bahan pendaftaran tanah
DESCRIPTION
pendaftran tanahTRANSCRIPT
PENDAFTARAN TANAH
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada tanggal 8 juli 1997 ditetapkan dan diundangkan PP No 24 tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah menggantikan PP No 10 tahun 1961. Ketentuan pelaksanaan PP 24/1997
mendapat pengaturan secara lengkap dan rinci dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala
BPN No 3 tahun 1997 (Peraturan Menteri 3/1997). Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
mendapat pengaturan lebih lanjut dalam PP No 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah. Dalam ketentuan peralihan pasal 64 dinyatakan, bahwa semua peraturan
perundang-undangan pelaksanaan PP 10/1961 yang telah ada tetap berlaku, sepanjang tidak
bertentangan atau diubah ataupun diganti berdasarkan PP yang baru. Juga dinyatakan, bahwa
hak-hak yang diatur serta hal-hal lain yang dihasilkan dalam kegiatan pendaftaran tanah
berdasarkan ketentuan PP 10/1961 tetap sah sebagai hasil pendaftaran tanah menurut PP yang
baru.
Pemberian jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan, pertama-tama memerlukan
tersedianya perangkat hokum yang tertulis, lengkap dan jelas, yang dilaksanakan secara
konsisten sesuai dengan jiwa dan isi ketentuan-ketentuannya. Sehubungan dengan itu UUPA
memerintahkan diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian
hukum. Pendaftaran tanah tersebut kemudian diatur lebih lanjut dengan PP 10/1961 yang sampai
saat kini menjadi dasar kegiatan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia. Sehubungan dengan itu
maka dalam rangka meningkatkan dukungan yang lebih baik pada pembangunan nasional
dengan memberikan kepastian hukum di bidang pertanahan, dipandang perlu untuk mengadakan
penyempurnaan pada ketentuan yang mengatur pendaftaran tanah. Ketentuan-ketentuan tersebut
diperbarui dengan Peraturan Menteri 3/1997.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan Masalah yang dapat diambil yaitu Bagaimana Pokok Pokok Penyelenggaraan
Pendaftaran Tanah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. POKOK-POKOK PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN TANAH
Asas-asas pendaftaran tanah
Menurut pasal 2 pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman,
terjangkau, mutahir dan terbuka.
Tujuan diselenggarakan pendaftaran tanah
Dalam PP yang menyempurnakan PP 10/1961 ini, tetap dipertahankan tujuan
diselenggarakannya pendaftaran tanah sebagai yang pada hakikatnya sudah ditetapkan dalam
pasal 19 UUPA. Yaitu bahwa pedaftaran tanah merupakan tugas pemerintah, yang
diselenggarakan dalam rangka menjamin kepastian hukum dibidang pertanahan (suatu
“rechtskadster” atau “legal cadastre”), rincian tujuan pendaftaran tanah seperti yang dinyatakan
dalam pasal 3 adalah:
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu
bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar, agar dengan mudah dapat
membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah,
agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan
hukum mengenai bidang-biduang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang terdaftar.
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Pengertian pendaftaran tanah dan pelaksanaannya
Dalam pasal 1 diberikan rumusan mengenai pengertian pendaftaran tanah. Pendaftaran
tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus-menerus,
berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian
serta pemeliharan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-
bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian sertifikat sebagai surat tanda
bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah
susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali
(initial registration) dan pemeliharaan data pendaftaran tanah (maintenance). Pendaftaran tanah
untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran
tanah secara sporadik. Pendaftaran tanah secara sistematik diutamakan, karena melalui cara ini
akan dipercepat perolehan data mengenai bidang-bidang tanah yang akan didaftar daripada
melalui pendaftaran tanah secara sporadik. Disamping pendaftaran tanah secara sistematik
pendaftaran tanah secara sporadik juga akan ditingkatkan pelaksanaannya, karena dalam
kenyataannya akan bertambah banyak permintaan untuk mendaftar tanah secara individual dan
missal yang diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan, yang akan makin meningkat
kegiatannya.
Sebagaimana telah kita ketahui dari uraian mengenai pasal 97 Peraturan Menteri 3/1997
PPAT bahkan diwajibkan mencocokkan terlebih dahulu isi sertifikat hak yang bersangkutan
dengan daftar-daftar yang ada di kantor pertanahan sebelum diperbolehkan membuat akta yang
diperlukan, hal tersebut sesuai dengan asas mutakhir pendaftaran yang dinyatakan dalam pasal 2.
Objek pendaftaran tanah
Objek pendaftaran tanah menurut pasal 9 meliputi:
a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan
dan Hak Pakai;
b. Tanah Hak Pengelolaan;
c. Tanah wakaf;
d. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun;
e. Hak Tanggungan;
f. Tanah Negara.
Berbeda dengan objek-objek pendaftaran tanah yang lain, dalam hal tanah Negara
pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang bersangkutan dalam
daftar tanah. Untuk tanah Negara tidak disediakan buku tanah dan karenanya juga tidak
diterbitkan sertifikat. Sedangkan objek pendaftaran tanah yang lain didaftar dengan
membukukannya dalam peta pendaftaran dan buku tanah serta menerbitkan sertifikat sebagai
surat tanda bukti haknya.
Sistem pendaftaran yang digunakan
Sistem pendaftaran yang digunakan adalah sistem pendaftaran hak (registration of titles),
sebagaimana digunakan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah menurut PP 10/1961. Bukan
sistem pendaftaran akta, hal tersebut tampak dengan adanya buku tanah sebagai dokumen yang
memuat data yuridis dan data fisik yang dihimpun dan disajikan serta diterbitkannya sertifikat
sebagai surat tanda bukti hak yang didaftar.
Sistem publikasi yang digunakan
Sistem publikasi yang digunakan tetap seperti dalam pendaftaran tanah menurut PP
10/1961. Yaitu sistem negatif yang mengandung unsur positif, karena akan menghasilkan surat-
surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, seperti dinyatakan dalam
pasal 19 (2) huruf c, pasal 23 (2), pasal 32 (2) dan pasal 38 (2) UUPA.
Kekuatan pembuktian sertifikat
Sehubungan dengan yang diuraikan diatas, dalam rangka memberikan kepastian hukum
kepada pemegang hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun dalam pasal 32 (1)
diberikan penjelasan resmi mengenai arti dan persyaratan pengertian “berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat” itu. Ketentuan pasal 32 (1) tersebut bukan hanya berlaku bagi sertifikat
yang diterbitkan berdasarkan PP 24/1997. Menurut pasal 64 ketentuan-ketentuan PP 24/1997
juga berlaku terhadap hal-hal yang dihasilkan dalam kegiatan pendaftaran tanah berdasarkan
ketentuan PP 10/1961.
Sebagai kelanjutan dari pemberian perlindungan hukum kepada pemegang sertifikat hak
tersebut, yang dinyatakan dalam pasal 32 (2). Kelemahan sistem negatif adalah, bahwa pihak
yang namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah dan sertifikat selalu
menghadapi kemungkinan gugatan dari pihak lain yang merasa mempunyai tanah itu. Umumnya
kelemahan tersebut diatasi dengan menggunakan lembaga “arquisitieve verjaring” atau “adverse
possession”. Hukum tanah kita yang memakai dasar hukum adat tidak dapat menggunakan
lembaga tersebut, karena hukum adat tidak mengenalnya (putusan Hoog Gerechts Hof 25
oktober 1934). Tetapi dalam hukum adat terdapat lembaga yang dapat digunakan untuk
mengatasi kelemahan sistem publikasi negatif dalam pendaftaran tanah, yaitu lembaga
“rechtsverwerking”. Ketentuan didalam UUPA yang menyatakan hapusnya hak atas tanah
karena diterlantarkan (pasal 27, 34 dan 40 UUPA) adalah sesuai dengan lembaga ini.
Selain itikad baik mempunyai bobot penilaian yang tinggi dalam hukum, khususnya
hukum adat yang merupakan dasar hukum tanah nasional, penerima hak yang menguasai
tanahnya, masih selalu dapat mengendalikan berlakunya lembaga “rechtsverwerking”, yang
sebagai lembaganya hukum adat masih tetap berlaku disamping pasal 32 ayat (2).
Satuan wilayah Tata Usaha Pendaftaran Tanah
Sebagaimana halnya dengan penyelenggaraan pendaftaran tanah menurut PP 10/1961
desa dan kelurahan dijadikan satuan wilayah tata usaha pendaftaran, tetapi khusus untuk
pendaftaran hak guna usaha, hak pengelolaan, hak tanggungan dan tanah Negara satuan tata
usahanya adalah kabupaten atau kotamadya
Penyelenggaraan dan pelaksana pendaftaran tanah
a. Penyelenggara Pendaftaran Tanah
Sesuai ketentuan pasal 19 UUPA pendaftaran diselenggarakan oleh pemerintah, dalam hal ini
Badan Pertanahan Nasional (pasal 5).
b. Pelaksana Pendaftaran Tanah
Pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan, kecuali
mengenai kegiatan-kegiatan tertentu yang ditugaskan kepada pejabat lain. Yaitu kegiatan-
kegiatan yang pemanfaatannya bersifat nasional atau melebihi wilayah kerja Kepala Kantor
Pertanahan, misalnya pengukuran titik dasar teknik dan pemetaan fotogrametri.
c. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Dalam pasal 1 angka 24 disebut PPAT sebagai pejabat umum yang diberi kewena;ngan
untuk membuat akta-akta tanah tertentu sebagai yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang bersangkutan, yaitu akta pemindahan dan pembebanan hak atas tanah dan hak
milik atas satuan rumah susun dan akta pemberian kuasa untuk membebankan hak tanggungan.
Dalam penjelasan umum dikemukakan, bahwa akta PPAT merupakan salah satu sumber
utama dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah. Adapun ketentuan umum mengenai
jabatan PPAT diatur dalam Peraturan Pemerintah No 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan
Pembuat Akta Tanah. Dalam UU 4/1996 (Undang-undang hak tanggungan) juga terdapat
ketentuan mengenai kedudukan dan tugas PPAT serta pelaksanaannya. Juga dalam UU 16/1985
tentang satuan rumah susun terdapat ketentuan mengenai tugas PPAT sebagai pejabat yang
berwenang membuat akta pemindahan hak milik atas satuan rumah susun dan akta pembebanan
hak tanggungan atas hak milik atas satuan rumah susun.
PPAT mempunyai kedudukan yang mandiri, bukan sebagai pembantu pejabat lain.
Kepala kantor pertanahan, bahkan siapapun, tidak berwenang memberikan perintah kepadanya
atau melarangnya membuat akta. Seorang PPAT bukan hanya berhak, ia bahkan wajib
menolaknya, apabila hal itu akan berakibat melanggar ketentuan yang berlaku, karena
pelaksanaan tugas PPAT sudah diatur dalam UU 16/1985, UU 4/1996, PP 24/1997 dan
peraturan-peraturan hukum materiil yang bersangkutan.
d. Panitia ajudikasi
Ajudikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah
untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis
mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya (pasal 1
angka 8).
Dalam pasal 8 ditetapkan, bahwa dalam melaksanakan pendaftaran secara sistematik
kepala kantor pertanahan dibantu oleh panitia ajudikasi, yang dibentuk oleh menteri negara
agraria/ kepala BPN atau pejabat yang ditunjuk.
Hal-hal ini mengenai pembentukan panitia ajudikasi serta susunan, tugas dan
kewenangannya diatur lebih lanjut dalam peraturan menteri 3/1997 pasal 48-54.
Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali
Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi :
1. pengumpulan dan pengolahan data fisik.
2. pengumpulan dan pengolahan data data yuridis serta pembukuan haknya.
3. penerbitan sertifikat.
4. penyajian data fisik dan data yuridis.
5. penyimpanan daftar umum dan dokumen.
Pengumpulan dan pengolahan data fisik
A. Pengukuran dan Pemetaan
Untuk keperluan pengumpulan dan pengolahan data fisik pertama-tama dilakukan
pengukuran dan pemetaan. Kegiatan ini meliputi :
a. Pembuatan peta dasar pendaftaran.
b. Penetapan batas-batas bidang tanah.
c. Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran.
d. Pembuatan daftar tanah.
e. Pembuatan surat ukur.
B. Pembuatan Peta Dasar Pendaftaran
Kegiatan pendaftaran tanah secara sistematik di suatu wilayah yang ditunjuk dimulai dengan
pembuatan peta dasar pendaftaran. Penyiapan peta dasar pendaftaran diperlukan, agar setiap
bidang tanah yang didaftar dijamin letaknya secara pasti, karena dapat direkontruksi di lapangan
setiap saat.
Di wilayah-wilayah lain, untuk keperluan tanah secara sporadik diusahakan juga tersedianya
peta dasar pendaftaran yang dimaksudkan. Hal-hal mengenai peta dasar pendaftaran tersebut
diatur ketentuanya dalam pasal 15 dan 16. PP 24/1997 dan dapat mengatur lebih lanjut dan rinci
dalam pasal 12 s/d 18 peraturan menteri 3/1997.
C. Penetapan Batas-Batas Bidang Tanah
Mengenai penetapan dan pemasangan tanda-tanda batas bidang tanh diatur dalam pasal 17
s/d 19 PP.24/1997 dan mendapat pengaturan lebih lanjut dan rinci dalam pasal 19 s/d 23
pengaturan menteri 3/1997. untuk memperolh data fisik yang diperlukan bidang-bidang tanah
yang akan dipetakan diukur, setelah ditetapkan letaknya, batas-batasnya dan menrut keperluanya
ditempatkan tanda-tanda batas i setiap sudut bidang tanah yang bersangkutan.
Penetapan batas bidang tanah yang sudah dipunyai dengan suatu hak yang belum terdaftar
atau sudah terdaftar tetapi belum ada surat ukur atau gambar situasinya atau surat ukur atau
gambar situasinya tidak sesuai lagi dengan keadaan yang sebenarnya, dilakukan berdasarkan
penunjukan batas oleh pemegang hak yang bersangkutan dan sedapat mungkin disetujui oleh
para pemegang hak atas tanah yang berbatasan ( “contradictoire delimitatie”).
Dalam pasal 19 daidakan ketentuan jika dalam penetapan batas bidang-bidang tanah tersebut
tidak diperoleh kesepakatan diantara pemegang hak ata tanah yang bersangkutan dengan para
pemegang hak atas tanh yang berbatasan atau pemegang tanah hak atas tanah yang berbatasan
tidak hadir, biarpun sudah dilakukan pemanggilan. Merupakan kewajiban bagi pemegang hak
atas tanah untuk menempatkan tanda-tanda batas pada sudut-sudut bidang tanah yang
dipunyainya dan selanjutnya memeliharanya.
D. Pengukuran dan Pemetaan Bidang-Bidang Tanah dan Pembuatan Peta
Pendaftaran
Bidang-bidang tanah yang sudah di tetapkan batas-batasnya diukur dan selanjutnya dipetakan
dalam peta dasar pendaftaran. Jika dalam wilayah penaftaran tanah secra sporadik belum ada
peta dasar pendaftaran, dapat digunakan peta lain, sepanjang peta tersebut memenuhi persyaratan
teknis untuk pembuatan peta pendaftaran, misalnya peta dari instansi pekerjaan umum atau
instansi pajak. Apabila dijumpai keadaan seperti dikemukakan dalam pasal 19 di atas,
pengukuran diupayakan untuk sementara dilakukan berdasarkan batas-batas yang menrut
kenyataannya merupakan bats-batas tanah yang bersangkutan.
E. Pembuatan Daftar Tanah
Bidang atau bidang-bidang tanah yang sudah dipetakan atau dibukukan nomor pendaftaranya
pada peta pendaftaran, dibukukan dalam daftar tanah.
F. Pembuatan Surat Ukur
Untuk keperluan pendaftaran haknya, bidang-bidang tanah yang sudah diukur serta di
petakan dalam peta pendaftaran, dibuatkan surat ukur. Untuk wilayah-wilayah pendaftaran tanah
secara sporadik yang belum tersedia pendaftaran, surat ukur dibuat dari hasil pengukuran sebagai
yang diatur dalam pasal 20.
Pengumpulan dan Pengolahan data Yuridis Serta Pembukuan haknya
A. Hak-Hak Baru
Dalam kegiatan pengumpulan dat yuridis diadakan perbedaan antara pembuktian hak-hak
baru dan hak lama. Dalam pasal 23 ditentukan, bahwa untuk keperluan pendaftaran;
a. Hak atas tanah baru data yuridisnya dibuktikan dengan :
1. penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan
menrut ketentuan yang berlaku, apabila pemberian hak tersebut berasal dari tanah negara atau
hak pengelolaan, yang dapat diberikan secara individual kolektif ataupun secara umum.
2. asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima
hak yang bersangkutan; apabila hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik.
b. Hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaan oleh pejabat yang
berwenang.
c. Tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf , ditinjau dari sudut objeknya pembukuan
tanah wakaf merupakan pendaftaran untuk pertama kali, meskipun bidang tanah yang
bersangkutan sebeblumnya sudah didaftar sebagai tanah hak milik.
d. Hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan, pembukuanya merupakan
pendaftaran untuk pertama kali, birpun hak atas tanah tempat bangunan gedung rumah susun
yang bersangkutan berdiri sudah didaftar.
e. Pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak tanggungan.
Wakaf lahir dengan diucapkanya ikrar wakaf oleh wakif dihadapan pejabat pembuat akta
ikrar wakaf, yamg dibuktikan dengan akta ikrar wakaf yang dibuat oleh pejabat tersebut.
B. Hak-Hak Lama
Untuk pembuktian hak-hak atas tanah yang sudah ada berasal dati konveri hak-hak lama
data yuridisnya dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti
tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenaranya oleh
panitia ajudikasi / kepala kantor pertanahan dianggap cukup sebagai dasar mendaftar hak,
pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.
Dalam penjelasa pasal 24 ayat 1 tersebut dikemukakan, bahwa bukti kepemilikan itu pada
dasrnya terdiri dari atas bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya
UUPA pada tanggal 24 september 1960 dan apabila hak tersebut beralih, bukti peralihan hak
berturut-turut sampai ketangan pemegang hak pada waktu dilakukan pembukuan hak yang
bersangkutan.
Selanjutnya dijelas dalam penjelasan ayat 1, bahwa alat-alat bukti tertulis yang dimaksudkan
dalam pasal 24 ayat 1 diatas dapat berupa :
a. Groose akta hak eigendom yang diterbikan oleh overschrijvings ordonnantie(staatsblad
1834-27), yang telah bibubuhi catatan, bahwa hak eigendom yang bersangkutan
dikonversi menjadi hak milik.
b. Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan ordonnantie tersebut sejak
berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut PP 10/1961
di daerah yang bersangkutan; atau
c. Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan peraturan swapraja yang
bersangkutan atau
d. Sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan peraturan menteri agraria nomor 9
tahun 1959; atau
e. Surat keputusan pemberian hak milik dari pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun
sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai adanya kewajiban untuk mendaftarkan hak
yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut didalamnya; atau
f. Akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan, yang dibubuhi tanda kesaksian oleh
kepala adat/ kepala desa/ kelurahan, yang dibuat sebelum berlakunya PP ini.
g. Akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum
dibukukan (seharusnya ditambahkan; atau yang tanahnya sudah dibukukan, tetapi belum
diikuti pendaftaran pemindahan haknya pada kantor pertanahan); atau
h. Akta ikrar waka/ surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak dimulai melaksanakan
PP 28/1977; atau
i. Risaah lelang yang dibuat oleh pejabat lelang yang berwenang, yang tanhnya belum
dibukukan (seharusnna ditambahkan: atau yang tanahnya sudah dibukukan, tetapi belum
diikuti pendaftaran pemindahan haknya pada kantor pertanahan); atau
j. Surat penunjukan atau pembelian (seharusnya ; pemberian) kaveling tanah pengganti
tanah yang diambil oleh pemerintah atau pemerintah daerah; atau
k. Petuk pajak bumi/ landrente, girik, pipil, kekitir, dan verponding indonesia sebelum
berlakunya PP 10/1961 ( seharusnya; sebelum berlakunya UUPA tidak dipungut lagi
pajak bumi, karena tidak ada lagi tanah-tanah hak milik adat); atau
l. Urat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh kantor pelayanan pajak bumi dan
bangunan; atau
m. Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagai mana
maksud dalam pasal 2, pasal 6, dan pasal 7 ketentuan-ketentuan konversi UUPA.
Dalam hal bukti tertulis tidak lengkap atau tidak ada lagi, pembuktian pemilikan itu dapat
dilakukan dengan keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan, yang dapat dipercaya
kebenaranya menurut panitia ajudikasi/ kepala kantor pertanahan, demikian dijelaskan lebih
lanjut dalam penjelaan ayat 1 pasal 24. hal-hal mengenai sangksi dan penilaian kebenaran
keterangan para saksi dan anggota masyarakat yang bersangkutan diatur secra rinci dalam pasal
60 ayat 3 dan 4 peraturan menteri 3/1997.
Maka mengenai kepemilikan itu ada tiga kemungkinan alat pembuktianya, yaitu :
a. Bukti tertulisnya lengkap
b. Bukti tertulisnya sebagian tidak ada lagi
c. Bukti tertulisnya semuanya tidak ada lagi.
Tetapi semuanya akan diteliti lagi melauli pengumuman, untuk memberi kesempatan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengajukan keberatan.
Dalam pasal 24 ayat 2 diatur dalam pembukuan hak dalam hal tidak atau tidak ada lagi
tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian pemilikan yang tertulis, keterangan saksi ataupun
pernyataan yang bersangkutan yang dapat dipercaya kebenaranya mengenai kepemilikan tanah
yang bersangkutansebagai yang disebut dalam ayat 1.
Dalam penjelasan ayat 2 tersebut terinci syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi pembukuan hak
yang bersangkutan, yaitu :
a. Bahwa penguasaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan dengan itikad baik, secara
nyata dan terbuka selam waktu yang disebut diatas;
b. Bahwa kenyataan penguasaan dan pengunaan tanah selam itu tidak diganggu gugat dan
karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/
kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainya;
c. Bahwa hal-hal tersebut, yaitu penguasaan dan pengguanaan tanah yang bersangkutan
serta idak adanya gangguan, diperkuat oleh adanya kesaksian orang-orang yang dapat
dipercaya;
d. Bahwa telah daiadakan penelitian mengenai kebenaran hal-hal yang disebutkan diatas;
e. Telah diberi kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan keberatan melauli
pengumuman sebagaiman dimaksud dalam pasal 26;
f. Bahwa akhirnya kesimpulan mengenai status tanah dan pemegang haknya dituangkan
dalam keputusan berupa pengakuan hak yang bersangkutan leh panitia ajudikasi/kepala
pengakuan hak yang bersangkutan oleh panitia ajudikasi/kepala kantor pertanahan.
Dalam menilai kebenaran alat-alat bukti sebgaimana dimaksud pasal 24, dilakukan
pengumulan dan penelitian data yuridis mengenai bidang tanah yang bersangkutan oleh panitia
ajudikasi kepala kantor pertanahan.
Dalam pendaftaran tanah secara sporadik penelitian data yuridis yang dimaksud dalam
pasal 42 ayat 2 dilakukan oleh kepala kantor pertanahan menurut ketentuan paal 82 ayat 4
peraturan menteri 3/1997, dibantu oleh panitia “A”, yang dimaksud dalam keputusan kepala
badan pertanahan nasional 12/1992.
Pengumuman data fisik dan data yuridis ( pasal 15a/d pasal 28)
a. Daftar isian yang dalam pasal 63 peraturan menteri 3/1997 disebut daftar data yuridis dan daftar
fisik bidang tanah tersebut diatas memuat data yuridis beserta peta bidang atau bidang tanah
yang bersangkutan sebagai hasil pengukuran yang dimaksudkan dalam pasal 20 ayat 1 yang
memuat data fisik, diumumkan dalam 30 (tiga puluh0 hari dalam pendaftaran tanah secra
sporadik.
b. Tujuan pengmuman adalah memberi kesempatan kepada pihak-pihak yang berkepentingan yang
mengajukan keberatan.
c. Jangka waktu pengumuman. Pengumuman dalam pendaftaran tanah secra sistematik ditetapkan
selam 30 hari. Pengumuman dalam pendaftaran tanah secara sporadik waktunya lebih lama yaitu
60 hari.
d. Tempat pengumuman. Pengumuman tersebut dilakukan di kantor panitia ajudikasi, kantor
pertanahan dan kanor panitia ajudikasi, kantor pertanahan, dan kantor kepala desa/ kelurahan
letak tanah yang bersangkutan serta tempat lain yang dianggap perlu.
e. Keberatan yang diajukan. Jika dalam jangka waktu pengumuman tersebut ada yang mengajukan
keberatan mengenai data fisik dan atau data yuridis yang diumumkan, katua panitian ajudikasi/
kepala kantor pertanahan mengusahakan, agar secepatnya keberatan yang diajukan diselesaikan
secara musyawarah untuk mufakat.
f. Pengesahan data fisik dan data yuridis. Setelah jangka waktu pengumuman berakhir data fisik
dan data yuridis yang diumumkan oleh ketua panitia ajudikasi/ kepala kantor pertanahan
disahkan dalam berita acara pengesahan data fisik dn data yuridis sebagai yang dimaksud dalam
pasal 64 peraturan menteri 3/1997.
Berita acara pengesahan tersebut menjadi dasar untuk :
Pembukuan tanah hak atas tanah yang bersangkutan dalam buku tanah melalui penegasan
konversi.
Pembukuan hak atas tanah yang bersangkutan dalam buku tanah melalui pengakuan hak.
Pemberian hak baru atas tanah kalau tanah yang bersangkutan berstatus tanah negara.
Hal-hal mengenai penegasan konversi, pengakuan dan pemberian hak itu dalam
pelaksanaan pendaftaran secrara sistematik, diatur lebih lanjut dalam pasal 65 dan 66 peraturan
menteri 3/1997. untuk penegasan konversi cukup dibubuhkan catatan tertentu pada daftar isian
yang bersangkutan. Dalam pendaftaran tanah secara sistematik, pemberian hak atas tanah-tanah
negara yang ada diusulkan secara kolektif kepada kepala kantor pertanahan oleh ketua panitia
ajudikasi dengan menggunakan suatu daftar isian tertentu. Dalam pendaftaran secra sporadik
pemberian hak dilakukan dengan surat keputusan dari pejabat yang berwenang menurut
ketentuan hukum yang umum.
C. Pembukuan Hak
Tata cara dan fungsinya diatur dalam pasal 29. hak atas tanah, hak pengelolalaan, tanah
wakaf, dan hak milik ats satuan rumah susun didaftar dengan membukukanya dalam buku tanah,
yang memuat dat yuridis dan data fisik bidang tanah pada surat ukur tersebut. Pembukuan hak
dalam buku tanah serta pencatatanya pada surat ukur merupakan bukti, bahwa hak yang
bersangkutan beserta pemegang haknya dan bidang tanahnya yang diuraikan dalam surat ukur
secara hukum didaftar menurut PP ini (ayat2).
Pelaksanaan pembukuan diatrur dalam pasal 30. atas dasar alat bukti dan berita acara
pengesahan tersebut diatas hak atas bidang tanah :
a. Yang data fisik dan data yuridisnya sudah lengkap dan tidak ada yang disengketakan, dilakukan
pembukuanya dalam buku tanah dengan catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap.
b. Yang data fisik atau yuridinya blum lengkap dan tidak ada yang disengketakan, dilakukan
pembukuanya dalam buku tanah dengan catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap.
c. Yang data fisik atau data yuridisnya disengketakan, tetapi tidak diajukan gugatan ke oengadilan,
dilakukan pembukuanya dalam buku tanah, dengan catatan mengenai adanya sengketa tersebut.
d. Yang data fisik dan atau data yuridisnya disengketakan dan diajukan gugatan ke pengadilan,
serta ada perintah untuk status quo atau putusan penyitaan pengadilan, dilakukan pembukuanya
dalam buku tanah dengan mengosongkan nama pemegang haknya dalam hal-hal lain yang
disengketakan serta mencatat didalamnya adanya sita atau perintah status quo tersebut.
e. Yang data fisik dan atau data yuridisnya disengketakan dan diajukan gugatan ke pengadilan,
tetapi tidaka ada perintah dari pengadilan untuk status quo dan tidak ada putusan penyitaan dari
pengadilan, dilakukan p-embukuanya dalam buku tanah, dengan catatan mengenai adanya
sengketa tersebut serta hal-hal yang disengketakan.
D. Penerbitan sertifikat
Sertifikat sebagai surat tanda bukti hak, diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak hak
yang bersangkutan, sesuai dengan data fisik yang ada dalam surat ukur dan data yuridisnya telah
didaftar dalam buku tanah. Menurut PP 10/1961 sertifikat terdiri dari atas salinan buku tanah
yang memuat data yridis dan surat ukur yang memuat data fisik yang bersangkutan, yang dijilid
menjadi satu sampul dokumen (pasal 13). Terdapat ketentuan dalam pasal 178 peraturan menteri
3/1997.
Sertifikat hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku
tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau pihak lainyang dikuasakan olehnya.
Mengenai hak atas tanah atau hak atas milik atas satuan rumah susunan kepunyaan bersama
beberapa badan orang atau badan hukum diterbitkan satu sertifikat, yang diterimakan kepada
sakah satu pemegang hak atas penunjukan tertulis para pemegang hak bersama pihak lain.
Mengenai hak atas tanah atau hak milik atas tanah satuan rumah susun kepunyaan bersama dapat
diterbikan sertifikat sebanyak pemegang jumlah hak bersama untuk diberikan kepada tiap
pemegang hak bersama yang bersangkutan, yang memuat nama beserta besarnya bagian masing-
masing dari hak tersebut.
Jika dalam buku tanah terdapat catatan yang menyangkut data yuridis atau catatan
menyangkut data fisik, penerbitan sertifikat ditangguhkan sampai catatan yang bersangkutan
dihapus. Penerbitan sertifikat dimaksudkan agar pemegang hak dapat dengan mudah
membuktikan haknya.
Dalam pasal 32 dan penjelasannya diberikan interpretasi otentik mengenai pengertian
sertifikat sebagai alat pembuktian yang kuat yang ditentukan dalam UUPA dan penerapan
lembaga “rechtsverwerking” untuk mengatasi kelemahan sistem publikasi negatif yang
digunakan dalam penyelengaraan pendaftaran tanah menurut UUPA.
Dalam pasal 57 s/d 60 diberikan ketentuan mengenai sertifikat pengganti, yaitu :
a. Atas permohonan pemegang hak diterbitkan sertifikat baru, sebagai pengganti sertifikat
yang rusak, hilang atau yang masih menggunakan blanko sertifikat yang tidak digunakan
lagi.
b. Permohonan hany dapat diajukan oleh pihak yang namanya tercantum namanya sebagai
pemegang hak dalam buku tanah yang bersangkutan. Hilangnya sertifikat yang
dimintakan oleh pengganti dan menyerahkan akta PPAT diatas, harus terjadi setelah
dilakukanya pemindahan hak yang bersangkutan. Dalam hal pemegang hak atau
penerima hak yang dimaksudkan diatas sudah meninggal dunia, permohonan surat
pengganti dapat diajukan oleh ahli warisnya, dengan menyerahkan surat tanda bukti
sebagai ahli waris.
c. Pengganti sertifikat yang rusak atau pembahruan blankonya dapat segera dilaksanakan
dengan penyerahan sertifikat yang diganti. Tetapi penggantian sertifikat yang hilang
harus melalui tata cara utuk mencegah penyalahgunaan kemungkina penerbitan
penerbitan sertifikat penggantinya.
d. Penggantian sertifikat dicatat pada buku tanah yang bersangkutan.
e. Sertifak pengganti diserahkan kepada pihak yang memohon penggantian atau pihak lain
yang memohon penggantian atau pihak lain yang diberi kuasa olehnya untuk
menerimanya.
E. Penyajian data Fisik dan Data Yuridis
Dalam rangka penyajian data yuridis dan data fisik, terutama memberi kesempatan pada
pihak-pihak yang berkepentingan dengan mudah memperoleh keterangan yang diperlukan,
kepala kantor pertanahan, menyelenggarakan tata usaha pendaftaran tanah berupa daftar umum,
yang terdiri atas peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah dan daftar nama.
Mengenai penyajian data fisik dan data yuridis itu terdapat ketentuannya lebih rinci
dalam pasal 187 s/d 192 peraturan menteri 3/1997.
Data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam daftar nama hanya dapat diberikan kepada
instansi pemerintah, yang memerlukan keperluan untuk keperluan tuganya, dengan mengajukan
permintaan yang menyebutkan keperluannya.
Informasi tentang data dalam daftar-daftar yang lain terbuka untuk umum dan dapat
diberikan pada pihak yang berkepentingan secra visual atau tertulis dalam bentuk surat
keterangan pendaftaran tanah (SKPT), yang bentuknya ditetapkan dengan peraturan menteri
3/1997.
F. Penyimpanan Daftar Umum dan Dokumen (daiatur dalam pasal 35)
Mengenai penyimpana data dan dokumen itu terdapat dalam ketentuan pelengkapnya
dalam pasal 184 s/d 186 peraturan menteri 3/1997.
Dokumen-dokumen merupakan alat pembuktian yang telah digunakan sebagai dasar pendaftaran,
diberi tand pengenal dan disimpan di kantor pertanahan atau tenpat lain yang ditetapkan oleh
menteri, sebagi bagian yang tidak terpisahkan dari daftar umum. Dokumen-dokumen tersebut
harus tetap berada di kantor pertanahan atau tempat lain yang ditetapkan menteri.
Selain dalan hal tersebut diatas, dengan izin tertulis dari menteri atau pejabat yang
ditunjuknya dapat diberikan petikan, salinan atau rekaman dokumen bersangkutan kepada
instansi lain yang memerlukan untuk pelaksanaan tuganya.
Secara bertahap data pendaftaran tanah disimpan dan disajikan dengan menggunakan peralatan
elektronik dan mirofilm. Rekaman dokumen yang dihasilkann alat elektronik dan dalam bentuk
mirofilm tersebut mempuntai kekuatan pembuktian sesudah ditanda-tangani dan dibubuhi cap
dinas oleh oleh kepala kantir pertanahan yang bersangkutan.
PEMELIHARAAN DATA PENDAFTARAN TANAH
Pengertian Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah
Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik
atau data yuridis objek pendaftaran tanah yang telah didaftarkan. Pemegang hak yang
bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan yang bersangkutan kepada kantor pertanahan. Pasal
36 UUPA. Peristswa – peristiwa apa yang merupakan perubahan data yuridis disebut secara rinci
dalam Pasal 94 ayat (2) peraturan menteri 3/1997.
Pemeliharaan data karena pemindahan hak yang tidak melelui lelang.
Dalam Pasal 37 ditetapkan, bahwa peralihan atas hak tanah dan hak milik atas satuan
rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan
perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat
didaftarkan setelah terlebih dahulu dibuat akta oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan
UU yang berlaku.
Sehubungan dengan itu ditentukan dalam Pasal 39, bahwa PPAT Wajib menolak
membuat akta, Jika :
a. Mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau Hak Milik atas satuan rumah susun.
b. Mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak disampaikan : 1) surat
bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), 2) surat keterangan yang
menyatakan, bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertifikat dari kantor
pertanahan.
c. Salah satu atau para pihak yang akan melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan
atau salah satu saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38.
d. Salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa mutlak, yang pada
hakikatnya berisikan perbuatan hukum pemindahan hak.
e. Untuk perbuatan hukum yang akan dilakukan belum diperoleh izin dari pejabat atau
instansi yang berwenang.
f. Obyek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa.
g. Tidak dipenuhinya syarat lain atau dilanggar larangan yang ditentukan dalam peraturan
perundang – undangan yang bersangkutan.
Pemeliharaan Data karena Pemindahan Hak Melalui Lelang
Pemindahan hak melalui lelang diatur dalam Pasal 41. Ketentuan lebih lanjut terdapat
dalam pasal 107 s/d 110 Peraturan Menteri 3/1997. Peralihan hak melalui pemindahan hak
dengan lelang, hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan kutipan risalah lelang yang dibuat
oleh pejabat lelang, baik dalam lelang Eksekusi maupun lelang Sukarela.
Kepala kantor lelang wajib menolak melaksankan lelang apabila mengenai tanah yang
sudah didaftarkan atau hak milik atas satuan rumah susun tidak diserahkan sertifikat asli, atau
pun sertifikat yang diserahkan tidak asli. Dan bagi bidang tanah yang belum bersertifikat.
Pemeliharaan Data disebabkan Peralihan Hak karena Pewarisan.
Peralihan hak karena pewarisan terjadi karena hukum pada saat pemegang hak meninggal
dunia. Sejak itu para ahliwaris menjadi pemegang haknya yang baru. Mengenai siapa yang
menjadi ahli waris diatur dalamhukum perdata yang berlaku bagi pewaris. Pendaftaran peralihan
hak oleh pewaris diwajibkan untuk memberikan perlindungan hukum kepada ahliwaris dan demi
ketertiban tata usaha pendaftaran tanah. Surat tanda bukti sebagai ahliwaris dapet berupa akta
keterangan hak waris, atau surat penetapan ahliwaris atau surat keterangan ahli waris. Pencatatan
pendaftaran peralihan haknya dilakukan oleh kepala kantor pertanahan menurut ketentuan Pasal
105.
Pemeliharaan Data Disebabkan peralihan hak karena penggabungan atau peleburan
perseroan atau koperasi.
Diatur dalam Pasal 43 dan Pasal 113 peraturan menteri 3/1997, dokumen dokumen yang
harus diserahkan dalam penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi juga telah diatur
dalam Pasal 113.
Peralihan Hak atas tanah, hak pengolahan atau hak milik atas satua rumah susun karena
penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi dapat didaftarkan berdasarkan akta yang
membuktikan terjadinya penggabungan atau peleburan, setelah penggabungan atau peleburan
tersebut disahkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang –
undangan yang berlaku.
Menurut ketentuan Pasal 107 ayat 3 UU 1/1995 tentang perseroan terbatas dan Pasal 14
UU 25/1992 tentang perkoperasian, beralihnya hak dalam penggabungan atau peleburan
perseroan atau perkoperasian yang tidak didahului dengan likuiditas, terjadi karena hukum.
Maka cukup dibuktikan dengan akta yang membuktikan terjadinya penggabungan atau
peleburanyang bersangkutan.
Pemeliharaan Data karena Pembebanan Hak
Pembebanan Hak tanggungan pada hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah
susun, dan pembebana HGB, hak pakai, dan hak sewauntuk bangunan atas hak milik dan
pembebanan lain pada hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susunyang ditentukan
dengan peraturan perundang – undangan. Dapat di daftar jika dibuktikan dengan aktayang di
buat oleh PPAT yang berwenang. Ketentuan Pasal 38, 39, dan 40 berlaku juga untuk pembuatan
akta tersebut.
Diatur juga pendaftaran pembebanan hak guna bangunan dan hak pakai atas hak milik.
Hal –hal itu diatur dalam Pasal 120 Peraturan Menteri 3/1997. Pembebanan tersebut harus
dilakukan dihadapan PPAT yang membuat akta dan didaftarkan di kantor pertanahan oleh
pemegang hak milik atau oleh pemegang hak yang bersangkutan.
Penolakan Pendaftaran Peralihan dan Pembebanan Hak
Dalam Pasal 45 diadakan ketentuan yang mewajibkan kepala kantor pertahanan menolak
melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak yang dimohon. Kepala kantor
pertanahan wajib menolak, jika salah satu syarat dibawah ini tidak dipenuhi :
a. Sertifikat atau surat keterangan tentang keadaan hak atas tanah tidak sesuai lagi dengan
daftar – daftar yang ada pada kantor pertahanan.
b. Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) tidak dibuktikan
dengan akta PPAT atau Kutipan risalah lelang sebagaimana dimaksud dalam pasal 41,
kecuali dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2)
c. Dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran peralihan atau pembebanan hak yang
bersangkutan tidak lengkap.
d. Tidak dipenuhinya syarat lain yang ditentukan dalam peraturan perundang – undangan
yang bersangkutan.
e. Tanah yang bersangkutan merupakan obyek sengketa di pengadilan.
f. Perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta PPAT batal atau dibatalkan oleh putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
g. Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dibatalkan oleh para
pihak sebelum didaftarkan oleh kantor pertanahan.
Pemeliharaan Data Karena Perpanjangan Jangka Waktu Hak Atas Tanah
Hal ini dilakukan dengan mencatatnya pada buku tanah dan sertifikat hak yang
bersangkutan, berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang memberikan perpanjang jangka
waktu hak yang bersangkutan. Cara mendaftar perpanjangan jangka waktu tersebut diatur dalam
Pasal 130 peraturan menteri 3/1997 dan dilakukan dengan mencatatnya pada buku tanah dan
sertifikat hak yang bersangkutan, tanpa mengubah nomor haknya.
Pemeliharaan Data Karena Pemecahan, pemisahan, dan penggabungan bidang tanah.
Pengaturannya terdapat di pasal 48,49 dan 50 sedang pelaksanaannya dalam pasal 133,
134, dan 135 Peraturan menteri 3/1997.
Pemecahan
a. Atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan, satu bidang tanah yang sudah
didaftar dapat dipecah secara sempurna menjadi beberapa bagian yang masing – masing
merupakan bidang baru, dengan status yang sama dengan bidang tanah semula. Untuk
setiap bidang tanah tersebut dibuatkan surat ukur, buku tanah, dan sertifikat untuk
menggantikan surat ukur, buku tanah dan sertifikat asalnya.
b. Dalam Pasal 133 ayat 2,3,dan 4 peraturan menteri 3/1997 diatur cara pendaftarannya
c. Tampak ada kekhilafan dalam pengaturan kegiatan pendaftaran pemecahan bidang –
bidang tanah dalam pasal tersebut. Biarpun status hukumnya sama, kalau hasil
pemecahan itu masing – masing diberi nomor baru, menurut hukum masing – masing
merupakan hak yang baru, bukan pecahan dari hak yang lama.
Penggabungan
a. Atas permintaan pemegang hak yang bersangutan, dua bidang tanah atau lebih yang
sudah didaftarkan dan letaknya berbatasan, yang kesemuanya atas nama kepemilikan
yang sama. Dapat digabungkan menjadi satu bidang yang baru. Jika semua dipunyai
dengan hak yang sama dan berjangka waktu yang sama pula. Sesuai dengan pasal 48 ayat
3 demikian pasal 50.
b. Dalam hal penggabungan, hak – hak atas bidang - bidang tanah yang digabungkan
menjadi hapus.
c. Dalam Pasal 135 ayat 2 peraturan menteri 3/1997 dinyatakan bahwa penggabungan
hanya dapat dilakukan apabila tidak ada hak tanggungan atau beban – beban lain yang
membebani hak – hak atas tanah yang di bangun.
Pemeliharaan data karena hapusnya hak atas tanah, hak pengelolaan dan hak milik atas
satuan rumah susun
Berdasarkan :
a. Data dalam buku tanah yang disimpan di kantor pertanahan
b. Salinan surat keputusan pejabat yang berwenang
c. Akta yang menyatakan bahwa hak yang bersangkutan telah dilepaskan oleh pemegang
haknya.
Pemeliharaan data karena peralihan dan hapusnya hak tanggungan
Diatur dalam pasal 53, dan 54 dalam Peraturan menteri 3/1997. Pendaftaran peralihan
hak tanggungan dilakukan dengan mencatatkannya pada buku tanah serta sertifikat hak
tanggungan yang bersangkutan dan pada buku tanah dan sertifikat yang dibebani. A. Pendaftaran
hapusnya hak tanggungan dilakukan sesuai ketentuan dalam UU 4/1996. B. Hapusnya hak
tanggungan atas sebagai obyeknya.
Pemeliharaan data karena perubahan nama
Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah sebagai akibat pemegangan hak yang ganti
nama, dilakukan dengan mencatatnya dalam buku tanah dan sertifikat hak atas tanah atau hak
milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan. Demikian ditentukan dalam pasal 56 dan
penjelasannya. Dalam peraturan menteri 3/1997 terdapat ketentuannya dalam pasal 129.
Pemeliharaan data berdasarkan putusan atau penetapan ketua pengadilan.
Dalam pasal 55 ditentukan, bahwa panitera pengadilan baik PU,PTUN, maupun Pawajib
memberitahukan pada kepala kantor pertanahanmengenai seluruh isi semua putusan pengadilan.
Pencatatan hapusnya hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun berdasarkanputusan
pengadilan dilakukan setelah diperoleh surat keputusan mengenai hapusnya hak yang
bersangkutan dari menteri atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana yang dimaksud dalam pasal
52 ayat 1.
Pemeliharaan data sehubungan dengan perubahan hak atas tanah
A. Dalam berbagai keputusan menteri negara agraria/kepala BPN yang akan dibahas
dibawah, HGB dan hak pakai atas tanah yang dipunyai oleh warga negara indonesia
untuk rumah tempat tinggal dengan syarat – syarat yang ada di dalamnya.
B. Keputusan menteri negara agraria/kepala BPN nomor 9 tahun 1997 jis 15 tahun 1997 dan
1 tahun 1998 tentang pemberian hak milik atas tanah untuk rumah sangat sederhana
(RSS) dan rumah sederhana (RS)
C. Keputusan menteri negara agraria/ kepala BPN nomor 16 tahun 1997 tentang perubahan
hak milik menjadi hak guna bangunan atau hak pakai dan hak guna bangunan menjadi
hak pakai.
D. Keputusan menteri negara agraria/ kepala BPN Nomor 2 tahun 1998 tentang pemberian
hak milik atas tanah untuk rumah tinggal yang telah dibeli oleh pegawai negeri dari
pemerintah
E. Keputusan menteri agraria/ kepala BPN nomor 6 tahun 1998 tentang pemberian hak milik
atas tanah untuk rumah tinggal
F. Peraturan menteri negara agraria/ kepala BPN nomor 5 tahun 1998 tentang perubahan
hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah untuk rumah tinggal yang dibebani hak
tanggungan menjadi hak milik.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Jadi kesimpulan yang dapat diambil yaitu setiap tanah yang dimiliki oleh perorangan atau
badan hukum harus mempunyai sertifikat pendaftaran tanah dimana pendaftaran tanah dapat
didaftarkan di PPAT atau kantor pertanahan dan mendapatkan sertifikasi agar terjamin hak-hak
atas tanah yang dimiliki oleh perorangan ataupun badan Hukum.
3.2. Saran
Saran dari kelompok kami yaitu Bagi masyarakat yang mempunyai Hak Milik atas tanah dan belum didaftarkan di kantor pertanahan sebaiknya didaftarkan untuk mengantisipasi kemungkinan yang terjadi. Seperti terjadinya sengketa tanah dengan pihak lain.