bahan batubara.docx

40
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Langsung ke: navigasi , cari Untuk kegunaan lain, lihat Batubara (disambiguasi) Contoh batu bara Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil . Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon , hidrogen dan oksigen . Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisis unsur memberikan rumus formula empiris seperti C 137 H 97 O 9 NS untuk bituminus dan C 240 H 90 O 4 NS untuk antrasit. Daftar isi 1 Batu bara secara umum o 1.1 Umur batu bara o 1.2 Materi pembentuk batu bara o 1.3 Penambangan o 1.4 Kelas dan jenis batu bara o 1.5 Pembentukan batu bara 2 Batu bara di Indonesia o 2.1 Endapan batu bara Eosen

Upload: yohanes-paskah-pratama

Post on 15-Dec-2015

10 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: bahan batubara.docx

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari Untuk kegunaan lain, lihat Batubara (disambiguasi)

Contoh batu bara

Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.

Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.

Analisis unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.

Daftar isi

1 Batu bara secara umum o 1.1 Umur batu bara o 1.2 Materi pembentuk batu bara o 1.3 Penambangan o 1.4 Kelas dan jenis batu bara o 1.5 Pembentukan batu bara

2 Batu bara di Indonesia o 2.1 Endapan batu bara Eosen o 2.2 Endapan batu bara Miosen o 2.3 Sumberdaya batu bara

3 Gasifikasi batu bara 4 Bagaimana membuat batu bara bersih

o 4.1 Membuang NOx dari batu bara 5 Cadangan batu bara dunia

Page 2: bahan batubara.docx

6 Negara pengekspor batu bara utama 7 Lihat pula 8 Referensi 9 Pranala luar

Batu bara secara umum[sunting | sunting sumber]

Umur batu bara[sunting | sunting sumber]

Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu (jtl), adalah masa pembentukan batu bara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.

Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13 jtl) di berbagai belahan bumi lain.

Materi pembentuk batu bara[sunting | sunting sumber]

Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:

Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan batu bara dari perioda ini.

Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batu bara dari perioda ini.

Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.

Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.

Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.

Penambangan[sunting | sunting sumber]

Page 3: bahan batubara.docx

Tambang batu bara di Bihar, India.

Penambangan batu bara adalah penambangan batu bara dari bumi. Batu bara digunakan sebagai bahan bakar. Batu bara juga dapat digunakan untuk membuat coke untuk pembuatan baja.[1]

Tambang batu bara tertua terletak di Tower Colliery di Inggris.

Kelas dan jenis batu bara[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.

Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.

Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.

Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.

Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya.

Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.

Pembentukan batu bara[sunting | sunting sumber]

Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batu bara disebut dengan istilah pembatu baraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni:

Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.

Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.

Batu bara di Indonesia[sunting | sunting sumber]

Page 4: bahan batubara.docx

Di Indonesia, endapan batu bara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batu bara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.

Batu bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya, endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.[2]

Endapan batu bara Eosen[sunting | sunting sumber]

Endapan ini terbentuk pada tatanan tektonik ekstensional yang dimulai sekitar Tersier Bawah atau Paleogen pada cekungan-cekungan sedimen di Sumatera dan Kalimantan.

Ekstensi berumur Eosen ini terjadi sepanjang tepian Paparan Sunda, dari sebelah barat Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga Sumatera. Dari batuan sedimen yang pernah ditemukan dapat diketahui bahwa pengendapan berlangsung mulai terjadi pada Eosen Tengah. Pemekaran Tersier Bawah yang terjadi pada Paparan Sunda ini ditafsirkan berada pada tatanan busur dalam, yang disebabkan terutama oleh gerak penunjaman Lempeng Indo-Australia.[3] Lingkungan pengendapan mula-mula pada saat Paleogen itu non-marin, terutama fluviatil, kipas aluvial dan endapan danau yang dangkal.

Di Kalimantan bagian tenggara, pengendapan batu bara terjadi sekitar Eosen Tengah - Atas namun di Sumatera umurnya lebih muda, yakni Eosen Atas hingga Oligosen Bawah. Di Sumatera bagian tengah, endapan fluvial yang terjadi pada fase awal kemudian ditutupi oleh endapan danau (non-marin).[3] Berbeda dengan yang terjadi di Kalimantan bagian tenggara dimana endapan fluvial kemudian ditutupi oleh lapisan batu bara yang terjadi pada dataran pantai yang kemudian ditutupi di atasnya secara transgresif oleh sedimen marin berumur Eosen Atas.[4]

Endapan batu bara Eosen yang telah umum dikenal terjadi pada cekungan berikut: Pasir dan Asam-asam (Kalimantan Selatan dan Timur), Barito (Kalimantan Selatan), Kutai Atas (Kalimantan Tengah dan Timur), Melawi dan Ketungau (Kalimantan Barat), Tarakan (Kalimantan Timur), Ombilin (Sumatera Barat) dan Sumatera Tengah (Riau).

Dibawah ini adalah kualitas rata-rata dari beberapa endapan batu bara Eosen di Indonesia.

Tambang Cekungan Perusahaan Kadar air

Kadar air

Kadar abu

Zat terbang

Belerang (%ad)

Nilai energi (kkal/kg)(ad)

Page 5: bahan batubara.docx

total (%ar)

inheren (%ad)

(%ad) (%ad)

SatuiAsam-asam

PT Arutmin Indonesia

10.00 7.00 8.00 41.50 0.80 6800

Senakin PasirPT Arutmin Indonesia

9.00 4.00 15.00 39.50 0.70 6400

Petangis PasirPT BHP Kendilo Coal

11.00 4.40 12.00 40.50 0.80 6700

Ombilin OmbilinPT Bukit Asam

12.00 6.50 <8.00 36.500.50 - 0.60

6900

Parambahan OmbilinPT Allied Indo Coal

4.00 -10.00 (ar)

37.30 (ar)

0.50 (ar) 6900 (ar)

(ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998

Endapan batu bara Miosen[sunting | sunting sumber]

Pada Miosen Awal, pemekaran regional Tersier Bawah - Tengah pada Paparan Sunda telah berakhir. Pada Kala Oligosen hingga Awal Miosen ini terjadi transgresi marin pada kawasan yang luas dimana terendapkan sedimen marin klastik yang tebal dan perselingan sekuen batugamping. Pengangkatan dan kompresi adalah kenampakan yang umum pada tektonik Neogen di Kalimantan maupun Sumatera. Endapan batu bara Miosen yang ekonomis terutama terdapat di Cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan Timur), Cekungan Barito (Kalimantan Selatan) dan Cekungan Sumatera bagian selatan. Batu bara Miosen juga secara ekonomis ditambang di Cekungan Bengkulu.

Batu bara ini umumnya terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta dan dataran pantai yang mirip dengan daerah pembentukan gambut saat ini di Sumatera bagian timur. Ciri utama lainnya adalah kadar abu dan belerang yang rendah. Namun kebanyakan sumberdaya batu bara Miosen ini tergolong sub-bituminus atau lignit sehingga kurang ekonomis kecuali jika sangat tebal (PT Adaro) atau lokasi geografisnya menguntungkan. Namun batu bara Miosen di beberapa lokasi juga tergolong kelas yang tinggi seperti pada Cebakan Pinang dan Prima (PT KPC), endapan batu bara di sekitar hilir Sungai Mahakam, Kalimantan Timur dan beberapa lokasi di dekat Tanjungenim, Cekungan Sumatera bagian selatan.

Tabel dibawah ini menunjukan kualitas rata-rata dari beberapa endapan batu bara Miosen di Indonesia.

Tambang Cekungan Perusahaan

Kadar air

total (%ar)

Kadar air

inheren (%ad)

Kadar abu

(%ad)

Zat terbang (%ad)

Belerang (%ad)

Nilai energi (kkal/kg)(ad)

Prima KutaiPT Kaltim Prima Coal

9.00 - 4.00 39.00 0.50 6800 (ar)

Page 6: bahan batubara.docx

Pinang KutaiPT Kaltim Prima Coal

13.00 - 7.00 37.50 0.40 6200 (ar)

Roto South

PasirPT Kideco Jaya Agung

24.00 - 3.00 40.00 0.20 5200 (ar)

Binungan TarakanPT Berau Coal

18.00 14.00 4.20 40.10 0.50 6100 (ad)

Lati TarakanPT Berau Coal

24.60 16.00 4.30 37.80 0.90 5800 (ad)

Air LayaSumatera bagian selatan

PT Bukit Asam

24.00 - 5.30 34.60 0.49 5300 (ad)

Paringin Barito PT Adaro 24.00 18.00 4.00 40.00 0.10 5950 (ad)

(ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998

Sumberdaya batu bara[sunting | sunting sumber]

Pengisian batu bara ke dalam kapal tongkang.

Potensi sumberdaya batu bara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batu bara walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi.

Badan Geologi Nasional memperkirakan Indonesia masih memiliki 160 miliar ton cadangan batu bara yang belum dieksplorasi. Cadangan tersebut sebagian besar berada di Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan. Namun upaya eksplorasi batu bara kerap terkendala status lahan tambang. Daerah-daerah tempat cadangan batu bara sebagian besar berada di kawasan hutan konservasi.[5] Rata-rata produksi pertambangan batu bara di Indonesia mencapai 300 juta ton per tahun. Dari jumlah itu, sekitar 10 persen digunakan untuk kebutuhan energi dalam negeri, dan sebagian besar sisanya (90 persen lebih) diekspor ke luar.

Di Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batu bara jauh lebih hemat dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan batu bara hanya Rp 0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200/liter).

Page 7: bahan batubara.docx

Dari segi kuantitas batu bara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan miliar ton. Jumlah ini sebenarnya cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak mungkin membakar habis batu bara dan mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.

Batu bara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua cara yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan) dan gasifikasi (penyubliman) batu bara.

Membakar batu bara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan teknologinya secara continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang maksimum, cara-cara pembakaran langsung seperti: fixed grate, chain grate, fluidized bed, pulverized, dan lain-lain, masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.

Gasifikasi batu bara[sunting | sunting sumber]

Coal gasification adalah sebuah proses untuk mengubah batu bara padat menjadi gas batu bara yang mudah terbakar (combustible gases), setelah proses pemurnian gas-gas ini karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), hidrogen (H), metan (CH4), dan nitrogen (N2) – dapat digunakan sebagai bahan bakar. hanya menggunakan udara dan uap air sebagai reacting-gas kemudian menghasilkan water gas atau coal gas, gasifikasi secara nyata mempunyai tingkat emisi udara, kotoran padat dan limbah terendah.

Tetapi, batu bara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat di dalamnya adalah sulfur dan nitrogen, bila batu bara ini terbakar kotoran-kotoran ini akan dilepaskan ke udara, bila mengapung di udara zat kimia ini dapat menggabung dengan uap air (seperti contoh kabut) dan tetesan yang jatuh ke tanah seburuk bentuk asam sulfurik dan nitrit, disebut sebagai "hujan asam" “acid rain”. Disini juga ada noda mineral kecil, termasuk kotoran yang umum tercampur dengan batu bara, partikel kecil ini tidak terbakar dan membuat debu yang tertinggal di coal combustor, beberapa partikel kecil ini juga tertangkap di putaran combustion gases bersama dengan uap air, dari asap yang keluar dari cerobong beberapa partikel kecil ini adalah sangat kecil setara dengan rambut manusia.

Bagaimana membuat batu bara bersih[sunting | sunting sumber]

Ada beberapa cara untuk membersihkan batu bara. Contoh sulfur, sulfur adalah zat kimia kekuningan yang ada sedikit di batu bara, pada beberapa batu bara yang ditemukan di Ohio, Pennsylvania, West Virginia dan eastern states lainnya, sulfur terdiri dari 3 sampai 10 % dari berat batu bara, beberapa batu bara yang ditemukan di Wyoming, Montana dan negara-negara

Page 8: bahan batubara.docx

bagian sebelah barat lainnya sulfur hanya sekitar 1/100ths (lebih kecil dari 1%) dari berat batu bara. Penting bahwa sebagian besar sulfur ini dibuang sebelum mencapai cerobong asap.

Satu cara untuk membersihkan batu bara adalah dengan cara mudah memecah batu bara ke bongkahan yang lebih kecil dan mencucinya. Beberapa sulfur yang ada sebagai bintik kecil di batu bara disebut sebagai "pyritic sulfur " karena ini dikombinasikan dengan besi menjadi bentuk iron pyrite, selain itu dikenal sebagai "fool's gold” dapat dipisahkan dari batu bara. Secara khusus pada proses satu kali, bongkahan batu bara dimasukkan ke dalam tangki besar yang terisi air , batu bara mengambang ke permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam. Fasilitas pencucian ini dinamakan "coal preparation plants" yang membersihkan batu bara dari pengotor-pengotornya.

Tidak semua sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada batu bara adalah secara kimia benar-benar terikat dengan molekul karbonnya, tipe sulfur ini disebut "organic sulfur," dan pencucian tak akan menghilangkannya. Beberapa proses telah dicoba untuk mencampur batu bara dengan bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi dari molekul batu bara, tetapi kebanyakan proses ini sudah terbukti terlalu mahal, ilmuan masih bekerja untuk mengurangi biaya dari prose pencucian kimia ini.

Kebanyakan pembangkit tenaga listrik modern dan semua fasilitas yang dibangun setelah 1978 — telah diwajibkan untuk mempunyai alat khusus yang dipasang untuk membuang sulfur dari gas hasil pembakaran batu bara sebelum gas ini naik menuju cerobong asap. Alat ini sebenarnya adalah "flue gas desulfurization units," tetapi banyak orang menyebutnya "scrubbers" — karena mereka men-scrub (menggosok) sulfur keluar dari asap yang dikeluarkan oleh tungku pembakar batu bara.

Membuang NOx dari batu bara[sunting | sunting sumber]

Nitrogen secara umum adalah bagian yang besar dari pada udara yang dihirup, pada kenyataannya 80% dari udara adalah nitrogen, secara normal atom-atom nitrogen mengambang terikat satu sama lainnya seperti pasangan kimia, tetapi ketika udara dipanaskan seperti pada nyala api boiler (3000 F=1648 C), atom nitrogen ini terpecah dan terikat dengan oksigen, bentuk ini sebagai nitrogen oksida atau kadang kala itu disebut sebagai NOx. NOx juga dapat dibentuk dari atom nitrogen yang terjebak di dalam batu bara.

Di udara, NOx adalah polutan yang dapat menyebabkan kabut coklat yang kabur yang kadang kala terlihat di seputar kota besar, juga sebagai polusi yang membentuk “acid rain” (hujan asam), dan dapat membantu terbentuknya sesuatu yang disebut “ground level ozone”, tipe lain dari pada polusi yang dapat membuat kotornya udara.

Salah satu cara terbaik untuk mengurangi NOx adalah menghindari dari bentukan asalnya, beberapa cara telah ditemukan untuk membakar batu bara di pemabakar dimana ada lebih banyak bahan bakar dari pada udara di ruang pembakaran yang terpanas. Di bawah kondisi ini kebanyakan oksigen terkombinasikan dengan bahan bakar daripada dengan nitrogen. Campuran pembakaran kemudian dikirim ke ruang pembakaran yang kedua dimana terdapat proses yang mirip berulang-ulang sampai semua bahan bakar habis terbakar. Konsep ini disebut "staged

Page 9: bahan batubara.docx

combustion" karena batu bara dibakar secara bertahap. Kadang disebut juga sebagai "low-NOx burners" dan telah dikembangkan sehingga dapat mengurangi kangdungan Nox yang terlepas di uadara lebih dari separuh. Ada juga teknologi baru yang bekerja seperti "scubbers" yang membersihkan NOX dari flue gases (asap) dari boiler batu bara. Beberapa dari alat ini menggunakan bahan kimia khusus yang disebut katalis yang mengurai bagian NOx menjadi gas yang tidak berpolusi, walaupun alat ini lebih mahal dari "low-NOx burners," namun dapat menekan lebih dari 90% polusi Nox.

Cadangan batu bara dunia[sunting | sunting sumber]

Daerah batu bara di Amerika Serikat

Pada tahun 1996 diestimasikan terdapat sekitar satu exagram (1 × 1015 kg atau 1 trilyun ton) total batu bara yang dapat ditambang menggunakan teknologi tambang saat ini, diperkirakan setengahnya merupakan batu bara keras. Nilai energi dari semua batu bara dunia adalah 290 zettajoules.[6] Dengan konsumsi global saat ini adalah 15 terawatt,[7] terdapat cukup batu bara untuk menyediakan energi bagi seluruh dunia untuk 600 tahun.

British Petroleum, pada Laporan Tahunan 2006, memperkirakan pada akhir 2005, terdapat 909.064 juta ton cadangan batu bara dunia yang terbukti (9,236 × 1014 kg), atau cukup untuk 155 tahun (cadangan ke rasio produksi). Angka ini hanya cadangan yang diklasifikasikan terbukti, program bor eksplorasi oleh perusahaan tambang, terutama sekali daerah yang di bawah eksplorasi, terus memberikan cadangan baru.

Departemen Energi Amerika Serikat memperkirakan cadangan batu bara di Amerika Serikat sekitar 1.081.279 juta ton (9,81 × 1014 kg), yang setara dengan 4.786 BBOE (billion barrels of oil equivalent).[8]

Genesa Batu Bara Komposisi kimia batu bara hampir sama dengan komposisi kimia jaringan tumbuhan, keduanya terdiri dari unsur C, H, O, N, S, P. Hal ini disebabkan batu bara terbentuk dari jaringan tumbuhan yang mengalami proses pembatubaraan (coalification). Teori

Page 10: bahan batubara.docx

pembentukan batu bara dikenal dengan dua istilah : Teori insitu dan Teori drift (Krevelen, 1993 dalam Sukandarrumidi, 2005). Teori insitu menjelaskan tempat dimana batu bara terbentuksama dengan tempat terjadinya proses coalification dan sama pula tempat dimana tumbuhan asalnya berkembang. Beberapa ciri yg digunakan dalam memberlakukan teori insitu pada daerah tambang batu bara: · Terdapatnya Harz = geteh tumbuhan yang telah membatu. Warna harz kuning tua sampai kuning kehitaman, relative lunak jika dibandingkan dengan kuku manusia dan mudah digerus menjadi butir-butir halus, jika dibakar berbau kemenyan · Terdapatnya imprint : tikas tulang daun tumbuhan yg tumbang dan tertutup oleh batuan sedimen, umumnya sedimen berbutir halus/jenis batu lempung Kedua kenampakan diatas banyak didapatkan didaerah tambang batu bara Samarinda dan Tenggarong (sukandarrumidi, 2005). Teori drift menjelaskan bahwa endapan batu bara yg berada pada cekungan sedimen berasal dari tempat lain, dengan kata lain tempat terbentuknya batu bara berbeda dengan tempat semula tumbuhan asal batu bara. Oleh kerena itu bahan pembentuk batu bara telah mengalami proses transportasi, sortasi dan terakumulasi pd suatu cekungan sedimen, dimana keberadaan herz dan imprint tidak didapatkan, selain itu lapisan batu bara dengan lapisan statigrafi yg diatasnya berbeda. A. Faktor yang Berpengaruh dalam Pembentukan Batu bara Dikenal serangkaian faktor yg akan berpengaruh dan akan menentukan terbentuknya batu bara (Hutton dan Jones, 1995 dalam Sukandarrumidi, 2005) diantaranya : · Posisisi Geoteknik : letak suatu tempat yg merupakan cekungan sedimentasi yg keberadaannya dipengaruhi oleh tektonik lempeng. Makin dekat cekungan sedimentasi batu bara terbentuk/terakumulasi, terhadap posisi kegiatan tektonik lempeng, kualitas batu bara yg dihasilkan akan semakin baik · Keadaan topografi daerah : Daerah tempat tumbuhan berkembang baik, merupakan daerah yg relative tersedia air,yaitu daerah dengan topografi yg relative rendah. Keadaan topografi ini jika dipengaruhi oleh gaya tektonik, maka akan berpengaruh terhadap luas penyebaran tanaman yg merupakan bahan utama pembentuk batu bara, hal inilah yg menyebabkan penyebaran terbentuknya batu bara. · Iklim daerah : iklim berperan penting dalam pertumbuhan tanaman. Pada daerah beriklim tropis pada masa lampau dimungkinkan terbentuk endapan batu bara yg banyak. Sebab pada daerah dgn iklim tropis hampir semua jenis tumbuhan dapat hidup dan proses pelapukan dapat mudah terjadi. · Proses Penurunan Cekungan Sedimen : cekungan sedimentasi di alam bersifat dinamis (dasar cekungan dpt mngalami penurunan atau pengankatan), apabila proses penurunan dasar cekungan lebih banyak terjadi akan menambah luas permukaan tempat tanaman mampu hidup dan berkembang, juga diprediksi batu bara yg terbentuk akan tebal. dengan proses hal ini terlihat di P. Sumetera dan Kalimantan. · Umur Geologi : Di Indonesia batu bara didapat pada ckungan sedimen yg berumur tersier (± 70 jt tahun yg lalu), hal ini masih muda jika dibanding dengan jaman karbon, sehingga mempengaruhi tingkat pembatubaraan/rank batu bara yg terbentuk. Makin tua lapisan batu bara, makin tinggi rank batu bara yg diperoleh. · Jenis tumbuh-tumbuhan : Jenis kayu yg keras (mis; lamtoro) dan berumur tua akan menghasdilkan mutu arang yg bagus (dalam proses pembuatan arang) jika dibanding dengan jenis kayu yg agak lunak dan berumur muda (mis; gliricidae). Di Indonesia khususnya P. Sumatera dan Kalimantan didapatkan jenis batu bara Bitumina dlm jumlah yg besar, Peat yg dikenal jg sebgai gambut yg banyak terdapat di Kalimantan dan Sumatera yg terbentuk dri tanaman semak dan rumput. · proses Dekomposisi : Setelah tanaman mati proses degradasi biokimia lebih berperan, proses pembusukan akan terjadi akibat kinerja mikrobiologi dalam bentuk bakteri anaerobic (jenis bakteri yg bekerja tanpa oksigen). Selama proses biokimia berlangsung dalam keadaan kurang oksigen (kondisi reduksi) mengakibatkan : keluarnya air (H2O) dan unsur-unsur karbon akan hilang dalam bentuk CO2, CO, dan metana (CH4). akibatnya jumlah unsur karbon (C) relative akan bertambah. kecepatan

Page 11: bahan batubara.docx

pembentukan gambut tergantung pada kecepatan perkembangan tumbuhan dan proses pembusukannya. semakin tumbuhan yg telah mati tertutup oleh air dan sedimen berbutir halus dgn cepat maka proses disintegrasi/ penguraian olh mikrobia anaerobic ini lebih intensif, berbeda dgn tumbuhan yg terlalu lama berada diudara terbuka. · Sejarah Pengendapan : Makin dekat posisi cekungan sedimentasi dengan posisi geoteknik yg selalu dinamis, akan mempengaruhi perkembangan batu baradan cekungan letak batu bara, selama itu pula proses geokimia dan metamorfisme organic akan ikut berperan dalam mengubah gambut menjadi batu bara. apabila dinamika geoteknik memungkinkan terbentuknya perlipatan pada lapisan batu bara yg mengandung batu bara dan terjadi pensesaran maka proses ini akan mempercepat terbentuknya batu bara dgn rank yg lebih tinggi, juga pada daerah cekungan yg dekat dgn intrusi magmatis. proses-proses tersebut akan mempercepat terjadinya proses coalification/proses permuliaan batu bara. Hasil akhir dari proses ini akan menghasilkan batu bara dgn kandungan C yg tinggi dan H2O yg relative rendah. · Struktur geologi cekungan : Cekungan sedimen akan mengalami deformasi yg lbh hebat oleh tektonik apabila berada pada sistem Geantiklin dan geosinklin. apabila terjadi tektonik batu bara bersamaan dgn bt.sedimen yg merupakan perlapisan diantaranya akn terlipat dan tersesarkan yg akan menghasilkan panas yg akan mengakibatkan metamorfosis batu bara dan bt.bara akan menjadi lbh keras dan lapisannya terpatah-patah · Metamorfisme Organik : tingakat kedua dlam proses pembentukan batu bara adalah penimbunan dan penguburan oleh sedimen baru, apabila penimbunan telah terjadi maka proses biokimia tidak berperan lagi, tetapi mulai digantikan dengan proses dinamokimia. ini akan menyebabkan perubahan gambut menjadi bt.bara dlm berbagai mutu. selama proses ini terjadi akan terjadinya pengurangan air lembab, oksigen, dan senyawa kimia lainnya antara lain : CO, CO2, CH4 dan gas lainnya, disaping itu akan terjadi peningkatan persentase karbon (C ), belerang (S) dan kandungan abu. peningkatan muu batu bara sangat ditentukan oleh faktor tekanan dan waktu B. Reaksi Pembentukan Batu Bara Bt. Bara terbentuk dari sisa tumbuhan yg sudah mati dng komposisi utama terdiri dari Cellulosa. Proses pembentukan batu bara disebut Coalification/pembatubaraan. Faktor fisika dan kimia akan mengubah Cellulosa menjadi lignit,subbitumina, bitumina atau antrasit. Reaksinya sebagai berikut : 5(C6H10O5) C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO Cellulosa Lignit Gas Metan Keterangan : · Cellulosa (senyawa organic), merupakan senyawa pembentuk batu bara · Unsur C pd lignit jumlahnya relative sedikit dibanding pd bitumina · Unsur H pd lignit relative lbih bnyk dibanding pd bitumina, semakin bnyak unsur H pd lignit semakin rendah kualitasnya · Senyawa gas metan (CH4)pd lignit jumlahnya relative lebih sedikit dibanding pada bitumina, semakin bnyak CH4 lignit semakin baik kualitasnya. C. Penciri Lapisan Batu Bara Tebal Salah satu syarat agar terbentuknya batu bara yg tebal adalah apabila cekungan sedimentasi tempat batu bara terbentuk mengalami proses penutunan lebih dominan oleh tektonik. penurunan dasar cekungan selalu diikuti oleh perluasan sisi pinggir dari cekungan. keadaan ini akan menambah luasnya tempat bagi bahan baku pembentuk batu bara yaitu tumbuhan. Apabila semua faktor yg mempengaruhi pembentukan batu bara telah terpenuhi, hasil yg diperoleh akan diperoleh lapisan Bt. bara yg tebal. Salah satu Penciri kemungkinan disuatu daerah terdapat lapisan Bt, bara tebal adalah : apabila diantara lapisan bt.bara yg relative tebal(± 5 m) terdapat lapisan dlm bentuk batu lempung (Clay band atau clay pating). Keberadaan batu bara selalu berselang seling dgn clay band. dapat jg ditemukan batu gamping pd lapisan bt.bara. ini menunjukkan bahwa cekungan bt.bara tersebut pernah berhubungan dg laut. JENIS DAN ANALISA BATU BARA A. Klasifikasi Batu Bara 1. Klasifikasi Secara Umum Secara umum batu bara digolongkan menjadi 5 bagian (dari tingkat yg paling tinngi hingga tingkat yg rendah). Penggolongan ini menekankan

Page 12: bahan batubara.docx

pada kandungan relative antara unsur C dan H2O, diantaranya: a. Anthracite Warna : Hitam, sangat mengkilat Kekompkan : kompak Kandungan Karbon : sangat tinggi Kandungan air : sangat sedikit Kandungan abu : Sangat sedikit Kandungan sulfur : Sangat sedikit b. Bituminous/sub bituminous coal Warna : Hitam mengkilap Kekompkan :kurang kompak Kandungan Karbon : relatif tinggi Kandungan air : sedikit Kandungan abu : sedikit Kandungan sulfur : sedikit c. lignite (brown coal) Warna : Hitam, Kekompkan : sangat rapuh Kandungan Karbon : sedikit Kandungan air : tinggi Kandungan abu : banyak Kandungan sulfur :sedikit Juga biasa terdapat istilah pengklasifikasian Batu bara berdasarkan Volatile matter, terdiri atas dua : · Long Flaming Coal : Batu bara dengan volatile matter tinggi, apabila batu bara dalam keadaan serbuk dibakar dalam tanur putar, maka akan terurai dengan segera dan menghasilkan nyala yang pendek dan suhunya juga rendah. · Short Flaming Coal : Batu bara dengan Volatile matter rendah. Di dunia juga dikenal istilah hard coal : yaitu batu bara yg dapat mengghasilkan Gross Calorific value lebih dari 5.700 Kkal /Kg (kalornya lebih tinggi dari batu bara jenis bituminous dan sub bituminous). Jenisnya dibagi dua : Jika kandungan zat terbang/volatile matter hingga 33% (≤ 33%) termasuk kelas 1-5. Jika kandungan Zat terbang/volatile matter (> 33%). termasuk kelas 6-9. 2. Klasifikasi Batu bara berdasarkan atas nilai kalornya : · Batu bara tingkat tinggi (high rank) : meta anthtacite, anthracite, semi anthracite) · Batu bara tingkat menengah (moderate rank) : low volatile Bituminous coal, high volatile bituminous. · Batu bara tingkat rendah (low rank): Sub bituminous coal, lignite. 3. Klasifikasi menurut ASTM Tabel 1. Klasifikasi batu bara menurut ASTM (Geiger and Gibson,1981) No. Class Grup Fixed Carbon Limit, % (dry Min. matter water free basis) Vol.Matter Limit % (dry min.mat.water free basis) Calory value limit (moist. min.water free basis) Agglomerating character ≥ < > ≤ ≥ < 1 Anthacite 1. Meta anthrac. 98 - - 2 - - Non Agglomerating 2. Antrac. 92 98 2 8 - - 3. Semi antrac. 86 92 8 14 - - 2. Bituminous 1. Low.Vol.Bit.Coal 78 86 14 22 - - 2. Med.Vol.bit.coal 69 78 22 31 - - 3. High Vol.A bit.coal - 69 31 - 14000 - commonly 4. High Vol.B bit.coal - - - - 13000 14000 agglomerating 5. High Vol.C bit.coal - - - - 11000 13000 Agglomerating 3. SubBit 1. Subbit. A Coal - - - - 10500 11500 Non agglomerating 2. Subbit B coal - - - - 9500 10500 3. Subbit C coal - - - - 8300 9500 4 Lignite 1. Lignite A - - - - 6300 11300 2. Lignite B - - - - - 6300 B. KUALITAS BATU BARA Batu bara yang diperoleh dari hasil penambangan pasti mengandung bahan pengotor (impurities). Dikenal dua jenis impurities yaitu : a. Inherent Impurities : merupakan pengotor bawaaan yg terdapat dalam batu bara. ketika batu bara dibakar habiss, maka akam menyisahkan abu, pengotor bawaan ini terjadi bersama-sama pada waktu pada waktu proses pembentukan batu bara. diantara pengotor tersebut ; gypsum (CaSO42H2O), anhidrit (CaSO4), Pyrit (FeS2), Silika (SiO2)dapat juga berupa tulang binatang (yg diketahui adanya kualitas Phosfor pada abu). Pengotor bawaan ini tidak dapat dihilangkan sama sekali tetapi dapat dikurangi dengan pembersihan (teknologo batu bara bersih). b. External Impurities : Pengotor yg berasal dari luar, terjadi pada saat proses penambangan, antara lain terbawanya tanah dari hasil penambanganyg berasal dari tanah penutup. Batu bara merupakan endapan organic yg mutunya sangat ditentukan oleh beberapa faktor: tempat terdapatnyacekungan, umur, banyaknya pengotor/kontaminasi. Dalam memperhatikan mutu batu bara perlu diperhatikan beberapa hal : Heating Value (Calorofic value/nilai kalor) ; dinyatakan dalam Kkal/Kg. banyaknya jumlah kalori yg dihasilkan oleh batu bara tiap satuan berat (dalam Kg). Dikenal nilai kalor dalam net (Net calorific value atau low heating calorific value) yaitu nilai kalor dari hasil pembakaran dimana semua air dihitung dalam keadaan gas. Nilai kalor gross (gross calorific value atau high heating value)yaitu nilai kalor hasil pembakaran dimana semua air dihitung dalam keadaan ujud cair. semakin tinggi nilai Heating Value (HV), maka makin lambat jalannya batu bara yg

Page 13: bahan batubara.docx

diumpan sebagai bahan bakar setiap jamnya. oleh karena itu kecepatan umpan batu bara (coal feeder) perlu disesuaikan. Moisture Content (kandungan lengas) : Jumlah lengas dalam batu bara akan mempengaruhi penggunaan udara primer. semakin tinggi jumlah lengasnya akan memerlukan lebih banyak udara primer untuk mengeringkan batu bara tersebut. Lengas batu bara ditentukan oleh jumlah kandungan air yg terdapat dalam batu bara. jenis air yg terdapat dalam batu bara : · Air Internal (air senyawa/unsur) yaitu air yg terikat secara kimiawi. jenis air ini sulat untuk dilepaskan tapi dapat dikurangi dgn cara memperkecil ukuran butir batu bara. · Air external (mekanikal) : air yg menempel pada permukaan batu bara. Satu hal yg menguntungkan bahwa batu bara memeiliki sifat hydrophobic: apabila batu bara dikeringkan, maka batu bara tersebut sulit menyerap air, sehingga tidak akan menambah air internal. Ash Content (kandungan Abu): Komposisi batu bara bersifat heterogen, terdiri dari unsur organic (berasal dari tumbuhan) dan senyawa anorganik yang merupakan hasil rombakan batuan yg ada disekitarnya, bercampur selama proses transportasi, sedimentasi dan proses pembatubaraan (coalification). Apabila batu bara dibakar senyawa anorganik yg ada diubah menjadi senyawa oksida berukuran butir halus dalam bentuk abu, Abu hasil batu bara ini dikenal dengan ash content (kandungan abu). Abu ini merupakan kumpulan dari bahan-bahan pembentuk batu bara yg tidak dapat terbakar (non conbusitible materials) atau yg dioksidasi oleh oksigen. Bahan sisa dalam bentuk padatan ini antara lain: senyawa SiO2, AlO3, TiO2, Mn3O4, CaO, Fe2O3, MgO, K2O, Na2O, P2O, SO3 dan oksida unsur lain, selain itu terdapat juga abu dari bahan organic yg terbakar. kualitas abu sangat berperan dalam penggunaannya pada industry misalnya pada industry semen jika abu (dalam bentuk padatan) bercampur dengan klinker dan akan mempengaruhi kualitas semen yg dihasilkan, apabila abu ini bercampur dengan udara makaa akan menimbulkan korosi/karatan pada peralatan yg dilaluinya. Sulfur Content (kandungan belerang) : Belerang dalam batu bara dibedakan menjadi 2; dalam bentuk senyawa anorganik (Mineral pirit (FeS2), markasit (Fes2)) dan senyawa organic yg terbentuk selama terjadinya proses coalification. Adanya S dalam batu bara akan berpengaruh terhadap tingkat korosi sisi dingin (bagian luar) yg terjadi pd element pemanas udara, juga berpengaruh terhadap efektivitas peralatan penangkap abu (electrostatic presipitator). adanya kandungan S di atmosfir dipicu oleh keberadaan air hujan yg mengakibatkan terbentuknya air asam (dlm dunia pertambangan batu bara dikenal sbgai air asam tambng, dgn pH < 7). Volatille Matter (bahan mudam menguap) : Kandungan VM terkait dgn proses pembatu baraan akibat adanya overburden pressure, kandungan air dlm batu bara akan berkurang, sebalinya calorific value akan meningkat. pada saat bersamaan batu bara mengalami proses devolatisation, diman semua sisa oksigen, hydrogen, sulfur dan nitrogen berkurang sehingga kandungan VM jg berkurang. Kandungan VM akan mengurangi kesemournaan pembakaran dan intensitas nyala api. Kesempurnaan nyala api dinyatakan oleh Fixed carbon. Hubungan antara Fuel ratio, fixed carbon dan VM. Fixed carbon Fuel Ratio = Volatile matter nilai FR Untuk anthracite = (10-60); semi anthrachite = (6-10),, semi bituminous =(3-7), bituminous =(0,5-3). Fixed Carbon : merupakan material yg tersisa setelah berkurangnya moisture, VM dan ash. hubungan ketiganya ditunjukkan sebagai berikut : Fixed Carbon (%) = 100 % - moisture content –ash content Apabila nilai moisture content dan ash disamakan dgn nilai VM, persamaan tersebut diats mnjadi : Fixed Carbon (%) = 100 - Volatile matter (%) dari rumus diatas tampak bahwa makin berkurang kandungan air berarti moisture content makin kecil, nilai FC makin tinggi. Hardgrove Grindability Index (HGI): Suatu bilangan yg menunjukkan mudah atau sukarnya batu bara digiling/digerus menjadi bahan bakar serbuk. makin kecil nilai HGI maka makin keras keadaan batu baranya : HGI + 13,6 + 6,93 W dimana W adalah berat (gram) dari batu bara halus berukuran 200 mesh, sebagai catatan harga HGI di

Page 14: bahan batubara.docx

Indonesia berkisar antara 35-60. Dalam penelitian Amperiadi (2005) terhadap batu bara dari daerah sebulu, Kalimantan Timur didapatkan nilai HGI antara 41-45. Ash Fusion Character of Coal: Batu bara apabila dipanaskan bersama-sama terutama material anorganik impurities akan melebur/meleleh . apabila hal ini sampai terjadi akan berpengaruh pada tingkat pengotor (fouling) , pembentukan terak (slagging) dan akan terjadi gangguan pd blower. SIFAT BATU BARA DAN DAMPAK PEMANFAATANNYA Batu bara di Alam Batu bara berasal dari tumbuh-tumbuhan, melalui proses coalification yg cukup lama akan terbentuk batu bara, pada saat yg sama akan membentuk gas metana (CH4) yg mudah terbakar jika dipicu dengan panas misalnya pergesekan. Secara alamiah dalam batu bara terdapat kandungan sulfur anorganik (pirit dan markasit) dan S organik yg ketika beraeaksi dgn oksigen dan air hujan secara bersama-sama akan membentuk larutan asam sulfat (H2SO4). jika air dgn kandungan asam sulfat ini (pH 5-6) mengalir ke badan air (Sungai dan rawa) maka akan mematikan biota air, oleh karena itu salah satu cara yg dilakukan adalah dgn menetralkan air tsb dgn menggunakan kapur tohor. Batu bara mulai ditambang Land clearing, dalam proses ini batu bara akan bnyak bercampur dgn tanah pengotor. pada saat penambangan berlangsung, masih terikut kotoran dlm bentuk fragmen batu lempung, fragmen batu pasir,. pengetor tsb pd saat proses grinding bt. bara akan menjadi debu yg akan mengotori butiran batu bara. Penambangan batu bara dapat dilakukan secara terbuka (surface mining) atau tambang bawah tanah (underground mining. satu hal yg perlu diperhatikan dalam tambang bawah tanah adalah pengadaan ventilasi udara untuk para penambang batu bara,sebab jika tidak maka akan terjadi tekanan gas metana (CH4) yg terakumulasi dan ketika akumulasi gas itu bereaksi dgn oksigen maka itulah yg menyebabkan timbulnya ledakan, disamping itu sangat mungkin timbulnya gas CO2 yg beracun dan mematikan. Pengangkutan batu bara Dari tempat penambangan, fragmen batu bara dgn berbagai ukuran diangkut dgn truk ke tempat penimbunan (stock pile). biasanya batu bara yg diangkut dgn truk akan ditutup oleh terpal agar batu bara tidak berceceran dijalan, sebab fragmen batu bara di jalan apabila diinjak oleh kendaraan akan hancur dan menghasilkan debu. di stock pile batu bara akan digiling dengan mesin penggiling/penghancur (crusher) yg bekerja dgn ayakan (sieve), batu bara yg dihasilkan dgn ukuran tertentu sesuai permintaan buyer. Apabila batu bara hasil penggilingan belum diangkut disarankan agar timbunan batu bara tsb. diaduk dgn wheel loader, agar udara dlm tumpukan batu bara dapat dikendalikan shingga tidak timbul panas, jika hal itu tidak dilakukan boleh jd akan timbulnya kebakaran sebab salah satu sifat batu bara adalah Self Ignition (terbakar sendirinya). Batu bara yg digiling, diangkut oleh belt conveyor kemudian dicurahkan ke pontoon. jarak vertical ujung akhir belt conveyor ke pontoon antara 5-10 m. pada jarak tsb. saat batu bara dicurahkan, maka debu batu bara secara alamiah tertiup angin, hasil yg diperoleh batu bara yg tertampung di ponon menjadi bersih Batu Bara ditempat timbunan konsumen Konsentrasi gas metan (CH4) yg tinggi sngat memungkinkan sbgai salah satu penyebab kebakaran batu bara, oleh karena itu diperlukan pengontrolan suhu pada onggokan batu bara. Salah satu metode yg paling sederhana adalah sebagai berikut : · Pada onggokan batu bara ditanamkan secara vertical batang pipa pralon yg dindingnya sudah dilubangi , panjang pipa pralon sama dgn tinggi tumpukan onggokan batu bara, disarankan tinggi dari tumpukan onggokan batu bara tidak lebih dari 3 m. · Lubang pada pipa pralon dimaksudkan supaya udara yg berada dalam onggokan batu bara dapat masuk kedalam ruang pipa pralon, diasumsikan udara yg ada didalam onggokan fragmen batu bra sama dgn udara yg masuk kedalam ruang pipa pralon. · Didalam pipa pralon digantungkan thermometer alcohol(yg dpt menunjukkan temperature maksimum). pada angka yg menunjukkan temperature kritis dipasang rangkaian kabel, yg dihub dgn alat penyemprot air otomatis · Apabila telah mencapai temp. kritis maka

Page 15: bahan batubara.docx

secara otomatis aliran listrik akan menggerakkan kelep penutup penyemprot air dan air akan memancar pada tumpukan batu bara. Namun demikian usaha mengaduk-aduk onggokan batu bara jg tetap dilakukan. TEKNOLOGI DESULFURISASI PADA PLTU – BATU BARA PLTU Batu bara merupakan salah satu jenis pembangkit listrik yg paling banyak menghsailkan debu, SO2 dan NOx. Emisi debu dan gas tersebut apabila tidak dikendalikan dan berhasil lepas ke atmosfer akan mengakibatkan dampak lingkungan oleh karena itu perlu dikembangkan teknologi Desulfurisasi pada PLTU batu bara. Pemnafaatan teknologi desulfurisasi boiler batu bara / minyak telah dikenal sejak pertengahan tahun 1960 dijepang. Saat ini dikenal 3 tipe desulfurisasi, adalah sebagai berikut : A. Tipe Basa Dikatakan tipe basa sebab dalam proses pengurangan gas SO2. gas tsb. disemprotkan dgn air yg telah dicampur dgn kpur tohor yg akan menghasilkan gypsum dan limbah air. beberapa modelnya yg dikenal · Model limestone – gypsum process dgn menggunakan limestone/lime sbgai absorben. medel jenis ini umumnya digunakan pada pembangkit listrik dgn kapasitas 150 MW atau lebih. secara umum desulfurisasi jenis ini berlangsung sebagai berikut: CaCo3 + SO3 -----à CaSO3 + CO2 Ca(OH)2 + SO2 ----à CaSO3 + H2O CaSo3 + ½ O2 ---à CaSO42H2O dari persamaan tersebut, terlihat bahwa gypsum diperoleh dgn menyemprotkan udara kedalam slurry sulfit yg terbentuk dari hasil ikatan antara sulfur dioksida dgn kapur. Prinsip kerja Model ini : melalui pencampuran limestone/lime dalam tangki air yg membentuk slurry dan diteruskan kedalam scrubber, ditempat ini slurry akan disemburkan dan beraeaksi dgn gas buang hasil pembakaran batu bara dari boiler guna mengurangi kandungan SO2 dari gas buang tersebut. Di Jepang dikembangkan 3 jenis scrubber untuk Flue gas Desulfurisasi (FGD), diantaranya: · Jenis packet tower Dikembangkan oleh Mitsubishi Heavy Industries (MHI); menghasilkan kontak antara gas dan liquid (slurry) yg sangat baik. teknologinya sederhana dgn permukaan licin sehingga tidak mengahasilkan scaling (terak) · Jet Bubbling Reactor · Scrubber Oxidezer System banyak florida dan alumina yg dapat menurunkan efisiensi pengurangan gas buang dan kadar abu. untuk menaggulanginya ditambahkan zat additivies (zat tambahan) seperti sodium, magnesium, dan senyawa lainnya yg jg memiliki kemampuan yg sama. Sistem F tidak mempunyai oxidizer yg dapat mempengaruhi kualitas gypsum. Untuk itu perlu pengaturan proses oksidasi melalui pengaturan pH sekitar 5 dan konsentrasi gas sebesar 1.000 ppm. B. Tipe kering tipe ini dalam pengoperasiaannya banyak memerlukan limestone/lime untuk mengikat gas SO2. Abserben batu kapur diinjeksikan kedalam ruang pembakaran (boiler/ semacam ketel uap), sedangkan absoben kapur diinjeksikan kedalam duct( pipa/saluran buangan). disamping itu air dalam proses ini tidak diperlukan, sehingga setelah penginjeksian limestone atau lime, gas buang tsb. langsung diteruskan kecerobong untuk dibuang ke atmosfer. Walaupun teknologi ini cukups sederhana, namun kenyataanyan tidak banyak Negara yg memanfaatkan teknologi tsb. hal ini disebabkan oleh: · Efisiensi pengurangan gas SO2 sangat tergantung dari volume injeksi limestone atau lime (semakin banyak injeksi limestone/lime, semakin besar efisiensi pengurangan gas SO2 · SEmakin memperbesar penurunan produksi listrik yg diakibatkan oleh endapan yg terjadi di boiler atau duct. · produk sampingan berupa gypsum kurang dapat dimanfaatkan seab bnyak mengandung abu terbang, kapur, kasium sulfat dan sulfit. C. Tpe Semi Kering Sistem ini merupakan pengembangan dari sistem kering ke sistem basah, yg menggunakan limestone/lime sebagai absorben serta air yg disemprotkan kedalam spray cooler. guna membantu proses pendinginan gas buang hingga mecapai 70 oC. pada dasranya tipr ini bekerja dengan dua tahap desulfurisasi yaitu yg berlangsung diruang pembakaran dan yg beralngsungdi spray cooler. SO2 + H2O ----------à H2SO4 _______________ (1) H2SO3 + CaO --------à CaSO3 + ½ H2O + H2O ____________ (2) CaO + H2O --------à Ca(OH)2 ____________ (3) Ca(OH)2 + SO2 ------à CaSO3.1/2 H2O

Page 16: bahan batubara.docx

+H2O ____________(4) Efisiensi Desulfurisasi tipe semi kering dapat dicapai hingga 80 %. DESULFURISASI BATU BARA SECARA MIKROBIAL Sulfur dalam btubara dibedakan dalam 2 jenis; sulfur anorganik (sulfur sulfat dan besi disulfida; pirit (Fe2S) dan markasit dan sulfur organic. Sulfur sulfat tidak akan terlibat dalam pembentukan oksida sulfur (Sox), yg merupakan salah satu polusi udara. meskipun harga batu bara relative murah, penggunaan batu bara sebagai bahan ebergi melalui pembakaran menghasilkan limbah berupa gas yg dianggap sebagai bahan polusi, diantaranya; gas nitrogen dioksida (NO2) dan oksida sulfur (SOx). banyak penelitian telah dilakukan untuk menurunkan kadar oksida sulfur dari hasil pembakaran batu bara. Teknologi pemisahan batuabara dpt dilakukan pd tahap sebelumnya, selama atau sesudah pembakaran atau kombinasi diantaranya. Ditinjau dari prosesnya desulfurisasi selalu melibatkan proses kimia, fisika dan biologi atau kombinasi ketiga proses. Saat sekarang teknik desulfurisasi batu bara yg umum dilakukan adalah dgn pembersihan secara fisik seperti pembusaan (froth flotation), penggumpalan dgn minyak (oil Angglomeratin) dan pemisahan scr gravitasi (gravitasi separation) (Min and Wheellock,1977. dalam sukandarrumidi 2005) Froth flotation dan oil anglomerating menggunakan teknik pemisahan akibat dari perbedaan sifat permukaan batu bara dan partikel mineral anorganik yg terendapkan dalam air. pada Froth flotation partikel batu bara yg bersifat hydrophobic (yg sulit mengikat air) dgn partikel batu bara yg bersifat hydrophilic (mudah mengikat air) Dalam proses oil anglomerating partikel batu bara secara selektif dilapisi dan digumpalkan oleh minyak, kemudian dipisahkan dgn jalan penyaringan. pemisahan secara gravitasi dapat menghasilkan yg tinggi untuk partikel batu bara yg kasar (ukuran besar) dan kurang selectif untuk batu bara dgn ukuran kecil, oleh sebab itu pemisahan secara gravitasi merupakan proses pelengkap pd cara pembersihan dgn cara pengapungan maupun penggumpalan minyak. Walaupun demikian tidak satu pun pemisahan csra fisik ini akan bekerja secara efektif kecuali kotoran mineral hrus dibersihkan dari batubara terlebih dahulu. Kerugian utama dari pembersihan secara fisik adalah kehilangan energy secara tidak langsung dalam pemisahan partikel batubara yg mengandung sulfur pirit halus dan terikat didalam batu bara. Proses desulfurisasi kedua adalah dgn metode kimia. Proses tsb antara lain : proses Meyers (Hamersma.1977), desulfurisasi dgn oksidasi Friesnab, 1977) hidrodesulfurisasi,(Lening, 1977). Proses Meyers merupakan proses leacing secara kima menggunakan cairan sulfat besi, yg digunakan untuk mengambil kandungan sulfur pirit dan bukan sulfur organic. Proses desulfurisasi dgn oksidasi yaitu dgn udara. Dimana kadar S dikurangi melalui konversi dengan udara. menjamin hasil yg mudah menguap (terutama sulfur dioksida) dan sulfat-sulfat yg mudah larut dan dapat dipindahkan dgn medium air pencuci pada tahap berikutnya. Dukung aku ya Dalam Kontes SEO Adira Asuransi Kendaraan Terbaik Indonesia

Copy and WIN : http://bit.ly/copynwin

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA

I.1 Pengertian Batubara

Batu bara atau batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah

batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa

Page 17: bahan batubara.docx

tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari

karbon, hidrogen dan oksigen.

Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang

kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.

Analisa unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk

bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.

I.2 Batubara Secara Umum

I.2.1 Umur batu bara

Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era

tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu (jtl), adalah

masa pembentukan batu bara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara

(black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.

Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang

ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke

Zaman Tersier (70 - 13 jtl) di berbagai belahan bumi lain.

I.2.2 Materi pembentuk batu bara

Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan

pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:

1.         Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan

batu bara dari perioda ini.

2.         Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan

batu bara dari perioda ini.

3.         Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama pembentuk batu bara berumur

Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak

dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.

4.         Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan

heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin)

tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu

bara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.

Page 18: bahan batubara.docx

5.         Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang

menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae

sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.

I.2.3 Kelas dan jenis batu bara

Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan

waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit

dan gambut.

a.         Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik,

mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.

b.         Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas

batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.

c.         Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber

panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.

d.        Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75%

dari beratnya.

e.         Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.

I.2.4 Pembentukan batu bara

Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batu bara disebut dengan

istilah pembatu baraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni:

a.         Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit

terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat

oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan

kompaksi material organik serta membentuk gambut.

b.         Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan

akhirnya antrasit.

I.2.4.a Teori Pembentukan Peat (Gambut)

Lapisan batubara umumnya berasal dari peat(gambut) deposit di suatu rawa. Faktor-faktor

penting dalam pembentukkan peat:

1. Evolusi perkembangan flora

Batubara tertua yang berumur Hurorian Tengah dari Michigan berasal dari alga dan

fungi. Sedangkan pada jaman Devon Bawah dan Atas, batubara kebanyakan berasal dari

Page 19: bahan batubara.docx

Psilophites (spt: Taeniocrada decheniana (lower devon)). Kebanyakan batubara dari jaman ini

memiliki rata-rata lapisan yang tipis(3-4m) dan tidak punya nilai ekonomis.

Pada Carbon Atas, tumbuhan mulai tinggi-tinggi hingga mencapai ketinggian lebih dari

30m namun belum seberagam sekarang. Pada jaman ini didominasi oleh: Lepidodendron,

Sigillaria, Leginopteris oldhamia, Calamitea. Jaman Upper Carboniferous dikenal sebagai

perioda bituminous coal

Lapisan penting batubara berumur Perm terdapat di USSR, dominan terbentuk dari

Gymnosperm cordaites.

Pada jaman Mesozoic terutama Jura dan Cretaceous Bawah, Gymnosperm(Ginkcophyta,

Cycadophyta dan Cornifers) merupakan tumbuhan penting pembentuk batubara, terutama di

Siberia dan Asia Tengah.

Pada rawa-rawa berumur Cretaceous Atas dan Tersier tumbuhan Angiosperm tumbuh

dengan pesat di N. America, Europe, Japan dan Australia.

Jika dibandingkan dengan tumbuhan pada masa Carbon, tumbuhan pada jaman Mesozoic

terutama jaman Tersier lebih beragam dan spesifik serta menghasilkan deposit peat yang tebal

dan beragam dalam tipe fasiesnya.

Perkembangan dan evolusi flora akan berpengaruh pada keragaman jenis dan tipe

batubara yang dihasilkan.

2. Iklim

Pada iklim yang lebih hangat dan basah tumbuhan tumbuh lebih cepat dan beragam.

Lapisan-lapisan kaya batubara berumur Carbon Atas, Cretaceous Atas dan Tersier Awal

diendapkan pada iklim seperti ini. Namun pada hemisphere selatan dan Siberia juga terdapat

endapan batubara yang kaya yang diendapakan pada iklim yang sedang hingga dingin,

contohnya batubara inter-post glacial PermoCarbon Gondwana (dari Ganganopteris

glossopteris) dan batubara umur Perm dan Jura Bawah dari Angara konitnen.

Lapisan batubara yang diendapkan pada iklim hangat dan basah biasanya lebih terang dan

tebal dibandingkan dengan yang diendapkan pada iklim basah.

3. Paleogeografi dan Tectonic Requirement

Formasi lapisan tergantung pada hubungan paleogeografi dan struktur pada daerah

sedimentasi. Pembentukan peat(gambut) terjadi pada daerah yang depresi permukaan dan

Page 20: bahan batubara.docx

memerlukan muka air yang relatif tetap sepanjang tahun diatas atau minimal sama dengan

permukaan tanah. Kondisi ini banyak muncul pada flat coastal area dimana banyak rawa yang

berasosiasi dengan persisir pantai. Selain itu rawa-rawa juga muncul di darat(shore or inland

lakes). Tergantung pada posisi asli geografinya, endapan batubara paralic(sea coast) dan

limnic(inland) adalah berbeda.

Paralic coal swamps memiliki sedikit pohon atau bahkan tanpa pohon dan terbentuk

diluar distal margin pada delta. Pembentukkannya merupakan akibat dari regresi dan transgresi

air laut. Banyak coastal swamps besar yang berkembang dibawah perlindungan sand bars dan

pits sehingga dapat menghasilkan endapan batubara yang tebal.

Back samps terbentuk dibelakang tanggul alam sungai besar. Pada back swamps,

peats(gambut) kaya dengan mineral matter akibat banjir yang sering terjadi. Peat deposits hanya

dapat terawetkan pada daerah subsidence. Akibatnya endapan yang kaya batubara banyak

berhubungan dengan daerah ini, seperti yang sering muncul pada foredeep pada suatu

pegunungan lipatan yang besar.

Sikuen sediment yang tebal dimana didalamnya terdapat lapisan tipis batubara(<2m)

dengan penyebaran yang besar dan keberadaan intercalation dari marine bed adalah karakteristik

dari batubara yang diendapkan di foredeeps dari suatu pegunungan lipatan yang besar.

Cyclothem adalah perulangan antara peat dengan inorganic sediment dan sekuen ini sering

berulang.

Pada bagian backdeeps dari suatu pegunungan lipatan yang besar, subsidence biasanya

lebih sedikit dan jumlah lapisan batubara lebih sedikit. Ketika paralic coals diendapkan di

foredeeps, kebanyakan limnic coals diendapkan di dalam cekungan kontinen yang besar. Limnic

coals memiliki karakter: terbentuk pada kontinen graben, jumlah lapisannya sedikit tapi setiap

lapisannya sangat tebal.

I.2.4.b Teori Transportasi – Allotocton

Teori ini mengungkapkan bahwa pembentukan batubara bukan berasal dari degradasi/peluruhan

sisa-sisa tanaman yang insitu dalam sebuah lingkungan rawa peat, melainkan akumulasi dari

transportasi material yang terkumpul didalam lingkungan aqueous seperti danau, laut, delta,

hutan bakau. Teori ini menjelaskan bahwa terjadi proses yang berbeda untuk setiap jenis

batubara yang berbeda pula.

I.2.4.c Proses Geokimia dan Metamorfosis

Page 21: bahan batubara.docx

Setelah terbentuknya lapisan source, maka berlangsunglah berbagai macam proses. Proses

pertama adalah diagenesis, berlangsung pada kondisi temperatur dan tekanan yang normal dan

juga melibatkan proses biokimia. Hasilnya adalah proses pembentukan batubara akan terjadi, dan

bahkan akan terbentuk dalam lapisan itu sendiri. Hasil dari proses awal ini adalah peat, atau

material lignit yang lunak. Dalam tahap ini proses biokimia mendominasi, yang mengakibatkan

kurangnya kandungan oksigen. Setelah tahap biokimia ini selesai maka berikutnya prosesnya

didominasi oleh proses fisik dan kimia yang ditentukan oleh kondisi temperatur dan tekanan.

Temperatur dan tekanan berperan penting karena kenaikan temperatur akan mempercepat proses

reaksi, dan tekanan memungkinkan reaksi terjadi dan menghasilkan unsur-unsur gas. Proses

metamorfisme (temperatur dan tekanan) ini terjadi karena penimbunan material pada suatu

kedalaman tertentu atau karena pergerakan bumi secara terus-menerus didalam waktu dalam

skala waktu geologi.

I.3 Gasifikasi batu bara

Coal gasification adalah sebuah proses untuk merubah batu bara padat menjadi gas batu bara

yang mudah terbakar (combustible gases), setelah proses pemurnian gas-gas ini karbon

monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), hidrogen (H), metan (CH4), dan nitrogen (N2) – dapat

digunakan sebagai bahan bakar. hanya menggunakan udara dan uap air sebagai reacting-gas

kemudian menghasilkan water gas atau coal gas, gasifikasi secara nyata mempunyai tingkat

emisi udara, kotoran padat dan limbah terendah.

Tetapi, batu bara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat didalamnya adalah sulfur

dan nitrogen, bila batu bara ini terbakar kotoran-kotoran ini akan dilepaskan ke udara, bila

mengapung di udara zat kimia ini dapat menggabung dengan uap air (seperti contoh kabut) dan

tetesan yang jatuh ke tanah seburuk bentuk asam sulfurik dan nitrit, disebut sebagai "hujan asam"

“acid rain”. Disini juga ada noda mineral kecil, termasuk kotoran yang umum tercampur dengan

batu bara, partikel kecil ini tidak terbakar dan membuat debu yang tertinggal di coal combustor,

beberapa partikel kecil ini juga tertangkap di putaran combustion gases bersama dengan uap air,

dari asap yang keluar dari cerobong beberapa partikel kecil ini adalah sangat kecil setara dengan

rambut manusia.

I.4 Batubara sebagai sediment organik

Batubara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan organik, terdiri dari

kandungan bermacam-macam pseudomineral. Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan yang

Page 22: bahan batubara.docx

membusuk dan terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air, biasa disebut rawa-

rawa. Kondisi tersebut yang menghambat penguraian menyeluruh dari sisa-sisa tumbuhan yang

kemudian mengalami proses perubahan menjadi batubara.

Selain tumbuhan yang ditemukan bermacam-macam, tingkat kematangan juga bervariasi,

karena dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lokal. Kondisi lokal ini biasanya kandungan oksigen,

tingkat keasaman, dan kehadiran mikroba. Pada umumnya sisa-sisa tanaman tersebut dapat

berupa pepohonan, ganggang, lumut, bunga, serta tumbuhan yang biasa hidup di rawa-rawa.

Ditemukannya jenis flora yang terdapat pada sebuah lapisan batubara tergantung pada kondisi

iklim setempat. Dalam suatu cebakan yang sama, sifat-sifat analitik yang ditemukan dapat

berbeda, selain karena tumbuhan asalnya yang mungkin berbeda, juga karena banyaknya reaksi

kimia yang mempengaruhi kematangan suatu batubara.

Secara umum, setelah sisa tanaman tersebut terkumpul dalam suatu kondisi tertentu yang

mendukung (banyak air), pembentukan dari peat (gambut) umumnya terjadi. Dalam hal ini peat

tidak dimasukkan sebagai golongan batubara, namun terbentuknya peat merupakan tahap awal

dari terbentuknya batubara. Proses pembentukan batubara sendiri secara singkat dapat

didefinisikan sebagai suatu perubahan dari sisa-sisa tumbuhan yang ada, mulai dari pembentukan

peat (peatifikasi) kemudian lignit dan menjadi berbagai macam tingkat batubara, disebut juga

sebagai proses coalifikasi, yang kemudian berubah menjadi antrasit. Pembentukan batubara ini

sangat menentukan kualitas batubara, dimana proses yang berlangsung selain melibatkan

metamorfosis dari sisa tumbuhan, juga tergantung pada keadaan pada waktu geologi tersebut dan

kondisi lokal seperti iklim dan tekanan. Jadi pembentukan batubara berlangsung dengan

penimbunan akumulasi dari sisa tumbuhan yang mengakibatkan perubahan seperti pengayaan

unsur karbon, alterasi, pengurangan kandungan air, dalam tahap awal pengaruh dari

mikroorganisme juga memegang peranan yang sangat penting.

I.4.1 Penyusun Batubara

Konsep bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan diperkuat dengan ditemukannya

cetakan tumbuhan di dalam lapisan batubara. Dalam penyusunannya batubara diperkaya dengan

berbagai macam polimer organik yang berasal dari antara lain karbohidrat, lignin, dll. Namun

komposisi dari polimer-polimer ini bervariasi tergantung pada spesies dari tumbuhan

penyusunnya.

Page 23: bahan batubara.docx

a. Lignin

Lignin merupakan suatu unsur yang memegang peranan penting dalam merubah susunan

sisa tumbuhan menjadi batubara. Sementara ini susunan molekul umum dari lignin belum

diketahui dengan pasti, namun susunannya dapat diketahui dari lignin yang terdapat pada

berbagai macam jenis tanaman. Sebagai contoh lignin yang terdapat pada rumput mempunyai

susunan p-koumaril alkohol yang kompleks. Pada umumnya lignin merupakan polimer dari satu

atau beberapa jenis alkohol.

Hingga saat ini, sangat sedikit bukti kuat yang mendukung teori bahwa lignin merupakan

unsur organik utama yang menyusun batubara.

b. Karbohidrat

Gula atau monosakarida merupakan alkohol polihirik yang mengandung antara lima

sampai delapan atom karbon. Pada umumnya gula muncul sebagai kombinasi antara gugus

karbonil dengan hidroksil yang membentuk siklus hemiketal. Bentuk lainnya mucul sebagai

disakarida, trisakarida, ataupun polisakarida. Jenis polisakarida inilah yang umumnya menyusun

batubara, karena dalam tumbuhan jenis inilah yang paling banyak mengandung polisakarida

(khususnya selulosa) yang kemudian terurai dan membentuk batubara.

c.    Protein

Protein merupakan bahan organik yang mengandung nitrogen yang selalu hadir sebagai

protoplasma dalam sel mahluk hidup. Struktur dari protein pada umumnya adalah rantai asam

amino yang dihubungkan oleh rantai amida. Protein pada tumbuhan umunya muncul sebagai

steroid, lilin.

I.5 Batu bara di Indonesia

Di Indonesia, endapan batu bara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier,

yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada

umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batu bara berumur

Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar

Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.

Batu bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang

mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas

muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini

terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke

Page 24: bahan batubara.docx

dalam sistem dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan

menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya,

endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur

endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip

dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian

besar Kalimantan.

I.6 Sumberdaya batu bara

Potensi sumberdaya batu bara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau

Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batu bara

walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa

Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi.

Di Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang

telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batu bara jauh lebih hemat

dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan

batu bara hanya Rp 0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200/liter).

Dari segi kuantitas batu bara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia.

Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini sebenarnya cukup untuk

memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak

mungkin membakar habis batu bara dan mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU.

Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai kurang

efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.

Batu bara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika

dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua

cara yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan) dan gasifikasi

(penyubliman) batu bara.

Membakar batu bara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan teknologinya

secara continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang maksimum, cara-

cara pembakaran langsung seperti: fixed grate, chain grate, fluidized bed, pulverized, dan lain-

lain, masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.

I.7 Bagaimana membuat batu bara bersih

Page 25: bahan batubara.docx

Ada beberapa cara. Contoh sulfur, sulfur adalah zat kimia kekuningan yang ada sedikit di

batu bara, pada beberapa batu bara yang ditemukan di Ohio, Pennsylvania, West Virginia dan

eastern states lainnya, sulfur terdiri dari 3 sampai 10 % dari berat batu bara, beberapa batu bara

yang ditemukan di Wyoming, Montana dan negara-negara bagian sebelah barat lainnya sulfur

hanya sekitar 1/100ths (lebih kecil dari 1%) dari berat batu bara. Penting bahwa sebagian besar

sulfur ini dibuang sbelum mencapai cerobong asap.

Satu cara untuk membersihkan batu bara adalah dengan cara mudah memecah batu bara ke

bongkahan yang lebih kecil dan mencucinya. Beberapa sulfur yang ada sebagai bintik kecil di

batu bara disebut sebagai "pyritic sulfur " karena ini dikombinasikan dengan besi menjadi bentuk

iron pyrite, selain itu dikenal sebagai "fool's gold” dapat dipisahkan dari batu bara. Secara

khusus pada proses satu kali, bongkahan batu bara dimasukkan ke dalam tangki besar yang terisi

air , batu bara mengambang ke permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam. Fasilitas pencucian

ini dinamakan "coal preparation plants" yang membersihkan batu bara dari pengotor-

pengotornya.

Tidak semua sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada batu bara

adalah secara kimia benar-benar terikat dengan molekul karbonnya, tipe sulfur ini disebut

"organic sulfur," dan pencucian tak akan menghilangkannya. Beberapa proses telah dicoba untuk

mencampur batu bara dengan bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi dari molekul batu

bara, tetapi kebanyakan proses ini sudah terbukti terlalu mahal, ilmuan masih bekerja untuk

mengurangi biaya dari prose pencucian kimia ini.

Kebanyakan pembangkit tenaga listrik modern dan semua fasilitas yang dibangun setelah

1978 — telah diwajibkan untuk mempunyai alat khusus yang dipasang untuk membuang sulfur

dari gas hasil pembakaran batu bara sebelum gas ini naik menuju cerobong asap. Alat ini

sebenarnya adalah "flue gas desulfurization units," tetapi banyak orang menyebutnya "scrubbers"

— karena mereka men-scrub (menggosok) sulfur keluar dari asap yang dikeluarkan oleh tungku

pembakar batu bara.

-       Membuang NOx dari batu bara

Nitrogen secara umum adalah bagian yang besar dari pada udara yang dihirup, pada

kenyataannya 80% dari udara adalah nitrogen, secara normal atom-atom nitrogen mengambang

terikat satu sama lainnya seperti pasangan kimia, tetapi ketika udara dipanaskan seperti pada

nyala api boiler (3000 F=1648 C), atom nitrogen ini terpecah dan terikat dengan oksigen, bentuk

Page 26: bahan batubara.docx

ini sebagai nitrogen oksida atau kadang kala itu disebut sebagai NOx. NOx juga dapat dibentuk

dari atom nitrogen yang terjebak didalam batu bara.

Di udara, NOx adalah polutan yang dapat menyebabkan kabut coklat yang kabur yang

kadang kala terlihat di seputar kota besar, juga sebagai polusi yang membentuk “acid rain”

(hujan asam), dan dapat membantu terbentuknya sesuatu yang disebut “ground level ozone”, tipe

lain dari pada polusi yang dapat membuat kotornya udara.

Salah satu cara terbaik untuk mengurangi NOx adalah menghindari dari bentukan asalnya, beberapa cara telah ditemukan untuk membakar barubara di pemabakar dimana ada lebih banyak bahan bakar dari pada udara di ruang pembakaran yang terpanas. Di bawah kondisi ini kebanyakan oksigen terkombinasikan dengan bahan bakar daripada dengan nitrogen. Campuran pembakaran kemudian dikirim ke ruang pembakaran yang kedua dimana terdapat proses yang mirip berulang-ulang sampai semua bahan bakar habis terbakar. Konsep ini disebut "staged combustion" karena batu bara dibakar secara bertahap. Kadang disebut juga sebagai "low-NOx burners" dan telah dikembangkan sehingga dapat mengurangi kangdungan Nox yang terlepas di uadara lebih dari separuh. Ada juga teknologi baru yang bekerja seperti "scubbers" yang membersihkan NOX dari flue gases (asap) dari boiler batu bara. Beberapa dari alat ini menggunakan bahan kimia khusus yang disebut katalis yang mengurai bagian NOx menjadi gas yang tidak berpolusi, walaupun alat ini lebih mahal dari "low-NOx burners," namun dapat menekan lebih dari 90% polusiNox