back feeding

62
PROSEDUR OPERASI SISTEM SULAWESI SELATAN DAN SULAWESI BARAT Nomor : 01/AP2B/SISTEM/2012 BERLAKU MULAI BERLAKU MULAI BERLAKU MULAI BERLAKU MULAI OKTOBER OKTOBER OKTOBER OKTOBER 20 20 20 2012 PT PLN (PERSERO) WILAYAH SULSEL, SULTRA, & SULBAR AREA PENYALURAN DAN PENGATUR BEBAN SISTEM SULAWESI SELATAN OKTOBER 2012

Upload: erwin-sambas

Post on 10-Nov-2015

385 views

Category:

Documents


115 download

DESCRIPTION

Back Feeding

TRANSCRIPT

  • PROSEDUR OPERASI SISTEM

    SULAWESI SELATAN DAN SULAWESI BARAT

    Nomor : 01/AP2B/SISTEM/2012

    BERLAKU MULAIBERLAKU MULAIBERLAKU MULAIBERLAKU MULAI

    OKTOBEROKTOBEROKTOBEROKTOBER 2020202011112222

    PT PLN (PERSERO)

    WILAYAH SULSEL, SULTRA, & SULBAR AREA PENYALURAN DAN PENGATUR BEBAN SISTEM SULAWESI SELATAN

    OKTOBER 2012

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    DAFTAR ISIDAFTAR ISIDAFTAR ISIDAFTAR ISI

    Bagian 1 : Pendahuluan ........................................................................... 1

    Bagian 2 : Tanggung Jawab Pengoperasian ............................................ 3

    2.1 Dispatcher AP2B Sistem Sulawesi Selatan .............................. 4

    2.2 Unit Transmisi dan Gardu Induk (Tragi) .................................... 5

    2.3 Bidang Transmisi Dan Distribusi PLN Wilayah ......................... 6

    2.4 Unit Pembangkit dan Perusahaan Pembangkit (IPP) ............... 6

    2.5 PLN APD Makassar (PLN Cabang) .......................................... 8

    2.6 Konsumen Besar ...................................................................... 9

    Bagian 3 : Pengaturan Operasi Kondisi Normal ....................................... 10

    3.1. Definisi. .................................................................................... 10

    3.2. Pengendalian Operasi Kondisi Normal. .................................... 12

    3.3. Margin / Cadangan Operasi ..................................................... 12

    3.4. Pengaturan Tegangan Sistem .................................................. 13

    3.5. Pengaturan Frekuensi Sistem .................................................. 16

    3.4. Prosedur pembebasan/pemberian tegangan. ........................... 18

    3.5. Prosedur pembebanan PLTA Bakaru. ...................................... 23

    3.6. Prosedur pembebanan PLTA Poso. ......................................... 23

    3.7. Perintah-perintah Operasi ........................................................ 23

    a. Pendahuluan ....................................................................... 23

    b. Perintah ke Operator Pembangkitan. ................................... 24

    c. Pengaturan Frekuensi. ........................................................ 26

    Bagian 4 : Pengaturan Operasi Kondisi Gangguan .................................. 27

    4.1. Pengaturan Operasi pada Kondisi Blackout ............................. 27

    a. Definisi ................................................................................ 27

    b. Tindakan Awal ..................................................................... 28

    c. Tindakan Pemulihan ............................................................ 28

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    4.2. Pengaturan Operasi pada Kondisi Padam Total ....................... 29

    a. Definisi ................................................................................ 29

    b. Tindakan Awal ..................................................................... 29

    c. Tindakan Pemulihan ............................................................ 32

    Membangun Sub-Sistem Bakaru .................................... 32

    Membangun Sub-Sistem Tello ........................................ 33

    Membangun Sub-Sistem Sengkang ................................ 38

    Membangun Sub-Sistem Poso ........................................ 38

    4.3. Pengaturan Operasi pada Kondisi Gangguan Transmisi. ......... 39

    a. Kondisi Gangguan pada Transmisi Radial. .......................... 39

    Definisi ............................................................................ 39

    Tindakan Pemulihan ....................................................... 40

    b. Gangguan Transmisi Yang Berhubungan Dengan

    Pembangkit ......................................................................... 41

    Definisi ............................................................................ 41

    Tindakan Pemulihan ....................................................... 41

    4.4. Kondisi Operasi Terpisah ( Island Operation) ........................... 42

    a. Definisi. ............................................................................... 42

    b. Tindakan Pemulihan ............................................................ 43

    Bagian 5 : Pengaturan Operasi Kondisi Darurat ....................................... 45

    5.1. Definisi. .................................................................................... 45

    5.2. Pengendalian Operasi Kondisi Darurat..................................... 46

    Bagian 6 : Penutup ................................................................................... 48

    Lampiran 1 : Single Line Diagram Kondisi Normal ................................... 49

    Lampiran 2 : Single Line Diagram Kondisi Blackout ................................. 50

    Lampiran 3 : Single Line Diagram Kondisi Island Operation ..................... 51

    Lampiran 4 : Skema UFR ........................................................................ 52

    Lampiran 5 : Setting UFR ........................................................................ 53

    Lampiran 6 : Dafrar Call Sign .................................................................. 52

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    Bagian 1 : Pendahuluan

    rosedur Operasi Sistem ketenaga-listrikan Sulawesi

    Selatan dan Sulawesi Barat ini merupakan tindak lanjut

    dari telah disusunnya Grid Code Sulawesi yang

    merupakan seperangkat peraturan, persyaratan, dan

    standar untuk menjamin keamanan, keandalan serta pengoperasian

    dan pengembangan sistem yang efisien dalam memenuhi kebutuhan

    tenaga listrik.

    P

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    Prosedur Operasi ini disusun untuk dipergunakan sebagai

    pedoman operasional instalasi penyediaan tenaga listrik yang terdiri

    dari pembangkitan, saluran transmisi, dan peralatan tegangan

    tinggi/tegangan extra tinggi 275kV, 150kV, 66kV dan 30kV pada

    sistem interkoneksi kelistrikan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.

    Prosedur ini merupakan penyempurnaan dari Prosedur Operasi

    Sistem Tahun 2011 dan dipergunakan sebagai panduan bagi

    pelaksana pengaturan operasi, staf operasi, dan pihak-pihak yang

    terkait langsung dengan pengaturan operasi real-time.

    Disamping itu, pengembangan pola operasi sistem Sulsel

    dengan masuknya beberapa instalasi baru ke dalam sistem, seperti

    masuknya PLTU Jeneponto 2x100MW, PLTU Barru 2x50MW, PLTA

    Poso 3x65MW dan beberapa pembangkit sewa, termasuk

    bertambahnya jaringan transmisi baru, perubahan konfigurasi

    jaringan transmisi serta masuknya beberapa gardu induk. Sehingga

    prosedur Operasi perlu disesuaikan dengan kondisi terakhir sistem.

    Prosedur operasi ini mengatur tata-cara pemulihan sistem baik

    pada kondisi padam total, blackout, dan gangguan transmisi.

    Kondisi-kondisi tersebut perlu diatur dalam suatu Pedoman

    Operasional dengan tujuan menghindari kesalahan operasi,

    menjamin kontinyuitas suplai dan mutu, mencegah kerusakan

    peralatan instalasi, serta mempercepat proses pemulihan pada

    kondisi gangguan.

    Prosedur Operasi ini juga mengatur tata cara pengoperasian

    sistem pada kondisi normal seperti pembebanan unit unit

    pembangkit, pengaturan tegangan dan frekuensi, dan tata cara

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    komunikasi dalam rangka mewujudkan prinsip prinsip Operasi

    Sistem yang aman dan andal.

    Para pelaku usaha pada sistem ketenaga-listrikan Sulawesi

    Selatan dan Sulawesi Barat berkewajiban untuk memenuhi aturan

    aturan dalam Prosedur Operasi ini dan harus menggunakan

    Prosedur Operasi ini sebagai dasar pengoperasian instalasi

    penyediaan tenaga listrik yang dimilikinya.

    Prosedur Operasi ini merupakan dokumen yang bersifat dinamis

    dan adaptif sehingga harus selalu dimutakhirkan seiring dengan

    kondisi sistem dan struktur usaha serta perubahan kompleksitas

    sistem ketenagalistrikan.

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    Bagian 2 : Tanggung Jawab Pengoperasian

    Para pelaku usaha dalam Sistem interkoneksi Sulawesi Selatan

    dan Sulawesi Barat memiliki kewajiban untuk memenuhi semua

    ketentuan dalam Prosedur Operasi ini sebagai dasar pengoperasian

    instalasi penyediaan tenaga listrik yang dimilikinya. Disamping itu

    ketentuan-ketentuan dalam Prosedur Operasi ini akan memberikan

    kejelasan mengenai hak dan kewajiban dari masing masing pelaku

    usaha pada sistem interkoneksi Sulawesi Selatan dan Sulawesi

    Barat. Pelaku-pelaku usaha pada Sistem Interkoneksi Sulawesi

    Selatan dan Sulawesi Barat adalah :

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    2.12.12.12.1 DispatcherDispatcherDispatcherDispatcher AP2B Sistem Sulawesi SelatanAP2B Sistem Sulawesi SelatanAP2B Sistem Sulawesi SelatanAP2B Sistem Sulawesi Selatan

    Dispatcher PLN AP2B Sistem Sulawesi Selatan memegang

    peran utama dalam mengkoordinasikan operasi Sistem dalam

    rangka mempertahankan keamanan dan keandalan Sistem

    untuk kepentingan semua Pemakai Jaringan dan pelanggan.

    Semua Pemakai Jaringan diwajibkan mematuhi

    perintah/instruksi PLN AP2B Sistem Sulawesi Selatan dalam

    rangka pemenuhan tanggung-jawab keamanan. Dalam

    melaksanakan tanggung jawabnya, PLN AP2B Sistem

    Sulawesi Selatan harus:

    a. Mengatur pembebanan semua unit pembangkitan sesuai

    dengan kebutuhan Sistem;

    b. Secara terus-menerus memantau status operasi jaringan

    275kV, 150kV, 70kV dan 30kV serta mengambil langkah-

    langkah yang perlu untuk mempertahankan sistem dalam

    keadaan aman dan andal;

    c. Melaksanakan operasi buka-tutup PMT (switching) pada

    jaringan 275kV, 150 kV, 66kV dan 30kV;

    d. Mengkoordinasikan kegiatan PLN Area, APD,

    Unit/Perusahaan Pembangkit dan Konsumen Besar yang

    terhubung ke sistem;

    e. Mengkoordinasikan pemeliharaan dan operasi buka-tutup

    PMT (switching) jaringan 275kV, 150kV, 66kV dan 30kV

    dengan Unit Transmisi dan Gardu Induk, Unit/Perusahaan

    Pembangkit, PLN UIP KIT/RING Sulmapa, Konsumen

    Besar, PLN Area dan APD bila diperlukan.

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    f. Melepas beban interruptible (manual load Sheeding dan

    Konsumen Besar) jika diperlukan.

    2.22.22.22.2 Unit Transmisi dan Gardu Induk (Tragi)Unit Transmisi dan Gardu Induk (Tragi)Unit Transmisi dan Gardu Induk (Tragi)Unit Transmisi dan Gardu Induk (Tragi)

    Tragi bertanggung-jawab melaksanakan pemeliharaan dan

    perbaikan peralatan transmisi dan gardu induk di wilayah

    kerjanya. Tragi bertanggung-jawab untuk:

    a. Melaksanakan operasi switching untuk fasilitas instalasi

    275kV, 150kV, 66kV dan 30kV bila diperintahkan oleh PLN

    AP2B;

    b. Memelihara peralatan pemasok daya reaktif untuk

    memenuhi kebutuhan daya reaktif sesuai dengan sasaran

    yang ditetapkan PLN AP2B;

    c. Memasang dan memelihara peralatan pelepasan beban

    otomatis oleh rele frekuensi rendah dan rele tegangan

    rendah pada penyulang distribusi guna memenuhi sasaran

    yang ditetapkan PLN AP2B dalam rangka meminimalkan

    dampak pemadaman saat gangguan Sistem dan mencegah

    terjadinya padam total;

    d. Melaksanakan pekerjaan pemeliharaan dan perbaikan

    terhadap fasilitas transmisi dan Gardu Induk di wilayah

    kerjanya;

    e. Melaksanakan setting rele proteksi sesuai kajian dari PLN

    AP2B Sistem Sulawesi Selatan;

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    f. Melaksanakan pemeliharaan dan pengujian rele proteksi

    secara periodic;

    g. Memantau kondisi peralatan jaringan transmisi dan gardu

    induk termasuk rele serta membuat deklarasi atas status

    atau kondisi peralatan.

    2.32.32.32.3 Bidang Transmisi Dan Distribusi PLN WilayahBidang Transmisi Dan Distribusi PLN WilayahBidang Transmisi Dan Distribusi PLN WilayahBidang Transmisi Dan Distribusi PLN Wilayah

    Tanggung-jawab Bidang Transmisi Dan Distribusi PLN

    Wilayah meliputi :

    a. Berkoordinasi dengan semua Pemakai Jaringan, atas

    semua Sistem proteksi pada semua titik sambungan di

    Sistem;

    b. Menetapkan spesifikasi peralatan proteksi untuk semua

    pengembangan jaringan, seperti pengembangan saluran

    transmisi, gardu induk dan peralatan gardu induk;

    c. Merencanakan fasilitas komunikasi data dan suara untuk

    operasional Sistem dan fasilitas komunikasi untuk proteksi;

    d. Mengkoordinasikan operasi dan pemeliharaan sambungan

    telekomunikasi dengan semua Pemakai Jaringan.

    2.42.42.42.4 Unit Pembangkit dan Perusahaan Pembangkit (IPP)Unit Pembangkit dan Perusahaan Pembangkit (IPP)Unit Pembangkit dan Perusahaan Pembangkit (IPP)Unit Pembangkit dan Perusahaan Pembangkit (IPP)

    Unit Pembangkit/Perusahaan (IPP) menyediakan porsi yang

    besar untuk kebutuhan daya dan energi dalam Sistem Tenaga

    Listrik Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Operasi

    pembangkit yang andal sangat penting bagi keandalan operasi

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    Sistem. Unit/Perusahaan Pembangkit (IPP) bertanggung-jawab

    untuk:

    a. Mampu memberikan pelayanan yang andal sesuai

    perjanjian jual-beli tenaga listrik (Power Purchase

    Agreement - PPA) terkait atau ketentuan operasional yang

    berlaku;

    b. Mendeklarasikan setiap perubahan kemampuan operasi dari

    karakteristik yang semula dinyatakan kepada PLN AP2B;

    c. Mengkoordinasikan kegiatan pemeliharaan dengan AP2B;

    d. Mengikuti perintah PLN AP2B dalam hal sinkronisasi dan

    pelepasan unit ke/dari Sistem, serta perubahan

    pembebanan untuk memenuhi kebutuhan Sistem (dalam

    batas-batas teknis peralatan yang disepakati)

    e. Setiap unit memberi kontribusi pada pengendalian mutu

    frekuensi dan tegangan (dalam batas kemampuan unit yang

    dideklarasikan).

    f. Mengikuti perintah PLN AP2B dalam mengaktifkan atau

    mematikan fungsi Automatic Generation Control (AGC) unit-

    unit yang dilengkapi dengan AGC.

    g. Mempersiapkan asut gelap (black start) untuk mempercepat

    proses pemulihan sistem setelah kejadian gangguan.

    h. Memelihara kemampuan asut-gelap (black-start) unit-unit

    yang memiliki fasilitas asut-gelap. Operator unit tersebut

    harus dipersiapkan untuk melakukan uji asut-gelap bila

    diminta oleh PLN AP2B.

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    i. Untuk unit pembangkit yang dinyatakan mampu memikul

    beban terpisah (isolated) harus mengikuti perintah dari PLN

    AP2B untuk mempercepat proses pemulihan Sistem

    setelah kejadian gangguan.

    j. Selama gangguan atau keadaan darurat, menghindari

    pelepasan unit dari Sistem, kecuali bila dapat dibuktikan

    bahwa kerusakan yang serius akan terjadi pada peralatan

    pembangkit bila tidak segera dilepas dari Sistem.

    k. Melaporkan ke PLN AP2B pembebanan pembangkit harian

    periode 1 jam pada LWBP dan jam pada WBP dan

    parameter parameter lain sesuai kebutuhan AP2B.

    2.52.52.52.5 PLN APD Makassar (PLN PLN APD Makassar (PLN PLN APD Makassar (PLN PLN APD Makassar (PLN Area DistribusiArea DistribusiArea DistribusiArea Distribusi))))

    PLN APD dan Area Distribusi berperan besar dalam

    menjaga keamanan Sistem karena mereka mengendalikan

    bagian terbesar dari beban. PLN APD/Area Distribusi

    bertanggung-jawab dalam :

    a. Mengatur tap trafo Distribusi di Gardu Induk untuk menjaga

    kualitas tegangan distribusi pada kondisi normal dan

    meminimalkan dampak defisit daya sesuai permintaan PLN

    AP2B (Brown-Out);

    b. Melepaskan beban yang telah ditentukan (Manual Load

    Sheeding) untuk memproteksi keamanan Sistem yang

    diperintahkan oleh PLN AP2B;

    c. Melaksanakan koordinasi pelaksanaan operasi pembangkit

    yang terhubung ke jaringan distribusi atas perintah PLN

    AP2B;

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    d. Menentukan penyulang distribusi untuk pelepasan beban

    otomatis oleh rele frekuensi rendah (UFR) pada penyulang

    distribusi guna memenuhi sasaran yang ditetapkan PLN

    AP2B dalam rangka meminimalkan dampak pemadaman

    saat gangguan Sistem dan mencegah terjadinya padam

    total;

    e. Mengkoordinasikan pemulihan beban bersama PLN AP2B

    setelah kejadian gangguan dan/atau kekurangan daya. Cara

    pemulihan beban harus tidak mengakibatkan terjadinya

    gangguan dan pemadaman yang lebih buruk;

    f. Menyediakan prakiraan beban yang disyaratkan dalam

    Aturan Jaringan.

    2.62.62.62.6 Konsumen BesarKonsumen BesarKonsumen BesarKonsumen Besar

    Konsumen Besar secara keseluruhan merupakan bagian

    yang sangat penting dari beban Sistem dan kemungkinan

    merupakan beban yang dominan di kawasannya. Konsumen

    besar ikut berperan dalam tanggung-jawab keamanan Sistem

    bersama PLN AP2B Sistem Sulawesi Selatan dan Pemakai

    Jaringan lainnya. Tanggung-jawab Konsumen Besar adalah

    sesuai dengan Grid Code Sulawesi OC 1.6.8 adalah :

    a. Memenuhi sasaran beban daya reaktif yang ditetapkan oleh

    PLN AP2B atau dalam perjanjian interkoneksi;

    b. Menghindari seringnya perubahan beban yang cepat yang

    menyebabkan flicker tegangan dan melanggar standar yang

    ditetapkan dalam Aturan Penyambungan (CC 2.0 -

    Karakteristik Unjuk Kerja Grid);

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    c. Melepas beban yang disiapkan untuk diputus (interruptible

    load) bila diperintahkan oleh PLN Cabang/APD atau PLN

    AP2B;

    d. Memasang dan memelihara peralatan pelepasan beban

    otomatis oleh frekuensi rendah dan/atau tegangan rendah,

    guna memenuhi sasaran yang ditetapkan PLN AP2B dalam

    rangka memproteksi keamanan Sistem;

    e. Menyediakan rencana pembebanan yang disyaratkan oleh

    Aturan Jaringan.

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    Bagian 3 : Pengaturan Operasi Kondisi Normal

    3.1.3.1.3.1.3.1. DefinisiDefinisiDefinisiDefinisi

    Yang dimaksud dengan Kondisi Normal adalah suatu

    keadaan dimana semua peralatan utama, peralatan bantu dan

    peralatan pendukung dapat dioperasikan sesuai batas-batas

    keamanan pengusahaan serta sesuai dengan fungsinya.

    Unjuk kerja Sistem yang harus dipenuhi dalam operasi pada

    kondisi normal sesuai Grid Code Sulawesi adalah :

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    a. Frekuensi nominal 50 Hz, diusahakan untuk tidak lebih

    rendah dari 49,5 Hz. atau lebih tinggi dari 50,5 Hz, dan

    selama waktu keadaan darurat (emergency) dan gangguan,

    frekuensi Sistem diizinkan turun hingga 47,5 Hz atau naik

    hingga 52,0 Hz sebelum unit pembangkit diizinkan keluar

    dari operasi.

    b. Sesuai dengan Grid Code Sulawesi, tegangan Sistem harus

    berada dalam batasan sebagai berikut :

    Tegangan NominalTegangan NominalTegangan NominalTegangan Nominal MaksMaksMaksMaks MinMinMinMin

    150 kV + 10% - 10% 66 kV + 10% - 10% 30 kV + 10% - 10% 20 kV + 10% - 10%

    Catatan :

    Tegangan 275kV belum diatur dalam Grid Code Sulawesi

    2008, untuk sementara ditetapkan pada range maks +5%

    dan min -5%.

    c. Distorsi harmonik total maksimum pada setiap titik

    sambungan dalam kondisi operasi normal dan gangguan

    harus memenuhi batasan sebagai berikut : Tegangan NominalTegangan NominalTegangan NominalTegangan Nominal Distorsi TotalDistorsi TotalDistorsi TotalDistorsi Total

    150 kV 3% 66 kV 3% 30 kV 3% 20 kV 3%

    d. Komponen urutan negatif maksimum dari tegangan fasa

    dalam jaringan tidak boleh melebihi 1% pada kondisi operasi

    normal dan keluar terencana, serta tidak melebihi 2%

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    selama kejadian tegangan impuls sesaat (infrequently short

    duration peaks).

    e. Fluktuasi tegangan pada suatu titik sambungan dengan

    beban berfluktuasi, harus tidak melebihi batasan:

    2% dari tingkat tegangan untuk setiap perubahan

    step, yang dapat terjadi berulang. Setiap kejadian

    ekskursi tegangan yang besar di luar perubahan step

    dapat diizinkan hingga 3% asalkan tidak menimbulkan

    risiko terhadap jaringan transmisi, atau instalasi

    Pemakai Jaringan. Kedip tegangan hingga 5% saat

    menjalankan motor listrik yang tidak sering terjadi,

    dapat ditolerir.

    flicker jangka-pendek 1,0 unit dan jangka-panjang 0,8

    unit yang terukur dengan flicker meter sesuai

    spesifikasi IEC-868.

    f. faktor-daya (Cos ) di titik sambung antara instalasi

    Pemakai Jaringan dengan Jaringan minimum sebesar

    0,85 lagging.

    3.2.3.2.3.2.3.2. Pengendalian Operasi Kondisi NormalPengendalian Operasi Kondisi NormalPengendalian Operasi Kondisi NormalPengendalian Operasi Kondisi Normal

    Pada Operasi Kondisi Normal, tugas tugas Dispatcher AP2B

    adalah :

    a. Melaksanakan serah terima tugas Dispatcher antara

    petugas sebelumnya dengan yang akan menggantikannya;

    b. Membaca dan memahami dokumen Rencana Operasi

    Harian (ROH) dari Fungsi Rencana Operasi;

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    c. Melaksanakan monitoring pembebanan pembangkit dan

    aliran daya sesuai dengan ROH (Rencana Pembangkitan

    dan beban harian AP2B) dan kondisi real time;

    d. Memberikan perintah menurunkan/menaikkan beban ke unit

    Pembangkit sesuai dengan kebutuhan sistem mengacu ke

    Merit Order dengan tetap memperhatikan keandalan Sistem;

    e. Senantiasa memberi perintah untuk mempertahankan

    frekuensi pada 50 Hz kepada Pembangkit yang mengatur

    Frekuensi.

    3.3.3.3.3.3.3.3. Margin / Cadangan OperasiMargin / Cadangan OperasiMargin / Cadangan OperasiMargin / Cadangan Operasi

    Cadangan Operasi adalah :

    a. Cadangan putar, didefinisikan sebagai jumlah kapasitas

    daya pembangkitan yang tersedia dan tidak dibebani penuh;

    b. Cadangan panas, yang didefinisikan sebagai pembangkit

    yang dapat diasut dan disinkronkan ke Sistem dalam waktu

    10 menit dan beban interruptible yang dapat dilepas dalam

    waktu 10 menit.

    c. Cadangan dingin, didefinisikan sebagai pembangkit yang

    dapat diasut dan disinkronkan ke Sistem dalam waktu 4

    (empat) jam.

    d. Cadangan jangka panjang, didefinisikan sebagai

    pembangkit yang dapat diasut dan disinkronkan ke sistem

    dalam waktu lebih dari empat jam tetapi kurang dari dua

    hari.

    Marjin Cadangan (kebutuhan minimum) harus tersedia setiap

    saat :

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    a. Cadangan panas kapasitas unit pembangkit terbesar yang

    terhubung ke Sistem.

    b. Cadangan panas ditambah cadangan dingin dua unit

    pembangkit terbesar yang terhubung ke Sistem.

    c. 'Cadangan panas' ditambah 'cadangan dingin' ditambah

    'cadangan jangka panjang' dua pembangkit terbesar yang

    terhubung ke Sistem ditambah marjin keandalan. Tambahan

    marjin keandalan ini dapat dinyatakan dalam persentase

    terhadap beban puncak harian atau dalam MW; yang

    perhitungannya berdasarkan studi-studi energi tak terlayani

    dan/atau loss of load probability.

    Kriteria ini harus ditinjau ulang dan diperbarui secara periodik

    untuk menjamin efektifitas biaya.

    3.4.3.4.3.4.3.4. Pengaturan Tegangan SistemPengaturan Tegangan SistemPengaturan Tegangan SistemPengaturan Tegangan Sistem

    Menjaga tegangan Sistem pada tingkat nominal diperlukan

    untuk mengurangi rugi-rugi jaringan dan ancaman voltage

    collapse serta masalah stabilitas transient dan steady state.

    Pengendalian tegangan juga diperlukan untuk menghindari

    kerusakan peralatan yang terhubung ke jaringan transmisi, baik

    oleh tegangan yang terlalu rendah maupun yang terlalu tinggi,

    serta untuk menjamin bahwa tegangan di sisi pelanggan

    berada dalam tingkat yang dapat diterima. Selain itu,

    ketidakseimbangan tegangan dan harmonisa harus

    dikendalikan pula untuk memberi pelayanan yang memuaskan

    ke pelanggan.

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    Pengaturan tegangan pada saat tegangan sistem rendahrendahrendahrendah (di

    bawah 10% dan di bawah 5% untuk 275kV) dilakukan dengan

    langkah langkah berikut :

    a. Mengatur Tap IBT 275kV/150kV dan 150kV/66kV pada level

    tegangan 150kV dan 66kV;

    b. Trafo Distribusi jika tegangan rendah terjadi pada level

    tegangan 20kV;

    c. Operasikan Kapasitor 66kV yang ada pada Gardu Induk

    dengan Prioritas sebagai berikut :

    1. Kapasitor 66kV di GI. Tello

    2. Kapasitor 66kV di GI. Tallo Lama

    3. Kapasitor 66kV di GI. Daya

    4. Kapasitor 66kV di GI. Pangkep

    d. Perintahkan kepada unit-unit pembangkitan untuk

    menaikkan tegangan keluaran Generator dengan tetap

    memperhatikan batasan Cos dari unit pembangkitan

    tersebut (Kurva Kapabilitas);

    e. Kurangi suplai dari Utara dengan menurunkan beban

    pembangkit pembangkit di Utara dan mengoperasikan

    pembangkit di Selatan yang Stand-by sesuai merit order

    yang telah ditetapkan.

    f. Lakukan penurunan beban secukupnya pada pelanggan

    industri besar (Tonasa/Bosowa) sampai tegangan sistem

    berada pada batas yang diijinkan.

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    Pengaturan tegangan pada saat tegangan sistem tinggitinggitinggitinggi (di

    atas 10 % dan di atas 5% untuk 275kV) dilakukan dengan

    langkah langkah berikut :

    a. Mengatur Tap IBT 275kV/150kV dan 150kV/66kV pada

    level tegangan 150kV dan 66kV;

    b. Trafo Distribusi jika tegangan rendah terjadi pada level

    tegangan 20kV;

    c. Lepas Kapasitor 66kV yang masih beroperasi dengan

    prioritas sebagai berikut :

    1. Kapasitor 66kV di GI. Pangkep

    2. Kapasitor 66kV di GI. Daya

    3. Kapasitor 66kV di GI. Tallo Lama

    4. Kapasitor 66kV di GI. Tello

    d. Perintahkan kepada unit-unit pembangkitan untuk

    menurunkan tegangan keluaran Generator dengan tetap

    memperhatikan batasan Cos dari unit pembangkitan

    tersebut (Kurva Kapabilitas);

    e. Jika tegangan pada sistem Utara (di GI. Parepare) diatas

    165kV, Masukkan PMT 150kV reaktor di Gardu Induk Bone

    (yang berada pada tap 30 MVar);

    f. Jika tegangan pada sistem Utara (di GI. Parepare) diatas

    160kV, Masukkan PMT 150kV reaktor di Gardu Induk

    Bulukumba (yang berada pada tap 15 MVar);

    g. Operasikan reaktor di kedua Gardu Induk tersebut (Bone

    dan Bulukumba) jika tegangan masih tinggi;

    h. Buka satu line penghantar panjang yayayayang beroperasi dua lineng beroperasi dua lineng beroperasi dua lineng beroperasi dua line

    dengan prioritas berikut :

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    1. PMT 150kV Line Sidrap Makale 2

    2. PMT 150kV Line Polmas - Majene 2

    3. PMT 150kV Line Majene - Mamuju 2

    4. PMT 150kV Line Makale Palopo 2

    5. PMT 150kV Line Parepare Polmas 2

    6. PMT 150kV Line Bone Bulukumba 2

    7. PMT 150kV Line Sidrap Soppeng 2

    8. PMT 275kV Line Latuppa-Pamona 2

    3.5.3.5.3.5.3.5. Pengaturan Frekuensi SistemPengaturan Frekuensi SistemPengaturan Frekuensi SistemPengaturan Frekuensi Sistem

    Frekuensi di Sistem akan konstan bila total pembangkitan

    seimbang dengan total beban ditambah rugi-rugi jaringan. Bila

    pembangkitan melebihi beban ditambah rugi-rugi, maka

    frekuensi Sistem naik. Bila beban ditambah rugi-rugi melebihi

    pembangkitan, maka frekuensi Sistem turun. Rentang

    pengaturan frekuensi yang sempit diperlukan untuk

    menyediakan frekuensi pasokan yang stabil bagi semua

    Pemakai Jaringan dan pelanggan akhir.

    Frekuensi Sistem dipertahankan dalam kisaran 0,2 Hz di

    sekitar 50 Hz, kecuali dalam periode transien yang singkat,

    dimana penyimpangan sebesar 0,5 Hz diizinkan, serta

    selama kondisi darurat. Pengendalian frekuensi dicapai melalui

    :

    a. Aksi governor unit pembangkit;

    b. Dispatcher AP2B memerintahkan ke unit-unit pembangkit

    untuk menaikkan atau menurunkan beban pembangkit;

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    c. Penurunan tegangan dalam rangka menurunkan beban

    Sistem (Brown Out);

    d. Pengurangan beban konsumen besar (khususnya barawaja)

    bila operasi;

    e. Pengurangan beban secara manual (Manual Load

    Sheeding);

    f. Pelepasan beban otomatis pada penyulang 20kV dengan

    Under Frequency Relay (UFR) secara bertahap dalam 5

    tahapan;

    g. Pemisahan sistem menjadi beberapa pulau (Island

    Operation) yang terdiri dari Island Bakaru, Island Sengkang,

    Island Tello dan Island Palopo pada saat frekuensi sistem

    turun sampai 48,20 Hz;

    h. Pelepasan beban pada frekuensi 48,00 Hz pada masing

    masing Island untuk mengantisipasi undergenerated pada

    island yang sudah terbentuk;

    i. Pengoperasian terpisah unit unit pembangkitan dengan

    menanggung beban pemakaian sendirinya (Host Load)

    pada frekuensi 47,50 Hz;

    j. Pelepasan generator oleh rele frekuensi lebih (Load

    Rejection).

    Secara umum, pola pengaturan frekuensi Sistem Sulawesi

    Selatan ditunjukkan pada Gambar 1 :

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM

    Gambar 1 : Skema pengaturan frekuensi Sistem Sulawesi Selatan

    3.4.3.4.3.4.3.4. Prosedur pembebasan/pemberian teganganProsedur pembebasan/pemberian teganganProsedur pembebasan/pemberian teganganProsedur pembebasan/pemberian tegangan

    Prosedur ini meliputi pelaksanaan manuver pembebasan

    tegangan/pemberian tegangan dalam rangka pekerjaan

    pemeliharaan instalasi tenaga l

    direncana maupun tidak terencana.

    aktivitas untuk melaksanakan pengendalian switching

    pekerjaan pemeliharaan instalasi listrik tegangan tinggi pada

    PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    Gambar 1 : Skema pengaturan frekuensi Sistem Sulawesi Selatan

    Prosedur pembebasan/pemberian teganganProsedur pembebasan/pemberian teganganProsedur pembebasan/pemberian teganganProsedur pembebasan/pemberian tegangan

    Prosedur ini meliputi pelaksanaan manuver pembebasan

    tegangan/pemberian tegangan dalam rangka pekerjaan

    pemeliharaan instalasi tenaga listrik tegangan tinggi yang

    direncana maupun tidak terencana. Prosedur ini meliputi

    aktivitas untuk melaksanakan pengendalian switching

    pekerjaan pemeliharaan instalasi listrik tegangan tinggi pada

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    grid Sulselbar. Langkah langkah yang harus dilaksanakan pada

    prosedur pemberian/pembebasan tegangan ini adalah sebagai

    berikut :

    a. Prosedur pembebasan/pemberian tegangan pada pekerjaan

    terencana dilakukan dengan langkah langkah sebagai

    berikut :

    1. Menerima Informasi bahwa Persiapan Pekerjaan dimulai.

    2. Membaca dan memahami urutan menuver yang terdapat

    pada Working Permit Pembebasan /Pemberian

    tegangan.

    3. Apabila tidak ada kedua Working permit

    pemberian/pembebasan tegangan tersebut maka

    pekerjaan terencana tersebut tidak akan dilaksanakan.

    4. Melakukan pelaksanaan manuver / switching sebagai

    berikut :

    5. Koordinasikan dengan operator gardu induk untuk

    menanyakan kesiapan petugas Pengawas Manuver,

    Pengawas Pekerjaan dan Pengawas K3. Dan apabila

    petugas petugas tersebut tidak berada di lokasi

    pekerjaaan, manuver pembebasan tegangan tidak boleh

    dilaksanakan.

    6. Catat Pelaksana Manuver, Pengawas Manuver,

    Pengawas Pekerjaan dan Pengawas K3 kedalam formulir

    Working Permit yang telah ada.

    7. Perhatikan aliran daya pada segmen yang akan

    dilakukan manuver kemudian laksanakan manuver

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    pembebasan/pemberian tegangan dengan kententuan

    sebagai berikut :

    Pada saat pelaksanaan manuver pembebasan

    tegangan, buka terlebih dahulu PMT di sisi beban,

    kemudian lanjutkan dengan PMT di sisi sumber.

    Pada saat pelaksanaan manuver pemberian

    tegangan, masukkan terlebih dahulu PMT di sisi

    sumber, kemudian lanjutkan dengan PMT di sisi

    beban.

    8. Laksanakan manuver sesuai urutan manuver

    pembebasan/pemberian tegangan yang terdapat

    pada working permit.

    9. Pembukaan PMT dan PMS Busbar dilakukan

    secara remote di Ruang Kontrol AP2B setelah

    memeriksa status SCADA pada posisi Remote

    Control.

    10. Apabila terjadi kegagalan saat Pembukaan

    PMT dan PMS Busbar, maka pelaksanaanya

    diulangi sekali lagi dan apabila masih gagal kedua

    kalinya maka pelaksanaannya dilakukan secara

    lokal diperintahkan ke operator gardu induk untuk

    melakukan manuver sesuai atas perintah

    dispatcher.1

    11. Semua kegiatan manuver

    pembukaan/penutupan dicatat pada formulir

    1 Beri keterangan pada working permit jika terjadi kegagalan manuver secara romote.

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    Working Permit pembebasan/pemberian tegangan

    dan pada logsheet operasi harian.

    12. Setelah pelaksanaan manuver/switching

    selesai maka :

    Informasikan kepada Pengawas Manuver atau

    Pengawas K3 bahwa Instalasi yang dibebaskan

    sudah aman untuk dilakukan

    pekerjaan/pemeliharaan.

    Perintahkan pada operator gardu induk untuk

    memasang tanda-tanda (tagging) dan

    pentanahan lokal jika diperklukan.

    Evaluasi pengaruhnya terhadap sistem setelah

    pembebasan tegangan dilaksanakan.

    b. Prosedur pembebasan/pemberian tegangan pada pekerjaan

    tidak terencana dan tidak mengakibatkan pemadaman

    dilakukan dengan langkah langkah sebagai berikut :

    1. Memonitor kondisi sistem dan pengaruhnya terhadap

    keandalan disampaikan ke piket pengawas /supervisor

    operasi system.

    2. Koordinasikan dengan Gardu Induk dan unit tragi terkait.

    3. Pembukaan PMT dan PMS Busbar dilakukan secara

    remote di Ruang Kontrol AP2B setelah memeriksa status

    SCADA pada posisi Remote Control.

    4. Apabila terjadi kegagalan saat Pembukaan PMT dan

    PMS Busbar, maka pelaksanaannya dilakukan secara

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    lokal diperintahkan ke operator gardu induk untuk

    melakukan manuver atas perintah dispatcher.

    5. Semua kegiatan manuver pembukaan/penutupan dicatat

    pada formulir Working Permit pembebasan/pemberian

    tegangan dan pada logsheet operasi harian.

    6. Setelah pelaksanaan manuver/switching selesai maka

    lakukan :

    Informasikan kepada Pengawas Manuver, Pengawas

    K3 bahwa Instalasi yang dibebaskan sudah aman

    untuk dilakukan pekerjaan/pemeliharaan.

    Evaluasi pengaruhnya terhadap sistem setelah

    pembebasan tegangan.

    c. Prosedur pembebasan/pemberian tegangan pada pekerjaan

    tidak terencana dan tidak mengakibatkan pemadaman

    dilakukan dengan langkah langkah sebagai berikut :

    1. Memonitor kondisi sistem dan pengaruhnya terhadap

    keandalan disampaikan ke piket pengawas /supervisor

    operasi

    2. Koordinasikan dengan APD maupun PIDIS Area untuk

    mengalihkan pasokan.

    3. Koordinasikan dengan gardu induk dan unit Tragi terkait.

    4. Setelah semua petugas sudah siap, maka lakukan

    manuver sesuai SOP pembebasan/penormalan kondisi

    pemeliharaan terencana.

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    5. Pembukaan PMT dan PMS Busbar dilakukan secara

    remote di Ruang Kontrol Setelah memeriksa status

    SCADA pada posisi Remote Control.

    6. Apabila terjadi kegagalan saat Pembukaan PMT dan

    PMS Busbar, maka pelaksanaannya dilakukan secara

    lokal diperintahkan ke operator gardu induk untuk

    melakukan manuver atas perintah dispatcher.

    7. Setelah pelaksanaan manuver/switching selesai maka

    lakukan :

    Informasikan kepada Pengawas Manuver, Pengawas

    K3 bahwa Instalasi yang dibebaskan sudah aman

    untuk dilakukan pekerjaan/pemeliharaan.

    Evaluasi pengaruhnya terhadap sistem setelah

    pembebasan tegangan.

    3.5.3.5.3.5.3.5. Prosedur pembebanan PLTA BakaruProsedur pembebanan PLTA BakaruProsedur pembebanan PLTA BakaruProsedur pembebanan PLTA Bakaru

    Prosedur ini merupakan petunjuk untuk melaksanakan

    pengendalian dan pengaturan operasi PLTA Bakaru baik

    dalam kondisi normal maupun abnnormal. Prosedur ini disusun

    untuk menjaga kontinuitas suplai daya dari PLTA Bakaru terkait

    dengan variasi musim yang berpengaruh pada besarnya inflow

    air ke DAM PLTA Bakaru.

    1. Pada saat inflow lebih besar dari 45 mbesar dari 45 mbesar dari 45 mbesar dari 45 m3333/detik/detik/detik/detik

    maksimalkan pembebanan PLTA Bakaru sesuai dengan

    daya mampunya.

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    2. Pada saat inflow lebih kecil dari 45 mkecil dari 45 mkecil dari 45 mkecil dari 45 m3333/detik/detik/detik/detik atur

    pembebanan PLTA Bakaru sehingga elevasi terendah

    menjelang beban puncak (pukul 18.00 WITA) didapatkan

    dengan ketentuan sebagai berikut :

    Inflow Rata Rata (m3/detik)

    Elevasi pukul 18.00 WITA

    (m-dpl) 10 s.d. 19 615,50 20 s.d. 29 615,25 30 s.d. 45 615,00

    3. Jika kondisi di atas tidak dapat tercapai pada saat PLTA

    Bakaru beroperasi dua unit, lepas salah satu unit yang

    lebih memungkinkan untuk start stop.

    3.6.3.6.3.6.3.6. Prosedur pembebanan PLTA PosoProsedur pembebanan PLTA PosoProsedur pembebanan PLTA PosoProsedur pembebanan PLTA Poso

    Prosedur ini merupakan petunjuk untuk melaksanakan

    pengendalian dan pengaturan operasi PLTA Poso baik dalam

    kondisi normal maupun abnnormal. Prosedur ini disusun untuk

    menjaga kontinuitas suplai daya dari PLTA Poso terkait

    dengan variasi musim yang berpengaruh pada besarnya inflow

    air dari Danau Poso yang masuk ke Head Pond PLTA Poso,

    dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

    1. Jika inflow lebih besar dari besar dari besar dari besar dari 147147147147 mmmm3333/detik/detik/detik/detik, maksimalkan

    pembebanan PLTA Poso (3x65MW). Besar inflow yang

    dibutuhkan per unit adalah 49494949,05050505 mmmm3333/detik/detik/detik/detik....

    2. Jika inflow lebih kecilkecilkecilkecil dari dari dari dari 147147147147 mmmm3333/detik/detik/detik/detik,,,,, atur pembebanan

    PLTA Poso sesuai besarnya inflow yang masuk ke Power

    Channel.

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    3. Jika inflow lebih kecilkecilkecilkecil dari dari dari dari 38383838 mmmm3333/detik/detik/detik/detik, , , , PLTA Poso dapat

    distop untuk menghindari kavitasi turbin dan vacuum pada

    penstock.

    3.7.3.7.3.7.3.7. Prosedur pembebanan PLTU JenepontoProsedur pembebanan PLTU JenepontoProsedur pembebanan PLTU JenepontoProsedur pembebanan PLTU Jeneponto

    PLTU Jeneponto dioperasikan pada kondisi normal

    menggunakan batubara sebagai energi primernya dan

    dibebani kontinyu sesuai Rencana Operasi Harian (ROH)

    dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

    1.1.1.1. Beban minimum yang diperlukan agar tidak terjadi change

    over ke HSD adalah 80MW sisi generator.80MW sisi generator.80MW sisi generator.80MW sisi generator.

    2. Perubahan beban (ramp rate) : 3 MW/menit.3 MW/menit.3 MW/menit.3 MW/menit.

    3.8.3.8.3.8.3.8. Prosedur pembebanan PLTU BarruProsedur pembebanan PLTU BarruProsedur pembebanan PLTU BarruProsedur pembebanan PLTU Barru

    PLTU Jeneponto dioperasikan pada kondisi normal

    menggunakan batubara sebagai energi primernya dan

    dibebani kontinyu sesuai Rencana Operasi Harian (ROH)

    dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

    1. Beban minimum yang diperlukan adalah 50% (25MW) sisi 50% (25MW) sisi 50% (25MW) sisi 50% (25MW) sisi

    generator.generator.generator.generator.

    2. Perubahan beban (ramp rate) : 3 MW/menit.3 MW/menit.3 MW/menit.3 MW/menit.

    3.93.93.93.9 PerintahPerintahPerintahPerintah----perintah Operasiperintah Operasiperintah Operasiperintah Operasi

    a.a.a.a. PendahuluanPendahuluanPendahuluanPendahuluan

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    Perintah printah Operasi dilakukan dari Distpatcher AP2B kepada

    operator Gardu Induk atau Operator unit pembangkit melalui

    media radio komunikasi maupun media lain yang memungkinkan

    untuk melakukan kegiatan yang ada hubungannya dengan

    pengoperasian peralatan tegangan tinggi dan pembangkitan.

    Paling sedikit perintah-perintah Operasi tersebut harus mencakup

    informasi informasi sebagai berikut:

    1. Call Sign yang dimaksudkan oleh perintah dispatch.2

    2. Tugas yang harus dilaksanakan oleh operator Gardu Induk

    atau Operator unit pembangkit.

    3. Waktu pelaksanaan perintah (bila waktunya berbeda dengan

    waktu penyampaian perintah).

    4. Bila dianggap perlu, memberikan target waktu pada saat

    mana tingkat pembebanan tertentu sudah harus dicapai atau

    perintah sudah harus selesai dilaksanakan.

    Pihak yang menerima perintah operasi secara lisan, diharuskan

    untuk mengulang isi perintahmengulang isi perintahmengulang isi perintahmengulang isi perintah untuk menjamin bahwa perintah

    tersebut sudah diterima dan dimengerti.

    Contoh-contoh jenis perintah utama dari dispatcher akan diberikan

    berikut ini. Pada setiap contoh, dianggap bahwa kebutuhan saling

    memberitahu nama operator / Call Sign telah dilaksanakan.

    b.b.b.b. Perintah ke OperatorPerintah ke OperatorPerintah ke OperatorPerintah ke Operator PembangkitanPembangkitanPembangkitanPembangkitan

    2 Daftar Call Sign terlampir

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    1. Perintah perubahan pembebanan pembangkit.

    Pada setiap contoh contoh berikut, 'perintah' dilakukan

    oleh Dispatcher AP2B kepada PLTU Jeneponto untuk

    mengubah pembebanan PLTU Jeneponto menjadi 80

    MW, dengan waktu pemberian perintah pada pukul

    13.00:

    a. Dalam hal 'perintah' harus segera dilaksanakan :

    " PLTU Jeneponto dibebani 80 MW sisi generator

    sekarang"

    b. dalam hal 'perintah' mulai dilaksanakan 1 (satu) jam

    kemudian:

    " PLTU Jeneponto dibebani 80 MW, dimulai pada

    pukul 14:00"

    c. dalam hal perintah adalah bahwa tingkat beban yang

    diperintahkan harus dicapai pada pukul 01:30:

    " PLTU Jeneponto dibebani 80 MW pada pukul 01:30".

    2. Perintah untuk Sinkronisasi

    Dalam hal 'perintah sinkronisasi', biasanya langsung

    disertai dengan perintah pembebanan. Apabila tingkat

    pembebanan tidak termasuk dalam perintah yang

    diberikan, maka unit pembangkit harus disinkronkan dan

    segera dibebani ke tingkat beban minimum (sesuai

    dengan kecepatan pembebanan yang saat itu berlaku),

    kemudian segera melapor ke Dispatcher AP2B bahwa

    unit telah dibebani dengan beban minimum. Dalam

    memberikan perintah sinkronisasi, Dispatcher AP2B

    harus selalu mempertimbangkan waktu untuk proses

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    sinkronisasi yang diberikan Unit/Perusahaan Pembangkit

    dan memberikan suatu target waktu sinkronisasi

    tersebut.3

    Pada contoh berikut, PLTG GE telah diperintahkan

    sinkron dan berbeban minimum, dengan waktu

    pemberian perintah adalah pada pukul 18:00. Waktu

    sejak pemberitahuan kepada Unit/Perusahaan

    Pembangkit untuk sinkronisasi adalah 1 jam.

    Dalam contoh ini, waktu yang dibutuhkan untuk

    sinkronisasi adalah sesuai dengan waktu pemberitahuan:

    "GE 1 sinkron pada pukul 18:00, beban 8 MW".

    3. Perintah Shutdown atau Mengeluarkan Unit dari Operasi

    Sistem

    Perintah untuk mengeluarkan dari operasi Sistem,

    harus diartikan sebagai perintah untuk melepas PMT sisi

    generator unit pembangkit dan mengeluarkan unit

    tersebut dari Sistem (grid) Sulselbar.

    Contoh perintah untuk mengeluarkan suatu unit dari

    Operasi Sistem adalah sebagai berikut :

    Apabila PLTG GE 1 sudah berbeban minim dan

    diperlukan keluar dari operasi Sistem sesegera

    mungkin, maka perintahnya:

    "GE 1 silahkan dilepas sekarang"

    dan operator unit pembangkit harus segera melepas

    PMT unit pembangkit tersebut;

    3 Daftar waktu Start Up masing masing pembangkit terlampir

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    Apabila PLTG GE 1 diperlukan keluar dari operasi

    Sistem dalam beberapa waktu kemudian, maka

    perintahnya:

    " GE 1 silahkan dilepas pada pukul 20:30"

    Perintah untuk shut down (mematikan) unit, harus

    diartikan sebagai kebutuhan mengurangi daya output unit

    pembangkit ke tingkat beban minimum sebelum

    melepaskannya dari Sistem. Dalam sebuah perintah

    mengeluarkan unit, harus dipertimbangkan kecepatan

    penurunan beban unit, dan/atau sudah tercakup dalam isi

    perintah.

    c.c.c.c. Pengaturan FrekuensiPengaturan FrekuensiPengaturan FrekuensiPengaturan Frekuensi

    Perintah pengaturan frekuensi dilakukan dengan perintah

    untuk mengaktifkan atau mematikan fungsi Automatic

    Generation Control (AGC) atau mengaktifkan atau mematikan

    fungsi free governor pada suatu unit pembangkit.

    Contoh perintah untuk kepada suatu unit pembangkit

    untuk mengatur frekuensi adalah :

    Perintah untuk memulai pengaturan frekuensi :

    Sengkang silahkan diatur frekuensi

    Perintah untuk mengakhiri pengaturan frekuensi :

    Sengkang silahkan ditahan dibeban sekarang,

    pengaturan frekuensi kami alihkan ke GE

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    Bagian 4 : Pengaturan Operasi Kondisi Gangguan

    4.1.4.1.4.1.4.1. Pengaturan OpPengaturan OpPengaturan OpPengaturan Operasi pada Kondisi Blackouterasi pada Kondisi Blackouterasi pada Kondisi Blackouterasi pada Kondisi Blackout

    a.a.a.a. DefinisiDefinisiDefinisiDefinisi

    Yang dimaksud dengan kondisi blackout adalah gangguan

    pada salah satu atau beberapa komponen sistem yang

    menyebabkan hilangnya beban sistem sebesar lebih dari 50%

    (lima puluh persen) tanpa disertai hilangnya profil tegangan

    275kV, 150kV, 66kV, 30kV, atau 20kV. Definisi ini sesuai

    dengan SE Direksi PLN No. 0022.E/DIR/2005 tanggal 16

    Desember 2005, tentang penetapan klasifikasi gangguan

    sistem. Pada umumnya gangguan ini menyebabkan sistem

    beroperasi Island dengan 1 island atau lebih yang bertahan.

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    b. Tindakan Awal

    1. Pahami kondisi mutakhir sistem dan lokasi penyebab

    awal gangguan.

    2. Laporkan kondisi tersebut ke Operator Pembangkitan,

    Gardu Induk dan Dispatcher APD.

    3. Jika profil tegangan pada sistem berada di luar batas

    yang diijinkan, maka laksanakan prosedur pengaturan

    tegangan yang terdapat pada Prosedur Operasi Kondisi

    Normal.

    c. Tindakan Pemulihan

    Jika terjadi gangguan transmisi yang menyebabkan

    terbukanya sistem loop/terbentuknya Island, maka lakukan

    tindakan sesuai urutan berikut :

    - Sinkronkan line transimisi yang trip jika telah

    memenuhi syarat sinkron.4

    - Jika tidak memenuhi syarat sinkron, maka lakukan

    langkah-langkah sesuai urutan berikut sampai

    syarat sinkron terpenuhi :

    4 Syarat Syarat untuk melakukan sinkronisasi :

    Tegangan harus sama. Frekuensi harus sama. Sudut Fasa harus sama.

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    Laksanakan prosedur pengaturan tegangan yang

    terdapat pada Prosedur Operasi Kondisi Normal.

    Pada titik yang bertegangan rendah lakukan

    langkah langkah sebagai berikut :

    Naikkan tegangan genarator pembangkit terdekat.

    Lepaskan beban distribusi.

    Tambah beban pembangkit.

    Pada titik yang bertegangan tinggi lakukan langkah

    langkah sebagai berikut :

    Turunkan tegangan genarator pembangkit terdekat.

    Masukkan beban distribusi.

    Kurangi beban pembangkit.

    Pindahkan sinkronisasi ke titik yang lebih

    memungkinkan. 5

    4.2. Pengaturan Operasi pada Kondisi Padam Total

    a. Definisi

    Yang dimaksud dengan Padam Total, adalah kondisi

    hilangnya profil tegangan 275kV, 150kV, 66kV, 30kV dan 20

    kV pada seluruh grid sistem Sulawesi Selatan dan

    Sulawesi Barat.

    b. Tindakan Awal

    5 Syarat Syarat untuk melakukan Loop :

    Perbedaan tegangan di bawah 10 kV.

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    Pahami kondisi mutakhir sistem dan lokasi penyebab

    awal gangguan.

    Laporkan kondisi mutakhir sistem ke Dispatcher APD,

    Operator Unit Pembangkitan dan Operator GI.

    Untuk Dispatcher bagian Selatan, buka PMT sesuai

    urutan:

    Gardu Induk Peralatan yang harus dilepas

    TELLO

    PMT 66 kV Kapasitor

    PMT 66 kV Line Daya

    PMT 66 kV Line Mandai

    PMT 66 kV Line Borongloe

    PMT 150 kV Line Bosowa

    PMT 150 kV Pangkep

    PMT 150 kV Tallo Lama 1 dan 2

    PMT 150 kV Sungguminasa 1 dan 2

    DAYA PMT 66 kV Kapasitor (semua)

    PNKEP

    PMT 66 kV Kapasitor (semua)

    PMT 66 kV Line Mandai 1 dan 2

    PMT 150 kV Line Bosowa

    PMT 150 kV Line Tello

    PMT 150 kV Line Parepare 2

    PMT 150 kV Line Tonasa 1 dan 2

    TLAMA PMT 66 kV Kapasitor (semuanya)

    SGMSA

    PMT 150 kV Line Tallasa 1 dan 2

    PMT 150 kV Line Tanjungbunga 1 dan 2

    PMT 150 kV Line Maros 1 dan 2

    TLASA PMT 150 kV Line Sungguminasa 2

    PMT 150 kV Line PLTU Jeneponto 1 & 2

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    MAROS PMT 150 kV Line Sidrap 1 & 2

    PMT 150 KV Line Sungguminasa 2

    JNPTO PMT 150 kV Line Bulukumba 2

    BKMBA PMT 150 kV Line Jeneponto 1 dan 2

    PMT 150 kV Line Bone

    SNJAI PMT 150kV Line Bulukumba

    BONE

    PMT 150 kV Line Bulukumba

    PMT 150 kV Line Sinjai

    PMT 150 kV Line Soppeng 2

    Untuk Dispatcher Bagian Utara, buka PMT sesuai urutan

    sebagai berikut :

    Gardu Induk Peralatan yang harus dilepas

    BKARU PMT 150 kV Line Polmas

    PWALI PMT 150 kV Line Majene 1 dan 2

    MJENE PMT 150 kV Line Polmas 2

    PMT 150 kV Line Mamuju 1 dan 2

    MMUJU PMT 150 kV Line Majene 2

    PPARE

    PMT 150 kV Line Polmas

    PMT 150 kV Line Sidrap 1 dan 2

    PMT 150 kV Line Pangkep 1 dan 2

    SDRAP

    PMT 150 kV Line Soppeng 1 dan 2

    PMT 150 kV Line Makale 1 dan 2

    PMT 150 kV Line Sengkang 1 dan 2

    PMT 150 kV Line Maros 1 dan 2

    SPENG

    PMT 150 kV Line Sidrap 2

    PMT 150 kV Line Bone 1 dan 2

    PMT 150 kV Line Sengkang 1 dan 2

    SKANG PMT 150 kV Line Soppeng 1 dan 2

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    PMT 150kV Line Sidrap 2

    MKALE PMT 150 kV Line Sidrap 2

    PMT 150 kV Line Palopo 1 dan 2

    PLOPO PMT 150 KV Line Makale 2

    PMT 150kV Line Latuppa 2

    LTUPPA

    PMT 150kV Line Palopo 1 dan 2

    PMT 275kV Line Pamona 1 & 2

    PMT 275kV IBT 2

    PMONA PMT 275kV Line Latuppa 2

    PMT 150kV Line Poso 1 dan 2

    c. Tindakan Pemulihan

    Membangun Sub-Sistem Bakaru

    Untuk proses pemulihannya, Dispatcher Utara dan

    Selatan segera memerintahkan semua Unit Pembangkit

    yang memiliki fasilitas Black-start untuk melakukan idle

    run tanpa mengisi bus 150kV. Pemulihan beban

    dilaksanakan secepat mungkin dengan memprioritaskan

    membangun dari Sub-Sistem Bakaru.

    1. Untuk Dispatcher Bagian Utara, melakukan tindakan

    sesuai urutan berikut :

    a. Energize GI. Bakaru, GI Pinrang, dan GI Parepare

    dari PLTA #1 atau #2 (dengan Mode Line

    Charging).

    b. Bebani GI. Bakaru, Parepare dan Pinrang jika

    tegangan di bus 150kV GI Parepare sudah di atas

    145kV dengan tetap memperhatikan beban PLTA

    Bakaru.

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    c. Start dan paralel PLTD Suppa dan PLTD Parepare.

    d. Tutup PMT 150kV Line Pangkep 1 di GI.

    Parepare.6

    e. Tutup PMT 150kV Line Bosowa di GI. Pangkep.

    f. Koordinasikan dengan Dispatcher Selatan untuk

    melakukan Sinkron dengan Sub-Sistem Tello

    dengan menutup PMT 150kV Line Bosowa di GI.

    Tello.

    g. Tutup PMT 150kV Line PLTU Barru di GI Pare

    h. Paralel kembali PLTU Barru jika masih putaran idle

    (host load).

    i. Tutup PMT 150kV Line Sidrap 1 atau 2 GI.

    Parepare

    j. Tutup PMT 150 kV Line Sengkang 1 di GI Sidrap.

    k. Start dan paralel PLTGU Sengkang.

    l. Tutup PMT 150 kV Line Soppeng 1 di GI

    Sengkang.

    m. Tutup PMT 150 kV Line Sengkang 1 di GI Soppeng

    n. .Tutup PMT 150 kV Line Bone 1 di GI Soppeng

    o. Tutup PMT 150 kV Line Sinjai di GI Bone.

    p. Tutup PMT 150 kV Line Jeneponto 1 di GI. Bulukumba

    q. Masukkan reactor 15MVar di GI Bulukumba jika

    tegangan 150kV masih cukup tinggi.

    6 Masukkan beban jika Gardu Induk paling ujung jika profil tegangan antara 145 150kV

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    Membangun Sub-Sistem Tello

    Untuk Dispatcher bagian selatan, Jika tegangan dari Bakaru

    diperkirakan masih lama bisa mengisi bus 150 kV GI. Tello,

    maka lakukan langkah-langkah sesuai urutan berikut :

    1. Start PLTG GE #1 atau GE #2 dengan Mode Line

    Charging, kemudian lakukan langkah-langkah sebagai

    berikut :

    Buka PMT 150 kV IBT-1, IBT-3 dan IBT-5 di GI. Tello.

    Lepas PMT 150 kV trafo generator sebagai berikut :

    PMT 150 kV Trafo Cogindo 1 dan 2

    PMT 150 kV Trafo Mitsubishi 1 atau 2

    PMT 150 kV Trafo SWD 1 atau 2

    Tutup PMT 150 kV Line Tallo Lama 1 di GI Tello

    Tutup PMT 150 kV Line Panakkukang 1 di GI Tello

    Bebani GE secara bertahap sampai 60% (beban

    penyulang GI Tello dan GI Panakkukang).

    Tutup PMT 150 kV Line Sungguminasa 1 di GI

    Tello

    Tutup PMT 150 kV Line Tallasa 1 di GI

    Sungguminasa

    Start dan paralel PLTD Sungguminasa

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    Bebani GI Sungguminasa

    Tutup PMT 150 kV Line PLTU Jeneponto 1 di GI

    Tallasa

    Pastikan bahwa tegangan 150 kV sudah sampai

    di GI PLTU Jeneponto

    Paralel kembali PLTU Jeneponto jika masih

    bertahan pada putaran idle (host load).

    Paralel PLTD Mitsubishi, SWD dan Cogindo

    Bebani GI Tallo Lama dan BI Bontoala secara

    bertahap.

    Start dan paralel PLTD MFO Silent di GI. Tallo

    Lama.

    Start dan paralel PLTD MFO Silent di GI.

    Bontoala.

    Tutup PMT 66 kV Line Borongloe di GI Tello 66

    kV dan bebani GI. Borongloe

    Start dan paralel PLTA Bilibili.

    Tutup PMT 66 kV Line Mandai dan Line Daya di

    GI. Tello dan bebani GI Mandai dan GI Daya

    Jika tegangan dari Sub-Sistem Utara sudah ada

    di ujung Line Pangkep atau Line Bosowa di GI

    Tello, koordinasikan dengan Dispatcher utara

    untuk melakukan sinkronisasi dengan Sub-

    sistem Tello

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    2. Jika PLTG Alsthom 1 direncanakan mengisi Bus 150 kV

    lebih awal (blackstart), maka lakukan langkah-langkah

    sebagai berikut :

    Buka kedua sisi PMT salah satu IBT 150/70 kV di GI.

    Tello (prioritas IBT 5) jika IBT 3 dan IBT 5 beroperasi

    paralel sebelum gangguan.

    Lepas PMT 150 kV trafo generator sebagai berikut :

    PMT 150 kV Trafo Cogindo 1 & 2

    PMT 150 kV Trafo GE 1 atau 2

    PMT 150 kV Trafo Mitsubishi 1 atau 2

    PMT 150 kV Trafo SWD 1 atau 2

    Start dan paralel PLTG Alsthom 1 untuk mengisi

    Bus 150 kV GI Tello 150 kV dan bebani bertahap

    GI. Tello sampai 60 % dari kemampuan PLTG

    Alsthom 1.

    Masukkan kembali PMT 150 kV Trafo PLTG GE

    Start dan Paralel semua unit PLTG GE.

    Bebani GI Tello dan GI Panakukkang.

    Lakukan langkah-langkah sebagaimana proses

    blackstart dari GE di atas.

    3. Untuk Dispatcher Selatan, Jika Busbar GI Tello 150 kV

    belum bertegangan, sedangkan tegangan dari sistem

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    utara sudah sampai di ujung Line 150 kV Bosowa di GI.

    Tello, maka lakukan langkah berikut :

    Tutup PMT 150 kV Line Bosowa GI. Tello 150 kV,

    kemudian paralel pembangkit di Tello dan bebani

    Gardu Induk di Sistem Selatan sesuai urutan

    berikut :

    1. GI. Tello

    2. GI. Borongloe (untuk parallel PLTA

    Bilibili)

    3. GI. Panakukang

    4. GI. Tallo Lama

    5. GI. Bontoala.

    Atur tegangan sesuai SOP pengaturan tegangan

    pada kondisi normal.

    Normalkan semua PMT Line 150 kV dan 66 kV

    yang masih beroperasi 1 line, serta normalkan

    pembangkit dan beban pada semua Gardu Induk

    secara bertahap7.

    7 Pada proses penormalan, selalu pantau dan atur tegangan pada kisaran 135 150 kV, dan masukkan beban penyulang 20 kV jika tegangan di Busbar 150 kV berada diatas 150 kV

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    Membangun Sub-sistem Sengkang

    1. Start GT #11, GT #12 atau PLTG GT #21 PLTGU

    Sengkang, kemudian bebani GI. Sengkang.

    2. Tutup PMT 150 kV Line Sidrap 1 di GI. Sengkang

    3. Tutup PMT 150 kV Line Sengkang 1 di GI. Sidrap.

    4. Jika Line Sidrap 1 di GI. Parepare sudah bertegangan,

    maka sinkronkan PMT 150 kV Line Sidrap 1 di GI.

    Parepare (Sinkron dengan Sub-Sistem Bakaru).

    5. Tutup PMT 150kV Line Maros 1 di GI Sidrap

    6. Jika sub-sistem Bakaru sudah paralel dengan Sub-sistem

    Tello,

    Lakukan sinkron/loop di GI Maros.

    7. Normalkan seluruh line transmisi pada jalur utama.

    8. Atur tegangan sesuai SOP pengaturan tegangan pada

    kondisi normal dan normalkan loop Sistem.

    9. Normalkan semua PMT Line 150 kV dan 66 kV yang

    masih beroperasi 1 line, serta normalkan pembangkit dan

    beban pada semua Gardu Induk secara bertahap.

    Membangun Sub-Sistem Poso

    Untuk Dispatcher Bagian Utara, melakukan tindakan sesuai

    urutan berikut :

    1. Jika tegangan belum ada di GI Palopo :

    a. Start PLTA Poso unit 1, 2 atau 3 dengan Mode Line

    Charging.

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    b. Naikkan tegangan PLTA Poso secara bertahap hingga

    tegangan terbaca di GI Latuppa 260 kV.

    c. Bebani Trafo Distribusi 10 MVA di GI. Pamona

    150 kV

    d. Masukkan PMT 275kV IBT 1 di GI Latuppa.

    e. Masukkan PMT 150 kV Tie line 1 Palopo di GI

    Latuppa.

    f. Bebani GI Palopo secara bertahap.

    2. Jika tegangan sudah ada di GI Palopo :

    a. Masukkan PMT 150 kV Tie line Palopo 1 di GI

    Latuppa

    b. Posisikan Tap Changer IBT #1 GI Latuppa pada

    Tap 4.

    c. Masukkan PMT 275kV IBT #1 GI Latuppa.

    d. Lakukan backfeeding ke GI Pamona dengan

    posisi reactor 50MVar posisi masuk.

    e. Koordinasikan dengan GI Pamona dan PH PLTA

    Poso untuk tegangan ujung di GI Pamona dan

    PH PLTA Poso.

    f. Start dan paralel PLTA Poso.

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    4.3. Pengaturan Operasi pada Kondisi Gangguan Transmisi

    Kondisi Gangguan pada Transmisi Radial

    a. Definisi

    Yang dimaksud dengan transmisi Radial, adalah :

    Segmen Tegangan

    Polmas Majene 150 kV

    Majene Mamuju 150 kV

    Sidrap Makale 150 kV

    Sungguminasa Tanjung Bunga 150 kV

    Tello Tallo Lama 150 kV

    Tallo Lama Bontoala 66 kV

    Tello Panakukkang 150 kV

    Tello Borongloe 66 kV

    Tello Daya 66 kV

    Daya Mandai 66 kV

    Pangkep Tonasa 66 kV

    Pangkep Maros 66 kV

    Tello Barawaja 30 kV

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    b. Tindakan Pemulihan

    Bila terjadi gangguan pada jalur tersebut di atas, maka

    tindakan Dispatcher adalah sebagai berikut :

    1. Pastikan lokasi transmisi yang mengalami gangguan

    (trip) dan normalkan frekuensi dan tegangan sistem.

    2. Tanyakan dan catat indikasi relai yang bekerja ke

    operator Gardu Induk.

    3. Tanyakan kondisi peralatan yang mengalami

    gangguan ke operator Gardu Induk.

    4. Pastikan Operator Gardu Induk telah melaksanakan

    SOP Lokal pada Gardu Induk yang mengalami

    gangguan.

    5. PMT Line bisa dicoba masuk kembali satu kali dengan

    tetap memperhatikan kondisi sistem, jika line

    transmisi tersebut tidak memiliki relai auto reclose.

    6. Lokalisir gangguan dan laporkan ke Piket Tragi terkait,

    jika PMT tidak bisa masuk kembali akibat gangguan

    permanen.

    7. Untuk Gangguan permanen Transmisi 66 kV Line

    Tello Daya, maka GI. Daya disuplai dari GI. Mandai.

    8. Untuk Gangguan permanen Transmisi 66 kV Line

    Tello Mandai, maka GI. Mandai disuplai dari GI.

    Daya, atau GI. Pangkep.

    9. Laporkan ke APD atau Piket Distribusi Cabang terkait,

    jika gangguan menyebabkan pasokan tegangan ke

    distribusi hilang.

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    Gangguan Transmisi Yang Berhubungan Dengan Pembangkit

    a. Definisi

    1. GI. Bakaru GI. Polmas GI. Pinrang GI.

    Parepare,

    2. GI. Suppa GI. Parepare,

    3. GI. Sengkang GI. Soppeng,

    4. GI. Sengkang GI. Sidrap,

    5. GI. PLTU Barru GI. Pangkep GI. Tello

    6. GI. PLTU Jeneponto GI. Tallasa GI.

    Sungguminasa GI Tello

    7. GI. Pamona GI. Latuppa GI. Palopo.

    b. Tindakan Pemulihan

    1. Normalkan frekuensi dan tegangan sistem.

    2. Pastikan lokasi SUTT yang mengalami gangguan

    (trip).

    3. Cek kondisi Unit Pembangkitan yang berhubungan

    dengan transmisi yang trip.

    4. Tanyakan dan catat indikasi relai yang bekerja ke

    operator Gardu Induk.

    5. Bila SUTT yang gangguan menyebabkan sistem

    defisit daya, maka start pembangkit yang siap

    operasi sesuai merit order.

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    6. PMT Line bisa dicoba masuk kembali satu kali

    dengan tetap memperhatikan kondisi sistem, jika

    line transmisi tersebut tidak memiliki relai auto

    reclose.

    7. Jika PMT tidak bisa masuk kembali karena

    gangguan, lokalisir gangguan dan laporkan ke Unit

    TRAGI yang bersangkutan.

    8. Laporkan ke APD atau Piket Area Distribusi terkait,

    jika sistem membutuhkan perubahan beban

    distribusi.

    4.4. Kondisi Operasi Terpisah ( Island Operation)

    Definisi

    a. Island Operation adalah suatu strategi untuk mempertahankan

    sistem setelah tejadinya gangguan besar dan 5 tahapan skema

    UFR sudah bekerja dengan membentuk beberapa sub-sistem.

    b. PLTA Bakaru, PLTGU Sengkang, PLTA Poso, PLTU

    Jeneponto dan Barru serta beberapa pembangkit di site Tello

    dan Tallasa diharapkan dapat beroperasi membentuk Island

    bila frekuensi sistem menyentuh 48,20 Hz.

    c. Island PLTA Bakaru akan terpisah menjadi 2 sub-sistem

    dengan melepaskan beban di GI. Pangkep dan GI. Barru

    dengan melepas PMT 150 kV Line PLTU Barru 1 dan 2 di GI

    Parepare.

    d. PMT-PMT yang terbuka untuk membentuk Island tersebut

    adalah:

    5.a.d.1. Skema Island Operation Tahap 1.

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    PMT 150 kV Line Sidrap 1 dan 2 di GI. Parepare

    PMT 150 kV Line Tello di GI. Pangkep

    PMT 150 kV Line Bosowa di GI. Pangkep

    PMT 150 kV Line Maros 1 dan 2 di GI. Sidrap

    PMT 150 kV Line Maros 2 di GI. Sidrap

    PMT 150 kV Line Sidrap 1 dan 2 di GI. Maros

    PMT 150 kV Line Palopo 1 dan 2 di GI. Makale

    5.a.d.2. Skema Island Operation Tahap 2

    PMT 150 kV Line PLTU Barru 1 di GI. Parepare

    PMT 150 kV Line PLTU Barru 2 di GI. Parepare.

    Tindakan Pemulihan

    a. Jika Island Bakaru berhasil beroperasi, tindakan Dispatcher

    adalah :

    1. Pahami kondisi mutakhir Sistem.

    2. Menginformasikan dan memerintahkan Operator PLTA

    Bakaru untuk mengatur frekuensi Island Bakaru sendiri.

    3. Menginformasikan kepada Operator PLTG GE atau Alsthom

    di Tello untuk blackstart tanpa mengisi bus 150 kV (idle run)

    dan menunggu tegangan dari sistem.

    4. Laksanakan prosedur tindakan pemulihan kondisi blackout.

    b. Jika Island Sengkang berhasil beroperasi, tindakan Dispatcher

    adalah:

    1. Pahami kondisi mutakhir sistem.

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    2. Menginformasikan dan memerintahkan Operator PLTGU

    Sengkang untuk mengatur frekuensi Island Sengkang

    sendiri.

    3. Jika Bus 150 kV GI. Bakaru hilang tegangan, maka

    informasikan kepada Operator PLTA Bakaru untuk start

    dengan mode Line Charge mengacu pada SOP Padam

    Total

    4. Laksanakan prosedur tindakan pemulihan kondisi blackout.

    c. Jika Island Tello berhasil beroperasi, tindakan Dispatcher

    adalah:

    1. Pahami kondisi mutakhir sistem.

    2. Menginformasikan dan memerintahkan Operator

    pembangkit terbesar yang yang masih beroperasi Tello

    untuk mengatur frekuensi Island Tello sendiri.

    3. Jika Bus 150 kV GI. Bakaru hilang tegangan, maka

    informasikan kepada Operator PLTA Bakaru untuk start

    dengan mode Line Charge mengacu pada SOP Padam

    Total

    4. Laksanakan prosedur tindakan pemulihan kondisi blackout.

    d. Jika Island Poso berhasil beroperasi, tindakan Dispatcher

    adalah :

    1. Pahami kondisi mutakhir Sistem.

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    2. Menginformasikan dan memerintahkan Operator PLTA

    Poso untuk mengatur frekuensi Island Poso sendiri.

    3. Jika Island Sengkang kehilangan tegangan, kirim tegangan

    dari GI Palopo sampai busbar 150 kV GI Sengkang (melalui

    GI Palopo GI. Makale GI Sidrap).

    4. Start dan paralel PLTGU Sengkang.

    5. Laksanakan prosedur tindakan pemulihan kondisi blackout.

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    Bagian 5 : Pengaturan Operasi Kondisi Darurat

    5.1.5.1.5.1.5.1. DefinisiDefinisiDefinisiDefinisi

    Keadaan Darurat pada Sistem dianggap terjadi bila :

    a. Kapasitas marjin cadangan atau tegangan Sistem turun ke

    bawah tingkat yang dapat diterima.

    b. Gangguan telah menyebabkan Sistem terpisah dan/atau

    pemadaman sebagian atau total.

    c. Terjadinya badai, gempa bumi, huru-hara dan sebagainya

    mengancam keamanan Sistem.

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    Dispatcher AP2B dan Pemakai Jaringan lainnya wajib

    mengikuti prosedur Operasi Kondisi Darurat untuk

    mengembalikan kondisi Sistem secepatnya ke keadaan aman.

    5.2.5.2.5.2.5.2. PengPengPengPengendalian Operasi Kondisi Normalendalian Operasi Kondisi Normalendalian Operasi Kondisi Normalendalian Operasi Kondisi Normal

    PLN AP2B harus memelihara dan mendistribusikan sebuah

    Petunjuk Prosedur Keadaan Darurat Sistem berikut daftar rinci

    semua pihak yang harus diberitahu bahwa Sistem dalam

    keadaan darurat, termasuk nomor telepon dinas dan telepon

    rumah serta alternatif penyampaian lain bila mereka tidak

    berada di rumah. Petunjuk tersebut juga harus menetapkan

    tempat ke mana petugas utama harus pergi melapor untuk

    pelaksanaan pemulihan.

    a. Pengumuman Kekurangan Daya

    PLN AP2B akan mengumumkan kepada pemakai

    jaringan suatu kondisi Kekurangan Daya bila :

    Cadangan operasi turun sampai di bawah kebutuhan

    minimum dan tidak tersedia daya untuk mengatasinya.

    Cadangan operasi dalam rencana bulanan diperkirakan

    akan kurang dari kebutuhan minimum dan tidak tersedia

    daya untuk mengatasinya. Dalam kasus terakhir, maka

    PLN AP2B harus mengumumkan keadaan Kekurangan

    Daya minimal seminggu sebelumnya.

    b. Pemberitahuan Kekurangan Daya

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    Segera setelah Kekurangan Daya diumumkan, PLN

    AP2B harus :

    Memberitahu PLN Area Distribusi terkait bahwa telah

    terjadi kekurangan daya dan agar mempersiapkan

    pelepasan beban yang dapat diputus (Manual Load

    Sheeding) guna mempertahankan tingkat cadangan

    operasi minimum berdasarkan daftar penyulang yang

    telah disepakati.

    Memberitahu Unit/Perusahaan Pembangkit bahwa telah

    terjadi atau mungkin akan terjadi kekurangan daya dan

    agar berusaha untuk menambah daya tersedia di setiap

    unit pembangkit.

    Melaporkan kepada General Manager PLN Wilayah.

    c. Pengumuman Kondisi Darurat di Sistem

    PLN AP2B mengumumkan adanya kondisi darurat bilamana

    :

    Cadangan berputar di Sistem turun ke tingkat di bawah

    kebutuhan minimum;

    Pembebanan yang tinggi pada ruas transmisi, sehingga

    bisa menyebabkan ketidakstabilan Sistem.

    Tegangan Sistem yang rendah dan dapat membawa ke

    kondisi voltage collapse dan semua upaya yang ada

    telah dilakukan untuk mengatasi masalah.

    Gangguan jaringan telah menyebabkan terpecahnya

    Sistem dan/atau pemadaman sebagian atau total.

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    Ada ancaman badai, gempa bumi, kebakaran, huru-hara

    dan sebagainya terhadap keamanan Sistem.

    d. Pemberitahuan Keadaan Darurat di Sistem.

    Segera setelah keadaan darurat di Sistem diumumkan,

    PLN AP2B harus segera melakukan pemberitahuan berikut :

    Memberitahu semua Pemakai Jaringan melalui fasilitas

    pesan operasi (grid operations message system) bahwa

    keadaan darurat di Sistem telah diumumkan.

    Memberitahu PLN Area Distribusi terkait, besar

    pengurangan beban yang diperlukan (jika memang

    perlu).

    Melaporkannya kepada General Manager PLN Wilayah.

    Memberitahu Pimpinan PLN AP2B tentang adanya badai,

    gempa bumi, kebakaran, huru-hara dan sebagainya

    sehingga perlunya mengaktifkan Ruang Operasi Darurat.

    Pemberitahuan harus secara ringkas dan jelas

    menyebutkan masalah yang terjadi dan tindakan yang

    diharapkan dari penerima pemberitahuan.

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    Bagian 6 : Penutup

    a. Prosedur operasi ini dibuat di Makassar pada hari Senin,

    tanggal 17 September 2012 dan berlaku sejak tanggal

    ditetapkan. Dengan berlakunya prosedur ini, maka

    prosedur operasi sistem sebelumnya (edisi 01 Oktober

    2011) dinyatakan tidak berlaku lagi.

    b. Hal-hal lain yang belum diatur oleh prosedur operasi ini

    dan dianggap perlu untuk ditambahkan, maka akan

  • DRAFT PROSEDUR OPERASI SISTEM 2012

    disempurnakan melalui mekanisme perubahan prosedur

    operasi dikemudian hari.

    c. SOP ini akan diperbaharui bila ada penambahan

    instalasi dan atau tidak sesuai lagi perkembangan

    kondisi Sistem.