bab vi.mengukur kelangkaan sda

4
Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan – Mengukur Kelangkaan Sumber Daya Alam 27 MENGUKUR KELANGKAAN SUMBER DAYA ALAM (Materi kuliah ESDAL Bab.VI) A. Pendahuluan Pada bab sebelumnya kita telah mengenal adanya kelompok optimis dan kelompok pesimis yang berpendapat mengenai persediaan SDA. Untuk mengetahui pendapat kelompok mana yang dapat diterima, kita perlu mengetahui sejauh mana ketersediaan SDA itu. Untuk itu perlu dilakukan pengukuran tentang kelangkaan SDA. Meskipun demikian, tidaklah mudah bagi ahli ekonomi untuk mengetahui apakah SDA itu masih melimpah jumlahnya. Ahli ekonomi dengan peralatan analisis yang dimiliki, juga harus mengetahui masih banyak atau tinggal sedikit jumlah SDA tertentu itu tersedia di dalam bumi atau di permukaan bumi walaupun tidak dapat menentukan jumlah atau volumenya secara pasti. Sering ahli ekonomi hanya mengatakan SDA itu langka atau tidak, dan kelangkaan ini lebih mengarah pada pengertian kelangkaan ekonomi dan bukan kelangkaan fisik. Apakah yang dimaksud dengan kata “langka” itu?. Para ekonom mengartikan kata “langka” dengan “Keadaan dimana jumlah barang yang diminta lebih banyak dari pada jumlah barang yang ditawarkan atau yang tersedia”. Dalam pasar persaingan sempurna, kelangkaan ini akan menyebabkan harga barang bersangkutan naik. Dalam kaitannya dengan SDA, persediaan itu dihadapkan pada tingkat konsumsi SDA per-tahun untuk memperkirakan berapa lama lagi jumlah cadangan tersebut akan dapat dikonsumsi untuk menopang kehidupan manusia (rasio cadangan terhadap produksi/ konsumsi). Persediaan atau cadangan SDA kita artikan sebagai volume SDA yang sudah diketahui dan dapat diambil dan mendatangkan keuntungan secara ekonomis. Namun seberapa besar tingkat persediaan itu belum dapat diketahui secara pasti. Sebagai contoh : sejak baru merdeka, sudah diketahui bahwa Indonesia memiliki pasir besi di pantai selatan Jawa Tengah, namun data statistic mengenai pasir besi tersebut belum sempurna sehingga tidak diketahui berapa cadangan/ stock pasir besi tersebut. Setelah tahun 1970-an, setelah Jepang sanggup membeli pasir besi tersebut, maka pasir besi menjadi bernilai sebagai SDA dan perlu diperhitungkan volume persediaannya. Untuk mengetahui langka tidaknya SDA itu, para ekonom menggunakan berbagai cara/ alat pengukur dalam bidang ilmunya, yaitu dengan melihat Harga barang sumber daya dan Nilai sewa ekonomis (economic rent), atau melihat Satuan produksi barang sumber daya tersebut. Dapat pula dengan melihat Royalty maupun Elastisitas substitusi . B. Pengukuran Ekonomi Terhadap Kelangkaan SDA 1. Biaya Produksi Barnett dan Morse (1963) membuat hipotesis tentang kelangkaan SDA, yaitu bahwa SDA itu semakin langka apabila : a. Biaya riil unit output meningkat terus selama periode pengambilan/ ekstraksi. b. Biaya produksi komoditi yang diambil relatif lebih tinggi dari pada biaya produksi komoditi lain. c. Harga komoditi yang diambil relatif legih tinggi dari pada harga komoditi lain.

Upload: handi-santoso

Post on 19-Jan-2016

429 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Pada bab sebelumnya kita telah mengenal adanya kelompok optimis dan kelompok pesimis yangberpendapat mengenai persediaan SDA. Untuk mengetahui pendapat kelompok mana yang dapat diterima,kita perlu mengetahui sejauh mana ketersediaan SDA itu. Untuk itu perlu dilakukan pengukuran tentangkelangkaan SDA. Meskipun demikian, tidaklah mudah bagi ahli ekonomi untuk mengetahui apakah SDA itumasih melimpah jumlahnya. Ahli ekonomi dengan peralatan analisis yang dimiliki, juga harus mengetahuimasih banyak atau tinggal sedikit jumlah SDA tertentu itu tersedia di dalam bumi atau di permukaan bumiwalaupun tidak dapat menentukan jumlah atau volumenya secara pasti. Sering ahli ekonomi hanyamengatakan SDA itu langka atau tidak, dan kelangkaan ini lebih mengarah pada pengertian kelangkaanekonomi dan bukan kelangkaan fisik.Apakah yang dimaksud dengan kata “langka” itu?. Para ekonom mengartikan kata “langka” dengan“Keadaan dimana jumlah barang yang diminta lebih banyak dari pada jumlah barang yang ditawarkan atauyang tersedia”. Dalam pasar persaingan sempurna, kelangkaan ini akan menyebabkan harga barangbersangkutan naik. Dalam kaitannya dengan SDA, persediaan itu dihadapkan pada tingkat konsumsi SDAper-tahun untuk memperkirakan berapa lama lagi jumlah cadangan tersebut akan dapat dikonsumsi untukmenopang kehidupan manusia (rasio cadangan terhadap produksi/ konsumsi).

TRANSCRIPT

Page 1: BAB VI.mengukur Kelangkaan SDA

Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan – Mengukur Kelangkaan Sumber Daya Alam 27

MENGUKUR KELANGKAAN SUMBER DAYA ALAM(Materi kuliah ESDAL Bab.VI)

A. Pendahuluan

Pada bab sebelumnya kita telah mengenal adanya kelompok optimis dan kelompok pesimis yangberpendapat mengenai persediaan SDA. Untuk mengetahui pendapat kelompok mana yang dapat diterima,kita perlu mengetahui sejauh mana ketersediaan SDA itu. Untuk itu perlu dilakukan pengukuran tentangkelangkaan SDA. Meskipun demikian, tidaklah mudah bagi ahli ekonomi untuk mengetahui apakah SDA itumasih melimpah jumlahnya. Ahli ekonomi dengan peralatan analisis yang dimiliki, juga harus mengetahuimasih banyak atau tinggal sedikit jumlah SDA tertentu itu tersedia di dalam bumi atau di permukaan bumiwalaupun tidak dapat menentukan jumlah atau volumenya secara pasti. Sering ahli ekonomi hanyamengatakan SDA itu langka atau tidak, dan kelangkaan ini lebih mengarah pada pengertian kelangkaanekonomi dan bukan kelangkaan fisik.

Apakah yang dimaksud dengan kata “langka” itu?. Para ekonom mengartikan kata “langka” dengan“Keadaan dimana jumlah barang yang diminta lebih banyak dari pada jumlah barang yang ditawarkan atauyang tersedia”. Dalam pasar persaingan sempurna, kelangkaan ini akan menyebabkan harga barangbersangkutan naik. Dalam kaitannya dengan SDA, persediaan itu dihadapkan pada tingkat konsumsi SDAper-tahun untuk memperkirakan berapa lama lagi jumlah cadangan tersebut akan dapat dikonsumsi untukmenopang kehidupan manusia (rasio cadangan terhadap produksi/ konsumsi).

Persediaan atau cadangan SDA kita artikan sebagai volume SDA yang sudah diketahui dan dapatdiambil dan mendatangkan keuntungan secara ekonomis. Namun seberapa besar tingkat persediaan itubelum dapat diketahui secara pasti. Sebagai contoh : sejak baru merdeka, sudah diketahui bahwa Indonesiamemiliki pasir besi di pantai selatan Jawa Tengah, namun data statistic mengenai pasir besi tersebut belumsempurna sehingga tidak diketahui berapa cadangan/ stock pasir besi tersebut. Setelah tahun 1970-an,setelah Jepang sanggup membeli pasir besi tersebut, maka pasir besi menjadi bernilai sebagai SDA dan perludiperhitungkan volume persediaannya.

Untuk mengetahui langka tidaknya SDA itu, para ekonom menggunakan berbagai cara/ alatpengukur dalam bidang ilmunya, yaitu dengan melihat Harga barang sumber daya dan Nilai sewa ekonomis(economic rent), atau melihat Satuan produksi barang sumber daya tersebut. Dapat pula dengan melihatRoyalty maupun Elastisitas substitusi.

B. Pengukuran Ekonomi Terhadap Kelangkaan SDA

1. Biaya Produksi

Barnett dan Morse (1963) membuat hipotesis tentang kelangkaan SDA, yaitu bahwa SDA itusemakin langka apabila :

a. Biaya riil unit output meningkat terus selama periode pengambilan/ ekstraksi.b. Biaya produksi komoditi yang diambil relatif lebih tinggi dari pada biaya produksi komoditi lain.c. Harga komoditi yang diambil relatif legih tinggi dari pada harga komoditi lain.

Page 2: BAB VI.mengukur Kelangkaan SDA

Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan – Mengukur Kelangkaan Sumber Daya Alam 28

Setelah menganalisis data yang tersedia, akhirnya mereka menolak hipotesisnya tersebut karenaternyata harga riil dan biaya produksi riil semakin turun dari tahun ke tahun sejak tahun 1870 sampai 1957,kecuali komoditi kehutanan. Dengan demikian mereka berkesimpulan bahwa SDA itu tidak semakin langka.

Kerry Smith (1979) memperbaharui data yang digunakan oleh Barnett dan Morse denganmenggunakan data sampai dengan tahun 1972 dan menemukan bahwa ada sedikit kecendrungan kenaikanharga relatif produk pertanian, kenaikan harga yang berfluktuasi untuk komoditi kehutanan, tetapi adakecendrungan penurunan harga yang berarti untuk barang-barang logam dan bahan bakar minyak.

Ada beberapa alasan, mengapa SDA tidak menjadi semakin langka, yaitu :

1) Karena adanya barang subtitusi, yang masih berlimpah adanya bagi SDA yang terus menerus diambildan semakin sedikit jumlahnya. Misalnya peran Aluminium digantikan dengan Tembaga, biji-bijianmenggantikan daging (protein nabati menggantikan protein hewani), plastik menggantikan kulit, dan seratsintetis menggantikan serat alami.

2) Karena adanya penemuan baru dengan dipakainya metode eksplorasi baru, seperti metode geofisik,geokhemis dan satelit.

3) Karena ada peningkatan dalam import mineral dan metal dari Negara lain.4) Karena ada peningkatan pengetahuan teknis yang berguna bagi eksplorasi, pengambilan dan

pengangkutan SDA sehingga produksi dapat bersifat besar-besaran dan biaya produksi dapat ditekan.5) Adanya kemungkinan daur ulang (recycling)

2. Harga Barang Sumber Daya Alam

Kelangkaan SDA dapat dilihat dari harga barang sumber daya yang semakin meningkat maupundilihat dari Royalty atau Rent. Rent adalah harga bayangan suatu unit barang sumber daya yang ada dalamcadangan/ stock. Karena Rent sulit untuk diamati, maka Harga lebih banyak dipakai sebagai indicator baikuntuk melihat kelangkaan maupun pengorbanan guna menghasilkan barang sumber daya (biaya produksi).Namun demikian setelah menganalisa data statistic mengenai harga barang SDA non minyak dari tahun 1969– 1979 diketahui bahwa harga cenderung menurun untuk barang-barang ekstraktif (mineral). Dengan melihatangka-angka harga itu saja tampaknya dapat disimpulkan bahwa kelangkaan SDA itu tidak akan terjadi.Analisis Harga ini memiliki kelemahan karena harga tidak saja dipengaruhi oleh jumlah SDA yang diekstraksi,namun juga sangat dipengaruhi penemuan baru dan kemajuan teknologi.

Seperti halnya dengan para ekonom lainnya, Brown dan Field (1979) juga mencoba mempelajaridan membandingkan alat analisis tersebut dan mencari mana yang terbaik di antara ketiganya untukmengetahui langka tidaknya SDA. Brown dan Field mengatakan bahwa ke tiga alat analisis yaitu biayaproduksi per-unit, harga barang SDA dan nilai sewa ekonomi memiliki kelemahannya sendiri-sendiri, danmereka menyimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1) Biaya rata-rata atau biaya per-unit yang dipakai oleh Barnett dan Morse dalam mengukur kelangkaanSDA merupakan indicator yang meragukan karena hal-hal berikut :a. Dalam kehidupan yang berkembang terus, biaya rata-rata tidak tepat digunakan untuk mengukur

kelangkaan yang semakin meningkat karena tingkat teknologi berkembang terus.b. Bahwa biaya per-unit tidak memperhitungkan biaya-biaya pengambilan SDA di masa datang

sebagai akibat dari meningkatnya kelangkaan itu sendiri.c. Biaya per-unit tidak dapat menjadi indeks pengukur yang tepat, karena biaya pengambilan di masa

datang tidak dapat diperhitungkan di saat ini.d. Biaya per-unit tidak mencerminkan keadaan semakin berkurangnya SDA.

Page 3: BAB VI.mengukur Kelangkaan SDA

Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan – Mengukur Kelangkaan Sumber Daya Alam 29

2) Bahwa Harga barang sumber daya relatif lebih baik dari pada Biaya per-unit sebagai pengukurkelangkaan SDA, karena :a. Harga riil barang sumber daya lebih melihat ke depan dan mencerminkan adanya biaya yang

diharapkan di masa datang baik untuk eksplorasi, penemuan maupun pengambilan.b. Kemajuan teknologi mengalihkan tanda-tanda kelangkaan SDA yang ditunjukan oleh harga riil

barang sumber daya. Misalnya, pada akhir abad ke – XIX kayu menjadi langka, tetapi kemajuanteknologi telah dapat menjamin kestabilan harga barang.

c. Harga riil tidak menunjukan adanya kecendrungan semakin langkanya SDA yang memiliki sumberdaya pengganti (substitusi).

d. Harga riil sumber daya dapat meningkat ataupun menurun, yang berarti menunjukan adanyakelangkaan atau berkurangnya kelangkaan, tergantung pada harga mana yang dipakai untukmembuat angka indeks.

3) Nilai sewa dari SDA (economic rent) atau Nilai SDA di tempatnya (in situ resources), merupakan alatpengukur yang ke tiga terhadap kelangkaan SDA. Nilai sewa ini lebih tepat menggambarkan kelangkaanSDA dari pada dua cara yang disebut sebelumnya. Nilai sewa SDA pada umumnya meningkat dalambeberapa puluh tahun terakhir, tetapi biaya produksi dan harga barang justru menurun, khususnya untukkayu.

Ada beberapa keberatan terhadap alat pengukur (economic rent) ini, yaitu :

a. Sulit untuk mendapatkan data nilai sewa ekonomis SDA karena nilai sewa SDA itu tidak praktis dalamjangka pendek.

b. Nilai sewa lebih memperkirakan kelangkaan SDA yang semakin meningkat dalam arti ekonomi,sedangkan berkurangnya SDA secara fisik belum tentu sejalan dengan kenaikan nilai sewa SDA sebagaicermin dari kelangkaan ekonomis.

Selanjutnya masih ada beberapa kelemahan lain yang dimiliki Harga SDA dan Nilai ekonomisebagai alat ukur kelangkaan SDA, yaitu :

c. Sebagian SDA diusahakan untuk memenuhi kepentingan umum, sehingga harga pasar tidakmencerminkan penilaian yang sesungguhnya terhadap SDA tersebut.

d. Tidak ada istilah “future market” untuk SDA, sehingga tingkat harga di masa yang akan datang hanyaditentukan oleh harapan (expectation) saja.

e. SDA mempunyai aspek barang public, yang pengkonsumsiannya tidak harus mengorbankan orang laindalam persaingan mendapatkannya (exclution principle dan rivalry in consumption tidak berlaku).

Sebagai upaya selanjutnya, Brown dan Field mencoba mengajukan sebuah alat ukur lagi yaitudengan melihat Elastisitas substitusi antara factor-faktor produksi khususnya modal dan tenaga kerja apabilaterdapat kelangkaan SDA, yaitu dengan melihat kemudahan bagi faktor produksi lain dalam menggantikanSDA yang relatif semakin langka. Dalam hal ini SDA itu tidak akan menjadi langka selama mudah dalammencari penggantinya (substitusi). Ukuran kelangkaan itu dapat dilihat dari elastisitas substitusinya yangmencerminkan tanggapan dalam perubahan penggunaan SDA.

Berdasarkan uraian-uraian alat ukur kelangkaan SDA tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwapendekatan secara fisik maupun ekonomis sama-sama memiliki kelemahan. Pendekatan secara fisik tidakmemiliki kepastian mengenai besarnya cadangan, sedangkan pendekatan secara ekonomis memilikikelemahan yaitu bila mekanisme pasar tidak dapat bekerja secara sempurna. Oleh karena itu masih sulituntuk memastikan kondisi SDA itu, apakah masih melimpah atau sudah langka adanya, walaupun kitamengetahui secara pasti bahwa pengambilannya telah dilakukan secara terus menerus bahkan dengan lajuyang semakin meningkat.

Page 4: BAB VI.mengukur Kelangkaan SDA

Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan – Mengukur Kelangkaan Sumber Daya Alam 30

-------------------Materi ini disajikan ketika kami menjadi dosen pengisi antar waktu di salah satu Perguruan Tinggi di Ende (Flores), tahun 2010.Sumber utama : Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan (Suatu Pendekatan Teoritis), oleh Drs. M. Suparmoko, M.A., Ph.D.