bagian ilmu bedahcase presentation.docx
TRANSCRIPT
BAGIAN ILMU BEDAH CASE PRESENTATION FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2015UNIVERSITAS HASANUDDIN
ADENOCARSINOMA GASTER
DISUSUN OLEH :
Ruwaeda Nasruddin
C 111 11 320
PEMBIMBING :
dr. Andhini Palinrungi
SUPERVISOR :
Dr. dr. Ibrahim Labeda, Sp.B-KBD
BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :
Nama : Ruwaeda Nasruddin
NIM : C 111 11 320
Judul Case Report : Adenocarsinoma Gaster
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian ilmu
bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, September 2015
Mengetahui,
Supervisor, Pembimbing,
Dr. dr. Ibrahim Labeda, Sp.B-KBD dr. Andhini Palinrungi
CASE PRESENTATION SUBDIVISI BEDAH DIGESTIF
I. Identitas Pasien
RM : 718700
Ruang : Lontara 2 Atas Depan KISO / B1
Nama : Tn. B
Tanggal Lahir : 21-11-1950
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kasalakang, Sinjai
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 28-07-2015
II. Anamnesis
Keluhan Utama :
Nyeri perut kiri atas
Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak ± 2 tahun yang lalu dan memberat sejak 1 minggu terakhir,
nyeri dirasakan hilang timbul terutama dikuadran kiri atas dan kadang-kadang
tembus kebelakang. Riwayat sering-sering nyeri ulu hati ada sejak ±5 tahun
yang lalu setelah mengkonsumsi makanan, terutama yang asam atau
bersantan. Sebelumnya pasien sering merasa nyeri di ulu hati saat masih
remaja, namun hanya nyeri ringan yang sesaat ketika pasien terlambat makan.
Selain itu, pasien juga mengeluh teraba benjolan pada perut kiri atas sejak 1
tahun yang lalu membesar dengan cepat dalam waktu 6 bulan terakhir. Pasien
mengeluhkan rasa penuh diperut yang membuat nafsu makannya berkurang.
Riwayat cepat kenyang ada. Saat ini pasien masih bisa makan sedikit-sedikit.
Riwayat gangguan menelan tidak ada. Riwayat muntah darah atau berwarna
kehitaman ada sejak 2 tahun yang lalu. Riwayat penurunan berat badan ada
sebanyak 10 kg dalam 1 tahun terakhir. Pasien seorang petani, makanan yang
sering dikonsumsi adalah makan rumahan yang biasa dimasak sendiri,
Riwayat mengkonsumsi makanan yang diasinkan atau dibakar kadang-
kadang.
Pasien juga mengeluh BAB bercampur darah atau kehitaman ada 2 tahun
yang lalu. Riwayat susah BAB tidak ada. Riwayat BAB seperti kotoran
kambing tidak ada. Buang air kecil : lancar, warna kuning.
Riwayat Penyakit Sebelumnya:
Riwayat merokok tidak ada
Riwayat konsumsi alkohol tidak ada
Riwayat hipertensi tidak ada
Riwayat Diabetes Mellitus disangkal
Riwayat alergi tidak ada
Riwayat penyakit lain tidak ada
Riwayat penyakit sama dalam keluarga tidak ada
III. PEMERIKSAAN FISIS
Status Generalisata
Sakit Sedang/ Gizi Kurang/ Composmentis
Status Vitalis
o Tekanan Darah : 120/60 mmHg
o Nadi : 84 x/menit
o Pernapasan : 20 x /menit
o Suhu (axilla) : 36,8o C
Status Generalis
Kepala :
o Rambut : Hitam, tidak mudah rontok.
o Mata : Eksoftalmus (-)
▪ Letak : Simetris
▪ Pergerakan : Dalam batas normal
▪ Palpebra : Edema (-)
▪ Kornea : Jernih
▪ Pupil : Bulat, isokor
▪ Sklera : Tidak ikterik
▪ Konjungtiva : Anemis
o Telinga : Simetris, tidak terdapat serumen
Hidung : Pernafasan cuping hidung : (-)
• Bibir : Sianosis (-)
o Mulut : Gusi tidak hiperemis
▪ Lidah bersih
▪ Tonsil T1/T1, Faring tidak hiperemis
• Leher :
Inspeksi : Kelenjar tiroid tidak tampak membesar
Palpasi : Kelenjar tiroid tidak teraba pembesaran
JVP : R+2 cmH2O
KGB : Tidak teraba pembesaran kelenjar supraclavicula
• Thoraks
- Paru
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan pernafasan kanan dan kiri
simetris
Palpasi : Fremitus taktil simetris kanan=kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada seluruh lapangan paru,
wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
KGB : Tidak teraba pembesaran kelenjar axilla
- Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.
Perkusi : Batas atas sela iga III garis mid klavikula kiri
Batas kanan sela iga V garis sternal kanan
Batas kiri sela iga V garis midaxillaris kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I – II murni, reguler, murmur (-),
gallop (-)
Status Lokalis
Regio Hipokondrium Kiri
Inspeksi : Perut datar, tidak tampak massa tumor, darm
steifung (-), darm contour (-)
Auskultasi : Bising usus (+), kesan normal
Palpasi : Teraba massa tumor ukuran 4x3 cm pada abdomen
regio quadran kiri atas, konsistensi padat, tepi tidak
teratur, berbenjol-benjol, mobile, nyeri tekan (+)
Perkusi : Timpani, pekak pada abdomen quadran kiri atas
KGB : Tidak teraba pembesaran kelenjar di umbilicus dan
di pelvis.
Rectal Toucher :
Sfingter Mencekik
Mukosa Licin
Ampulla Terisi Feses
Handscoen : Feses ada, darah tidak ada, lendir tidak ada.
IV. DIAGNOSIS KERJA
Tumor Abdomen Suspek Tumor Gaster
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Pemeriksaan Laboratorium
28 Juli 2015
Hasil Nilai Rujukan Satuan
WBC 11.10 4.00-10.0 103/uL
RBC 2.99 4.00-6.00 106/uL
HGB 7.4 12.0-16.0 g/dL
HCT 23.5 37.0-48.0 %
PLT 391 150-400 103/uL
SGOT 12 <38 U/L
SGPT 23 <41 U/L
Albumin 3.4 3.5-5.0 gr/dL
Natrium 136 136-145 Mmol
Kalium 3,8 3.5-5.1 Mmol
Klorida 106 97-111 Mmol
CT 8’00” 4-10 Menit
BT 3’00” 1-7 Menit
PT 10 10-14 Detik
INR 0.96 -- --
APTT 23,4 22.0-30.0 Detik
GDS 114 140 mg/dL
Ureum 41 10-50 mg/dL
Kreatinin 0.82 L(<1.3); P(<1.1) mg/dL
CEA 5,52 0-4,70 ng/ml
b) USG Abdomen Tanggal 10 Juli 2015
- Gaster sulit dievaluasi (pasien sulit minum)
- Hepar : Ukuran dan echoparenkim dalam batas normal. Tidak
tampak dilatasi bile duct intra/ekstrahepatik. Tidak tampak SOL
- GB : dinding tidak menebal, mukosa regular. Tidak tampak echo
batu/mass.
- Pankreas : Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak
tampak dilatasi ductus pancreatikus. Tidak tampas mass/cyst/lesi
patologik lainnya.
- Lien : Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak
tampak SOL
- Ginjal kanan : Ukuran dan echo corticomedullary dalam batas
normal. Tidak tampak dilatasi PCS. Tidak tampak echo
batu/mass/cyst
- Ginjal kiri : Ukuran dan echo corticomedullary dalam batas normal.
Tampak dilatasi PCS. Tidak tampak echo mass/cyst. Tampak
multiple echo batu dengan ukuran salahsatunya 0,5 cm.
- Vesica Urinaria : dinding tidak menebal, mukosa regular. Tidak
tampak echo batu/mass
- Tidak tampak echo cairan bebas cavum peritoneum.
Kesan :
- Gaster sulit dievaluasi
- Nefrolith disertai hydronephrosis sinistra
c) Oesofago Maag Duodenografi Tanggal 04-08-2015
Oesofagografi Tanggal 04-08-2015
- Kontras barium sebanyak 50 cc dimasukkan secara oral
- Dengan fluoroscope, tampak kontras mengisi dengan lancer
oesophagus, mukosa regular, tidak tampak filling defect maupun
additional shadow.
Kesan :
- Oesophagography dalam batas normal
MaagDuodenografi Tanggal 04-08-2015
- Kontras Barium sebanyak 200 cc dimasukkan secara oral
- Dengan fluoroscope, tampak kontras mengisi
- Gaster : fundus, corpus, antrum, dan pylorus, mukosa tampak irregular
dengan densitas udara, cairan lambung dan kontras (three layers),
tidak tampak filling defek maupun additional shadow
- Duodenum : Bulbus, duodenum pars descendens, transverses dan
ascendens, mukosa regular, tidak tampak filling defect maupun
additional shadow, refluks positif.
Kesan :
- Gambaran gastritis kronik
- Suspek nefrolith sinistra
d) CT Whole Abdomen Dengan Kontras Tanggal 07 Agustus 2015
- Gaster : Dinding menebal, tampak lesi isodens (43HU) yang
menyangat post kontras (68HU), bentuk bulat, tepi irregular pada
daerah antrum
- Tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening
- Hepar : Ukuran dan densitas parenkim dalam batas normal. Tidak
tampak dilatasi vascular maupun bile duct intra/ekstra hepatic
- GB : Dinding tidak menebal, tidak tampak densitas batu.
- Pankreas : Ukuran dan densitas dalam batas normal. Tidak tampak
dilatasi ductus pancreaticus. Tidak tampak mass/cyst/lesi patologik
lainnya.
- Lien : Ukuran dan densitas dalam batas normal. Tidak tampak
mass/cyst/nodul metastasis
- Ginjal Kanan : Ukuran dan densitas parenkim dalam batas normal.
Tidak tampak dilatasi PCS. Tidak tampak densitas batu/mass/cyst
- Ginjal Kiri : Ukuran dan densitas parenkim dalam batas normal. Tidak
tampak dilatasi PCS. Tampak multiple densitas batu dengan ukuran
terbesar 1x2 cm
- VU : dinding tidak menebal, mukosa regular. Tidak tampak densitas
batu/mass
- Tampak kalsifikasi pada aorta abdominalis (atherosclerosis)
- Loop-loop usus yang terscan dalam batas normal
- Tulang-tulang intak
Kesan :
- Massa Gaster (T2N0Mx)
- Nephrolith sinistra
e) Pemeriksaan UGIE Tanggal 05-08-2015
- GERD grade B
- Tumor Lambung DD/ Karsinoma Lambung
f) Patologi Anatomi Tanggal 07-08-2015
Hasil pemeriksaan : Sediaan jaringan mengandung sel-sel maligna,
suatu adenocarsinoma dapat dipertimbangkan
g) Pemeriksaan Foto Thoraks
- Corakan bronchovaskular dalam batas normal
- Tidak tampak proses spesifik aktif pada kedua paru
- Cor kesan membesar, aorta dilatasi dan kalsifikasi
- Kedua sinus dan diafragma baik
- Tulang-tulang intak
Kesan :
- Dilatatio et atherosclerosis aortae
h) Patologi Anatomi (21-08-2015)
Adenocarsinoma gaster (diferensisasi jelek )
Kelenjar Getah Bening dengan adanya tumor metastase.
VI. Resume
Seorang pasien, laki-laki 64 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan
nyeri perut kiri atas sejak ± 2 tahun yang lalu dan memberat sejak 1 minggu
terakhir, nyeri dirasakan hilang timbul terutama dikuadran kiri atas dan
kadang-kadang tembus kebelakang. Riwayat sering-sering nyeri epigastrik
ada sejak ± 5 tahun yang lalu setelah makan makanan yang asam atau
bersantan. Pasien juga mengeluh terdapat benjolan pada perut kiri atas sejak 1
tahun yang lalu membesar dengan cepat dalam waktu 6 bulan terakhir.
Riwayat rasa penuh diperut dan cepat kenyang ada. Disfagia tidak ada,
hematemesis ada sejak 2 tahun yang lalu. Riwayat penurunan berat badan
ada sebanyak 10 kg dalam 1 tahun terakhir. Riwayat melena ada 2 tahun
yang lalu konstipasi tidak ada, obstipasi tidak ada. BAB seperti kotoran
kambing tidak ada. Buang air kecil : lancar, warna kuning. Riwayat penyakit
lainnya disangkal.
Pada pemeriksaan fisis ditemukan tekanan darah: 120/60 mmHg, nadi:84
x/menit, pernapasan : 20 x /menit, Suhu (axilla) : 36,8o C, GCS 15
(E4M6V5). Pada pemeriksaan region abdomen, didapatkan teraba massa
tumor ukuran 4x3 cm pada abdomen regio quadran kiri atas, konsistensi
padat, tepi tidak teratur, berbenjol-benjol, mobile, nyeri tekan (+).Hasil pemeriksaan rectal toucher didapatkan sfingter mencekik, mukosa
licin, ampulla terisi feses. Hanschoen, feses ada, lendir dan darah tidak ada.
VII. Diagnosis
Adenocarsinoma Gaster
VIII. Rencana Tindakan
- RL:D5: Clinimix
500:500:1000
- Ceftriaxone 1 gr/12jam/iv
- Omeprazole 40 mg/12jam/iv
- Paracetamol ekstra bila nyeri
- Transfusi PRC 2 unit
- Operasi dengan teknik Billroth II + B-Brown
IX. Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
DISKUSI
KARSINOMA GASTER
PENDAHULUANSecara global, kanker gaster menempati urutan keempat diantara kanker
yang paling sering terjadi,1 dan menempati urutan kedua sebagai penyebab
kematian karena kanker.2 Kanker lambung menempati peringkat kedua setelah
kanker paru-paru dengan estimasi 755,500 kasus baru yang terdiagnosa. Insiden
dari penyakit ini telah menurun secara bertahap, dikarenakan perubahan dalam
diet, dan faktor lingkungan. Penurunan insiden dari kanker lambung terdapat pada
Amerika Serikat, dimana penyakit ini menempati urutan 14 dalam tingkat
kematian karena kanker, dengan estimasi 21,900 kasus baru dan 13,500 kematian
pertahunnya.
Meskipun insiden dari kanker lambung telah menurun secara dramatis
pada beberapa dekade terakhir, penurunan insiden hanya terlihat pada tumor yang
berada dibawah gastric cardia. Jumlah pasien baru yang terdiagnosa dengan
adenokarsinoma pada bagian proksimal lambung dan gastroesophageal junction
telah meningkat sejak pertengahan 1980. Fakta yang mengganggu adalah bahwa
tumor ini lebih agresif dibandingkan dengan tunor yang berada pada bagian distal
dan penanganannya lebih kompleks. Satu-satunya penanganan kuratif yang telah
terbukti adalah pembedahan, namun meskipun setelah penanganan kuratif
gastrectomy, penyakit ini dapat muncul kembali secara regional dan distant pada
setidaknya 80% pasien. Usaha yang dilakukan untuk memperbaiki hal ini adalah
dengan terapi adjuvant sistemik dan regional saat pre- dan post-operatif. Telah
diterima secara luas bahwa tumor yang chemoresponsive lebih memiliki
keuntungan dalam hal survival. Sebagai konsekuensinya lebih ditekankan dalam
memprediksikan chemoresponsiveness pada kanker gaster.3
2.1 Anatomi dan fisiologi Lambung
2.1.1 Anatomi Gaster / ventriculus
Merupakan saluran pencernaan setelah oesophagus berfungsi untuk
mencerna bolus secara mekanik menggunakan gerak peristaltik gaster dan
kimiawi (mengeluarkan enzim pencernaan seperti lipase, peptin, HCl). Makanan
yang telah dicerna berjalan menuju duodenum dinamakan kimus. Tingkat
keenceren kimus tergantung pada jumlah zat yang dimakan, air dan sekresi
lambung. Di dalam lambung memiliki fungsi motorik sebagai tempat
penyimpanan makanan, pencampuran makanan dan pengosongan kimus di
lambung.
Gambar 1. Anatomi Gaster
Anatomi lambung terdiri dari 5 bagian:
1. Kardia: bagian pertama (terdekat dengan kerongkongan atau esofagus).
2. Fundus: bagian atas dari lambung sebelah kardia.
3. Tubuh (corpus): bagian utama dari lambung, antara bagian atas dan bawah
4. Antrum: bagian bawah (dekat usus) dimana makanan dicampur
5. Pilorus: Bagian terakhir dari perut yang bertindak sebagai katup untuk
mengontrol pengosongan isi perut ke dalam usus kecil.
Lambung dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: lambung bagian kardia, fundus, dan
corpus disebut bagian proksimal. Beberapa sel di bagian-bagian lambung
membuat asam dan pepsin (enzim pencernaan), bagian dari asam lambung yang
membantu mencerna makanan. Mereka juga membuat protein yang disebut factor
intrinsik, yang dibutuhkan tubuh untuk menyerap vitamin B12. Kelompok
berikutnya yaitu antrum, dan pilorus disebut bagian distal. Lambung memiliki 2
kurva, yang membentuk perbatasan luar dan dalamnya, kurvatura minor dan
kurvatura mayor
Dinding lambung memiliki 5 lapisan :
1. Lapisan terdalam adalah mukosa. Di sinilah asam lambung dan enzim
pencernaan dibuat. Kanker lambung kebanyakan dimulai pada lapisan ini.
2. Berikutnya adalah lapisan pendukung disebut submukosa.
3. Propria muskularis, lapisan tebal otot yang bergerak dan mencampur isi
lambung.
Bagian luar terdiri dari 2 lapisan, subserosa dan serosa bagian luar,
membungkus perut. Lapisan penting dalam menentukan tahap (tingkat) dari
kanker dan dalam membantu menentukan prognosis seseorang (American Cancer
Society, 2012).
2.1.2 Fisiologi Gaster
Epitel lambung mempunyai 4 jenis sekresi yaitu cairan mucus, asam
lambung (HCL), enzim protease (pepsinogen) dan hormone (gastrin). Berdasarkan
strukturnya hormone gastrointestinal dapat dibagi atas kelompok gastrin dan
Cholecystokinin (CCK) yang memiliki carboxyterminal peptide yang sama.
Hormon-hormon ini bekerja lebih aktif pada reseptornya masing-masing.
Rangsangan nervus vagus, peptide (makanan) dan asam amino merupakan
rangsangan untuk menghasilkan gastrin pada antrum, sedangkan asam (pH<3)
menghambat pelepasan gastrin. Gastrin berfungsi untuk merangsang sekresi sel
parietal untuk menghasilkan asam lambung dan pertumbuhan sel epitel kelenjar
fundus. Pada daerah antrum, sel D yang mengandung somatostatin dapat
mempengaruhi sel gastrin. Somatostatin akan mengurangi sekresi gastrin melalui
aksi prakrin lokal. Hormon sekretin dan CCK dapat merangsang parakrin
melepaskan prostaglandin, sedangkan somatostatin menurunkan sekresi parietal.
Kendali pada pengosongan lambung
1. Pengosongan distimulasi secara refleks saat merespons terhadap
peregangan lambung, pelepasan gastrin, kekentalan kimus dan jenis
makanan. Karbohidrat dapat masuk dengan cepat, protein lebih lambat dan
lemak tetap dalam lambung selama 3 sampai 6 jam Sedangkan pada pasien
dengan postop gaster baik pada gastrektomi total maupun sebagian, transit
makanan yang cepat melalui saluran intestinal atas sehingga pengosongan
lambung terjadi lebih cepat 30 menit – 2 jam menyebabkan gejala
syndrom dumping (Lenhert, 2004).
2. Pengosongan lambung dihambat oleh hormon duodenum yang juga
menghambat sekresi lambung dan refleks umpan balik enterogastrik dari
duodenum. Faktor-faktor hormon dan saraf ini mencegah terjadinya
pengisian yang berlebih pada usus dan memberikan waktu yang lebih lama
untuk digesti dalam usus halus.
3. Sinyal umpan baik memungkinkan kimus memasuki usus halus pada
kecepatan tertentu sehingga dapat diproses. (Sloane, 2002).
2.2 Epidemiologi
Kanker gaster merupakan kanker keempat yang paling sering terjadi di
dunia. Sekitar 600,000 kasus baru terdiagnosa setiap tahunnya, dan hampir dua
pertiga dari pasien meninggal dikarenakan kanker gaster.4 Insiden dari
adenokarsinoma gaster telah menurun pada Negara-negara barat pada empat
dekade terakhir.5 Data dari Surveillance Epidemiology and End Results (SEER)
terlihat adanya penurunan insiden dari 11.7 per 100,000 penduduk pada tahun
1975 menjadi 8.8 per 100,000 penduduk pada tahun 2002 di Amerika Serikat.4
Bagaimanapun juga kanker gaster masih tetap banyak pada Negara lainnya di
dunia, dan tingkat mortalitasnya masih tetap tinggi. Age-standardized insiden dari
adenokarsinoma gaster bervariasi dari 10 per 100,000 populasi sampai melebihi
80 per 100,000 populasi
Tabel 1. Insiden kanker gaster per 100.000 populasi
Resiko seumur hidup penduduk Amerika Serikat untuk menderita kanker
gaster berkisar 1% dan meninggal dikarenakan kanker gaster berkisar 0.6%. rata-
rata usia saat terdiagnosis adalah 72 tahun. Sekitar 24% dari kanker gaster yang
terdiagnosa di Amerika Serikat hanya secara lokal, 32% mempunyai penyebaran
ke kelenjar limfe atau ke sekitar tempat primer, dan 32% mempunyai metastase. 4
Tabel 2. Tingkat mortalitas kanker gaster per 100.000 populasi, 1994- 1997
Insiden tertinggi dari kanker gaster ditemukan di jepang, amerika selatan,
eropa barat dan timur tengah. Pada kebanyakan Negara tingkat mortalitas hampir
setara dengan tingkat insiden, di Chile dan Costa Rica, tingkat mortalitas melebihi
40 per 100,000 populasi. Berkebalikan dengan daerah insiden yang rendah, seperti
New Zealand dan Australia, mempunyai tingkat mortalitas kurang dari 10 per
100,000 populasi. Di Jepang, meskipun epidemic dari kanker gaster, telah terlihat
penurunan mortalitas sejak 1970 sebagai hasil dari dilakukannya screening
berskala besar.3
Penelitian pada populasi imigran yang berpindah dari daerah resiko tinggi
ke daerah resiko rendah telah menghasilkan kesimpulan bahwa lingkungan
berperan dalam pembentukan dari kanker gaster, dan paparan lingkungan pada
awal kehidupan merupakan hal yang esensial dalam pembentukan kanker gaster.
Karena meskipun telah berpindah dari daerah resiko tinggi ke daerah resiko
rendah, resiko menderita kanker gaster tetap persisten meskipun telah terjadi
perubahan pola diet.3
2.3 Faktor ResikoDua bentuk dari kanker gaster dapat dibedakan dari faktor resiko dan
histologinya. Kanker gaster tipe difuse dihubungkan dengan faktor herediter dan
lokasi kanker proksimal dan tidak muncul dari lesi prekanker (intestinal
metaplasia atau dysplasia). Kanker gaster tipe intestinal berlokasi lebih ke distal,
muncul pada usia muda, lebih sering bersifat endemik, berhubungan dengan
perubahan inflamasi dan infeksi Helicobacter pylori.6
1. Diet. Kanker gaster telah dihubungkan dengan daging merah, cabai,
merica, ikan, makanan yang diasamkan, diasinkan, diasapkan, diet tinggi
karbohidrat, rendahnya konsumsi lemak, protein dan vitamin A, C, dan E.
Makanan yang diasamkan, diasinkan, diasapkan merupakan faktor resiko
“probable” kanker gaster menurut panel ahli WHO/FAO,3,4,6,7 efek karsinogenik
dari makanan yang diasamkan, diasinkan, diasapkan dikarenakan tingginya
kandungan garam dan nitrat. Pada penelitian dengan menggunakan hewan, terlihat
adanya efek karsinogenik dari N-nitroso compounds (N=-nitro-N-
nitrosoguanidine), Nitrat dirubah mejadi carcinogenic nitrite compounds pada
gaster.4 Sedangkan diet selenium, zinc, cooper, besi, dan mangan dihubungkan
dengan rendahnya resiko kanker gaster.3,6,7 Gastric bacteria (lebih sering terdapat
pada gaster yang achlorhydric pada pasien dengan atrophic gastritis) merubah
nitrate menjadi nitrite, yaitu sebuah karsinogen.3,7 Menurunnya konsumsi dari
makanan tinggi nitrat terlihat sebagai penyebab menurunnya kanker gaster pada
utara US dan Eropa barat.4,7
2. Infeksi. pada tahun 1982, Marshall dan Warren mengisolasi H.pylori
untuk pertama kali dari biopsi epitel gaster. Peranan H.pylori dalam menginisiasi
cedera mukosa dan terjadinya gastritis atropik kronis telah diketahui dengan baik.
Pada pasien yang menjalani reseksi karena kanker gaster tipe intestinal,
teridentifikasi H.pylori pada jaringan nonkanker pada hampir 90% pasien, bila
dibandingkan dengan 32% kanker gaster tipe difuse.3,6 Beberapa penelitian juga
melaporkan hubungan yang signifikan antara infeksi H.pylori dan kanker gaster,
terutama kanker gaster distal. Pembentukan kanker gaster berhubungan dengan
meningkatnya level antibody immunoglobulin G dan paling tinggi ketika interval
antara infeksi H.pylori dan diagnosis kanker gaster lebih dari 10 tahun. Peneliti
lainnya juga menemukan tingginya infeksi H.pylori pada pasien dengan kanker
gaster tipe intestinal namun tidak pada kanker gaster tipe difuse. Meskipun
H.pylori di perhitungkan oleh World Health Organization (WHO) sebagai
carcinogen kelas 1,3,5
Gambar 2. Infeksi H.pylori biasanya didapat saat usia muda. Infeksi akut akan menyebabkan
hipochlorhydria sementara dan jarang terdiagnosa. Gastritis kronik akan terbentuk pada seseorang
dengan koloni persisten, tetapi 80-90% asimptomatik. Perjalanan klinis lebih jauh bergantung pada
faktor host dan bakteri. Pasien dengan output asam lambung yang tinggi akan mempunyai gastritis
predominan antral, yang merupakan predisposisi ulkus duodenum. Pasien dengan output asam
lambung yang rendah akan memiliki gastritis dari body gaster, yang merupakan predisposisi dari
ulkus gaster dan memulai inisiasi kanker gaster. Infeksi H.Pylori juga menyebabkan pembentukan
mucosa associated lymphoid tissue (MALT) pada mukosa gaster. Lymphoma malignant yang
muncul dari jaringan MALT merupakan komplikasi lainnya dari H.pylori yang jarang terjadi.
Pada penelitian insiden dari infeksi H.pylori berkisar 61% dan 76%,
mengindikasikan bahwa kebanyakan infeksi tidak membentuk kanker gaster dan
faktor lainnya penting sebagai pathogenesis.3 Resiko pasien dengan infeksi kronik
H.pylori meningkat sebesar tiga kali,7 tetapi sejak H. pylori terdapat pada 80%
pasien di Negara berkembang, adanya bakteri ini mempunyai nilai yang kurang
bermakna ketika terdeteksi dan mayoritas pasien yang memiliki infeksi H. pylori
memiliki gastritis kronik. 5Seperti yang telah diketahui bahwa H.pylori merupakan
mikroorganisme penting dalam pembentukan ulkus peptikum. Yang menarik
adalah pada pasien dengan riwayat ulkus peptikum lebih sering terjadi kanker
gaster bila dibandingkan pada pasien tanpa infeksi H.pylori, dan pasien dengan
riwayat ulkus duodenum mempunyai resiko yang rendah untuk terjadinya kanker
gaster. Hal ini mungkin dikarenakan pada beberapa pasien membentuk antral-
predominant disease (predisposisi untuk ulkus duodenum dan bersifat proteksi
terhadap kanker gaster), sementara pada pasien yang dengan gastritis corpus-
predominant, mengakibatkan hypochlorhydria dan merupakan predisposisi dari
ulkus peptikum dan kanker gaster. Yang menarik juga bahwa pasien dengan
infeksi H.pylori mempunyai resiko yang rendah untuk terbentuknya
adenocarcinoma dari esophagus distal dan regio cardia. Mungkin karena corporeal
gastritis menurunkan sekresi asam lambung, sehingga mengurangi sekresi asam
lambung, dan mengurangi kemungkinan reflux dan resiko Barrett’s esophagus,
yang merupakan lesi precursor dari kanker gaster. Meskipunn infeksi H.pylori
telah secara jelas merupakan faktor resiko untuk terjadinya kanker gaster, namun
harus diketahui bahwa pembentukan kanker gaster merupakan multifaktor. Tidak
semua pasien dengan kanker gaster mempunyai infeksi H. pylori, dan pada
beberapa daerah terdapat prevalensi tinggi dengan infeksi kronik H. pylori dan
rendahnya prevalensi dari kanker gaster (the "African enigma").7 Virus Epstein-
Barr telah diidentifikasi pada kanker gaster dengan fitur lymphoepithelioid, dan
berhubungan dengan kanker pada usia muda dan berlokasi pada kardia.3,6
3. Herediter dan Ras. African, Asian, dan Hispanic Americans
mempunyai resiko yang tinggi untuk menderita kanker gaster bila dibandingkan
dengan orang kulit putih. Pola histologi difuse terlihat predominan pada keluarga
dengan beberapa anggota keluarga yang terkena kanker.6 munculnya kanker gaster
yang tersebar pada kerabat terdekat memperlihatkan bahwa terdapat kemungkinan
genetik untuk terjadinya kanker gaster, dengan insiden berkisar 1%-15% dari
semua kanker gaster. Contohnya adalah pada keluarga Bonaparte, napoleon,
ayahnya dan kakeknya meninggal dikarenakan kanker gaster. Kanker gaster juga
muncul pada anggota keluarga yang terdiagnosa dengan hereditary nonpolyposis
colorectal cancer (HNPCC) dan Li-Fraumeni syndrome.3 Abnormalitas genetik
yang paling sering terlibat pada kanker gaster adalah pada gen p53 dan COX-2.
Lebih dari dua pertiga kanker gaster mempunyai deletion atau suppression dari
tumor supresor gen p53. Adanya mutasi gen e-cadherin menyebabkan resiko
untuk menderita kanker gaster sebesar 60–90%.5
4. Anemia pernisiosa. Anemia pernisiosa membawa resiko relatif yang
meningkat sebesar 3 sampai 18 kali untuk menderita kanker gaster pada populasi
secara umum pada penelitian retrospektif. Meskipun terdapat beberapa
kontroversi pada penemuan ini, namun follow-up dengan menggunakan
endoscopy telah secara umum disarankan pada pasien yang memiliki penyakit
anemia pernisiosa.3,6
5. Reseksi gaster sebelumnya. Gastric stump adenocarcinomas, yang
muncul dengan periode latensi 15-20 tahun, seringkali muncul pada pasien setelah
pembedahan untuk penyakit ulkus peptikum, terutama mereka yang memiliki
hypochlorhydria dan reflux dari alkaline bile. Kanker ini berhubungan dengan
dysplasia mukosa gaster, meningkatnya level gastrin, dan memiliki prognosis
yang buruk.6 pada tahun 1922 Balfour mengamati hubungan antara pembentukan
kanker gaster pada benign disease yang sebelumnya dilakukan gastrectomy
partial. Kanker gaster stump muncul pada kurang dari 5 tahun setelah gastrectomy
partial untuk membedakan kanker gaster stump de novo dari tumor yang rekuren
secara lokal yang tak diketahui pada saat pembedahan pertama kali. Dua
metaanalisis juga membenarkan adanya peningkatan resiko kanker gaster stump
pada pasien yang telah menjalani partial gastrectomy. Peningkatan resiko ini
terlihat hanya setelah setidaknya periode latensi 15 tahun, dan sedikit lebih tinggi
insidennya pada wanita. Tipe dari rekonstruksi pembedahan tidak terlihat sebagai
resiko relatif untuk pembentukan kanker gaster stump.
6. Dysplasia mukosa gaster grade I sampai III, dimana grade III
menunjukkan diferensiasi sel yang luas dan meningkatnya mitosis. Penemuan dari
dysplasia high-grade oleh patologis yang berpengalaman pada dua biopsy yang
berbeda telah dipertimbangkan sebagai marker untuk terjadinya kanker gaster.
Intestinal metaplasia, yaitu penggantian epitel glandular gaster dengan mukosa
intestinal telah dihubungkan dengan kanker gaster tipe intestinal. Resiko
munculnya kanker terlihat sebanding dengan luasnya metaplasia mukosa.3,6
kanker gaster seringkali muncul pada area intestinal metaplasia. Lebih jauh lagi,
resiko kanker gaster sebanding dengan luasnya intestinal metaplasia dari mukosa
gaster.7
Gambar 3. Complete intestinal metaplasia of stomach. Noted the intestinal-type crypts lined with
goblet cells and intestinal absorptive cells
7. Polip gaster. Setidaknya setengah dari polip adenomatous
menunjukkan perubahan carcinomatous pada beberapa penelitian. Pasien dengan
familial adenomatous polyposis (FAP) memiliki insiden yang tinggi dari kanker
gaster sekitar 50%, dan sepuluh kali lebih sering untuk membentuk
adenocarcinoma.7 Pasien dengan polip adenomatous atau FAP hasrus menjalani
endoscopi surveillance.6 Terdapat lima tipe dari polip epithelial gaster:
inflammatory, hamartomatous, heterotopic, hyperplastic, dan adenoma. Tiga jenis
pertama mempunyai kemungkinan kecil untuk terjadinya malignansi. Adenomas
dapat membentuk karsinoma, dan harus diangkat ketika terdiagnosa. Secara
kebetulan, hyperplastic polyps (> 75% dari semua polip gaster) tidak terlihat
potensial malignansi,6 namun dapat manjadi karsinoma dengan insiden <2%.7
8. Gastritis kronik. Chronic atrophic gastritis merupakan precursor
paling sering untuk kanker gaster, terutama pada tipe intestinal. Pada penelitian di
Jepang, 95% pasien dengan kanker gaster dini mempunyai atrophic gastritis, dan
pada penelitian lainnya resiko untuk membentuk kanker gaster sebesar 20% ketika
gastritis berat melibatkan antrum, dan 5% ketika gastritis melibatkan body gaster.
Prevalensi atrophic gastritis tinggi pada usia lanjut, tetapi pada daerah dengan
insiden yang tinggi dari kanker gaster, kondisi ini juga ditemui pada usia muda.
Correa mendeskripsikan tiga pola chronic atrophic gastritis, yaitu autoimmune
(melibatkan gaster bagian proksimal), hypersecretory (melibatkan distal gaster),
dan environmental (melibatkan area multiple pada junction dari oxyntic dan antral
mukosa).6,7 Pada Ménétrier’s disease (hipertropik gastritis) juga telah diobservasi
adanya peningkatan insiden dari kanker gaster.6
Gambar 4. Chronic atrophic gastritis
9. Faktor resiko lainnya. Kanker gaster juga sering terjadi orang dengan
golongan
darah A, dan juga dengan sosioekonomi rendah.6 Pemakaian tembakau terlihat
meningkatkan resiko kanker gaster,7 Pada tahun 1997, Tredaniel et al menelaah
berbagai penelitian cohort dan case-control, dan menemukan adanya hubungan
antara kanker gaster dengan merokok, 11% dari semua kanker gaster berhubungan
dengan merokok. Gammon et al juga memperlihatkan adanya resiko
adenokarsinoma gaster pada perokok.4 dan penggunaan alkohol tidak mempunyai
efek resiko terhadap kanker gaster,7 pada penelitian case-control oleh Gammon et
al tidak menunjukkan adanya hubungan antara konsumsi alkohol dengan kanker
gaster.4
2.4 Klasifikasi Tumor GasterTumor Gaster dapat dibagi menjadi 2 Kelompok :
2.4.1 Tumor Jinak
Dapat dibagi atas :
2.3.1.1 Tumor jinak epitel.
2.3.1.2 Tumor jinak non epitel.
2.4.1.1 Tumor jinak epitel
Tumor jinak epitel biasanya berbentuk polip dan dapat dibagi atas :
a. Adenoma: terisolisasi, bagian dari adenoma generalisata gastrointestinal.
b. Adenoma Hiperplastik: polip sirkumskripta, difus.
c. Adenoma Heterotropik: tumor pankreas aberan, bruninoma.
- Adenoma
Adenoma sering terdapat terbatas pada lambung, tetapi dapat merupakan
bagian polip adenoma generalisata pada saluran cerna. Didapatkan pada 1% dari
pasien yang dilakukan pemeriksaan radiologi dan endoskopi. Terutama
didapatkan pada pria, biasanya usia dewasa. Biasanya berbentuk polip yang
bertangkai, dengan permukaan licin, besarnya hanya beberapa centimeter.
umumnya tanpa keluhan, kadang-kadang timbul perdarahan yang dapat
menyebabkan anemia. Lokasi tumor yang tersering daerah pylorus dan antrum
(50%), fundus (20%), kurvatura minor (20%) dan kardia (10%). Pada
pemeriksaan radiologi didapatkan filling defect dengan tepi teratur dan bertangkai.
Pemeriksaan gastroskopi merupakan pemeriksaan yang memastikan lokasinya
terutama di daerah antrum dan angulus. Setiap polip walaupun kelihatan jinak
perlu dilakukan biopsy untuk melihat patologi anatominya. Bila pasien tanpa
keluhan, sebaiknya dilakukan pemantauan secara teratur. Jika terlihat adanya
komplikasi sebaiknya dilakukan polipektomi. Adenoma hiperplastik pada gastritis
atrofi kronis permukaan mukosa dan alveolar, berubah menjadi hyperplasia.
Bentuknya dapat berupa sessile atau discrete.
- Adenoma Heterotropik
Anomali pankreas paling sering didapatkan. Kira-kira 0,5% dari autopsi.
Lebih sering ditemukan pada pria antara umur 22-55 tahun. Lokasi terbanyak di
daerah antrum dan pylorus. Biasanya pankreas aberan ini kecil (diameter 1 cm).
Pemeriksaan radiologis dengan kontras ganda sangat membantu diagnosis.
- Bruninoma
Biasanya ditemukan di daerah bulbus duodeni dan pada pemeriksaan
radiologis
didapatkan polip multiple dan kadang-kadang didapatkan di daerah pylorus dan
antrum.
2.4.1.2 Tumor Jinak Non Epitel
Tumor jinak non epitel ini penting karena sering menimbulkan komplikasi berupa
ulserasi dan perdarahan.
1. Tumor Neurogenik.
Sering didapatkan Schwannoma yang tumbuh dalam submukosa dan
menonjol ke
dalam lumen. Biasanya ukuran tumor menjadi beberapa cm, dapat terjadi ulcerasi
dan perdarahan.
2. Leiomioma.
Sering didapatkan pada pasien dewasa pada otopsi. Biasanya tunggal
dengan diameter 2 cm di daerah antrum dan pylorus. Dapat menyebabkan
hipertrofi pylorus stenosis.
3. Fibroma.
Biasanya kombinasi dengan tumor lain seperti neurofibroma, miofibroma,
lipofibroma dan lain-lain. Fibroma ini lebih jarang ditemukan daripada
schwannoma. Gejala yang sering timbul adalah perdarahan dan rasa nyeri.
4. Lipoma
Lipoma ini didapatkan pada autopsi lebih kurang 0,03%. Lipoma tumbuh
di dalam sub mukosa dengan keluhan rasa nyeri dan kadang-kadang ada
perdarahan.
2.4.2 Tumor ganas
2.4.2.1 Karsinoma lambung dini (Early Gastric Cancer: EGC)
Istilah EGC ini meliputi semua karsinoma yang tidak invasif kedalam
lapisan muskularis dan masih terbatas pada mukosa dan submukosa. EGC dapat
berupa penonjolan dari fokus kecil dan kadang secara diam-diam meluas,
sehingga mengesankan kemungkinan dari gabungan beberapa fokus
(multicentris). Klasifikasi karsinoma lambung menurut Japan
Gastroenterological Endoscopy Society (1962) berdasarkan hasil pemeriksaan
radiologi, gastroskopi dan pemeriksaan histopatologis dapat dibagi atas:
1. Tipe I (protruded type) : tumor ganas yang menginvasi hanya terbatas pada
mukosa dan submukosa yang berbentuk polipoid. Bentuknya ireguler, permukaan
tidak rata, perdarahan dengan atau tanpa ulserasi.
2. Tipe II (superficial type) : dapat dibagi atas 3 subtipe:
a. Elevated type :
Tampak sedikit elevasi mukosa lambung, hampir seperti tipe I, terdapat
sedikit elevasi serta dan lebih meluas dan melebar.
b. Flat type:
Tidak terlihat elevasi atau depresi pada mukosa dan hanya terlihat
perubahan pada mukosa.
c. Depressed type:
Didapatkan permukaan yang ireguler dan pinggir yang tidak rata (ireguler)
hiperemis/ pendarahan
3. Tipe III (excavated type) : menyerupai Bormann II (tumor ganas lanjut) dan
sering disertai kombinasi seperti IIc + III atau III + IIc dan IIa + IIc.
2.4.2.2 Karsinoma lambung lanjut (Advanced Gastric Cancer= AGCr)
Pada tipe lanjut, sel-sel kanker sudah terjadi perluasan pada lapisan
mukosa, submukosa, muskularis, kadang-kadang sampai lapisan propria dan
serosa. Bahkan sering terjadi infiltrasi atau metastase ke kelenjar limfe atau organ
lainnya.
Menurut klasifikasi Bormann dapat dibagi atas:
1. Bormann I: Bentuknya berupa polipoid karsinoma yang sering juga disebut
sebagai fungating dan mukosa di sekitar tumor atrofi dan ireguler
2. Bormann II: Merupakan non infiltrating carcinomatous ulcer dengan tepi ulkus
serta mukosa sekitarnya menonjol dan disertai nodular. Dasar ulkus terlihat
nekrosis dengan warna kecoklatan, keabuan dan merah kehitaman. Mukosa sekitar
ulkus tampak sangat hiperemis
3. Bormann III: berupa infiltrating carcinomatous ulcer, ulkusnya mempunyai
dinding dan terlihat adanya infiltrasi progresif dan difus
4. Bormann IV: berupa bentuk diffuse infiltrating type, tidak terlihat batas tegas
pada dinding dan infiltrasi difus pada seluruh mukosa.
2.5 Manifestasi Klinik 2.5.1 Histopatologi
Sekitar 95% dari semua neoplasma malignant gaster merupakan
adenocarcinoma, dan secara umum, terminologi kanker gaster ditujukan untuk
adenocarcinoma dari gaster. Meskipun tidak terdapat jaringan lymphoid pada
mukosa gaster, namun gaster merupakan lokasi tersering lymphoma dari traktus
gastrointestinal. Peningkatan kewaspadaan hubungan antara mucosa-associated
lymphoid tissue lymphomas dan H.pylori dapat dijelaskan, terlebih lagi adanya
peningkatan dari insiden.
Terdapat empat bentuk makroskopik dari kanker gaster, yaitu polypoid,
fungating, ulcerative, dan scirrhous. Pada dua bentuk pertama, massa berada pada
intraluminal. Polypoid tidak berulserasi; tumor fungating berelevasi intraluminal
tetapi juga berulserasi. Pada dua tipe terakhir, massa tumor berada pada dinding
gaster. scirrhous tumor menginfiltrasi seluruh ketebalan dinding gaster dan
menutupi area yang luas. Tumor scirrhous (linitis plastica) mempunyai prognosis
yang buruk, dan biasanya melibatkan seluruh gaster. Meskipun dapat di reseksi
dengan total gastrectomy, seringkali pada batas esophageal dan duodenal
menunjukkan adanya infiltrasi tumor pada pemeriksaan mikroskopik. Kematian
biasanya dikarenakan rekurensi pada saat enam bulan.7
Beberapa sistem staging telah diajukan berdasarkan karakteristik dari
tumor gaster. Pada tahun 1926, Borrmann memisahkan kanker gaster menjadi 5
tipe berdasarkan gambaran makroskopiknya. Tipe I memperlihatkan kanker
polypoid atau fungating, tipe II memperlihatkan lesi ulserasi yang dikelilingi oleh
batas yang meninggi, tipe III memperlihatkan lesi ulserasi yang menginfiltrasi
dinding gaster, tipe IV merupakan tumor yang menginfiltrasi secara difuse, dan
tipe V merupakan kanker yang tidak dapat diklasifikasikan.3,4 Gambaran
makroskopik dan diferensiasi histologi bukan merupakan variabel independen
faktor prognostik. Ming telah mengajukan sistem staging histomorphologic yang
membedakan kanker gaster menjadi tipe ekspansif dengan prognosis baik dan tipe
infiltratif dengan prognosis yang buruk.3,4 Berdasarkan analisis dari 171 kanker
gaster, tumor tipe ekspansif mempunyai gambaran makroskopik polypoid atau
superficial, dimana tumor infiltratif selalu berpenampakan difuse. Klasifikasi
kanker gaster oleh Broder’s mengklasifikasikan tumor secara histologi dari 1 (well
differentiated) sampai 4 (anaplastic). Bearzi dan Ranaldi telah mengkorelasikan
derajat diferensiasi histologi dengan gambaran makroskopik pada 41 kanker
gaster primer yang terlihat pada endoscopy. Sembilan puluh persen kanker yang
protruding atau superficial mempunyai gambaran mikroskopik well differentiated
(Broder’s grade 1), dimana sekitar setengah dari lesi yang berulserasi mempunyai
gambaran poorly differentiated atau diffusely infiltrating (Broder’s grades 3 dan
4).3 WHO membagi klasifikasi histology kanker gaster menjadi 9 tipe: papillary
adenocarcinoma, tubular adenocarcinoma, mucinous adenocarcinoma, signet-
ring cell carcinoma, squamous cell carcinoma, adenocanthoma, undifferentiated
carcinoma, unclassified carcionoma, dan carcinoid tumor.4
Tabel 3. Klasifikasi histologi kanker gaster menurut WHO
Pada tahun 1965 Laurén mengajukan system klasifikasi yang
sederhana dan dapat diterima secara luas, yang mengklasifikasikan kanker
gaster menjadi bentuk intestinal (53%), diffuse (33%), dan unclassified
(14%).3,4,7
Gambar 5. Karsinogenesis kanker gaster tipe intestinal.
Tahara menggambarkan alur berbeda pada karsinogenetik kedua tipe
kanker gaster tersebut. Kanker gaster tipe intestinal memperlihatkan progresi
klasik karsinogenesis yang mirip dengan kanker kolon. Paparan dari lingkungan
(contohnya diet tinggi garam, diet rendah vitamin C/E, infeksi H. Pylori)
mengakibatkan terjadinya gastritis superfisial kronik, yang kemudian akan
berprogresi dari atrophic gastritis ke intestinal metaplasia, dysplasia, dan
akhirnya kanker. Tumor tipe intestinal lebih sering terjadi pada usia lanjut dan
pada jenis kelamin laki-laki, alterasi genetik termasuk mutasi gen berikut:
microsatellite instability, DCC (deleted in colorectal cancer), dan APC
(adenomatous polyposis coli). Lesi prekanker, seperti atrophic gastritis dan
intestinal metaplasia, merupakan target utama dalam mencegah kanker gaster tipe
intestinal.4
Gambar 6. Karsinogenesis kanker gaster tipe diffuse.
Kanker gaster tipe diffuse merupakan penyakit yang sering terjadi pada
usia muda dan seringkali pada jenis kelamin wanita. Bentuk familial telah
dikenali, begitu pula hubungannya dengan golongan darah tipe A. tumor tipe
diffuse merupakan poorly differentiated dengan signet-ring cells. Penyebaran
seringkali melalui transmural dan lymphatic.4 Metastase seringkali muncul lebih
dini dikarenakan daya kohesinya kecil dan prognosisnya lebih buruk.3,4
Overexpression dari c-met, sebuah protooncogene, sangat besar pada tumor tipe
diffuse, terutama pada tumor stadium lanjut. Penurunan fungsi dan ekspresi dari
E-cadherin (CDH1), sebuah transmembran protein yang terlibat adhesi sel, sangat
unik pada kanker gaster tipe diffuse. Berkebalikan dengan tipe intestinal, gastritis
sangat jarang terjadi pada kanker gaster tipe diffuse.4
2.5.2 Lokasi kanker
Lokasi dari tumor primer penting untuk perencanaan operasi. Beberapa
dekade yang lalu, mayoritas kanker gaster berada pada distal gaster, tetapi akhir-
akhir ini terdapat migrasi pada tumor kearah proksimal, dan diperkirakan
distribusi kanker gaster 40% distal, 30% tengah, and 30% proximal.7
Gambar 7. Lokasi tersering kanker gaster
2.5.3 Gejala
Kanker gaster biasanya tidak menjadi simptomatik sampai penyakitnya
menyebar dengan luas dikarenakan gejalanya tidak spesifik sehingga kebanyakan
pasien dengan kanker gaster terdiagnosa pada stadium lanjut.3,4 Pasien dapat
mempunyai kombinasi gejala dan tanda seperti penurunan berat badan, anorexia,
fatigue, atau nyeri epigastrium namun karena tidak terlalu berat seringkali
diacuhkan. Penemuan penurunan berat badan secara klinis tidak dapat
diremehkan. 3 Gejala lainnya yaitu mual, muntah, Perdarahan gastrointestinal
jarang terjadi (5%), namun kehilangan darah kronik (chronic occult blood loss)
sering terjadi dan bermanifestasi sebagai anemia defisiensi besi. Paraneoplastic
syndromes seperti Trousseau’s syndrome (thrombophlebitis), acanthosis nigricans
(hiperpigmentasi dari axilla dan groin), atau peripheral neuropathy jarang terjadi. 7
Gambar 8. Ulcerated Gastric Cancer
Gambar 9. A, adenocarcinoma protrusi le kumen gaster dan menginvasi dinding gaster pada
adenocarcinoma tipe intestinal; B, adenocarcinoma tipe diffuse dengan poorly differentiated areas
yang mengandung sel berisikan mucin dan sitoplasma yang jernih.
Lokasi atau tipe tumor dapat mempengaruhi gejala yang ada. Dysphagia
berhubungan dengan massa tumor yang berada pada kardia gaster dengan
penyebaran pada gastroesophageal junction, sedangkan tumor di daerah distal
bermanifestasi sebagai obstruksi gaster. Pasien dengan lesi scirrhous-type (linitis
plastica) akan mengeluh cepat kenyang dikarenakan hilangnya distensibilitas
gaster. Gejala yang biasanya ada pada pasien dengan tumor linitus plastica
termasuk nausea dan vomiting (61%), weight loss (58%), dysphagia (46%), dan
abdominal pain (38%).3,4 Vomiting yang terjadi terus menerus konsisten dengan
karsinoma antral yang mengobstruksi pylorus. Perdarahan gastrointestinal yang
signifikan jarang terjadi pada kanker gaster, tetapi bagaimanapun juga
hematemesis dapat muncul pada sekitar 10%-15% pasien.
Sindrom paraneoplastik sangat jarang berhubungan dengan kanker gaster.
Manifestasi sistemik kutaneus termasuk diffuse seborrheic keratoses (sign of
Leser-Trelat) dan acanthosis nigricans (velvety, dark pigmented lesions) yang
melibatkan lipatan kulit dan axilla. Kelainan hematologi termasuk Trouseau’s
syndrome dan anemis hemolitik mikroangiopatik.4
Pemeriksaan fisik biasanya normal sampai terjadinya kanker gaster
stadium lanjut. penemuan klasik yang menunjukkan adanya lesi metastase pada
pasien stadium IV, diantaranya Virchow’s supraclavicular node, Sister Mary
Joseph’s periumbilical node, Pemeriksaan rectal dapat menunjukkan nodul yang
keras pada extraluminal dan anterior, yang menandakan adanya "drop
metastases", atau rectal shelf of Blumer pada cavum douglas, dan Krukenberg’s
tumor yang merupakan metastase limfatik dan/atau peritoneal yang incurable.
Dapat pula terjadi, atau aspiration pneumonitis pada pasien dengan gejala muntah
dan atau obstruksi. Jika teraba massa abdomen, menandakan tumor primer yang
sangat besar (biasanya T4). Tanda fisik stadium lanjut termasuk metastatic
pleural effusion, hepatosplenomegaly, jaundice, ascites, hematemesis, melena,
dan cachexia. Komplikasi lanjut termasuk perforasi, perdarahan, gastrocolic
fistulae, dan obstruksi.3,4,7
2.4.4 Metastase
Kanker gaster dapat menyebar secara lokal dan metastase pada jaringan
limfe, metastase peritoneal dan distant metastases. Penyebaran ini dapat secara
local, lymphatic atau hematogenous. Tumor berkembang dengan penetrasi ke
dinding gaster, ekstensi ke dinding gaster, dan menyebar ke seluruh gaster. Dua
bentuk ekstensi lokal yang memiliki dampak terapi adalah penetrasi tumor ke
serosa gaster, dimana resiko invasi tumor meningkat pada struktur sekitarnya atau
penyebaran ke peritoneal, dan keterlibatan dari kelenjar limfatik. Zinninger telah
mengevaluasi penyebaran kanker pada dinding gaster dan menemukan variasi
yang luas pada pola penyebarannya. Tumor seringkali menyebar melalui kelenjar
limfatik atau pada lapisan subserosa. Ekstensi lokal dapat juga muncul pada
esophagus atau duodenum. Penyebaran pada duodenum terjadi melalui infiltrasi
langsung melalui lapusan muskular dan melalui kelenjar limfe serosal, tetapi
secara umum tidak tersebar secara luas. Ekstensi pada esophagus muncul secara
primer melalui kelenjar limfatik submukosal. 3
Gambar 10. Pasien dengan advanced gastric adenocarcinoma. Pada CT-scan potongan
transversal, terlihat adanya ascites dan metastase hepar.
Ekstensi lokal tidak hanya muncul dengan cara radial intramural tetapi
juga invasi melalui dinding gaster untuk melibatkan struktur di sekitarnya.
Ekstensi dapat muncul melalui serosa gaster dan melibatkan omentum, spleen,
adrenal gland, diafragma, liver, pancreas, atau kolon. Data dari beberapa
penelitian memperlihatkan bahwa 60-90% pasien mempunyai tumor primer yang
penetrasi ke serosa atau menginvasi struktur disekitarnya dan setidaknya 50%
memiliki metasase limfatik. Insiden tertinggi dari metastase pada kelenjar limfatik
pada tumor yang secara diffuse melibatkan seluruh gaster. 3
Metastase pada hepar juga dapat muncul pada 30% pasien dan penyebaran
pada peritoneal sebesar 23%. Rekurensi extraabdominal relatif jarang dan hanya
muncul pada 13% pasien.3 Beberapa penelitian terbaru memperlihatkan insiden
yang tinggi dari penyebaran pada peritoneal sebagai modes of failure. Pada sebuah
penelitian cohort, penyebaran pada peritoneal terjadi sebesar 47%.3
2.5 Pemeriksaan Penunjang 2.5.1 Tumor marker
Level serum Carcinoembryonic antigen (CEA) dan CA 19-9 seringkali
meningkat pada pasien dengan kanker gaster stadium lanjut. Tetapi hanya sekitar
sepertiga dari pasien yang memiliki nilai abnormal dari CEA dan/atau CA19-9.4
Manggabungkan CEA dengan marker lainnya, seperti sialylated Lewis antigens
CA19-9 atau CA50, dapat meningkatkan sensitifitas CEA. 3 Sensitifitas dari CEA
rendah dan ketika nilainya meningkat, levelnya tidak berhubungan dengan
stadium yang ada, dikarenakan rendahnya sensitifitas dan spesifitas, marker ini
tidak mempunyai peranan sebagai screening test pada pasien resiko tinggi.3,4
2.5.2 Upper Gastrointestinal Barium Examination (UGI)
The upper gastrointestinal barium examination (UGI) merupakan
modalitas primer untuk mendeteksi kanker gaster. Meskipun endoscopy memiliki
kelebihan dibandingkan UGI, namun UGI tetap menjadi pemeriksaan diagnostik
yang sering digunakan karena kurang invasif, tidak membutuhkan sedasi, dan
biaya yang rendah. Sebagai tambahan neoplasma gaster kadangkala merupakan
temuan yang tak disengaja ketika dilakukan pemeriksaan UGI untuk gejala yang
tidak spesifik atau untuk evaluasi dari esophagus atau usus halus. 4
Gambar 11. UGI double-contrast
menunjukkan adenocarcinoma berbentuk
polypoid pada cardia dan fundus.
Gambar 12. Gambaran patologis kanker gaster dini.
Pemeriksaan double-contrast merupakan tehnik radiologis tunggal yang
paling baik untuk mendiagnosa kanker gaster dini (gambar 11). Pada penelitian 80
pasien dengan kanker gaster, pemeriksaan double-contrast dapat mendeteksi 99%
pasien dengan kanker gaster. Pemeriksaan tunggal single-contrast hanya
mempunyai nilai sensitifitas sebesar 75% dalam mendiagnosa kanker gaster. Tipe
morfologi yang dideskripsikan oleh the Japan Research Society of Gastric
Cancer, kanker gaster dini dapat terdeteksi pada UGI sebagai polip kecil (type I),
lesi superficial dengan elevasi minimal (type IIa), atau flat (type IIb), depresi
ringan (type IIc), atau shallow ulcers (type III) (gambar 12).
Tabel 4. Deskripsi tipe patologis kanker gaster dini.
Kanker gaster tingkat lanjut dapat berbentuk massa polypoid, ulserasi, atau
proses infiltratif (linitis plastica pattern). Ulserasi merupakan penemuan yang
sering terdapat pada pemeriksaan UGI. Bagaimanapun juga hanya 3% sampai 5%
dari kanker gaster yang berupa kondisi malignant. Terdapat beberapa keterbatasan
dari UGI, yaitu interpretasi dari UGI bergantung pada kemampuan operator,
keakuratan diagnostik untuk deteksi dini dari kanker lebih besar pada Negara yang
mempunyai program screening berskala besar seperti Jepang, bila dibandingkan
dengan Amerika Serikat. Sensitifitas juga tampaknya menurun jika digunakan
pada pasien postgastrectomy dikarenakan gangguan anatomis akibat rekonstruksi
pembedahan. 4
Gambar 13. UGI-double contrast menunjukkan hilangnya distensibilitas dan kontour yang
abnormal dari gaster dikarenakan adenocarcinoma infiltratif (linitis plastica)
2.5.3 Computed Tomography
Computed tomography scanning (CT-scan) menyediakan informasi yang
penting dalam rencana pelaksanaan pasien dengan kanker gaster. CT-scan dapat
memberikan informasi mengenai tumor primer, mendeteksi lymphadenopathy,
dan memprediksi invasi dari organ di sekitarnya, dengan beberapa keterbatasan.
CT-scan merupakan pemeriksaan tunggal non invasif yang dapat mendeteksi
adanya metastase. Evaluasi keterlibatan tumor intramural dan ekstensi pada
dinding gaster sangat penting untuk perencanaan terapi. Tehnik CT standar sangat
lemah dalam mengevaluasi gaster. Ketebalan dinding gaster sulit untuk dinilai
tanpa adanya distensi dari gaster dan bagian dari dinding gaster yang coplanar
dengan sudut axial scan (terutama regio cardiac gaster) dapat terlihat menipis.
Penampakan pseudomass dari gastroesophageal (GE) junction pada CT-scan
standar berkisar 23% dari 100 pasien dengan GE junctions yang normal. Pada
penelitian yang membandingkan antara EUS dan CT-scan didapatkan keakuratan
penetrasi tumor berkisar 92% untuk EUS bila dibandingkan 42% untuk CT-scan.
Berbagai tehnik telah berkembang dalam 15 tahun terakhir dan perbedaan tersebut
menjadi menipis. Pada penelitian yang terbaru, keakuratan CT-scan sebesar 76%
bila dibandingkan dengan EUS sebesar 86%. Distensi gaster dapat dicapai dengan
memasukkan air (300 sampai 800 mL) sangat penting untuk penilaian yang akurat
dari ketebalan dinding gaster.4
Gambar 14. A, CT dilakukan dengan distensi gaster oleh air yang memperlihatkan gaster regio
cardia; B, terlihat kanker gaster T4 dari body proksimal dengan ekstensi ke kelenjar perigastric dan
keterlibatan arteri splenic.
CT scan dari thorax, abdomen, dan pelvis berguna untuk menentukan
penyebaran lateral dari tumor dan adanya metastase secara sistemik.
Bagaimanapun juga, lebih dari 50% pasien menunjukkan penyebaran tumor yang
lebih luas dari yang diperlihatkan oleh CT pada saat laparotomy. Dengan
menggunakan metode terbaru triphasic spiral CT scanning, dapat memprediksi
lebih tepat tumor dengan ukuran yang kecil dan memprediksikan stadium T.
Metastase secara hematogenous paling sering terjadi pada hepar, paru-
paru, dan kelenjar adrenal, dapat juga pada tulang, ginjal dan otak. CT-scan tetap
menjadi modalitas untuk mendeteksi penyakit metastase. 4
Gambar 15. A, CT memperlihatkan metastase liver dari kanker gaster; B, terlihat adanya massa
pelvis yang besar, yaitu drop metastse pada ovarium bilateral (krukenberg’s tumor)
2.5.4 Positron Emission Tomography
Penggunaan Positron Emission Tomography (PET) pada pasien kanker
gaster adalah dalam menentukan stadium, mendetteksi rekurensi, menentukan
prognosis, dan menentukan respon terapi. Kelebihan PET dibandingkan CT
adalah mengenai resolusi kontras yang lebih besar. Contohnya PET dapat
mendeteksi metastase kelenjar limfe sebelum adanya pembesaran kelenjar limfe
pada CT-scan. Keterbatasan dari PET adalah rendahnya sensitivitas untuk lesi
yang berukuran kecil dan hasil false-positive dari proses infeksi dan inflamasi.
Sebagai tambahan, PET relatif lebih mahal bila dibandingkan pemeriksaan
lainnya. PET telah dilaporkan memiliki sensitivitas yang rendah dalam
mendeteksi tumor signet-ring cell dan mucinous. Meskipun PET tidak mempunyai
peranan dalam mendeteksi kanker gaster primer. Mayoritas (60% sampai 96%)
neoplasma gaster primer. PET mempunyai nilai potensial dalam menentukan
stadium dari kanker gaster.
Gambar 16. Axonal positron emission tomography (PET) dari kanker gaster. Panah pendek
memperlihatkan lesi gaster, panah panjang memperlihatkan metastase kelenjar limfe.
2.5.5 Laparoscopy
Pengenalan dari fiberoptic, video-assisted laparoscopy pada awal 1980
memberikan makna untuk penilaian secara langsung dari abdominal cavity tanpa
morbiditas dari laparotomy. Studi komparatif yang membandingkan CT dan
laparoscopy telah secara konsisten menunjukkan bahwa laparoscopy memberikan
informasi tambahan yang tidak dapat terlihat pada pemeriksaan CT-scan. Pada
sebuah penelitian mengenai kanker gaster, laparoscopy memiliki keakuratan
sebesar 94% ketika dibandingkan terhadap penemuan pada saat laparotomy.
Kebanyakan yang tidak terdeteksi dengan menggunakan CT-scan adalah
metastase pada peritoneal. Tingkat keakuratan metode ini untuk mendiagnosa
stadium M1 berkisar 13% sampai 37%.3 Laparoscopy memegang peranan penting
sebagai panduan terapi pasien yang tepat untuk dapat dilakukan reseksi. Dengan
adanya tehnik terbaru laparoscopic ultrasound, stadium N dapat ditentukan
dengan laparoskopi, namun sayangnya dibutuhkan operator yang ahli. Finch et al
mengindikasikan laparoscopic ultrasound mempunyai keakuratan sebesar
84%dalam menentukan stadum kanker esophageal. Dikarenakan pentingnya dari
laparoskopi dalam menentukan stadium, the National Comprehensive Cancer
Network (NCCN) merekomendasikan pasien dengan kanker gaster dengan
locoregional disease (M0) menjalani laparoskopi untuk manajemen lebih jauh.
Laparoskopi tidak hanya terbatas pada pasien yang resectable. Penentuan stadium
yang akurat pada pasien yang unresectable dapat membantu menentukan
keuntungan dari terapi chemoradiation, dikarenakan radiasi mungkin tidak tepat
pada pasien yang memiliki metastase. Laparoskopi tidak diperlukan pada lesi T1
atau T2 dimana insiden metastasenya rendah. Lebih jauh lagi, laparoskopi tidak
diindikasikan sebagai evaluasi preoperatif pada pasien dengan gastric remnant
cancers, dikarenakan cenderung tidak terjadi metastase peritoneal.4
2.5.6 Endoscopy
Endoscopy saluran cerna bagian atas telah digunakan secara rutin untuk
mendiagnosa dan menentukan stadium dari kanker gaster. Beberapa laporan telah
menunjukkan keakuratan diagnostik lebih dari 95%. Evaluasi termasuk ukuran,
lokasi, dan morfologi dari tumor, termasuk penyebaran proksimal dan distal,
sebagaimana juga abnormalitas mukosa. Penurunan distensibilitas dari gaster,
aktifitas peristaltik yang abnormal, dan fungsi pylorus yang abnormal dapat
mengindikasikan adanya infiltrasi submukosal yang luas atau penyebaran
extramural dari tumor. Kemungkinan mendapatkan hasil yang positif pada biopsi
lebih besar dari 95% ketika sampel jaringan diambil sebanyak enam sampai
sepuluh buah. Mengidentifikasi iregularitas dari mukosa biasanya berhubungan
dengan gastritis-like carcinomas dini yang bisa diperjelas dengan menggunakan
cairan vital dyes, seperti 0.1% indigocalmin. Tehnik ini telah digunakan secara
luas di jepang dengan tingkat keberhasilan yang baik. 3
Gambar 17. Kanker gaster tipe Iic yang terbatas pada mukosa. A, gambaran saat endoscopy. B,
dengan pengecatan indigo carmine dye.
Gambar 18. Kasus kanker gaster dini tipe IIa+IIc yang terbatas pada mukosa. A, gambaran
endoscopy memperlihatkan adanya massa kemerahan pada greater curvature. B, gambaran yang
diperbesar. C, pengecatan dengan Dye memperlihatkan gambaran lesi yang lebih jelas. D,
gambaran EUS memperlihatkan lesi protruded
Gambar 19. A, Gambaran endocopy dari linitis plastica dari regio body gaster, meskipun terlihat
penipisan dari gastric folds, mukosa tetap normal. B, Gambaran EUS dari linitis plastica. Thin
single headed arrow memperlihatkan muskularis propia hipertropik dengan infiltrasi tumor
melebihi dinding gaster mencapat perigastric fat.
2.6 StadiumSeperti neoplasma lainnya, keakuratan dan keseragaman stadium dari
kanker gaster merupakan hal yang penting dalam memprediksikan prognosis dan
menilai respon dari terapi. Klasifikasi R digunakan untuk menilai residual disease
setelah reseksi tumor; R1 menandakan adanya residual disease secara
mikroskopik, dan R2 menandakan adanya gross residual disease. 3
The International Union Against Cancer (UICC) dan American Joint
Committee on Cancer (AJCC) TNM classification untuk kanker gaster terlihat
pada gambar diatas. Dalamnya invasi tumor menentukan stadium T. terdapat
hubungan antara stadium T dan tingkat survival. Peraturan utama untuk Gastric
Cancer Study in Surgery and Pathology telah dipublikaskan di Inggris pada tahun
1995 oleh the Japanese Research Society for Gastric Cancer. Definisi dari
stadium tumor primer berdasarkan dalamnya invasi dan sejauh mana invasi
serosa. Stadium T dibedakan menjadi mucosa (m), submucosa (sm), dan
muscularis propria (pm). Subserosa (ss) dan S1 tumor telah diklasifikasikan lebih
jauh berdasarkan derajat dan tipe dari invasi serosal.
The AJCC/UICC stadium N telah dirubah pada tahun 1997 untuk
merefleksikan jumlah dari kelenjar limfe yang terlibat. Tumor dengan satu sampai
enam kelenjar limfe yang terlibat diklasifikasikan sebagai pN1; 7 sampai 15
kelenjar limfe yang terlibat diklasifikasikan pN2, dan lebih dari 15 kelenjar limfe
yng terlibat diklasifikasikan sebagai N3. Tingkat survival menurun secara
dramatis ketika semakin banyaknya terdapat metastase kelenjar limfe. 3 Dengan
sistem stadium yang baru, adanya metastase kelenjar limfe perigastric lebih dari
15 diklasifikasikan sebagai N3, dimana stadium M1. 3
Tabel 5. Klasifikasi dan stadium TNM dari kanker gaster
Note:
1. T2: tumor mungkin penetrasi pada muscularis propria tanpa ekstensi pada
ligamen gastrocolic atau ligamen gastrohepatic, atau pada omentum, tanpa
perforasi pada visceral peritoneum. Pada kasus seperti ini, tumor dilasifikasikan
sebagai T2. Jika ada perforasi dari visceral peritoneum yang menutupi ligamen
gaster atau omentum, tumor diklasifikasikan sebagai T3.
2. T3,T4: struktur disekitar gaster termasuk spleen, transverse colon, liver,
diaphragm, pancreas, abdominal wall, adrenal gland, kidney, small intestine, dan
retroperitoneum.
3. T3,T4: ekstensi intramural pada duodenum atau esophagus diklasifikasikan
dengan dalamnya invasi, termasuk gaster.
4. N0: pN0 harus digunakan ketika semua kelenjar limfe yang diperiksa negatif,
tidak tergantung jumlah kelenjar limfe yang diangkat dan diperiksa.
2.7 Penatalaksanaan 2.7.1 Operatif
2.7.1.1 Endoskopik Mucosal Resection
Telah terlihat bahwa kanker gaster dini dapat menjalani reseksi R0 tanpa
lymphadenectomy atau gastrectomy. Jepang telah mempopulerkan endoscopic
mucosal resection dari kanker gaster yang memenuhi kriteria spesifik. 3 Idealnya
endoscopic mucosal resection harus dibatasi pada pasien dengan ukuran tumor
kurang dari 2 cm, kelenjar limfe yang negatif, dan hanya terbatas pada mukosa
pada pemeriksaan EUS, dan tidak adanya lesi gaster lainnya.7 Pendekatan ini
dilakukan dengan injeksi cairan pada submukosal untuk elevasi dari lesi sehingga
dapat dilakukan reseksi mukosal. Tehnik ini dapat juga dilakukan untuk lesi yang
potensial metastasisnya rendah. Termasuk well-differentiated, lesi superfisial tipe
IIa atau IIc yang secara umum diameternya kurang dari 3 cm dan berlokasi pada
daerah yang mudah dijangkau.3 Peneliti di Jepang telah memperlihatkan bahwa
kanker gaster dini dapat dengan adekuat ditangani dengan endoscopic mucosal
resection. 7 Takekoshi et al melaporkan penelitian mengenai 308 endoscopic
resections untuk kanker gaster dini, Empat puluh empat pasien mengalami
residual atau lesi rekuren setelah endoscopic mucosal resection. Semua rekurensi
direseksi dan tidak ada pasien yang meninggal dikarenakan kanker gaster. Pada
seseorang yang berpengalaman, endoscopic mucosal resection cocok sebagai
alternatif gastrectomy untuk kanker gaster dini.3
Gambar 20. Endoscopic mucosal resection dari kanker gaster tipe IIc pada regio antrum,
pemeriksaan EUS memperlihatkan lesi terbatas pada mukosa. A, gambaran endoscopic. B, dengan
pengecatan Indigo carmine.
C, reseksi dengan menggunakan. D, Mucosectomy ulcer.
Faktor resiko yang menentukan metastasis kelenjar limfe terutama
berdasarkan sejauh mana invasi tumor primer.5 Jika specimen yang di reseksi
tidak menunjukkan adanya ulserasi, invasi kelenjar limfe dan ukurannya kurang
dari 3 cm, maka kemungkinan dari metastase kelenjar limfe hanya berkisar kurang
dari 1%. 7 Tumor yang menyebar pada submukosa mempunyai resiko tinggi untuk
metastase pada kelenjar limfe, dengan kisaran 3% dan tidak tepat jika dilakukan
Endoscopic Submucosal Resection (ESMR). 3,5 Pasien dengan kanker submukosal,
dimana resiko untuk metastase kelenjar limfe dapat mencapai 20%, dapat
dipertimbangkan untuk reseksi laparoskopik yang terbatas atau operasi terbuka
yang terbatas. Metastase kelenjar limfe pada situasi ini berhubungan dengan
ukuran tumor yang besar, tipe histology undifferentiated, dan adanya invasi ke
kelenjar limfe atau pembuluh darah secara histology. Sebagai panduan, metastase
kelenjar limfe sangat jarang terjadi ketika ukuran tumor kurang dari 2 cm dan tipe
histology well differentiated, meskipun terdapat invasi mukosal. Minimally
invasive procedures ini telihat lebih sering digunakan oleh gastroenterologists
dibandingkan ahli bedah. 5
2.7.1.2 Laparoscopic Resection
Laparoscopic resection telah banyak digunakan untuk kanker stadium
dini. Hal ini dilakukan dengan pendekatan extragastric setelah dilakukan
penandaan lesi dengan menggunakan endoskopi untuk meyakinkan kemampuan
untuk mengenali lesi dan untuk reseksi yang adekuat. Prosedur yang lebih sulit
seperti distal gastrectomy juga telah dilakukan dengan menggunakan
minilaparotomy. Keuntungan relatif dari hal ini masih dipertanyakan, dengan
sedikit penurunan dari lamanya rawat inap namun waktu operasinya yang lama.
Dikarenakan tingginya insiden dari kanker gaster stadium dini di jepang dan
negara lainnya, prosedur laparoscopic dan endoscopic procedures dapat
dipastikan akan meningkat. Visualisasi secara akurat dan extended lymph node
dissection dapat dilakukan seperti pada pembedahan terbuka dengan dengan insisi
minimal untuk mengangkat spesimen dan extracorporeal anastomosis. Di Eropa
dan Amerika Utara, pendekatan laparoskopi lebih disukai pada lesi benign seperti
benign leiomyomas atau tumor stromal gastrointestinal stadium dini. 5
2.7.1.3 Pembedahan
Pembedahan merupakan satu-satunya penanganan kuratif untuk kanker
gaster.3,7 Pembedahan juga dapat menentukan dengan dengan tepat stadium dari
tumor. Oleh karena itu kebanyakan pasien dengan adenocarcinoma gaster harus
menjalani reseksi gaster. Terkecuali pada pasien yang menolak untuk dilakukan
operasi dan pasien dengan metastase yang luas. Secara umum, paliatif juga sangat
buruk jika tanpa pembedahan.7 Tujuan utama dari pembedahan adalah reseksi dari
semua tumor (reseksi R0). Dengan margin proximal, distal, dan radial bebas dari
tumor dan dilakukan lymphadenectomy yang adekuat. Secara umum, ahli bedah
mengambil batas bebas tumor sebesar 5 cm dikarenakan beberapa kanker gaster
sangat infiltratif dan sel tumor dapat menyebar melebihi massa tumor. Oleh
karena itu frozen section untuk konfirmasi adanya batas bebas tumor sangat
penting dilakukan pada saat operasi untuk tujuan kuratif, namun kurang penting
untuk pembedahan paliatif. Perlu dipahami bahwa kebanyakan pasien dengan
kelenjar limfe yang positif dapat disembuhkan dengan pembedahan yang adekuat.
Dan juga seringkali kelenjar limfe berubah menjadi benign atau menjadi reaktif
pada pemeriksaan patologi, sehingga pada pasien dengan resiko rendah harus
dilakukan tindakan agresif untuk reseksi semua tumor. Tumor primer dapat
direseksi secara en bloc dengan organ lainnya yang terlibat (contohnya distal
pancreas, transverse colon, atau spleen) selama dilakukannya pembedahan
kuratif.7
Gambar 21. Billroth II Gastro-jejunostomy.
Prinsip panduan manajemen operatif adalah berdasarkan Halstedian
dimana diyakini perkembangan kanker gaster berasal dari mukosa ke submukosa
dimana kemudian menginvasi kelenjar limfe. Setelah terjadi ketelibatan kelenjar
limfe maka tumor mencapai sirkulasi sistemik. Hal ini dikarenakan adanya
hubungan yang kuat antara depth of invasion dan luasnya metastase pada kelenjar
limfe. Secara umum, keberhasilan reseksi R0 bergantung pada stadium yang
ditentukan oleh TNM. Telah diterima secara luas bahwa pembedahan memiliki
tingkat kesembuhan yang tinggi untuk kanker stadium IA dan IB, dan tingkat
kesembuhan yang kurang baik pada stadium IIIA dan IIIB. Terdapat perbedaan
pendapat pada ahli bedah pada sejauh mana luasnya reseksi, dikarenakan outcome
tidak berhubungan dengan pembedahan yang lebih radikal. Area diskusi termasuk
keuntungan dari extended lymphadenectomy, penggunaan rutin total versus
subtotal gastrectomy untuk tumor dari antrum, dan prophylactic splenectomy. 3
Gambar 22. Roux-en-Y Gastrojejunostomy dan B-Braun Anastomose
Standar operasi dari kanker gaster adalah radical subtotal gastrectomy.
Dengan tehnik ini biasanya dilakukan ligasi arteri gaster kanan, kiri dan
gastroepiploic, dan juga dilakukan pengangkatan en bloc 75% distal gaster,
termasuk pylorus dan 2 cm duodenum, omentum mayor dan minor, dan semua
kelenjar limfe. Rekonstruksi biasanya dengan Billroth II gastrojejunostomy, tetapi
jika tersisa sedikit bagian gaster (<20%), dipertimbangkan penggunaan
rekonstruksi Roux-en-Y. mortalitas operatif sekitar 5%. Radical subtotal
gastrectomy secara umum dipertimbangkan sebagai tehnik operasi kanker yang
adekuat di Negara-negara barat, yang dapat secara utuh mengangkat seluruh
tumor dan dengan batas bebas tumor yang adekuat. Spleen dan pancreas tidak
dilakukan reseksi jika tidak terdapat keterlibatan tumor. 7
Total gastrectomy tidak dilakukan kecuali diperlukan untuk mencapai
batas bebas tumor yang adekuat. Terdapat banyak penelitian besar yang
membandingkan subtotal gastrectomy dengan total gastrectomy untuk kanker
gaster, dan tingkat survival untuk kedua kelompok tidak berbeda. Bagaimanapun
juga, komplikasi dari total gastrectomy lebih tinggi. Total gastrectomy dengan
jejunal pouch/ esophageal anastomosis merupakan operasi terbaik pada pasien
dengan adenocarcinoma gaster proximal, atau sebagai alternatif dilakukan
proximal subtotal gastric resection, yang membutuhkan esophagogastrostomy
pada gaster distal yang telah di lakukan vagotomi. Pyloroplasty pada keadaan ini
dapat mencegah bile esophagitis, dan jika pylorus dibiarkan intact, maka
pengosongan gaster dapat menjadi masalah. Dan harus dipertimbangkan
isoperistaltic jejunal interposition (Henley loop) antara esophagus dan antrum.7
Gambar 23. Oesophagogastrectomy with 1/3 stomach retained.
2.7.2 Kemoterapi dan Radiasi
Karena hasil outcome yang tidak begitu baik dari pembedahan kanker
gaster, maka penekanan dilakukan untuk memperbaiki terapi adjuvant, yang
ketika digunakan akan memperbaiki tingkat survival. chemotherapy telah berhasil
untuk menangani kanker gastrointestinal lainnya, namun keuntungan survival dari
penggunaan chemotherapy pada adenocarcinoma gaster tidak terlalu signifikan.
Meskipun demikian terdapat beberapa strategi sehingga chemotherapy dapat
memberikan keuntungan.10
Terapi tunggal memperlihatkan respon yang terbatas, oleh karena itu
strategi untuk meningkatkan respon terapi dan overall survival pada pasien
dengan cancer gaster adalah dengan kombinasi chemotherapy. Kombinasi yang
pertama kali digunakan adalah FAM (5-FU, doxorubicin, and mitomycin-C) pada
tahun 1980. Regimen ini menjadi pilihan utama terapi di Amerika Serikat pada
tahun 1980 sampai 1990. Pada yahun 1982, Cocconi et al melaporkan tidak
adanya perbedaan antara 5-FU dan FAM pada tingkat overall survival. Pada tahun
1985, the North Central Cancer Treatment Group membandingkan 5-FU dengan
FAM pada 100 pasien. Meskipun respon terbesar terlihat pada terapi kombinasi
(27% vs. 17%), overall survival tidak berbeda pada kedua kelompok (7 bulan).
Adanya dua penelitian ini menjadikan adanya keraguan pada terapi kombinasi
untuk kanker gaster stadium lanjut.4
Chemotherapy untuk kanker gaster stadium lanjut telah berkembang
menjadi dua arah yang berbeda. Yang pertama adalah untuk mencoba
memperbaiki regimen FAM dengan menambah obat tambahan, yang kedua adalah
dengan menggunakan cisplatin.4
Tabel 6. Agen chemotherapeutic dari kanker gaster
Salah satunya adalah FAMTX, yang mengganti methotrexate dosis tinggi
dengan mitomycin-C. FAMTX dibandingkan dengan FAM oleh the European
Organization for the Research and Treatment of Cancer (EORTC). Tingkat
respon lebih tinggi pada FAMTX versus FAM (41% vs. 9%) dengan median
survival (42 minggu vs. 29 minggu) dan satu sampai dua tahun survival rates
(41% dan 9% vs. 22% dan 0%). FAMTX kemudian menjadi standar terapi untuk
kanker gaster stadium lanjut pada awal 1990.4
Dimulai dengan kombinasi cisplatin/etoposide (EP), kemudian
berkembang menjadi berbagai variasi kombinasi, salah satunya adalah EAP
(etoposide, adriamycin, dan cisplatin). Regimen EAP memiliki respon yangn
tinggi, dengan overall survival 8 sampai 10 bulan. Dikarenakan tingginya
toksisitas EAP pada pasien usia lebih dari 65 tahun, Wilke et al menciptakan
regimen ELF (etoposide, leucovorin dan 5-FU), regimen yang dikhususkan untuk
pasien usia lebih dari 65 tahun. Yang memiliki overal survival 9,5 bulan. Karena
efek sinergistik dari 5-FU pada penelitian in vitro, cisplatin juga dikombinasikan
dengan 5-FU pada pasien dengan kanker gaster stadium lanjut. The EORTC
membandingkan regimen CF (cisplatin+5-FU) dengan regimen FAMTX dan ELF,
pada penelitian ini yang melibatkan 274 pasien, tidak terdapat perbedaan yang
signifikan dalam toksisitas, tingkat respon maupun median survival. Sehingga
regimen terbaik untuk kanker gaster stadium lanjut tidak dapat dipastikan.
Cisplatin juga dicoba untuk menggantikan mitomycin-C (karena tingginya efek
myelosuppression dari mitomycin-C ) pada regimen FAM yang menghasilkan
regimen FAP. Regimen ini menghasilkan tingkat respon sebesar 34%, dengan
respon lengkap sebesar 5%. Cunningham et al mencoba menggunakan epirubicin,
sebuah analog anthracycline dari doxorubicin yang menghasilkan regimen ECF.
Didapatkan tingkat respon sebesar 37% dan respon lengkap sebesar 17%. Setelah
dilakukan randomized clinical trial untuk memastikan pentingnya regimen ECF,
dan terbukti bahwa ECF superior dibandingkan FAMTX, maka ECF menjadi
standar terapi dari kanker gaster stadium lanjut saat abad ke 20. Moiseyenko et al
melakukan phase III trial yang membandingkan DCF (docetaxel, cisplatin, dan 5-
FU) dengan CF. DCF menghasilkan respon yang superior pada tingkat respon,
time to progression dan 2-year survival rate. Namun peranan DCF kurang jelas
pada pasien yang berusia lebih dari 65 tahun. Rata-rata toksisitas dari regimen
DCF berkisar 75% dan 80%.4
Tabel 7. Regimen chemotherapeutic pada kanker gaster
Cunningham et al meneliti mengenai perioperative chemotherapy dengan
regimen ECF (epirubicin, cisplatin, dan fluorouracil) pada kanker gaster yang
resectable. Penelitian ini melibatkan 503 pasien; 250 mendapat perioperative
chemotherapy dan 253 ditangani hanya dengan pembedahan. Tingkat 5-year
survival sebesar 36% pada kelompok yang mendapat perioperative-
chemotherapy, bila dibandingkan kelompok yang hanya mendapat terapi
pembedahan dengan tingkat survival sebesar 23%. Sehingga dapat disimpulkan
perioperative-chemotherapy dapat memperbaiki tingkat survival.10
Penelitian dimasa yang akan datang berkembang menjadi beberapa bagian.
Bagian pertama meneliti peranan chemotherapeutics terbaru (terutama oxaliplatin,
irinotecan, dan oral 5-FU “prodrugs” seperti capecitabine dan S-1), yang telah
terbukti untuk keganasan gastrointestinal lainnya. Bagian kedua meneliti peranan
targeted therapies, obat yang didesain untuk menghambat fungsi dari target
molekul yang penting untuk pertumbuhan sel kanker. Contohnya cetuximab,
inhibitor faktor pertumbuhan epidermal, dan bevacizumab, inhibitor faktor
pertumbuhan vaskular epidermal, keduanya diberikan bersama-sama
chemotherapy. 4
2.8 Prognosis
5-year survival untuk adenocarcinoma gaster telah meningkat dari 15
sampai 22% di Amerika Serikat pada 25 tahun terakhir. Survival bergantung pada
stadium pathologis (stadium TNM) dan derajat dari diferensiasi tumor. 7 Indikator
prognostik yang paling penting pada kanker gaster secara histologis, yaitu
keterlibatan kelenjar limfe dan dalamnya invasi tumor. Grading tumor, yaitu well,
moderately, atau poorly differentiated juga merupakan faktor prognostik yang
penting. 7
Tabel 8. 5-year survival dan mortalitas operatif kanker gaster di Amerika Serikat dan Jepang.
2.9.1 Masalah nutrisi pada pasien dengan postop gastrektomi
2.9.1.1 Perasaan penuh setelah makan dan minum
Operasi telah membuat lambung lebih kecil sehingga membuatnya kurang mampu
meregangkan, lambung tidak akan mampu bertahan seperti biasa. Syaraf vagus
juga terganggu ketika kapasitas lambung berkurang, makanan dan minuman
masuk dan menempatkan tekanan langsung pada dinding lambung, sehingga
stretch (mengembang) yang memberikan perasaan kenyang dan penuh,
sehinggamakan kecil dan sering dapat mengurangi sensasi kenyang.
2.9.1.2 Penurunan berat badan dan kekurangan gizi
Perasaan penuh setelah makan dan merasa cepat kenyang dapat menurunkan berat
badan dengan mudah karena tidak menyerap semua nutrisi yang dibutuhkan untuk
tubuh.
2.9.1.3 Nafsu makan yang buruk
Nafsu makan yang buruk dapat disebabkan oleh perubahan struktur lambung
setelah operasi dan merasa penuh setelah makan. Makan sedikit dan sering dapat
membantu untuk merangsang nafsu makan.
2.9.1.4 Gangguan pencernaan dan / atau refluks (ini dapat terus menerus)
Gangguan pencernaan atau gastroesofageal refluks (aliran balik asam lambung
atau empedu ke kerongkongan) dapat terjadi setelah operasi lambung. Gejalanya
yaitu nyeri dada, mulas, dispepsia (maag), mual- muntah, gangguan pencernaan,
nyeri perut, batuk, kesulitan menelan.
2.9.1.5 sindrom dumping
Dumping syndrome adalah masalah yang terjadi pada beberapa pasien setelah
operasi bypass lambung. Ini adalah hasil dari makanan yang lewat terlalu cepat ke
dalam usus kecil. Hal ini biasanya disebabkan ketika pasien makan makanan
tertentu, seperti permen atau sumber karbohidrat tertentu. Gejalanya yaitu: kram,
diare, kelemahan umum, muntah, jantung berdebar (Carol, 2004).
KESIMPULAN
Kanker gaster menempati urutan keempat diantara kanker yang paling
sering terjadi dan menempati urutan kedua sebagai penyebab kematian karena
kanker. Insiden tertinggi dari kanker gaster ditemukan di jepang, amerika selatan,
eropa barat dan timur tengah. Meskipun insiden dari kanker gaster distal telah
menurun, tetapi insiden dari kanker gaster kardia dan proksimal terutama pada
gastroesophageal (GE) junction dan distal esophagus tetap meningkat. Faktor
resiko kanker gaster yaitu diet, infeksi, herediter, anemia pernisiosa, reseksi gaster
sebelumnya, displasia mukosa gaster, polip gaster, gastritis kronik.
Kanker gaster biasanya tidak menjadi simptomatik sampai penyakitnya
menyebar dengan luas dikarenakan gejalanya tidak spesifik sehingga kebanyakan
pasien dengan kanker gaster terdiagnosa pada stadium lanjut. Kanker gaster dapat
menyebar secara lokal dan metastase pada jaringan limfe, metastase peritoneal
dan distant metastases. Data dari beberapa penelitian memperlihatkan bahwa 60-
90% pasien mempunyai tumor primer yang penetrasi ke serosa atau menginvasi
struktur disekitarnya dan setidaknya 50% memiliki metasase limfatik.
Pemeriksaan penunjang menggunakan tumor marker, UGI double-contrast, CT-
scan, PET, laparoscopy, endoscopy.
Satu-satunya penanganan kuratif yang telah terbukti adalah pembedahan,
pilihan pembedahan tergantung dari sejauh mana invasi tumor pada dinding gaster
dan penyebaran limfatik. namun meskipun setelah penanganan kuratif
gastrectomy, penyakit ini dapat muncul kembali secara regional dan distant pada
setidaknya 80% pasien. Karena hasil outcome yang tidak begitu baik dari
pembedahan kanker gaster, maka penekanan dilakukan untuk memperbaiki terapi
adjuvant, yang ketika digunakan akan memperbaiki tingkat survival.
chemotherapy telah berhasil untuk menangani kanker gastrointestinal lainnya,
namun keuntungan survival dari penggunaan chemotherapy pada adenocarcinoma
gaster tidak terlalu signifikan. Meskipun demikian terdapat beberapa strategi
sehingga chemotherapy dapat memberikan keuntungan. Penelitian dimasa yang
akan datang berkembang menjadi beberapa bagian. Bagian pertama meneliti
peranan chemotherapeutics terbaru (terutama oxaliplatin, irinotecan, dan oral 5-
FU “prodrugs” seperti capecitabine dan S-1), dan yang meneliti peranan targeted
therapies (cetuximab dan bevacizumab). Indikator prognostik yang paling penting
pada kanker gaster secara histologis, yaitu keterlibatan kelenjar limfe dan
dalamnya invasi tumor.
Daftar Pustaka
1. NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology: Gastric Cancer. Ajani, AJ et
al. s.l. : National Comprehensive Cancer Network, 2009. V.2.
2. Gastric cancer. Lochhead, P and El-Omar, M. s.l. : British Medical Bulletin,
2008, Vols. 85: 87–100 .
3. Devita, VT, Hellman, S, Rosenberg, SA. Cancer: Principles and Practice of
Oncology 6th. 6th edition. s.l. : Lippincott Williams & Wilkins Publishers,
2001.
4. Current Problems in Surgery: Gastric Cancer. Clark, R et al. 8, s.l. : Curr Probl
Surg, 2006, Vol. 43, pp. 566-670.
5. Zinner MJ, Ashley SW. Maingot’s Abdominal Operations. 11th edition. USA :
The McGraw-Hill Companies, 2007.
6. Casciato DA, Lowitz BW. Manual of Clinical Oncology. s.l. : Lippincott
Williams & Wilkins, 2000.
7. Schwartz, SI. 2005. Schwartz’s Principles of Surgery 8th Ed. United States of
America: The McGraw-Hills Company.
8. Trends in reported incidences of gastric cancer by tumour location, from 1975
to 1989 in Japan. Liu, Y, Kaneko, S and T, Sobue. s.l. : Journal of
Epidemiology, 2004, Vol. 33, pp. 808-815.
9. Trend in incidence of gastric adenocarcinoma by tumour location from 1969-
2004. Abdi-Rad, A, Ghaderi-sohi, R and Nadimi-barfroosh, H. s.l. : Diagnostic
Pathology, 2006, Vol. 1:5.
10. Gastric Cancer: New Therapeutic Options. Macdonald, JS. 2006, NEJM , p.
355;1 .
11. National Cancer Institue. 2008 .Gastric Cancer Treatment
12. American Cancer Society. (2012).Cancer Facts & Figures 2012. Atlanta, Ga:
American Cancer Society.