langka dan

merusak lingkungan hidup ?

3. Dsb

Aspek Hukum, dengan beberapa pertanyaan misalnya :

1. Apakah produk tersebut sudah terdaftar pada instansi terkait (legalitas produk) ?

2. Jika konsumen tidak puas akan produk yang dibeli, apakah produk tersebut dapat

dikembalikan kepada penjual/pelaku uasaha ?

3. Dsb

Perlindungan Konsumen | 3

Page 4: Bab vii perlindungan konsumen

Aspek Kesehatan dan Keamanan, apakah produk tersebut sudah sesuai dengan

mutu, fungsi dan kegunaan dari barang yang diperdagangkan ?

Bilamana keempat sudut pandang ini bisa berjalan dengan baik, maka posisi

konsumen akan lebih banyak diuntungkan karena dari sisi kepentingan konsumen keempat

sudut pandang tersebut telah memenuhi proteksi/perlindungan yang memadahi bagi

konsumen. Namun dalam perkembangan gerakan konsumen global, konsumen dituntut tidak

hanya secara mandiri dapat melindungi dirinya sendiri, melainkan juga secara eksternal yaitu

terhadap masyarakat yang lebih luas.

Selain keempat sudut pandang tersebut diatas, Sudaryatmo berpendapat antara lain

sebagai berikut :

“Apabila peran konsumen didayagunakan secara optimal dan efektif untuk

melindungi dirinya sendiri, maka konsumen tersebut juga dapat berkontribusi dalam

memperjuangkan hak-hak buruh dan melestarikan lingkungan hidup”.

A. Aspek Hukum Perlindungan Konsumen

Dalam prakteknya tidak jarang para importer dari negara lain lebih mementingkan

keuntungan daripada memperhatikan hak-hak konsumen. Padahal bila hal ini dilanggar,

maka yang mengalami kerugian adalah pihak konsumen. Sebenarnya keselamatan,

keamanan dalam mengkonsumsi suatu produk itu sudah merupakan suatu keharusan yang

diterima oleh konsumen.

Menurut Eman Rajaguguk banyak negara yang sekarang ini disebut sebagai

negara maju yang telah menempuh 3 tingkat pembangunan, yaitu :

Tingkat Pertama

Yang menjadi masalah berat adalah bagaimana mencapai integrasi politik untuk

menciptakan persatuan dan kesatuan nasional

Tingkat Kedua

Perjuangan untuk pembangunan ekonomi dan modernisasi politik.

Tingkat Ketiga

Tugas utama negara adalah melindungi rakyatnya dari sisi negatif industrialisasi dan

membetulkan kesalahan-kesalahan pada tahap-tahap sebelumnya dengan menekankan

kesejahteraan masyarakat.

Dari tiga tingkatan ini yang berhubungan dengan masalah perlindungan konsumen

adalah tingkat ketiga. Dalam kehidupan negara-negara berkembang biasanya bila salah

satu bidang kehidupan terganggu maka bidang yang lainnya pun ikut terganggu. Dalam

Perlindungan Konsumen | 4

Page 5: Bab vii perlindungan konsumen

penjelasan Undang-Undang tentang “Perlindungan Konsumen” disebutkan bahwa piranti

hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha yang

dilakukan oleh para pelaku usaha, melainkan justru sebaliknya. Sebab perlindungan

konsumen dapat mendorong iklim berusaha sehat, serta lahirnya perusahaan yang

tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang

berkualitas dan pada akhirnya pertumbuhan ekonomi nasional juga meningkat.

Undang-Undang tentang “Perlindungn Konsumen” ini mengacu pada filosofi

pembangunan nasional. Bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum

yang memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka pembangunan

manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik

Indonesia (Pancasila dan UUD 1945).

Perlindungan konsumen atas pelanggaran Hak atas kekayaan dan intelektual

(HAKI) memang tidak diatur dalam undang-undang “Perlindungan Konsumen” ini. Hal

ini dikarenakan bahwa terdapat enam undang-undang yang melarang pelaku usaha untuk

menghasilkan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang melanggar ketentuan

tentang HAKI, juga ternyata bahwa peraturan-peraturan dalam bidang HAKI tersebut

pada dasarnya lebih relevan bagi perlindungan pelaku usaha yang beretika baik meskipun

secara tidak langsung kepentingan konsumen juga terlindungi). Keenam undang-undang

tersebut diantaranya :

1. Undang-Undang nomor 19 tahun 2002 tentang “Hak Cipta”.

2. Undang-Undang nomor 14 tahun 2001 tentang “Paten”.

3. Undang-Undang nomor 15 tahun 2001 tentang “Merek”.

4. Undang-Undang nomor 30 tahun 2000 tentang “Rahasia Dagang”.

5. Undang-Undang nomor 31 tahun 2000 tentang “Desain Industri”, dan

6. Undang-Undang nomor 32 tahun 2000 tentang “Desian Tata Letak Sirkuit Terpadu”.

B. Hak dan Tanggung Jawab Antara Pelaku Uasaha dan Konsumen

Dalam hubungan yang terjadi antara pelaku usaha dengan konsumen timbul

adanya saling memiliki tanggungjawab masing-masing. Karena setiap hasil produksi yang

dihasilkan oleh para pelaku usaha selalu membawa konsekuensi pertanggungjawaban

yang harus diemban oleh produsen tersebut. Saat ini masyarakat semakin meningkatkan

perhatiannya terhadap hak-haknya khususnya yang berkaitan dengan “Perlindungan

Konsumen”. Hal ini bisa kita lihat peran LSM YLKI yang ikut berperan dalam

mendorong masyarakat untuk menuntut hak-haknya bila haknya dilanggar oleh pihak

Perlindungan Konsumen | 5

Page 6: Bab vii perlindungan konsumen

selaku usaha. Dalam hal hak dan kewajiban pelaku usaha itu merupakan hak konsumen

dan sebaliknya kewajiban konsumen adalah hak bagi pelaku usaha.

Hak-Hak konsumen (Pasal 4 UUPK)

a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang

dan/atau jasa ;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa, serta mendapatkan barang dan/atau jasa

tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi, serta jaminan yang dijanjikan ;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang/atau jasa ;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang

digunakan ;

e. Hak untuk mendapat advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa

perlindungan konsumen secara patut ;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen ;

g. Hak untuk diperlakukan/dilayani secara benar, jujur serta tidak diskriminatif ;

h. Hak untuk menapat kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang diterma tidak sesuai dengan perjanjian/tidak sebagaimana

mestinya, dan ;

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban konsumen (Pasal 5 UUPK)

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau

pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan ;

b. Beretikat baik dalam melakukan tranaksi pembelian barang dan/atau jasa ;

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati, dan ;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara

patut.

Hak-hak pelaku usaha (Pasal 6 UUPK)

a. Menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan

nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan ;

b. Mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beretikad tidak

baik ;

c. Melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa

konsumen ;

Perlindungan Konsumen | 6

Page 7: Bab vii perlindungan konsumen

d. Rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti secara hukum bahwa kerugian

konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, dan ;

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban pelaku usaha (Pasal 7 UUPK)

a. Beretikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya ;

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan dan

pemeliharaan ;

c. Memperlakukan ataumelayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif ;

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan

berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku ;

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang

dan/atau jasa tertentu serta member jaminan dan/atau garansi atas barang yang

dibuat dan/atau diperdagangkan ;

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan, dan ;

g. Member kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa

jasa yang diterima atan dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Tanggungjawab pelaku uasaha (Pasal 19 UUPK)

1. Bertanggungjawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau

kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang/atau jasa yang dihasilkan atau

diperdagangkan ;

2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang

atau penggantian barang/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau

perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku ;

3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah

tanggal transaksi ;

4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak

menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian

lebih lanjut mengenai adanya unsure kesalahan, dan ;

Perlindungan Konsumen | 7

Page 8: Bab vii perlindungan konsumen

5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila

pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan

konsumen.

C. Larangan Yang Dilakukan Pelaku Usaha

Tidak jarang pelaku usaha dalam melakukan usahanya sering mengesampingkan

kepentingan konsumen, karena prinsip yang dianut oleh pelaku usaha itu biasanya yang

penting bagaimana dalam usahanya itu bisa mendatangkan keuntungan.

Perbuatan yang dilarang bagi para pelaku usaha diatur dalam Undang-Undang

tentang “Perlindungan Konsumen” yang diawali pasal 8 dan berkhir pada pasal 17.

Pelaku usaha menurut undang-undang ini adalah pelaku usaha pabrikan dan pelaku usaha

distributor termasuk jaringannya, begitu uga pelaku usaha periklanan.

Pada dasarnya undang-undang tidak memberikan perlakuan yang berbeda kepada

masing-masing pelaku usaha yang menyelenggarakan kegiatan usahanya, sepanjang para

pelaku usaha tersebut menjalankannya secara benar.

Jika dicermati pasal 8 sampai dengan pasal 17 undang-undang tentang

“Perlindungan Konsumen”, pada dasarnya larangan yang ditunjukkan pada pelaku usaha

pabrikan juga dikenakan pula bagi para pelaku usaha distributor beserta jaringannya,

tetapi tidak semua larangan yang dikenakan bagi pelaku usaha distributor dan jaringannya

dikenakan juga kepada pelaku usaha pabrikan.

Larangan para pelaku usaha pabrikan atau distributor (Pasal 8 ayat 1 UUPK)

a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan

ketentuan peraturan perundang-undangan ;

b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto dan jumlah dalam hitungan

sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut ;

c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan

menurut ukkuran yang sebenarnya ;

d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran

sebagaimana dinyatakan dalam label etiket, atau keterangan barang dan/atau jasa

tersebut ;

e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya mode

atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan

barang dan/atau jasa tersebut ;

Perlindungan Konsumen | 8

Page 9: Bab vii perlindungan konsumen

f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan

atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut ;

g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu

penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut ;

h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan

“halal” yang dicantumkan dalam label ;

i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama

barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal

pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan

lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus diapasang.dibuat, dan ;

j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam

bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Gunawan Wijaya, larangan pada pasal 8 ayat (1) UUPK dibagi menjadi 2

larangan pokok, yaitu :

1. Larangan mengenai produk itu sendiri, yang tidak memenuhi syarat dan standar

yang layak untuk digunakan/dipakai/dimanfaatkan.

2. Larangan mengenai ketersediaan informasi yang tidak benar, dan tidak akurat,

yang menyesatkan konsumen.

Sebelum menawarkan hasil produknya kepada konsumen, pelaku usaha terlebih

dahulu menguj hasil produknya (uji kelayakan produk), kelayakan produk ini merupakan

standar minimum yang harus dipeuhi oleh suatu barang dan/atau jasa tertentu sebelum

barang dan/atau jasa tersebut dapat diperdagangkan untuk dikonsumsi masyarakat luas.

D. Gugatan Yang Berkaitan Dengan Upaya Perlindungan Hukum Konsumen

Konsumen selalu berada di pihak yang lemah, hal ini bisa disebabkan karena

ketidak pedulian sebagian konsumenterhadap kepentingan dirinya sendiri dan orang lain.

Disamping itu bila konsumen tertimpa kerugian setelah mengkonsumsi barang dan/atau

jasa, permasalahaan tersebut hanya dianggap masalah sepele/biasa. Dari sinilah timbul

problem yaitu mekanisme konsumen menuntut ganti rugi kepada produsen. Hukum acara

perdata konvensional, pada umumnya kurang akomodatif dalam menampung kepentingan

konsumen.

Agar kepentingan konsumen bisa tertampung, maka perlu untuk mendesak adanya

perubahan hukum acara perdata guna perbaikan pembangunan hukum kedepan. Hal-hal

Perlindungan Konsumen | 9

Page 10: Bab vii perlindungan konsumen

yang dianggap baru dapat diintrodusir dalam rangka membedakan posisi konsumen

adalah :

1. Small Claim Court, semacam peradilan kilat dengan hahik tunggal, tanpa ada

keharusan menggunakan pengacara, biaya ringan dan tidak ada upaya untuk banding.

2. Class Action, cukup diwakili salath satu korban yang menuntut secara perdata kepada

pengadilan, apabila dalam putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap

dalam hal ini pihak korban yang dimenangkan, juga dapat meminta ganti rugi tanpa

harus mengajukan gugatan baru ke pengadilan.

3. Beban pembuktian terbalik, apabila konsumen mengajukan gugatan, maka konsumen

harus membuktikan bahwa produsen melakukan kesalahan yang menimbulkan

kerugian dipihak konsumen.

Dengan berlakunya UUPK sedikit banyak kepentingan konsumen sudah mendapat

perhatian khusus dari pemerintah. Untuk lebih memaksimalkan perlindungan kepada

konsumen ini pemerintah melalui pasal 31 undang-undang ini membentuk Badan

Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Sesuai dengan pasal 32 BPKN berkedudukan

di DKI Jakarta dan bertanggungjawab kepada presiden.

E. Penyelesaian Sengketa

guna memberikesempatan kepada masing-masing pihak yang bersengketa, UUPK

memberikan kesempatan untuk memilih penyelesaian sengketanya . Hal ini sesuai dengan

yang diatur dalam pasal 45 ayat (1) dan ayat (2) yang bunyinya sebagai berikut :

1. Setiap konsumen yang merasa dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui

lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dengan pelaku

usaha atau melalui peradilan yang berad di lingkungan peradilan umum.

2. Penyelesaian sengkta konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar

pengadilan rdasarka pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

Penyelesaiaan sengketa konsumen yang dilakukan diluar pengadilan sesuai

dengan pasal 45 ayat (3) itu tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana

diatur dalam undang-undang penyelesaian sengketa diluar pengadilan melalui BPSK

(Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen).

Dalam pasal 46 ayat (1) UUPK menyatakan bahwa setiap gugatan atau

pelanggaran aas pelaku usaha dapat dilakukan oleh :

a. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan ;

b. Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama ;

Perlindungan Konsumen | 10

Page 11: Bab vii perlindungan konsumen

c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat

yaitu yang berbentuk badan hukum atau yayasan, dan ;

d. Pemerintah/instansi yang terkait.

Bila konsumen yang merasa dirugikan menginginkan sesuatu penyelesaian

sengketanya diselesaikan diluar pengadilan, maka undang-undang perlindungan

konsumen memberikan jalan keluarnya, antara lain diatur dalam UUPK pasal 47 yang

bunyinya sebagai berikut :

“Penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan diselenggarakan untuk

mencapai kesepakatan mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi

kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen”.

Untuk melaksanakan penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan,

pemerintah akan membentuk BPSK. Dalam hal ini diatur dalam UUPK pasal 49 yang

isinya sebagai berikut :

1. Pemerintah membentuk BPSK diadaerah tingkat II untuk penyelesaian sengketa

konsumen diluar pengadilan ;

2. Untuk dapa diangkat menjadi anggota BPSK seorang harus memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut :

a. Warga negara Indonesia

b. Berbadan sehat

c. Berkelakuan baik

d. Tidak pernah dihukum karena kejahatan

e. Memiliki pengetahuan dan pengalaman dibidang perlindungan konsumen, dan

f. Berusia sekurang-kurangnya 30 tahun

3. Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur pemerintah, unsur

konsumen dan unsur pelaku usaha ;

4. Anggota setiap unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berjumlah sekurang-

kurangnya 3 orang, dan sebanyak-banyaknya 5 orang, dan ;

5. Pengangkatan dan pemberhentian anggota dan penyelesaian sengketa konsumen

ditetapkan oleh menteri.

Disamping penyelesaian sengketa konsumen bisa diselesaikan diluar pengadilan,

undang-undang perlindungan konsumen tetap member kesempatan kepada para pihak

yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa ini melalui jalur pengadilan. Antara lain

diatur dalam pasal 48 yang bunyinya sebagai berikut :

Perlindungan Konsumen | 11

Page 12: Bab vii perlindungan konsumen

“Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan

tentang peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam pasal 45”.

Bila kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketanya melalui jalur

BPSK, maka itulah mungkin jalur yang terbaik untuk kedua belah pihak. Tetapi bila

kedua belah pihak sepakat memilih jalur peradilan umum, maka peradilan inilah yang

paling baik untuk kedua belah pihak. Ini semua diberikan kepada masyarakat tidak lain

untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat semaksimal mungkin.

Perlindungan Konsumen | 12