bab2 sifat fisikokimia roti dengan penambahan serat pangan
DESCRIPTION
roti dengan penambahan serat alami seperti buah-buahan akan mempengaruhi sifat fisikokimianyaTRANSCRIPT
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Roti
Roti adalah makanan yang terbuat dari tepung terigu, air, dan
ragi yang pembuatannya melalui tahap pengulenan, fermentasi
(pengembangan), dan pemanggangan dalam oven (Sivam et al., 2010).
Bahan dan proses yang dilaluinya membuat roti memiliki tekstur yang
khas (Figoni, 2008).
2.1.1 Bahan Pembuatan Roti
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan roti digolongkan
menjadi bahan baku utama dan bahan pembantu. Bahan baku utama
antara lain: tepung terigu, yeast, dan air. Sedangkan untuk bahan
pembantunya antara lain: gula, garam, dan lemak.
2.1.1.1 Bahan Baku Utama
Bahan baku merupakan dasar utama yang diperlukan dalam
suatu proses untuk menghasilkan suatu produk. Bahan baku yang
digunakan akan mempengaruhi kualitas roti yang dihasilkan. Bahan baku
yang digunakan untuk pembuatan roti adalah sebagai berikut:
1. Tepung Terigu
Tepung terigu diperoleh dari pengolahan biji gandum yang sehat
dan telah dibersihkan. Tepung terigu yang kualitasnya baik adalah kering,
tidak mudah menggumpal jika ditekan, berwarna putih, bebas dari kulit,
tidak berbau asing, dan bebas dari benda-benda asing lainnya (Hui, 2006).
Menurut Owens (2001), hasil penggilingan dari tepung terigu dapat
digolongkan menjadi tiga macam berdasarkan jenisnya, yakni:
3
4
a) Tepung terigu lunak (soft wheat flour), kandungan protein 8-9%.
Digunakan untuk pembuatan biskuit dan kue-kue yang tidak
memerlukan pengembangan.
b) Tepung terigu medium, memiliki kadar protein 10-11%.
Merupakan campuran antara tepung terigu jenis soft dan hard.
Biasanya digunakan untuk membuat cake dan kue-kue lainnya.
c) Tepung terigu hard, memiliki kadar protein 11-13%. Diperoleh
dari hasil penggilingan 100% gandum jenis hard. Tepung terigu
jenis hard biasanya digunakan untuk membuat roti yang
memerlukan pengembangan.
Protein berupa gluten yang terkandung dalam tepung terigu
berperan penting dalam pembuatan roti. Gluten inilah yang dapat
membuat roti mengambang selama proses pembuatan. Gluten harus
cukup kuat untuk mempertahankan karbon dioksida yang dihasilkan
selama fermentasi, sehingga pengembangan roti maksimal (Owens 2001;
Hui 2006; Figoni 2008).
2. Air
Air berperan dalam membantu pembentukan gluten di dalam
tepung, pengontrol kepadatan dan suhu adonan, membantu melarutkan
gula dan garam-garam, dan membantu kerja aktivitas enzimatis (Figoni,
2008; Edward 2007).
Air yang digunakan sebaiknya memiliki kisaran pH 5-6 karena
merupakan pH ideal untuk pembentukan gluten yang maksimum. Kisaran
pH tersebut dapat dipertahankan dengan menambahkan krim tartar, buah,
dan baking soda (Figoni, 2008).
3. Ragi (Yeast)
Fungsi utama dari yeast (Saccharomyces cerevisiae) adalah
untuk memproduksi gas karbon dioksida (CO2) yang dapat
mengembangkan adonan, khususnya pada tahap pengembangan adonan
5
(proofing) dan tahap awal pemanggangan (Hui 2006; Figoni 2008; Owens
2001; Edward 2007; Coultate 1984). Menurut Edward (2007), aktivitas
yeast pada adonan roti adalah sebagai berikut:
Simple sugar → Ethyl alcohol + Carbon dioxide
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2
Suhu yang optimal untuk kerja yeast sekitar 34-38°C pada pH
4,0-5,2 (Garver dkk 1966 dalam Hui, 2006). Aktivitas yeast sangat rendah
pada suhu 4°C, dan akan mati pada suhu sekitar 45-50°C (Hui 2006;
Figoni 2008).
2.1.1.2 Bahan Pembantu
Bahan pembantu adalah bahan yang sengaja ditambahkan pada
proses pengolahan dan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap mutu
produk yang dihasilkan sehingga menjadi lebih dari sebelumnya. Bahan
pembantu yang sering digunakan dalam pembuatan roti adalah sebagai
berikut:
1. Garam
Peranan garam dalam pembuatan roti sangat penting tidak hanya
sekedar memberikan kontribusi rasa dan aroma pada roti. Peranan penting
garam adalah memperkuat struktur gluten dan menghambat pertumbuhan
ragi untuk mengendalikan fermentasi dalam adonan roti (Hui 2006;
Figoni 2008; Owens 2001; Coultate 1984). Penambahan garam pada
formula roti penting untuk diperhatikan. Apabila terlalu banyak garam
yang digunakan laju fermentasi lambat, jika tidak cukup garam laju
fermentasi terlalu cepat (Hui 2006; Owens 2001; Figoni 2008). Garam
yang ditambahkan pada adonan roti sekitar 1,5-2% dari berat tepung
terigu (Figoni 2008; Edwards 2007).
2. Gula
Menurut Figoni (2008), fungsi gula dalam pembuatan roti adalah:
6
1. Memberikan rasa dan aroma yang menarik pada produk akhir
hasil pemanggangan,
2. Memperbaiki warna pada kulit roti (crust) karena adanya reaksi
Maillard dan karamelisasi,
3. Menambah keempukan roti karena gula dapat mengurangi
kecepatan penyerapan air dalam tepung sehingga pembentukan
gluten dapat sempurna dan tekstur roti menjadi halus,
4. Membantu mempertahankan kelembaban dan memperpanjang
kesegaran karena gula dapat mengikat air,
5. Media yang baik untuk pertumbuhan yeast (sebagai sumber
karbon),
6. Memproduksi CO2 karena pada umumnya golongan
monosakarida dapat langsung dihidrolisa oleh enzim menjadi
CO2 dan alkohol,
7. Menambah nilai gizi produk.
3. Lemak
Menurut Ketaren (1986), lemak merupakan salah satu bahan
yang sangat diperlukan dalam pembuatan roti. Pencampuran lemak harus
sebaik mungkin, sehingga distribusi lemak dalam adonan merata dan
ruang udara yang terbentuk dalam adonan juga merata. Lemak digunakan
untuk mempertahankan aroma dan membantu menahan gas yang
dihasilkan selama proses fermentasi (Hui 2006; Figoni 2008; Edwards
2007).
Menurut Figoni (2008) dan Owens (2001), penambahan lemak
dalam pembuatan roti mempunyai fungsi antara lain:
1. Memberikan kenampakan yang baik yaitu warna kuning
keemasan pada crust,
2. Memberikan kerenyahan dan kelunakan pada produk roti yang
dihasilkan,
7
3. Bertindak sebagai emulsifier,
4. Sebagai pelumas gluten pada adonan, dan
5. Memberikan flavor yang spesifik.
Lemak yang ditambahkan dalam pembuatan roti dapat berupa
butter, margarin, shortening, dan minyak.
1. Mentega (Butter)
Mentega adalah massa yang kompak, berasal dari lemak susu yang
dibuat dengan proses churning. Komponen terbanyak dalam mentega
adalah lemak, air, dan garam. Mentega memberikan fungsi yang penting
dalam produk akhir roti yaitu memberikan moistness, tenderness, dan
flakiness (Hui 2006 dan Figoni 2008).
Mentega memiliki banyak kekurangan, yaitu harganya yang
terlalu mahal. Mentega dapat beberapa kali lebih mahal dari margarin,
selain itu mentega adalah lemak yang tidak diinginkan dari sudut pandang
kesehatan (Figoni, 2008).
2. Margarin
Margarin merupakan mentega tiruan dengan rupa bau,
konsistensi, rasa, nilai gizi, serta fungsi yang hampir sama dengan
mentega. Meskipun hampir memiliki kesamaan pada sifat mentega,
margarin belum bisa menggantikan rasa dan mouthfeel yang dimiliki oleh
mentega. Margarin memiliki beberapa keunggulan dibandingkan mentega
yaitu harganya yang relatif lebih murah dan margarin tidak mengandung
lebih rendah lemak jenuh (Figoni, 2008)
3. Shortening
Perbedaan utama antara shortening dan margarine adalah
shortening merupakan 100% lemak, tidak mengandung air dan rasa
hambar. Tidak berbeda jauh dengan margarin, bahan baku shortening
juga dari minyak kedelai, tetapi bisa juga dibuat dari minyak sayur atau
lemak hewan (Figoni, 2008).
8
2.1.2 Proses Pembuatan Roti
Proses pembuatan roti seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1
adalah sebagai berikut:
1. Pencampuran (Mixing)
Mixing mempunyai 3 tujuan utama yaitu mencampur semua
bahan penyusun menjadi adonan yang homogen, mendistribusikan ragi ke
seluruh adonan, dan untuk mengembangkan gluten. Tahap pertama dalam
pembuatan roti adalah pencampuran bahan-bahan yang sudah ditimbang
dengan komposisi yang tepat. Penimbangan harus dilakukan dengan
tepat, tidak boleh lebih atau kurang karena akan mempengaruhi produk
akhir yang dihasilkan (Hui 2006; Figoni 2008; Edwards 2007; Owens
2001).
2. Fermentasi (Pengembangan)
Proses fermentasi akan mengubah karbohidrat (gula) yang ada
menjadi gas karbon dioksida (CO2) yang mengakibatkan ekspansi volume
adonan. Gula yang ada akan dirombak oleh yeast menghasilkan CO2,
alkohol, dan kalori. Kondisi yang sesuai untuk fermentasi adalah 26-28°C
pada kelembaban 75% dengan waktu fermentasi 1,5 dan 3 jam (Owens
2001 dan Edwards 2007).
3. Pemanggangan
Pemanggangan secara umum didefinisikan sebagai proses di
mana produk dipanggang dalam oven dengan periode waktu, suhu, dan
kelembaban yang terkontrol. Kondisi pemanggangan yang tepat adalah
pada suhu 210°F (99°C) selama 30 menit (Hui 2006 dan Edwards 2007).
Menurut Figoni (2008), selama pemanggangan berlangsung akan
terjadi hal-hal sebagai berikut:
1. Penambahan volume adonan pada 5-6 menit pertama,
2. Aktivitas yeast akan berhenti pada saat suhu adonan mencapai
63°C, dan
9
3. Denaturasi protein dan gelatinisasi pati menjadi remah atau
daging roti.
Tepung + air + ragi + garam + lemak + gula
Gambar 2.1 Diagram Alir Proses Pembuatan RotiSumber : Figoni (2008)
2.1.3 Perubahan Kualitas Roti selama Penyimpanan
Roti merupakan produk olahan yang merupakan hasil proses
pemanggangan adonan yang telah difermentasi. Selama proses
pemanggangan terjadi berbagai perubahan pada produk roti baik secara
mikrobiologis, mekanis maupun kimia. Perubahan kimia pada produk roti
bisa berupa terjadinya ketengikan pada produk roti karena kandungan
lemaknya (Helmi, 2012).
Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa
tengik yang disebut proses ketengikan. Proses ketengikan sangat
dipengaruhi oleh adanya prooksidan dan antioksidan. Prooksidan akan
mempercepat terjadinya oksidasi, sedangkan antioksidan akan
menghambatnya (Winarno, 1992).
Oksidasi adalah proses alami yang menjadi perantara
bertemunya molekul oksigen dan asam lemak tak jenuh. Proses ini dapat
terjadi dengan bantuan cahaya, suhu, metal, metaloprotein, pigmen, dan
polutan dari air yang berasal dari mikroorganisme (Robinson, 2001).
Mekanisme oksidasi dapat dilihat pada Gambar 2.2
Mixing
Pengembangan
Pemanggangan
10
Gambar 2.2. Mekanisme Oksidasi Asam Lemak Tak JenuhSumber: Robinson, 2001
Mekanisme radikal bebas oleh oksidasi lemak melalui tiga tahap
yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi yang akan dipaparkan dalam
reaksi berikut:
Inisiasi RH → R• + H• (1)
Propagasi R• +O2 → ROO• (2)
ROO• + RH → R• +ROOH (3)
Terminasi R• + R•
R• + ROO• → produk non-radikal (4)
ROO• + ROO•
Proses inisiasi dimulai dari atom hidrogen yang berdekatan
dengan ikatan rangkap dari asam lemak bebas. Katalisator yang
mengkatalasi terbentuknya radikal bebas adalah cahaya, panas, atau ion-
ion metal. Radikal bebas (R•) bereaksi dengan oksigen udara untuk
membentuk peroksida radikal bebas. Peroksida radikal bebas bereaksi
dengan hidrogen yang ada pada asam lemak jenuh lain membentuk
hidroperoksidase (ROOH) dan radikal bebas alkil yang baru. Radikal
11
bebas alkil yang terbentuk menjadi media untuk melanjutkan reaksi
autooksidasi (Robinson, 2001).
Faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas roti adalah
staling. Staling merupakan suatu kondisi dimana terjadi perubahan pada
roti yang dihasilkan. Perubahan tersebut meliputi crumb menjadi keras,
crust menjadi lembek, dan perubahan cita rasa. Staling tidak disebabkan
oleh mikroorganisme. Terjadinya staling terkait dengan pemerangkapan
air oleh pati yang terdapat dalam tepung terigu. Seiring dengan
berjalannya waktu penyimpanan pati akan mengalami retrogradasi
sehingga kemampuan memerangkap air menurun dan air menuju ke crust
sehingga mengakibatkan crumb menjadi keras dan beremah (Purhagen et
al., 2011).
2.2 Serat Pangan
Serat adalah bagian dari tanaman yang terdiri atas polisakarida
selulosa, hemiselulosa, pektin, gum, dan mucilages, termasuk juga
nonpolisakarida lignin yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan.
Serat pangan adalah sisa dari hidrolisis enzim pencernaan manusia setelah
melewati usus halus dan masuk ke kolon untuk difermentasi bakteri
(Devi, 2010)
Hampir semua fungsi metabolisme serat makanan berkaitan
dengan kolon. Flora bakteri bekerja aktif di dalam kolon, setelah
mencapai kolon serat relatif tidak ada perubahan saat di lambung dan
usus halus.
Serat makanan tidak dicerna di dalam usus, maka tidak
berkepentingan dengan pembentukan energi. Serat dimetabolisme oleh
bakteri yang berada dan melalui saluran pencernaan (Parilla et al., 2010).
Metabolisme bakteri ini menyebabkan pemecahan serat makanan di
dalam kolon. Lebih kurang separuh dari serat makanan akan diurai oleh
kerja enzim dan bakteri usus (Parilla et al., 2010).
12
Serat diklasifikasikan menurut karakteristik yang terdiri atas
kelarutan dalam air, struktur kimia, dan termasuk polisakarida atau tidak
yang ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Klasifikasi SeratLarut dalam Air Tidak Larut dalam Air
Polisakarida GumHemiselulosa* SelulosaMucilages Hemiselulosa*
PektinNon-polisakarida - LigninSumber Buah-buahan Sayuran
Oats GandumBarley Biji-bijianLegum
Keterangan *: Hemiselulosa ada yang larut dalam air ada pula yang tidakSumber: Devi, (2010)
Serat larut air adalah serat yang larut dalam air kemudian
membentuk gel dalam saluran pencernaan dengan cara menyerap air.
Serat tidak larut air adalah serat yang tidak larut dalam air, tetapi
memiliki kemampuan menyerap air dan meningkatkan tekstur dan
volume tinja (Devi, 2010).
Menurut Parilla et al (2010), metabolisme serat makanan tidak
sama dengan makronutrien lainnya. Beberapa serat makanan dapat
difermentasi oleh mikroorganisme dalam usus besar. Jenis dan jumlah
serat yang dapat difermentasi sangat bervariasi. Selulosa tahan terhadap
fermentasi, sedangkan β-glukan sangat mudah difermentasi dan sempurna
didegradasi dalam kolon.
Serat pangan memiliki banyak fungsi untuk mendukung
kesehatan manusia. Makanan dengan kandungan serat relatif tinggi
biasanya mengandung kalori rendah, kadar gula dan lemak rendah yang
dapat membantu mengurangi terjadinya obesitas dan penyakit jantung.
Singkatnya waktu transit makanan dengan kandungan serat yang relative
13
tinggi juga dilaporkan mencegah penyakit divertikulosis karena
berkurangnya tekanan pada dinding saluran pencernaan. Serat pangan
tidak larut sangat penting peranannya dalam pencegahan disfungsi alat
pencernaan seperti konstipasi (susah buang air besar), ambeien, kanker
usus besar dan infeksi usus buntu. Secara fisiologis, serat pangan larut
lebih efektif dalam mereduksi plasma kholesterol yaitu low density
lipoprotein (LDL), serta meningkatkan kadar high density lipoprotein
(HDL) (Prosky dan De Vries, 1992).
FDA mengeluarkan dua macam klaim untuk serat pangan. Klaim
pertama adalah menurunkan konsumsi lemak dan meningkatkan
konsumsi serat pangan dari buah, sayuran, dan biji-bijian akan
menurunkan beberapa tipe kanker. Klaim kedua menyatakan diet asam
lemak jenuh dan kolestrol dengan meningkatkan konsumsi buah, sayur,
biji-bijian akan menurunkan resiko jantung koroner.
2.2.1. Serat Buah
Buah dan sayuran adalah sumber utama serat pangan dalam
makanan. Serat pada buah dapat diperoleh dari kulit hingga daging buah.
Tabel 2.2. menunjukkan komposisi serat pada buah dan sayuran. Buah
dan sayur umumnya mengandung banyak air dan rendah lemak, juga
mengandung serat larut dan serat tidak larut dengan perbandingan yang
tinggi. Komponen lain yang keberadaannya juga sangat krusial adalah
adanya mineral dan vitamin juga senyawa fitokimia yang berperan besar
dalam reaksi biologis yang meliputi aktivitas antioksidan (Parilla et al.,
2010).
14
Tabel 2.2. Komposisi Serat dalam Buah
FruitMoisture
(%)
Soluble Dietary Fiber
Insoluble Dietary Fiber
Total Dietary Fiber
Apple 85.2 0.70 1.86 2.56Avocado 64.6 2.03 3.51 5.53Banana 77.2 0.64 1.16 1.80Carrot 88.0 0.49 2.39 2.88Cherry 92.2 0.6 0.9 1.50Grape 81.9 0.24 1.08 1.32Guava 80.3 1.47 9.45 10.61Kiwifruit 83.3 1.01 2.27 3.28Mango 81.8 0.85 1.04 1.93Melon 91.4 0.20 0.91 1.11Orange 87.2 0.95 0.9 1.85Papaya 84.4 0.95 1.80 3.04Peach 85.8 1.24 1.13 1.80Pear 83.3 0.67 3.02 3.77Pineapple 85.7 0.27 1.86 2.13Plum 86.9 0.79 1.28 2.07Pomegranate 81.3 0.50 2.30 2.80Strawberry 92.9 0.70 1.60 2.30Tomato 94.4 0.15 1.19 1.34Watermelon 91.4 0.17 0.27 0.44
Sumber: Rosa et al, 2010
Menurut Rosa (2010), dalam buah dan sayur memiliki
kandungan polifenol yang cukup dan dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Adanya senyawa polifenol dapat berperan dalam aktivitas biologis yang
meliputi aktivitas antioksidan.
Table 2.3. Komponen Serat Pangan dan Polifenol dari Buah (g/liter)Soluble Dietary Fiber Associated Polyphenols
Orange juice 0.79 0.16Apple juice 1.67 0.05Red wine 1.40 0.89Cider 0.17 0.13
Sumber: Rosa et al, 2010
15
Komposisi polifenol dalam buah juga dianggap unsur yang
penting, mengingat kesamaan sifat dengan serat dalam hal resistensi
terhadap enzim pencernaan dan fermentabilitas kolon (Rosa et al, 2010).
2.3. Tinjauan Umum Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat memperlambat
oksidasi di dalam bahan. Penggunaannya meliputi bahan, antara lain
lemak hewani, minyak nabati, produk pangan dengan kadar lemak tinggi,
produk pangan berkadar lemak rendah, produk daging, produk ikan, dan
produk-produk lain (Cahyadi, 2006). Antioksidan dinyatakan sebagai
senyawa yang secara nyata dapat memperlambat oksidasi, walaupun
dengan konsentrasi yang lebih rendah sekalipun dibandingkan dengan
substrat yang dioksidasi
Antioksidan dibedakan menjadi dua yaitu antioksidan alami dan
antioksidan sintetik. Skema senyawa antioksidan dan turunannya dapat
dilihat pada gambar 2.1. Diantara contoh antioksidan sintetik yang
diijinkan untuk makanan adalah Butil Hidrosi Anisol (BHA), Butil
Hidrosi Toluen (BHT), propil galat, Tert-Butil Hidroksi Quinon (TBHQ),
dan Tokoferol. Antioksidan tersebut merupakan antiosidan alami yang
telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial (Buck, 1991).
BHA dan BHT merupakan senyawa fenol tersubstitusi pada posisi para
dan kedua posisi ortonya (Desrosier, 1998). Antioksidan sintetik seperti
contoh di atas saat ini sudah jarang digunakan untuk bahan tambahan
dalam makanan, bahkan sebagian dari antioksidan tersbut dilarang
pemakaiannya karena beberapa penelitian yang mengatakan tidak aman
untuk dikonsumsi. Permasalahan inilah yang kemudian para ahli
teknologi pangan menggunakan serat alami, salah satunya dengan
menngunakan serat alami yang terdapat dalam buah maupun sayur.
16
Gambar 2.3. Senyawa Antioksidan dan TurunannyaSumber: Sivam et al, 2010
17
Antioksidan alami dalam produk pangan dapat berasal dari (a)
senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen
makanan (b) senyawa antioksidan terbentuk dari reaksi-reaksi selama
proses pengolahan, (c) senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber
alami dapat ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan.
Isolasi antioksidan alami telah dilakukan dari tumbuhan yang dapat
dimakan, tetapi tidak selalu dari bagian yang dapat dimakan. Antioksidan
alami juga tersebar di beberapa bagian tanaman, seperti pada akar, daun,
buah, bunga, dan biji (Pratt, 1992).
Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa
fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan
asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam-asam organik polifungsional.
Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon,
flavonol, dan klakon. Turunan asam sinamat meliputi asam kafeat, asam
furulat, asam klorogenat, dan lain-lain. Senyawa antioksidan alami
polifenolik ini adalah multifungsional dan dapat bereaksi sebagai
pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkelat logam, perendam
terbentuknya single oksigen (Hudson, 1990).
Menurut fungsinya, antioksidan dibedakan menjadi antioksidan
primer, antioksidan sekunder atau antioksidan preventif, dan antioksidan
tersier.
1. Antioksidan primer
Antioksidan primer adalah antioksidan yang berperan untuk
mencegah pembentukan radikal bebas baru dengan memutus
reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk yang lebih
stabil. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara
cepat ke radikal lipida (R•, ROO•) atau mengubahnya ke bentuk
lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A•) tersebut
memiliki keadaan lebih stabil dibandingkan radikal lipida.
18
Contoh antioksidan primer adalah enzim superoksida dimutase
(SOD) katalase, dan glutation dimustase.
2. Antioksidan sekunder
Merupakan antioksidan yang berfungsi memperlambat laju
autooksidasi dengan berbagai mekanisme di luar mekanisme
pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida
ke bentuk lebih stabil. Antioksidan sekunder ini bekerja dengan
cara memberikan suasana asam pada medium, meregenerasi
antioksidan utama, mengkelat atau mendeaktifkan kontaminan
logam pro-oksidan, menangkap oksigen, dan mengikat singlet
oksigen dan mengubahnya ke bentuk triplet oksigen. Contoh
antioksidan sekunder diantaranya yaitu vitamin C, vitamin E,
dan β-karoten.
3. Antioksidan tersier
Antioksidan tersier adalah antioksidan yang berfungsi
memperbaiki kerusakan sel dan jaringan yang disebabkan oleh
radikal bebas. Contohnya yaitu enzim metionin sulfoksida
reduktase yang memperbaiki DNA pada inti sel.
2.3.1. Fenolik sebagai Antioksidan
Antioksidan fenolik merupakan antioksidan primer yang
berperan sebagai radikal terminator. Fenolik dapat menghambat oksidasi
lemak dengan menyumbangkan atom hidrogen. Antioksidan fenolik
merupakan donor elektron hidrogen yang sangat baik karena sifatnya
yang relatif stabil (Robinson, 2001).
Fenol terdiri atas cincin benzena dan gugus hidroksil alkohol.
Meskipun fenol adalah alkohol, fenol tidak bersifat sama seperti sifat
alkohol. Kemampuan senyawa fenolik untuk mencegah radikal bebas
muncul karena kemampuannya untuk mentransfer elektron sampai tetap
relatif stabil (Shahidi, 2004).
19
2.3.2. Antioksidan dalam Buah
Istilah senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang
berasal dari tumbuhan, yang mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik
yang mengandung satu atau dua hidroksil. Senyawa fenol cenderung
mudah larut dalam air karena umumnya berikatan dengan gula sebagai
glikosida dan terdapat di dalam vakuola sel. Peranan beberapa senyawa
fenol dalam tumbuhan sebagian besar telah diketahui, seperti lignin
sebagai bahan pembangun dinding sel, antosianin sebagai pigmen
tumbuhan. Dalam buah terdapat vitamin yang bekerja sebagai
antioksidan. Antioksidan dalam buah bekerja dengan cara mengikat lalu
menghancurkan radikal bebas dan mampu melindungi tubuh dari reaksi
oksidatif yang menghasilkan racun (Harborne, 1987). Sebagian dari
flavonoid memiliki rasa yang pahit sehingga dapat menolak serangga-
serangga yang menempel (Sastroamidjoyo, 1996).