batik pring desa sidomukti - core.ac.uk · 2011 . perpustakaan.uns.ac ... memakai baju batik di...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
BATIK PRING DESA SIDOMUKTI
(Studi Nilai Budaya dan Perkembangan Kerajinan Batik di Kabupaten Magetan)
SKRIPSI
Oleh :
ANITA DEWI SETYANINGRUM
X4406006
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
BATIK PRING DESA SIDOMUKTI
(Studi Nilai Budaya dan Perkembangan Kerajinan Batik di Kabupaten Magetan)
Oleh:
ANITA DEWI SETYANINGRUM
X4406006
Skripsi
Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar
Sarjana Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji
skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Surakarta, 22 Desember 2010
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Hermanu Joebagyo, M. Pd Drs. Djono, M. Pd
NIP . 19560331 198603 1 001 NIP. 19631702 199003 1 005
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari : Selasa
Tanggal : 11 Januari 2011
Tim Penguji Skripsi:
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Dra. Sri Wahyuni, M. Pd .......................
Sekretaris : Drs. Tri Yuniyanto, M. Hum .......................
Anggota I : Dr. Hermanu Joebagio, M. Pd .......................
Anggota II : Drs. Djono, M. Pd .......................
Disahkan Oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd
NIP. 19621126 198103 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Anita Dewi Setyaningrum. BATIK PRING DESA SIDOMUKTI (Studi Nilai Budaya Dan Perkembangan Kerajinan Batik Di Kabupaten Magetan). Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pandidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Januari 2011.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab masalah mengenai : (1) Perkembangan Batik Pring Sidomukti di Kabupaten Magetan, (2) Usaha PEMDA Magetan untuk mempertahankan eksistensi batik Pring di Kabupaten Magetan.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang bersifat etnografi dengan strategi Kasus Terpancang Tunggal artinya sasaran yang akan diteliti dibatasi dan terpusat pada satu lokasi. Metode penelitian etnografi adalah usaha untuk mencari data dengan wawancara berkali-kali dengan beberapa informan kunci. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis interaktif yang merupakan proses siklus yang paling bergerak diantara ketiga komponen pokok yaitu reduksi atau seleksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan : (1) Kerajinan batik di Desa Sidomukti telah lama berkembang di masyarakat. Sejak saat itu, batik mengalami pasang surut. Walaupun hanya terbatas pada beberapa orang, tetapi menjadi warisan turun temurun yang diturunkan kepada keturunannya masing-masing. Batik ini sempat menghilang selama beberapa dekade. Baru muncul kembali pada tahun 70-an tapi dengan motif yang berbeda yaitu motif bambu atau yang terkenal dengan sebutan motif Pring Sedapur. Motif ini terinspirasi dari keadaan desa tempat batik ini muncul di dukuh Papringan yang masih banyak ditumbuhi oleh pohon-pohon bambu. Dari sinilah tercipta motif-motif batik Pring Sidomukti yang pada intinya adalah bambu yang dikolaborasi dengan motif-motif lain seperti garuda, cucak rowo, bunga-bunga, naga dan binatang-binatang serta tumbuh-tumbuhan yang banyak terdapat di sekitar Gunung Lawu.sekarang sudah ada 21 motif. Batik yang beredar saat ini bukan hanya jarik (kain bawah) sebagai pasangan kebaya saja, tetapi berkat kreatifitas para desainer batik maka berkembang pesat mulai baju-baju (hem), t-shirt, rok, celana, sprei, taplak, sarung bantal guling bahkan pernak-pernik kecil sekalipun. (2) Pemerintah Kabupaten Magetan melakukan banyak hal untuk mempertahankan eksistensi batik di Kabupaten Magetan. Salah satunya dengan mengeluarkan peraturan untuk mewajibkan PNS dan jajaran Staf di Kabupaten untuk memakai batik Pring Sidomukti. Selain itu untuk mempertahankan eksistensi batik dan menjadikan Batik Pring sebagai batik khas Magetan dengan mendaftarkan di Lembaga Hak Paten. Pemerintah melalui Departemen Perindustrian dan Perdagangan memberikan pelatihan-pelatihan untuk regenerasi pembatik dan memberikan bantuan modal baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk mesin printing. Pemerintah Kabupaten Magetan juga membantu dalam hal promosi antara lain lewat media cetak seperti surat kabar dan majalah, lewat media elektronik seperti Blog, Facebook maupun Twitter, dan untuk promosi langsung dengan cara memakai baju batik di setiap kesempatan resmi, misal ketika melakukan lawatan ke daerah lain dan juga memberikan oleh-oleh kepada tamu-tamu yang datang ke Kabupaten Magetan berupa batik pring. Kata Kunci : Batik, Batik Pring, Motif Batik, kebudayaan, dan Motif batik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Anita Dewi Setyaningrum. BATIK PRING OF THE VILLAGE OF SIDOMUKTI (A Study on Cultural Values and Development of Batik Craft in Magetan Regency). Skripsi, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Surakarta Sebelas Maret University, Januari 2011.
The objective of research was to answer the problems about: (1) the development of Batik Craft in Magetan Regency, (2) the attempts the Magetan Local Government takes to maintain the existence of Batik Pring in Magetan Regency.
This research employed a descriptive qualitative method that is ethnographic in nature using A Single Embedded Case strategy and the strategi of this research was meaning that the target to be studied is limited to and concentrated in a location. Ethnographic research method attempt to search the data with multiple interviews with some informants. The analysis technique used was an interactive analysis one constituting the cycle process encompassing three main components: data reduction or selection, display and conclusion drawing.
Considering the result of research: (1) Batik Craft in Sidomukti Village has developed for a long time within the society. Since then, batik faced fluctuation. Although limited to some people, it becomes the heritage from generation to generation passed down to their respective offspring. This batik ever disappeared for several decades. It reemerged only in 1970s but with different motive, bamboo motive or frequently called Pring Sedapur motive. This motive is inspired from the state of village where this batik emerged in Papringan hamlet on which so many bamboo trees still grow. From this, the motives of batik Pring Sidomukti are basically bamboo collaborated with other motives such as garuda, cucak rowo, flowers, dragon and animals as plants existing widely around Lawu Mountain. Now there are 21 motives. Batik circulating today is not only jarik (lower cloth) as the kebaya couple, but owing to designers’ creativity, many kinds of shirts, t-shirts, skirts, trousers, bed cover, tablecloth, pillow sheath and even small things develop. (2) The government of Magetan Regency has done many things to maintain the existence of Batik in Magetan Regency. One of them is to release a regulation requiring the Civil Servant and staffs of Regency office to wear batik. Batik that should be worn is the typical Magetan batik, batik pring of Sidomukti Village for Friday and free batik every Thursday. In addition, in order to maintain the existence of batik and to make Batik Pring as the typical Magetan batik, the government has registered it in Patent Institution. The government through industry and trade department gives training to batik crafters regeneration and gives capital grant in the form of both money and printing machine. The government of Magetan Regency also helps in the terms of promotion including via printed media such as news paper and magazine, electronic media such as Blog, Facebook and twitter, and direct promotion by wearing batik cloth in every official occasion, like during traveling to other area and also giving souvenir to the guests coming to Magetan Regency in the form of pring batik. Key words : Batik, Batik Pring, Motif of Batik, Cultur, and Promotion.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Kedalaman dan keindahan sebuah karya cipta tidak lepas dari kebersihan jiwa dan
pikiran manusia itu sendiri.
(Emha Ainun Nadjib)
Ajining diri ono ing lati, ajining rogo ono ing busono.
(Peribahasa Jawa)
Seseorang dengan tujuan yang jelas akan membuat kemajuan walaupun melewati
jalan yang sulit. Seseorang yang tanpa tujuan, tidak akan membuat kemajuan
walaupun ia berada di jalan yang mulus.
(Thomas Charlily)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk :
1. Bapak dan ibu tersayang yang telah
mengenalkan arti hidup , perjuangan,
ketabahan dan pantang menyerah dalam
mengejar impian.
2. Omku Jandel, adikku Fery, kakek, nenek dan
uyutku.
3. Dwi Sukarno, yang selalu sabar
menemaniku, memberikan dukungan
kepadaku dan membuatku semangat.
4. Lidya, Siska, Mbak Pipit, Lala dan Wisma
Amanah.
5. Sahabat dan teman Sejarah 06
6. Almamater Pendidikan Sejarah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘alaikum Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
hidayahnya, maka skripsi ini dapat diselesaikan.
Banyak hambatan yang penulis hadapi dalam penyelesaian penulisan
skripsi ini, namun berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak maka skripsi
ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi ini.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah menyetujui
atas permohonan Skripsi ini.
3. Ketua Program Pendidikan Sejarah yang telah memberikan pengarahan dan
ijin penyusunan skripsi ini.
4. Dr. Hermanu Joebagio, M. Pd dan Drs. Djono, M. Pd selaku pembimbing I
dan Pembimbing II yang telah dengan perhatian dan sabar memberi
pengarahan sebelum dan selama penelitian maupun penulisan skripsi ini.
5. Staf dan karyawan Perpustakaan Prodi Sejarah, Perpustakaan FKIP,
Perpustakaan Universitas Sebelas Maret, Perpustakaan Daerah Surakarta,
Perpustakaan Daerah Magetan, Perpustakaan Monumen Pers, Perpustakaan
Ignasius dan Perpustakaan Rekso Pustoko Puri Mangkunegaran yang
membantu penulis dalam memperoleh sumber data.
6. Teman-teman di Program Studi sejarah yang banyak membantu tersusunnya
skripsi.
7. Bapak Tikno selaku Kepala Desa Sidomukti Kecamatan Plaosan Kabupaten
Magetan dan segenap aparat pemerintah desa yang telah memberikan ijin
untuk melakukan penelitian dan memberikan data-data yang penulis perlukan.
8. Ibu Indrawati selaku Ketua Koperasi Mukti Rahayu yang banyak memberikan
bantuan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
9. Warga Desa Sidomukti khususnya para pengrajin batik yang telah bersedia
menjadi nara sumber bagi penulis, terimakasih banyak karena tanpa nara
sumber skripsi ini tidak akan pernah terseleseikan.
10. Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan saru persatu yang telah
memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini.
Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari
Tuhan Yang Maha Esa. Amien.
Tiada kebenaran sempurna yang datangnya dari manusia. Oleh karena itu,
penulis menyadari sepenuhnya dengan kerendahan hati, skripsi ini masih jauh dari
sempurna, kritik dan saran merupakan jalan untuk mencari kesempurnaan.
Semoga hasil karya ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan para
pembaca pada umumnya serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surakarta, Januari 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI halaman JUDUL ........................................................................................................... i PENGAJUAN ................................................................................................ ii PERSETUJUAN ........................................................................................... iii PENGESAHAN ........................................................................................... iv ABSTRAK ................................................................................................... v MOTTO ....................................................................................................... vii PERSEMBAHAN .......................................................................................... viii KATA PENGANTAR ................................................................................ ix DAFTAR ISI ............................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1 B. Perumusan Masalah ............................................................... 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................. 6 D. Manfaat Penelitian ................................................................. 6
BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka ...................................................................... 8
1. Batik .................................................................................... 8 2. Industri Rakyat ................................................................... 18 3. Kebijakan Pemerintah .......................................................... 20
B. Kerangka Pemikiran .............................................................. 29 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... 31 1. Tempat Penelitian ............................................................ 31 2. Waktu Penelitian ............................................................. 31 B. Bentuk dan Strategi Penelitian ............................................. 31 1. Bentuk Penelitian .............................................................. 31 2. Strategi Penelitian .............................................................. 33 C. Sumber Data ....................................................................... 35 D. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 36 E. Teknik Sampling ..................................................................... 38 F. Validitas Data ......................................................................... 39 G. Teknik Analisa Data ............................................................... 41 H. Prosedur Penelitian ................................................................. 42
BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Wilayah Desa Sidomukti ..................................... 44
1. Deskripsi Geografis ........................................................... 44 2. Deskripsi Demografis ........................................................ 44
B. Masuk dan Berkembangnya Kerajinan Batik Pring di Desa Sidomukti Kabupaten Magetan ............................... ....... 47
1. Sejarah Batik Pring di Desa Sidomukti ........................... 47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
2. Periodisasi Perkembangan Kerajinan Batik di Desa Sidomukti.................................................................... ...... 53
3. Corak Batik Pring di Desa Sidomukti ........................ ....... 59 4. Proses Produksi dan Pemsaran Kerajinan Batik Pring di
Desa Sidomukti Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan Jawa Timur ..................................................................... 59
a. Permodalan ................................................................. 59 b. Tenaga Kerja .............................................................. 59 c. Alat-alat dan Bahan Produksi .................................... 60 d. Proses Produksi .......................................................... 65 e. Pemasaran Hasil Produksi .......................................... 68
C. Motif Batik Pring Sidomukti ................................................... 70 D. Usaha Pemerintah Daerah Magetan Untuk Mempertahankan
Eksistensi Batik Pring Di Kabupaten Magetan ....................... 78 BAB IV. KESIMPULAN
A. Kesimpulan ........................................................................... 83 B. Implikasi ............................................................................ 85 1. Teoritis ........................................................................ 85 2. Praktis ........................................................................... 85 C. Saran ................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 89 LAMPIRAN ................................................................................................ 91
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Istilah ....................................................................................... 91 2. Daftar Informan .................................................................................. 92 3. Daftar Hasil Wawancara ..................................................................... 94 4. Gambar Peta Kabupaten Magetan ...................................................... 106 5. Gambar Peta Hasil Industri di Kabupaten Magetan ........................... 107 6. Foto-foto ............................................................................................. 108 7. Surat Keputusan Dekan Fkip .............................................................. 114 8. Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi .......................................... 115 9. Surat Permohonan ijin penelitian ........................................................ 116 10. Surat Keterangan Penelitian dari Kantor Kepala Desa Sidomukti ..... 117
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah Penduduk Menurut Umur ………………..……………….… 45 2. Jumlah Penduduk Angkatan Kerja ………………………………………
46 3. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ………………………….
46
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Berpikir …………………………………………………… 29 2. Skema Model Analisis Interaktif ……………………………………. 42 3. Skema Prosedur Penelitian ………………………………………….. 43 4. Motif Batik Grompol ………………………………………………... 54 5. Motif Batik Sidoluhur ……………………………………………….. 54 6. Motif Batik Parang …………………………………………………... 54 7. Motif Batik Terang Bulan …………………………………………… 54 8. Motif-motif Dasar Batik Pring Sidomukti …………………………... 70 9. Ornamen Jalak Lawu ……………………………………………….... 72 10. Ornamen Cucak Rowo ………………………………………………. 73 11. Ornamen Naga ……………………………………………………….. 74 12. Ornamen Pring Kukuh ……………………………………………….. 74 13. Motif Batik Pring Sedapur …………………………………………… 75 14. Motif Batik Pring Cucak Rowo ……………………………………… 76 15. Motif Batik Pring Tunggal ………………………………………….... 76 16. Motif Batik Pring Jalak Lawu ……………………………………….. 77 17. Motif Batik Pring Gunung …………………………………………… 77 18. Kantor Lurah Desa Sidomukti ……………………………………….. 108 19. Balai Desa Sidomukti ………………………………………………... 108 20. Kenceng ……………………………………………………………… 109 21. Papan …………………………………………………………………. 109 22. Meja Gambar dan Mesin Printing …………………………………… 110 23. Gawangan ……………………………………………………………. 110 24. Bak Pewarnaan ………………………………………………………. 111 25. Drum Tempat Malam ………………………………………………… 111 26. Bak Pencucian ………………………………………………………… 112 27. Pewarna Batik ………………………………………………………… 112 28. Makam Ronggo Galeh ………………………………………………... 113
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan keanekaragaman
budaya yang dihasilkan oleh berbagai kelompok masyarakat. Budaya tersebut
menunjukan identitas dari suatu kelompok sebagai penunjang identitas nasional,
namun letak geografis yang terpisah dan tersebar luas serta sifat terbuka bangsa
Indonesia memungkinkan adanya pengaruh dari kebudayaan Negara lain yang
akan menimbulkan pergeseran atau perubahan tata kehidupan bagi masyarakat.
Keanekaragam warisan budaya sangatlah teramat penting untuk kita lestarikan
keberadaannya. Budaya tersebut menunjukan identitas dari suatu kelompok yang
akhirnya diharapkan menjadi identitas nasional. Bangsa Indonesia terdiri dari
berbagai suku bangsa dengan latar belakang agama, sejarah, adat istiadat,
kebudayaan, dan kesenian yang beraneka ragam serta letak geografis yang
terpisah dan tersebar luas membentuk suatu identitas bangsa.
Kebudayaan itu sendiri memiliki unsur-unsur pokok yang dapat
menunjang perkembangannya. Salah satu unsurnya adalah kesenian yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari kebudayaan bangsa. Kesenian harus
ditumbuhkembangkan sebagai ciri khas yang membedakan bangsa Indonesia
dengan bangsa yang lainya. Seni berfungsi juga sebagai cermin masyarakat
Indonesia yaitu sebagai suatu bentuk ekspresi yang mengandung nilai-nilai dan
pola perilaku masyarakat untuk menopang identitas dan solidaritas kelompok
masyarakat (Soedarsono;1974:23).
Salah satu bentuk karya seni bangsa Indonesia yang dikagumi dunia
adalah batik. Nilai seni yang ada pada batik tidak terbatas hanya pada keindahan
penampilan. Lebih dari itu batik memiliki keragaman yang hadir melalui ragam
hias penyusunan pola dengan makna filosofi. Batik dengan segala seluk beluknya,
telah menempuh perjalanan panjang sejak beberapa tahun silam dalam
kebudayaan Indonesia. Sehelai batik dapat menyiratkan dinamika budaya melalui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
pola dan ragam hiasnya, tumbuh dan berkembang seirama dengan berjalannya
waktu dan lingkungan.
Batik merupakan kebudayaan asli bangsa Indonesia yang mempunyai
nilai tinggi. Batik sudah dikenal masyarakat Indonesia sejak ratusan tahun yang
lalu. Bahkan sebelum hindu Jawa dan merupakan warisan budaya nenek moyang
yang adi luhung dan bersifat turun temurun. Disamping keindahan bentuk dan
coraknya, batik menyimpan nilai filosofi yang tinggi karena motifnya
melambangkan kehidupan dan kondisi alam. Batik cukup di kenal sejak zaman
nenek moyang kita, khususnya masyarakat Jawa. Di kalangan para leluhur,
membatik merupakan kegiatan yang dapat dilakukan sehari-hari bahkan untuk
kalangan tertentu, misalnya keraton, kain batik dengan motif tertentu menjadi
pakaian kebesaran (Destin Huru Setiati; 2007:iii, 1).
Pada awalnya batik dikerjakan berdasarkan kebutuhan keraton saja dan
hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena
banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini
dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.
Proses pembuatan batik dalam perkembangannya lambat laun kesenian batik ini
ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita
dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang
tadinya hanya pakaian keluarga istana, kemudian menjadi pakaian rakyat yang
digemari, baik wanita maupun pria (mepow.wordpress.com).
Dalam pembuatan batik tradisional terdapat empat aspek yang
diperhatikan, yakni motif, warna, teknik pembuatan, dan fungsinya. Batik
memiliki keindahan visual karena semua ornamen, isian dalam pola atau “carik”
tersusun dengan rapi dan harmonis. Batik juga memiliki keindahan spiritual
karena pesan, harapan, ajaran hidup dan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa dari
pembuat batik dituangkan dalam pola batik. Ragam hias batik merupakan ekspresi
keadaan diri dan lingkungan penciptanya. Ragam hias batik dibagi menjadi dua,
yakni batik keraton dan batik pesisiran (Sariyatun, 2005: 3).
Di daerah-daerah tertentu terdapat usaha atau industri batik yang masih
bersifat tradisional dan bersifat kerajinan tunggal atau sambilan. Hasil kerajinan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
batik tradisional tersebut mempunyai gaya, corak, motif dan pewarnaan khas yang
kuat, contohnya batik Jogja, batik Surakarta, batik Cirebon dan batik Pekalongan.
Batik-batik daerah tersebut apabila kita cermati tampak adanya perbedaan, baik
pada corak, motif maupun pewarnaannya (Destin Huru Setiati;2007:3).
Di Jawa Timur, terdapat sejumlah motif batik khas. Mulai dari khas
Madura, khas Sidoarjo, hingga khas Sidomukti di Magetan. Di Sidoarjo,
misalnya, batik sudah mulai muncul sejak tahun 1920-an. Ada juga yang
menyatakan batik sudah ada sejak tahun 1922-an. Namun, yang jelas kegiatan
perbatikan di Sidoarjo memang ada dan sudah ada sejak sebelum jaman
kemerdekaan. Hal ini ditegaskan dengan keberadaan sentra batik yang ada di
wilayah Sidoarjo. Antara lain Desa Kedungcangkring Kecamatan Jabon, Desa
Sekardangan Kecamatan Sidoarjo, dan Kampung Jetis Pekauman Kecamatan
Sidoarjo.
Pada 1970-an, industri batik Sidoarjo menjadi salah satu tiang penopang
ekonomi utama dari hampir seluruh rumah tangga di Kampung Jetis. Namun,
pernah juga mengalami masa surut yang cukup lama. Baru beberapa tahun
belakangan sentra batik tersebut menggeliat kembali. Dan kini batik telah menjadi
perhatian dan disukai masyarakat secara luas. Para perajin batik pun mulai
bergairah.
Selain batik Sidoarjo, ada batik yang khas di Kabupaten Magetan yang
dimenal dengan nama batik pring sidomukti. Batik Sidomukti tak jauh berbeda
dari batik daerah lainnya. Namun, sebenarnya Batik Sidomukti Magetan
mempunyai ciri khusus pada motifnya, yakni motif “Pring Sedapur” atau
serumpum bambu. Menurut ketua Kelompok Perajin Batik Pring Sedapur, Mukti
Rahayu, Indrawati, motif ini diambil dari rumpunan tumbuhan bambu yang
tumbuh mengelilingi kawasan Dusun Papringan di Desa Sidomukti, tempat batik
tulis ini dibuat untuk pertama kalinya sekitar tahun 1970 (www. Kompas. Com).
Menurut bu Indra, seiring dengan berjalannya waktu, jumlah anggotanya
tidak bertambah banyak, sebaliknya malah terus berkurang. Jika dulu, awal
kelompok perajin batik yang terdiri dari dua kelompok ini didirikan pada tahun
2000 beranggotakan 60 orang, kini hanya tinggal 50 orang untuk masing-masing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
kelompok. Banyak yang beralih menjadi petani. Karena jika hanya mengandalkan
sebagai seorang perajin, tidak mencukupi dari segi ekonomi. Pada sisi lain, ibu
Indra menerangkan bahwa untuk membuat sebuah batik diperlukan kesabaran dan
ketelitian. Pembatik di Desa Sidomukti mengaku tetap mempertahankan keaslian
proses pembuatan batik secara tradisional. Tak heran jika pengerjaan sebuah batik
membutuhkan waktu empat hari hingga satu minggu lamanya. Hal ini untuk
mempertahankan keasliannya dan kepuasan konsumen. Meski demikian, perajin
batik Sidomukti juga melayani batik cap untuk memenuhi kebutuhan
pelanggannya. Jadi semua tergantung dari keinginan pelanggan. Batik tradisional
atau tulis ada, demikian juga untuk batik cap juga tersedia.
Menurut bapak Tikno, Kepala Desa Sidomukti Kecamatan Plaosan, di
desanya telah ada sekitar 15 perajin batik yang membuat batik di Balai Desa
Sidomukti dan sekitar 30 orang di Desa Papringan Magetan. Kebanyakan yang
dipesan adalah batik tulis. Pemesannya adalah seniman, seniwati Magetan. Selain
itu, mereka juga berasal dari Ngawi, Ponorogo, Karanganyar, dan sekitarnya.
Tikno mengakui, warganya memang lemah di bidang pemasaran. Batik Sidomukti
menurut informasi Pemkab Magetan, sudah ada sejak dahulu kala namun sulit
dilacak tepat waktunya. Seiring perkembangan zaman, kerajinan batik tersebut
mulai redup dan nyaris tak ada lagi. Dan baru mulai hidup kembali sejak tahun
2000. Kesulitan sekarang adalah soal permodalan, hak paten dan pengakuan motif
khas Magetan. Semua ini masih diperjuangkan, selain menunggu suntikan dana
dari Pemkab.
Untuk sementara ini, bahan batik seperti kain dan malam diperoleh dari
Solo. Karena pengerjaannya masih manual, batik pring sidomukti ini belum
banyak dikenal seperti batik Solo atau batik Pekalongan. Meski begitu, para
pengusaha batik tersebut tidak berhenti untuk membidik pasarnya. Bidikan pasar
selama ini diarahkan kepada pembuatan seragam sekolah, mulai dari SD, SMP
dan SMA.
Batik khas Magetan ini, sulit berkembang, akibat kalah bersaing dengan
batik dari daerah lain seperti batik Solo dan Pekalongan. Keberadaan batik khas
Magetan dengan motif pring sedapur dari tahun ke tahun semakin terpuruk di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
tingkat pasar lokal, akibat masuknya batik Solo dan Pekalongan. Meski batik
pring sedapur telah diakui oleh pemerintah daerah setempat sebagai batik khas
Magetan, namun terus terang perhatian dari Pemkab Magetan sendiri dinilai masih
kurang, sehingga sulit berkembang. Bentuk perhatian dari Pemkab Magetan
sempat diwujudkan dengan pemesanan seragam bagi pegawai negeri sipil (PNS)
dari beberapa instansi pemerintah. Meski pesanannya tidak banyak, namun cukup
membuat pengrajin bertahan, waktu itu.
Hingga akhirnya, pada tahun 2006 lalu, Pemkab Magetan
menginstruksikan semua pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungannya memakai
baju batik khas Magetan, Pring Sedapur. Namun, ironisnya, instruksi tersebut
tidak diikuti dengan order sebanyak 15.000 helai kain dari Pemkab Magetan ke
Kelompok Perajin Batik Magetan di Desa Sidomukti. Malahan, Pemkab Magetan
telah memesan seragam batik bagi seluruh karyawannya dengan motif khas
Magetan tersebut ke Solo, Jawa Tengah. Alasannya, para pengrajin dinilai tidak
mampu memenuhi order sebanyak itu dengan teknik batik yang masih batik tulis.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Magetan, Suko
Winadi, menyatakan penolakannya jika Pemkab Magetan tidak ada perhatian
terhadap kelompok perajin batik khas Magetan ini. Perhatian telah diwujudkan
dengan serangkaian bantuan yang diberikan kelompok perajin. Mulai dari bantuan
modal pada tahun 2002 dan 2004 lalu dan alat lainnya. Meski belum dapat
diberikan setiap tahunnya, namun pemkab setempat telah ada aksi
(www.kompas.com).
Menurut bapak Suko, bantuan terbaru yang diberikan Pemkab kepada
anggota kelompok perajin adalah pemberian satu paket alat produksi batik cap
senilai Rp110 juta. Alat tersebut terdiri dari mesin pewarna kain, pengering, bak
penampungan, alat cap, loyang, dan pengolahan limbah. Dengan diberikannya
bantuan tersebut, diharapkan agar batik khas Magetan mampu bersaing di tingkat
pasar lokal. Bantuan tersebut untuk meningkatkan kemampuan produksi kecil
menjadi menengah. Sehingga order bisa bertambah dan tidak fokus pada batik
tulis saja. Dari latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian tentang batik Pring Sidomukti di Kabupaten Magetan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
dengan mengambil judul BATIK PRING DESA SIDOMUKTI (Studi Nilai
Budaya dan Perkembangan Kerajinan Batik di Kabupaten Magetan).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan batik pring sidomukti di Kabupaten
Magetan?
2. Bagaimanakah usaha PEMDA Magetan untuk mempertahankan
eksistensi batik Pring di kabupaten Magetan?
C. Tujuan Penelitian
Dalam kaitannya dengan rumusan masalah yang dikemukakan maka
penelitian memiliki beberapa tujuan, yaitu :
1. Untuk mengetahui perkembangan batik pring sidomukti di Kabupaten
Magetan.
2. Untuk mengetahui usaha PEMDA Magetan untuk mempertahankan
eksistensi batik Pring di kabupaten Magetan.
D. Manfaat Penelitian
Adapun penelitian ini dapat memberikan manfaat, yaitu :
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah khazanah pustaka mengenai Batik.
b. Dapat dijadikan sumber inventaris yang akan disampaikan kepada
generasi penerus agar kerajinan batik dapat dilestarikan bahkan
dikembangkan dengan lebih baik lagi.
c. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang keberadaan Batik
Pring di desa Sidomukti yang menjadi sentra industri karajinan batik
di Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan.
2. Manfaat Praktis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
a. Memenuhi salah satu syarat guna meraih gelar sarjana pendidikan
Program Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universiras Sebelas Maret Surakarta.
b. Dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi pengrajin batik untuk
masa yang akan datang agar dapat memberikan nilai tambah bagi
produksi batik selanjutnya .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Kebudayaan
Pada hakekatnya, kebudayaan mengandung pengertian yang cukup luas.
Secara estimologis kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta”budhaya” yang
berarti akal. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat
bahwa kata “Budhaya” adalah bentuk jamak dari “budhi” yang berarti budi atau
akal. Dalam pembendaharaan bahasa Jawa kata budaya berasal dari kata budi dan
daya. Kata budi sering dirangkaikan dengan kata akal sehingga menjadi akal budi
yang berarti kepandaian.
Selo Sumarjan (1980) mengemukakan kebudayaan sebagai hasil cipta,
rasa dan karsa masyarakat yang dipimpin dan diarahkan oleh karsa. Unsure cipta
merupakan kemampuan mental dan berpikir atau bernalar dari orang-orang yang
hidup dalam masyarakat. Cipta antara lain menghasilkan filsafat dan ilmu
pengetahuan. Unsur rasa meliputi jiwa manusia berwujud segala kaidah-kaidah
dan nilai-nilai kemasyarakatan. Unsur karya adalah keterampilan tangan, kaki,
bahkan seluruh tubuh manusia.
Kebudayaan dari setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur
besar maupun kecil yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat
sebagai suatu kesatuan. Unsur-unsur besar atau kecil dalam suatu kebudayaan
biasa disebut sebagai cultural universal. Kebudayaan itu mempunyai unsur-unsur
universal, artinya unsur-unsur kebudayaan itu dapat ditemukan dalam kebudayaan
dimanapun didunia. Ada tujuh unsur kebudayaan antara lain :
a. Sistem religi dan keagamaan
b. Sistem pengetahuan
c. Sistem organisasi kemasyarakatan
d. Bahasa
e. Kesenian
f. Sistem mata pencaharian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
g. Sistem teknologi dan peralatan
Jadi kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia yang
bersumber pada akal manusia untuk menuangkan emosi dan pikiran manusia
dakam sebuah karya.
2. Batik
a. Pengertian
Dalam Ensiklopedia Indonesia (1989:206) dijelaskan bahwa:
Batik adalah suatu seni tradisional asli Indonesia dalam menghias kain dan bahan lain dengan motif hiasan dan bahan pewarna khusus. Batik juga diartikan kain mori yang digambari dan diproses secara tradisional untuk digunakan sebagai pakaian bawah oleh banyak suku di Indonesia, terutama suku-suku di pulau Jawa.
Dalam perkembangannya, kain batik kini juga dikerjakan sebagai
kemeja, gaun wanita, gorden, sprei, sarung bantal, taplak meja, hiasan dinding dan
keperluan lain lagi. Cara pembuatannya pun sudah mengalami perkembangan
pula. Kini selain batik yang dibuat tradisional, yakni dengan ditulis tangan,
adapula batik yang diproduksi secara besar-besaran dipabrik dengan tehnik
modern.
Kata batik berasal dari Indonesia asli. Batik berasal dari “tik” yang dalam
bahasa Jawa berarti sesuatu yang kecil. Dalam bahasa ditemukan istilah lain,
yakni “klitik” yang berarti tato kecil, dan “kitik” yang berarti kutu kecil.
Penggunaan kata “tik” juga dijumpai dalam “pabatik”, dalam masyarakat Dayak
Kalimantan diartikan sebagai tattoo dan “bitik” yang berarti menggambar atau
menulis. Di Minahasa dijumpai kata “mahapantik” yang berarti juga menulis.
Dengan demikian kata “ambatik” berasal dari kata tik yang berarti melukis atau
menulis sesuatu yang sangat kecil, dan batik berarti tulisan atau lukisan kecil
(Sariyatun, 2005: 55-56).
Secara etimologis kata batik berasal dari dua kata yaitu ”Mbat” dan
”Tik”. Seperti pendapat Kuswadji Kawindro Susanto (1928: 2) yang mengatakan
bahwa batik adalah rangkaian kata ”Mbat” dan ”Tik”. Mbat dalam bahasa Jawa
dapat diartikan sebagai ”Ngembat” atau melemparkan dan Tik berarti titik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Sehingga secara etimologis batik berarti melemparkan titik-titik yang banyak dan
berkali-kali pada kain. Sehingga lama kelamaan bentuk titik-titik itu berhimpitan
menjadi bentuk garis. Dalam kasusasteraan jawa kuno dan jawa pertengahan kain
batik dengan proses tangan tulis, semula dibahasakan sebagai serat titik. Atau bisa
juga diartikan sebagai suatu cara pembuatan ragam hias permukaan kain yang
berprinsip penolakan atau riset, dimana bagian yang dikehendaki tidak terkena
tinta atau warna di tutup dengan lilin atau dengan memakai alat canting atau cap.
Kata batik dalam bahasa Jawa berasal dari kata ”tik” yang mempunyai
arti berhubungan dengan suatu pekerjaan halus, lembut dan kecil berhubungan
dengan keindahan. Merupakan hasil penggambaran corak diatas kain dengan
menggunakan canting dan bahan malam (Joko Dwi Handoyo, 2008: 3).
Jadi dapat disimpulkan bahwa batik adalah suatu seni tradisional asli
Indonesia dalam menghias kain dan bahan lain dengan motif hiasan dan bahan
pewarna khusus yang awalnya berupa titik kecil hingga membentuk suatu pola.
b. Batik Sebagai Pakaian Jawa (Custom)
Pakaian adalah kulit sosial dan kebudayaan. Pakaian merupakan ekspresi dari identitas seseorang. Pakaian juga berperan besar dalam menentukan citra seseorang. Sadar atau tidak sadar, mau atau tidak mau, kita menaruh harapan besar bahwa pakaian dapat menggambarkan dengan jelas identitas kita.
(Henk Schulte Nordholt dalam Sri Margana dan M. Nursam, 2010 : 117)
Menurut Kees van Dijk yang dikutip Henk Schulte Nordholt (2010 : 39),
“Dress is one of the most obvious of a whole range of markers of outward
appearances, by which people set themselves apart from others and, in turn,are
identified as a particular group.”
Pakaian sebagai kebutuhan dasar manusia sudah dikenal masyarakat
sejak zaman dahulu. Dengan begitu, pakaian mempunyai sejarah yang panjang.
Pada mulanya, pakaian dipakai sebagai alat untuk melindungi tubuh dari pengaruh
cuaca, gigitan serangga, dan lainnya yang kemudian berkembang kearah etika dan
estetika (Dwi Ratna Nurhajarini dalam Sri Margana dan M. Nursam, 2010: 117).
Walaupun begitu, studi tentang pakaian kurang mendapat perhatian dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
khasanah tulisan sejarah. Hal ini, mungkin karena pakaian dianggap sebagai
kebutuhan rutin oleh masyarakat. Tulisan-tulisan tentang pakaian kebanyakan
menyoroti pakaian tradisional atau yang memusatkan perhatian pada makna dan
fungsi pakaian dalam peristiwa-peristiwa khusus seperti peristiwa ritual. Jarang
ada tulisan yang membahas pakaian yang terkait dengan tindakan sosial. Dalam
melukiskan tradisi, unsur-unsur asing sering ditinggalkan meskipun menjadi
bagian dari pengalaman. Tekanan pada kesempatan khusus, seperti ritual,
mengaburkan gaya pakaian yang biasa dipakai orang.
Menurut Lurie yang dikutib Henk Schulte Nordholt, (1997: 1) “Clothes
are an expression of a person’s identity, because ‘(t)o choose clothes, either in a
store or at home, is to define and describe ourselves”
Berpakaian sesungguhnya bukan sekedar memenuhi kebutuhan biologis
untuk melindungi tubuh dari panas, dingin, dan gigitan serangga. Akan tetapi,
terkait dengan adat istiadat, pandangan hidup, peristiwa, kedudukan atau status
dan juga identitas. Pakaian merupakan salah satu penampilan lahiriah yang paling
jelas yang membedakan penduduk dari yang lainnya (Dwi Ratna Nurhajarini
dalam Sri Margana dan M. Nursam, 2010: 117)
Menurut Wilson yang dikutib Henk Schulte Nordholt, (1997: 1)
menyatakan bahwa “Dress can be seen as ‘an extention of the body, yet not quit
of it […which] not only links the body to the social world but also […] separates
the two”
Pakaian berperan besar dalam menentukan citra seseorang. lebih dari itu,
pakaian adalah cermin dari identitas, status, hierarki, gender, memiliki nilai
simbolik dan merupakan ekspresi cara hidup tertentu. Pakaian juga mencerminkan
sejarah, hubungan kekuasaan serta perbedaan dalam pandangan sosial, politik dan
religius. Pakaian dapat dilihat sebagai perpanjangan tubuh, padahal sebenarnya ia
bukan bagian dari tubuh. Pakaian tidak hanya menghubungkan tubuh dengan
dunia luar tetapi sekaligus memisahkan keduanya. Akan tetapi, melalui pakaian
juga proses diskriminasi dan hegemoni berlangsung. Sejak masa kolonial,
Belanda dengan sengaja memolitisi pakaian. Hal ini dilakukan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
membedakan antara yang kulit putih dan pribumi serta pribumi satu dengan yang
lain.
Dalam buku Notes and Queries an anthropology, (1929: 205) yang juga
disadur henk Schulte Nordholt, (1997: 1) mengatakan “All variations in clothing
should be noticed, whether according to the season of the year, for festivals, for
indoor or outdoor wear, for everyday occupations, for keeping of the rain. What
clothing is worn at night?”
Pakaian merupakan bagian penting dari penampilan luar setiap orang,
begitu juga kaum perempuan. Dari fungsi utama yakni menutup tubuh, pakaian
berkembang kearah etika dan estetika, sehingga kemudian muncul dress code
untuk acara-acara tertentu.
Menurut Kuper yang dikutip oleh Henk Schulte Nordholt dalam buku
Recalling the Indies (1997: 2) “Given the critical importance of clothing as an
expression of an individual’s social identities, origins, commitments, and
allegiances, it is no wonder that persons should view their clothing almost as an
extension of themselves. In sum, it now becomes intelligible why a person’s
relationship to his clothing is at once different from and more intimate than his
relationship to all other material objects.”
Secara umum pakaian yang dikenakan oleh kaum perempuan di
Yogyakarta pada awal abad ke 20 dapat dikelompokkan dalam tiga model :
1) Kain panjang, sarung dan kebaya
2) Pakaian ala Shanghai
3) Pakaian ala Barat (Rok dan Blus atau baju terusan)
Tatkala kain batik sarung dan kain panjang menjadi pakaian bagi semua
kaum perempuan, para perempuan Eropa dan Cina memakai kain yang bercorak
batik yakni batik cina dan batik Belanda yang terkenal halus buatannya. Ragam
hias dan corak batik seperti buketan, motif burung Hong, burung Punik dan
lainnya menjadi trend dalam gaya pakaian kaum perempuan Eropa atau Cina.
Kala itu beberapa perempuan Eropa dan Cina muncul sebagai pengusaha batik
yang cukup terkenal, sebut salah satu di antara mereka adalah Elizabeth Van
Zuilen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Menurut Cohn, 1996b, Masyarakat Indonesia selalu merupakan sistem-
sistem yang relatif terbuka. Pengaruh-pengaruh dari luar dan dari penafsiran-
penafsiran setempat mereka merupakan bagian dan bidang bagi kebudayaan-
kebudayaan setempat.
Agama dan kelas adalah konsep pengorganisasian masyarakat. Demikian pula halnya dengan raja dan gubernur jenderal. Hal itu terjadi jika hanya ras yang menjadi konsep pengorganisasian (organizing Concept) dan menggantikan kepentingan kelas, sedangkan agama tetap merupakan lencana bagi loyalitas politik. Para pemegang kekuasaan mencoba untuk menyusun batasan-batasan [enduduk (Residence), hak, pakaian, hokum, dan sejenisnya. Para penguasa menginginkan sebuah masyarakat yang terkotak-kotak tetapi dibedakan berdasarkan ras (Apartheid).
(Jean Gelman Taylor dalam Recaling the Indies, 2004 : 23)
Gaya-gaya berpakaian yang dapat dipilih oleh masyarakat demikian
beragam. Pada saat ini warga Negara yang sama di Indonesia dapat memilih
pakaian daerah untuk upacara-upacara pernikahan. Pada pertemuan-pertemuan
keagamaan mereka memakai pakaian yang menonjolkan latar belakang
kemuslimannya. Memakai kemeja batik modern pada acara resepsi, mengenakan
setelan gaya barat untuk menjalankan negosiasi-negosiasi bisnis yang penting.
Pakaian pria yang menonjol saat ini adalah setelan safari dan kemeja
batik longgar yang dikenakan dengan celana panjang. Kedua gaya pakaian
Indonesia yang mengambil bentuk pakaian barat ini berfungsi sebagai pakaian
resmi dan kemeja batik harus berlengan panjang.
c Jenis Batik
Ditinjau dari tekniknya, batik dibedakan menjadi 2 (Yayasan Harapan
Kita; 1997: 17), yaitu :
a) Batik tulis (Batik Tradisional)
Teknik ini sering disebut teknik batik tradisional dan batiknya disebut
batik klasik. Batik tulis adalah teknik batik yang dihasilkan dengan cara
menggunakan canting tulis sebagai alat bantu dalam melekatkan cairan malam
pada kain. Canting ini terbuat dari tembaga ringan yang dapat menampung cairan
malam, yang dipasangkan pada buluh bambu yang ramping dan diujungnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
terdapat cucuk atau pipa dengan bentuk yang berlubang. Canting ini adalah alat
pokok dalam membatik yang berfungsi untuk menggambar atau melukiskan
cairan malam pada kain dalam membuat corak dan mampu melukiskan ragam hias
paling sulit setingkat dengan kemampuan pembatik.
b) Batik cap
Teknik ini diproses dengan menggunakan canting cap. Canting cap
adalah sebuah alat dari rangka kuningan berbingkai yang ditatah dengan pola
batik yang digunakan untuk mencap malam pada kain.
Batik pring Desa Sidomukti tergolong ke dalam jenis batik tulis atau
batik tradisional. Hal ini dikarenakan batik ini merupakan batik yang dalam
menggunakan canting dan penggambaran polanya juga masih dengan cara manual
tanpa menggunakan cap seperti pada batik printing.
Menilik daerah serta pengaruh pertumbuhan batik yang berlainan maka
pada zaman penjajahan Belanda dikelompokan menjadi 2 kelompok (Didik
Riyanto, 1997: 52), yaitu :
a) Batik Vorstenlanden (Solo, Yogya)
Dengan ciri-ciri ragam hias bersifat simbolis, berlatarkan kebudayaan
Hindu-Jawa dan Warnanya adalah Sogan/coklat, Indigo/biru, hitam, krem/putih.
b) Batik Pesisir (Pekalongan, Cirebon, Indramayu, Madura) Garut, Lasem, Jambi
meskipun tidak berada di pesisir tetapi ragam hias dan warnanya hampir sama.
Dengan ciri-ciri ragam hiasnya bersifat naturalis dan pengaruh berbagai
kebudayaan asing terlihat kuat dan warna beraneka ragam. Meskipun ragam hias
itu banyak sekali, tetapi bisa digolongkan menjadi 2 golongan :
(1) Golongan geometris
Yaitu banyak terjadi pengulangan/repeat.
(a) Garis miring
(b) Garis silang atau parang
(c) Anyaman
(2) Golongan non geometris
Yaitu tidak/jarang terjadi pengulangan kalau banyak pengulangan antar
sisinya tidak sama, seperti :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
(a) Semen
(b) Boketan
(c) Lung-lungan
Dahulu sebelum kemerdekaan RI, orang tidak boleh sembarangan
mengenakan ragam hias batik. Misal motif parang rusak barong, sawat/lard dan
kawung hanya boleh dikenakan oleh para Raja dan keluarga dekatnya saja.
Pemakaian kain batik ada peraturan tertentu mengingat :
1) Kedudukan sosial si pemakai
2) Pada kesempatan atau peristiewa apa batik tersebut dikenakan.
Setelah kemerdekaan aturan tersebut sudah tidak berlaku lagi. Semua
ragam hias batik tersebut sudah menjadi milik masyarakat. Pada tahun tujuh
puluhan, batik abstrak mulai dikenalkan kepada masyarakat dan mendapat hati
tersendiri sampai sekarang.
d. Motif Batik
Motif batik adalah gambar utama pada kain batik yang mencirikan dan
menentukan jenis suatu batik. Kain batik yang ada di daerah-daerah seluruh
Indonesia mempunyai atau dicirikan dengan motif yang berbeda-beda (Destin
huru setiati. 2008: 43).
Motif batik tiap daerah mempunyai ciri khas, tetapi pada dasarnya
merupakan suatu motif ornamen. Ornamen utama batik merupakan gambaran
yang mencirikan suatu motif batik. Ornamen inilah yang menjadi ciri batik sesuai
asalnya.
Di pulau Jawa ragam batik dapat dibagi dalam dua golongan besar, yakni
motif batik Solo-Yogya dan motif pesisir. Ragam batik Solo-Yogya bersifat
simbolis atau perlambang dengan latar belakang kebudayaan Hindu dan kejawen.
Antara lain ada motif lar yang melambangkan mahkota atau penguasa tinggi. Ada
motif meru atau pagoda melambangkan alam, bumi atau gunung. Gambaran naga
melambangkan air. Burung melambangkan dunia atas atau angin. Modang atau
lidah api melambangkan panas atau nyala api. Batik Solo-Yogya juga ditandai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
dengan warna-warna yang dominan, yakni coklat sogan, biru wedelan (Indigo),
hitam dan putih (Destin huru setiati, 2008: 5).
Motif batik pesisir banyak dipengaruhi oleh ragam hias yang berasal dari
budaya asing, terutama Cina. Bentuk gambarnya lebih bersifat naturalis. Warna
batik ini juga lebih beraneka ragam. Misalnya, warna biru ada beberapa macam,
mulai dari biru muda sampai ke biru tua. Demikian pula warna merah, kuning dan
coklat. Batik pesisir yang terkenal adalah batik pekalongan, Lasem, Cirebon dan
Madura.
Menurut Destin huru setiati (2008: 43-50), dalam paham Jawa Kuno
ornamen-ornamen untuk motif batik mempunyai maksud dan tujuan tertentu.
Sebagai contoh adalah motif semen yang ornamen pokoknya terdiri atas meru,
pohon hayat, tumbuhan, garuda, burung, bangunan, lidah api, ular, dan binatang.
Sedangkan ornamen pelengkapnya berupa daun-daun dan bunga-bunga.
Arti dari ornamen-ornamen ini adalah sebagai berikut :
1) Meru
Ornamen ini melambangkan gunung atau tanah atau bumi
2) Pohon Hayat
Ornamen ini melambangkan kehidupan
3) Tumbuh-tumbuhan
Ornamen ini melambangkan keserasian
4) Garuda atau lar(sayap)
Ornamen ini melambangkan mahkota atau penguasa tinggi yaitu penguasa
jagad atu dunia seisinya.
5) Burung
Ornamen ini melambangkan angin atau maruta
6) Bangunan
Ornamen ini melambangkan suatu bangunan untuk tempat perlindungan,
mengayomi.
7) Api atau lidah api
Ornamen ini melambangkan nyala api atau geni.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
8) Ular atau naga
Ornamen ini melambangkan air
9) Binatang
Ornamen ini sudah digunakan sejak sebelum masa Hindu Jawa. Ornamen
ini biasanya berupa gambar binatang berkaki empat. Gambar binatangnya
biasanya khayalan seperti singa bersayap, kerbau berbelalai dll. Untuk
motif batik Solo Yogya gambar binatangnya divariasi sedemikian rupa
sehingga kurang begitu nyata. Sedangkan untuk daerah pesisir utara Jawa
berupa binatang yang nyata.
10) Kupu-kupu
Ornamen ini biasa digambarkan berupa binatang kecil bersayap, seperti
kumbang, kepik, kelelawar dan kupu-kupu terbang.
Mengingat sarana yang tersedia melimpah, misalnya zat pewarna
(nila,soga dll.), tumbuh-tumbuhan ini tumbuh subur di bumi Indonesia, khususnya
pulau Jawa, dan tenaga manusia yang terampil serta punya kepercayaan yang kuat
begitu banyak, maka seni batik tumbuh berkembang dengan pesat seirama dengan
selera minat daerah masing-masing sehingga banyak daerah yang muncul sebagai
penghasil batik. Misal Solo, Yogya, Pekalongan, Cirebon, Indramayu, Garut,
Lasem, Jambi dan Madura. Dalam pertumbuhan dan perkembanganya, setiap
daerah pembatikan mempunyai keunikan dan ciri khas masing-masing, baik
dalam ragam hias maupun tata warnanya (Didik Riyanto 1997: 50).
Menurut Didik Riyanto (1997: 51) faktor-faktor yang mempengaruhi
keunikan dan ciri khas batik antara lain :
1) Letak geografis
Penghasil batik dari daerah pesisir berlainan dengan batik pedalaman atau
keraton. Daerah pesisir banyak dipengaruhi dari luar karena pedagang-
pedagang dari luar negeri sering kali singgah untuk berdagang. Daerah
kraton banyak dipengaruhi oleh kebudayaan atau kepercayaan yang telah
ada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
2) Sifat dan tata daerah yang bersangkutan
Masyarakat pesisir tiap hari yang dipandang hanya birunya laut atau
hijaunya daun, karena bosan dengan warna-warna tersebut, orang-orang
pesisir merasa segar dan tertarik dengan warna-warna yang beraneka
ragam. Masyarakat kraton/pedalaman bosan dengan warna-warni. Di taman
sudah banyak bunga beraneka ragam, warna-warna kontras dirasakan kasar
(kurang miyayeni/anggun)
3) Kepercayaan dan adat istiadat yang ada didaerah yang bersangkutan
Di sini nampak bila pengaruh Hindu Jawa yang kuat maka ragam
hiasnya/motifnya banyak digambarkan dengan lambang-lambang secara
simbolis. Misalnya : semen, lar, dll. Bila pengaruh agam islam yang kuat
maka ragam hiasnya berisi tulisan Arab/kaligrafi.
4) Keadaan alam sekitarnya termasuk Flora dan fauna
Di daerah pesisir ragam hiasnya banyak menggambarkan air, ikan, udang
dan tumbuh-tumbuhan secara naturalis. Di daerah kraton ragam hias banyak
menggambarkan gunung, kupu-kupu, burung dan tumbuh-tumbuhan secara
simbolis/distilir.
5) Adanya kontak atau hubungan antar daerah pembatikan
Dengan adanya kontak atau hubungan dengan daerah pembatikan lain,
menimbulkan ragam hias yang baru (saling mempengaruhi).
6) Pemujaan terhadap tokoh-tokoh kepahlawanan
Misalnya dalam cerita wayang (karena yang besar pengaruhnya terhadap
masyarakat), masyarakat Jawa Tengah khususnya Solo, Yogya senang
terhadap tokoh Arjuna yang lemah lembut, gentur tapane, orang yang bisa
menguasai diri, meskipun bathinnya menangis tapi bibirnya tetap bisa
tersenyum dan dilambangkan dengan banyak istri. Maka terlihatlah ragam
hias batik Solo, Yogya yang kecil-kecil, halus dan melengkung/ukel. Tidak
suka pada ragam atau lurus, warnanyapun harmoni, hitam, biru, coklat dan
krem/putih. Tarianyapun lemah gemulai. Masyarakat Madura senang
terhadap tokoh Prabu Mandura/Baladewa., yang tidak senang terhadap basa-
basi, senang dengan apa adanya sehingga kadang-kadang dianggap orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
lain tidak sopan. Terlihat ragam hias Madura, besar-besar dan panjang tidak
berbelit-belit, warnanya bebas apa adanya. Di Bali tokoh Hanoman
merupakan kebanggannya (pahlawan kera dalam cerita Yamayana). Banyak
disekeliling pura dihiasi oleh patung-patung kera yang ditutup kain kotak-
kotak hitam putih seperti yang dikenakan oleh Hanoman. Tariannya kadang-
kadang diam angkuh tetapi kadang-kadang gesit lincah seperti kera.
2. Home Industri
a. Pengertian Home Industri
Istilah industri menurut Drans Mardi Hartanto dan Filippo (Prisma, 1987:
34) adalah suatu bentuk kegiatan manusia yang meningkatkan nilai guna dari
bahan atau barang dengan mengerahkan inovasi teknologi dan ketrampilan fisik
maupun sumber alam yang ada.
Dalam Ensiklopedia Umum (1973: 564) industri adalah kumpulan
perusahaan yang menghasilkan barang-barang sejenis atau menggunakan barang-
barang sejenis.
Industri pada hakekatnya adalah pembangunan suatu sistem yang
mempunyai daya hidup dan mampu berkembang secara mendiri serta mengakar
pada struktur ekonomi dan struktur masyarakat. Oleh karena itu sebagian negara
di dunia, termasuk Indonesia menjadikan industrialisasi sebagai pilihan dalam
suatu model pembangunan untuk mencapai kemajuan.
Menurut Samuelson dan Nordhaus (1993: 12) industri adalah
sekelompok perusahaan yang memproduksi barang yang sama dan sejenis.
Pengertian secara umum, industri adalah perusahaan yang menjalankan kegiatan
dalam bidang ekonomi yang tergolong ke dalam sektor sekunder, sedangkan
pengertian industri secara ekonomi adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan
yang menghasilkan barang yang sama atau identik.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996: 330) mengartikan ”
industri sebagai perusahaan yang membuat atau menghasilkan barang-barang”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Rakyat adalah sekumpulan orang atau penduduk yang diam dalam suatu
daerah atau wilayah tertentu dan menjadi bagian dari suatu masyarakat, negara
dan bangsa (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 2004: 68).
Memang istilah ini mempunyai banyak pengertian, antara lain 1) rakyat
sebagai kelompok penduduk dalam suatu daerah/wilayah tertentu, 2) rakyat
sebagai lapisan bawah masyarakat, 3) rakyat sebagai seluruh penduduk sebuah
negara.
Menurut teori kenegaraan Yunani kuno, rakyat atau penduduk secara
politis dan hukum dibagi dalam tiga kelas pokok. Kelas pertama, para budak yang
merupakan kelas terbanyak. Kelas kedua adalah orang asing atau metics. Dan
yang ketiga adalah warga atau rakyat yang merupakan warga negara kota dan
berhak dalam pemerintahan (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 2004: 68).
Dikatakan sebagai perusahaan kecil karena jenis kegiatan ekonomi ini
dipusatkan di rumah. Pengertian usaha kecil secara jelas tercantum dalam UU No.
9 Tahun 1995, yang menyebutkan bahwa usaha kecil adalah usaha dengan
kekayaan bersih paling banyak Rp200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha) dengan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp1.000.000.000.
Kriteria lainnya dalam UU No 9 Tahun 1995 adalah: milik WNI, berdiri sendiri,
berafiliasi langsung atau tidak langsung dengan usaha menengah atau besar dan
berbentuk badan usaha perorangan, baik berbadan hukum maupun tidak.
Jika terdaftar dalam Dinas Perdagangan Kabupaten/kota permohonan izin
ke pemerintah untuk menjalankan usaha, Home Industri termasuk dalam kategori
peraturan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Putih, yaitu perusahaan kecil
yang dengan kekayaan kurang dari 200 juta.
Secara harfiah, Home berarti rumah, tempat tinggal, ataupun kampung
halaman. Sedang Industri, dalam Ensiklopedi Indonesia dapat diartikan sebagai
kerajinan, usaha produk barang dan ataupun perusahaan. Singkatnya, Home
Industri adalah rumah usaha produk barang atau juga perusahaan kecil.
Home Industri juga dapat berarti industri rumah tangga, karena termasuk
dalam kategori usaha kecil yang dikelola keluarga.
b. Jenis Industri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Menurut Dumairy (1997: 232) berdasarkan administrasi departemen
perindustrian dan perdagangan, industri di Indonesia digolongkan berdasarkan
hubungan arus produknya menjadi :
1) Industri Hulu, yang terdiri atas :
a) Industri kimia dasar
b) Industri mesin,logam dan elektronika
2. Industri hilir, yang terdiri atas :
a) Aneka industri
b) Industri kecil (pekerja antar 5-19 orang)
3.Kebijakan Pemerintah
a. Pengertian Kebijakan Pemerintah
Dalam rangka melaksanakan tujuan-tujuan dari sistem politik perlu
ditentukan kebijakan-kebijakan berdasarkan sumber daya yang ada dalam
masyarakat. Para ahli berusaha untuk menjelaskan maksud dari kebijakan menurut
sudut pandang yang berbeda-beda.
Menurut Supandi dan Ahmad Sanusi yang di kutip oleh Abdurrahman
Assegaf (2005: 1) mengatakan bahwa kebijakan merupakan sekumpulan
keputusan yang diambil oleh seseorang atau kelompok politik dalam usaha
memilih tujuan-tujuan dan cara-cara.
Sementara itu menurut Arif Budiman (2002: 89) menyatakan bahwa
kebijakan merupakan keputusan-keputusan pemerintah yang diambil oleh negara
dan dilaksanakan oleh aparat birokrasi. Kebijakan ini tentunya merupakan sebuah
proses politik yang kompleks. Prosesnya meliputi tujuan-tujuan negara dan cara
pengambilan keputusannya, orang-orang atau kelompok yang dilibatkan, dan
bagaimana kebijakan ini dilaksanakan oleh aparat birokrasi.
Miriam Budiardjo (2008: 20) juga mengemukakan bahwa kebijakan
adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau
kelompok politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan
itu. Pada prinsipnya, pihak yang membuat kebijakan-kebijakan itu mempunyai
kekuasaan untuk melaksanakannya. Dengan demikian kebijakan akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
menyangkut dua aspek besar yaitu proses pelaksanaan keputusan serta dampak
dari pelaksanaan keputusan itu.
Dari beberapa pengertian kebijakan dari para ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa kebijakan merupakan kumpulan keputusan yang diambil oleh
seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk
mencapai maksud yang diinginkan. Proses membuat kebijakan menunjukkan
sejumlah langkah berturut-turut yang diambil oleh pemerintah untuk memecahkan
masalah, mengambil keputusan, menentukan penunjukan sumber daya atau nilai-
nilai, melaksanakan kebijakan dan umumnya mengerjakan segala hal diharapkan
warga. Untuk melaksanakan kebijakan yang ditempuh perlu dimiliki kekuasaan
dan kewenangan yang akan digunakan untuk menegakkan norma-norma dan
menyelesaikan konflik yang mungkin timbul.
Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia (2004: 56) menjelaskan bahwa
”Pemerintah atau pemerintahan dalam arti sempit adalah pemegang kekuasaan
eksekutif, sedangkan dalam arti luas, seluruh lembaga dan kegiatannya dalam
suatu negara. Tugas utama pemerintah adalah melaksanakan kehendak negara
sebagaimana tercantum dalam UUD”.
S. Pamudji (1982: 6) berpendapat, arti pemerintahan ada dua, yaitu
pemerintahan dalam arti luas dan pemerintahan dalam arti sempit. Pemerintahan
dalam arti luas adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh organ-organ
atau badan-badan legeslatif, eksekutif dan yudikatif dalam rangka mencapai
tujuan pemerintahan negara (tujuan nasional). Sedangkan pemerintahan dalam arti
sempit adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh organ eksekutif dan
jajarannya dalam rangka mencapai tujuan pemerintahan negara. Pemerintahan
merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam
rangka melaksanakan fungsinya sebagaimana yang telah dinyatakan dalam
perundang-undangan negara (Dharma Setyawan Salam, 2004: 35)
Menurut M. Irfan Islamy (2004: 20), kebijakan pemerintah adalah
serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan
oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu
demi kepentingan seluruh masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Dari beberapa pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan kebijakan
pemerintah adalah serangkaian tindakan/keputusan yang diambil, ditetapkan dan
dilaksanakan atau tidak dilaksanakan yang diambil oleh seorang pelaku,
kelompok politik atau pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada
tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat.
b. Tujuan Kebijakan Pemerintah
Fungsi dari negara adalah mewujudkan, menjalankan, dan melaksanakan
kebijakan bagi seluruh masyarakat di daerah kekuasaannya. Menurut Bambang
Sunggono (1994: 12), tujuan-tujuan penting kebijakan pemerintah pada umumnya
adalah:
1) Memelihara ketertiban umum (negara sebagai stabilisator)
2) Memajukan perkembangan dari masyarakat dalam berbagai hal
(negara sebagai stimulator)
3) Memperpadukan berbagai aktivitas (negara sebagai koordinator)
4) Menunjuk dan membagi berbagai benda material dan non material
(negara sebagai distributor)
Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam suatu tindakan-
tindakan, mempunyai tujuan: (1) untuk meningkatkan pemuasan kepentingan
umum, (2) menetapkan proses administrasi yang tepat dan, (3) menghindari
konflik sosial yang bersifat destrutif.
c. Unsur-unsur Pembuat Kebijakan
Tiga unsur yang harus diperhatikan dalam proses pembuatan kebijakan
menurut Ramalan Surbakti (1992: 191-192), yaitu:
1) Jumlah orang yang ikut mengambil keputuan, yang membuat
keputusan dapat satu orang, dua, atau lebih bahkan jutaan orang.
Pemilihan umum merupakan proses pengambilan keputusan secara
masal, walaupun setiap pilihan bersifat individual yang melibatkan
berjuta-juta warga negara yang berhak memilih yang bertindak
sebagai pengambil keputusan tentang siapa saja yang akan menjadi
wakil rakyat atau kepala pemerintahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
2) Peraturan pembuat keputusan ialah ketentuan yang mengatur jumlah
orang atau presentase orang yang harus memmberikan persetujuan
terhadap suatu alternatif keputusan agar dapat diterima dan disahkan
sebagai keputusan.
3) Informasi sangat diperlukan dalam pembuatan keputusan berdasarkan
asumsi bahwa dalam proses pembuatan keputusan terjadi diskusi,
perdebatan, tawar-menawar dan kompromi maka informasi yang
akurat dan dalam jumlah yang memadai aan mempengaruh isi
keputusan yang diambil.
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Pemerintah
Merumuskan suatu kebijakan bukanlah masalah yang sederhana, karena
para perumus atau pengambil keputusan tersebut tidak terlepas dari pengaruh
berbagai kepentingan yang ada. Menurut Nigro dan Nigro dalam Ng. Philipus
(2004: 155- 158), ada sejumlah faktor yang secara umum mempengaruhi proses
perumusan kebijakan:
1) Adanya tekanan dari luar. Tekanan luar yang dimaksud adalah yang
datang dari luar lingkaran pengambilan keputusan namun dengan
segala penyebabnya kemudian memiliki pengaruh yang cukup
menentukan dalam proses perumusan kebijakan.
2) Adanya kecenderungan para perumus kebijakan untuk mengikuti
kebiasaan para pendahulunya.
3) Adanya nilai-nilai pribadi/individu dari perumus kebijakan. Faktor ini
sangat berkaitan erat dengan upaya untuk melindungi dan
mengembangkan kepentingan ekonomi, reputasi, dan kedudukan.
4) Pengaruh kelompok atau lembaga lain.
5) Pengalaman di masa lalu atau sejarah. Faktor ini kerapkali dapat
mempengaruhi perumusan kebijakan, karena terdapat anggapan bahwa
kebijakan yang lalu merupakan pelajaran berharga untuk dijadikan
sebagai acuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Berbeda dengan keempat faktor yang terfokus pada proses kebijakan,
berikut ini dikemukakan sejumlah faktor yang diperkirakan akan mempengaruhi
corak dan arah kebijakan umum (Ramlan Surbakti, 1992: 195-197), yaitu:
1) Ideologi nasional
Memberi arah mengenai masyarakat negara macam apa yang hendak
dituju, sedangkan bidang-bidang apa saja akan ditangani oleh
pemerintah, lembaga apa saja yang akan menyelenggarakan dan
bagaimana menyelenggarakannya biasanya diatur dalam konstitusi. Oleh
karena itu, ideologi dan konstitusi tersebut secara langsung maupun tidak
langsung akan turut mempengaruhi corak dan arah suatu keputusan yang
diambil.
2) Latar belakang pribadi pembuat keputusan
Seperti asal suku, agama, pembawaan, kecenderungan dan keinginan
pribadi, harapan dan kekhawatiran, pengalaman masa lalu termasuk
pengalaman traumatis, pengalaman berorganisasi dan tingkat pendidikan
diperkirakan mempengaruhi corak dan arah suatu keputusan yang
diambil.
3) Informasi yang tersedia
Pengambilan keputusan yang menyangkut kebijakan umum maupun yang
menyangkut pejabat pemerintah memerlukan informasi yang lengkap dan
akurat. Apakah keputusan akan diterima atau ditolak oleh masyarakat,
dan apakah keputusan itu efektif (mencapai sasaran yang hendak dicapai)
atau gagal, banyak sekali bergantung pada tersedianya informasi yang
lengkap dan akurat.
4) Golongan pendukung pembuat keputusan dan keputusan yang ada
Pendukung bagi pembuat keputusan turut pula menentukan corak dan
arah suatu keputusan yang diambil. Pendukung-pendukung ini dapat
berupa kelompok atau golongan masyarakat tertentu, kelompok faksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
tertentu dalam pemerintah atau dalam badan perwakilan rakyat, maupun
lembaga internasional atau pemerintah asing.
e. Tahap-tahap Kebijakan Pemerintah
Menurut Ramlan Surbakti (1992: 197), proses pembuatan dan
pelaksanaan kebijakan dibagi menjadi empat tahap, yaitu:
1) Penyusunan agenda
Politisasi suatu permasalahan yang dihadapi masyarakat dapat
dilakukan oleh pemerintah. Apabila upaya itu berasal dari masyarakat
maka ia akan berwujud tuntutan agar pemerintah menaruh perhatian
yang seksama terhadap permasalahan yang menjadi kepentingannya itu.
Apabila upaya datang dari pemerintah maka ia akan berwujud
pernyataan tentang tekad pemerintah untuk menangani permasalahan
tertentu
2) Perumusan, pengesahan tujuan dan program
Dalam tahap ini, jenis permasalahan tidak hanya akan ditandatangani
dan diputuskan, tetapi juga didefinisikan permasalahannya. Hal itu
disebabkan suatu permasalahan yang dipilih tidak berisi pernyataan
kehendak saja tetapi juga mobilisasi dukungan dari masyarakat. Dalam
kenyataannya tidak semua permasalahan yang sudah menjadi agenda
pemerintah dijadikan sebagai kebijakan.
3) Pelaksanaan program
Tahap pelaksanaan kebijakan mencakup sejumlah kegiatan. Pertama,
menyediakan sumberdaya bagi pelaksanaan kebijakan. Kedua,
melakukan interpretasi dan penjabaran kebijakan dalam bentuk
peraturan pelaksanaan. Ketiga, menyusun rencana sejumlah langkah
kegiatan pelaksanaan menurut waktu, tempat, situasi, dan anggaran.
Keempat, pengorganisasian secara rutin atas personil, anggaran, dan
sarana materiil lainnya. Kelima, memberikan manfaat kepada
pengenaan beban dan pengaturan perilaku terhadap individu dan
masyarakat pada umumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
4) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan program
Pemantauan (monitoring) dan evaluasi pelaksanaan kebijakan
merupakan tahap terakhir dari proses pembuatan pelaksanaan
kebijakan. Pemantauan atas setiap kegiatan pelaksanaan kebijakan
bertujuan untuk secepat mungkin memperbaiki setiap kekeliruan yang
terjadi dalam pelaksanaan sehingga tujuan kebijakan dapat dicapai.
Evaluasi atas pelaksanaan kebijakan biasanya dilakukan setelah
kebijakan selesai dilaksanakan.
Menurut Anderson yang dikutip oleh Bambang Sunggono (1994: 52),
beberapa faktor yang dapat menyebabkan permasalahan kebijakan dapat masuk ke
agenda pemerintahan, yaitu:
1) Bila terdapat ancaman terhadap keseimbangan antar kelompok, maka
kelompok-kelompok tersebut akan mengadakan reaksi dan menuntut
tindakan pemerintah
2) Kepemimpinan politik dapat menjadi suatu faktor yang penting dalam
penyusunan agenda pemerintah.
3) Timbulnya krisis ataau peristiwa yang luar biasa dapat menyebabkan
masalah tersebut masuk ke dalam agenda pemerintah.
4) Adanya gerakan-gerakan protes termasuk tindakan kekerasan
merupakan salah satu sebab yang membuat para pembuat kebijakan,
memasukkannya kedalam agenda pemerintah.
5) Masalah-masalah khusus atau isu-isu politis yang timbul di masyarakat,
yang kemudian menarik perhatian masyarakat dan para pembuat
kebijakan.
f. Tipe-tipe Kebijakan Pemerintah
Beberapa tipe kebijakan pemerintah menurut Ramlan Surbakti (1992:
193), yaitu:
1) Kebijakan Regulatif, terjadi apabila kebijakan mengandung paksaan
dan akan diterapakan secara langsung terhadap individu. Kebijakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
regulatif dibuat untuk mencegah agar individu tidak melakukan suatu
tindakan yang tak diperbolehkan.
2) Kebijakan Redistributuif, ditandai dengan adanya paksaan secara
langsung kepada warga negara tetapi penerapannya melalui lingkungan.
3) Kebijakan Distributif, ditandai dengan pengenaan paksaan secara tidak
langsung, tetapi kebijakan itu diterapkan secara langsung terhadap
individu.
4) Kebijakan Konstituen, ditandai dengan kemungkinan pengenaan
paksaan fisik yang sangat jauh, dan peneraapan kebijakaan itu secara
tidak langsung melalui lingkungan.
g. Dampak Kebijakan Pemerintah
Evaluasi kebijakan pemerintah banyak dilakukan untuk mengetahui
dampak dari kebijakan pemerintah. Dampak yang dimaksudkan disini adalah
dampak yang dikehendaki oleh suatu kebijakan pemerintah, artinya dampak
tersebut sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Bambang
Sunggono (1994: 160), menguraikan dampak kebijakan pemerintah tersebut
dalam beberapa dimensi, yaitu:
1) Dampak kebijakan yang diharapkan dan yang tidak diharapkan, baik
pada problematikanya maupun pada masyarkat.
2) Dampak kebijakan terhadap situasi kelompok yang bukan menjadi
sasaran utama dari suatu kebijakan pemerintah.
3) Dampak kebijakan yang dapat terjadi atau berpengaruh pada kondisi
sekarang maupun yang akan datang.
4) Dampak kebijakan terhadap direct cots. Dalam kaitan ini menghitung
suatu economic cots dari suatu program kebijakan pemerintah relatif
lebih mudah apabila dibandingkan dengan menghitung timbulnya
biaya-biaya lain yang bersifat kualitatif.
5) Dampak kebijakan terhadap indirect cost yang yang biasa mengena atau
dialami oleh anggota-anggota masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
i. Kebijakan Pemerintah Memberdayakan Batik
Pemerintah melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN)
mewajibkan seluruh PNS menggunakan Batik atau kain Tradisional setiap Hari
Jum’at dan acara-acara resmi lainnya. Aturan ini sangat menggairahkan
kewirausahaan batik di Indonesia. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri no 53
tahun 2009.
Sebelum dikeluarkan peraturan menteri tersebut, sebenarnya pemerintah
Kabupaten Magetan sudah mengeluarkan peraturan untuk mewajibkan PNS dan
jajaran Staf di Kabupaten untuk memakai batik. Batik yang diharuskan untuk
dipakai adalah batik khas Magetan yaitu batik pring desa Sidomukti untuk hari
Jum’at dan batik bebas setiap hari Kamis. Hal ini merangsang perkembangan
usaha batik pring cukup baik walau tidak terlalu besar. Peraturan tersebut
dituangkan dalam Peraturan Bupati (PerBup) No. 88 tahun 2006 tentang pakaian
Dinas Pegawai dan Pejabat di Lingkungan Kabupaten Magetan dan Peeraturan
Bupati no 90 tahun 2006 tentang Tanda Pengenal Pegawai di Lingkungan
Pemerintah Kabupaten Magetan pada poin G. Pakaian Batik yaitu
Poin 1. Pakaian batik/motif batik lengan panjang produksi dalam negeri dipakai
pada setiap hari Kamis dan batik Pring Sedapur Sidomukti pada hari
Jum’at.
Poin 2. Bentuk dan model pakaian batik seperti gambar pada uraian lampiran
peraturan ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
B. Kerangka Berpikir
Keterangan :
Setiap manusia di dunia ini tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain.
Mereka membentuk masyarakat yang pada akhirnya akan menjadi suatu kebiasaan
yang menghasilkan suatu kebudayaan. Kebudayaan yang dinilai menguntungkan
akan terus dipertahankan dan semakin hari akan semakin berkembang.
Kebudayaan dari nenek moyang yang sudah turun temurun dilakukan salah
satunya adalah batik. Budaya membatik dari hari ke hari semakin berkembang
dalam masyarakat dan pada akhirnya akan membentuk suatu industri yang bersifat
Rumah tangga.
Dari hari kehari, batik tetap dipertahankan oleh masyarakat. Apalagi
beberapa waktu yang lalu ditetapkan batik merupakan warisan budaya bangsa
Indonesia yang sudah mendunia oleh UNESCO. Pemerintah yang daerahnya
mempunyai batik semakin berlomba-lomba mengeluarkan kebijakan-kebijakan
dalam rangka untuk mempertahankan eksistensi batik di daerahnya masing-
masing. Hal ini mengakibatkan banyak bermunculan daerah-daerah penghasil
batik baru. Kebijakan yang dikeluarkan berkaitan dengan kelangsungan Industri
rakyat. Sukses tidaknya kebijakan itu dinilai dari semakin berkembang atau malah
mengakibatkan matinya industri Batik tersebut. Di Kabupaten Magetan,
Pemerintah Kabupaten Magetan mengeluarkan peraturan yang mewajibkan
Batik
Home Industri
Perkembangan kerajinan batik
Kebijakan Pemerintah
Kebudayaan Motif Batik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
seluruh PNS mulai dari staf pemerintahan yaitu tingkat kabupaten sampai tingkat
desa, tenaga pendidikan, tenaga kesehatan, dan lain-lain untuk menggunakan batik
khas Magetan yaitu Batik Pring Desa Sidomukti pada hari-hari tertentu maupun
pada saat kunjungan ke daerah-daerah lain. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar
batik pring lebih dikenal oleh masyarakat Kabupaten Magetan. Selain itu hal ini
juga bertujuan untuk memperkenalkan batik ini ke luar kebupaten Magetan. Selain
itu pemerintah Kabupaten Magetan juga membuat blog, Facebook dan Twitter
untuk mempromosikan batik secara luas. Hasil dari usaha-usaha tersebut, Batik
Pring Desa Sidomukti sekarang telah dikenal di Kabupaten Magetan dan
sekitarnya dan telah di patenkan sebagai batik khas Magetan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian sangat menentukan diperolehnya informasi untuk
menyampaikan kebenaran dari suatu penelitian. Tempat penelitian yang akan
peneliti gunakan adalah desa yang akan dijadikan obyek atau yang akan diteliti,
yaitu Desa Sidomukti Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan. Pemilihan
kawasan Desa Sidomukti Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan sebagai obyek
penelitian dengan alasan bahwa desa tersebut merupakan daerah penghasil
kerajinan batik Pring dan bersedia dijadikan sebagai tempat penelitian dan juga
bersedia untuk memberikan data secara lengkap yang dibutuhkan peneliti. Untuk
menunjang penelitian ini, maka peneliti juga membaca buku-buku referensi di
Perpustakaan Pusat UNS Surakarta, Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan UNS, Perpustakaan Program Pendidikan Sejarah UNS Surakarta,
Perpustakaan Kota Magetan, Perpustakaan Monumen Pers Surakarta,
Perpustakaan Kota Surakarta, Perpustakaan UGM dan perpustakaan Kanesius
Yogyakarta.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian merupakan jangka yang peneliti gunakan untuk
keperluan penelitian. Dalam melakukan penelitian ini waktu yang digunakan
selama tiga bulan yaitu pada bulan Juni 2010 sampai bulan November 2010.
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Penelitian adalah usaha menemukan, mengembangkan dan menguji
kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan dengan menggunakan metode
ilmiah (Hadari Nawawi, 1995: 5). Adapun yang dimaksud dengan penelitian,
menurut Florence M.A. Hilbish (1952: 12) adalah penyelidikan yang seksama dan
teliti terhadap suatu masalah atau untuk menyokong atau menolak suatu teori.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Sehubungan dengan masalah yang akan diteliti maka diperlukan metode
tertentu yang bisa dipertanggungjawabkan sebagai alat untuk mengadakan
penelitian terhadap objek penelitian serta untuk mendapatkan data, keterangan,
dokumen dan apapun bentuknya yang dapat menunjang kelancaran jalannya
penelitian.
Hadari Nawawi (1993: 61) menyatakan bahwa “ Metode adalah cara
yang digunakan untuk mencapai tujuan”. Dalam kaitanya dengan penelitian,
Hadari Nawawi (1993: 24) mengemukakan “Penelitian adalah usaha menemukan,
mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dengan
menggunakan metode-metode ilmiah”.
Bentuk penelitian yang dipakai adalah penelitian deskriptif kualitatif
yang bersifat etnografis. Penelitian kualitatif adalah suatu bentuk penelitian yang
menghasilkan karya ilmiah dengan menggunakan data deskriptif yang berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati
terhadap status sekelompok orang atau manusia suatu obyek atau suatu kelompok
kebudayaan (Bogdan dan Taylor dalam Lexy J. Moleong, 2000: 3). Penelitian
deskriptif digunakan untuk mencari fakta dan interpretasi yang tepat dengan
mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat pada situasi tertentu, termasuk
hubungan kegiatan, sikap, pandangan serta proses yang sedang berlangsung dan
pengaruh dari suatu fenomena. Oleh karena itu data yang terkumpul berwujud
kata-kata dalam kalimat atau gambar berisi catatan yang menggambarkan keadaan
yang sebenarnya.
Etnografi itu sendiri adalah usaha untuk menguraikan kebudayaan atau
aspek-aspek kebudayaan (Lexy J. Moleong, 2000: 13). Mengkombinasikan
pandangan Malinowski dan Brown dalam James P. Spradley (1997: xviii) tujuan
dari sebuah penelitian etnografi adalah “untuk mendeskripsikan dan membangun
struktur sosial dan budaya suatu masyarakat yang merupakan the way of life suatu
masyarakat”. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, sang peneliti tidak cukup
hanya melakukan interview dengan beberapa informan, tetapi yang lebih penting
lagi adalah melkukan observasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Alam penelitian ini yang menjadi obyek penelitian adalah kerajinan Batik
yang berkembang dalam suatu masyarakat sebagai salah satu hasil dari
kebudayaan dalam masyarakat tersebut maka pendekatan etnografis sangat cocok
umtuk digunakan dalam peneliian ini.
2. Strategi Penelitian
Strategi adalah cara dalam melaksanakan suatu proyek atau cara dalam
mencapai tujuan. Strategi sama dengan metode. Metode ditinjau dari segi
etimologis, berasal dari bahasa Yunani methodos yang berarti cara atau jalan.
Sehubungan dengan cara ilmiah maka metode menyangkut pula cara kerja, yaitu
cara untuk memahami obyek yang menjadi sasaran ilmiah yang bersangkutan
(Koentjaraningrat, 1983: 7).
Dalam usaha mendapatkan data yang diperlukan pada suatu penelitian,
maka harus menggunakan metode yang tepat sesuai dengan sifat dan tujuan
penelitian itu sendiri. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan
metode diskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif yaitu prosedur pemecahan
masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek
atau obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan sebagainya) pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Hadari
Nawawi, 1991: 35).
Adapun ciri-ciri pokok dari metode deskriptif sebagai berikut :
a) Memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat
penelitian dilakukan (saat sekarang) atau masalah-masalah yang
aktual.
b) Menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diteliti
sebagaimana adanya.
Penelitian diskriptif biasanya mempunyai dua tujuan, yaitu :
a) Untuk mengetahui perkembangan sarana.
b) Untuk mendiskripsikan secara terperinci fenomena sosial tertentu
(Masri Singarimbun, Sofyan Effendi, 1981).
Dengan demikian penelitian kualitatif adalah suatu cara dalam meneliti
suatu peristiwa pada masa sekarang dengan menggunakan data-data deskriptif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
yang berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang tertentu atau
perilaku yang diamati serta menggunakan langkah-langkah tertentu.
Beberapa diantara jenis dan pelaksanaan metode deskriptif yang telah
lazim dilaksanakan diantaranya adalah:
1) Tehnik Survey, pada umumnya merupakan cara pengumpulan data
dari sejumlah unit atau individu dalam waktu (jangka waktu) yang
bersamaan. Jumlah itu biasanya cukup besar.
2) Studi kasus, berbeda dengan survey, studi kasus memusatkan
perhatian pada kasus secara intensif dan mendetail. Subyek yang
diteliti terdiri dari satu unit (satu kesatuan unit) yang dipandang
sebagai kasus. Kasus dapat terbatas pada peristiwa, satu desa ataupun
satu kelompok manusia dan obyek lain-lain yang cukup terbatas yang
dipandang sebagai kesatuan.
3) Studi komparatif, berusaha mencari pemecahan melalui analisa
tentang hubungan-hubungan sebab akibat, yakni yang meneliti faktor-
faktor tertentu yang berhubungan dengan situasi atau fenomena yang
diselidiki dan membandingkan satu faktor dengan yang lain.
4) Studi waktu dan gerak, penyelidikan dengan penggunaan waktu serta
dalam tingkah laku petugas dengan memperhatikan tingkah laku
dalam melakukan gerak pokok guna terjadinya perbaikan dalam pola
kerja petugas. Biasanya dilakukan pada pekerja dalam hubungannya
dengan produksi.
5) Analisa tingkah laku, hampir sama dengan studi waktu dan gerak
tetapi tingkah laku yang diawasi lebih luas yang digunakan untuk
menetapkan kriteria penilaian pekerjaan.
6) Analisa kuantitatif, dengan analisa kuantitatif akan diperoleh
gambaran sistematik mengenai isi suatu dokumen. Dokumen tersebut
diteliti isinya, kekemudian diklasifikasikan menurut criteria dan pola
tertentu, dan dianalisa atau dinilai.
7) Studi operasional, adalah penyelidikan ditengah-tengah situasi yang
riil dalam mencari dasar bagi petugas-petugas untuk bertindak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
(operasi, aksi) mengatasi suatu kebutuhan praktis yang mendesak,
dengan berusaha menemukan generalisasi atau dalil ataupun teori
yang berlaku umum.
Ditinjau dari jenis masalah yang diselidiki, tehnik dan alat yang
digunakan dalam penelitian serta tempat dan waktu penelitian yang dilakukan,
maka dalam penelitian ini menggunakan strategi studi kasus tunggal terpancang.
Menurut HB. Sutopo (1992: 10), penelitian dengan menggunakan studi
kasus tunggal terpancang atau embedded case study artinya studi ini tidak bersifat
holistik penuh, tetapi sudah memusatkan (terpancang) pada beberapa variabel
sebelum peneliti terjun ke lapangan studinya. Strategi terpancang tunggal dalam
penelitian ini mengandung pengertian tunggal, yaitu sasaran yang akan diteliti
sudah dibatasi dan terpusat pada satu lokasi yaitu kawasan Desa sidomukti
Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan.
C. Sumber Data
Dalam suatu penelitian ilmiah diperlukan data. Data dikumpulkan
berdasarkan tujuan penelitian, sehingga sumber datanya juga berdasarkan
penelitian serta pertanyaan peneliti sebagai arahan penelitian. Sumber data
penelitian kualitatif dapat diambil darii informan, sumber tertulis dan lapangan
penelitian atau tempat terjadinya peristiwa. HB. Sutopo (1992: 2) menyatakan
bahwa sumber data dalam penelitian kualitatif dapat berupa manusia, peristiwa,
tingkah lak, dokumen dan arsip serta benda lain. Dengan kata lain yang dimaksud
sumber data disini adalah sesuatu yang dipandang dapat menberikan informasi
kepada peneliti. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Informan
Informan adalah seseorang yang dapat memberikan informasi atau
keterangan mengenai seluk beluk permasalahan yang diperlukan dalam penelitian
(HB. Sutopo, 1988: 3). Data yang sesuai dengan obyek yang diteliti, hendaknya
memenuhi syarat-syarat untuk mencari informasi yang jujur dan dapat dipercaya
dalam memberikan keterangan kepada peneliti. Adapun cara yang ditempuh
adalah melalui keterangan orang yang berwenang baik secara formal maupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
informal. Secara formal melalui pemerintah, sedangkan secara informal melalui
tokoh masyarakat setempat. Dalam penelitian ini, orang yang peneliti anggap
sebagai Key Informant atau orang yang dianggap paling mengetahui dan dapat
dipercaya secara mendalam tentang data yang diperlukan diantaranya Kepala
Desa Sidomukti, Ketua koperasi batik pring, pengrajin batik pring di Sidomukti
serta para tokoh yang dapat member masukan berkaitan dengan permasalahan
dalam penelitian.
2. Tempat dan Peristiwa
Dalam penelitian ini tempat dimana obyek penelitian berada merupakan
sumber data yang penting. Dari tempat penelitian akan muncul fenomena dan data
yang sangat diperlukan bagi peneliti. Fenomena dan data tersebut diperoleh dari
para pengrajin Batik di desa Sidomukti, ketua perkumpulan pengrajin Batik,
kepala desa Sidomukti serta Pemkab Kabupaten Magetan.
3. Sumber Tertulis
Dokumen di desa Sidomukti, berupa data-data kependudukan yang
disebut monografi serta dokumen di pengrajin batik di desa Sidomukti berupa
produk-produk batik yang dihasilkan oleh para pengrajin batik dan buku-buku
literature serta penelitian-penelitian sejenis.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang ditempuh untuk
memperoleh data yang diperlukan sehingga data yang diperoleh benar-benar
sesuai dengan apa yang diharapkan dan dapat dipertanggungjawabkan agar dapat
menjadi dasar yang kuat dalam membuktikan penelitian yang dikemukakan secara
sistematis sesuai dengan bentuk penelitian kualitatif yang mampu
mendiskripsikan secara akurat. Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan
adalah sebagai berikut :
1. Wawancara atau interview
Menurut Lexy J. Meleong (1990: 135) “Wawancara adalah percakapan
yang dilakukan dengan maksud tertentu dan dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara yang mengajukan pertanyaan, yang diwawancarai memberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
jawaban atas pertanyaan itu’. Hadari Nawawi (1993: 111) mengatakan bahwa
interview adalah usaha untuk mengumpulkan informasi dengan mengajukan
sejumlah pertanyaan secara lisan dan dijawab secara lisan pula. Ciri utama
interview adalah adanya kontak langsung antara peneliti dan sumber informasi.
Dalam penelitian ini, wawancara yang dilakukan oleh peneliti
bekerjasama dengan kepala desa sidomukti, pengurus koperasi dan pengrajin batik
setempat dengan menggunakan teknik wawancara terbuka, wawancara terstruktur,
wawancara berencana dan tak berencana. Wawancara terbuka karena dalam
wawancara tersebut para subyeknya mengetahui maksud dan tujuan dari
wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Wawancara terstruktur adalah
wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan
yang akan diajukan. Wawancara berencana dilakukan terhadap informan yang
diseleksi, sedangkan wawancara tidak berencana dilakukan dengan orang yang
peneliti jumpai secara kebetulan.
2. Observasi
Observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian. Observasi
langsung dilakukan terhadap obyek di tempat berlangsungnya kegiatan, sehingga
observer berada bersama obyek yang diteliti (Hadari Nawawi, 1987).
Menurut Koentjaraningrat (1983: 47) “Observasi adalah kegiatan
perilaku yang relevan dalam kondisi lingkungan yang tersedia di lokasi
penelitian”. Dalam hal ini, pengamat tidak hanya menonton dan mendengarkan
apa yang menarik saja, tetapi juga mencatat dan mengumpulkan keterangan-
keterangan dari apa yang dilihat dalam obyek pengamatan di lokasi penelitian.
Dengan observasi dapat memudahkan bagi peneliti untuk mendapatkan data
secara mendalam, sekaligus peneliti dapat menangkap fenomena-fenomena yang
muncul pada saat itu.
HB. Sutopo (1990: 25) mengatakan bahwa observasi membuat peneliti
tidak bersifat pasif tetapi memainkan berbagai peran yang mungkin dalam
berbagai situasi dari peristiwa-peristiwa yang diteliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Data pada dasarnya bahan mentah yang dikumpulkan dari lapangan, yang
merupakan catatan pengamatan, tidak semuanya dapat dimengerti dlengkap. Maka
peneliti berusaha memindahkan apa yang diperoleh ke dalam kertas selengkap
mungkin dan menghindari dari penyingkatan kata-kata serta menghindari kata-
kata abstrak.
Pengamatan diperoleh secara langsung tentang lokasi, asal-usul kerajinan
batik, produksi batik dan perkembangan kerajinan batik di kabupaten Magetan.
3. Analisis Dokumentasi
Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data dan menganalisis
dokumen dari arsip. Tehnik ini sering disebut sebagai Content analysis yang
cenderung mengamati, mencatat dan menyimpulkan dari apa yang tersurat dan
tersirat dalam setiap arsip dan dokumen yang terdapat di desa Sidomukti
Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan. Menurut Winarno Surakhmad (1994:
125) “ Metode dokumentasi yaitu laporan tertulis dari suatu peristiwa yang isinya
terdiri dari penjelasan dan pemikiran terhadap peristiwa itu dan ditunjukan dengan
sengaja untuk menyimak keterangan peristiwa tersebut”.
Sedangkan menurut Suharsini Arikunto (1992: 182) metode dokumentasi
adalah suatu metode pengumpulan data dengan catatan atau dokumen yang
dijadikan keterangan sesuai dengan maksud dan tujuan di dalam penelitian.
Metode dokumentasi digunakan untuk mencari data yang akan digunakan dan
data tersebut masih valid atau tidak sehingga pengumpulan data dengan tehnik
dokumentasi perlu diperhatikan orisinil atau tidaknya dokumen tersebut.
Dengan metode ini peneliti dapat mengumpulkan data dengan cara
mengambil catatan-catatan yang penting tentang keadaan sumber data yang
tersedia misalnya lokasi kerajinan batik, riwayat kerajinan batik, produksi
kerajinan batik, pengaruh kerajinan batik terhadap perkembangan kerajinan batik
di Kabupaten Magetan.
E. Teknik Sampling
Teknik sampling adalah suatu bentuk khusus atau suatu proses yang
umum dalam memfokuskan atau pemilihan dalam riset yang mengarah pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
seleksi (HB. Sutopo, 1988: 14). Jadi maksud sampling adalah untuk menjaring
informasi sebanyak mungkin dari berbagai macam sumber.
HB. Sutopo (1992: 22) mengemukakan bahwa “Peneliti cenderung
memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber
data yang mantap dan mengetahui masalahnya secara mendalam”. Namun
demikian informan yang dipilih dapat menunjukkan informan yang lain yang
lebih tahu, maka pemilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan
dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data. Dalam penelitian ini teknik
sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Purposive sampling dalam
menghadapi subyek yang diteliti, peneliti tidak memandangnya sebagai responden
tetapi dipandang sebagai informan.
Dalam melakukan penelitian, peneliti tidak menentukan sejumlah sampel
tetapi peneliti menentukan jumlah informan untuk diwawancarai guna memeprleh
informasi tentang permasalahan yang diteliti. Untuk itu peneliti menggunakan
tehnik snowball sampling atau bola salju. Teknik snowball sampling yang
digunakan adalah peneliti pertama-tama datang pada seseorang yang menurut
pengetahuannya dapat dipakai sebagai informan, tetapi setelah cukup memberikan
informasi, informan tersebut menunjukkan subyek lain yang dipandang
mengetahui lebih banyak masalahnya sehingga peneliti menunjuk sebagai
informan baru, dan demikian seterusnya, sehingga data yang diperoleh semakin
banyak dan lengkap. Untuk mendapatkan kualitas data yang diharapkan, peneliti
menggunakan time sampling. Time sampling adalah waktu yang dipilih peneliti
yang dianggap paling tepat untuk mengunjungi informan guna mendapatkan data
yang benar.
Peneliti berusaha untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin yang
dapat diperoleh dari berbagai sumber, yaitu Lurah Desa Sidomukti, Pengrajin
Batik Pring di desa Sidomukti, dan pengurus koperasi. Ibarat bola salju semakin
lama semakin besar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
F. Validitas Data
Validitas data adalah kebenaran atau kesahihan data dalam kancah
penelitian, dimana kebenaran data dalam penelitian itu sangat diperlukan agar
hasil penelitian tersebut benar-benar dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode triangulasi data dan review
informan dalam menguji keabsahan data. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan
sebagai berikut :
1. Triangulasi
Yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang
lain di luar data itu sebagai pembanding untuk keperluan pengecekan. Ada
empat macam triangulasi yaitu triangulasi data, metode, peneliti dan teori.
2. Review Informan
Penelitian ini mengadakan pengecekan data dengan cara mengadakan diskusi
dengan para nara sumber data di lapangan guna memeriksa ulang atas
informasi yang telah diberikan sebelumnya. Dengan kata lain peneliti akan
mencocokkan data yang sudah diperoleh dengan nara sumber yang berada di
lapangan.
Untuk mendapatkan data yang valid dalam suatu penelitian kualitatif
menurut HB. Sutopo (1988) dapat menggunakan empat macam triangulasi yang
terdiri dari :
1. Triangulasi data
Yaitu peneliti menggunakan beberapa sumber data untuk pengumpulan
data yang sama.
2. Triangulasi peneliti
Yaitu pengumpulan data yang semacam, tetapi dilakukan oleh beberapa
orang peneliti.
3. Triangulasi metode
Yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode yang
berbeda atau pengumpulan data yang sejenis, tetapi tehnik yang berbeda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
4. Triangulasi teori
Yaitu mengadakan penelitian dengan topik yang sama, dan datanya
dianalisis dengan menggunakan perspektif teori yang berbeda.
Dalam penelitian ini menggunakan dua tehnik triangulasi yaitu
triangulasi data dan triangulasi metode. Triangulasi data adalah di dalam
mengumpulkan data menggunakan informan dan sumber lapangan yaitu tempat
dan peristiwa serta menggunakan sumber arsip dan dokumen. Sedangkan
triangulasi metode digunakan berkaitan dengan triangulasi data, yang mana
peneliti menggunakan penelitian dengan topik yang sama, namun data dianalisis
dengan metode yang berbeda sehingga diharapkan data yang disajikan dapat
dipertanggungjawabkan.
G. Teknik Analisa Data
Menurut Lexy J. Moleong (1990: 103), pengertian analisa data adalah
“Proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam bentuk suatu pola
kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan rumusan
hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data”. Analisa data merupakan hal
yang paling penting dalam suatu penelitian, karena analisa data sangat
menentukan kualitas hasil penelitian. Peneliti harus berpikir secara komprehensif
untuk merangkai data, menyusun data dan mengorganisir data supaya menjadi
satu kesatuan data yang logis dan sistematik. Data tersebut kemudian disusun
dalam kategori tertentu dan selanjutnya dianalisis.
Teknik analisis yang peneliti gunakan adalah analisis kualitatif. Analisis
kualitatif merupakan analisis data yang didasarkan pada hubungan antara fakta
satu dengan fakta yang lain secara hubungan sebab akibat untuk menerangkan
suatu peristiwa. Analisis kualitatif yang peneliti gunakan adalah teknik analisis
interaktif yang merupakan proses siklus yang paling bergerak diantara ketiga
komponen pokok yaitu reduksi atau seleksi data, sajian data dan penarikan
kesimpulan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Adapun skema model analisis interaktif menurut Huberman (1992: 20)
yaitu sebagai berikut :
Skema Model Analisis Interaktif
H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah langkah-langkah secara rinci dalam penelitian
dari awal sampai akhir. Hal ini dimaksudkan agar peneliti dapat berjalan secara
teratur, sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Adapun langkah-
langkah prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penulisan proposal pengurusan perijinan
Setelah judul penelitian disetujui atau ditentukan dilanjutkan dengan penulisan
proposal yang berisi garis besar penelitian. Langkah selanjutnya mengadakan
langkah pelaksanaan yaitu dengan mengurus perijinan penelitian.
2. Pengumpulan data dan analisis awal
Pengumpulan data dilakukan di lokasi penelitian termasuk dalam hal ini
mengadakan wawancara dengan informan dan mengadakan observasi terhadap
sumber-sumber tertulis yang ada kaitannya dengan topik dalam penelitian
sebagai data.
3. Analisis akhir dan penarikan kesimpulan
Data yang sudah disusun rapi merupakan bagian dari analisis awal, maka
kegiatan selanjutnya merupakan analisa akhir dengan mengorganisasikan dan
mengurutkan data pola dalam uraian dasar sehingga dapat ditarik suatu
kesimpulan.
Pengumpulan Data
Penyimpulan Data
Penyajian Data Seleksi Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
4. Penulisan laporan dan perbanyakan laporan
Dari data yang sudah disusun berdasarkan pedoman penelitian kualitatif, maka
dapat diambil sebuah laporan penelitian sebagai karya ilmiah, yang
sebelumnya melalui proses pengujian terlebih dahulu.
Dari uraian di atas maka dapat digambarkan skema prosedur penelitian
sebagai berikut :
Penulisan Proposal
Persiapan
Pelaksanaan
Pengumpulan
Data dan
Analisis Akhir
Penarikan
Kesimpulan
Penulisan Laporan
Perbanyak Laporan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi wilayah Desa Sidomukti
1. Deskripsi Geografis
Desa Sidomukti adalah suatu desa penghasil kerajinan Batik yang
terletak di Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan, Jawa Timur.
Desa Sidomukti mempunyai luas wilayah 271.181,7 Ha, yang terdiri dari
4 dusun dengan 4 RW dan 24 RT. Secara administratif desa ini dibatasi oleh
wilayah-wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Desa Buluharjo Kecamatan Plaosan
Sebelah Selatan : Desa Bogoarum Kecamatan Plaosan
Sebelah Barat : Desa Bulugunung Kecamatan Plaosan
Sebelah Timur : Desa Sumberagung Kecamatan Plaosan
Kondisi geografis Desa Sidomukti terletak pada ketinggian 600 meter
diatas permukaan air laut, banyaknya curah hujan adalah 700 mm/tahun. Daerah
ini termasuk daerah pegunungan dengan suhu udara rata-rata 25oC.
Orbitasi atau jarak dari pusat pemerintah Desa Sidomukti dengan :
a. Ibu kota kecamatan terdekat adalah 3 km.
b. Ibu kota kabupaten terdekat adalah 7 km.
c. Ibu kota propinsi terdekat adalah 200 km.
d. Ibu kota Negara adalah 700 km.
Keadaan jalan ke Desa Sidomukti sudah diaspal dan dapat dijangkau oleh
semua jenis kendaraan darat.
2. Deskripsi Demografis
Jumlah penduduk Desa Sidomukti Kecamatan Plaosan Kabupaten
Magetan ini berdasarkan data akhir bulan Desember 2009 tercatat sebanyak 3. 017
jiwa yang terdiri dari 1.365 orang laki-laki dan 1.652 orang perempuan dengan
734 kepala keluarga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
1) Komposisi Penduduk Menurut Umur
Menurut data statistik yang diperoleh dari kantor Desa Sidomukti,
komposisi penduduk menurut umur dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Jumlah Penduduk Menurut Umur
NO Golongan Umur Jumlah Jiwa Presentase (%)
1
2
3
4
5
6
00-03
04-06
07-12
13-15
16-18
19-keatas
163
126
291
136
154
2147
5,40%
4,18%
9,65%
4,51%
5,10%
71,16%
Jumlah 3017 100%
Sumber : Kantor Desa Sidomukti, Profil 2009.
Komposisi penduduk menurut umur dapat digunakan untuk mengetahui
perkembangan jumlah penduduk dan angkatan kerja di masa yang akan datang.
Seorang ahli berpendapat bahwa “ Di Indonesia yang dimaksud dengan penduduk
usia kerja adalah mereka yang berumur 10 tahun keatas”. Perbaikan fasilitas dan
perkembangan pendidikan mengakibatkan banyak penduduk usia kerja yang
menunda memasuki lapangan kerja. Mereka ingin melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Selain faktor sudah tidak ada lagi pembatasan-
pembatasan tentang siapa yang berhak dan tidak berhak untuk memperoleh
pendidikan seperti pada zaman kolonial dimana hanya anak dari penguasa atau
orang kaya saja yang dapat menempuh pendidikan, biaya pendidikan juga
semakin terjangkau. Apalagi sekarang ada kebijakan dari pemerintah wajib belajar
9 th bebas biaya. Keadaan ini mendorong semua lapisan masyarakat untuk
mengenyam pendidikan. Untuk saat ini, paling tidak sudah ada batasan dalam
masyarakat desa untuk menyekolahkan anaknya paling tidak sampai tamat SMP.
Hal ini dikarenakan untuk masuk ke dunia kerja, tuntutan dari pemilik usaha
menghendaki paling tidak lulusan SMP, sehingga usia kerja dimulai pada usia 15
tahun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
2) Komposisi Penduduk Menurut Angkatan Kerja
Tabel 2. Jumlah Penduduk Angkatan Kerja
No Angkatan Kerja (Th) Jumlah Jiwa Persentase (%)
1
2
3
4
5
6
10-14
15-19
20-26
27-40
41-56
57-keatas
255
260
378
663
704
344
9,79%
9,98%
14,52%
25,46%
27.04%
13,21%
Jumlah 2604 100%
Sumber : Kantor Desa Sidomukti, Profil 2009.
Komposisi penduduk menurut angkatan kerja di Desa Sidomukti adalah
kelompok 10-14 tahun (belum produktif) terdiri dari 255 orang (9,79%), jumlah
penduduk yang berusia 15-56 tahun atau usia produktif adalah 2005 orang
(77,8%), sedangkan penduduk yang berusia 57 tahun keatas atau tidak produktif
lagi sebanyak 344 orang atau 13,21%.
3) Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Komposisi penduduk menurut mata pencahariannya dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
No Angkatan Kerja (th) Jumlah Jiwa Presentase (%)
1
2
3
4
5
6
Pegawai Negeri sipil
ABRI
Swasta
Wiraswasta/Pedagang
Tani
Petukangan/Kontruksi
29
6
255
25
2521
25
0,91%
0,21%
8,9%
0,87%
88,12%
0,87%
Jumlah 2861 100%
Sumber : Kantor Desa Sidomukti, Profil 2009.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa ternyata sebagian besar
penduduk Desa Sidomukti, Kecamatan Plaosan bekerja di sektor pertanian yaitu
mencapai 2521 jiwa. Dari sebagian besar petani tersebut, menghabiskan waktu
selama menunggu waktu panen dengan cara membatik. Walaupun sekarang ini
masih dilakukan sebatas pada ibu-ibu saja. Pengrajin ini bergabung dalam dua
koperasi yaitu Koperasi Mukti Lestari yang berkantor di Balai Desa Sidomukti
dan koperasi Mukti Rahayu yang bertempat di Timur Desa (Wawancara dengan
Kepala Desa Sidomukti, tanggal 23 Agustus 2010). Walaupun yang tergabung
dalam kedua koperasi tersebut baru sekitar 50 orang, tapi sudah ada 21 motif
batik yang dihasilkan. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa
bagaimanapun sedikitnya pengrajin yang tergabung dalam kedua koperasi tersebut
sudah dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan kerajinan batik di
Kabupaten Magetan.
Industri rumah tangga dan industri kecil menjadi potensi yang besar
dalam pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sebagai Negara yang berkembang, sektor ini memberikan peluang yang baik
didalam penghematan dan pemanfaatan dana nasional, produktifitas dan
pengembangan berusaha yang lebih merata serta dapat mengurangi tingkat
pengangguran jumlah angkatan kerja. Oleh sebab itu kebijaksanaan politik
ekonomi pemerintah meletakannya dalam posisi sentra (penting) yang mendapat
prioritas tinggi. Selain memiliki posisi seperti disebutkan diatas, industri kecil dan
industri rumah tangga juga mempunyai sifat mudah melakukan diversifikasi
produk sehingga sangat cocok dengan perkembangan pasar.
B. Perkembangan Batik Pring Sidomukti Di Kabupaten Magetan
1.Sejarah Batik Pring di Desa Sidomukti
Batik muncul pertama kali di istana. Namun, sejalan dengan
perkembangannya, batik pun mulai keluar tembok istana. Ini menjadi cikal bakal
penyebaran batik. Meski demikian Istana tetap menetapkan aturan main
penggunaan batik. Hanya batik dengan corak-corak tertentu saja yang boleh
dikenakan masyarakat umum, karena tidak semua masyarakat mengetahui secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
mendetail tentang kerajinan batik. Setelah abad ke-17, tradisi Jawa mengalami
suatu perkembangan yang sangat pesat, khususnya di bidang kerajinan batik,
dimana kain batik sudah menjadi suatu kain yang sangat dibanggakan karena telah
menjadi pakaian kebesaran para petinggi Keraton, serta dipakai pula oleh para
bangsawan Keraton di seluruh pulau Jawa dan tentunya dengan corak masing-
masing (terbatas pada lingkungan keraton saja), hal ini menandai pengkhususan
dari timbulnya motif-motif kedaerahan yang telah ada sebelumnya. Dan setelah
pertengahan abad ke-17, maka batik yang dulunya hanya dipakai oleh bangsawan
saja, kemudian fungsinya meluas dan keluar pagar Keraton. Sejak itulah batik
mulai dapat dipakai oleh rakyat biasa walaupun terbatas pada jenis-jenis motif
tertentu, serta dikerjakan sebagai pekerjaan sambilan untuk memenuhi kebutuhan
sendiri.
Perkembangan seni kerajinan batik sendiri telah mampu menyebar ke
berbagai wilayah (khususnya perkotaan Jawa) hal ini banyak dipengaruhi oleh
pekerja, pengusaha dan upaya untuk memudahkan proses pembuatannya
khususnya bahan baku yang sangat mempengaruhi kualitas hasil pekerjaan, dan
kesenangan/selera masyarakat di daerah tertentu. Karena banyaknya peminat batik
tradisional maka terwujudlah hasil kerajinan batik di daerah tertentu yang khas
sesuai kedaerahannya, utamanya di pulau Jawa, banyak hal yang mempengaruhi
perkembangan batik di Jawa, antara lain adalah :
1. Kemerdekaan yang diperoleh bangsa Indonesia membuat stabilitas,
ketentraman di dalam bekerja, serta menipisnya bahkan
menghilangnya garis pemisah antara kelompok-kelompok etnis dengan
tidak menghilangkan budaya tradisi suku dan perkawinan antar suku
yang memperlihatkan toleransi tradisi yang saling menghargai serta
berbaurnya beberapa seni daerah, mampu pula mewujudkan adaptasi
seni yang mempunyai nuansa yang khas.
2. Hilangnya larangan terhadap pemakaian jenis motif tertentu dalam
masyarakat luas oleh faham feudal. Pada mulanya terhadap motif-
motif tertentu (motif larangan) yang hanya dipakai oleh para petinggi
ataupun kalangan istana kerajaan di Jawa, namun setelah kemerdekaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
seluruh motif batik tradisional dapat dipakai secara umum hanya
masyarakat sendiri yang mengerti dan memahami dalam hal
kepantasan pemakaiannya (hal ini hterkait dengan tingkat usia, jenis
kelamin dan suasana).
3. Hubungan bangsa Indonesia dengan bangsa lain di dunia menyebabkan
bahan-bahan batik dari luar khususnya Eropa mempengaruhi warna-
warna batik tradisi dan motif di daerah tertentu misalnya di daerah
pesisir utara yang terkenal dengan motif Lasem yang diperkirakan
mendapat pengaruh dari Cina.
4. Perkembangan selera masyarakat, karena perkembangan jaman
kebutuhan akan kain batikpun berkembang pula, misalnya kain yang
bercorak tradisional tersebut sudah mulai dikembangkan fungsinya
yang tidak terbatas pada sandang ataupun pakaian saja namun juga
untuk pelengkap interior (sprei, taplak meja, gorden dan asesoris).
Kerajinan batik di Desa Sidomukti telah lama berkembang di masyarakat
Desa Sidomukti khususnya berpusat di Dukuh Papringan. Menurut cerita yang
ada di masyarakat, batik dibawa oleh nenek moyang mereka. Berdasarkan
penuturan Lurah desa Sidomukti, bapak Tikno, pada wawancara tanggal 3
September 2010 menceritakan bahwa kerajinan batik pada mulanya dibawa ke
Desa Sidomukti oleh Ronggo Galeh yang merupakan pengikut dari Brawijaya V.
…apa yang diharapkan Dewi Anarawati menuai hambatan. Dari hasil perkawinannya dengan Prabhu Brawijaya, lahirlah tiga orang anak. Yang sulung seorang putri, dinikahkan dengan Adipati Handayaningrat IV, penguasa Kadipaten Pengging (sekitar daerah Solo, Jawa Tengah sekarang), putra kedua bernama Raden Lembu Peteng, berkuasa di Madura, dan yang ketiga Raden Gugur, masih kecil dan tinggal di Istana. (Kelak, Raden Gugur inilah yang terkenal dengan julukan Sunan Lawu, dipercaya sebagai penguasa mistik Gunung Lawu, yang terletak di daerah Magetan, hingga sekarang)
(www. Padepokan Lemah Kuning. Com)
Menurut sejarah yang berkembang di masyarakat Kota Magetan
khususnya Desa Sidomukti dan wilayah Kecamatan Plaosan, pada saat itu Raja
Brawijaya V yang merupakan Raja dari kerajaan Majapahit melarikan diri ke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Gunung Lawu. Hal ini dikarenakan adanya pengislaman Kerajaan Demak
terhadap Raja-raja di Jawa untuk memeluk Islam. Dan apabila raja tersebut
menolak untuk masuk Islam, maka akan diserang oleh Demak.
Kerajaan Majapahit yang pada saat itu sudah mulai mengalami
kemunduran akhirnya terdesak oleh pasukan Demak. Raja Brawijaya V dan
pengikutnya terpaksa melarikan diri ke arah barat dan akhirnya sampai di Gunung
Lawu. Menurut kepercayaan yang berkembang di masyarakat, Raja Brawijaya V
memutuskan untuk menyepi di Puncak Lawu dan melakukan pertapaan disana.
Dikisahkan karena kesaktiannya, Raja Brawijaya V menghilang dari tempat
pertapaannya. Di tempat Raja Brawijaya V bertapa sekarang berdiri Hargo Dalem.
Bentuknya seperti makam biasa, tidak terkesan peninggalan kuno, dihiasi ukiran
kayu sebagai dinding belakang. Sebelah kanan kiri ukiran bunga, bagian tengah
ukiran gunungan wayang. Atap dari bahan sirap, membujur ke arah utara dan
selatan. Di tengah-tengahnya terdapat makuto atau mahkota raja. Menurut cerita
rakyat, Hargo Dalem merupakan tempat petilasan muksanya Prabu Brawijaya V
raja Majapahit atau yang dikenal dengan sebutan “Sunan Lawu”. Tempat ini
dianggap tempat paling keramat dan paling di sakralkan. Di waktu- waktu tertentu
banyak orang–orang yang bersemedi dan bertapa di tempat ini. Bahkan banyak
bangsawan Keraton Surakarta dan Kesultanan Jogyakarta juga datang ketempat
ini.
Cerita dimulai dari masa akhir kerajaan Majapahit (1400 M) pada masa pemerintahan Sinuwun Bumi Nata Bhrawijaya Ingkang Jumeneng kaping 5 (Pamungkas). Dua istrinya yang terkenal ialah Dara Petak putri dari daratan Tiongkok dan Dara Jingga. Dari Dara Petak lahir putra Raden Fatah, dari Dara Jingga lahir putra Pangeran Katong. Pangeran katong akhirnya berkuasa di Ponorogo, sedangkan Raden Fatah setelah dewasa memeluk agama Islam berbeda dengan ayahandanya yang beragama Budha. Dan bersamaan dengan pudarnya Majapahit, Raden Fatah mendirikan Kerajaan di Glagah Wangi (Demak). Melihat kondisi yang demikian itu , masygullah hati Sang Prabu. Sebagai raja yang bijak, pada suatu malam, dia pun akhirnya bermeditasi memohon petunjuk Sang Maha Kuasa. Dalam semedinya didapatkannya wangsit yang menyatakan bahwa sudah saatnya cahaya Majapahit memudar dan wahyu kedaton akan berpindah ke kerajaan Demak. Pada malam itu pulalah Sang Prabu dengan disertai pemomongnya yang setia Sabdopalon dan beberapa pengikutnya diam-diam meninggalkan keraton dan melanglang praja dan pada akhirnya naik ke Puncak Lawu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Sebelum sampai di puncak, dia bertemu dengan dua orang kepala dusun yakni Dipa Menggala dan Wangsa Menggala. Sebagai abdi dalem yang setia dua orang itu pun tak tega membiarkan tuannya begitu saja. Merekapun pergi bersama ke puncak Harga Dalem (www. WikipediaIndonesia.com).
Akibat dari perginya Raja Brawijaya V dari kerajaan, maka Kerajaan
Majapahit masuk ke dalam wilayah kerajaan Demak. Walupun sang raja sudah
meninggalkan kerajaan dan dapat diartikan sudah tunduk kepada Keajaan Demak
tetap saja tragedi yang diatakutkan oleh Raja Brawijaya V terjadi. Pasukan Demak
dipimpin oleh Sunan Ngundung mencerabut segala sendi-sendi masyarakat
Majapahit ini, bangunan-bangunan indah dari Kerajaan Agung Majapahit, musnah
tak berbekas. Majapahit yang terkenal sebagai Macan Asia, ludes dibabat habis.
Di Jawa Timur, Majapahit seolah-olah hanya sebuah mitos belaka, karena banyak
peninggalan dari jaman keemasan Nusantara ini hancur. Hanya sedikit yang
tersisa. Dan yang sedikit itulah yang masih bisa kita saksikan hingga sekarang.
Eksodus besar-besaran terjadi. Para Agamawan, Para Bangsawan dan rakyat yang
tetap memegang teguh keyakinannya, menyingkir ketempat-tempat yang dirasa
aman. Kebanyakan menyeberang ke Bali, Kalimantan dan Lombok. Bahkan ada
seorang putri selir Prabhu Brawijaya yang melarikan diri bersama sisa-sisa
prajurid Majapahit dan beberapa penduduk.
Para pengikut Raja Brawijaya V yang ikut dalam perjalanan ke Gunung
Lawu akhirnya menyebar di sekitar Magetan dan ada juga yang sampai di lereng
barat Gunung lawu. Hal ini dengan ditemukannya beberapa Candi di lereng barat
Gunung Lawu yang susunan dan bentuk bangunannya mirip dengan candi
peninggalan kerajaan Majapahit. Salah satu dari pengikut Raja Brawijaya V
adalah Ronggo Galeh yang menuju ke arah tenggara gunung Lawu tepatnya di
Daerah Desa Durenan yang berada sekitar 3 Km dari Desa Sidomukti. Hal ini
dibuktikan dengan adanya makam dari Ronggo Galeh di desa tersebut.
Dikisahkan, Ronggo Galeh lah yang mengenalkan batik di daerah ini. Walaupun
hanya terbatas pada beberapa orang, tetapi menjadi warisan turun temurun yang
diturunkan kepada keturunannya masing-masing.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Sejarah batik di Desa Sidomukti setelah abad 15 sangat kabur. Bahkan
bisa dibilang tidak diketahui karena tidak ada bukti, baik berupa sumber tertulis
maupun sumber lisan yang dapat menceritakan tentang keberadaan batik di desa
ini. Baru diketahui kembali pada awal 1920-an. Menurut ibu Indrawati, ketua
koperasi batik Pring Mukti Rahayu, pada awal tahun 1920-an, di Desa Sidomukti
telah ada beberapa pembatik. Salah satu yang terkenal yaitu ibu Sri Emi. Beliau
merupakan salah satu pembatik dari desa Sidomukti dan sekaligus memasarkan
hasil karyanya di Pasar Magetan yang pada waktu itu masih berada di Pasar Baru.
Pada tahun 1970, para pembatik masih terdapat pembatik di Desa
Sidomukti. Hal ini dibuktikan dengan adanya kerjasama pembatik dari di Desa
Sidomukti dengan salah satu pengusaha batik dari Magetan yaitu ibu Ndari. Pada
saat itu karena masih kesulitan dalam hal transportasi, maka di Desa Sidomukti
hanya untuk proses pembatikan awal saja yaitu sampai proses penggambaran.
Sedangkan untuk proses finishing dikerjakan ditampat bu Ndari di Kota Magetan.
2.Periodisasi Perkembangan Kerajinan Batik Pring di Desa
Sidomukti
Batik di Desa Sidomukti sempat menghilang selama beberapa dekade.
Baru muncul kembali pada tahun 70-an masih dengan motif asli yang mirip
dengan batik dari Mojokerto. Tetapi pada akhir 70-an, batik di Desa Sidomukti
kembali menghilang. Hal ini dikarenakan tidak adanya tempat pemasaran dan
sulitnya sarana prasarana yang tersedia untuk sampai ke desa ini pada masa itu.
Bahkan pada saat itu, di Desa Sidomukti hamya untuk kegiatan membatik awal
saja. Untuk tahap finishing dilakukan di rumah Ibu Ndari yang terletak di pusat
Kota Magetan (Wawancara dengan bapak Tikno, Lurah Desa Sidomukti pada
tanggal 25 Agustus 2010).
Pada tahun 2000 bapak Tikno menjabat sebagai Lurah atau Kepala Desa
Sidomukti, beliau melihat keadaan ekonomi di desa ini yang memprihatinkan.
Kebanyakan warga hanya mengandalkan sektor pertanian. Itupun hanya penduduk
lelaki. Sedangkan perempuannya hanya menjadi ibu rumah tangga mengurus
anak-anak mereka tanpa mempunyai penghasilan walaupun sesekali masih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
membantu pekerjaan di sawah tapi praktisnya tidak mempunyai penghasilan yang
benar-benar dapat diandalkan selain dari suami. Padahal untuk mendapatkan hasil
dari tanaman yang mereka tanan membutuhkan waktu beberapa bulan. Otomatis
selama masa menunggu ini, mereka tidak punya penghasilan sama sekali. Melihat
keadaan ini muncul ide dari bapak Tikno untuk memberikan penghasilan
tambahan tetapi tidak menyita waktu para ibu-ibu untuk mengurus keluarga. Maka
diperkenalkanlah kembali kerajinan batik. Diberikanlah pelatihan-pelatihan untuk
para ibu-ibu dan wanita-wanita muda di Desa Sidomukti. Awalnya batik yang
dikerjakan masih batik klasik dengan corak-corak yang sudah ada dipasaran
seperti :
1. Motif Grompol
Gambar 1. Motif batik Grompol
2. Motif Sidoluhur
Gambar 2. Motif Sidoluhur
3. Motif Parang
Gambar 3. Motif Parang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
4. Motif Terang Bulan
Gambar 4. Motif Terang Bulan
Awalnya kerajinan batik ini berjalan seperti apa yang diharapkan oleh
pak Tikno. Tetapi lama-kelamaan peminat dari batik ini turun drastis. Hal ini
dikarenakan batik tulis yang dikerjakan para pengrajin di Desa Sidomukti di
pasaran kalah bersaing dengan batik yang berasal dari Solo, Jogja maupun dari
Pekalongan yang sudah mulai masuk ke pasar di daerah Magetan. Batik-batik dari
ketiga daerah ini mempunyai motif yang lebih beragam dan dengan harga yang
lebih terjangkau. Oleh karena itu, pak Tikno dan para pengrajin memikirkan untuk
membuat sebuah motif baru yang khas dan berbeda dari motif yang sudah ada di
pasaran.
Pada tahun 2004, terciptalah sebuah motif baru, motif yang berbeda yaitu
motif bambu atau yang terkenal dengan sebutan motif Pring Sedapur. Motif ini
terinspirasi dari keadaan desa tempat batik ini muncul di Dukuh Papringan yang
masih banyak ditumbuhi oleh pohon-pohon bambu. Dari sinilah tercipta motif-
motif batik Pring Sidomukti yang pada intinya adalah bambu yang dikolaborasi
dengan motif-motif lain seperti garuda, cucak rowo, bunga-bunga, naga dan
binatang-binatang serta tumbuh-tumbuhan yang banyak terdapat di sekitar
Gunung Lawu., yang kesemuanya itu merupakan hasil dari alam Gunung Lawu.
Pada saat ini belum ada perhatian dari pihak pemerintah baik dari pemerintah
pusat maupun dari pemerintah Kabupaten Magetan. Hal ini mengakibatkan
perkembangan kerajinan batik pring di Desa Sidomukti tidak bisa berjalan dengan
baik, bahkan bisa dibilang tersendat-sendat. Hal ini dikarenakan kurangnya dana
dan peralatan yang digunakan masih sangat sederhana.
Perkembangan dunia pembatikan memang tidak berjalan mulus, kadang
ada pasang surutnya. Hal ini disebabkan karena harus menyesuaikan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
kondisi yang dibutuhkan di pasaran. Munculnya batik printing telah
mengakibatkan saingan terhadap batik tulis tradisional. Terutama setelah
ditemukannya teknologi percetakan (sablon), atau hand-print serta batik printing
yang dibuat dengan bahan malam seperti batik tulis. Akhirnya sulit dibedakan
antara batik tulis dan batik printing. Hal tersebut dianggap sebagai penyebab mala
petaka bagi para pengrajin batik tulis tradisional (wawancara dengan Kepala Desa
Sidomukti pada 3 September 2010).
Tidak mudah memang untuk mempertahankan budaya, tradisi maupun
karya seni di era saat ini. Seperti yang dialami batik di Desa Sidomukti. Kendati
masih lestari, namun masalah regenerasi selain kondisi pasar, masih juga menjadi
kendala untuk berkembang. Menurut ketua Koperasi Mukti Rahayu yaitu Ibu
Indrarini dalam wawancara pada tanggal 28 September 2010 mengemukakan
bahwa batik di Sidomukti sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Namun
sempat menghilang dan baru diperkenalkan kembali pada tahun 2000 oleh Bapak
Soetikno ketika menjadi Lurah di desa Sidomukti tetapi masih dengan motif lama.
Tahun 2006, pemerintah Kabupaten Magetan mulai memberikan
perhatiannya untuk Kerajinan batik Pring di Desa Sidomukti ini. Pemerintah
mulai memberikan bantuan-bantuan baik itu berupa dan pengembangan maupun
pelatihan-pelatihan melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (DisPerInDag)
Kabupaten Magetan. Batik Pring Sedapur ditetapkan pemerintah Kabupaten
Magetan sebagai batik khas Magetan. Kepala Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Magetan, Suko Winadi, menyatakan Pemerintah
Kanupaten Magetan telah memberikan perhatian yang diwujudkan dengan
serangkaian bantuan yang diberikan kelompok perajin. Mulai dari bantuan modal
dan alat lainnya. Meski belum dapat diberikan setiap tahunnya, namun pemkab
setempat telah ada aksi. Menurut Suko, bantuan terbaru yang diberikan Pemkab
kepada anggota kelompok perajin adalah pemberian satu paket alat produksi batik
cap senilai Rp110 juta. Alat tersebut terdiri dari mesin pewarna kain, pengering,
bak penampungan, alat cap, loyang, dan pengolahan limbah. Dengan diberikannya
bantuan tersebut, diharapkan agar batik khas Magetan mampu bersaing di tingkat
pasar lokal. Bantuan tersebut untuk meningkatkan kemampuan produksi kecil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
menjadi menengah. Sehingga order bisa bertambah dan tidak fokus pada batik
tulis saja (www.kompas.com).
Pemerintah Kabupaten Magetan juga mengeluarkan peraturan untuk
mewajibkan PNS dan jajaran Staf di Kabupaten untuk memakai batik. Batik yang
diharuskan untuk dipakai adalah batik khas Magetan yaitu batik pring desa
Sidomukti untuk hari Jum’at dan batik bebas setiap hari Kamis. Hal ini
merangsang perkembangan usaha batik pring cukup baik walau tidak terlalu besar.
Peraturan tersebut dituangkan dalam Peraturan Bupati (PerBup) No. 88 tahun
2006 tentang pakaian Dinas Pegawai dan Pejabat di Lingkungan Kabupaten
Magetan dan Peraturan Bupati no 90 tahun 2006. Namun, ironisnya, instruksi
tersebut tidak diikuti dengan order sebanyak 15.000 helai kain dari Pemkab
Magetan ke Kelompok Perajin Batik Magetan di Desa Sidomukti. Malahan,
Pemkab Magetan telah memesan seragam batik bagi seluruh karyawannya dengan
motif khas Magetan tersebut ke Solo, Jawa Tengah. Alasannya, para pengrajin
dinilai tidak mampu memenuhi order sebanyak itu dengan teknik batik yang
masih batik tulis.
Akibat tidak terima dengan hal tersebut, para perajin kain batik berunjuk
rasa di Kantor Bupati Magetan, Jawa Timur, Jumat tanggal 4 Januari 2008.
Mereka menolak tindakan menjiplak motif batik khas Magetan. Unjuk rasa
diwarnai aksi pembakaran kain batik oleh perajin. Protes para perajin batik
tersebut dipicu oleh kebijakan Pemerintah Kabupaten Magetan yang melakukan
pemesanan sebanyak 30.000 potong batik kepada pengusaha batik di luar
Magetan. Namun, motif batik tersebut diklaim para pengunjuk rasa sebagai hasil
karya perajin asal Desa Sidomukti, Magetan.
Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Magetan, Mirathul Mukminin,
sebenarnya yang memicu aksi unjuk rasa itu adalah kurangnya sosialisasi
mengenai masalah produk batik para perajin Desa Sidomukti, dan mekanisme
pengadaan barang dan jasa sesuai dengan ketentuan pemerintah. Dikatakan,
mengenai motif batik Sidomukti yang diklaim sebagai motif temuan perajin asal
Desa Sidomukti, adalah masalah ketidaktahuan para perajin. Sebenarnya, motif
batik yang merupakan temuan perajin asal Magetan, bahkan, sampai dilombakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
adalah motif batik yang diberi nama Pring Sedapur, bukan batik Sidomukti.
Karena, Sidomukti adalah nama dari motif kain jarik, yang sudah ada sejak dulu
(www. Kompas. Com).
Untuk sekarang ini, para pengrajn batik di Desa Sidomukti sudahh
mengembangkan 21 motif baru yaitu perpaduan antara motif pring sedapur
dengan ornament-ornamen batik yang lain. Pada bulan Mei 2010, Kepala Desa
Sidomukti mendaftarkan Batik Pring Sidomukti ke Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual untuk mendapatkan hak paten. Usaha ini membuahkan hasil
dengan dikeluarkannya surat dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual No.
HKI1. HI. 01. 07-789 tertanggal 4 Juni 2010 yang menyatakan bahwa
permohonan pendaftaran hak ciptaan yang diajukan dengan nomor agenda
047125, 047126, 047127, 047128, 047129, 047130, 047131, 047132, 047133,
047134, 047135, 047136, 047137, 047138 telah selesei diproses dan didaftarkan
pada Direktorat Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
dan Rahasia Dagang, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Dengan
adanya surat edaran tersebut, maka batik pring Desa Sidomukti sudah mempunyai
kekuatan hokum dan tidak dapat dijiplak oleh pengrajin dari daerah lain. Walupun
yang didaftarkan pada saat itu baru 14 motif sedangkan sekarang ini sudah ada 21
motif, tetapi paling tidak adanya hak cipta tersebut memberikan kepercayaan diri
bagi para pengrajin untuk bersaing dari pengrain batik dari daerah lain.
3. Corak Batik Pring Sidomukti
Batik Pring di Desa Sidomukti, dilihat dari sejarah berkembangnya batik
di Desa ini, pada awalnya batik ini lebih condong berkiblat ke batik Mojokerto
dan batik Ponorogo yang termasuk dalam motif batik klasik pesisir. Hal ini
ditandai dengan warna-warna yang cerah tidak melulu pada warna coklat dan
hitam. Tehnik pembatikannya pun berbeda dari tehnik yang dilakukan dari
pembuatan batik di Solo. Di Desa Sidomukti, dalam proses pembatikan, ketika
malam akan digunakan untuk membatik dengan menggunakan canting, ujung
canting tidak ditiup terlebih dahulu seperti yang biasa dilakukan oleh para
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
pembatik dari daerah Solo maupun Jogja. Para pembatik Solo maupun Jogja
melakukan peniupan ini untuk mengurangi pelelehan malam yang berlebihan
ketika dilukiskan pada kain sehingga hasilnya akan terlihat lebih rapi. Walaupun
para pengrajin di Desa Sidomukti tidak meggunakan peniupan pada ujung canting,
akan tetapi hasilnya tidak kalah rapi dengan batik Solo dan Jogja yang melalui
proses peniupan. Menurut ibu Kasmiyati, salah seorang Pembatik, para pengrajin
di Desa Sidomukti tidak melalui proses peniupan karena kebiasaan ketika pertama
kali mereka diajarkan oleh orang tua maupun nenek mereka, memang tidak
melalui proses tersebut. Jadi bisa dikatakan bahwa kebiasaan tersebut sudah ada
sejak dahulu kala ketika pertama kali muncul batik di Desa Sidomukti.
Sekarang ini, para pengrajin di Desa Sidomukti, lebih banyak
mendapatkan pengaruh dari pengrajin batik dari Solo. Hal ini dikarenakan alat-
alat dan bahan-bahan dasar batik seperti kain mori, canting, malam atau lilin batik,
pewarna batik banyak diperoleh dari Solo, sehingga para pengrajin lebih banyak
berhubungan dengan para pengrajin batik di Solo.
4. Proses Produksi dan Pemasaran Kerajinan Batik Pring di Desa Sidomukti
Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan Jawa Timur
a) Permodalan
Pada umumnya para pengrajin batik Pring di Desa Sidomukti ini tidak
memiliki modal besar, walupun mereka bergabung dalam dua koperasi yaitu
Koperasi Mukti Rahayu dan Koperasi Mukti Lestari, tetapi tetap saja mereka tidak
mengkhususkan untuk modal industri dalam artian bahwa mereka hanya
menyediakan modal secukupnya untuk bahan dan alat-alat untuk membuat
kerajinan batik. Bahkan kedua koperasi ini tidak mempunyai semua contoh motif
batik yang sudah mereka kembangkan. Padahal mereka sudah mempunyai 21
motif batik hasil kreasi dalam waktu 10 tahun belakangan ini. Hal ini
mengakibatkan para pemesan yang datang lebih banyak memesan motif-motif
yang sudah banyak dikenal seperti motif Pring sedapur ato pring Tunggal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
b) Tenaga Kerja
Tenaga kerja pengrajin pada industri kerajinan batik di Desa Sidomukti
sebagian besar wanita. Tingkat pendidikan para pengrajin umumnya SMP dengan
usia berkisar antara 25-55 tahun, keahlian dan ketrampilan membatik diperoleh
secara turun temurun dari nenek moyang dan ada pula yang memperoleh dari
pelatihan yang diadakan Dinas Perindustrian dan Perdagangan pada tahun 2006.
c) Alat-alat dan Bahan produksi
1) Alat produksi
Alat-alat produksi yang dipergunakan untuk membuat kerajinan batik ini
sangatlah sederhana. Antara lain :
a) Canting
Canting adalah alat pokok untuk membatik. Canting digunakan untuk
melukis atau membuat pola yang telah ditentukan. Bentuk canting terdiri dari
gagang canting, nyamplungan (bagian badan canting sebagai tempat menampung
malam, melengkung yang merupakan jalan keluarnya malam atau cairan lilin dan
merupakan semacam mata pena sebagai ujung untuk manggambar motif).
Canting menurut fungsi dan kegunaannya dibedakan menjadi :
1. Canting reng-rengan
Digunakan untuk ngereng-reng atau membuat batikan pertama kali
(kerangka batikan sesuai dengan pola sebelum dikerjakan lebih
lanjut).
2. Canting isen
Digunakan untuk mengisi atau membatik isian pada pola batik.
Canting ini mempunyai carat atau cucuk kecil sekali.
3. Canting tembokan
Canting ini digunakan untuk mengisi atau menutup batikan dengan
lilin tembokan. Canting ini carat atau cucuknya paling besar
dibandingkan dengan canting lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
b) Gawangan
Gawangan adalah suatu alat yang digunakan untuk menyangkutkan dan
membentangkan kain mori sewaktu dibatik. Gawangan ini terbuat dari
kayu/bambu dan dibuat palang sederhana dengan panjang kurang lebih 100 cm
pindah dan juga gawangan ini harus kuat dan ringan.
c) Kompor
Kompor ini dibuat untuk perapian yang dapat diatur besar kecilnya api
yang menyala, sehingga akan diperoleh cairan lilin sesuai dengan yang
diharapkan.
d) Wajan
Wajan adalah alat untuk mencairkan lilin (malam) dan diletakkan di atas
kompor. Wajan terbuat dari baja dan besi, bahkan sebelumnya terbuat dari tanah
liat. Wajan diberi tangkai sebagai pegangan untuk mengangkat dan menurunkan
dari kompor.
e) Anglo
Fungsinya sama dengan kompor, terbuat dari tanah liat yang dikeringkan
dan dibakar sampai berwarna merah, sebagai bahan pembuat api berasal dari
arang kayu.
f) Kipas
Bahasa Jawanya tepas, terbuat dari anyaman bamboo berbentuk segi lima
panjang. Fungsinya untuk menepasi agar api di anglo tetap menyala.
g) Alat kerok
Terbuat dari besi tipis memanjang seperti pisau berguna untuk
menghilangkan (mengerok) malam/lilin yang telah dibatikkan pada kain.
h) Dingklik
Biasanya terbuat dari kayu, bentuknya seperti kursi berukuran kecil,
berfungsi sebagai tempat duduk pembatik.
i) Taplak
Yaitu kain untuk menutup paha pembatik agar tidak terkena lelehan lilin
panas dari canting ketika membatik. Taplak ini terbuat dari kain bekas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
j) Saringan malam
Yaitu alat untuk menyaring malam panas, jika malam disaring maka
kotoran dapat dipisahkan dan dibuang sehingga tidak mengganggu jalannya
malam pada cucuk canting selama digunakan untuk membatik.
k) Kenceng
Yaitu panci besar terbuat dari tembaga, badannya berbentuk tabung
dengan alas bulat, gunanya untuk merebus kain mori yang telah dibatik agar
lilinnya larut (norot).
l) Papan
Terbuat dari kayu, bentuknya empat persegi panjang dengan ukuran lebar
50 cm, panjang 100 cm dan tebal 3 cm. Gunanya sebagai landasan dalam
pengemplongan.
m) Kayu pemukul atau ganden
Terbuat dari kayu yang keras berbentuk silinder atau empat persegi
panjang dilengkapi pasak atau pegangan. Gunanya untuk mengemplong, sebelum
dan sesudah mori dibatik dengan tujuan agar mori menjadi keras.
n) Meja gambar
Meja ini digunakan untuk menggambar pola/corak pada kain.
o) Bak pewarna
Bak ini mempunyai ukuran yang cukup besar kira-kira 1x2m gunanya
untuk memberi warna pada kain.
p) Bak pencucian
Bak ini besarnya sama dengan bak warna, gunanya untuk mencuci kain
setelah proses pewarnaan selesei.
q) Tempat dan alat penjemuran
Tempat penjemuran ini biasanya diperlukan tempat yang cukup luas. Dan
alat yang digunakan untuk menjemur dibuat palang-palang dari bambu setinggi
kurang lebih 2,5 m.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
2) Bahan Produksi
Bahan-bahan dalam pembuatan batik ada tiga jenis bahan, yaitu :
1. Kain Mori
Bahan batik yang pertama-tama disiapkan adalah mori/kain putih. Didalam
pembatikan sebenarnya tidak selalu harus menggunakan mori/kain putih. Akan
tetapi kain apapun yang memiliki sifat peresapan terhadap lilin serta zat warna
dengan batik , dapat digunakan untuk membatik. Dan disini kain mori merupakan
bahan utama yang paling banyak digunakan dalam pembatikan.
2. Lilin batik (malam)
Lilin batik merupakan bahan yang digunakan untuk menutup bagian-
bagian pada permukaan kain dengan maksud agar tidak terkena warna lain dalam
proses pencelupan pada pembuatan batik. Bahan pokok lilin batik antara lain :
1. Gondorukem
Gondorukem ini berasal dari getah pinus merkusi, dalam pembatikan
sebagi campuran pembuatan lilin batik agar lilin batik menjadi keras,
tidak cepat membeku sehingga bentuk lilin bentuk lilin pada motif
batik menjadi baik dan bekasnya menjadi bersih. Sifat lilin ini jika
dipanaskan lama melelehnya, dan jika telah meleleh lebih mudah
menembus kain. Dalam keadaan dingin bahan ini kembali membeku
dan mudah pecah serta tidak tahan terhadap larutan alkali.
2. Kote
Kote disebut juga lilin tawon (lebah) atau lancing. Lilin ini
mempunyai sifat mudah leleh pada suhu 59o c, mudah melekat pada
kain dengan warna kuning suram dan tidak mudah berubah karena
cuaca/iklim serta waktu dilorod dengan air panas mudah lepas.
3. Damar
Damar ini diambil dari pohon shorea Spec. dalam pembatikan
dipakai sebagai campuran lilin batik. Agar lilin batik dapat
membentuk bekas atau garis-garis yang baik (ngawat) melekat pada
kain. Sifatnya sukar meleleh. Lekas membeku serta tahan terhadap
larutan alkali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
4. Kendal (lemak binatang)
Kendal atau gajih ini berwarna seperti mentega yang diambil dari
daging lembu/kerbau. Kendal ini dalam pembatikan dipakai sebagai
campuran lilin dalam jumlah yang kecil untuk merendahkan titik
leleh lilin, sehingga lilin batik menjadi lemas dan mudah lepas saat
lilin dilorod. Sifatnya mudah mencair bila terkena panas dengan titik
leleh yang lumayan rendah.
5. Paraffin
Parafin ini berwarna putih bersih/kuning muda. Dalam pembatikan
dipakai sebagai campuran lilin batik, agar lilin batik mempunyai
ketahanan tembus yang baik dan mudah lepas waktu dilorod, serta
sebagai bahan pengisi. Karena bahan lilin ini harganya lebih murah
dari bahan lilin lainnya, maka lilin ini biasanya dugunakan pada
batik-batik kasar.
6. Microwax
Microwax adalah sejenis lilin paraffin yang mempunyai sifat halus,
berwarna kuning muda. Keadaannya lemas (fleksibel) menyerupai
lilin kote dan mudah lepas. Digunkan untuk batik berkualitas halus.
Sifat microwax mudah lepas dalam rendaman air dan tahan terhadap
larutan alkali dan titik lelehnya rendah dibawah titik didih air.
3) Bahan pewarna
Untuk batik pada jaman dahulu, bahan pewarna diambil dari alam yang
dihasilkan dari rebusan kulit kayu, akar, daun-daunan atau buah-buahan. Seperti
pemakaian warna dari pohon nila, warna yang dihasilkan adalah warna biru, kayu
soga warna yang dihasilkan adalah coklat.
Dengan masuknya zat warna sintetis ke Indonesia melalui para pedagang,
bahan-bahan pewarna alami yang telah banyak didunakan lama-lama
ditinggalkan. Zat-zat warna batik sintesis (buatan) yang digunakan dalam
pembatikan antara lain :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
1. Cat indigo
Sejak indigo sintesis dikeluarkan, cat ini terus mendesak pemakaian
indigo dari bahan tumbuhan. Indigo buatan ini dikeluarkan dalam
bentuk bubuk dan pasta. Cara pemakaiannya sama dengan indigo alam
dengan menggunakan alat pelarut yaitu kapur. Pencelupan pada zat ini
dilakukan berulang-ulang karena penyerapan terhadap cat ini relatif
lambat.
2. Cat soga
Pada umumnya cat-cat soga buatan termasuk cat langsung (direct
dye), dalam pemakaiannya cat ini dibedakan menjadi yaitu (1) cat
soga bangkitan disebut juga soga dalam, cara pemakaiannya kain yang
telah dicelup warnanya dibangkitkan (disareni) dengan garam napthol;
(2) cat soga sarenan kapur, cara pemakaiannya kain yang telah
dicelupkan disareni dengan kapur; (3) cat soga croom, cara
pemakaiannya kain setelah dicelup disareni dengan obat hijau
(chroom cloraide).
3. Cat naptol
Merupakan jenis cat pewarna tekstil yang dapat untuk mencelup batik
secara cepat dan mempunyai warna yang kuat serta cocok untuk batik.
Batik pola masa sekarang umumnya menggunakan cat ini.
4. Cat basis
Cat ini memiliki warna yang cemerlang dan dapat member warna
pada kain yang dibuat dari sutra.
5. Cat indigosol
Cat ini disebut juga cat bejana larut. Jika cat ini dioksidasikan berubah
menjadi bentuk yang tidak larut dan berwarna. Untuk menimbulkan
dioksidasikan dengan nitrit dan asam. Sifat dari zat ini tidak tahan
terhadap sinar matahari dan uap asam. Cat ini mudah pemakaiannya,
tidak mudah luntur dan memiliki ketahanan yang lama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
d) Proses Produksi
Yang dimaksud dengan proses atau pengerjaan batik adalah suatu proses
pembuatan atau tahapan kerja dari permulaan yang berupa kain mori sampai
menjadi kain batik. Maka ada beberapa aspek dalam pembuatan kain batik yang
tidak dapat ditinggalkan, serta aspek terkait yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lain, antara lain adalah adanya bahan kain yang akan dibatik , baik batik tulis atau
cap, dengan menggunakan lilin atau malam, proses pemberian warna dan proses
menghilangkan lilin.
Kegiatan dalam mengolah bahan baku menjadi sehelai kain batik yang
siap dipakai ini, sering disebut proses produksi. Proses yang diperlukan akan
berpengaruh pada hasil produksi batik yang kaya akan perpaduan warna dan
corak.
Tahap pembuatan batik tulis Pring Sidomukti melalui beberapa tahap
yaitu:
1. Tahap pertama
Pada tahap pertama ini, pembuatan kain batik melalui empat proses yaitu
a) Persiapan/pemotongan kain
Pada tahap pertama ini, kain mori dipotong-potong sesuai dengan yang
dikehendaki (tiap roll/gulungan menghasilkan 10-13 potong, @ 3m), kemudian
diplipit.
b) Mencuci mori (ngloyor)
Setelah kain dipotong kemudian dicuci, tujuan pencucian ini adalah
untuk menghilangkan kanji asli yang melekat pada kain mori yang dianggap
kurang baik dan berlebihan. Dengan cara kain tersebut direndam kedalam air
bersih selama semalam, kemudian pagi harinya dicuci sehingga kanji asli hilang
sama sekali.
c) Menganji mori
Setelah dicuci bersih dan masih dalam keadaan basah, kemudian dikanji
dengan tepung tapioka, setelah itu dijemur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
d) Mengemplong mori
Kain mori yang sudah dikanji dan kering perlu dihaluskan/diratakan
permukaannya dengan cara dikemplong. Ngemplong adalah meratakan kain
dengan cara dipukul dengan ganden dari kayu berulang-ulang sampai rata /halus
permukaannya.
2. Tahap kedua
a) Nyoret
Kain yang telah dikanji pada tahap pertama tadi, kemudian dibentangkan
diatas meja untuk digambari. Proses ini dinamakan nyoret, yaitu memindahkan
motif dari patron kertas ke bahan dasar kain dengan cara menjiplak motif.
b) Ngrengreng/nglowong
Yaitu penggambaran atau peletakan lilin yang pertama menurut gambar
yang sudah dipola. Lilin ini merupakan kerangka atau corak dari motif batik
tersebut.
c) Nembok/nerusi
Yaitu menutup dengan lilin sebagian motif kain, setelah diklowong, yang
dikehendaki nantinya tetap berwarna putih. Nembok ini dilakukan terhadap kedua
permukaan kain batik.
3. Tahap ketiga
a) Wedel (memberi warna/nyelir)
Selesei diklowong dan ditembok (dibatik), proses selanjutnya di wedel,
yaitu dicelupkan dengan obat yang pertama dengan warna hitam. Wedelan ini
dilakukan dengan menggunakan bak rendam yang mampu menampung 60 potong
kain, selama dua hari, setiap 4 jam sekali diangkat untuk diangin-anginkan agar
obatnya meresap.
b) Ngerok (melepaskan sebagian lilin klowong)
Fungsi pengerokan adalah menghilangkan malam (lilin) agar kelihatan
putihnya dengan menggunakan alat semacam pisau tipis, kemudian dikosok untuk
memperlihatkan kembali bagian-bagian yang rumit.
c) Mbironi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Setelah dikerok, kemudian bagian-bagian gambar yang dikehendaki tetap
berwarna hitam dan putih, harus ditutup lagi dengan lilin menggunakan canting
tulis, tujuannya agar jangan kemasukan warna lain dalam proses selanjutnya.
d) Menyoga (babar)
Yaitu pemberian warna coklat tua pada bagian yang kelihatan putih
(bekas kerokan) dengan mencelupkan satu persatu ke dalam air yang telah diberi
laritan soga kemudian dibabarkan.
4. Tahap keempat
a) Nglorod (dibersihkan)
Selanjutnya setelah kain batik selesei diwarnai (disoga), kemudian
dibersihkan semua lilin yang menempel pada bahan dasar batik dengan cara
memasukkan batik dalam kenceng yang berisi air mendidih, sehingga kain bersih
dari gambaran-gambaran lilin.
b) Dilasem
Yaitu mencelupkan kain batik yang mudah dilorod tadi, dengan
menggunakan bahan pewarna yang dikehendaki agar warnanya dipandang lebih
mantap (warna tersebut biasa coklat muda, kuning, biru, hijau dan sebagainya),
kemudian diteruskan dengan menganji agar hasil kain yang dibuat kaku saat
dipakai.
c) Pengeringan
Proses terakhir yaitu pengeringan, proses ini dilakukan dengan cara
angin-angin, yaitu mengangin-anginkan kain batik di dalam ruangan terbuka
beratap. Hal ini dilakukan untuk menghindari sengatan matahari langsung yang
akan merusak warna kain.
Dengan demikian seleseilah proses pembuatan kain batik melalui empat
tahap yang telah dikemukakan tadi.
Proses pembuatan kerajinan batik berupa kain panjang prosesnya sama
saja hanya waktu yang dibutuhkan memang cukup lama karena proses
pembuatannya benar-benar dibuat hanya dengan mengandalkan keahlian tangan,
keterampilan dan kesabaran yang cukup.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
e) Pemasaran Hasil Produksi
Hasil produksi industri kerajinan batik Pring Sidomukti, setelah melalui
proses finishing maka siap untuk dipasarkan. Daerah pemasaran hasil kerajinan
batik Pring ini tidak hanya terbatas pada daerah atau kota dalam negeri saja tetapi
sudah sampai ke luar negeri. Walaupun hanya terbatas pada golongan tertentu
saja, tetapi sudah banyak yang datang ke daerah Sidomukti untuk membeli batik
ini. Lokasinya yang dekat dengan obyek wisata unggulan Magetan yaitu Telaga
Sarangan banyak membantu dalam proses promosi batik ini. Beberapa kios di
pinggiran telaga ini sudah ada yang menjual batik pring ini dalam bentuk jadi baik
itu daster, rok maupun pernak-pernik kecil lainnya. Telaga yang tiap bulan
dikunjungi lebih dari 3000 pengunjung, baik itu turis dalam negeri maupun
mancanegara. Hal ini ikut mendorong dikenalnya batik ini keluar dari lingkup
Kabupaten Magetan.
Produk dari batik Pring ini juga ikut dipromosikan lewat internet yaitu
melalui situs jejaring Facebook dengan alamat Batik Sidomukti dan juga lewat
Blog Pemkab Magetan. Dalam kedua situs internet ini banyak dipajang gambar-
gambar motif Batik Pring Sidomukti walaupun tidak lengkap 21 motif. Hal ini
dikarenakan di tempat industri pembuatan batik di desa Sidomukti ini, umumnya
para pembatik baru membuat batik ketika ada pesanan dari pembeli. Jadi mereka
tidak mempunyai stok kain jadi dengan lengkap sebanyak 21 motif. Walaupun
demikian mereka mempunyai patron yaitu gambar motif batik pada kertas. Para
pembeli hanya akan ditunjukkan bentuk patron ini, dan ketika mereka berminat
baru memesan. Walaupun cara pemasaran yang digunakan masih sangat
sederhana tetapi selalu saja ada yang memesan. Hampir semua seniman dari
daerah Magetan, Ngawi, Madiun dan sebagian Jawa tengah telah banyak yang
memakai batik ini. Selain itu telah banyak juga turis dari mancanegara yang
memesan kain batik ini. Menurut ibu Indrarini pada tanggal 21 September 2010,
ada turis dari Belanda, Jepang, Korea yang memesan batik ini. Tentunya dengan
harga yang lebih mahal. Hal ini dikarenakan proses pengirimannya yang lumayan
mahal karena harus dikirim lewat paket ke alamat masingmasing pemesan di luar
negeri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Untuk meningkatkan pemasaran dalam negeri melalui promosi, maka
para pengrajin sering mengikuti pameran-pameran baik yang diadakan oleh
pemerintah maupun pihak swasta. Salah seorang pengrajin yaitu ibu Insiyah,
mengatakan bahwa ketika mengikuti pameran meskipun terkadang tidak ada
satupun pembeli yang tertarik dengan batik ini namun ini cukup puas karena
dapat bertemu dengan banyak orang dan banyak pengrajin dari daerah lain
sehingga sedikit banyak dapat mengambil beberapa ilmu dari orang-orang
tersebut.
C.Motif Batik Pring Sidomukti
Motif-motif batik Pring yang dikerjakan di Desa Sidomukti termasuk
dalam bentuk batik tradisional. Motif yang dikerjakan intinya adalah serumpun
bambu. Tetapi sekarang telah banyak dikombinasikan dengan bentuk lain
misalnya gambar jalak lawu, garuda, naga, bunga-bungaan dan lain-lainnya yang
kesemuanya merupakan hasil alam Gunung Lawu. Sekarang telah ada 21 motif
yang dihasilkan oleh para pengrajin batik di Desa Sidomukti. Semua motif
tersebut tetap dikenal dengan nama batik Pring Sidomukti (wawancara dengan ibu
Indrarini ketua Koperasi Mukti Rahayu pada tanggal 28 september 2010).
Motif dasarnya ada 11 antara lain :
Gambar 5 Gambar 6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Gambar 7. Gambar 8
Gambar 9 Gambar 10
Gambar 11 Gambar 12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Gambar 13 Gambar 14
Gambar 15
Gambar 5-15 adalah gambar Motif dasar Batik Pring Sedapur. Motif ini
adalah motif dasar atau motif yang pertama kali dibuat oleh para pengrajin di
Desa Sidomukti. Motif ini dinamakan Motif Pring Sedapur. Motif ini terinspirasi
dari pohon pring (bambu) yang masih banyak terdapat di wilayah Desa
Sidomukti. Sedapur sendiri memiliki arti serumpun yang maknanya bambu yang
serumpun atau segerombol. Bisa juga untuk melambangkan masyarakatnya yang
masih mementingkan sikap gotong royong antar sesama.
Sekarang ini, motif dasar Pring Sedapur ini sudah di modifikasi atau
dipadupadankan dengan gambar-bambar lain, sehingga tercipta motif-motif baru.
Untuk sekarang ini telah tercipta 21 motif batik Pring. Beberapa gambar yang
dipadupadankan dengan Batik Pring antara lain :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
1. Jalak Lawu
Gambar 16. Jalak Lawu
Gambar pertama yang dipakai untuk menciptakan motif batik Pring baru
adalah Jalak Lawu. Jalak lawu. Burung Jalak Gading atau yang lebih dikenal
dengan “jalak Lawu” merupakan burung khas dari Gunung Lawu. Gunung Lawu
merupakan gunung yang banyak dikunjungi para pendaki gunung baik untuk
tujuan ritual maupun hanya bagi pecinta alam. Hampir sepanjang jalan di jalur
pendakian ke puncak Lawu, lebih-lebih bagi para pendaki yang mendapat berkah
dari Sunan Lawu para pendaki ini selalu diikuti burung jalak gading yang
dianggap keramat sebagai menunjuk jalan untuk menuju Puncak. Burung ini tidak
besar hanya sebesar jalak Ungu dan jalak Bali. Bulunya berwarna coklat, bagian
dada berwarna kuning emas, paruh dan kakinya kuning, nampak begitu jinak
namun begitu didekati dia langsung tebang. Desa Sidomukti tempat pembuatan
batik Pring terletak di lereng selatan Gunung Lawu, sehingga banyak dijumpai
burung ini di sekitar desa. Hal ini menginspirasi para pengrajin untuk
memasukkan jalak lawu ke dalam batik ini. Maka terciptalah motif baru.
2. Cucak Rowo
Gambar 17. Cucak Rowo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Cucak rowo merupakan burung khas Indonesia. Hampir di semua
wilayah nusantara, dapat dijumpai burung jenis ini. Suaranya yang merdu,
membuat burung ini banyak diminati oleh pencinta burung untuk dijadikan
peliharaan. Begitu juga para pencinta burung di desa Sidomukti. Ketika penulis
datang ke sentra industri batik ini, penulis juga mendengar kicauan burung ini.
Menurut para pengrajin, dari mendengar kicauan inilah mereka terinspirasi untuk
memasukkan burung cucak rowo ke dalam kreasi mereka. Selain itu, motif ini
juga merupakan pesanan dari salah satu pembeli yang mengusulkan untuk
memasukkan unsur burung ini ke dalam batik pesanannya. Dari situlah terbuatlah
otif batik baru.
3. Naga
Gambar 18. Naga
Di dalam masyarakat Magetan, khususnya di area sekitar Telaga
Sarangan, berkembang cerita rakyat tentang terjadinya Telaga Sarangan. Menurut
cerita yang berkembang, Telaga Sarangan terbentuk karena ada dua ekor Naga
yang berputar-putar di tanah, akhirnya membentuk kubangan yang semakin lama
semakin dalam dan terisi air maka terbentuklah sebuah telaga. Naga tersebut
adalah jelmaan dari Kyai dan Nyai Pasir yang tidak sengaja memakan telur Naga.
Masyarakat percaya bahwa di dalam Telaga Sarangan masih terdapat dua ekor
Naga jelmaan dari Kyai Pasir dan Nyai Pasir. Oleh karena itu setiap bulan Syuro,
di telaga Sarangan diadakan ritual larung sesaji. Cerita inilah yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
melatarbelakangi dimasukannya ornamen naga ke dalam batik Pring. Motif ini
pertama kali diperkenalkan ketika ada loomba motif batik di kabuaten.
4. Pring Kukuh
Gambar 19. Pring kukuh
Motif ini dinamakan batik pring kukuh atau kokoh. Jika dilihat dari
gambar pring atau bambu yang terdapat pada motif ini bersatu sehingga menjadi
kokoh atau kuat. Menurut para pengrajin, mereka membuat motif ini melihat
keadaan masyarakat desa Sidomukti yang masih kental budaya gotong royongnya.
Motif ini juga terinspirasi dari keadaan masyarakat di Indonesia yang walaupun
mempunyai suku dan budaya yang berbeda-beda tetapi tetap dapat bersatu
dibawah bendera Indonesia.
Dari gambar-gambar tersebut terciptalah motif-motif baru dari Batik
Pring Sidomukti. Motif-motif tersebut anatara lain :
1. Motif Pring Sedapur
Gambar 20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Motif ini dinamakan motif Pring Sedapur. Dalam bahasa Jawa Pring
Sedapur bisa diartikan serumpun atau segerombo bambul. Menurut para
pengrajin, bambu serumpun atau segerombol lebih kuat dibandingkan cuma satu
bambu. Serumpun bambu ini juga dikatakan dapat menggambarkan kekeluargaan
masyarakat Desa Sidomukti yang masih terjaga sampai sekarang. Hal ini dapat
terlihat dari kegiatan-kegiatan seperti kerja bakti, ronda malam, ketika ada hajatan
atau ketika ada kematian, masyarakat terlihat guyub rukun dalam kegiatan-
kegiatan tersebut. Motif ini yang dipakai oleh pegawai-pegawai di Kabupaten
Magetan baik itu pegawai negeri pemerintahan tingkat kabupaten, Kcamatan dan
kelurahan, pegawai dalam bidang pendidikan, pegawai bidang kesehatan dan
semua dinas-dinas di Kabupaten Magetan.
2. Motif Pring Cucak Rowo
Gambar 21
Motif ini dinamakan Pring Cucak Rowo. Cucak rowo merupakan burung
khas Indonesia. Hampir di semua wilayah nusantara, dapat dijumpai burung jenis
ini. Suaranya yang merdu, membuat burung ini banyak diminati oleh pencinta
burung untuk dijadikan peliharaan. Begitu juga para pencinta burung di desa
Sidomukti. Tidak ada arti khusus dalam motif ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
3. Motif Pring Tunggal
Gambar 22
Motif pring tunggal adalah bambu yang hanya ada satu. Maksudnya
bambu yang ada di dalam motif ini hanya berupa satu bambu tidak serumpun
bamboo seperti motif pring sedapur. Menurut para pengrajin, bambu yang hanya
satu ini melambangkan Tuhan yang Esa atau hanya ada satu.
4. Motif Pring Jalak Lawu
Gambar 23
Motif ini adalah penggabungan dari motif Pring Sidomukti dan hewan
khas Gunung Lawu yaitu Jalak Lawu. Dipilihnya Jalak Lawu karena burung ini
adalah burung khas gunung Lawu dan banyak terdapat di daerah sekitar desa
Sidomukti dan juga sejarah yang berkembang tentang kesakralan burung ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
5. Motif Pring Gunung
Gambar 24
Motif ini adalah motif terbaru ciptaan para pengrajin yang tergabung
dalam koperasi Batik Pring Mukti Lestari. Motif ini biasa digunakan sebagai kain
bawahan atau kain jarik. Gunung yang terdapat di dalam motif ini dimaksudkan
sebagai perwujudan Gunung Lawu yang ada di barat desa ini. Sudah banyak
pembeli yang memesan motif ini. Menurut ibu Indrarini, para seniman di daerah
Jawa timur dan Jawa Tengah sudah banyak yang memakai kain ini. Misalnya
Topan, Didi Kempot dan Cak Dikin.
Semua motif yang ada di kerajinan Batik Pring Sidomukti ini mengambil
dari benda-benda yang terdapat di lingkungan Desa Sidomukti, desa tempat batik
ini dibuat. Sehingga motif batik ini tidak mempunyai arti khusus.
D. Usaha Pemerintah Daerah Magetan Untuk Mempertahankan
Eksistensi Batik Pring Di Kabupaten Magetan
Keadaan politik yang kurang stabil sangat mempengaruhi kelangsungan
ekonomi suatu negara. Itu pula yang terjadi pada kerajinan batik di Desa
Sidomukti ketika krisis moneter pada tahun 1998 yang berpengaruh sampai
kemunculan kembali batik Desa Sidomukti pada tahun 2000. Hal ini berpengaruh
pada kerajinan batik dan mengakibatkan meredupnya usaha batik ini dan pada
akhirnya menghilang. Sejak saat itu perekonomian Indonesia kurang stabil dan
begitu banyaknya kekacauan di berbagai daerah, ketidakstabilan politik Indonesia
yang dipergunakan oleh sekelompok orang yang tidak bertanggungjawab
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
memberikan pengaruhnya juga terhadap berkembangnya kerajinan batik di Desa
Sidomukti.
Faktor yang paling mencolok dari keterpurukan batik tulis adalah begitu
berkembangnya teknologi yang menghasilkan tehnik printing dimana batik tulis
mendapat pesaing yang tangguh karena konsumen pada umumnya lebih memilih
harga yang relatif murah meskipun mutunya kurang bagus.
Perbedaan antara batik tradisional dan batik modern yang jelas terlihat
adalah dalam penggunaan warna. Pada batik tradisional warna yang dipergunakan
cenderung warna-warna kalem dan lembut seperti coklat dan biru. Sedangkan
dalam batik modern warna yang dipergunakan lebih berani yaitu warna-warna
yang cerah seperti merah, oranye, hijau dan sebagainya.
Motif juga sangat mempengaruhi berkembangnya kerajinan batik di
Indonesia. Hilangnya aturan pemakaian motif larangan bagi masyarakat umum
seolah memberikan keleluasaan bagi pengrajin batik untuk meningkatkan karya
seninya. Meskipun sebenarnya larangan tersebut masih diterapkan. Jika kita
masuk ke keraton, kita tidak boleh memakai batik dengan motif berbagai jenis
Parang. Motif tersebut dianggap sebagai milik keluarga istana, sehingga jika kita
berkunjung ke Keraton kita tidak boleh memakai motif tersebut. Adanya motif
larangan tersebut bukan berarti mematikan kreatifitas pengrajin batik. Hal ini
tidak mempengaruhi sama sekali dalam proses pembuatan batik. Pengrajin tetap
memproduksi bahkan memakainya jika diluar pagar Keraton.
Kerajinan batik sepertinya menerobos norma-norma otoriteritas kaum
feodal. Membatik yang pada awalnya hanya dilakukan oleh para puteri keraton
mulai keluar pagar dibawa oleh orang-orang dekat Keraton dan kemudian
diturunkan dari generasi ke generasi. Namun seiring dengan perkembangan jaman
saat ini, ketika norma-norma kepakeman telah luntur dan liberilisasi diberbagai
bidang begitu menggaung, kerajinan batik tulis mulai mengalami kejenuhan yang
dapat menjadi embrio bagi keterpurukan kerajinan tersebut. Hal ini dikarenakan
adanya krisis regenerasi dimana anak-anak muda saat ini kurang menyukai
ketekunan dan keuletan penuh. Generasi muda di era teknologi canggih saat ini
menginginkan sesuatu yang lebih praktis dan cepat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Krisis regenerasi yang dialami bukanlah karena kurangnya anak muda
yang memakai produk batik, melainkan kurangnya yang mengerjakan batik
khususnya batik tulis. Jika hanya sebagai konsumennya saja saat ini batik
mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena batik saat ini sangat beragam
baik dari warna, corak bahkan bentuk. Batik yang beredar saat ini bukan hanya
jarik (kain bawah) sebagai pasangan kebaya saja, tetapi berkat kreatifitas para
desainer batik maka berkembang pesat mulai baju-baju (hem), t-shirt, rok, celana,
sprei, taplak, sarung bantal guling bahkan pernak-pernik kecil sekalipun.
Perkembangan tersebut bukan merupakan hasil dari kerajinan batik tulis
melainkan produk dari batik printing, hanya coraknya saja yang sama. Jika
dibandingkan dengan batik printing, dalam hal mutu batik tulis jelas lebih unggul
karena batik tulis tidak luntur sehingga warnamya terjaga dengan baik karena
batik tulis manjalankan proses pencelupan selama berkali-kali.
Harga menjadi tolak ukur konsumen karena dalam hal harga, batik tulis
lebih mahal. Untuk satu potong kain kemeja ukuran 2,25x1,5m batik Pring
Sidomukti dipatok seharga Rp. 110-175.000,- tergantung motif yang dipesan.
Sedangkan batik printing dipatok seharga Rp. 70.000,- bahkan ada yang lebih
murah.
Persaingan antara batik tulis dengan batik printing ini sangat
memojokkan para pengrajin batik Pring Sidomukti karena walaupun para
pengrajin menerima pesanan batik printing, umumnya para pembeli lebih memilih
memesan batik tulis. Hal ini sangat menyulitkan para pengrajin dikenakan
lamanya proses pengerjaan batik yaitu sekitar 14 hari untuk selembar kain jarik.
Para pengrajin lebih memilih mempertahankan mutu sehingga memerlukan waktu
yang lumayan lama. Puncaknya pada tahun 2006 lalu saat Pemkab Magetan
mempunyai hajat pengadaan seragam kain batik bagi pegawai di lingkungan
Pemkab setempat. Tetapi karena Pemkab menginginkan 30.000 lembar kain batik
tulis dan meminta waktu yang cepat, akhirnya para pembatik tidak sanggung
memenuhi permintaan tersebut. Mereka pesan kain batik ke Solo, tapi
menggunakan motif kain batik khas Sidomukti. Pada 2007, kejadian itu kembali
terulang, di mana motif khas Sidomukti, yaitu Batik Pring Sedapur, kembali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
dikerjakan oleh perajin batik dari Solo. Hal ini berdampak terhadap mata
pencarian perajin batik asal Sidomukti. Seharusnya, Pemkab setempat
memberdayakan perajin lokal, bukannya mematikan usaha perajin Sidomukti
(wawancara dengan Ibu Sumini, salah satu pembatik di Desa Sidomukti pada 23
September 2010).
Adanya peran pemerintah baik lewat pemerintah desa, Dinas
Perindustrian dan Perdagangan maupun Pemkab Magetan sendiri dan sektor
swasta sebagai pengusaha harus mampu menciptakan iklim yang mantap bagi
perkembangan kerajinan batik pring di Desa Sidomukti.
Melihat keadaan industri batik yang semakin terpuruk, pemerintah tidak
tinggal diam saja. Pemerintah melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
(MenPAN) mewajibkan seluruh PNS menggunakan Batik atau kain Tradisional
setiap Hari Jum’at dan acara-acara resmi lainnya. Aturan ini sangat
menggairahkan kewirausahaan batik di Indonesia. Hal ini sesuai dengan Peraturan
Menteri no 53 tahun 2009.
Sebelum dikeluarkan peraturan menteri, sebenarnya pemerintah
Kabupaten Magetan sudah mengeluarkan peraturan untuk mewajibkan PNS dan
jajaran Staf di Kabupaten untuk memakai batik. Batik yang diharuskan untuk
dipakai adalah batik khas Magetan yaitu batik pring desa Sidomukti untuk hari
Jum’at dan batik bebas setiap hari Kamis. Hal ini merangsang perkembangan
usaha batik pring cukup baik walau tidak terlalu besar. Peraturan tersebut
dituangkan dalam Peraturan Bupati (PerBup) No. 88 tahun 2006 tentang pakaian
Dinas Pegawai dan Pejabat di Lingkungan Kabupaten Magetan dan Peraturan
Bupati no 90 tahun 2006 tentang Tanda Pengenal Pegawai di Lingkungan
Pemerintah Kabupaten Magetan pada poin G. Hal ini merangsang perkembangan
usaha batik pring cukup baik walau tidak terlalu besar. Kebijakan Pemerintah
Kabupaten Magetan ini ternyata tidak dilakukan sepenuhnya dengan tujuan untuk
mengembangkan Batik Pring Sidomukti. Hal ini terbukti dengan adanya
pemesanan sebanyak 30.000 potong batik kepada pengusaha batik di luar
Magetan. Namun, motif batik tersebut adalah motif Batik Pring Sidomukti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Sebelumnya, Pemkab Magetan telah memesan batik dari perajin di Desa
Sidomukti, dengan alasan terlambat memproduksi, pihak pemkab akhirnya
memesan kepada produsen kain batik di Surabaya.
Menurut bapak soetikno, mengenai motif batik Sidomukti yang diklaim
sebagai motif temuan perajin asal Desa Sidomukti, adalah masalah ketidaktahuan
para perajin. Sebenarnya, motif batik yang merupakan temuan perajin asal
Magetan, bahkan, sampai dilombakan adalah motif batik yang diberi nama Pring
Sedapur, bukan batik Sidomukti. Karena, Sidomukti adalah nama dari motif kain
jarik, yang sudah ada sejak dulu.
Sesuai prosedur yang ditetapkan pemerintah, pengadaan barang dan
jasanya yang nilainya di atas Rp100 juta harus melalui lelang (tender). Dan untuk
tender harus mengikuti ketentuan yang ada, dan itu tidak akan bisa dipenuhi oleh
para perajin batik di Magetan yang umumnya adalah usaha rumah tangga. Lelang
pengadaan batik untuk seragam pegawai pemkab itu pun dibuka untuk umum
yang diikuti oleh 75 pengusaha, dan dimenangkan oleh pengusaha dari Surabaya.
Dari hasil pertemuan antara Pemkab dan wakil dari pengrajin batik Pring
untuk mengembangkan usaha kecil dan menengah di Kabupaten Magetan,
termasuk home industry, pihak pemkab juga mensyarakatkan kepada pemenang
tender agar mau menyisihkan sebagian dari keuntungan dari pekerjaan pengadaan
barang dan jasa yaitu pengadaan 30.000 potong batik. Pemenang tender sanggup
memberikan Rp. 40 juta dari keuntungannya untuk membantu mengembangkan
perajin batik di Magetan.
Selain dari hal-hal tersebut, pihak Pemerintah Kabupaten Magetan
melalui Dinas Perindustrian memberikan bantuan mesin printing kepada para
pengrajin. Pihak Disperindag juga melakukan pelatihan-pelatihan kepada
masyarakat Desa Sidomukti khususnya ibu-ibu rumah tangga tentang cara-cara
pembuatan batik Pring Sidomukti. Hal ini dilakukan untuk mengembangkan batik
khas Magetan ini dan memperkenalkannya ke masyarakat luas kalau Magetan
juga mempunyai batik yang bernama Batik Pring Sidomukti.
Pemerintah juga membuat akun di Internet baik itu Blog maupun
Facebook untuk memberikan sarana promosi yang baik agar batik Pring Desa
Sidomukti lebih dikenal dalam masyarakat luas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dikemukakan daiatas, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Kerajinan batik di desa Sidomukti telah lama berkembang di masyarakat desa
Sidomukti khususnya berpusat di Dukuh Papringan. Walaupun hanya terbatas
pada beberapa orang, tetapi menjadi warisan turun temurun yang diturunkan
kepada keturunannya masing-masing. Batik ini sempat menghilang selama
beberapa dekade. Baru muncul kembali pada tahun 70-an tapi dengan motif
yang berbeda yaitu motif bambu atau yang terkenal dengan sebutan motif
Pring Sedapur. Motif ini terinspirasi dari keadaan desa tempat batik ini
muncul di dukuh Papringan yang masih banyak ditumbuhi oleh pohon-pohon
bambu. Dari sinilah tercipta motif-motif batik Pring Sidomukti yang pada
intinya adalah bambu yang dikolaborasi dengan motif-motif lain seperti
garuda, cucak rowo, bunga-bunga, naga dan binatang-binatang serta tumbuh-
tumbuhan yang banyak terdapat di sekitar Gunung Lawu., yang kesemuanya
itu merupakan hasil dari alam gunung Lawu. Mulai diperkenalkan kepada
masyarakat umum sekitar tahun 2002 sampai sekarang para pembatik di Desa
Sidomukti sudah berhasil menciptakan 21 motif batik. Sayangnya sekarang
ini, Industri kerajinan batik di Kabupten Magetan bisa dibilang mengalami
krisis. Krisis yang dimaksud lebih kepada krisis regenerasi. Krisis regenerasi
yang dialami bukanlah karena kurangnya anak muda yang memakai produk
batik, melainkan kurangnya generasi yang menekuni batik khususnya batik
tulis. Jika hanya sebagai konsumennya saja saat ini batik mengalami
perkembangan yang sangat pesat, karena batik saat ini sangat beragam baik
dari warna, corak bahkan bentuk. Batik yang beredar saat ini bukan hanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
jarik (kain bawah) sebagai pasangan kebaya saja, tetapi berkat kreatifitas para
desainer batik maka berkembang pesat mulai baju-baju (hem), t-shirt, rok,
celana, sprei, taplak, sarung bantal guling bahkan pernak-pernik kecil
sekalipun. Perkembangan tersebut bukan merupakan hasil dari kerajinan batik
tulis melainkan produk dari batik printing, hanya coraknya saja yang sama.
Jika dibandingkan dengan batik printing, dalam hal mutu batik tulis jelas lebih
unggul karena batik tulis tidak luntur sehingga warnamya terjaga dengan baik
karena batik tulis manjalankan proses pencelupan selama berkali-kali. Saat ini
omset kerajinan batik di Desa Sidomukti sudah lumayan besar dibandingkan
pertama kali dikenalkan tahun 2004 yaitu berkisar antara Rp. 5.000.000,-
sampai Rp. 50.000.000,- tergantung ramai atau tidaknya pemesan. Untuk satu
potong kain kemeja ukuran 2,25x1,5m batik Pring Sidomukti dipatok seharga
Rp. 110-175.000,- tergantung motif yang dipesan.
2. Pemerintah Kabupaten Magetan melakukan banyak hal untuk
mempertahankan eksistensi batik di Kabupaten Magetan. Salah satunya
dengan mengeluarkan peraturan untuk mewajibkan PNS dan jajaran Staf di
Kabupaten untuk memakai batik. Batik yang diharuskan untuk dipakai adalah
batik khas Magetan yaitu batik pring Desa Sidomukti untuk hari Jum’at dan
batik bebas setiap hari Kamis. Hal ini merangsang perkembangan usaha batik
pring cukup baik walau tidak terlalu besar. Selain dari peraturan itu,
pemerintah Kabupaten Magetan melalui Dinas Perindustrian Kabupaten
Magetan maupun melalui Lembaga Pemberdayaan Masyarakat sering
mengadakan pelatihan-pelatihan pembatikan agar ada regenerasi maupun
mengadakan perlombaan-perlombaan motif agar tercipta motif baru.
Pemerintah Daerah Magetan juga berusaha mempromosikan batik Pring ke
luar wilayah Magetan antara lain dengan lewat media cetak yaitu surat kabar,
maupun media elektronik seperti Blog Kabupaten Magetan, situs jejaring
sosial seperti Facebook maupun Twitter. Untuk promosi langsung, pegawai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
jajaran Pemerintah Kabupaten Magetan selalu memakai batik ketika
mengadakan lawatan ke daerah lain. Pemerintah Kabupaten Magetan juga
memasukkan sentra kerajinan Batik Pring ke dalam daftar daerah tujuan
wisata di Kabupaten Magetan selain Telaga Sarangan, Sentra Industri Kulit,
dan Sentra Jeruk Pamelo. Hal ini mendorong wisatawan yang banyak
berkunjung ke Telaga Sarangan untuk mampir ke Sentra Industri Batik Pring
di Desa Sidomukti yang lokasinya tidak jauh dari lokasi Telaga Sarangan.
B. Implikasi
1. Teoritis
Penelitian tentang batik telah banyak dilakukan. Di Indonesia ada ratusan
bahkan ribuan pengrajin dengan cirri khas berbeda-beda. Akan tetapi tidak semua
Batik yang ada di Indonesia telah diteliti. Ada beberapa yang telah diteliti berkali-
kali tetapi ada juga yang belum pernah dilirik oleh para peneliti. Contoh
konkritnya Batik Pring Desa Sidomukti belum pernah diteliti oleh peneliti
manapun. Dari penelitian ini diharapkan dapat dipakai untuk referensi bagi
peneliti lain dan dapat dibuat pertimbangan oleh pemerintah untuk lebih
mempertahankan batik. Batik adalah warisan bangsa yang sangat berharga dan
sangat disayangkan jika terabaikan. Jangan sampai ketika diambil oleh Negara
lain, baru ada perhatian dari pemerintah.
2. Praktis
Perkembangan kerajinan Batik Pring di Desa Sidomukti menyerap tenaga
kerja khususnya ibu-ibu rumah tangga. Taraf ekonomi dalam keluarga-keluarga
pembatik juga lebih meningkat. Dulunya perekonomian keluarga hanya
mengandalkan sektor agraris, sekarang dapat memperoleh penghasilan tambahan
dari kerajinan batik. Selain itu, berkembangnya Kerajinan Batik ini menambah
daya tarik wisatawan untuk datang ke Kabupaten Magetan sehingga menambah
pemasukan Kabupaten yang dapat digunakan untuk pembangunan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat diajukan saran sebagai
berikut:
1. Bagi pemerintah
Pemerintah hendaknya lebih memperhatikan pengrajin dalam usahanya
untuk mengembangkan kerajinan batik. Perlu adanya pendorong atau
motivasi serta arahan dari pemerintah agar muncul persatuan dan
kerjasama diantara para pengrajin agar terjadi persaingan yang sehat.
Selain itu, pemerintah harus konsisten dengan peraturan yang dibuatnya
sendiri. Jika berniat untuk mengembangkan batik, jangan setengah-
setengah. Jangan sampai ketika diakui oleh Negara lain baru ada
kepeduliaan. Untuk mengatasi krisis regenerasi, pemerintah khususnya
Departemen Perindustrian dan Perdagangan bekerjasama dengan Balai
Penelitian dan Penyuluhan Batik hendaknya memberikan kursus-kursus
atau pelatihan-pelatihan terhadap generasi muda agar mereka dapat
meneruskan keterampilan membatik yang telah diwariskan oleh nenek
moyang kita sehungga kerajinan batik dapat terus dilestarikan dari
generasi ke generasi.
2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Magetan
Pemerintah Kabupaten Magetan hendaknya memberikan perhatian yang
lebih kepada Batik Pring Sidomukti agar batik ini dapat lebih berkembang
lagi. Misalnya, dengan memberikan pinjaman modal, memberikan alat-alat
untuk keperluan membatik yang lebih modern dan yang paling penting
jika ada kegiatan pengadaan baju bagi pegawai di lingkup Pemerintah
Kabupaten Magetan, hendaknya pemerintah memberikan order tersebut ke
para pengrajin di Desa Sidomukti.
3. Bagi para pengrajin batik di Desa Sidomukti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Para pengrajin hendaknya memiliki respon yang baik terhadap program-
program yang telah diupayakan oleh pemerintah. Disamping itu
hendaknya para pengrajin menjalin kerjasama dengan pihak lain untuk
membentuk modal serta mencari jaringan bisnis yang luas dalam hal
pemasaran dan penjualan produk. Para pengrajin juga harus membuat
motif-motif dan model-model baru agar lebih diminati oleh masyarakat
luas.
4. Bagi Penelitian-penelitian selanjutnya, khususnya tentang batik masih
perlu dilakukan mengingat masih banyak keunikan-keunikan lain yang
belum terungkap, baik itu bentuk motif, tehnik maupun proses
pembatikan.