bahan tugas semprop anak.doc
TRANSCRIPT
1
TUGAS INDIVIDU
MATA KULIAH SEMINAR PROPOSAL TESIS
TEKNIK DISTRAKSI VIDEO ANIMASI CERITA ANAK DAN LAGU ANAK TERHADAP RESPONS NYERI PADA ANAK USIA SEKOLAH
(6-12 TAHUN) SELAMA PROSEDUR INVASIF DI RUANG ANAK
RSUD BLAMBANGAN
BANYUWANGI
2014
OLEH :
ATIK PRAMESTI WILUJENG
NIM : 131314153026
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2014
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada masa balita, perkembangan kemampuan bicara dan bahasa,
kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia, berjalan sangat
cepat dan merupakan landasan perkembangan selanjutnya (Dinas Kesehatan
Propinsi Jatim, 2005). Kesejahteraan anak dipengaruhi oleh pola asuh,
gaya hidup, pola penyakit, lingkungan dan pelayanan (Markum, 1999).
Kesejahteraan anak dapat terganggu karena anak mengalami sakit dan harus
dirawat di rumah sakit atau hospitalisasi. Hospitalisasi merupakan suatu
proses yang karena alasan tertentu mengharuskan anak tinggal di rumah
sakit untuk menjalani terapi (Supartini,2004). Anak-anak dirawat di rumah
sakit sering mengalami rasa sakit dari berbagai tindakan yang dilakukan,
selain itu rasa sakit juga berasal dari penyakit itu sendiri. Pengambilan
sampel darah sering merupakan pengalaman sangat menyakitkan dan
stressor (Wong & Baker, 1988; Duff, 2003;Hana,2011). Jika tidak ditangani,
gangguan yang dihasilkan dari prosedur medis dapat menyebabkan distress
dan menjadi pengalaman negatif dan selanjutnya menimbulkan kecemasan
dan kesusahan yang berlebihan selama prosedur yang dilakukan berikutnya
(Bijttebier & Vertommen, 1998; Hana,2011). Selama di rumah sakit,
serangkaian prosedur akan dilalui anak sebagai terapi. Prosedur pertama
yang sering ditemui anak ketika awal masuk rumah sakit adalah prosedur
terapi intravena dan pungsi vena pengambilan sampel darah. Prosedur terapi
intravena dan pungsi vena merupakan prosedur yang menimbulkan nyeri
3
pada anak (Kennedy, Luhmann & Zempsky, 2008). Nyeri akibat prosedur
pungsi vena merupakan pengalaman anak yang diikuti perasaan
kekhawatiran anak selama di rumah sakit (Hockenberry & Wilson, 2009).
Penelitian observasional pada anak remaja dan pra remaja (usia
sekolah) mempunyai level nyeri tertinggi terhadap prosedur rutin pungsi
vena. Hasil penelitian melaporkan 13% dari 171 anak usia 7-17 tahun
mengalami nyeri sedang sampai berat akibat pungsi vena. Hampir 50% anak
pada rentang usia ini mengalami distress tertinggi selama prosedur pungsi
vena (Kennedy, Luhmann & Zempsky, 2008).
Berdasarkan pengamatan peneliti dan hasil wawancara dengan kepala ruang
anak RSUD Blambangan Banyuwangi diketahui bahwa belum ada tindakan
independen perawat yang signifikan untuk penanganan antisipasi nyeri
akibat tindakan invasif yang dilakukan pada pasien anak di ruang anak
RSUD Blambangan Banyuwangi.
Nyeri walaupun berlangsung singkat tetapi dapat mengakibatkan
efek negatif di masa yang akan datang. Pengalaman pertama nyeri berefek
terhadap respon analgesik di masa mendatang (Hatfield et al., 2009). Efek
samping nyeri yang tidak ditangani pada bayi adalah kerusakan permanen
pada elemen perkembangan kognitif mencakup belajar, memori dan
perilaku, serta meningkatnya keluhan somatik pada masa perkembangannya
(Hatfield et al., 2009). Bayi yang mengalami nyeri berulangn atau berat
pada awal kehidupannya akan berakibat pada proses perkembangan sistem
syaraf pusat dan kemungkinan akan berdampak jangka panjang terhadap
fungsi neurologis dan perilaku bayi (Gal et al., 1996). Respon nyeri yang
4
biasa ditampakkan oleh bayi adalah perubahan perilaku, perubahan ekspresi
wajah, menangis, perubahan heart rate, peningkatan tekanan arah,
perubahan saturasi oksigen dan kadar hormon stress (kortisol) (Carbajal et
al., 1999). Selain itu, nyeri menyebabkan perasaan negatif seperti rasa takut,
kecemasan, kesedihan, dan perpisahan. Nyeri juga dapat menyebabkan
penyembuhan yang terlambat dan menyebabkan komplikasi seperti
peningkatan metabolisme, kegagalan kardiopulmoner dan aritmia (Johnston
& Stevens, 1990; Hana,2011).
Tindakan yang biasa diberikan kepada pasien anak saat dilakukan
prosedur invasif adalah dengan memberikan komunikasi terapeutik. Howard
(2003) menyatakan anak-anak mengalami nyeri yang biasanya dimulai
sekitar usia 18 bulan, dan 3 atau 4 tahun seharusnya dapat menyampaikan
kapan nyeri muncul, karakteristik, dan lokasi. Menurut Wong (2003)
penatalaksanaan nyeri pada anak secara nonfarmakologi adalah distraksi
dengan melibatkan anak dalam bermain, gunakan radio, tpe perekam, alat
perekam. Minta anak menyanyi atau menggunakan pernapasan berirama.
Mekanisme dimana teknik distraksi mampu menurunkan respon nyeri
belum bisa dipahami (Slifer, Tucker, & Dahlquist, 2002). Dengan demikian,
intervensi pemberian distraksi dapat mengurangi rasa sakit melalui
penurunan sinyal nonnociceptive (De More & Cohen, 2005). Beberapa
penelitian telah dilakukan untuk menilai efek perbedaan metode dari
distraksi terhadap penurunan nyeri yang disebabkan oleh veinpuncture.
Windich-Biermeier et al. (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh
teknik distraksi yang dipilih sendiri (yaitu, meniup gelembung, buku Super
5
Challenger, tabel musik, video pemainan yang dipegang tangan) terhadap
nyeri yang disebabkan tindakan pungsi vena pada 50 anak dan remaja
dengan kanker, menunjukkan bahwa nyeri secara signifikan berkurang pada
kelompok intervensi.
1.2. Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan respon nyeri pada kelompok anak yang diberikan
distraksi video animasi cerita anak dengan kelompok anak yang diberikan
distraksi lagu anak pada anak usia sekolah selama prosedur invasif di Ruang
Anak RSUD Blambangan Banyuwangi?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis efektivitas teknik distraksi video animasi cerita anak
dengan distraksi lagu anak terhadap respon nyeri pada anak usia
sekolah selama prosedur invasif di Ruang Anak RSUD Blambangan
Banyuwangi?
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi perbedaan respon nyeri pada kelompok
anak yang diberikan distraksi video animasi cerita anak
dengan kelompok anak yang diberikan distraksi lagu anak
pada anak usia sekolah selama prosedur invasif di Ruang
Anak RSUD Blambangan Banyuwangi?
6
1.3.2.2 Menganalisis efektivitas teknik distraksi video animasi
cerita anak dengan distraksi lagu anak terhadap respon nyeri
pada anak usia sekolah selama prosedur invasif di Ruang
Anak RSUD Blambangan Banyuwangi?
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Sebagai upaya pengembangan teori kenyamanan yang dikembangkan
oleh Chaterine Kolkaba melalui teknis distraksi video animasi cerita
anak dalam penatalaksanaan nyeri pada anak usia sekolah selama
prosedur invasif
1.4.2. Manfaat Praktis
Bahan pertimbangan bagi tempat penelitian untuk mengembangkan
asuhan keperawatan dalam memberikan intervensi pada masalah nyeri
pada anak usia sekolah selama prosedur invasif
1.5 Keaslian Penulisan
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Hospitalisasi
2.1.1 Definisi
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang mengharuskan anak untuk
tinggal dirumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai
pemulangan kembali dari rumah sakit (Supartini, 2004). Sementara
itu, hospitalisasi menurut Dorland (2000) adalah masuknya seorang
penderita ke dalam rumah sakit atau masa selama di rumah sakit.
Hospitalisasi juga dapat diartikan sebagai suatu proses yang
menyebabkan seorang anak dirawat di rumah sakit, apakah secara
terencana, akibat kegawatan atau trauma, dimana kondisi tersebut
membuat anak pada semua usia dan keluarganya mengalami stres dan
melakukan proses adaptasi terhadap lingkungan yang baru (Ball &
Bindler, 2003; Hockenberry & Wilson, 2007).
2.1.2 Stresor dan Respon Anak Usia Prasekolah terhadap Hospitalisasi
Stres akibat hospitalisasi dan keadaan sakit serta pengobatan sering
sulit dipisahkan bahkan dampak tersebut dapat sinergis dan tidak
sekedar aditif (Rudolph, Hoffman, & Rudolph, 2006). Penyakit dan
hospitalisasi seringkali menjadi krisis pertama yang harus dihadap
anak. Anak-anak sangat rentan terhadap krisis penyakit dan
hospitalisasi karena stres akibat perubahan dari keadaan sehat serta
mekanisme koping yang terbatas dalam menyelesaikan stessor. Stresor
8
8
anak prasekolah yang dirawat dirumah sakit adalah cemas perpisahan,
perasaan kehilangan kontrol/ kendali, nyeri dan cedera tubuh. Reaksi
anak terhadap hospitalisasi dipengaruhi oleh usia perkembangan,
pengalaman sebelumnya, kemampuan koping yang dimiliki,
keseriusan diagnosa dan sistem pendukung (Hockenberry & Wilson,
2007).
2.1.2.1 Cemas akibat perpisahan
Stres utama dari masa bayi pertengahan sampai usia
prasekolah adalah kecemasan akibat perpisahan yang disebut
juga depresi anaklitik (Hockenberry & Wilson, 2007).
Kecemasan merupakan perasaan tidak nyaman, rasa khawatir
akan terjadi sesuatu, dimana sumber kecemasan tidak spesifik
serta melibatkan respon otonom (NANDA, 2007).
Kecemasan berbeda dengan ketakutan, dimana ketakutan
melibatkan pendekatan intelektual untuk mempersepsikan
stimulus yang ada sedangkan kecemasan melibatkan respon
emosi (Stuart & Laraia, 2005).
Kecemasan merupakan perkembangan yang normal sesuai
dengan tingkatan perkembangan anak. Anak prasekolah yang
mengalami perpisahan dengan orang terdekat akan
mengalami kecemasan yang biasanya akan menghilang 3-4
menit setelah kehadiran orang tua atau orang terdekat.
Kecemasan perpisahan umumnya menurun pada usia antara
2-3 tahun (Watkins, 2004). Perilaku utama sebagai
9
manifestasi kecemasan pada masa kanak-kanak terbagi dalam
fase protes, fase putus asa dan fase pelepasan (Ball &
Bindler, 2003; Hockenberry & Wilson, 2007).
Pada fase protes, anak-anak akan bereaksi secara agresif
terhadap perpisahan dengan orangtua. Mereka akan menangis
dan memanggil orang tua, menolak perhatian dari orang lain
dan kedukaan mereka tidak dapat ditenangkan Perilaku
tersebut dapat berlangsung beberapa jam sampai beberapa
hari dan berhenti bila anak lelah.
Selama fase putus asa, anak akan berhenti menangis dan
muncul depresi. Anak menjadi kurang begitu aktif, tidak
tertarik untuk bermain atau terhadap makanan, dan menarik
diri dari orang lain. Lamanya perilaku tersebut berlangsung
bervariasi.
Pada tahap ketiga yaitu fase pelepasan atau penyangkalan,
anak akan tampak secara superficial menyesuaikan diri
dengan kehilangan. Anak menjadi lebih tertarik pada
lingkungan sekitar, bermain dengan orang lain dan tampak
membentuk hubungan baru. Perilaku tersebut merupakan
hasil dari kepasrahan, bukan kesenangan. Pelepasan biasanya
terjadi setelah perpisahan yang terlalu lama dengan orangtua
sehingga jarang terlihat pada anak-anak yang dihospitalisasi.
Kemampuan interpersonal anak prasekolah lebih baik
dibandingkan dengan anak toddler sehingga mereka dapat
10
mentoleransi periode perpisahan dari orangtua dan lebih
cenderung mengembangkan kedekatan pengganti pada orang
dewasa lain yang signifikan. Anak prasekolah dapat
menampilkan perilaku kecemasan perpisahan dengan
menolak makan, sulit tidur makan, sulit tidur, diam-diam
menangisi orangtua, terus menanyakan kapan orangtua akan
berkunjung, mengekspresikan kemarahan secara langsung
dengan menangis, memukul anak lain atau menolak
bekerjasama selama aktivitas perawatan. Perawat perlu
sensitif terhadap tanda-tanda kecemasan akibat perpisahan
yang kurang nyata tersebut agar dapat memberikan intervensi
yang tepat (Hockenberry & Wilson, 2007). Banyak penelitian
yang sudah dilakukan untuk menurunkan stres dan
kecemasan akibat hospitalisasi pada anak. Penelitian tersebut
antara lain dengan pemberian terapi bermain, terapi musik,
psychological preoperative preparation Intervention (PPPI)
premedikasi sedatif dan terapi seni (Bloch & Toker, 2008;
Purwandari, 2007; Khatale, 2007; McCloskey & Bulechek,
1996).
2.1.2.2 Kehilangan Kontrol dan kendali
Kehilangan kontrol menyebabkan perasaan tidak berdaya
sehingga dapat memperdalam kecemasan dan ketakutan
(Monaco, 1995). Kehilangan kontrol biasanya berhubungan
dengan kekurangmampuan individu menyadari keterbatasan
11
dan perilaku yang dihasilkan berasal dari emosi yang meluap-
luap (Griffin, 1990). Sementara itu, Hockenberry dan Wilson
(2007) menyebutkan bahwa kehilangan kontrol akan
meningkatkan persepsi terhadap ancaman dan mempengaruhi
kemampuan koping anak. Pada anak prasekolah akan
mengalami kehilangan kontrol akibat dari pembatasan fisik
perubahan rutinitas dan ketergantungan yang harus dipatuhi.
Kehilangan kendali dalam konteks kekuasaan diri anak
merupakan faktor yang mempengaruhi persepsi dan
reaksi anak terhadap perpisahan, nyeri, sakit dan
hospitalisasi. Selain itu, egosentris dan pemikiran magis anak
akan membatasi kemampuannya berpikir dalam memahami
peristiwa karena mereka memandang semua pengalaman dari
sudut pandang mereka sendiri. Salah satu fantasi yang khas
untuk menjelaskan alasan sakit atau hospitalisasi adalah
bahwa peristiwa tersebut adalah hukuman bagi kesalahan
mereka. Anak biasanya akan berespon terhadap pemikiran
tersebut dengan merasa malu, bersalah dan takut
(Hockenberry & Wilson, 2007).
2.1.2.3 Ketakutan Cedera Fisik dan Nyeri
Anak prasekolah akan memandang nyeri sebagai hukuman
akibat kesalahan yang dilakukannya. Konflik psikoseksual
pada anak prasekolah membuat mereka rentan terhadap
cedera tubuh. Prosedur tindakan baik yang menimbulkan
12
nyeri atau tidak akan menimbulkan ancaman bagi anak
prasekolah yang konsep integritas tubuhnya belum
berkembang baik. Kekhawatiran akan mutilasi memuncak
pada masa ini. Respon anak prasekolah terhadap persiapan
intervensi dalam hal penjelasan dan distraksi lebih baik tetapi
agresi fisik dan verbal lebih spesifik dan mengarah pada
tujuan. Anak prasekolah akan mendorong orang yang akan
melakukan prosedur untuk menjauh, mencoba mengamankan
peralatan atau berusaha mengunci diri di tempat yang aman.
Ekspresi verbal secara khusus menunjukkan kemajuan
perkembangan mereka dalam berespon terhadap stres
(Hockenberry & Wilson, 2007).
Menurut Muscari (2005) respon anak pra sekolah terhadap
hospitalisasi secara umum adalah regresi perasaan kehilangan
kendali, takut terhadap cedera dan nyeri dan menganggap
hospitalisasi sebagai hukuman dan perpisahan dengan orang
tua sebagai kehilangan kasih sayang.
2.1.3 Manfaat hospitalisasi
Meskipun hospitalisasi menyebabkan stres pada anak, hospitalisasi
juga bermanfaat bagi anak. Manfaat yang didapat dari hospitalisasi
antara lain adalah menyembuhkan anak, memberikan kesempatan
pada anak untuk mengatasi stres dan merasa kompeten dalam
kemampuan koping mereka dan memberikan pengalaman sosialisasi
baru bagi anak yang dapat memperluas hubungan interpersonal yang
13
lebih luas (Hockenberry & Wilson, 2007). Manfaat psikologis lain
yang bisa didapat oleh keluarga yang mengalami stres akibat anak
sakit,hospitalisasi atau kedua-duanya adalah dapat memperkuat
perilaku koping keluarga dan memunculkan strategi koping yang baru
(Kirkby & Whelan, 1996, dalam Hockenberry & Wilson, 2007).
Manfaat dari hospitalisasi ini menurut Hockenberry dan Wilson
(2007) dapat ditingkatkan dengan cara membantu mengembangkan
hubungan orangtua dengan anak, menyediakan kesempatan belajar,
meningkatkan penguasaan diri dan menyediakan lingkungan
sosialisasi.
2.1.4 Dampak Hospitalisasi Pada Anak usia Prasekolah
Behrman, Kliegman dan Arvin (2000) menjelaskan bahwa pengaruh
perawatan anak pada perkembangan anak tergantung pada faktor-
faktor yang saling berhubungan seperti sifat anak, keadaan perawatan
dan keluarga. Perawatan anak yang berkualitas tinggi dapat
mempengaruhi perkembangan intelektual anak dengan baik terutama
pada anak-anak yang kurang beruntung yang mengalami sakit dan
dirawat di rumah sakit. Anak yang sakit dan dirawat akan mengalami
kecemasan dan ketakutan.
Dampak jangka pendek dari kecemasan dan ketakutan bila tidak
segera ditangani akan membuat anak melakukan penolakan terhadap
tindakan perawatan dan pengobatan yang diberikan sehingga
berpengaruh terhadap lamanya hari rawat, memperberat kondisi anak
dan bahkan dapat menyebabkan kematian pada anak (Niven, 2002).
14
Dampak jangka panjang dari anak sakit dan dirawat adalah
menyebabkan kesulitan dan kemampuan membaca yang buruk,
kenakalan dan riwayat pekerjaan yang tidak stabil pada usia remaja
akhir (Douglas, 1975, dalam Niven, 2002); memiliki resiko gangguan
bahasa dan perkembangan kognitif (Leyer, 1996) ; menurunkan
kemampuan intelektual dan sosial serta menurunkan fungsi imun
(Levy,2006)
2.2 Konsep Dasar Nyeri
2.2.1 Pengertian Nyeri
Menurut International Association for Study of Pain (IASP) nyeri adalah
sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenanangkan yang didapat
terkait dengan kerusakan jaringk aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (Hartwig dan Wilson, 2005)
2.2.2 Fisiologi Nyeri
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima
rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah
ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus
kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga
nosiseptor, secara anatomis nosiseptor ada yang bermielin dan ada juga
yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosiseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa
bagian tubuh yaitu pada kulit (cutaneus), somatik dalam (deep somatic),
dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri
15
yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda. Nosiseptor cutaneus
berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini
biasanya mudah untuk diloklissi dan didefinisikan. Reseptor jaingan kulit
(cutaneus) terbagi dalam dua komponen:
1) Reseptor A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 6-30 m/det)
yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang
apabila penyebab nyeri dihilangkan.
2). Serabut A beta (A-β)
Merupakan serabut berukuran paling bsar dan bermielin serta memiliki
keceptan hantaran tertinggi. Serat-serat ini merespon terhadap
sentuhan, tekanan dan snssasi kinestetik, namun serat-serat ini tidak
berespon terhadap rangsangan yang menggnggu sehingga tidak dapat
diklasifikasikan sebagai nosiseptor.
3). Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan transmisi 0,5 m/det)
yang terdapat pada darah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat
tumpul dan sulit dilokalisasi.
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri terdapat
pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot dan jaringan lainnya.
Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan
yang tumpul dan sulit dilokalisasi. Reseptor nyeri jenis ketiga adalah
16
visceral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati
dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak
sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap
penekanan, iskemia dan inflamasi.
Secara fisiologis mekanisme nyeri terdiri atas 4 proses utama:
1. Transduksi
Adalah rangsang nyeri diubah menjadi depolarisasi membran
reseptor yang kemudian menjadi impuls syaraf (Hartwig dan
Wilsson, 2005)
2. Transmisi
Dalam proses ini terlibat tiga komponen syaraf yaitu syaraf sensori
perifer yang meneruskan impuls ke medula spinalis, kemudian
jaringan syaraf yang meneruskan impuls yang menuju ke atas
(ascenden) dari medula spinlis batang otak dan talamus yang
terakhir hubungan timbal balik antara talamus korteks (Hartwig
dan Wilson, 2005)
3. Modulasi
Merupakan aktivitas syaraf untuk mengontrol transmisi nyeri.
Suatu jaras itu telah diteruskan di sistem syaraf pusat yang secara
selektif menghambat transmisi nyeri di mdula spinalis. Proses
dimana terjadi interaksi antara sistem anlgesik endogen (ndorfin,
serotonin, noradrenalin) dengan asupan nyeri dapat ditekan. Jadi
17
merupakaan proses desenden yang dikontrol oleh otak seseorang.
Pada fase modulasi terdapat suatu interaksi dengan sistem inhibisi
dari transmisi nosiseptor berupa suatu analgesik endogen. Onsep
dari sistem ini yaitu berdasarkan dari suatu sifat, fisioloik dan
morfologidari sirkuit yang termasuk koneksi antara periaqueductal
gray matter (PAG), nucleus raphe magnus (NRM), dab formasi
retikuler sekitar menuju ke medula spinalis. Modulasi nyeri dapat
timbul di nosisptor perifer, medula spinalis. Modulasi nyeri
ditentukan oleh keseimbangan antara aktivitas reseptor
penghambat (inhibitory) dab pemacu (excitatory) (Hartwig dan
Wilson, 2005).
4. Persepsi
Proses impuls nyeri yang ditransmisikan hingga menimbulkan
perasaan subyektif dari nyeri walaupun prosesnya sama sekali
belum jelas. Fase ini dimulai pada saat dimana nosiseptor telah
mengirimkan sinyal pada formation reticularis dan talamus,
sensasi nyeri memasuki pusat kesadaran dan efek sinyal ini
kemudian dilanjutkan ke area limbik. Area ini mengandung sel-sl
yang bisa mengatur emosi. Area ini yang akan memproses reaksi
emosi terhadap suatu nyeri. Proses ini berlangsung sangat cepat
sehingga suatu stimulus nyeri dapat segera menghasilkan emosi.
Tahap persepsi ini merupakan tahapan yang amat kompleks.
Sangat banyak faktor yang mempengaruhinya secara berkaitan.
18
Ada beberapa tingkat dalam susunan aferen dimana nyeri dapat
dimodulasi yaitu:
a. Tingkat reseptor
Pada tingkat ini sasaran modulasi pada reseptor di perifer. Modulsi
diperoleh dengan cara menurunkan eksitabilitas reseptor,
mnghilangkan faktor perangsang reseptor misalnya dengan
memperlancar proses pembuangan iritan melalui peredaran darah
(peredaran pembuluh darah mejadi lancar sehingga zat-zat
penghantar nyeri yaitu zat mediator inflamasi diantaranya adalah :
bradikinin, histamin, kateklamin, sitokinin, leukotrin,
prostaglandin dan subtansi “P” terbawa oleh aliran darah serta
menurunkan aktivitas nosisensorik (Hartwig dan Wilson, 2005).
b. Tingkat spinal
Pada tingkat ini sasaran modulasi pada subtansi gelatinosa dngan
tujuan memberikan inhibisi terhadap transmisi impuls nyeri.
Berdasarkan teori gerbang kontrol nyeri oleh Melzack dan Wall
maka untuk dapat menghilangkan atau mengurangi nyeri,
substansia gelatinosa harus diaktifkan sehingga gerbang menutup.
Untuk dapat menutup gerbang tersebut perlu ada stimulasi
terhadap serabut berdiameter besar (A-beta) dengan rangsang non-
nociceptive. Apabila serabut berukuran besar terangsang, subtansia
gelatinosa menjadi aktif dan gerbang menutup, ini berarti bahwa
rangsang yang menuju ke pusat melalui transiting cell (T-cell)
19
terhenti atau menurun. Serabut A-beta adalah penghantar rangsang
non-nociceptive misalnya sentuhan, proopioceptive. Apabila
kelompok berdiameter (A-delta dan C) terangsang, substansia
gelatinosa menurun aktifitasnya sehingga gerbang membuka. A-
delta dan C merupakan serabut pembawa rangsang nociceptive
sehingga apabila serabut ini terangsang gerbang akan membuka
dan rangsan nyeri
2.2.3 Pengkajian Nyeri pada Anak
Pengkajian nyeri merupakan komponen penting dalam proses
keperawatan. Pengkajian nyeri menjadi hal penting untuk efektivitas
manajemen nyeri yang akan diberikan (Behrman & Snyder, 2012;
Huang et al, 2012). Perawat harus melakukan pengkajian mengenai
pengalaman nyeri yang dirasakan pasien, melakukan manajemen
nyeri dan melakukan pengkajian kembali apakah teknik menurunkan
nyeri telah berhasil (Huang et al, 2012).
Salah satu pendekatan terhadap pengkajian nyeri pada anak adalah
metoda QUESTT yang meliputi: Question the child (tanyakan pada
anak), Use pain rating scale (gunakan skala nyeri), Evaluate
behavioral and physiologic change (evaluasi perubahan sikap dan
fisiologis), Secure parent involvement (pastikan keterlibatan orang
tua), Take the cause of pain into account (pertimbangkan penyebab
nyeri), Take actionand evaluate result (lakukan tindakan dan evaluasi
hasilnya)(Hockenberry & Wilson, 2009).
20
2.2.4 Skala penilaian Nyeri
Skala nyeri adalah gambaran seberapa parah nyeri dirasakan individu<
pengukuran intensitas nyeri sangat subyektif dan individual serta
kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat
berbedaoleh dua orang yang berbeda (Tamsuri, 2007). Kedalaman dan
kompleksitas tehnik untuk penilaian nyeri bervariasi. Idealnya, cara
untuk penilaian ini mudah digunakan, mudah dimengerti oleh pasien,
dan valid, sensitif serta dapat dipercaya. Skala nyeri yang dapat
digunakan dan sesuai pada anak usia sekolah yaitu Face Pain Rating
Scale menurut Wong dan Baker, Word Grapic Rating Scale, skala
numerik, Skala Analog Visual (Hockenberry & Wilson, 2009).
2.2.4.1 Face Pain Rating Scale
Pengukuran skala nyeri untuk anak usia pra sekolah dan sekolah,
menggunakan Face Pain Rating Scale yaitu terdiri dari 6 wajah
kartun mulai dari wajah yang tersenyum untuk “tidak ada nyeri”
hingga wajah yang menangis untuk “nyeri yang berat” (Wong dan
Baker,1998, 2000, dalam Hockenberry & Wilson, 2009).
2.3 Konsep Anak Usia Prasekolah
2.3.1 Pengertian Anak Usia Prasekolah
Hockenberry dan Wilson (2007) menyebutkan bahwa
usia prasekolah termasuk dalam masa kanak-
21
kanak awal yaitu usia 3-5 tahun. Sementara itu, menurut
Potter dan Perry (2005) usia prasekolah merupakan masa kanak-
kanak awal, yaitu berada pada usia 3-6 tahun.
2.3.2 Perkembangan Anak Prasekolah
Pertumbuhan dan perkembangan adalah suatu unit kesatuan
yang menggambarkan sejumlah perubahan yang terjadi sepanjang
siklus hidup individu. Proses tersebut bersifat dinamis dan
menitikberatkan pada hubungan antara dimensi pertumbuhan,
perkembangan, maturasi dan diferensiasi (Wong, et al., 2001).
Hurlock (1998) mengartikan perkembangan sebagai
serangkaian Perubahan yang progresif dan bersifat kualitatif yang
terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman.
Perkembangan Merupakan suatu proses integrasi dari banyak struktur
dan fungsi yang kompleks.
2.3.3 Pertumbuhan Biologis dan Perkembangan Fisik
Pada anak usia sekolah akan mengalami pertumbuhan fisik yang
melambat dan stabil dengan ostur langsing tetapi kuat, anggun,
tangkas dan tegap. Pertambahan berat badan rata-rata 2-3 kg
pertahun dengan rata-rata beratbadan 14, kg pada usia 3 tahun, 16,5 kg
pada usia 4 tahun dan 18,5 kg pada usia 5 tahun. Tinggi bada tetap
bertambah dengan perpanjangan tungkai dibandingkan dengan
batang tubuh. Rata-rata pertambahan tingginya 6,5-9 cm
pertahun. Pada anak usia 3 tahun, tinggi badan rata-rata adalah 95
22
cm dan 103 cm pada usia 4 tahun serta 110 cm pada usia 5
tahun (Hockenberry & Wilson, 2007). Sistem imun sebagian besar
telah matur dan stabil serta dapat menyesuaikan diri dengan
stres dan perubahan yang moderat. Pada perkembangan motorik,
anak mengalami peningkatan kekuatan dan penghalusan
ketrampilan yang sudah dipelajari sebelumnya seperti berjalan,
berlari dan melompat tetapi untuk. Perkembangan otot dan
pertumbuhan tulang masih jauh dari matur sehingga anak
mudah cedera (Hockenberry & Wilson, 2007). Pertumbuhan otak
pada anak usia 5 tahun mencapai 75% dari ukuran dewasa dan 90%
pada usia 6 tahun (Yusuf, 2005).
Pada anak usia 3 tahun, kemampuan berjalan, berlari, memanjat dan
melompat telah tercapai dengan baik dan anak sudah mampu
mengendarai sepeda roda tiga, berjalan jinjit, lompat jauh dan
berdiri dengan satu kaki selama beberapa detik dengan seimbang.
Sementara itu, pada anak usia 4 tahun sudah mampu melakukan
loncatan dan ompatan dengan satu kaki dengan lancar. Pada
anak usia 5 tahun, anak mampu melakukan lompat tali dengan kaki
bergantian dan mulai bermain papan luncur dan
berenang (Wong, et al., 2001).
Perkembangan motorik halus terlihat pada peningkatan manipulasi
ketrampilan anak seperti dalam menggambar dan berpakaian.
Ketrampilan ini akan memberikan kesiapan untuk belajar dan
23
kemandirian untuk memasuki sekolah (Lewit & Baker, 1995,
dalam Wong, et.al., 2001).
2.4 Konsep teori kenyamanan (comfort theory) Kolkaba
Teori Comfort dari Kolcaba ini menekankan pada beberapa konsep utama
beserta definisinya, antara lain :
1. Health Care Needs
Kolcaba mendefinisikan kebutuhan pelayanan kesehatan sebagai suatu
kebutuhan akan kenyamanan, yang dihasilkan dari situasi pelayanan kesehatan
yang stressful, yang tidak dapat dipenuhi oleh penerima support system
tradisional. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan fisik, psikospiritual, sosial dan
lingkungan, yang kesemuanya membutuhkan monitoring, laporan verbal maupun
non verbal, serta kebutuhan yang berhubungan dengan parameter patofisiologis,
membutuhkan edukasi dan dukungan serta kebutuhan akan konseling financial
dan intervensi.
2. Comfort
Comfort merupakan sebuah konsep yang mempunyai hubungan yang kuat
dalam keperawatan. Comfort diartikan sebagai suatu keadaan yang dialami oleh
penerima yang dapat didefinisikan sebagai suatu pengalaman yang immediate
yang menjadi sebuah kekuatan melalui kebutuhan akan keringanan (relief),
ketenangan (ease), dan (transcedence) yang dapat terpenuhi dalam empat kontex
pengalaman yang meliputi aspek fisik, psikospiritual, sosial dan lingkungan.
Beberapa tipe Comfort didefinisikan sebagai berikut:
a. Relief, suatu keadaan dimana seorang penerima (recipient) memiliki
pemenuhan kebutuhan yang spesifik
24
b. Ease, suatu keadaan yang tenang dan kesenangan
c. Transedence, suatu keadaan dimana seorang individu mencapai diatas
masalahnya.
Kolcaba, (2003) kemudian menderivasi konteks diatas menjadi beberapa
hal berikut :
a. Fisik, berkenaan dengan sensasi tubuh
b. Psikospiritual, berkenaan dengan kesadaran internal diri, yang meliputi
harga diri, konsep diri, sexualitas, makna kehidupan hingga hubungan
terhadap kebutuhan lebih tinggi.
c. Lingkungan, berkenaan dengan lingkungan, kondisi, pengaruh dari luar.
d. Sosial, berkenaan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan hubungan
sosial
3. Comfort Measures
Tindakan kenyamanan diartikan sebagai suatu intervensi keperawatan
yang didesain untuk memenuhi kebutuhan kenyamanan yang spesifik dibutuhkan
oleh penerima jasa, seperti fisiologis, sosial, financial, psikologis, spiritual,
lingkungan, dan intervensi fisik.
Kolcaba menyatakan bahwa perawatan untuk kenyamanan memerlukan
sekurangnya tiga tipe intervensi comfort yaitu :
a. Standart comfort intervention yaitu Teknis pengukuran kenyamanan,
merupakan intervensi yang dibuat untuk mempertahankan
homeostasis dan mengontrol nyeri yang ada, seperti memantau tanda-
tanda vital, hasil kimia darah, juga termasuk pengobatan nyeri.
Tehnis tindakan ini didesain untuk membantu mempertahankan atau
25
mengembalikan fungsi fisik dan kenyamanan, serta mencegah
komplikasi.
b. Coaching (mengajarkan) meliputi intervensi yang didesain untuk
menurunkan kecemasan, memberikan informasi, harapan,
mendengarkan dan membantu perencanaan pemulihan (recovery) dan
integrasi secara realistis atau dalam menghadapi kematian dengan
cara yang sesuai dengan budayanya. Agar Coaching ini efektif, perlu
dijadwalkan untuk kesiapan pasien dalam menerima pengajaran
baru.
c. Comfort food for the soul, meliputi intervensi yang menjadikan
penguatan dalam sesuatu hal yang tidak dapat dirasakan. Terapi
untuk kenyamanan psikologis meliputi pemijatan, adaptasi
lingkungan yang meningkatkan kedamaian dan ketenangan, guided
imagery, terapi musik, mengenang, dan lain lain. Saat ini perawat
umumnya tidak memiliki waktu untuk memberikan comfort food
untuk jiwa (kenyamanan jiwa/psikologis), akan tetapi tipe intervensi
comfort tersebut difasilitasi oleh sebuah komitmen oleh institusi
terhadap perawatan kenyamanan.
4. Enhanced Comfort
Sebuah outcome yang langsung diharapkan pada pelayanan keperawatan,
mengacu pada teori comfort ini.
5. Intervening variables
Didefinisikan sebagai variabel-variabel yang tidak dapat dimodifikasi oleh
perawat. Variabel ini meliputi pengalaman masa lalu, usia, sikap, status
26
emosional, support system, prognosis, financial atau ekonomi, dan keseluruhan
elemen dalam pengalaman si resipien.
6. Health Seeking Behavior (HSBs)
Merupakan sebuah kategori yang luas dari outcome berikutnya yang
berhubungan dengan pencarian kesehatan yang didefinisikan oleh resipien saat
konsultasi dengan perawat. HSBs ini dapat berasal dari eksternal (aktivitas yang
terkait dengan kesehatan), internal (penyembuhan, fungsi imun,dll.)
7. Institusional integrity
Didefinisikan sebagai nilai nilai, stabilitas financial, dan keseluruhan dari
organisasi pelayanan kesehatan pada area local, regional, dan nasional.
2.4.1 Penjelasan Bagan Model Konsep
Gambar 2.1 Model konsep teori kenyamanan Kolkaba (Tomey & Alligood,
2006)
HealthCareNeed
Nursing interventions
over timeIntervening
variables+Health
Seekingbehavior
Institutionalintegrity
Bestpractices
PeacefulDeath
Externalbehaviors
+Enhanced comfort
Over time
Internalbehaviors
Bestpolicies
27
Dalam perspektif pandangan Kolcaba Holistic comfort didefinisikan
sebagai suatu pengalaman yang immediate yang menjadi sebuah kekuatan melalui
kebutuhan akan pengurangan relief, ease, and transcendence yang dapat
terpenuhi dalam empat konteks pengalaman yang meliputi aspek fisik,
psikosipiritual, sosial dan lingkungan (Ruddy, 2007).
Asumsi-asumsi lain yang dikembangkan oleh Kolcaba bahwa
Kenyamanan adalah suatu konsep yang mempunyai suatu hubungan yang kuat
dengan ilmu perawatan. Perawat Menyediakan kenyamanan ke pasien dan
keluarga-keluarga mereka melalui intervensi dengan orientasi pengukuran
kenyamanan. Tindakan penghiburan yang dilakukan oleh perawat akan
memperkuat pasien dan keluarga-keluarga mereka yang dapat dirasakan seperti
mereka berada di dalam rumah mereka sendiri. Kondisi keluarga dan pasien
diperkuat dengan tindakan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh perawat
dengan melibatkan perilaku (Tomey, Alligood, 2006).
Peningkatan Kenyamanan adalah sesuatu hasil ilmu perawatan yang
merupakan bagian penting dari teori comfort. apalagi, ketika intervensi
kenyamanan dikirimkan secara konsisten dan terus-menerus, maka mereka secara
teoritis dihubungkan dengan suatu kecenderungan ke arah kenyamanan yang
ditingkatkan setiap saat, dan dengan sendirinya klien akan mencapai kesehatan
yang diinginkan dalam mencari kesembuhan (HSBS).
2.4 Asumsi Mayor terkait Paradigma Keperawatan
Keperawatan adalah penilaian kebutuhan akan kenyamanan, perancangan
kenyamanan digunakan untuk mengukur suatu kebutuhan, dan penilaian kembali
digunakan untuk mengukur kenyamanan setelah dilakukan implementasi.
28
Pengkajian dan evaluasi dapat dinilai secara subjektif, seperti ketika perawat
menanyakan kenyamanan pasien, atau secara objektif, misalnya observasi
terhadap penyembuhan luka, perubahan nilai laboratorium, atau perubahan
perilaku. Penilaian juga dapat dilakukan melalui rangkaian penilaian skala (VAS)
atau daftar pertanyaan (kuesioner), yang mana keduanya telah dikembangkan
oleh Kolcaba.
Pasien: Penerima perawatan seperti individu, keluarga, institusi, atau
masyarakat yang membutuhkan perawatan kesehatan.
Lingkungan: adalah aspek dari pasien, keluarga, atau institusi yang dapat
dimanipulasi oleh perawat atau orang tercinta untuk meningkatkan kenyamanan.
Kesehatan: adalah fungsi optimal, seperti yang digambarkan oleh pasien
atau kelompok, dari pasien, keluarga, atau masyarakat.
Dari asumsi tersebut, Kolcaba mengasumsikan hal-hal dibawah ini:
1. Manusia mempunyai tanggapan/respon holistik terhadap stimulus yang
kompleks.
2. Kenyamanan adalah suatu hasil holistik yang diinginkan yang mengacu
pada disiplin keperawatan
3. Manusia bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan dasar kenyamanan
mereka.
4. Kenyamanan yang akan ditingkatkan pada pasien harus melibatkan health-
seeking behaviors (HSBs) pilihan mereka.
5. Pasien yang dianjurkan secara aktif untuk HSBs, merasa puas dengan
pelayanan kesehatan mereka.
29
6. Integritas kelembagaan berdasar pada sistem nilai yang berorientasi pada
penerima perawatan.
2.4.2 Adapun struktur dari taxonomi tersebut berikut ini
Tipe Comfort Relief Ease Transcendence
Fisik kondisi pasien yang membutuhkan tindakan perawatan fisik segera terkait dengan kenyamanan pasien
Bagaimanakondisi ketentraman dan kepuasan hati pasien yang berkaitan dengan kenyamanan fisik
pernyataan tentang bagaimana kondisi pasien dalam mengatasi masalah yang terkait dengan kenyamanan
Psikospritual kondisi pasien yang membutuhkan tindakan perawatan Psikospiritual segera terkait dengan kenyamanan pasien
Bagaimana kondisi ketentraman dan kepuasan hati pasien yang berkaitan dengan kenyamanan Psikospiritual
pernyataan tentang bagaimana kondisi pasien dalam mengatasi masalah yang terkait dengan kenyamanan
Lingkungan kondisi pasien yang membutuhkan tindakan perawatan lingkungan segera terkait dengan kenyamanan pasien
Bagaimana kondisi ketentraman dan kepuasan hati pasien yang berkaitan dengan kenyamanan berdasarkan lingkungan
pernyataan tentang bagaimana kondisi pasien dalam mengatasi masalah yang terkait dengan kenyamanan
Sosiokultural kondisi pasien yang membutuhkan tindakan perawatan social segera terkait dengan kenyamanan pasien
Bagaimana kondisi ketentraman dan kepuasan hati pasien yang berkaitan dengan kenyamanan berdasarkan sosial
pernyataan tentang bagaimana kondisi pasien dalam mengatasi masalah yang terkait dengan kenyamanan
2.5 Perawatan atraumatik pada anak
30
Perawatan atraumatik (atraumatic care) merupakan salah satu komponen
penting dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada anak. Perawatan
atraumatik atau asuhan yan terapeutik telah diterima sebagai suatu prinsip
dalam melaksanakan asuhan keperawatan karena merupakan tindakan yang
dapat mengurangi distres fisik maupun distres psikologis yang dialami anak
maupun orang tuanya selama dalam perawatan di rumah sakit (Hockenberry
& Wilson, 2009).
Perawatan atraumtik atau asuhan yang tidak menimbulkan trauma pada anak
dan keluarganya merupakan asuhan yang terapeutik karena bertujuan sebagai
terapi bagi anak (Supartini, 2004). Prinsip yang dilaksanakan untuk mencapai
tujuan tersebut adalah meminimalkan perpisahan anak dengan keluarganya,
mengidentifikasi stres anak dan keluarga, mencegah terjadinya nyeri serta
cedera tubuh, meningkatkan kontrol diri anak dan mempromosikan program
kemitraan tenaga kesehatan dan orang tua. Perawatan atraumatik bukan suatu
bentuk intervensi yang nyata terlihat, tetapi memerlukan perhatian pada apa,
siapa, dimana, mengapa dan bagaimana prosedur dilakukan pada anak
(Hockenberry & Wilson, 2009).
Pelaksanaan prinsip atraumatik menurut Supartini (2004), yaitu cegah atau
turunkan dampak perpisahan antara orang tua dan anak dengan menggunakan
pendekatan family centred. Tingkatkan kemampuan orang tua dalam
mengontrol anaknya. Cegah atau turunkan cedera baik fisik maupun
psikologis. Terakhir, modifikasi lingkungan fisik rumah sakit dengan
mendesain seperti rumah.
2.6 Konsep Media Audio Visual
31
Media audio-visual adalah media yang mempunyai unsur suara dan
unsur gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik,
karena meliputi kedua jenis media auditif (mendengar) dan visual (melihat).
Media Audiovisual merupakan sebuah alat bantu audiovisual yang
berarti bahan atau alat yang dipergunakan dalam situasi belajar untuk
membantu tulisan dan kata yang diucapkan dalam menularkan pengetahuan,
sikap, dan ide.
Dari hasil penelitian media audiovisual sudah tidak diragukan lagi dapat
membantu dalam pengajaran apabila dipilih secara bijaksana dan digunakan
dengan baik. Beberapa manfaat alat bantu audiovisual adalah:
1. Membantu memberikan konsep pertama atau kesan yang benar;
2. Mendorong minat;
3. Meningkatkan pengertian yang lebih baik;
4. Melengkapi sumber belajar yang lain;
5. Menambah variasi metode mengajar;
6. Menghemat waktu;
7. Meningkatkan keingintahuan intelektual;
8. Cenderung mengurangi ucapan dan pengulangan kata yang tidak perlu;
9. Membuat ingatan terhadap pelajaran lebih lama;
10.Dapat memberikan konsep baru dari sesuatu diluar pengalaman biasa.
2.6.1 Jenis-jenis Media Audio Visual
2.6.1.1 Media Audio Visual Gerak
Media audio visual gerak adalah media intruksional modern yang sesuai
dengan perkembangan zaman (kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi) karena
32
meliputi penglihatan, pendengaran dan gerakan, serta menampilkan unsur gambar
yang bergerak. Jenis media yang termasuk dalam kelompok ini adalah televisi,
video tape, dan film bergerak.
a. Film
Film atau gambar hidup merupakan gambar-gambar dalam frame dimana frame
demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada
layar terlihat gambar itu hidup. Kemampuan film melukiskan gambar hidup dan
suara memberinya daya tarik tersendiri. Kedua jenis media ini pada umumnya
digunakan untuk tujuan-tujuan hiburan, dokumentasi, dan pendidikan. Mereka
dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep
yang rumit, mengajarkan keterampilan, menyingkat atau memperpanjang waktu,
dan mempengaruhi sikap.
Oemar Hamalik mengemukakan bahwa film yang baik mamiliki ciri-ciri sebagi
berikut:
a. Dapat menarik minat anak;
b. Benar dan autentik;
c. Up to date dalam setting, pakaian dan lingkungan;
d. Sesuai dengan tingkatan kematangan audien;
e. Perbendaharaan bahasa yang dipergunakan secara benar;
f. Kesatuan dan squence-nya cukup teratur;
g. Teknis yang dipergunakan cukup memenuhi persyaratan dan cukup
memuaskan.
b. Video
33
Video sebagai media audio visual yang menampilkan gerak, semakin lama
semakin populer dalam masyarakat kita. Pesan yang disajikan dapat bersifat fakta
(kejadian/ peristiwa penting, berita), maupun fiktif (seperti misalnya cerita), bisa
bersifat informatif, edukatif maupun intruksional. Sebagian besar tugas film dapat
digantikan oleh video, namun tidak berarti bahwa video akan menggantikan
kedudukan film.
c. Televisi (TV)
Televisi adalah sistem elektronik yang mengirimkan gambar diam dan gambar
hidup bersama suara melalui kabel dan ruang. Dewasa ini televisi yang
dimanfaatkan untuk keperluan pendidikan dengan mudah dapat dijangkau melalui
siaran dari udara ke udara dan dapat dihubungkan melalui satelit. Televisi
pendidikan adalah penggunaan program video yang direncanakan untuk mencapai
tujuan pengajaran tertentu tanpa melihat siapa yang menyiarkannya. Televisi
pendidikan tidak hanya menghibur, tetapi lebih penting adalah mendidik.
Televisi sebenarnya sama dengan film, yakni dapat didengar dan dilihat.
Media ini berperan sebagai gambar hidup dan juga sebagai radio yang dapat
dilihat dan didengar secara bersamaan.
2.6.1.2 Media Audio Visual Diam
Media audio visual diam yaitu media yang menampilkan suara dan gambar diam,
seperti:
a. Film bingkai suara (sound slides)
Film bingkai adalah suatu film transparan (transparant) berukuran 35 mm, yang
biasanya dibungkus bingkai berukuran 2x2 inci terbuat dari kraton atau plastik.
Ada program yang selesai dalam satu menit, tapi ada pula yang hingga satu jam
34
atau lebih. Namun yang lazim, satu program film bingkai suara (sound slide)
lamanya berkisar antara 10-30 menit. Jumlah gambar (frame) dalam satu program
pun bervariasi, ada yang hanya sepuluh buah, tetapi ada juga yang sampai 160
buah atau lebih.
b. Film rangkai suara
Berbeda dengan film bingkai, gambar (frame) pada film rangkai berurutan
merupakan satu kesatuan. Ukurannya sama dengan film bingkai, yaitu 35 mm.
Jumlah gambar satu rol film rangkai antara 50-75 gambar dengan panjang kurang
lebih 100 sampai dengan 130, tergantung pada isi film itu.
2.6.2 Karakteristik Media Audio Visual
Teknologi Audio visual cara untuk menghasilkan atau menyampaikan materi
yaitu dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronik untuk
menyajikan pesan-pesan audio dan visual. Pengajaran melalui audio-visual jelas
bercirikan pemakaian perangakat keras selama proses belajar, seperti mesin
proyektor film, tape recorder, dan proyektor visual yang lebar. Karakteristik atau
ciri-ciri utama teknologi media audio-visual adalah sebagai berikut:
1. Bersifat linier;
2. Menyajikan visual yang dinamis;
3. Digunakan dengan cara yang telah ditetapkan sebelumnya oleh
perancang/pembuatnya;
4. Representasi fisik dari gagasan real atau gagasan abstrak;
5. Dikembangkan menurut prinsip psikologis behaviorisme dan kognitif;
6. Berorientasi kepada guru dengan tingkat pelibatan interaktif murid yang
rendah.
35
2.6.3 Kelebihan dan Kekurangan Media Audio visual
Media audio visual mempunyai kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri. Ada
dua jenis media audio visual disini yaitu audio visual gerak dan audio visual diam.
2.6.3. Kelebihan media audio visual gerak
1. Kelebihan dan kekurangan film sebagai media audio visual gerak.
a. Keuntungan atau manfaat film sebagai media pengajaran antara lain:
1) Film dapat menggambarkan suatu proses, misalnya proses pembuatan suatu
keterampilan tangan dan sebagainya.
2) Dapat menimbulkan kesan ruang dan waktu.
3) Penggambarannya bersifat 3 dimensional.
4) Suara yang dihasilkan dapat menimbulkan realita pada gambar dalam bentuk
ekspresi murni.
5) Dapat menyampaikan suara seorang ahli sekaligus melihat penampilannya.
6) Kalau film dan video tersebut berwarna akan dapat menambah realita objek
yang diperagakan.
7) Dapat menggambarkan teori sain dan animasi.
b. Kekurangan-kekurangan film sebagai berikut:
1) Film bersuara tidak dapat diselingi dengan keterangan-keterangan yang
diucapkan sewaktu film diputar, penghentian pemutaran akan mengganggu
konsentrasi audien.
2) Audien tidak akan dapat mengikuti dengan baik kalau film diputar terlalu
cepat.
3) Apa yang telah lewat sulit untuk diulang kecuali memutar kembali secara
keseluruhan.
36
4) Biaya pembuatan dan peralatannya cukup tinggi dan mahal.
2. Kelebihan dan kekurangan video sebagai media audio visual gerak
a. Kelebihan video
1) Dapat menarik perhatian untuk periode-periode yang singkat dari rangsangan
lainnya.
2) Dengan alat perekam pita video sejumlah besar penonton dapt memperoleh
informasi dari ahli-ahli/ spesialis.
3) Demonstrasi yang sulit bisa dipersiapkan dan direkam sebelumnya, sehingga
dalam waktu mengajar guru dapat memusatkan perhatian dan penyajiannya.
4) Menghemat waktu dan rekaman dapat diputar berulang-ulang.
5) Keras lemah suara dapat diatur dan disesuaikan bila akan disisipi komentar
yang akan didengar.
6) Guru bisa mengatur dimana dia akan menghentikan gerakan gambar tersebut,
artinya kontrol sepenuhnya ditangan guru.
7) Ruangan tidak perlu digelapkan waktu menyajikannya.
b. Kekurangan video
1) Perhatian penonton sulit dikuasai, partisipasi mereka jarang dipraktekkan.
2) Sifat komunikasinya yang bersifat satu arah haruslah diimbangi dengan
pencarian bentuk umpan balik yang lain.
3) Kurang mampu menampilkan detail dari objek yang disajikan secara
sempurna.
4) Memerlukan peralatan yang mahal dan kompleks.
3. Kelebihan dan kekurangan televisi sebagai media audio visual gerak
a. Kelebihan televisi:
37
1) Bersifat langsung dan nyata, serta dapat menyajikan peristiwa yang
sebenarnya.
2) Memperluas tinjauan kelas, melintasi berbagai daerah atau berbagai negara.
3) Dapat menciptakan kembali peristiwa masa lampau.
4) Dapat mempertunjukkan banyak hal dan banyak segi yang beraneka ragam.
5) Banyak mempergunakan sumber-sumber masyarakat.
6) Menarik minat anak.
7) Dapat melatih guru, baik dalam pre-service maupun dalam intervice training.
8) Masyarakat diajak berpartisipasi dalam rangka meningkatkan perhatian
mereka terhadap sekolah.
b. Kekurangan-Kekurangan Televisi:
1) Televisi hanya mampu menyajikan komunikasi satu arah.
2) Televisi pada saat disiarkan akan berjalan terus dan tidak ada kesempatan
untuk memahami pesan-pesan nya sesuai dengan kemampuan individual
siswa.
3) Guru tidak memiliki kesempatan untuk merevisi tayangan TV sebelum
disiarkan.
4) Layar pesawat televisi tidak mampu menjangkau kelas besar sehingga sulit
bagi semua siswa untuk melihat secara rinci gambar yang disiarkan.
5) Kekhawatiran muncul bahwa siswa tidak memiliki hubungan pribadi dengan
guru, dan siswa bisa jadi bersifat pasif selama penayangan.
2.6.3.2 Kelebihan dan kekurangan media audio visual diam
1. Kelebihan dan kekurangan film bingkai sebagai media audio visual diam.
a. Kelebihan film bingkai sebagai media pendidikan adalah:
38
1) Materi pelajaran yang sama dapat disebarkan ke seluruh siswa secara
serentak;
2) Perhatian anak-anak dapat dipussatkan pada satu butir tertentu;
3) Fungsi berfikir penonton dirangsang dan dikembangkan secara bebas;
4) Film bingkai berada di bawah kontrol guru;
5) Dapat dilakukan secara klasikal maupun individu;
6) Penyimpanannya mudah (praktis);
7) Dapat mengatasi keterbatasan keterbatasan ruang, waktu dan indera;
8) Mudah direvisi/diperbaiki, baik visual maupun audionya;
9) Relatif sederhana dan murah dibandingkan dengan media TV atau film;
10) Program dibuat dalam waktu singkat.
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
39
3.1 Kerangka konseptual
Gambar 3.1 Kerangka Konsep pengaruh teknik distraksi video animasi terhadap respon nyeri pada anak usia sekolah selama prosedur invasif di Ruang Anak RSUD Blambangan Banyuwangi
BAB 4
METODE PENELITIAN
Pengalamam Holistik comfort
Fisik
Psikospiritual
Lingkungan
Sosiokultural
Hospitalisasi pada anak
Prinsip atraumatic care pada anak
1. Family centre care dan kemampuan orang tua
2. Menurunkan cedera baik fisikmaupunpsikologis
3. Modifikasi lingkungan
Anak usia sekolah (6-12 tahun)
Pendekatan Pengkajian nyeri pada anak QUESTT
1. Question
2. Use Pain rating scale
3. Evaluate behavioral and physiologic change
4. Secure parent involvement
5. Take the cause of pain into account
Farmakologi:
Analgesik
Non Farmakologi:
Anticipatory guidance
Hipnosis
Biofeedback
Relaksasi
guide imagery
stimulasi kutaneus
Distraksi Skala pengukuran nyeri
FLACC
TAKSONOMI COMFORT
Tipe comfort theory
Relief
Ease
Transendent
Video cerita anak Musik lagu anak
Anak usia sekolah (6-12 tahun)
Dilakukan prosedur invasif (pungsi vena, pemsangan infus)
Respon nyeri
40
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan Quasy Eksperimental dengan post test only control
group design. Tapi pemilihan kedua kelompok ini tidak menggunakan teknik
acak (Nursalam, 2013). Rancangan penelitian digambarkan pada tabel
dibawah ini.
Tabel 4.1 Rancangan Penelitian Teknik Distraksi Video cerita Anak dan lagu anak terhadap respon nyeri pada anak usia Sekolah (6-12 tahun) selama prosedur invasif di Ruang Anak RSUD Blambangan Banyuwangi 2014
Perlakuan 1 Perlakuan 2 Kontrol
X11 X12 X13
Keterangan :
Perlakuan 1 : Kelompok/ Perlakuan Distraksi Video Animasi Cerita Anak
Perlakuan 2 : Kelompok/ Perlakuan Distraksi Lagu Anak
Kontrol : Kelompok / perlakuan yang biasa dilakukan di ruangan
4.2 Kerangka Kerja
Populasi: seluruh anak usia sekolah (6-12 tahun) yang dilakukan prosedur invasif di ruang anak RSUD Blambangan Banyuwangi
41
Bagan 4.1 Teknik Distraksi Video cerita Anak dan lagu anak terhadap respon nyeri pada anak usia Sekolah (6-12 tahun) selama prosedur invasif di Ruang Anak RSUD Blambangan Banyuwangi 2014
4.3 Populasi dan Sampel
Sampling: consecutive sampling
Sampel : anak usia sekolah (6-12 tahun) yang dilakukan prosedur invasif di ruang anak RSUD Blambangan Banyuwangi sesuai kriteria inklusi dan eksklusi
Analisa Data
Uji statistik One Way Anova
(Tk Kepercayaan 95%, ρ < 0,05)
Penyajian Hasil Penelitian
Kelompok kontrol
Perlakuan yang ada di ruangan
Post Test
Kelompok/Perlakuan 1
(respon nyeri)
Kelompok/Perlakuan 1
Video animasi cerita anak
kesimpulan
Kelompok/Perlakuan 2
Lagu anak
Post Test
Kelompok/Perlakuan 2
(respon nyeri)
Post Test
Kelompok/Perlakuan 2
(respon nyeri)
42
4.3.1 Populasi
Populasi merupakan subyek yang memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan. (Nursalam,2013). Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh anak usia sekolah (6-12 tahun) yang dilakukan prosedur invasif
di ruang anak RSUD Blambangan Banyuwangi
4.3.2 Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang dianggap mewakili
populasi yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2005). Yang menjadi sampel
pada penelitian ini adalah anak usia sekolah (6-12 tahun) yang
dilakukan prosedur invasif di ruang anak RSUD Blambangan
Banyuwangi sesuai kriteria inklusi dan eksklusi
4.4 Tehnik Pengambilan Sampel/Sampling
Sampling adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel agar dapat
mewakili populasinya (Notoatmodjo, 2005:79). Pengambilan sampel pada
penelitian ini adalah menggunakan tehnik Consecutive sampling. Yaitu
pemilihan sampel dengan menetapkan subyek yang memenuhi kriteria
penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu sehingga
jumlah responden dapat terpenuhi (Nursalam, 2013). Kriteria tersebut
adalah kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Kriteria inklusi adalah
karakteristik umum subyek penelitian pada populasi target dan pada
populasi terjangkau. Sedangkan kriteria eksklusi adalah keadaan subyek
43
yang memenuhi kriteria inklusi tetapi harus dikeluarkan dari
penelitian karena berbagai sebab (Sastroasmoro & Ismael, 2010).
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Pasien anak usia (6-12 tahun) yang baru masuk ruang rawat
2. Pasien anak usia (6-12 tahun) yan dilakukan prosedur invasif
(pemasaaangan infus, pengambilan darah vena).
3. Pasien anak dan keluarga bersedia ikut dalam penelitian
Sedangkan kriteria eksklusinya adalah:
Pasien usia sekolah yang mengalami kelemahan dan keterbatasan gerak,
seperti fraktur, parese, cerebral palsy.
4.5 Variabel Penelitian
Variabel merupakan ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota suatu
kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain
(Notoatmodjo, 2005).
4.5.1 Variabel Independen
Variabel independen adalah suatu variabel yang ada atau terjadi
mendahului variabel terikatnya (Bambang dan Lina, 2011). Variabel
independen penelitian adalah teknik distraksi video animasi cerita
anak dan lagu anak
4.5.2 Variabel Dependen
44
Variabel dependen adalah variabel yang nilainya dipengaruhi atau
ditentukan oleh variabel lain (Nursalam,2013). Variabel dependen
penelitian adalah respon nyeri anak.
45
4.6 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur
Skala Data
Skor
1. Variabel Independent video animasi cerita anak
Media audio visual bergerak yang berisi animasi cerita anak
Video animasi cerita anak diberikan selama prosedur invasif dengan durasi 10-15 menit
SOP Nominal
2. Variabel Independent lagu anak
SerangkaianGerakan sederhana yangdilatihkan pada anak untuk membantu mengurangi ketegangan anak dan meningkatkankonsentrasi anak
Senam otak dilakukan 2 kali sehari selama 2 hari @ 10-15 menit
SOP Nominal
3. Dependen:Respon nyeri
Hormon glukokortikoid (kortisol) yang beredar dalam sirkulasi disekresi oleh korteks adrenal atas rangsangan dari hipothalamus
Kadar kortisol dalam darah vena yang diambil pagi hari pukul
ELISA (Enzyme Linked Immunosorbence Assay)
Rasio Dalam Satuan mmol/l
46
07.00-08.00 WIB
47
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di RuangAnak RSUD Blambangan Banyuwangi
Waktu pembuatan proposal penelitian mulai Desember 2014.
4.8 Instrumen Penelitian
4.8.1 Instrumen Intervensi
Instrumen dalam peneliitan ini untuk mengetahui kecemasan akibat
hospitalisasi mengacu pada penelitian sebelumnya (Widianti, 2012) tentang pengaruh
Senam Otak terhadap kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah.
Alat pengumpulan data menggunakan alat
ukur kecemasan menggunakan lembar observasi yang dimodifikasi dan
dikembangkan dari Hockenberry dan Wilson (2007) dan Subardiah (2009).
Kecemasan diobservasi menggunakan 15 item respon anak yang. Dinilai dengan
skala likert, yaitu selalu (SL) = 4, sering (SR) = 3 kadang-
kadang (KD) = 2, dan tidak pernah (TP) = 1 untuk pernyataan positif
dan untuk pernyataan yang negatif adalah sebaliknya.
Pernyataan positif terdapat pada pernyataan item no 1, 2, 6, 11, 12, dan 15,
sedangkan sisanya adalah pernyataan negatif. Panduan senam otak disusun sendiri
oleh peneliti berdasarkan konsep teori senam otak serta mengacu pada hasil penelitian
sebelumnya (Widianti,2011)
4.8.2 Alat Dan Instrumen Pengumpulan Data Kadar Kortisol Anak
4.8.2.1 Alat Pengumpulan Data Kadar Kortisol
48
Pemerikssaan kadar kortisol menggunakan teknik ELISA
((Enzyme Linked Immunosorbence Assay)alat yang digunakan
antara lain (1) ELISA kit (2) coating Buffer (3) PBS-tween (4)
substrat pNNP (5) NaOH
4.8.2.2 Instrument Pengumpulan Data Kadar Kortisol
Pemerikssaan kadar kortisol menggunakan teknik ELISA
((Enzyme Linked Immunosorbence Assay) mengacu pada penelitian
sebelumnya (Satiti, 2013) tentang penurunan kadar kortisol dan
perubahan stres persepsi pada pasien kusta yang mengalami distres
dengan menggunakan modifikasi Cognitive Behavioral Stress
Management (CBSM)- zikir Asmaul Husna
4.9 Prosedur Pengumpulan Data dan Analisis Data
4.9.1 Prosedur Pengumpulan Data
4.9.1.1 Persiapan
Peneliti mengurus surat ijin penelitian dan surat lulus uji etik dari Rumah Sakit X dan
melanjutkan ke Direktur Rumah Sakit x. Kemudian peneliti memilih asisten penelitian
bekerja sama dengan kepala ruang perawatan anak. Asisten penelitian dalam penelitian
ini berjumlah 1 orang perawat ruangan dengan latar belakang pendidikan
minimal DIII Keperawatan . Setelah terpilih asisten penelitian, kemudian dilakukan
pelatihan terhadap asisten yang meliputi penjelasan mengenai penelitian, instrumen
pengumpulan data dan penjelasan tentang senam otak dan uji coba latihan senam otak.
4.9.1.2 Pelaksanaan
49
1. Peneliti menentukan responden yang termasuk dalam kriteria
inklusi
2. Peneliti memberikan penjelasan pada anak dan keluarga
tentang penelitian yang akan dilakukan
3. Bila orangtua mengerti dan mau berpartisipasi dalam
penelitian, maka orangtua mengisi dan menandatangani
lembar informed consent pada hari pertama
4. Peneliti mulai menjelaskan kepada keluarga mengenai
pengisian karakteristik responden dan lembar observasi perilaku
kecemasan anak untuk
diisi orangtua dan dikumpulkan pada hari kedua.
5. Keluarga mulai mengisi lembar observasi kecemasan
6. Setelah diketahui bahwa anak mengalami kecemasan maka peneliti
meminta kerjasama dari perawat ruangan unuk melakukan
pengambilan darah untuk dilakukan pemeriksaan kadar kortisol
7. Pada kelompok intervensi, peneliti bersama anak dan
keluarga melakukan aktivitas senam otak dan
menganjurkan untuk mengulangi lagi sampai 4 kali selama 2
hari baik. Senam otak yang diajarkan sesuai dengan
kemampuan anak, terutama dimensi pemusatan
untuk merilekskan anak. Tahapan gerakan
yang dilakukan adalah: sakelar otak, gerakan silang, kait relaks
dilanjutkan dengan tombol bumi, tombol imbang, tombol
angkasa, pasang telinga, dan menguap berenergi. Setelah
50
dilakukan aktivitas senam otak sebanyak 4 kali. Kemudian hari ke
3 peneliti meminta kerjasama dengan perawat ruangan untuk
melakukan pengambilan dara lagi untuk pemeriksaan kadar kortisol
8. Pada kelompok kontrol, peneliti tidak mengajarkan senam otak, an
ak hanya mengikuti kegiatan
rutin diruangan pada hari kedua dan ketiga.
4.9.2 Analisa data
Tabel 4.3 Analisis Pengaruh Brain Gym Terhadap penurunan kadar
kortisol pada anak yang mengalami kecemasan akibat
hospitalisasi usia 3-5 tahun
RespondenPerlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol
Pre Post Pre Post Post Post
1
2
P ≤ 0,05 P ≤ 0,05 P ≤ 0,05
Paired t test Paired t test Independent t Test
4.9.2.1 Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui kesetaraan antara kelompok kontrol dan
kelompok intervensi yang meliputi usia, jenis kelamin, lama rawat inap
4.9.2.2 Analisa Bivariat
Analisis bivariat yang dilakukan pada penelitian ini adalah:
51
1. Uji t dependent untuk mengetahui apakah ada penurunan
kadar kolesterol antara sebelum dan sesudah intervensi pada
kelompok kontrol maupun intervensi.
2. Uji t independent untuk mengetahui apakah ada perbedaan
yang bermakna antara kadar kortisol awal dan akhir kelompok
kontrol dan intervensi sebelum diberikan aktivitas senam otak
apakah ada perbedaan yang bermakna antara kadar kortisol
awal pada kelompok kontrol dan intervensi sesudah diberikan
aktivitas senam otak; apakah ada perbedaan yang bermakna
pada selisih kadar kortisol awal dan akhir, sebelum dan setelah
pemberian intervensi pada kelompok kontrol dan intervensi;
serta perbedaan usia pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol.