bahasa indonesia bab 1
DESCRIPTION
Bahasa IndonesiaTRANSCRIPT
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Komunikasi pada saat ini merupakan sesuatu yang sangat penting bagi seluruh
manusia di dunia. Pada zaman dahulu orang-orang purba berkomunikasi melalui coretan atau
lukisan yang ada di dalam gua. Selain itu, jaman duhulu orang menyampaikan komunikasi
melalui alat yang sederhana seperti surat, burung merpati untuk mengantarkan surat,
kentongan untuk media penyampai tanda bahaya, sehingga warga tahu keadaan yang terjadi.
ketokan satu satu, ada kematian, ketokan dua-dua ada pencurian, ketokan tiga-tiga ada
kebakaran, atau ketokan empat-empat ada bencana alam. bahkan sampai saat ini di pos ronda
(juga di kota) selalu terdapat kentongan sebagai media komunikasi bahaya, untuk
warga. Bayangkan saja jika tidak ada komunikasi pada zaman globalisasi sekarang ini, bisa-
bisa suatu negara tidak akan mengetahui apa yang terjadi di negara lain.
Komunikasi adalah penyampaian sebuah pesan dari informan ke penerima melalui
sebuah media sehingga menimbulkan persepsi pada penerima. komunikasi bisa disampaikan
dengan verbal maupun non verbal. komunikasi merupakan kebutuhan dasar dan hakiki dari
manusia bahkan sejak dia lahir. Seorang bayi pun menyampaikan komunikasi melalui media
tangisan ketika dia lapar atau sakit.
Dewasa ini kita dapat melihat revolusi besar-besaran dalam sistem komunikasi di
seluruh dunia dimana setiap orang mulai menggunakan PCs dan Internet untuk mencari
pekerjaan, berkomunikasi satu sama lain, untuk menukar data (seperti gambar, suara, dan
dokumen) dan terkadang berbicara satu sama lain menggunakan applikasi Netmeeting atau
Internet Phone.
Perkembangan teknologi telah membawa bisnis Telephony memasuki era baru yang
menawarkan penyatuan seluruh komunikasi yang bersifat multimedia dan disalurkan melalui
Internet Perkembangan selanjutnya dari Internet ialah munculnya konsep yang dikenal dengan
istilah Internet Telephony. Konsep IP ini memungkinkan penggabungan seluruh aplikasi-
aplikasi dan layanan-layanan yang ada dalam Internet dan Telephony, sehingga konsep ini
diperkirakan pada masa yang akan datang akan dipakai secara luas, digabungkan dengan
infrastruktur Telephony yang sudah ada dan dapat diprekdisikan Kemampuan untuk
melakukan komunikasi suara melalui Protokol Internet secara umum dikenal dengan istilah
Suara diatas Protokol Internet, IP Telephony, Voice over IP atau VoIP dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk melakukan hubungan telepon – dan semua kemampuan lainnya yang bisa
dilakukan oleh jaringan telepon publik – dan mengirimkan faksimili diatas jaringan berbasis
IP dengan kualitas layanan yang memadai.
1
Perkembangan VoIP tersebut telah memacu revolusi dalam industri telekomunikasi.
Untuk itu dalam implementasi telepon berbasis IP ini yang diterapkan dalam suatu jaringan
lokal dibutuhkan suatu pengaturan dalam penyampaian datagram di jaringan IP yang dikenal
dengan istilah routing. Pengaturan routing dapat menentukan kinerja dari suatu jaringan,
dimana apabila suatu jaringan intranet membutuhkan suatu kebijakan dalam pembagian
alokasi bandwith maupun otorisasi penggunaan komputer.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan VoIP di Indonesia dan regulasinya ?
2. Bagaimana tinjauan hukum layanan VoIP di Indonesia saat ini ?
3. Bagaimana perubahan reformasi regulasi VoIP ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Menjelaskan perkembangan VoIP di Indonesia dan regulasinya.
2. Menjelaskan tinjauan hukum layanan VoIP Indonesia saat ini.
3. Menjelaskan perubahan reformasi regulasi VoIP .
2
2. Pembahasan
2.1 Perkembangan VoIP di Indonesia dan Regulasinya
Di Indonesia, teknologi VoIP sebenarnya sudah digunakan sejak beberapa tahun lalu.
Untuk komunitas pengguna atau pengembang VoIP di masyarakat, berkembang di tahun
2000. Komunitas awal pengguna atau pengembang VoIP adalah VoIP Merdeka yang
dicetuskan oleh pakar internet Indonesia, Onno W. Purbo. Teknologi yang digunakan adalah
H.323 yang merupakan teknologi awal VoIP. Sentral VoIP Merdeka di hosting di Indonesia
Internet Exchange (IIX) atas dukungan beberapa ISP dan Asossiasi Penyelenggara Jaringan
Internet (APJII). Di tahun 2005, Anton Raharja dan tim dari ICT Center Jakarta mulai
mengembangkan VoIP jenis baru berbasis Session Initiation Protocol (SIP). Teknologi SIP
merupakan teknologi pengganti H.323 yang sulit menembus proxy server. Di tahun 2006,
infrastruktur VoIP SIP dikenal sebagai VoIP Raky.
Kini, pemakaian VoIP sudah semakin luas. Namun, pemanfaatannya masih
menimbulkan pro dan kontra. Tentu kita bertanya mengapa memberikan layanan yang lebih
murah dari Telkom dianggap sebagai sebuah hal yang tabu. Padahal, Telkom tidak lagi
memonopoli pasar penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia. Kondisi ini memprihatinkan
karena perkembangan teknologi tidak diselaraskan dengan regulasi yang mengaturnya.
Pertanyaannya, mengapa pemerintah tidak begitu responsif dalam menanggapi perkembangan
teknologi telekomunikasi, khususnya dalam bidang VoIP ini.
Saat ini permasalahan VoIP di Tanah Air, bukan terletak pada sisi teknologinya
malainkan pada sisi bisnis semata. Karena, bisnis ini sangat menguntungkan. Sesuai
Kepdirjenpostel No.159/Dirjen/2001,pemerintah memang hanya menunjuk lima pihak yang
berhak menyelenggarakan jasa internet teleponi alias VoIP untuk keperluan publik. Masing-
masing adalah PT Telkom, Indosat, Satelindo, PT Atlasat Solusindo, dan PT Gaharu
Sejahtera. Padahal, pengusaha VoIP yang tergabung dalam Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia (APJII) menyebut sudah ada sekitar 35 pelaku usaha yang
menyelenggarakan bisnis jasa ini. Kalau Kepdirjenpostel itu jadi dilaksanakan, berarti sekian
banyak pengusaha harus tutup operasi atau menempuh jalan kerja sama dengan operator
resmi. Para pengusaha VoIP di luar kelima nama tadi memang seolah berpacu dengan waktu.
Pasal 86 Kepmenhub No.21/2001 menegaskan tenggat waktu adalah 31 Mei 2002 untuk
penyelenggaraan VoIP. Selanjutnya hanya pihak yang telah memiliki izin resmi yang boleh
beroperasi. Penyelenggara VoIP yang masih eksis selanjutnya dianggap ilegal, dan jika masih
beroperasi maka fasilitas telekomunikasi yang berhubungan dengan VoIP seperti sambungan
E-1 dicabut maka akan sulit dibendung.
3
2.2 Tinjauan Hukum Layanan VoIP
Telekomunikasi termasuk cabang produksi yang penting dan strategis dalam
perekonomian nasional sehingga penguasaannya dilakukan oleh negara yang dimanfaatkan
sebesar-besarnya demi kepentingan dan kemakmuran rakyat. Hal ini dengan tegas dinyatakan
dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 36 Tahun 1996 tentang elekomunikasi. Pembinaan
penyelenggaraan telekomunikasi dilakukan oleh pemerintah. Pasal ini memberikan wewenang
yang mutlak kepada pemerintah atas nama negara untuk mengembangkan segi-segi kehidupan
terkait dengan bidang telekomunikasi. Terkait dengan hukum administrasi publik, wewenang
di sini merupakan suatu keharusan yang lakukan oleh pemerintah, bukan lagi merupakan hak
yang dapat dilakukan ataupun tidak. Pemerintah memiliki tanggung jawab dalam memberikan
sarana-sarana bertelekomunikasi yang efektif, efisien dan terjangkau oleh segala lapisan
masyarakat.
Di sisi lain, Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen memberikan
kepastian hukum kepada setiap orang untuk dapat berkomunikasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang tersedia. Landasan konstitutif ini merupakan modal dasar bagi
pengguna layanan telekomunikasi yang di dalamnya termasuk sarana komunikasi melalui
VoIP.
Dalam Undang-Undang Telekomunikasi ini, belum disinggung mengenai VoIP.
Walau tidak tegas disebut dalam pasal, ketentuan mengenai VoIP dapat dilihat dalam
Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. Sebuah
Peraturan Pemerintah dibentuk oleh Presiden berdasarkan wewenang yang diberikan oleh
Pasal 5 (2) Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen. Peraturan Pemerintah ini berfungsi
untuk menyelenggarakan ketentuan dalam Undang-Undang, baik yang secara tegas-tegas
maupun secara tidak tegas menyebutkannya. Dalam Pasal 14 Peraturan Pemerintah No. 52
Tahun 2000, penyelenggaraan jasa telekomunikasi diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu:
1. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar
2. Penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi
3. Penyelenggaraan jasa multimedia
Dalam hal ini, yang dimaksud dengan jasa telekomunikasi adalah layanan
telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan
telekomunikasi. Di dalam Penjelasan Pasal 14 huruf c dalam Peraturan Pemerintah tersebut,
yang dimaksud dengan penyelenggaraan jasa multimedia adalah penyelenggaraan jasa
telekomunikasi yang menawarkan layanan berbasis teknologi informasi, termasuk di
dalamnya antara lain: penyelenggaraan jasa Voice over Internet Protocol (VoIP), internet dan
intranet, komunikasi data, konperensi video dan jasa video hiburan. Penyelenggaraan jasa
4
multimedia dapat dilakukan secara jual kembali. Jadi, layanan VoIP digolongkan sebagai
penyelenggaraan jasa multimedia. Permasalahannya, apakah layanan VoIP berbasis Phone-to-
Phone masih merupakan jasa multimedia atau termasuk jasa teleponi dasar. Banyak pihak
yang beranggapan bahwa ketentuan mengenai VoIP tidak jelas pengaturannya karena tidak
ada disebutkan baik dalam Undang-Undang maupun dalam Peraturan Pemerintah dan bahkan
Undang-Undang dianggap tidak mampu mengikuti perkembangan teknologi informasi.
Penjelasan dalam sebuah perundang-undangan merupakan suatu kesatuan penjelasan resmi
dari pembentuk peraturan perundang-undangan tersebut. Dalam hal ini, penjelasan berfungsi
untuk dapat membantu dalam mengetahui maksud dan latar belakang diadakannya suatu
peraturan perundang-undangan serta untuk menjelaskan ketentuan-ketentuan yang masih
memerlukan sebuah kejelasan. Jadi, walaupun mengenai VoIP hanya dijelaskan dalam
lembaran Penjelasan, tetap saja materi ini dianggap sebagai muatan dalam Peraturan
Pemerintah No. 52 Tahun 2000 yang merupakan penjabaran atau untuk menjalankan
ketentuan Undang-Undang. Oleh sebab itu, sangatlah tidak beralasan bahwa aturan mengenai
penyelenggaraan jasa VoIP belum jelas atau tidak ada dasar hukumnya.
Alasan adanya ketidakjelasan mengenai pengaturan VoIP ini seringkali dijadikan
sebagai kambing hitam maupun sebagai celah untuk menyelenggarakan layanan VoIP. Salah
satu perdebatan adalah mengenai apakah yang dikirim melalui Internet itu dapat disebut suara
atau data. Penyelenggara VoIP bersikeras yang dikirim adalah data, bukan suara. Jadi, mereka
tidak merebut lahan dari Telkom. Namun, anggapan ini juga tidak sepenuhnya benar. Dalam
Penjelasan Pasal 14 huruf c Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000, penyelenggaraan
komunikasi data juga termasuk sebagai penyelenggaraan jasa multimedia. Jadi, tetap saja
menjadi lingkup kewenangan Undang-Undang Telekomunikasi.
Untuk dapat memberikan layanan VoIP, penyelenggara jasa VoIP diwajibkan untuk
bekerja sama dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi dalam bentuk kerjasama operasi,
seperti yang tertuang dalam Pasal 13 Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000. Ini menjadi
kendala bagi penyelenggara VoIP karena mau tidak mau harus bekerja sama dengan Telkom
yang memiliki pasar di atas 50 %. Walaupun Undang-Undang membolehkan penyelenggara
VoIP menggunakan jaringan sendiri, namun cara ini tentu menjadi tidak efisien karena harus
membangun jaringan baru.
Pengaturan penyelenggaraan jasa VoIP dijabarkan oleh Keputusan Menteri
Perhubungan No. 23 tahun 2002. Di sini, pengaturan hanya mencakup jasa VoIP untuk
keperluan publik. Batasan untuk keperluan publik di sini adalah sangatlah luas. Dalam
Keputusan Menteri ini, yang dimaksud dengan keperluan publik adalah dapat dimanfaatkan
oleh masyarakat. Bila bukan untuk keperluan pribadi, semua penyelenggaraaan jasa VoIP
5
harus mendapat izin Menteri. Bila siapa saja yang tidak memenuhi ketentuan ini, Undang-
Undang No. 36 Tahun 1996 dalam Pasal 47 memberikan sanksi pidana paling lama 6 tahun
penjara dan/atau denda sampai Rp 600 juta. Jadi, dalam kasus penyelenggaraaan jasa VoIP
yang tidak memiliki izin dari Menteri, secara yuridis memang dapat diancam dengan sanksi
pidana ini.
2.3 Reformasi Regulasi
Keengganan pemerintah untuk mempermudah pengembangan dan perluasan VoIP
jelas-jelas bertentangan dengan konstitusi Indonesia. Sebagai sebuah negara yang berdasarkan
hukum material/sosial, Indonesia menganut prinsip perlindungan hak-hak asasi manusia dan
prinsip pemerintahan yang menciptakan kemakmuran rakyat. Hak warga negara untuk dapat
menikmati layanan telekomunikasi yang sesuai dengan kemampuan mereka dijamin oleh
Undang-Undang Dasar sebagai hak yang paling mendasar. Bila hak ini tidak dapat dinikmati
karena peraturan perundang-undangan di bawahnya berusaha menghambat perkembangan
VoIP yang jelas-jelas lebih murah, sudah seharusnya pemerintah melakukan perbaikan-
perbaikan. Selain dapat menghambat perluasan layanan VoIP, ketentuan yang mengharuskan
adanya kerjasama operasi hanya akan mengakibatkan inefisiensi, baik yang merugikan negara
maupun yang langsung merugikan masyarakat.
Salah satu yang menjadi alasan pembatasan layanan VoIP adalah untuk melindungi
industri telekomunikasi dalam negeri. Alasan ini dapat dimengerti karena 65 % pendapatan
Telkom sendiri berasal dari sambungan jarak jauh. Dengan adanya layanan VoIP, pendapatan
mereka bisa menurun drastis yang juga akan menurunkan pendapatan negara. Konflik
kepentingan ini harus dapat diatasi oleh pemerintah. Mempertahankan teknologi yang
memberikan ongkos yang besar perlu dipertimbangkan kembali. Membatasi layanan
telekomunikasi yang murah merupakan proses pembodohan kepada masyarakat. Adanya
kepentingan pemerintah untuk melakukan pembinaan, pembatasan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan telekomunikasi pada dasarnya merupakan realisasi dari kewajiban negara
dalam menjamin hak bertelekomunikasi warga negara. Dilihat dari kewajiban negara
menyelenggarakan kesejahteraan rakyat, pemerintah seharusnya mendukung pengembangan
jasa layanan VoIP yang nantinya dapat memeratakan hasil-hasil pembangunan dan sekaligus
meningkatkan ekenomi rakyat sebagai hasil dari efisiensi. Bukan tidak mungkin, hasil dari
efisiensi dalam masyarakat ini memberikan keuntungan yang lebih baik daripada harus
mempertahankan kepentingan industri telekomunikasi dalam negeri. Kehendak konsititusi
harus selalu diutamakan daripada pertimbangan untung-rugi.
Masyarakat sangat membutuhkan teknologi VoIP, terutama di daerah-daerah yang
tidak terjangkau oleh jaringan konvensional dari Telkom. Dari sekitar 72.000 desa yang ada di
6
Indonesia, sekitar 43.000 desa belum mendapat sambungan telepon dasar. Melihat kondisi ini,
pemerintah harus bergerak cepat dan responsif dalam melakukan pemerataan pembangunan,
terutama di bidang telekomunikasi. Teknologinya sudah tersedia, yang dibutuhkan hanyalah
kemauan dari pemerintah untuk memberikan kemudahan-kemudahan, baik pengaturan hukum
maupun pelaksanaannya.
Selain membatasi layanan VoIP dengan mengharuskan adanya izin dari Menteri,
awalnya penyelenggara jasa VoIP juga diharuskan menyertakan deposit tunai sebesar Rp. 10
Milliar sebagai jaminan kelangsungan pelayanan kepada publik, seperti yang tertuang dalam
Keputusan Dirjen Postel No.199/Dirjen/2001 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan
Internet Telepon untuk Keperluan Publik tertanggal 6 September 2001. Belakangan,
Keputusan Dirjen ini ditunda berlakunya. Paling tidak, regulasi ini menggambarkan rumitnya
sistem birokrasi. Sudah waktunya bagi pemerintah untuk melakukan deregulasi secara
komprehensif agar tidak ada lagi penafsiran-penafsiran yang berbeda di dalam masyarakat
dan sekaligus mempertajam arah pembangunan di bidang telekomunikasi. Adanya kebutuhan
yang besar terhadap VoIP harus dilihat sebagai sebuah urgensi untuk mengatur lahan bidang
telekomunikasi ini. Regulasi yang ada saat ini tidaklah memadai untuk pengaturan sebuah jasa
VoIP yang sangat berkembang cepat. Untuk masa transisi, sebaiknya pemerintah memberikan
kelonggaran-kelonggaran yang dapat memudahkan pengembangan VoIP sampai ke pelosok-
pelosok negeri yang sebelumnya kurang dapat menikmati layanan telekomunikasi yang masih
mahal.
7
3. Penutup
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Perkembangan VoIP di Indonesia dan Regulasinya
Pemakaian VoIP sudah semakin luas. Saat ini permasalahan VoIP di Tanah Air, bukan
terletak pada sisi teknologinya malainkan pada sisi bisnis semata. Karena, bisnis ini sangat
menguntungkan. Sesuai Kepdirjenpostel No.159/Dirjen/2001,pemerintah memang hanya
menunjuk lima pihak yang berhak menyelenggarakan jasa internet teleponi alias VoIP untuk
keperluan publik. Masing-masing adalah PT Telkom, Indosat, Satelindo, PT Atlasat
Solusindo, dan PT Gaharu Sejahtera. Para pengusaha VoIP di luar kelima nama tadi memang
seolah berpacu dengan waktu. Pasal 86 Kepmenhub No.21/2001 menegaskan tenggat waktu
adalah 31 Mei 2002 untuk penyelenggaraan VoIP.
3.1.2 Tinjauan Hukum Layanan VoIP
Dalam Undang-Undang Telekomunikasi ini, belum disinggung mengenai VoIP.
Walau tidak tegas disebut dalam pasal, ketentuan mengenai VoIP dapat dilihat dalam
Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. Sebuah
Peraturan Pemerintah dibentuk oleh Presiden berdasarkan wewenang yang diberikan oleh
Pasal 5 (2) Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen. Peraturan Pemerintah ini berfungsi
untuk menyelenggarakan ketentuan dalam Undang-Undang, baik yang secara tegas-tegas
maupun secara tidak tegas menyebutkannya. Dalam Pasal 14 Peraturan Pemerintah No. 52
Tahun 2000, penyelenggaraan jasa telekomunikasi diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu:
1. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar
2. Penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi
3. Penyelenggaraan jasa multimedia
3.1.3 Reformasi Regulasi
Untuk masalah regulasi, perlu dibuat sesegera mungkin oleh pejabat yang berwenang
sesuai jobdescriptionnya. Jika ini bisa diwujudkan teknologi VoIP yang kabar-kabarnya
adalah teknologi generasi keempat ini segera akan terwujud di negara Indonesia. Hadirnya
VoIP, memberikan banyak keuntungan dari sisi pengguna yaitu :
1. keuntungan yang dapat diambil diantaranya adalah dari segi biaya jelas lebih murah
dari tarif telepon tradisional, karena jaringan IP bersifat global. Sehingga untuk
hubungan SLI dan SLJJ dapat ditekan hingga 70%.
2. biaya maintenance dapat ditekan karena voice dan data network terpisah, sehingga IP
Phone dapat di tambah, dipindah dan di ubah. Hal ini karena VoIP dapat dipasang di
sembarang ethernet dan IP address, tidak seperti telepon tradisional yang harus
mempunyai port tersendiri di Sentral atau PBX.
8
3.2 Saran
1. Pembaca dapat mengimplementasikan dan mengembangkan program yang ada yaitu
masalah VoIP(Voice over Internet Protocol)
2. Saya harap teknologi VoIP untuk lebih dikembangkan terutama di Indonesia sehingga
teknologi VoIP dapat digunakan untuk komunikasi jarak jauh seperti telepon biasa
yang murah, dan dapat dijangkau oleh masyarakat. Dengan teknologi VoIP mampu
mengurungai penggunaan telpon sehingga dapat merugikan Negara. Dengan VoIP
juga dapat mempengaruhi generasi menjadi malas karena semua sudah terdapat di
internet.
3. Penulis selanjutnya dapat mengembangkan program yang dibuat serta makalah ini
bisa menjadi aspirasi untuk membuat program kedepannya.
Daftar Rujukan
Chendramata, Aidil. 2007. Sistem Keamanan dan Instalasi VoIP menggunakan Session
Initiation Protocol. Jakarta : Departemen Komunikasi dan Informatika.
Irawan, Budhi. 2005. Jaringan Komputer. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Jonathan, Davidson. 2000. Voice over IP Fundamentals. Cisco System.
Nicconi, Saverio. IP Telephony Cookbook Deliverable 2.
Purbo, Onno W.. 2008. VoIP Cikal Bakal “Telkom Rakyat”. Jakarta : Prima Infosarana
Media.
Rafiudin, Rahmat. 2006. Protokol-protokol Esensial Internet. Yogyakarta : Penerbit Andi.
Sugeng, Winarno. 2008. Membangun Telepon berbasis VoIP. Bandung : Informatika.
Sugeng, Winarno. 2010. Jaringan Komputer dengan TCP/IP. Bandung : Informatika.
Spencer, Mark, 2003. The Asterisk Handbook Version 2. Digium.
Tharom, Tabratas. 2002. Buku Pintar Internet : Teknis dan Bisnis VoIP. Jakarta : Elek Media
Komputindo.
Tharom, Tabratas, dan Purbo, Onno W.. 2001. Teknologi VoIP (Voice over Internet Protocol).
Jakarta : Elek Media Komputindo.
Yoanes Bandung, Syahrial Hubbany, Antonius Aditya Hartanto. 2002. Teknologi Multimedia
over Internet Protokol. Jakarta : Elek Media Komputindo.
9