bbm industri

60
PRODUCT KNOWLEDGE BBM INDUSTRI Editorial : Arluky Novandy

Upload: arluky-novandy

Post on 23-Nov-2015

161 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • PRODUCT KNOWLEDGEBBM INDUSTRI

    Editorial :Arluky Novandy

  • Product Knowledge BBM Industri 2

    PENDAHULUAN

    Beberapa jenis bahan bakar industri yang ada di Indonesia saat ini adalah

    bahan bakar industri dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh

    Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi.

    Secara internasional, spesifikasi bahan bakar industri telah berkembang

    pesat, diantaranya spesifikasi yang dikeluarkan oleh ASTM (American

    Society for Testing and Material) yaitu antara lain :

    - ASTM D 975 Standard Specification for Diesel Fuel Oils

    - ASTM D 2880 Standard Specification for Gas Turbine Fuel Oils

    - ASTM D 396 Standard Specification for Fuel Oils

    - ASTM D 6448 Standard Specification for Industrial Burner Fuels

    From Used Lubricating Oils

    Serta spesifikasi yang dikeluarkan oleh ISO 8217 : 2005 tentang Marine

    Fuel dan Marine Residual Fuel.

    Spesifikasi bahan bakar industri yang baik sangat diperlukan karena

    dalam penggunaannya bahan bakar industri selalu berkaitan dengan

    peralatan dan sistem handling di lapangan, mulai dari refinery,

    transportasi, storage hingga penggunaannya. Bahan bakar industri yang

    tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan oleh yang berwenang tentu

    akan menemui beberapa kendala di lapangan, baik saat transportasi

    maupun saat digunakan. Bahkan isu terkini terdapat korelasi antara

    spesifikasi bahan bakar industri dengan kebersihan lingkungan.

    Tentunya perkembangan teknologi proses pengolahan sangatlah mutlak

    diperlukan untuk mendapatkan bahan bakar industri yang baik untuk

    peralatan maupun untuk lingkungan. Beberapa dari teknologi proses

    pengolahan yang digunakan adalah proses Hydrodesulfurization, dimana

    pada proses ini organic sulfur diubah menjadi hydrogen sulfide dengan

    melewatkan feedstock bersama-sama dengan hydrogen ke catalyst bed

    pada tekanan dan temperature tinggi.

  • Product Knowledge BBM Industri 3

    DIESEL FUEL

    PENDAHULUAN

    Gasoil atau dalam istilah sehari-harinya disebut dengan Solar

    adalah suatu bahan bakar yang digunakan untuk mesin diesel. Nama

    gasoil sebetulnya adalah kurang tepat, karena nama tadi berasal dari

    massa dimana fraksi minyak tersebut masih dipakai untuk bahan bakar

    gas kota. Solar merupakan suatu fraksi crude oil dengan boiling range

    sekitar 275 375 oC dengan warna kecoklat-coklatan dan mempunyai

    viskositas yang lebih tinggi dari pada kerosine tetapi lebih kecil dari residu.

    KLASIFIKASI

    Fraksi-fraksi crude oil sendiri dapat kita bagi dalam dua kelas

    besar, yaitu : Black Oils dan White Oils. Dari fraksi bensin berat keatas

    adalah White Oils dan dari solar kebawah adalah Black Oils. Didalam

    Black Oils masing-masing fraksi tidak ada pembatasan yang jelas,

    sehingga untuk pembedaannya perlu diketahui propertinya (sifat-sifat

    fisika dan kimia). Dengan adanya properti fisika dan kimia barulah dapat

    diadakan pembedaan antara solar (HSD = High Speed Diesel), IDF

    (Industrial Diesel Fuel), Marine Diesel Fuel (MDF), dan Fuel Oil (FO),

    tetapi meskipun demikian masih tetap ada overlapping fraksi yang satu

    dengan yang lainnya.

    Mesin diesel, dimana solar digunakan sebagai bahan bakar

    merupakan internal combustion engine yang terbagi atas 3 kelas menurut

    kecepatannya.

    1. High Speed Diesel dengan rpm = 800 rpm keatas

    2. Medium Speed Diesel dengan rpm = 300 800 rpm

    3. Low Speed Diesel dengan rpm = 300 rpm kebawah.

  • Product Knowledge BBM Industri 4

    Tetapi beberapa literatur mengklasifikasikan diesel engine berdasarkan

    kecepatan putaran mesin adalah sebagai berikut :

    Classifications Speed Range(rpm) ConditionsTypical

    Applications

    Low Speed ....... - 300 Sustained Heavy load,constant speed

    Marine mainpropulsion;

    electric powergeneration

    MediumSpeed 300 1000

    Fairly high load andrelatively constant

    speed

    Marineauxiliaries;

    stationary powergeneration;

    pumping units

    High Speed 1000 - ......Frequent and wide

    variation in load andspeed

    Road transportvehicles; diesel

    locomotives;constructionequipment

    Solar adalah bahan bakar untuk motor diesel dengan putaran mesin

    berkecepatan tinggi (high speed diesel) sehingga disebut High Speed

    Diesel Fuel disingkat HSD.

    Syarat utama dari bahan bakar mesin diesel putaran tinggi (HSD) adalah :

    1. Mudah terbakar sendiri (self Ignition) dan terbakar merata. Ini

    dipengaruhi oleh cetane number atau diesel indeks (DI)

    2. Mudah atomizingnya. Kondisi ini dipengaruhi oleh viskositas dan

    pour pointnya.

    3. Cleanlines (kebersihan), bisa diketahui dari carbon residue.

    SIFAT BAHAN BAKAR DIESEL DAN ANALISANYA

    Secara umum sifat dan karakteristik dari diesel fuel dapat dibagi

    menjadi 2 bagian, yaitu :

    1. Sifat yang berhubungan dengan pembakarannya dalam mesin

    2. Sifat yang berhubungan dengan feeding, transportation dan storing.

  • Product Knowledge BBM Industri 5

    Sifat dan karakteristik tersebut adalah :

    1. ignition quality (sifat pembakaran)

    2. Volatility (sifat penguapan)

    3. Corrosivity (sifat pengkaratan)

    4. Fluidity (sifat alir)

    5. Cleanliness (sifat kebersihan)

    6. Stability

    Pada bagian ini menerangkan hubungan kualitas diesel fuel yang bisa

    dipergunakan untuk di daratan (atau non aviation gas turbine = mesin

    gas turbin/turbin gas engine) dan juga pada marine. Untuk metode tes

    atau analisa bisa dipergunakan metode ASTM dan atau IP untuk

    menentukan performa dari bahan bakar ini.

    Sifat Pembakaran

    Sifat pembakaran adalah mudahnya penyalaan dari bahan bakar. Sifat

    sifat ini adalah pembawaan dari crude nya. Tidak ada hubungan langsung

    dengan flash point dan ASTM Distillation.

    Sifat Pembakaran dinyatakan dengan :

    Cetane Number

    Diesel Indeks

    Cetane indeks

    Cetane Number

    Cetane number adalah sifat yang penting untuk automotive diesel

    engine (High Speed Diesel Engine), tetapi tidak begitu penting untuk

    operasi gas turbin engine. Pemeriksaan Cetane Number dimaksudkan

    untuk menentukan ignition delay yaitu jarak waktu dari awal injeksi

    bahan bakar diinjeksikan ke ruang bakar sampai saat permulaan

    terjadinya pembakaran. Kondisi alami dari bahan bakar juga merupakan

  • Product Knowledge BBM Industri 6

    faktor yang penting untuk mengurangi kondisi ignition delay. Karakteristik

    fisika dari bahan bakar seperti viskositas, gravity, dan mid boiling point

    adalah juga ikut mempengaruhi kondisi ini. Komposisi hidrokarbon dari

    bahan bakar juga penting hubungannya dengan sifat fisika dan

    karakteristik pembakaran dari bahan bakar ini. Bahan bakar dengan

    komposisi parrafine rantai lurus akan terbakar sendiri dibawah suatu

    tekanan (kompresi), tetapi parafine rantai cabang dan aromatik akan

    bereaksi lebih lama. Delay period yang panjang akan menyebabkan

    kelambatan penyalaan dan akan memberikan sejumlah bahan bakar yang

    cukup banyak didalam ruang bakar sebelum pembakaran dimulai, dan

    karenanya pada saat terbakar akan terjadi pembakaran spontan sehingga

    akan menimbulkan suatu gelombang tekanan yang mendadak dan tinggi

    sekali. Akibatnya akan terjadi diesel knock.

    Knocking akan menyebabkan hal hal sebagai berikut :

    1. rendemen thermis berkurang karena sebagian besar panas yang

    timbul diserahkan pada daerah sekitarnya, misalnya dinding silinder

    2. menyebabkan kerusakan-kerusakan pada dinding silinder dan

    batang torak

    3. dari kedua hal diatas menyebabkan beban kerja mesin menjadi

    semakin berat.

    Sedangkan cetane number yang tinggi menyebabkan :

    1. Kecepatan kenaikan pressure yang lebih rendah, sehingga akan

    mengurangi engine noise

    2. Maksimum siinder pressure akan menjadi lebih rendah

    3. Menaikkan effisiensi mesin dan power out put serta smooth

    operation.

    4. Mesin mudah di start, terutama pada kondisi yang dingin

    5. Waktu pemanasan yang lebih cepat.

    6. Menurunkan asap exhaust, uap dan dapat mengurangi bau emisi

    7. Dapat mencegah terbentuknya deposit di mesin

  • Product Knowledge BBM Industri 7

    Kualitas pembakaran dinyatakan sebagai cetane number yang

    harganya ditentukan dari campuran dua primary refference fuel yaitu

    normal cetane (n hexadecane) dan -methyl naphtalene. Normal cetane

    (n hexadecane) memiliki kualitas pembakaran yang tinggi serta memiliki

    ignition delay yang pendek. Bahan bakar ini dinyatakan cetane

    numbernya 100. Sedangkan -methyl naphtalene mempunyai kualitas

    pembakaran yang rendah dan dinyatakan memiliki cetane number 0.

    Presentase volume cetane adalah batasan dari cetane number. Harga ini

    ditentukan dengan menggunakan mesin CFR F 5, Standard Test Method

    for Ignition Quality of Diesel Fuels by The Cetane Method. Test ini

    dilakukan dengan mesin bersilinder tunggal dengan kompresi rasio yang

    bisa diubah-ubah. Pada mesin uji ini, laju alir bahan bakar dan jarak waktu

    injeksi bahan bakar yang diuji serta penggunaan dari dua reference fuel

    digunakan untuk menentukan cetane number dari bahan bakar uji.

    Metode perhitungan yang dipakai adalah metode Breacketing Method.

    Dikarenakan -methyl naphtalene tidak stabil, mahal dan susah

    diaplikasikan pada mesin uji maka pada tahun 1962 -methyl naphtalene

    diganti dengan hepta methyl nonane yang dikalibrasi dengan reference

    fuel murni dan dinyatakan memiliki cetane number 15. Oleh karenanya

    skala cetane number saat ini didefinisikan dengan mengikuti persamaan

    campuran volumetric dari dua material reference fuel primer ini.

    Cetane Number = % n Cetane + 0,15 (persen dari heptamethyl nonane)

    Didalam penggunaannya, primary reference fuel hanya digunakan untuk

    mengkalibrasi dua secondary reference fuel. High speed diesel engine

    biasanya disupplay denga cetane number 45 50.

    Cetane Indeks

    Penentuan cetane number dilakukan dengan peralatan mesin

    khusus (mesin CFR F 5) yang memerlukan waktu dan harga yang relative

    tinggi. Metode alternative dikembangkan untuk menghitung perkiraan

  • Product Knowledge BBM Industri 8

    cetane number. Perhitungn berdasarkan persamaan dari suatu formula

    yang parameter-parameternya diketahui dari hasil uji karakteristik lainnya.

    Ada dua metode ASTM yang digunakan untuk menghitung cetane indeks

    dari diesel fuel, yaitu :

    1. ASTM D 976 Standard Test Method for Calculated Cetane Index of

    Distillate Fuels

    2. ASTM D 4737 Standard Test Method for Calculated Cetane Index

    by Four Variable Equation

    Kedua metode diatas menggunakan bantuan parameter uji density dan

    distilasi, yang mana harga-harga dari uji density dan distilasi tadi sebagai

    komponen dai persamaan cetane indeks. Apabila jumlah sample yang

    diuji terlalu kecil maka untuk memprediksi cetane number bisa digunakan

    persamaan cetane number.

    Perhitungan cetane indeks menurut ASTM D 4737 ini adalah sebagai

    berikut :

    Dimana :

  • Product Knowledge BBM Industri 9

    Batasan yang harus diikuti dalam menggunakan perhitungan cetane

    indeks :

    1. Formula ini tidak bisa digunakan untuk bahan bakar yang mengandung

    additive cetane improver.

    2. Formula ini tidak bisa digunakan untuk hidrokarbon murni, bahan

    bakar sintetis, alkilate, atau produk coal tar.

    3. Bisa digunakan untuk korelasi bahan bakar tertentu, tetapi bila

    komposisinya berbeda maka akan menyimpang jauh apabila

    diperbandingkan.

    4. Akan terjadi ketidakakuratan apabila mepergunakan crude oil, residual

    (atau campuran yang mengandung residu), atau produk yang memiliki

    end point dibawah 260 oC.

    Metode standard ASTM D 4737 adalah metode yang lebih banyak

    dipergunakan karena metode ini yang terbaru dan terbaik untuk modern

    diesel fuel (diesel fuel generasi baru). Tetapi bagaimanapun juga, suatu

    bukti yang dipersembahkan oleh subcommittee E menunjukkan bahwa D

    4737 memiliki bias pengukuran 2,5 angka (overestimation) pada level

    cetane indeks 40. hal ini ditemui pada diesel fuel yang memiliki

    kandungan low sulfur, sehingga subcommittee telah mengkoreksi bias

    tersebut.

  • Product Knowledge BBM Industri 10

    Diesel Indeks

    Penggunaan pertama kali dalam menentukan ignition quality

    adalah Diesel Index, yang mana dihitung dengan persamaan sebagai

    berikut :

    Diesel Indeks = [(API Gravity) (Aniline Point)] / 100

    Tapi pada pertengahan tahun 30an, persamaan diatas digantikan dengan

    mesin CFR F 5, ASTM D 613 Standard Test Method for Ignition Quality of

    Diesel Fuels by The Cetane Method.

    Sifat Volatility

    Persyaratan volatility dari diesel fuel beragam, bergantung pada

    engine speed, ukuran silinder, dan desainnya. Tetapi bagaimanapun juga,

    bahan bakar yang memiliki sifat volatility yang terlalu rendah cenderung

    memiliki power out put yang rendah dan tidak ekonomis karena

    atomizingnya tidak sempurna (poor atomization). Pada dasarnya, medium

    dan high speed diesel engine, karakteristik volatilitynya dinyatakan

    dengan menggunakan ASTM D 86/ IP 123 Standard Test Method for

    Distillation of Petroleum Products.

    Bahan bakar yang memiliki volatility yang terlalu tinggi juga memiliki

    power out put yang rendah dan kurang ekonomis karena cenderung

    terjadi vapour lock pada fuel systemnya atau adanya ketidakcukupan

    jumlah penetrasi butiran bahan bakar yang lewat melalui nozzle ke ruang

    bakar. Secara umum, range distilasi sebaiknya serendah mungkin tanpa

    mempengaruhi flash point, burning quality, heat content, atau viskositas

    dari fuel.

    Pada uji distilasi, apabila perolehan 10 % recovery terlalu tinggi

    akan diperoleh kesulitan pada waktu start. Boiling rang yang berlebihan

    antara 10 50 % recovery, maka akan meningkatkan waktu warming up

    mesin. Bla diperoleh 50 % recovery yang rendah, maka asap exhaust dan

  • Product Knowledge BBM Industri 11

    bau emisi akan berkurang. Dan bila diperoleh 90 % recovery dan atau end

    point yang rendah, maka pembentukan karbon residu cenderung kecil dan

    meminimumkan terjadinya oil dilution di oil crankcase.

    Jika hanya diketahui nilai tunggal dari distilasi, maka temperature

    pada 50 % recovery, yang dikenal dengan mid boiling point, biasanya

    dijadikan sebagai indikasi karakteristik distilasi dari bahan bakar. Sebagai

    contoh, pada high speed engine, bila temperature pada 50 % recovery

    didapat lebih tinggi dari 302 oC, maka dimungkinkan akan terbentuk asap

    yang berlebihan, emisi bau yang meningkat, terjadi kontaminasi pada

    pelumas mesin dan menyebabkan deposit pada mesin. Tetapi pada

    kondisi yang berkebalikan, dimana temperature pada 50 % recovery yang

    didapat terlalu rendah, maka bahan bakar memiliki viskositas yang rendah

    dan heat content yang rendah pula. Sehingga untuk mesin high speed

    engine, sebaiknya range dari temperature pada 50 % recovery berada

    antara 232 sampai dengan 280 oC. karena beberapa alasan diatas, maka

    adalah penting untuk beberapa titik distilasi (10%, 50 %, 90 % recovery

    dan End Point) dicantumkan dalam spesifikasi bahan bakar. Sedangkan

    spesifikasi pada ASTM D 975 hanya memuat batasan pada 90 % recovery

    (bagaimana dengan batasan yang ditetapkan oleh Indonesia?).

    Sifat Alir (Fluidity)

    Salah satu sifat penting dari bahan bakar High Speed Engine

    adalah sifat alir. Sifat alir dari bahan bakar High Speed Engine terdiri dari

    2 jenis parameter uji yaitu :

    1. Viskositas

    2. Pour Point (dan Cloud Point)

  • Product Knowledge BBM Industri 12

    Viskositas

    Viskositas dari bahan bakar ini umumnya dibatasi dengan

    persyaratan maksimum dan minimum. Diperlukan persyaratan minimum

    dengan anggapan bahwa viskositas yang terlalu rendah menyebabkan :

    1. Penurunan penetrasi karena halusnya pengabutan. Jadi

    pengabutan hanya disekitar injector saja.

    2. kebocoran dan keausan mungkin terjadi pada pompa bahan bakar

    dan pada beberapa injektor

    3. akibat akumulasi dari dua alasan diatas maka akan terjadi power

    loss, inefficiency mesin, fuel metering menjadi tidak akurat, serta

    dapat menyebabkan keausan pada komponen fuel system.

    Sedangkan persyaratan batasan viskositas maksimum diperlukan karena :

    1. atomisasi ke ruang bakar tidak sempurna

    2. butiran utiran bahan bakar yang diinjeksikan keruang bakar terlalu

    besar.

    3. penetrasi jet spary memerlukan energi yang besar, sehingga

    cenderung seperti menyemprotkan padatan

    4. akumulasi dari beberapa alasan diatas yaitu menyebabkan bahan

    bakar tidak dapat didistribusikan dengan baik ke ruang bakar, dan

    tidak dapat pula bercampur dengan udara secara sempurna

    sebagai syarat dari terjadinya pembakaran. Maka pembakaranpun

    menjadi berkurang yang akibatnya akan terjadi loss power dan

    tidak ekonomis.

    Persyaratan maksimum juga menentukan :

    1. kapasitas/kekuatan pemompaan bahan bakar

    2. menghindari kemungkinan diadakan preheating

    3. Degree of atomizing

    4. penetrasi yang berlebihan

  • Product Knowledge BBM Industri 13

    Pada high speed diesel engine, range viskositas yang umum adalah

    antara 1,8 sampai dengan 5,8 cSt pada 38 oC (spesifikasi sekarang pada

    suhu 40 oC). Bahan bakar yang memiliki viskositas lebih besar dari 5,8 cSt

    pada 38 oC biasanya dibatasi pada penggunaan mesin dengan kecepatan

    yang rendah. Bahan bakar yang terlalu viscous umumnya digunakan pada

    mesin kapal yang dilengkapi dengan preheating untuk sistem

    pemompaan, injeksi dan atomisasi.

    Cloud Point

    Semua diesel fuel mengandung parafin wax terlarut. Ketika

    temperatur dari bahan bakar menurun, maka kelarutan dari wax di bahan

    bakar tersebut juga ikut menurun. Akibatnya pada titik tertentu, kristal-

    kristal wax mulai terpisah dan terbentuk di bahan bakar tersebut. Jika

    jumlah kristal-kristal wax yang mulai terbentuk semakin banyak maka

    dikhawatirkan akan membuntu sistem aliran bahan bakar. Temperatur

    dimana kristal wax mulai terjadi disebut dengan cloud point. Hal ini

    bergantung dari asal bahan bakar, type bahan bakar, refining, dan boiling

    range dari bahan bakar tersebut. Cloud point dapat ditentukan dengan

    menggunakan metoda ASTM D 2500 Standard Test Method for Cloud

    Point of Petroleum Oils.

    Pour Point

    Pour point, yang diidentifikasi dengan metode ASTM D 97 Standard

    Test Method for Pour Point of Petroleum Oil, merupakan indikasi dari

    temperature terendah dimana bahan bakar dapat dipompakan, yaitu

    sebelum bahan bakar dibakar di ruang bakar, bahan bakar harus

    dipompakan dari tangki bahan bakar menuju ke ruang bakar. Beberapa

    bahan bakar, khususnya waxy fuel (bahan bakar yang mengandung wax),

    diharapkan masih mampu mengalir pada temperatur yang terendah, yaitu

    temperatur dibawah temperatur cloud pointnya. Jadi pour point sebaiknya

    dijadikan sebagai tuntunan untuk mengetahui temperatur terendah dari

    bahan bakar dimana bahan bakar tersebut masih dapat digunakan.

  • Product Knowledge BBM Industri 14

    Secara umum, temperatur pour point dari bahan bakar adalah

    antara 3 sampai dengan 6 oC dibawah temperatur cloud pointnya. Dan

    adalah hal yang tidak umum bila temperatur pour point dan cloud point

    memiliki perbedaan 11 oC. Dan merupakan hal yang tidak biasa juga

    untuk mendapatkan performa mesin yang memuaskan bila pada

    temperatur ambient kondisi bahan bakar berada antara cloud dan pour

    pointnya.

    Sifat Korosi (Corrosivity)

    Sifat korosivitas dari bahan bakar biasanya dinyatakan dengan

    hadirnya sulfur dalam bahan bakar tersebut.

    Total Sulfur

    Diesel engine

    Sulfur dapat menyebabkan keausan pada mesin diesel. Sulfur yang

    bersifat krosif adalah sulfur yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar

    yang mengandung sulfur dan akan meningkatkan jumlah deposit di ruang

    bakar serta pada piston mesin. Kandungan sulfur dari bahan bakar

    bergantung dari jenis crude oil dan metode refining yang digunakan untuk

    memproduksi bahan bakar tersebut. Sulfur hadir dengan berbagai macam

    bentuk, seperti mercaptan, sulfida, disulfida, atau senyawa heterosiklik

    seperti thiophen, yang mana kesemuanya dapat menyebabkan keausan

    dan deposit.

    Toleransi sulfur dalam bahan bakar diesel engine bergantung pada

    tipe mesin dan kondisi operasi yaang umum dari mesin tersebut, apakah

    mesin tersebut tipe low-speed engine atau high-speed engine. Low-speed

    engine dapat menoleransi kandungan sulfur tinggi dibandingkan dengan

    mesin tipe high-speed engine karena tipe low-speed engine beroperasi

    pada kecepatan dan beban yang relative konstan bila dibandingkan

    dengan high-speed engine. Pada kondisi ini, pelumas, air pendingin, dan

  • Product Knowledge BBM Industri 15

    temperatur pada daerah pembakaran menunjukkan fluktuasi yang tidak

    signifikan sekali. Temperatur yang konstan ini membuat mesin tipe Low-

    speed engine lebih bisa menoleransi bahan bakar dengan konsentrasi

    sulfur tinggi.

    Bahan bakar dengan kandungan sulfur tinggi pada mesin diesel

    tipe high speed engine sangat tidak disarankan, karena mesin diesel tipe

    high-speed engine ini beroperasi pada kecapatan putaran yang tinggi dan

    temperatur yang tinggi pula serta beroperasinya tidak konstan, artinya

    sering terjadi fluktuatif temperatur, beban dan kecepatan mesin. Kondisi

    yang fluktuatif ini, seperti berhenti dan start secara tiba-tiba, atau

    mengurangi beban dan kecepatan secara tiba-tiba, maka moisture akan

    terkondensasi didalam mesin. Jika moisture yang terkondensasi menjadi

    air ini bertemu dengan sulfur sisa pembakaran (SOx), maka akan

    terbentuk senyawa larutan asam yang dapat mengkrosi komponen-

    komponen mesin yang terbuat dari logam, serta dapat mempercepat

    keausan bagian-bagian mesin yang bergerak. Sulfur yang aktif ini

    cenderung untuk menyerang dan mengkorosi komponen-komponen pada

    sistem injeksi mesin. Senyawa sulfur juga menyebabkan adanya deposit

    pada sistem injeksi.

    Metode tes yang digunakan untuk mengethui adanya total sulfur

    pada bahan bakar adalah ASTM D 2622 Standard Tes Method for Sulfur

    in Petroleum Products by Wavelength Dispersive X-ray Flourescence

    Spectrometry atau ASTM D 1266 Standard Test for Sulfur in Petroleum

    Products (Lamp Method). Secara qualitatif, sifat korosivitas bahan bakar

    diuji dengan menggunakan metode ASTM Detection of Copper Corrosion

    from Petroleum Products by the Copper Strip Tarnish Test (D 130/IP 154).

    Pada test ASTM D 130/IP 154 ini adalah memprediksi potensi bahan

    bakar bersifat korosif.

  • Product Knowledge BBM Industri 16

    Gas Turbine

    Sulfur sendiri sebenarnya memiliki efek sifat korosif yang lemah

    terhadap vane dan blade pada turbin. Tetapi bila dalam bahan bakar

    tersebut hadir logam alkali, maka akan terjadi reaksi yang membentuk

    alkali sulfat, yang sifatnya dapat mempercepat korosi pada temperatur

    tinggi. Perlu diketahui, bahwa pada permukaan logam yang bertemperatur

    diatas 760 oC, maka hanya diperlukan konsentrasi sulfur yang kecil untuk

    bisa memembentuk senyawa sulfat yang korosif. Lebih bahaya lagi,

    temperatur yang berada diantara 593 oC dan 760 oC, dimana pada range

    temperatur ini, konsentrasi sulfur trioksida (SO3) yang muncul pada

    produk pembakaran dalam bentuk gas memiliki efek korosif yang kuat

    karena akan membentuk sulfat dari nikel atau cobalt. Dan bila sulfat dari

    nikel atau cobalt ini bertemu dengan sulfat alkali maka campuran ini akan

    meningkat sifat korosivitasnya pada temperatur yang rendah, sebab

    campuran ini meleleh pada temperatur yang rendah (low melting point).

    Pada bagian exhaust dan sebagian instalasi dimana panas dibuang

    oleh boiler, sulfur trioksida yang bereaksi dengan uap air dan dimana

    temperatur dari sistem tersebut turun sampai dibawah temperatur dew

    point asam maka uap air dan sulfur trioksida tersebut akan terkondensasi

    menjadi asam sulfat.

    Angka Asam (Acid Number)

    Indikator lainnya untuk mengetahui Sifat korosivitas dari bahan

    bakar dinyatakan dengan angka asam, yang diuji dengan ASTM Test for

    Acid and Base Number by Color-Indicator Titration (D 974/IP 139).

    Sifat Kebersihan (Cleanlines)

    Sifat Kebersihan dari bahan bakar bisa diartikan banyak hal. Umumnya

    user menggunakan arti cleanliness bila secara visual bahan bakar yang

    dipakai adalah tidak mengandung air yang tdk terlarut (Free Water), tidak

  • Product Knowledge BBM Industri 17

    ada endapan, serta material yang tersuspensi lainnya. Tetapi karena

    keterbatasan visual orang berbeda-beda, maka sifat kebersihan secara

    quantitatif ditentukan dengan metode : ASTM D 95 Standard Test Method

    for Water in Petroleum Products, ASTM D 4860 Standard Test Method for

    Free Water and Particulate Contamination in Mid Distillate Fuels ( Clear

    and Bright Numerical Rating), dll.

    Air dengan sangat mudah dijumpai masuk ke dalam bahan bakar

    misalnya melalui pernafasan dari moisture pada waktu disimpan. Apabila

    tiba-tiba temperature atmosfir turun maka akan terjadi kondensasi

    moisture. Bocoran air hujan pada waktu pengiriman bahan bakar dan atau

    fasilitas penyimpanan juga kebocoran air pada waktu pengapalan

    menyebabkan air mengkontaminasi minyak.

    Sifat kebersihan yang dinyatakan karena adanya endapan kotoran

    atau kotoran yang tersuspensi umumnya terdiri dari carboneous material,

    metal material atau inorganic matter lainnya, yang umumnya disebabkan :

    1. Karat atau kotoran yang didapat pada tangki atau pipa

    2. Kotoran yang masuk pada waktu penanganan

    3. Kotoran yang ada di udara yang secara tidak sengaja akibat

    perubahan temperatur udara ikut menjadi kontaminan bahan

    bakar.

    Uji untuk mengetahui adanya kotoran yang tersuspensi dalam bahan

    bakar biasanya diuji dengan ASTM test method for sedimen content in

    fuel. Sedangkan uji untuk mengetahui kecenderungan pembentukan

    arang dari bahan bakar diesel dilakukan sesuai dengan ASTM D 524

    Standard Test Method for Ramsbottoms Conradson Carbon Residue of

    Petroleum Products. Bahan bakar dengan CCR lebih dari 12 % Weight

    akan lebih baik digunakan pada mesin diesel slow-speed engine.

    Sebenarnya uji CCR ini lebih ditujukan utamanya untuk bahan bakar

    residu (Fuel Oil) dari pada distillate Fuel (Solar masih bisa dikategorikan

    Distillate Fuel), karena pada residual fuel akan menghasilkan nilai uji CCR

  • Product Knowledge BBM Industri 18

    yang tinggi. Dan karena perbedaan yang mencolok antara hasil uji CCR

    Distillate Fuel dan Residual Fuel, maka hasil uji ini bisa digunakan sebagai

    indikasi untuk mengetahui terkontaminasinya disitillate fuel dengan

    residual fuel. Carbon residu yang membentuk deposit juga menggannggu

    sistem aliran bahan bakar. Pada mesin turbin, serpihan-serpihan karbon

    yang terbawa akan menyebabkan blade corrosion sehingga terjadi

    efficiency loss atau akan memblocking sebagian nozzle. Kondisi gas

    buang yang berasap dan rendahnya nilai panas yang dilepaskan pada

    saat pembakaran biasanya selau disertai dengan pembentukan karbon

    deposit diruang bakar.

    Uji lainnya yang bisa digunakan untuk menyatakan kebersihan

    bahan bakar adalah uji Ash Content. Sejumlah kecil material yang tidak

    bisa terbakar yang ditemukan pada bahan bakar, bisa berbentuk : partikel

    padatan dan minyak atau senyawa metalic yang larut dalam air. Uji untuk

    menentukan adanya ash ini digunakan metode ASTM D 482/IP 4 Test

    Method for Ash From Petroleum Products. Sejumlah residue karbon yang

    tidak dapat terbakar, disebut dengan ash content, dan dilaporkan dalam

    persen berat dari berat bahan bakar yang di timbang.

    Adanya ash yang berbentuk partikel padatan ini harus dihindari

    karena komponen injeksi bahan bakar pada diesel engine di design

    sangat presisi dengan toleransi yang sangat kecil sehingga sangat

    sensisitve sekali terhadap abrasi. Bergantung pada ukurannya, partikel

    solid yang tidak terbakar ini akan dapat menyebabkan keausan di sistem

    bahan bakar dan juga menyebabkan pembuntuan pada filter bahan bakar

    dan nozzle. Selain itu, keausan juga dapat terjadi di mesin dengan

    meningkatnya level deposit secara keseluruhan.

    Senyawa metalik yang terlarut memiliki efek yang kecil terhadap

    keausan sistem injeksi bahan bakar atau bahkan tidak memiliki pengaruh

    terhadap keausan atau kebuntuan. Tetapi mereka bisa saja mengandung

    elemen-elemen yang dapat menyebabkan korosi dan deposit pada mesin

  • Product Knowledge BBM Industri 19

    turbin. Ash pada distillate fuel umumnya sangat rendah sehingga tidak

    mempengaruhi performa dari mesin gas turbin, kecuali jika mengandung

    beberapa material yang bersifat korosive seperti sodium, potassium,

    timbal, atau vanadium.

    Sifat Kestabilan (Stability)

    Sifat kestabilan bahan bakar didefinisikan sebagai daya tahan

    bahan bakar terhadap perubahan fisika dan kimia yang disebabkan

    kerena adanya interaksi antara bahan bakar dengan lingkungannya. Ada

    3 tipe stability yang biasanya menjadi perhatian di bahan bakar diesel fuel,

    yaitu al :

    1. Thermal Stability

    2. Oxidative Stability

    3. Storage Stability

    Thermal Stability

    Thermal stability adalah daya tahan bahan bakar terhadap

    perubahan yang disebabkan oleh thermal stress (temperatur yang

    meningkat). Metode untuk mengujinya adalah ASTM D 6468 Standard

    Test Method for High Temperature Stability of Distillate Fuels.

    Oxidative Stability

    Oxidative Stability adalah daya tahan bahan bakar terhadap

    perubahan yang dapat mengoksidasi bahan bakar, yang mana bahan

    bakar tersebut terkspose oksigen secara berlebihan. Oxidative stability

    test biasanya dilakukan dengan temperature tinggi untuk mempercepat

    laju reaksi oksidasi. Metode yang digunakan untuk uji ini adalah ASTM D

    2274 Standard tes method for Oxidation Stability of Distillate Fuel Oil

    (Accelerated Method). Tetapi beberapa periset menyatakan bahwa uji

    dengan metode ini tidak menunjukkan kondisi actual pada kondisi ambient

    saat penyimpanan. Sehinggasaat ini penggunaan metode ini jarang

  • Product Knowledge BBM Industri 20

    digunakan untuk mengetahui kestabilan bahan bakar saat penyimpanan.

    Selain itu presisi hasil uji ini sangatlah lemah.

    Storage Stability

    Storage stability umumnya didefinisikan sebagai daya tahan bahan

    bakar terhadap perubahan yang terjadi selama penyimpanan pada kondisi

    dan temperature ambient. Ambient storage adalah penyimpanan bahan

    bakar di drum, tangki timbun, tangki bahan bakar kendaraan, atau wadah

    yang sama diluar ruang terbuka.

    Ada dua metode uji yang digunakan untuk menganalisa, yaitu :

    1. ASTM D 4625 Standard Test Method for Distillate Fuel Storage

    Stability at 43 oC (110 oF).

    2. ASTM D 5304 Standard Test Method for Assessing Distillate Fuel

    Storage Stability by Oxigen Over Pressure.

    Semua bahan bakar akan mengalami reaksi kimia selama masa

    penyimpanan. Hasil dari reaksi ini adalah Gum (Getah Purwa), asam dan

    atau partikulat. Jumlah dan laju reaksi yang bersifat merusak ini

    bergantung pada konsentrasi reaksi awal, konsentrasi oksigen yang ada,

    dan adanya bahan yang bersifat sebagai katalis pada reaksi oksidasi,

    seperti logam-logaman, cahaya dan temperatur penyimpanan.

    Detail persyaratan Diesel Fuel Oil menurut ASTM D 975 dan detail

    persyaratan Gas Turbin Fuel Oil ASTM D 2880, serta detail persyaratan

    Bahan Bakar Minyak Diesel sesuai Keputusan Dirjen Migas dapat dilihat

    di halaman Lampiran

  • Product Knowledge BBM Industri 21

    RESIDUAL FUEL OIL

    Umum

    Jenis Residual Fuel yang dikenal umumnya adalah Minyak Bakar

    (Fuel Oil) dan Minyak Diesel. Residual Fuel secara umum memiliki flash

    point minimum 60 oC dan viskositas umumnya bervariasi antara 60 dan

    650 cSt pada 50 oC. Batasan viskosotas tersebut diperlukan untuk

    kemudahan terjadinya atomisasi di burner, tetapi hal ini tidak mengikat

    bergantung dari type burner yang dipakai. Yang umum digunakan adalah

    minyak bakar dengan viskositas 80 cSt untuk burner dengan steam

    atomizing dan minyak bakar dengan viskositas antara 40 45 cst

    biasanya digunakan untuk burner dengan sistem mechanical atomizing.

    Oleh sebab itu untuk sistem mechanical atomozing perlu adanya

    pemanasan terlebih dahulu supaya mudah untuk diatomisasikan ke ruang

    bakar.

    Pada steam atomizing burner, terdapat dua tipe dasar yang ada

    yaitu : Inside Mix dan Out Side Mix. Perbedaanya adalah letak

    pencampuran antara steam dan bahan bakar.

    Pada tipe Inside Mix, steam dan minyak bercampur di dalam nozzle

    burner sebelum memasuki ruang bakar. Nyala api yang terjadi pada tipe

    inside mix ini adalah berbentuk flat atau conical bergantung dari posisi

    opening dari burnernya.

    Pada mechanical burner, atomizing minyak bakar dilakukan dengan

    tekanan yang tinggi dan kecepatan yang tinggi untuk mencapai ruang

    bakar melalui sebuah lubang orifice yang kecil atau sprayer plate.

    Tekanan yang diperlukan adalah 2070 Kpa. Bagian terpenting dari

    mechanical atomizing ini adalah sprayer plate, dimana minyak bakar akan

    melewati lubang slots pada plate dengan kecepatan yang tinggi.

  • Product Knowledge BBM Industri 22

    API Gravity dan Specific Gravity atau DensityGravity minyak bakar adalah berat dari minyak bakar yang mana

    volumenya telah ditentukan. Ada dua skala yang digunakan dalam industri

    perminyakan yaitu specific gravity atau density. Metode yang digunakan

    adalah ASTM D 1298, yaitu ASTM Standard Test Mehod for Density,

    Relative Density (Specific Gravity), atau API Gravity of Crude Petroleum

    And Liquid Petroleum Products by Hydrometer Method.

    Specific Gravity dari minyak adalah rasio dari berat minyak yang diukur

    dengan jumlah volume yang telah ditentukan pada temperatur 15,6 oC (60

    oF) terhadap berat air (air distilat) pada volume dan temperatur yang

    sama dengan minyak tersebut.

    InterpretasiDipersyaratkan SG 60/60 oF minyak bakar adalah maksimum. Bila

    Specific Gravity atau Density dari minyak bakar tersebut melebihi dari

    spesifikasi yang telah ditentukan maka nilai panas pembakaran (Heating

    Value) dari minyak bakar tersebut akan menurun. Hal ini akan

    menyebabkan minyak bakar akan susah dinyalakan (dibakar) diruang

    bakar karena rasio berat dari carbon / hydrogen (C/H) meningkat. Carbon

    memiliki heating Value (nilai panas pembakaran) lebih kecil dari pada

    Hidrogen.

    Problem lain yang ditemui adalah minyak sulit untuk diatomisasikan

    dan menimbulkan kerak pada heating tube boiler atau furnace, hal ini

    disebabkan mungkin minyak bakar mengandung aspaltik.

    Titik Nyala (Flash Point)Dipersyaratkan spesifikasi flash point minyak bakar adalah

    minimum. Flash Point dari minyak bakar diukur pada saat temperatur

    dimana minyak bakar diapanaskan supaya menghasilkan uap dan

    bercampur dengan udara, kemudian dilewatkan api pencoba sampai

    terjadi nyala sekejap diseluruh permukaan minyak, dan kemudian api

    tersebut mati. Uji Flash Point minyak bakar pada beberapa industri

  • Product Knowledge BBM Industri 23

    diperlukan karena untuk faktor keamanan, utamanya keamanan di

    handling, transportasi, atau bila terjadi kebocoran pipa di sistem

    pembakaran furnace.

    Flash point minyak bakar diukur dengan menggunakan alat Flash

    Point PMCC (ASTM Standard Test Method For Flash Point by Pensky

    Martens Closed Tester (D 93)) atau Flash Point Tag (ASTM Standard Test

    Method For Flash Point by Tag Closed Tester(D 56)).

    InterpretasiBila flash point dari minyak bakar untuk furnace sangat tinggi,

    maka akan menyebabkan minyak bakar tersebut sukar dinyalakan.

    Bila flash point dari minyak bakar dibawah batasan minimumnya,

    maka yang terjadi adalah bahaya ledakan pada saat penyalaan pertama

    (Initial ignition) yang diakibatkan oleh minyak bakar tersebut.

    ViskositasPenentuan viskositas dari minyak bakar adalah sangat rumit karena

    adanya kandungan wax didalamnya sehingga tidak bisa diperlakukan

    seperti cairan Newtonian. Pada suhu 38 oC, minyak bakar cenderung

    membeku (karena adanya wax).

    Viskositas adalah salah satu parameter uji yang penting sebab

    viskositas minyak bakar adalah indikasi dari kemudahan minyak tersebut

    untuk mengalir dan diatomosasikan ke ruang bakar.

    Pada spesifikasi Dirjend Migas, viskositas dari minyak bakar

    ditentukan dengan alat Redwood, yang mana hasil ujinya dinyatakan

    dalam Viskositas Redwood I/100 oF dengan satuan detik. Satuan

    Viskositas Redwood (detik) dapat dikonversi ke satuan Centistokes

    (Viskositas Kinematik).

    InterpretasiDipersyaratkan spesifikasi Viskositas Redwood I/100 oF dari

    minyak bakar adalah 400 1250 detik (Spesifikasi Dirjen Migas untuk

  • Product Knowledge BBM Industri 24

    Minyak Bakar I). Bila viskositas dari minyak bakar sangat tinggi (viscous)

    maka akan menimbulkan beberapa problem yang diantaranya sukar untuk

    dipompa dan pada sisitem handlingnya perlu pemanasan agar tidak

    segera membeku. Selain itu minyak bakar akan sukar di atomosasikan

    keruang bakar sehingga pada saat start awal pembakaran sukar dilakukan

    atau bahkan akan terjadi tersendatnya suatu operasi, pula akan terjadi

    carbon deposit pada ujung burner karena susah diatomosasikan, dan juga

    menimbulkan carbon deposit pada dinding dinding fire box. Karena terlalu

    viscous maka pada saat diatomisasikan akan terbentuk butiran butiran

    minyak bakar yang besar yang mengakibtkan terjadinya hot spot. Karena

    terlalu viscous, maka biasanya operator menambah jumlah steam. Hal ini

    sangat merugikan karena energi panas banyak dikeluarkan untuk

    pembentukan steam.

    Untuk menghasilkan atomisasi yang bagus, viskositas dari minyak bakar

    sebaiknya berada pada range 21 43 cSt. Untuk atomizing tekanan

    rendah disarankan viskositas dari minyak bakar adalah 16 18 cSt.

    Bila viskositas minyak bakar kurang dari yang dispesifikasikan

    maka minyak bakar dicurigai terkontaminasi oleh fraksi ringan. Meskipun

    mudah sekali untuk dinyalakan diruang bakar, mudah dipompa dan dapat

    dialirkan pada suhu dingin, tetapi tidak effisien dalam penggunaan (boros)

    karena nilai panasnya berkurang. Pompa injeksi akan kehilangan power

    untuk dapat membantu proses atomisasi.

    Titik Tuang (Pour Point)Pour Point, ASTM Standard Test Method for Pour Point of

    Petroleum Oil (D 97) didefinisikan sebagai temperatur terendah dimana

    minyak masih mampu mengalir pada kondisi test standard. Batasan

    batasan Pour Point diperlukan untuk mengantisipasi pada saat minyak

    dalam kondisi disimpan (storage condition), artinya minyak dengan

    viskositas yang tinggi akan diperlukan pemanasan pada minyak tersebut

    supaya mudah dipompa pada saat diperlukan. Hal ini disebabkan karena

    pada saat penyimpanan terjadi pemisahan / pengendapan wax ditangki

  • Product Knowledge BBM Industri 25

    atau di menifold manifold tangki yang umumnya disebut dengan Waxing

    Tank atau Gelling Tank yang pada akhirnya nanti berubah menjadi

    solid.

    Kandungan Sediment dan AirUji kandungan air dan sediment sangat penting untuk minyak

    bakar. Sediment dan air dapat menyebabkan permasalahan di filter dan

    burner furnace atau boiler serta dapat menyebabkan timbulnya emulsi

    pada minyak bakar. Problem lain yang dihadapi adalah korosi. Pada

    kondisi atmosferik, korosi utamanya terjadi pada bagian bottom dari

    storage tank karena berat jenis air lebih besar dari berat jenis minyak.

    Air juga dapat dicurigai sebagai tempat timbulnya bakteri, utamanya pada

    system pembakaran akan terjadi korosi.

    Problem lain yang dihadapi bila kandungan air bebas lebih banyak

    adalah pada flow system. Ketika temperatur minyak turun hingga dibawah

    0 oC, air bebas akan membeku dan memgganggu system pemompaan

    minyak serta dapat menyumbat filter pada off loading line. Air yang terlarut

    dalam minyak pada suhu 5 15 oC akan terpisah dari minyak dalam

    bentuk kristal kristal es pada suhu 20 atau 30 oC.

    Hubungan antara temperatur dan kelarutan air dalam minyak : minyak

    yang panas melarutkan air lebih banyak (100 200 ppm air) dari pada

    minyak yang dingin (mampu melarutkan 10 - 20 ppm air).

    Kandungan air yang banyak juga dapat menurunkan nilai kalori

    dari minyak bakar. Dan bila kandungan sediment terlalu banyak, maka

    mengindikasikan bahwa minyak bakar banyak terdapat kotoran debu,

    produk produk korosi atau padatan terlarut.

    Kandungan Abu (Ash Content)Ash Content didefinisikan sebagai residu anorganic yang tertinggal

    setelah proses pembakaran minyak pada temperatur tinggi.

    Abu yang terdapat pada minyak bakar umumnya terbentuk dari

    garam garam logam dan senyawa organometallic. Logam logam ini

  • Product Knowledge BBM Industri 26

    terkandung dalam minyak sejak minyak tersebut sebelum diolah (Crude

    Oil) dan bergantung dari jenis crude yang diolah. Logam logam ini juga

    bisa berasal dari proses transportasi di refinery. Senyawa senyawa logam

    yang sering ditemui adalah sodium, vanadium, nickel, besi dan silica.

    Karena kandungan logam yang terdapat di minyak berat umumnya terjadi

    secara alami maka sering ditemui kesulitan kesulitan dalam mengekstrak

    logam logam tersebut.

    InterpretasiBila senyawa senyawa logam yang terkandung dalam minyak

    bakar melebihi dari yang dispesifikasikan maka dapat menyebabkan

    slagging atau deposit dan temperatur tinggi sehingga menimbulkan korosi,

    umumnya terjadi pada boiler atau furnace. Selain menyebabkan korosi

    pada temperatur tinggi, juga menyebabkan bengkoknya tube-tube pada

    furnace dan boiler akibat terjadinya local heating, sehingga mempengaruhi

    hasil produksi.

    Karbon Sisa (Carbon Residue)Test carbon residue diperlukan untuk mengetahui kecenderungan

    minyak berat membentuk coke atau residu karbon dan mineral yang

    tersisa setelah proses destructive distillation minyak bakar pada kondisi

    yang telah ditentukan. Karbon sisa dari minyak bakar adalah

    kecenderungan minyak bakar membentuk deposit (coke) dengan proses

    penguapan, dimana minyak diuapkan dengan udara yang sangat terbatas.

    Burner dengan type Pressure Jet and Steam Atomizing tidak begitu besar

    pengaruhnya terhadap carbon residu minyak bakar.

    InterpretasiDipersyaratkan carbon residu dari minyak bakar adalah maksimum.

    Bila hasil test menyatakan carbon residue dari minyak bakar lebih besar

    dari yang dispesifikasikan, maka minyak tersebut memiliki kecenderungan

  • Product Knowledge BBM Industri 27

    akan cepat membentuk carbon deposit dan menyebabkan kegagalan

    fungsi dari nozzle.

    Kegagalan nozzle akibat carbon deposit umumnya sering ditemui pada

    burner type Vaporizing Pot Burner. Pada burner type ini, terjadi kontak

    langsung antara minyak dengan permukaan panas burner, sehingga

    minyak menguap yang pada urutannya akan bercampur dengan udara

    pembakaran. Residu karbon akhirnya terbentuk akibat dekomposisi

    minyak atau terjadi penguapan minyak yang tidak sempurna yang mana

    deposit carbonnya menempel pada permukaan atau berada didekat

    permukaan burner (pipa penguapan) sehingga terjadi heat loss atau

    turunnya effisiensi dari panas yang diberikan.

    Calorific Value GrossYang dimaksud dengan Heat Content atau Thermal Value dari

    bahan bakar adalah Jumlah panas yang diberikan sebagai hasil dari

    pembakaran. Biasanya dinyatakan dalam kilogram-kalori (kg-cal), British

    thermal Unit (Btu/lb), atau Mega Joule/liter (MJ/L). Satu kg-cal setara

    dengan 1,8 Btu/lb.

    Heat content dari minyak ditentukan dengan Bomb Calorimeter,

    sesuai dengan ASTM Standard Test Method for Heat of Combustion of

    Liquid Hydrocarbon Fuels by Bomb Calorimeter (D 240).

    Net Heat of Combustion (Panas Pembakaran Net) atau Lower Heating

    Value (LHV) atau Net Heating Value atau Net Calorific Value atau Spesific

    Energy adalah panas pembakaran yang dihitung dengan menyertakan

    uap air yang terikut dalam produk pembakaran.

    Gross Heat of Combustion (Panas Pembakaran Gross) atau Higher

    Heating Value (HHV) adalah panas pembakaran yang dihitung tanpa

    menyertakan uap air dalam perhitungan panas pembakaran tersebut.

    InterpretasiDipersyaratkan spesifikasi dari Minyak Bakar adalah minimum. Bila

    dibawah nilai minimum, maka minyak bakar akan menghasilkan nilai

  • Product Knowledge BBM Industri 28

    bakar yang rendah. Dicurigai pula ada kontaminasi dengan air sebab

    density air hampir sama dengan density dari minyak bakar. Turunnya nilai

    panas akibat adanya air ini disebabkan karena panas banyak digunakan

    untuk menguapkan air ketika dilakukan uji Calorific Value Gross.

    Kandungan Sulfur (Sulphur Content)Minyak bakar umumnya mengandung berbagai macam sulfur

    (sebagai senyawa sulfur organic), bergantung dari jenis crude yang diolah,

    proses pengolahannya dan grade bahan bakar (spesifikasi bahan bakar

    yang diinginkan). Fraksi minyak yang memiliki range boiling point tinggi

    umumnya mengandung banyak sulfur.

    InterpretasiDipersyaratkan spesifikasi Sulfur Content untuk Minyak Bakar

    adalah maksimum. Bila batas maksimum ini dilampaui maka minyak bakar

    cenderung bersifat korosif dan menimbulkan pencemaran gas emisi

    karena banyak menghasilkan gas SO2. Dan bila bertemu dengan uap air

    mengakibatkan terbentuknya hujan asam. Sulfur content tinggi juga

    menyebabkan rendahnya nilai kalori dari minyak bakar.

    Selain itu bila kandungan sulfur yang tinggi bertemu dengan logam

    komplek sodium dan vanadium maka akan terbentuk deposit (kerak) pada

    permukaan luar dari tube superheater, economizer dan air heater pada

    alat boiler sehingga mengakibatkan turunnya effisiensi panas dari boiler

    tersebut.

    Strong Acid Number (Bilangan Angka Asam Kuat)Strong Acid Number diperlukan untuk mengetahui kecenderungan

    minyak bersifat korosif yang diakibatkan karena ada senyawa asam di

    minyak bakar.

    InterpretasiBila Strong Acid Number tinggi maka minyak bersifat korosif.

  • Product Knowledge BBM Industri 29

    VANADIUM DAN SODIUM PADA BAHAN BAKAR JENIS RESIDUSEBAGAI PENYEBAB KOROSI

    Kandungan abu yang rendah pada bahan bakar jenis residu akanmemudahkan penanganan dan pengoperasian pada peralatan furnacedan boiler. Pada umumnya tidak ada penanganan khusus terhadapperalatan boiler dan furnace terhadap penggunaan bahan bakar jenisresidu yang mengandung abu. Tetapi bagaimanapun juga adanyaelemen-elemen abu tertentu yang terkandung di dalam bahan bakar jenisresdiu yang dapat menimbulkan kesulitan tersendiri dalam penangananperalatan boiler dan furnace. Elemen-elemen abu yang seringmenimbulkan kesulitan dalam penanganan peralatan boiler dan furnaceadalah logam Vanadium dan Sodium.

    Umumnya sodium pada proses refinery telah diambil dari crude oil

    melalui operasi desalting, sedangkan pada produk minyak bakar dan

    bahan bakar jenis residu lainnya, sodium di removal dengan proses water

    washing dan centrifuging. Bahan bakar jenis Residu yang mengandung

    banyak logam Vanadium umumnya disebabkan karena berasal dari crude

    oil yang mengandung banyak vanadium juga.

    Logam vanadium dan sodium yang terdapat pada bahan bakar jenis

    residu seringkali menyebabkan korosi dan fouling di bagian superheater

    pada peralatan boiler yang beroperasi pada temperatur 1000 oF atau

    diatasnya. Hal yang sama juga ditemukan di bagian blade pada peralatan

    gas turbin yang beroperasi pada temperature diatas 1200 oF. Tetapi bila

    boiler dan gas turbin tersebut beroperasi di bawah temperatur-temperatur

    tersebut diatas maka korosi yang diakibatkan karena adanya logam

    vanadium dan sodium dapat berkurang. Juga, bila boiler dan gas turbin

    tersebut beroperasi pada temperature yang rendah, maka abu yang

    mengandung logam vanadium dan sodium tersebut dapat terbuang

    melalui stack dalam bentuk abu yang terbang di udara, sehingga kecil

    sekali adanya fouling dan korosi pada peralatan gas turbin dan boiler

    tersebut. Jadi, bila kita menggunakan bahan bakar jenis residu dengan

    kandungan abu yang tinggi, maka sebaiknya gas turbin atau boiler

    dioperasikan pada temperatur dibawah temperatur pembentukan abu,

    sehingga fouling dan korosi dapat dihindari. Temperatur pembentukan abu

  • Product Knowledge BBM Industri 30

    dari bahan bakar jenis residu berada di range temperatur 1100 1600 oF.

    Tetapi bila temperatur operasi boiler atau furnace berada di range

    temperatur pembentukan abu, maka sebaiknya peralatan boiler dan

    furnace tersebut terbuat dari material yang tahan terhadap korosi atau

    fouling yang disebabkan adanya logam vanadium dan sodium.

    JELAGA DAN PARTIKEL-PARTIKEL KARBON BAHAN BAKAR JENISRESIDU

    Seringkali user dari bahan bakar jenis residu ini mengeluhkan adanyabanyak deposit jelaga di boiler dan emisi partikel karbon dari stack boiler.Keluhan jenis ini adalah hal yang paling umum terjadi pada operasiintermittent type, dimana pada operasi jenis ini pengapiannya tersendatatau frekwensi laju pengapiannya tidak stabil. Jelaga cenderungmembentuk deposit pada bagian permukaan boiler yang dingin danbiasanya deposit jelaga ini terdapat pada boiler yang akan melakukanpengapian pertama.

    Adanya partikel karbon yang yang menempel di stack boiler ini banyak

    disebabkan karena menggunakan bahan bakar jenis residu. Terutama jika

    bahan bakar residu ini merupakan hasil blending dari heavy asphaltic

    residual stocks (residu aspal berat) dengan light distillate fuel oil ( minyak

    bakar distilat fraksi ringan, seperti minyak diesel). Pada kondisi pengapian

    tertentu, light distillate fuel oil akan menguap di firebox dan keluar lewat

    stack sebelum semua bahan bakar terbakar habis, sedangkan heavy

    asphaltic residual stock-nya sebagian tertinggal dan membentuk coke

    (karbon yang keras).

    Kondisi tersebut diatas hampir tidak ditemui di industri yang

    mengoperasikan boiler pada temperatur tinggi. Kondisi tersebut diatas

    dapat sedikit diatasi dengan menerapkan sistem atomisasi bahan bakar

    yang baik pada burner tip-nya atau dengan menggunakan bahan bakar

    yang viskositasnya lebih rendah, atau jika menggunakan bahan bakar

    residu viskositas tinggi maka sebaiknya ditambah fasilitas preheater

    sebelum bahan bakar masuk ke ruang atomisasi.

  • Product Knowledge BBM Industri 31

    Kondisi tadi bisa juga diatasi dengan me-redisign firebox agar terdapat

    cukup waktu untuk terjadi pembakaran yang sempurna (complete

    combustion).

    Diberbagai aplikasi pembakaran bahan bakar jenis residu, adalah sangat

    penting bagi produsen dan supplier bahan bakar jenis residu untuk

    menyesuaikan bahan bakar yang mereka produksi dengan spesifikasi

    bahan bakar yang commpatible dengan design burner pada peralatan

    boiler atau furnace dari pengguna, dimana dalam hal ini pengguna

    disarankan konsultasi terlebih dahulu dengan produsen tentang spesifikasi

    bahan bakar yang dibutuhkan yang sesuai dengan peralatan burner yang

    mereka punyai.

    STABILITAS BAHAN BAKAR JENIS RESIDU

    Stabilitas dapat didefinisikan sebagai kemampuan dari bahan bakar untuktahan terhadap perubahan komposisi. Ketidakstabilan dari bahan bakarbisa dalam bentuk perubahan warna, pembentukan gum (getah purwa)atau padatan yang tidak dapat larut dalam bahan bakar, sludge wax ataudeposit aspaltik yang umumnya ditemui pada bagian bawah tangki timbun,dan lain-lain.

    Stabilitas penyimpanan bahan bakar jenis residu bisa saja dipengaruhi

    oleh beberapa faktor, diantaranya adalah crude oil, komposisi

    hidrokarbon, refinery treatment, air, dan beberapa kontaminan lainnya.

    Bahan bakar yang mengandung hidrokarbon tidak jenuh dan senyawa

    yang telah mengalami catalityc cracking biasanya kurang stabil secara

    kimia dan memiliki kecenderungan yang besar untuk membentuk

    sediment serta mudah mengalami ageing dibandingkan bahan bakar dari

    straight run. Hadirnya senyawa-senyawa reaktif seperti sulfur, nitrogen,

    dan oksigen juga ikut berperan menyebabkan ketidakstabilan dari bahan

    bakar jenis residu. Banyak spekulasi yang berkembang yang berkaitan

    dengan mekanisme dari pembentukan sludge. Pembentukan sludge ini

    mungkin disebabkan oleh beberapa faktor seperti oksidasi, polimerisasi,

    dan metode atau teknik dalam memproduksi bahan bakar itu sendiri, yang

  • Product Knowledge BBM Industri 32

    mana akhirnya pada bahan bakar tersebut akan terbentuk komponen

    yang tidak mudah larut dan mengendap pada bagian bawah tangki.

    Deposit aspaltik bisa saja terjadi dari pencampuran bahan bakar yang

    berbeda asal usulnya dan cara treatment yang dilakukan. Hal ini bisa

    disebabkan karena ada sifat incompatibility dari masing-masing minyak.

    Bahan bakar straight run dari crude oil yang sama bila di blending

    biasanya minyak hasil blendingnya bisa stabil dan compatible satu sama

    lainnya. Bahan bakar yang di hasilkan dari proses Thermal Cracking dan

    Visbreaking akan stabil dengan baik bila di blending dengan bahan bakar

    yang dihasilkan dengan proses yang sama, tetapi bila di blending dengan

    bahan bakar hasil dari straight run, maka bahan bakar hasil blending

    tersebut menjadi tidak stabil (incompatible).

    PROBLEM KOROSI AKIBAT KANDUNGAN SULFUR PADA BAHANBAKAR MINYAK BAKAR

    Sulfur pada bahan bakar jenis residu akan memberikan beberapa problemyang cukup serius bila tidak di tangani. Di beberapa wilayah di USA yangpenuh polusi telah menerbitkan beberapa peraturan yang melarangpenggunaan bahan bakar residu dengan kandungan sulfur tinggi. Selainmenyebabkan polusi, kandungan sulfur tinggi pada bahan bakar jenisresidu dapat pula menyebabkan korosi pada peralatan furnace dan boiler.

    Korosi Temperatur RendahProblem utama yang berkaitan dengan penggunaan bahan bakar

    minyak atau padat yang mengandung sulfur tinggi adalah kecenderungan

    dari flue gas yang dapat menyebabkan korosi dan deposit pada

    permukaan peralatan furnace dan boiler yang bertemperatur relative

    rendah. Korosi pada permukaan peralatan furnace dan boiler yang

    bertemperatur rendah, pembentukan deposit, dan emisi dari stack

    umumnya disebabkan oleh hasil kondensasi dari asam sulfat (sulfuric

    acid) dari flue gas.

    Asam ini berasal dari kombinasi antara uap air (H2O (g)) dan sulfur

    trioksida (SO3) yang terdapat di flue gas. Uap air (H2O (g)) dan sulfur

    trioksida (SO3) merupakan hasil pembakaran dari minyak bakar yang

  • Product Knowledge BBM Industri 33

    terjadi di sistem pembakaran furnace atau boiler. Konsentrasi sulfur

    trioksida yang terdapat di flue gas berkisar antara 0,0005 0,005 %

    (sebagian literature menyatakan bahwa kandungan sulfur trioksida di flue

    gas berkisar antara 0,0012 % volume untuk bahan bakar yang

    mengandung sulfur 1 % sampai dengan 0,004 % volume untuk bahan

    bakar yang mengandung sulfur 5 %. Data dari literature tersebut di

    peroleh dari percobaan furnace yang beroperasi pada temperature 1000oC dengan 25 % excess air.). Kandungan sulfur trioksida yang ada di flue

    gas ini akan meningkatkan temperatur dew point air dari 100 oF 120 oF

    meningkat menjadi 350 oF. Panas dari flue gas ini selanjutnya akan

    diambil sebagai bentuk dari effisiensi boiler, tetapi effisiensi panas ini

    sebaiknya dibatasi oleh dew point dari asam. Panas dari flue gas yang

    diambil untuk tujuan effisiensi boiler tadi akan menyebabkan terjadinya

    kondensasi SO3 dan Uap air, maka hasil kombinasi dari kondensasi ini

    mengahsilkan asam sulfat yang cukup korosif bagi permukaan furnace

    atau boiler.

    Beberapa teknik dan instrumentasi telah dikembangkan untuk

    mengukur konsentrasi SO3, temperatur dew point (sebagian literatur

    menyebutkan bahwa temperatur dew point flue gas dari bahan bakar yang

    mengandung 1 % sulfur adalah 266 oF (130 oC) dan bahan bakar yang

    mengandung 5 % sulfur adalah 293 oF (145 oC), dan secara teoritis dew

    point air yang terkandung di flue gas adalah 113 oF (45 oC)), laju

    kondensasi asam, dan laju korosi dari logam-logam tertentu pada suhu

    rendah. Umumnya laju pembentukan asam terjadi maksimum 50 oF

    dibawah dew point flue gas, jika dew point flue gas umumnya 260 oF,

    maka korosi dimungkinkan mulai terjadi pada suhu kira-kira 210 oF.

    Sehingga pemanfaatan flue gas untuk tujuan effisiensi boiler sebaiknya

    dipantau temperaturnya tidak dibawah dew point flue gas.

    Hubungan antara sulfur content dari fuel oil dan dew point asam seperti

    terlihat berikut ini :

  • Product Knowledge BBM Industri 34

    Dari grafik diatas nampak bahwa temperatur dew point dari asam yang

    terkandung di bahan bakar meningkat dengan cepat saat sulfur content

    yang terkandung di bahan bakar mencapai 1 %, dan selanjutnya

    meningkat secara bertahap seiring dengan meningkatnya sulfur content

    yang terkandung di bahan bakar.

    Usaha Mencegah Korosi Temperatur RendahBeberapa usaha telah dilakukan oleh para Process Engineer Specialist

    untuk mengurangi korosi temperatur rendah pada peralatan boiler yaitu

    dengan menjaga temperatur pada air prehetater dan economizer diatas

    dew point. Usaha lain yang dilakukan oleh para Process Engineer

    Specialist itu yaitu dengan menambahkan additive. Additive ini bisa

    didispersikan ke minyak bakar, atau di tambahkan ke secondary air, atau

    dilarutkan di bahan bakar dalam bentuk sabun. Selain beberapa usaha

    tersebut diatas, mencegah korosi temperatur rendah bisa dilakukan

    dengan mengatur minimum excess air.

  • Product Knowledge BBM Industri 35

    Penggunaan AdditifDolomite dan magnesium karbonat banyak digunakan sebagai

    additive untuk mengurangi kandungan kandungan SO3 di flue gas.

    Dengan penambahan additive dolomite dan magnesium konsentrasi SO3di flue gas berkurang dari 15 ppm menjadi 4 ppm, dan temperature dew

    point turun dari 300oF menjadi 240 oF. Tetapi meskipun telah mengalami

    penurunan konsentrasi SO3 dan temperature dew point, blockage pada

    superhetaer masih tetap ada.

    Aditif lainnya, Injeksi debu zinc, akan menghasilkan asap zinc

    oksida, efektif menurunkan temperatur dew point sampai 120 oF. Injeksi ini

    juga efektif mengurangi deposit akibat korosi asam sulfat. Meskipun

    begitu, fouling pada superheater masih tetap terjadi, tetapi laju fouling

    lebih lambat bila dibandingkan dengan menggunakan Dolomite.

    Metode lainnya, yaitu dengan menggunakan additive gas ammonia.

    Injeksi gas ammonia dapat berhasil dengan baik bila konsentrasi ammonia

    tepat secara stokiometri bereaksi dengan SO3 yang terkandung di dalam

    flue gas pada range temperatur yang optimum, sehingga akan

    menghasilkan ammonium sulfat yang netral. Sedangkan sulfur dioksida

    yang terkandung di flue gas tetap lolos dan tidak ikut bereaksi dengan gas

    ammonia. Konsentrasi dari ammonia yang diinjeksikan normalnya berkisar

    antara 0,05% sampai 0,10 % berat (dari berat bahan bakar yang dibakar,

    sebagian literature menyebutkan konsentrasi dari gas ammonia yang

    diinjeksikan adalah 0,02 0,07 % berat bahan bakar), tergantung dari

    kandungan sulfur trioksida yang ada di flue gas. Produk hasil reaksi ini ikut

    terbuang bersama aliran flue gas, tetapi terkadang menjadi deposit di tube

    boiler. Deposit hasil reaksi ini mudah dibersihkan dengan air secara

    berkala. Korosi dapat dikurangi dengan metode ini mencapai 75 85 %

    dan dew point asam dapat dihilangkan.

    Temperatur yang tepat untuk diinjeksikan gas ammonia yaitu ketika

    temperatur metal dari boiler tidak melebihi kira-kira 420 oF. Range

    temperatur metal boiler yang harus dihindari ketika dilakukan injeksi gas

    ammonia yaitu 420 520 oF. Bila injeksi gas ammonia dilakukan pada

  • Product Knowledge BBM Industri 36

    range temperatur tersebut, maka akan terbentuk deposit padat yang

    berasal dari ammonium bisulphate yang meleleh.

    PENENTUAN NILAI BAKAR DARI BAHAN BAKAR JENIS RESIDU

    Pada berbagai macam aplikasi penggunaan bahan bakar jenis residu,bahan bakar jenis ini dibakar untuk menghasilkan panas. Nilai panas daripembakaran bahan bakar jenis residu umumnya disebut dengan HeatingValue atau Heat Combustion, yang mana nilai panas dari bahan bakarjenis residu ini biasanya diuji menggunakan metode uji ASTM D 240dengan menggunakan peralatan uji Bomb Calorimeter.

    Pada penggunaan secara komersial bahan bakar jenis residu,

    pembakaran bahan bakar jenis ini terjadi pada tekanan konstan, biasanya

    mendekati tekanan atmosferik, dan uap air yang terbentuk dari hasil

    pembakaran bahan bakar jenis residu tidak terkondensasi menjadi air.

    Pada kondisi tekanan konstan, secara aplikasi di lapangan nilai bakar

    yang bisa digunakan biasanya lebih kecil dari nilai panas pembakaran

    gross (gross heat of combustion) yang ditentukan dengan metode uji

    Bomb Kalorimeter.

    Pada penentuan nilai panas pembakaran, jika kandungan hidrogen

    (hydrogen content) telah diketahui, maka panas pembakaran (heat of

    combustion) pada tekanan konstan dapat dihitung/ditentukan dengan

    menggunakan Bomb Kalorimeter. Harga ini dikenal dengan Net Heat of

    Combustion atau Lower Heat of Combustion.

    Penentuan Panas Pembakaran

    Penentuan panas pembakaran dan kandungan hidrogen dari bahan bakar

    jenis residu secara laboratorium umumnya memerlukan waktu yang cukup

    lama. Pada buku Petroleum Product Handbook (1st edition), penentuan

    panas pembakaran (heat of combustion) bahan bakar jenis residu dan

    hidrokarbon murni pada volume konstan dapat ditentukan dari specific

    gravity (berat jenis relative) dengan keakurasian 1%. Dengan cara yang

    sama pula, kandungan hydrogen dari beberapa bahan bakar jenis residu

    dapat pula ditentukan dari specific gravity-nya. Dan dari persamaan

  • Product Knowledge BBM Industri 37

    berikut memungkinkan kita untuk melakukan koreksi nilai perhitungan

    penentuan panas pembakaran volume konstan menjadi panas

    pembakaran tekanan konstan. Persamaan yang dimaksud adalah sebagai

    berikut :

    Qv = 12.400 2100d2 ...(1)

    % H = 26 15d ..(2)

    Qp = Qv % H [(9 x 585) 220] 0,01 ..atau

    Qp = Qv 50,45 x % H ..(3)

    Dimana :

    Qv = Total panas pembakaran minyak jenis residu pada volume

    konstan, cal/g minyak yang bebas air, abu, dan sulfur. Produk

    akhir pembakaran : gas CO2 dan liquid H2O

    Qp = Total panas pembakaran minyak jenis residu pada tekanan

    konstan (atmosferik), cal/g minyak yang bebas air, abu, dan

    sulfur. Produk akhir pembakaran : gas CO2 dan liquid H2O

    % H = Persentase Hidrogen di hidrokarbon

    d = Spesific Gravity 60/60 oF

    Harga-harga yang dinyatakan dalam cal/gram yang dihitung dari

    persamaan diatas dapat diubah menjadi Btu per pound (Btu/Lb) dan Btu /

    gallon untuk masing-masing range Api Gravity 0 30 oAPI seperti pada

    tabel berikut :

  • Product Knowledge BBM Industri 38

    Untuk bahan bakar jenis residu komersial yang mengandung sebagian air,

    abu, dan sulfur, maka harga-harga hasil perhitungan pada tabel diatas

    mengalami koreksi akibat adanya impuritis-impuritis tersebut. Impuritis-

    impuritis lainnya seperti Nitrogen atau Oksigen bisa jadi juga terdapat

  • Product Knowledge BBM Industri 39

    pada bahan bakar jenis residu, tetapi umumnya impurities-impuritis

    tersebut berada dalam jumlah yang sangat kecil, sehingga hasil

    perhitungan koreksinya tidak dibuat.

    Air dan abu di asumsikan sebagai inert, kecuali jika ada panas yang

    digunakan untuk menguapkan air tersebut. Dilain pihak, sulfur, memiliki

    panas pembakaran yang nilainya lebih kecil daripada hidrokarbon yang

    terkandung di bahan bakar jenis residu. Sulfur memiliki panas

    pembakaran kira-kira 4000 Btu/lb, sedangkan karbon 14.000 Btu/lb dan

    Hidrogen 62.000 Btu/lb.

    Untuk mengkoreksi nilai-nilai hasil perhitungan kandungan panas pada

    table diatas (karena bahan bakar mengandung air, abu dan sulfur), maka

    digunakan persamaan berikut ini :

    Qv* = Qv 0,01Qv (% H2O + % Ash + % S) + X (% S) ..(4)

    Qp* = Qp 0,01Qp (% H2O + % Ash + % S) + X (% S) Y (% H2O)(5)

    Dimana :

    Qv* = Total panas pembakaran minyak jenis residu pada volume

    konstan per berat minyak jenis residu komersial yang

    mengandung air, abu, dan sulfur. Produk akhir pembakaran

    : abu, air, gas CO2 dan SO2Qp* = Total panas pembakaran minyak jenis residu pada tekanan

    konstan (atmosferik) per berat minyak yang mengandung

    air, abu, dan sulfur. Produk akhir pembakaran : abu, air,

    gas CO2 dan SO2% H = Persentase Hidrogen di hidrokarbon

    % abu = Persentase abu yang ditentukan dengan uji ASTM D 482

    % H2O = Persentase air yang ditentukan dengan metode uji ASTM D

    95

    % S = Persentase sulfur yang ditentukan dengan metode uji yang

    sesuai

  • Product Knowledge BBM Industri 40

    Sedangkan X dan Y adalah konstanta yang bergantung pada unit satuan

    yang digunakan untuk menentukan nilai panas, adalah sebagai berikut :

    satuan X YCal/g 22,5 5,85

    Btu/Lb 40,5 10,35Btu/gal 338d*) 87,8d*)

    *) d = specific gravity 60/60 oF

    Pengaruh Sulfur terhadap Nilai Panas Bahan Bakar

    Pengaruh sulfur terhadap nilai panas bahan bakar jenis residu seperti

    diperlihatkan pada grafik berikut :

    Nilai panas yang dihitung dengan persamaan diatas adalah akurat untuk

    digunakan dilapangan, utamanya untuk menentukan effisiensi boiler atau

    peralatan pemanas lainnya.

  • Product Knowledge BBM Industri 41

    Proses Pembakaran

    Proses pembakaran untuk bahan bakar jenis residu merupakan peristiwa

    yang secara kimiawi sangatlah komplek pada kondisi-kondisi tertentu, tapi

    secara praktis dapat diasumsikan memenuhi persamaan kimia berikut ini :

    CxHySz + 32/12 O2 + 32/4y O2 + 32/32Z O2 = 44/12 CO2 + 18/2y H2O + 64/32Z SO2

    .....................(6)

    Dimana :

    X = berat karbon per berat minyak bakar (lb/lb)

    y = berat Hidrogen per berat minyak bakar (lb/lb)

    z = berat sulfur per berat minyak bakar (lb/lb)

    Dari persamaan kimia diatas nampak bahwa 1 lb karbon memerlukan

    32/12 atau 2,67 lb oksigen untuk terjadinya pembakaran. Karena

    kebutuhan oksigen pada sebagian besar proses pembakaran di supplai

    dari udara yang mengandung 23,2 % berat oksigen, maka udara kering

    yang dibutuhkan untuk membakar 1 lb karbon adalah 2,67/0,232 atau 11,5

    lb.

    Dengan cara yang sama, oksigen yang diperlukan untuk membakar 1 lb

    Hidrogen adalah 32/4 atau 8 lb, yang mana nilai ini setara dengan 8/0,232

    atau 34,5 lb udara kering/lb hidrogen.

    Juga oksigen yang diperlukan untuk membakar 1 lb sulfur adalah 32/32

    atau 1 lb, yang mana nilai ini setara dengan 1/0,232 atau 4,31 lb udara

    kering.

    Persamaan reaksi diatas juga memungkinkan untuk menghitung berat dari

    produk pembakaran yang diperoleh ketika membakar 1 lb minyak bakar.

    Dimana, 1 lb karbon akan menghasilkan 44/12 atau 3,67 lb CO2. Satu

    pound Hidrogen akan menghasilkan 18/2 atau 9 lb air. Dan, 1 lb sulfur

    akan menghasilkan 64/32 atau 2 lb sulfur dioksida (SO2).

    Tentunya, ketika oksigen disupplai dari udara, gas stack juga akan

    mengandung nitrogen yang terkandung di udara supplai tadi. Besarnya

  • Product Knowledge BBM Industri 42

    nitrogen yang terkandung di udara supplai adalah 0,768 lb/lb udara yang

    digunakan. Dan jika, udara berlebih digunakan, maka semua produk hasil

    pembakaran, sisa oksigen dan nitrogen akan muncul di gas stack.

    Kebutuhan Udara dan Produk Pembakaran

    Jika analisis kimia bahan bakar jenis residu lengkap, maka akan

    memungkinkan kita untuk menghitung udara teoritis yang diperlukan untuk

    terjadinya pembakaran sempurna.

    Seperti yang telah di diskusikan sebelumnya, Hidrogen content dapat

    dihitung dari gravity minyak bakar. Dari perhitungan hidrogen content

    tersebut, udara teoritis yang diperlukan dan produk hasil pembakaran

    minyak bakar untuk range API Gravity 0 30 oAPI telah dihitung dan

    ditabelkan seperti pada tabel berikut ini :

  • Product Knowledge BBM Industri 43

  • Product Knowledge BBM Industri 44

    Harga-harga yang ditunjukkan pada tabel diatas adalah untuk stright

    hidrocarbon fuel (bahan bakar hidrokarbon murni) yang bebas dari air,

    abu, sulfur dan beberapa impuritis lainnya.

    Penentuan kebutuhan udara dan oksigen teoritis pada tabel diatas untuk

    bahan bakar jenis residu komersial yang mengandung sejumlah air, abu

    dan sulfur, dikoreksi dengan faktor pengalinya. Dimana faktor pengali ini

    diperoleh dari persamaan berikut :

    100 (%H2O + % Abu + % S) ................................(7)100

    Sebagai contoh :

    Bahan bakar jenis residu dengan hasil uji sebagai berikut :

    - gravity = 15 oAPI

    - kandungan air = 1 % vol

    - kandungan abu = 0,1 % wt

    - kandungan sulfur = 1 % wt

    maka faktor koreksi yang digunakan untuk mengoreksi harga yang ada di

    tabel diatas adalah sbb :

    100 (1% + 0,1% + 1%) = 0,979100

    Dari tabel diatas dapat di ketahui bahwa minyak bakar dengan gravity 15oAPI memiliki :

    - kandungan karbon = 0,979 x 88,49 = 86,63 % C

    - kandungan hidrogen = 0,979 x 11,51= 11,27% H

    sedangkan udara teoritis yang diperlukan untuk terjadinya pembakaran di

    perlukan :

    - untuk membakar hidrokarbon dalam bahan bakar = 0,979 x 113,74

    = 111,35 lb udara/gallon bahan bakar

    - untuk membakar sulfur dalam bahan bakar = 0,01 x 8,044 =0,232

    0,347 lb udara/gallon minyak bakar

  • Product Knowledge BBM Industri 45

    Air dan abu adalah material inert yang tidak ikut terbakar sehingga tidak

    diperlukan udara pembakaran.

    Maka, total udara teoritis yang diperlukan untuk pembakaran bahan bakar

    jenis residu (minyak bakar) dengan gravity 15 oAPI, dengan kandungan air

    1% vol, 0,1 % wt abu, dan 1% wt sulfur adalah 111,35 + 0,347 = 111,697

    (atau 111,70) lb udara/gallon minyak bakar.

    Tampak bahwa kebutuhan udara teoritis untuk pembakaran

    hidrokarbon murni tanpa ada kandungan air, abu dan sulfur (113,74 lb

    udara/gallon bahan bakar) lebih besar bila dibandingkan dengan

    kebutuhan udara teoritis untuk pembakaran bahan bakar dengan gravity

    15 oAPI yang mengandung air, abu dan sulfur (= 111,70 lb udara/gallon

    bahan bakar).

    Produk hasil pembakaran untuk bahan bakar jenis residu komersial

    yang mengandung air, abu dan sulfur pada tabel diatas juga dikoreksi

    dengan mengalikan angka faktor 0,979.

    Sulfur akan tetap muncul sebagai sulfur dioksida di gas stack, yang mana

    besarnya adalah 2 lb SO2/lb sulfur di bahan bakar residu. Maka,

    pembakaran bahan bakar jenis residu dengan gravity 15 oAPI yang

    mengandung 1 % sulfur akan menghasilkan gas sulfur dioksida sebesar

    0,02 x 8,004 = 0,16088 lb SO2/lb bahan bakar.

    Secara aktual, sebagian kecil dari sulfur dioksida ini diubah menjadi

    SO3, tetapi hal ini juga bergantung pada jumlah udara berlebih yang

    digunakan, flame temperatur, dan adanya logam vanadium di bahan

    bakar. Meskipun jumlah gas sulfur trioksida ini kecil tetapi bisa

    menyebabkan korosi. Tetapi, korosi akibat adanya gas sulfur trioksida ini

    dapat di minimalkan dengan mengatur udara teoritis yang digunakan.

  • Product Knowledge BBM Industri 46

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Virgil B. Guthrie, PETROLEUM PRODUCTS HANDBOOK, 1ST Edition,1960, McGraw Hill Book Company, USA.

    2. Salvatore J. Rand, SIGNIFICANCE OF TEST FOR PETROLEUM

    PRODUCTS, 7 th Edition, ASTM USA.

    3. K. Mudjiraharjo, SIKNIFIKANSI PRODUK MINYAK DAN GAS,Pusdiklat Migas Cepu.

    4. Williams. D. A., LIQUID FUELS, Pergamon Press, The Macmillan

    Company, 1963, New York, USA

  • Product Knowledge BBM Industri 47

    LAMPIRAN SPESIFIKASI

  • Product Knowledge BBM Industri 48

  • Product Knowledge BBM Industri 49

    Spesifikasi Minyak Bakar sesuai Peraturan Direktur Jenderal Minyak dan

    Gas Bumi Nomor : 03 / P / DM / MIGAS / 1986, Tanggal : 14 April 1986

    sebagai berikut :

    Spesifikasi I

    ParameterBatasan Metode Uji

    Min Maks ASTM Lain

    Spesific Gravity at 60/60 oF 0,990 D 1298

    Viscosity Redwood I/100 oF secs 400 1250 D 445* IP 70

    Pour Point oF 80 D 97

    Calorific Value Gross Btu/lb 18000 D 240

    Sulphur Content % wt 3,5 D 1551

    D 1552

    Water Content % vol 0,75 D 95

    Sediment Content % wt 0,15 D 473

    Strong Acid Number mg KOH/gr Nil

    Flash Point PMCC oF 150 D 93

    Conradson Carbon Residue % wt 14 D 189

    Spesifikasi II

    ParameterBatasan Metode Uji

    Min Maks ASTM Lain

    Spesific Gravity at 60/60 oF 0,990 D 1298

    Viscosity Redwood I/100 oF secs 400 1500 D 445* IP 70

    Pour Point oF 90 D 97

    Calorific Value Gross Btu/lb 18000 D 240

    Sulphur Content % wt 3,5 D 1551

    D 1552

    Water Content % vol 0,75 D 95

    Sediment Content % wt 0,15 D 473

    Strong Acid Number mg KOH/gr Nil

    Flash Point PMCC oF 150 D 93

    Conradson Carbon Residue % wt 14 D 189

    * ) Konversi dari Kinematic Viscosity

  • Product Knowledge BBM Industri 50

  • Product Knowledge BBM Industri 51

  • Product Knowledge BBM Industri 52

  • Product Knowledge BBM Industri 53

  • Product Knowledge BBM Industri 54

  • Product Knowledge BBM Industri 55

  • Product Knowledge BBM Industri 56

    ASTM D 6448 : Spesifikasi Minyak Bakar yang berasal dari hasil blending pelumas bekas dengan fuel oil spesifikasiASTM D 396

  • Product Knowledge BBM Industri 57

    KESETARAAN BAHAN BAKAR MINYAK PRODUKSI PERTAMINA DENGAN STANDARDLAINNYA

  • Product Knowledge BBM Industri 58

  • Product Knowledge BBM Industri 59

  • Product Knowledge BBM Industri 60