bab5 pengendalian gulma secara kultur teknis

11
Pengendalian Gulma 56 Pengendalian Gulma Secara Mekanis dan Kultur Teknis Pengelolaan gulma (weed management) merupakan tindakan yang bertujuan untuk membatasi atau mengurangi pertumbuhan dan penyebaran gulma. Pengelolaan gulma meliputi tindakan pencegahan (prevention), pengendalian (control) dan pemanfaatan gulma. A. Tindakan Pencegahan Gulma Tindakan pencegahan (prevention) adalah tindakan yang bertujuan untuk membatasi atau mengurangi pertumbuhan dan penyebaran gulma sehingga usaha pengendalian terhadap gulma yang tumbuh menjadi seminimal mungkin atau tidak perlu dilakukan (ditiadakan). Tindakan pencegahan didasarkan pada tahapan perkembangan gulma yaitu perkecambahan, pertumbuhan, pendewasaan, dan reproduksi. Berdasarkan tahapan tersebut, pendekatan pencegahan gulma meliputi mengurangi jumlah propagule yang diproduksi gulma, mengurangi jumlah gulma yang berkecambah, dan meminimalkan kompetisi yang terjadi antara tanaman dan gulma. Beberapa tindakan pencegahan yang dianjurkan antara lain : pengolahan tanah sebelum tanam, pergiliran tanaman, penggunaan benih bersertifikat, sistem pertanaman, pemrosesan makanan ternak yang berasal dari hasil tanaman, penggunaan pupuk kandang yang telah mengalami proses fermentasi sempurna, mencegah ternak maupun alat-alat pertanian sebagai sarana penyebar biji gulma berbahaya, dan lainnya. Pengolahan tanah sebelum tanam Secara ekologi, pengolahan tanah mempengaruhi lingkungan fisik gulma dalam ekosistem gulma-tanaman. Pengolahan tanah mempengaruhi faktor-faktor penting bagi pertumbuhan gulma seperti regrowth dan seed bank. Pengolahan tanah sebelum penanaman dipandang sebagai tindakan pencegahan. Simpanan biji-biji gulma di dalam tanah (seed bank) berada dalam kondisi dorman (dormansi sekunder). Simpanan biji-biji gulma tersebut tidak dapat berkecambah karena kondisi lingkungan tanah yang tidak mendukung perkecambahan. Hasil penelitian (Chozin, 1987) pada gulma Cyperus iria L. dan Cyperus microiria Steud menunjukkan bahwa dormansi sekunder pada gulma tersebut disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kondisi penyimpanan, level air tanah dan fotoperiod. Pengolahan tanah menyebabkan biji-biji gulma di dalam tanah muncul ke permukaan tanah dan berkecambah. Selanjutnya, gulma yang berkecambah dan tumbuh pada lahan pertanaman dikendalikan dengan cara manual atau dengan metode pengendalian lainnya

Upload: akbar-saitama-umar

Post on 24-Nov-2015

178 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

  • Pengendalian Gulma 56

    Pengendalian Gulma

    Secara Mekanis dan Kultur Teknis

    Pengelolaan gulma (weed management) merupakan tindakan yang bertujuan

    untuk membatasi atau mengurangi pertumbuhan dan penyebaran gulma.

    Pengelolaan gulma meliputi tindakan pencegahan (prevention), pengendalian

    (control) dan pemanfaatan gulma.

    A. Tindakan Pencegahan Gulma

    Tindakan pencegahan (prevention) adalah tindakan yang bertujuan untuk

    membatasi atau mengurangi pertumbuhan dan penyebaran gulma sehingga usaha

    pengendalian terhadap gulma yang tumbuh menjadi seminimal mungkin atau

    tidak perlu dilakukan (ditiadakan). Tindakan pencegahan didasarkan pada

    tahapan perkembangan gulma yaitu perkecambahan, pertumbuhan, pendewasaan,

    dan reproduksi. Berdasarkan tahapan tersebut, pendekatan pencegahan gulma

    meliputi mengurangi jumlah propagule yang diproduksi gulma, mengurangi

    jumlah gulma yang berkecambah, dan meminimalkan kompetisi yang terjadi

    antara tanaman dan gulma.

    Beberapa tindakan pencegahan yang dianjurkan antara lain : pengolahan

    tanah sebelum tanam, pergiliran tanaman, penggunaan benih bersertifikat, sistem

    pertanaman, pemrosesan makanan ternak yang berasal dari hasil tanaman,

    penggunaan pupuk kandang yang telah mengalami proses fermentasi sempurna,

    mencegah ternak maupun alat-alat pertanian sebagai sarana penyebar biji gulma

    berbahaya, dan lainnya.

    Pengolahan tanah sebelum tanam

    Secara ekologi, pengolahan tanah mempengaruhi lingkungan fisik gulma

    dalam ekosistem gulma-tanaman. Pengolahan tanah mempengaruhi faktor-faktor

    penting bagi pertumbuhan gulma seperti regrowth dan seed bank. Pengolahan

    tanah sebelum penanaman dipandang sebagai tindakan pencegahan.

    Simpanan biji-biji gulma di dalam tanah (seed bank) berada dalam kondisi

    dorman (dormansi sekunder). Simpanan biji-biji gulma tersebut tidak dapat

    berkecambah karena kondisi lingkungan tanah yang tidak mendukung

    perkecambahan. Hasil penelitian (Chozin, 1987) pada gulma Cyperus iria L. dan

    Cyperus microiria Steud menunjukkan bahwa dormansi sekunder pada gulma

    tersebut disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kondisi

    penyimpanan, level air tanah dan fotoperiod. Pengolahan tanah menyebabkan

    biji-biji gulma di dalam tanah muncul ke permukaan tanah dan berkecambah.

    Selanjutnya, gulma yang berkecambah dan tumbuh pada lahan pertanaman

    dikendalikan dengan cara manual atau dengan metode pengendalian lainnya

  • Pengendalian Gulma 57

    sehingga tidak memberi kesempatan gulma untuk berkembangbiak. Dengan

    tindakan pengolahan tanah yang berulang, semakin lama simpanan biji-biji gulma

    di dalam tanah semakin berkurang dan pada akhirnya gulma tersebut berada di

    bawah batas ekonomi pengendalian.

    Pengolahan tanah menyebabkan gulma-gulma yang hidup lebih dari satu

    tahun atau dua tahun terpotong-potong dan terbenam di dalam tanah. Ukuran

    propagul menjadi kecil-kecil dan tidak cukup untuk perkembangbiakan akibat

    cadangan karbohidrat gulma semakin menipis bahkan habis akibat terpotong-

    potong oleh aktivitas pengolahan tanah. Tunas-tunas baru yang muncul dari

    sistem perakaran atau rhizoma gulma juga terkendalikan dengan pengolahan tanah.

    Metode pengolahan tanah dapat menentukan pertumbuhan dan

    perkembangan gulma pada suatu pertanaman. Hasil penelitian Pramuhadi (2005)

    menunjukkan bahwa penutupan gulma dan bobot kering gulma pada pertanaman

    tebu cenderung meningkat dengan bertambahnya intensitas penggaruan tanah,

    tetapi cenderung menurun dengan bertambahnya intensitas pembajakan tanah,

    terutama pembajakan dengan bajak singkal. Gulma kalah bersaing dengan tebu

    pada kondisi densitas dan tahanan penetrasi tanah yang rendah. Metode

    pengolahan tanah dengan intensitas pengolahan tanah minimum yang

    menghasilkan densitas dan tahanan penetrasi sebesar 1.2 - 1.3 g/cc dan 6.0 - 14.0

    kgf/cm2 menyebabkan pertumbuhan gulma menjadi tertekan.

    Pergiliran tanaman

    Gulma spesies tertentu secara ekologis dapat tumbuh dengan baik pada

    daerah budidaya dengan jenis tanaman tertentu dan mendominasi daerah

    pertanaman budidaya. Pergiliran tanaman secara ekologis dapat mencegah

    adanya dominasi spesies gulma atau kelompok gulma tertentu pada daerah

    pertanaman budidaya.

    Pergiliran tanaman berpengaruh terhadap komposisi gulma. Komposisi

    gulma pada pertanaman monokultur dalam waktu yang lama menunjukkan

    komposisi yang lebih rendah dibandingkan dengan pola tanam rotasi. Mahfudz

    (2005) melaporkan perubahan pola tanam dari monokultur jagung, tumpangsari

    jagung-kakao hingga menjadi monokultur kakao menyebabkan jumlah jenis

    gulma berkurang dan komunitas gulma cenderung didominasi oleh Paspalum

    conjugatum. Perubahan pola tanam juga mengubah komposisi jenis gulma

    dominan, dari jenis gulma berdaun lebar digantikan oleh gulma golongan rumput.

    Ball dan Miller (1993) menemukan 190 jenis gulma pada pola monokultur jagung

    selama 5 tahun, 245 jenis gulma pada pola rotasi Phaseolus vulgaris (2 tahun)-

    jagung (3 tahun). Selain perubahan komposisi tersebut, pola tanam juga

    menyebabkan perbedaan jenis gulma dominan. Gulma Setaria viridis merupakan

    gulma dominan pada pertanaman jagung terus menerus, sedangkan gulma

    Amaranthus retroflexus merupakan gulma dominan pada rotasi P.vulgaris-jagung.

  • Pengendalian Gulma 58

    Pengunaan benih bersertifikat

    Untuk mencegah penyebaran biji gulma melalui benih, di berbagai negara

    dibuat suatu peraturan perundang-undangan yang mengatur mutu benih yang

    dapat diperdagangkan yaitu peraturan sertifikasi benih. Sebagai contoh di

    Amerika Serikat, benih berukuran kecil seperti alfafa, sweet clover, millet,

    dilarang diperdagangkan bila dalam 10 g contoh terdapat lebih dari 1 biji gulma

    yang berbahaya, sedangkan pada benih (biji) berukuran besar seperti jagung,

    wheat, barley, dilarang diperdagangkan bila dalam 100 g contoh terdapat 1 biji

    gulma berbahaya.

    Penggenangan

    Tindakan penggenangan biasa dilakukan pada budidaya padi sawah.

    Kondisi anaerob akibat penggenangan dapat membatasi perkecambahan dan

    pertumbuhan gulma-gulma. Penggenangan menyebabkan kerusakan gulma

    melalui hambatan proses respirasi di daerah perakaran akibat berkurangnya

    oksigen di daerah perakaran. Hasil penelitian Soerjani, et. al. (1977) menunjukkan

    bahwa penggenangan 515 cm dapat menekan perkecambahan biji-biji gulma

    teki dan rumput, sementara gulma golongan berdaun lebar tidak tertekan.

    Bangun (1981) melaporkan bahwa populasi gulma teki dapat ditekan dengan

    penggenangan 510 cm, sedangkan golongan rumput dapat ditekan dengan

    penggenangan 1015 cm, bahkan penggenangan 1015 cm dapat menekan

    populasi teki 36 kali. Penelitian Rusyadi (1993) menunjukkan bahwa

    penggenangan 2.5 cm dapat menekan bobot kering gulma total sebesar 76.0% dan

    menurunkan persen penutupan gulma total sebesar 23.5% dibandingkan dengan

    tanpa penggenangan. Bobot kering Monochoria vaginalis dapat ditekan dengan

    penggenangan 2.5 cm. Hasil penelitian Pramudyani et al (2005) menunjukkan

    bahwa penggenangan dapat menekan pertumbuhan gulma Frimbistylis miliacea

    pada padi sawah. Semakin tinggi penggenangan, gulma F. miliacea semakin

    tertekan yang ditunjukkan dengan jumlah anakan gulma F. miliacea yang semakin

    rendah.

    Pemrosesan pakan ternak

    Pakan ternak yang berasal dari hasil tanaman sering tercampur dengan biji

    atau propagul gulma. Biji atau propagul gulma tersebut dapat tumbuh di lokasi

    tempat ternak berada apabila pakan tersebut tidak diproses secara sempurna.

    Sebagai contoh, jerami padi yang tanpa melalui proses digunakan sebagai pakan

    ternak sapi. Jerami tersebut mungkin membawa biji-biji gulma dan biji gulma itu

    akhirnya tumbuh di tempat peternakan berada.

    Penggunaan pupuk kandang

    Untuk mencegah penyebaran biji gulma pada lingkungan pertanian, harus

    dicegah penggunaan pupuk kandang yang belum mengalami proses fermentasi

    yang sempurna. Biji-biji gulma biasanya terbawa pada pakan ternak dan terbuang

    bersama kotoran ternak. Apabila proses fermentasi dalam pembuatan pupuk

  • Pengendalian Gulma 59

    kandang tersebut belum sempurna, maka biji-biji yang terbawa tersebut dapat

    tumbuh menjadi gulma pada lahan pertanian yang menggunakan pupuk kandang

    tersebut.

    Tindakan pencegahan lainnya

    Beberapa tindakan berikut termasuk kategori tindakan pencegahan gulma.

    Perpindahan ternak maupun alat-alat pertanian jangan sampai menjadi sarana

    penyebar biji gulma berbahaya. Sebelum digunakan atau sebelum pindah ke lokasi

    lainnya, usahakan alat tersebut dibersihkan sehingga dapat mencegah terbawanya

    biji gulma ke lokasi baru. Pinggir sungai atau saluran irigasi perlu dibersihkan

    dari gulma-gulma berbahaya. Hal ini untuk mencegah agar gulma tidak menyebar

    ke lokasi lain melalui perantara air. Pembabatan gulma sebelum gulma

    menghasilkan biji yang mampu berkecambah dan tumbuh. Pencegahan dapat juga

    dilakukan secara legislatif (perundang-undangan) yang mengatur atau membatasi

    transportasi atau penyebaran gulma di dalam maupun ke luar suatu daerah atau

    negara.

    B. Pengendalian Gulma secara Mekanis

    Pengendalian gulma merupakan suatu usaha untuk membatasi atau menekan

    infestasi gulma sampai tingkat tertentu sehingga pengusahaan tanaman budidaya

    menjadi produktif dan efisien. Pengendalian gulma dapat dilakukan secara

    mekanis, kultur teknis, biologis (hayati), kimia (penggunaan herbisida), dan

    terintegrasi (terpadu). Tindakan pencegahan dan pengendalian bersifat

    komplementer.

    Pengendalian gulma secara mekanis adalah tindakan pengendalian gulma

    dengan menggunakan alat-alat sederhana hingga alat-alat mekanis berat untuk

    merusak atau menekan pertumbuhan gulma secara fisik. Berdasarkan alat yang

    digunakan, pengendalian secara mekanis dibedakan menjadi :

    1. Manual (tenaga manusia) : tanpa alat / alat-alat sederhana seperti parang,

    arit, kored, dll.

    2. Semi mekanis : tenaga manusia memakai mesin ringan seperti mower

    (pemotong rumput).

    3. Mekanis penuh memakai alat-alat mesin berat seperti traktor besar, dll.

    Berikut adalah beberapa contoh tindakan pengendalian mekanis yang biasa

    dilakukan.

    Mencabut gulma

    Tindakan mencabut gulma merupakan pengendalian gulma secara manual.

    Pengendalian gulma dengan cara mencabut gulma lebih sesuai untuk gulma

    setahun, tidak efektif dan sukar dilaksanakan terhadap gulma yang mempunyai

    rhizoma, stolon atau umbi, karena bagian-bagian tersebut segera dapat tumbuh

    kembali membentuk tumbuhan baru. Pengendalian gulma dengan cara mencabut

  • Pengendalian Gulma 60

    gulma memerlukan tenaga menusia dan waktu yang banyak. Namun demikian,

    tindakan mencabut gulma menimbulkan gangguan yang minim terhadap tanaman.

    Pada percobaan-percobaan pengendalian gulma, tindakan mencabut gulma

    biasanya digunakan sebagai perlakuan pembanding.

    Membabat gulma / memangkas / mowing

    Berdasarkan aspek konservasi tanah dan pencegahan erosi,

    pembabatan/pemangkasan gulma merupakan cara yang lebih baik dibandingkan

    dengan berbagai cara lainnya. Waktu pelaksanaannya disesuaikan dengan sifat

    gulma yang dihadapi, terutama dikaitkan dengan masa pembentukan biji gulma.

    Pembabatan gulma banyak diterapkan pada perkebunan besar, perkebunan rakyat,

    bidang hortikultura (kabun buah-buahan, tanaman pekarangan). Pengaruh gulma

    yang telah dibabat masih terlihat pada tanaman yang memiliki perakaran dangkal

    (nenas, pisang, kelapa).

    Pengolahan tanah

    Pengolahan tanah dapat dilihat sebagai tindakan pengendalian secara

    mekanis. Pengolahan tanah sangat efektif untuk gulma setahun maupun gulma

    tahunan, namun cara pelaksanaannya tidak sama. Untuk gulma setahun (semusim)

    yang alat reproduksinya berupa biji, pengolahan tanah dilakukan secara dangkal

    beberapa kali dengan interval yang cukup untuk menumbuhkan biji gulma ke

    permukaan tanah. Untuk gulma tahunan yang reproduksinya selain dengan biji

    tetapi dengan organ reproduksi vegetatif seperti rhizoma, stolon, umbi sangat

    berperan, pengolahan tanah dilakukan secara dalam dan diikuti dengan

    pengolahan dangkal beberapa kali dengan interval waktu yang cukup untuk

    menumbuhkan biji dan propagula vegetatif. Dalam pelaksanaan pengolahan tanah,

    pemadatan tanah harus dihindarkan, bahaya erosi diperhitungkan, kadar air tanah

    juga harus diperhatikan pada saat pengolahan tanah.

    Menginjak dan membenamkan gulma

    Pada pertanian padi sawah secara tradisional di beberapa daerah, menginjak

    dan membenamkan gulma masih dilakukan. Gulma diinjak dan dibenamkan

    dengan menggunakan tenaga hewan ternak maupun manusia pada saat penyiangan.

    Penggunaan api

    Pengendalian gulma dengan cara pembakaran merupakan tindakan

    pengendalian gulma yang sangat murah, sering dilakukan pada pembukaan kebun

    atau ladang secara tradisional. Penggunaan api dalam pengendalian gulma ini

    memiliki efek positif yaitu tak ada efek samping residu seperti halnya pada

    pemakaian herbisida dan pengganggu lainnya seperti hama, penyakit dapat ikut

    mati. Gulma mati karena terbakar hangus dan karena koagulasi protein pada

    tumbuhan gulma. Koagulasi protein pada tumbuhan terjadi bila terkena panas

    dengan suhu 45 - 55 C. Namun demikian, tindakan pengendalian gulma dengan

  • Pengendalian Gulma 61

    api ini menimbulkan maslaah baru, yaitu masalah ekspor asap. Kasus

    pembukaan lahan dengan cara pembakaran di daerah Sumatra dan Kalimantan

    telah menimbulkan kabut asap yang mengganggu pernafasan, mengurangi jarak

    pandang sehingga mengganggu transportasi darat dan penerbangan.

    C. Pengendalian Gulma secara Kultur Teknis

    Pengendalian gulma secara kultur teknis merupakan tindakan yang

    didasarkan pada segi ekologis tanaman dan gulma. Tujuannya adalah membuat

    lingkungan yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman sehingga tanaman

    dapat bersaing dengan gulma, di lain pihak tindakan yang diterapkan tersebut

    dapat mengurangi atau menekan pertumbuhan gulma menjadi seminimum

    mungkin. Pengendalian secara kultur teknis merupakan cara yang efektif dan

    efisien di negara sedang berkembang yang belum menggunakan herbisida secara

    meluas karena harga herbisida relatif mahal.

    Beberapa tindakan dalam pengendalian gulma secara kultur teknis

    dijelaskan sebagai berikut :

    Pergiliran tanaman

    Gulma spesies tertentu secara ekologis dapat tumbuh dengan baik pada

    daerah budidaya dengan jenis tanaman tertentu dan mendominasi daerah

    pertanaman budidaya. Pergiliran tanaman secara ekologis dapat mencegah adanya

    dominasi spesies gulma atau kelompok gulma tertentu pada daerah pertanaman

    budidaya.

    Pola tanam berpengaruh terhadap komposisi gulma. Pada pola monokultur

    dalam waktu yang lama menunjukkan komposisi gulma yang lebih rendah

    dibandingkan dengan pola tanam rotasi. Mahfudz (2005) melaporkan perubahan

    pola tanam dari monokultur jagung, tumpangsari jagung- kakao hingga menjadi

    monokultur kakao menyebabkan jumlah jenis gulma berkurang dan komunitas

    gulma cenderung didominasi oleh Paspalum conjugatum. Perubahan pola tanam

    juga merubah komposisi jenis gulma dominan, dari jenis gulma berdaun lebar

    digantikan oleh gulma golongan rumput. Ball dan Miller (1993) menemukan 190

    jenis gulma pada pola monokultur jagung selama 5 tahun, 245 jenis gulma pada

    pola rotasi Phaseolus vulgaris (2 tahun)-jagung (3 tahun). Selain perubahan

    komposisi tersebut, pola tanam juga menyebabkan perbedaan jenis gulma

    dominan. Gulma Setaria viridis merupakan gulma dominan pada pertanaman

    jagung terus menerus, sedangkan gulma Amaranthus retroflexus merupakan

    gulma dominan pada rotasi P.vulgaris - jagung.

    Pengolahan tanah

    Pengolahan tanah dapat dilihat sebagai tindakan pengendalian gulma secara

    kultur teknis. Pengolahan tanah akan menyediakan media tumbuh yang baik bagi

    tanaman dan mematikan gulma yang sudah tumbuh serta menumbuhkan biji

    gulma yang dorman.

  • Pengendalian Gulma 62

    Simpanan biji-biji gulma di dalam tanah (seed bank) berada dalam kondisi

    dorman (dormansi sekunder). Simpanan biji-biji gulma tersebut tidak dapat

    berkecambah karena kondisi lingkungan tanah yang tidak mendukung

    perkecambahan. Hasil penelitian (Chozin, 1987) pada gulma Cyperus iria L. dan

    Cyperus microiria Steud menunjukkan bahwa dormansi sekunder pada gulma

    tersebut disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kondisi

    penyimpanan, level air tanah dan fotoperiod.

    Pengolahan tanah menyebabkan biji-biji gulma di dalam tanah muncul ke

    permukaan tanah dan berkecambah. Selanjutnya, gulma yang berkecambah dan

    tumbuh pada lahan pertanaman dikendalikan dengan cara manual atau dengan

    metode pengendalian lainnya sehingga tidak memberi kesempatan gulma untuk

    berkembangbiak. Dengan tindakan pengolahan tanah yang berulang, semakin

    lama simpanan biji-biji gulma di dalam tanah semakin berkurang dan pada

    akhirnya gulma tersebut berada di bawah batas ekonomi pengendalian.

    Pengolahan tanah menyebabkan gulma-gulma yang hidup lebih dari satu

    tahun atau dua tahun terpotong-potong dan terbenam di dalam tanah. Ukuran

    propagul menjadi kecil-kecil dan tidak cukup untuk perkembangbiakan akibat

    cadangan karbohidrat gulma semakin menipis bahkan habis akibat terpotong-

    potong oleh aktivitas pengolahan tanah. Tunas-tunas baru yang muncul dari

    sistem perakaran atau rhizoma gulma juga terkendalikan dengan pengolahan tanah.

    Metode pengolahan tanah dapat menentukan pertumbuhan dan

    perkembangan gulma pada suatu pertanaman. Hasil penelitian Pramuhadi (2005)

    menunjukkan bahwa penutupan gulma dan bobot kering gulma pada pertanaman

    tebu cenderung meningkat dengan bertambahnya intensitas penggaruan tanah,

    tetapi cenderung menurun dengan bertambahnya intensitas pembajakan tanah,

    terutama pembajakan dengan bajak singkal. Gulma kalah bersaing dengan tebu

    pada kondisi densitas dan tahanan penetrasi tanah yang rendah. Metode

    pengolahan tanah dengan intensitas pengolahan tanah minimum yang

    menghasilkan densitas dan tahanan penetrasi sebesar 1.2 - 1.3 g/cc dan 6.0 - 14.0

    kgf/cm2 menyebabkan pertumbuhan gulma menjadi tertekan.

    Penyiangan

    Penyiangan gulma merupakan tindakan pengelolaan gulma yang bertujuan

    untuk mengurangi/menghilangkan adanya kompetisi antara gulma dengan

    tanaman. Penyiangan gulma dapat dilihat sebagai tindakan pencegahan maupun

    tindakan pengendalian gulma. Penyiangan gulma didasarkan pada fase

    pertumbuhan gulma. Penyiangan yang dilakukan sebelum gulma memasuki fase

    generatif dapat mencegah perkembangan dan penyebaran gulma melalui biji dan

    juga mencegah penambahan biji gulma di dalam tanah (seed bank).

    Dilihat dari fase perkembangan tanaman budidaya, gulma tidak harus

    dikendalikan sepanjang periode pertumbuhan tanaman budidaya. Nietto et al.

    (1968) menyatakan bahwa kehadiran gulma di sepanjang siklus hidup tanaman

    tidak selalu berpengaruh negatif terhadap produksi tanaman. Terdapat fase

    dimana tanaman budidaya sensitif terhadap keberadaan gulma dan keberadaan

    gulma pada fase tersebut dapat menurunkan hasil secara nyata, disebut sebagai

  • Pengendalian Gulma 63

    periode kritis. Pada periode kritis tersebut gulma perlu dikendalikan agar tidak

    terjadi kompetisi yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas tanaman.

    Penentuan periode kritis tanaman sangat diperlukan dalam pengelolaan

    gulma agar dicapai efisiensi dalam pengendalian gulma baik dari segi waktu,

    biaya, maupun tenaga. Omafra (2002) menyatakan bahwa periode kritis tanaman

    terjadi pada saat kompetisi dengan gulma mulai menurunkan produksi tanaman

    sebesar 5%. Periode kritis tanaman sangat ditentukan oleh jenis tanaman, jenis

    gulma, ukuran benih tanaman, saat tanam, jarak tanam, dan kesuburan tanah,

    cuaca dan kondisi pertanaman. Moenandir (1993) menyatakan kadar air tanah,

    jenis tanah, perbedaan musim tanam, dan pola tanam mempengaruhi periode kritis

    tanaman.

    Periode kritis tanaman telah banyak dilaporkan oleh para peneliti di bidang

    ilmu gulma. Periode kritis tanaman kedelai kultivar Kipas Putih pada jarak tanam

    40 cm x 15 cm adalah pada saat 30 45 HST (Erida dan Hasanuddin, 1996), pada

    tanaman jagung manis antara 20 50 HST (Syawal, 1999), pada tanaman padi

    selama 8 minggu pertama setelah tanam (Tobing dan Chozin, 1980), pada

    tanaman jagung 20-50 hari setelah tanam (Mahfudz, 2005).

    Pengaturan pola dan jarak tanam

    Pengaturan jarak tanam ditujukan untuk memposisikan tanaman dalam

    keadaan berkompetisi minimal antar sesamanya sehingga dapat memanfaatkan

    unsur hara dan cahaya sebaik-baiknya dan tanaman mampu bersaing dengan

    gulma. Jarak tanam yang terlalu lebar dapat memberikan keleluasaan bagi gulma

    untuk tumbuh dan berkembang pada barisan tanaman, sementara jarak tanam yang

    terlalu sempit dapat mengakibatkan terjadinya kompetisi intraspesifik. Hasil

    penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kepadatan tanaman dengan

    mengurangi jarak tanam dapat menekan pertumbuhan gulma (Rao, 2000).

    Semakin rapat jarak tanam pertumbuhan gulma semakin tertekan (Farnham, 2001;

    Kuepper et. al., 2002). Pola tanam tumpangsari secara sangat nyata menekan

    pertumbuhan gulma dibandingkan dengan monokultur (Chozin, 1976).

    Gambar 5.1 barisan tanaman

  • Pengendalian Gulma 64

    Penggunaan tanaman penutup tanah

    Tanaman kacang-kacangan penutup tanah (legume cover crop = LCC)

    memiliki karakter pertumbuhan tajuk yang cepat sehingga dapat menutupi

    permukaan tanah dengan cepat. Karakter pertumbuhan tajuk yang cepat

    menutupi permukaan tanah dapat digunakan untuk menekan pertumbuhan gulma

    tanpa menimbulkan persaingan yang berat terhadap tanaman pokok. Selain itu,

    tanaman legume tersebut dapat memberikan pengaruh positif seperti peningkatan

    kesuburan tanah dan pencegahan erosi tanah. Tanaman legume yang sering

    digunakan untuk tanaman penutup tanah antara lain Calopogonium mucunoides

    (Cm), Centrosema pubescens (Cp), dan Pueraria javanica (Pj).

    Marpaung (1995) melaporkan bahwa penanaman LCC mengakibatkan

    perubahan dominasi gulma pada kebun kelapa TBM (Tanaman Belum

    Menghasilkan) yaitu gulma golongan berdaun lebar menggantikan dominasi

    gulma golongan rumput-rumputan. Penanaman LCC dengan cara larikan dapat

    menekan pertumbuhan gulma lebih baik dibandingkan dengan cara tugal dan

    sebar. Hasil penelitian Tampubolon (2004) menunjukkan bahwa Calopogonium

    caeruleum dapat menekan pertumbuhan gulma pada tanaman jagung. Mustari

    (2005) melaporkan bahwa penggunaan tanaman penutup tanah dapat menekan

    pertumbuhan gulma pada tanaman kelapa sawit. Pueraria javanica dan

    Centrosema pubescens dapat menekan gulma lebih baik dibandingkan dengan

    Calopogonium muconoides, Calopogonium caereleum, dan Psophocarpus

    palustris. Penekanan gulma tersebut disebabkan oleh kecepatan penutupannya

    yang lebih cepat dibandingkan dengan tanaman penutup tanah lainnya, yaitu

    sekitar 88.3% untuk P. javanica dan 89.3% untuk C. pubescens pada bulan ke-6

    setelah tanam.

    Penggenangan

    Pada pertanaman padi sawah, pengendalian gulma biasanya dilakukan

    dengan cara penyiangan. Selain penyiangan, penggenangan yang biasa dilakukan

    pada padi sawah juga dapat menekan pertumbuhan gulma. Kondisi anaerob

    akibat penggenangan dapat membatasi perkecambahan dan pertumbuhan gulma-

    gulma. Penggenangan menyebabkan kerusakan gulma melalui hambatan proses

    respirasi di daerah perakaran akibat berkurangnya oksigen di daerah perakaran.

    Beberapa tanaman memiliki toleransi terhadap penggenangan, sehingga mampu

    tumbuh dengan baik pada kondisi tergenang. Namun pada tanaman sensitif,

    penggenangan dapat menghambat petumbuhan bahkan menyebabkan kematian.

    Proses fisiologi ini dapat dimanfaatkan untuk menekan pertumbuhan gulma yang

    tidak toleran pada kondisi genangan.

    Penggenangan 5 15 cm dapat menekan perkecambahan biji-biji gulma

    teki dan rumput, sementara gulma golongan berdaun lebar tidak tertekan (Soerjani,

    et. al., 1977). Populasi gulma teki dapat ditekan dengan penggenangan 5 10

    cm, sedangkan golongan rumput dapat ditekan dengan penggenangan 10 15 cm,

    bahkan penggenangan 10 15 cm dapat menekan populasi teki 3 6 kali

    (Bangun, 1981). Penggenangan 2.5 cm dapat menekan bobot kering gulma total

    sebesar 76.0% dan menurunkan persen penutupan gulma total sebesar 23.5%

    dibandingkan dengan tanpa penggenangan. Bobot kering Monochoria vaginalis

  • Pengendalian Gulma 65

    dapat ditekan dengan penggenangan 2.5 cm (Rusyadi, 1993). Hasil penelitian

    Pramudyani et al (2005) menunjukkan bahwa penggenangan dapat menekan

    pertumbuhan gulma Frimbistylis miliacea pada padi sawah. Semakin tinggi

    penggenangan, gulma F. miliacea semakin tertekan yang ditunjukkan dengan

    jumlah anakan gulma F. miliacea yang semakin rendah.

    Penggunaan mulsa

    Mulsa merupakan bahan limbah/sisa proses tanaman/tumbuhan seperti

    jerami, serbuk gergaji, limbah hasil pertanian, ataupun bahan buatan seperti hasil

    industri, plastik, yang digunakan untuk menutupi permukaan tanah. Pemberian

    dapat menekan pertumbuhan gulma serta memberikan berbagai efek positif bagi

    tanaman.

    Pemberian mulsa ini bermanfaat untuk menekan pertumbuhan gulma,

    memperbaiki sifat fisik tanah dengan memperkecil fluktuasi suhu tanah, mulsa

    plastik dapat menaikkan suhu tanah, mengurangi terjadinya erosi,

    mempertahankan tata air tanah, memperbaiki struktur, aerasi dan konsistensi tanah,

    memperbaiki sifat kimia tanah, mulsa organik dapat menambah unsur hara ke

    dalam tanah setelah mulsa tersebut lapuk atau busuk, memperbaiki sifat biologi

    tanah, mikroorganisme di dalam tanah lebih diaktifkan terutama oleh mulsa alami.

    Gambar 5.2 Penanaman sayuran dengan menggunakan mulsa plastik

    Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan mulsa dapat

    menekan pertumbuhan gulma. Chozin dan Sumatri (1982) melaporkan bahwa

    mulsa plastik hitam paling efektif menekan gulma dibandingkan dengan berbagai

    perlakuan mulsa lainnya. Perlakuan mulsa sekam atau jerami mampu menekan

    pertumbuhan gulma golongan daun lebar dan golongan rumput pada pembibitan

    tanaman vanili (Wahyuni, 1994). Penggunaan jerami padi efektif menekan gulma

    pada tanaman bawang putih (Widaryanto dan Damanhuri, 1990), tanaman nanas

    dan tanaman jahe (Djauhari dan Agus, 2001). Penggunaan mulsa jerami dan daun

    bambu dapat menekan populasi dan berat kering gulma pada pertanaman melon

    dengan tingkat penekanan terbaik pada aplikasi mulsa daun bambu 8 cm

    (Setiawan et al., 2005).

  • Pengendalian Gulma 66

    Tindakan kultur teknis lainnya antara lain pemakaian benih/bibit yang baik

    sehingga tanaman dapat bersaing dengan gulma yang tumbuh kemudian,

    pemupukan yang sesuai dosis dan tepat waktu siega tanaman tumbuh baik dan

    kuat bersaing, penyiangan dengan tujuan menghilangkan adanya kompetisi antara

    gulma dengan tanaman, serta pengaturan jarak tanaman yang tepat sehingga

    tanaman dapat memanfaatkan unsur hara dan cahaya sebaik-baiknya bagi tanaman

    budidaya.