batubara merupakan sedimen organik
TRANSCRIPT
Batubara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan
organik, terdiri dari kandungan bermacam-macam pseudomineral. Batubara
terbentuk dari sisa tumbuhan yang membusuk dan terkumpul dalam suatu
daerah dengan kondisi banyak air, biasa disebut rawa-rawa. Kondisi tersebut
yang menghambat penguraian menyeluruh dari sisa-sisa tumbuhan yang
kemudian mengalami proses perubahan menjadi batubara.
Selain tumbuhan yang ditemukan bermacam-macam, tingkat kematangan
juga bervariasi, karena dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lokal. Kondisi lokal
ini biasanya kandungan oksigen, tingkat keasaman, dan kehadiran mikroba.
Pada umumnya sisa-sisa tanaman tersebut dapat berupa pepohonan,
ganggang, lumut, bunga, serta tumbuhan yang biasa hidup di rawa-rawa.
Ditemukannya jenis flora yang terdapat pada sebuah lapisan batubara
tergantung pada kondisi iklim setempat. Dalam suatu cebakan yang sama,
sifat-sifat analitik yang ditemukan dapat berbeda, selain karena tumbuhan
asalnya yang mungkin berbeda, juga karena banyaknya reaksi kimia yang
mempengaruhi kematangan suatu batubara.
Secara umum, setelah sisa tanaman tersebut terkumpul dalam suatu kondisi
tertentu yang mendukung (banyak air), pembentukan dari peat (gambut)
umumnya terjadi. Dalam hal ini peat tidak dimasukkan sebagai golongan
batubara, namun terbentuknya peat merupakan tahap awal dari terbentuknya
batubara. Proses pembentukan batubara sendiri secara singkat dapat
didefinisikan sebagai suatu perubahan dari sisa-sisa tumbuhan yang ada,
mulai dari pembentukan peat (peatifikasi) kemudian lignit dan menjadi
berbagai macam tingkat batubara, disebut juga sebagai proses coalifikasi,
yang kemudian berubah menjadi antrasit. Pembentukan batubara ini sangat
menentukan kualitas batubara, dimana proses yang berlangsung selain
melibatkan metamorfosis dari sisa tumbuhan, juga tergantung pada keadaan
pada waktu geologi tersebut dan kondisi lokal seperti iklim dan tekanan. Jadi
pembentukan batubara berlangsung dengan penimbunan akumulasi dari sisa
tumbuhan yang mengakibatkan perubahan seperti pengayaan unsur karbon,
alterasi, pengurangan kandungan air, dalam tahap awal pengaruh dari
mikroorganisme juga memegang peranan yang sangat penting.
PENYUSUN BATUBARA
Konsep bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan diperkuat dengan
ditemukannya cetakan tumbuhan di dalam lapisan batubara. Dalam
penyusunannya batubara diperkaya dengan berbagai macam polimer organik
yang berasal dari antara lain karbohidrat, lignin, dll. Namun komposisi dari
polimer-polimer ini bervariasi tergantung pada spesies dari tumbuhan
penyusunnya.
Lignin
Lignin merupakan suatu unsur yang memegang peranan penting dalam
merubah susunan sisa tumbuhan menjadi batubara. Sementara ini susunan
molekul umum dari lignin belum diketahui dengan pasti, namun susunannya
dapat diketahui dari lignin yang terdapat pada berbagai macam jenis
tanaman. Sebagai contoh lignin yang terdapat pada rumput mempunyai
susunan p-koumaril alkohol yang kompleks. Pada umumnya lignin merupakan
polimer dari satu atau beberapa jenis alkohol.
Hingga saat ini, sangat sedikit bukti kuat yang mendukung teori bahwa lignin
merupakan unsur organik utama yang menyusun batubara.
Karbohidrat
Gula atau monosakarida merupakan alkohol polihirik yang mengandung
antara lima sampai delapan atom karbon. Pada umumnya gula muncul
sebagai kombinasi antara gugus karbonil dengan hidroksil yang membentuk
siklus hemiketal. Bentuk lainnya mucul sebagai disakarida, trisakarida,
ataupun polisakarida. Jenis polisakarida inilah yang umumnya menyusun
batubara, karena dalam tumbuhan jenis inilah yang paling banyak
mengandung polisakarida (khususnya selulosa) yang kemudian terurai dan
membentuk batubara.
Protein
Protein merupakan bahan organik yang mengandung nitrogen yang selalu
hadir sebagai protoplasma dalam sel mahluk hidup. Struktur dari protein pada
umumnya adalah rantai asam amino yang dihubungkan oleh rantai amida.
Protein pada tumbuhan umunya muncul sebagai steroid, lilin.
Material Organik Lain
Resin
Resin merupakan material yang muncul apabila tumbuhan mengalami luka
pada batangnya.
Tanin
Tanin umumnya banyak ditemukan pada tumbuhan, khususnya pada bagian
batangnya.
Alkaloida
Alkaloida merupakan komponen organik penting terakhir yang menyusun
batubara. Alkaloida sendiri terdiri dari molekul nitrogen dasar yang muncul
dalam bentuk rantai.
Porphirin
Porphirin merupakan komponen nitrogen yang berdasar atas sistem pyrrole.
Porphirin biasanya terdiri atas suatu struktur siklik yang terdiri atas empat
cincin pyrolle yang tergabung dengan jembatan methin. Kandungan unsur
porphirin dalam batubara ini telah diajukan sebagai marker yang sangat
penting untuk mendeterminasi perkembangan dari proses coalifikasi.
Hidrokarbon
Unsur ini terdiri atas bisiklik alkali, hidrokarbon terpentin, dan pigmen
kartenoid. Sebagai tambahan, munculnya turunan picene yang mirip dengan
sistem aromatik polinuklir dalam ekstrak batubara dijadikan tanda inklusi
material sterane-type dalam pembentukan batubara. Ini menandakan bahwa
struktur rangka tetap utuh selama proses pematangan, dan tidak adanya
perubahan serta penambahan struktur rangka yang baru.
Konstituen Tumbuhan yang Inorganik (Mineral)
Selain material organik yang telah dibahas diatas, juga ditemukan adanya
material inorganik yang menyusun batubara. Secara umum mineral ini dapat
dibagi menjadi dua jenis, yaitu unsur mineral inheren dan unsur mineral
eksternal. Unsur mineral inheren adalah material inorganik yang berasal dari
tumbuhan yang menyusun bahan organik yang terdapat dalam lapisan
batubara. Sedangkan unsur mineral eksternal merupakan unsur yang dibawa
dari luar kedalam lapisan batubara, pada umumya jenis inilah yang menyusun
bagian inorganik dalam sebuah lapisan batubara.
PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA
Pembentukan batubara pada umumnya dijelaskan dengan asumsi bahwa
material tanaman terkumpul dalam suatu periode waktu yang lama,
mengalami peluruhan sebagian kemudian hasilnya teralterasi oleh berbagai
macam proses kimia dan fisika. Selain itu juga, dinyatakan bahwa proses
pembentukan batubara harus ditandai dengan terbentuknya peat.
Pembentukan Lapisan Source
Teori Rawa Peat (Gambut) – Autocthon
Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan batubara berasal dari akumulasi
sisa-sisa tanaman yang kemudian tertutup oleh sedimen diatasnya dalam
suatu area yang sama. Dan dalam pembentukannya harus mempunyai waktu
geologi yang cukup, yang kemudian teralterasi menjadi tahapan batubara
yang dimulai dengan terbentuknya peat yang kemudian berlanjut dengan
berbagai macam kualitas antrasit. Kelemahan dari teori ini adalah tidak
mengakomodasi adanya transportasi yang bisa menyebabkan banyaknya
kandungan mineral dalam batubara.
Teori Transportasi – Allotocton
Teori ini mengungkapkan bahwa pembentukan batubara bukan berasal dari
degradasi/peluruhan sisa-sisa tanaman yang insitu dalam sebuah lingkungan
rawa peat, melainkan akumulasi dari transportasi material yang terkumpul
didalam lingkungan aqueous seperti danau, laut, delta, hutan bakau. Teori ini
menjelaskan bahwa terjadi proses yang berbeda untuk setiap jenis batubara
yang berbeda pula.
Proses Geokimia dan Metamorfosis
Setelah terbentuknya lapisan source, maka berlangsunglah berbagai macam
proses. Proses pertama adalah diagenesis, berlangsung pada kondisi
temperatur dan tekanan yang normal dan juga melibatkan proses biokimia.
Hasilnya adalah proses pembentukan batubara akan terjadi, dan bahkan akan
terbentuk dalam lapisan itu sendiri. Hasil dari proses awal ini adalah peat,
atau material lignit yang lunak. Dalam tahap ini proses biokimia
mendominasi, yang mengakibatkan kurangnya kandungan oksigen. Setelah
tahap biokimia ini selesai maka berikutnya prosesnya didominasi oleh proses
fisik dan kimia yang ditentukan oleh kondisi temperatur dan tekanan.
Temperatur dan tekanan berperan penting karena kenaikan temperatur akan
mempercepat proses reaksi, dan tekanan memungkinkan reaksi terjadi dan
menghasilkan unsur-unsur gas. Proses metamorfisme (temperatur dan
tekanan) ini terjadi karena penimbunan material pada suatu kedalaman
tertentu atau karena pergerakan bumi secara terus-menerus didalam waktu
dalam skala waktu geologi.
HETEROATOM DALAM BATUBARA
Heteroatom dalam batubara bisa berasal dari dalam (sisa-sisa tumbuhan)
dan berasal dari luar yang masuk selama terjadinya proses pematangan.
Nitrogen pada batubara pada umumnya ditemukan dengan kisaran 0,5 – 1,5 %
w/w yang kemungkinan berasal dari cairan yang terbentuk selama proses
pembentukan batubara.
Oksigen pada batubara dengan kandungan 20 – 30 % w/w terdapat pada lignit
atau 1,5 – 2,5 % w/w untuk antrasit, berasal dari bermacam-macam material
penyusun tumbuhan yang terakumulasi ataupun berasal dari inklusi oksigen
yang terjadi pada saat kontak lapisan source dengan oksigen di udara terbuka
atau air pada saat terjadinya sedimentasi.
Variasi kandungan sulfur pada batubara berkisar antara 0,5 – 5 % w/w yang
muncul dalam bentuk sulfur organik dan sulfur inorganik yang umumnya
muncul dalam bentuk pirit. Sumber sulfur dalam batubara berasal dari
berbagai sumber. Pada batubara dengan kandungan sulfur rendah, sulfurnya
berasal material tumbuhan penyusun batubara. Sedangkan untuk batubara
dengan kandungan sulfur menengah-tinggi, sulfurnya berasal dari air laut.
Proses Pemfosilan atau Fosilisasi beserta penjelasan TRACE FOSSIL
A. Pengertian Fosil
Fosil, dari bahasa Latin fossa yang berarti "menggali keluar dari dalam tanah”. Fosil adalah semua sisa, jejak, ataupun cetakan dari manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan yang telah terawetkan dalam suatu endapan batuan dari masa geologis atau prasejarah yang telah berlalu.
Fosil mahluk hidup terbentuk ketika mahluk hidup pada zaman dahulu (lebih dari 11.000 tahun) terjebak dalam lumpur atau pasir dan kemudian jasadnya tertutup oleh endapan lumpur. Endapan lumpur tersebut akan mengeras menjadi batu di sekeliling mahluk hidup yang terkubur tersebut.
Dari fosil yang ditemukan, yang paling banyak jumlahnya adalah yang sangat lembut ukurannya seperti serbuk sari, misalnnya foraminifera, ostracoda dan radiolarian. Sedangkan, hewan yang besar biasanya hancur bercerai-cerai dan bagian tertentu yang ditemukan sebagai fosil.
Bentuk fosil ada dua macam yaitu fosil cetakan dan jejak fosil. Fosil cetakan terjadi jika kerangka mahluk hidup yang terjebak di endapan lumpur meninggalkan bekas (misalnya tulang) pada endapan tersebut yang membentuk cetakan. Jika cetakan tersebut berisi lagi dengan endapan lumpur maka akan terbentuk jejak fosil persis seperti kerangka aslinya.Berdasarkan ukurannya, jenis fosil dibagi menjadi :
a. Macrofossil (Fosil Besar) , dipelajari tanpa menggunakan alat bantu
b. Microfossil (Fosil Kecil), dipelajari dengan alat bantu mikroskop
c. Nannofossil (Fosil Sangat kecil), dipelajari menggunakan batuan mikroskop khusus (dengan pembesaran
hingga 1000x)
Kegunaan Fosil : Untuk mengidentifikasi unit-unit strartigrafi permukaan bumi, atau untuk mengidentifikasi umur relatif clan posisi
relatif batuan yang mengandung fosil. Identifikasi ini dapat dilakukan dengan mempelajari fosil indeks. Persyaratan bagi sutau fosil untuk dapat dikategorikan sebagai fosil indeks adalah : (a). terdapat dalam jumlah
yang melimpah dan mudah diidentifikasi; dan (b). memiliki distribusi horizontal yang luas, tetapi dengan distribusi vertikal yang relatif pendek (kurang lebih 1 juta tahun).
Menjadi dasar dalam mempelajari paleoekologi dan paleoklimatologi. Struktur dan distribusi fosil diasumsikan dapat mencerminkan kondisi lingkungan tempat tumbuhan tersebut tumbuh dan bereproduksi.
Untuk mempelajari paleofloristik, atau kumpulan fosil tumbuhan dalam dimensi ruang dan waktu tertentu. Hal ini dapat memberikan gambaran mengenai distribusi populasi tumbuhan dan migrasinya, sebagai respon terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan masa lampau.
Menjadi dasar dalam mempelajari evolusi tumbuhan yaitu dengan cara mempelajari perubahan suksesional tumbuhan dalam kurun waktu geologi.
Persyaratan terbentuknya fosil:
1. adanya badan air
2. adanya sumber sedimen anorganik dalam bentuk partikel atau senyawa terlarut
3. adanya bahan tumbuhan atau hewan (yang akan menjadi fosil)
B. Proses Pemfosilan atau Fosilisasi
Fosilisasi merupakan proses penimbunan sisa-sisa hewan atau tumbuhan yang terakumulasi dalam
sedimen atau endapan-endapan baik yang mengalami pengawetan secara menyeluruh, sebagian ataupun
jejaknya saja. Terdapat beberapa syarat terjadinya pemfosilan yaitu antara lain:
Organisme mempunyai bagian tubuh yang keras
Mengalami pengawetan
Terbebas dari bakteri pembusuk
Terjadi secara alamiah
Mengandung kadar oksigen dalam jumlah yang sedikit
Umurnya lebih dari 10.000 tahun yang lalu.
Kendala pemfosilan yaitu saat organism mati (bangkai) dimakan oleh organism lain atau terjadi
pembusukan oleh bakteri pengurai.
Suatu contoh tempat yang mendukung terjadinya proses fosilisasi adalah delta sungai, dasar danau,
atau danau tapal kuda (oxbow lake) yang terjadi dari putusnya suatu meander.
Bahan -bahan yang berperan dalam fosilisasi, diantaranya :
1. Pertrifaksi, berubah menjadi batu oleh adanya bahan-bahan : silika, kalsiumkarbonat, FeO, MnO dan FeS.
Bahan itu masuk dan mengisi lubang serta pori dari hewan atau tumbuhan yang telah mati sehingga menjadi
keras/membatu menjadi fosil.
2. Proses Destilasi, tumbuhan atau bahan organik lainnya yang telah mati dengan cepat tertutup oleh lapisan
tanah.
3. Proses Kompresi, tumbuhan tertimbun dalam lapisan tanah, maka air dan gas yang terkandung dalam bahan
organic dari tumbuhan itu tertekan keluar oleh beratnya lapisan tanah yang menimbunnya. Akibatnya, karbon
dari tumbuhan itu tertinggal dan lama kelamaan akan menjadi batubara, lignit dan bahan bakar lainnya.
4. Impresi, tanda fosil yang terdapat di dalam lapisan tanah sedangkan fosilnya sendiri hilang.
5. Bekas gigi, kadang-kadang fosil tulang menunjukan bekas gigitan hewan carnivore atau hewan pengerat.
6. Koprolit, bekas kotoran hewan yang menjadi fosil.
7. Gastrolit, batu yang halus permukaannya ditemukan di dalam badan hewan yang telah menjadi fosil.
8. Liang di dalam tanah, dapat terisi oleh batuan dan berubah sebagai fosil, merupakan cetakan.
9. Pembentukan Kerak, hewan dan tumbuhan terbungkus oleh kalsiumkarbonat yang berasal dari travertine
ataupun talaktit.
10. Pemfosilan di dalam Tuff, pemfosilan ini jarang terjadi kecuali di daerah yang berudara kering sehingga bakteri
pembusuk tidak dapat terjadi.
11. Pemfosilan dengan cara pembekuan, hewan yang mati tertutup serta terlindung lapisan es dapat membeku
dengan segera. Oleh karena dinginnya es maka tidak ada bakteri pembusuk yang hidup dalam bangkai tersebut.C. Fosil hidup
Istilah “fosil hidup” adalah istilah yang digunakan suatu spesies hidup yang menyerupai sebuah spesies yang hanya diketahui dari fosil. Beberapa fosil hidup antara lain ikan coelacanth dan pohon ginkgo. Fosil hidup juga dapat mengacu kepada sebuah spesies hidup yang tidak memiliki spesies dekat lainnya atau sebuah kelompok kecil spesies dekat yang tidak memiliki spesies dekat lainnya. Contoh dari kriteria terakhir ini adalah nautilus.
D. Jenis Fosil
1. Organisme itu sendiri (Fosil yang dihasilkan dari organisme itu sendiri)
Tipe pertama ini adalah binatangnya itu sendiri yang terawetkan/tersimpan. Dapat beruba tulangnya,
daun-nya, cangkangnya, dan hampir semua yang tersimpan ini adalah bagian dari tubuhnya yang “keras”. Dapat
juga berupa binatangnya yang secara lengkap (utuh) tersipan. misalnya Fosil Mammoth yang terawetkan karena
es, ataupun serangga yang terjebak dalam amber (getah tumbuhan).
Petrified wood atau fosil kayu dan juga mammoths yang terbekukan, and juga mungkin anda pernah
lihat dalam filem berupa binatang serangga yang tersimpan dalam amber atau getah tumbuhan. Semua ini biasa
saja berupa asli binatang yang tersimpan.
2. Sisa-sisa aktifitasnya (Trace Fossil)
Secara mudah pembentukan fosil ini dapat melalui beberapa jalan, antara lain seperti yang terlihat
dibawah ini. Fosil sisa aktifitasnya sering juga disebut dengan Trace Fosil (Fosil jejak), karena yang terlihat
hanyalah sisa-sisa aktifitasnya. Jadi ada kemungkinan fosil itu bukan bagian dari tubuh binatang atau tumbuhan
itu sendiri.
Penyimpanan atau pengawetan fosil cangkang ini dapat berupa cetakan. Namun cetakan tersebut
dapat pula berupa cetakan bagian dalam (internal mould) dicirikan bentuk permukaan yang halus, atau external
mould dengan ciri permukaan yang kasar. Keduanya bukan binatangnya yang tersiman, tetapi hanyalah cetakan
dari binatang atau organisme itu.
Trace fossil adalah suatu struktur berupa track, trall, burrow, tube, borring, yang terawaetkan sebagai
fosil organisme.
Kelebihan trace fossil dengan fosil kerangka :
1. Trace fossil biasanya terawetkan pada lingkungan yang berlawanan dengan pengendapan fosil kerangka
misalnya perairan dangkal dengan energy tinggi, batu pasir laut dangkal dan batu lanau laut.
2. Trace fossil tidak dipengaruhi oleh diagenesa bahkan diperjelas secara visual oleh proses diagenesa.
E. PROSES YANG MEMPENGARUHI TERBENTUKNYA FOSIL
1. Histometabasis, Penggantian sebagian tubuh fosil tumbuhan dengan pengisian mineral lain (cth : silika) dimana
fosil tersebut diendapkan
2. Permineralisasi , Histometabasis pada binatang
3. Rekristalisasi, Berubahnya seluruh/sebagian tubuh fosil akibat P & T yang tinggi, sehingga molekul-molekul
dari tubuh fosil (non-kristalin) akan mengikat agregat tubuh fosil itu sendiri menjadi kristalin
4. Replacement/Mineralisasi/Petrifikasi, Penggantian seluruh bagian fosil dengan mineral lain
5. Dehydrasi/Leaching/Pelarutan
6. Mold/Depression, Fosil berongga dan terisi mineral lempung
7. Trail & Track
Trail : cetakan/jejak-jejak kehidupan binatang purba yang menimbulkan kenampakan yang lebih halus
Track : sama dengan trail, namun ukurannya lebih besar
Burrow : lubang-lubang tempat tinggal yang ditinggalkan binatang purba.
Borring : lubang pemboran
Tube : struktur fosil berupa pipa
Proses Pembentukkan MigasProses Pembentukan Minyak Bumi Dan Gas AlamMinyak bumi adalah hasil pelapukan fosil-fosil tumbuhan dan hewan pada jutaan tahun yang lalu. Organisme-organisme tersebut ,membusuk oleh mikroorganisme dan kemudian terkubur dalam lapisan kulit bumi. Maka setelah jutaan tahun kemudian, material tersebut berubah menjadi minyak yang terkumpul dalam pori-pori batu kapur atau batu pasir karena tekanan dan suhu yang tinggi. Minyak Bumi terbentuk perlahan-lahan bergerak ke atas atau biasa disebut dengan prinsip kapilaritas, minyak bumi oleh karena pori-pori batu kapur bersifat kapiler. Proses terkumpulnya minyak bumi dalam suatu tempat dapat terjadi ketika gerakan tersebut terhalang oleh batuan yang tidak berpori.Teori proses terbentuknya minyak dan gas bumiTeori Biogenetik (Teori Organik)Menurut Teori Biogenitik (Organik), disebutkan bahwa minyak bumi dan gas alam terbentuk dari berbagai macam binatang dan tumbuh-tumbuhan yang mati dan tertimbun di bawah endapan Lumpur. Arus sungai akan menghanyutkan endapan lumpur tersebut menuju laut. Endapan lumpur yang terbuat dari berbagai macam binatang dan tumbuh-tumbuhan yang mati tadi mengendap dan terakumuliasi di dasar lautan dan tertutup lumpur dalam jangka waktu ribuan dan bahkan jutaan tahun. Maka binatang serta tumbuh-tumbuhan yang mati tersebut berubah menjadi bintik-bintik dan gelembung minyak atau gas akibat pengaruh waktu, temperatur tinggi, dan tekanan lapisan batuan di atasnya.Teori AnorganikMenurut Teori Anorganik, minyak bumi dan gas alam terbentuk akibat aktivitas bakteri. Unsur-unsur oksigen, belerang, dan nitrogen dari zat-zat organik yang terkubur akibat adanya aktivitas bakteri berubah menjadi zat seperti minyak yang berisi hidrokarbon.Teori DuplexTeori Duplex adalah gabungan dari Teori Biogenetik dan Teori Anorganik. Menurut Teori Duplex diperkirakan bahwa minyak bumi berasal dari materi organisme hewani dan gas bumi berasal dari materi organime nabati.Endapan Lumpur berubah menjadi batuan sedimen akibat pengaruh waktu, temperatur, dan tekanan. Batuan lunak yang berasal dari Lumpur yang mengandung bintik-bintik minyak dikenal
sebagai batuan induk (Source Rock). Minyak dan gas ini akan terakumulasi di tempat tertentu yang disebut dengan perangkap (Trap) yang bertekanan lebih rendah dari tempat sebelumnya.Dalam suatu perangkap (Trap) dapat mengandung Minyak, gas dan air. Karena perbedaan berat jenis, maka gas selalu berada di atas, minyak di tengah, dan air di bagian bawah. Jika gas terdapat bersama-sama dengan minyak bumi disebut dengan Associated Gas. Sedangkan jika gas terdapat sendiri dalam suatu perangkap disebut Non Associated Gas.Penggunaan Minyak Bumi Dan Gas Alam :Bahan bakar gasNaptha atau Petroleum eter, sebagai bahan pelarut.Gasolin (bensin), sebagai bahan bakar.Kerosin (minyak tanah), biasa sebagai bahan bakar untuk keperluan rumah tangga.Minyak solar atau minyak diesel, sebagai bahan bakar untuk mesin diesel.Minyak pelumas, sebagai lubrikasi mesin-mesin.Residu minyak bumiyang terdiri dari :
Parafin , digunakan dalam proses pembuatan obat-obatan, kosmetika, tutup botol, industri tenun menenun, korek api, lilin batik, dan lain-lain. Aspal , sebagai pengeras atau perekat.
PROSES PEMBENTUKAN MIGASAda tiga faktor utama dalam pembentukan minyak dan/atau gas bumi, yaitu :
Pertama, ada “bebatuan asal” (source rock) yang secara geologis memungkinkan terjadinya
pembentukan minyak dan gas bumi.
Kedua, adanya perpindahan (migrasi) hidrokarbon dari bebatuan asal menuju ke “bebatuan
reservoir” (reservoir rock), umumnyasandstone ataulimestone yang berpori-pori (porous)
dan ukurannya cukup untuk menampung hidrokarbon tersebut.
Ketiga, adanya jebakan (entrapment) geologis. Struktur geologis kulit bumi yang tidak
teratur bentuknya, akibat pergerakan dari bumi sendiri (misalnya gempa bumi dan erupsi
gunung api) dan erosi oleh air dan angin secara terus menerus, dapat menciptakan suatu
“ruangan” bawah tanah yang menjadi jebakan hidrokarbon. Kalau jebakan ini dilingkupi oleh
lapisan yangimpermeable, maka hidrokarbon tadi akan diam di tempat dan tidak bisa
bergerak kemana-mana lagi. Temperatur bawah tanah, yang semakin dalam semakin tinggi,
merupakan faktor penting lainnya dalam pembentukan hidrokarbon. Hidrokarbon jarang
terbentuk pada temperatur kurang dari 65°C dan umumnya terurai pada suhu di atas 260°C.
Hidrokarbon kebanyakan ditemukan pada suhu moderat, dari 107° ke 177°C.
Apa saja Komponen Pembentuk Minyak Bumi?
Minyak bumi merupakan campuran rumit dari ratusan rantai hidrokarbon, yang umumnya
tersusun atas 85% karbon (C) dan 15% hidrogen (H). Selain itu, juga terdapat bahan organik
dalam jumlah kecil dan mengandung oksigen (O), sulfur (S) atau nitrogen (N). Apakah ada
perbedaan dari jenis-jenis minyak bumi ?. Ya, ada 4 macam yang digolongkan menurut umur
dan letak kedalamannya, yaitu:young-shallow,old-shallow,young-deep danold-deep. Minyak
bumiyoung-shallow biasanya bersifat masam (sour), mengandung banyak bahan aromatik,
sangat kental dan kandungan sulfurnya tinggi. Minyakold-shallow biasanya kurang kental,
titik didih yang lebih rendah, dan rantai paraffin yang lebih pendek.Old-deep membutuhkan
waktu yang paling lama untuk pemrosesan, titik didihnya paling rendah dan juga
viskositasnya paling encer. Sulfur yang terkandung dapat teruraikan menjadi H2S yang
dapat lepas, sehinggaold-deep adalah minyak mentah yang dikatakan paling “sweet”.
Minyak semacam inilah yang paling diinginkan karena dapat menghasilkan bensin (gasoline)
yang paling banyak.
Berapa Lama Waktu yang Diperlukan untuk Membuat Minyak Bumi?
Sekitar 30-juta tahun di pertengahan jaman Cretaceous, pada akhir jaman dinosaurus, lebih
dari 50% dari cadangan minyak dunia yang sudah diketahui terbentuk. Cadangan lainnya
bahkan diperkirakan lebih tua lagi. Dari sebuah fosil yang diketemukan bersamaan dengan
minyak bumi dari jaman Cambrian, diperkirakan umurnya sekitar 544 sampai 505-juta tahun
yang lalu. Para geologis umumnya sependapat bahwa minyak bumi terbentuk selama jutaan
tahun dari organisme, tumbuhan dan hewan, berukuran sangat kecil yang hidup di lautan
purba. Begitu organisme laut ini mati, badannya terkubur di dasar lautan lalu tertimbun
pasir dan lumpur, membentuk lapisan yang kaya zat organik yang akhirnya akan menjadi
batuan endapan (sedimentary rock). Proses ini berulang terus, satu lapisan menutup lapisan
sebelumnya. Lalu selama jutaan tahun berikutnya, lautan di bumi ada yang menyusut atau
berpindah tempat. Deposit yang membentuk batuan endapan umumnya tidak cukup
mengandung oksigen untuk mendekomposisi material organik tadi secara komplit. Bakteri
mengurai zat ini, molekul demi molekul, menjadi material yang kaya hidrogen dan karbon.
Tekanan dan temperatur yang semakin tinggi dari lapisan bebatuan di atasnya kemudian
mendistilasi sisa-sisa bahan organik, lalu pelan-pelan mengubahnya menjadi minyak bumi
dan gas alam. Bebatuan yang mengandung minyak bumi tertua diketahui berumur lebih dari
600-juta tahun. Yang paling muda berumur sekitar 1-juta tahun. Secara umum bebatuan
dimana diketemukan minyak berumur antara 10-juta dan 270-juta tahun.
Bagaimana Caranya Menemukan Minyak Bumi?
Ada berbagai macam cara : observasi geologi, survei gravitasi, survei magnetik, survei
seismik, membor sumur uji, atau dengan educated guess dan faktor keberuntungan.
Survei gravitasi : metode ini mengukur variasi medan gravitasi bumi yang disebabkan
perbedaan densitas material di struktur geologi kulit bumi. Survei magnetik : metode ini
mengukur variasi medan magnetik bumi yang disebabkan perbedaan properti magnetik dari
bebatuan di bawah permukaan. Kedua survei ini biasanya dilakukan di wilayah yang luas
seperti misalnya suatu cekungan (basin). Dari hasil pemetaan ini, baru metode seismik
umumnya dilakukan. Survei seismik menggunakan gelombang kejut (shock-wave) buatan
yang diarahkan untuk melalui bebatuan menuju target reservoir dan daerah sekitarnya. Oleh
berbagai lapisan material di bawah tanah, gelombang kejut ini akan dipantulkan ke
permukaan dan ditangkap oleh alatreceivers sebagai pulsa tekanan (olehhy dr ophone di
daerah perairan) atau sebagai percepatan (olehgeophone di darat). Sinyal pantulan ini lalu
diproses secara digital menjadi sebuah peta akustik bawah permukaan untuk kemudian
dapat diinterpretasikan.
Aplikasi Metode Seismik:
Tahap eksplorasi : untuk menentukan struktur dan stratigrafi endapan dimana sumur nanti akan digali.
Tahap penilaian dan pengembangan : untuk mengestimasi volume cadangan hidrokarbon dan untuk menyusun rencana pengembangan yang paling baik.
Pada fase produksi : untuk memonitor kondisi reservoir, seperti menganalisis kontak antar fluida reservoir (gas-minyak-air), distribusi fluida dan perubahan tekanan reservoir.
Setelah mengevaluasi reservoir, selanjutnya tahap mengembangkan reservoir. Yang pertama
dilakukan adalah membangun sumur (well-construction) meliputi pemboran (drilling),
memasang tubular sumur (casing) dan penyemenan (cementing). Lalu prosescompletion
untuk membuat sumur siap digunakan. Proses ini meliputi perforasi yaitu pelubangan
dinding sumur; pemasangan seluruh pipa-pipa dan katup produksi beserta asesorinya untuk
mengalirkan minyak dan gas ke permukaan; pemasangan kepala sumur (wellhead atau
chrismast tree) di permukaan; pemasangan berbagai peralatan keselamatan, pemasangan
pompa kalau diperlukan, dsb. Jika dibutuhkan, metode stimulasi juga dilakukan dalam fase
ini. Selanjutnyawell-evaluation untuk mengevaluasi kondisi sumur dan formasi di dalam
sumur. Teknik yang paling umum dinamakanlogging yang dapat dilakukan pada saat sumur
masih dibor ataupun sumurnya sudah jadi.
Beberapa Macam Jenis Sumur:
Di dunia perminyakan umumnya dikenal tiga macam jenis sumur : Pertama, sumur eksplorasi
(sering disebut jugawildcat) yaitu sumur yang dibor untuk menentukan apakah terdapat
minyak atau gas di suatu tempat yang sama sekali baru. Jika sumur eksplorasi menemukan
minyak atau gas, maka beberapa sumur konfirmasi (confirmation well) akan dibor di
beberapa tempat yang berbeda di sekitarnya untuk memastikan apakah kandungan
hidrokarbonnya cukup untuk dikembangkan. Ketiga, sumur pengembangan (development
well) adalah sumur yang dibor di suatu lapangan minyak yang telah eksis. Tujuannya untuk
mengambil hidrokarbon semaksimal mungkin dari lapangan tersebut
Istilah persumuran lainnya : Sumur produksi : sumur yang menghasilkan hidrokarbon, baik minyak, gas ataupun keduanya. Aliran fluida dari bawah ke atas.
Sumur injeksi : sumur untuk menginjeksikan fluida tertentu ke dalam formasi (lihat Enhanced Oil Recovery di bagian akhir). Aliran fluida dari atas ke bawah.
Sumur vertikal : sumur yang bentuknya lurus dan vertikal.
Sumur berarah (deviated well, directional well) : sumur yang bentuk geometrinya tidak lurus vertikal, bisa berbentuk huruf S, J atau L.
Sumur horisontal : sumur dimana ada bagiannya yang berbentuk horisontal. Merupakan bagian dari sumur berarah
Apa yang dimaksud dengan Rig? Apasaja Jenis2nya?
Rig adalah serangkaian peralatan khusus yang digunakan untuk membor sumur atau
mengakses sumur. Ciri utama rig adalah adanya menara yang terbuat dari baja yang
digunakan untuk menaik- turunkan pipa-pipa tubular sumur.
Umumnya, rig dikategorikan menjadi dua macam menurut tempat beroperasinya : Rig darat (land-rig) : beroperasi di darat.
Rig laut (offshore-rig) : beroperasi di atas permukaan air (laut, sungai, rawa-rawa, danau atau delta sungai).
PROSES FOSILISASI PADA MAHLUK HIDUP
Kamis, Februari 09, 2012 Evolusi No comments
Batuan sedimen terbentuk dari lapisan mineral yang mengendap dan memisah dari air. Pasir dan endapan
lumpur yang sudah lapuk dan tererosi dari tanah dibawah ke sungai menuju ke laut atau rawa, di mana bagian
sedimen tersebut akan mengendap ke bagian dasar. Sedimen akan menumpuk dan menekan endapan yang
lebih tua untuk menjadi batu. Ketika ada kehidupan yang dia air atau organisme darat yang terbawa dari ke
lautan atau rawa itu mati, maka organisme tersebut akan terendapkan bersama-sama dengan sedimen dan akan
terawetkan menjadi fosil. Fosil berasal dari bahasa latin, yakni fossa yang artinya “menggali keluar dari dalam
tanah”. Sementara pengertian fosil dalam istilah paleontologi adalah sisa-sisa atau jejak-jeak makhluk hidup
yang terawetkan dari organisme di masa lampau yang berupa menjadi batu atau mineral, sehingga
menghasilkan dokumen biologis yang berupa catatan fosil – fossil record (Adamek, 2011; Campbell et al, 2009).
Catatan fosil merupakan susunan teratur di mana fosil mengendap dalam lapisan, atau strata, pada batuan
sedimen yang menandai berlalunya waktu geologis. Fossil record memiliki data yang tidak lengkap. Hal ini
dikarenakan banyaknya di periode masa lalu namun tidak diimbangi dengan proses sedimentasi (Futuyma,
2006). Fosil digunakan untuk mencari jejak kehidupan masa lalu. Fosil ini tidak hanya sisa-sisa organisme yang
sebenarnya, seperti gigi, tulang, kerang, dan daun (fosil tubuh), tetapi juga hasil dari aktivitas mereka, seperti
liang dan sidik jari kaki (jejak fosil), dan senyawa organik yang mereka hasilkan oleh proses biokimia (fosil kimia).
Bahkan kadang-kadang, struktur anorganik juga dihasilkan lewat jejak kehidupan, yang dikenal dengan
pseudofossils (Willis&Thomas, 2010).
PENENTUAN UMUR FOSIL
Salah satu penentuan umur fosil adalah dengan menggunakan metode radiometric dating. Metode ini paling
sering dipakai untuk menentukan fosil dengan cara menentukan umur batuan dan fosil pada skala waktu absolut.
Fosil mengandung isotop unsur yang terakumulasi dalam organisme ketika masih hidup. Karena setiap isotop
radioaktif memiliki laju peluruhan yang sudah tetap, isotop itu dapat digunakan untuk menentukan umur suatu
spesimen. Waktu paruh (half-life) suatu isotop, yaitu jumlah rentang waktu yang diperlukan untuk meluruhkan
50% dari sampel awal. Sebagai contoh karbon-14 memiliki waktu paruh sebesar 5600-5730 tahun, yang
merupakan suatu laju peluruhan yang efektif untuk menentukan umur fosil yang relatif muda. Sebagai contoh
ketika suatu organisme tersebut masih hidup, organisme tersebut mengasimilasi isotop yang berbeda , salah
satunya karbon-14. Setelah organisme tersebut mati maka karbon-14 tersebut tersimpan dan akan meluruh
sesuai dengan lama fosil tersebut (Gambar 1). Sementara untuk isotop yang lebih lama bisa menggunakan
uranium-238, yang memiliki waktu paruh 4,5 miliar tahun (Campbell et al, 2009; Erickson, 2000).
Gambar 1. Siklus karbon-14. Sinar kosmik menumbuk atmosfer dan
melepaskan neutron yang selanjutnya neutron tersebut akan menumbuk atom nitrogen untuk menghasilkan karbon-14 yang
selanjutnya akan diambil oleh organisme (Erickson, 2000).
MEKANISME FOSILISASI
Untuk memahami proses fosilisasi, maka salah satu ilmu yang mempelajari tentang proses fosilisasi disebut
dengan taphonomy. Ilmu ini memahami mekasnisme perubahan mulai dari kehidupan (life), kematian (death),
pengawetan (preservation), ketahanan (survival), dan penemuan (discovery) dari suatu organisme
(Fastovsky&Weishampel, 1996; Nedin, 1998). Dalam studi tentang mekanisme fosilisasi, maka proses tersebut
dimulai ketika organisme tersebut sudah mati dan akan terawetkan melalui sedimentasi (Gambar 2). Adapun
tipe-tipe pengawetan fosil adalah permineralization, recrystallization, replacement, unaltered, bioimmuration dan
carbonization (Gambar 3). Permineralization merupakan tipe pengawetan dimana setelah organisme terekubur,
maka bagian tubuhnya akan digantikan oleh mineral melalui ruang-ruang dalam organisme tersebut. Sementara
recrystallization merupakan pengawetan dimana bagian tubuhnya digantikan oleh kristal seperti hydroxy apatite,
aragonite, dan calcite. Tipe yang lain adalah replacement yang mana bagian dari tubuh organisme digantikan
oleh mineral lain. Unaltered merupakan tipe fosil yang mana bagian dari fosil tersebut masih menyisakan mineral
aslinya seperti tulang. Dan bioimmuration adalah tipe fosil dimana bahan yang akan mengisi bagian organisme
tersebut masih tercampur dengan bagian tubuh organisme tersebut seperti tulang atau cangkang. Dan
carbonization banyak ditemukan pada tanaman ketika tanaman tersebut banyak mengandung unsur karbon
seperti karbohidrat dan dalam bentuk fosil berwarna kehitaman akibat proses penguraian yang dilakukan bakteri
kekurangan oksigen dan berada pada tekanan yang tinggi (Fastovsky& Weishampel, 1996; Stearn et al., 1989;
Taylor, 1990).
Gambar 2. (a) Suatu perairan mengalami sedimentasi akibat erosi dari sungai. Dan ketika ada organisme yang mati (b) maka akan tersedimentasi dan membentuk fosil dan selanjutnya sedimentasi masih berlanjut sehingga ketika ada organisme yang mati lagi (c), maka akan tersedimentasi dan terbentuklah lapisan sedimen dengan berbgai macam jenis fosil yang bebeda umurnya (sumber: www.tutorvista.com).
Gambar 3. Gambar model pengawetan pada fosi(a) Fosil permineralization dari spesies trilobita; (b) Fosilrecrystallization dari
spesies Matmor scleractinian; (c) Fosil replacement dari Coral; (d) Fosil unaltered dari gigi geraham Mammoth;
(e) Fosil bioimmuration dari spesies Catellocaula; (f) Fosil carbonization dari spora Paku Trigonocarpus sp.
SYARAT TERJADINYA FOSILISASI
Untuk menjadi fosil, maka organisme harus mengalami beberapa persyatan antara lain:
1. Organisme yang mati harus segera terkubur agar terhindar dari kerusakan akibat pembusukan atau agen
pelapukan seperti angin atau perubahan suhu (McCarthy&Rubidge, 2005).
2. Organisme yang terkubur dalam keadaan anaerob agar bakteri aerobik tidak bisa membusukkan akibat
kekurangan oksigen seperti daerah rawa-rawa (Allison, 1988).
3. Mengandung bagian-bagian yang keras yang masih bisa dipertahankan (Martin, 1999).
TIPE-TIPE FOSIL
1.Fosil Amber
Amber adalah getah pohon atau resin yang telah membatu yang mengandung senyawa terpen yang mudah
menguap, sehingga ketika ada organisme yang terperangkap maka akan terawetkan dengan sempurna menjadi
fosil (Weitschat & Wichard, 2002).
2.Fosil Jejak (Ichnofossils)
Fosil jejak merupakan rekaman dari aktivitas suatu organisme. Fosil jejak merepresentasikan aktivitas yang
terjadi ketika organisme tersebut masih hidup. Fosil jejak dapat berupa tracks (tapak), trail (jejak tubuh), boring
(lubang), burrows (liang), eggshells (cangkang telur), nests (sarang burung), coprolites (fosil kotoran), dan
gastroliths (Lockley & Meyer, 2000; Prothero, 1998).
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lantai hutan merupakan tempat terjadinya pembusukkan. Dekomposisi atau
pembusukkan adalah proses ketika makhluk-makhluk pembusuk seperti jamur dan
mikroorganisme pengurai tumbuhan dan hewan yang mati dan mendaur ulang
material-material serta nutrisi-nutrisi yang berguna. Kawasan hutan dengan serasah
yang menutupi tanah diareal itu berfungsi sebagai spons yang akan menahan air
hujan dan melepaskannya secara perlahan. Air hujan yang tertahan diserasah ini lalu
meresap kedalam tanah (Wikipedia, 2008).
Dekomposisi merupakan proses penting dalam fungsi ekologi. Organisme-
organisme yang telah mati mengalami penghancuran menjadi pecahan-pecahan
yang lebih kecil, dan akhirnya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil lagi
(Arisandi, 2002). Dekomposisi serasah adalah salah satu dari tingkatan proses
terpenting daur biogeokimia dalam ekosistem hutan (Hardiwinoto dkk., 1994).
Menurut Wikipedia serasah yaitu tumpukan dedaunan kering, rerantingan dan
berbagai sisa vegetasi lainnya diatas lantai hutan atau kebun. Serasah yang telah
membusuk (mengalami dekomposisi) berubah menjadi humus (bunga tanah) dan
akhirnya menjadi tanah.
Tumbuhan Serasah dapat mempengaruhi pola regenerasi semai di hutan
hujan tropis melalui suatu jumlah proses yang mempengaruhi kedua lingkungan fisik
dan kimia (Facelli& Pickett, 1991 dalam Brearley et al., 2003). Di tingkat
perkecambahan benih, serasah dapat menahan cahaya, yang akan menghambat
perkecambahan dengan mengubah perbandingan red/far-red (Vazquez-Yanes et al.,
1990 dalam Brearley et al.,2003); hal itu dapat bertindak sebagai suatu penghalang
fisik untuk kemunculan semai (Molofsky& Augspurger, 1992 dalam Brearley et
al., 2003), terutama untuk jenis yang small-seeded yang tidak mempunyai suatu
persediaan sumber daya besar (Metcalfe& Turner, 1998 dalam Brearley et al., 2003),
dan dapat mencegah calon akar baru berkecambah mencapai tanah. Serasah dapat
juga mencegah pendeteksian benih oleh pemangsa benih, dengan demikian
meningkatkan kesempatan sukses perkecambahan (Cintra, 1997dalam Brearley et
al., 2003).
Produksi serasah merupakan bagian yang penting dalam transfer bahan
organik dari vegetasi ke dalam tanah. Unsur hara yang dihasilkan dari proses
dekomposisi serasah di dalam tanah sangat penting dalam pertumbuhan berbagai
ekosistem mangrove dan sebagai sumber detritus bagi (Zamroni dan Immy, 2008).
tanaman pada tingkat semai, serasah dapat menciptakan lingkungan mikro
setempat berbeda dengan pelepasan nutrisi atau campuran phytotoxic selama
pembusukannya, mengurangi erosi lahan dan evapotranspiration (tetapi mungkin
juga menahan curah hujan) dan mengurangi temperatur tanah maksimum. Serasah
juga dapat bertindak sebagai suatu faktor mekanik, merusakkan atau membunuh
semai ketika gugur ke tanah. Disana dapat juga terjadi efek tidak langsung pada
serasah daun, sebagai contoh, kelembaban yang lebih tinggi di dalam lapisan
serasah dapat menunjang pertumbuhan jamur patogen yang dapat kemudian
menyerang semai.
Hutan hujan tropis tingkat serasah gugur sangat tinggi, dan merupakan jalan
siklus hara yang paling penting dalam ekosistem (Vitousek & Sanford, 1986;
Proctor,1987dalam Brearley et al., 2003). Disana dapat dipertimbangkan ruang dan
heterogenitas temporer pada gugur serasah (Burghouts et al,
1994 dalam Brearley et al., 2003) mungkin lebih lanjut ditekankan oleh faktor seperti
angin badai, pembukaan hutan dan pembagian hutan. Heterogenitas Serasah dapat
juga meningkat dengan tingkat pembusukan berbeda daun-daun dari jenis yang
berbeda. Heterogenitas serasah pada lantai hutan dapat menciptakan relung
regenerasi berbeda (sensu Grubb, 1977 dalam Brearley et al., 2003) dan karenanya
membantu menyumbangkan untuk keanekaragaman jenis yang begitu tinggi dalam
hutan hujan tropis.
Tujuan praktikum yaitu mengetahui kecepatan dekomposisi serasah daun
oleh konsorsia mikroba. Manfaat praktikum yaitu mengetahui proses terjadinya
dekomposisi oleh mikroorganisme, dan mengetahui perannya mikroorganisme
dalam proses dekomposisi.
MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah botol nescafe 5 unit,
oven, timbangan analitik, aluminium foil, pipet filler dan pinset. Sedangkan bahan
yang digunakan antara lain: daun sirsak yang dikeringkan, lumpur steril, lumpur
nonsteril, suspensi bakteri dan suspensi jamur.
B. Metode
Cara kerja dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Siapkan 5 unit botol nescafe, diisi lumpur dengan air (sehingga cukup basah), 4
botol disterilkan, 1 botol disterilkan terlebih dahulu, selanjutnya diberi lumpur (untuk
dekomposisi secara alami).
2. Daun yang telah kering dimasukkan kedalam botol nescafe dan dibenamkan
kedalam lumpur, selajutnya 3 botol digunakan sebagai kontrol negatif, 1 botol
sebagai kontrol positif dan botol terakhir diberi suspensi J1J23. Kelima botol tersebut diinkubasi selama 2 minggu, setiap minggu ditimbang berat
keringnya. Caranya daun dikeluarkan dari botol nescafe, dicuci bersih, selanjutnya
dikeringkan dan ditimbang. Daun yang sudah ditimbang, dikembalikan kedalam
botol nescafe dan dibenamkan ke dalam lumpur hingga seminggu berikutnya.
Dilakukan penimbangan kembali.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dekomposisi merupakan suatu proses yang terjadi pada setiap bahan
organik (bahan-bahan hayati yang telah mati). Tanaman yang gugur akan
mengalami dekomposisi dengan ciri-ciri daunnya hancur seperti tanah dengan warna
coklat kehitaman. Proses dekomposisi secara umum terjadi pada tiga tahapan:
tahap dekomposisi aerobik yang mendominasi seluruh proses, prosesnya sangat
pendek hal ini disebabkan karena jumlah oksigen yang terbatas, BOD tinggi hasil
sampah darat. Tahap kedua dari proses anerobik terjadi ketika jumlah populasi
bakteri methanoigenesis tinggi proses. Stevenson (1982)dalam Rahmawaty (2000),
menyatakan bahwa proses dekomposisi mempunyai tiga tahapan, yaitu:
1. fase perombakan bahan organik segar. Proses ini merubah ukuran bahan
menjadi lebih kecil.
2. fase perombakan lanjutan, pada proses ini melibatkan kegiatan enzim
mikroorganisme tanah. Fase perombakan terdiri menjadi beberapa tahapan
yaitu:
tahapan awal, mempunyai ciri-cicri kehilangan secara cepat bahan-bahan yang
mudah terdekomposisi sebagai akibat pemanfaatan bahan organik sebagai sumber
karbon dan energi oleh mikroorganisme tanah, terutama bakteri. Proses ini
menghasilkan sejumlah senyawa sampingan seperti NH3, H2S, CO2, asam organik dan
lain-lain.
Tahapan tengah: terbentuk senyawa organik tengahan atau antara (intermediate
products dan biomassa baru sel organisme)
Tahapan akhir: dicirikan oleh terjadinya dekomposisi secara berangsur bagian
jaringan tanaman atau hewan yang lebih resisten (misal:lignin). Peran fungi dan
Actomycetes pada tahapan ini sangat dominan.
3. fase perombakan dan sintesis ulang senyawa –senyawa organik (humifikasi)
yang akan membentuk humus
Tabel 3.1
Sampel
daun
Isolat G0 (gr) G1 (gr) G2 (gr) V1 V2
1 Kontrol
Negatif
0,1728 0,1606 0,158
5
0,0017 0,0003
2 J1J2 0,1875 0,1888 0,187
2
-0,0002 0,0009
3 Kontorl
Positif
0,2026 0,2062 0,182
1
-0,0005 0,0034
4 Kontrol
Negatif
0,1639 0,1569 0,143
9
0,001 0,0019
5 Kontrol
Negatif
0,1930 1,2089 0,162
1
-0,0023 0,0067
Berdasarkan hasil perhitungan kecepatan dekomposisi serasah
menunjukkan bahwa V1 pada sampel daun 2, 3 dan 5 pada bobot daun penimbangan
ke-2 (G1) mengalami kenaikkan yang seharunya mengalami perununan bobot
sehingga menimbulkan nilai V1 menjadi negatif, hal ini dimungkin terjadi kesalahan
pada saat penimbangan. Hasil V2 dari semua sampel daun menunjukan hasil yang
positif artinya proses dekomposisi berjalan karena bobot sampel daun mengalami
penurunan. Barges dan Raw (1976) dalam Rahmawaty (2000), menyatakan bahwa
proses perombakan berawal dari perombakan yang besar oleh makrofauna dengan
meremah-remah substansi habitat yang telah mati, sehingga menghasilkan butiran-
butiran feases. Butiran tersebut akan dimakan oleh mesofauna sperti cacing tanah
dan sama dengan hasil akhir butiran-butiran feases. Materi terakhir akan dirombak
oleh mikroorganisme khususnya bakteri dan jamur. Mekanisme dekomposisi serasah
daun oleh organisme dan mikroorganisme yaitu jamur dan bakteri yang memiliki
peranan penting dalam proses dekomposisi. Dekomposer seperti jamur dan bakteri
akan memanfaatkan bahan organik dalam bentuk terlarut. Kelembaban rendah
peran jamur dalam mendekomposisi lebih dominan daripada bakteri, sehingga
serasah yang mengalami dekomposisi akan berubah menjadi humus dan akhirnya
menjadi tanah.
Suhu dan kelembaban udara mempengaruhi jatuhkan serasah tumbuhan.
Naiknya suhu udara akan menyebabkan menurunnya kelembaban udara sehingga
transpirasi akan meningkat, dan untuk menguranginya maka daun harus segera
digugurkan (Salisbury, 1992 dalam Zamroni dan Immy, 2008). Menurut Soeroyo
(2003) dalam Zamroni dan Immy 2008, faktor lain yang mempengaruhi guguran
serasah adalah curah hujan.
Proses dekomposisi serasah antara lain dipengaruhi oleh kualitas (sifat fisika
dan kimia) serasah tersebut dan beberapa faktor lingkungan. Faktor lingkungan
yang terdiri dari organisme dalam tanah, curah hujan, suhu dan kelembaban tempat
dekomposisi berlangsung. Faktor penting yang berpengaruh terhadap proses
dekomposisi suatu bahan atau serasah adalah kualitas (sifat fisika dan kimia).
Tingkat kekerasan daun dan beberapa sifat kimia seperti kandungan awal (initial
content) lignin, selulosa, dan karbohidrat berpengaruh terhadap tingkat dekomposisi
serasah daun (Hardiwinoto dkk., 1994).
Tingkat penutupan (tebal tipisnya) lapisan serasah pada permukaan tanah
berhubungan erat dengan laju dekomposisinya (pelapukannya). Semakin lebat
terdekomposisi maka keberadaannya dipermukaan tanah menjadi lebih lama
(Hairiah et al., 2000). Laju dekomposisi serasah ditentukan oleh kualitas nisbah C:N,
kandungan lignin dan polyphenol. Serasah dikategorikan berkualitas tinggi apabila
nisbah C:N <25, kandungan lignin<15% dan polyphenol <3%, sehingga proses
pelapukan berlangsung cepat. Kecepatan pelapukan suatu jenis bahan organik
ditentukan oleh kualitas bahan tersebut. Penepatan kualitas dilakukan dengan
menggunakan seperangkat tolak ukur, yang berbeda untuk tiap jenis unsur hara.
Kecepatan melapuk bahan organik ditentukan oleh berbagai faktor antara lain
kelembaban, suhu tanah, dan kualitas bahan organik. Bahan organik berkualitas
tinggi akan cepat dilapuk dan akibat unsur hara (misalkan N) dilepaskan dengan
cepat menjadi bentuk tersedia.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagi
berikut:
1. Kemampuan konsorsia mikroba menunjukkan bahwa pada sampel daun sirsak
mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme jamur (J1J2).
B. Saran
Perlu adanya ketelitian dalam penimbangan berat kering daun sehingga
dalam perhitungan kecepatan dekomposisi serasah daun tidak terjadi kesalahan.sssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssss