bawang daun
TRANSCRIPT
1
ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI
PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI
USAHATANI BAWANG DAUN
(Studi Kasus di Desa Sindangjaya, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur,
Propinsi Jawa-Barat)
Oleh:
SUMIYATI
A 14101008
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
2
RINGKASAN
SUMIYATI. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor
Produksi Usahatani Bawang Daun (Studi Kasus di Desa Sindangjaya,
Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa-Barat). Dibawah
bimbingan DWI RACHMINA.
Indonesia merupakan negara berkembang dengan pertanian sebagai
sumber utama pencaharian bagi mayoritas penduduknya. Termasuk dalam
kategori sektor pertanian diantaranya adalah hortikultura. Hortikultura merupakan
salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi,
artinya di dalam pengusahaannya sub sektor hortikultura dapat meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan petani.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efisiensi penggunaan
faktor -faktor produksi usahatani bawang daun di daerah penelitian, menganalisis
kondisi skala usaha usahatani bawang daun di daerah penelitian, menganalisis
pendapatan usahatani bawang daun di daerah penelitian dan untuk mengetahui
hubungan antara tingkat produksi bawang daun yang rendah dengan tingkat
keuntungan petani di daerah penelitian.
Penelitian ini dilakukan di Desa Sindangjaya, Kecamatan Pacet,
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada bulan Juli 2005. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan
cara melakukan wawancara dan pengamatan langsung ke petani. Data sekunder
diperoleh dari literatur dan instansi-insatnsi terkait, seperti Dinas Pertanian
Cianjur, Badan Pusat statistik, Departemen Pertanian, dan sebagainya.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif
dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis keadaan umum
usahatani bawang daun sedangkan analisis kuantitatif berupa analisis pendapatan
usahatani, analisis R/C rasio, analisis penggunaan faktor -faktor produksi serta
analisis efisiensi ekonomi faktor produksi.
Berdasarkan analisis pendapatan dan biaya usahatani, komponen biaya
produksi terbesar yang dikeluarkan oleh petani adalah biaya untuk bibit yaitu
3
sebesar Rp 15.282.713,52,- atau 56,52 persen dari total biaya. Dari satu hektar
lahan bawang daun rata-rata dapat menghasilkan produksi 20.824,12 kg dengan
harga rata -rata pada tingkat petani sebesar Rp 2.823,33,-/ kg, sehingga rata-rata
total penerimaan yang di dapat petani sebesar Rp 58.793.362,72,-/ ha. Apabila
rata-rata total pengeluaran per hektar sebesar Rp 27.040.198,92,-, maka
pendapatan atas biaya total adalah Rp 31.753.163,80,-. Sedangkan apabila
pengeluaran tunai sebesar Rp 10.469.965,39,-, maka pendapatan atas biaya tunai
adalah Rp 48.323.397,33,-. Dengan demikian R/C atas biaya total dan tunai
adalah 2,17 dan 5,62.
Penggunaan faktor-faktor produksi belum efisien karena rasio antara NPM
dan BKM tidak sama dengan satu. Rasio NPM-BKM dari lahan adalah 7,99, bibit
sebesar 1,23, pupuk TSP sebesar -0,59, pupuk Urea sebesar 5,96, pupuk KCl
sebesar 5,19, pupuk kandang sebesar 7,28, obat cair sebesar -4,85, obat padat
sebesar 23,35, tenaga kerja pria sebesar 1,38 dan tenaga kerja wanita sebesar
12,10.
Berdasarkan perbandingan tingkat pendapatan, terlihat bahwa pendapatan
petani bawang daun pada kondisi optimal lebih besar yaitu Rp 81.903.061,04,-
dibandingkan pendapatan petani bawang daun pada kondisi aktual sebesar Rp
5.591.655,94,-. Selain itu, nilai R/C pada kondisi optimal lebih besar yaitu 8,13
dibandingkan dengan nilai R/C pada kondisi aktual yang besarnya hanya 2,32.
Hal ini menunjukkan bahwa pada saat dilakukan efisiensi tercapai keuntungan
maksimum.
Saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah perlu adanya
peningkatan pembinaan dan penyuluhan dari Dinas Pertanian dan Petugas
Penyuluh Lapangan untuk memberikan penyuluhan kepada petani mengenai
penggunaan input yang optimal sehingga diperoleh hasil. Petani hendaknya dapat
memastikan ketersediaan pasar untuk menyerap hasil produksi bawang daun di
lokasi penelitian sehingga kebutuhan bawang daun tidak lagi dipenuhi oleh daerah
lain penghasil sayuran. Dengan luas lahan yang tetap petani hendaknya
melakukan intens ifikasi namun tetap melakukan efisiensi penggunaan faktor-
faktor produksi sehingga mampu meningkatkan produktivitas bawang daun.
4
ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI
PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI
USAHATANI BAWANG DAUN
(Studi Kasus di Desa Sindangjaya, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa-Barat)
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Pertanian Pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
SUMIYATI
A 14101008
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
5
LEMBAR PENGESAHAN
Judul skripsi : Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor -
Faktor Produksi Usahatani Bawang Daun (Studi Kasus di
Desa Sindangjaya, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur,
Propinsi Jawa-Barat)
Nama : Sumiyati
NRP : A 14101008
Menyetujui
Dosen Pembimbing
Ir. Dwi Rachmina, MSi NIP. 131 918 503
Mengetahui
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr NIP. 130 422 698
Tanggal Kelulusan:
6
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM
PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Januari 2006
Sumiyati A 14101008
7
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 Maret 1983. Penulis adalah
anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Mahmudi dan Enny. Pada tahun
1989-1995 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Lagoa 02 Pagi
Jakarta Utara. Pada tahun 1995 melanjutkan pendidikan menengah pertama di
SMP Negeri 84 Jakarta Utara, kemudian pada tahun 1998 melanjutkan pendidikan
menengah atas di SMU Insan Kamil Bogor, dan lulus tahun 2001.
Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan kuliah di Program Studi
Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.
8
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat dan karunia -Nya, sehingga dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-
faktor Produksi Usahatani Bawang Daun (Studi Kasus di Desa Sindangjaya),
yang merupakan syarat kelulusan Sarjana Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Tingkat produksi per hektar bawang daun yang rendah dapat disebabkan
oleh ketidakefisiensian dalam pengalokasian faktor -faktor produksi, sehingga
akan berdampak pada pendapatan dan keuntungan petani. Agar efisiensi
penggunaan faktor produksi dapat dicapai maka petani harus mengalokasikan
penggunaan faktor-faktor produksi tersebut dengan optimal. Oleh sebab itu
penulis berkeinginan untuk menganalisis pendapatan dan efisiensi penggunaan
faktor produksi.
Skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat dikerjakan. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan ini masih terdapat kekurangan.
Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
penyempurnaan tulisan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak.
Bogor, Januari 2006
Penulis
9
UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena
dengan izin-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan. Penyelesaian skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak berupa bimbingan, dukungan dan masukan.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Kedua orang tua, kakak dan adikku tercinta atas perhatian, doa serta dorongan
moral dan material yang penulis butuhkan dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Ibu Ir. Dwi Rachmina, MSi sebagai dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk memberikan bimbingan dan
pengarahan yang sangat berharga mulai dari awal sampai akhir skripsi ini.
3. Tim Dosen Penguji atas kesediaannya menjadi dosen penguji pada ujian
sidang Penulis.
4. PPL Kecamatan Pacet atas kelancaran pelaksanaan penelitian.
5. Bapak Mulyadi dan keluarga yang telah bersedia memberikan tempat tinggal
selama penulis melakukan penelitian.
6. Seluruh petani responden dan staf desa Sindangjaya yang bersedia
meluangkan waktunya, memberikan informasi, bantuan dan pengarahan
selama Penulis melakukan kegiatan turun lapang.
7. Riko Febriatha yang telah memberikan dukungan dan semangat untuk
penyelesaian skripsi ini.
8. Teman-teman AGB, EPS dan KPM Angkatan 38 dan semua pihak yang telah
membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan
dan perhatian yang telah diberikan akan mendapat balasan dari Allah.
10
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR. ................................................................................... i UCAPAN TERIMA KASIH.......................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................... iii DAFTAR TABEL........................................................................................... v DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah............................................................... 8 1.3. Tujuan Penelitian................................................................... 10 1.4. Kegunaan Penelitian.............................................................. 10
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Singkat Bawang daun............................................... 12
2.2. Persyaratan Lokasi Usahatani bawang Daun........................ 13 2.3. Teknologi Budidaya .............................................................. 14 2.4. Kajian Empiris....................................................................... 19
BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................ 21 3.1.1. Pengertian Usahatani……………………………….. 21 3.1.2 Penerimaan dan Biaya Usaha tani…………….….…. 22 3.1.3. Analisa Pendapatan usahatani……………………... 22 3.1.4. Fungsi Produksi…………………………………..… 24 3.1.5. Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi………….….. 28 3.2. Kerangka Pemikiran Konseptual…………………………… 31 BAB IV. METODE PENELITIAN
4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian................................................. 34 4.2. Jenis dan Sumber Data .......................................................... 34 4.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data .................................. 35
4.3.1. Analisis Pendapatan Usahatani. ................................ 35 4.3.2. Analisis Fungsi Produksi........................................... 36
4.4. Konsep pengukuran Variabel................................................ 44 BAB V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1. Keadaan Umum dan Geografis ............................................. 47 5.2. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian........................... 48 5.3. Karakteristik Petani ............................................................... 50
5.3.1. Umur Petani................................................................. 50
11
5.3.2. Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Petani Responden................................................................... 51
5.3.3. Luas Lahan Garapan.................................................... 52 5.3.4. Gambaran Umum Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya ................................................................. 53
BAB VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG DAUN 6.1. Analisis Penggunaan Sarana Produksi .................................. 56 6.1.1. Sarana Produksi Bibit................................................. 56 6.1.2. Sarana Produksi Pupuk............................................... 57 6.1.3. Sarana Produksi Obat-obatan..................................... 59 6.1.4. Tenaga Kerja .............................................................. 60 6.1.5. Alat-alat Pertanian...................................................... 61 6.2. Analisis pendapatan Usahatani Bawang daun....................... 62
BAB VII. HASIL ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI BAWANG DAUN 7.1. Analisis Pe milihan Fungsi Produksi ...................................... 67 7.2. Analisis Faktor Produksi dan Skala Usaha ............................ 71 7.3. Analisis Efisiensi Ekonomi .................................................... 77
BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan............................................................................. 83 8.2. Saran....................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 85 LAMPIRAN .................................................................................................... 87
12
DAFTAR TABEL Nomor Halaman
1. Nilai Ekspor Sayuran dan sayuran segar Indonesia, 1997-2002 (000US $) .......................................................................................... 2
2. Komposisi dan Kandungan Gizi Bawang Daun Dalam Setiap 100 Gram........................................................................................... 3
3. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Indonesia, 1997-2003............................................ 4
4. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Provinsi Jawa Barat dan Indonesia, 1997-2003 .................. 5
5. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas BawangDaun di Kabupaten Cianjur, 1999-2004 .............................. 7
6. Realisasi Panen, Produksi dan Produktivitas bawang daun di Kecamatan Pacet Pada Tahun 2002-2005......................................... 8
7. Pemanfaatan Lahan Desa Sindangjaya, Tahun 2004 ........................ 47
8. Komposisi Penduduk berdasarkan Golongan Usia di Desa Sindangjaya, Tahun 2004 .................................................................. 48
9. Kualitas Angkatan Kerja berdasarkan Tingkat Pendidikan
Masyarakat di Desa Sindangjaya, Tahun 2004 ................................. 48
10. Komposisi Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Sindangjaya, Tahun 2004 .................................................................. 49
11. Sebaran Petani Responden berdasarkan Umur Pada Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya, Tahun 2005 ............................. 50
12. Sebaran Petani Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya, Tahun 2005........................................................................................ 50
13. Sebaran Petani Responden menurut Pengalaman Bertani Bawang Daun di Desa Sindangjaya, Tahun 2005 ............................. 51
14. Sebaran Petani Responden berdasarkan Luas Lahan di Desa Sindangjaya, Tahun 2005 ..................................................... 51
15. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Bawang Daun untuk Satu Musim Tanam di Desa Sindangjaya, Tahun 2005........................................................................................ 61
16. Nilai Penyusutan Peralatan Pertanian Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya per Satu Musim Tanam (MT), Tahun 2005........................................................................................ 62
13
Nomor Halaman
17. Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Daun Desa Sindangjaya per Hektar Untuk Satu Musim Tanam.......................... 63
18. Pendugaan dan Pengujian Parameter Model Fungsi Produksi Linier Berganda ................................................................................. 68
19. Hasil Analisis Faktor-Faktor Produksi Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya ......... 70
20. Nilai VIF, MSE, Durbin Watson Model Linier berganda dan Model Cobb-Douglas ................................................................. 71
21. Rasio Nilai Produk Marginal dan Biaya Korbanan Marginal dari Produksi Usahatani Bawang Daun............................................. 78
22. Kombinasi Optimal Penggunaan Faktor Produksi
Bawang Daun .................................................................................... 81
14
DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Daerah Produksi dan elastisitas Produksi.................................... 26 2. Garis Harga dan Efisiensi Ekonomis............................................ 31
3. Skema Kerangka Pemikiran Konseptual..................................... 33 4. Bentuk Fungsi Produksi Kuadratik ............................................. 38
15
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman 1. Analisis Regresi Model Linier Berganda………………………88 2. Analisis regresi Model Cobb-Douglas…………………………89
3. Data Produksi dan Penggunaan Faktor -faktor Produksi Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya Satu Musim Tanam, tahun 2005……………………………….90 4. Perhitunga n Rasio Nilai Produk marjinal (NPM) dan Biaya Korbanan Marjinal (BKM)...............................................92 5. Perhitungan Penggunaan faktor Produksi pada Kondisi Optimal.......................................................................................96 6. Data Produksi dan Penggunaan Faktor Produksi Per Hektar...................................................................................99
7. Rasio Perbandingan Pendapatan Petani Bawang Daun Pada Kondisi Aktual dan Pada Kondisi Optimal Per Rata-rata Luasan Lahan …………………….................…100
16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang dengan pertanian sebagai
sumber utama pencaharian bagi mayoritas penduduknya. Dengan demikian
sebagian besar penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya dari sektor
pertanian. Termasuk dalam kategori sektor pertanian diantaranya adalah
hortikultura, tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan.
Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai nilai
ekonomis yang tinggi, artinya di dalam pengusahaannya sub sektor hortikultura
dapat memberikan nilai tambah, sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan petani1.
Selain itu, sub sektor hortikultura jenis sayuran merupakan salah satu
penyumbang devisa bagi Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari data nilai ekspor
sayuran selama tahun 1997-2002 yang secara rata -rata mencapai $ 24.451 - $
61.009 dengan trend meningkat sebesar 15,88 persen. Dilain pihak nilai ekspor
sayuran segar selama tahun 1997-2002 juga menunjukkan trend peningkatan
sebesar 16,57 persen, dimana kontribusi ekspor sayuran segar terhadap sayuran
secara rata-rata mencapai 38,72 persen – 60,98 persen. Sementara itu, jika dilihat
dari delapan komoditas terbesar sayuran segar yang di ekspor, yaitu kentang,
tomat, bawang merah, kubis, wortel, jamur, timun, dan bawang daun, maka ke
delapan komoditas tersebut menguasai 71,68 persen dari keseluruhan nilai ekspor
1 Program Pengembangan Sentra Produksi Hortikultura di Jawa Barat, 05 April 2005. www.jabar.go.id/berita.php?data=87-7k-hasiltambahan
17
sayuran segar selama tahun 1997-2002 (BPS, 2004). Nilai ekspor sayuran dan
sayuran segar Indonesia dari tahun 1997-2002 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai Ekspor Sayuran dan Sayuran Segar Indonesia, 1997 -2002 (000 US $)
Tahun No Komoditas
1997 1998 1999 2000 2001 2002 Trend/Tahun
(%) A. Sayuran 48.637 24.451 58.456 61.009 58.011 52.552 15,88
B. Sayuran Segar :
23.720 13.154 27.382 23.623 27.392 32.045 16,57
B.1. Kentang 8.431 5.887 5.805 4.461 4.159 5.405 (6,31) B.2. Tomat 341 93 435 655 553 302 56,93
B.3. Bawang merah
778 47 2.771 1.835 1.671 2.188 1.138,00
B.4. Kubis 7.150 4.447 6.215 5.520 6.912 9.784 11,51 B.5. Wortel 55 67 134 132 127 475 78,11 B.6. Jamur 2.044 177 2.298 3.666 3.980 3.623 233,22 B.7. Timun 80 142 218 346 655 524 51,81
B.8. Bawang daun
426 106 160 136 118 64 (19,63)
B.9. Sayuran segar lainnya
4.416 2.187 9.436 6.873 9.217 9.681 58,59
Persentase Ekspor Sayuran Segar Terhadap Total Sayuran
48,77 53,80 46,84 38,72 47,22 60,98 49,39
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2004. (diolah)
Bawang daun merupakan salah satu komoditas sayuran segar yang
menyumbangkan devisa bagi Indonesia. Walaupun nilai ekspor bawang daun dari
tahun 1997-2002 mengalami fluktuasi dengan trend menurun tetapi produksi
bawang daun cenderung mengalami peningkatan. Hal ini berarti bahwa penurunan
nilai ekspor bawang daun bukan disebabkan oleh penurunan produksi tetapi lebih
banyak disebabkan oleh peningkatan permintaan di dalam negeri. Pendapatan
masyarakat yang meningkat terutama masyarakat di perkotaan telah berdampak
pada peningkatan permintaan terhadap komoditas sayuran. Selain itu, lahan
pertanian yang ada di Indonesia sangat subur serta didukung oleh kondisi alam
18
yang tropis sehingga dapat menguntungkan petani untuk meningkatkan hasil
produksi berbagai komoditas sayuran (Pertiwi, 2000).
Bawang daun yang masih muda dengan batang yang masih putih dan
terpendam di dalam tanah banyak dimanfaatkan sebagai sayur atau bumbu dalam
berbagai macam masakan. Seperti sayuran pada umumnya, maka bawang daun
merupakan sumber gizi yang baik. Bawang daun juga dapat dimanfaatkan untuk
memudahkan pencernaan dan menghilangkan lendir-lendir dalam kerongkongan2.
Komposisi dan kandungan gizi dalam setiap 100 gram bawang daun dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi dan Kandungan Gizi dalam Tiap 100 Gram Bawang Daun
Komposisi Gizi Satuan Kandungan Gizi Bawang Daun
Kalori Kal 29,00 Protein Gr 1,80 Lemak Gr 0,40 Karbohidrat Gr 6,00 Serat Gr 0,90 Abu Gr 0,50 Kalsium Mg 35,00 Phosfor Mg 38,00 Besi Mg 3,20 Vitamin A SI 910,00 Tiamin Mg 0,08 Riboflavin Mg 0,09 Niasin Mg 0,60 Vitamin C Mg 48,00 Air Gr - Nikotinamid Mg 0,50
Sumber: Cahyono, 2005.
Dengan banyaknya kegunaan dan manfaat dari bawang daun, maka tak
mengherankan jika produksi bawang daun terus mengalami peningkatan.
Peningkatan tersebut, selain disebabkan oleh peningkatan luas panen juga
2 Bawang Daun, 05 April 2005. Http://warintek.progressio.or.id/pertanian /bdaun.htm
19
disebabkan oleh peningkatan produktivitas hasil per hektar. Perkembangan luas
panen, produksi dan produktivitas bawang daun di Indonesia dari tahun 1997-
2003 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Indonesia, 1997-2003
Tahun Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)
1997 38.828,00 294.426,00 7,58 1998 36.563,00 287.506,00 7,86 1999 36.882,00 323.855,00 8,78 2000 36.127,00 311.319,00 8,62 2001 34.339,00 283.285,00 8,25 2002 41.602,00 315.232,00 7,58 2003 38.453,00 345.720,00 8,99
Trend (%/Tahun) 0,27 3,06 3,29
Sumber: Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2004.
Berdasarkan Tabel 3, maka dapat terlihat bahwa produktivitas bawang
daun dari tahun 1997-2003 menujukkan trend meningkat sebesar 3,29 persen.
Peningkatan trend produktivitas bawa ng daun tersebut disebabkan oleh
meningkatnya produksi sebesar 3,06 persen dibandingkan dengan luas lahan
bawang daun yang hanya menunjukkan trend peningkatan sebesar 0,27 persen.
Fluktuasi yang terjadi pada luas panen, yang di dominasi oleh penurunan, yaitu
pada tahun 1998, 2000, 2001 dan 2003 lebih disebabkan oleh kebiasaan petani
yang sering mengganti komoditas bawang daun dengan komoditas lain pada saat
harga bawang daun rendah.
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penghasil bawang daun di
Indonesia. Hal ini dapat dilihat baik dari luas panen, produksi maupun
produktivitas bawang daun di Jawa Barat dibandingkan dengan nasional
(Indonesia), Perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas bawang daun
20
di Provinsi Jawa Barat dan Indonesia dari tahun 1999-2003 dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Provinsi Jawa Barat dan Indonesia, 1999-2003
Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)
Tahun Jabar INA * Jabar INA * Jabar INA *
1999 14.725,00 36.882,00 39,92 182.324,00 323.855,00 56,30 12,40 8,78 141,23
2000 14.950,00 36.127,00 41,38 166.542,00 311.319,00 53,50 11,10 8,62 128,77
2001 13.194,00 34.339,00 38,42 149.491,00 283.285,00 52,77 11,30 8,25 136,97
2002 12.570,00 41.602,00 30,21 132.334,00 315.232,00 41,98 10,50 7,58 138,52
2003 12.498,00 38.453,00 32,50 139.490,00 345.720,00 40,35 11,20 8,99 124,58
Trend (%/ Tahun) (3,88) 1,65 (4,32) (6,24) 2,02 (7,67) (2,27) 1,09 (2,85)
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2004. (diolah) Keterangan : Jabar = Jawa Barat; INA = Indonesia * = Persen Jawa Barat / Indonesia
Berdasarkan Tabel 4, maka dapat terlihat bahwa produktivitas bawang
daun Jawa Barat dari tahun 1999-2003 menunjukkan trend penurunan sebesar
2,27 persen dibandingkan dengan nasional yang mengalami peningkatan sebesar
1,09 persen. Penurunan produktivitas bawang daun Jawa Barat tersebut
disebabkan oleh penurunan produksi dan luas panen yang masing-masing sebesar
6,24 persen dan 3,88 persen. Hal yang berbeda justru terjadi pada produksi dan
luas panen bawang daun nasional yang mengalami peningkatan sebesar 2,02
persen dan 1,65 persen.
Penurunan yang terjadi pada luas panen, produksi dan produktivitas
bawang daun Jawa Barat tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti
konversi lahan-lahan pertanian menjadi perumahan-perumahan elite, kondisi
cuaca yang tidak menentu yang disebabkan oleh perubahan iklim dan harga
21
sayuran yang fluktuatif sehingga menjadi salah satu penyebab para petani sulit
untuk mengembangkan usahanya3.
Kabupaten Cianjur merupakan salah satu sentra produksi hortikultura di
Provinsi Jawa Barat. Beberapa sayuran yang menjadi komoditas prioritas bagi
Cianjur adalah bawang daun, kentang, kubis, petsai, wortel, lobak, kacang merah,
kacang panjang, cabe, tomat, terung, buncis, ketimun, labu siyam, kangkung, dan
bayam4. Dari luas total wilayah Kabupaten Cianjur sebesar 350.148 hektar, maka
sebanyak 97.227 Ha atau setara dengan 27,76 persen berupa lahan pertanian
kering dan tegalan. Sementara itu, sekitar 62,99 persen penduduk Cianjur bekerja
di sektor pertanian, sehingga hal tersebut menjadikan sektor pertanian sebagai
penyumbang terbesar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Kabupaten Cianjur, yaitu sekitar 42,80 persen5.
Menurut Kepala Bina Usaha Kabupaten Cianjur, diperoleh informasi
bahwa bawang daun merupakan komoditas unggulan. Penentuan bawang daun
sebagai komoditas unggulan bagi Kabupaten Cianjur didasarkan kepada luas
areal, penyerapan tenaga kerja, produktivitas, benih ya ng tidak perlu di impor
karena perbanyakan dilakukan dengan cara vegetatif dan adanya kebijakan
pemerintah daerah yang mendorong pengembangan komoditas bawang daun.
Perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas bawang daun di Kabupaten
Cianjur dari tahun 1999-2004 dapat dilihat pada Tabel 5.
3 Jalur Distribusi Sayuran Pun Seret, 17 April 2005. Http:// www.kompas.com/ 4 Program Pengembangan Sentra Produksi Hortikultura di Jawa Barat, 05 April 2005. www.jabar.go.id/berita.php?data=87-7k-hasiltambahan 5 Sekilas Kabupaten Cianjur, 20 April 2005. Http:// www.cianjur.go.id/
22
Tabel 5. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Kabupaten Cianjur, 1999-2004
Tahun Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Ton/Ha)
1999 2.443,00 59.863,00 24,50 2000 2.646,00 66.696,00 25,20 2001 2.462,00 62.426,00 25,40 2002 2.339,00 59.410,00 25,40 2003 2.220,00 58.506,00 26,40 2004 3.128,00 81.651,00 26,10
Trend/Tahun (%)
6,40 7,60 1,30
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, 2005.
Dari Tabel 5 dapat terlihat bahwa rata-rata produktivitas bawang daun
Kabupaten Cianjur sangat tinggi, yaitu mencapai 24,5 ton/ha – 26,4 ton/ha,
bahkan jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata produktivitas bawang
daun di Jawa Barat yang sebesar 10,5 ton/ha – 12,4 ton/ha. Dalam hal ini,
produktivitas bawang daun di Kabupaten Cianjur masih tetap menunjukkan trend
yang meningkat, walaupun tidak terlalu besar, yaitu 1,3 persen. Selain itu jika
dilihat dari luas panen dan produksi bawang daun di Kabupaten Cianjur dari tahun
1999-2004 juga memperlihatkan trend yang meningkat, yaitu masing-masing
sebesar 6,4 persen dan 7,6 persen.
Daerah Cipanas Kecamatan Pacet, sekitar 80 km dari Jakarta atau 20 km
dari kota Cianjur, selain dikenal sebagai kawasan wisata pegunungan juga
merupakan daerah penghasil sayuran. Daerah penghasil sayuran di kawasan ini
kini dikembangkan menjadi kawasan agropolitan hortikultura. Selain memiliki
iklim yang cocok untuk komoditas sayuran, Kecamatan Pacet juga memiliki
keunggulan dibandingkan daerah lainnya, yaitu kedekatan lokasi dengan pasar
sasaran seperti Bandung, Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi. Hal tersebut
23
tentu saja akan menjamin kesegaran dari sayuran yang dikirim, selain juga akan
menekan ongkos pengiriman. Realisasi panen, produksi dan produktivitas bawang
daun di Kecamatan Pacet pada tahun 2002, 2004 dan 2005 dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6. Realisasi Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Kecamatan Pacet Pada Tahun 2002, 2004 dan 2005
Tahun Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Ton/Ha)
2002 1.122,00 28.498,80 25,40 2004 1.557,00 40.707,30 26,14
2005* 491,00 12.939,80 26,35
Trend/Tahun (%)
(14,85) (12,69) 1,87
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, 2005. Keterangan : Data tahun 2003 tidak diperoleh. * Angka sementara sampai April 2005.
Berdasarkan Tabel 6, maka dapat terlihat bahwa luas panen bawang daun
di Kecamatan Pacet pada tahun 2004 mengalami peningkatan dari 1.122 hektar
menjadi 1.557 hektar atau mengalami peningkatan sebesar 38,77 persen bila
dibandingkan tahun 2002. Sementara itu, produksi bawang daun mengalami
peningkatan yang lebih besar lagi, yaitu dari 28.498,80 ton menjadi 40.707,30 ton
atau meningkat sebesar 42,84 persen. Dilain pihak, rata -rata produktivitas bawang
daun di Kecamatan Pacet dari tahun 2002 hingga April 2005 juga mengalami
peningkatan, yaitu dari 25,40 ton/ha menjadi 26,35 ton/ha.
1.2. Perumusan Masalah
Dengan semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat akan kebutuhan
gizi, maka akan meningkatkan permintaan masyarakat terhada p sayuran segar
seperti bawang daun. Peningkatan permintaan tersebut harus diimbangi oleh
24
peningkatan produksi dan produktivitas bawang daun. Sementara itu, jika dilihat
dari rata -rata produktivitas bawang daun di Kecamatan Pacet yaitu dari 25,40
ton/ha - 26,35 ton/ha pada tahun 2002 hingga April 2005 masih terbilang rendah
jika dibandingkan dengan tingkat produksi idealnya yaitu sebesar 40 ton dari satu
hektar lahan6.
Penggunaan faktor-faktor produksi standar pada usahatani bawang daun
untuk 1000 m2 berdasarkan data dari Dinas Pertanian Cianjur adalah ; bibit : 600
kg, pupuk TSP : 35 kg, pupuk Urea : 47 kg, pupuk KCl : 29 kg, Pupuk Kandang :
529 kg, Obat Cair : 3 kg, Obat padat : 4 kg, tenaga kerja pria : 180 jam , tenaga
kerja wanita : 110 jam. Namun keterbatasan modal dan informasi menyebabkan
petani menggunakan faktor produksi yang tidak sesuai dengan nilai standarnya
sehingga diduga penggunaan faktor-faktor produksi dalam pengusahaan bawang
daun belum efisien. Hal ini tentunya akan mempengaruhi produkt ivitas usahatani
bawang daun.
Untuk meningkatkan produksi bawang daun dengan tujuan peningkatan
pendapatan petani perlu dilakukan efisiensi penggunaan faktor produksi. Oleh
karena itu penulis perlu mengkaji tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor
produksi usahatani bawang daun di lokasi penelitian.
Kondisi return to scale pada usahatani menentukan besarnya tingkat
pendapatan petani. Decreasing return to scale akan menambah hasil produksi
dengan proporsi yang lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan dari untuk tambahan
input. Sebaliknya kondisi incresing return to scale merupakan kondisi yang
paling cocok untuk meningkatkan pendapatan petani. Sehingga penulis perlu
6 Bawang Daun, 05 April 2005. Http://warintek.progressio.or.id/pertanian /bdaun.htm
25
melihat kondisi return to scale pada usahatani bawang daun tersebut. Dengan
menentukan tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi dan identifikasi kondisi
return to scale usahatani bawang daun, penulis juga perlu menganalisis tingkat
pendapatan usahatani bawang daun di daerah penelitian tersebut.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini dapat
dijabarkan sebagai berikut :
1. Menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani
bawang daun di daerah penelitian.
2. Menganalisis kondisi skala usaha usahatani bawang daun di daerah
penelitian.
3. Menganalisis pendapatan usahatani bawang daun di daerah penelitian.
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Bagi para pelaku dunia usaha, terutama yang berkecimpung dalam bisnis
bawang daun, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi
tambahan dan juga dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan untuk
memperbaiki kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani
bawang daun oleh petani, penyuluh pertanian dan pihak-pihak yang
berkepentingan lainnya.
2. Bagi pemerintah, terutama pemerintah daerah Kabupaten Cianjur,
diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan dan bahan
pertimbangan dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan
pengembangan usahatani bawang daun.
26
3. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan serta dapat menjadi wadah aplikasi ilmu-ilmu yang selama ini
dipelajari di bangku kuliah dalam kasus nyata.
27
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Singkat
Bawang daun merupakan tanaman yang berasal dari kawasan Asia Tenggara
yang kemudian meluas dan ditanam di berbagai wilayah yang beriklim tropis dan
subtropis. Sementara itu, di Indonesia pusat produksi bawang daun pada mulanya
berada di daerah pegunungan yang sejuk, seperti Lembang, Cipanas, Pacet (Jawa
Barat) dan Malang (Jawa Timur). Kemudian budidaya bawang daun meluas ke
dataran tinggi lainnya, seperti Pangalengan dan Garut (Jawa Barat) maupun ke
dataran rendah7.
Bawang daun merupakan tanaman yang berbentuk rumput. Disebut
bawang daun karena yang dikonsumsi hanya daunnya atau bagian daun yang
masih muda. Bawang daun termasuk famili liliaceae. Ada 2 jenis bawang daun
yaitu bawang bakung (Allium Fistulosum L) dan bawang prei (Allium Porum L).
Kedua jenis bawang daun ini dapat dibedakan dengan mudah. Daun bawang
bakung bulat panjang dan berlubang seperti pipa, sedangkan bawang daun prei
panjang, pipih berpelepah panjang, dan liat. Adapun bentuk umbi bawang bakung
kadang-kadang kecil, sedangkan bawang prei tidak berumbi. Daun yang masih
muda dari kedua jenis bawang daun tersebut dapat dimakan, yaitu bagian batang
atau kelopak daun yang berwarna putih yang terpendam di dalam tanah
(Sunarjono, 2004).
2.2. Persyaratan Lokasi Usahatani Bawang Daun
7 Bawang Daun, 05 April 2005. Http://warintek.progressio.or.id/pertanian /bdaun.htm
28
Kondisi lingkungan yang sesuai dengan pertumbuhan bawang daun dapat memberikan hasil panen
yang tinggi. Keadaan lingkungan (iklim dan tanah) yang cocok sangat menunjang produktivitas tanaman. Oleh
karena itu, lokasi untuk usahatani bawang daun harus memperhatikan keadaan lingkungan (Cahyono, 2005).
A. Keadaan Iklim
Keadaan iklim yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi usahatani bawang daun adalah suhu
udara, kelembapan udara, dan curah hujan.
1. Suhu Udara
Bawang daun menghendaki suhu udara berkisaar antara 19oC - 24o C. Daerah yang memiliki kisaran
suhu udara tersebut adalah daerah yang memiliki ketinggian 400-1.200 m di atas permukaan laut (dpl). Oleh
karena itu, bawang daun sangat cocok bila di tanam di daerah tersebut. Suhu udara yang tinggi (lebih dari 240
C) dapat menyebabkan bawang daun tidaak dapat tumbuh dengan baik (tidak sempurna).
2. Kelembaban Udara
Kelembaban udara yang optimal bagi pertumbuhan bawang daun berkisar antara 80%-90%.
Kelembaban udara yang tinggi (lebih dari 90%) menyebabkan pertumbuhan bawang daun tidak sempurna,
jumlah anakan setiap rumpun sedikit dan tidak subur, kualitas daun jelek, dan produksi biji rendah karena
proses pembungaan dan pembentukan buah tidak berjalan sempurna. Kelembaban udara yang rendah juga
menyebabkan pertumbuhan vegetatif terhambat, proses pembuahan terhambat, dan banyak bunga yang
gugur.
3. Curah Hujan dan Ketinggian Tempat
Bawang daun dapat ditanam sepanjang tahun (sepanjang musim). Bawang daun tergolong tanaman
yang tahan terhadap hujan sehingga dapat ditanam pada musim hujan serta memberikan hasil yang cukup
baik. Namun, curah hujan yang cocok bagi bawang daun adalah sekitar 1.000-1.500 mm/ tahun, dengan
ketinggian tempat yang cocok (ideal) untuk penanaman bawang daun adalah 700-1200 m dpl.
B. Keadaan tanah
Pemilihan lokasi untuk usahatani bawang daun harus memperhatikan keadaan tanah yang meliputi
sifat fisik tanah dan sifat kimia tanah. Sifat fisik tanah yang cocok bagi tanaman bawang daun adalah tanah
gembur, memiliki solum tanah cukup dalam, dan mudah mengikat air. Sifat fisik tanah yang baik untuk
penanaman bawang daun dijumpa i pada tanah regosol, andosol, dan latosol. Kondisi fisik tanah yang baik akan
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan perakaran tanaman sehingga penyerapan zat hara di dalam
tanah dapat berjalan lebih baik. Sedangkan kondisi kimia tanah yang cocok untuk bawang daun adalah tanah
yang memiliki derajat keasaman tanah (pH tanah) berkisar antara 6,5- 7,5.
2.3. Teknologi Budidaya
29
Usahatani bawang daun perlu didukung dengan teknik bercocok tanam yang baik, bibit yang
berkualitas baik, dan tahapan kerja yang run tut. Teknik budidaya bawang daun meliputi pembibitan,
pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, serta perlindungan tanaman dari serangan hama dan penyakit8.
2.3.1. Pembibitan
Bawang daun diperbanyak secara generatif dengan bijinya atau vegetatif
dengan stek. Di Indonesia tanaman ini sulit menghasilkan biji, perbanyakan dengan
biji hanya dilakukan pada waktu pertama tanam. Untuk menghemat biaya,
penanaman selanjutnya menggunakan bibit stek tanaman induk. Benih biasanya dibeli
dari toko bibit/pupuk yang mengimpornya dari luar negeri. Sebelum membeli benih,
perhatikan varitasnya dan tanggal kadaluarsa benih.
Rumpun yang akan dijadikan bibit berumur 2,5 bulan dan sehat. Rumpun
dibongkar bersama akarnya, bersihkan tanah yang menempel dan akar/daun tua,
pisahkan rumpun sehingga didapatkan beberapa rumpun baru yang terdiri atas 1-3
anakan. Untuk mengurangi penguapan dan merangsang pertumbuhan tunas baur,
sebagian daun dibuang. Bibit ini dapat disimpan di tempat lembab dan teduh selama
5-7 hari.
2.3.2. Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan dilakukan 15-30 hari sebelum tanam. Lahan dibersihkan dari
berbagai jenis gulma dan sisa tanaman yang tidak bisa membusuk dan terurai,
termasuk tanaman kayu pada tanah tegalan, serta batu-batu krikil. Kemudian tanah
diolah dengan dicangkul, dibajak, atau ditraktor sehingga didapatkan tanah yang
gembur. Kedalaman tanah olahan adalah 30 -40 cm. Kemudian buat parit untuk
pemasukan dan pengeluaran air.
2.3.3 Teknik Penanaman
8 Bawang Daun, 05 April 2005. Http://warintek.progressio.or.id/pertanian /bdaun.htm
30
Bawang daun dapat ditanam dalam pola tanam tanaman tunggal atau
sistem tumpang sari. Sistem tumpang sari yang sekarang banyak ditanam adalah
dengan tanaman cabe. Penanaman dilakukan sepanjang tahun asal air tersedia.
Waktu tanam terbaik awal musim hujan (Oktober) atau awal kemarau (Maret).
Lubang tanam dibuat pada jarak 20 x 20 cm sedalam 10 cm. Sebelum tanam bibit
yang siap tanam sebaiknya direndam dalam larutan fungisida selama 10-15 menit.
Tanam bibit dalam lubang dan padatkan tanah di sekitar pangkal bibit pelan-
pelan.
2.3.4. Penyiangan
Gulma disiangi dua kali, yaitu waktu tanaman berumur 3-4 minggu dan 6
minggu. Lakukan penyiangan dengan hati-hati dan gunakan cangkul/kored.
Rumput liar yang tumbuh di parit antar bedengan juga harus disiangi. Untuk
menjaga kebersihan kebun dan tanaman, lakukan pemotongan tangkai bunga dan
daun tua. Pemangkasan ini juga merangsang pertumbuhan anakan.
2.3.5. Pemupukan
Pupuk yang diberikan adalah 300 kg/ha urea dan 600 kg/ha ZA. Kedua
pupuk ini diberikan bersamaan dengan penyiangan yaitu pada 3-4 minggu dan 6
minggu setelah tanam masing-masing ½ dosis. Pupuk diberikan di dalam larikan
di antara barisan bawang.
2.3.6. Hama dan Penyakit
A. Hama:
Ulat tanah merupakan hama bagi tanaman bawang daun, mempunyai ciri sebagai berikut:
kupu-kupu betina berwarna coklat tua dengan titik putih dan berga ris-garis.
31
Panjang ulat 4-5 cm. Gejala: ulat menyerang pangkal batang sehingga tanaman
terkulai. Pengendalian mekanis: mengumpulkan ulat di malam hari, menjaga
kebersihan kebun dan pergiliran tanaman dengan tanaman bukan Liliaceae.
Pengendalian kimia: umpan beracun yang dipasang di malam hari berupa
campuran 250 gram Dipterex 95 Sl 125, 10 kg dedak dan 0,5 gram gula merah
dan dilarutkan dalam 10 liter air; Insektisida berupa Dursban atau Hostahion.
B. Penyakit:
Busuk daun daun bercak ungu merupakan penyakit pada tanaman bawang
daun. Busuk daun mempunyai gejala sebagai berikut: muncul bercak hijau pucat
di ujung daun, daun layu dan mengering dan diseliputi oleh jamur hitam;
berkembang di musim hujan. Pengendalian: menggunakan benih/bibit sehat, rotasi
tanaman dengan tanaman bukan Liliaceae dan fungisida Dithane, Antracol atau
Daconil. Lalu untuk bercak ungu gejalanya adalah pada daun terdapat bercak kecil
berwarna putih sampai kelabu, membesar menjadi agak keunguan dan ujung daun
mengering. Serangan berat menyebabkan busuk pangkal batang . Pengendalian:
cara perbaikan tata air tanah, pergiliran tanaman dengan tanaman bukan Liliaceae
dan menggunakan bibit sehat. Fungisida yang dapat digunakan adalah Antracol 70
WP, Dithane M-45, Orthocide 50 WP atau Difolatan 4F.
Pestisida hanya digunakan jika perlu, tetapi mengingat resiko yang akan
ditanggung jika terjadi serangan hama dan penyakit, pestisida sudah diberikan
sebelum terjadi serangan/jika sudah ada tanda -tanda awal munculnya hama dan
penyakit.
32
2.3.7 Panen
Umur 2,5 bulan setelah tanam, jumlah anakan maksimal (7-10 anakan),
beberapa daun menguning. Seluruh rumpun dibongkar dengan cangkul/kored di
sore hari/pagi hari. Bersihkan akar dari tanah yang berlebihan.
2.3.8. Pascapanen
Bawang daun yang telah dipanen dikumpulkan di tempat yang teduh, rumpun
dicuci bersih dengan air mengalir/disemprot, lalu ditiriskan. Bawang daun diikat
dengan tali rafia di bagian batang dan daunnya. Berat tiap ikatan 25-50 kg. Daun
bawang disortir berdasarkan diameter batang: kecil (1,0-1,4 cm) dan besar (1,5-2
cm), lalu bawang dicuci dengan air bersih yang mengalir/disemprot dan
dikeringanginkan. Ujung daun dipotong sekitar 10 cm. Di dalam peti kayu 20 x 28 cm
tinggi 34 cm yang diberi ventilasi dan alasnya dilapisi busa/di dalam keranjang plastik
kapasitas 20 kg9.
2.4. Kajian Empiris
Penelitian mengenai analisis terhadap faktor -faktor produksi dan
pendapatan usahatani bawang daun sudah dilakukan sebelumnya, diantaranya oleh
Sinambela (1999) dan Sari (2001). Walaupun demikian, penulis masih tetap
tertarik untuk menganalisis bawang daun terutama dari sisi efisiensi penggunaan
faktor -faktor produksi dan pendapatan bawang daun..
9 Bawang Daun, 05 April 2005. Http://warintek.progressio.or.id/pertanian /bdaun.htm
33
Sinambela (1999), menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi usahatani bawang daun dengan model fungsi Cobb-Douglas. Faktor-
faktor produksi yang digunakan adalah luas lahan, tenaga kerja, bibit, Urea, TSP,
pupuk kandang, dan pestisida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tenaga kerja,
bibit, Urea, pestisida nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Untuk luas lahan
nyata pada tingkat kepercayaan 80 persen. Sedangkan pupuk kandang nyata pada
tingkat kepercayaan 70 persen. Sementara itu, penelitian Sari (2001) terhadap
faktor -faktor produksi yang mempengaruhi produksi bawang daun dengan
menggunakan mode l fungsi Cobb-Douglas, menunjukkan bahwa dari seluruh
peubah bebas yang terdapat dalam model, yaitu bibit, tenaga kerja, pupuk Urea,
pupuk TSP, pupuk kandang dan obat ternyata hanya bibit dan pupuk Urea yang
berpengaruh nyata terhadap produksi bawang daun.
Faktor produksi dikatakan efisien apabilai nilai rasio antara NPM dan
BKM sama dengan satu. Pada penelitian Sinambela (1999), penggunaan faktor-
faktor produksi usahatani bawang daun belum mencapai tingkat efisien. Untuk
faktor produksi TSP dan Pestisida, rasio NPM dan BKM lebih kecil dari satu.
Sedangkan untuk luas lahan, tenaga kerja, bibit, Urea dan pupuk kandang lebih
besar dari satu. Sementara itu, penelitian Sari (2001) menunjukkan bahwa di
daerah penelitian penggunaan faktor produksi belum efisien karena rasio NPM
dan BKM–nya tidak sama dengan satu. Untuk faktor produksi bibit, pupuk TSP
dan pupuk kandang penggunaannya masih kurang (rasio NPM dan BKM > 1)
sehingga penggunaannya masih dapat ditambah. Sebaliknya untuk faktor produksi
tenaga kerja, pupuk Urea dan obat penggunaannya sudah berlebihan sehingga
harus dikurangi (rasio NPM dan BKM <1).
34
Tingkat pendapatan petani untuk setiap komoditas pertanian yang
diusahakan berberda-beda. Pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan
efisiensi yang tinggi, salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah
yang dikeluarkan (R/C Ratio). Penelitian yang dilakukan oleh Sinambela (1999)
menunjukkan bahwa hasil analisis pendapatan usahatani bawang daun di daerah
penelitian menunjukkan hasil yang menguntungkan. Dengan harga rata-rata Rp
2.100,- ditingkat petani menghasilkan pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp
16.465.964,- dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 5.858.314,- per hektar.
Bila dilihat dari nilai R/C nya, maka nilai R/C bawang daun adalah 1,84. Ini
berarti dari setiap rupiah yang dipakai untuk usahatani bawang daun memberikan
penerimaan sebesar Rp 1,84,-. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Sari
(2001) menunjukkan bahwa hasil analisis pendapatan baik petani lahan sempit (<
0,15 ha) maupun petani lahan luas (>0,15 Ha) juga menunjukkan hasil yang
menguntungkan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R/C atas biaya total dan R/C atas
biaya tunai yang lebih besar dari satu.
Dari penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan usahatani bawang daun layak untuk diusahakan. Pada penelitian ini penulis ingin mengetahui tingkat pendapatan dan menganalisis efisiensi penggunaan faktor produksi bawang daun.
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Pengertian Usahatani
Usahatani adalah setiap kombinasi yang tersusun (organisasi) dari alam,
tenaga kerja dan modal yang ditujukan untuk produksi di lapangan pertanian
(Rifai 1980 dalam Soeharjo dan Patong 1973). Dari definisi tersebut dapat dilihat
bahwa komponen dalam usahatani tersebut terdiri dari alam, tenaga kerja, modal
35
dan manajemen atau pengelolaan (organisasi). Alam, tenaga kerja dan modal
merupakan unsur usahatani yang mempunyai bentuk, sedangkan pengelolaan
tidak, tetapi keberadaannya dalam proses produksi dapat dirasakan.
Tjakrawiralaksana dan Soeriatmaja (1983) mendefinisikan usahatani
sebagai suatu organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur
lahan yang mewakili unsur alam, unsur tenaga kerja yang bertumpu pada anggota
keluarga tani, unsur modal yang be raneka ragam jenisnya, dan unsur pengolahan
atau manajemen yang perannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani.
Dalam hal ini, istilah usahatani mencakup kebutuhan keluarga, sampai pada
bentuk yang paling modern yaitu mencari keuntungan atau laba.
Soekartawi (1990) mengemukakan bahwa tujuan berusahatani dapat
dikategorikan menjadi dua yaitu memaksimumkan keuntungan atau
meminimumkan biaya. Konsep maksimisasi keuntungan adalah bagaimana
mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin, untuk
memperoleh keuntungan maksimum. Sedangkan konsep minimisasi biaya berarti
bagaimana menekan biaya produksi sekecil-kecilnya untuk mencapai tingkat
produksi tertentu.
3.1.2. Penerimaan dan Biaya Usahatani
Penerimaaan usahatani merupakan hasil kali antara jumlah output yang
dihasilkan dengan harga output. Sedangkan biaya adalah semua pengeluaran yang
diperlukan untuk menghasilkan suatu produk dalam suatu periode produksi
(Fadholi, 1995). Biaya dapat dibedakan atas:
36
1. Biaya tunai, meliputi biaya tetap misalnya pajak tanah, dan biaya variabel
misalnya pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat-obatan dan biaya untuk
tenaga kerja luar keluarga.
2. Biaya tidak tunai, meliputi biaya tetap misalnya biaya penyusutan alat-alat
dan bangunan pertanian serta sewa lahan milik sendiri. Sedangkan untuk
biaya variabel meliputi biaya tenaga kerja dalam keluarga.
3.1.3. Analisa Pendapatan Usahatani
Berusahatani pada akhirnya akan dinilai dari biaya yang dikeluarkan dan
penerimaan yang diperoleh. Selisih keduanya merupakan pendapatan dari
kegiatan usahanya. Analisa pendapatan mempunyai kegunaan bagi petani maupun
bagi pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisa pendapatan yaitu:
(1) menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usaha, (2)
menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan.
Analisis ini juga dapat digunakan untuk mengukur berhasil atau tidaknya suatu
kegiatan (Soeharjo dan Patong, 1973).
Dalam analisa pendapatan ada beberapa ukuran pendapatan yang dipakai
yaitu (Soeharjo dan Patong, 1973):
a). Pendapatan kerja petani
Pendapatan ini diperoleh dengan menghitung semua penerimaan baik yang
berasal dari penjualan, yang dikonsumsi keluarga, maupun kenaikan inventaris.
Setelah itu dikurangi dengan semua pengeluaran, baik yang tunai maupun yang
diperhitungkan, termasuk bunga modal dan nilai kerja keluarga. Bunga modal
disertakan karena dianggap bahwa modal itu diperoleh petani dengan jalan
meminjam atau karena untuk modal itu tersedia beberapa alternatif penggunaan.
37
Angka pendapatan kerja petani umumnya kecil, bahkan bisa negatif. Apabila
bunga modal tidak disertakan, maka lebih besar dan positif.
b). Penghasilan kerja petani
Angka ini diperoleh dari menambah pendapatan kerja petani dengan
penerimaan tidak tunai. Tanaman, ternak dan hasil ternak yang dikonsumsi
keluarga adalah penerimaan tidak tunai.
c). Pendapatan kerja keluarga
Pendapatan ini merupakan balas jasa dari kerja dan pengelolaan petani dan
anggota keluarganya. Apabila usahatani dilaksanakan oleh petani dan keluarganya
maka ukuran inilah yang terbaik untuk mengetahui berhasilnya kegiatan usaha.
Pendapatan kerja keluarga diperoleh dari menambah penghasilan kerja petani
dengan nilai kerja keluarga.
d). Pendapatan keluarga
Angka ini diperoleh dengan menghitung pendapatan dari sumber-sumber
lain yang diterima petani bersama keluarganya di samping kegiatan pokoknya.
Cara ini dipakai apabila petani tidak membedakan sumber-sumber pendapatannya
untuk memenuhi keperluan sehari-hari.
Dalam Soeharjo dan Patong (1973), dinyatakan bahwa pendapatan yang
besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi. Oleh karena itu, analisa
pendapatan selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi. Salah satu ukuran efisiensi
adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan (Revenue Cost Ratio atau R/C
Ratio). Analisis R/C ratio digunakan untuk mengetahui keuntungan relatif
usahatani berdasarkan keuntungan finansial. R/C ratio menunjukkan besarnya
penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran dalam satu satuan biaya. Apabila
38
nilai R/C > 1 berarti penerimaan yang diperoleh lebih besar dari unit biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Sedangkan nilai R/C < 1
menunjukkan bahwa tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari
penerimaan yang diperoleh.
3.1.4. Fungsi Produksi
Hubungan penggunaan faktor -faktor produksi atau input dan output yang
dihasilkan disebut fungsi produksi (Doll dan Orazem,1984). Fungsi produksi
menyatakan hubungan input-output dan menggambarkan tingkat sumberdaya
yang digunakan untuk menghasilkan produk. Umumnya untuk menghasilkan
output diperlukan lebih dari satu input. Secara matematis fungsi produksi dapat
ditulis sebagai berikut:
Y = f(X1, X2, X3,....Xn)....................................................................................(3.1)
Dimana:
Y = output
X1, X2, X3...Xn = input-input yang digunakan dalam proses produksi Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi produksi yaitu
”Hukum Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang (The Law of Diminishing
Return)”. Hukum ini menyatakan bahwa jika faktor produksi terus menerus
ditambahkan pada faktor produksi lain tetap maka tambahan jumlah produksi per
satuan akan semakin berkurang. Hukum ini menggambarkan adanya kenaikan
hasil yang negatif dalam kurva fungsi produksi (Doll dan Orazem,1984).
Untuk mengukur tingkat produktivitas dari suatu produksi, terdapat dua
tolok ukur, yaitu (1) Produk Marjinal (PM) dan (2) Produk Rata-rata (PR).
Produk Rata-rata adalah produk total per satuan faktor produksi (Y/X). Tambahan
39
satu-satu input X yang dapat menyebabkan pertambahan atau pengurangan satu
satuan output (Y) disebut produk marjinal (PM). Dengan demikian PM dapat
dituliskan dengan äY/äX (Soekartawi, 2003).
Fungsi produksi menggambarkan transformasi sejumlah faktor produksi
dalam jumlah produksi yang dihasilkan, sedangkan untuk mengukur efisiensi
dapat dilihat dari elastisitas produksinya. Elastisitas produksi (Ep) adalah
persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan dari
input (Soekartawi, 2003). Persamaan elastisitas produksi dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Ep =
dimana :
Ep = elastisitas produksi
ä Y = perubahan hasil produksi
ä Xi = perubahan faktor produksi ke -i
Y = hasil produksi
Xi = jumlah faktor produksi ke -i
Berdasarkan nilai elastisitas produksi, fungsi produksi dibagi atas 3 daerah
yaitu daerah dengan elastisitas produksi yang lebih besar dari satu (daerah I),
antara nol dan satu (daerah II), dan lebih kecil dari nol (daerah III), dapat dilihat
pada Gambar 1.
Daerah produksi I mempunyai nilai elastisitas produksi lebih dari satu,
yang berarti bahwa penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan
…...........……..(3.2) PM PR
. Xi
Y
= = äY/Y ä Xi / Xi
äY ä Xi
40
X1 X2
Y
III Ep<0
X
PM/PR
PT
X2 X1 X1 X3 X3 X3 X3
menyebabkan penambahan produksi lebih besar dari satu persen. Keuntungan
maksimum masih belum tercapai, karena produksi masih dapat diperbesar dengan
pemakaian faktor produksi yang lebih banyak. Karena itu daerah I dis ebut daerah
irrasional.
Daerah II elastisitas produksinya bernilai antara nol dan satu. Hal ini
berarti setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan
penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol. Pada
tingkat penggunaan faktor produksi tertentu dalam daerah ini akan tercapai
keuntungan maksimum, untuk itu daerah ini disebut daerah yang rasional karena
produsen harus menetapkan tingkat produksi yang dapat mencapai maksimum.
Daerah III mempunyai elastisitas produksi lebih kecil dari nol, artinya
setiap penambahan faktor-faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah
produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan pemakaian faktor-
faktor produksi yang tidak efisien. Daerah ini disebut daerah irrasional.
0
II 0<Ep<1
I Ep>1
41
X1 X2 X3
PR PM
X
Gambar 1. Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi
Keterangan : PT = Produksi Total PM = Produk Marjinal PR = Produk Rata-rata Y = Produksi X = Faktor produksi (Sumber: Doll dan Orazem, 1984) Soekartawi (2003), menjelaskan bahwa Return to Scale (RTS) perlu
diketahui untuk melihat apakah kegiatan dari suatu usaha yang diteliti tersebut
mengikuti kaidah increasing, constant atau decreasing return to scale. Ada tiga
kemungkinan, yaitu:
1. Jika �bi > 1 maka kondisi usahatani berada pada kondisi increasing return
to scale , artinya bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan
menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.
2. Jika �bi < 1 maka kondisi usahatani berada pada kondisi decreasing
return to scale , artinya bahwa proporsi penambahan faktor produksi
melebihi proporsi penambahan produksi.
42
3. Jika �bi = 1 maka kondisi usahatani berada pada kondisi constant return
to scale, artinya bahwa penambahan faktor produksi akan proporsional
denga n penambahan produksi yang diperoleh.
3.1.5 Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi
Efisiensi produksi terdiri dari efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi.
Menurut Teken (1965) efisiensi teknis tercapai pada saat produk rata-rata
mencapai maksimum. Sedangkan efisiensi ekonomis tercapai pada saat
penggunaan faktor-faktor produksi sudah dapat mencapai keuntungan maksimum.
Teken (1965) mengemukakan dua syarat yang harus dipenuhi untuk
mencapai keuntungan maksimum yaitu syarat keharusan (neccesary condition)
dan syarat kecukupan (sufficient condition). Syarat keharusan (neccesary codition)
bagi penentuan efisiensi dan tingkat produksi optimum adalah hubungan fisik
antara faktor produksi dengan produksi harus diketahui. Dalam analisis fungsi
produksi, sya rat ini dipenuhi jika produsen berproduksi pada daerah II yaitu pada
saat elastisitas produksinya bernilai antara nol dan satu (0<Ep<1). Pada tingkat
tertentu penggunaan faktor -faktor produksi di daerah ini akan memberikan
keuntungan maksimum.
Syarat kecukupan (sufficient condition) untuk mencapai efisiensi tingkat
tertinggi atau tingkat produksi optimal adalah nilai produk marginal (NPM) sama
dengan biaya korbanan marginal (BKM). Untuk mencapai tingkat produksi yang
optimum dimana tercapai efisiensi ekonomis, maka perlu memasukkan variabel
harga yaitu harga faktor produksi dan harga produksi.
Kondisi efisien ekonomis pada suatu kegiatan usahatani terkait dengan
tujuan kegiatan usahatani tersebut pada umumnya, yaitu untuk memaksimumkan
43
keuntungan. Menurut Doll and Orazem (1984), keuntungan dapat diperoleh
dengan mengurangi penerimaan total dengan biaya total. Secara matematis dapat
ditulis sebagai berikut:
+−= ∑=
n
iii BTTxPxYPy
1
..π
Dimana: ð = laba atau keuntungan i = 1,2,3…n Y = output Py = harga output xi = input ke-i Pxi = Harga input ke-i BTT = biaya tetap total
Keuntungan maksimum tercapai pada saat turunan pertama dari persamaan
fungsi keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi sama dengan nol.
Sehingga persamaan diatas menjadi:
0=−= iii
PxxY
Pyx δ
δδδπ
; i = 1,2,3...,n
ii
PxxY
Py =δδ
Dimana ix
Yδδ
adalah produk marginal faktor produksi ke -i
Sehingga Py. PMxi = Pxi
Dimana: Py.PMxi = nilai produk marginal xi (NPMxi) Pxi = harga faktor produksi atau biaya korbanan marginal xi (BKMxi) Dengan membagi ruas kiri dan kanan dengan Py, maka persamaan menjadi:
PMxi =PyPxi
Dengan demikian secara matematis dapat diketahui besarnya marginal produk.
44
Apabila harga faktor produksi tidak dipengaruhi oleh jumlah pembelian
faktor produksi, persamaan dapat ditulis sebagai berikut:
NPMxi = BKMxi
1=i
i
BKMx
NPMx
Secara ekonomis efisiensi akan tercapai pada kondisi dimana harga sama
dengan nilai produk marginalnya. Jika harga dari input x ke-i (Pxi) adalah Biaya
Korbanan Marginalnya (BKM) dan Produk Marginal dikalikan dengan tingkat
harga output adalah Nilai Produk Marginal (NPM), maka kondisi efisiensi
ekonomis tercapai pada PMxi=BKMxi. Secara grafik kondisi ini ditunjukkan
pada Gambar 2.
Untuk penggunaan lebih dari faktor produksi misalnya n faktor produksi,
maka keuntungan maksimum dapat dicapai apabila:
1.........2
2
1
1 ====n
n
BKMxNPMx
BKMxNPMx
BKMxNPMx
(Garis Harga)
45
Gambar 2. Garis Harga dan Efisiensi Ekonomis
Jika rasio NPM dengan BKM kurang dari satu, menunjukan penggunaan
faktor produksi telah melampaui batas optimal, maka setiap penambahan biaya
akan lebih besar dari tambahan penerimaannya. Bagi produsen yang rasional akan
mengurangi penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi NPM sama
dengan BKM. Pada saat rasio NPM dengan BKM lebih besar dari satu, berarti
kondisi optimum belum tercapai, sehingga produsen yang rasional akan
menambah penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi NPM sama
dengan BKM.
3.2. Kerangka Pemikiran Konseptual
Petani bawang daun di Desa Sindangjaya dalam mengelola usahanya
diduga tidak memperhatikan efisiensi usahanya, hal ini dapat dilihat dari tingkat
produksi per hektar yang masih rendah bila dibandingkan dengan tingkat produksi
idealnya. Tingkat produksi yang rendah menunjukkan penggunaan faktor-faktor
produksi yang belum optimal dan keuntungan belum maksimal. Oleh sebab itu
petani harus memperhatikan pengalokasian faktor-faktor produksi yang digunakan
dalam usahataninya agar mencapai keuntungan yang maksimal.. Sarana produksi
yang digunakan dalam usahatani bawang daun adalah luas lahan, bibit, pupuk
TSP, Urea, KCl, pupuk kandang, obat cair, obat padat, tenaga kerja pria dan
tenaga kerja wanita.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar tingkat
pendapatan usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya, apakah tingkat
pendapatan tersebut telah dapat menguntungkan petani. Kemudian dalam
penelitian ini juga ingin melihat faktor -faktor produksi apa saja yang berpengaruh
46
terhadap produksi bawang daun, bagaimana kombinasi optimal penggunaan
faktor -faktor produksi yang dapat memaksimumkan keuntungan petani. Analisis
yang dilakukan meliputi analisis pendapatan usahatani, analisis fungsi produksi
dan analisis efisiensi penggunaan faktor -faktor produksi.
Analisis pendapatan usahatani meliputi pengukuran tingkat pendapatan
dan R/C rasio. Analisis untuk menentukan model fungsi produksi yang cocok
dilakukan dengan membandingkan model linier berganda dan model Cobb-
Douglas. Data yang dianalisis berupa data penggunaan faktor-faktor produksi
yang meliputi luas lahan, bibit, pupuk TSP, Urea, KCl, pupuk kandang, obat cair,
obat padat, tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Pemilihan model fungsi
produksi berdasarkan kriteria pemilihan model fungsi yang baik yaitu dilihat dari
R2, banyaknya variabel yang nyata, goodness of fit , MSE dan kesesuaian dengan
asumsi OLS. Tahap analisis data selanjutnya adalah analisis skala usaha dan
analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Analisis efisiensi
penggunaan faktor-faktor produksi dilakukan untuk melihat kombinasi optimal
dari faktor -faktor produksi tersebut yang dapat memaksimalkan keuntungan
petani. Kerangka pemikiran konseptual di atas dapat diringkas seperti yang
terlihat pada Gambar 3.
Usahatani Bawang Daun (Produktivitas Rendah)
Faktor-faktor Produksi: - Luas Lahan - Bibit - Pupuk TSP - Pupuk Urea - Pupuk KCl - Obat Cair - Obat Padat - Tenaga Kerja Pria - Tenaga Kerja Wanita
47
Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran Konseptual
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Sindangjaya, Kecamatan Pacet,
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan
pertimbangan bahwa Kecamatan Pacet merupakan daerah yang memiliki luas
areal penanaman bawang daun terluas dan penghasil bawang daun terbesar di
Kabupaten Cianjur. Desa Sindangjaya dipilih berdasarkan rekomendasi dari
Pendugaan dan Pengujian Model Fungsi Produksi:
- Koefisien Determinasi - Uji Statistik F - Uji P-value
Pemilihan model: -Pemeriksaan asumsi OLS
Efisiensi Faktor-Faktor Produksi
Keuntungan Petani
Analisis Pendapatan Usahatani: - Pendapatan - R/C Rasio
48
Penyuluh Pertanian Lapangan Kecamatan Pacet. Kegiatan pengambilan data
dilakukan kurang lebih satu bulan, yaitu selama bulan Juli 2005.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara dan
pengamatan langsung ke petani dengan menggunakan kuisioner yang telah
disiapkan sebelumnya. Data primer yang dikumpulkan meliputi keadaan secara
umum mengenai petani, data penggunaan sarana produksi dan biaya produksi
yang dikeluarkan untuk satu musim tanam serta data lain yang berkaitan dengan
penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari literatur dan instansi-insatnsi terkait,
seperti Dinas Pertanian Cianjur, Badan Pusat statistik, Departemen Pertanian, dan
sebagainya.
Pemilihan responden dilakukan secara sengaja (purposive). Dari kelompok
tani yang seluruhnya berjumlah 55 orang, lalu dipilih 30 orang sebagai responden.
Kriteria petani yang dipilih adalah petani yang menanam bawang daun pada satu
musim tanam.
4.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif
dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis keadaan umum
usahatani bawang daun sedangkan analisis kuantitatif berupa analisis pe ndapatan
usahatani, analisis R/C rasio, analisis penggunaan faktor -faktor produksi serta
analisis efisiensi ekonomi faktor produksi. Tahap analisis data yang digunakan
adalah dengan transfer data, editing serta pengolahan data menggunakan
49
Microsoft Excel, program MINITAB versi 13.30 for windows dan alat hitung
kalkulator, kemudian dilanjutkan dengan tahap interpretasi data.
4.3.1. Analisis Pendapatan Usahatani
Pendapatan petani bawang daun dalam penelitian ini akan dibedakan
menjadi dua, yakni pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total.
Hal ini disebabkan pada umumnya petani hanya memperhitungkan biaya yang
benar-benar dikeluarkan dalam bentuk uang tunai. Pendapatan atas biaya tunai
adalah biaya yang yang benar -benar dikeluarkan oleh petani (explisit cost).
Pendapatan atas biaya total adalah pendapatan yang diperoleh dengan
memperhitungkan input milik keluarga sebagai biaya (imputed cost). Pendapatan
tersebut dirumuskan sebagai berikut:
ð = NP – BT – BD...............................................................................(4.1)
dimana :
ð = Pendapatan
NP = Nilai produksi, hasil kali jumlah fisik produk dengan harganya
BT = Biaya tunai
BD = Biaya yang diperhitungkan
NP-BT adalah pendapatan atas biaya tunai
NP-(BT+BD) adalah pendapatan atas biaya total
Untuk mengetahui besarnya perbandingan antara total penerimaan dengan
total biaya dari tiap-tiap usahatani maka digunakan R/C rasio.
R/C rasio = Total Penerimaan/Total Biaya
R/C rasio menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan
pengeluaran dalam satuan biaya. Apabila nilai R/C > 1 berarti penerimaan yang
50
diperoleh lebih besar dari unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh
penerimaan tersebut. Apabila nilai R/C <1 berarti tiap unit biaya yang dikeluarkan
akan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh. Sedangkan apabila R/C =1
berarti penerimaan yang diperoleh sama dengan unit biaya yang dikeluarkan.
4.3.2. Analisis Fungsi Produksi
Analisis fungsi produksi adalah analisis yang menjelaskan hubungan
antara produksi dengan faktor -faktor produksi yang mempengaruhinya. Menurut
Soekartawi (1986), untuk mengamati pengaruh beberapa faktor produksi tertentu
terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan sebenarnya adalah tidak
mungkin. Oleh karena itu hubungan antara faktor produksi dengan output perlu
disederhanakan dalam bentuk suatu model.
Berbagai macam fungsi produksi telah dikenal dan dipergunakan oleh
peneliti, tetapi yang umum dan sering dipakai adalah fungsi produksi linier, fungsi
produksi kuadratik , fungsi produksi akar pangkat dua, fungsi produksi Cobb-
Douglas (Soekartawi, 2003).
1. Fungsi Produksi Linier Berganda
Rumus matematik dari fungsi produksi linier berganda dapat dituliskan
sebagai berikut:
Y = f (X1,X2,…….Xi,……Xn); atau
Y = a + b1X1 + b2X2 + …+biXi +….+ bnXn ………………...……...(4.2)
dimana:
51
Y = a+bX-cX2 Y
X 0
a = intersep (perpotongan)
b = koefisien regresi
Y = variabel yang dijelaskan (dependent variabel); dan
X = variabel yang menjelaskan (independent variabel).
Dalam fungsi produksi linier, isokuan berbentuk garis lurus dengan
kemiringan konstan. Perubahan rasio penggunaan masukan dapat terjadi, tetapi
tidak ada perubahan dalam kemiringan isokuan.
2. Fungsi Produksi Kua dratik
Rumus matematik dari fungsi produksi kuadratik biasanya dituliskan
sebagai berikut:
Y = f (Xi); atau dapat dituliskan
Y = a + bX + cX2………………………………………………..….(4.3)
dimana:
Y = variabel yang dijelaskan (dependent variabel)
X = variabel yang menjelaskan (independent variabel)
a,b,c = parameter yang diduga
Agar persamaan (4.3) mempunyai arti ekonomi, maka fungsi produksi
harus seperti pada Gambar 4. Hal itu berarti produksi mencapai maksimum bila X
sama dengan – b / 2c dan koefisien b harus positif dan lebih besar daripada
koefisien c dimana nilai koefisien c harus negatif.
C = negatif
52
Gambar 4. Bentuk Fungsi Produksi Kuadratik Sumber : Soekartawi, 2003
3. Fungsi Produksi Akar Pangkat Dua
Secara matematik, persamaan fungsi produksi akar pangkat dua dapat
dituliskan sebagai berikut:
Y = a0 + a1 X1½ + a11 X1 …………………………………………(4.4)
Bila X pangkat setengah ini diganti dengan inisial Z, maka fungsi produksi
tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
Y = a0 + a1 Z + a11 Z2
Kalau diperhatikan, maka persamaan ini adalah persamaan kuadratik,
sehingga dengan demikian penyelesaiannya adalah sama dengan penyelesaian
fungsi kuadratik. Seperti halnya fungsi produksi kuadratik, maka kelemahan
fungsi produksi akar pangkat dua pada umumnya akan tidak praktis bila jumlah
variabelnya lebih dari tiga. Untuk penyelesaian persamaan yang mempunyai lebih
dari tiga variabel dianjurkan untuk menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas
(Soekartawi, et al. , 1986)
4. Fungsi Produksi Cobb-douglas
Secara sistematik, fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan seperti
persamaan (4.5).
Y = aX1b1 X2b2…. Xibi…. Xnb
neu………………………………….….(4.5)
Dimana: Y = jumlah produksi
Xi = jumlah faktor produksi ke -i yang digunakan
53
bi = besaran parameter, elastisitas masing-masing faktor produksi
a =Konstanta, intersep, besaran parameter
e = bilangan natural (2,781)
u = sisa (Residual)
i =1,2,3,.....m
Dengan mentransformasikan dari fungsi Cob Douglas ke dalam bentuk
linear logaritmik, maka model fungsi produksi tersebut dapat ditulis sebagai
berikut:
LogY=log a + b1 log X1 + b2 log X2 + b 3 log X3 + bn logXn..................(4.6)
Menurut Doll dan Orazem (1984), penggunaan fungsi produksi Cob
Douglas mempunyai beberapa keuntungan yaitu: (1) Perhitungan sederhana
karena dapat dibuat dalam bentuk linear, (2) pada model ini koefisien pangkatnya
sekaligus menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor
produksi yang digunakan dalam produksi, sehingga dapat digunakan untuk
mengetahui tingkat produksi yang optimum dari pemakaian faktor-faktor
produksi, (3) hasil penjumlahan koefisien elastisitas masing-masing faktor
produksi pada fungsi ini juga dapat menunjukkan skala usaha atau return to scale
atas perubahan faktor -faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi
yang sedang berlangsung.
Faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi
bawang daun adalah luas lahan, jumlah bibit, jumlah penggunaan pupuk TSP,
jumlah penggunaan pupuk Urea, jumlah penggunaan pupuk KCl, jumlah
penggunaan pupuk kandang, jumlah penggunaan obat cair, jumlah penggunaan
obat padat, jumlah penggunaan tenaga kerja pria dan wanita. Variabel-variabel
54
tersebut kemudian akan dicoba ke dalam model-model fungsi produksi di atas.
Dari berbagai model yang dicoba, akan dipilih satu model fungsi produksi yang
paling sesuai untuk digunakan. Pemilihan model fungsi produksi yang baik dan
benar hendaknya fungsi tersebut memenuhi syarat sebagai berikut (Soekartawi,
1986) :
1) Dapat dipertanggungjawabkan
2) Mempunyai dasar yang logis secara fisik maupun ekonomi
3) Mudah dianalisis
4) Mempunyai implikasi ekonomi
Menurut Ramanathan (1997) terdapat beberapa kriteria dalam pemilihan
model yang baik, yaitu :
1. Model yang terbaik secara statistik adalah model yang memiliki koefisien
determinasi atau R-Sq adj yang paling tinggi. Semakin besar R-Sq maka
model semakin akurat untuk digunakan dalam peramalan. Nilai R-Sq
menunjukkan variasi yang dapat dijelaskan oleh variabel yang terdapat di
dalam model, sedangkan sisanya dijalaskan oleh variabel lain yang tidak
termasuk ke dalam model.
2. Model yang terbaik adalah model yang banyak memiliki variabel nyata.
Banyaknya variabel nyata dari model tersebut dapat diketahui melalui
uji-t dan uji P-value. Suatu variabel dinyatakan mempunyai pengaruh
nyata pada taraf tertentu jika nilai t-hitung > t-tabel atau nilai P-value < á.
Namun perlu juga dilihat apakah model tersebut layak atau tidak untuk
menduga parameter dalam fungsi produksi. Uji kelayakan model dapat
dilakukan melalui uji F. Model dinyatakan layak jika nilai F-hitung > F-
55
tabel, yang berarti juga paling sedikit ada satu variabel bebas yang
berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas.
3. Model yang terbaik adalah model yang sederhana dan sesuai dengan teori
“goodness of fit”.
4. Model yang terbaik adalah model yang memiliki nilai MSE sekecil
mungkin (minimal = nol). Semakin kecil nilai MSE, maka model tersebut
semakin akurat.
5. Pendugaan parameter dari fungsi produksi dilakukan dengan metode
kuadrat terkecil (OLS = Ordinary Least Square) sehingga dengan
sendirinya asumsi OLS harus terpenuhi. Syarat terpenuhinya asumsi OLS
antara lain model linier dalam parameter, tidak terdapat autokorelasi (nilai
Durbin Watson = 1,55 s/d 2,46), tidak terjadi multikolineraritas (VIF <
10), nilai tengah dari error = 0, dan komponen error terdistribusi normal).
Berdasarkan kriteria tersebut, maka untuk menyelesaikan atau menduga
koefisien dari fungsi produksi digunakan metode kuadrat terkecil (OLS =
Ordinary Least Square). Selanjutnya persamaan regresi tersebut dianalisis untuk
memperoleh nilai t-hitung, P-value, F-hitung, dan R² . Nilai t-hitung dan P-value
digunakan menguji secara statistik apakah koefisien regresi dari masing-masing
parameter bebas (Xn) yang dipakai, secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak
terhadap parameter tidak bebas atau Y. Apabila t-hitung > t-tabel atau P-value <
á, berarti parameter yang diuji berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas,
dan bila t-hitung < t-tabel atau P-value > á, berarti parameter yang diuji tidak
berpengaruh nyata terhadap parameter bebas. Nilai f-hitung digunakan untuk
melihat apakah parameter bebas yang digunakan yakni X1, X2, ...., X10 secara
56
bersama -sama berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas. R2 digunakan
untuk melihat sampai sejauh mana besar keragaman yang diterangkan oleh
parameter bebas (X) terhadap parameter tidak bebas (Y).
Pengujian-pengujian yang dilakukan dalam hal ini adalah pengujian model
penduga dan pengujian terhadap parameter regresi.
1. Pengujian terhadap model penduga
Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah model penduga ya ng diajukan
sudah layak untuk menduga parameter dan fungsi produksi.
Hipotesis :
Ho : b1 = b2 = .....= b10 = 0
Ho : b1 � b2 �......� b10 � 0
Uji Statistik yang digunakan adalah uji F
F-Hitung = ( )( )kn
RkR
−−
−2
2
11
Kriteria Uji:
F-Hitung > F-Tabel (k-1, n-k) Tolak Ho
F-Hitung < F-Tabel (k-1, n-k) Terima H1
Untuk memperhitungkan pengujian, dihitung besarnya koefisien
determinasi (R2). Untuk berapa jauh keragaman produksi dapat diterangkan oleh
variabel penjelas yang terpilih. Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai
berikut:
R2 =
Jumlah Kuadrat Regresi Jumlah Kuadrat Total
57
ˆ
ˆ ˆ ˆ ˆ
2. Pengujian untuk masing-masing parameter
Tujuannya adalah untuk mengetahui variabel bebas yang berpengaruh
nyata terhadap peubah tidak bebas.
Hipotesis:
Ho : bi = 0
H1 : bi � 0 ; i = 1,2,3,.......,10,e
Uji statistik yang digunakan adalah:
T-Hitung = bi-0 Sbi
t-tabel = t �/2(n-k)
dimana:
bi = koefisien regresi ke-i yang diduga
Sbi = standar deviasi koefisien regresi ke-i yang diduga
Kriteria Uji:
t-hitung > t -tabel atau P-value < �, maka tolak Ho
t-hitung < t -tabel atau P-value > �, maka terima Ho
dimana:
k = jumlah variabel termasuk intersep
n = jumlah pengamatan
Jika tolak Ho artinya peubah bebas berpengaruh nyata terhadap peubah
tidak bebas dalam model dan sebaliknya, bila terima Ho artinya peubah bebas
tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas.
4.4. Konsep Pengukuran Variabel
Peubah atau variabel yang diamati merupakan data dan informasi
mengenai usahatani bawang daun yang diusahakan petani pada satu musim tanam.
58
Dalam menganalisis pendapatan usahatani bawang daun, variabel-variabel yang
diukur adalah:
1. Luas Lahan garapan adalah luas areal usahatani bawang daun dalam
satuan hektar (merupakan lahan yang dipakai untuk menanam bawang
daun).
2. Modal adalah barang ekonomi berupa lahan, bangunan, alat-alat mesin,
tanaman di lapangan, sarana produksi dan uang tunai yang digunakan
untuk menghasilkan bawang daun.
3. Tenaga Kerja adalah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi
baik untuk pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan.
Tenaga kerja ini dibedakan menjadi tenaga kerja dalam keluarga dan luar
keluarga. Seluruh tenaga kerja disetarakan dengan Hari Kerja Pria (HKP)
dengan lama kerja 5 jam per hari.
4. Produksi total adalah hasil bawang daun yang didapat dari luas lahan
tertentu setelah dibersihkan dari tanah yang menempel (dicuci dengan air),
diukur dalam kilogram.
5. Biaya tunai adalah besarnya nilai uang tunai yang dikeluarkan petani
untuk membeli pupuk, bibit, obat-obatan dan upah tenaga kerja luar
keluarga. Biaya yang dipergunkan untuk membayar pajak dan penyusutan
alat-alat pertanian termasuk dalam biaya tetap tunai. Satuan yang
dipergunakan adalah rupiah.
6. Biaya yang diperhitungkan adalah pengeluaran untuk pemakaian input
milik sendiri dan pemakaian upah tenaga kerja dalam keluarga,
berdasarkan tingkat upah yang berlaku.
59
7. Biaya total merupakan penjumlahan dari biaya tunai dan biaya yang
diperhitungkan.
8. Harga produk adalah harga bawang daun di tingkat petani dalam satu
musim panen. Satuan yang dipergunakan adalah Rupiah per kilogram.
Untuk menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dalam
usahatani bawang daun, fungsi produksi yang dianalisis adalah fungsi produksi
per hektar usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya. Variabel-variabel yang
diamati adalah:
1. Lahan (X1) adalah tempat dimana petani melakukan kegiatan penanaman
bawang daun. Lahan yang digunakan dianggap mempunyai tingkat
kesuburan yang sama. Satuan pengukurannya adalah hektar. Biaya
Korbanan Marjinal (BKM) dari lahan adalah besarnya sewa lahan tiap
hektar yang diukur dalam rupiah (Rupiah/hektar) di tingkat usahatani.
2. Jumlah bibit (X2) adalah jumlah kilogram bibit yang digunakan dalam sat u
musim tanam bawang daun. BKM adalah harga bibit dalam satu kilogram
(Rupiah/kilogram) di tingkat usahatani.
3. Pupuk TSP (X3) adalah jumlah kilogram pupuk TSP yang digunakan
dalam satu musim tanam. BKM adalah harga pupuk TSP dalam satu
kilogram (Rupiah/kilogram) di tingkat usahatani.
4. Pupuk Urea (X4) adalah jumlah kilogram pupuk Urea yang digunakan
dalam satu musim tanam bawang daun. BKM adalah harga pupuk Urea
dalam satu kilogram (Rupiah/kilogram) di tingkat usahatani.
60
5. Pupuk KCl (X5) adalah jumlah kilogram pupuk KCl yang digunakan
dalam satu musim tanam bawang daun. BKM adalah harga pupuk KCl
dalam satu kilogram (Rupiah/kilogram) di tingkat usahatani.
6. Pupuk Kandang (X6) adalah jumlah kilogram pupuk kandang yang
digunakan dalam satu musim tanam. BKM adalah harga pupuk kandang
dalam satu kilogram (Rupiah/kilogram) di tingkat usahatani.
7. Obat Cair (X17) adalah jumlah liter obat cair yang digunakan dalam satu
musim tanam. BKM adalah harga obat cair dalam satu liter (Rupiah/liter)
di tingkat usahatani.
8. Obat Padat (X8) adalah jumlah kilogram obat padat yang digunakan dalam
satu musim tanam. BKM adalah harga obat padat dalam satu kilogram
(Rupiah/liter) di tingkat usahatani.
9. Tenaga kerja pria (X9) adalah jumlah jam kerja pria yang digunakan
dalam satu musim tanam bawang daun. BKM adalah besarnya tingkat
upah pria yang dikeluarkan dalam satuan jam kerja.
10. Tenaga kerja wanita (X10) adalah jumlah jam kerja wanita yang digunakan
dalam satu musim tanam bawang daun. BKM adalah besarnya tingkat
upah wanita yang dikeluarkan dalam satuan jam kerja.
BAB V
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1. Keadaan Umum dan Geografis
Penelitian diadakan di Desa Sindangjaya yang berada di Kecamatan Pacet,
Kabupaten Cianjur. Desa Sindangjaya terletak pada ketinggian antara 900-1.400
61
meter dpl dengan curah hujan rata-rata per tahun mencapai 2967 mm. Suhu rata-
rata antara 12-30 oC dengan kelembaban 71 persen. Jarak desa dari ibukota
kabupaten terdekat sejauh ± 18 kilometer, jarak desa dari ibukota propinsi sejauh
90 kilometer. Jalan desa terbuat dari aspal dan sarana angkutan yang menjangkau
desa ini sudah banyak baik berupa sepeda motor maupun kendaraan beroda
empat.
Desa Sindangjaya terletak di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur,
Propinsi jawa Barat. Desa penelitian ini berbatasan dengan:
- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Cimacan
- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sukanagalih
- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Palasari
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sukatani
Luas wilayah Desa Sindangjaya secara keseluruhan adalah 414,2 Ha.
Pemanfaatan lahan desa sebagian besar digunakan untuk ladang. Sebagian kecil
lainnya digunakan untuk perumahan, kolam dan fasilitas umum lainnya.
Pemanfaatan lahan Desa Sindangjaya secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel
7.
Tabel 7. Pemanfaatan Lahan Desa Sindangjaya, Tahun 2004
Fungsi Lahan Luas Lahan (Ha) Persentase (%) Ladang 219,00 52,88 Perkebunan besar 0,00 0,00 Perkebunan rakyat 0,00 0,00 Hutan lindung 78,00 18,83 Kolam 2,20 0,53 Perumahan 20,00 4,83 Lain-lain 95,00 22,93 Total 414,20 100,00
Sumber : Profil Desa Sindangjaya, Tahun 2004
62
Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa penggunaan lahan Desa Sindangjaya
sebagian besar diperuntukkan bagi ladang, yakni sebanyak 52,88 persen.
Penggunaan lahan untuk hutan lindung adalah sebesar 18,83 persen, kolam
sebesar 0,53 persen, perumahan sebesar 4,83 persen dan lain -lain sebesar 22,93
persen.
Dalam Laporan Tahunan Desa Sindangjaya (2004) dinyatakan bahwa
jenis tanah Desa Sindangjaya adalah andosol dan regosol. Kedua jenis tanah
tersebut merupakan tanah lempung ringan yang memiliki daya ikat dan drainase
yang baik, tanah ini sangat cocok untuk penanaman bawang daun. Tingkat
kesuburan meliputi tanah subur sebanyak 91,11 persen, tingkat kesuburan sedang
sebanyak 7,33 persen dan kurang subur sebanyak 1,56 persen. dengan pH tanah
antara 5,5-7,5
5.2. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian
a. Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin
Berdasarkan data terakhir, penduduk Desa Sindangjaya berjumlah 11.311
jiwa dengan 2.753 kepala keluarga yang terdiri dari 5.888 laki-laki atau sebesar
52,05 persen dan 5.423 perempuan atau sebesar 47,95 persen. Sebaran penduduk
Desa Sindangjaya hampir merata pada semua golongan usia. Jumlah penduduk
yang berada pada usia produktif (13-55 tahun) sebanyak 61,59 persen atau
sebanyak 6.966 jiwa. Ini berarti ketersediaan tenaga kerja di Desa Sindangjaya
terbilang banyak, termasuk untuk bidang pertanian (Tabel 8).
Tabel 8. Komposisi Penduduk berdasarkan Golongan Usia di Desa
Sindangjaya, Tahun 2004
Golongan Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 0-5 1454,00 12,85
63
6-12 1808,00 15,98 13-20 1628,00 14,39 21-45 3863,00 34,15 46-55 1475,00 13,04 56-70 1034,00 9,14 >70 49,00 0,43 Total 11311,00 100,00
Sumber : Profil Desa Sindangjaya, Tahun 2004
b. Sebaran Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan
Ditinjau dari pendidikan, sebagian besar penduduk Desa Sindangjaya
berpendidikan tamat SD (Sekolah Dasar) yaitu sebanyak 5995 jiwa atau setara
dengan 53,00 persen. Sementara itu masyarakat yang tidak tamat SD sebesar
23,49 persen. Masyarakat yang melanjutkan pendidikan hingga tamat SLTP
(Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) sebesar 14,70 persen, SLTA (Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas) sebesar 8,30 persen dan masyarakat yang tamat PT
(Perguruan Tinggi) sebesar 0,49 persen (Tabel 9).
Tabel 9. Kualitas Angkatan Kerja berdasarkan Tingkat Pendidikan Masyarakat di Desa Sindangjaya, Tahun 2004
Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Tdk Tamat SD 2658,00 23,49 Tamat SD 5995,00 53,00 SLTP 1663,00 14,70 SLTA 939,00 8,30 PT 56,00 0,49 Total 11311,00 100,00
Sumber : Profil Desa Sindangjaya, Tahun 2004
c. Sebaran Penduduk menurut Mata Pencaharian.
Mata pencaharian warga Desa Sindangjaya sebagian besar adalah sebagai
petani yakni sebanyak 69,99 persen (1927 jiwa). Pedagang sebanyak 18,56 persen
(511 jiwa) merupakan mata pencaharian penduduk terbesar kedua, disusul
kemudian dengan Swasta yaitu sebanyak 7,99 persen (220 jiwa). Komposisi
penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 10.
64
Tabel 10. Komposisi Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Sindangjaya, Tahun 2004
Mata Pencaharian Jumlah Penduduk (Orang) Persentase (%) Petani 1927,00 69,99 PNS/ABRI 55,00 1,99 Pensiunan 22,00 0,79 Swasta 220,00 7,99 Pedagang 511,00 18,56 Lainnya 18,00 0,65 Total 2753,00 100 ,00
Sumber : Profil Desa Sindangjaya, Tahun 2004
5.3. Karakteristik Petani
5.3.1. Umur Petani
Petani responden yang mengusahakan bawang daun di Desa Sindangjaya
berusia antara 27-65 tahun. Petani responden tersebut dikelompokkan menjadi
petani responden berumur 25-30 tahun, 31-35 tahun, 36-40 tahun, 41-45 tahun,
46-50 tahun, 51-55 tahun, 56-60 tahun dan 61-65 tahun. Jika dilihat dari sebaran
umur petani responden, sebagian besar responden adalah petani yang usianya
antara 25-45 tahun, yakni sebesar 80 persen. Pembagian dan persentase dari
masing-masing kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Sebaran Petani Responden berdasarkan Umur Pada Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya, Tahun 2005
Umur Jumlah (Orang) Persentase (%)
25-30 5,00 16,67 31-35 10,00 33,33 36-40 5,00 16,67 41-45 4,00 13,33 46-50 2,00 6,67 51-55 2,00 6,67 56-60 1,00 3,33
65
61-65 1,00 3,33 Jumlah 30,00 100,00
5.3.2. Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Petani Responden
Pendidikan formal petani responden yang paling rendah adalah pernah
duduk di bangku sekolah dasar meskipun ada yang tidak tamat. Sedangkan
pendidikan petani responden yang paling tinggi adalah tingkat SLTA (Tabel 12).
Tabel 12. Sebaran Petani Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya, Tahun 2005
Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persen (%)
Tidak Tamat SD 4,00 13,33 Tamat SD 23,00 76,67 SLTP 2,00 6,67 SLTA 1,00 3,33 Jumlah 30,00 100,00
Sebagian besar dari petani responden adalah tamat SD yaitu sebesar 76,67
persen dari total jumlah petani responden. Jadi dapat dikatakan walaupun 66,67
persen petani responden berusia produktif tetapi tingkat pendidikannya masih
relatif rendah.
Dilihat dari pengalaman usahatani bawang daun, maka hampir semua
petani responden mempunyai pengalaman lebih dari empat tahun. Pengetahuan
tentang budidaya bawang daun didapat petani secara turun temurun dari orang tua
mereka, teknik budidayanyapun relatif seragam.
Dari total petani responden, 96,67 persennya mempunyai pekerjaan pokok
sebagai petani bawang daun dan menggantungkan hidupnya dari bertani bawang
daun, sedangkan 3,33 persennya menanam bawang daun hanya sebagai
sampingan. Pengalaman petani Desa Sindangjaya dalam berusaha sayuran
khususnya bawang daun berkisar antara 5 sampai dengan 40 tahun. Sebagian
66
besar petani yaitu sebanyak 53,33 persen mempunyai pengalaman 10-20 tahun.
Sedangkan petani lainnya yaitu sebanyak 5 orang (16,67 persen) berpengalaman
21-30 tahun , 2 orang (6,67 persen) berpengalaman 31-40 tahun dan 7 orang
(23,33 persen) berpengalaman kurang dari 10 tahun (Tabel 13).
Tabel 13. Sebaran Petani Responden menurut Pengalaman Bertani Bawang Daun di Desa Sindangjaya, Tahun 2005
Pengalaman Usahatani (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)
Kurang dari 10 7,00 23,33 10-20 16,00 53,33 21-30 5,00 16,67 31-40 2,00 6,67 Jumlah 30,00 100,00
5.3.3. Luas Lahan Garapan
Luas lahan yang dimiliki oleh petani responden beragam yaitu dari luas
lahan kurang dari 0,125 Ha sampai lebih dari 0,5 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa
usahatani bawang daun di daerah penelitian merupakan usahatani kecil jika dilihat
dari kepemilikan lahan oleh petani (Tabel 14).
Tabel 14. Sebaran Petani Responden berdasarkan Luas Lahan di Desa Sindangjaya, Tahun 2005
Luas Lahan (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (persen)
< 0,125 16,00 53,33 0,125 – < 0,25 8,00 26,67 0,25 - < 0,5 4,00 13,33 > 0,5 2,00 6,67 Jumlah 30,00 100,00
Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa sebagian besar petani responden
memiliki luas lahan kurang dari 0,125 Ha, yakni sebanyak 53,33 persen. Petani
responden yang memiliki luas lahan antara 0,125-0,25 Ha sebanyak 26,67 persen,
petani responden yang memiliki luas lahan antara 0,25-0,5 Ha sebanyak 13,33
persen dan petani yang memiliki luas lahan lebih dari 0,5 Ha hanya 6,67 persen.
67
5.3.4. Gambaran Umum Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya
Sebagian besar penduduk Desa Sindangjaya (69,99 persen) bekerja
sebagai petani. Komoditas utama yang biasa dibudidayakan oleh para petani
adalah bawang daun. Kegiatan usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya relatif
seragam, baik dalam proses kegiatan pengolahan lahan, penanaman, pemupukan,
penyemprotan, penyiangan dan pemanenan. Faktor produksi yang digunakan
petani bawang daun di Desa Sindangjaya adalah luas lahan, bibit, pupuk kimia,
pupuk kandang, dan obat-obatan. Bibit bawang daun diperoleh dari kebun petani
sendiri yang baru dipanen. Ketika panen petani biasanya tidak menjual seluruh
hasil panen bawang daunnya tetapi disisakan untuk ditanam kembali.
Petani pada umumnya menggunakan bibit berupa anakan yang diperoleh
dari hasil panen sebelumnya, yang memang sengaja disisakan untuk bibit. Namun
jika harga bawang daun sedang tinggi, biasanya petani akan menjual seluruh hasil
panennya. Tanaman bawang daun yang akan dijadikan bibit diseleksi terlebih
dahulu dengan memilih tanaman bawang daun yang bagus pertumbuhannya dan
mempunyai banyak anakan.
Pupuk yang digunakan untuk usahatani bawang daun adalah pupuk TSP,
pupuk Urea, pupuk KCl, pupuk ZA, pupuk NPK dan pupuk kandang. Pupuk
tersebut biasanya dibeli dari pasar terdekat yaitu pasar Cipanas atau warung yang
ada di desa tersebut. Obat-obatan yang digunakan petani bawang daun di Desa
Sindangjaya pada umumnya adalah antrakol, kurakron dan durusban. Obat-obatan
diperlukan untuk mencegah maupun mengobati tanaman terhadap serangan hama
dan penyakit.
68
Budidaya bawang daun dimulai dengan tahap pengolahan lahan dan
penanaman. Pada tahap pengolahan lahan, petani mencangkul tanah supaya
gembur, setelah itu petani membuat lubang tanam. Pada tahap pembuatan lubang
tanam petani biasanya tidak terlalu memperhatikan jarak tanam karena umumnya
mengukur berdasarkan jengkal tangan, jarak antara lubang satu dengan lainnya
adalah satu jengkal tangan. Kemudian lubang di buat dengan menancapka n jari
telunjuk, setelah itu bibit bawang daun ditanam pada lubang tersebut. Waktu
penanaman umumnya dilakukan pagi hari, untuk mencegah layu bawang daun.
Setelah penanaman, dilakukan pemeliharaan meliputi kegiatan
pemupukan, penyiangan dan penyemprotan. Pada umumnya petani melakukan
penyiangan setelah tiga minggu ditanam. Penyiangan umumnya dilakukan 1-2
kali dalam satu musim tanam, satu kali penyiangan biasanya menghabiskan waktu
2-7 hari. Untuk penyiangan umumnya dilakukan oleh wanita. Sedangkan untuk
penyemprotan dan pemupukan dilakukan oleh laki-laki yang biasanya adalah
pemilik lahan itu sendiri.
Pada minggu ke dua dilakukan pemberian pupuk kimia seperti pupuk TSP
yang dicampur dengan pupuk Urea dan KCl dengan perbandingan yang tidak
tertentu. Banyak petani yang tidak memperhatikan perbandingan dalam pemberian
pupuk tersebut. Pemberian pupuk kimia biasanya dilakukan 3 kali dalam satu
musim tanam. Pemberian pupuk kandang dilakukan pada saat pengolahan lahan
dan penanaman bawang daun.
Frekuensi penyemprotan untuk satu musim tanam berbeda-beda
tergantung dari tingkat serangan hama pada tanaman bawang daun. Hama dan
penyakit pada tanaman bawang daun di Desa Sindangjaya adalah ulat tanah,
69
busuk daun, bercak ungu, serta hama suridat yang sudah hampir setahun
menyerang daerah penelitian. Pada umumnya dilakukan lebih dari 3 kali
penyemprotan untuk satu musim tanam.
Pemanenan biasanya dilakukan kurang lebih setelah bawang daun berumur
3 bulan setelah tanam. Petani bawang daun di Desa Sindangjaya biasanya
menanam bawang daun dari bibit anakan karena lebih praktis dan cepat
menghasilkan. Umur panen bawang daun dapat diperpanjang oleh petani jika
mereka belum memanennya karena harga pasar yang kurang menguntungkan.
Kegiatan pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari agar hasil
panen tidak cepat mengalami kelayuan. Untuk pemanenan dilakukan oleh tenaga
kerja pria. Kegiatan pemanenan cukup berat yaitu mencabut, mengikat,
menimbang dan mengangkutnya ke jalan.
Petani di Desa Sindangjaya menjual hasil panennya ke pedagang
pengumpul yang ada di desa itu. Sistem pembayaran yang dilakukan adalah tunai
tetapi ada juga yang membayar setelah sehari bahkan seminggu setelah penjualan.
Dalam penentuan harga sebagian besar ditentukan oleh pedagang pengumpul. Jadi
kekuatan tawar-menawar petani lemah karena sangat tergantung pada pedagang
pengumpul (tengkulak).
Petani yang menjual hasil panen langsung ke pasar biasanya petani yang
memiliki modal besar, tanah luas dan memiliki kendaraan sendiri (losbak). Petani
tersebut biasanya menjual hasil panen ke pasar-pasar yang berada di Jakarta
seperti pasar Kramat Jati dan pasar Rebo. Petani yang menjual hasil panennya
langsung ke konsumen, biasanya hanya untuk penjualan dalam skala kecil.
Misalnya dijual kepada petani lain untuk dijadikan bibit.
70
71
BAB VI
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG DAUN
6.1. Analisis Penggunaan Sarana Produksi
Budidaya bawang daun relatif mudah. Bawang daun tidak mengenal
musim, kapan saja dapat ditanam. Karena itulah waktu penanaman dan
pemanenan tidak seragam. Petani di Desa Sindangjaya pada umumnya menanam
bawang daun pada lahan yang sempit dan terpencar-pencar dengan waktu
penanaman dan pemanenam yang berbeda -beda. Pada umumnya petani Desa
Sindangjaya menggunakan sebagian lahan untuk menanam bawang daun secara
khusus, dan lahan sisanya digunakan petani untuk melakukan tumpangsari
tanaman bawang daun dengan tanaman lain seperti wortel, daun mint, dll.
Tanaman bawang daun merupakan tanaman utama yang diusahakan oleh petani
bawang daun.
6.1.1. Sarana Produksi Bibit
Petani bawang daun di Desa Sindangjaya lebih sering melakukan
pembibitan secara vegetatif atau anakan, selain karena harganya murah juga
mudah didapatkan. Satu bibit dapat menghasilkan 7-10 anakan dalam satu musim
tanam. Petani di daerah penelitian, sebagian besar memperoleh bibit bawang daun
dari produksi sendiri. Maksudnya adalah bawang daun yang dipanen tidak dijual
seluruhnya, sebagian disisakan untuk musim tanam berikutnya.
Pertimbangan lain dengan menggunakan bibit anakan adalah bahwa bibit
generatif yang berupa biji memerlukan waktu yang lama untuk panen
dibandingkan bibit anakan. Bibit berupa biji juga relatif sulit untuk didapatkan di
pasaran. Penggunaan bibit anakan memberikan keuntungan yaitu penghematan
biaya produksi yang cukup besar karena pada usahatani bawang daun, biaya bibit
72
adalah biaya yang terbesar. Kalau petani membeli bibit akan sangat memberatkan,
karena harga bibit adalah sama dengan harga jual bawang daun itu sendiri.
Pengadaan sarana produksi bawang daun untuk bibit anakan di Desa
Sindangjaya relatif lancar dan cukup tersedia. Hal ini disebabkan hampir seluruh
masyarakat mengandalkan pertaniannya dari menanam bawang daun, sehingga
kebutuhan bibit para petani dapat terpenuhi dari daerah setempat. Sedangkan
untuk bibit generatif berupa biji, selain sulit didapatkan harganyapun relatif mahal
yaitu sebesar Rp 20.000,- per gram.
6.1.2. Sarana Produksi Pupuk
Petani di Desa Sindangjaya menggunakan pupuk kimia dan pupuk
kandang dalam kegiatan usahataninya. Pupuk-pupuk tersebut merupakan sarana
produksi yang sangat penting bagi kelangsungan usahatani bawang daun. Petani
bawang daun di lokasi penelitian mempunyai ketergantungan yang cukup tinggi
dalam hal penggunaan pupuk untuk meningkatkan produksinya.
a. Pupuk Kimia
Pupuk kimia yang digunakan petani bawang daun di Desa Sindangjaya
adalah pupuk TSP, Urea, KCl, ZA dan NPK. Pupuk yang paling banyak
digunakan adalah pupuk TSP, Urea dan KCl. Sedangkan pupuk ZA dan NPK
jarang digunakan oleh petani karena pupuk ZA mempunyai fungsi yang sama
dengan pupuk urea, sedangkan pupuk NPK mempunyai fungsi yang sama dengan
pupuk TSP, Urea dan KCl. Jadi apabila petani sudah menggunakan pupuk Urea
maka petani tidak menggunakan pupuk ZA. Pupuk kimia tersebut didapatkan
dengan cara membeli ke pasar Cipanas ma upun dari toko/warung terdekat.
73
Pengadaan pupuk kimia di daerah penelitian relatif lancar, hal ini dikarenakan
banyak toko/warung yang menjual pupuk kimia tersebut.
Penggunaan pupuk kimia di daerah penelitian juga beragam sesuai dengan
luas lahan yang dimiliki. Berdasarkan perhitungan, rata-rata pemakaian pupuk
kimia pada usahatani bawang daun di daerah penelitian per hektar adalah TSP
sebanyak 344,97 kilogram per hektar, Urea sebanyak 257,61 kilogram per hektar,
KCl sebanyak 199,70 kilogram per hektar, ZA sebanyak 62,08 kilogram per
hektar dan NPK sebanyak 113,03 kilogram per hektar.
b. Pupuk Kandang
Pengadaan pupuk kandang di lokasi penelitian relatif tersedia dengan
lancar karena didaerah penelitian tersebut banyak toko/warung yang menjual
pupuk kandang. Pupuk kandang ini merupakan pupuk yang dinilai menjadi
keharusan bagi petani bawang daun maupun petani lainnya yang menanam
komoditas lain dalam usahataninya. Hal ini disebabkan pupuk kandang menjadi
pupuk dasar dalam memberikan kesuburan bagi tanaman.
Pemaka ian pupuk kandang untuk usahatani bawang daun di daerah
penelitian bervariasi sesuai dengan kebutuhan untuk setiap luas lahan yang
diusahakannya. Rata-rata penggunaan pupuk kandang per hektar di Desa
Sindangjaya adalah sebanyak 6.913,51 kilogram atau sebanyak 138 karung (1
karung berisi 50 kilogram pupuk kandang), dengan harga rata -rata per
kilogramnya adalah sebesar Rp 300,-. Total biaya yang harus dikeluarkan untuk
pupuk kandang per hektar adalah Rp 2.074.053,-.
74
6.1.3. Sarana Produksi Obat-Obatan
Penggunaan obat-obatan dilakukan sebagai langkah preventif untuk
mencegah datangnya serangan hama. Bagi petani bawang daun di lokasi
penelitian penyemprotan merupakan suatu keharusan dengan tujuan untuk
mencegah adanya serangan hama. Penyemprotan biasanya dilakukan pada pagi
dan sore hari, karena pada waktu tersebut hama dan penyakit menyerang tanaman
bawang daun. Penyemprotan dilakukan sebanyak 5-7 kali dalam satu musim
tanam bawang daun. Obat-obatan yang digunakan petani terdiri dari obat cair dan
obat padat. Obat cair yang digunakan adalah kurakron dan durusban, obat cair ini
digunakan petani untuk mencegah atau membunuh hama ulat tanah. Dosis anjuran
pemakaian obat cair adalah 3 liter per hektar untuk satu kali penyemprotan. Obat
padat yang digunakan petani adalah antrakol, obat padat ini digunakan petani
untuk mencegah ataupun mengobati penyakit busuk daun dan bercak ungu pada
tanaman. Dosis anjuran pemakaian obat padat yaitu 4 kilogram per hektar untuk
satu kali penyemprotan.
Rata-rata dosis obat cair yang digunaka n petani responden adalah 16,80
liter per hektar, dan dosis obat padat yang digunakan petani responden adalah
15,05 kilogram per hektar, maka pengeluaran petani responden untuk obat cair
adalah sebesar Rp 1.165.800,-, sedangkan untuk obat padat adalah sebesar Rp
677.250,-. Penggunaan obat-obatan di Desa Sindangjaya sangat intensif dilakukan
walaupun tanaman belum terserang hama dan penyakit tetapi petani sudah
melakukan penyemprotan untuk mencegah datangnya serangan hama dan
penyakit yang akan merusak dan mematikan tanaman bawang daun. Tindakan
75
tersebut dilakukan agar hasil panen bawang daun dalam keadaan segar, daunnya
bulat, tidak berlubang dan tidak layu sesuai dengan keinginan pembeli.
6.1.4. Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani bawang daun di daerah
penelitian adalah Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) dan Tenaga Kerja Dalam
Keluarga (TKDK), TKLK dan TKDK terdiri dari pria dan wanita. Tenaga kerja
laki-laki baik yang berasal dari luar maupun dalam keluarga digunakan untuk
pekerjaan seperti pengolahan lahan, penanaman, pemupukan , penyemprotan dan
pemanenan. Ada juga sebagian kecil tenaga kerja wanita yang terlibat pada tahap
pengolahan lahan dan penanaman. Sedangkan untuk penyiangan umumnya
dilakukan oleh tenaga kerja wanita.
Pengadaan TKLK di Desa Sindangjaya mudah terpenuhi, karena banyak
penduduk Desa Sindangjaya yang berprofesi sebagai buruh tani, sehingga
pengadaan TKLK relatif mudah di dapatkan. Sedangkan untuk pengadaan TKDK
berasal dari anggota keluarga petani sendiri (baik istri maupun anak serta saudara
yang tinggal di rumahnya).
Berdasarkan hasil analisa, penggunaan TK per hektar dalam usahatani
bawang daun selama satu musim tanam di daerah penelitian adalah TKLK pria
sebanyak 1.375,21 jam kerja, TKLK wanita sebanyak 1.073,18 jam kerja
sedangkan penggunaan TKDK pria sebanyak 510,84 jam kerja dan TKDK wanita
sebanyak 30,42 jam kerja (Tabel 15). Nilai upah pekerja laki-laki adalah Rp
2.400,- per jam sedangkan upah untuk pekerja wanita adalah Rp 1.200,- per jam.
Lamanya jam kerja per hari adalah 5 jam, mulai dari jam 07.00 pagi sampai jam
12.00 siang.
76
Tabel 15. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Bawang Daun untuk Satu Musim Tanam di Desa Sindangjaya, Tahun 2005
Jumlah (Jam / Ha) TKLK TKDK KEGIATAN
Pria Wanita Pria Wanita 1. Pengolahan lahan dan penanaman 1.045,34 32,64
215,47
9,86
2. Penyiangan - 1.040,54
- 20,56
3. Pemupukan 47,36
- 110,41
-
4. Penyemprotan 61,03
- 143,64
-
5. Pemanenan 221,48
- 41,33
-
Jumlah 1.375,21 1.073,18 510,84 30,42
Keterangan: TKLK = Tenaga Kerja Luar Keluarga, TKDK = Tenaga Kerja Dalam Keluarga
6.1.5. Alat-alat Pertanian
Alat-alat pertanian yang digunakan oleh petani bawang daun tidak berbeda
dengan alat pertanian yang dipakai oleh petani sayuran pada umumnya yaitu
cangkul, hand spayer, parang dan gacok. Cangkul dan gacok digunakan untuk
menggemburkan tanah. Hand sprayer digunakan untuk menyemprot obat-obatan
pada tanaman bawang daun, sedangkan parang digunakan untuk memanen
bawang daun. Peralatan tersebut biasanya adalah milik sendiri. Sebagian besar
petani tidak selalu membeli alat pertanian setiap musim tanamnya. Hal ini
disebabkan alat-alat tersebut dapat digunakan lebih dari satu kali musim tanam.
Biaya penyusutan alat-alat pertanian yang digunakan selama usahatani
dibebankan ke dalam biaya yang diperhitungkan. Untuk satu hektar lahan, alat-
alat saprodi yang digunakan adalah tiga buah cangkul dengan harga Rp 25.000,-
per buah, satu buah hand sprayer dengan harga Rp 250.000,- per buah, dua buah
parang dengan harga Rp 15.000,- per buah dan dua buah gacok dengan harga Rp
10.000,- per buah. Pembebanan penyusutan alat-alat saprodi menggunakan
metode garis lurus (Straight Line Method) karena umur alat yang dimiliki petani
77
responden relatif seragam. Nilai penyusutan alat rata -rata per MT adalah sebesar
Rp 25.000,- (Tabel 16).
Tabel 16. Nilai Penyusutan Peralatan Pertanian Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya per Satu Musim Tanam (MT), Tahun 2005
Jenis Alat Jumlah (Unit)
Harga/Satuan (Rp/Unit)
Nilai (Rp)
Umur Teknis (Tahun)
Penyusutan (Rp/MT)
Cangkul 3 25.000 75.000 3 6.250 Hand sprayer 1 250.000 250.000 10 6.250 Parang 2 15.000 30.000 1 7.500 Gacok 2 10.000 20.000 1 5.000
Jumlah Penyusutan per MT 25.000
6.2. Analisis Pendapatan Usahatani Bawang daun
Analisis pendapatan ini meliputi analisis pendapatan atas biaya total dan
analisis pendapatan atas biaya tunai. Pada komponen biaya, biaya yang
dikeluarkan oleh petani untuk usahatani bawang daun terdiri dari biaya tunai dan
biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai terdiri dari biaya sarana produksi yang
meliputi biaya untuk pupuk TSP, pupuk Urea, pupuk KCl, pupuk ZA, pupuk
NPK, obat padat, obat cair, biaya untuk tenaga kerja luar keluarga (TKLK) , dan
pajak lahan. Sedangkan yang termasuk biaya diperhitungkan adalah biaya untuk
bibit, biaya penyusutan alat, dan biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK).
Rata-rata pendapatan per hektar usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya
dapat dilihat pada Tabel 17.
Berdasarkan Tabel 17, komponen biaya produksi terbesar yang
dikeluarkan oleh petani adalah biaya untuk bibit yaitu sebesar Rp 15.282.713,52,-
atau 56,52 persen dari total biaya. Biaya pengadaan bibit termasuk ke dalam biaya
diperhitungkan karena selama satu musim tanam, petani responden tidak ada yang
membeli bibit, melainkan diperoleh dari sisa hasil panen musim tanam
sebelumnya.
78
Komponen biaya produksi terbesar kedua adalah biaya untuk tenaga kerja,
terutama untuk tenaga kerja luar keluarga (TKLK) yaitu sebesar 16,97 persen dari
biaya total, dimana TKLK yang digunakan terdiri dari TKLK pria dan TKLK
wanita. Petani bawang daun di Desa Sindangjaya biasanya menggunakan jasa
Tabel 17. Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Daun Desa Sindangjaya per Hektar Untuk Satu Musim Tanam
No Uraian Satuan Harga/ Satuan
Jumlah Fisik
Nilai (Rp) %
I Jumlah Total Penerimaan 58.793.362,72 II Biaya Tunai A. Penggunaan TKLK 1. TKLK Pria Jam 2.400,00 1.375,21 3.300.504,00 12,21 2. TKLK Wanita Jam 1.200,00 1.073,18 1.287.816,00 4,76 B. Penggunaan Pupuk 1. Pupuk Kandang Kg 300,00 6.913,51 2.074.053,00 7,67 2. Pupuk TSP Kg 1.623,33 344,97 560.000,15 2,07 3. Pupuk Urea Kg 1.200,00 257,61 309.132,00 1,14 4. Pupuk ZA Kg 1.200,00 62,08 74.496,00 0,28 5. Pupuk KCl Kg 2.000,00 199,70 399.400,00 1,48 6. Pupuk NPK Kg 3.000,00 113,03 339.090,00 1,25
C. Penggunaan Obat-obatan:
1. Padat Kg 45.000,00 15,05 677.250,00 2,50 2. Cair Liter 72.500,00 16,80 1.165.800,00 4,31 E. Pajak Lahan Ha 282.424,24 1,04 Jumlah Total Biaya Tunai 10.469.965,39 38,72
III Biaya Diperhitungkan A. Bibit Kg 2.823,33 5.413,01 15.282.713,52 56,52 B. Penyusutan Alat 25.000,00 0,09 C. Penggunaan TKDK 1. TKDK Pria Jam 2.400,00 510,84 1.226.016,00 4,53 2. TKDK Wanita Jam 1.200,00 30,42 36.504,00 0,13
Jumlah Total Biaya Diperhitungkan 16.570.233,52 61,28
VI Jumlah Biaya Total 27.040.198,92 100,00
VII Pendapatan atas biaya tunai 48.323.397,33
VIII Pendapatan atas biaya total 31.753.163,80
IX R/C rasio atas biaya tunai 5,62 X R/C rasio atas biaya total 2,17
79
TKLK untuk kegiatan yang relatif menghabiskan banyak waktu dan tenaga,
seperti pengolahan lahan, penyiangan dan penanaman. TKLK pria yang
digunakan seluruhnya adalah sebanyak 1.375,21 jam per hektar. Sedangkan
TKLK wanita yang digunakan seluruhnya adalah sebanyak 1.073,18 jam per
hektar. Tingkat upah rata-rata tenaga kerja pria adalah Rp 2.400,- per jam,
sehingga biaya yang harus dikeluarkan untuk TKLK pria adalah sebesar Rp
3.300.504,- atau 12,21 persen. Sedangkan tingkat upah rata -rata tenaga kerja
wanita adalah Rp 1.200,- per jam, sehingga biaya yang harus dikeluarkan untuk
TKLK wanita adalah Rp 1.287.816,- atau 4,76 persen. Biaya TKDK yang
dikeluarkan petani adalah sebesar 4,66 persen dari biaya total, dimana biaya untuk
TKDK pria yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 1.226.016,- atau 4,53 persen dan
biaya untuk TKDK wanita adalah sebesar Rp36.504,- atau 0,13 persen.
Pengeluaran yang ke tiga adalah biaya untuk pupuk yaitu pupuk kandang
dan pupuk kimia. Biaya untuk pupuk kandang adalah Rp 2.074.053,- atau 7,67
persen dari biaya total. Pupuk kandang merupakan pupuk yang terbanyak
digunakan pada usahatani bawang daun yaitu sebanyak 6.913,51 kilogram per
hektar, dimana harga pupuk kandang per kilonya Rp 300,-. Kegunaan dari pupuk
kandang diantaranya adalah memperbaiki sifat-sifat fisik tanah, porositas tanah,
struktur tanah dan menahan air tanah. Pengeluaran untuk pupuk kimia adalah
sebesar 6,22 persen dari total biaya yang meliputi biaya untuk pupuk TSP sebesar
Rp 560.000,- atau 2,07 persen, untuk pupuk Urea sebesar Rp 309.132,- atau 1,14
persen, untuk pupuk ZA sebesar Rp 74.496,- atau 0,28 persen, untuk pupuk KCl
sebesar Rp 399.400,- atau 1,48 persen, dan untuk pupuk NPK sebesar Rp
339.090,- atau 1,25 persen. Penggunaan pupuk kimia diperlukan untuk
80
pertumbuhan tanaman karena pupuk kimia dapat menambah kekurangan unsur
hara Nitrogen (N), Phosphat (P), dan Kalium (K) yang terkandung di dalam tanah
yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhannya.
Pada usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya, biaya terbesar ke empat
adalah biaya untuk obat-obatan yang digunakan sebagai tindakan pencegahan dan
pengobatan terhadap hama dan penyakit tanaman. Biaya yang harus dikeluarkan
untuk obat cair adalah sebesar Rp 1.165.800,- atau 4,31 persen dan biaya untuk
obat padat adalah sebesar Rp 677.250,- atau 2,50 persen. Ketersediaan dana bagi
obat-obatan harus selalu tersedia, karena tindakan pencegahan dan pengobatan
terhadap serangan hama dan penyakit harus dilakukan sesegera mungkin untuk
mencegah agar tanaman lain yang sehat tidak tertular.
Pengeluaran usahatani bawang daun lainnya adalah pajak lahan. Nilai
pajak lahan biasanya ditentukan oleh lokasi dan kualitas lahan tersebut, seperti
jarak terhadap sarana transportasi dan tingkat kesuburannya. Semakin strategis
lokasi atau tingkat kesuburannya maka akan semakin tinggi nilai pajak lahan.
Biaya untuk pajak lahan per hektar adalah sebesar Rp 282.424.24,-.
Alat-alat yang digunakan pada usahatani bawang daun adalah cangkul,
hand sprayer, parang dan gacok. Metode perhitungan penyusutan alat
menggunakan metode garis lurus (Straight Line Method) karena umur alat yang
dimiliki petani responden relatif seragam. Nilai penyusutan alat rata -rata per
musim tanam adalah sebesar Rp 25.000,-.
Bawang daun dapat dipanen pada saat tanaman berumur 3 bulan. Dari satu
hektar lahan bawang daun rata-rata dapat menghasilkan produksi 2.0824,12 kg
dengan harga rata -rata pada tingkat petani sebesar Rp 2.823,33,-/ kg, sehingga
81
rata-rata total penerimaan yang di dapat petani sebesar Rp 58.793.362,72,-/ ha.
Apabila rata-rata total pengeluaran per hektar sebesar Rp 27.040.198,92,-, maka
pendapatan atas biaya totalnya adalah Rp 31.753.163,80,-. Sedangkan apabila
pengeluaran tunainya sebesar Rp 10.469.965,39,-, maka pendapatan atas biaya
tunainya adalah Rp 48.323.397,33,-. Dengan demikian R/C atas biaya total dan
tunainya adalah 2,17 dan 5,62, artinya dari setiap rupiah yang dipakai untuk
usahatani bawang daun dapat memberikan penerimaan sebesar Rp 2,17,- dan Rp
5,62,-.
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa usahatani bawang
daun di Desa Sindangjaya dapat memberikan keuntungan bagi petani walaupun
tingkat produksinya rendah yaitu 20.824,12 kilogram (20,82 ton) per hektar jika
dibandingkan dengan tingkat produksi idealnya yaitu 40 ton per hektar. Oleh
sebab itu petani terus mempertahankan kegiatan usahatani bawang daun, karena
petani merasa mendapat keuntungan dari usahatani tersebut. Usahatani bawang
daun merupakan usaha yang sudah mereka warisi secara turun temurun sehingga
petani tidak mau meninggalkan kegiatan usahatani tersebut, selain itu petani
mendapatkan uang hanya dari kegiatan usahatani tersebut. Jadi petani
mengusahakan usahatani bawang daun untuk mencukupi kebutuhan hidupnya
sehari-hari.
82
BAB VII
ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR
PRODUKSI BAWANG DAUN
7.1. Analisis Pemilihan Fungsi Produksi
Hubungan antara faktor -faktor produksi yang mempengaruhi produksi
dapat dimodelkan ke dalam suatu fungsi produksi. Dalam kasus penelitian tertentu
diperlukan analisis untuk menentukan model fungsi produksi yang cocok.
Sebelum menentukan fungsi produksi yang baik, maka dilakukan pendugaan dan
pengujian model fungsi produksi dengan melihat R2, uji statistik F dan uji P-value
untuk melihat faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi. Pada
penelitian ini model fungsi produksi yang diajukan adalah model fungsi linier
berganda dan model fungsi produksi Cobb-douglas dengan menggunakan
penduga metode OLS (Ordinary Least Square).
1. Model Fungsi Produksi linier
Faktor-faktor yang digunakan untuk menentukan model ini adalah luas
lahan (X1), jumlah bibit (X2), jumlah pupuk TSP (X3), jumlah pupuk Urea (X4),
jumlah pupuk KCl (X5), jumlah pupuk kandang (X6), jumlah obat cair (X7),
jumlah obat padat (X8), jumlah pemakaian tenaga kerja pria (X9), jumlah
pemakaian tenaga kerja wanita (X10). Kesemua faktor produksi tersebut
merupakan peubah bebas (X) yang akan menduga produksi bawang daun (Y).
Hasil pendugaan yang diperoleh untuk model linier adalah:
Y = - 513 + 3944 X1 + 1.38 X2 – 4,17 X3 + 5,35 X4 + 6,16 X5 + 0,69 X6 –
26,4 X7 + 406 X8 + 1,09 X9 + 1,52 X10
Dari hasil pendugaan model linier berganda diperoleh koefisien
determinasi (R2) sebesar 98,9 persen sedangkan koefisien determinasi terkoreksi
83
(Radj) sebesar 98,4 persen (Lampiran 1). Angka ini menunjukkan bahwa 98,4
persen persen dari variabel hasil produksi dapat dijelaskan oleh variasi variabel
bebas yang menerangkan yaitu pemakaian luas lahan, bibit, pupuk TSP, pupuk
Urea, pupuk KCl, pupuk kandang, obat cair, obat padat, tenaga kerja pria dan
tenaga kerja wanita. Sedangkan 1,6 persen dipengaruhi oleh faktor lain diluar
model. Uji F menyatakan bahwa model nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen,
yang berarti faktor-faktor produksi secara bersama -sama mempengaruhi produksi.
Pengaruh faktor produksi secara parsial untuk model ini dilakukan dengan uji P-
value, uji tersebut menunjukkan bahwa faktor produksi lahan, bibit, pupuk Urea,
pupuk kandang dan obat padat nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen, untuk
pupuk TSP, pupuk KCl dan tenaga kerja wanita nyata pada tingkat kepercayaan
80 persen. Sedangkan untuk tenaga kerja pria nyata pada tingkat kepercayaan 75
persen (Tabel 18).
Tabel 18. Pendugaan dan Pengujian Parameter Model Fungsi Produksi Linier Berganda
Penduga Koefisien
regresi Simpangan
Baku Peluang
Konstanta -512,90 211,80 0,03 Luas Lahan (X1) 3944,00 1820,00 0,04* Bibit (X2) 1,38 0,28 0,00* Pupuk TSP (X3) -4,17 2,96 0,18** Pupuk Urea (X4) 5,35 1,99 0,01* Pupuk KCl (X5) 6,16 4,18 0,16** Pupuk Kandang (X6) 0,69 0,13 0,00* Obat Cair (X7) -26,43 76,75 0,73 Obat Padat (X8) 406,32 89,23 0,00* Tenaga Kerja Pria (X9) 1,09 0,86 0,22*** Tenaga Kerja Wanita (X10) 1,52 0,84 0,09** R-Sq = 98,9% R-Sq(adj) = 98,4% F hitung = 176,79 F Tabel = 3,36
Keterangan: * = Nyata pada tingkat kepercayaan 95persen ** = Nyata pada tingkat kepercayaan 80 persen *** = Nyata pada tingkat kepercayaan 75 persen
84
2. Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Peubah-peubah bebas yang dimasukkan ke dalam model ini sama dengan
model pertama, yaitu luas lahan (X1), jumlah bibit (X2), jumlah pupuk TSP (X3),
jumlah pupuk Urea (X4), jumla h pupuk KCl (X5), jumlah pupuk kandang (X6),
jumlah obat cair (X7), jumlah obat padat (X8), jumlah pemakaian tenaga kerja
pria (X9), jumlah pemakaian tenaga kerja wanita (X10). Hasil pendugaan yang
diperoleh untuk model Cobb-Douglas adalah:
Ln Y = 2,95 + 0,173 Ln X1 + 0,330 Ln X2 – 0,0051 Ln X3 + 0,0434 Ln X4 + 0,0410 Ln X5 + 0,186 Ln X6 – 0,0600 Ln X7 + 0,162 Ln X8 + 0,0917 X9 + 0,251 Ln X10
Dari hasil pendugaan model Cobb-Douglas diperoleh koefisien
determinasi (R2) sebesar 97,7 persen sedangkan koefisien determinasi terkoreksi
(Radj) sebesar 96,5 persen (Lampiran 2). Angka ini menunjukkan bahwa 96,5
persen persen dari variabel hasil produksi dapat dijelaskan oleh variasi variabel
bebas yang menerangkan yaitu pemakaian luas lahan, bibit, pupuk TSP, pupuk
Urea, pupuk KCl, pupuk kandang, obat cair, obat padat, tenaga kerja pria dan
tenaga kerja wanita. Sedangkan 3,5 persen dipengaruhi oleh faktor lain diluar
model. Uji F menyatakan bahwa model nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen,
yang berarti faktor-faktor produksi secara bersama -sama mempengaruhi produksi.
Pengaruh faktor produksi secara parsial untuk model ini dilakukan dengan uji P-
value, uji tersebut menunjukkan bahwa faktor produksi bibit, pupuk kandang, obat
padat dan tenaga kerja wanita nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. P-value
untuk lahan, pupuk KCl dan obat cair nyata pada tingkat kepercayaan 80 persen.
Nilai P-value untuk pupuk Urea dan tenaga kerja pria nyata pada tingkat
85
kepercayaan 75 persen. Sedangkan nilai P-value untuk pupuk TSP tidak nyata
(Tabel 19).
Tabel 19. Hasil Analisis Faktor-Faktor Produksi Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya
Penduga Koefisien regresi
Simpangan Baku
Peluang
Konstanta 2,95 0,95 0,01 Luas Lahan (X1) 0,17 0,12 0,16** Bibit (X2) 0,33 0,10 0,00 * Pupuk TSP (X3) -0,01 0,05 0,92 Pupuk Urea (X4) 0,04 0,03 0,20*** Pupuk KCl (X5) 0,04 0,03 0,15** Pupuk Kandang (X6) 0,19 0,05 0,00* Obat Cair (X7) -0,06 0,04 0,18** Obat Padat (X8) 0,16 0,06 0,01* Tenaga Kerja Pria (X9) 0,09 0,07 0,21*** Tenaga Kerja Wanita (X10) 0,25 0,07 0,00* R-Sq = 97,7% R-Sq(adj) = 96,5% F hitung = 80,57 F Tabel = 3,36
Keterangan: * = Nyata pada tingkat kepercayaan 95persen ** = Nyata pada tingkat kepercayaan 80 persen *** = Nyata pada tingkat kepercayaan 75 persen
Setelah melakukan pendugaan dan pengujian terhadap fungsi produksi,
tahap selanjutnya adalah pemeriksaan terhadap asumsi OLS dengan melihat
masalah multikolinear, MSE dan autokorelasi. Untuk model fungsi produksi linier
berganda terdapat masalah multikolinear, hal ini dapat dilihat dari nilai VIF yang
lebih besar dari 10. Model linier berganda memiliki MSE yang besar yaitu
157786, sehingga model fungsi linier berganda tidak dapat dipilih sebagai model
yang baik. Sedangkan pada model fungsi produksi Cobb-Douglas tidak terdapat
masalah multikolinear, hal ini dapat dilihat dari nilai VIF yang lebih kecil dari 10.
Model Cobb-Douglas memiliki MSE yang kecil yaitu 0,0297 (Tabel 20). Uji
autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin Watson, jika nilai Durbin Watson
86
berada diantara 1,55 dan 2,46, maka kedua model tersebut tidak memiliki masalah
autokorelasi. Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan model fungsi
produksi Cobb-Douglas karena memenuhi asumsi OLS yaitu tidak terdapat
masalah moltikolinear, MSE kecil dan tidak terdapat autokorelasi.
Tabel 20. Nilai VIF, MSE, Durbin Watson Model Linier berganda dan Model Cobb-Douglas
VIF Faktor Produksi
Model Linier Berganda Model Cobb-Douglas Luas Lahan (X1) 14,3 9,2 Bibit (X2) 13,0 7,9 Pupuk TSP (X3) 7,0 2,4 Pupuk Urea (X4) 5,5 2,9 Pupuk KCl (X5) 9,9 2,2 Pupuk Kandang (X6) 2,9 2,1 Obat Cair (X7) 1,3 1,2 Obat Padat (X8) 1,6 2,1 Tenaga Kerja Pria (X9) 5,3 4,2 Tenaga Kerja Wanita (X10) 4,3 4,4 MSE 157786 0,0297 Durbin Watson 2,07 2,28
7.2. Analisis Faktor Produksi dan Skala Usaha
Seperti telah diketahui bahwa dalam model fungsi produksi Cobb-
Douglas, besaran koefisien regresi merupakan elastisitas produksi dari variabel-
variabel tersebut. Nilai koefisien regresi dari masing-masing faktor produksi
bertanda positif, kecuali untuk faktor produksi pupuk TSP dan Obat cair. Angka
yang negatif pada koefisien regresi menunjukkan hubungan yang berkebalikan
antara produksi dengan penggunaan faktor produksi.
Luas lahan (X1)
Rata-rata luas lahan di daerah penelitian adalah 0,17 hektar. Luas lahan
berpengaruh positif terhadap produksi dan nyata pada tingkat kepercayaan 80
persen. Nilai elastisitas lahan dalam fungsi produksi usahatani bawang daun
87
sebesar 0,17 yang artinya setiap penambahan luas lahan sebesar 1 persen akan
diikuti peningkatan jumlah produksi sebesar 0,17 persen dengan faktor -faktor lain
tetap. Oleh karena itu petani masih dapat menambah luas lahan yang digarap
karena akan meningkatkan hasil produksi. Namun pada kondisi dilapangan
penambahan luas lahan adalah tidak mudah. Hal ini dikarenakan tanah atau lahan
merupakan faktor alam yang jumlahnya terbatas apalagi dengan banyaknya
penggunaan lahan untuk perumahan. Selain itu diperlukan tambahan modal untuk
menambah luas lahan.
Bibit (X2)
Penggunaan rata-rata bibit pada luas lahan sebesar 0,17 hektar adalah
936,67 kilogram. Faktor produksi bibit berpengaruh positif terhadap produksi
yang dihasilkan dan nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Bibit yang
digunakan di lokasi penelitian adalah bibit vegetatif yaitu bibit yang berasal dari
bawang daun itu sendiri. Petani menggunakan bibit ini karena mudah di dapat dan
umur panen lebih cepat. Satu bibit akan menghasilkan 7-10 anakan. Oleh sebab
itu bibit berpengaruh terhadap jumlah produksi bawang daun. Besarnya pengaruh
bibit terhadap produksi adalah sebesar 0,33 yang menunjukkan bahwa
penambahan penggunaan bibit sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi
bawang daun sebesar 0,33 persen dengan faktor lain tetap. Elastisitas produksi
yang positif antara nol dan satu menunjukkan bahwa penggunaan bibit berada
pada daerah rasional.
Pupuk TSP (X3)
Pemakaian pupuk TSP berpengaruh negatif dan tidak nyata terhadap
produksi yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena fungsi pupuk TSP adalah
88
untuk pembentukan bunga sedangkan tanaman bawang daun yang dipanen adalah
batang dan daunnya, sehingga pemakaian pupuk TSP tidak berpengaruh nyata.
Untuk luas lahan rata-rata 0,17 hektar, penggunaan pupuk TSP adalah 52,28
kilogram. Besarnya pengaruh pupuk TSP terhadap produksi adalah sebesar 0,01
yang artinya setiap penambahan penggunaan pupuk TSP sebesar 1 persen akan
menurunkan produksi sebesar 0,01 persen dengan faktor lain tetap. Elastisitas
produksi yang negatif menunjukkan bahwa penggunaan pupuk TSP berada pada
daerah tidak rasional (irrasional).
Pupuk Urea (X4)
Faktor produksi pupuk Urea berpengaruh positif terhadap produksi yang
dihasilkan dan nyata pada tingkat kepercayaan 75 persen. Pupuk adalah suatu
bahan organik atau anorganik baik alami ataupun buatan yang ditambahkan ke
dalam tanah untuk menyuplai satu atau lebih unsur hara essensial (Foth, 1990).
Pupuk Urea berguna untuk pertumbuhan vegetatif pada tanaman, seperti
pembentukan tunas atau perkembangan batang dan daun. Pemakaian pupuk Urea
dilokasi penelitian adalah rata -rata sebesar 59,5 kilogram dengan rata -rata luas
lahan 0,17 hektar. Besarnya pengaruh pupuk Urea terhadap produksi adalah
sebesar 0,04 yang artinya setiap penambahan penggunaan pupuk Urea sebesar 1
persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,04 persen dengan faktor lain tetap.
Elastisitas produksi yang positif antara nol dan satu menunjukkan bahwa
penggunaan pupuk kimia berada pada daerah rasional.
Pupuk KCl (X5)
Pemakaian pupuk KCl berpengaruh positif terhadap produksi yang
dihasilkan dan nyata pada tingkat kepercayaan 80 persen. Pupuk KCl berguna
89
bagi tanaman untuk membantu proses membuka dan menutupnya stomata,
ketahanan terhadap serangan hama dan pe nyakit, memperkuat tubuh tanaman
supaya daun tidak gampang rontok. Pemakaian pupuk KCl dilokasi penelitian
adalah rata-rata sebesar 38,78 kilogram dengan rata-rata luas lahan 0,17 hektar.
Besarnya pengaruh pupuk KCl terhadap produksi adalah sebesar 0,04 ya ng artinya
setiap penambahan penggunaan pupuk TSP sebesar 1 persen akan meningkatkan
produksi sebesar 0,04 persen dengan faktor lain tetap. Elastisitas produksi yang
positif antara nol dan satu menunjukkan bahwa penggunaan pupuk TSP berada
pada daerah rasional.
Pupuk Kandang (X6)
Faktor produksi pupuk kandang berpengaruh positif terhadap produksi
yang dihasilkan dan nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Kegunaan dari
pupuk kandang diantaranya adalah memperbaiki sifat-sifat fisik tanah, porositas
tanah, struktur tanah dan menahan air tanah, jadi pemakaian pupuk kandang
sangat diperlukan untuk tanaman bawang daun. Besarnya pengaruh pupuk
kandang terhadap produksi adalah sebesar 0,19 yang artinya setiap penambahan
penggunaan pupuk Kandang sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi
sebesar 0,19 persen dengan faktor lain tetap. Elastisitas produksi yang positif
antara nol dan satu menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang berada pada
daerah rasional.
Obat cair (X7)
Obat cair berpengaruh negatif terhada p produksi. Rata -rata pemakaian
obat cair untuk luas lahan 0,17 hektar adalah sebesar 1,68 liter. Pemakaian obat
cair sudah tidak efisien, hali ini dapat dilihat dari nilai elastisitas obat cair yang
90
negatif yaitu sebesar 0,06 yang berarti penambahan penggunaan obat cair sebesar
1 persen akan menurunkan produksi bawang daun sebesar 0,06 persen dengan
faktor lain tetap. Elastisitas produksi yang negatif menunjukkan bahwa
penggunaan obat cair berada pada daerah tidak rasional (irrasional). Penggunaan
obat cair yang berlebih di Desa Sindangjaya, terlihat dari perilaku petani yang
melakukan penyemprotan walaupun tanaman mereka tidak terlihat tanda -tanda
diserang hama. Petani bawang daun beranggapan bahwa lebih baik mencegah
daripada melakukan penyemprotan setela h terserang hama.
Obat Padat (X8)
Rata-rata penggunaan obat padat adalah 1,52 kilogram untuk luas lahan
sebesar 0,17 hektar. Pemakaian obat padat berpengaruh positif terhadap produksi
yang dihasilkan dan nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Obat padat yang
digunakan petani adalah antrakol, obat ini berfungsi untuk mencegah ataupun
mengobati penyakit busuk daun dan bercak ungu yang akan mematikan tanaman
bawang daun. Besarnya pengaruh obat padat terhadap produksi adalah sebesar
0,16 yang artinya setiap penambahan penggunaan obat padat sebesar 1 persen
akan meningkatkan produksi sebesar 0,16 persen dengan faktor lain tetap.
Elastisitas produksi yang positif antara nol dan satu menunjukkan bahwa
penggunaan obat padat berada pada daerah rasional.
Tenaga Kerja Pria (X9)
Rata-rata penggunaan tenaga kerja pria adalah 272,03 jam untuk luas lahan
sebesar 0,17 hektar. Penggunaan tenaga kerja pria berpengaruh positif terhadap
produksi yang dihasilkan dan nyata pada tingkat kepercayaan 75 persen. Tenaga
kerja pria digunakan untuk pekerjaan seperti pengolahan lahan, penanaman,
91
pemupukan, penyemprotan dan pemanenan. Besarnya pengaruh tenaga kerja
terhadap produksi adalah sebesar 0,09 yang artinya setiap penambahan
penggunaan tenaga kerja sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi sebesar
0,09 persen dengan faktor lain tetap. Elastisitas produksi yang positif antara nol
dan satu menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja berada pada daerah
rasional.
Tenaga Kerja Wanita (X10)
Penggunaan tenaga kerja wanita berpengaruh positif terhadap produksi
yang dihasilkan dan nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Rata-rata
penggunaan tenaga kerja wanita adalah 169,87 jam untuk luas lahan 0,17 hektar.
Tenaga kerja digunakan untuk kegiatan penyiangan, ada juga sebagian kecil
tenaga kerja wanita digunakan untuk pengolahan lahan dan penanaman.
Penyiangan dilakukan untuk membersihkan gulma yang tumbuh di sekitar
tanaman bawang daun, oleh sebab itu diperlukan ketekunan, ketelitian dan
kesabaran untuk melakukan penyiangan agar ketika mencabut gulma, tanaman
bawang daun tidak ikut tecabut. Besarnya pengaruh tenaga kerja pria terhadap
produksi adalah sebesar 0,25 yang artinya setiap penambahan penggunaan tenaga
kerja sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,25 persen dengan
faktor lain tetap. Elastisitas produksi yang positif antara nol dan satu
menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja berada pada daerah rasional.
Pada model fungsi produksi Cobb-Douglas nilai koefisien regresi selain
menunjukkan elastisitas dari masing-masing variabel yang bersangkutan, jumlah
dari nilai koefisien regresi variabel tersebut merupakan pendugaan terhadap
keadaan skala usaha proses produksi yang sedang berlangsung.
92
Jumlah elastisitas produksi dalam model adalah 1,21. Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat skala usaha berada pada skala kenaikan hasil yang meningkat
(Increasing Return to scale ) yang artinya bahwa penambahan satu persen dari
masing-masing faktor produksi secara bersama-sama akan meningkatkan produksi
bawang daun sebesar 1,21 persen.
7.3 Analisis Efisiensi Ekonomi
Tujuan akhir dari suatu proses produksi yang diusahakan oleh petani tidak
hanya ingin mencapai tingkat produksi yang setinggi-tingginya, namun yang lebih
utama adalah memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Untuk mencapai
tujuan menurut Doll dan Orazem (1984), petani harus mampu memenuhi syarat
keharusan dan syarat kecukupan. Pemenuhan dua syarat tersebut ditandai oleh
tercapainya suatu persamaan, dimana Nilai Produk Marginal akan sama dengan
Biaya Korbanan Marginal atau rasio antara NPM dan BKM sama dengan satu.
Oleh karena itu BKM sama dengan harga dari masing-masing faktor produksi itu
sendiri.
Untuk menghitung NPM diperlukan besaran Produk Marginal, karena
NPM merupakan hasil kali Harga Produk (Py) dengan Produk Marginal (PM).
Biaya Korbanan Marginal adalah tambahan biaya yang dikeluarkan untuk
meningkatkan penggunan faktor -faktor produksi satu saatuan.
Untuk melihat tingkat efisiensi ekonomis dari penggunaan faktor-faktor
produksi dapat dilihat dari rasio Nilai Produk Marginal (NPM) dengan Biaya
Korbanan Marginal (BKM) per periode produksi (Tabel 21). Pada Tabel 21 dapat
dilihat kondisi efiisiensi produksi usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya,
93
dimana produksi rata-rata sebesar 3.478,33 kilogram per periode produksi dan
harga produk adalah Rp 2.823,33,- per kilogram.
Tabel 21. Rasio Nilai Produk Marginal dan Biaya Korbanan Marginal dari Produksi Usahatani Bawang Daun
Faktor
Produksi Rata2 Input Koefisien NPM BKM NPM/BKM
lahan 0,17 0,1729 9987999,16 1250000,00 7,99 bibit 936,67 0,3302 3461,97 2823,33 1,23 TSP 52,28 -0,00508 -954,28 1623,33 -0,59 Urea 59,50 0,04336 7156,57 1200,00 5,96 KCl 38,78 0,041 10381,76 2000,00 5,19 Kandang 837,61 0,18625 2183,67 300,00 7,28 Obat cair 1,68 -0,06 -351778,15 72500,00 -4,85 Obat padat 1,52 0,16225 1050574,82 45000,00 23,35 JKP 272,03 0,09172 3311,12 2400,00 1,38 JKW 169,87 0,25107 14515,07 1200,00 12,10
Keterangan: NPM = Nilai Produk Marginal BKM = Biaya Korbanan Marginal
Berdasarkan Tabel 21 dapat dilihat bahwa penggunaan faktor -faktor
produksi usahatani bawang daun belum mencapai kondisi optimal. Rasio antara
NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Untuk faktor produksi TSP dan obat cair,
rasio NPM-BKM lebih kecil dari satu. Sedangkan untuk luas lahan, bibit, Urea,
KCl, pupuk kandang, obat padat, tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita
memiliki rasio NPM-BKM lebih besar dari satu.
Rasio NPM-BKM dari lahan adalah 7,99 sedangkan Nilai Produk
Marginalnya adalah 9.987.999,16. Biaya yang harus dikeluarkan untuk
memperoleh input tersebut adalah Rp 1.250. 000,-. Ini berarti setiap penambahan
luas lahan sebesar 1 hektar akan meningkatkan penerimaan petani sebesar Rp
9.987.999,16,-. Oleh karena itu penggunaan lahan dalam usahatani bawang daun
sebaiknya ditambah agar tercapai efisiensi. Sementara itu bibit memiliki Nilai
Produk Marginal sebesar 3.461,97 artinya bahwa penambahan 1 kilogram bibit
94
akan meningkatkan penerimaan petani sebesar Rp 3.461,97,-, dengan biaya
tambahan yang harus dikeluarkan adalah sebesar Rp 2.823,33-, sehingga rasio
NPM-BKM bibit sebesar 1,23. Oleh karena itu penggunaan bibit dalam usahatani
bawang daun sebaiknya ditambah agar tercapai efisiensi.
Rasio NPM-BKM dari pupuk Urea, KCl dan pupuk kandang masing-
masing adalah 5,96, 5,19 dan 7,28. Angka ini menunjukkan perlunya penambahan
dalam penggunaan pupuk Urea, KCl dan pupuk kandang agar tercapai efisiensi.
Nilai Produk Marginal untuk TSP adalah -954,28 yang artinya bahwa
setiap penambahan penggunaan TSP sebanyak 1 kilogram akan mengurangi
penerimaan petani sebanyak Rp 954,28,-, sedangkan Biaya Korbanan Marginal
untuk TSP adalah Rp 1.623,33,-, sehingga diperoleh rasio NPM-BKM sebesar -
0,59. Faktor produksi obat cair memiliki rasio Nilai Produk Marginal sebesar -
351.778,15, artinya bahwa setiap penambahan 1 liter obat cair akan mengurangi
peneriman petani sebesar Rp 351.778,15,-. Pengorbanan untuk memperoleh input
tersebut adalah Rp 72.500,-, sehingga diperoleh rasio NPM-BKM sebesar -4,85.
Untuk itu disarankan kepada petani untuk tidak menambah penggunaan TSP dan
obat cair. Secara ekonomis penggunaan TSP dan obat cair sudah tidak efisien lagi.
Secara teknis pemakaian ke dua input tersebut telah berada di daerah yang tidak
rasional karena memiliki elastisitas yang negatif, sehingga penambahan
penggunaan TSP dan obat cair akan menurunkan produksi. Hal ini mengakibatkan
tingkat penggunaan TSP dan obat cair pada level efisiennya tidak dapat
diramalkan secara tepat, sebab secara teori apabila nilai NPM negatif, maka
NPMxi � Pxi sehingga syarat kehar usan untuk mencapai level efisien dalam
penggunaan faktor produksi tidak terpenuhi. Sedangkan untuk obat padat nilai
95
rasio NPM-BKM lebih besar dari satu yaitu sebesar 23,35, artinya penggunaan
obat padat harus ditambahkan agar tercapai efisiensi.
Nilai Produk Marginal untuk tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita
masing-masing adalah 3.311,12 dan 14.515,07 ini artinya bahwa setiap
penambahan penggunaan tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita per jam akan
meningkatkan penerimaan petani sebesar Nilai Produk Marginalnya. Biaya
Korbanan yang harus dikeluarkan untuk penggunaan kedua input tersebut adalah
Rp 2.400,- dan Rp 1.200,-, sehingga diperoleh rasio NPM-BKM dari tenaga kerja
pria dan wanita adalah 1,38 dan 12,10. Ini berarti penggunaan tenaga kerja pria
dan tenaga kerja wanita harus ditambah untuk mencapai efisiensi.
Untuk mencapai penggunaan faktor produksi pada level efisien sehingga
diperoleh kombinasi optimal penggunaan faktor-faktor produksi, nilai NPM harus
sama dengan BKM atau rasio antara NPM da n BKM harus sama dengan satu.
Tabel 22 menyajikan penggunaan faktor-faktor produksi dalam level efisien.
Tabel 22. Kombinasi Optimal Penggunaan Faktor Produksi Bawang Daun
Kondisi efisiensi ekonomi penggunaan faktor - faktor produksi pada
usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya dapat dicapai apabila penggunaan
luas lahan ditingkatkan dari 0,17 Ha menjadi 1,36 Ha, bibit ditingkatkan dari
Faktor Produksi Rata2 Input
NPM BKM NPM/ BKM
Penggunaan Input Optimal
lahan 0,17 9987999,16 1250000,00 7,99 1,36 bibit 936,67 3461,97 2823,33 1,23 1148,54 TSP 52,28 - - - - Urea 59,50 7156,57 1200,00 5,96 354,85 KCl 38,78 10381,76 2000,00 5,19 201,32 Kandang 837,61 2183,67 300,00 7,28 6096,88 Obat cair 1,68 - - - - Obat padat 1,52 1050574,82 45000,00 23,35 35,41 JKP 272,03 3311,12 2400,00 1,38 375,31 JKW 169,87 14515,07 1200,00 12,10 2054,69
96
936,67 kg menjadi 1.148,54 kg, penggunaan pupuk Urea ditingkatkan dari 59,50
kilogram menjadi 354,85 kg, penggunaan pupuk KCl ditingkatkan dari 38,78
kilogram menjadi 201,32 kg, penggunaan pupuk kandang ditingkatkan dari
837,61 kg menjadi 6.096,88 kg, penggunaan obat padat ditingkatkan dari 1,52 kg
menjadi 35,41 kg, penggunaan tenaga kerja pria ditingkatkan dari 272,03 jam
kerja menjadi 375,31 jam kerja, dan jumlah penggunaan tenaga kerja wanita
ditingkatkan dari 169,87 jam kerja menjadi 2.054,69 jam kerja. Jumlah
penggunaan TSP dan obat cair tetap yaitu sebesar 52,28 kg dan 1,68 ltr karena
dianggap sudah efisien. Dengan memasukkan kombinasi penggunaan faktor-
faktor produksi yang baru ini ke dalam fungsi produksi diperoleh produksi
bawang daun sebesar 33.077,21 kg.
Alokasi penggunaan faktor produksi yang tepat dalam usahatani bawang
daun akan menentukan besarnya pendapatan yang diperoleh petani bawang daun.
Pada kondisi optimal diperoleh penerimaan sebesar Rp 93.387.879,31,- dan biaya
total sebesar Rp 11.484.818,27,-. Dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan dalam
usahatani bawang daun, biaya terbesar adalah biaya untuk pengadaan bibit yaitu
sebesar Rp 3.242.707,44,- atau 28,23 persen dan biaya untuk penggunaan tenaga
kerja wanita yaitu sebesar Rp 2.465.628,- atau 21,47 persen dari biaya total. Rasio
perbandingan pendapatan petani bawang daun pada kondisi aktual dan kondisi
optimal dapat dilihat pada Lampiran 7.
Pada lampiran 7, terlihat bahwa pendapatan petani bawang daun pada
kondisi optimal lebih besar yaitu Rp 81.903.061,04,- dibandingkan pendapatan
petani bawang daun pada kondisi aktual sebesar Rp 5.591.655,94,-. Untuk
mendukung keadaan usahatani bawang daun pada kondisi optimal lebih
97
menguntungkan daripada saat kondisi aktual, dapat dilihat dari rasio penerimaan
(R) dengan pengeluaran (C). Nilai R/C pada kondisi optimal lebih besar yaitu 8,13
dibandingkan dengan nilai R/C pada kondisi aktual yang besarnya hanya 2,32.
Hal ini menunjukkan bahwa pada saat dilakukan efisiensi tercapai keuntungan
maksimum.
98
BAB VIII
KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani bawang daun di daerah
penelitian pada kondisi optimal lebih menguntungkan dibandingkan pada
kondisi aktual. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R/C pada kondisi optimal
sebesar 8,13 lebih besar dibandingkan nilai R/C pada kondisi aktual
sebesar 2,32.
2. Hasil analisis regresi fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukkan bahwa
faktor produksi untuk lahan, bibit, pupuk TSP, pupuk Urea, pupuk KCl,
pupuk kandang, obat cair, obat padat, tenaga kerja pria dan tenaga kerja
wanita nyata , sedangkan untuk pupuk TSP tidak nyata.
3. Usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya berada pada skala kena ikan
hasil yang meningkat (Increasing Return to Scale ), hal ini ditunjukkan
oleh jumlah elastisitas dari masing-masing faktor produksi sebesar 1,21.
Hal ini berarti setiap penambahan satu persen dari masing-masing faktor
produksi secara bersama-sama akan meningkatkan produksi bawang daun
sebesar 1,21 persen,
4. Kombinasi optimal pada usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya
dapat tercapai apabila penggunaan luas lahan ditingkatkan dari 0,17 Ha
menjadi 1,36 Ha, bibit ditingkatkan dari 936,67 kg menjadi 1.148,54 kg,
penggunaan pupuk Urea ditingkatkan dari 59,50 kilogram menjadi 354,85
kg, penggunaan pupuk KCl ditingkatkan dari 38,78 kilogram menjadi
99
201,32 kg, penggunaan pupuk kandang ditingkatkan dari 837,61 kg
menjadi 6.096,88 kg, penggunaan obat padat ditingkatkan dari 1,52 kg
menjadi 35,41 kg, penggunaan tenaga kerja pria ditingkatkan dari 272,03
jam kerja menjadi 375,31 jam kerja, dan jumlah penggunaan tenaga kerja
wanita ditingkatkan dari 169,87 jam kerja menjadi 2.054,69 jam kerja.
8.2. Saran
1. Secara aktif dan kontiniu memberikan informasi penggunaan faktor-faktor
produksi usahatani bawang daun, salah satunya melalui pemberdayaan
Petugas Penyuluh Lapangan untuk mencapai hasil produksi yang optimal
dan keuntungan yang maksimal.
2. Petani hendaknya dapat memastikan ketersediaan pasar untuk menyerap
hasil produksi bawang daun di lokasi penelitian sehingga kebutuhan
bawang daun tidak lagi dipenuhi oleh daerah lain penghasil sayuran.
3. Untuk peningkatan usaha diperlukan tambahan modal seperti bantuan
kredit dari Bank, mengingat biaya usahatani bawang daun dalam satu
musim tanam cukup besar, apalagi dikaitkan dengan hasil analisis faktor-
faktor produksi, dimana penggunaan faktor -faktor produksi masih dapat
ditingkatkan untuk mendapakan hasil yang optimal, kecuali untuk faktor
produksi pupuk TSP dan obat cair.
4. Dengan luas lahan yang tetap petani hendaknya melakukan intensifikasi
namun tetap melakukan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi
sehingga mampu meningkatkan produktivitas bawang daun.
100
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, 2004. Nilai Ekspor Sayuran dan Sayuran Segar Indonesia Tahun 1997-2002. Jakarta.
. 2004. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan
Produktivitas Bawang Daun di Provinsi Jawa Barat dan Indonesia, 1999-2003. Jakarta.
Cahyono, B, 2005. Bawang Daun, Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Cianjur, 2005. Perkembangan Luas
Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Kabupaten Cianjur Tahun 1999-2004. Cianjur.
. 2005. Realisasi Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang
Daun di Kecamatan Pacet Pada Tahun 2002, 2004 dan 2005. Cianjur. Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura, 2004. Perkembangan Luas Panen,
Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Indonesia Tahun 1997-2003. Jakarta.
Doll, J and Frank Orazem, 1984. Production Economics : Theory With
Applications, John Wiley and Sons, Inc. New York. Foth, H.D, 1990. Fundamentals of Soil Science 8th Edition. John Wiley and Son
Inc. Canada. Profil Desa Sindangjaya, Tahun 2004. Ramanathan, R, 1989. Introductory Econometrics With Application Fourth
Edition. Harcourt Brace and Company. USA. Sari, M, 2001. Analisis Produksi dan Pendapatan Usahatani Bawang Daun di Desa
Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Skripisi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sinambela, T, 1999. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor
Produksi Usahatani Bawang Daun (Allium fistulosum) Studi Kasus di Desa Sukatani, Kecamatan Pacet, Kab, Cianjur, Propinsi Jawa Barat, Skripsi, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soeharjo dan Patong, 1973. Ilmu Usahatani, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial
Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
101
Soekartawi, et al, 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil, Penerbit UI. Jakarta.
. 1990. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Khusus
Fungsi Produksi Cobb-Douglas, Raja Grafindo Persada. Jakarta. . 2003. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok bahasan Analisis
Fungsi Cobb-Douglas, Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sunarjono, H, 2004. Bertanam 30 Jenis Sayur, Penebar Swadaya. Jakarta. Teken, I.G. 1965. Beberapa Azas Ekonomi Produksi Pertanian. Penerbit Institut
Pertanian Bogor. Bogor. Tjakrawirawiralaksana dan Soeriatmaja. 1983. Ilmu Usahatani. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
102
103
Lampiran 1. Analisis Regresi Model Linier Berganda Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9, X10 The regression equation is Y = - 513 + 3944 X1 + 1.38 X2 - 4.17 X3 + 5.35 X4 + 6.16 X5 + 0.688 X6 - 26.4 X7 + 406 X8 + 1.09 X9 + 1.52 X10 Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -512.9 211.8 -2.42 0.026 X1 3944 1820 2.17 0.043 14.3 X2 1.3805 0.2770 4.98 0.000 13.0 X3 -4.166 2.959 -1.41 0.175 7.0 X4 5.349 1.987 2.69 0.014 5.5 X5 6.157 4.182 1.47 0.157 9.9 X6 0.6881 0.1342 5.13 0.000 2.9 X7 -26.43 76.75 -0.34 0.734 1.3 X8 406.32 89.23 4.55 0.000 1.6 X9 1.0907 0.8600 1.27 0.220 5.3 X10 1.5227 0.8439 1.80 0.087 4.3 S = 397.2 R-Sq = 98.9% R-Sq(adj) = 98.4% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 10 278950485 27895048 176.79 0.000 Residual Error 19 2997932 157786 Total 29 281948417 Durbin-Watson statistic = 2.07
104
Lampiran 2. Analisis Regresi Model Cobb-Douglas Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9, X10 The regression equation is Ln Y = 2.95 + 0.173 Ln x1 + 0.330 Ln x2 - 0.0051 Ln x3 + 0.0434 Ln x4 +
0.0410 Ln x5 + 0.186 Ln x6 - 0.0600 Ln x7 + 0.162 Ln x8 + 0.0917 Ln x9 + 0.251 Ln x10
Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 2.9472 0.9486 3.11 0.006 X1 0.1729 0.1185 1.46 0.161 9.2 X2 0.3302 0.1002 3.30 0.004 7.9 X3 -0.00508 0.05071 -0.10 0.921 2.4 X4 0.04336 0.03288 1.32 0.203 2.9 X5 0.04100 0.02761 1.48 0.154 2.2 X6 0.18625 0.04766 3.91 0.001 2.1 X7 -0.06000 0.04315 -1.39 0.180 1.2 X8 0.16225 0.05739 2.83 0.011 2.1 X9 0.09172 0.07084 1.29 0.211 4.2 X10 0.25107 0.07085 3.54 0.002 4.4 S = 0.1722 R-Sq = 97.7% R-Sq(adj) = 96.5% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 10 23.9015 2.3902 80.57 0.000 Residual Error 19 0.5636 0.0297 Total 29 24.4651 Durbin-Watson statistic = 2.28
105
Lampiran 3. Data Produksi dan Penggunaan Faktor-faktor Produksi Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya Satu Musim Tanam, Tahun 2005
Model Fungsi Produksi Linier Berganda
N0. Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 1 2000 0.1 500 20 0 0 500 2.75 2.75 280 175 2 3500 0.16 800 39.78 60 39 750 3.50 2.50 270 70 3 6000 0.15 750 132.6 333.33 130 2000 2.00 2.00 340 250 4 650 0.05 250 20 10 10 250 2.00 0.50 128 50 5 10000 0.6 3000 120 150 120 350 3.00 3.00 675 720 6 2500 0.15 750 33.26 33.33 33 70 2.50 0.50 460 420 7 8000 0.4 2000 116.3 266.67 115 2000 2.00 0.50 170 225 8 600 0.05 200 20 10 0 60 3.50 0.75 95 50 9 3100 0.1 600 17.5 0 17.5 750 1.25 3.00 280 175 10 8000 0.3 3000 20 0 40 1000 0.25 3.50 595 140 11 3300 0.075 300 113.04 13.33 62 500 0.50 2.75 470 350 12 1500 0.1 500 116.3 116.67 65 400 1.25 0.75 77 84 13 3000 0.2 800 150 100 0 1000 1.75 1.25 434 84 14 900 0.04 350 28.26 3.33 13 150 0.50 1.25 52 40 15 2500 0.1 900 50 50 50 1000 1.25 1.25 356 60 16 1000 0.04 300 10 40 0 250 0.25 0.25 103 48 17 1500 0.1 500 30 0 0 400 1.75 2.00 64 84 18 10000 0.4 2500 6.52 66.67 6 5000 0.25 0.25 574 700 19 500 0.05 150 15 5 10 250 0.75 1.25 39 30 20 2000 0.1 250 20 20 10 600 1.75 1.25 153 60 21 2500 0.2 750 10 10 10 600 3.50 0.50 177 192 22 2000 0.15 500 10 30 0 1000 1.50 1.25 340 80 23 1200 0.05 400 21.52 26.67 31 400 1.75 2.00 32 24 24 600 0.025 150 20 10 10 250 1.75 1.25 47 30 25 1100 0.06 300 10 20 0 800 0.75 1.25 138 40 26 8500 0.3 3000 20 10 40 1500 4.00 3.00 621 250 27 4000 0.16 500 39.78 60 39 750 0.50 3.50 305 150 28 10000 0.6 3000 315.22 266.67 260 1500 1.25 0.75 504 350 29 900 0.11 350 13.26 13.33 13 150 0.50 0.25 52 40 30 3000 0.15 750 30 30 10 900 2.00 0.50 330 125
Jmlh 104350 5.07 28100 1568 1755 1134 25128 50 46 8161 5096 Rata2 3478.33 0.17 936.67 52.28 58.50 37.78 837.61 1.68 1.52 272.03 169.87
106
Lampiran 3. Lanjutan Satu Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas
N0. Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 1 2000 0.1 500 20 1 1 500 2.75 2.75 280 175 2 3500 0.16 800 39.78 61 40 750 3.50 2.50 270 70 3 6000 0.15 750 132.6 334.3 131 2000 2.00 2.00 340 250 4 650 0.05 250 20 11 11 250 2.00 0.50 128 50 5 10000 0.6 3000 120 151 121 350 3.00 3.00 675 720 6 2500 0.15 750 33.26 34.33 34 70 2.50 0.50 460 420 7 8000 0.4 2000 116.3 267.7 116 2000 2.00 0.50 170 225 8 600 0.05 200 20 11 1 60 3.50 0.75 95 50 9 3100 0.1 600 17.5 1 18.5 750 1.25 3.00 280 175 10 8000 0.3 3000 20 1 41 1000 0.25 3.50 595 140 11 3300 0.075 300 113 14.33 63 500 0.50 2.75 470 350 12 1500 0.1 500 116.3 117.7 66 400 1.25 0.75 77 84 13 3000 0.2 800 150 101 1 1000 1.75 1.25 434 84 14 900 0.04 350 28.26 4.33 14 150 0.50 1.25 52 40 15 2500 0.1 900 50 51 51 1000 1.25 1.25 356 60 16 1000 0.04 300 10 41 1 250 0.25 0.25 103 48 17 1500 0.1 500 30 1 1 400 1.75 2.00 64 84 18 10000 0.4 2500 6.52 67.67 7 5000 0.25 0.25 574 700 19 500 0.05 150 15 6 11 250 0.75 1.25 39 30 20 2000 0.1 250 20 21 11 600 1.75 1.25 153 60 21 2500 0.2 750 10 11 11 600 3.50 0.50 177 192 22 2000 0.15 500 10 31 1 1000 1.50 1.25 340 80 23 1200 0.05 400 21.52 27.67 32 400 1.75 2.00 32 24 24 600 0.025 150 20 11 11 250 1.75 1.25 47 30 25 1100 0.06 300 10 21 1 800 0.75 1.25 138 40 26 8500 0.3 3000 20 11 41 1500 4.00 3.00 621 250 27 4000 0.16 500 39.78 61 40 750 0.50 3.50 305 150 28 10000 0.6 3000 315.2 267.7 261 1500 1.25 0.75 504 350 29 900 0.11 350 13.26 14.33 14 150 0.50 0.25 52 40 30 3000 0.15 750 30 31 11 900 2.00 0.50 330 125
Jmlh 104350 5.07 28100 1568 1785 1164 25128 50 46 8161 5096 Rata2 3478.33 0.17 936.67 52.28 59.50 38.78 837.61 1.68 1.52 272.03 169.87
107
Lampiran 4. Perhitungan Rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dan Biaya Korbanan Marjinal (BKM)
1. Luas Lahan (X1) Px (BKM) = 1250000,-/MT/Ha
X rata-rata = 0,17 hektar Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg
b1 = 0,1729 Y = 3478,33 kg
NPM = b1.Py.Y
X
= 0,1729 x 2823,33 x 3478,33 = 9987999,16
0,17
NPM/BKM = 9987999,16 /1250000 = 7,99
2. Bibit (X2) Px (BKM) = Rp 2823,33,-/kg
X rata-rata = 936,67 kg Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg
b2 = 0,3302 Y = 3478,33 kg
NPM = b2.Py.Y
X
= 0,3302 x 2823,33 x 3478,33 = 3461,97
936,67
NPM/BKM = 3461,97 / 2823,33 = 1,23
3. TSP (X3) Px (BKM) = Rp 1623,33,-/kg
X rata-rata = 52,28 kg Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg
b3 = -0,00508 Y = 3478,33 kg
NPM = b3.Py.Y
X
= -0,00508 x 2823,33 x 3478,33 = -954,28
52,28
NPM/BKM = -954,28 / 1623,33 = -0,59
108
Lampiran 4. Lanjutan Satu
4. Urea (X4) Px (BKM) = Rp 1200,-/kg
X rata-rata = 59,50 kg Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg
b4 = 0,04336 Y = 3478,33 kg
NPM = b4.Py.Y
X
= 0,04336 x 2823,33 x 3478,33 = 7156,57
59,50
NPM/BKM = 7156,57 / 1200 = 5,96
5. KCl (X5) Px (BKM) = Rp 2000,-/kg
X rata-rata = 38,78 kg Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg
b5 = 0,041 Y = 3478,33 kg
NPM = b5.Py.Y
X
= 0,041 x 2823,33 x 3478,33 = 10381,76
38,78
NPM/BKM = 10381,76 / 2000 = 5,19
6. Pupuk kandang (X6) Px (BKM) = Rp 300,-/kg
X rata-rata = 837,61 kg Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg
b6 = 0,18625 Y = 3478,33 kg
NPM = b6.Py.Y
X
= 0,18625x 2823,33 x 3478,33 = 2183,67
837,61
NPM/BKM = 2183,67 / 300 = 7,28
109
Lampiran 4. Lanjutan Dua
7. Obat cair (X7) Px (BKM) = Rp 72500,-/Ltr
X rata-rata = 1,68 Ltr Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg
b7 = -0,06 Y = 3478,33 kg
NPM = b7.Py.Y
X
= -0,06 x 2823,33 x 3478,33 = -351778,15
1,68
NPM/BKM = -351778,15 / 72500 = -4,85
8. Obat padat (X8) Px (BKM) = Rp 45000,-/kg
X rata-rata = 1,52 kg Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg
b8 = 0,16225 Y = 3478,33 kg
NPM = b8.Py.Y
X
= 0,16225x 2823,33 x 3478,33 = 1050574,82
1,52
NPM/BKM = 1050574,82 / 45000 = 23,35
9. JKP (X9) Px (BKM) = Rp 2400,-/jam
X rata-rata = 272,03 jam Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg
b9 = 0,09172 Y = 3478,33 kg
NPM = b9.Py.Y
X
= 0,09172 x 2823,33 x 3478,33 = 3311,12
272,03
NPM/BKM = 3311,12/ 2400 = 1,38
Lampiran 4. Lanjutan Tiga
110
10. JKW (X10) Px (BKM) = Rp 1200,-/jam
X rata-rata = 169,87 jam Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg
b10 = 0,25107 Y = 3478,33 kg
NPM = b10.Py.Y
X
= 0,25107x 2823,33 x 3478,33 = 14515,07
169,87
NPM/BKM = 14515,07 / 1200 = 12,10
111
Lampiran 5. Perhitungan Penggunaan Faktor Produksi Pada Kondisi Optimal
1. Luas Lahan (X1) Px (BKM) = 1250000,-/MT/Ha
NPM / BKM = 1
b1.Py.Y
X
NPM = 1250000
(0,1729 x 2823,33 x 3478,33)/X1 = 1250000
X1 = 1697959,8 / 1250000
= 1,36
2. Bibit (X2)
NPM / BKM = 1
b2.Py.Y
X
NPM = 2823,33
(0,3302 x 2823,33 x 3478,33)/X2 = 2823,33
X2 = 3242720,3 / 2823,33
= 1148,54
3. Urea (X4) Px (BKM) = Rp 1200,-/kg
NPM / BKM = 1
b4.Py.Y
X
NPM = 1200
(0,04336 x 2823,33 x 3478,33)/X4 = 1200
X4 = 425815,69 / 1200
= 354,85
= BKM
= BKM
= BKM
112
Lampiran 5. Lanjutan Satu
4. KCl (X5) Px (BKM) = Rp 2000,-/kg
NPM / BKM = 1
b5.Py.Y
X
NPM = 2000
(0,041 x 2823,33 x 3478,33)/X5 = 2000
X5 = 402639,41 / 2000
= 201,32
5. Pupuk kandang (X6) Px (BKM) = Rp 300,-/kg
NPM / BKM = 1
b6.Py.Y
X
NPM = 300
(0,18625x 2823,33 x 3478,33) / X6 = 300
X6 = 1829063,1 / 300
= 6096,88
6. Obat padat (X8) Px (BKM) = Rp 45000,-/kg
NPM / BKM = 1
b8.Py.Y
X
NPM = 45000
(0,16225x 2823,33 x 3478,33) / X8 = 45000
X8 = 1593371,8 / 45000
= 35,41
= BKM
= BKM
= BKM
113
Lampiran 5. Lanjutan Dua
7. JKP (X9) Px (BKM) = Rp 2400,-/jam
NPM / BKM = 1
b9.Py.Y
X
NPM = 2400
(0,09172 x 2823,33 x 3478,33) / X9 = 2400
X9 = 900733,79 / 2400
= 375,31
8. JKW (X10) Px (BKM) = Rp 1200,-/jam
NPM / BKM = 1
b10.Py.Y
X
NPM = 1200
(0,25107x 2823,33 x 3478,33) / X10 = 1200
X10 = 2465626,2 / 1200
= 2054,69
= BKM
= BKM
114
115
Lampiran 7. Rasio Perbandingan Pendapatan Petani Bawang Daun Pada Kondisi Aktual dan Pada Kondisi Optimal Per Rata-rata Luasan Lahan
Harga/ Kondisi Aktual Kondisi Optimal Uraian Unit (Rp) Unit Nilai (Rp) Unit Nilai (Rp) Jumlah Total Penerimaan 2823,33 3478,33 9820473,44 33077,21 93387879,31 Biaya Produksi : 1. Bibit (Kg) 2823,33 936,67 2644528,51 1148,54 3242707,44 2. TSP (Kg) 1623,33 52,28 84867,87 52,28 84867,87 3. Urea (Kg) 1200,00 59,50 71400,00 354,85 425820,00 4. KCl (Kg) 2000,00 38,78 77560,00 201,32 402640,00 5. Pupuk Kandang (Kg) 300,00 837,61 251283,00 6096,88 1829064,00 6. Obat Cair (Ltr) 72500,00 1,68 121800,00 1,68 121800,00 7. Obat Padat (kg) 45000,00 1,52 68400,00 35,41 1593450,00 8. Tenaga Kerja Pria (Jam) 2400,00 272,03 652872,00 375,31 900744,00 9. Tenaga Kerja Wanita (Jam) 1200,00 169,87 203844,00 2054,69 2465628,00 10. Pyusutan Alat-alat 4250,00 34000,00 11. Pajak Lahan 48012,12 384096,97 Total Biaya 4228817,50 11484818,27 Pendapatan 5591655,94 81903061,04 R/C 2,32 8,13