bab ixblog.unnes.ac.id/.../248/2017/07/9.-fenomena-permukaan.docx · web view2017/07/09 · energi...
TRANSCRIPT
BAB IXFENOMENA PERMUKAAN
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan mahasiswa dapat:
1. memahami energi permukaan dan tegangan permukaan
2. menghitung tegangan permukaan
3. menjelaskan fenomena kapiler
4. memahami fenomena antarmuka
5. memahami dan menjelaskan fenomena adsorpsi
6. menjelaskan isoterm adsorpsi
7. menjelaskan fenomena koloid
A. Energi Permukaan dan Tegangan PermukaanSuatu padatan yang tersusun atas molekul-molekul speris dalam susunan close-
packed. Energi permolekul padatan tersebut adalah ∈= Ε
Ν ; dengan E adalah energi permol
dan N adalah jumlah (bilangan)Avogadro. Untuk susunan close-packed, satu atom dipusat
akan terikat dengan sembilan atom tetangga. Sedang satu atom di pusat akan terikat oleh
12 atom tetangga. Sehingga kekuatan ikatan tiap molekul adalah =
∈12 . Energi ikat total
dipermukaan adalah
9∈12
=3∈4 . Dari gambaran kasar ini dapat disimpulkan bahwa molekul
dipermukaan memiliki energi yang lebih tinggi disbanding molekul di dalam. Mengenai
tegangan permukaan dapat dijelaskan sebagai berikut:
Gambar 9.1. Fenomena tegangan permukaan
Gambar 9.1 menggambarkan suatu film cairan yang direnggangkan pada suatu bingkai
kawat yang salah satu rusuknya bebas digerakan. Bila suatu kerja dikenakan kepada film
tersebut untuk memperluas areanya maka energi Gibbs film akan bertambah sebesar dA.
disini adalah energi Gibbs permukaan persatuan luas. Besarnya tambahan energi Gibbs
sama dengan besarnya kerja yang dikenakan pada film. Bila gaya yang dikenakan pada film
sebesar f dan film bergerak sepanjang dx, maka:
f dx = dA
Jikaℓ adalah panjang rusuk yang bisa digerakan, maka penambahan luas film adalah 2(ℓ
dx); angka 2 menunjukan bahwa film memiliki 2 sisi; sehingga:
fdx=γ (2ℓ )dxf=2 ℓγ
panjang film yang bersentuhan dengan kawat (rusuk) adalah ℓ pada tiap sisi. Sehingga:
γ= f2 ℓ
Dapat disimpulkan bahwa adalah gaya per satuan panjang yang bekerja pada rusuk kawat
yang kontak dengan film cairan. Kemudian ini disebut ‘Tegangan Permukaan’ zat cair.
Secara definitif, tegangan permukaan adalah gaya yang melawan pertambahan luas area
cairan. Satuan tegangan muka dalam SI adalah Newton/meter yang setara dengan
pertambahan E Gibbs permukaan; E = joule/m2. Untuk cairan-cairan umum, berkisar
antara puluhan mili Newton permeter. Beberapa nilai tersedia di Tabel 9.1.
Tabel 9.1 Tegangan permukaan cairan pada 20oC
Cairan /(10-3N/m) Cairan /(10-3N/m)
Acetone 23,70 Ethyl ether 17,01
Benzene 28,85 n-Hexane 18,43
Carbontetrachlorida 26,95 Methyl alcohol 22,61
Ethyl acetate 23,9 Toluena 28,5
Ethyl alcohol 22,75 Air 72,75
B. Ukuran Tegangan PermukaanWalaupun molekul-molekul dipermukaan memiliki energi 25% lebih tinggi
disbanding yang didalam, efek ini tidak tampak pada sistem yang berukuran normal (biasa);
sebab molekul-molekul yang ada dipermukaan jauh lebih sedikit dibanding molekul-molekul
yang didalam (keseluruhan).
Misalnya suatu kubik (kubus) dengan rusuk sepanjang a: bila suatu molekul
berdiameter 10-10 m maka ada 1010 a molekul yang dapat menempati satu rusuk. Jumlah
molekul dalam kubus = (1010 a )3 = 1030a3 jumlah molekul pada tiap sisi = 6(1010 .a)2 = 6.1020
a2. Sehingga fraksi molekul dipermukaan =6 .10
20 a2
1030a3= 61010a
=6 .10−10a−1
Bila a = 1 meter, maka hanya ada 6 molekul untuk setiap 1010 molekul keseluruhan.
Sehingga untuk nisbah
permukaanvolume sangat kecil, maka pengaruh permukaan dapat
diabaikan. sedang bila nisbah permukaan /volume cukup besar maka pengaruh permukaan
cukup signifikan. Misalkan energi permukaan memberikan kontribusi sebesar 1% dari total
energi.
E = Ev.V + Es.A
dengan Ev = energi per volume V = volume
Es = energi per area A = area
dan Ev=∈v .Nv E s=∈s .N s
E=Ev .V (1+E s AEvV )
¿ EvV (1+∈sN s A∈v NvV )
Ns = 1020 m-2
N s
Nv=10−10m
Nv = 1030 m-3
∈s
∈v=1 ,25
1
E=EvV (1+10−10 AV )
Jika suku kedua dalam kurung dianggap 1%, maka 0,01 = 10-10A/V; sehingga A/V = 108 jika
sistem tersebut berbentuk kubus, maka A/V = 6/a. (a = rusuk). 6/a = 108 sehingga a = 6.10-8
m = 0,06 m. sehingga dapat diperkirakan mengenai ukuran partikel maksimum
kenyataannya ; untuk partikel yang berukuran kurang dari 0,5 m masih dapat memberikan
pengaruh permukaan yang cukup signifikan.
C. Pengukuran Tegangan Permukaan Pada prinsipnya sama dengan ilustrasi pada gambar 9.1. (*) Tensiometer Du Nouy.
Gambar 9.2 Alat DuNouy
Perhatikan gambar 9.2, bila cincin pada cairan ditarik keluar maka pada saat tepat
cincin akan lepas, besarnya gaya yang menarik cincin sama dengan besarnya tegangan
permukaan cairan yang melawan pertambahan luas akibat tarikan pada cincin. Yaitu:
F=2 (2πR )∗γ (9.1)
angka 2 menunjukan bahwa cairan tersentuh pada bagian luar maupun bagian dalam cincin.
Kadang-kadang diperluukan factor koreksi, karena memperhitungkanbentuk cairan yang
ditarik sehingga
F = 2(2R) f.
f = factor koreksi
Cairan yang akan diukur diletakan dalam suatu alat yang didalamnya terdapat
bagian berupa kapiler, sehingga dengan mengatur jumlah cairan, waktu untuk pembentukan
tetesan dapat diatur. Pada saat cairan menetes, gaya-gaya yang bekerja adalah:
2πRγ=mg (9.2)
m = massa tetesan
g = percepatan grafitasi
bila didinginkan hasil yang akurat, maka tetesan harus terbentuk selambat mungkin, namun
factor koreksi tetap diperlukan.
Gambar 9.3 Pengukuran tegangan permukan Metode tetes
D. Termodinamika PermukaanSuatu sistem terdiri dari 2 fase, fase 1 = M1, fase 2 = M2 dan interface (antar muka)
antara keduanya. Interface = I; dilingkupi oleh keliling permukaan silindris B (gambar 9.4a).
Interface digeser ke posisi baru I1. Sehingga terjadi perubahan energi sebagai berikut:
Untuk M1
dU1 = TdS1 – p1dV1 (9.3)
M2
dU2 = TdS2 – p2dV2 (9.4)
Untuk permukaan
dU = TdS - dA (9.5)
Pada persamaan (5), bentuk pdV diganti bentuk dA karena di permukaan tidak bervolume.
dU = dU1 + dU2 + dU = Td (S1 + S2 + S ) – p1dV2 + dA
= TdS – p1dV – p2dV2 + dA
V1 + V2 = V
dV1 + dV2 = dV dV1 = dV – dV2
dU = TdS – p1dV + (p1 – p2)dV2 + dA (9.6)
Jika entropi dan volume konstan, maka pada kesetimbangan, energi minimumnya adalah;
dU = 0, sehingga persamaan (6) menjadi:
( p1 – p2 )dV2 + dA = 0 (9.7)
Dari gambar 9.4a nampak bahwa interfacenya adalah datar, dan kelilingnya adalah silinder
sehingga area antara muka tidak berubah, dA = 0; karena dV2 0 maka p1 = p2.
konsekuensinya tekanan kedua fase adalah sama yang dipisahkan oleh bidang datar.
Apabila kelilingnya berbentuk kerucut, sedangkan antara muka berbentuk speris
dengan jejari curvature R (Gambar 9.4b). maka area dari tutup adalah A = R2. volume M2
yang dilingkupi oleh kerucut dan tutup adalah V2 = R3/3 dengan adalah sudut dari
kerucut yang melingkupi antar muka:
dV2 = R2 dR dan dA = 2R dR,
sehingga
(p2 – p1) R2 dR = 2RdR
p2 = p1 + 2/R (9.8)
Persamaan (9.8) menyatakan persamaan dasar bahwa tekanan didalam fase yang punya
permukaan cembung adalah lebih besar daripada diluarnya. Perbedaan tekanan inilah yang
merupakan alas an fisis terjadinya kenaikan atau penurunan kapiler. Di dalam kasus
gelombang, penambahan tekanan di dalam pergerakan dari luar ke dalam adalah 4 karena
terdapat 2 buah antar muka yang cembung. Jika antarmuka tidak speris tapi memiliki jejari
prinsip R dan R1, maka persamaan akan menjadi
p2=p1+γ ( 1R +
1R1) (9.9)
Gambar 9.4 Perpindahan antarmuka
E. Kenaikan Kapiler dan Penurunan Kapiler
Gambar 9.5. Tekanan di bawah surface datar dan lengkung
Gambar 9.6 Contact angle
Bila pipa kapiler dicelupkan sebagian dalam cairan, maka tinggi cairan di dalam dan di luar
pipa tidak sama. Permukaan cairan di dalam cairan melengkung, sedang di luar pipa
mendatar. Berdasarkan persamaan (8) dapat dicari hubungan antara perbedaan tinggi
cairan, tegangan muka, dan rapat jenis (densitas) kedua fase relatif. Perhatiakan gambar
9.5. Densitas fase 1 = 1; densitas fase 2 = 2. Bila p1 adalah tekanan dalam fase 1 pada
permukaan datar yang memisahkan 2 fase; posisi ini diambil sebagai posisi nol (z = 0) dari
sumbu z; yang arahnya ke bawah. Tekanan pada bagian lain adalah sebagaimana terlihat
pada gambar.
Kondisi kesetimbangan yaitu tekanan pada ketinggian z, yang terletak dibawah
interfacedatar maupun lengkung adalah sama disemua titik. Persamaan tekanan pada titik z,
menghendaki:
p1 + 2gz = p21 + 2 g( z – h ) (9.10)
karena p21= p1
1+ 2 γR
danp11= p1+ ρ1gh
, maka
( ρ2−ρ1 )gh=
2 γR (9.11)
Persamaan ini menghubungkan tegangan muka dengan persamaan kapiler, h; dan
jejari lingkungan R.
Bila permukaan cairan dalam pipa cekung, terjadi penaikan kapiler dan R nya juga
negative. Hubungan antara R dan r (jejari pipa) adalah:rR=sin(θ−90o )
rR=−cosθ→R=−r
cosθ
sehingga persamaan (11) menjadi:
−2 γ cos θ=( ρ2−ρ1 )grh
γ cosθ=12( ρ2−ρ1 )grh
(9.12)
Jika < 90o, miniskus cairan adalah cekung, h positif, terjadi kenaikan kapiler. Bila > 90o,
miniskus cembung, cos dan h negative.
F. Antarmuka Cair–Cair dan Padat CairTegangan antar muka 2 fase cairan, dan b, adalah b. Bila antar muka (interface)
ke-2 fase dipisahkan, maka akan terbentuk a m2 permukaan fase murni dengan energi
Gibbs permukaan v, dan a m2 permukaan fase b murni dengan energi Gibbs permukaan
bv (gambar 9.10). Pada peristiwa ini terjadi perubahan energi Gibbs:
ΔG=W Aαβ=γ αν+γ βν−γαβ (9.13)
Pertambahan energi Gibbs ini disebut kerja Adhesi, W Aαβ
, antar fase dan b. Jika yang
dipisahkan adalah murni, akan terbentuk permukaan 2a m2, dan:
ΔG=WCα=2 γαν (9.14)
WCα
adalah kerja kolusi . Demikian pula untuk fase b
ΔG=WCβ=2 γ βν (9.15)
maka
W Aαβ=1
2WC
α+ 12WC
β−γ αβ
γαβ= 12 (W C
α+W Cβ )−W A
αχ
(9.16)
jika energi adhesi, W Aαβ
bertambah maka γαβ
berkurang. Jika γαβ
= 0 maka tak ada
tahanan untuk memperluas antarmuka antara fase dan b, kedua cairan bercampur
spontan.
W Aαβ= 1
2 (WCα+WC
β ) (9.17)
Gambar 9.7 Tegangan antarmuka
Tabel 9.2. Tegangan antarmuka antara air () dan beberapa cairan (b) pada 20oC
b/10-3 N/m b/10-3 N/m
Hg 375 C6H6 35,0
n-C6H14 51,1 C6H5CHO 15,5
n-C7H16 50,2 C2H5OC2H5 10,7
n-C8H18 50,8 n-C8H17OH 8,5
Alasan yang sama dipakai pula untuk tegangan interface antara padatan dan cairan.
Sehingga analog dengan persamaan (16), diperoleh:
W ASℓ=γ Sv+γ ℓv−γ Sℓ (9.18)
Perhatikan gambar 9.8, jika setetes cairan pada permukaan padatan tersebut ditekan
sedikit, maka area antar padatan-cairan bertambah sebesar dASℓ , dan perubahan E Gibbs
nya:
dG=γ SℓdASℓ+γSvdASv+γ
ℓv dAℓv
−dASv=dASℓ dandA ℓv=dASℓCosθ
sehingga
dG=(γ Sℓ−γ Sv+γ ℓv cosθ )dASℓ (9.19)
Kemudian timbulsuatu besaran yang disebut spreading coefficient atau koefisien
penyebaran cairan pada padatan:
σ ℓS=− ∂G∂ ASℓ
Bila σℓS
positif, (∂G ∂ ASℓ) adalah negatif, dan energi Gibbs akan berkurang jika
antarmuka padatan-cairan membesar, cairan akan menyebar dengan spontan. Jika σℓS=0
, konfigurasinya stabil, berada dalam kesetimbangan terhadap berbagai luasan antarmuka
padatan – cairan. Jika σℓS
negative, cairan maka mengkerut dan A ℓSberkurang secara
spontan.
Gambar 9.8 Penyebaran cairan di atas padatan
G. Tegangan muka dan adsorpsiPerhatikan sistem seperti gambar 9.5(a); 2 fase dengan antarmuka datar: p1 = p2 = p.
Bila sistemnya multi komponen, potensial komponen sama di tiap-tiap fase dan pada
antarmuka. Perubahan energi Gibbs total:
dG=−SdT +Vdp+γ dA+∑ iμ idni (9.20)
untuk 2 fase tersebut:.
dG1=−SdT+V 1dp+∑ i μidni(1)
(9.21)
dG2=−SdT+V 2 dp+∑ i μidni(2 )
(9.22)
ni(1)danni
(2)adalah jumlah mol I di dalam fase (1) dan (2). Kedua persamaan tersebut
dikurangkan terhadap persamaan (20), akan diperoleh:
d (G−G1−G2 )=−(S−S1−S2 )dT+(V−V 1−V 2 )dp+γ dA+∑ iμ id (ni−ni(1)−n i
(2))bila antar muka menghasilkan efek fisik maka selisih antara G dengan (G1 +G2 ) adalah GG,
sehingga
Gσ=G−(G−G1+G2 ) Sσ=S−(S1−S2) ni
σ=ni−(ni(1)+ni(2 ))karena V = V1 + V2 , maka
dGσ=−Sσ dT+γ dA+∑ iμ idniσ
(9.23)
sehingga bila T, p dan komposisinya konstan, sedang keliling permukaan adalah silinder,
maka bila dan I juga konstan, kemudian persamaan (23) diintegralkan:
∫0
Gσ
dGσ=γ∫0
A
dA+∑ iμi∫0
niσ
dniσ
Gσ=γA+∑i μ ini
σ (9.24)
bila gσ=Gσ
Adan Γ i=
niσ
A (surface excess), maka.
gσ=γ+∑i μi Γ i (9.25)
Dengan mendeferensialkan persamaan (24) dan mengurangkannya terhadap persamaan
(23) akan diperoleh:
O=Sσ dT+Ad γ+∑i niσ dμi (9.26)
bila sσ=Sσ
A maka pada keadaan ini
dγ=−sσ dT−∑i Γ idμ i (9.27)
dan pada T,p konstan
dγ=−( Γ1dμ1+Γ2dμ2+. .. ) (9.28)
Jadi pada kondisi ini, perubahan ditentukan oleh perubahan i. Pada sistem komponen
tunggal, maka posisi antarmuka bisa dipilih sedemikian hingga 1 = 0, sehingga :
gσ=γ dansσ=−( ∂ γ∂T )A (9.29) a,b
karena gσ=u
σ−Tsσ , maka energi permukaan per satu area:
uσ=γ−T ( ∂ γ∂T )A (9.30)
Penjelasan mengenai ‘surface excess’ adalah sebagai berikut: pandang suatu kolom
dengan penampang lintang area yang tetap, A. Perhatikan gambar 9.12. Konsentrasi molar
Spesies i = Ci adalah fungsi dari z (tinggi kolom) antar muka kira-kira zo. Untuk menghitung
jumlah mol spesies I dalam sistem, sebagai berikut:
ni=∫0
z
Ci Adz=A∫0
z
Cidz (9.31)
Gambar 9.9 Konsentrasi sebagai suatu fungsi posisi
Jumlah mol i dalam fase 1:
ni(1)=Ci
(2 )V 1=C i(1 )Azo=A∫
0
zo
Ci(1 )dz
bila niσ=ni−ni
(1)−ni(2 )
maka niσ=A [∫0z C idz−∫
o
zo
C i(1)dz−∫
z0
Z
C i(2 )dz ]
bila Γi=
niσ
A dan ∫0
z
C idz=∫0
zo
C idz+∫zo
Z
Cidz maka
Γ i=∫0
z o
(C i−Ci(1 ))dz+∫
zo
Z
(Ci−C i(2))dz
(9.32)
Dengan memperhatikan gambar 9.12, tampak bahwa nilai I bergantung pada posisi yang
dipilih untuk acuannya; zo. Bila zo digeser ke kiri, I akan bernilai positif; dan sebaliknya. Bila
zo ditetapkan sedemikian hingga surface excess salah satu komponen = 0, komponen ini
biasanya dipilih untuk pelarut dan diberi tanda 1, sehingga I = 0.
Untuk sistem 2 komponen; persamaan (28) adalah:
−dγ=Γ 2dμ2 (dengan I = 0)
di dalam larutan encer ideal, berlaku: μ2=μ2o+RT lnC2
dμ2=RT ( dC2
C2 )sehingga
−( ∂ lγ∂C2 )T . p=Γ2RTC2 atau
Γ2=−1RT ( ∂ γ
∂ ln c2 )T , p (9.33)
Bentuk ini dinamakan Isoterm Adsorpsi Gibbs. Jika tegangan muka berkurang dengan
bertambahnya konsentrsi solut, maka 2 adalah positif, berarti terdapat kelebihan solute
pada antarmuka. Demikian sebaliknya, bila tegangan muka membesar dengan
bertambahnya C2 maka 2 adalah negatif.
H. Adsorpsi pada PadatanJika suatu butiran padatan diaduk ke dalam larutan berwarna, tampak bahwa
kedalaman warna dalam larutan sangat berkurang. Bila butiran padatan tersebut
dihamburkan kedalam gas bertekanan rendah, warna maupun gas di adsorpsi ke
permukaan. Seberapa besar efeknya, bergantung pada suhu, perilaku adsorbat dan juga
perilaku dan kondisi dari adsorben; demikian konsentrasi warna atau tekanan gas. Isoterm
Freundlich adalah satu dari beberapa persamaan awal yang diusulkan untuk
menghubungkan jumlah bahan teradsorpsi terhadap konsentrasi bahan dalam larutan.
m=k .C1n
(9.34)
m = massa zat teradsorpsi persatuan massa adsorben
C = konsentrasi
k dan n adalah tetapan
Dengan mengukur m sebagai fungsi C dan mengeplot log m versus log C, nilai k dan n
dapat ditentukan dari slope dan intersep. Isotherm Freundlich tidak sesuai jika konsentrasi
adsorbat sangat tinggi.
Proses adsorpsi dapat dijelaskan dengan suatu persamaan kimia, jika adsorbetnya
gas, maka persamaan kesetimbangannya:
A(g) + S AS
A adalah adsorbet gas; S adalah situs kosong di permukaan, dan AS mempresentasikan
suatu molekul teradsorpsi atau situs dipermukaan yang terisi. Konstanta kesetimbangannya:
K=X AS
X SP (9.35)
Gambar 9.10. Langmuir Isotherm
XAS = fraksi mol dari situs terisi dipermukaan
XS = fraksi mol dari situs kosong dipermukaan
P = tekanan gas
Notasi umum yang sering dipakai adalah ;
XS = (1 - ) sehingga:
K .P= θ1−θ (9.36)
Persamaan (36) ini merupakan persamaan isotherm Langmuir dengan K adalah konstanta
kesetimbangan adsorpsi.
θ= K .P1+KP (9.37)
Jika yang dibahas adalah adsorpsi zat dari larutan, persamaan (9.37) dapat digunakan
dengan P diganti C (konsentrasi molar). Jumlah zat teradsorb, m, sebanding terhadap
untuk adsorben tertentu, sehingga m = b , dengan b adalah suatu konstanta. Maka:
m= bKP1+KP (9.38)
Jika diinversikan akan diperoleh:
1m= 1b+ 1bKP (9.39)
dengan mengeplot 1mvs1
P , konstanta K dan b dapat ditentukan dari slope dan intersep.
Dengan mengetahui K, dapat dihitung fraksi dari permukaan yang tertutupi. (persamaan 37)
Persamaan (9.37) umumnya lebih berhasil dalam menginterpretasikan data
dibanding persamaan (9.34) jika lapisan teradsorpsinya adalah monolayer. Plot vs P
tampak pada gambar 9.10. Pada P rendah, KP<< 1 sehingga = KP, bertambah secara
linier terhadap P. Pada P tinggi, KP>> 1 sehingga = 1, permukaan hamper tertutup
seluruhnya dengan lapisan monomolekuler. Pada kondisi ini, perubahan tekanan hanya
sedikit sekali mengubah jumlah zat teradsorb.
I. Adsorpsi Fisik dan KimiaJika antaraksi antara adsorbat dan permukaan merupakan interaksi Van der Walls
maka yang terjadi adalah adsorpsi secara fisik. Adsorbat terikat secara lemah dan panas
adsorpsinya rendah (sekitar beberapa kiloJoule) dan ada disekitar panas vaporisasi
adsorbat. Bila T naik, jumlah adsorbat yang menempel akan berkurang.
Gambar 9.11 Multilayer adsorption
Jika molekul teradsorb bereaksi secara kimia dengan permukaan, fenomenanya
disebut Kemisorpsi. Sebab terjadi pemutusan ikatan kimia dan pembentukan ikatan baru.
Panas adsorpsi yang timbul nilainya hamper sama dengan panas reaksi kimia, dari
beberapa kiloJoule sampai 400 kJ. Kemisorpsi tidak sampai melampaui pembentukan
monolayer di permukaan. Oleh karena itu; isotherm langmuir paling sesuai untuk
menginterpretasikan data. Dalam isotherm Langmuir, panas adsorpsi tidak bergantung pada
, yaitu fraksi permukaan yang tertutup. Bila panas adsorpsi tergantung , harus digunakan
isotherm yang lain.
J. Isoterm BET (Brunauer, Emmet, dan Teller)Brunaur, Ement dan Teller telah membuat model untuk adsorpsi multilayer. Mereka
berasumsi bahwa langkah pertama didalam adsorpsi adalah:
A(g) + S AS K1=
θ1θv P (9.40)
K1 = konstanta kesetimbangan
1 = fraksi dari situs permukaan yang terisi molekul tunggal
v = fraksi dari situs kosong
Bila tidak ada hal lain terjadi, persamaan ini akan menjadi isotherm langmuir.
Selanjutnya mereka berasumsi bahwa molekul-molekul tambahan menduduki
puncak salah satu yang lain membentuk multilayer. Mereka menginterpretasikan prosesnya
seperti reaksi kimia berturutan, masing-masing dengan konstanta kesetimbangan yang
berkaitan:
A(g) + AS A2S K2=
θ2θ1P
A(g) + A2S A3S K3=
θ3θ2P
A(g) + AnS AnS Kn=
θn
θn−1P
Pada notasi A3S menunjukan bahwa situs permukaan memiliki 3 tampak molekul A
diatasnya. I adalah fraksi dari situs yang ditempati molekul A setinggi I lapis. Interaksi
antara molekul A pertama dengan situs permukaan adalah unik, bergantung pada perilaku
tertentu dari molekul A dan permukaan. Tetapi, sewaktu molekul A kedua menduduki
molekul A yang pertama, interaksinya tidak jauh berbeda dari interaksi 2 molekul A dalam
cairan, hal yang sama berlaku juga saat molekul ke -3 menduduki molekul ke-2, sehingga
semua proses ini, kecuali yang pertama, dapat dipandang sebagai proses peleburan
(liquefaction); sehingga memiliki konstanta kesetimbangan yang sama, yaitu K
K. KoloidDispersi koloid secara tradisional didefinisikan sebagai suspensi partikel-partikel kecil
dalam medium continue. Karena kemampuannya menghamburkan cahaya dan
berkurangnya tekanan osmotic, partikel ini diakui lebih besar disbanding molekul kecil
sederhana seperti air, alkohol, atau benzena dan garam-garam sederhana seperti NaCl.
Diasumsikan bahwa partikel-partikel tersebut mengumpul terdiri dari kumpulan-kumpulan
molekul kecil, yang bersama-sama dalam keadaan menggerombol, berbeda dengan
keadaan kristal biasa. Sekarang diketahui bahwa banyak dari kumpulan-kumpulan partikel
ini pada kenyataannya adalah molekul tunggal yang memiliki massa molar yang tinggi.
Batas ukurannya sulit ditentukan, tetapi bila partikel-partikel terdispersi tersebut berukuran
antara 1m sampai 1nm, kemungkinannya sistemnya adalah disperse koloid.
Secara klasik, koloid dapat diklasifikasikan dalam 2 kelompok:
1. LYOPHILIC atau solvent-loving-colloids (juga disebut gel)
2. LYOPHOBIC atau solvent-fearing-colloids (juga disebut sol)
1. Koloid LyophilicKoloid lyophilic adalah larutan yang berisi dispersi molekul-molekul tunggal,
umumnya adalah polimer-polimer pendek atau yang lain. Interaksi solven-solut demikian
kuat dan menguntungkan sehingga koloid lyophilic relative stabil. Tipe sistem liofilik adalah
protein (khususnya gelatine) atau pati dalam air, karet dalam benzene, dan selulosa nitrat
atau selulosa asetat dalam aseton. Proses pelarutannya mungkin agak lambat.
Penambahan pelarut mula-mula diadsorpsi oleh padatan dengan lambat, sehingga
padatan membengkak (tahap ini disebut imbibisi). Selanjutnya, penambahan pelarut yang
disertai pengadukan akan mendistribusikan pelarut-zat terlarut secara seragam. Pada kasus
gelatin, proses pelarutan dicapai dengan menaikan temperatur; kemudian sewaktu larutan
mendingin, akan terbentuk kerangka jaringan yang merupakan belitan-belitan dari molekul –
molekul protein yang panjang dengan banyak ruang-ruang terbuka antara molekul-molekul.
Adanya protein akan menginduksi beberapa struktur dalam air, yang secara fisik
terperangkap di dalam interstisi jaringan menghasilkan GEL. Penambahan sejumlah garam
ke dalam gel hidrofilik akan mengendapkan protein.
2. Koloid lyophobicUmumnya, koloid liofobik adalah zat yang kelarutannya rendah di dalam medium
pendispersi. Koloid liofobik biasanya mengumpul (merupakan kumpulan dari molekul-
molekul kecil), atau jika molekulnya kompleks, mereka terdiri dari satuan-satuan formula
dalam jumlah yang agak besar. Dispersi liofobik dapat dibuat dengan menggerinda padatan
dengan medium dispersinya didalam suatu lempung (ball mill), sehingga padatan tersebut
menjadi koloid, kurang dari satu m. Selain itu, disperse liofobik yaitu sol dapat diperoleh
dengan pengendapan. Tipe reaksi kimia yang menghasilkan sol adalah:
Hidrolisis:
FeCl3 + 3 H2O Fe(OH)3 (koloid) + 3H+ + 3Cl-
Reduksi:
SO2 + 2 H2S 2 S (koloid) + 2 H2O
2 AuCl3 + 3 H2O + 3 CH2O 2 Au (koloid) + 3 HCOOH + 6 H+ + 6 Cl-
Karena sol sangat sensitif terhadap adanya elektrolit, maka reaksi-reaksi preparative
yang tidak menghasilkan elektrolit lebih baik dari pada sebaliknya. Untuk menghindari
adanya pengendapan sol oleh elektrolit, sol dapat dimurnikan dengan dialisa. Sol diletakan
dalam kantong koloidon, dan kantong tersebut dicelupkan dalam aliran air. Ion-ion kecil
dapat berdifusi melalui koloidon dan tercuci, sedangkan partikel koloid yang lebih besar
tetap tinggal di dalam kantong.
Namun demikian, sekelumit elekrolit tetap diperlukan untuk menstabilkan koloid,
sebab sol memperoleh stabilitasnya dari adanya lapisan rangkap listrik pada partikel.
3. Lapisan rangkap listrik dan stabilitas Koloid lyophobicStabilitas koloid liofob banyak dipengaruhi oleh adanya lapisan rangkap listrik di
permukaan partikel-partikel koloid. Perhatikan; jika ada 2 partikel dari suatu bahan yng sukar
larut tidak memiliki lapisan rangkap, mereka akan menjadi makin dekat karena pengaruh
gaya tarik van der Waals, sehingga mereka akan mengendap. Sebaliknya, bila partikel-
partikel memiliki lapisan rangkap sebagaimana Gambar 9.12, maka efek keseluruhannya
ialah partikel-partikel saling tolak menolak, sebab sewaktu 2 partikel saling mendekati, jarak
antara muatan – muatan tak sejenis lebih kecil dibanding jarak antara muatan-muatan tak
sejenis. Gaya tolak inilah yang mencegah partikel-partikel terlalu berdekatan sehingga
menstabilkan koloid. Jadi sumber utama kestabilan kinetika adalah: adanya muatan listrik
pada permukaan koloid. Adanya muatan itu, mengakibatkan ion dengan muatan berlawanan
akan berkumpul didekatnya, dan terbentuklah atmosfir ion.
Ada dua daerah muatan yang harus dibedakan. Pertama, lapisan ion tak bergerak
menempel kuat pada permukaan partikel koloid, dan yang mungkin mengandung molekul air
(jika mediumnya air). Di sekeliling lapisan ion tak bergerak ini terdapat atmosfir ion, bagian
ini yang menentukan mobilitas partikel. Kulit muatan bagian dalam dan atmosfir diluarnya ini
disebut lapisan rangkap listrik. Pada kekuatan ion tinggi, atmosfer menjadi rapat dan pada
jarak dekat potensialnya turun, akibat berikutnya adalah terjadinya flokulasi, yaitu
penggumpalan koloid, sebagai konsekuensi dari gaya van der Waals. Karena kekuatan ion
bertambah dengan penambahan ion, khususnya ion bermuatan tinggi, ion tersebut bertindak
sebagai zat penggumpal. Ini merupakan dasar dari aturan Schultze-Hardy empiris, yaitu
koloid hidrofob digumpalkan paling efektif oleh ion berlawanan yang bermuatan tinggi.
Gambar 9.12 Lapisan rangkap pada dua partikel dan 9.13 Energi interaksi partikel koloid
Kurva (a) pada Gambar 9.13 memperlihatkan energi potensial yang disebabkan gaya
tarik van der Waals sebagai fungsi jarak pisah antara 2 partikel. Kurva (b) memperlihatkan
energi tolakan. Kurva kombinasi untuk tolak menolak lapisan rangkap dan gaya tarik van der
Waalsditunjukan oleh kurva (c). Pada saat kurva (c) maksimum, koloid akan memiliki
stabilitas.
Lapisan rangkap yang terbentuk pada permukaan partikel koloid terikat dengan
lemah ke permukaan partikel itu, oleh karena itulah lapisan ini mudah bergerak(mobil).
Terdapat suatu garis pemisah antara bagian yang mobil dari lapisan rangkap dengan bagian
yang tetap di permukaan, didearah ini timbul suatu potensial elektrik yang disebut Potensial
zeta ( potensial). Muatan pada bagian yang mobil dari lapisan rangkap bergantung pada
potensial zeta ini.
Penambahan elektrolit ke dalam sol akan menekan lapisan rangkap terdifusi (bagian
yang mobil) sehingga potensial zeta berkurang. Hal ini akan menurunkan gaya tolak
menolak elektrostatik secara drastic antara partikel-partikel sehingga mengendapkan koloid.
Koloid ini sangat sensitive terhadap ion yang mutannya berlawanan. Sol bermuatan positif
seperti Fe(OH)3 akan diendapkan oleh ion-ion negative seperti ion Cl-dan SO42-, ion-ion
tergabung ke bagian tertentu dari lapisan rangkap, sehingga mereduksi muatan partikel
secara keseluruhan. Akibat selanjutnya akan menurunkan potensial zeta, yang akan
mengurangi gaya tolak antar partikel. Serupa dengan hal itu; sol negative akan di
destabilisasi oleh ion-ion positif. Makin tinggi muatan suatu ion akan makin efektif
mengkoagulasi koloid. Konsentrsi minimum yang diperlukan untuk menghasilkan koagulasi
yang cepat adalah kira-kira 1 : 10 : 500 untuk muatan 3 : 2 : 1. ion yang memiliki muatan
sama seperti partikel koloidnya tidak banyak berpengaruh dalam koagulasi ; kecuali
pengaruhnya dalam menekan lapisan rangkap difusi. karena lapisan rangkap hanya memiliki
sedikit ion, maka hanya memerlukan elektrolit berkonsentrasi rendah untuk menekan lapisan
rangkap tersebut dan akhirnya mengendapkannya.
L. Zat Aktif Permukaan (Surfaktan), Sabun dan DetergenZat aktif permukaan adalah golongan partikel zat terlarut tertentu yang
memperlihatkan efek yang dramatis pada tegangan permukaan. Paretikel-partikel ini disebut
zat aktif permukaan atau surfaktan. Jadi yang paling utama dalam hal ini adalah terdapatnya
hubungan antara fenomena adsorpsi dan energi permukaan atau tegangan permukaan.
Yang pertama, penggolongan surfaktan didasarkan pada kelarutan dari spesies teradsorpsi;
apakah termasuk tak larut dipermukaan ataukah larut dipermukaan. Yang kedua,
penggolongan bahan ini didasarkan pada metode eksperimen. Untuk antarmuka yang
mudah bergerak, tegangan muka dapat diukur dengan mudah.
Gambar 9.14 Diagram skematik misel
Jadi surfaktan merupakan spesies yang aktif pada antarmuka antara dua fase,
seperti antarmuka antara fase hidrofil dan hidrofob. Surfaktan berakumulasi di permukaan
dapat dihitung dengan persamaan surface excess (lihat pembahasan sebelumnya).
Γ i=niσ
A
i adalah kelebihan permukaan per satuan luas
niσ
adalah jumlah mol zat i dipermukaan
A adalah area dipermukaan
i dapat bernilai positif (akumulasi i pada antarmuka) atau negatif (kekurangan i
pada permukaan)
Contoh molekul surfaktan adalah sabun dan diterjen. Contoh molekul sabun,
C17H35COO-Na+, pada konsentrasi yang rendah, larutan sabun terdiri dari ion Na+ dan ion
stearat seperti halnya larutan garam pada umumnya. Pada konsentrasi yang agak tinggi,
yaitu konsentrasi misel kritis (CMC), ion-ion stearat menggumpal menjadi gumpalan, dan
disebut micelles (Gambar 9.23). Micelle ini berisi 50 sampai 100 buah ion stearat. Bentuk
misel kira-kira speris dan rantai hidrokarbon ada dibagian dalam, sedangkan gugus polar,
COO- ada dipermukaan. Permukaan misel ini yang berhubungan dengan air, dan gugus
polar ini yang menstabilkan misel tersebut.
Ukuran misel adalah koloid, karena bermuatan, maka misel adalah ion koloid. Misel
banyak mengikat banyak sekali ion-ion positif ke permukaannya sebagai ion counter
sehingga sngat mengurangi muatannya. Pembentukan misel menghasilkan penurunan
konduktifitas listrik yang tajam per mol elektrolit. Misal terdapat 100 ion Na+ dan 100 ion
stearat; jika ion –ion stearat mengumpul menjadi misel dan misel mengikat 70 ion Na+
sebagai ion lawan, maka akan ada 30 ion Na+ dan 1 miseler yang memiliki muatan -30 unit;
total ada 31 ion. Reduksi inilah yang secara tajam menurunkan konduktifitas listrik.
Dengan menggabung molekul-molekul hidrokarbon ke dalam micel, larutan sabun
dapat bertindak sebagai solven hidrokarbon, aksi sabun sebagai pembersih bergantung
pada permukaannya untuk menahan kotoran dalam suspensi. Struktur deterjen mirip sabun.
Deterjen tipe anionic adalah alkyl sulfonat, RSO3-Na+, agar diterjen bertindak bagus, R harus
memiliki sekurang-kurangnya 16 atom C. diterjen kationik biasanya garam ammonium
kuartenair, yaitu satu alkyl (gugus alkyl) berantai panjang, contoh (CH3)3RNa+Cl- , dengan R
memiliki 12 sampai 18 C.
M. Rangkuman
SOAL SOAL:1. Pada 25oC, densitas mercury adalah 13,53 g/cm3 dan = 0,484 N/m. Berapakah
penurunan kapiler mercuri dalam pipa gelas dengan diameter dalam 1 mm jika kita
asumsikan bahwa = 180o? Abaikan densitas udara.
2. Dalam pipa gelas, air memperlihatkan kenaikan kapiler 2cm pada 20oC. Jika = 0,9982
g/cm3 dan = 72,75x10-3 n/m, hitunglah diameter pipa ( =0oC)
3. Pada 20oC tegangan antarmuka antara air dan benzene adalah 35 mN/m. Jika = 28,85
mN/m untuk benzene dan 72,75 mN/m untuk air (asumsikan bahwa = 0), hitung
a) kerja adhesi antara air dan benzene.
b) kerja kohesi untuk benzene dan untuk air.
c) Koefisien penyebaran untuk benzene di atas air.
4. a) Adsorpsi etil chloride pada sample arang pada 0oC dan pada beberapa tekanan yang
berbeda adalah
p/mmHg 20 50 100 200 300
Jml gram teradsorbsi 3,0 3,8 4,3 4,7 4,8
Dengan isotherm Langmuir, tentukan fraksi permukaan yang tertutupi pada tiap tekanan
yang tertera.
b) Jika luas area molekul etil chloride adalah 0,260 nm2, berapakah luas area arang?
5. Adsorpsi butane pada bubuk NiO diukur pada 0oC; volume butane pada STP yang
teradsorpsi per gram NiO adalah
p/kPa 7,543 11,852 16,448 20,260 22,959
v/(cm3/g) 16,46 20,72 24,38 27,13 29,08
a) Dengan isotherm BET, hitunglah volume yang teradsorpsi pada STP pergram jika
NiO tertutup oleh lapisan monolayer; po = 103,24 kPa.
b) Jika luas penampang molekul butane tunggal adalah 44,6 x 10-20 m2, berapa area
pergram bubuk NiO?
c). Hitunglah 1,2,3, dan v pada 10 kPa dan 20 kPa.
d). Dengan menggunakan isotherm Langmuir, hitunglah pada 10 kPa dan 20 kPa dan
perkirakan luas permukaan. Bandingkan dengan pada b).
DAFTAR PUSTAKA
1. Atkins, P.W., 1990. Physical Chemistry.3rd Ed. Oxford: Oxford University Press.
2. Castellan, G.W., 1983. Physical Chemistry.3rd Ed. Canada. Addison-Wesley Publishing Company.
3. Alberty, R. A. 1987. Physical Chemistry. New York: John Wiley and Sons
4. Atkins, P. W. 1994. Kimia Fisika, terjemahan oleh Irma I.K. Jakarta: Penerbit Erlangga
5. Dogra, S.K. dan Dogra, S. 1990. Kimia Fisik dan Soal-soal. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia