bahan skripsi
DESCRIPTION
sebagai bahan rujukan untuk pembuatan proposal ataupun penelitian sehingga dapat di jadikan sebgai refrensi yang baik serta memudahkan orang untuk membaca.TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS LOGAM TIMBAL (Pb), TIMAH (Sn), DAN
KADMIUM (Cd) DALAM BUAH LENGKENG KEMASAN
KALENG SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
SKRIPSI
VERA
0706265062
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI FARMASI
DEPOK
JULI 2011
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS LOGAM TIMBAL (Pb), TIMAH (Sn), DAN
KADMIUM (Cd) DALAM BUAH LENGKENG KEMASAN
KALENG SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi
VERA
0706265062
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI FARMASI
DEPOK
JULI 2011
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk,
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Vera
NPM : 0706265062
Tanda Tangan :
Tanggal : 12 Juli 2011
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Vera
NPM : 0706265062
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Analisis Logam Timbal (Pb), Timah (Sn), dan
Kadmium (Cd) dalam Buah Lengkeng Kemasan
Kaleng secara Spektrofotometri Serapan Atom
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
pada Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam
Universitas Indonesia.
Penguji I : Prof. Dr. Effionora Anwar, MS., Apt. (………………………...)
Penguji II : Dr. Arry Yanuar, M.Si., Apt. (………………………...)
Penguji III : Dr. Anton Bahtiar, M.Biomed., Apt. (………………………...)
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 12 Juli 2011
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan
skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Farmasi pada Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
Penulis menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
selama masa perkuliahan sampai masa penyusunan skripsi, sangat sulit bagi
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., selaku Ketua Departemen Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
2. Ibu Dra. Maryati Kurniadi, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc.,
Apt., selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Pembimbing Akademis yang telah
memberikan dukungan dan saran selama masa pendidikan.
4. Seluruh staf pengajar, laboran, dan karyawan Departemen Farmasi FMIPA UI
yang telah membantu kelancaran dalam perkuliahan dan penelitian serta
penyusunan skripsi.
5. Keluargaku tercinta, Papi, Mami, Ming-ming, Chipon, Chide, dan seluruh
keluarga besar untuk kasih sayang, kesabaran, dukungan materil dan moral,
serta doa yang tiada hentinya.
6. Visto Tjahjadi untuk semua perhatian, dukungan, kesabaran, dan semangat
yang diberikan kepada penulis.
7. Teman-teman Farmasi 2007, terutama Lisa, Dewi, Vero, Agatha, Stella, Arya,
dan Lucky atas kebaikan, perhatian, nasehat, tempat berbagi, dan ketulusan
persahabatan yang terjalin selama empat tahun ini.
8. Adik-adik kelasku, terutama Michele, Merrie, Yuriani, dan Stefi yang selalu
memberikan semangat dan doanya.
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
vi
9. Semua pihak yang telah memberikan dukungan yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari
berbagai pihak sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan, baik untuk menambah wawasan dan pengetahuan,
maupun sebagai referensi penelitian selanjutnya.
Penulis
2011
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Vera
NPM : 0706265062
Program Studi : Farmasi
Departemen : Farmasi
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan
kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive
Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Analisis Logam Timbal (Pb), Timah (Sn), dan Kadmium (Cd) dalam Buah Lengkeng
Kemasan Kaleng secara Spektrofotometri Serapan Atom
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di: Depok
Pada tanggal: Juli 2011
Yang menyatakan
(Vera)
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
viii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Vera
Program Studi : Farmasi
Judul : Analisis Logam Timbal (Pb), Timah (Sn), dan Kadmium (Cd)
pada Buah Lengkeng Kemasan Kaleng secara Spektrofotometri
Serapan Atom
Buah lengkeng yang dikemas dalam kemasan kaleng dapat terkontaminasi logam
berat yang berasal dari komponen kaleng. Kontaminasi logam berat tersebut akan
berbahaya bila masuk ke dalam metabolisme tubuh dalam jumlah melebihi
ambang batas yang diizinkan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis timbal,
timah dan kadmium dalam buah lengkeng kemasan kaleng dengan dua merek
berbeda dan tiga masa simpan berbeda. Buah lengkeng yang telah dikeringkan
dan dihaluskan didestruksi dengan asam nitrat pekat menggunakan microwave
digestion system (180oC, 25 menit). Serapan logam diukur dengan
spektrofotometer serapan atom (SSA) pada panjang gelombang yang spesifik.
Penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kadar logam timbal pada enam sampel
bervariasi antara 0,2067 mg/kg hingga 0,4696 mg/kg. Kadar logam timah pada
enam sampel bervariasi antara 45,1083 mg/kg hingga 343,7587 mg/kg dan kadar
logam kadmium bervariasi antara 0,0134 mg/kg hingga 0,0155 mg/kg. Terdapat
tiga sampel buah lengkeng melebihi batas maksimum cemaran timah yang
ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Badan Standardisasi
Nasional. Sementara itu untuk cemaran timbal dan kadmium tidak ada yang
melebihi batas maksimum cemaran pada semua sampel.
Kata kunci : buah lengkeng, kadmium, SSA, timah, timbal
xv + 89 halaman : 15 gambar; 29 tabel; 8 lampiran
Daftar acuan : 51 (1972-2010)
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
ix Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Vera
Program Study : Pharmacy
Title : Analysis of Lead (Pb), Tin (Sn), and Cadmium (Cd) in Canned
Longan Fruit by Atomic Absorption Spectrophotometry.
Canned longan fruit can be contaminated with heavy metals from its can. That
contamination can be harmful if it reaches into metabolism in high level
exceeding the statutory safe limit. The aim of this study was to investigate lead,
tin and cadmium contamination in canned longan fruit of two brands with three
different storage-periods. Dried and fined longan fruit was destructed with
concentrated nitric acid using microwave digestion system (180oC, 25 minutes).
Absorption of metals was measured with atomic absorption spectrophotometer at
specific wavelength. This study shows that the mean level of studied metals varies
between 0,2067 mg/kg-0,4696 mg/kg for lead; 45,1083 mg/kg-343,7587 mg/kg
for tin; and 0,0134 mg/kg-0,0155 mg/kg for cadmium. The level of tin in three
samples exceeded statutory safe limit according to National Standardization
Agency of Indonesia and National Agency of Drug and Food Control while lead
and cadmium levels did not in all samples.
Key Words : AAS, cadmium, longan fruit, lead, tin
xv + 89 pages : 15 pictures; 29 tables; 8 appendices
Bibliography : 51 (1972-2010)
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
x Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................. v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...................................... vii
ABSTRAK ................................................................................................... viii
ABSTRACT ................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xv
BAB 1. PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Tujuan ........................................................................................ 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 4
2.1 Lengkeng (Euphoria longana Lamk.) ....................................... 4
2.2 Buah Kaleng ............................................................................. 5
2.3 Kemasan Kaleng ....................................................................... 6
2.4 Pencemaran Logam Berat ......................................................... 7
2.5 Karakteristik Logam Berat ....................................................... 8
2.6 Batas Cemaran Logam Berat dalam Makanan ......................... 11
2.7 Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) .................................... 11
2.8 Penyiapan Sampel ..................................................................... 16
2.9 Metode Analisa ......................................................................... 18
2.10 Validasi Metode Analisis ......................................................... 19
BAB 3. METODE PENELITIAN ............................................................. 23
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 23
3.2 Alat ............................................................................................. 23
3.3 Bahan .......................................................................................... 23
3.4 Cara Kerja .................................................................................. 24
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 34
4.1 Pembuatan Larutan Induk .......................................................... 35
4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi ....................................................... 36
4.3 Penyiapan Sampel ....................................................................... 37
4.4 Validasi Metode ......................................................................... 39
4.5 Destruksi Sampel ....................................................................... 45
4.6 Penetapan Kadar Timbal, Timah, dan Kadmium ........................ 45
4.7 Hambatan dalam Penelitian......................................................... 50
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
xi Universitas Indonesia
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 51
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 51
5.2 Saran ........................................................................................... 51
DAFTAR ACUAN ...................................................................................... 52
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
xii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Tanaman lengkeng ............................................................... 57
Gambar 2.2. Buah lengkeng ...................................................................... 57
Gambar 2.3. Diagram skematik dari Spektrofotometer Serapan Atom
“telah diolah kembali”........................................................... 12
Gambar 2.4. Skema hollow cathode lamp “ telah diolah kembali” ........... 13
Gambar 4.1. Kurva kalibrasi timbal .......................................................... 58
Gambar 4.2. Kurva kalibrasi timah ........................................................... 58
Gambar 4.3. Kurva kalibrasi kadmium ..................................................... 59
Gambar 4.4. Buah lengkeng kemasan kaleng ........................................... 59
Gambar 4.5. Serbuk buah lengkeng yang telah dikeringkan .................... 60
Gambar 4.6. Hasil destruksi ...................................................................... 60
Gambar 4.7. Komponen bejana dalam microwave digestion system ......... 61
Gambar 4.8. Microwave digestion system ................................................ 61
Gambar 4.9. Spektrofotometer serapan atom (Shimadzu AA 6300) ......... 62
Gambar 4.10. Unit-unit SSA ....................................................................... 63
Gambar 4.11. Tabung gas asetilen .............................................................. 64
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
xiii Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Tanggal produksi dan tanggal kadaluwarsa sampel buah
lengkeng kemasan kaleng .......................................................... 65
Tabel 3.2. Program microwave digestion system ........................................ 32
Tabel 3.3. Ketentuan alat SSA untuk pengukuran kadar timbal, timah, dan
kadmium ...................................................................................... 33
Tabel 4.1. Hasil perhitungan susut pengeringan ......................................... 65
Tabel 4.2. Kurva kalibrasi timbal ................................................................ 66
Tabel 4.3. Hasil uji linearitas kurva kalibrasi timbal .................................. 66
Tabel 4.4. Hasil perhitungan batas deteksi (LOD) dan batas kuantifikasi
(LOQ) timbal ............................................................................... 67
Tabel 4.5. Hasil uji perolehan kembali timbal dengan buah lengkeng
kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun)
(B3) pada konsentrasi 0,0500 ppm ............................................ 67
Tabel 4.6. Hasil uji perolehan kembali timbal dengan buah lengkeng
kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun)
(B3) pada konsentrasi 0,4997 ppm ............................................ 68
Tabel 4.7. Hasil uji perolehan kembali timbal dengan buah lengkeng
kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun)
(B3) pada konsentrasi 0,7995 ppm ............................................ 68
Tabel 4.8. Hasil uji presisi timbal dengan buah lengkeng kemasan kaleng
B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) ........................ 69
Tabel 4.9. Kurva kalibrasi timah ................................................................. 70
Tabel 4.10. Hasil uji linearitas kurva kalibrasi timah ................................... 70
Tabel 4.11. Hasil perhitungan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi
(LOQ) timah ................................................................................ 71
Tabel 4.12. Hasil uji perolehan kembali timah dengan buah lengkeng
kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun)
(B3) pada konsentrasi 4,985 ppm .............................................. 71
Tabel 4.13. Hasil uji perolehan kembali timbal dengan buah lengkeng
kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun)
(B3) pada konsentrasi 29,91 ppm .............................................. 72
Tabel 4.14. Hasil uji perolehan kembali timah dengan buah lengkeng
kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun)
(B3) pada konsentrasi 59,82 ppm .............................................. 72
Tabel 4.15. Hasil uji presisi timah dengan buah lengkeng kemasan kaleng
Bbaru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) ......................... 73
Tabel 4.16. Kurva kalibrasi kadmium ........................................................... 74
Tabel 4.17. Hasil uji linearitas kurva kalibrasi kadmium ............................. 74
Tabel 4.18. Hasil perhitungan batas deteksi (LOD) dan batas kuantifikasi
(LOQ) kadmium ......................................................................... 75
Tabel 4.19. Hasil uji perolehan kembali kadmium dengan buah lengkeng
kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun)
(B3) pada konsentrasi 0,0201 ppm ............................................ 75
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
xiv Universitas Indonesia
Tabel 4.20. Hasil uji perolehan kembali kadmium dengan buah lengkeng
kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun)
(B3) pada konsentrasi 0,1005 ppm ............................................ 76
Tabel 4.21. Hasil uji perolehan kembali kadmium dengan buah lengkeng
kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun)
(B3) pada konsentrasi 0,5025 ppm ............................................ 76
Tabel 4.22. Hasil uji presisi kadmium dengan buah lengkeng kemasan
kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) ............ 77
Tabel 4.23. Penetapan kadar timbal dalam sampel buah lengkeng ............... 78
Tabel 4.24. Penetapan kadar timah dalam sampel buah lengkeng ................ 79
Tabel 4.25. Penetapan kadar kadmium dalam sampel buah lengkeng .......... 80
Tabel 4.26. Rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi
analit dalam matriks ................................................................... 81
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
xv Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Cara memperoleh persamaan garis linier ............................. 82
Lampiran 2. Cara perhitungan batas deteksi dan batas kuantifikasi ......... 83
Lampiran 3. Cara perhitungan simpangan baku dan koefisien variasi ..... 84
Lampiran 4. Cara perhitungan uji perolehan kembali .............................. 85
Lampiran 5. Cara perhitungan kadar logam dalam sampel ...................... 86
Lampiran 6. Sertifikat analisis Pb(NO3)2 .................................................. 87
Lampiran 7. Sertifikat analisis SnCl2.2H2O .............................................. 88
Lampiran 8. Sertifikat analisis CdSO4.8/3 H2O .......................................... 89
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini buah yang dikemas dalam kemasan kaleng telah menjadi
pilihan makanan yang cukup digemari oleh masyarakat Indonesia, salah satunya
adalah buah lengkeng. Buah lengkeng kemasan kaleng ini digemari karena
praktis, mudah diperoleh baik di pasar tradisional maupun swalayan, tahan lama,
dan tidak mudah busuk (US Environmental Protection Agency, 1995).
Meskipun kemasan kaleng memberikan banyak keuntungan dalam
pengemasan makanan, namun keamanan dan pengaruhnya terhadap makanan
tetap harus diperhatikan. Komponen logam pada kemasan kaleng dapat bermigrasi
ke dalam produk makanan yang dikemasnya. (Julianti dan Nurminah, 2006).
Migrasi tersebut dapat menimbulkan kontaminasi logam berat pada makanan yang
dikemasnya. Beberapa logam berat yang dapat mengontaminasi produk makanan
kaleng, yaitu: timah (Sn), timbal (Pb), besi (Fe), kadmium (Cd), dan alumunium
(Al). Sambungan antara bagian tutup kaleng dengan badan kaleng yang dipateri
menggunakan timbal dapat menyebabkan cemaran timbal pada makanan kaleng.
Selain itu, timah pada tinplate dapat larut ke dalam produk yang dikemasnya dan
mencemari produk tersebut (De Leon, 1995; WHO, 2005).
Kontaminasi logam berat seperti timah, timbal, dan kadmium dalam
makanan dengan konsentrasi yang cukup tinggi dapat menimbulkan efek buruk
terhadap kesehatan konsumen. Logam-logam tersebut berbahaya apabila masuk
ke dalam sistem metabolisme dalam jumlah melebihi ambang batas. Toksisitas
akut dari logam-logam tersebut umumnya menimbulkan gangguan saluran cerna
seperti perut kaku, mual, muntah, dan diare, terutama pada anak-anak. Sementara
itu timbal dan kadmium merupakan logam yang bersifat kumulatif sehingga
paparan terus-menerus terhadap logam tersebut sangat berbahaya. Paparan kronis
timbal pada orang dewasa dapat menimbulkan hipertensi, nefropati, anemia,
neuropati perifer, dan encepalopati. Sedangkan paparan kronis kadmium dapat
menimbulkan penyakit paru obstruktif, emfisema, kerusakan tubular ginjal, dan
deformasi tulang (FDA, 2010; Gad, 2005; Godt et al., 2006).
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
2
Universitas Indonesia
Untuk menjamin keamanan produk makanan, maka Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM) menetapkan persyaratan batas maksimum cemaran logam
pada bahan pangan. Batas cemaran logam kadmium (Cd) dan timbal (Pb) pada pangan
khususnya produk buah dan sayur adalah 0,2 mg/kg dan 0,5 mg/kg, sedangkan
persyaratan untuk timah (Sn) pada produk pangan yang diolah dengan proses panas dan
dikemas dalam kaleng adalah 250 mg/kg (BPOM, 2009).
Beberapa penelitian mengenai kontaminasi logam berat pada makanan
kaleng telah dilakukan. Sebuah penelitian yang dilakukan di Nigeria menemukan
adanya kontaminasi logam berat seperti timbal, tembaga, nikel, dan kadmium
dalam minuman sari buah kemasan kaleng melebihi batas aman yang diizinkan
(Iwegbue et al., 2008). Sementara itu, ditemukan pula kontaminasi kadmium dan
timbal melebihi batas aman pada tomat kalengan yang beredar di pasar daerah
Nigeria (Itodo, A. U., dan Itodo, H. U., 2010). Penelitian lain di Inggris menemukan
kontaminasi timah dalam beberapa sampel sayuran dan buah kaleng dengan
konsentrasi rata-rata 44 mg/kg. Dari 400 sampel yang diuji, terdapat dua sampel
dengan kadar timah diatas batas maksimal yang diijinkan (Food Standards
Agency, 2002).
Dengan adanya resiko tercemarnya buah kaleng oleh logam berat,
terutama logam timbal, timah dan kadmium yang dapat membahayakan kesehatan
konsumen, maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap kontaminasi
logam tersebut pada buah lengkeng kemasan kaleng yang terdapat di pasaran.
Untuk menganalisis cemaran logam dalam sampel seperti buah lengkeng,
diperlukan suatu metode analisis kuantitatif yang mampu menetapkan kadar
unsur-unsur logam dalam jumlah kecil. Metode yang cocok untuk tujuan tersebut
ialah metode Spektrofotometri Serapan Atom. Metode ini cocok karena
mempunyai kepekaan yang tinggi, selektif untuk penetapan kadar logam,
pelaksanaan yang relatif sederhana, dan interferensinya sedikit (Gandjar dan
Rohman, 2007; Harmita, 2006).
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
3
Universitas Indonesia
1.2 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui ada atau tidaknya kandungan logam timbal (Pb), timah (Sn), dan
kadmium (Cd) dalam buah lengkeng kemasan kaleng dengan merek dan masa
simpan yang berbeda.
2. Menentukan kadar logam timbal (Pb), timah (Sn), dan kadmium (Cd) dalam
buah lengkeng kemasan kaleng dengan merek dan masa simpan yang berbeda
serta kelayakan buah lengkeng kemasan kaleng tersebut berdasarkan ketetapan
Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Badan Standardisasi Nasional tahun
2009 mengenai batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan.
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
4 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lengkeng (Euphoria longana Lamk.)
Taksonomi lengkeng:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Sapindales
Suku : Sapindaceae
Marga : Euphoria
Jenis : Euphoria longana Lamk.
(Depkes RI, 1997).
Lengkeng merupakan tanaman yang berasal dari China Selatan. Tanaman
ini tumbuh pada daerah tropis atau subtropis dengan curah hujan yang tinggi.
Tanaman lengkeng memiliki tinggi sekitar 10-15 meter dengan batang berkayu
dan tegak. Buah lengkeng berwarna coklat, berbentuk bola dengan diameter 1-2
cm, dan memiliki permukaan yang kasar. Buah lengkeng dipanen saat buah
berwarna coklat hingga coklat tua dengan umur sekitar enam bulan setelah
berbunga. Buah lengkeng dapat disimpan beberapa hari pada suhu kamar tanpa
terjadi dehidrasi atau perubahan rasa. Hal ini dikarenakan kulit buah yang kuat
dan keras. Buah ini sering dijual segar ataupun dalam kemasan kaleng (Morton,
1987; Depkes RI, 1997; ICSFRI, n.d.).
Buah lengkeng memiliki kandungan mineral dan vitamin seperti besi,
magnesium, kalium, fosfor, vitamin A, dan vitamin C. Daging buah lengkeng
mengandung adenosin yang memiliki efek anti-ansietas dan analgesik. Biji
lengkeng mengandung senyawa polifenol seperti korilagin, asam galat, dan asam
elagat. Biji lengkeng memiliki khasiat sebagai antioksidan, mengurangi keriput,
dan menghambat pembentukan melanin. (Okuyama et al., 1999; Rangkadilok et
al., 2007).
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
5
Universitas Indonesia
2.2 Buah Kaleng
Dewasa ini buah yang dikemas dalam kaleng telah menjadi pilihan
makanan yang cukup digemari masyarakat karena sifatnya yang praktis dan tahan
lama. Berbagai buah dapat dikalengkan, termasuk buah yang tidak tersedia di
pasar tradisional pada daerah tertentu (US Environmental Protection Agency,
1995).
Kandungan vitamin, mineral, dan serat dalam buah kaleng sama dengan
kandungan pada buah segar. Pengemasan dalam kaleng ini dapat melindungi
produk dari oksigen yang dapat mengoksidasi vitamin A, B, C, D, dan karoten.
Selain itu, proses ini juga dapat membunuh bakteri penyebab kebusukan (US
Environmental Protection Agency, 1995).
Tujuan utama mengemas buah dalam kemasan kaleng adalah untuk
mengawetkan buah yang mudah busuk dengan menyimpannya dalam kondisi
yang stabil sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Mengemas buah
dalam kemasan kaleng ini berguna untuk membunuh mikroorganisme pada buah
dan mencegah rekontaminasi. Biasanya pembunuhan mikroorganisme ini
dilakukan dengan pemanasan, sementara untuk mencegah rekontaminasi
dilakukan dengan penghilangan oksigen pada ruang sisa (head space). Dalam
proses pengemasan, buah yang telah dipanen terlebih dahulu dicuci dan dipotong,
kemudian dimasukkan ke dalam kaleng. Setelah dikemas dalam kaleng vakum
dan disegel, makanan kaleng ini kemudian dipanaskan untuk disterilisasi (US
Environmental Protection Agency, 1995).
Buah kaleng memang praktis dan tahan lama, namun tetap harus diingat
bahwa seperti sifat makanan pada umumnya, buah kaleng tetap mengalami
penurunan mutu seiring dengan lamanya penyimpanan. Kerusakan buah kaleng
dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain karena proses pengolahan yang
kurang sempurna, faktor mikrobiologis, kimia, cara penyimpanan, dan lain-lain
(Laroussen dan Brown, 1997).
Buah yang dikemas dalam kaleng dapat terkontaminasi logam berat yang
berasal dari bahan penyusun kaleng, terutama apabila kemasan kaleng tersebut
sudah berkarat atau lapisan timahnya sudah terkelupas atau rusak. Beberapa
logam berat yang dapat mengkontaminasi produk kalengan seperti timah (Sn),
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
6
Universitas Indonesia
timbal (Pb), besi (Fe), kadmium (Cd), alumunium (Al), dan sebagainya (Itodo, A.
U., dan Itodo, H. U., 2010; WHO, 1972).
2.3 Kemasan Kaleng
Kemasan kaleng termasuk jenis kemasan yang cukup banyak digunakan
untuk mengemas produk pangan. Spesifikasi kaleng untuk mengemas pangan
ditentukan oleh dua kebutuhan, yaitu kebutuhan akan kekuatan yang dimiliki
wadah dan daya simpan yang dimiliki oleh produk dalam kaleng (Julianti dan
Nurminah, 2006). Kaleng harus dapat disegel rapat dan kedap udara untuk
mencegah masuknya mikroorganisme, gas, dan cairan untuk mempertahankan
stabilitasnya. Selain itu, kaleng tersebut juga harus kuat secara fisik terhadap
kerusakan selama distribusi dan penyimpanan. Pelat timah (tinplate), baja, dan
alumunium merupakan bahan penyusun kaleng logam. Bahan penyusun kaleng
harus disesuaikan dengan produk yang akan dikemas dan kondisi penyimpanan
produk. Jenis kaleng yang sering digunakan untuk mengemas makanan adalah
kaleng yang tersusun dari pelat timah (Laroussen dan Brown, 1997).
Untuk mengemas produk pangan, maka bagian dalam kaleng
(sebagaimana halnya bagian luar kaleng) harus bersifat tahan korosi. Untuk
menghindari hal tersebut biasanya pelat baja dilapisi dengan timah. Timah
digunakan karena kuat dan daya tahannya yang baik terhadap korosi. Bila lapisan
timah ini terkelupas atau larut ke dalam produk yang dikemasnya, maka logam-
logam yang terdapat pada lapisan baja di dalamnya dapat lepas dan
mengontaminasi produk tersebut (Itodo, A. U., dan Itodo, H. U., 2010). Pada
bagian dalam kaleng, korosi dapat disebabkan oleh kontak langsung antara produk
dan permukaan kaleng. Beberapa faktor yang menentukan terjadinya
pembentukan karat pada bagian dalam kaleng antara lain sifat bahan pangan,
terutama pH; pemacu pembentukan karat seperti nitrat (terdapat pada beberapa
buah dan sayuran); banyaknya sisa oksigen dalam bahan pangan, khususnya pada
ruang sisa; suhu dan waktu penyimpanan; serta beberapa faktor yang berasal dari
bahan kemas, seperti berat lapisan timah, komposisi lapisan baja dasar, efektifitas
perlakuan pada permukaan lapisan, jenis lapisan, dan lain sebagainya (Julianti dan
Nurminah, 2006; Laroussen dan Brown, 1997).
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
7
Universitas Indonesia
Pada pembuatan kaleng, salah satu cara menyambung bagian tutup kaleng
dengan bagian badan kaleng adalah dengan pateri menggunakan campuran dari
90% timbal dan 10% timah. Sambungan tersebut dapat menjadi sumber
pencemaran timbal (Pb) dalam makanan kaleng. Namun, mengingat bahaya yang
dapat ditimbulkan oleh timbal terhadap kesehatan konsumen, penggunaan timbal
untuk paterian sudah mulai berkurang dan digantikan dengan paterian secara
elektrik (De Leon, 1995).
2.4 Pencemaran Logam Berat
Logam berat ialah unsur logam dengan berat molekul tinggi, yaitu berat
jenis lebih besar dari 5 g/cm3. Namun unsur-unsur metaloid yang mempunyai sifat
berbahaya juga dimasukkan ke dalam kelompok tersebut. Dengan demikian, yang
termasuk ke dalam kriteria logam berat saat ini mencapai lebih kurang 40 jenis
unsur. Beberapa contoh logam berat yang beracun bagi manusia antara lain arsen
(As), kadmium (Cd), tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri (Hg), nikel (Ni), dan
seng (Zn) (Darmono, 1995).
Logam berat dapat masuk ke lingkungan hidup dengan berbagai cara,
seperti pelapukan batu-batuan yang mengandung logam berat, aktivitas gunung
berapi, dan pembuangan limbah yang berasal dari pertambangan, industri, dan
transportasi. Sumber utama kontaminan logam berat berasal dari udara dan air
yang mencemari tanah. Selanjutnya, semua tanaman yang tumbuh di atas tanah
yang telah tercemar akan mengakumulasikan logam-logam tersebut. Setelah itu
ternak akan memanen logam-logam berat yang ada pada tanaman yang
dimakannya. Pada akhirnya manusia akan tercemar logam tersebut dari empat
sumber utama, yaitu udara yang dihirup saat bernapas, air minum, tanaman, dan
ternak yang dikonsumsi (Notohadiprawiro, 2006).
Logam-logam tertentu dalam konsentrasi tinggi akan sangat berbahaya
bila ditemukan di dalam lingkungan. Penyebab utama logam berat menjadi bahan
pencemar berbahaya adalah karena sifatnya yang tidak dapat dihancurkan
(nondegradable) oleh organisme hidup yang ada di lingkungan. Akibatnya,
logam-logam tersebut terakumulasi ke lingkungan. Logam berat membahayakan
apabila masuk ke dalam sistem metabolisme dalam jumlah melebihi ambang
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
8
Universitas Indonesia
batas. Ambang batas untuk tiap jenis logam berat berbeda-beda (Darmono, 1995;
Notohadiprawiro, 2006).
2.5 Karakteristik Logam Berat
2.5.1 Timbal
Timbal merupakan unsur dengan nomor atom 82, memiliki berat atom
207,2, titik leleh 327,46ºC, dan titik didih 1740ºC. Timbal merupakan logam
berwarna abu-abu, dapat ditempa, dan dapat dibentuk (Windholz, 1976).
Timbal mudah dibentuk dan mempunyai sifat kimia yang aktif sehingga
dapat digunakan untuk melapisi logam untuk mencegah perkaratan. Bila dicampur
dengan logam lain, timbal dapat membentuk logam campuran yang lebih bagus
daripada logam murninya. Selain itu, timbal juga mempunyai kepadatan melebihi
logam lain. Logam ini banyak digunakan pada industri baterai, kabel, cat (sebagai
zat pewarna), penyepuhan, pestisida, dan yang paling banyak digunakan sebagai
zat antiletup pada bensin. Timbal juga digunakan sebagai zat penyusun pateri dan
sebagai formulasi penyambung pipa (Darmono, 1995).
Keracunan timbal dapat disebabkan oleh timbal organik atau anorganik
dan dapat berupa keracunan akut atau yang lebih sering merupakan keracunan
kronik. Pencemaran timbal dapat berasal dari asap rokok, bensin yang
mengandung timbal, makanan yang terkontaminasi timbal, makanan kaleng, dan
insektisida (Darmono, 1995).
Timbal diabsorpsi dengan cepat di saluran cerna dan menurun seiring
dengan bertambahnya usia. Anak-anak mengabsorpsi sekitar 30˗50% timbal yang
tertelan sedangkan orang dewasa hanya sekitar 5-15%. Oleh karena itu anak-anak
lebih rentan terhadap toksisitas timbal (Gad, 2005b).
Timbal merupakan racun yang bersifat kumulatif. Akumulasinya terutama
pada ginjal, otak, dan tulang. Oleh karena itu, perlu diperhatikan jumlah timbal
yang terabsorbsi dan yang terakumulasi. Sekitar 10% timbal yang berasal dari
makanan dan minuman akan diabsorbsi. Berdasarkan asumsi tersebut, maka batas
asupan timbal per minggu adalah 3 mg per orang yang setara dengan 0,05 mg/kg
berat badan (WHO, 1972; Gad, 2005b).
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
9
Universitas Indonesia
Toksisitas akut timbal dapat menyebabkan anoreksia, muntah, dan kejang
terutama pada anak-anak. Toksisitas timbal tergantung dari tingkat paparan dan
lamanya paparan. Target utama dari toksisitas timbal adalah sistem saraf pusat,
darah, dan ginjal. Paparan kronis timbal pada orang dewasa dihubungkan dengan
nefropati, anemia, neuropati perifer, dan ensepalopati. Selain itu juga dapat terjadi
perubahan neuropsikiatrik pada anak-anak (Gad, 2005b).
2.5.2 Timah
Timah merupakan logam dengan berat atom 118,71, berwarna putih
keperakan, berkilau, dapat ditempa, dan dapat dibentuk. Timah memiliki titik
lebur 231,93oC dan titik didihnya mencapai 2602
oC (Windholz, 1976).
Logam ini tidak mudah teroksidasi dalam udara sehingga sering digunakan
sebagai pelapis logam lainnya untuk mencegah karat. Timah juga sering
digunakan sebagai campuran dengan logam lain atau alloying agent, seperti pada
solder lunak (Winter, 2010).
Makanan adalah sumber utama paparan timah anorganik, terutama
makanan yang dikemas dalam kemasan kaleng. Paparan terhadap timah yang
berasal dari makanan sebagian besar berasal dari makanan yang dikemas dalam
kaleng yang tidak dilapisi dengan enamel (unlacquered), yaitu sebesar 98% dari
total timah yang tertelan (WHO, 2005; Blunden dan Wallace, 2003).
Timah pada tinplate dapat larut ke dalam produk yang dikemasnya.
Kecepatan larutnya timah ke dalam makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti adanya zat pengoksidasi, masa simpan, dan kondisi penyimpanan seperti
suhu. Oleh karena itu, konsentrasinya dalam makanan dapat meningkat apabila
kemasan kaleng dibuka dan/atau disimpan dalam waktu yang lama dan suhu
tinggi (WHO, 2005).
Konsentrasi timah pada makanan kaleng yang dilapisi enamel biasanya
dibawah 25 mg/kg, namun dapat mencapai lebih dari 100 mg/kg pada kaleng yang
tidak dilapis. Hal ini dikarenakan pada kaleng yang dilapisi dengan enamel, tidak
terjadi kontak langsung antara timah pada lapisan kaleng dengan makanan yang
dikemasnya (Food Standards Agency, 2002; WHO, 2005).
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
10
Universitas Indonesia
JECFA menyimpulkan bahwa rata-rata asupan (intake) timah pada
beberapa negara bervariasi antara 1 hingga 15 mg/hari per orang, namun asupan
harian maksimum dapat mencapai 50-60 mg pada individu yang rutin
mengonsumsi produk makanan kaleng yang tidak dilapis (WHO, 2005).
Absorpsi timah anorganik di saluran cerna biasanya kurang dari 5%,
namun dapat dipengaruhi oleh dosis, anion (kelarutan senyawa), dan adanya
senyawa lain. Konsumsi timah dapat menimbulkan efek pada gastrointestinal
seperti mual, kram perut, muntah, dan diare. Hal ini terjadi karena iritasi lokal
pada lambung akibat timah yang terlarut didalamnya. Pada paparan kronik, timah
dapat menyebabkan kejang otot dan paralisis (WHO, 2005; Gad, 2005c).
2.5.3 Kadmium
Logam kadmium (Cd) memiliki titik lebur 320,9oC dan titik didih 765
oC.
Logam ini berupa serbuk kristalin, berwarna putih, mudah larut dalam air, dan
praktis tidak larut dalam alkohol (Windholz, 1976).
Kadmium banyak digunakan dalam aplikasi sepuhan listrik
(electroplating), pembuatan pateri, dan baterai Ni-Cd. Garam sulfat merupakan
garamnya yang paling banyak ditemukan. Pencemaran logam kadmium dapat
bersumber dari pembuangan sisa limbah kegiatan industri maupun dari limbah
domestik. Karena kadmium digunakan secara luas dalam industri, maka
pencemarannya pada tanah dan air juga meningkat (Godt et al., 2006).
Rute utama paparan kadmium pada manusia adalah melalui saluran cerna
dan inhalasi. Absorpsi kadmium pada saluran cerna sekitar 4,7% pada orang
dewasa dan dapat meningkat pada anak-anak. Kadmium terakumulasi pada hati
dan ginjal serta bersifat karsinogen. Toksisitas akut kadmium berupa efek iritasi
lokal pada saluran cerna seperti mual, muntah, diare, dan sakit perut. Sedangkan
paparan jangka panjang kadmium dapat menimbulkan penyakit paru obstruktif,
emfisema, dan kerusakan tubular ginjal. Selain itu, kadmium juga dapat
menyebabkan deformasi tulang (Godt et al., 2006; Gad, 2005a).
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
11
Universitas Indonesia
2.6 Batas Cemaran Logam Berat dalam Makanan
Produk pangan yang diproduksi, diimpor, dan diedarkan di wilayah
Indonesia harus memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi pangan,
termasuk persyaratan batas maksimum cemaran logam berat. Berdasarkan
ketetapan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Badan
Standardisasi Nasional (BSN) pada tahun 2009, batas cemaran logam kadmium
(Cd) dan timbal (Pb) pada pangan khususnya produk buah dan sayur adalah 0,2
mg/kg dan 0,5 mg/kg. Sementara itu, batas maksimum untuk cemaran logam
timah (Sn) pada produk pangan yang diolah dengan proses panas dan dikemas
dalam kaleng adalah 250 mg/kg (BPOM, 2009; BSN, 2009).
Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA)
merekomendasikan batas toleransi asupan selama seminggu (provisional tolerable
weekly intake) untuk timah sebesar 14 mg/kg berat badan untuk menghindari
resiko efek kronik. Sedangkan batas toleransi logam timbal (Pb) yang boleh
masuk ke dalam tubuh selama satu minggu adalah 25 µg/kg berat badan dan 7
µg/kg berat badan untuk kadmium (Cd) (JECFA, 2003).
2.7 Spektrofometri Serapan Atom (SSA)
Metode analisis menggunakan spektrometer serapan atom (atomic
absorption spectrophotometry, AAS) merupakan metode yang populer untuk
analisa logam karena disamping relatif sederhana, metode ini juga selektif dan
sangat sensitif. Oleh karena itu SSA menjadi metode analisis yang sering
digunakan untuk pengukuran sampel logam dengan kadar yang sangat kecil
(Broekaert, 2002).
Metode ini didasarkan pada absospsi atomik, yaitu penyerapan radiasi
yang dipancarkan dari suatu sumber radiasi oleh suatu medium yang terdiri dari
atom-atom bebas yang berada pada tingkat energi dasar (ground state). Sampel
yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom bebas yang berada pada
tingkat energi dasar. Penguraian molekul menjadi atom (atomisasi) ini dilakukan
dengan energi dari api atau arus listrik. Teknik pemanasan dengan pemanfaatan
nyala api merupakan cara yang paling umum digunakan, yaitu dengan
menyemprotkan larutan yang dianalisis ke dalam nyala tertentu. Dengan demikian
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
12
Universitas Indonesia
pelarut pada sampel akan menguap dan meninggalkan partikel padat. Setelah itu,
terjadi perubahan bentuk dari padatan menjadi gas dan senyawa yang terdapat di
dalam sampel akan berdisosiasi menjadi bentuk atom-atomnya (Vandecasteele
dan Block, 1993; Welz dan Michael, 2005).
Atom-atom yang telah terbentuk tersebut kemudian akan mengabsorpsi
cahaya dari sejumlah energi tertentu dari sumber cahaya yang spesifik untuk
setiap atom. Absorpsi cahaya tersebut akan diikuti oleh eksitasi elektron pada
tingkat energi dasar ke orbital energi yang lebih tinggi (excited state). Dengan
demikian intensitas cahaya yang meninggalkan analit akan berkurang. Jumlah
intensitas yang berkurang akan proporsional dengan jumlah atom yang
mengabsorpsi cahaya tersebut. Keadaan tersebut sesuai dengan hukum Lambert-
Beer, dimana serapan akan proporsional dengan konsentrasi atom (Ebdon et al.,
1998).
2.7.1 Instrumentasi
Terdapat lima komponen utama dalam instrumen spektrofotometer
serapan atom, yaitu: sumber cahaya, sistem atomisasi, monokromator, detektor,
dan alat pembaca (Perkin-Elmer Corporation, 1996). Dibawah ini adalah gambar
skematik dari alat SSA:
[Sumber : Perkin-Elmer Corporation, 1996]
Gambar 2.3 Diagram skematik dari Spektrofotometer Serapan Atom
“telah diolah kembali”
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
13
Universitas Indonesia
2.7.1.1 Sumber Cahaya
Setiap atom menyerap cahaya pada panjang gelombang yang sangat
spesifik sehingga perlu digunakan sumber cahaya dengan spektrum yang sempit.
Sumber utama yang digunakan untuk serapan atom adalah hollow cathode lamp
(HCL) dan electrodeless discharge lamp (EDL). HCL merupakan sumber cahaya
yang sangat baik, terang dan stabil untuk kebanyakan unsur. Untuk unsur yang
mudah menguap biasanya digunakan EDL. EDL lebih kuat dari HCL dan
memberikan presisi yang baik serta batas deteksi yang lebih rendah untuk
beberapa unsur (Perkin-Elmer Corporation, 1996).
Sumber cahaya yang lazim digunakan adalah HCL. HCL terdiri atas
tabung kaca tertutup berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau
dilapisi logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon atau
argon) dengan tekanan rendah. Pada ujung silinder terdapat jendela dari kuarsa
yang transparan terhadap radiasi yang dilepaskan. HCL ini dihubungkan dengan
sumber energi. Aliran arus listrik menyebabkan atom unsur logam pada katoda
akan mengalami eksitasi dan menghasilkan spektrum yang spesifik untuk unsur
logam tersebut (Department of Chemistry and Biochemistry, NMSU, 2006).
Gambaran dari HCL dapat dilihat dibawah ini:
[Sumber : Department of Chemistry and Biochemistry, NMSU, 2006]
Gambar 2.4 Skema hollow cathode lamp “telah diolah kembali”
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
14
Universitas Indonesia
2.7.1.2 Sistem Atomisasi
Sistem atomisasi yang digunakan pada SSA dapat berupa nyala atau
elektrotermal. SSA yang memiliki sistem atomisasi berupa nyala disebut Flame
Atomic Absorption Spectrometry (FAAS) sedangkan SSA yang memiliki sistem
atomisasi berupa elektrotermal disebut Graphite Furnace Atomic Absorption
Spectrophotometry (GFAAS) (Vandecasteele dan Block, 1993).
Pada sistem atomisasi nyala, larutan sampel yang mengandung logam
dalam bentuk garam akan diubah menjadi aerosol dengan dilewatkan pada
nebulizer, kemudian dengan adanya penguapan pelarut, butiran aerosol akan
menjadi padatan. Setelah itu, terjadi perubahan bentuk dari padatan menjadi gas
dan senyawa yang terdapat di dalam sampel akan berdisosiasi menjadi bentuk
atom-atomnya (Vandecasteele dan Block, 1993; Welz dan Michael, 2005). Atom-
atom yang berada pada tingkat energi terendah kemudian akan menyerap radiasi
yang diberikan oleh sumber cahaya (Welz dan Michael, 2005).
Terdapat dua buah kombinasi oksidan-bahan bakar yang sering digunakan
dalam SSA, yaitu udara-asetilen dan nitrogen oksida-asetilen. Udara-asetilen lebih
dipilih untuk analisis unsur dengan SSA. Suhu dari campuran gas ini sekitar
2300oC sedangkan campuran nitrogen oksida-asetilen dapat mencapai suhu
maksimum hingga 2900oC. Campuran nitrogen oksida-asetilen ini digunakan
untuk analisis unsur yang cenderung membentuk oksida yang stabil. Ia juga
digunakan untuk mencegah timbulnya gangguan kimia pada temperatur rendah
(Perkin-Elmer Corporation, 1996).
Konsumsi larutan sampel yang disedot oleh nebulizer pada FAAS
biasanya sekitar 5 mL/menit bila digunakan kecepatan aliran gas 1 L/menit.
Nebulizer harus mampu menghasilkan droplet dengan ukuran kurang dari 10 µm
karena droplet dengan ukuran demikianlah yang dapat ditransportasikan dan
diuapkan dengan sempurna dalam nyala api. Dengan demikian, sensitivitas dapat
ditingkatkan dan gangguan penguapan dapat dikurangi. Pada SSA dengan sistem
atomisasi nyala, larutan sampel akan disedot secara terus menerus. Setelah 5-7
detik, sinyal akan menjadi stabil dan tidak terjadi fluktuasi yang lebih besar dari
1% (Broekaert, 2002).
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
15
Universitas Indonesia
Untuk mendisosiasikan molekul sampel menjadi atom, di samping nyala
digunakan juga proses atomisasi elektrotermal, misalnya menggunakan batang
karbon (graphite furnace). Sistem atomisasi dengan elektrotermal dapat
digunakan untuk mengatasi kelemahan dari sistem nyala seperti sensitivitas,
jumlah sampel, dan penyiapan sampel. Ada tiga tahap atomisasi dengan
elektrotermal yaitu tahap pengeringan atau penguapan larutan, tahap pengabuan
atau penghilangan senyawa-senyawa organik, dan tahap atomisasi (Broekaert,
2002; Perkin-Elmer Corporation, 1996).
2.7.1.3 Monokromator
Monokromator digunakan untuk memisah dan memilih panjang
gelombang yang digunakan dalam analisis. Selain sistem optik, dalam
monokromator juga terdapat chopper untuk memisahkan radiasi resonansi dan
kontinyu (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.7.1.4 Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui
tempat pengatoman. Detektor yang umum digunakan adalah tabung penggandaan
foton atau photomultiplier tube (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.7.1.5 Alat Pembaca
Pembacaan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah dikalibrasi untuk
pembacaan suatu transmisi atau serapan. Hasil pembacaan dapat berupa angka
atau kurva yang menggambarkan serapan atau intensitas emisi (Gandjar dan
Rohman, 2007).
.
2.7.2 Gangguan pada Analisis dengan SSA
2.7.2.1 Gangguan Spektra
Matriks sampel yang diuapkan mengandung bermacam-macam unsur lain
yang mungkin saja dapat menimbulkan gangguan spektra. Gangguan spektra
terjadi bila panjang gelombang dari unsur yang diperiksa berhimpit dengan
panjang gelombang dari atom atau molekul lain yang terdapat dalam larutan yang
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
16
Universitas Indonesia
diperiksa. Gangguan ini hampir tidak ada pada SSA karena digunakan sumber
cahaya yang spesifik untuk unsur yang bersangkutan (Ebdon et al., 1998).
2.7.2.2 Gangguan Fisika
Sifat-sifat fisika dari larutan yang diperiksa akan menentukan intensitas
dari absorpsi atau emisi dari larutan zat yang diperiksa. Adanya variasi pada
sampel (misalnya ketegangan muka, bobot jenis, dan kekentalan) dan kecepatan
gas dapat mempengaruhi proses atomisasi. Oleh karena itu, sifat-sifat fisika dari
zat yang diperiksa dan larutan pembanding harus sama. Efek ini dapat diperbaiki
dengan pemanasan yang cepat atau operasi secara isothermal (Ebdon et al.,
1998).
2.7.2.3 Gangguan Kimia
Gangguan kimia yang paling umum adalah gangguan yang disebabkan
oleh terbentuknya senyawa yang sukar menguap antara anion dengan analit. Hal
ini dapat mengurangi kecepatan atomisasi. Dalam hal tertentu gangguan ini dapat
diatasi dengan menggunakan nyala dengan suhu yang lebih tinggi, misalnya nyala
nitrogen oksida-asetilen. Hal ini juga dapat diatasi dengan menambahkan
releasing agent, yaitu kation yang dapat bereaksi dengan anion pengganggu atau
menggunakan protective agent yang akan bereaksi dengan analit membentuk
senyawa stabil dan dapat menguap. Penambahan kedua agen ini akan mencegah
reaksi antara anion pengganggu dengan analit (Skoog, West, dan Holler, 1991).
2.8 Penyiapan Sampel
Penyiapan sampel sebelum pengukuran tergantung dari jenis unsur yang
ditetapkan, jenis substrat dari sampel, dan cara atomisasi. Pada kebanyakan
sampel, hal ini biasanya tidak dilakukan apabila atomisasi dilakukan secara
elektrotermal karena matriks dari sampel telah dihilangkan pada proses
pengarangan sebelum atomisasi. Pada atomisasi nyala kebanyakan sampel cair
dapat disemprotkan langsung ke dalam nyala setelah diencerkan dengan pelarut
yang cocok. Sampel padat biasanya dilarutkan dalam asam, tetapi ada kalanya
didahului dengan peleburan alkali (Harmita, 2006).
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
17
Universitas Indonesia
Unsur-unsur logam dalam matriks berikatan dengan komponen lain dalam
matriks. Untuk dapat dianalisis dengan spektrofotometer serapan atom, ikatan
tersebut harus diputus untuk mendapatkan unsur logam yang bebas. Peristiwa
pemutusan ikatan unsur logam dengan komponen lain dalam matriks disebut
peristiwa perombakan atau destruksi. Destruksi bertujuan untuk mengurai bentuk
organik dari logam menjadi bentuk logam anorganik. Terdapat dua macam cara
destruksi, yaitu destruksi kering dan destruksi basah (Raimon, 1993).
2.8.1 Destruksi Kering
Destruksi kering merupakan perombakan organik logam dalam sampel
menjadi logam anorganik dengan cara pengabuan sampel dalam furnace dan
memerlukan suhu pemanasan tertentu. Umumnya diperlukan suhu 400-800oC tapi
suhu ini sangat tergantung terhadap jenis sampel yang akan dianalisis. Bila oksida
logam yang terbentuk kurang stabil maka perlakuan ini tidak memberikan hasil
yang baik. Untuk oksida logam yang stabil, setelah pengabuan kemudian
dilarutkan dalam pelarut asam encer, baik tunggal maupun campuran kemudian
dianalisis (Raimon, 1993).
2.8.2 Destruksi Basah
Destruksi basah dengan asam sudah digunakan secara luas untuk
penyiapan berbagai macam sampel logam. Metode ini sederhana, cepat, dan relatif
murah. Umumnya digunakan asam klorida, asam nitrat, asam perklorat, asam
fluorida, dan hidrogen peroksida. Selain itu, dapat pula digunakan campuran asam
untuk mendapatkan kondisi oksidasi yang lebih baik (Twyman, 2005).
Kondisi oksidasi yang paling poten diperoleh dengan menggunakan asam
perklorat atau asam nitrat pekat dan panas yang dapat melarutkan hampir semua
logam dalam senyawa organik. Asam klorida pekat merupakan pelarut yang
sangat baik untuk oksida logam. Sementara itu, asam florida merupakan asam
lemah dan tidak mengoksidasi, namun asam ini berguna untuk melarutkan sampel
silikat karena ia dapat melepaskan silikat dengan cara membentuk senyawa SiF4
yang mudah menguap (Twyman, 2005).
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
18
Universitas Indonesia
Efektivitas ekstraksi asam sangat tergantung dari kelarutan masing-masing
logam, konsentrasi, dan jenis matriks. Logam mulia memiliki resistensi yang
tinggi terhadap asam mineral tunggal (Balcerzak, 2002).
Perbandingan antara berat sampel dan volume asam serta ukuran mesh
sampel yang sesuai merupakan faktor yang penting, terutama pada analisis
matriks yang kompleks. Pembasahan (wetting) yang tidak cukup dapat
menyebabkan hasil yang tidak kuantitatif. Penggunaan tekanan tinggi dan
pemanasan dengan microwave dapat meningkatkan kecepatan dekomposisi
sampel dan lepasnya analit secara signifikan (Balcerzak, 2002).
Pada umumnya, preparasi sampel dengan cara destruksi basah lebih
disukai daripada destruksi kering. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa
unsur logam yang mudah menguap (Raimon, 1993).
2.9 Metode Analisa
2.9.1 Teknik Kalibrasi
Penggunaan teknik ini tergantung dari jumlah sampel, linearitas dari kurva
kalibrasi, dan adanya gangguan dari komponen lain dalam sampel tersebut. Jika
jumlah sampel yang diperiksa banyak, maka prosedur yang paling sederhana
adalah dengan membuat satu seri larutan standar yang meliputi daerah konsentrasi
tertentu dan dari sini dibuat kurva kalibrasi (Harmita, 2006).
2.9.2 Metode Baku Dalam
Variasi aliran oksidan-bahan bakar dan nebulizer diimbangi dengan
menambahkan sejumlah baku dalam ke dalam setiap sampel. Kurva kalibrasi yang
dibentuk dengan metode ini merupakan hubungan dari perbandingan intensitas
emisi atau serapan dari unsur yang ditetapkan dengan baku dalam terhadap
konsentrasi unsur yang diperiksa. Standar yang dipilih harus mempunyai garis
spektrum yang dekat dengan unsur yang diperiksa dan merupakan transisi yang
serupa (Harmita, 2006).
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
19
Universitas Indonesia
2.9.3 Metode Adisi
Bila gangguan dari unsur lain pada matriks tidak dapat dihindarkan maka
metode adisi standar ini dapat digunakan. Metode ini dapat dipakai dengan syarat
kurva kalibrasi merupakan garis lurus melalui pusat. Apabila serapan dari larutan
dengan konsentrasi x adalah Ax dan serapan dari larutan tersebut setelah
ditambahkan standar dengan konsentrasi a adalah Ay, maka konsentrasi x dapat
dihitung sebagai berikut (Harmita, 2006):
x
x+a=
Ax
Ay (2.1)
2.10 Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap prosedur
analisis berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa prosedur
analisis tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Hasil dari validasi
metode tersebut dapat digunakan untuk menilai kualitas, reliabilitas, dan
konsistensi dari hasil analisis (Huber, 2007).
Parameter metode analisis adalah kecermatan (accuracy), keseksamaan
(precision), selektivitas (specificity), linearitas (linearity), rentang (range), batas
kuantifikasi (limit of quantification, LOQ), dan batas deteksi (limit of detection,
LOD), kekasaran (ruggedness), dan ketahanan (robustness) (Huber, 2007).
2.10.1 Kecermatan
Kecermatan atau akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat
kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Biasanya
dinyatakan sebagai persen perolehan kembali atau recovery (Thompson, Ellison,
dan Wood, 2002; Huber, 2007).
Persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil kadar yang
diperoleh dengan kadar yang sebenarnya. Kriteria cermat diberikan jika hasil
analisis memberikan nilai antara 98-102%. Untuk sampel hayati, baik biologis
maupun nabati, syarat akurasi yang baik adalah ±10% dari syarat akurasi untuk
sediaan. Untuk mendokumentasikan akurasi, International Conference on
Harmonization (ICH) merekomendasikan pengumpulan data dari 9 kali penetapan
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
20
Universitas Indonesia
kadar dengan 3 konsentrasi yang berbeda (misalnya 3 konsentrasi dengan 3 kali
replikasi). Ketiga konsentrasi ini adalah konsentrasi yang mendekati LOQ,
konsentrasi pada tengah rentang, dan konsentrasi pada titik tertinggi dari rentang
yang dibuat (Huber, 2007; Harmita 2004).
2.10.2 Keseksamaan
Keseksamaan atau presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat
kesesuaian antara hasil uji individual. Keseksamaan diukur melalui penyebaran
hasil individu dari hasil rata-rata jika prosedur ditetapkan secara berulang pada
sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004).
Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif
(koefisien variasi) dan dinyatakan sebagai keterulangan atau ketertiruan.
Keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis
yang sama, pada kondisi yang sama, pada sampel identik yang berasal dari batch
yang sama, dan dalam interval waktu yang pendek. Ketertiruan adalah
keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda. Analisis
dilakukan terhadap sampel-sampel yang diduga identik dan diambil dari batch
yang sama. Ketertiruan ini penting apabila metode tersebut akan digunakan pada
laboratorium yang berbeda ataupun pada laboratorium yang sama namun kondisi
analisis yang berbeda (Thompson, Ellison, dan Wood, 2002; Harmita, 2004).
Pengujian keseksamaan dilakukan paling sedikit pada enam replika
dengan konsentrasi 100% dari konsentrasi analit atau dari sembilan replika yang
mewakili rentang konsentrasi yang dibuat. Sebagai contoh, pengujian dapat
dilakukan pada tiga konsentrasi dengan tiga kali replikasi pada masing-masing
konsentrasi. Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku
relatif (koefisien variasi) sebesar 2% atau kurang (Huber, 2007, Harmita, 2004).
2.10.3 Selektivitas
Selektivitas suatu metode adalah kemampuan dari metode tersebut untuk
mengukur analit tertentu saja secara akurat dengan adanya komponen lain seperti
prekursor sintetis, eksipien, enantiomer, dan hasil urai produk yang mungkin ada
dalam matriks sampel. Hasil dari sampel tersebut dibandingkan dengan hasil
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
21
Universitas Indonesia
analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan (Huber,
2007).
2.10.4 Linearitas
Linearitas adalah kemampuan metode analisis untuk memberikan respon
secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematika yang baik dan
proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel pada kisaran yang
diberikan. Linearitas dapat diperoleh dengan mengukur konsentrasi tiga sampai
enam injeksi dari lima atau lebih standar dengan konsentrasi antara 80-120% dari
kadar analit dalam sampel. Respon yang diberikan harus proporsional secara
langsung dengan konsentrasi analit atau proporsional berdasarkan perhitungan
matematis. Data yang diperoleh kemudian diproses menggunakan regresi linier
sehingga diperoleh nilai slope, intersep, dan koefisien korelasi. Nilai koefisien
korelasi di atas 0,999 sangat diharapkan untuk suatu metode analisis yang baik.
Selain koefisien korelasi, simpangan baku residual (Sy) juga harus dihitung
(Harmita, 2004; Huber, 2007).
Syarat linearitas adalah sebagai berikut (Harmita, 2004):
a. Koefisisen korelasi (r) ≥ 0,9990;
b. Jumlah kuadrat sisa masing-masing titik temu (ri) mendekati nol atau nilai (ri)2
sekecil mungkin (mendekati 0);
c. Koefisien fungsi regresi (Vxo) ≤ 2,0%, sedangkan untuk sediaan biologi Vxo ≤
5,0%; dan
d. Kepekaan analisis (∆y/∆x) saling mendekati satu sama lain.
2.10.5 Rentang
Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang
sudah ditunjukkan dan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan
linearitas yang dapat diterima (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.10.6 Batas Kuantifikasi (LOQ) dan Batas Deteksi (LOD)
Batas kuantifikasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan
sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
22
Universitas Indonesia
kriteria cermat dan seksama. Sedangkan batas deteksi adalah jumlah analit terkecil
dalam sampel yang masih dapat dideteksi dan masih memberikan respon yang
signifikan bila dibandingkan dengan blanko. Batas deteksi merupakan parameter
uji batas (Gandjar dan Rohman, 2007).
Penetuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada ada
atau tidaknya instrumen yang digunakan. Pada analisis yang tidak menggunakan
instrumen, batas deteksi ditentukan dengan mendeteksi analit dalam sampel
dengan pengenceran bertingkat. Pada analisis dengan instrumen, batas deteksi
dapat dihitung dengan mengukur respon blanko beberapa kali lalu dihitung
simpangan baku blanko. Simpangan baku blanko (Sb) sama dengan simpangan
baku residual (Sy/x) (Harmita, 2004).
2.10.7 Kekasaran
Kekasaran metode merupakan tingkat reprodusibilitas hasil yang diperoleh
di bawah kondisi yang bermacam-macam yang diekspresikan sebagai persen
standar deviasi relatif (% RSD). Kondisi-kondisi ini meliputi laboratorium,
analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dan lain-lain.
Kekasaran biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi
atau lingkungan kerja pada hasil uji (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.10.8 Ketahanan
Ketahanan merupakan kapasitas metode untuk tetap tidak terpengaruh oleh
adanya variasi parameter metode yang kecil. Untuk memvalidasi kekuatan suatu
metode, perlu dibuat variasi parameter-parameter metode dengan terus-menerus
dan mengevaluasi respon analitik serta efek pada presisi dan akurasi. Identifikasi
sekurang-kurangnya tiga faktor analisis yang dapat mempengaruhi hasil bila nanti
diubah atau diganti (Gandjar dan Rohman, 2007).
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
23 Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Kualitatif,
Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia, Depok pada bulan Februari hingga Mei 2011.
3.2 Alat
Alat-alat yang digunakan adalah spektrofotometer serapan atom
(Shimadzu AA-6300), lampu katoda berongga timbal, timah, dan kadmium,
microwave digestion system (Milestone Start D), oven, desikator, blender,
timbangan analitik, mikropipet (Socorex), pipet volume, karet penghisap, botol
semprot, kertas saring Whatman No. 41, dan alat-alat gelas.
3.3 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan uji dan
bahan kimia.
3.3.1 Bahan Uji
Bahan uji yang digunakan adalah sampel buah lengkeng kemasan kaleng
yang dibeli dari satu toko di daerah Jakarta Barat. Sampel terdiri dari dua merek
berbeda dan tiga masa simpan yang berbeda yaitu, masa simpan kurang dari satu
tahun, masa simpan antara satu hingga dua tahun, dan masa simpan lebih dari dua
tahun. Tanggal produksi dan tanggal kadaluarsa setiap sampel dapat dilihat pada
Tabel 3.1.
3.3.2 Bahan Kimia
Bahan kimia yang digunakan adalah serbuk standar Pb(NO3)2 (Merck),
serbuk standar SnCl2.2H2O (Merck), serbuk standar CdSO4.8/3H2O (Merck),
larutan HNO3 pekat (Merck), larutan HCl pekat (Merck), dan aqua demineralisata.
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
24
Universitas Indonesia
3.4 Cara Kerja
3.4.1 Pembuatan Larutan Baku
3.4.1.1 Larutan Baku Timbal (Pb) 1000 ppm
Serbuk Pb(NO3)2 sebanyak 0,1604 gram ditimbang seksama, dimasukkan
ke dalam labu ukur 100,0 mL, dan dilarutkan dalam aqua demineralisata. Setelah
itu, ditambahkan 7 mL HNO3 pekat dan dicukupkan volumenya dengan aqua
demineralisata sampai tanda garis kemudian dikocok hingga homogen. Dengan
demikian didapatkan larutan induk timbal 999,4 ppm (BSN, 1992).
3.4.1.2 Larutan Baku Timah (Sn) 1000 ppm
Serbuk SnCl2.2H2O sebanyak 0,1909 gram ditimbang dengan seksama,
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL dan dilarutkan dengan 40
mL HCl pekat kemudian diencerkan dengan aqua demineralisata sampai tanda
garis. Larutan dikocok sampai homogen, sehingga diperoleh larutan dengan
konsentrasi 997 ppm (BSN, 1992).
3.4.1.3 Larutan Baku Kadmium (Cd) 1000 ppm
Untuk kadmium, ditimbang 0,2327 gram serbuk standar CdSO4.8/3H2O
dengan seksama, dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL dan dilarutkan dalam
aqua demineralisata. Setelah itu, ditambahkan 7 mL HNO3 pekat dan dicukupkan
volumenya dengan aqua demineralisata sampai tanda garis labu ukur. Dengan
demikian diperoleh larutan induk kadmium 1005 ppm (BSN, 1992).
3.4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi
3.4.2.1 Kurva Kalibrasi Timbal
Larutan induk timbal 999,4 ppm dipipet sebanyak 10,0 mL kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL. Larutan diencerkan dengan aqua
demineralisata sampai garis batas kemudian dikocok hingga homogen, sehingga
didapatkan larutan dengan konsentrasi 99,94 ppm. Larutan tersebut kemudian
dipipet sebanyak 10,0 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL. Larutan
diencerkan dengan aqua demineralisata sampai garis batas kemudian dikocok
hingga homogen sehingga didapatkan larutan dengan konsentrasi 9,994 ppm.
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
25
Universitas Indonesia
Dari larutan 10 ppm, dipipet masing-masing sebanyak 500,0 µL, 1,0 mL;
3,0 mL; 5,0 mL; 8,0 mL dan 10,0 mL. Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur
100,0 mL yang berbeda, kemudian diencerkan dan dicukupkan dengan aqua
demineralisata sampai tanda garis. Larutan kemudian dikocok hingga homogen
sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 0,0500 ppm; 0,0999 ppm; 0,2998
ppm; 0,4997 ppm; 0,7995 ppm; dan 0,9994 ppm.
Larutan standar yang telah dibuat masing-masing diukur serapannya
dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 283,3 nm,
kemudian hasilnya diplot menjadi kurva kalibrasi.
3.4.2.2 Kurva Kalibrasi Timah
Dari larutan induk timah 997 ppm, dipipet sebanyak 10,0 mL kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL. Larutan diencerkan dengan aqua
demineralisata sampai tanda garis dan dikocok hingga homogen sehingga
diperoleh larutan dengan konsentrasi 99,7 ppm.
Dari larutan 99,7 ppm, dipipet masing-masing sebanyak 5,0 mL; 10,0 mL;
20,0 mL; dan 30,0 mL lalu dimasukkan kedalam labu ukur 100,0 mL yang
berbeda. Larutan 997 ppm dipipet 5,0 mL dan 7,0 mL dan dimasukkan kedalam
labu ukur 100,0 mL. Kemudian semuanya diencerkan dan dicukupkan volumenya
dengan aqua demineralisata sampai tanda garis. Larutan kemudian dikocok hingga
homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 4,985 ppm; 9,97 ppm;
19,94 ppm; 29,91 ppm; 49,85 ppm; dan 69,79 ppm.
Larutan standar yang telah dibuat masing-masing diukur serapannya
dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 286,3 nm, lalu
hasilnya diplot menjadi kurva kalibrasi.
3.4.2.3 Kurva Kalibrasi Kadmium
Larutan induk kadmium 1005 ppm dipipet 10,0 mL, dimasukkan ke labu
ukur 100,0 mL, ditambahkan aqua demineralisata hingga batas labu ukur sehingga
diperoleh larutan konsentrasi 100,5 ppm. Larutan 100,5 ppm ini kemudian dipipet
10,0 mL, dimasukkan ke labu ukur 100,0 mL, ditambahkan aqua demineralisata
hingga batas labu ukur sehingga diperoleh larutan konsentrasi 10,05 ppm. Larutan
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
26
Universitas Indonesia
konsentrasi 10,05 ppm dipipet 10,0 mL, dimasukkan ke labu ukur 100,0 mL,
ditambahkan aqua demineralisata hingga batas labu ukur sehingga diperoleh
larutan konsentrasi 1,005 ppm. Larutan konsentrasi 1,005 ppm dipipet 1,0 mL, 2,0
mL, 5,0 mL, dan 10,0 mL, dimasukkan ke labu ukur 100,0 mL yang berbeda.
Sementara itu, larutan 10,05 ppm dipipet 3,0 mL dan 6,0 mL, lalu masing-masing
dimasukkan ke labu ukur 100,0 mL. Kemudian semuanya diencerkan dan
dicukupkan volumenya dengan aqua demineralisata sampai batas labu ukur
sehingga diperoleh larutan standar konsentrasi 0,0100 ppm; 0,0201 ppm; 0,0503
ppm; 0,1005 ppm; 0,3015 ppm; dan 0,6030 ppm.
Larutan standar yang telah dibuat masing-masing diukur serapannya
dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 228,8 nm,
kemudian hasilnya diplot menjadi kurva kalibrasi.
3.4.3 Validasi Metode Analisis
3.4.3.1. Uji Linearitas
Persamaan garis linier yang diperoleh dari kurva kalibrasi timbal, timah,
dan kadmium digunakan untuk menghitung faktor-faktor kelinearan garis, yaitu r,
ri2, Vxo, dan Δy/Δx. Rumus yang digunakan untuk perhitungan linearitas antara
lain:
ri = yi – (bxi + a) (3.1)
Sy = (y1-y 1)
2
N-2 (3.2)
VXo = Sy
bx x 100% (3.3)
Δy/Δx = y2-y1
x2-x1≈
y3-y2
x3-x2≈
y4-y3
x4-x3≈
yn-yn-1
xn-xn-1
(3.4)
3.4.3.2 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantifikasi (LOQ)
Batas deteksi (LOD) dan batas kuantifikasi (LOQ) ditentukan dari
persamaan kurva kalibrasi yang diperoleh. Batas deteksi dan batas kuantifikasi
dihitung dengan mengukur respon blanko beberapa kali lalu dihitung simpangan
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
27
Universitas Indonesia
baku blanko. Simpangan baku blanko (Sb) sama dengan simpangan baku residual
(Sy/x) (Harmita, 2004).
LOD dan LOQ dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
LOD = 3
Syx
b (3.5)
LOQ = 10
Syx
b (3.6)
Nilai b dalam rumus di atas merupakan nilai kemiringan (slope) dari persamaan
kurva kalibrasi y = bx + a (Harmita, 2004).
3.4.3.3 Uji Presisi
Uji presisi dilakukan dengan cara mengukur serapan dari sampel yang
ditambahkan dengan standar pada tiga konsentrasi, yaitu konsentrasi rendah,
sedang, dan tinggi. Serapan diukur dengan menggunakan spektrofotometri
serapan atom. Masing-masing standar diukur dengan pengulangan enam kali,
kemudian dihitung koefisien variasinya.
Untuk uji presisi logam timbal, sampel ditimbang seksama sebanyak
2,0000 gram di dalam bejana TFM dan dibuat tiga kelompok. Ke dalam masing-
masing kelompok ditambahkan 12 mL larutan HNO3 pekat dan diaduk homogen.
Kemudian secara berurutan ditambahkan 50,0 µL; 500,0 µL; dan 800,0 µL larutan
standar timbal 9,994 ppm ke dalam masing-masing bejana TFM. Bejana tersebut
dimasukkan ke dalam pelindung HTC, lalu ditutup dengan penutupnya dan
dikencangkan. Bejana dimasukkan ke dalam microwave digestion, lalu
disambungkan dengan sensor suhu dan dipasang rotor top plate. Microwave
dinyalakan dengan suhu 180⁰C selama 25 menit dengan kekuatan 1000 watt.
Setelah proses destruksi selesai, bejana dikeluarkan dan didinginkan sampai suhu
kamar lalu larutan hasil destruksi dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL. Labu
ukur dicukupkan volumenya hingga batas dengan aqua demineralisata hingga
diperoleh konsentrasi akhir 0,0500 ppm; 0,4997 ppm; dan 0,7995 ppm. Kemudian
disaring dengan kertas saring Whatman No. 41 ke dalam vial. Proses ini dilakukan
sebanyak enam kali pengulangan.
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
28
Universitas Indonesia
Untuk uji presisi logam timah, sampel ditimbang seksama sebanyak
0,5000 gram di dalam TFM yang telah ditara dan dibuat tiga kelompok. Masing-
masing kelompok ditambahkan 9 mL larutan HNO3 pekat dan diaduk homogen.
Selanjutnya secara berurutan ditambahkan 50,0 µL; 300,0 µL; dan 600,0 µL
larutan standar timah konsentrasi 997 ppm ke dalam masing-masing bejana TFM.
Bejana tersebut dikencangkan dan dimasukkan ke dalam microwave digestion lalu
microwave dioperasikan dengan cara yang sama seperti di atas. Setelah proses
destruksi selesai, bejana dikeluarkan dan didinginkan sampai suhu kamar.
Selanjutnya larutan hasil destruksi dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL,
dicukupkan volumenya hingga batas dengan aqua demineralisata hingga diperoleh
konsentrasi akhir 4,985 ppm; 29,91 ppm; dan 59,82 ppm. Kemudian larutan
tersebut masing-masing disaring dengan kertas saring Whatman No. 41 ke dalam
vial. Proses tersebut dilakukan sebanyak enam kali pengulangan.
Cara kerja untuk uji presisi logam kadmium sama dengan cara kerja uji
presisi untuk logam timbal, hanya terdapat perbedaan pada penambahan larutan
standar. Larutan standar kadmium yang ditambahkan adalah 200,0 µL larutan
standar kadmium 1,005 ppm; 100,0 µL larutan standar kadmium konsentrasi
10,05 ppm; dan 500,0 µL larutan standar kadmium konsentrasi 10,05 ppm.
Setelah proses destruksi selesai, bejana dikeluarkan dan didinginkan sampai suhu
kamar lalu larutan hasil destruksi dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL dan
dicukupkan volumenya hingga batas dengan aqua demineralisata hingga diperoleh
konsentrasi akhir 0,0201 ppm; 0,1005 ppm; dan 0,5025 ppm. Kemudian larutan
tersebut masing-masing disaring dengan kertas saring Whatman No. 41 ke dalam
vial. Proses tersebut dilakukan sebanyak enam kali pengulangan.
Rumus untuk perhitungan simpangan baku (simpangan deviasi) dan
koefisien variasi pada uj presisi adalah sebagai berikut:
Simpangan baku (SD) = (xi-x )
2
n-1 (3.7)
Koefisien variasi (KV) = SD
x x 100% (3.8)
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
29
Universitas Indonesia
3.4.3.4 Kecermatan
Kecermatan dinyatakan dengan uji perolehan kembali (UPK). Uji
perolehan kembali dilakukan dengan menggunakan metode adisi, yaitu
penambahan larutan standar ke dalam sampel, lalu campuran sampel dan standar
didestruksi dengan menggunakan microwave digestion selama 25 menit pada suhu
180°C dengan kekuatan 1000 watt (Milestone, 2005).
Untuk uji perolehan kembali logam timbal, sampel ditimbang seksama
2,0000 gram di dalam bejana TFM yang telah ditara dan dibuat empat kelompok.
Ke dalam masing-masing kelompok ditambahkan 12 mL larutan HNO3 pekat dan
diaduk homogen. Pada kelompok pertama, tidak ditambahkan larutan standar
(berfungsi sebagai blangko). Pada kelompok kedua, ketiga, dan keempat, secara
berurutan ditambahkan 50,0 µL; 500,0 µL; dan 800,0 µL larutan standar timbal
9,994 ppm ke dalam masing-masing bejana TFM. Bejana tersebut dimasukkan ke
dalam pelindung HTC, lalu ditutup dengan penutupnya dan dikencangkan. Bejana
dimasukkan ke dalam microwave digestion system, lalu disambungkan dengan
sensor suhu dan dipasang rotor top plate. Microwave dinyalakan dengan suhu
180⁰C selama 25 menit dengan kekuatan 1000 watt. Setelah proses destruksi
selesai, bejana dikeluarkan dan didinginkan sampai suhu kamar lalu larutan hasil
destruksi dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL. Labu ukur dicukupkan
volumenya hingga batas dengan aqua demineralisata hingga diperoleh konsentrasi
akhir 0,0500 ppm; 0,4997 ppm; dan 0,7995 ppm. Kemudian masing-masing
disaring dengan kertas saring Whatman No. 41 ke dalam vial. Proses ini dilakukan
sebanyak tiga kali untuk masing-masing kelompok.
Untuk uji perolehan kembali logam timah, sampel ditimbang seksama
0,5000 gram di dalam bejana TFM dan dibuat empat kelompok. Ke dalam
masing-masing bejana TFM ditambahkan 9 mL larutan HNO3 pekat dan diaduk
homogen. Untuk kelompok sampel pertama tidak ditambahkan larutan standar
(berfungsi sebagai blanko). Pada kelompok kedua, ketiga dan keempat
ditambahkan secara berurutan 50,0 µL; 300,0 µL; dan 600,0 µL larutan standar
timah konsentrasi 997 ppm ke dalam masing-masing bejana TFM. Bejana tersebut
dikencangkan dan dimasukkan ke dalam microwave digestion system, lalu
dioperasikan dengan cara seperti di atas. Setelah proses destruksi selesai, bejana
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
30
Universitas Indonesia
dikeluarkan dan didinginkan sampai suhu kamar lalu larutan hasil destruksi
dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL, dicukupkan volumenya hingga batas
dengan aqua demineralisata hingga diperoleh konsentrasi akhir 4,985 ppm; 29,91
ppm; dan 59,82 ppm. Kemudian larutan tersebut masing-masing disaring dengan
kertas saring Whatman No. 41 ke dalam vial. Proses ini dilakukan sebanyak tiga
kali untuk masing-masing kelompok sampel.
Cara kerja untuk uji perolehan kembali logam kadmium sama dengan cara
kerja uji perolehan kembali untuk logam timbal, hanya terdapat perbedaan pada
penambahan larutan standar. Larutan standar kadmium yang ditambahkan adalah
200,0 µL larutan standar kadmium 1,005 ppm; 100,0 µL larutan standar kadmium
konsentrasi 10,05 ppm; dan 500,0 µL larutan standar kadmium konsentrasi 10,05
ppm. Setelah proses destruksi selesai, bejana dikeluarkan dan didinginkan sampai
suhu kamar lalu larutan hasil destruksi dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL
dan dicukupkan volumenya hingga batas dengan aqua demineralisata hingga
diperoleh konsentrasi akhir 0,0201 ppm; 0,1005 ppm; dan 0,5025 ppm. Kemudian
larutan tersebut masing-masing disaring dengan kertas saring Whatman No. 41 ke
dalam vial. Proses ini dilakukan sebanyak tiga kali untuk masing-masing
kelompok sampel.
Semua larutan, baik larutan hasil destruksi yang ditambahkan standar,
larutan hasil destruksi yang tidak ditambahkan standar, maupun larutan standar
yang ditambahkan diukur serapannya dengan spektrofotometri serapan atom.
Kemudian, hasil serapan dicatat, dihitung konsentrasi masing-masing, dan
dihitung UPK dengan rumus sebagai berikut:
UPK = C2-C1
S x 100% (3.9)
Keterangan :
C1 = kadar sampel pada bagian yang tidak ditambah standar
C2 = kadar sampel pada bagian yang ditambah standar
S = kadar standar yang ditambahkan
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
31
Universitas Indonesia
3.4.4 Penyiapan Sampel
3.4.4.1 Metode Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan adalah buah lengkeng kemasan kaleng yang dibeli
di pasar tradisional daerah Jakarta Barat dengan dua merek berbeda, yaitu merek
A dan B, serta dengan tiga masa simpan yang berbeda pula, yaitu masa simpan
kurang dari satu tahun, masa simpan antara satu tahun hingga dua tahun, dan masa
simpan lebih dari dua tahun.
3.4.4.2 Persiapan dan Pengeringan Sampel
Kaleng yang masih utuh dibuka dan dituang seluruh isinya ke dalam
saringan. Buah dengan cekungan menghadap ke atas dengan hati-hati dibalikkan
dengan tangan. Tanpa menggeser produk, saringan dimiringkan dengan sudut 17-
20° agar cairan mengalir lebih mudah. Kemudian cairan dialirkan selama 2 menit
(BSN, 2004).
Buah yang telah dipisahkan dari cairannya ditimbang dalam krusibel yang
telah dikeringkan dalam oven suhu 105oC selama 2 jam dan ditentukan bobotnya.
Sampel buah tersebut dikeringkan dalam oven suhu 105oC selama 36-48 jam,
didinginkan dalam desikator selama 30 menit hingga mencapai suhu ruang,
kemudian ditimbang bobotnya. Sampel dikeringkan lagi ke dalam oven selama 1
jam, didinginkan dalam desikator selama 30 menit, lalu ditimbang bobotnya.
Pengeringan diulangi hingga diperoleh bobot konstan (selisih penimbangan
berturut-turut 0,2 mg). Sampel yang telah kering kemudian ditimbang dengan
seksama. Selanjutnya sampel dihancurkan dengan seksama dalam blender dan
disimpan dalam wadah yang bersih, kering, dan tertutup rapat (Farmakope
Indonesia, 1995).
Perhitungan:
%Susut pengeringan = Bb-Bk
Bb x 100% (3.10)
Keterangan:
Bb adalah bobot basah sampel, g
Bk adalah bobot kering sampel, g
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
32
Universitas Indonesia
3.4.5 Destruksi Sampel
Destruksi sampel untuk analisis logam timbal, timah, dan kadmium
dilakukan dengan menggunakan microwave digestion system. Masing-masing
sampel ditimbang dengan seksama dalam bejana TFM yang berbeda dengan
menggunakan timbangan analitik. Ke dalam sampel di masing-masing bejana,
ditambahkan HNO3 pekat, lalu proses destruksi dengan microwave digestion
dijalankan dengan ketentuan sebagai berikut:
Tabel 3.2 Program microwave digestion system
Tahap Waktu
(menit)
Suhu
(°C)
Microwave power
(watt)
1
2
10
15
180
180
1000
1000
[Sumber: Milestone, 2005]
Destruksi masing-masing sampel untuk analisis setiap logam dilakukan
sebanyak dua kali (pengukuran duplo).
Tahapan destruksi sampel untuk analisis logam timbal dan kadmium
adalah sebagai berikut: masing-masing sampel buah lengkeng kemasan kaleng
yang telah dikeringkan dan dihaluskan, ditimbang sebanyak 2,0000 gram di dalam
bejana TFM yang berbeda menggunakan timbangan analitik. Ke dalam sampel di
masing-masing bejana, ditambahkan 12 mL larutan HNO3 pekat, kemudian
diaduk perlahan. Bejana tersebut kemudian dimasukkan ke dalam pelindung HTC,
lalu ditutup dengan penutupnya dan dikencangkan. Bejana dimasukkan ke dalam
microwave digestion system, lalu disambungkan dengan sensor suhu. Microwave
dinyalakan dengan suhu 180ºC selama 25 menit dengan kekuatan 1000 watt.
Setelah proses destruksi selesai, bejana dikeluarkan dan didinginkan sampai suhu
kamar, kemudian bejana dibuka. Larutan hasil destruksi dimasukkan ke dalam
labu ukur 10,0 mL dan dicukupkan dengan aqua demineralisata sampai garis
batas. Larutan kemudian disaring dengan kertas saring Whatman No. 41, lalu
ditampung di dalam vial (Kharisma, 2006; Milestone, 2005).
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
33
Universitas Indonesia
Untuk analisis logam timah tahapan destruksi yang dilakukan sama
dengan tahapan destruksi sampel untuk logam timbal dan kadmium. Namun
jumlah sampel dan HNO3 pekat yang digunakan berbeda. Masing-masing sampel
yang ditimbang sebanyak 0,5000 gram dan larutan HNO3 pekat yang digunakan
adalah 9 mL.
3.4.5 Pengukuran Kadar Timbal, Timah, dan Kadmium dalam Sampel
Pengukuran kadar timbal, timah dan kadmium dimulai dengan melakukan
pengukuran larutan standar masing-masing logam. Pengukuran diawali oleh
larutan standar dengan konsentrasi paling kecil, kemudian diteruskan hingga
konsentrasi paling tinggi. Selanjutnya dilakukan pengukuran serapan sampel.
Serapan yang diperoleh dimasukkan ke dalam persamaan kurva kalibrasi sehingga
diperoleh kadar sampel.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer serapan
atom (SSA) dengan ketentuan alat sebagai berikut:
Tabel 3.3 Ketentuan alat SSA untuk pengukuran kadar timbal, timah, dan
kadmium
Ketentuan Timbal Timah Kadmium
Panjang
gelombang
283,3 nm 286,3 nm 228,8 nm
Kecepatan gas
pembakar
(asetilen)
2,0 L/menit 3,0 L/menit 1,8 L/menit
Kecepatan oksidan
(udara)
15,0 L/menit 15,0 L/menit 15,0 L/menit
Tinggi burner 7 mm 9 mm 7 mm
[Sumber: Shimadzu, 2007]
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
34 Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis cemaran logam timbal, timah,
dan kadmium dalam buah lengkeng kemasan kaleng dengan merek dan masa
simpan yang berbeda. Berdasarkan hasil yang diperoleh, ditentukan kelayakan
buah lengkeng kemasan kaleng tersebut untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Kelayakan ini mengacu pada batas maksimum cemaran logam berat dalam
makanan yang telah ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
dan ketentuan dari Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Sampel yang digunakan adalah dua merek buah lengkeng kemasan kaleng
yang dibeli di pasar tradisional daerah Jakarta Barat. Sampel yang digunakan
dipilih berdasarkan masa simpan yang berbeda, yaitu buah lengkeng kemasan
kaleng dengan masa simpan baru (masa simpan kurang dari 1 tahun), masa
simpan sedang (masa simpan antara 1 sampai 2 tahun), dan masa simpan lama
(masa simpan lebih dari 2 tahun).
Adanya cemaran logam dalam buah lengkeng kemasan kaleng dapat
terjadi karena migrasi logam-logam penyusun kaleng ke dalam produk. Hal ini
dapat disebabkan karena beberapa faktor, seperti pH, banyaknya sisa oksigen
dalam bahan pangan, suhu penyimpanan, waktu penyimpanan, dan beberapa
faktor yang berasal dari bahan kemas (Julianti dan Nurminah, 2006; Laroussen dan
Brown, 1997).
Sampel buah lengkeng kemasan kaleng yang digunakan dalam penelitian
ini terdiri dari tiga masa simpan yang berbeda. Dengan perbedaan masa simpan ini
dapat dilihat apakah ada perbedaan kandungan logam dari ketiga sampel dengan
masa simpan berbeda tersebut. Menurut Laroussen dan Brown (1997), semakin
lama makanan disimpan, semakin lama pula waktu kontak antara makanan dan
wadah. Dengan demikian, semakin besar pula kemungkinan logam penyusun
kaleng tersebut lepas dan mengontaminasi makanan yang dikemasnya.
Penetapan kadar cemaran logam timbal, timah, dan kadmium dalam buah
lengkeng kemasan kaleng ini dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer
serapan atom. Alat ini sering direkomendasikan untuk analisa logam berat karena
sensitif, sangat spesifik untuk unsur yang akan dianalisa, pengerjaannya yang
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
35
Universitas Indonesia
sederhana, dan memberikan presisi yang baik (Soylack et al., 2004). Tahapan-
tahapan yang dilakukan untuk menetapkan kadar cemaran logam dalam sampel
buah lengkeng dimulai dengan pembuatan larutan induk timbal, timah, dan
kadmium; pembuatan larutan standar dan kurva kalibrasi; penyiapan sampel;
validasi metode; destruksi sampel; dan pengukuran konsentrasi logam timah,
timbal, dan kadmium di dalam sampel.
4.1 Pembuatan Larutan Induk
Larutan induk timbal dibuat dari serbuk timbal (II) nitrat (Pb(NO3)2) yang
dilarutkan dengan aqua demineralisata. Serbuk Pb(NO3)2 ditimbang sebanyak
0,1604 gram. Jumlah serbuk logam yang ditimbang diperoleh dari perhitungan
konversi dengan menggunakan berat molekul Pb(NO3)2 dan Pb, serta
memperhitungkan kadar timbal nitrat yang terdapat dalam sertifikat analisis, yaitu
99,6%. Dengan demikian di dalam 0,1604 gram serbuk Pb(NO3)2 terdapat 0,0999
gram logam timbal. Serbuk Pb(NO3)2 yang telah ditimbang, dimasukkan ke dalam
labu ukur 100,0 mL secara kuantitatif, lalu dilarutkan dalam aqua demineralisata.
Setelah itu, ditambahkan 7 mL HNO3 pekat dan dicukupkan dengan aqua
demineralisata sampai garis batas, sehingga diperoleh larutan induk timbal dengan
konsentrasi 999 ppm.
Larutan induk timah dibuat dari serbuk timah (II) klorida hidrat
(SnCl2.2H2O) yang dilarutkan dengan HCl pekat dan aqua demineralisata. Serbuk
SnCl2.2H2O ditimbang sebanyak 0,1909 gram dengan menggunakan timbangan
analitik yang telah ditara sebelumnya. Jumlah serbuk logam yang ditimbang
diperoleh dari perhitungan konversi dengan menggunakan berat molekul
SnCl2.2H2O dan Sn, serta memperhitungkan kadar timah klorida hidrat yang
terdapat dalam sertifikat analisis, yaitu 99,3%. Dengan demikian di dalam 0,1909
gram serbuk SnCl2.2H2O terdapat 0,0997 gram logam timah. Serbuk logam yang
telah ditimbang, dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL secara kuantitatif, lalu
ditambahkan 40 mL HCl pekat untuk melarutkan karena SnCl2.2H2O sangat
mudah larut dalam HCl pekat. Kemudian setelah larut dicukupkan dengan aqua
demineralisata sampai garis batas, sehingga diperoleh larutan induk timah 997
ppm.
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
36
Universitas Indonesia
Larutan induk kadmium dibuat dari serbuk kadmium sulfat hidrat
(CdSO4.8/3H2O) yang dilarutkan dengan aqua demineralisata. Serbuk CdSO4.
8/3
H2O ditimbang sebanyak 0,2327 gram dengan menggunakan timbangan analitik
yang telah ditara sebelumnya. Jumlah serbuk logam yang ditimbang diperoleh dari
perhitungan konversi dengan menggunakan berat molekul CdSO4.8/3H2O dan Cd,
serta memperhitungkan kadar kadmium sulfat hidrat yang terdapat dalam
sertifikat analisis, yaitu 98,5%. Dengan demikian di dalam 0,2327 gram serbuk
CdSO4.8/3H2O terdapat 0,1005 gram logam kadmium. Serbuk logam yang telah
ditimbang, dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL secara kuantitatif, lalu
dilarutkan dalam aqua demineralisata. Setelah itu, ditambahkan 7 mL HNO3
pekat dan dicukupkan dengan aqua demineralisata sampai garis batas, sehingga
diperoleh larutan induk kadmium 1005 ppm.
4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi
Kurva kalibrasi merupakan perhitungan empiris yang menghubungkan
respon alat terhadap konsentrasi dari analit tertentu. Absorbansi yang dihasilkan
akan memiliki hubungan linear dengan konsentrasi analit yang diukur, sesuai
dengan hukum Lambert-Beer. Pada metode kurva kalibrasi, serangkaian larutan
standar diukur dan diplot menjadi sebuah kurva kalibrasi berdasarkan perhitungan
matematis tertentu. Standar tersebut biasanya dilarutkan terlebih dahulu dalam
larutan yang sesuai. Kurva kalibrasi yang dihasilkan kemudian digunakan untuk
menghitung konsentrasi sampel berdasarkan serapan yang dihasilkan oleh sampel
melalui persamaan garis kurva kalibrasi (Stone dan Ellis, 2008).
Pembuatan kurva kalibrasi diawali dengan pembuatan seri pengenceran
larutan standar timbal, timah, dan kadmium. Untuk mendapatkan konsentrasi yang
diinginkan, dilakukan pengenceran dari larutan induk masing-masing logam
dengan teliti dan hati-hati agar terhindar dari kesalahan yang dapat menyebabkan
konsentrasi larutan standar tidak sesuai dengan yang diinginkan.
Pengukuran larutan standar timbal, timah, dan kadmium dilakukan pada
panjang gelombang yang berbeda, yang spesifik untuk masing-masing logam
tersebut. Untuk logam timbal, pengukuran dilakukan pada panjang gelombang
283,3 nm, sedangkan untuk logam timah dilakukan pada panjang gelombang
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
37
Universitas Indonesia
286,3 nm, dan untuk logam kadmium dilakukan pada panjang gelombang 228,8
nm. Serapan yang diperoleh kemudian diplot ke dalam kurva kalibrasi sehingga
diperoleh kurva kalibrasi timbal, timah, dan kadmium dengan persamaan kurva
kalibrasi y = a + bx.
Kurva kalibrasi timbal dibuat dengan 6 konsentrasi, yaitu 0,0500 ppm;
0,0999 ppm; 0,2997 ppm; 0,4995 ppm; 0,7992 ppm; dan 0,999 ppm. Larutan
standar timbal tersebut diperoleh dari pengenceran larutan induk timbal 999 ppm.
Persamaan garis linear yang diperoleh adalah y = 0,02135x + 0,000924 dengan
koefisien korelasi (r) adalah 0,9999. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada
Gambar 4.1 dan Tabel 4.2.
Kurva kalibrasi timah dibuat dengan 6 konsentrasi, yaitu 4,99 ppm; 9,97
ppm; 19,94 ppm; 29,91 ppm; 49,85 ppm; dan 69,79 ppm. Larutan standar timah
4,99 ppm; 9,97 ppm; 19,94 ppm; 29,91 ppm; 49,85 ppm; dan 69,79 ppm diperoleh
dari pengenceran larutan induk timah 997 ppm. Persamaan garis linear yang
diperoleh adalah y = 0,001387x – 0,001202 dengan koefisien korelasi (r) adalah
0,9998. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan Tabel 4.9.
Larutan induk kadmium 1005 ppm diencerkan hingga diperoleh larutan
standar kadmium konsentrasi 0,0100 ppm; 0,0201; 0,0503 ppm; 0,1005 ppm;
0,3015 ppm; dan 0,6030 ppm. Kemudian keenam larutan standar kadmium
tersebut diukur dan diplot hasilnya hingga diperoleh kurva kalibrasi. Persamaan
garis linear yang diperoleh adalah y = 0,5535x + 0,001355 dengan koefisien
korelasi (r) adalah 0,9999. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan
Tabel 4.16.
4.3 Penyiapan Sampel
Sampel yang digunakan adalah dua merek buah lengkeng kemasan kaleng,
yaitu A dan B. Masing-masing buah lengkeng kemasan kaleng dibeli di pasar
tradisional daerah Jakarta Barat dengan tiga masa simpan berbeda, yaitu masa
simpan yang masih baru (masa simpan kurang dari 1 tahun), masa simpan sedang
(masa simpan antara 1 sampai 2 tahun), dan masa simpan yang sudah lama (masa
simpan lebih dari 2 tahun). Total buah lengkeng kemasan kaleng yang digunakan
pada penelitian ini adalah 6 buah lengkeng kemasan kaleng.
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
38
Universitas Indonesia
Enam sampel tersebut adalah A1, A2, A3, B1, B2, dan B3. “A”
menunjukkan merek A dan “B” menunjukkan merek B. Sedangkan “1”
menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki masa simpan yang lama (masa
simpan lebih dari 2 tahun), “2” menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki
masa simpan sedang (masa simpan antara 1 sampai 2 tahun), dan “3”
menunjukkan masa simpan baru (masa simpan kurang dari 1 tahun).
Masing-masing sampel tersebut dikeluarkan isinya dan dituang kedalam
saringan untuk memisahkan buah dengan airnya. Kemudian cairan dialirkan
selama 2 menit. Memisahkan buah lengkeng dengan airnya ini dilakukan dengan
hati-hati agar buah tidak tertekan dan kehilangan air yang terkandung didalamnya.
Alat-alat bantu yang digunakan untuk penyiapan sampel, seperti saringan dan
sendok, dipilih yang berbahan stainless steel atau plastik agar tidak menyebabkan
kontaminasi logam pada sampel. Gambar buah lengkeng kemasan kaleng dapat
dilihat pada Gambar 4.4.
Sampel buah lengkeng tersebut kemudian ditimbang bobot basahnya lalu
dikeringkan dalam oven suhu 105oC selama 36 jam. Setelah buah mengering,
kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit hingga mencapai suhu
ruang, lalu ditimbang bobotnya. Sampel dikeringkan lagi ke dalam oven selama 1
jam, didinginkan dalam desikator selama 30 menit, lalu ditimbang bobotnya.
Pengeringan diulangi hingga diperoleh bobot konstan (selisih penimbangan
berturut-turut 0,2 mg). Bobot basah dan bobot kering yang diperoleh dari hasil
penimbangan kemudian digunakan untuk menghitung susut pengeringan. Sampel
lengkeng setelah dikeringkan dan dihaluskan dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Sampel A1, A2, dan A3 susut pengeringannya masing-masing adalah
80,42%; 80,48%; dan 80,07%. Sementara untuk sampel B1, B2, dan B3 adalah
79,90%; 80,39%; dan 80,49%. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Selama proses pengeringan, tidak ada logam yang berkurang atau hilang
karena logam yang dianalisis dalam penelitian ini, yaitu timbal, timah, dan
kadmium bersifat tahan panas dan memiliki titik didih yang sangat tinggi. Sampel
yang telah kering kemudian dihancurkan dengan seksama dalam blender dan
dimasukkan ke dalam wadah kering, bersih, dan tertutup rapat lalu disimpan
dalam desikator. Sampel bersifat higroskopis karena mengandung banyak gula.
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
39
Universitas Indonesia
Dengan demikian, apabila disimpan dalam waktu yang lama pada udara terbuka,
sampel akan menyerap air sehingga menjadi lembap dan lengket. Hal ini tentunya
akan menyebabkan penimbangan menjadi kurang akurat. Oleh karena itu, sampel
disimpan dalam desikator agar selalu kering.
4.4 Validasi Metode
Validasi perlu dilakukan pada metode analisis yang baru dikembangkan,
pengembangan dari metode analisis yang sudah ada sebelumnya, atau penggunaan
metode yang sudah ada sebelumnya, namun pada kondisi yang berbeda (Harmita,
2004). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini perlu divalidasi untuk
membuktikan bahwa hasil analisis yang diperoleh pada penelitian ini merupakan
hasil yang benar dan dapat dipercaya. Beberapa parameter validasi yang dilakukan
antara lain adalah uji linearitas, uji kecermatan, uji keseksamaan, serta uji batas
deteksi dan batas kuantifikasi.
4.4.1 Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan dengan menghitung faktor-faktor kelinearan garis,
yaitu: r, (ri)2, Vxo, dan Δy/Δx. Garis dinyatakan memenuhi uji linearitas apabila
koefisien korelasi r ≥ 0,9990; (ri)2 sangat kecil (mendekati 0); Vxo ≤ 2,0 %; dan
kepekaan analisis (Δy/Δx) saling mendekati satu sama lain.
Kurva kalibrasi timbal memiliki persamaan garis linear y = 0,02135x +
0,000924 dengan koefisien korelasi (r) adalah 0,9999. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa linearitas dari titik-titik yang terbentuk cukup tinggi. Hasil koefisien
korelasi (r) yang diperoleh dapat dikatakan memenuhi syarat kelinearan garis
dimana r ≥ 0,9990. Selain koefisien korelasi (r), nilai Vxo, (ri)2, dan Δy/Δx juga
dihitung. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Jumlah kuadrat sisa masing-masing titik temu (ri)2
dari kurva kalibrasi
timbal memiliki nilai yang sangat kecil, yaitu mendekati 0. Hal ini memenuhi
syarat kelinearan garis, yaitu nilai (ri)2
sekecil mungkin atau mendekati 0. Untuk
nilai Vxo dari kurva kalibrasi timbal diperoleh hasil 1,01%. Nilai tersebut
memenuhi syarat kelinearan garis, yaitu Vxo ≤ 2,0%. Syarat kelinearan garis yang
terakhir adalah nilai Δy/Δx yang menunjukkan kepekaan analisis dari metode
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
40
Universitas Indonesia
yang digunakan. Nilai Δy/Δx yang dihasilkan memiliki nilai yang mendekati satu
sama lain, sehingga nilai Δx/Δy tersebut juga memenuhi syarat kelinearan garis.
Kurva kalibrasi timah memiliki persamaan garis linear y = 0,001387x –
0,001202 dengan koefisien korelasi (r) adalah 0,9998. Hasil koefisien korelasi (r)
yang diperoleh memenuhi syarat kelinearan garis dimana r ≥ 0,9990. Selain
koefisien korelasi (r), nilai Vxo, (ri)2, dan Δy/Δx juga dihitung. Hasil
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.10.
Jumlah kuadrat sisa masing-masing titik temu (ri)2 dari kurva kalibrasi
timah memiliki nilai yang sangat kecil, yaitu mendekati 0. Untuk nilai Vxo dari
kurva kalibrasi timah diperoleh hasil 1,38% dan nilai Δy/Δx yang dihasilkan
memiliki nilai yang mendekati satu sama lain. Hasil perhitungan faktor-faktor
kelinearan garis menunjukkan bahwa metode ini memenuhi syarat linearitas.
Kurva kalibrasi kadmium memiliki persamaan garis linear y = 0,5535 x +
0,001355 dengan koefisien korelasi (r) adalah 0,9999. Hasil koefisien korelasi (r)
yang diperoleh memenuhi syarat kelinearan garis dimana r ≥ 0,9990. Jumlah
kuadrat sisa masing-masing titik temu (ri)2 dari kurva kalibrasi kadmium memiliki
nilai yang sangat kecil, yaitu mendekati 0. Hal ini memenuhi syarat kelinearan
garis, yaitu nilai (ri)2 sekecil mungkin atau mendekati 0. Untuk nilai Vxo dari
kurva kalibrasi kadmium diperoleh hasil 0,99%. Nilai Δy/Δx yang dihasilkan
memiliki nilai yang mendekati satu sama lain. Dengan demikian nilai Vxo dan
nilai Δx/Δy tersebut memenuhi syarat linearitas garis. Hasil selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 4.17.
Dari hasil uji linearitas logam timbal, timah, dan kadmium semuanya
memenuhi syarat linearitas dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa kurva
kalibrasi yang dibuat dapat menghubungkan antara respon alat dengan konsentrasi
analit secara proporsional dan baik pada kisaran yang diberikan.
4.4.2 Penentuan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantifikasi (LOQ)
Uji sensitivitas dilakukan dengan menghitung batas deteksi (LOD) dan
batas kuantifikasi (LOQ). Penentuan LOD dan LOQ dari logam timbal, kadmium,
dan timah didapatkan dengan menggunakan perhitungan statistik. Batas deteksi
adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang masih dapat dideteksi, sedangkan
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
41
Universitas Indonesia
batas kuantifikasi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang masih dapat
memenuhi kriteria cermat dan seksama. Nilai LOD dan LOQ untuk logam timbal
berturut-turut adalah 0,0139 ppm dan 0,0464 ppm; nilai LOD dan LOQ untuk
logam timah berturut-turut adalah 1,28 ppm dan 4,25 ppm; dan nilai LOD dan
LOQ untuk logam kadmium berturut-turut adalah 0,0054 ppm dan 0,0179 ppm.
Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.4 untuk logam timbal, Tabel 4.11
untuk logam timah, dan Tabel 4.18 untuk logam kadmium.
Nilai LOQ untuk logam kadmium lebih besar daripada titik terendah pada
kurva kalibrasi kadmium yang dibuat, yaitu 0,01 ppm sehingga nilai serapan yang
ditunjukkan pada konsentrasi 0,01 ppm tersebut kurang valid. Sementara itu,
pengukuran pada konsentrasi 0,0201 ppm; 0,0503 ppm; 0,1005 ppm; 0,3015 ppm;
dan 0,6030 ppm memberikan respon yang signifikan dan memberikan kriteria
cermat dan seksama. Meskipun demikian, persamaan kurva kalibrasi yang
diperoleh untuk logam kadmium tetap dapat digunakan karena persamaan tersebut
tetap memiliki linearitas yang baik.
Untuk logam timbal dan timah diperoleh nilai LOD dan LOQ yang lebih
rendah daripada konsentrasi terkecil yang digunakan pada kurva kalibrasi. Hal ini
menunjukkan bahwa persyaratan uji sensitivitas untuk kedua logam tersebut
terpenuhi karena pada setiap konsentrasi pengukuran masih memberikan respon
yang signifikan dan memenuhi kriteria cermat dan seksama.
4.4.3 Uji Presisi
Proses pengujian presisi ini dilakukan sama dengan proses preparasi
sampel hingga diukur menggunakan SSA. Dengan demikian, dapat dilihat apakah
metode yang digunakan untuk menganalisis kandungan logam timah, timbal, dan
kadmium dalam buah lengkeng ini dapat memberikan keseksamaan atau presisi
yang baik atau tidak. Uji presisi untuk logam timbal, timah, dan kadmium
dilakukan dengan cara menambahkan larutan standar masing-masing logam
tersebut dengan konsentrasi tertentu ke dalam sampel. Campuran standar dan
sampel tersebut didestruksi menggunakan microwave digestion system. Larutan
hasil destruksi kemudian diukur menggunakan SSA.
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
42
Universitas Indonesia
Presisi atau keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau simpangan
baku relatif (koefisien variasi). Uji presisi dilakukan pada tiga konsentrasi, yaitu
konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi. Hasil dinyatakan memenuhi syarat apabila
nilai koefisien variasi (KV) ≤ 2%.
Uji presisi larutan standar timbal dilakukan dengan menggunakan
konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi, yaitu 0,0500 ppm; 0,4995 ppm; dan
0,7992 ppm. Nilai koefisien variasi (KV) pada buah lengkeng kemasan kaleng B
baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) dengan konsentrasi rendah, sedang,
dan tinggi berturut-turut adalah 1,98%, 1,68%, dan 1,00%. Hasil selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Uji presisi larutan standar timah dilakukan dengan menggunakan
konsentrasi 4,99 ppm; 29,91 ppm; dan 59,82 ppm. Nilai koefisien variasi (KV)
pada buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun)
(B3) dengan konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi berturut-turut adalah 0,44%;
1,61%; dan 0,75%. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.15.
Uji presisi larutan standar kadmium dilakukan dengan menggunakan
konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi, yaitu 0,0201 ppm; 0,1005 ppm; dan
0,5025 ppm. Nilai koefisien variasi (KV) pada buah lengkeng kemasan kaleng B
baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3) dengan konsentrasi rendah, sedang,
dan tinggi berturut-turut adalah 2,29%; 1,58%; dan 1,77%. Hasil selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel 4.22.
Uji presisi dilakukan dengan enam kali destruksi untuk setiap konsentrasi
pada sampel yang dianalisis. Hasil uji presisi dari suatu metode dikatakan valid
apabila metode memberikan nilai koefisien variasi (KV) ≤ 2%. Hasil uji presisi
logam timbal dan timah untuk setiap konsentrasi memenuhi syarat keseksamaan.
Untuk uji presisi logam kadmium pada konsentrasi sedang (0,1005 ppm) dan
konsentrasi tinggi (0,5025 ppm) nilai koefisien variasinya juga memenuhi syarat,
yaitu kurang dari 2%. Namun nilai koefisien variasi (KV) pada konsentrasi rendah
(0,0201 ppm) adalah 2,29%. Meskipun lebih dari 2%, namun hal ini masih dapat
diterima mengingat konsentrasi analit yang sangat kecil. Dalam penelitian
ditemukan bahwa koefisien variasi meningkat seiring dengan menurunnya kadar
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
43
Universitas Indonesia
analit yang dianalisis (Harmita, 2004). Pada senyawa-senyawa dengan kadar yang
sangat kecil nilai KV dapat berkisar antara 5-15% (Gandjar dan Rohman, 2007).
Uji presisi kadmium tidak menggunakan konsentrasi 0,0100 ppm sebagai
konsentrasi terendah karena konsentrasi tersebut sangat kecil sehingga sulit untuk
menghasilkan presisi yang baik (nilai koefisien variasi (KV) ≤ 2%). Pada
konsentrasi yang sangat rendah, kesalahan relatifnya akan lebih besar. Apabila
terjadi sedikit saja perubahan serapan maka akan menyebabkan perbedaan
konsentrasi yang sangat besar. Perbedaan serapan ini mungkin disebabkan karena
pembacaan serapan oleh alat tidak stabil pada angka keempat dibelakang koma
sehingga hasilnya tidak cukup presisi dan akurat. Oleh karena itu, digunakan
konsentrasi 0,0201 ppm sebagai konsentrasi terendah pada uji presisi logam
kadmium. Konsentrasi ini dapat digunakan karena masih lebih rendah daripada
konsentrasi batas cemaran logam kadmium yang diijinkan dalam sampel.
4.4.4 Kecermatan
Penentuan kecermatan atau akurasi dinyatakan dengan uji perolehan
kembali (UPK). UPK dilakukan dengan metode adisi (penambahan standar pada
sampel) pada sampel buah lengkeng kemasan kaleng B3. Alasan penggunaan
metode adisi untuk uji perolehan kembali logam timah, timbal, dan kadmium
dalam sampel dikarenakan tidak adanya sampel plasebo. Dalam metode adisi ini
sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu (larutan standar) ditambahkan pada
sampel yang diperiksa, lalu dianalisis. Persen perolehan kembali ditentukan
dengan menentukan persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan
(Harmita, 2004).
Uji perolehan kembali (UPK) logam timbal dilakukan dengan penambahan
standar timbal dengan konsentrasi 0,0500 ppm; 0,4997 ppm; dan 0,7995 ppm.
Hasil UPK buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1
tahun) (B3) dengan konsentrasi standar 0,0500 ppm adalah 98,93%; 99,70%; dan
105,94%. Hasil UPK dengan konsentrasi standar 0,4997 ppm adalah 99,18%;
98,22%; dan 100,54%. Hasil UPK dengan konsentrasi standar 0,7995 ppm adalah
101,74%; 101,71%; dan 99,99%. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.5,
Tabel 4.6, dan Tabel 4.7.
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
44
Universitas Indonesia
Uji perolehan kembali (UPK) logam timah dilakukan dengan penambahan
standar timah dengan konsentrasi 4,985 ppm; 29,91 ppm; dan 59,82 ppm. Hasil
UPK buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun)
(B3) dengan konsentrasi standar 4,985 ppm adalah 100,08%; 100,29%; dan
100,36%. Hasil UPK dengan konsentrasi standar 29,91 ppm adalah 99,52%;
98,20%; dan 99,17%. Hasil UPK dengan konsentrasi standar 59,82 ppm adalah
99,97%; 99,13%; dan 98,51%. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel.4.12,
Tabel 4.13, dan Tabel 4.14.
Uji perolehan kembali (UPK) logam kadmium dilakukan dengan
penambahan standar timah dengan konsentrasi 0,0201 ppm; 0,1005 ppm; dan
0,5025 ppm. Hasil UPK buah lengkeng kemasan kaleng B baru (masa simpan
kurang dari 1 tahun) (B3) dengan konsentrasi standar 0,0201 ppm adalah
102,43%; 101,49%; dan 100,99%. Hasil UPK dengan konsentrasi standar 0,1005
ppm adalah 101,79%; 100,12%; dan 99,22%. Hasil UPK dengan konsentrasi
standar 0,5025 ppm adalah 99,99%; 99,50%; dan 98,00%. Hasil selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel 4.19, Tabel 4.20, dan Tabel 4.21.
Sampel yang sudah ditambahkan standar diberi perlakuan yang sama
dengan sampel yang tidak ditambahkan standar, yaitu didestruksi dengan
microwave digestion system pada suhu 180oC selama 15 menit kemudian
dicukupkan volumenya sampai 10,0 mL. Jumlah standar yang ditambahkan
disesuaikan dengan masing-masing konsentrasi standar timah, timbal dan
kadmium. Uji perolehan kembali ini dilakukan dengan tiga kali destruksi untuk
masing-masing konsentrasi dan dilakukan pada sampel yang mewakili buah
lengkeng kemasan kaleng, yaitu sampel buah lengkeng kemasan kaleng B baru
(masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3).
UPK logam timah dengan konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi
memberikan hasil yang baik, yaitu berkisar antara 98-102%. Namun pada UPK
logam timbal dan logam kadmium untuk konsentrasi rendah terdapat hasil UPK
yang bernilai lebih besar dari 102%. Hal ini dikarenakan konsentrasi standar
sangat rendah, sehingga perbedaan serapan sedikit memberikan perbedaan
konsentrasi yang besar. Tetapi hasil UPK tersebut masih dapat diterima karena
semakin kecil jumlah analit dalam matriks, semakin besar rentang kesalahan yang
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
45
Universitas Indonesia
diijinkan (Harmita, 2004). Rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap
konsentrasi analit pada matriks dapat dilihat pada Tabel 4.26.
4.5 Destruksi Sampel
Destruksi sampel dilakukan untuk memutuskan ikatan antara unsur logam
dengan matriks sampel agar diperoleh logam dalam bentuk bebas sehingga dapat
dianalisis dengan spektrofotometer serapan atom (Raimon, 1993). Metode
destruksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah destruksi basah dengan
bantuan alat microwave digestion system. Teknik ini merupakan salah satu
pengembangan dari metode destruksi basah untuk meningkatkan kecepatan reaksi
kimia. Pada microwave digestion system, sampel dilarutkan dalam asam pekat
kemudian dipanaskan dengan suhu dan tekanan yang tinggi. Kondisi ekstrim ini
dapat melarutkan hampir semua material. Metode ini biasanya hanya memerlukan
waktu beberapa menit saja, sedangkan jika menggunakan teknik konvensional,
yaitu destruksi basah dengan menggunakan hot plate, dibutuhkan waktu hingga
beberapa jam (Microwave digestion, 2002).
Masing-masing sampel buah lengkeng kemasan kaleng yang telah
dikeringkan dan dihaluskan, ditimbang dengan seksama lalu didestruksi
menggunakan microwave digestion system. Hasil destruksi dapat dilihat pada
Gambar 4.6. Biasanya jumlah sampel yang digunakan pada metode microwawve
digestion ini berkisar antara 0,5 gram sampai 2 gram. Sampel dengan kandungan
minyak yang cukup tinggi hanya membutuhkan jumlah yang sedikit, sebaliknya
dibutuhkan jumlah sampel yang cukup besar untuk sampel dengan kandungan air
tinggi (Mindak, Cheng, dan Jacobs, 2010). Suhu yang digunakan pada proses
destruksi adalah 180°C dengan menggunakan HNO3 pekat. Waktu yang
dibutuhkan untuk satu kali destruksi adalah 25 menit (Milestone, 2005).
4.6 Penetapan Kadar Timbal, Timah, dan Kadmium pada Sampel
Penentuan kadar timbal, timah, dan kadmium dalam sampel dilakukan
dengan menggunakan SSA, yang dilengkapi dengan hollow cathode lamp yang
sesuai dengan jenis logam yang akan diukur, yaitu timah, timbal, dan kadmium.
Masing-masing larutan hasil destruksi buah lengkeng diukur serapannya pada
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
46
Universitas Indonesia
panjang gelombang yang spesifik dan kondisi pengukuran yang optimum untuk
masing-masing logam, sesuai ketentuan yang telah ditetapkan untuk alat.
Serapan hasil pengukuran dengan SSA dimasukkan ke persamaan kurva
kalibrasi sehingga diperoleh kadar logam dalam satuan ppm. Kadar yang
diperoleh ini kemudian dikonversi ke dalam satuan mg/kg sehingga diperoleh
kadar logam dalam sampel (bobot kering). Dengan memperhitungkan susut
pengeringan, maka dapat dihitung kadar logam dalam sampel dengan satuan
mg/kg bobot basah sehingga dapat dibandingkan hasilnya dengan kadar batas
cemaran yang diizinkan.
4.6.1 Timbal (Pb)
Logam timbal terdeteksi pada semua sampel yang dianalisis dengan kadar
yang berbeda-beda. Rata-rata kadar logam timbal yang terkandung di dalam
lengkeng A1, A2, A3, B1, B2, dan B3 berturut-turut adalah 0,4696 mg/kg; 0,4429
mg/kg; 0,3415 mg/kg; 0,3423 mg/kg; 0,2323 mg/kg; dan 0,2067 mg/kg. Hasil
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.23.
Terdeteksinya logam timbal di dalam buah lengkeng kemasan kaleng
dikatakan sebagai kontaminasi makanan karena timbal merupakan logam yang
berbahaya bagi tubuh. Kontaminasi logam timbal ini dapat terjadi karena timbal
biasa digunakan untuk menyambung bagian tutup kaleng dengan bagian badan
kaleng juga untuk menyambung bagian bawah kaleng dengan badan kaleng. Pateri
ini biasanya menggunakan campuran dari 90% timbal dan 10% timah. Namun,
sekarang ini penggunaan logam timbal untuk paterian sudah mulai berkurang (De
Leon, 1995).
Lepasnya logam timbal ke dalam produk dapat dipengaruhi oleh lama
penyimpanan. Semakin lama makanan tersebut disimpan, semakin lama pula
waktu kontak antara makanan dan wadah. Dengan demikian, semakin besar pula
kemungkinan logam penyusun kaleng tersebut lepas dan mengontaminasi
makanan yang dikemasnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, terlihat
bahwa buah lengkeng kemasan kaleng yang memiliki masa simpan yang baru
(masa simpan kurang dari 1 tahun) mengandung logam timbal dengan kadar yang
lebih rendah bila dibandingkan dengan buah lengkeng kemasan kaleng yang masa
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
47
Universitas Indonesia
simpan sedang (antara 1 hingga 2 tahun). Demikian pula dengan buah lengkeng
dengan masa simpan sedang memiliki kadar timbal lebih rendah daripada buah
lengkeng dengan masa simpan lama (masa simpan antara 1-2 tahun) atau hampir
mendekati tanggal kadaluwarsa. Kedua merek lengkeng kemasan kaleng yang
diuji menunjukan hal yang serupa, yaitu kadar timbal akan meningkat seiring
dengan meningkatnya masa simpan buah lengkeng dalam kemasan kaleng.
Kadar timbal pada buah lengkeng kemasan kaleng merek A relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan buah lengkeng kemasan kaleng merek B. Hal ini
mungkin disebabkan karena perbedaan kualitas kaleng yang digunakan pada
kedua merek tersebut sehingga mempengaruhi banyaknya timbal yang larut ke
dalam produk.
Dari semua sampel buah lengkeng kemasan kaleng yang diperiksa,
semuanya mengandung logam timbal dalam batas aman yang ditetapkan oleh
BSN dan BPOM pada tahun 2009, yaitu 0,5 mg/kg untuk produk buah dan sayur.
Meskipun tidak melebihi batas yang ditetapkan, terdapat dua sampel yang
memiliki kandungan timbal yang mendekati batas. Dua sampel tersebut yaitu A1
dan A2 dengan kandungan timbal 0,4429 mg/kg dan 0,4696 mg/kg. Sebaiknya
buah lengkeng kemasan kaleng ini dihindari untuk dikonsumsi mengingat bahaya
logam timbal bila masuk kedalam tubuh.
4.6.2 Timah (Sn)
Logam timah terdeteksi pada semua sampel buah lengkeng kemasan
kaleng. Rata-rata kadar logam timah yang terkandung di dalam lengkeng A1, A2,
A3, B1, B2, dan B3 berturut-turut adalah 343,7587 mg/kg; 317,9589 mg/kg;
40,9649 mg/kg; 282,5987 mg/kg; 67,6616 mg/kg; dan 45,1083 mg/kg. Hasil
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.24.
Cemaran logam timah yang terdapat dalam buah lengkeng kemasan
kaleng, baik merek A maupun merek B, berasal dari kaleng yang digunakan
sebagai wadah. Jenis kaleng yang sering digunakan untuk mengemas makanan
kaleng adalah tinplate, yaitu kaleng yang terbuat dari baja dan dilapisi oleh timah
putih (Laroussen dan Brown, 1997). Kontaminasi timah dalam buah lengkeng
tersebut disebabkan karena larutnya lapisan timah pada bagian dalam kaleng ke
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
48
Universitas Indonesia
dalam produk. Larutnya logam timah ke dalam produk dipengaruhi oleh lamanya
masa simpan dan kondisi penyimpanan. Konsentrasinya dalam makanan dapat
meningkat apabila kemasan kaleng dibuka dan/atau disimpan dalam waktu yang
lama dan suhu tinggi. Semakin lama masa simpan, semakin besar waktu kontak
wadah dengan makanan sehingga kemungkinan migrasi timah juga semakin besar.
(WHO, 2005).
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa buah lengkeng
kemasan kaleng yang memiliki masa simpan yang baru (masa simpan kurang dari
1 tahun) mengandung timah dengan kadar yang lebih rendah bila dibandingkan
dengan buah lengkeng kemasan kaleng yang masa simpan sedang (antara 1 hingga
2 tahun). Demikian pula dengan buah lengkeng dengan masa simpan sedang
memiliki kadar timah yang lebih rendah daripada buah lengkeng dengan masa
simpan lama (masa simpan lebih dari 2 tahun) atau hampir mendekati
kadaluwarsa. Kedua merek lengkeng kemasan kaleng yang diuji menunjukan hal
yang serupa, yaitu kadar timah akan meningkat seiring dengan meningkatnya
masa simpan buah lengkeng dalam kemasan kaleng.
Tiga sampel buah lengkeng kemasan kaleng yang dianalisa memiliki kadar
timah di bawah batas maksimum cemaran makanan yang ditetapkan oleh BSN
dan BPOM pada tahun 2009, yaitu 250 mg/kg untuk produk pangan yang diolah
dengan proses panas dan dikemas dalam kaleng, sehingga masih layak untuk
dikonsumsi.
Sementara itu pada tiga sampel lainnya, yaitu A2, A1, dan B1
mengandung timah dengan kadar yang melebihi batas yang diizinkan. Kadar
timah pada sampel A2, A1, dan B1 berturut-turut adalah 317,9589 mg/kg;
343,7587 mg/kg; dan 282.5987 mg/kg. Kontaminasi timah yang melebihi batas
aman ini tentunya dapat membahayakan kesehatan individu yang
mengonsumsinya. Konsumsi timah dapat menimbulkan efek pada gastrointestinal
seperti mual, kram perut, muntah, dan diare. Hal ini terjadi karena iritasi lokal
pada lambung akibat timah yang terlarut didalamnya. Pada paparan kronik, dapat
pula terjadi kejang otot dan paralisis (WHO, 2005; Gad, 2005c). Dalam hal ini,
dapat dikatakan bahwa buah lengkeng kemasan kaleng A1, A2, dan B1 tidak
layak untuk dikonsumsi.
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
49
Universitas Indonesia
4.6.3 Kadmium (Cd)
Logam kadmium terdeteksi pada semua sampel yang dianalisis dengan
rata-rata kadar logam kadmium yang terkandung di dalam lengkeng A1, A2, A3,
B1, B2, dan B3 berturut-turut adalah sebagai berikut: 0,0155 mg/kg; 0,0142
mg/kg; 0,0134 mg/kg; 0,0155 mg/kg; 0,0152 mg/kg; dan 0,0145 mg/kg. Hasil
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.25.
Terdeteksinya logam kadmium dalam sampel ini dapat terjadi karena
lepasnya komponen logam penyusun kaleng ke dalam produk yang dikemasnya.
Hal ini disebabkan baja yang digunakan pada kemasan kaleng tersebut merupakan
campuran logam yang tidak sepenuhnya inert sehingga dapat bereaksi dengan
produk yang dikemasnya. Apabila lapisan timah pada bagian dalam kaleng telah
larut dan lepas ke dalam produk, maka akan terjadi kontak antara lapisan baja
didalamnya dengan produk makanan. Dengan demikian kemungkinan lepasnya
komponen logam pada baja dalam kemasan kaleng ke dalam produk akan semakin
tinggi sehingga produk makanan tersebut akan terkontaminasi (Itodo, A. U., dan
Itodo, H. U., 2010).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, buah lengkeng kemasan
kaleng merek A dan merek B yang memiliki masa simpan yang baru (masa
simpan kurang dari 1 tahun) mengandung kadmium dengan kadar yang lebih
rendah bila dibandingkan dengan buah lengkeng kemasan kaleng yang masa
simpan sedang (antara 1 hingga 2 tahun). Demikian pula dengan buah lengkeng
dengan masa simpan sedang memiliki kadar kadmium yang lebih rendah daripada
buah lengkeng dengan masa simpan lama (masa simpan lebih dari 2 tahun). Hal
ini menunjukkan bahwa kadar kadmium pada buah lengkeng kemasan kaleng
akan meningkat seiring dengan meningkatnya masa simpan buah lengkeng
tersebut. Dari enam sampel buah lengkeng kemasan kaleng yang diperiksa,
diperoleh kadar logam kadmium rata-rata sebesar 0,0147 mg/kg. Dengan
demikian, semuanya masih dalam batas aman yang ditetapkan oleh BSN dan
BPOM pada tahun 2009, yaitu 0,2 mg/kg untuk produk buah dan sayur.
Berdasarkan uji sensitivitas yang telah dilakukan, nilai LOQ untuk logam
kadmium adalah 0,0179 ppm. Hal ini berarti penetapan kadar logam kadmium
dengan konsentrasi kurang dari 0,0179 ppm tidak dapat memberikan hasil yang
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
50
Universitas Indonesia
cermat dan seksama. Sementara itu, semua sampel yang diuji mengandung logam
kadmium dengan kadar kurang dari 0,0179 ppm. Dengan begitu kadar logam
kadmium yang diperoleh pada semua sampel yang diperiksa tidak memenuhi
kriteria cermat dan seksama. Meskipun demikian, kadar tersebut masih sangat
jauh dari batas aman yang telah ditetapkan oleh BSN dan BPOM sehingga
kesimpulan akhir tetap dapat dipertanggung jawabkan, yaitu semua sampel yang
diuji mengandung logam kadmium dalam batas aman yang ditentukan.
4.7 Hambatan dalam Penelitian
Dalam penelitian ini ditemui hambatan, yaitu sulitnya menemukan sampel
dengan masa simpan yang mendekati tanggal kadaluarsa. Oleh karena itu,
pemilihan sampel dilakukan berdasarkan apa yang bisa didapatkan di pasaran.
Dengan demikian, penarikan sampel ini merupakan metode non-probability
sampling jenis incidental sampling, dimana hasilnya disajikan secara deskriptif
dan tidak dapat digeneralisasi. Keenam sampel diperoleh dari satu toko tradisional
di daerah Jakarta Barat. Sampel disimpan di gudang atau di rak pajang di bagian
depan toko dengan suhu penyimpanan tidak diketahui, namun diperkirakan
suhunya sekitar suhu ruang di Jakarta (± 27oC). Karena kondisi penyimpanan
sampel tidak dapat diketahui dan tidak dapat dipastikan sama pada setiap sampel,
maka pengaruh lama penyimpanan juga tidak dapat dijadikan variabel bebas
dalam penelitian. Dengan kata lain, ketiga masa simpan tersebut tidak dapat
dibandingkan dan tidak dapat diketahui pengaruh lama penyimpanan terhadap
tingkat migrasi logam dari bahan pengemas kaleng. Dengan demikian, hasil
penelitian ini hanya mendeskripsikan apakah ada perbedaan kadar logam timbal,
timah, dan kadmium pada sampel yang digunakan, yaitu buah lengkeng kemasan
kaleng dengan dua merek berbeda dan tiga masa simpan berbeda.
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
51 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Logam timbal (Pb), timah (Sn), dan kadmium (Cd) terdeteksi pada semua
sampel buah lengkeng kemasan kaleng yang dianalisis dengan kadar yang
berbeda-beda.
2. Kadar logam timbal pada sampel A1, A2, A3, B1, B2, dan B3 berturut-turut
adalah 0,4696 mg/kg; 0,4429 mg/kg; 0,3415 mgkg; 0,3423 mg/kg; 0,2323
mg/kg; dan 0,2067 mg/kg. Sementara itu, kadar logam timah berturut-turut
adalah 343,7587 mg/kg; 317,9589 mg/kg; 40,9649 mg/kg; 282,5987 mg/kg;
67,6616 mg/kg; 45,1083 mg/kg dan kadar logam kadmium adalah 0,0155
mg/kg; 0,0142 mg/kg; 0,0134 mg/kg; 0,0155 mg/kg; 0,0152 mg/kg; dan
0,0145 mg/kg. Berdasarkan ketetapan BPOM dan BSN pada tahun 2009,
maka sampel buah lengkeng A3, B2, dan B3 layak dikonsumsi sedangkan
sampel buah lengkeng A1, A2, dan B1 sudah tidak layak dikonsumsi.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh kondisi
penyimpanan, lama penyimpanan, dan faktor-faktor lain terhadap migrasi logam
dari kemasan kaleng ke dalam makanan yang dikemasnya.
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
52
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Badan Standardisasi Nasional. (1992). SNI 01-2896-1992: Cara uji cemaran
logam. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Badan Standardisasi Nasional. (2004). SNI 01-3834-2004: Koktil buah dalam
kaleng. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Badan Standardisasi Nasional. (2009). SNI 7387:2009: Batas maksimum cemaran
logam berat dalam pangan. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2009). Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.00.06.1.52.4011 tentang penetapan batas maksimum cemaran mikroba
dan kimia dalam makanan. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia.
Balcerzak, M. (2001). Sample digestion method for the determination of trace of
precious metals by spectrometric techniques. Analytical Sciences, 18, 737-
750.
Blunden, S., dan Wallace, T. (2003). Tin in canned food: A review and
understanding of occurence and effect. Food and Chemical Toxicology, 21,
1651-1662.
Broekaert, J. A. C. (2002). Analytical atomic spectrometry with flames and
plasmas. Germany: Wiley-VCH.
Darmono. (1995). Logam dalam sistem biologi makhluk hidup. Jakarta: UI Press.
De Leon, A. (1995). Voluntary industry initiative: Removal of lead solder from
cans. Dalam: C. P. Howson, M. Hernandez-A Vila dan D. P. Rall (Eds.). Lead
in the americans: A call for action. Washington DC: US National Academy of
Science.
Departemen Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (1997).
Inventaris tanaman obat Indonesia jilid IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia edisi
IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
53
Universitas Indonesia
Department of Chemistry and Biochemistry, College of Arts and Sciences, New
Mexico State University. (2006). Hollow cathode lamps (HCL). 28 Mei 2011.
http://www.chemistry.nmsu.edu/Instrumentation/AAS_HCL.html.
Ebdon, L., Evans, E. H., Fisher, A., dan Hill, S. J. (1998). An introduction to
analytical atomic spectrometry. Chichester: John Wiley & Sons.
Food Standards Agency. (2002). Tin in canned fruit and vegetables. 30 November
2010. http://www.food.gov.uk/science/surveillance.
Gad, S. C. (2005a). Cadmium. Dalam: Encyclopedia of toxicology (Ed. Ke-2, vol.
1, halaman 375-377). USA: Elsevier.
Gad, S. C. (2005b). Lead. Dalam: Encyclopedia of toxicology (Ed. Ke-2, vol. 2,
halaman 705-709). USA: Elsevier.
Gad, S. C. (2005c). Tin. Dalam: Encyclopedia of toxicology (Ed. Ke-2, Vol. 4,
halaman 188-190). USA: Elsevier.
Gandjar, I. G., dan Rohman, A. (2007). Kimia farmasi analisis. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Godt, J., Scheidig, F., Grosse-Siestrup, C., Esche, V., Brandenburg, P., Reich, A.,
dan Groneberg D. A. (2006). The toxicity of cadmium and resulting hazards
for human health. 15 Januari 2011.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1578573/.
Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara
Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian, 1(3), 117-135.
Harmita. (2006). Buku ajar analisis fisikokimia. Depok: Departemen Farmasi
FMIPA Universitas Indonesia.
Huber, L. (2007). Validation of analitycal methods and procedures. 6 Januari
2011. http://www.labcompliance.com/tutorial/methods/default.aspx.
Indonesian Citrus and Subtropical Fruit Research Institute. (n.d.). Harvesting
longan fruit. 28 Mei 2011.
http://balitjestro.litbang.deptan.go.id/en/index.php?option=com_content&view
=article&id=299:harvesting-longan-fruit&catid=72:articles&Itemid=70.
Itodo, A. U., dan Itodo, H. U. (2010). Quantitative specification of potentialy
toxic metals in expired caneed tomatoes founds in villages market. Nature and
Science, 8(4), 54-58.
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
54
Universitas Indonesia
Iwegbue, C. M. A., Nwozo, S. O., Ossai, E. K., dan Nwajei, G. E. (2008). Heavy
metal composition of some imported canned fruit drinks in Nigeria. American
Journal of Food Technology, 3(3), 220-223.
Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additivies. (2003). Joint FAO/WHO
expert committee on food additivies, sixty-first meeting, Rome 10-19 June
2003: Summary and conclusions. 23 Januari 2011.
http://www.who.int/ipcs/food/jecfa/summaries/en/summary_61.pdf.
Julianti, E., dan Nurminah, M. (2006). Teknologi Pengemasan. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Kharisma, W. L. (2006). Analisis cemaran logam Pb, Cu, dan Cd dalam buah
nanas (Ananas comosus (L.) Merr) kaleng pada batas kadaluarsa yang
berbeda secara spektrofotometri serapan atom. Jakarta: Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila.
Laroussen, J., dan Brown, B. E. (1997). Food canning technology. USA: Wiley-
VCH.
Milestone Cookbook Digestion: Tomatoes HPR-FO-19. (2005). Itali: Milestone
Srl.
Microwave digestion. (2002). 13 Mei 2011.
http://www.ux1.eiu.edu/~cfjpb/teaching/ia/iaprojects/microwave.pdf.
Mindak, W. R., Cheng, J., dan Jacobs, R. M. (2010). Elemental Analysis Manual:
Section 2.3 analytical portion to analytical solution. 9 Januari 2011.
http://www.fda.gov/Food/ScienceResearch/LaboratoryMethods/ElementalAna
lysisManualEAM/ucm195383.htm.
Morton, J. F. (1987). Fruits of warm climates. Miami: Florida Flair Books.
Notohadiprawiro, T. (2006). Logam berat dalam pertanian. 29 Mei 2011.
http://soil.faperta.ugm.ac.id/tj/1991/1993%20loga.pdf.
Okuyama, E., Ebihara, H., Takeuchi, H., dan Yamazaki, M. (1999). The
Anxiolytic-Like Principle of the Arillus of Euphoria longana. Planta Medica,
65(2), 115-119.
Perkin-Elmer Corporation. (1996). Analytical methods for atomic absorption
spectroscopy. USA: Perkin-Elmer.
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
55
Universitas Indonesia
Raimon. (1993). Perbandingan metode destruksi basah dan kering secara
spektrofotometri serapan atom. Pros. Lok. Nas. Spektrofotometri Serapan
Atom, 79-87.
Rangkadilok, N., Sitthimonchai, S., Worasuttayangkurn, L., Mahidol, C.,
Ruchirawat, M., dan Satayavivad, J. (2007). Evaluation of free radical
scavenging and antityrosinase activities of standardized longan fruit extract.
Food and chemical toxicology, 45(2), 328-336.
Shimadzu. (2007). Instruction manual: Shimadzu atomic absorption
spectrophotometer AA-6300. Kyoto: Shimadzu.
Skoog, D. A., West, D. M., dan Holler, F. J. (1991). Fundamentals of analytical
chemistry (Ed. Ke-7). Philadelphia: Saunders College.
Soylack, M., Tuzen, M., Narin, I., dan Sari, H. (2004). Comparison of microwave,
dry, and wet digestion procedures for the determination of trace metal content
in spice samples produced in Turkey. Journal of Food and Drug Analysis,
12(3), 254-258.
Stone, D., dan Ellis, J. (2008). Calibration and Linear Regression Analysis: A
Self-Guided Tutorial. 7 Mei 2011.
http://www.chem.utoronto.ca/coursenotes/analsci/LinRegr2b.pdf.
Thompson, M., Ellison, S. L. R., dan Wood, R. (2002). Harmonized guidelines for
single-laboratory validation of methods of analysis. Pure and Applied
Chemistry, 74(5), 835-855.
Twyman, R. M. (2005). Sample dissolution for elemental analysis: Wet digestion.
Dalam: P. Worsfold, A. Townshend dan C. Poole (Eds.). Encyclopedia of
Analytical Science (Ed. Ke-2, vol. 8, halaman 146-153). London: Elsevier
Science.
United States Environmental Protection Agency. (1995). Canned fruits and
vegetables. 1 Juni 2011. www.epa.gov/ttn/chief/ap42/ch09/final/c9s08-1.pdf
Vandecasteele, C., dan Block, C. B. (1993). Modern method for trace element
determination. Inggris: John Wiley & Sons.
Welz, B., dan Michael, S. (2005). Atomic absorption spectrometry (Ed. Ke-3).
New York: WILEY-VCH.
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
56
Universitas Indonesia
Windholz, M. (Ed). (1976). The Merck Index (Ed. ke-9). New Jersey: Merck &
Co.
Winter, M. J. (2010). Tin: uses. 17 Mei 2011.
http://www.webelements.com/tin/uses.html.
World Health Organization. (1972). Evaluation of certain food additives and the
contaminants mercury, lead and cadmium. 30 Desember 2010.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/4629168.
World Health Organization. (2005). Tin and inorganic tin compounds. 30
Desember 2010.
http://www.who.int/ipcs/publications/cicad/cicad_65_web_version.pdf.
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
GAMBAR
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
57
[Sumber: Departemen Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 1997]
Gambar 2.1. Tanaman lengkeng
[Sumber: Morton, 1987]
Gambar 2.2. Buah lengkeng
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
58
Keterangan: Persamaan kurva kalibrasi timbal yaitu: y = 0,02135x - 0,000924 dengan koefisien
korelasi (r) adalah 0,9999
Gambar 4.1. Kurva kalibrasi timbal
Keterangan: Persamaan kurva kalibrasi timah yaitu: y = 0,001387x – 0,001202 dengan koefisien
korelasi (r) adalah 0,9998.
Gambar 4.2. Kurva kalibrasi timah
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Kurva Kalibrasi Timbal
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Kurva Kalibrasi Timah
Konsentrasi (ppm)
serapan
serapan
Konsentrasi (ppm)
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
59
Keterangan: Persamaan kurva kalibrasi kadmium yaitu y = 0,5591x - 0,005506 dengan koefisien
korelasi (r) adalah 0,9999.
Gambar 4.3. Kurva kalibrasi kadmium
Gambar 4.4. Buah lengkeng kemasan kaleng
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
0.45
0.5
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Kurva Kalibrasi Kadmium
Konsentrasi (ppm)
serapan
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
60
Gambar 4.5. Serbuk buah lengkeng yang telah dikeringkan
Gambar 4.6. Hasil destruksi
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
61
Keterangan :
1. Bejana TFM
2. Protection shield
3. Segment
Gambar 4.7. Komponen bejana dalam microwave digestion system
Gambar 4.8. Microwave digestion system
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
62
Gambar 4.9. Spektrofotometer serapan atom (Shimadzu AA 6300)
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
63
Keterangan :
1. burner head 5. drain sensor
2. nebulizer 6. Saluran masuk sampel
3. spray chamber 7. Saluran tempat buangan
4. drain tank 8. Flame monitor
Gambar 4.10. Unit-unit SSA
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
64
Gambar 4.11. Tabung gas asetilen
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
TABEL
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
65
Tabel 3.1. Tanggal produksi dan tanggal kadaluwarsa sampel lengkeng
kemasan kaleng
Sampel Tanggal Produksi Tanggal Kadaluwarsa
A1 19 Agustus 2008 19 Agustus 2011
A2 17 Agustus 2009 17 Agustus 2012
A3 28 Juli 2010 28 Juli 2013
B1 28 Juli 2008 28 Juli 2011
B2 24 Juli 2009 24 Juli 2012
B3 1 Agustus 2010 1 Agustus 2013
Tabel 4.1. Hasil perhitungan susut pengeringan
Sampel Bobot Basah
(gram)
Bobot Kering
(gram)
Susut
Pengeringan (%)
A1 7,2083 1,4115 80,42
A2 5,5601 1,0855 80,48
A3 5,9034 1,1767 80,07
B1 6,6010 1,3269 79,90
B2 6,6895 1,3119 80,39
B3 6,7387 1,3147 80,49
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
66
Tabel 4.2. Kurva kalibrasi timbal
Konsentrasi (ppm) Serapan
0,0500 0,0020
0,0999 0,0031
0,2997 0,0072
0,4995 0,0117
0,7992 0,0179
0,9990 0,0223
Persamaan kurva kalibrasi timbal yaitu: y = 0,02135x - 0,000924 dengan
koefisien korelasi (r) adalah 0,9999.
Tabel 4.3. Hasil uji linearitas kurva kalibrasi timbal
Konsentrasi
(ppm)
Serapan ri (ri)2 Δy/Δx
0,0500 0,0020 9,2502 x 10-6
8,5566 x 10-11
-
0,0999 0,0031 4,3744 x 10-5
1,9135 x 10-9
0,022031
0,2998 0,0072 -1,2212 x 10-4
1,4914 x 10-8
0,020510
0,4997 0,0117 1,1201 x 10-4
1,2547 x 10-8
0,022511
0,7995 0,0179 -8,572 x 10-5
7,3479 x 10-9
0,020680
0,9994 0,0223 4,8414 x 10-5
2,3439 x 10-9
0,022011
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
67
Tabel 4.4. Hasil perhitungan batas deteksi (LOD) dan batas kuantifikasi
(LOQ) timbal
Konsentrasi (ppm) Serapan yi (y-yi)2
0,0500 0,0020 0,001991 8,5566 x 10-11
0,0999 0,0031 0,003056 1,9135 x 10-9
0,2998 0,0072 0,007322 1,4914 x 10-8
0,4997 0,0117 0,011588 1,2547 x 10-8
0,7995 0,0179 0,017986 7,3479 x 10-9
0,9994 0,0223 0,022252 2,3439 x 10-9
Jumlah 3,9151 x 10-8
S(y/x) = 9,89 x 10-5
Vxo = 1,01 %
LOD = 0,0139 ppm
LOQ = 0,0464 ppm
Tabel 4.5. Hasil uji perolehan kembali timbal dengan buah lengkeng
kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun)
(B3) pada konsentrasi 0,0500 ppm
Kelompok Berat
sampel
(gram)
Serapan Konsentrasi
(ppm)
Konsentrasi
(mg/kg)
Selisih
konsentrasi
(mg/kg)
Selisih
konsentrasi
(ppm)
UPK
(%)
Standar - 0,0500 0,0020 - - - -
Blanko 2,0161 0,0033 0,1957 0,9707 - - -
S1 2,0323 0,0044 0,2502 1,2313 0,2607 0,0530 105,94
S2 2,0023 0,0043 0,2442 1,2195 0,2488 0,0498 99,70
S3 2,0060 0,0043 0,2442 1,2172 0,2466 0,0495 98,93
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
68
Tabel 4.6. Hasil uji perolehan kembali timbal dengan buah lengkeng
kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3)
pada konsentrasi 0,4997 ppm
Kelompok Berat
sampel
(gram)
Serapan Konsentrasi
(ppm)
Konsentrasi
(mg/kg)
Selisih
konsentrasi
(mg/kg)
Selisih
konsentrasi
(ppm)
UPK
(%)
Standar - 0,4997 0,0117 - - - -
Blanko 2,0161 0,0033 0,1957 0,9707 - - -
S1 2,0159 0,0137 0,6866 3,4291 2,4584 0,4956 99,18
S2 2,0468 0,0135 0,6745 3,3685 2,3979 0,4908 98,22
S3 2,0189 0,0139 0,6927 3,4593 2,4887 0,5024 100,54
Tabel 4.7. Hasil uji perolehan kembali timbal dengan buah lengkeng
kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun)
(B3) pada konsentrasi 0,7995 ppm
Kelompok Berat
sampel
(gram)
Serapan Konsentrasi
(ppm)
Konsentrasi
(mg/kg)
Selisih
konsentrasi
(mg/kg)
Selisih
konsentrasi
(ppm)
UPK
(%)
Standar - 0,0179 0,7995 - - - -
Blanko 2,0161 0,0033 0,1957 0,9707 - - -
S1 2,0650 0,0207 1,0139 4,9098 3,9391 0,8134 101,74
S2 2,0020 0,0203 0,9942 4,9659 3,9952 0,7998 99,99
S3 2,0672 0,0207 1,0139 4,9046 3,9339 0,8132 101,71
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
69
Tabel 4.8. Hasil uji presisi timbal dengan buah lengkeng kemasan kaleng B
baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3)
Konsentrasi
(ppm)
Berat
sampel
(gram)
Serapan Konsentrasi
pengukuran
(ppm)
Konsentrasi
pengukuran
(mg/kg)
Konsentrasi
rata-rata
(mg/kg)
Simpangan
baku
Koefisien
variasi
(%)
0,05 2,0060
2,0323
2,0034
2,0023
2,0323
2,0362
0,0043
0,0043
0,0043
0,0042
0,0044
0,0045
0,2442
0,2442
0,2442
0,2381
0,2502
0,2563
1,2173
1,2015
1,2188
1,1892
1,2313
1,2587
1,2195 0,0242 1,98
0,4997 2,0470
2,0468
2,0193
2,0189
2,0189
2,0159
0,0135
0,0135
0,0136
0,0139
0,0135
0,0137
0,6745
0,6745
0,6805
0,6927
0,6745
0,6866
3,2950
3,2953
3,3702
3,4309
3,3408
3,4059
3,3564 0,0565 1,68
0,7995 2,0650
2,0695
2,0503
2,0672
2,0095
2,0020
0,0207
0,0210
0,0203
0,0207
0,0205
0,0203
1,0139
1,0260
0,9957
1,0139
1,0017
0,9957
4,9098
4,9577
4,8563
4,9046
4,9851
4,9735
4,9312 0,0493 1,00
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
70
Tabel 4.9. Kurva kalibrasi timah
Konsentrasi (ppm) Serapan
4,99 0,0054
9,97 0,0134
19,94 0,0265
29,91 0,0395
49,85 0,0682
69,79 0,0957
Persamaan kurva kalibrasi timah yaitu: y = 0,001387x – 0,001202 dengan
koefisien korelasi (r) adalah 0,9998.
Tabel 4.10. Hasil uji linearitas kurva kalibrasi timah
Konsentrasi
(ppm)
Serapan ri (ri)2 Δy/Δx
4,99 0,0054 0,0000751 1,03308 x 10-7
-
9,97 0,0134 -0,0003214 5,91872 x 10-7
0,00400
19,94 0,0265 0,0007693 1,3656 x 10-9
0,00655
29,91 0,0395 0,0000369 6,32699 x 10-7
0,00867
49,85 0,0682 -0,0007954 5,75136 x 10-8
0,01722
69,79 0,0957 0,0002398 5,6346 x 10-8
0,00138
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
71
Tabel 4.11. Hasil perhitungan batas deteksi (LOD) dan batas kuantifikasi
(LOQ) timah
Konsentrasi (ppm) Serapan yi (y-yi)2
4,99 0,0054 0,005721 1,03308 x 10-7
9,97 0,0134 0,012631 5,91872 x 10-7
19,94 0,0265 0,026463 1,3656 x 10-9
29,91 0,0395 0,040295 6,32699 x 10-7
49,85 0,0682 0,06796 5,75136 x 10-8
69,79 0,0957 0,095625 5,6346 x 10-8
Jumlah 1,39239 x 10-6
S(y/x) = 5,9 x 10-4
Vxo = 1,38 %
LOD = 1,28 ppm
LOQ = 4,25 ppm
Tabel 4.12. Hasil uji perolehan kembali timah dengan buah lengkeng
kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun)
(B3) pada konsentrasi 4,985 ppm
Kelompok Berat
sampel
(gram)
Serapan Konsentrasi
(ppm)
Konsentrasi
(mg/kg)
Selisih
konsentrasi
(mg/kg)
Selisih
konsentrasi
(ppm)
UPK
(%)
Standar - 0,0054 4,985 - - - -
Blanko 0,5055 0,0132 10,3663 205,0695 - - -
S1 0,5052 0,0201 15,3492 303,8246 98,7551 4,9891 100,08
S2 0,5047 0,0201 15,3492 304,1256 99,0561 4,9994 100,29
S3 0,5010 0,0200 15,2770 304,9302 99,8607 5,0030 100,36
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
72
Tabel 4.13. Hasil uji perolehan kembali timah dengan buah lengkeng
kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun)
(B3) pada konsentrasi 29,91 ppm
Kelompok Berat
sampel
(gram)
Serapan Konsentrasi
(ppm)
Konsentrasi
(mg/kg)
Selisih
konsentrasi
(mg/kg)
Selisih
konsentrasi
(ppm)
UPK
(%)
Standar - 0,0395 29,91 - - - -
Blanko 0,5254 0,0178 13,6882 260,5297 - - -
S1 0,5234 0,0589 43,2971 827,2279 566,6982 29,6610 99,17
S2 0,5234 0,0585 43,0082 821,7088 561,1791 29,3721 98,20
S3 0,5277 0,0595 43,5138 824,5927 564,0630 29,7656 99,52
Tabel 4.14. Hasil uji perolehan kembali timah dengan buah lengkeng
kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3)
pada konsentrasi 59,82 ppm
Kelompok Berat
sampel
(gram)
Serapan Konsentrasi
(ppm)
Konsentrasi
(mg/kg)
Selisih
konsentrasi
(mg/kg)
Selisih
konsentrasi
(ppm)
UPK
(%)
Standar - 0,0820 59,82 - - - -
Blanko 0,4944 0,0150 11,6518 235,6750 - - -
S1 0,4954 0,0980 71,4776 1442,826 1207,151 59,802 99,97
S2 0,4954 0,0973 70,9727 1432,635 1196,96 59,297 99,13
S3 0,4950 0,0967 70,5941 1426,143 1190,468 58,928 98,51
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
73
Tabel 4.15. Hasil uji presisi timah dengan buah lengkeng kemasan kaleng B
baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3)
Konsentrasi
(ppm)
Berat
sampel
(gram)
Serapan Konsentrasi
pengukuran
(ppm)
Konsentrasi
pengukuran
(mg/kg)
Konsentrasi
rata-rata
(mg/kg)
Simpangan
baku
Koefisien
variasi
(%)
4,99 0,5052
0,5052
0,5047
0,5010
0,5062
0,5047
0,0201
0,0200
0,0201
0,0200
0,0203
0,0202
15,3492
15,2770
15,3492
15,2770
15,4937
15,4214
303,8246
302,3951
304,1256
304,9302
306,0777
305,5565
304,4849 1,3278 0,44
29,91 0,5234
0,5234
0,5277
0,5277
0,5273
0,5245
0,0589
0,0585
0,0592
0,0596
0,0577
0,0569
43,2971
43,0082
43,5138
43,8026
42,4305
41,8528
827,2279
821,7088
824,5927
830,0668
804,6749
797,9556
817,7044
13,1666 1,61
59,82 0,4954
0,4944
0,4954
0,4950
0,4940
0,4957
0,0980
0,0966
0,0973
0,0967
0,0955
0,0966
71,4776
70,4679
70,9727
70,5941
69,7106
70,4679
1442,826
1425,321
1432,635
1426,143
1411,146
1421,583
1426,609 10,6354 0,75
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
74
Tabel 4.16. Kurva kalibrasi kadmium
Konsentrasi (ppm) Serapan
0,0100 0,0059
0,0201 0,0129
0,0503 0,0304
0,1005 0,0560
0,3015 0,1688
0,6030 0,3349
Persamaan kurva kalibrasi kadmium yaitu: y = 0,5535 x + 0,001355
dengan koefisien korelasi (r) adalah 0,9999.
Tabel 4.17. Hasil uji linearitas kurva kalibrasi kadmium
Konsentrasi
(ppm)
Serapan ri (ri)2 Δy/Δx
0,0100 0,0059 -0,00099 9,79744 x 10-7
-
0,0201 0,0129 0,00042 1,7624 x 10-7
0,693069
0,0503 0,0304 0,001204 1,44973 x 10-6
0,579470
0,1005 0,0560 -0,00098 9,63844 x 10-7
0,509960
0,3015 0,1688 0,000564 3,18473 x 10-7
0,561194
0,6030 0,3349 -0,00022 4,68861 x 10-8
0,550912
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
75
Tabel 4.18. Hasil perhitungan batas deteksi (LOD) dan batas kuantifikasi
(LOQ) kadmium
Konsentrasi (ppm) Serapan yi (y-yi)2
0,0100 0,0059 0,006890 9,79744 x 10-7
0,0201 0,0129 0,012480 1,76240 x 10-7
0,0503 0,0304 0,029196 1,44973 x 10-6
0,1005 0,0560 0,056982 9,63844 x 10-7
0,3015 0,1688 0,168236 3,18473 x 10-7
0,6030 0,3349 0,335117 4,68861 x 10-8
Jumlah 3,93492 x 10-6
S(y/x) = 9,918 x 10-4
Vxo = 0,99 %
LOD = 0,0054 ppm
LOQ = 0,0179 ppm
Tabel 4.19. Hasil uji perolehan kembali kadmium dengan buah lengkeng
kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun)
(B3) pada konsentrasi 0,0201 ppm
Kelompok Berat
sampel
(gram)
Serapan Konsentrasi
(ppm)
Konsentrasi
(mg/kg)
Selisih
konsentrasi
(mg/kg)
Selisih
konsentrasi
(ppm)
UPK
(%)
Standar - 0,0418 0,0201 - - - -
Blanko 2,0674 0,0106 0,0168 0,08132 - - -
S1 2,0167 0,0218 0,0370 0,18341 0,10209 0,0206 102,43
S2 2,1063 0,0221 0,0375 0,17806 0,09674 0,0204 101,49
S3 2,0547 0,0218 0,0370 0,18019 0,09887 0,0203 100,99
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
76
Tabel 4.20. Hasil uji perolehan kembali kadmium dengan buah lengkeng
kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun)
(B3) pada konsentrasi 0,1005 ppm
Kelompok Berat
sampel
(gram)
Serapan Konsentrasi
(ppm)
Konsentrasi
(mg/kg)
Selisih
konsentrasi
(mg/kg)
Selisih
konsentrasi
(ppm)
UPK
(%)
Standar - 0,0561 0,1005 - - - -
Blanko 2,0674 0,0106 0,0168 0,08132 - - -
S1 2,0075 0,0670 0,1186 0,59075 0,50943 0,1023 101,79
S2 2,0155 0,0661 0,1170 0,58056 0,49924 0,1006 100,12
S3 2,0167 0,0657 0,1162 0,57608 0,49476 0,0997 99,22
Tabel 4.21. Hasil uji perolehan kembali kadmium dengan buah lengkeng
kemasan kaleng B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun)
(B3) pada konsentrasi 0,5025 ppm
Kelompok Berat
sampel
(gram)
Serapan Konsentrasi
(ppm)
Konsentrasi
(mg/kg)
Selisih
konsentrasi
(mg/kg)
Selisih
konsentrasi
(ppm)
UPK
(%)
Standar - 0,2788 0,5025 - - - -
Blanko 2,0674 0,0106 0,0168 0,0813 - - -
S1 2,1020 0,2889 0,5195 2,4715 2,3902 0,5024 99,99
S2 2,0180 0,2872 0,5164 2,5590 2,4777 0,5000 99,50
S3 2,0162 0,2830 0,5089 2,5239 2,4426 0,4925 98,00
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
77
Tabel 4.22. Hasil uji presisi kadmium dengan buah lengkeng kemasan kaleng
B baru (masa simpan kurang dari 1 tahun) (B3)
Konsentrasi
(ppm)
Berat
sampel
(gram)
Serapan Konsentrasi
pengukuran
(ppm)
Konsentrasi
pengukuran
(mg/kg)
Konsentrasi
rata-rata
(mg/kg)
Simpangan
baku
Koefisien
variasi
(%)
0,0201 2,1063
2,0547
2,1071
2,0167
2,0752
2,0855
0,0221
0,0218
0,0232
0,0223
0,0220
0,0232
0,0375
0,0370
0,0394
0,0379
0,0373
0,0382
0,1781
0,1802
0,1871
0,1881
0,1796
0,1833
0,1827 0,0042 2,29
0,1005 2,0167
2,0065
2,0075
2,0060
2,0156
2,0287
0,0657
0,0648
0,0670
0,0642
0,0667
0,0671
0,1162
0,1147
0,1186
0,1135
0,1181
0,1188
0,5761
0,5719
0,5907
0,5560
0,5862
0,5857
0,5784 0,0091 1,58
0,5025 2,0162
2,0159
2,0180
2,0185
2,1020
2,0558
0,2830
0,2828
0,2872
0,2895
0,2889
0,2824
0,5089
0,5084
0,5164
0,5207
0,5195
0,5078
2,5239
2,5222
2,5590
2,5795
2,4715
2,4700
2,5210 0,0446 1,77
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
78
Tabel 4.23. Penetapan kadar timbal dalam sampel buah lengkeng
Sampel Serapan Kadar
(ppm)
Berat
sampel
(gram)
Kadar (µg/g
bobot kering)
Susut
pengeringan
(%)
Kadar
(µg/g
bobot
basah)
Kadar Rata-
rata
(µg/g bobot
basah)
A3 0,0067
0,0065
0,3572
0,3463
2,0690
2,0369
1,7267
1,6999
80,07 0,3441
0,3388
0,3415
A2 0,0085
0,0090
0,4422
0,4672
2,0047
2,0031
2,2061
2,3326
80,48 0,4306
0,4553
0,4429
A1 0,0093
0,0095
0,4773
0,4904
2,0264
2,0085
2,3552
2,4418
80,42 0,4611
0,4781
0,4696
B3 0,0033
0,0040
0,1957
0,2299
2,0161
2,0019
0,9707
1,1486
80,49 0,1894
0,2241
0,2067
B2
0,0047
0,0036
0,2657
0,2120
2,0158
2,0179
1,3184
1,0505
80,39 0,2585
0,2060
0,2323
B1 0,0060
0,0068
0,3255
0,3614
2,0183
2,0148
1,6130
1,7938
79,90 0,3242
0,3605
0,3423
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
79
Tabel 4.24. Penetapan kadar timah dalam sampel buah lengkeng
Sampel Serapan Kadar
(ppm)
Berat
sampel
(gram)
Kadar (µg/g
bobot kering)
Susut
pengeringan
(%)
Kadar
(µg/g
bobot
basah)
Kadar Rata-
rata
(µg/g bobot
basah)
A3 0,0129
0,0136
10,1387
10,7091
0,5056
0,5086
200,5281
210,5604
80,07 39,9652
41,9647
40,9649
A2 0,0569
0,0471
37,0084
33,9586
0,5668
0,5223
1632,3395
1625,4356
80,48 318,6327
317,2851
317,9589
A1 0,0522
0,0501
38,4940
36,9891
0,5466
0,5282
1760,611
1750,714
80,42 344,7276
342,7898
343,7587
B3 0,0147
0,0178
11,4615
11,6518
0,5055
0,4944
226,7363
235,6750
80,49 44,2363
45,9802
45,1083
B2 0,0229
0,0241
17,3485
18,2145
0,5100
0,5201
340,1667
350,2114
80,39 66,7067
68,6765
67,6616
B1 0,0431
0,0426
31,9522
31,5529
0,5673
0,5619
1408,0804
1403,8480
79,90 283,0241
282,1734
282,5987
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
80
Tabel 4.25. Penetapan kadar kadmium dalam sampel buah lengkeng
Sampel Serapan Kadar
(ppm)
Berat
sampel
(gram)
Kadar (µg/g
bobot kering)
Susut
pengeringan
(%)
Kadar
(µg/g
bobot
basah)
Kadar Rata-
rata
(µg/g bobot
basah)
A3 0,0092
0,0089
0,0142
0,0136
2,0413
2,0919
0,0698
0,0650
80,07 0,0139
0,0129
0,0134
A2 0,0097
0,0093
0,0151
0,0143
2,0384
2,0047
0,0743
0,0713
80,48 0,0145
0,0139
0,0142
A1 0,0099
0,0105
0,0155
0,0165
2,0243
2,0264
0,0766
0,0817
80,42 0,0150
0,0160
0,0155
B3 0,0094
0,0086
0,0146
0,0145
2,0145
2,0019
0,0725
0,0723
80,49 0,0141
0,0148
0,0145
B2
0,0102
0,0098
0,0160
0,0153
2,0299
2,0179
0,0791
0,0760
80,39 0,0155
0,0149
0,0152
B1 0,0101
0,0099
0,0159
0,0155
2,0351
2,0183
0,0780
0,0768
79,90 0,0157
0,0154
0,0155
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
81
Tabel 4.26. Rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi analit
dalam matriks
Analit pada matriks
sampel (%)
Unit Rata-rata yang diperoleh
(%)
100 100% 98-102
> 10 10% 98-102
> 1 1% 97-103
> 0,1 0,1% 95-105
0,01 100 ppm 90-107
0,001 10 ppm 90-107
0,0001 1 ppm 80-110
0,00001 100 ppb 80-110
0,000001 10 ppb 60-115
0,0000001 1ppb 40-120
[Sumber: Huber, 2007]
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
LAMPIRAN
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
82
Lampiran 1. Cara memperoleh persamaan garis linier
Persamaan garis y = a + bx
Untuk memperoleh nilai a dan b digunakan kuadrat terkecil (least square)
Linearitas ditentukan berdasarkan nilai koefisien korelasi (r)
22
2
xixiN
yixixiyia
22
.
xixiN
yixiyixiNb
2222 .
yyNxxN
yxxyNr
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
83
Lampiran 2. Cara perhitungan batas deteksi dan batas kuantifikasi
Rumus untuk menghitung batas deteksi yaitu,
LOD = 3 Sy/x
b
Rumus untuk menghitung batas kuantifikasi yaitu,
LOQ = 10 Sy/x
b
Nila b diperoleh dari persamaan kurva kalibrasi y = bx + a, sedangkan nilai S(y/x)
diperoleh dengan rumus,
S(y
x ) =
(Σ y-yi )2
n-2
Contoh :
Persamaan kurva kalibrasi timah: y = 0,001387x – 0,001202
S(y/x) = (0,0054 - 0,005721)
2+…+(0,0957 - 0,095625)
2
6-2
= 0,00059
Batas deteksi timah (LOD)
LOD = 3 x 0,00059
0,001387 = 1,28 ppm
Batas kuantifikasi timah (LOQ)
LOQ = 10 x 0,00059
0,001387 = 4,25 ppm
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
84
Lampiran 3. Cara perhitungan simpangan baku dan koefisien variasi
Rata-rata : n
xx
Simpangan Baku : 1
1
2
n
xxi
SD
n
i
Koefisien Variasi : %100
x
SDKV
Contoh :
Hasil uji presisi timah untuk konsentrasi 4.99 ppm = 303,9131 mg/kg; 302,9131
mg/kg; 304,2142 mg/kg; 305,0222 mg/kg; 306,1605 mg/kg; dan 305,6423 mg/kg.
Konsentrasi rata-rata (x ) = 304,5731 mg/kg
SD =
(303,9131-304,5731)2+…(305,6423-304,5731)
2
6-4
SD = 1,33
KV = 1,33
304,5731×100%
KV = 0,43 %.
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
85
Lampiran 4. Cara perhitungan uji perolehan kembali
Rumus yang digunakan untuk menghitung UPK:
UPK= C2-C1
S x 100%
Keterangan: C1 = kadar sampel pada bagian yang tidak ditambah standar
C2 = kadar sampel pada bagian yang ditambah standar
S = kadar standar yang ditambahkan
Contoh :
Kadar timbal pada B3 tanpa standar (C1) = 0,9707 mg/kg
(0,1957 ppm)
Kadar timbal pada B3 yang ditambahkan standar (C2) = 3,4291 mg/kg
(0,6866 ppm)
Perolehan kembali standar timbale yang ditambahkan (C2-C1) = 2,4584 mg/kg
(0,4956 ppm)
Kadar standar yang ditambahkan = 0,4997 ppm
Maka,
UPK = 0,4956
0,4997×100% = 99,18%
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
86
Lampiran 5. Cara perhitungan kadar logam dalam sampel
Kadar logam (µg/g) bobot kering = D
W x V
Keterangan :
D = Kadar sampel (µg/mL) dari hasil pembacaan SSA
W = Berat sampel kering (g)
V = Volume akhir larutan contoh yang disiapkan (mL)
Untuk menghitung kadar logam dalam satuan µg/g bobot basah :
Kadar logam =Kadar sampel kering x (100 - % Susut pengeringan)
100
Contoh :
Kadar timah pada sampel B13 = 10,3803 µg/mL
Berat sampel kering yang ditimbang = 0,5045 g
Volume akhir larutan contoh yang disiapkan = 10,0 mL
Susut pengeringan = 80,49 %
Kadar logam = 10,3803
0,5045 x 10,0 = 205,7542 µg/g bobot kering
Kadar logam = 205,7542 × (100-80,49)
100 = 40,14 µg/g bobot basah
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
87
Lampiran 6. Sertifikat analisis Pb(NO3)2
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
88
Lampiran 7. Sertifikat analisis SnCl2.2H2O
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011
89
Lampiran 8. Sertifikat analisis CdSO4.8/3 H2O
Analisis logam ..., Vera, FMIPA UI, 2011