bakteriologi

5

Click here to load reader

Upload: machrifatul-amalia

Post on 14-Aug-2015

98 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Bakteri dalam susu

TRANSCRIPT

Page 1: Bakteriologi

96 Jurnal Litbang Pertanian, 29(3), 2010

BAKTERI YANG SERING MENCEMARI SUSU:DETEKSI, PATOGENESIS, EPIDEMIOLOGI, DAN

CARA PENGENDALIANNYA

Widodo Suwito

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta, Jalan Rajawali No. 28, Demangan Baru, Yogyakarta 55281Telp. (0274)-884662, Faks. (0274)-562935, E-mail: [email protected]

Diajukan: 01 April 2009; Diterima: 19 Mei 2010

Susu merupakan salah satu bahanpangan yang kaya akan zat gizi. Kan-

dungan protein, glukosa, lipida, garammineral, dan vitamin dengan pH sekitar6,80 menyebabkan mikroorganismemudah tumbuh dalam susu.

Secara alami, susu mengandungmikroorganisme kurang dari 5 x 103 per ml

jika diperah dengan cara yang benar danberasal dari sapi yang sehat (Jay 1996).Berdasarkan SNI 01-6366-2000, batascemaran mikroba dalam susu segar adalahTotal Plate Count (TPC) < 3 x 104 cfu/ml,koliform < 1 x 101 cfu/ml, Staphylococcusaureus 1 x 101 cfu/ml, Escherichia colinegatif, Salmonella negatif, dan Strepto-

coccus group B negatif. Beberapa bakteriseperti Listeria monocytogenes, Camphy-lobacter jejuni, E.coli, dan Salmonella sp.dilaporkan mengontaminasi susu denganprevalensi kecil (Jayarao et al. 2006).Tujuan dari tulisan ini untuk mengulasbeberapa jenis bakteri yang mengontami-nasi susu ditinjau dari deteksi, epidemio-

ABSTRAK

Susu merupakan salah satu makanan yang bergizi tinggi, namun mudah terkontaminasi oleh bakteri. Kontaminasibakteri pada susu dimulai pada saat proses pemerahan sampai konsumsi. Bakteri yang mengontaminasi susudikelompokkan menjadi dua, yaitu bakteri patogen dan bakteri pembusuk. Bakteri patogen meliputi Staphylococcusaureus, Escherichia coli, dan Salmonella sp., sedangkan untuk bakteri pembusuk antara lain adalah Micrococcussp., Pseudomonas sp., dan Bacillus sp. Kasus keracunan setelah minum susu ada dua bentuk, yaitu infeksi danintoksikasi. Infeksi terjadi karena mengonsumsi susu yang terkontaminasi bakteri, sedangkan intoksikasi terjadikarena mengonsumsi susu yang mengandung toksin. Gejala intoksikasi lebih cepat muncul dibandingkan denganinfeksi. Kontaminasi susu dapat diminimalkan dengan memperbaiki proses penerimaan susu segar, penanganan,pemrosesan, penyimpanan sampai konsumsi. Susu yang aman dikonsumsi berasal dari sapi yang sehat dan diprosesdengan pasteurisasi atau ultra high temperature (UHT), penggunaan bakteriosin, dan pencucian peralatan denganneutral electrolysed water (NEW). Keracunan setelah minum susu dapat dihindari dengan tidak mengonsumsi susumentah dan susu yang telah berubah penampilannya secara fisik maupun organoleptis.

Kata kunci: Susu, bakteri, kontaminasi

ABSTRACT

Bacteria commonly contaminating milk: Detection, pathogenesis, epidemiology and control strategies

Milk is one of the highly nutritious food, but it is easily contaminated by bacteria. Contamination in milk is begunat the milking process until consumption. Contaminant bacteria in the milk can be divided into two groups, namelypathogenic and spoilage bacteria. Pathogenic bacteria include Staphylococcus aureus, Escherichia coli, andSalmonella sp. and spoilage bacteria are Micrococcus sp., Pseudomonas sp., and Bacillus sp. Cases of poisoningafter drinking milk can be divided into two kinds, namely infection and intoxication. Infection occurs afterconsuming milk contaminated bacteria, while intoxication occurs after drinking milk containing the toxin.Symptoms of intoxication are more quickly detected compared with that of infections. Contamination of milkcan be minimized by improving the receiving fresh milk, handling, processing, storage until consumption. Milkthat safe to be consumed is produced from healthy cows and pasteurized on processed in ultra high temperature(UHT), using bacteriocin and washing equipment with neutral electrolysed water (NEW). Poisoning after drinkingmilk can be avoided by not consume raw milk and milk that has changed its physical and organoleptic appearances.

Keywords: Milk, bacteria, contamination

Page 2: Bakteriologi

Jurnal Litbang Pertanian, 29(3), 2010 97

logi, patogenesis, serta cara pengendali-annya sehingga kasus keracunan setelahminum susu dapat diminimalkan.

JENIS MIKROBA PADASUSU

Staphylococcus aureus

Salah satu bakteri penyebab keracunansetelah minum susu adalah S. aureus. Dibeberapa negara di Eropa, seperti Norwe-gia, S. aureus merupakan salah satu bakteripenyebab keracunan setelah minum susu(Jorgensen et al. 2005). Sumber-sumberS. aureus terdapat di sekitar kita, yaitubagian permukaan kulit, mukosa mulut,hidung, dan kulit kepala. Pemeriksaan S.aureus dapat menggunakan metodeisolasi dilanjutkan uji koaglutinasi plasmakelinci (AOAC 1996).

Salmonella sp.

Salmonella sp. merupakan bakteri ber-bahaya yang dikeluarkan dari saluranpencernaan hewan dan manusia bersamadengan feses. Salmonella enteritidismerupakan salah satu serotipe yangsering mengontaminasi susu di sampingSalmonella typhimurium (Sarati 1999).Berdasarkan SNI 01-6366-2000, pemerik-saan Salmonella sp. dilakukan secarakualitatif dan harus negatif. Salah satumetode untuk pemeriksaan Salmonella sp.adalah metode AOAC (1996).

Escherichia coli

E. coli termasuk bakteri berbahaya karenadapat menyebabkan diare. Salah satusyarat E. coli dalam SNI 01-6366-2000harus negatif. Pemeriksaan E. coli dapatmenggunakan metode AOAC (1996),sedangkan untuk strain E. coli O157:H7mengikuti Robert et al. (1995).

PEMERIKSAANMIKROBIOLOGIS

Total Plate Count (TPC)

SNI 01-6366-2000 mensyaratkan peme-riksaan TPC perlu dilakukan untuk me-ngetahui kualitas susu. Jumlah TPC >106

cfu/ml menyebabkan mikroba cepatberkembang dan toksin sudah terbentuk.

Susu akan cepat rusak apabila disimpanpada suhu ruang lebih dari 5 jam, jarakantara peternak dan tempat pengumpulsusu jauh tanpa dilengkapi dengan saranapendingin (Jayarao et al. 2006). Sebagianindustri pengolahan susu akan menolaksusu apabila jumlah TPC >106 cfu/ml.Pemeriksaan TPC dapat dilakukan denganmetode hitungan cawan (AOAC 1996).

Koliform

Koliform merupakan parameter sanitasisusu dan produk lainnya. Koliformtermasuk bakteri yang dikeluarkan darisaluran pencernaan hewan dan manusia.Pemeriksaan koliform dapat menggunakanmetode Most Probe Number (MPN) danhitungan koloni dalam cawan (AOAC1996).

Isolasi dan Identifikasi

Isolasi dan identifikasi merupakan metodekonvensional dalam pemeriksaan bakteriyang didasarkan pada reaksi biokimia.Oleh karena itu, dalam isolasi dan iden-tifikasi bakteri diperlukan media yangselektif. Setelah dilakukan pewarnaanGram dilanjutkan dengan uji biokimia padaberbagai media seperti gula. Bakteri yangsudah diisolasi dan diidentifikasi selan-jutnya diuji secara serologis untukmenentukan serotipenya. Isolasi danidentifikasi untuk berbagai jenis bakteridapat mengikuti metode Cowan (1984).

Polymerase Chain Reaction(PCR)

Polymerase Chain Reaction (PCR)merupakan uji mikrobiologis yang lebihsensitif dibandingkan dengan metodekonvensional. Saat ini banyak pengem-bangan dari metode PCR, salah satunyaadalah Multiplex PCR. Metode ini dapatdigunakan untuk mendeteksi S. aureusdan membedakan jenis enterotoksin(Tamarapau et al. 2001; Jorgensen et al.2005). Pengembangan PCR yang membe-rikan sensitivitas 93,30% dan mendeteksiS. aureus 103 cfu/g adalah Real Time PCR(RTQ-PCR) (Alarcon et al. 2006). Teknik 3Reaction multiplex PCR lebih akurat,cepat, dan spesifik karena metode tersebutmenggunakan tiga primer sehingga dalamsatu kali running dapat mendeteksi tigajenis bakteri patogen sekaligus (Oscar etal. 2009).

EPIDEMIOLOGI

Kasus

Kasus keracunan setelah minum susu diIndonesia sering dilaporkan, baik melaluimedia cetak maupun media elektronik.Pada bulan September 2004 telah terjadikeracunan setelah minum susu pada 72siswa Sekolah Dasar (SD) di TulungAgung Jawa Timur, 300 siswa SD diBandung, dan 73 karyawan Carefour diSurabaya. Menurut Badan PemeriksaanObat dan Makanan (BPOM), kasustersebut disebabkan oleh E. coli dan S.aureus (Kompas, 4 September 2004).Kasus serupa terjadi pada tanggal 2 Juni2009 pada 10 siswa SD di Cipayung JakartaTimur dan 293 siswa SD di KecamatanSindangkarta Kabupaten Bandung yangmengalami mual-mual setelah mengon-sumsi susu dalam kemasan.

Berdasarkan pemeriksaan BPOM,toksin yang dihasilkan S. aureus diang-gap sebagai penyebab keracunan setelahminum susu (Pikiran Rakyat, 9 September2009). Setelah keluar dari pabrik, susudibawa ke pengecer dengan prosespendinginan yang tidak sempurna. Halinilah yang menyebabkan S. aureusberkembang dan memproduksi toksin(Pikiran Rakyat, 9 September 2009).Kasus-kasus keracunan setelah minumsusu dari survei yang dilakukan olehDinas Kesehatan Kota Padang terjadipada karyawan perusahaan 45%, sekolah25%, masyarakat umum 20%, dan orangdewasa 75% (Dinas Kesehatan Padang2008).

Bakteri Pencemar

Bakteri pencemar dalam susu dapat dikla-sifikasikan menjadi dua, yaitu bakteripatogen dan bakteri pembusuk. Bakteripembusuk seperti Micrococcus sp.,Pseudomonas sp., dan Bacillus sp. akanmenguraikan protein menjadi asamamino dan merombak lemak denganenzim lipase sehingga susu menjadiasam dan berlendir. Beberapa Bacillussp. yang mencemari susu antara lainadalah B. cereus, B. subtilis, dan B.licheniformis.

E. coli O157: H7 termasuk kelompokenterohemoragik E. coli (EHEC) padamanusia yang menyebabkan terjadinyahemorrhagic colitis (HC), hemolytic

Page 3: Bakteriologi

98 Jurnal Litbang Pertanian, 29(3), 2010

uremic syndrome (HUS), dan thrombo-cytopenia purpura (TPP). Infeksi E. coliO157:H7 pada manusia terjadi karenaminum susu yang terkontaminasi fesessapi atau dari lingkungan (Vimont et al.2006).

Bakteri yang mampu hidup padarefrigerator adalah L. monocytogenes.Infeksi L. monocytogenes pada manusiaterjadi secara kronis. Kejadian L. mono-cytogenes dalam susu dipengaruhi olehmusim. Pada musim dingin, kasus listerio-sis pada manusia lebih sering muncul dibeberapa negara di Eropa (Jayarao et al.2006). Listeriosis di Eropa disebabkanmengonsumsi keju yang berasal darisusu mentah (Jayarao et al. 2006). Padawanita hamil, L. monocytogenes menye-babkan keguguran karena bakteri tersebutdapat menembus plasenta (Oliver et al.2005).

Kasus keracunan setelah minum susujuga disebabkan oleh C. jejuni. Kasustersebut terjadi pada anak sekolah,terutama pada saat melakukan kunjunganke peternakan. Susu yang terkontaminasikotoran unggas berpotensi menimbul-kan terjadinya food borne disease olehC. jejuni (CDC 2005).

Kelompok Bacillus sp. yang seringmenjadi penyebab keracunan setelahminum susu adalah B. cereus (CDC 2002).Kontaminasi B. cereus dengan jumlah104 cfu/ml berpotensi menghasilkantoksin sehingga menimbulkan gejalaseperti mual dan muntah. Gejala keracunanB. cereus dalam susu mencuat padatahun 1988−1989. Gejala muncul 0,50−1jam setelah minum susu.

Prevalensi

Prevalensi susu yang terkontaminasibakteri masih sedikit yang dilaporkan. Pre-valensi bakteri patogen pada susu untukC. jejuni sebesar 2%, E. coli 2,40%, L.monocytogenes 2,80%, Salmonella sp.60%, dan Y. enterolitica 1,20% (Jayaraoet al. 2006). Susu kotak yang beredar diYogyakarta dilaporkan 30% tercemarmikroba setelah disimpan pada suhukamar selama 5−10 hari, walaupun tidaktampak adanya kerusakan fisik maupunorganoleptis (Wibowo 1989). Susu segardan susu pasteurisasi yang berasal daripeternak sapi perah dan pedagang skalarumah tangga di sekitar Bogor, 73,70%terkontaminasi E. coli O157:H7 (Ayu etal. 2005).

PATOGENESIS

Bakteri patogen yang sering mencemarisusu salah satunya adalah E. coli. Padamanusia, E. coli yang menyebabkan diaredikelompokan menjadi empat, yaituenterotoksigenik E. coli (ETEC), entero-invasif E. coli (EIEC), enteropatogenik E.coli (EPEC), dan enterohemoragik E. coli(EHEC) (Nataro dan Kaper 1998). Per-bedaan di antara kelompok E. coli ter-sebut dapat dilihat pada Tabel 1. VirulensiETEC disebabkan adanya ekspresiantigen fimbria sehingga memungkinkanE. coli menempel pada sel usus mamaliadan memproduksi enterotoksin yangbersifat tahan panas (heat stable) dantidak tahan panas (heat labile).

Enterotoksin akan memengaruhisekresi cairan saluran pencernaan melaluipeningkatan konsentrasi cyclic AMP(cAMP) ataupun cGMP (Nataro dan Kaper1998). Pada saluran pencernaan manusia,EPEC akan menyebabkan atrofi dannekrosis usus. Pada anak-anak, EPECmenyebabkan diare, sedangkan EHECakan membentuk koloni pada saluranpencernaan sehingga mengakibatkanterjadinya atrofi dari mikrofili sel-sel epitelusus.

Salmonella sp. merupakan bakteriberbahaya yang dapat mencemari susu.Bakteri tersebut dikeluarkan dari saluranpencernaan hewan atau manusia bersamadengan feses. Oleh karena itu, produkyang berasal dari peternakan rentanterkontaminasi Salmonella sp. StrainSalmonella enteritidis sering mengon-taminasi susu, di samping Salmonellatyphimurium. Beberapa peneliti telah

melaporkan kontaminasi Salmonella sp.pada susu (Sarati 1999). Gambar 1 menya-jikan koloni bakteri Salmonella sp. padamedia Xylose Lysine Desoxycholate(XLD).

Patogenesis Salmonella sp. saat inibelum diketahui dengan pasti, namundalam menimbulkan infeksi bersifat invasifdengan cara menembus sel-sel epitel ususdan merangsang terbentuknya sel-selradang. Salmonella sp. juga berpotensimenghasilkan toksin yang bersifat tidaktahan panas.

Pada kasus keracunan setelah minumsusu, S. aureus sering dilaporkan sebagaipenyebabnya. Hal yang penting dariS.aureus adalah menghasilkan toksinyang bersifat tahan panas. S. aureusmenghasilkan enterotoksin yang menye-babkan mual, muntah, dan diare dan kasustersebut disebut intoksikasi. Kasusintoksikasi terjadi karena mengonsumsimakanan atau minuman yang mengan-dung toksin.

Enterotoksin tahan pada suhu 110OCselama 30 menit, dan dalam jumlah 106−108 cfu/ml berpotensi menghasilkan toksin

Tabel 1. Gejala klinis, epidemiologi dan faktor virulensi dari beberapa strainE. coli.

Strain Gejala klinis Epidemiologi Faktor virulensi

EPEC Diare berair Pada anak-anak Melekat pada mukosa ususdan merusak vili-vili usus

EHEC Diare berair, Food borne, Shiga like toxinhemoragik kolitis water borneHemolytic uremicsyndrome

ETEC Diare berair Traveler, diare Pili, heat-labile dan heat-stable enterotoksin

Enteroaggregative Diare berlendir Pada anak-anak Pili, sitotoksinEnteroinvasive Disentri, diare Food borne Seluler invasif

berair

Sumber: Nataro dan Kaper (1998).

Gambar 1. Koloni Salmonella padamedia XLD (David 1999).

Page 4: Bakteriologi

Jurnal Litbang Pertanian, 29(3), 2010 99

dengan konsentrasi 1 µg (Alarcon et al.2006). S. aureus menghasilkan sembilanjenis enterotoksin, yaitu A, B, C, D, E, G,H, I, dan J. Enterotoksin tipe C dibagimenjadi tiga subtipe, yaitu C1, C2, dan C3.Enterotoksin tipe C merupakan penyebabpaling banyak pada kasus intoksikasisetelah minum susu (Tamarapau et al.2001). Gambar 2 menyajikan koloni bakteriS. aureus pada media Baird Parker Agar(BPA)

Jumlah S. aureus >104 cfu/ml padasusu sudah dapat membentuk toksin danbila dikonsumsi akan menyebabkan intok-sikasi. Mekanisme kerja toksin S. aureusadalah dengan cara merangsang reseptorsaraf lokal dalam perut, selanjutnyamengantarkan impuls melalui syaraf vagusdan simpatetik dan pada akhirnya mensti-mulasi pusat muntah yang terdapat dimedula oblongata (Tamarapau et al. 2001).

Kelompok bakteri berspora yang ber-potensi mencemari susu salah satunyaadalah B. cereus. Spora yang dihasilkanB. cereus tahan terhadap pasteurisasi. B.cereus menghasilkan dua macam toksin,yaitu emetik dan diare. Toksin emetikbekerja dengan cara menstimulasi selsyaraf vagus aferen melalui ikatan denganreseptor 5-HT3 (Agata et al. 1995). Toksinemetik merupakan lipida dan bersifathidrofobik sehingga tahan terhadappengaruh enzim tripsin dan pepsin. PadaPH 2-11, toksin tersebut masih stabil, sertatahan pada suhu 121OC selama 90 menit.Toksin emetik terbentuk pada saat B.cereus mengalami germinasi (Agata et al.1995). Toksin emetik juga disebut dengancereulide, terdiri atas struktur cincin daritiga ulangan empat asam amino ataudisebut dengan asam oksi [D-O-Leu-D-Ala-L-O-Val-L-Val]3. Struktur cincin inimemiliki bobot molekul 1,2 kDa dan ber-hubungan dengan potassium ionophorevalinomycin (Shinagawa et al. 1991).

Toksin diare dapat menimbulkan diarepada manusia setelah 24 jam mengon-sumsi makanan yang mengandung 104

organisme per gram makanan (CDC 2002).Toksin diare ada tiga macam, yaituhemolisin BL (HBL), enterotoksin T, danenterotoksin FM (Shinagawa et al. 1991).Daya kerja toksin B. cereus 100 kali lebihpoten dibandingkan dengan enterotoksinClostridium perfringens. Kedua toksintersebut bersifat merusak membran selepitel, tetapi mekanisme kerjanya berbeda(Shinagawa et al. 1991).

LANGKAH PENGENDALIAN

Mencegah keracunan setelah minum susudapat dilakukan dengan memperbaikiproses penerimaan bahan baku atau sususegar, penanganan, pemrosesan, danpenyimpanan. Kontaminasi pada susudapat dikurangi antara lain dengan men-jaga kesehatan ternak, higiene susu, danpasteurisasi (Jeffrey et al. 2009). Higienepersonal berperan penting pula dalammencegah keracunan setelah minum susu.Penerimaan bahan baku harus memenuhistandar SNI susu segar. Selama pena-nganan, susu ditempatkan pada suhudingin dalam milk can tertutup sehinggaterhindar dari kontaminasi lingkungan.

Untuk susu segar yang telah meme-nuhi standar SNI, proses penyimpanandan pendistribusiannya sampai ke tangankonsumen perlu diperhatikan. Penyim-panan harus dilakukan pada suhu dinginsampai susu ke tangan konsumen karenameskipun telah melalui proses pasteuri-sasi, susu masih mengandung bakteripembusuk. Bakteri pembusuk akanberkembang pada suhu ruang. Olehkarena itu, susu pasteurisasi harusdisimpan pada kondisi dingin. Susu yangmengandung mikroba >106 cfu/ml sudahterbentuk toksin yang dengan pasteuri-sasi masih dapat bertahan hidup.

Pasteurisasi

Kasus keracunan setelah minum susuperlu diwaspadai dan diperlukan tindakanpencegahan. Pasteurisasi merupakansalah satu tindakan yang dapat dilakukanuntuk mematikan bakteri patogen. Namun,melalui pasteurisasi, bakteri yang ber-spora masih tahan hidup sehingga susupasteurisasi hanya memiliki masa kedalu-warsa sekitar satu minggu. Pasteurisasidilakukan dengan waktu tertentu seperti

disajikan pada Tabel 2. Pasteurisasi tidakmengubah komposisi susu sehingga kom-posisinya masih setara susu segar (Jay1996). Pasteurisasi umumnya dilakukanpada suhu 72OC selama 15 detik.

Ultra high temperature (UHT)

Susu yang melalui proses UHT akanmemiliki masa kedaluwarsa lebih panjangdibandingkan dengan susu pasteurisasi.Susu dengan proses UHT akan sterilkarena bakteri pembusuk, patogen, danberspora akan mati sehingga susu amandikonsumsi. Kasus keracunan setelahminum susu yang disebabkan oleh S.aureus terjadi karena kontaminasi selamapenyimpanan maupun proses produksi.

Penggunaan Bakteriosin

Bakteriosin merupakan antimikroba yangdigunakan untuk menonaktifkan mikroba.Pengendalian bakteri patogen dapatdilakukan dengan kombinasi antarabakteriosin yang dihasilkan bakteri asamlaktat dan suhu tinggi. Cara ini sudahditerapkan pada industri keju di Spanyol(Arques et al. 2005).

Nisin dan bakteriosin merupakan

Gambar 2. Koloni S. aureus pada mediaBPA umur 24 jam (David1999).

Tabel 2. Suhu dan waktu pasteuri-sasi susu.

Suhu (OC) Waktu (detik)

63 1872 1589 190 0,5094 0,1096 0,05100 0,01

antimikroba yang dihasilkan oleh Lacto-coccus lactis subsp. lactis yang dapatmenekan B. cereus dalam susu. Nisinmerupakan antimikroba alami yang sudahlama digunakan untuk mengendalikanbakteri pembusuk dalam proses pasteuri-sasi susu sehingga sel vegetatif danspora B. cereus tidak aktif (Wandling etal. 1999).

Pencucian dengan neutralelectrolysed water (NEW)

Pencucian peralatan yang digunakandalam proses pasteurisasi dapat meng-

Page 5: Bakteriologi

100 Jurnal Litbang Pertanian, 29(3), 2010

gunakan neutral electrolysed water(NEW). Efektivitas NEW sama dengansodium hipoklorit (NaOCl) dan metode iniefektif untuk menonaktifkan E. coli, L.monocytogenes, Pseudomonas aero-ginosa, dan S. aureus (Deza et al. 2005).Peralatan yang terbuat dari baja tahankarat yang digunakan selama prosespasteurisasi, bila tidak segera dicuci akanberpotensi terbentuknya biofilm ataukoloni bakteri yang berbentuk seperti

lendir sehingga akan lebih tahan terhadapproses pencucian biasa (Deza et al. 2005).

KESIMPULAN

Susu merupakan minuman yang bergizitinggi, namun mudah terkontaminasi olehbakteri. Sebelum dikonsumsi, susu perludilakukan pemeriksaan mikrobiologissehingga aman bagi konsumen.

Bakteri yang mengontaminasi susu,yaitu bakteri patogen dan bakteri pem-busuk harus dihilangkan dengan memper-baiki proses penerimaan susu segar,penanganan, pengolahan, hingga penyim-panan. Beberapa tindakan yang dapatditerapkan sehingga susu aman untukdikonsumsi antara lain adalah melakukanpasteurisasi, UHT, penggunaan bak-teriosin, dan pencucian peralatan denganNEW.

DAFTAR PUSTAKA

Agata, N., M. Ohta, M. Mori, and M. Isobe.1995. A novel dodecadepsipeptide, ce-reulide, is an emetic toxin of Bacillus cereus.FEMS Microbiol. Lett. (129): 17−19.

Alarcon, B., B. Vicedo, and R. Aznar. 2006. PCR-based procedures for detection and quan-tification of Staphylococcus aureus and theirapplication in food. J. Appl. Microbiol.(100): 352−364.

AOAC (Association of Official AnalyticalChemist). 1996. Official Methods ofAnalysis, 16th Ed. Association of OfficialAnalytical Chemist, Washington, DC.

Arques, J.L., E. Rodriguez, G. Gaya, M. Medina,B. Guamis, and M. Nunez. 2005. In-activationof Staphylococcus aureus in raw milk cheeseby combinations of high-pressure treatmentsand bacteriocin producing lactic acid bacteria.J. Appl. Microbiol. (98): 254−260.

Ayu, R.D.S., Y.M. Vonne, Indrawani, dan T.Sudiarti. 2005. Analisis mikrobiologi Esche-richia coli O157:H7 pada hasil olahan hewansapi dalam proses produksinya. MakaraKesehatan 9(1): 23−28.

CDC (Center for Disease Control). 2002.Foodborne illness. Outbreaks Bacillus cereus.Milk Safety Notes. revised June (28).

CDC (Center for Disease Control). 2005. Food-borne illness. Frequently asked questions.Morbid. Mortal. Wkly Rep. January 10: 1−13.

Cowan, S.T. 1984. Manual for the Identificationof Medical Bacteria. Second Ed. CambridgeUniversity Press, Cambridge. p. 238.

David, E.P. 1999. Foodborne pathogens.Monograph no 6 Staphylococcus aureus.Oxoid.

Deza, M.A., M. Araujo, and M.J. Garrido. 2005.Inactivation of Escherichia coli, Listeria

monocytogenes, Pseudomonas aeruginosa,and Staphylococcus aureus on stainless steeland glass surfaces by neutral electrolysedwater. Lett. Appl. Microbiol. (40): 341−346.

Dinas Kesehatan Padang. 2008. Hasil pemerik-saan sampel makanan penyebab keracunanmakanan pada karyawan setelah meng-konsumsi nasi bungkus karena Stap-hylococcus aureus. Laporan Hasil Pemerik-saan Laboratorium, 18 April.

Jay, M.J. 1996. Modern Food Microbiology.Fifth Ed. International Thomson Publish-ing, Chapman & Hall Book, Dept. BC. p.469−471.

Jayarao, B.M., S.C. Donaldson, B.A. Straley,A.A. Sawant, N.V. Hegde, and J.L. Brown.2006. A survey of foodborne pathogens inbulk tank milk and raw milk consumptionamong farm families in Pennsylvania. J.Dairy Sci. (89): 2451−2458.

Jeffrey, T., Lejeune, and P.J.R. Schultz. 2009.Unpasteurized milk: A continued publichealth threat. Food Safety. Clinical Infec-tious Dis. (48): 93−100.

Jorgensen, H.J., T. Mork, H.R. Hogasen, andL.M. Rorvik. 2005. Enterotoxigenic Staphy-lococcus aureus in bulk milk in Norway. J.Appl. Microbiol. (99): 158−166.

Nataro, J.P. and J.B. Kaper. 1998. DiarrhegenicEscherichia coli. Clinical Microbiol. Rev.1(11): 15−38.

Oliver, S.P., B.M. Jayarao, and R.A. Almeira.2005. Review: Foodborne pathogens in milkand dairy farm environment: Food safetyand public health implications. FoodbornePath. Dis. (2): 115−129.

Oscar, G., G. Duarte, J. Bai, and N. Elizabeth.2009. Detection of Escherichia coli,Salmonella spp., Shigella spp., Yersinia

enterolitica, Vibrio cholerae, and Cam-phylobacter spp. enteropathogens by 3-reaction multiplex polymerase chain re-action. Diagnostic Microbiol. Infectious Dis.(63): 1−9.

Robert, D., W. Hooper, and W. Greenwood.1995. Public health laboratory serviceLondon. Practical Food Microbiol. (1): 40−43.

Sarati, A. 1999. Pemeriksaan angka kuman danjenis kuman Salmonella pada air susu sapisegar yang diperoleh dari loper/penjual dikota Semarang. Skripsi, Fakultas KesehatanMasyarakat, Universitas Diponegoro, Se-marang.

Shinagawa, K., H. Konuma, H. Sekita, and S.Sugil. 1991. Purification and some propertiesof a Bacillus cereus mouse lethal toxin. J.Vet. Med. Sci. 53: 469−474.

Tamarapau, S., J.L. Mckillip, and M. Drake.2001. Development of a multiplex poly-merase chain reaction assay for detectionand differention of Staphylococcus aureusin dairy products. J. Food Protect. 64(5):664−668.

Wandling, L.R., B.W. Sheldon, and P.M.Foegeding. 1999. Nisin in milk sensitizesspores to heat and prevents recovery ofsurvivors. J. Food Protect. 65(5): 492−498.

Wibowo, W. 1989. Pemantauan bakteri susukotak pada berbagai umur simpan. SkripsiFakultas Teknologi Pangan UniversitasGadjah Mada, Yogyakarta.

Vimont, A., C.V. Rozand, and M.L.D. Muller.2006. Isolation of E. coli O157:H7 and non-O157 STEC in different matrices: Reviewof the most commonly used enrichmentprotocols. Lett. Appl. Microbiol. (42): 102−108.