belajar beradaptasi bersama-sama mengelola hutan di indonesia
DESCRIPTION
BELAJAR BERADAPTASIBersama-sama Mengelola Hutan di IndonesiaTRANSCRIPT
BELAJAR BERADAPTASI
Bersama-sama Mengelola Hutan di Indonesia
Trikurnianti Kusumanto, Elizabeth Linda Yuliani, Phil Macoun, Yayan Indriatmoko, dan Hasantoha Adnan
BELAJAR BERADAPTASIBersama-sama Mengelola Hutan di Indonesia
Trikurnianti Kusumanto, Elizabeth Linda Yuliani, Phil Macoun, Yayan Indriatmoko, dan Hasantoha Adnan
BELAJAR BERADAPTASIBersama-sama Mengelola Hutan di Indonesia
Judul asli:LEARNING TO ADAPTManaging Forests Together in Indonesia
Penulis: Trikurnianti Kusumanto, Elizabeth Linda Yuliani, Phil Macoun, Yayan Indriatmoko, dan Hasantoha AdnanPenyunting versi bahasa Indonesia: Ilya MoelionoTim alih bahasa: Riza Irfani, Paus Narutama Satya, dan Rianingsih DjohaniDukungan editorial: Meilinda WanDesain Sampul: Edwin YuliantoTata letak: Catur Wahyu dan Vidya FitrianIlustrasi: Deni RodendoFoto-foto: Hasantoha Adnan, Brian Belcher, Carol J.P. Colfer, Ismal Dobesto (PSHK-ODA), Stepi Hakim, Yayan Indriatmoko, Trikurnianti Kusumanto, LATIN, Patrice Levang, Marzoni (YGB), Muriadi, Parianto (PSHK-ODA), Yani Saloh, Plinio Sist, Herwasono Soedjito, Eddy Harfi a Surma (YGB), Tim ACM Jambi, Eva Wollenberg, dan Linda Yuliani
Penerbit:Center for International Forestry Research (CIFOR)Alamat Pos: P.O. Box 6596 JKPWB, Jakarta 10065, IndonesiaAlamat Kantor: Jalan CIFOR, Situ Gede, Sindang Barang,Bogor Barat 16880, IndonesiaTelp.: +62 (0251) 622622. Fax.: +62 (0251) 622100E-mail: [email protected] web: http://www.cifor.cgiar.org
Pencetak: SMK Grafi ka Desa Putera
© 2006 oleh CIFOR, Yayasan Gita Buana (YGB), dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Otonomi Daerah (PSHK-ODA)Cetakan 1, Mei 2006
ISBN: 979-24-4615-X
Dengan dukungan dari:• The Asian Development Bank (ADB)
• The Multistakeholder Forestry Programme (MFP), suatu program reformasi kehutanan yang dikelola bersama oleh Departemen Kehutanan R.I. dan the U.K. Department for International Development (DFID)
• The International Development Research Centre (IDRC)
iii
Daftar Kotak, Tabel, dan Gambar ivKata Pengantar viUcapan Terima Kasih viiTentang Buku Ini ixDaftar Istilah, Singkatan, dan Akronim xii
Bagian Satu: Pendahuluan 1Bab 1. Perihal Penelitian ACM 3Bab 2. Asal Usul ACM 9
Bagian Dua: Konteks 27Bab 3. Pengelolaan Hutan Secara Kolaboratif di Indonesia 29Bab 4. Lokasi Penelitian Kami 39
4.1. Hutan dan Para Pemangku Kepentingan 414.2. Konteks Pembelajaran: Menghadapi Ketidakpastian 514.3. Mengapa para Pemangku Kepentingan Kurang Mampu
Beradaptasi dan Berkolaborasi? 57
Bagian Tiga: Praktek 61Bab 5. Mempraktekkan ACM 63
5.1. Cara Kami Menciptakan Kondisi yang Memungkinkan Pembelajaran Multipihak 65
5.2. Keluaran Pembelajaran 104Bab 6. Tantangan, Keunggulan, dan Keterbatasan ACM 113Bab 7. Hikmah Belajar 121
Bagian Empat: Implikasi dan Kesimpulan 127Bab 8. Menerapkan ACM Secara Luas dalam Pengelolaan Hutan
di Indonesia 129Bab 9. Catatan Penutup 141
Lampiran 145Lampiran 1. Suatu Kerangka untuk Menerapkan ACM 147Lampiran 2. Perangkat Alat Bantu ACM: Sebuah Contoh 177
Catatan Akhir 213
Daftar Pustaka 215
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR KOTAK, TABEL, DAN GAMBAR
Kotak 1. Sistem pengambilan keputusan secara top-down 142. Kelemahan pengelolaan secara kolaboratif yang sering terjadi 153. Defi nisi kami tentang kemampuan beradaptasi dan kemampuan
berkolaborasi 174. Tiga proses umum yang terdapat dalam pendekatan ACM 185. Analisis pemangku kepentingan 196. Beberapa acuan dalam mengembangkan K&I 227. Defi nisi fasilitasi 248. Pemangku kepentingan atas hutan 469. Para pemangku kepentingan di dalam masyarakat desa 4610. Para pemangku kepentingan dari luar masyarakat desa 4811. Ketidakpastian 5112. Ketidakpastian tentang perilaku dan tindakan pihak lain 5513. Ketidakpastian karena kebijakan 5614. Mendefi nisikan “pembelajaran” 6515. Persepsi yang berbeda tentang permasalahan yang sama dengan
pemecahan yang berbeda pula: Sebuah contoh dari Jambi 7016. Proses mengidentifi kasi pokok-pokok pembelajaran 7017. Platform untuk mengorganisasikan pembelajaran 7118. Membingkai kembali (reframe) beragam sudut pandang 7319. Pokok-pokok pembelajaran yang diprioritaskan 7420. Bersama-sama memetakan tata batas: Sebuah contoh pembelajaran
berdasarkan pengalaman 7921. Meningkatkan pemerintahan desa: Contoh lain pembelajaran
berdasarkan pengalaman 8322. Contoh-contoh prasangka (stereotyping) 9123. Empat kebutuhan belajar para pemangku kepentingan:
Beberapa contoh 9624. Meningkatkan kemampuan strategis dalam bernegosiasi 9725. Memotivasi para pemangku kepentingan untuk bersikap ingin tahu:
Pembelajaran investigatif 9826. Jangan cepat mengambil kesimpulan: Pembelajaran refl ektif 9927. Tiga cara memfasilitasi pembelajaran: Contoh dari Jambi 10028. Tiga faktor yang menjadi motivasi para pemangku kepentingan
untuk belajar bersama: Beberapa contoh 101
v
Tabel1. Contoh motivasi belajar para pemangku kepentingan dan
peran fasilitasi 1032. Keluaran ACM dari pembelajaran tentang tata batas desa:
Contoh dari Pasir 1073. Keluaran ACM dari pembelajaran tentang peningkatan
pemerintahan desa: Contoh dari Jambi 108
Gambar1. Peran ganda tim ACM dalam penelitian aksi partisipatif 72. Proses berulang-ulang pengelolaan adaptif 123. Menggabungkan ciri-ciri dua konsep untuk membentuk ACM 164. Langkah-langkah utama proses ACM 215. Berbagai peran fasilitasi dalam mengembangkan pembelajaran sosial 256. Rangkaian kesatuan kontinyu (continuum) dari partisipasi ke arah
kolaborasi dalam pengelolaan hutan 357. Lokasi-lokasi penelitian kami 428. Penurunan ketersediaan hasil hutan di kedua lokasi penelitian
sebagaimana dilihat oleh para pemangku kepentingan desa 539. Tiga jenis kegiatan guna menciptakan kondisi pembelajaran 6610. Dari identifi kasi pokok-pokok permasalahan ke penentuan prioritasnya
merupakan langkah yang BESAR 6911. Menyeimbangkan kepemilikan individual dan kepemilikan kolektif
atas pembelajaran 7212. Dari banyak orang, sekelompok orang saja yang dipilih sebagai wakil
untuk berpartisipasi 7513. Menyelenggarakan pembelajaran bersama bagi para pemangku
kepentingan dalam platform berjenjang (nested platforms) 7614. Berbagai proses pembelajaran yang digunakan dalam memecahkan
pokok permasalahan lokal 7915. Siklus pembelajaran yang ditempuh para pemangku kepentingan dalam
upaya penyelesaian masalah tata batas 8616. Siklus pembelajaran untuk meningkatkan pemerintahan desa 8717. Proses komunikasi yang terlihat sederhana 9118. Bagaimananya pembelajaran para pemangku kepentingan:
Pembelajaran investigatif dan pembelajaran refl ektif yang saling berurutan berulang-ulang 98
19. Sebuah gambar yang kami pakai untuk memicu diskusi di antara para pemangku kepentingan 103
20. Roda-roda perubahan karena pembelajaran sosial 10521. Kaitan yang mungkin antara modal sosial sebagai “modal awal”
dengan modal keuangan dan modal alam sebagai “modal terbentuk”: Contoh dari Pasir 110
22. Nilai tambah ACM terhadap strategi penghidupan 112
vi
KATA PENGANTAR
Masyarakat Indonesia sangat menghargai hutan karena merupakan sumber pangan dan pendapatan bagi lebih dari seratus juta orang di daerah pedesaan dan perkotaan. Selain itu, hutan adalah dasar dari beragam kebudayaan dan kepercayaan yang menjadi kekayaan negeri ini. Walaupun begitu, di banyak tempat hutan telah diperlakukan dengan buruk. Tutupan hutan di negeri ini berkurang dengan cepat dan sumber daya hutan menghilang secara memprihatinkan. Di masa yang lalu, pemerintah, sektor nonpemerintah, masyarakat lokal, dan sektor kehutanan komersial telah mencoba berbagai program dan kebijakan untuk mengelola dan melindungi hutan, namun hasilnya masih sangat mengecewakan. Ada berbagai hal yang menghalangi usaha-usaha itu dan satu hal di antaranya memerlukan perhatian yang memadai dari kita semua: berbagai kelompok, organisasi, dan instansi yang bergiat di bidang kehutanan terlalu sombong untuk mengakui kekurangan mereka, sehingga hampir tidak ada upaya untuk saling belajar di antara mereka.
Ketika di tahun 2000 Center for International Forestry Research (CIFOR) meminta saya untuk menjadi anggota Panitia Penasihat Nasional dalam prakarsa penelitian tentang suatu pendekatan pengelolaan hutan yang disebut adaptive collaborative management (ACM), saya tidak dapat menolaknya. Saat itu kita berada dalam keadaan yang sarat dengan berbagai masalah mendesak. Masalah-masalah tersebut memerlukan segala upaya kita untuk dengan rendah hati belajar dari kekurangan masa lalu dan dari sesama kita guna membangun masa depan yang lebih baik bagi hutan dan masyarakat negeri ini.
Buku ini menawarkan kepada para pembaca suatu kesempatan untuk mengetahui pengalaman tim peneliti ACM Indonesia. Saya yakin bahwa pengalaman tim ini dapat menjadi sumber acuan bagi para praktisi, pengambil keputusan, dan peminat lainnya dalam mengembangkan strategi alternatif untuk pengelolaan hutan di Indonesia.
Emil SalimGuru Besar Ekonomi di Universitas Indonesia danMantan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Banyak pihak berperan penting hingga buku ini dapat ditulis. Ucapan terima kasih kami sampaikan pertama-tama kepada masyarakat Baru Pelepat di Sumatera serta masyarakat Rantau Buta dan Rantau Layung di Kalimantan Timur. Rumah mereka telah menjadi tempat berteduh kami dan mereka telah banyak meluangkan waktu untuk memperbincangkan banyak hal bersama kami.
Selanjutnya kami menyampaikan apresiasi kami kepada staf LSM mitra CIFOR—Eddy Harfi a Surma, Marzoni, Effi Permata Sari, Budi Setiawan, dan Sutono dari Yayasan Gita Buana; Ahmad Albar, Ismal Dobesto, Helmi, Parianto, Dasril Rajab, dan Fauzi Syam dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Otonomi Daerah; serta Amin Ja’far, Sarmiah, Suprihatin, dan Koesnadi Wiriasapoetra dari Yayasan Padi. Bersama mereka, kami telah menghabiskan banyak waktu dalam upaya bersama mendampingi kelompok-kelompok dan masyarakat di lokasi penelitian kami. Kami terutama berterimakasih atas persahabatan mereka.
Penelitian kami tidak mungkin terlaksana tanpa dukungan yang terus menerus dari BAPPEDA, Pemda, dan Dinas Kehutanan di Kabupaten Bungo, Propinsi Jambi di Sumatera, maupun dari BAPPEDA, Dinas Kehutanan, dan DPRD di Kabupaten Pasir, Kalimantan Timur. Di antara banyak pihak yang terlibat dalam penelitian kami, ucapan terima kasih kami sampaikan secara khusus kepada Iskandar Basri, Dewi, Mustafal Hadi, Budi Hartono, Usman Hasan, Dedy Irawan, Jasumbai, Mawardi, Ike Rachmawati, Safrizal, dan Iman Budi Setiawan di Bungo serta Muhamad Amin Ahmad, Abu Bakar Mahidin, Abdul Aziz Maulana, dan Romif di Pasir.
Penelitian kami di Sumatera dan Kalimantan Timur didanai oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) sebagai bagian dari proyek CIFOR yang bernama Planning for Sustainability of Forests through Adaptive Co-Management (Perencanaan untuk Keberlanjutan Hutan melalui Pengelolaan Bersama secara Adaptif) yang dilaksanakan selama tahun 1999—2002. Namun demikian, penerbitan buku ini dapat terlaksana berkat dukungan dari Multistakeholder Forestry Programme (MFP), yang merupa kan suatu program reformasi kehutanan yang dikelola bersama oleh Departemen Kehutanan R.I. dan U.K. Department for International Development (DFID) dari Inggris. Kami juga menyampaikan penghargaan kami kepada International Development Research Centre (IDRC) dari Kanada atas dukungannya terhadap sebagian dari kegiatan lapangan kami. Kami menyampaikan terima kasih kepada Muhammad A. Mannan dan Sivaguru Sahajananthan dari ADB dan Ivan Biot dari MFP atas dukungan mereka.
viii
Meskipun demikian, seluruh pandangan di dalam buku ini merupakan pemikiran tim penulis dan tidak mewakili pandangan serta kebijakan penyandang-penyandang dana tersebut.
Sebagai bagian dari penelitian ACM di tingkat global, tim kami sangat beruntung karena telah mendapat bimbingan intelektual dari International Steering Committee (Komite Pengarah Internasional). Ungkapan terima kasih yang tulus kami sampaikan kepada Peter Frost, Don Gilmour, Irene Guijt, Renato de Rueda, K.B. Shrestha, dan Yunita Winarto.
Di Indonesia, selama penelitian kami, tim kami mendapat banyak manfaat dari tinjauan kritis dan pandangan strategis yang diberikan oleh Komite Penasihat Nasional (National Advisory Committee): Erwidodo, Sandra Moniaga, Emil Salim, Djamaludin Suryohadikusumo, Trinugroho, dan Yunita Winarto. Pada saat menulis buku ini, penelitian kami telah memasuki tahapan baru dan kami menerima bimbingan dari Komite Pengarah Nasional (National Steering Committee) yang baru: Dani Wahyu Munggoro, Mustofa Agung Sardjono, Tetra Yanuariadi, dan Sih Yuniati. Kami berhutang budi kepada mereka semua.
Di CIFOR, Ravi Prabhu dan Carol J.P. Colfer tanpa bosan-bosannya membimbing tim kami baik dalam pemikiran maupun dalam pelaksanaan penelitian lapangan. Merupakan keberuntungan yang luar biasa bagi tim kami karena telah mendapat pengarahan dari mereka yang meletakkan dasar-dasar penelitian ACM di CIFOR. Kepada keduanya, kami berterimakasih secara mendalam. Kepada anggota tim ACM dari berbagai bagian dunia, terutama Herlina Hartanto dan Cynthia McDougall, kami menyampaikan terima kasih: mereka telah berbagi waktu, pemikiran, dan pandangan bersama kami. Terima kasih juga kepada Stepi Hakim, anggota tim Indonesia yang bertanggung jawab atas penelitian di Pasir dan dengan demikian memberi kontribusi yang penting terhadap penelitian ini, tetapi tidak sempat bergabung pada saat kami menulis buku ini.
Dalam mengembangkan buku ini, tinjauan kritis terhadap draft naskah buku ini diberikan oleh Carol Colfer, Ravi Prabhu, dan Moira Moeliono dari CIFOR, serta Dani Wahyu Munggoro dan Tetra Yanuriadi dari Komite Pengarah Nasional. Kami sangat berterimakasih untuk masukan-masukan kritis mereka. Sebagai bagian dari rangkaian penerbitan tentang penelitian ACM di Asia, tata letak buku ini mengikuti versi Filipina dengan beberapa perubahan kecil di sana sini. Karenanya, kami ucapkan terima kasih kepada tim ACM Filipina atas penggunaan rancangan tata letak mereka untuk buku ini. Akhirnya, terima kasih juga kami ucapkan kepada Gideon Suharyanto, Rahayu Koesnadi, Atie Puntodewo, dan Ahmad Yusuf atas bantuannya dalam proses produksi buku ini.
Bogor, Februari 2005
ix
Apa Tujuan Buku Ini?
Buku ini dimaksudkan untuk membantu staf proyek dan para fasilitator lapangan dalam mendampingi masyarakat dan lembaga lokal berkaitan dengan pengelolaan hutan. Buku ini menyarikan pengalaman tim peneliti CIFOR dan pendamping-pendamping masyarakat serta staf lainnya dari tiga LSM mitranya1 di Indonesia, selanjutnya disebut tim.
Tim tersebut melaksanakan penelitian aksi partisipatif tentang suatu pendekatan yang disebut adaptive collaborative management (ACM). Apabila pendekatan ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kita dapat menggunakan istilah “pengelola an bersama secara adaptif” (PBA). Walaupun demikian, buku ini menggunakan istilah dalam bahasa Inggris untuk menghindari kerancuan, mengingat berbagai istilah, singkatan, ataupun akronim yang berkenaan dengan pengelolaan hutan banyak bermunculan dewasa ini di Indonesia. Meskipun begitu, dalam merujuk pada pendekatan ini, pembaca tentu memiliki kebebasan dalam memilih penggunaan bahasa yang dipandangnya tepat untuk konteks kegiatannya.
Proses penelitian berlangsung dari tahun 2000 sampai 2002 dan dilaksanakan di dua lokasi di Indonesia, yaitu di Propinsi Jambi di Sumatera dan Propinsi Kalimantan Timur.
Penelitian serupa dilaksanakan juga di Bolivia, Brasilia, Filipina, Gana, Kamerun, Kirgistan, Madagaskar, Malawi, Nepal, dan Zimbabwe. Sama seperti penelitian di Filipina dan Nepal, Bank Pembangunan Asia (ADB) membiayai penelitian yang dilaksanakan di Indonesia.
Buku ini dimaksudkan untuk berbagi pengalaman dan temuan-temuan yang diperoleh dari penelitian ACM di Indonesia.
Apa yang Ada Dalam Buku Ini?
Buku ini memadukan pengalaman konkret tim dengan konsep-konsep abstrak tentang pendekatan ACM yang berkembang sewaktu diterapkan di lapangan. Buku ini dibagi ke dalam empat bagian sebagai berikut:
TENTANG BUKU INI
x
Bagian Pertama: Pendahuluan
Bab 1 menyampaikan tinjauan umum tentang apa yang dimaksudkan dengan penelitian tentang ACM dan mengangkat pertanyaan-pertanyaan penelitian yang ingin dicari jawabannya.
Bab 2 membahas asal muasal ACM sebagai sebuah pendekatan dan menyajikan latar belakang pendekatan ACM secara teoretis.
Bagian Kedua: Konteks
Bab 3 merinci perkembangan berbagai bentuk partisipasi dalam konteks pengelolaan hutan serta tantangan-tantangan yang dihadapinya, dengan perhatian khusus pada “pengelolaan hutan secara kolaboratif” di Indonesia.
Bab 4 menggambarkan lokasi penelitian ACM dan membahas hasil kajian tim tentang mengapa di lokasi-lokasi tersebut kurang terjadi kolaborasi dan adaptasi pada saat penelitian dimulai.
Bagian Tiga: Praktek
Bab 5 menyampaikan pengalaman tim dalam menerapkan pendekatan ACM dalam mendampingi pemangku-pemangku kepentingan lokal untuk meningkatkan sumber penghidupannya.
Bab 6 merinci tantangan yang dihadapi tim ketika menerapkan ACM, diikuti dengan pembahasan mengenai keunggulan dan keterbatasan ACM sebagaimana dialami tim.
Bab 7 menyajikan pelajaran yang diperoleh dari penelitian aksi partisipatif (participatory action research (PAR)) mengenai ACM.
Bagian Empat: Implikasi dan Kesimpulan
Bab 8 membahas implikasi dari hasil penelitian tim terhadap program-program kehutanan di Indonesia.
Bab 9 menawarkan kesimpulan yang dapat ditarik dari pelaksanaan penelitian tentang pendekatan ACM di Indonesia.
Selanjutnya, Lampiran 1 dan Lampiran 2 menyajikan secara berturut-turut suatu kerangka untuk menerapkan ACM dan sebuah contoh kumpulan alat bantu yang dapat digunakan dalam menerapkan pendekatan ini.
xi
Siapa yang Dapat Menggunakan Buku Ini?
Buku ini ditujukan bagi para pen damping masyarakat lokal, staf organisasi dan instansi yang bekerja di lapangan seperti staf LSM dan petugas penyuluh instansi pemerintah (terutama dari dinas kehutanan), para pelatih, dan pembaca lainnya yang berminat. Karena setiap hari berhubungan dengan masya rakat, kelompok-kelompok, dan pemangku kepentingan lokal lainnya dalam pengelolaan sumber daya alam, mereka dapat mengguna kan buku ini sebagai bahan acuan, sebagai “alat bantu” dalam memfasilitasi aksi oleh pemangku kepentingan lokal, atau sekedar sebagai catatan pengalaman tim.
Buku ini disusun sedemikian rupa agar semua bagian di dalamnya bisa dibaca secara berurutan, seperti sebuah cerita, ataupun dibaca bagian-bagian tertentu saja sebagai dasar pemikiran untuk mengembangkan metode, “alat bantu”, atau konsep pengelolaan hutan yang baru. Harapannya, pembaca tidak hanya senang membaca buku ini, tetapi juga akan terilhami untuk mencari cara-cara baru dalam mendampingi pemangku kepentingan lokal dalam mengelola hutan secara bersama.
xii
Istilah/Singkatan/Akronim
Bahasa Indonesia Bahasa Inggris
4Rs framework kerangka tanggung jawab, hak, hasil, dan hubungan (TH3)
rights, responsibilities, returns, and relationships
ACM pengelolaan bersama secara adaptif (PBA)
adaptive collaborative management
ADB Bank Pembangunan Asia Asian Development BankBAPPEDA Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah-
BPD Badan Perwakilan Desa -C&I kriteria dan indikator
(K&I)criteria and indicators
CBFM Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBsM)
Community-Based Forest Management
CIFOR Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (suatu organisasi internasional, bermarkas besar di Bogor, Indonesia)
Center for International Forestry Research
DFID Departemen Pembangunan Internasional Kerajaan Inggris
UK Department for International Development
Dishut Dinas kehutanan (tingkat propinsi/kabupaten)
-
Dis-PTK Dinas pertanian dan tanaman keras (tingkat propinsi/kabupaten)
-
DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (tingkat propinsi/kabupaten)
-
FAO Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa
Food and Agriculture Organization of the United Nations
FGD diskusi kelompok terfokus focus group discussion
DAFTAR ISTILAH, SINGKATAN, DAN AKRONIM
xiii
Istilah/Singkatan/Akronim
Bahasa Indonesia Bahasa Inggris
GPS sistem penentuan posisi global
global positioning system
HKm Program Hutan Kemasyarakatan
Community Forestry Programme
HPH hak pengusahaan hutan -ICDP Proyek Konservasi dan
Pembangunan secara Terpadu
Integrated Conservation and Development Project
IDRC Pusat Penelitian Pembangunan Internasional (suatu instansi pemerintah Kanada)
International Development Research Centre
IIED Lembaga Internasional untuk Lingkungan dan Pembangunan (suatu lembaga nonpemerintah Inggris)
International Institute for Environment and Development
IPPK Izin Pemungutan dan Pemanfaatan Kayu
-
K&I Kriteria dan Indikator criteria and indicators (C&I)
KdTI Kawasan dengan Tujuan Istimewa
-
LATIN Lembaga Alam Tropika Indonesia (suatu LSM)
-
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
nongovernmental organisation
MFP Program Kehutanan Multipihak (suatu program reformasi kehutanan yang dikelola bersama oleh Departemen Kehutanan R.I. dan DFID)
Multistakeholder Forestry Programme
NGO organisasi nonpemerintah/ lembaga swadaya masyarakat
nongovernmental organisation
PAR penelitian aksi partisipatif participatory action research
PBA pengelolaan bersama secara adaptif
adaptive collaborative management (ACM)
xiv
Istilah/Singkatan/Akronim
Bahasa Indonesia Bahasa Inggris
PCSPP Pengkajian Cepat System Pengetahuan Pertanian
Rapid Assessment of Agricultural Knowledge Systems (RAAKS)
Pemda Pemerintah Daerah -PHB pengelolaan hutan
berkelanjutan sustainable forest management (SFM)
PHBM Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
Collaborative Forest Management
PHBsM Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat
Community-Based Forest Management (CBFM)
PMDH Program Pembinaan Masyarakat Desa Hutan
-
PRA pengkajian pedesaan secara partisipatif
participatory rural appraisal
PSHK-ODA Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Otonomi Daerah (salah satu lembaga mitra CIFOR)
Study Center for Regional Autonomy, Law and Policy
PT perseroan terbatas (suatu bentuk perusahaan)
limited company (ltd.)
RAAKS Pengkajian Cepat Sistem Pengetahuan Pertanian (PCSPP)
Rapid Appraisal of Agricultural Knowledge Systems
RECOFTC Pusat Pelatihan Hutan Kemasyarakatan untuk Asia dan Pasifi k (suatu lembaga internasional, berkedudukan di Thailand)
Regional Community Forestry Training Center for Asia and the Pacifi c
SFM pengelolaan hutan berkelanjutan (PHB)
sustainable forest management
TH3 kerangka tanggung jawab, hak, hasil, dan hubung an
rights, responsibilities, returns, and relationships (4Rs framework)
ToT pelatihan untuk para pelatih
training of trainers
UK Kerajaan Inggris The United KingdomYGB Yayasan Gita Buana
(salah satu lembaga mitra CIFOR)
-
Bagian Satu
Pendahuluan
Di berbagai tempat di dunia ada kebutuhan yang kian meningkat untuk memperbaiki pengelolaan hutan. Kebutuhan ini sering muncul karena perbedaan pandangan antara pemangku-pemangku kepentingan yang menggunakan tanah hutan dan sumber daya hutan yang sama. Meskipun secara umum diterima bahwa permasalahan ini harus diselesaikan melalui kerja sama di antara kelompok-kelompok yang bersaing, masih terdapat banyak pertanyaan mengenai bagaimana mempraktekkannya. Buku ini mencoba menjawab sebagian dari pertanyaan tersebut.
Bagian Satu merupakan pengantar: Bab 1 memberikan gambaran umum tentang apa yang dimaksud dengan penelitian ACM, serta memaparkan pertanyaan-pertanyaan yang ingin kami cari jawabannya, sementara Bab 2 memperinci asal muasal konsep ACM.
1PERIHAL PENELITIAN ACM
Nyaris tidak dapat dipercaya jika semua hal adalah seperti nampaknya, jika tidak ada rahasia tersembunyi.
(It is incredible, that is, if things are what they seem, if there is not a secret hidden somewhere.)
Rebecca West, wartawati, dalam “The Strange Necessity” 1926
PERIHAL PENELITIAN ACM • 5
Pada awal tahun 2000, ketika para peneliti dari berbagai belahan dunia berkumpul di CIFOR untuk membentuk Kelompok Peneliti ACM (ACM Group), Indonesia sedang mengalami goncangan sosial yang cukup hebat. Krisis ekonomi pada tahun-tahun sebelumnya, jatuhnya kepemimpinan autokratis Soeharto secara dramatis dua tahun sebelumnya, dan kekecewaan masyarakat yang terpendam terhadap pemerintahan yang korup telah mendorong proses-proses perubahan tersebut. Gelombang perubahan yang kemudian terjadi dirasakan di semua tingkatan masyarakat.
Ketika perubahan-perubahan itu terus bergulir, meluas serta mulai menyentuh ranah kehutanan Indonesia, terbukalah berbagai peluang upaya perbaikan pengelolaan hutan. Hal ini penting karena sudah begitu lama hutan di Indonesia dikelola dengan cara yang tidak adil, tidak berkelanjutan, dan hanya meng-untungkan segelintir kelompok tertentu yang diistimewakan negara.
Sebagai bagian dari Kelompok Peneliti ACM internasional yang baru terbentuk itu, tim Indonesia berpandangan bahwa tidak ada saat yang lebih tepat untuk memulai penelitian ACM ini. Pertanyaan yang menarik bagi tim adalah, ketika banyak peluang untuk terjadinya perubahan muncul di Indonesia, ke manakah arah perubahan yang akan terjadi?
Hutan yang tersisa di Jambi, Sumatera, sebagaimana diperlihatkan di sini adalah keadaan umum yang dapat diamati di seluruh Indonesia.
6 • BAB SATU
Kelompok-kelompok lokal bertindak sebagai peneliti aksi, berdampingan dengan tim kami sepanjang proses penelitian aksi.
Dalam semangat demokratisasi yang berkembang, arah perubahan itu semestinya menjadi hasil dari keputusan bersama dan tindakan bersama. Tetapi selama ini pembelajaran bersama antara berbagai pemangku kepentingan dalam pengelolaan hutan di Indonesia sangat kurang. Keadaan itu tidak mendorong kolaborasi, ataupun memicu kelompok-kelompok yang berkepentingan terhadap hutan untuk secara bersama dan bertanggung jawab memanfaatkan dan mengelola hutan.
Tim kami berkeyakinan bahwa kolaborasi dan pembelajaran merupakan hal yang mendesak di Indonesia. Meskipun memang banyak perubahan terjadi yang kemudian merangsang berbagai kelompok untuk mengajukan tuntutannya masing-masing terhadap hutan, sangatlah sulit untuk diketahui apakah perubahan-perubahan itu akan ber gerak demi kebaikan hutan dan masyarakat, atau justru sebaliknya.
Tim kami berharap ACM dapat menawarkan kepada para pemangku kepentingan sarana pembelajaran bersama sebagai dasar untuk memperbaiki secara kolaboratif strategi-strategi pengelolaan hutan. Dengan penelitian ACM, kami mencari jawaban atas tiga pertanyaan berikut:
PERIHAL PENELITIAN ACM • 7
Gambar 1. Peran ganda tim ACM dalam penelitian aksi partisipatif
Proses kolaboratif dan pembelajaran
Tim ACM sebagai fasilitator
Tim ACM sebagai
pengamat
1. Dapatkah kerja sama di antara para pemangku kepentingan dalam pengelolaan hutan diperkuat oleh proses pembelajaran sosial yang kemudian dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperbaiki kondisi hutan?
2. Pendekatan-pendekatan apakah yang terfokus pada pembelajaran sosial dan aksi kolaboratif antara para pemangku kepentingan yang dapat mendorong pengelolaan hutan yang berkelanjutan?
3. Bagaimanakah pembelajaran sosial dalam ACM mem pengaruhi fungsi sosial, ekonomi, dan ekologi?
Penelitian kami menggunakan penelitian aksi partisipatif (participatory action research (PAR)) sebagai metodologi penelitian. Ini berarti ada dua hal yang kami lakukan: kami mengamati apa yang dilakukan orang lain terhadap hutan, dan pada saat yang sama kami mencari tahu bagaimana keadaan hutan dapat ditingkatkan. Dengan demikian, tim kami bersama kelompok-kelompok lokal ber-tindak sebagai peneliti-peneliti aksi. Hal ini merupakan pengalaman baru bagi kami dalam melakukan penelitian.
Kami melakukan penelitian aksi partisipatif pada dua “lapisan” (lihat Gambar 1). Di lapisan dalam, tim kami memfasilitasi berbagai pemangku kepentingan untuk berkolaborasi dan belajar bersama, sementara di lapisan luar kami mengamati proses kolaborasi dan pembelajaran, yang terjadi di lapisan dalam. Pada saat-saat tertentu kami menempatkan diri kami di lapisan dalam sebagai fasilitator pembelajaran. Sementara pada kesempatan lain kami berada di lapisan luar sebagai pengamat.
2ASAL USUL ACM
Akhirnya eukariot mempelajari suatu kiat baru yang mengesankan. Hal itu membutuhkan waktu yang lama—kurang-lebih semilyar tahun—tetapi setelah dikuasai ternyata kiat yang baik. Mereka belajar untuk bersama-sama membentuk makhluk multisel yang kompleks. Berkat inovasi ini, kesatuan yang besar, rumit, dan nampak nyata seperti kita menjadi mungkin. Planet Bumi siap untuk bergerak ke tahapan ambisius berikutnya.
(Eventually the eukaryotes learned an even more singular trick. It took a long time—a billion years or so—but it was a good one when they mastered it. They learned to form together into complex multicellular beings. Thanks to this innovation, big, complicated, visible entities like us were possible. Planet Earth was ready to move on to its next ambitious phase.)
Bill Bryson, dalam “A Short History of Nearly Everything”, buku yang memenangkan hadiah Aventis untuk buku-buku ilmu pengetahuan, 2004
ASAL USUL ACM • 11
ADAPTIF
dari “adaptasi”, proses mengadaptasi atau menyesuaikan dengan kondisi yang baru.
KOLABORATIF
dari “kolaborasi”, tindakan bekerja bersama, kerja yang dipersatukan, kerja sama.2
Interaksi dinamis sangat mungkin merang sang terjadinya adaptasi dan kerja sama.
Pendekatan ACM adalah suatu proses yang bertujuan mendorong para pemangku kepentingan untuk bekerja sama dalam merencanakan, melaksana kan, meng-amati, dan mengambil pelajaran dari pelaksanaan rencana mereka di masa lalu. Untuk adanya gambar an yang memadai tentang ACM, proses-proses, dan unsur-unsur kuncinya, kita perlu mencermati asal muasal ACM, yakni pengelolaan adaptif dan pengelolaan bersama/kolaboratif.
Dalam bab ini, kami akan menggambarkan ciri dari masing-masing konsep di atas dan menjelaskan apa dan bagaimana kami menggabungkannya. Selain itu, kami akan mencoba menjelaskan secara sederhana teori-teori yang mendasari pendekatan ACM, termasuk komponen-komponen inti dan proses-proses yang menjadi “jiwa” pendekatan ini, maupun gambaran tentang bagaimana ACM dapat diterapkan.
12 • BAB DUA
Masa yang akan datang
Saat ini
pengamatanrefleksi refleksi
aksi/ intervensi
aksi baru/ intervensi yang diadaptasi
pere
ncan
aan
pem
anta
uan
pere
ncan
aan
pem
anta
uan
Gambar 2. Proses berulang-ulang pengelolaan adaptif
Pengelolaan Adaptif
Mereka yang bekerja dalam pengelolaan sumber daya alam dan bidang ekologi sering menghadapi keadaan yang tidak pasti, dinamis dan kompleks karena nilai-nilai sosial, kebijakan, dan lingkungan biofi sik senantiasa berubah dengan cepat dan ber lanjut. Walaupun menghadapi ketidakpastian seperti itu, mereka tetap harus mengambil keputusan dan melaksanakan apa yang telah direncanakan. Padahal menjalankan suatu rencana berdasarkan informasi yang tidak pasti bisa menghasilkan keputusan yang tidak efektif.
Salah satu jalan keluar dari dilema ini adalah menerapkan suatu pendekatan pengelolaan yang memungkinkan penyesuaian keputusan secara sistematis dan ber lanjut. Proses penyesuaian keputusan itu terjadi ketika terkumpulnya informasi yang baru dan terjadinya proses pembelajaran. Gagasan pengelolaan adaptif ini muncul ketika masyarakat menyadari pentingnya menghadapi ketidakpastian, dengan cara merancang intervensi untuk mendorong pembelajaran.
Pengelolaan adaptif merupakan suatu cara bagi para pemangku kepentingan untuk mengambil langkah secara bertanggung jawab ketika menghadapi ketidakpastian. Pendekatan ini me mungkinkan dilakukannya perbaikan sesering dibutuhkan melalui proses yang berulang-ulang seperti digambarkan dalam Gambar 2.
Proses pengelolaan adaptif dimulai dengan refl eksi untuk mengidentifi kasi masalah-masalah mendasar, peluang, dan pokok persoalan. Hasil refl eksi itu kemudian diangkat sebagai faktor yang penting untuk dipertimbangkan dalam perencanaan, diikuti dengan tindakan nyata untuk mencapai tujuan pengelolaan. Pada saat membuat perencanaan, para pengelola juga harus merancang bagaimana mereka akan memantau apakah rencana tersebut dapat memenuhi tujuan dan apakah rencana itu efektif. Hasil pemantauan digunakan dalam proses evaluasi/refl eksi untuk:
ASAL USUL ACM • 13
Pengelolaan sumber daya alam lokal mencakup sistem alam dan sistem sosial yang rumit dan dinamis.
• menemukan penyebab tidak efektifnya suatu rencana atau tindakan tertentu dan mengidentifi kasi keunggulan dan kelemahan keputusan yang telah diambil sebelumnya
• menjajaki apakah tujuan masih tetap relevan• mengidentifi kasi perubahan yang terjadi—seperti perubahan akibat
kebakaran hutan, kebijakan baru, atau perubahan demografi —di dalam keseluruhan sistem sosial dan sumber daya alam yang membutuhkan penyesuaian rencana
• mempertimbangkan langkah selanjutnya, termasuk kemungkinan perlunya penyesuaian rencana dan tujuan semula.
Kunci keberhasilan pengelolaan adaptif adalah belajar dari pengalaman yang lalu untuk merencanakan masa depan yang lebih baik. Proses berulang-ulang sebagaimana di gambarkan di atas mengharuskan para pengelola untuk terus-menerus menilai efektivitas rencana dan tindakan mereka. Dengan sendirinya mereka akan menyadari perubahan yang terjadi dalam lingkungan mereka karena tindakan-tindakan mereka. Dengan langkah ini, mereka dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang terus berubah.
14 • BAB DUA
Kotak 1. Sistem pengambilan keputusan secara top-down
Pada sistem pengambilan keputusan secara top-down, biasanya pengambil keputusan berada di lokasi dan posisi yang jauh dari dampak keputusan yang mereka buat. Keputusan dibuat oleh mereka yang berada di puncak hirarki (misalnya pemerintah pusat) dan dipaksakan untuk diterapkan oleh mereka yang berada di lapisan bawah hirarki tersebut (misalnya kelompok-kelompok pengguna hutan).
Namun bisa saja seseorang atau suatu kelompok tertentu (misalnya para pengambil keputusan atau pelaksana proyek kehutanan) melakukan proses berulang-ulang tersebut tanpa melibatkan pihak lain. Hal ini bisa mengakibatkan rendahnya keterlibatan pemangku kepentingan lainnya, yang kemudian dapat membawa kita pada sistem pengambilan keputusan dan perencanaan yang “top-down” dan kurangnya proses pembelajaran antarpihak. Karenanya, agar proses pembelajaran dan adaptasi dapat berjalan dengan baik, menjadi suatu keharusan bahwa semua pemangku kepentingan mengadopsi pendekatan ini secara bersama-sama.
Para praktisi pengelolaan sumber daya alam di berbagai penjuru dunia telah menyadari bahwa kebiasaan umum pengambilan keputusan secara top-down adalah penyebab utama dari banyaknya kegagalan proyek pengelolaan sumber daya alam. Hal ini terutama karena para pengambil keputusan itu kurang memahami kondisi lokal.
Pengelolaan Kolaboratif
Seperti juga pendekatan pengelolaan adaptif, pengelolaan kolaboratif bukanlah konsep yang baru. Berbagai bentuk kerja sama dalam pengelolaan sumber daya sudah dikenal di berbagai negara dalam beberapa dasawarsa belakangan ini. Namun, di Indonesia, bentuk pengelolaan sumber daya hutan semacam ini baru dikenal pada akhir tahun 1990-an. Gambaran lebih rinci sejarah pengelolaan secara kolaboratif di Indonesia dapat dilihat dalam Bab 3.
Istilah collaborative management (pengelolaan secara kolaboratif) dalam bahasa Inggris sering digunakan secara bergantian dengan berbagai istilah lainnya seperti co-management (pengelolaan secara kemitraan), participatory management (pengelolaan partisipatif), joint management (pengelolaan bersama), shared management (pengelolaan berbagi), multistakeholder management (pengelolaan multipihak), atau round-table management (pengelolaan meja bundar). Dalam
ASAL USUL ACM • 15
Kotak 2. Kelemahan pengelolaan secara kolaboratif yang sering terjadi
• Para pengelola hutan sering menggunakan istilah “kolaborasi” dan “partisipasi” dengan maksud yang sama. Hal ini bisa menjadi masalah jika istilah “kolaborasi” hanya diartikan sebagai ajakan bagi masyarakat dan kelompok-kelompok lokal untuk “berpartisipasi” di tahap pelaksanaan saja, sehingga mereka tidak terlibat dalam menentukan cara menganalisis permasalahan maupun melaksanakan dan memantau rencana yang dibuat.
• Dengan demikian, tujuan, metode, dan rencana pengelolaan hutan dalam kenyataannya masih berada dalam ranah kegiatan “orang luar”. Jika “orang luar” itu kurang mengenal konteks lokal dan cenderung melihat permasalahannya dari sudut pandang mereka sendiri saja, rancangan pengelolaan bisa jadi tidak sesuai dengan kebutuhan lokal dan mengakibatkan gagalnya pengelolaan.
• Potensi pengelolaan secara kolaboratif (seperti menciptakan peluang bagi berbagai kelompok untuk belajar bersama dan bernegosiasi) tidak bisa dicapai jika “partisipasi” tidak diartikan sebagai upaya penentuan nasib sendiri oleh kelompok-kelompok lokal.
bentuk aslinya, pengelolaan secara kolaboratif merupakan proses partisipatif yang melibatkan semua pemangku kepentingan secara aktif dalam berbagai kegiatan pengelolaan, termasuk pengembang an visi bersama, belajar bersama, dan penyesuaian praktek-praktek pengelolaan mereka. Walaupun demikian, pengelolaan secara kolaboratif memiliki beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan para pengelola hutan dan pengambil kebijakan (Kotak 2).
Kunci keberhasilan pengelolaan kolaboratif adalah:
1) Para pemangku kepentingan kunci tidak hanya berpartisipasi dalam pelaksanaan saja, tetapi dalam semua tahapan pengelolaan: pengamatan, perencanaan, aksi, pemantauan, dan refl eksi.
2) Pengembangan minat, keterampilan, dan kemampuan lokal yang dapat membantu para pemangku kepentingan menyesuai kan diri dengan dinamika perubahan yang sangat cepat setelah proyek selesai. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan para pemangku kepentingan dalam menanggapi per ubahan adalah dengan mengikuti pembelajaran yang berkelanjutan dan terstruktur yang dapat membantu dalam meng adaptasi pendekatan pengelolaan mereka.
16 • BAB DUA
ACM: Menggabungkan Pengelolaan Adaptif dan Pengelolaan Kolaboratif
Adaptive Collaborative Management (ACM) menggabungkan prinsip-prinsip pengelolaan adaptif dan pengelolaan kolaboratif untuk memanfaatkan keunggulan-keunggulan dan mengatasi kelemahan-kelemahan masing-masing pendekatan itu (Gambar 3).
Keterlibatan semua pemangku kepentingan, termasuk masyarakat lokal, dalam seluruh tahapan pengelolaan dapat membantu pengembangan keterampilan, minat, dan kapasitas lokal. Gambar ini menunjukkan bagaimana masyarakat lokal berperan serta dalam analisis vegetasi hutan adat mereka.
Gambar 3. Menggabungkan ciri-ciri dua konsep untuk membentuk ACM
Ciri-ciri utama pengelolaan adaptif
Ciri-ciri utama pengelolaan kolaboratif/bersama
Adaptive Collaborative Management (Pengelolaan Bersama Secara Adaptif)
ASAL USUL ACM • 17
Kotak 3. Defi nisi kami tentang kemampuan beradaptasi dan kemampuan berkolaborasi:3
KEMAMPUAN BERADAPTASI: kemampuan sesuatu, seseorang, masyarakat, atau sebuah kelompok di dalam masyarakat untuk menanggapi secara aktif dan positif faktor-faktor luar (eksternal) atau faktor-faktor dalam (internal).
KEMAMPUAN BERKOLABORASI: partisipasi secara sukarela para pemangku kepentingan dalam proses pengelolaan, khususnya dalam proses pembelajaran.
Penting untuk dicatat bahwa kemampuan berkolaborasi tidak mengacu pada tatanan tertentu pengelolaan hutan. Kemampuan berkolaborasi tidak mensyaratkan siapa saja yang bisa dilibatkan dalam suatu upaya kolaborasi, ataupun tentang pembagian peran dan tanggung jawab di antara mereka. Apabila aspek etika dipertimbangkan dan agar tujuan suatu upaya bersama benar-benar bermakna bagi mereka yang terlibat, maka kolaborasi akan sangat ditentukan oleh partisipasi para pemangku kepentingan yang memainkan peran kunci dalam suatu kawasan hutan, khususnya mereka yang tersingkirkan selama ini.
Unsur-unsur ACM
Ada tiga proses umum yang tercakup dalam pendekatan ACM (Kotak 4) yang jika kita cermati secara keseluruhan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:• Komunikasi dan arus informasi yang efektif antara anggota kelompok atau
antara para pemangku kepentingan• Partisipasi aktif dan keterwakilan yang memadai dari semua pemangku
kepentingan dalam pengambilan keputusan dan dalam setiap proses negosiasi dengan pemangku kepentingan lain
• Adanya mekanisme untuk menangani konfl ik dan menghadapi ketidakpastian serta perubahan-perubahan yang cepat dan mendadak
Sebagaimana telah disebutkan di bagian awal bab ini, ACM merupakan suatu pendekatan yang mendorong para pemangku kepentingan untuk bekerja sama dalam merencanakan, mengamati, dan menarik pelajaran dari perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Maka penting untuk dilihat bahwa ciri khas proses ACM adalah usaha-usaha sadar dari para pemangku kepentingan untuk secara berkelanjutan menjalin komunikasi, kolaborasi, dan negosiasi serta mencari peluang untuk belajar secara bersama mengenai dampak dari tindakan-tindakan mereka.
18 • BAB DUA
Kotak 4. Tiga proses umum yang terdapat dalam pendekatan ACM
ACM terdiri dari siklus-siklus adaptif yang dilakukan secara kolaboratif dengan melibatkan semua pemangku kepentingan kunci. Secara sederhana ACM dapat digambarkan sebagai proses yang mencakup:1. Interaksi antara para pemangku kepentingan2. Komunikasi dan pembelajaran di antara para pemangku kepentingan3. Tindakan bersama, yang menghasilkan perubahan atau penyesuaian
pengelolaan.
• Pembelajaran dan eksperimen yang dilakukan secara sengaja• Adanya kemauan (sikap) dan kapasitas (keterampilan dan sumber daya)
organisasi untuk belajar dan menanggapi hasil pembelajaran• Sikap saling menghormati dan saling mempercayai serta keterbukaan• Saling berbagi pengetahuan dan keterampilan• Perencanaan, pengambilan keputusan, tindakan, dan pemantauan yang
dilakukan bersama; kesemuanya dengan memperhatikan secara cermat hubungan-hubungan di dalam sistem sosial dan sistem alam, maupun kaitan-kaitan di antara sistem-sistem itu.
Bagaimana kita memfasilitasi proses ACM?
Sebelum memfasilitasi sebuah proses ACM, kita mulai dengan beberapa pertanyaan berikut ini:• Siapa yang harus dilibatkan dalam proses ini?• Siapa saja para pemangku kepentingan pengelolaan hutan yang berada di
kawasan ini?• Apakah di masa lalu telah terjadi perubahan-perubahan yang signifi kan
terhadap kondisi hutan dan, jika “ya”, apa saja perubahan itu dan mengapa perubahan itu terjadi?
• Apa saja permasalahan utama yang telah menyebabkan berkurangnya luas hutan?
Memperoleh jawaban-jawaban yang tepat atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dan pemahaman yang mendalam tentang konteks lokal, merupakan hal yang penting dan mendasar bagi para fasilitator ACM. Itulah sebabnya mengapa para fasilitator sedini mungkin harus:• Membangun kepercayaan dan kemitraan. Kemitraan yang baik antara fasilitator
dan para pemangku kepentingan, maupun antara pemangku-pemangku kepentingan. Membangun kepercaya an merupakan langkah yang utama
ASAL USUL ACM • 19
Kotak 5. Analisis pemangku kepentingan
Analisis ini bertujuan untuk mengidentifi kasi para pemangku kepentingan dalam suatu sistem dan untuk menjajaki kepentingan-kepentingan mereka masing-masing dalam sistem tersebut. Beberapa acuan dan metode untuk menganalisis pemangku kepentingan dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.
bagi fasilitator, karena tanpa kepercayaan kepada fasilitator bisa jadi para pemangku kepentingan tidak akan mau berbagi pandangan secara bebas sehingga informasi dan masalah-masalah penting tetap tersembunyi.
• Memahami konteks lokal. Hal ini mencakup identifi kasi para pemangku kepentingan di lokasi yang bersangkutan, termasuk peran, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing pemangku kepentingan, serta sejarah lokal yang terkait dengan pengelolaan hutan.
20 • BAB DUA
Setelah memperoleh pemahaman yang memadai tentang konteks lokal dan kepercayaan di antara pihak yang terlibat sudah cukup terbangun, fasilitator dapat menyelenggarakan pertemuan/lokakarya untuk mengidentifi kasi masalah-masalah utama yang dihadapi para pemangku kepentingan lokal dalam pengelolaan hutan.
Pada tahap itu, pertemuan/lokakarya diselenggarakan juga untuk bersama-sama merencanakan bagaimana menghadapi pokok-pokok permasalahan tersebut, diikuti dengan pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi/refl eksi, serta penyesuaian untuk rencana baru. Pemangku-pemangku kepentingan kunci yang peran dan kepentingannya relevan dengan pokok-pokok permasalahan tersebut harus dilibatkan dalam pertemuan ini.
Seluruh langkah dalam proses ACM digambarkan pada Gambar 4. Dalam gambar ini kita dapat melihat adanya proses iteratif yang menjadi ciri khas pengelolaan adaptif dan memungkinkan perbaikan pengelolaan sesering dibutuhkan (lihat hlm. 21). Aspek kolaborasi dalam proses ini adalah bahwa semua pemangku kepentingan dilibatkan secara aktif sepanjang proses iteratif itu.
ACM dan kriteria dan indikator
Pada tahap awal proses ACM, masyarakat dan/atau para pemangku kepentingan lainnya mungkin akan menyampaikan harapan-harapannya, permasalahannya, rasa frustasinya, dll. Bisa jadi hal ini mempersulit penentuan prioritas pokok permasalahan. Karena itulah, penting untuk selalu mengingat tujuan utama dari ACM.
Dalam rangka penelitian ACM yang diselenggarakan CIFOR, tujuan ACM adalah mengembangkan pengelolaan hutan berkelanjutan (PHB atau sustainable forest management (SFM)). Untuk “membingkai” kegiatan agar dapat mencapai PHB, pertama-tama kita perlu meng identifi kasi permasalahan kunci dalam PHB, kemudian menentukan kegiatan atau keluaran (outcomes) yang dapat membantu tercapainya PHB. Dengan cara ini, akan terbentuk kerangka kerja yang terdiri dari tujuan, kegiatan, dan hasil di bidang sosial, ekonomi, kebijakan, ekologi, dan produksi. Ini menjadi dasar untuk menentukan kriteria dan indikator (K&I) PHB.
K&I adalah salah satu alat bantu yang dapat digunakan untuk mengidentifi kasi permasalahan kunci di suatu tempat/unit manajemen hutan, peluang, dan pokok persoalan lain serta mengembangkan sistem pemantauan. Lebih penting lagi, K&I dapat mengidentifi kasi kendala-kendala dalam mencapai keadaan yang diinginkan. Hal ini termasuk upaya untuk memahami hubungan sebab
ASAL USUL ACM • 21
• M
emba
ngun
kep
erca
yaan
dan
kem
itraa
n•
Mem
aham
i kon
teks
loka
l:-
Ana
lisis
pem
angk
u ke
pent
inga
n-
Kec
ende
rung
an s
ejar
ah-
Kea
daan
bio
fisik
- K
esej
ahte
raan
mas
yara
kat
- P
enja
jaka
n ke
mam
puan
ad
aptif
dan
kol
abor
asi
- K
onte
ks k
ebija
kan
Mas
a ya
ng
akan
dat
ang
Saa
t ini
peng
amat
anre
fleks
i r
efle
ksi
aksi
/
inte
rven
siak
si b
aru/
in
terv
ensi
yan
g
di
adap
tasi
perencanaan
pemantauan
perencanaan
pemantauan
Gam
bar
4. La
ngka
h-la
ngka
h ut
ama
pros
es A
CM
22 • BAB DUA
Kotak 6. Beberapa acuan dalam mengembangkan K&I
Alat-alat sebagai berikut dapat membantu kita dalam mengembangkan dan menilai K&I pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan berkeadilan:
Perangkat K&I (C&I Toolbox)
Adalah serangkaian panduan dan perangkat lunak yang dikembangkan oleh CIFOR dalam proyek tentang Pengujian Kriteria dan Indikator Pengelolaan Hutan secara Berkelanjutan pada tahun 1999 (lihat Lampiran 2 untuk bahan bacaan lebih lanjut).
Pedoman Pendahuluan: Kriteria dan Indikator Kelestarian Hutan yang Dikelola
oleh Masyarakat.
Ritchie, B., C. McDougall, M. Haggith & N. Burford de Oliveira. 2001. CIFOR, Bogor, Indonesia.
ACM dan pembelajaran sosial
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, kunci keberhasilan dalam mengembangkan suatu proses adaptif yang mengarah pada peningkatan kemampuan pengelolaan, adalah pembelajaran sosial di antara para pemangku kepentingan. Pembelajaran sosial dalam hal ini adalah pembelajaran yang terjadi di dalam sekelompok orang, bukannya pembelajaran yang dialami oleh masing-masing orang secara terpisah.4
Indikator yang menunjukkan apakah pembelajaran sosial telah terjadi adalah antara lain: perubahan pemahaman, persepsi, tingkah laku, tindakan kelompok, dll. Untuk lokasi tertentu akan diperlukan indikator-indikator yang sesuai dengan keadaan di lokasi tersebut, misalnya cara-cara kelompok mengkaji atau menanggapi informasi baru berkaitan dengan lokasi itu.
Untuk membangun minat para pemangku kepentingan agar belajar dan memastikan bahwa pembelajaran sosial akan terjadi, ada tiga elemen yang diperlukan:• Pokok persoalan atau fokus yang jelas• Gagasan atau informasi baru• Platform komunikasi (forum ataupun basis untuk berkomunikasi).
akibat antara masalah-masalah yang berbeda, misalnya dengan menggunakan metode “pohon masalah”. Dalam Kotak 6 disajikan beberapa acuan untuk mengembangkan K&I.
ASAL USUL ACM • 23
ACM dan fasilitasi
Fasilitasi memainkan peran penting dalam mendorong pembelajaran sosial melalui interaksi yang konstruktif.5 Pada situasi konfl ik yang tinggi atau saingan yang kuat di antara para pemangku kepentingan mengenai tanah hutan dan sumber daya hutan, fasilitasi sangat menentukan sejauh mana mereka dapat dipertemukan dan hubungan konstruktif di antara mereka dapat dibangun melalui dialog terbuka. Fasilitasi dapat didefi nisikan sebagaimana terlihat di Kotak 7.
24 • BAB DUA
Seorang fasilitator memastikan agar proses-proses dalam kelompok cukup dinamis dan komunikasi di antara peserta konstruktif. Idealnya, hal ini dapat mendorong pembelajaran di antara peserta dan setiap gagasan peserta akan dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.
Fasilitator
Dalam pengelolaan hutan, pihak-pihak yang dominan tidak seharusnya menjadi satu-satunya pengambil keputusan. Karenanya, fasilitator perlu mengembangkan strategi, mekanisme, dan kondisi yang dapat membantu menyeimbangkan kekuatan antara para pemangku kepentingan dengan tujuan untuk:• Mendorong dinamika kelompok yang baik dan komunikasi yang konstruktif• Memfasilitasi adanya keterwakilan atau kesempatan yang setara bagi semua
pihak untuk berbicara dan untuk didengar• Memastikan adanya akuntabilitas (pertanggungjawaban) para wakil
pemangku-pemangku kepentingan• Memastikan bahwa semua pikiran atau gagasan para pemangku kepentingan
dihargai dan dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan.
Kotak 7. Defi nisi fasilitasi6
Kita dapat mendefi nisikan fasilitasi sebagai proses sadar dalam mendampingi suatu kelompok agar secara berhasil mencapai tujuan-tujuan kelompok itu, dengan tetap berfungsi sebagai kelompok. Patut diperhatikan bahwa fasilitasi bukan berarti memimpin pertemuan kelompok, memberi pengarahan, atau berceramah.
ASAL USUL ACM • 25
Gambar 5. Berbagai peran fasilitasi dalam mengembangkan pembelajaran sosial
• Membangun saling percaya
• Mengembangkan kapasitas dalam hal:- Pengelolaan
informasi- Negosiasi- Berorganisasi
& mengelola organisasi
- Pemecahan masalah
Menembus kendala
komunikasi yang disebabkan
oleh perbedaan sosial,
kekuasaan, dan pendidikan
Mengembangkan komunikasi
yang konstruktif, terbuka, bebas, dan responsif
Memastikan keterwakilan yang baik, setara, dan
bertanggung jawab
Memastikan terjadinya
pembelajaran bersama
Namun, keterwakilan yang baik dan berimbang serta adanya peluang yang merata bagi semua pemangku kepentingan tidak akan terjadi begitu saja. Mengem bangkan pembelajar an sosial melalui interaksi yang konstruktif antara para pemangku kepentingan perlu didorong dengan membangun komunikasi yang terbuka dan responsif, maupun dengan mengatasi kendala-kendala yang terdapat di dalam komunikasi itu sendiri.7 Sebagai contoh, perbedaan sosial dan pendidikan kadang menjadi hambatan psikologis. Dalam situasi semacam itu kelompok marjinal biasanya merasa inferior dan kurang percaya diri untuk berkomunikasi dengan pejabat pemerintah. Dalam hal ini diperlukan proses peningkatan kapasitas dan rasa percaya diri kelompok yang lebih lemah dalam hal:• mengelola informasi baru• negosiasi• kemampuan organisasi dan lembaga8
• pemecahan masalah.
Gambar 5 secara sederhana menggambarkan berbagai peran yang harus dimainkan fasilitator dalam mengembangkan pembelajaran sosial. Penting untuk diperhatikan bahwa pada kenyataannya peran-peran ini bisa saja terjadi tidak secara berurutan atau sesederhana seperti terlihat pada diagram ini.
Agar pengelolaan hutan secara kolaboratif dapat tercapai, baik fasilitator maupun para pemangku kepentingan perlu meningkatkan kemampuan mereka dalam hal-hal berikut ini:• penanganan konfl ik dan pembuatan keputusan politis• inovasi dan pemecahan masalah• pengembangan komunikasi dan hubungan baik• peningkatan kemampuan masyarakat untuk berorganisasi.
26 • BAB DUA
Apakah nilai tambah yang diharapkan dari penerapan ACM di Indonesia?
Indonesia telah mengenal berbagai bentuk pendekatan partisipatif dalam pengelolaan hutan (lihat juga Bab 3). Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah nilai tambah yang dapat ditawarkan ACM terhadap pengelolaan hutan di negara ini? Harapan tim kami, pendekatan ACM dan hasil penelitian kami akan bermanfaat untuk hal-hal berikut:• Pendekatan ACM dapat memfasilitasi berbagai pemangku kepentingan
dalam mengorganisasi dirinya guna bertindak dan memantau perkembangan maupun akibat tindakannya
• Pendekatan ACM dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan terjadinya pembelajaran di antara para pemangku kepentingan yang dilakukan secara sadar
• Pendekatan ACM membantu dalam membuat proses pembelajaran lebih terstruktur
• Pendekatan ACM meningkatkan kapasitas para pemangku kepentingan untuk beradaptasi
• Pendekatan ACM memungkinkan proses fasilitasi dan proses penelitian terjadi secara bersamaan.
ACM dalam praktek
Bab ini mencoba memaparkan teori-teori yang menjadi latar belakang pendekatan ACM, sementara prakteknya diuraikan dalam bab-bab berikut ini. Bab-bab tersebut menggambarkan bagaimana kami menerapkan ACM di dua lokasi di Indonesia, termasuk proses dan keluarannya. Ketika pemahaman kami tentang konteks lokal dan tentang pendekatan ACM itu sendiri berkembang, kami membuat penyesuaian-penyesuaian penerapan konsep ACM dengan kondisi lokal dan dinamika para pemangku kepentingan.
Bagian Dua
Konteks
Kemelut sosial yang terjadi di Indonesia pada pergantian abad ke-20 juga mempengaruhi keadaan hutan di Indonesia. Sebuah perkembangan yang positif adalah munculnya berbagai bentuk pengelolaan hutan kolaboratif.
Bagian Dua ini diawali dengan melihat apa yang berada di balik perkembangan tersebut karena hal itu merupakan konteks luas penelitian kami (Bab 3). Tantangan-tantangan yang dihadapi penge-lolaan hutan kolaboratif itu juga dibahas dalam bab ini.
Bagian Dua ini kemudian mengkaji konteks lokal penelitian kami. Bab 4 menggambarkan lokasi-lokasi penelitian, masyarakat yang tinggal di sana, pihak-pihak luar yang tertarik pada sumber daya hutan, dan persepsi-persepsi berbagai kelompok tersebut tentang pemanfaatan dan pengelolaan hutan. Keadaan tidak pasti yang dihadapi kelompok-kelompok itu dan disebabkan oleh perubahan sumber penghidupan, hubungan sosial, dan kebijakan juga merupakan salah satu aspek dari konteks lokal penelitian kami. Maka dari itu, Bab 4 juga membahas kondisi tidak pasti tersebut. Selanjutnya, bab ini memaparkan penilaian tim kami tentang kemampuan kolaboratif dan kemampuan adaptif kelompok-kelompok lokal di lokasi penelitian.
3PENGELOLAAN HUTAN SECARA
KOLABORATIF DI INDONESIA
Kemerdekaanmu dan kemerdekaanku tidak terpisahkan. (Your freedom and mine cannot be separated.)
Nelson Mandela, pemimpin tingkat dunia
PENGELOLAAN HUTAN SECARA KOLABORATIF DI INDONESIA • 31
Sebagaimana telah kami sampaikan, kami memulai penelitian ACM di tengah-tengah krisis ekonomi dan sosial-politik di Indonesia. Didorong oleh tuntutan yang meluas akan pengelolaan hutan yang lebih berkelanjut an dan lebih berkeadilan, pendekatan kolaboratif dalam pengelolaan hutan muncul hanya beberapa saat sebelum kami memulai penelitian ACM. Karena keadaan ini menjadi konteks utama penelitian kami, bab ini mengulas hal tersebut.
Sejarahnya
Walaupun pengelolaan hutan secara kolaboratif di Indonesia relatif baru, perkembangannya berpangkal pada awal tahun 1970-an, ketika pemerintah mulai bereksperimen dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan. Pemerintah pada saat itu dihadapkan dengan konfl ik-konfl ik sosial yang kian meningkat di antara masyarakat lokal dan proyek-proyek kehutanan, serta tekanan publik dan tuntutan internasional untuk meningkatkan partisipasi masyarakat.
Dalam dua dasawarsa selanjutnya, berbagai prakarsa pengelolaan hutan partisipatif dikembangkan dan diujicobakan. Selain pemerintah, aktivis LSM, peneliti, dan penyandang dana juga memainkan peranan penting dalam prakarsa ini. Seiring dengan berjalannya waktu, prakarsa-prakarsa itu berkembang dari pendekatan yang sekedar “mengajak” kelompok lokal untuk berpartisipasi dalam kegiatan lapangan, menjadi pendekatan yang memberi mereka kewenangan dalam pengambilan keputusan (bandingkan juga Kotak 2 dalam Bab 2). Dalam evolusi ini ada tiga tahapan umum yang dapat dibedakan dengan jelas, yakni:1) peningkatan akses para pemangku kepentingan lokal terhadap sumber daya
hutan2) pengakuan sistem pengelolaan hutan masyarakat lokal3) peningkatan kewenangan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan
tentang hutan.
1. Peningkatan akses para pemangku kepentingan lokal terhadap sumber daya hutan
Di antara kebijakan dan program kehutanan partisipatif pada tahap ini, yang terutama perlu dicatat adalah perhutanan sosial (social forestry).9 Secara umum, kebijakan dan program perhutanan sosial pemerintah diarahkan pada peningkatan kondisi sosial-ekonomi pemangku-pemangku kepentingan lokal. Kebijakan ini pertama kali diterapkan pada awal tahun 1970-an di perkebunan kayu jati di pulau Jawa yang dikelola Perum Perhutani. Program ini meng ijinkan masyarakat lokal untuk menanam tanaman tahunan/tanaman semusim nonkayu di antara pohon-pohon jati dengan syarat mereka me nyediakan tenaga kerja
32 • BAB TIGA
Tujuan umum kebanyakan program perhutanan sosial adalah perbaikan kondisi sosial-ekonomi masyarakat lokal dengan cara meningkatkan akses mereka terhadap sumber daya hutan.
untuk kegiatan penanaman jatinya. Pada awalnya, para pemangku kepentingan lokal tidak diper kenankan memanen kayu, tetapi belum lama ini mereka diperbolehkan memanfaatkan kayu jati yang mereka tanam sendiri.
Pada tahun 1980-an, kebijakan perhutanan sosial yang diawali pada awal tahun 1970-an itu dimodifi kasi dan mengambil bentuk program pengembangan masyarakat (seperti Pembinaan Masyarakat Desa Hutan atau PMDH) dan program hutan komunitas (seperti Hutan Kemasyarakatan atau HKm). PMDH tidak memungkinkan partisipasi masyarakat yang luas tetapi mengharuskan para pemegang konsesi hutan untuk memberikan kompensasi fi nansial kepada masyarakat yang berada dalam wilayah konsesi mereka. HKm memperbolehkan kelompok-kelompok dan masyarakat lokal untuk mengelola wilayah hutan yang sudah terdegradasi dan menciptakan peluang ekonomi untuk mereka. Hal ini memberi mereka hak pemanfaatan hutan, tetapi pemerintah tetap mempunyai wewenang untuk memberikan dan mencabut kembali hak tersebut sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan dalam menjalankan kewenangannya.
Dalam tahap pertama ini peran pemerintah sangat penting karena mengadopsi partisipasi masyarakat dalam arus-utama (mainstream) program kehutanan dan mengalokasikan sumber daya untuk pengembangannya. Namun demikian, peran
PENGELOLAAN HUTAN SECARA KOLABORATIF DI INDONESIA • 33
LSM lokal, peneliti, aktivis, maupun donor asing tidak kalah pentingnya karena memberi bantuan teknis, evaluasi kritis, dan dana.
Pada tahun 1999, dalam semangat desentralisasi, dikeluarkanlah kebijakan pemerintah yang mengijinkan pembagian keuntungan dari pemanfaatan hasil kayu antara pengusaha hutan dan masyarakat lokal. Meskipun begitu, para pemangku kepentingan lokal tidak turut menentukan besarnya keuntungan yang dibagi.
2. Pengakuan sistem pengelolaan hutan lokal
Tahapan kedua menampilkan pergeseran fokus dari pengelolaan hutan skala besar ke arah pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBsM).
Dari pertengahan tahun 1980-an hingga awal tahun 1990-an ada berbagai upaya pengkajian lapangan yang diprakarsai untuk mengembangkan pemahaman mengenai keanekaragaman sistem pengelolaan hutan lokal yang tersebar di kepulauan Indonesia. Dengan dukungan pen danaan dari donor asing, staf lapangan dinas kehutanan ditugaskan untuk meneliti sistem-sistem lokal pengelolaan hutan. Kajian awal ini kemudian dijadikan dasar pengetahuan bagi pemerintah untuk mengembangkan kebijakan dan program perhutanan sosial.
Perkembangan yang patut dicatat adalah bahwa pada tahun 1998 pemerintah mengakui kewenangan masyarakat adat Krui (Sumatera Selatan) untuk mengelola suatu wilayah di dalam wilayah hutan negara. Kebijakan ini, yang disebut Kawasan dengan Tujuan Istimewa (KdTI), mengakui hak pengelolaan masyarakat Krui dan juga memberi hak pemanfaatan hutan kepada mereka.
Pada saat ini, berbagai prakarsa pengelolaan hutan berbasis masyarakat telah diterapkan di seluruh Indonesia, sebagian besar didanai oleh donor asing dan dilaksanakan oleh LSM lokal. Prakarsa-prakarsa khas ini diperjuangkan oleh aktivis LSM, peneliti, dan donor agar dapat diadopsi secara luas.
3. Peningkatan kewenangan dalam pengambilan keputusan tentang hutan/kemitraan dalam pengelolaan hutan
Berbagai kebijakan dan program pemerintah yang bertujuan meningkatkan kewenangan para pemangku kepentingan lokal dalam pengambilan keputusan tentang hutan baru muncul akhir-akhir ini. Pada akhir tahun 1990-an Perum Perhutani memprakarsai suatu program uji coba yang didukung donor asing dan difasilitasi di lapangan oleh LSM lokal, disebut Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
34 • BAB TIGA
Uji coba tersebut dirancang dengan tujuan untuk mengembangkan kemitraan yang sesungguhnya antara perusahaan dan masyarakat lokal. Berbeda dengan program-program perhutanan sosial terdahulu, program tersebut melibatkan kelompok-kelompok masyarakat lokal bukan sekedar sebagai pekerja pada penanaman pohon jati seperti terjadi sebelumnya, tetapi sebagai mitra yang juga berperan dalam pengambilan keputusan. Dalam upaya ini, peran LSM lokal sangat penting, terutama sebagai mediator antara Perhutani dan masyarakat lokal.
Tantangan dalam Pengembangan Partisipasi Masyarakat dan Pergeseran ke arah Kolaborasi
Meskipun ada niat baik pemerintah dalam program-program yang menggunakan pendekatan partisipatif, hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Pemanfaatan hutan secara tidak berkelanjutan dan tidak berkeadilan masih saja berlangsung. Ada beberapa tantangan dalam penerapan pendekatan partisipatif yang menyebabkan terbatasnya sukses program-program kehutanan itu.
Banyak upaya partisipatif beranggapan bahwa para pemangku kepentingan lokal merupakan kelompok-kelompok homogen yang memiliki kepentingan bersama dalam mengelola hutan. Namun sering, kenyataan di lapangan tidaklah demikian. Masyarakat lokal dan kelompok-kelompok lokal lainnya sering mempunyai kepentingan-kepentingan terhadap hutan yang saling berbeda, atau bahkan bertentangan. Kendati demikian, banyak pemrakarsa upaya partisipatif tidak peka terhadap perbedaan-perbedaan antara kelompok, tidak mengetahui bagaimana menangani konfl ik, atau tidak memiliki cara untuk mendorong kerja sama. Jadi, tantangan terbesar dalam upaya-upaya partisipatif adalah ketidakmampuan pelaksana upaya-upaya tersebut dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang beragam atas hutan melalui kolaborasi.
Selanjutnya, masih banyak upaya yang walaupun disebut “partisipatif”, sesungguhnya tetap bersifat top-down dan kaku terhadap perubahan dan ketidakpastian pada tingkat pengelolaan hutan. Pendekatan top-down semacam itu pada dasarnya hanya menguntungkan negara atau mereka yang cukup berkuasa untuk memperoleh apa yang mereka inginkan. Karenanya, sementara perubahan dan ketidakpastian pada tingkat pengelolaan hutan menuntut cara pengelolaan yang fl eksibel, pengambilan keputusan pengelolaan hutan tetap berada di tangan para profesional pengelolaan hutan resmi dan negara. Dengan kata lain, tantangan kedua dalam upaya-upaya partisipatif adalah kekakuan upaya-upaya tersebut dalam mengakomodasi perubahan dan menghadapi ketidakpastian.
Tantangan-tantangan ini telah mempengaruhi perkembangan pendekatan partisipatif di Indonesia, dan bahkan tetap berpengaruh hingga saat ini.
PENGELOLAAN HUTAN SECARA KOLABORATIF DI INDONESIA • 35
Seminar, pertemuan, dan lokakarya tentang pendekatan partisipatif dalam pengelolaan hutan tidak sedikit jumlahnya. Foto ini memperlihatkan sebuah lokakarya nasional tentang reformasi perhutanan sosial yang diselenggarakan pada bulan September 2002 dan melibatkan wakil masyarakat lokal, pemerintah, LSM, peneliti, dan donor.
Perkembangan terakhir dalam proses ini adalah pergeseran dari pendekatan-pendekatan terdahulu yang ternyata tidak mampu menghadapi perbedaan-perbedaan tuntutan atas hutan, perubahan dan ketidakpastian, ke arah pengelolaan hutan bersama atau kolaboratif.
Upaya desentralisasi pemerintah dan meningkatnya kekuatan pasar menjadi faktor-faktor penting di belakang pergeseran ini. Faktor-faktor itulah yang mendorong pelibatan berbagai kelompok kepentingan yang lebih luas. Di samping itu, munculnya kelompok-kelompok kepentingan baru dan berubahnya pola-pola hubungan antara kelompok, menjadikan kerja sama suatu kebutuhan pokok.
Gambar 6 menampilkan sebuah rangkaian kesatuan kontinyu (continuum) yang menunjukkan pergeseran dari upaya-upaya pengelolaan hutan yang bersifat partisipatif ke arah kolaborasi.
Gambar 6. Rangkaian kesatuan kontinyu (continuum) dari partisipasi ke arah kolaborasi dalam pengelolaan hutan
Partisipasi Kolaborasi
Peningkatan akses sumber daya hutan
Pengakuan sistem lokal pengelolaan hutan
Peningkatan wewenang dalam pengambilan keputusan/kemitraan
dalam pengelolaan hutan
36 • BAB TIGA
Tantangan yang Dihadapi Pengelolaan Hutan Kolaboratif
Pergeseran dari partisipasi menjadi kolaborasi merupakan perkembangan yang positif dalam pencarian pendekatan pengelolaan hutan yang lebih baik. Namun demikian, belum sepenuhnya jelas apakah pengelolaan hutan kolaboratif dapat mengatasi secara efektif tantangan-tantangan yang gagal dihadapi oleh pendekatan-pendekatan sebelumnya.
Pengelolaan hutan secara kolaboratif di negara-negara Asia lainnya (seperti Joint Forest Management di India, Community Forestry di Nepal, atau Community-Based Forest Management di Filipina) telah mengalami tantangan-tantangan serupa. Sekalipun merupakan program-program yang relatif mapan, sering dalam
PENGELOLAAN HUTAN SECARA KOLABORATIF DI INDONESIA • 37
penerapannya proses-proses sosial pada tingkat lokal tidak mendapat perhatian yang memadai. Hal ini telah mengakibatkan pembagian manfaat pengelolaan hutan yang tidak adil dan justru merugikan kelompok-kelompok marginal di tingkat lokal.10
Dari perkembangan pendekatan partisipatif dalam pengelolaan hutan di Indonesia kita dapat melihat bahwa yang telah terjadi adalah proses pem belajaran “coba dan ralat” (trial and error) antara berbagai kelompok kepentingan. Pembelajaran semacam ini masih berlangsung hingga hari ini. Tetapi walaupun pembelajaran telah terjadi, laju pem belajaran tersebut berjalan lamban dan partisipasi masih dilihat terutama sebagai cara untuk memastikan agar hutan tetap dapat dijadikan sumber pendapatan dan kekayaan bagi mereka yang memiliki kekuasaan.
Kami menduga bahwa kendala utama yang menghambat pembelajaran adalah tidak berubahnya kerangka berpikir mereka yang secara sosial dan politik kuat. Penguasaan atas tanah dan sumber daya hutan dipertahankan oleh mereka yang berkuasa karena penguasaan tersebut telah memberi kenyamanan. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang terjadi sesungguhnya tidak nyata. Artinya, pembelajaran semu semacam itu tidak membawa perubahan-perubahan yang langgeng.
4LOKASI PENELITIAN KAMI
Karena merupakan makhluk yang berkesadaran, manusia tidak saja berada “dalam” dunia, tetapi juga “bersama” dunia.
(It is because he is a conscious being that man is not only “in” the world, but “with” the world.)
Paulo Freire, fi lsuf, ilmuwan, dan pembaharu
LOKASI PENELITIAN KAMI • 41
Setelah pencarian yang ekstensif untuk menemukan lokasi penelitian, tim kami memilih dua tempat: Desa Baru Pelepat di Kabupaten Bungo, Propinsi Jambi, Sumatera, serta Desa Rantau Layung dan Desa Rantau Buta di Kabupaten Pasir, Propinsi Kalimantan Timur (Gambar 7).
Sementara bab sebelumnya menyampaikan konteks luas penelitian kami, dalam bab ini dipaparkan konteks lokalnya. Bab 4 ini menggambarkan lokasi penelitian, pemangku kepentingan yang berada di lokasi tersebut, dan ketidakpastian yang mereka hadapi. Selanjutnya bab ini membahas tingkat kemampuan adaptif dan kemampuan kolaboratif yang dimiliki para pemangku kepentingan tersebut karena hal ini merupakan salah satu aspek dari konteks lokal yang penting.
4.1. Hutan dan Para Pemangku Kepentingan
Hutan dan masyarakat
Dari lanskapnya, dengan mudah kita dapat melihat bahwa hutan di kedua lokasi penelitian telah dipengaruhi oleh berbagai kegiatan manusia: berladang, berkebun wana tani, menebang kayu, dan pada kasus di Jambi, berkebun kelapa sawit, serta transmigrasi. Hutan dipterocarp, yang dikenal memiliki nilai kayu yang tinggi seperti jenis meranti (Shorea spp.), mengelilingi desa.
Saat memasuki Baru Pelepat kami melihat bahwa sebagian besar wilayah itu tertutup oleh hutan sekunder yang hingga saat itu telah berkembang dikarenakan sistem rotasi pertanian masyarakat lokal maupun penebangan kayu skala besar. Sisa-sisa hutan primer masih dapat kami temukan di sana-sini pada daerah yang lebih tinggi dan wilayah perbukitan.
Baru Pelepat terletak sekitar 65 kilometer di sebelah timur Taman Nasional Kerinci Seblat, yang merupakan salah satu dari empat wilayah konservasi terbesar di Asia Tenggara. Luas wilayah desa adalah 7.265 hektar dan dihuni oleh 557 jiwa pada saat kami memasuki lokasi. Lokasi desa ini berada di bagian hulu Sungai Batang Pelepat sehingga merupakan bagian dari daerah tangkapan air untuk wilayah pertanian, perkebunan, dan wilayah perkotaan ke arah hilir. Tekanan akibat penebangan kayu komersial seperti jenis meranti, Parashorea aptera, dan balam (Palaquium spp.) cukup tinggi. Keanekaragaman fauna di wilayah ini tinggi.
Lokasi penelitian lainnya, Rantau Layung dan Rantau Buta, adalah dua desa yang berdampingan dan terletak di antara Gunung Lumut dan Sungai Kasungai, sekitar 202 kilometer sebelah timur Balikpapan. Jaraknya kurang lebih satu kilo-meter dari hutan Gunung Lumut yang pada tahun 1993 ditetapkan sebagai Hutan Lindung oleh pemerintah. Kedua desa ini terdapat di wilayah operasi beberapa
42 • BAB EMPAT
Gambar 7. Lokasi-lokasi penelitian kami
LOKASI PENELITIAN KAMI • 43
Pemandangan yang umum terdapat di lokasi penelitian di Jambi: rumah kayu yang dikelilingi kebun dan ladang dengan tanaman pangan, sementara hutan sekunder nampak di latar belakang.
perusahaan penebangan kayu skala besar. Luas wilayah Rantau Buta adalah 18.913 hektar dengan penduduk 210 jiwa, sementara Rantau Layung luasnya 16.546 hektar dan berpenduduk 85 jiwa.
Seperti halnya di Baru Pelepat, sebagian besar dari hutan di sini adalah hutan sekunder. Kami mengamati bahwa hutan mengikuti sebuah pola lanskap mosaik yang khas, yakni lahan kering pertanian berselang-seling dengan kebun-kebun wanatani masyarakat dan wilayah hutan penebangan skala besar. Hutan primer dapat ditemukan sepanjang batas hutan lindung. Vegetasi di sini mencakup wayan (Aglaia tomentosa), terap (Artocarpus elasticus), dan meranti merah (Shorea leprosula). Hewan yang umum terdapat di sini adalah rusa (seperti Cervus unicolor), burung layang-layang, dan beberapa jenis reptil.
Seperti halnya banyak komunitas yang hidup di pinggir atau di dalam hutan di Indonesia, masyarakat di ketiga desa sangat bergantung pada hasil-hasil hutan, semak belukar, lahan kering, daerah berhutan, kebun wanatani, dan pekarangan. Secara sosial, penduduk desa beranekaragam: mereka berasal dari berbagai kelompok etnis dan sosial yang berbeda. Selain itu, di dalam masyarakat terdapat perbedaan status sosial di antara individu dan di dalam kelompok.
44 • BAB EMPAT
Kami mengamati bahwa hal tersebut telah menimbulkan ketimpangan sosial dalam hal kesejahteraan, jender, dan kekuasaan. Contoh struktur sosial yang timpang di lokasi penelitian adalah lebih tingginya status sosial para tokoh adat dibandingkan status sosial anggota masyarakat lainnya. Hal ini berarti bahwa tokoh-tokoh adat tersebut dipandang mempunyai hak yang lebih dalam pengambilan keputusan dalam masyarakat (bandingkan Kotak 1 dalam Bab 2).
Berbagai pandangan masyarakat tentang hutan
Mengingat keanekaragaman kelompok masyarakat di lokasi-lokasi penelitian kami, tidaklah mengherankan bahwa terdapat berbagai pandangan yang dimiliki masing-masing kelompok tentang penggunaan wilayah hutan dan sumber daya alam lainnya di sekitar desa mereka.
Kelompok-kelompok atau perseorangan yang berbeda mempunyai nilai yang berbeda pula terhadap hutan, seperti misalnya:• hutan sebagai sumber makanan dan pendapatan• hutan sebagai sumber bahan bakar dan bahan masukan untuk pertanian• hutan sebagai milik atau investasi bagi generasi sekarang dan yang akan
datang.
Berikut ini diberikan beberapa contoh pandangan yang berbeda-beda tentang pemanfaatan sumber daya hutan.
Warga masyarakat yang lebih kaya memandang hutan dari sudut pandang kepentingannya, yakni guna memperoleh manfaat dari eksploitasi hutan secara komersial yang dilakukan perusahaan penebangan kayu dari luar yang nyaris tidak peduli terhadap masyarakat lokal. Warga masyarakat tersebut bekerja sama dengan pihak luar dalam menyediakan tenaga/buruh untuk penebangan kayu. Lain halnya dengan warga desa yang lebih miskin; mereka bergantung pada hutan terutama untuk mencukupi kebutuhannya, seperti mengumpul kan buah-buahan, umbi-umbian, dan hewan buruan. Kelompok masyarakat yang relatif miskin adalah Orang Rimba di Jambi dan kaum perempuan di Pasir.
Contoh lain dari Baru Pelepat adalah perbedaan pandangan mengenai sumber daya alam terjadi antara penduduk asli dan pendatang dari Sumatera dan Jawa. Masyarakat asli setempat adalah keturunan Minangkabau yang datang ke wilayah Baru Pelepat dari Sumatera Barat lebih dari 100 tahun yang lalu. Masyarakat pendatang berada di wilayah tersebut melalui program transmigrasi pemerintah tahun 1997; dari program ini mereka telah memperoleh tanah untuk dihuni dan bertani.
LOKASI PENELITIAN KAMI • 45
Bagi warga Minangkabau, hutan merupakan sumber makanan dan pendapatan. Mereka membuka hutan untuk menanam padi, tanaman musiman lainnya, dan tanaman karet, serta memanen hasil-hasil hutan seperti kayu, rotan, dan buah-buahan.
Masyarakat pendatang, di lain pihak, memandang hutan dan semak belukar sekitar desa sebagai sumber bahan bakar dan bahan masukan untuk kegiatan pertanian mereka, seperti galah bambu atau keranjang rotan. Mereka menanam tanaman pangan dan pepohonan pada tanah yang telah diberikan pemerintah kepada mereka.
Kedatangan anggota masyarakat baru ini telah meningkatkan jumlah pengguna sumber daya alam di Baru Pelepat dan pada saat yang sama membuat masyarakat semakin beragam. Di samping itu, perbedaan pandangan di antara mereka turut menyebabkan kurangnya visi bersama di dalam masyarakat tentang bagaimana hutan dan sumber daya alam lainnya dapat dimanfaatkan.
Contoh lain bagaimana masyarakat memandang hutan secara berbeda kami ambil dari lokasi di Pasir. Keturunan Aji Sulaiman, penguasa setempat yang memimpin Kerajaan Pasir pada abad ke-19, mengaku memiliki kewenangan atas wilayah hutan yang mencakup kedua desa penelitian. Namun, pada saat kami melakukan penelitian kami, pemerintah kabupatenlah yang menjalankan kewenangan resmi berkenaan dengan pengelolaan hutan. Contoh ini menggambarkan bahwa di lokasi Pasir ada perbedaan persepsi tentang siapa yang memiliki kewenangan atas wilayah hutan.
Mendefinisikan para pemangku kepentingan
Kelompok atau perseorangan yang berbeda dalam masyarakat mempunyai pandangan masing-masing mengenai bagaimana semestinya sumber daya alam di desanya digunakan. Perbedaan pandangan ini terjadi karena mereka
Hutan: sumber pangan dan pendapatan bagi masyarakat lokal.
46 • BAB EMPAT
Kotak 9. Para pemangku kepentingan di dalam masyarakat desa
Desa Baru Pelepat, Jambi Desa Rantau Layung dan Desa
Rantau Buta, Kalimantan Timur
• Orang Rimba (perempuan dan laki-laki)
• Masyarakat asli (perempuan dan laki-laki)
• Masyarakat pendatang (perempuan dan laki-laki)
• Elit desa • Kaum muda• Lembaga adat• Pemerintah desa• Lembaga keagamaan• Kelompok perempuan
• Berbagai kelompok tani (perempuan dan laki-laki)
• Kaum muda (perempuan dan laki-laki)
• Pekerja di hutan (semua laki-laki)• Tetua desa (semua laki-laki)• Elit desa (para pejabat pemerintah
resmi dan pemimpin adat)
Kotak 8. Pemangku kepentingan atas hutan
Pemangku kepentingan atas hutan adalah perseorangan, kelompok sosial, lembaga, suatu komunitas, atau kumpulan orang di dalam masyarakat yang memiliki kepentingan dalam penggunaan dan pengelolaan hutan. Dengan demikian, satu pemangku kepentingan mempengaruhi dan/atau dipengaruhi oleh keputusan dan tindakan pemangku kepentingan lainnya yang berhubungan dengan sistem hutan tersebut.
menggunakan sumber daya tersebut dengan cara yang berbeda-beda dan memberi nilai yang berbeda pula pada sumber daya tersebut. Namun pada saat yang sama, mereka menggunakan sumber daya yang sama pula. Hal ini berarti bahwa masa depan setiap kelompok dan perseorangan sangat tergantung pada sumber daya alam apa yang digunakan, keputusan apa yang diambil, dan apa yang dilakukan oleh pihak lain. Dengan kata lain, ada saling keter gantungan di antara mereka. Para pakar ilmu sosial menjelaskan ketergantungan timbal balik ini dengan mengatakan bahwa kelompok-kelompok atau perseorangan tersebut merupakan bagian dari suatu sistem, dalam hal ini sistem hutan. Kelompok-kelompok atau perseorangan itulah yang kami sebut sebagai pemangku kepentingan. Kotak 8 mendefi nisikan pemangku kepentingan, sementara Kotak 9 menampilkan para pemangku kepentingan yang kami identifi kasi di kedua lokasi penelitian kami. Tim kami menggunakan berbagai pendekatan untuk mengidentifi kasi para pemangku kepentingan. Pendekatan-
LOKASI PENELITIAN KAMI • 47
pendekatan tersebut disajikan pada Lampiran 1, sedangkan Lampiran 2 berisikan beberapa alat bantu untuk mengidentifi kasi pemangku kepentingan serta beberapa acuan pustakanya.
Para pemangku kepentingan baru: Pihak luar
Di atas telah digambarkan bahwa di dalam masyarakat desa terdapat berbagai pemangku kepenting an yang masing-masing mengaku berhak atas sumber daya alam di wilayah desa mereka. Namun, tim kami telah menemukan bahwa para pemangku kepentingan ternyata tidak terbatas pada kelompok dan perseorangan dari dalam masyarakat desa itu sendiri. Di masa lalu hingga saat ini pihak-pihak dari luar desa telah bermunculan dan menunjukkan minat mereka terhadap sumber daya desa. Seperti disampaikan warga desa kepada kami, dalam beberapa dasawarsa terakhir ini jumlah pemangku kepentingan dari luar desa cukup meningkat dan hal ini telah mengakibatkan meningkatnya tekanan pada sumber daya alam desa. Perkembangan ini paling jelas jika kita mengambil lokasi Jambi sebagai contoh.
Sampai sekitar 25 tahun yang lalu, hutan di sekitar desa menyediakan sumber daya alam yang melimpah untuk masyarakat Baru Pelepat. Ketika itu hanya warga keturunan Minangkabau yang tinggal di wilayah tersebut. Mereka mengandalkan pengaturan berbasiskan adat dalam memanfaatkan dan mengelola hutan.
Namun, sejak pertengahan tahun 1970-an berbagai pihak luar mulai tertarik untuk turut memperoleh manfaat dari hutan di wilayah desa, khususnya kayu. Hal ini dimulai dengan usaha berskala kecil (seperti oleh perseorangan dari desa-desa tetangga) dan kemudian mencakup usaha berskala besar oleh para pengusaha hutan komersial. Untuk usaha skala besar ini berbagai perusahaan diberi ijin resmi (hak pengusahaan hutan (HPH)) oleh pemerintah untuk menebang kayu di wilayah tersebut. Akibatnya, berbagai pelaku luar nyaris secara terus-menerus melanggar batas-batas wilayah yang sebenarnya telah dianggap masyarakat sebagai milik mereka. Kotak 10 menunjukkan para pemangku kepentingan yang berasal dari luar masyarakat desa.
Masyarakat kemudian menyadari bahwa lembaga adat mereka ternyata tidak mampu untuk menghentikan “pelanggaran” seperti digambarkan di atas dan untuk menjaga sumber daya desa. Masyarakat juga nyaris tidak mendapat dukungan dari pemerintah dalam menjaga sumber daya mereka dari para “pengganggu” itu. Bahkan sebalik nya, pemerintah sering berpihak pada perusahaan dengan cara memberi HPH, sekalipun wilayah hutan yang bersangkutan telah dianggap masyarakat sebagai hutan mereka. Dengan begitu, penggunaan sumber daya hutan dan sumber daya alam lainnya menjadi tidak terkendali. Banyak pemangku
48 • BAB EMPAT
kepentingan mulai memperlaku kan hutan seolah-olah merupakan sumber daya bebas dengan akses terbuka (open access). Mereka kemudian bersikap bahwa jika sumber daya hutan bagaimanapun akan habis, sebaiknya mereka mengambil apa yang masih bisa diperoleh selagi sumber daya itu masih ada.
Walaupun menggunakan dan mengelola hutan pada wilayah yang sama, karena beroperasi dengan sistem pengelolaan yang berbeda, masing-masing pemangku kepentingan memiliki cara mereka sendiri dalam mengambil keputusan tentang hutan. Di satu sisi, pengelolaan hutan lokal diarahkan terutama pada usaha pemenuhan kebutuhan manusia. Di sisi lain, perusahaan dan pemerintah menerapkan suatu sistem pengelolaan hutan formal yang diarahkan terutama untuk meng hasilkan pendapatan bagi mereka, sementara mengabaikan kebutuhan masyarakat. Sistem ini menggunakan aturan-aturan dan teknik-teknik pengelolaan yang biasanya dikembangkan di kantor pusat perusahaan atau kantor pemerintah tanpa terlalu memperhitungkan kondisi dan kebutuhan masyarakat lokal.
Kotak 10. Para pemangku kepentingan dari luar masyarakat desa
Desa Baru Pelepat, Jambi Desa Rantau Layung dan Desa
Rantau Buta, Kalimantan Timur
• Dusun tetangga, yakni Lubuk Telau• 6 desa tetangga lainnya• Pekerja hutan dari desa tetangga• Pemilik penggergajian kayu dan
pekerja hutan dari Baru Pelepat• Proyek ICDP, LSM dan staf Taman
Nasional Kerinci Seblat• Pemerintah kecamatan• Pemerintah kabupaten• Perusahaan penebangan kayu
(Inhutani V dan Koperasi Lamusa)• Tim ACM
• Desa-desa tetangga (Kasungai, Batu Kajang)
• Pekerja hutan dari desa tetangga• Pemilik penggergajian kayu• Pemerintah kecamatan• Pemerintah kabupaten• Perusahaan penebangan kayu
(PT Telaga Mas dan Teguh Maronda Prima)
• Tim ACM
Berbagai kepentingan yang berasal dari kebijakan pemerintah
Keputusan dan kebijakan pemerintah sering tidak sesuai dengan bagaimana masyarakat desa memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam di wilayah desa mereka. Kita telah melihat ketidakcocokkan semacam itu dalam contoh di atas
LOKASI PENELITIAN KAMI • 49
ketika pemerintah memberi HPH kepada perusahaan yang beroperasi di Baru Pelepat tanpa mengakui masyarakat desa sebagai pengguna yang berhak atas sumber daya. Pada saat kami memasuki desa tersebut, masyarakat mengisahkan kembali bagaimana sejak pertengahan tahun 1970-an empat perusahaan kayu telah melakukan penebangan kayu besar-besaran di wilayah desa mereka. Tumpang tindih wilayah operasi perusahaan HPH dan wilayah desa seperti itu terjadi karena kebijakan pemerintah pada tahun 1970-an yang menetapkan berbagai luasan hutan sebagai Hutan Negara yang dikuasai oleh negara. Dalam penetapan kebijakan tersebut, pada umumnya pemerintah mengabaikan keadaan masyarakat lokal yang selama beberapa generasi telah hidup di dalam dan di sekitar wilayah hutan tersebut dan memperoleh penghidupan dari sumber daya alam di sana. Pada saat penelitian kami sekitar 60% wilayah Desa Baru Pelepat merupakan hutan negara.
Ada dua contoh lain tentang ketidakcocokkan antara kebijakan dan penggunaan sumber daya hutan oleh masyarakat lokal yang layak kita perhati kan. Di Pasir, peraturan pemerintah kabupaten pada tahun 2000 memberi hak kepada petani secara perseorangan untuk mengambil hasil hutan dari lahan mereka sendiri, disebut IPPK (izin pemungutan dan pemanfaatan kayu). Melalui kesepakatan resmi, masyarakat Rantau Buta dan Rantau Layung “berkolaborasi” dengan perusahaan komersial yang membeli hasil hutan tersebut. Walaupun dimaksudkan untuk memberi manfaat kepada masyarakat, kebijakan itu menjadi sarana bagi
Kebanyakan lanskap hutan sudah dibuka, seperti dapat ditemukan di banyak tempat di Indonesia.
50 • BAB EMPAT
perusahaan dan elit desa untuk memenuhi kepentingan mereka sendiri saja. Mereka melakukannya dengan mendorong petani untuk “bekerja sama” dengan perusahaan dengan cara mengajukan permohonan IPPK kepada pemerintah. Dalam prakteknya, usaha ini menghasilkan keuntungan besar bagi perusahaan dan elit desa, sementara warga masyarakat hanya memperoleh keuntungan yang tidak berarti.
Contoh kedua dari Jambi. Pada tahun 1980-an pemerintah menetapkan kebijakan nasional tentang “penyeragaman desa”.11 Sesuai dengan kebijakan ini, pemerintah desa dapat ditetapkan hanya jika disetujui oleh pemerintah kabupaten. Kebijakan tersebut juga menentukan luas dan cakupan wilayah desa tanpa mempertimbangkan wilayah yang sebelumnya ditempati oleh masyarakat. Walaupun pada tahun 2001 kebijakan tersebut sudah ditarik kembali, namun bagi kelompok Minangkabau dampaknya sudah sangat jauh. Misalnya, kebijakan tersebut tidak memungkinkan lembaga adat untuk tetap mengatur kehidupan masyarakat dan penggunaan sumber daya alam. Tambahan pula, sebagian dari kelompok Minangkabau yang tinggal ke arah hilir diharuskan menjadi bagian dari desa lain; hal ini jelas memperlemah ikatan sosial yang ada di dalam kelompok Minangkabau tersebut.
Sejak awal tahun 2001, pada saat pemerintah mulai menerapkan kebijakan desentralisasi, banyak pihak mengharapkan akan terjadinya perubahan-perubahan yang positif di dalam masyarakat. Kebijakan ini antara lain berarti bahwa lembaga lokal diberi kewenangan atas pengelolaan hutan di wilayah desanya. Tetapi dukungan pemerintah bagi penerapan desentralisasi ternyata sangat kurang. Akibatnya, masyarakat di kedua lokasi dibiarkan sendiri dalam menghadapi tantangan-tantangan baru dan cenderung rumit yang menyertai desentralisasi ini.
Lembaga adat yang ada di kedua lokasi penelitian ternyata tidak mampu memainkan peran koordinasi pengelolaan sumber daya hutan, maupun mengupayakan pengakuan pemerintah atas hak-hak masyarakat yang berkenaan dengan sumber daya alam. Lembaga ini juga lemah dalam menciptakan akses yang setara bagi semua pemangku kepentingan di dalam masyarakatnya sendiri. Misalnya, pada saat kami memasuki lokasi di Jambi, perempuan, Orang Rimba, dan masyarakat pendatang hampir tidak pernah dilibatkan dalam peng-ambilan keputusan tingkat desa. Kepentingan kelompok-kelompok ini nyaris tidak terwakili. Pada umumnya keputusan-keputusan masyarakat diambil oleh segelintir warga masyarakat yang ber pengaruh, dan biasanya mereka semua laki-laki. Seperti di kebanyakan masyarakat lokal di Indonesia, lembaga lokal ternyata tidak cukup mampu untuk menangani perbedaan-perbedaan kepentingan yang ada.
LOKASI PENELITIAN KAMI • 51
Adanya tumpang tindih kepentingan mengenai hutan dan cara-cara lama dalam pengambilan keputusan tentang sumber daya hutan menunjukkan perlunya cara pandang baru tentang bagaimana hutan seharusnya digunakan dan dikelola, baik di tingkat pemerintah maupun tingkat masyarakat.
4.2. Konteks Pembelajaran: Menghadapi Ketidakpastian
Tim kami melihat bahwa ada suatu kondisi yang dihadapi para pemangku kepentingan pada saat pembelajaran dan aksi ACM dimulai, yakni kondisi ketidakpastian. Karena keadaan semacam ini dapat menentukan proses pembelajaran dalam ACM, kondisi tersebut perlu mendapat perhatian lebih lanjut.
Namun apa sebenarnya yang dimaksud dengan “ketidakpastian”? Kapan kita bisa mengatakan bahwa suatu keadaan bersifat “tidak pasti”? Selama ini masyarakat di kedua lokasi penelitian dihadapkan dengan berbagai perubahan dalam lingkungan alam dan sosial yang menjadi gantungan hidup mereka. Banyak perubahan yang terjadi menimbulkan kegalauan pada diri mereka tentang masa depan mereka karena sering perubahan terjadi tak terduga. Akibatnya, menjadi sulit bagi mereka untuk memperkirakan masa depan dan merencanakannya. Nah, keadaan semacam inilah yang bisa kita sebut ketidakpastian (lihat Kotak 11). Di lokasi penelitian, kami menemukan tiga sumber ketidakpastian utama, yakni ketidakpastian karena perubahan sumber penghidupan masyarakat, perubahan hubungan sosial, dan kebijakan pemerintah.
Kotak 11. Ketidakpastian
Orang mempersepsikan bahwa mereka berada dalam keadaan yang tidak pasti ketika mereka sulit mengetahui terlebih dahulu apa yang akan terjadi. Mereka tidak dapat mengidentifi kasi faktor-faktor yang pada akhirnya menentukan apa yang akan terjadi sehingga masa depan sulit diperkirakan dan karena itu juga sulit direncanakan.
Perubahan-perubahan yang mempengaruhi sumber penghidupan masyarakat
Keprihatinan utama para pemangku kepentingan di Baru Pelepat, Rantau Buta, dan Rantau Layung berkenaan dengan perubahan-perubahan yang mempengaruhi sumber penghidupan mereka. Sementara manfaat hutan bagi
52 • BAB EMPAT
kehidupan masyarakat mengalami penurunan yang cukup besar, hanya sedikit sumber penghidupan alternatif yang tersedia. Hal ini khususnya dialami kelompok Minangkabau dan Orang Rimba di Jambi, dan kelompok Dayak Adang di Pasir.
Di masa lalu, bagi kelompok-kelompok ini hutan selalu menjadi sumber yang penting untuk memenuhi kebutuhan subsistensi dan mengatasi kekurangan pangan di masa-masa sulit. Tetapi pada saat penelitian kami, penyempitan wilayah hutan telah mengurangi kesempatan bagi masyarakat yang membuka hutan untuk memulai pertanian ladang ber pindah. Penurunan ketersediaan hasil hutan juga mempengaruhi hasil pertanian masyarakat karena mereka makin sulit memperoleh hasil hutan yang diperlukan untuk kegiatan pertanian seperti serasah, pakan ternak, tempat penggembalaan ternak, dan kayu untuk peralatan pertanian. Pada akhirnya, semua itu menyebabkan menurunnya pendapat-an banyak rumah tangga. Sebelumnya, sumber penghasilan rumah tangga itu berasal dari penjualan hasil hutan seperti rotan dan kayu, hasil pertanian, pekerjaan sebagai buruh, atau penjualan barang-barang seperti anyaman keset dan keranjang yang berbahan baku dari hutan. Gambar 8 menggambarkan penurunan ketersedia an hasil hutan di lokasi kegiatan kami, ter masuk skenario masa depan, sebagaimana dilihat oleh kelompok-kelompok masyarakat desa.
Perubahan-perubahan dalam hubungan sosial
Sumber ketidakpastian lain yang dihadapi para pemangku kepentingan di kedua lokasi penelitian adalah terjadinya berbagai perubahan dalam hubungan antara individu, kelompok, atau lembaga. Kadangkala ketidakpastian ini muncul karena berubahnya sifat dari hubungan yang telah ada, sementara dalam kasus lain ketidakpastian terjadi karena terbentuknya hubungan baru. Kami berikan contoh dari lokasi di Baru Pelepat untuk menggambarkan kedua macam ketidakpastian ini.
Ketika masyarakat Minangkabau masih merupakan satu-satunya kelompok penduduk di Baru Pelepat, lembaga adat mereka mengatur penggunaan sumber daya alam, hak dan kewajiban anggota masyarakat, serta hubungan antara para pemangku kepentingan. Tetapi peran peng aturan ini berubah ketika pada awal tahun 1980-an kebijakan pemerintah tentang “penyeragaman desa” menentukan bahwa lembaga adat harus berbagi kewenangan dengan pemerintah desa yang ditunjuk secara resmi (lihat juga hlm. 50).
Keadaan itu bertambah rumit ketika banyak warga masyarakat merasa tidak puas terhadap beberapa pemimpin adat yang menurut mereka hanya mementingkan diri mereka sendiri. Jadi, lembaga adat yang semesti nya mengatur kehidupan
LOKASI PENELITIAN KAMI • 53
Ra
nta
u B
uta
(P
as
ir)
Ba
ru P
ele
pa
t (J
am
bi)
Ran
tau
Layu
ng
(P
asir
)
Baru
Pele
pat
(Jam
bi)
Ketersedian Produk Hutan Ketersediaan Produk Hutan
Ketersediaan Produk Hutan Ketersediaan Produk Hutan
Tah
un
Tah
un
Tah
un
Tah
un
Bua
h
Ikan
Rot
an
Kay
u
Bua
h
Ikan
Rot
an
Rot
an(D
aem
onor
ops
spp.
)
Man
au
(Cal
amus
orn
atus
)
Bua
h (s
eper
ti D
urio
sp.
)
Ikan
Mer
anti
(Sho
rea
sp.)
Jelu
tung
(D
yera
cos
tula
ta)
Tem
besu
(F
agra
ea fr
agra
ns)
1950
1960
1970
1980
1990
2000
2010
1970
1975
1980
1985
1990
1995
2000
2001
2003
2005
1950
1960
1970
1980
1990
2000
2010
1970
1975
1980
1985
1990
1995
2000
2001
2003
2004
5.0
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0
5.0
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0
5.0
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0
5.0
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0
Gam
bar
8.
Pen
urun
an k
eter
sedi
aan
hasi
l hut
an d
i ked
ua lo
kasi
pen
eliti
an s
ebag
aim
ana
dilih
at o
leh
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n de
sa
(pet
unju
k: 5
= k
eter
sedi
aan
optim
al, 0
= s
udah
hab
is s
ama
seka
li)
54 • BAB EMPAT
masyarakat, justru kehilangan kepercayaan dan kewenangan yang pernah dimilikinya di masa lalu. Akibat melemah nya rambu-rambu adat, perilaku warga masyarakat menjadi sulit diperhitungkan jika saling berhubungan (lihat Kotak 12). Akibat lebih jauh lagi, hubungan sosial antarwarga melemah.
Sementara itu, pada tahun 1997 melalui program transmigrasi pemerintah menempatkan kelompok etnis dan kelompok sosial lain di Baru Pelepat. Kelompok-kelompok tersebut menjadi bagian dari masyarakat desa. Kehadiran kelompok baru itu menciptakan hubungan sosial baru dan adanya pandangan hidup dan norma sosial yang berbeda-beda. Perubahan-perubahan tersebut sering menciptakan situasi yang kabur. Dalam situasi tersebut niat satu pihak tidak jelas bagi pihak
lainnya dan perilaku satu pihak tidak dapat diperkirakan pihak lainnya. Dengan kata lain, kehadiran kelompok-kelompok baru telah menciptakan kondisi yang tidak pasti bagi warga masyarakat.
Perubahan yang berasal dari kebijakan pemerintah
Para pemangku kepentingan dalam masyarakat di kedua lokasi pengkajian juga harus menghadapi berbagai ketidakpastian yang merupakan dampak sosial, ekonomi, dan politik dari kebijakan-kebijakan pemerintah. Misalnya, seperti dicatat sebelumnya, kebijakan pemerintah menentukan bahwa hutan di sekitar desa adalah hutan negara sementara masyarakat menganggapnya sebagai hutan desa mereka. Artinya, kedua pihak (pemerintah dan masyarakat) masing-masing menuntut hak mereka atas pemanfaatan hutan. Masyarakat melihat hutan sebagai sumber penghidupan penting, sementara pemerintah melihat hutan sebagai sumber daya yang bisa dieksploitasi. Sesuai dengan pandangan pemerintah itu, sejak per tengahan tahun 1970-an pemerintah memberi konsesi hutan kepada
Ketidakpastian karena menurunnya sumber penghidupan telah mengakibatkan akses terbuka (open access) terhadap sumber daya hutan: warga desa sering mengatakan, “Tebanglah pohon se belum orang luar melakukannya.”
LOKASI PENELITIAN KAMI • 55
para penebang kayu komersial, yakni perusahaan, koperasi, maupun perseorangan. Akibatnya, sejak kira-kira 25 tahun silam masyarakat mulai merasakan tekanan terhadap hutan dan mengkhawatirkan penebangan hutan oleh pihak luar (lihat Kotak 13).
Di Baru Pelepat tumpang tindih antara hak negara dan hak masyarakat juga membuka peluang untuk mengkonversi sebagian wilayah masyarakat menjadi wilayah proyek pemukiman transmigran.
Pada tahun 1985 Baru Pelepat menjadi unit administratif dalam hirarki pemerintahan. Sesuai dengan kebijakan ini, pemerintahan desa menjadi tanggung jawab resmi pemerintah desa yang baru, sementara lembaga adat terkesampingkan. Implikasi dari kebijakan pemerintahan tersebut, secara resmi dilakukan penataulangan batas desa. Akibatnya, masyarakat Minangkabau terpecah menjadi dua bagian: satu bagian digabungkan dengan masyarakat desa tetangga. Dapat dipahami bahwa kebijakan pemerintah ini melemahkan kohesi sosial masyarakat Minangkabau di wilayah ini.
Kotak 12. Ketidakpastian tentang perilaku dan tindakan pihak lain
Suatu malam, tidak lama setelah tim kami tiba di Baru Pelepat, sekelompok kecil warga desa laki-laki berkumpul di rumah kepala desa hingga larut malam. Mereka mendiskusikan kejadian beberapa hari sebelumnya ketika seorang tokoh masyarakat tertangkap mengambil kayu berharga dari hutan desa mereka. Walaupun mereka sepakat bahwa tokoh itu telah melakukan kesalahan karena mengambil kayu tanpa persetujuan warga masyarakat lainnya, namun karena ia orang yang berpengaruh dan terpandang di masyarakat, tidak seorang pun berani menuntut agar ia mempertanggungjawabkan tindakannya. Selain itu, saat itu tidak ada pihak yang berwewenang dalam masyarakat yang dapat menuntut tokoh masyarakat tersebut.
Para warga desa tersebut tidak tahu apa yang harus mereka lakukan karena mereka sulit menilai apa konsekuensinya jika mereka menuduh warga masyarakat tersebut melakukan kesalahan. Lebih dari itu, sulit bagi mereka untuk memperkirakan bagaimana tokoh masyarakat itu akan bereaksi jika dituduh; misalnya apakah ia akan melakukan pembalasan. Mereka juga mencoba membayangkan apa dampak terbesar yang mungkin akan dirasakan masyarakat: kerugian materi dan peluang fi nansial berkaitan dengan kayu curiannya, ataukah “kerugian emosional” yang akan terjadi jika sang “pencuri” bereaksi dengan cara yang mungkin akan berdampak negatif terhadap masyarakat. Memang dapat dibayangkan bahwa kalau sang “pencuri” dipermalukan, apapun bisa dilakukannya sebagai pembalasan.
56 • BAB EMPAT
Terakhir, kebijakan pemerintah tentang desentralisasi yang diberlakukan sejak awal 2001 juga ikut menciptakan kondisi baru dan tidak pasti bagi masyarakat desa di kedua lokasi. Di bawah kebijakan desentralisasi tersebut, masyarakat desa diharapkan mengambil tanggung jawab atas pengelolaan dan pelestarian sumber daya alam mereka serta berkontribusi pada pembangunan sosial dan ekonomi di desa mereka. Dalam memenuhi tuntutan tanggung jawab tersebut, masyarakat di lokasi Pasir dan Jambi merasa bahwa perhatian dan bantuan pemerintah yang mereka dapatkan sangat kurang.
Kotak 13. Ketidakpastian karena kebijakan
Ketika kami memasuki Baru Pelepat pada awal penelitian kami, warga desa mengisahkan bahwa sejak perusahaan pertama mulai beroperasi pada pertengahan tahun 1970-an, sudah ada empat perusahaan penebangan kayu yang beroperasi di sekitar Baru Pelepat. Dalam upayanya memanfaatkan kayu berharga, perusahaan-perusahaan itu menebang kayu di wilayah hutan yang cukup luas di sekitar desa. Selama itu masyarakat diabaikan dan tidak sekali pun warga masyarakat diberitahukan tentang akan beroperasinya perusahaan-perusahaan itu, apalagi dimintai persetujuannya.
Pernah ada pembicaraan informal dengan pekerja perusahaan yang memberi pemahaman kepada warga desa bahwa perusahaan-perusahaan tersebut memiliki ijin pemerintah untuk melakukan penebangan kayu. Mereka diberitahukan bahwa hutan yang sedang ditebang berada di bawah penguasaan negara dan karenanya siapa pun yang ingin menggunakan hutan harus mendapat persetujuan pemerintah. Padahal selama itu warga masyarakat mengira bahwa hutan adalah milik masyarakat adat mereka. Karena penebangan terus berlangsung dan kayu dalam jumlah besar terus dikeluarkan dari hutan, masyarakat mulai cemas. Mereka mulai mengkhawatirkan masa depan mereka dan mempertanyakan apakah yang akan didapatkan mereka maupun generasi mendatang jika hutan tidak ada lagi.
Masyarakat Rantau Buta dan Rantau Layung di Pasir mempunyai pengalaman yang hampir sama seperti masyarakat Baru Pelepat. Ketika pada tahun 1993 Menteri Kehutanan memutuskan bahwa sebagian hutan di Gunung Lumut menjadi Hutan Lindung secara resmi, masyarakat tidak dilibatkan ataupun diberitahukan bahwa keputusan semacam itu akan diambil. Pada suatu hari di tahun tersebut, sebagaimana dikisahkan beberapa anggota masyarakat, mereka menemukan beberapa patok tanda tapal batas dipancangkan di kebun wanatani mereka, yang berarti bahwa sebagian dari kebun mereka itu telah dijadikan wilayah Hutan Lindung resmi. Kehilangan sumber utama hidup mereka menimbulkan perasaan tidak pasti bagi anggota masyarakat.
LOKASI PENELITIAN KAMI • 57
4.3. Mengapa para Pemangku Kepentingan Kurang Mampu Beradaptasi dan Berkolaborasi?
Pada awal penelitian, kami melihat bahwa ada kebutuhan akan suatu mekanisme yang memungkinkan para pemangku kepentingan menyesuaikan pandangan dan perilaku lama mereka dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Selain itu mereka juga perlu mengembangkan kemampuan untuk bekerja sama dalam menghadapi perubahan-perubahan itu. Namun, tidak lama setelah mulai menetap di lokasi penelitian, kami menemukan bahwa mekanisme semacam itu tidak ada. Baiklah, mari kita cermati mengapa demikian.
Kurangnya kemampuan beradaptasi
Kami mengamati bahwa kurangnya kemampuan beradaptasi terdapat baik pada pemangku-pemangku kepentingan yang bersifat kolektif maupun individual. Contoh hal yang pertama adalah masyarakat, instansi pemerintah dan perusahaan kayu secara bersama di Pasir, sementara contoh hal yang kedua adalah tokoh adat di Jambi.
Terdapat tiga hal yang menurut kami dapat menjelaskan keadaan ini. Pertama, lembaga lokal dan instansi-instansi pemerintah sangat lemah dalam mengkoordinasikan pola-pola pengelolaan sumber daya yang ada. Karena itu, tidak ada dasar struktural bagi para pemangku kepentingan untuk bertindak dengan cara terkoordinasi dalam menghadapi perubahan sosial dan perubahan alam yang rumit. Karena kelemahan koordinasi itu, baik di tingkat masyarakat maupun di tingkat pemerintah kabupaten, para pemangku kepentingan tidak dapat menilai perubahan-perubahan yang terjadi secara sistematis sehingga tidak mampu mencari strategi untuk menghadapinya secara efektif.
Kedua, tidak ada mekanisme yang dapat membantu para pemangku kepentingan untuk belajar bersama dari aksi mereka sebagai kelompok dalam mengelola sumber daya alam. Karena itu mereka tidak dapat menilai akibat dari tindakan atau keputusan yang telah diambil. Pemantauan secara sadar dan terencana hampir tidak pernah dilakukan sehingga masukan yang dapat digunakan sebagai dasar keputusan untuk menentukan tindakan berikutnya nyaris tidak ada. Setiap pihak mengambil keputusan dan bertindak menurut pola pengelolaan masing-masing dan jarang berbagi informasi dan pengetahuan dengan pihak lain.
Ketiga, adanya ketimpangan dalam distribusi informasi antara para pemangku kepentingan. Pada gilirannya hal ini tidak mendukung terjadinya umpan-balik (feedback) informasi. Contohnya adalah keterbatasan arus informasi antara kelompok Orang Rimba dan para penanam modal dari luar desa. Masing-masing
58 • BAB EMPAT
pihak ini mempunyai pola pengelolaan sumber daya sendiri dan hampir tidak pernah berbagi informasi. Lain halnya dengan para penebang kayu di desa dan para penanam modal dari luar desa: mereka berbagi informasi secara intensif karena keduanya merupakan bagian dari sistem pengelolaan hutan yang sama.
Ketiga hal di atas, berdasarkan pengamatan kami, disebabkan oleh tetap berkutatnya pemangku-pemangku kepentingan dalam cara-cara pandang lama tentang lingkungan alam dan sosial mereka. Akibatnya, peluang untuk mencari dan mempelajari cara-cara baru menjadi sangat terbatas. Sering para pemangku kepentingan yang “enggan belajar” ini adalah mereka yang sudah lama memiliki hak istimewa dalam mengatur kehidupan masyarakat, seperti para tokoh masyarakat dan pejabat pemerintah.
Terbatasnya kemampuan berkolaborasi
Tidak lama setelah mulai berhubungan dengan masyarakat di lokasi penelitian, kami menemukan bahwa terbatasnya kolaborasi terjadi karena beberapa faktor. Pertama, di kedua lokasi hubungan antara para pemangku kepentingan maupun hubungan dalam kelompok-kelompok pemangku kepentingan tertentu ternyata lemah. Kepercayaan timbal balik antara para pemangku kepentingan sangat kurang dan jaringan-jaringan sosial di antara mereka hampir tidak ada. Beberapa hal yang melatarbelakangi lemahnya hubungan tersebut:• Hubungan antara pengambil keputusan dengan pemangku kepentingan
lainnya pada umumnya didasarkan pada hubungan kewenangan (misalnya, hubungan antara tokoh adat dan anggota masyarakat lainnya, atau hubungan antara masyarakat dan pemerintah kabupaten). Hubungan semacam ini sangat rapuh karena tidak banyak memberikan ruang untuk rasa saling percaya dan saling menghargai.
• Latar belakang sosial-budaya para pemangku kepentingan yang berbeda-beda mengakibatkan terbatasnya komunikasi di antara mereka.
• Latar belakang sejarah. Misalnya, masyarakat di lokasi Pasir pernah terlibat secara tidak sengaja dalam gerakan politik yang mengakibatkan adanya ketidakpercayaan terhadap mereka di kalangan pemerintah.
• Konteks legal dan kebijakan. Sebagai contoh, oleh karena kebijakan transmigrasi mengalokasikan tanah kepada pendatang, penduduk asli merasa cemburu terhadap para pendatang.
Kedua, kami juga mengamati bahwa faktor lain yang menyebabkan terbatasnya kerja sama antara pemangku kepentingan, adalah lemahnya komunikasi di antara mereka. Walaupun lemahnya komunikasi itu sebenarnya terkait dengan lemahnya hubungan sosial (yang sudah dibahas di atas), karena penting perlu dijelaskan secara terpisah di sini. Kami melihat bahwa masing-masing pemangku kepentingan
LOKASI PENELITIAN KAMI • 59
Foto ini menunjukkan suasana pertemuan yang umum terjadi ketika tim kami baru saja datang di lokasi. Proses pertemuan cenderung menjemukan dan perempuan kurang terwakili, kalaupun ada yang diundang.
tidak saja memiliki kemampuan komunikasi yang berbeda, tetapi sering juga dianggap berbeda kemampuan komunikasinya oleh pihak lain. Akibatnya, sering kita temukan bahwa ada pemangku kepentingan tertentu yang dipandang lebih layak untuk diajak berkomunikasi dibandingkan pihak lain. Contohnya, di kedua lokasi, ketika kami memulai penelitian, secara umum perempuan dianggap oleh masyarakat sebagai pihak yang kurang mampu berkomunikasi. Hal tersebut bukan karena dalam kenyataannya memang demikian, misalnya karena kurangnya pengetahuan perempuan, tetapi lebih karena budaya setempat menilainya demikian. Banyak warga masyarakat meyakini bahwa peran utama perempuan adalah mengurus rumah tangga dan membesarkan anak dan karenanya dianggap hanya memiliki sedikit pengetahuan selain tentang urusan rumah tangga dan keluarga. Akibatnya, perempuan nyaris tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan tingkat desa.
Terakhir, kami melihat bahwa lemahnya peran lembaga-lembaga lokal dalam mengkoordinasikan pemanfaatan dan pengelolaan hutan mengakibatkan tidak berkembangnya dasar struktural bagi para pemangku kepentingan untuk berkolaborasi.
Bagian Tiga
Praktek
Bagian Dua telah menggambarkan konteks penelitian dan penerapan ACM kami. Dalam Bagian Tiga ini kami hendak berbagi pengalaman tim kami dalam menerapkan pendekatan ini guna memfasilitasi pem-belajaran bersama di antara pemangku kepentingan di lokasi penelitian. Bagian ini dimulai dengan menggambarkan cara kami mendampingi para pemangku kepentingan dalam menerapkan ACM dan dengan menyajikan penilaian kami terhadap keluarannya (Bab 5).
Kemudian kita akan mendiskusikan tantangan yang dihadapi tim kami ketika menerapkan ACM, keunggulan pendekatan ini, maupun keterbatasannya sebagaimana kami alami (Bab 6).
Selanjutnya, kami menyampaikan pelajaran yang dapat kami petik dari pengalaman dalam menerapkan ACM, termasuk nilai tambah yang ditawarkan pendekatan ini bagi pengelolaan hutan di Indonesia (Bab 7).
5MEMPRAKTEKKAN ACM
Hiduplah bersama masyarakat:tinggallah bersama mereka,belajarlah dari mereka,cintailah mereka,mulailah dengan apa yang mereka ketahui,bangunlah di atas apa yang telah mereka miliki. Tentang pemimpin yang terbaik,ketika pekerjaan terselesaikan,tugas-tugas terlaksana,warga masyarakat akan berkata, “Kami sendirilah yang telah melakukannya.”
Lau Tzu, begawan Tao
MEMPRAKTEKKAN ACM • 65
Kotak 14. Mendefi nisikan “pembelajaran”
“Pembelajaran” terjadi ketika seseorang mencoba memahami dunia di sekitarnya. Manakala orang atau kelompok dengan berbagai cara pandang bertemu kita bisa berbicara tentang “pembelajaran sosial”. Cara pandang lama bisa saja disesuaikan atau pandangan baru dibentuk karena pertukaran pemikiran, gagasan, atau pengetahuan di antara mereka.
Pada bab terdahulu kami telah menggambarkan konteks penerapan dan penelitian ACM yang kami lakukan. Dalam Bab ini kami akan berbagi pengalaman dalam menerapkan pendekatan ini di lapangan mapun penilaian kami tentang keluarannya. Pengalaman kami ini secara umum berkenaan dengan penciptaan kondisi yang memungkinkan para pemangku kepentingan belajar bersama dan mengadaptasi cara mereka mengelola lingkungan alam dan sosial mereka.
5.1. Cara Kami Menciptakan Kondisi yang Memungkinkan Pembelajaran Multipihak
Ketika tim kami mulai terlibat dalam masyarakat di kedua lokasi penelitian, warga desa meng hadapi ketidakpastian akibat menghilangnya hutan mereka, berubahnya hubungan antara para pemangku kepentingan dalam masyarakat, dan diterapkannya berbagai kebijakan pemerintah. Terdorong oleh keadaan ini, para pemangku kepentingan ter motivasi untuk belajar bagaimana meningkatkan penghidupan mereka dan menghadapi keadaan yang tidak pasti itu, dan untuk itu kami diminta untuk mendampingi mereka.
Seperti telah kita lihat sebelumnya, pembelajaran adalah jiwa dari ACM. Jika kami menggunakan kata “pembelajaran”, yang kami maksudkan adalah upaya-upaya para pemangku kepentingan dalam memahami dunia di sekitar mereka maupun proses yang mereka tempuh untuk mencari gagasan dan pemahaman baru. Karena dalam hal ACM pembelajaran berlangsung ketika para pemangku kepentingan saling berinteraksi di antara mereka, pembelajaran ini disebut “pembelajaran sosial”. Pembelajaran semacam ini terjadi ketika para individu atau kelompok dengan pandangan yang berbeda saling berinteraksi serta bertukar pikiran, gagasan, atau pengetahuan sehingga pandangan lama bisa diadaptasi atau pandangan baru dibentuk. Kotak 14 menguraikan defi nisi “pembelajaran” kami.
66 • BAB LIMA
Gambar 9. Tiga jenis kegiatan guna menciptakan kondisi pembelajaran
Terdapat tiga macam kegiatan utama yang diperlukan dalam menciptakan kondisi pembelajaran antara para pemangku kepentingan (lihat Gambar 9):• Mempersiapkan pembelajaran• Mengorganisasikan pembelajaran• Memfasilitasi pembelajaran
Pengorganisasianpembelajaran
Persiapanpembelajaran
Fasilitasipembelajaran
Mempersiapkan pembelajaran
Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk:• Membangun hubungan dengan para pemangku kepentingan lokal• Mengenali konteks pembelajaran • Mengidentifi kasi pokok-pokok permasalahan yang ingin ditangani bersama oleh
para pemangku kepentingan
Di dalam kegiatan ini, membangun hubungan dengan pemangku kepentingan lokal dan mengenali konteks lokal sangat penting apabila ACM dipraktekkan oleh “orang luar” (seperti tim kami). Namun mengidentifi kasi pokok-pokok permasalahan merupakan hal penting terlepas dari apakah “orang luar” ataupun “orang dalam” yang mendampingi dalam penerapan ACM. Di lapangan kami tidak terlalu mem bedakan pemisahan dan urutan ketiga kegiatan persiapan pembelajaran ini: dalam prakteknya mereka saling bertumpang tindih. Secara keseluruhan kami membutuhkan lima sampai delapan bulan untuk persiapan pembelajaran di setiap lokasi penelitian.
Kegiatan pertama dalam mempersiapkan pembelajaran para pemangku kepentingan adalah membangun kepercayaan dan hubungan baik dengan
MEMPRAKTEKKAN ACM • 67
Menjadi bagian dari kegiatan sehari-hari masyarakat merupakan cara yang penting untuk membangun hubungan baik dan mengenali konteks lokal.
masyarakat lokal dan para pemangku kepenting an lainnya. Kami mulai melakukan hal ini sedini mungkin dengan cara melibatkan diri dalam berbagai kegiatan sehari-hari masyarakat. Selain itu, membangun hubungan dengan berbagai pihak juga terjadi pada saat melakukan dua kegiatan persiapan lainnya, yakni mengenali konteks dan mengidentifi kasi pokok-pokok permasalahan. Sementara tim kami mengumpulkan data untuk mengenali konteks lokal dan berkegiatan untuk mengidentifi kasi pokok-pokok permasalahan, terbangunlah keakraban dan rasa saling percaya antara tim dan berbagai pemangku kepentingan. Dalam hal ini staf CIFOR banyak terbantu oleh staf dari mitra-mitra LSM yang fasih berbahasa daerah setempat dan mengenal adat-istiadat lokal. Tim kami membutuhkan waktu empat sampai enam bulan untuk mengembangkan hubungan baik dengan para pemangku kepentingan dan untuk mengembangkan komunikasi yang efektif dengan mereka.
Kegiatan kedua adalah mengenali konteks lokal. Pertama, kami perlu mengembangkan pengetahuan kami tentang para pemangku kepentingan di wilayah tersebut, pola hubungan di antara mereka, dan kepentingan mereka masing-masing berkaitan dengan hutan. Walaupun kajian yang dilakukan sebelumnya untuk memilih lokasi telah menyediakan informasi tentang keadaan di lokasi, kami perlu mengumpulkan data yang lebih rinci dan secara spesifi k
68 • BAB LIMA
diarahkan untuk penerapan ACM. Untuk itu, kami menggunakan berbagai pendekatan dan alat bantu guna mengidentifi kasi dan menganalisis para pemangku kepentingan (lihat Lampiran 1 dan Lampiran 2).
Selain pengetahuan tentang para pemangku kepentingan, kami juga mengembangkan pengetahuan dasar tentang konteks pembelajaran para pemangku kepentingan. Dasar informasi yang kami kembangkan meliputi informasi biofi sik, sosial-ekonomi, kebijakan, dan aspek kelembagaan lokal. Dalam melakukan hal ini, kami menggunakan beranekaragam metode pengumpulan data secara partisipatif dan juga beberapa metode yang lebih “konvensional”. Lampiran 1 menyajikan berbagai acuan guna melakukan kajian konteks lokal, sedangkan Lampiran 2 menguraikan berbagai alat bantu yang dapat digunakan dalam melakukannya.
Terakhir, bersama para pemangku kepentingan, kami menjajaki kebutuhan pembelajaran mereka dengan cara mengidentifi kasi pokok-pokok permasalahan yang ingin mereka tangani bersama serta merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang mereka ingin cari jawabannya melalui pembelajaran. Dari kajian konteks lokal yang kami lakukan, kami telah mempunyai informasi dasar tentang pokok-pokok permasalahan yang dihadapi para pemangku kepentingan, tetapi pada tahap ini adalah penting jika pengidentifi kasian pokok permasalahan dilakukan oleh mereka sendiri.
Kami menyadari bahwa mengidentifi kasi pokok-pokok permasalahan merupakan tahap yang penting dan menentukan untuk proses selanjutnya, dan karenanya patut diberi waktu dan perhatian yang memadai. Seperti telah kami catat sebelumnya, kegiatan ini penting juga dalam penerapan ACM yang tidak melibatkan “orang luar”, melainkan hanya para pemangku kepentingan lokal saja.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama kami temukan bahwa di kedua lokasi penelitian permasalahan yang mendesak cenderung berkisar di sekitar berkurangnya ketersediaan sumber daya hutan. Hal tersebut mempengaruhi penghidupan masyarakat secara negatif.
Memprioritaskan pokok-pokok permasalahan yang ada bersama para pemangku kepentingan ternyata bukanlah suatu hal yang mudah. Hal ini karena berbagai kelompok sosial dan perseorangan memiliki pandangan yang saling berbeda tentang bagaimana meningkatkan penghidupan mereka (Gambar 10). Kami menyadari bahwa keadaan nyata cukup kompleks. Hubungan sosial antara para pemangku kepentingan membentuk suatu pola hubungan yang saling ber-kaitan dan rumit. Dalam situasi seperti ini tingkah laku dan tindakan pemangku kepentingan yang satu berpengaruh terhadap peng hidupan pemangku kepentingan lainnya, dan sebaliknya.
MEMPRAKTEKKAN ACM • 69
Gambar 10. Dari identifi kasi pokok-pokok permasalahan ke penentuan prioritas merupakan langkah BESAR
Bersama para pemangku kepentingan, kami me lakukan pengkajian terhadap berbagai masalah penghidupan yang mereka hadapi. Masalah-masalah itu sangat berbeda untuk masing-masing pemangku kepentingan. Tim kami membutuhkan waktu sekitar enam bulan untuk mendampingi para pemangku kepentingan di kedua lokasi memprioritaskan pokok-pokok permasalahan yang telah diidentifi kasi. Proses ini membutuh kan waktu yang tidak sedikit karena masing-masing pemangku kepentingan melihat penting atau tidaknya suatu masalah berdasarkan persepsi dan penilaian mereka masing-masing. Sering mereka bahkan tidak menyadari bahwa pihak lain melihat dan menilai sesuatu dengan cara yang berbeda.
Kami sering menemukan, ketika para pemangku kepentingan menghadapi masalah yang sama, masing-masing merumuskannya dengan cara yang berbeda dan bahkan bisa saja memikirkan pemecahan masalah yang berbeda pula (Kotak 15). Hal ini terjadi karena setiap pemangku kepentingan melihat suatu masalah melalui “saringan” pengalaman dan latar belakang sejarah dan dengan tujuan masa depan masing-masing. Kotak 16 menunjukkan bagaimana para pemangku kepentingan dengan pendampingan tim kami mengidentifi kasi pokok-pokok pembelajaran mereka.
70 • BAB LIMA
Kotak 16. Proses mengidentifi kasi pokok-pokok pembelajaran
Untuk mengidentifi kasi pokok-pokok pembelajaran, kami memfasilitasi pertemuan bersama antara para pemangku kepentingan dari lima dusun di Desa Baru Pelepat. Proses seperti ini juga dilakukan di Pasir. Dengan menggunakan diskusi kelompok terfokus (focus group discussion), kami mendiskusikan dengan para peserta pertemuan masalah-masalah penghidupan yang menurut mereka perlu diatasi. Beberapa kelompok, seperti kaum perempuan, tidak terbiasa untuk berbicara dalam suatu pertemuan umum. Oleh karena itu, kami memberikan kesempatan terlebih dahulu kepada mereka untuk berbagi pendapat dalam diskusi kelompok kecil yang dirasakan lebih nyaman dibandingkan pertemuan besar. Pokok-pokok masalah yang teridentifi kasi dalam pertemuan-pertemuan kecil ini kemudian dikomunikasikan kepada kelompok-kelompok lainnya dalam pertemuan tingkat dusun. Pertemuan semacam ini biasanya dilakukan pada hari Jumat siang setelah kaum laki-laki kembali dari hutan yang menjadi tempat bekerja mereka sebagai pembalak hutan selama 3 sampai 5 hari seminggu.
Pertemuan-pertemuan di atas dilengkapi pula dengan berbagai pertemuan informal di tingkat desa. Pertemuan-pertemuan ini membantu kami dalam mengembangkan pemahaman tentang aspirasi para pemangku kepentingan maupun kondisi penghidupan yang ingin mereka rubah dan tingkatkan.
Kotak 15. Persepsi yang berbeda tentang permasalahan yang sama dengan pemecahan yang berbeda pula: Sebuah contoh dari Jambi
Sekelompok Orang Rimba yang berada di hutan Desa Baru Pelepat melihat diserangnya tanaman pangan dan karet oleh hama babi sebagai masalah yang berasal dari luar (faktor eksternal). Babi-babi tersebut datang dari lokasi yang sumber daya hutannya sudah menurun sehingga mereka terdorong untuk mencari habitat baru. Dengan sudut-pandang lain, sekelompok penduduk desa yang kami ajak membicarakan permasalahan ini, cenderung melihat hama tersebut sebagai akibat dari pembukaan lahan untuk perladangan oleh masyarakat secara tersebar, bukannya berdekatan dalam satu hamparan (faktor internal). Mereka berpikir bahwa jika mereka membuka ladang secara berkelompok di tempat yang berdekatan, seperti pernah mereka lakukan di masa lalu, kemungkinan dirambahnya ladang-ladang mereka oleh babi akan lebih kecil.
Kelompok Orang Rimba disebut tadi percaya bahwa jalan keluar dari masalah ini adalah memburu babi-babi tersebut. Sementara penduduk desa disebut di atas cenderung melihat perladangan secara berkelompok, bukan terpisah, sebagai pemecahannya. Ini adalah suatu contoh bagaimana terhadap masalah yang sama, masing-masing pemangku kepentingan melihat persoalan dan solusi dari sudut pandang yang berbeda.
MEMPRAKTEKKAN ACM • 71
Kotak 17. Platform untuk mengorganisasikan pembelajaran
Suatu platform adalah tata pengorganisasian yang memenuhi persyaratan untuk terjadinya pembelajaran antara para pemangku kepentingan terpenuhi. Platform semacam ini dapat membantu kita dalam menyelenggarakan kegiatan yang mendorong pembelajaran bersama dan bertumpu pada empat prinsip berikut:• Pembelajaran dimiliki oleh semua pemangku kepentingan• Keterwakilan semua pemangku kepentingan• Pembelajaran melalui pengalaman• Pembelajaran melalui komunikasi.
Mengorganisasikan pembelajaran
Tujuan kegiatan ini adalah untuk meletakkan landasan struktural yang dapat membantu kami mengorganisasikan pembelajaran bagi para pemangku kepentingan. Sambil bergiat bersama para pemangku kepentingan di kedua lokasi, kami mencoba memahami kondisi semacam apa yang dapat mendorong terjadinya pembelajaran bersama, baik dari lingkungan sosial maupun lingkungan alam mereka. Dengan kata lain, kami bertanya pada diri kami, prinsip-prinsip dasar apakah yang bisa kami gunakan sebagai acuan dalam mengorganisasikan pembelajaran agar terbentuk kondisi yang memicu pembelajaran bersama. Seiring dengan berjalannya kegiatan di lapangan, kami mengamati bahwa ada empat prinsip yang menjadi pokok, yakni:• Para pemangku kepentingan harus merasa memiliki pembelajaran yang terjadi• Semua pemangku kepentingan harus terwakili dalam kegiatan pembelajaran• Pembelajaran harus berdasarkan pengalaman• Pembelajaran harus terjadi melalui komunikasi.
Langkah selanjutnya adalah merancang suatu aransemen organisasi (tata organisasi) sebagai “ruang” untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang bertumpu pada keempat prinsip di atas. Kami menyebut aransemen organisasi semacam ini sebagai platform12 untuk mengorganisasikan pembelajaran (Kotak 17). Contoh-contoh platform pengorganisasian pembelajaran semacam ini dari lokasi penelitian adalah kegiatan simpan-pinjam kelompok kaum perempuan di Jambi, lokakarya tingkat kecamatan untuk memprioritaskan pokok-pokok pembelajaran di Pasir, dan pertemuan negosiasi antardesa tentang batas-batas desa.
Prinsip 1: Kepemilikan proses pembelajaranDari pengalaman kami sebelumnya dalam bergiat bersama masyarakat lokal di tempat lain, kami yakin mengenai satu prinsip: untuk terjadinya pembelajaran
72 • BAB LIMA
Gambar 11. Menyeimbangkan kepemilikan individual dan kepemilikan kolektif atas pembelajaran
secara efektif, maka pembelajaran harus menjadi milik semua pihak yang terlibat dalam proses. Namun, yang merupakan tantangan sekarang ini, adalah keragaman dari mereka yang harus kami dampingi pembelajarannya. Setiap pemangku kepentingan mempunyai cara pandang sendiri tentang bagaimana mengelola sumber daya alam. Jika proses pembelajaran harus menjadi milik semua pemangku kepenting an yang terlibat di dalamnya, kegiatan pembelajaran bukan saja harus mem bantu mereka masing-masing dalam mengembang kan pengetahuannya, tetapi juga semua pihak sebagai satu kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran kolektif.
Jadi, dalam mengorganisasikan pembelajaran penting untuk tidak hanya terfokus pada pembelajaran yang bermakna bagi para pemangku kepentingan secara perseorangan (kepemilikan individual), tetapi juga bagi semua pemangku kepentingan sebagai sebuah kelompok (kepemilikan kolektif). Meskipun begitu, tim kami makin menyadari bahwa ketika suatu kelompok pemangku kepentingan belajar bersama, perhatian yang cukup tetap harus diberikan terhadap pembelajaran setiap pemangku kepentingan secara individual. Dengan kata lain, ketika berbicara tentang pembelajaran multipihak, kita bukan saja berhadapan dengan proses kolektif, tetapi pada saat yang sama juga dengan pembelajaran dari masing-masing pemangku kepentingan. Karenanya, pembelajaran multipihak harus mendorong kedua-duanya secara berimbang: baik pembelajaran para pemangku kepentingan secara individual maupun sebagai kelompok.
MEMPRAKTEKKAN ACM • 73
Kotak 18. Membingkai kembali (reframe) beragam sudut pandang
Salah satu masalah yang mempengaruhi penghidupan masyarakat di lokasi Jambi adalah bahwa para pendatang merasa diperlakukan tidak adil karena tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan masyarakat tentang sumber daya alam. Para tokoh adat dan penduduk asli, kelompok Minangkabau, adalah pihak yang “berkuasa” dan biasanya merekalah yang mengambil keputusan-keputusan penting tentang sumber daya alam desa.
Menurut sudut pandang penduduk asli, karena mereka yang paling lama tinggal di Baru Pelepat, wajarlah jika mereka yang paling berwenang dan berhak atas “posisi khusus” mereka itu. Dari sudut pandang mereka, masalahnya bukan terutama rendahnya partisipasi kaum pendatang, melainkan tidak pahamnya kaum pendatang akan posisi dan wewenang kelompok Minangkabau.
Suatu contoh kebutuhan pembelajaran individual adalah kasus seorang tokoh adat di Jambi. Karena kepentingannya sendiri, pada awal kegiatan lapangan tokoh ini sering sulit menerima pandangan orang lain. Dia perlu belajar untuk lebih memahami pihak lain dan menghargai pandangan orang yang berstatus sosial lebih rendah daripada dirinya. Berdasarkan kebutuhan belajar individual ini, tim kami memberi perhatian khusus terhadap kebutuhan belajar orang tersebut. Kami berusaha untuk membantu tokoh tersebut mengembangkan pengetahuan dan kesadaran tentang konsep kepemimpinan dan tentang perlunya mendengarkan orang lain jika ia menginginkan orang lain melihatnya sebagai seorang pemimpin.
Sebagai contoh kebutuhan kolektif dapat diberikan kebutuhan dari baik masyarakat Rantau Buta dan Rantau Layung maupun dinas kehutanan akan kejelasan batas desa dengan Hutan Lindung Gunung Lumut.
Apa arti Prinsip 1 untuk kegiatan lapangan?
Untuk mewujudkan baik kepemilikan individual maupun kepemilikan kolektif, kami melihat bahwa kegiatan pembelajaran harus terpusat pada pokok-pokok permasalahan yang menjadi perhatian masing-masing pemangku kepentingan dan pada saat yang sama relevan untuk mereka semua sebagai suatu kelompok. Persoalan bagai mana memprioritaskan pokok-pokok permasalahan oleh keseluruhan kelompok menjadi sangat penting, bahkan mutlak diperlukan. Masing-masing pemangku kepentingan harus mengembangkan pemahaman tentang pandangan pemangku kepentingan lainnya, dan kemudian masalahnya harus dibingkai kembali (reframe) dalam suatu perspektif ber sama. Dengan kata lain, para pemangku kepentingan harus dapat memasukkan berbagai sudut pandang tentang masalah tersebut dalam satu bingkai bersama. Kotak 18 menggambarkan
74 • BAB LIMA
Kotak 19. Pokok-pokok pembelajaran yang diprioritaskan
Pokok-pokok pembelajaran Jambi Pokok-pokok pembelajaran Pasir
1. Bagaimana wilayah adat masyarakat dapat diakui oleh desa tetangga dan pemerintah?
1. Bagaimana wilayah adat masyarakat dapat diakui oleh desa tetangga, pemerintah, dan perusahaan pemilik HPH?
2. Bagaimana meningkatkan kapasitas pengorganisasian dan kelembagaan masyarakat dalam hal pengelolaan sumber daya alam? Bagaimana meningkatkan keterwakilan para pemangku kepentingan masyarakat, termasuk kelompok perempuan? Bagaimana meningkatkan kolaborasi antara para pemangku adat dan pemerintah desa?
2. Bagaimana meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat?
3. Strategi apa yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan penghidupan masyarakat?
3. Apa saja alternatif pemanfaatan hasil hutan yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan penghidupan masyarakat? Apakah peningkatan akses ke pasar rotan merupakan pilihan yang mungkin? Apakah pemanfaatan lahan bekas perladangan merupakan alternatif untuk meningkatkan penghidupan?
Untuk terjadinya pembelajaran yang bermakna bagi kedua kelompok pemangku kepentingan ini, kami mengembangkan kegiatan belajar yang berkenaan dengan persoalan perwakilan masyarakat. Dalam kegiatan itu perspektif keduanya diperlakukan sama penting. Kegiatan-kegiatan ini memungkinkan pihak pendatang untuk mulai belajar mengapa kelompok Minang dan para pemimpin adat memperlakukan mereka dengan cara berbeda. Demikian pula, kegiatan itu terfokus pada kebutuhan belajar kelompok Minang dan para pemimpin adat untuk memahami mengapa kaum pendatang merasa bahwa mereka ingin menyuarakan pendapat mereka.
Dengan menyelenggarakan kegiatan belajar yang mendorong kedua kelompok yang berbeda itu untuk saling memahami perspektif pihak lainnya dan untuk menilai secara kritis pemikiran mereka sendiri, terciptalah sebuah ruang untuk pertukaran pandangan yang positif dan penelaahan pandangan lama secara bersama.
MEMPRAKTEKKAN ACM • 75
sebuah contoh tentang bagaimana kami mengorganisasikan pembelajar an di Jambi agar para pemangku kepentingan dapat membingkai kembali perspektif yang ada. Kotak 19 menunjukkan pokok-pokok per masalahan yang kemudian diprioritaskan.
Prinsip 2: Keterwakilan semua pemangku kepentingan dalam pembelajaranSejalan dengan perkembangan kegiatan lapangan, kami semakin menyadari bahwa semua pihak yang bisa mempengaruhi atau dipengaruhi oleh tindakan-tindakan dalam sistem sosial dan alam yang bersangkutan harus terlibat dalam kegiatan belajar. Jika pembelajaran tidak melibatkan mereka semua, kecil kemungkinannya, persoalan-persoalan pengelolaan sistem tersebut bisa ditangani secara efektif karena pembelajaran tidak akan mencakup seluruh sistem.
Namun karena para pemangku kepentingan jumlahnya cukup banyak, tidaklah mungkin bagi kami untuk melibatkan mereka semua secara langsung. Kami hanya bisa menyelenggarakan pembelajaran untuk wakil-wakil mereka saja. Walaupun begitu, kami perlu memastikan bahwa semua pemangku kepentingan akan merasa memiliki pembelajaran itu. Dengan kata lain, menyelenggarakan pembelajaran bagi para wakil berarti bahwa sebuah mekanisme diperlukan untuk memastikan semua hasil pembelajaran dapat sampai juga kepada semua anggota masing-masing kelompok.
Gambar 12. Dari banyak orang, sekelompok orang saja yang dipilih sebagai wakil untuk berpartisipasi
76 • BAB LIMA
Gambar 13. Menyelenggarakan pembelajaran bersama bagi para pemangku kepentingan dalam platform berjenjang (nested platforms)
Prinsip tentang keterwakilan mungkin merupakan hal terpenting untuk mengembangkan platform-platform pembelajaran. Jika kita mengabaikan prinsip ini bisa saja pembelajaran tidak akan menghasilkan perubahan yang bermakna dalam sistem karena adanya pihak-pihak yang aktif di dalamnya, tetapi tidak dilibatkan.
Apa arti Prinsip 2 untuk kegiatan lapangan?
Kami harus memastikan agar kegiatan lapangan menjangkau semua pemangku kepentingan, namun sementara tetap dapat dikelola dengan baik. Salah satu cara untuk melakukan hal ini adalah dengan menyeleng garakan kegiatan berdasarkan teori yang disebut “platform berjenjang” (nested platforms).13 Teori tersebut mengatakan bahwa platform yang lebih kecil terlingkupi oleh platform yang lebih luas dan keduanya saling mempengaruhi karena merupakan bagian dari satu sistem.
Ketika memulai kegiatan lapangan, kami tidak menyadari adanya teori semacam itu, tetapi baru belakangan kami menyadari bahwa apa yang kami lakukan ternyata cukup sesuai dengan kerangka teoretis ini. Di kedua lokasi kajian, pengorganisasian pembelajaran dengan platform berjenjang dapat digambarkan seperti pada Gambar 13.
PASIRJAMBI
Masyarakat Rantau LayungMasyarakat Rantau ButaMasyarakat desatetanggaPerusahaan HPH
Perwakilan Rantau LayungPerwakilanRantau ButaPerwakilanmasyarakatdesa tetanggaPerwakilanperusahaan HPH
Pemerintah kabupaten
•••
•
•
•
•
•
Pemerintah kabupaten
Masyarakat Baru Pelepat
Masyarakat desatetangga
•
•
Orang RimbaPenduduk asliPendatangElit desaGenerasi mudaLembaga adatPemerintah desaOrganisasi perempuan
--------
Perwakilan para pemangku kepentingan Baru Pelepat berikut:
Perwakilan masyarakatdesa tetangga
•
•
MEMPRAKTEKKAN ACM • 77
Gambar ini menunjukkan bahwa keputusan yang dibuat oleh pemerintah tingkat kabupaten atau pada lapisan luar (yang misalnya terjadi pada kebijakan yang mengatur pemanfaatan hasil hutan) mempengaruhi tindakan pada tingkat masyarakat (lapisan tengah di gambar). Di sisi lain, tindakan masyarakat mempengaruhi pengambilan keputusan di tingkat kabupaten. Sebagai contoh, pengambilan hasil hutan secara berlebihan oleh masyarakat dapat mendorong pengambil keputusan pemerintah kabupaten untuk menerapkan pengawasan yang lebih ketat. Jadi, interaksi antara kedua lapisan ini terjadi melalui umpan balik dua arah.
Tim kami aktif di dua tingkat:• Lapisan paling dalam (pusat lingkaran): untuk menyelenggarakan kegiatan
belajar bagi wakil-wakil para pemangku kepentingan, masyarakat, dan dalam kasus di Pasir para pemangku kepentingan masyarakat dan perusahaan HPH
• Lintas kabupaten (lapisan luar) dan pemangku-pemangku kepentingan (pusat lingkaran): untuk menyelenggarakan kegiatan bagi wakil masyarakat lokal, pengusaha hasil hutan, dan pengambil keputusan tingkat kabupaten.
Ada dua implikasi lain dari prinsip ini, yakni bagaimana memilih wakil-wakil para pemangku kepentingan dan bagaimana memastikan terbangunnya mekanisme agar pembelajaran menjangkau semua pemangku kepentingan. Lampiran 1 (Kegiatan 2, Langkah 2) memberi beberapa acuan bagaimana kedua hal tersebut dapat dipraktekkan.
Prinsip 3: Belajar dari pengalamanMelalui suatu kajian pustaka, kami melihat bahwa untuk ter jadinya pembelajaran yang efektif, pembelajaran itu harus tertata sedemikian rupa sehingga menciptakan peluang bagi para pemangku kepentingan untuk membentuk pengetahuan baru dari pengalaman nya. Pembelajaran seperti itu sering disebut “pembelajaran berdasarkan pengalaman” (experiential learning)14. Pembelajaran semacam ini dibangun dari pandangan bahwa manusia itu sendiri adalah sumber informasi yang paling kaya untuk mengembangkan pengetahuan.
Beberapa pakar teori dan praktisi pembelajaran menegaskan bahwa manusia, terutama orang dewasa, daripada ditunjukkan atau diberitahukan hal-hal apa yang harus dia pelajari, akan mengembangkan pengetahuan secara lebih efektif jika mereka sendirilah yang menentukan hal-hal apa yang harus dipelajarinya.15 Mengadakan kegiatan pembelajaran bagi para pemangku kepentingan dengan cara membangun pengalaman dapat memicu mereka untuk melalui suatu proses penemuan hal-hal baru (discovery) dan proses pengembangan pengetahuan.
78 • BAB LIMA
Apa arti prinsip 3 untuk kegiatan lapangan?
Seperti disebut di Bab 1, kami mengadopsi penelitian aksi partisipatif (PAR) sebagai metodologi guna mendorong para pemangku kepentingan agar dapat meningkatkan kondisi lingkungan alam dan lingkungan sosial mereka. Metodologi PAR yang kami pakai, kami sesuaikan dengan proses berulang-ulang (iteratif) yang dilakukan secara bersama oleh para pemangku kepentingan dengan tahapan-tahapan pengamatan, perencanaan, aksi, pemantauan, dan refl eksi, yakni ciri khas dari pendekatan ACM (lihat Bab 2, hlm. 20). Proses semacam ini memungkinkan dilakukannya perbaikan pengelolaan sesering dibutuhkan secara kolaboratif. Berdasarkan pengamatan, kami melihat bahwa metodologi ini sangat efektif untuk mewujudkan konsep pembelajaran berdasarkan pengalaman yang kami maksud di atas.
Menurut kami ada dua alasan untuk hal ini:• Penelitian aksi partisipatif menawarkan sebuah kerangka yang dapat memandu
tim kami dan para pemangku kepentingan untuk memberi struktur pada proses pembelajarannya sehingga menjadi lebih sistematis. Oleh karena dilakukan secara berulang-ulang, terbukti dapat menjadi dasar kuat untuk membangun pengalaman.
• Kita telah melihat di atas bahwa belajar berdasarkan pengalaman secara teoretis sangat penting dalam mengembangkan pengetahuan. Walaupun begitu, kita harus tetap waspada karena tidak akan selalu dapat dikatakan bahwa dari sebuah pengalaman baru terbentuklah pengetahuan baru, ataupun terdoronglah kita untuk menanggalkan pandangan-pandangan lama. Kenapa demikian? Asumsi-asumsi kita sesungguhnya lebih tidak tergoyahkan daripada yang kita sadari sendiri. Sebagaimana terbukti dari kegiatan lapangan kami, PAR dapat membuat pembelajaran lebih refl ektif sehingga menjadi dasar yang kuat untuk terbentuknya pengetahuan baru. Dengan kata lain, pengalaman yang dibangun melalui PAR menjadi dasar untuk pembelajaran dalam artian yang sesungguhnya.
Dengan menggunakan PAR sebagai panduan, kami mendampingi para pemangku kepentingan dalam menangani pokok-pokok pembelajaran yang telah mereka prioritas kan. Sebelum melanjutkan pembahasan, ada baiknya kita melihat kembali proses-proses berulang-ulang di dalam PAR dan yang menjadi ciri khas ACM. Seperti dapat dilihat pada Gambar 14, proses-proses belajar untuk meng-atasi pokok-pokok permasalahan terjadi sepanjang waktu, dari saat ini hingga masa depan. Proses ini melalui tahapan-tahapan pengamatan, perencanaan, aksi, dan refl eksi yang berulang-ulang. Perhatikan bahwa dalam proses yang ber-langsung di lapangan, pemantauan tidak berdiri sendiri sebagaimana berlaku sesuai dengan teori dan yang dibahas pada Bab 2.
MEMPRAKTEKKAN ACM • 79
Masa yangakan datang
Saat ini
pengamatan
aksi
aksi
refleksi refleksi
pere
ncan
aan
pere
ncan
aan
Gambar 14. Berbagai proses pembelajaran yang digunakan dalam memecahkan pokok permasalahan lokal
Proses ini pada dasarnya merupakan kegiatan pembelajaran yang kami selenggarakan untuk para pemangku kepentingan dalam menangani pokok-pokok permasalahan yang telah mereka identifi kasi (lihat Kotak 19). Di dalam buku ini, hendak kami bagi proses pembelajaran para pemangku kepentingan dalam menangani tiga pokok permasalahan: penyelesaian masalah tata batas, peningkatan kapasitas pemerintahan desa, dan peningkatan penghidupan melalui pemanfaatan lahan bekas perladangan. Dua pokok pembelajaran pertama dijelaskan dalam Kotak 20 dan Kotak 21, sedangkan pokok pembelajaran ketiga dapat dilihat di Lampiran 1. Lihat juga Gambar 15 dan Gambar 16.
Kotak 20. Bersama-sama memetakan tata batas: Sebuah contoh pembelajaran berdasarkan pengalaman
Pengamatan. Salah satu masalah utama yang dihadapi masyarakat Rantau Buta dan Rantau Layung di Pasir berkenaan dengan batas antara Hutan Lindung Gunung Lumut dan desa-desa mereka. Masyarakat menolak batas hutan karena beberapa alasan. Salah satu garis batas melintasi wilayah adat mereka. Garis lainnya ada yang terlalu dekat dengan batas desa, sementara ada juga yang cukup jauh dari batas desa. Hal tersebut menimbulkan kebingungan warga desa tentang garis batas mana yang benar. Tidak pernah masyarakat diajak berdiskusi atau dimintai pendapatnya sewaktu penentuan batas ini; bahkan tidak ada pemberitahuan kepada kepala desa. Tim kami menyarankan agar masyarakat menyampaikan persoalan ini kepada pemerintah kabupaten.
Lanjut di halaman berikut
80 • BAB LIMA
Karena tim kami berjanji untuk mendampingi masyarakat dalam pertemuan dengan pemerintah kabupaten, mereka merasa cukup percaya diri untuk bertemu dengan pemerintah. Selama ini mereka jarang saling berinteraksi. Kesempatan ini adalah kali pertama mereka akan berinteraksi dengan pemerintah, yakni untuk menyampaikan ketidaksetujuan mereka. Walaupun tidak dapat menduga bagaimana pemerintah akan menanggapinya, masyarakat sangat bersemangat untuk bertemu dengan para pembuat kebijakan.
Dalam lokakarya yang kami selenggarakan, semua pihak, termasuk pemerintah, sangat berminat untuk berupaya menyelesaikan persoalan tata batas ini. Mereka menyetujui bahwa penandaan tata batas harus dilakukan secara partisipatif.
Rencana 1. Pada saat lokakarya, peserta merencanakan untuk melakukan survei bersama. Mereka menyepakati bahwa cara terbaik untuk melakukan hal ini adalah, masyarakat melakukan survei dengan pendampingan dari tim kami. Setelah itu, data yang terkumpul akan dibandingkan dengan data yang ada di dinas kehutanan (Dishut) kabupaten.
Aksi 1. Bersama tim kami, masyarakat menyelenggarakan survei dan mengumpulkan titik-titik koordinat garis batas hutan, mengambil foto patok-patok penanda batas dan rambu-rambu tata batas lainnya, serta informasi tentang tanah masyarakat yang terkena batas. Setelah titik-titik koordinat tersebut dimasukkan ke dalam peta wilayah, hasilnya disampaikan kepada Dishut untuk dibandingkan dengan data-data yang ada selama itu.
Refleksi 1. Setelah membandingkan data tentang kedua garis batas tersebut dalam suatu pertemuan bersama, Dishut mengakui bahwa garis yang letaknya paling jauh dari desa adalah batas yang benar dan bukannya garis yang dekat dengan desa. Perbedaan antara kedua garis itu disebabkan oleh kesalahan petugas lapangan Dishut. Ketika melakukan survei pemeliharaan batas, ia tidak dapat menemukan garis yang benar dan kemudian menempatkan garis dengan memperkirakan letaknya, yakni di lokasi yang sebenarnya terlalu dekat dengan desa.
Masyarakat merasa puas dengan penjelasan dari Dishut tersebut. Pada waktu itu juga mereka menyadari pentingnya batas desa yang jelas, antara lain untuk menghindari timbulnya konfl ik.
Rencana 2. Terdorong semangatnya untuk memetakan batas desa mereka, masyarakat Rantau Buta dan Rantau Layung membuat rencana bersama untuk mengundang Desa-Desa Kesunge, Sungai Terik dan Uko agar bergabung dalam
Lanjut di halaman berikut
MEMPRAKTEKKAN ACM • 81
kegiatan pemetaan tersebut. Mereka membayangkan bahwa pertemuan ini akan memberi kesempatan untuk membicarakan perbatasan wilayah desa berdasarkan aturan adat. Pertemuan ini akan ditindaklanjuti dengan survei lapangan guna mengumpulkan data untuk pemetaan.
Mereka kemudian berpikir bahwa mereka belum cukup terampil dalam hal pemetaan dan perlu dilatih terlebih dahulu. Oleh karena itu, mereka merencanakan untuk mendapatkan pelatihan tentang pemetaan.
Aksi 2. Masyarakat Rantau Buta dan Rantau Layung menghadiri pertemuan yang direncanakan, namun wakil-wakil desa-desa lainnya tidak datang. Meskipun begitu, masyarakat kedua desa tersebut berpandangan bahwa mereka dapat memulai kegiatan tersebut tanpa kehadiran wakil desa-desa lainnya. Mereka berharap, desa-desa lain itu akan tertarik kemudian kalau melihat bahwa mereka dapat memperoleh manfaat dari kegiatan ini, yakni keterampilan pemetaan batas desa yang jelas.
Pelatihan yang telah direncanakan kemudian dilakukan. Pelatihan ini termasuk bagaimana cara menggunakan peranti sistem penentuan posisi global (global positioning system (GPS)), pengolahan data, dan bagaimana menuangkan data ke dalam peta dasar.
Refleksi 2. Ketika direfl eksikan, tidak ada masalah berarti yang muncul. Masyarakat percaya bahwa hal ini dikarenakan masyarakat kedua desa berasal dari sistem adat yang sama sehingga memiliki nilai-nilai yang sama. Hal ini memudahkan komunikasi.
Rencana 3. Masyarakat kedua desa membuat rencana untuk menyelenggarakan survei bersama.
Aksi 3. Didampingi tim kami, masyarakat kedua desa melaksanakan survei lapangan. Kelompok pelaksana survei terdiri atas para tokoh adat dan beberapa orang wakil dari kedua desa. Selama survei lapangan, mereka menemukan bahwa terdapat banyak tempat yang ternyata belum mereka ketahui sebelumnya. Peta dasar yang mereka bawa membantu mereka agar tidak tersesat. Selama survei ini tidak muncul masalah yang berarti sehingga dengan mudah mereka menyepakati titik-titik batas desanya.
Refleksi 3. Selama refl eksi, wakil-wakil dari kedua desa saling memastikan bahwa mereka telah menyetujui batas yang telah disurvei. Masyarakat kedua desa tersebut menyadari bahwa batas desa yang jelas akan merupakan hal yang sangat penting di masa yang akan datang.
Lanjut di halaman berikut
82 • BAB LIMA
Pengamatan. Beberapa waktu sebelumnya, masyarakat kedua desa mendengar bahwa ada dua perusahaan HPH yang telah masuk ke wilayah desa mereka. Kedua perusahaan tersebut beroperasi di dua desa yang berbeda: PT Majau beroperasi di Rantau Buta, sementara PT WMS di Kesunge. Tidak jelasnya batas antara kedua desa, telah menyebabkan konfl ik antara kedua perusahaan tersebut.
Rencana 4. Rantau Buta dan Rantau Layung membuat rencana untuk menindaklanjuti pemetaan batas desa. Menurut rencana itu, Kepala Desa Rantau Buta akan mengunjungi desa-desa tetangganya dan mengajak mereka untuk bersama-sama membuat peta perbatasan antara desa di wilayah tersebut. Tetapi, karena persoalan konfl ik antara kedua perusahaan HPH tersebut dirasakan jauh lebih mendesak, mereka memutuskan untuk menunda kegiatan bersama itu.
Rencana 3.1. Sebagai tindak lanjut dari pengamatan yang disebutkan di Refl eksi 3, Kepala Desa Rantau Buta berencana untuk bertemu dengan para kepala desa desa-desa tetangga, khususnya Kesunge, untuk memberitahukan mereka tentang konfl ik yang terjadi antara kedua perusahaan HPH. Untuk penyelesaian masalah ini, penting bahwa semua desa di wilayah ini diberitahukan hal tersebut.
Aksi 3.1. Kepala Desa Rantau Buta bertemu dengan para kepala desa lainnya termasuk dari Kesunge. Wilayah yang dipersengketakan kedua perusahaan HPH terletak di kedua desa ini. Para kepala desa menindaklanjuti pertemuan ini dengan melakukan pendekatan kepada Dishut dan kedua perusahaan tersebut.
Refleksi 3.1. Semua pihak menyetujui bahwa kunjungan bersama untuk melihat letak garis batas antara kedua desa dan mengklarifi kasi hal-hal yang tidak disepakati merupakan hal yang mendesak.
Rencana 3.2. Setelah refl eksi, masyarakat kedua desa, kedua perusahaan HPH, dan Dishut berencana untuk bersama-sama melakukan survei lapangan. Biaya survei tersebut akan ditanggung oleh kedua perusahaan.
Aksi 3.2. Survei dilakukan bersama sesuai dengan rencana.
Refleksi 3.2. Survei lapangan mengungkapkan bahwa kedua perusahaan beroperasi di wilayah kedua desa, dan bukannya masing-masing perusahaan di salah satu dari kedua desa seperti yang mereka sangka sebelumnya. Pemetaan bersama telah menjelaskan hal ini. Setelah dirundingkan, semua pihak setuju bahwa kedua perusahaan itu akan memberi dana kompensasi kepada kedua desa.
MEMPRAKTEKKAN ACM • 83
Kotak 21. Meningkatkan pemerintahan desa: Contoh lain pembelajaran berdasarkan pengalaman16
Untuk meningkatkan pemerintahan desa, para pemangku kepentingan di Baru Pelepat, Jambi, perlu mengembangkan kesadaran dan pemahaman tentang keterwakilan dalam pengambilan keputusan di desa mereka. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, para pemangku kepentingan masyarakat menempuh suatu proses pembelajaran dalam memilih wakil-wakil mereka yang akan menjadi anggota Badan Perwakilan Desa (BPD). Sifat politis dari proses tersebut, menuntut kami sebagai fasilitator untuk mendampingi para pemangku kepentingan dalam memaknai permainan politik yang terjadi dan mengembangkan pemahaman tentang perubahan-perubahan kondisi politik.
Berikut ini kami paparkan siklus pembelajaran yang terjadi dengan cara yang berbeda dari contoh sebelumnya. Pemaparan berikut memberi gambaran mengenai tiga “forum sosial” yang berperan dalam menciptakan pembelajaran antara para pemangku kepentingan. Forum-forum sosial ini masing-masing menjadi sebuah mekanisme untuk memantau proses-proses pembelajaran di antara mereka. Ketiga mekanisme ini adalah: pembentukan panitia pemilihan, pertemuan para pemangku kepentingan masyarakat, dan penyebarluasan informasi kepada seluruh masyarakat. Dalam siklus penelitian aksi partisipatif pada Gambar 16 kita bisa melihat siklus belajar yang mengikuti tahapan-tahapan pengamatan, perencanaan, aksi, dan refl eksi.
Panitia pemilihan. Masyarakat memberi mandat kepada panitia pemilihan untuk bertindak atas nama masyarakat. Para anggota panitia berasal dari kelima dusun di Baru Pelepat dan keterwakilan ini menciptakan kondisi yang kondusif untuk keterlibatan seluruh anggota masyarakat.
Dengan pendampingan dari tim kami, panitia pemilihan melakukan beberapa tugas: mengembangkan prosedur pemilihan, mendata para pemilih yang memiliki hak suara, mencari dana pemilihan, serta mempersiapkan, melaksanakan, dan memantau pemilihannya. Dalam istilah penelitian aksi partisipatif, kegiatan yang dilaksanakan panitia pemilihan bisa dianggap sebagai kegiatan “pengamatan” dan “aksi” dalam siklus pengamatan—perencanaan—aksi—refl eksi.
Pertemuan-pertemuan para pemangku kepentingan. Mekanisme kedua berupa pertemuan berkala antara para pemangku kepentingan yang diselenggarakan oleh panitia pemilihan. Para peserta dalam pertemuan-pertemuan ini merefl eksikan aksi yang telah dilakukan, melaporkan perkembangan, mendiskusikan masalah-masalah yang muncul, meneruskan informasi yang berguna kepada atau dari masyarakat desa, dan membuat rencana bersama untuk menindaklanjuti aksi.
Lanjut di halaman berikut
84 • BAB LIMA
Peran tim kami mendampingi panitia dalam memfasilitasi komunikasi antara para pemangku kepentingan dalam pertemuan. Kegiatan ini bisa dianggap sebagai tahap “refl eksi” dan “perencanaan” dalam siklus penelitian aksi partisipatif.
Penyebarluasan informasi kepada masyarakat luas. Mekanisme ketiga adalah mekanisme komunikasi yang berkembang dengan sendirinya di antara warga desa, di luar fasilitasi kami. Dalam mekanisme ini, para anggota panitia pemilihan berperan sebagai informan kunci bagi warga desa lain yang mencari informasi. Oleh karena anggota panitia dipilih dari masing-masing dusun, arus informasi dapat menjangkau seluruh masyarakat desa. Sering, rumah tinggal para anggota panitia menjadi tempat pertemuan: di situ orang-orang secara spontan berkumpul untuk saling bertukar informasi tentang pemilihan. Warga desa secara spontan menyebarluaskan informasi yang berkenaan dengan pemilihan yang akan diselenggarakan. Proses-proses informal ternyata sangat penting dalam proses pembelajaran dan bukan hanya proses-proses pada pertemuan-pertemuan resmi yang sengaja diselenggarakan.
Suatu hal yang tidak kami duga sebelumnya adalah munculnya pemantauan masyarakat terhadap proses politik secara alami seiring dengan persiapan pemilihan. Orang-orang mulai secara aktif “mencari informasi” melalui interaksi mereka satu sama lainnya, menilai situasi yang berkembang berdasarkan “informasi yang dikumpulkan”, mengorganisasi diri, dan berstrategi dalam rangka pemilihan anggota BPD.
MEMPRAKTEKKAN ACM • 85
Para pemangku kepentingan masyarakat Baru Pelepat melewati proses pembelajaran dalam memilih para wakil mereka. Terlihat seorang perempuan akan memasukkan kertas suaranya dalam kotak pemungutan suara.
Pencarian fakta bersama seperti yang digambarkan disini membantu dalam me meriksa ketepat an pemahaman dan asumsi-asumsi yang ada. Gambar ini memper lihatkan sebuah kunjung an bersama oleh para petani di Pasir dan seorang petugas dinas kehutanan pada saat memeriksa lahan bekas perladangan yang ingin dimanfaat kan oleh masyarakat untuk meningkatkan pendapatan mereka.
86 • BAB LIMA
Tin
daka
n/A
ksi
Ref
leks
iR
enca
na
Ob
se
rva
si:
• P
erba
tasa
n an
tara
Hut
an
Lind
ung
Gun
ung
Lum
ut d
an
wila
yah
Ran
tau
But
a da
n R
anta
u
Layu
ng ti
dak
jela
s. G
aris
bat
as
mel
ewat
i wila
yah
adat
, ter
lalu
dek
at
atau
terla
lu ja
uh
dari
bata
s de
sa•
Gar
is b
atas
yan
g tid
ak je
las
men
imbu
lkan
ke
bing
unga
n da
n ke
tidak
past
ian
di
anta
ra w
arga
de
sa
• P
okok
-pok
ok
perm
asal
ahan
ini
haru
s di
sam
paik
an
kepa
da
pem
erin
tah
kabu
pate
n
Re
nc
an
a 1
:
Mer
enca
naka
n su
rvei
yan
g ak
an d
ilaks
ana-
kan
oleh
m
asya
raka
t di
dam
ping
i tim
A
CM
; dat
a ya
ng
terk
umpu
l aka
n di
band
ingk
an
deng
an d
ata
di
Dis
hut
Re
nc
an
a 3
:
Men
yele
ng-
gara
kan
surv
ei
bers
ama
Re
fle
ks
i 1
:
• B
atas
yan
g le
takn
ya te
rjauh
da
ri de
sa a
dala
h ya
ng b
enar
• M
asya
raka
t dar
i ke
dua
desa
m
enya
dari
pent
ingn
ya b
atas
ya
ng je
las
untu
k m
engh
inda
ri ko
nflik
di m
asa
yang
aka
n da
tang
Re
nc
an
a 2
:
Men
gund
ang
para
wak
il D
esa
Kes
unge
, Sun
gai
Ter
ik d
an U
ko
untu
k m
endo
rong
m
erek
a m
emet
a-
kan
perb
atas
an
desa
-des
a m
erek
a
Re
fle
ks
i 2
:
• T
idak
ada
m
asal
ah y
ang
bera
rti s
elam
a pe
latih
an d
an
pert
emua
n•
Kes
amaa
n ni
lai-n
ilai a
dat
anta
ra k
edua
de
sa s
anga
t m
emba
ntu
terja
diny
a ko
mun
ikas
i ya
ng e
fekt
if
Re
fle
ks
i 3
:
• T
idak
ada
m
asal
ah b
erar
ti ya
ng m
uncu
l se
lam
a su
rvei
• S
alin
g ko
nfirm
asi
tent
ang
garis
-gar
is
bata
s be
rsam
a•
Kes
impu
lan
bers
ama
bahw
a pe
rbat
asan
yan
g je
las
dan
dise
paka
ti be
rsam
a m
utla
k di
perlu
kan
• P
en
ga
ma
tan
: dua
pe
rusa
haan
HP
H
yang
ber
oper
asi d
i w
ilaya
h ya
ng
bers
angk
utan
be
rsen
gket
a ka
rena
bat
as y
ang
tidak
jela
s an
tara
R
anta
u B
uta
dan
Kes
unge
Re
nc
an
a 4
:
• T
inda
k la
njut
pem
etaa
n ba
tas-
bata
s de
sa•
Kun
jung
an K
epal
a D
esa
Ran
tau
But
a ke
de
sa-d
esa
teta
ngga
un
tuk
men
doro
ng m
erek
a tu
rut s
erta
dal
am
kegi
atan
pem
etaa
n be
rsam
a di
Ran
tau
But
a da
n R
anta
u La
yung
Re
nc
an
a 3
.1:
Mas
yara
kat
Ran
tau
But
a da
n K
esun
ge
men
deka
ti D
ishu
t da
n pe
rusa
haan
H
PH
Re
fle
ks
i 3
.1:
Kla
rifik
asi t
enta
ng
perb
atas
an k
edua
de
sa d
iman
a ke
dua
peru
saha
an
HP
H b
erop
eras
i
Re
nc
an
a 3
.2:
• M
enye
leng
gara
kan
surv
ei b
ersa
ma
war
ga d
ua d
esa,
du
a H
PH
, dan
D
ishu
t •
Men
yusu
n re
ncan
a un
tuk
mem
pero
leh
duku
ngan
dan
a da
ri ke
dua
HP
H
ters
ebut
Re
fle
ks
i 3
.2:
• K
edua
per
usah
aan
HP
H
bero
pera
si d
i ked
ua d
esa,
bu
kan
mas
ing-
mas
ing
di
satu
des
a se
pert
i yan
g se
lam
a in
i diy
akin
i •
Sur
vei b
ersa
ma
berm
anfa
at b
agi s
emua
pi
hak
untu
k m
enje
lask
an
hal i
ni•
Ked
ua p
erus
ahaa
n H
PH
ak
an m
embe
ri da
na
kom
pens
asi k
epad
a ke
dua
desa
unt
uk
pem
bala
kan
kayu
di
wila
yah
mas
ing-
mas
ing
Ak
si
3.2
:
Mel
aksa
naka
nsu
rvei
ber
sam
a
Ak
si
3.1
:
Dis
kusi
den
gan
Dis
hut d
anpe
rusa
haan
HP
H te
ntan
g ca
raun
tuk
men
gata
si m
asal
ah
Ak
si
1:
Men
gada
kan
surv
ei:
• M
engu
mpu
lkan
titik
-titi
k ko
ordi
nat
garis
bat
as•
Men
gam
bil f
oto
pato
k-pa
tok
tand
a ba
tas
• M
engu
mpu
lkan
info
rmas
i ten
tang
ta
nah
yang
dila
lui o
leh
garis
bat
as
Ak
si
2:
• M
enye
leng
gara
kan
pert
emua
n an
tara
R
anta
u B
uta
dan
Ran
tau
Layu
ng,
mes
kipu
n pe
rwak
ilan
dari
Kes
unge
, S
unga
i Ter
ik d
an U
ko ti
dak
ikut
• M
enye
leng
gara
kan
pela
tihan
pe
met
aan
yang
dib
antu
ole
h tim
AC
M
Ak
si
3:
Mel
aksa
naka
n su
rvei
se
baga
iman
a te
lah
dire
ncan
akan
Ak
si 4
:
Mem
utus
kan
untu
k m
enun
da p
emet
aan
perb
atas
an d
esa
kare
na p
erso
alan
se
ngke
ta a
ntar
a du
a pe
rusa
haan
HP
H
lebi
h m
ende
sak
Gam
bar
15.
Sik
lus
pem
bela
jara
n ya
ng d
item
puh
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n da
lam
upa
ya p
enye
lesa
ian
mas
alah
tata
bat
as
MEMPRAKTEKKAN ACM • 87
Tin
daka
n/A
ksi
Ref
leks
iR
enca
na
lanj
ut d
i hal
aman
berik
ut
Pe
ng
am
ata
n:
• P
enga
mbi
lan
kepu
tusa
n m
asya
raka
t tid
ak
mel
ibat
kan
sem
ua
pem
angk
u ke
pent
inga
n m
asya
raka
t•
Dal
am
berh
ubun
gan
deng
anpe
man
gku
kepe
ntin
gan
luar
te
ntan
g su
mbe
r da
ya a
lam
, pa
ndan
gan
bera
gam
pe
man
gku
kepe
ntin
gan
mas
yara
kat
serin
g ku
rang
te
rwak
ili
Re
nc
an
a 1
:
• M
enga
daka
n pe
rtem
uan
pem
angk
u ke
pent
inga
n m
asya
raka
t un
tuk
bert
ukar
pa
ndan
gan
tent
ang
peng
ambi
lan
kepu
tusa
n da
n ke
pem
impi
nan
• M
enca
ri ca
ra
untu
k m
enin
gkat
kan
mek
anis
me
peng
ambi
lan
kepu
tusa
n ol
eh
mas
yara
kat
Re
fle
ks
i 1
:
• P
erse
psi y
ang
ada
dala
m m
asya
raka
t te
ntan
g ke
pem
impi
nan
dan
peng
ambi
lan
kepu
tusa
n sa
ngat
be
raga
m•
May
orita
s be
rpik
iran
bahw
a ca
ra la
ma
dala
m
kepe
mim
pina
n da
n pe
ngam
bila
n ke
putu
san
haru
s di
gant
ikan
de
ngan
car
a ya
ng le
bih
dem
okra
tis•
Ket
erw
akila
n se
mua
pe
man
gku
kepe
ntin
gan
dala
m p
enga
mbi
lan
kepu
tusa
n ad
alah
sua
tu
keha
rusa
n•
Sal
ah s
atu
cara
unt
uk
men
ingk
atka
n ke
terw
akila
n de
sa
adal
ah m
elal
ui B
PD
ya
ng te
lah
diat
ur d
alam
pe
ratu
ran
daer
ah
tent
ang
kepe
mer
inta
h-an
des
a•
Tim
AC
M b
erse
dia
mem
bant
u pa
ra
pem
angk
u ke
pent
inga
n m
asya
raka
t dal
am
mem
bent
uk B
PD
dan
pe
mili
han
wak
il-w
akil
mas
yara
kat
• M
asya
raka
t per
lu
men
ghub
ungi
pe
mer
inta
h ka
bupa
ten
untu
k m
enda
patk
an
duku
ngan
res
mi d
alam
m
embe
ntuk
BP
D
Re
nc
an
a 2
:
Men
deka
ti pe
mer
inta
h ka
bupa
ten
untu
k m
engu
mpu
lkan
in
form
asi t
enta
ng
kebi
jaka
n B
PD
, pr
asya
rat
adm
inis
trat
ifnya
, da
n du
kung
an
apa
yang
dap
at
dibe
rikan
pe
mer
inta
h da
lam
m
embe
ntuk
BP
D
Re
fle
ks
i 2
:
• P
emer
inta
h ka
bupa
ten
bisa
m
enye
diak
an
duku
ngan
ad
min
istr
atif
dan
keua
ngan
, tet
api
tidak
sia
p un
tuk
mem
beri
duku
ngan
te
knis
. Pem
erin
tah
be
lum
mem
puny
ai
peng
alam
an k
aren
a B
PD
ada
lah
kebi
jaka
n ba
ru.
Dis
aran
kan
agar
tim
A
CM
mem
fasi
litas
i m
asya
raka
t•
Pro
posa
l ang
gara
n ha
rus
dibu
at o
leh
mas
yara
kat d
an
diaj
ukan
kep
ada
pem
erin
tah
• A
da 4
lang
kah
utam
a pe
mbe
ntuk
an
BP
D: 1
) m
embe
ntuk
pa
nitia
pem
iliha
n,
2)
men
dafta
r pa
ra
pem
ilih,
3)
nom
inas
i da
n m
enya
ring
para
ca
lon
untu
k an
ggot
a B
PD
, 4)
men
yele
ng-
gara
kan
pem
iliha
n
Re
nc
an
a 3
:
• M
emul
ai
pers
iapa
n un
tuk
pem
iliha
n an
ggot
a B
PD
• M
enye
leng
gara
-ka
n pe
rtem
uan
desa
unt
uk
mem
bica
raka
n pr
osed
ur
pem
bent
ukan
pa
nitia
pe
mili
han
Re
fle
ks
i 3
:
• A
nggo
ta p
aniti
a ha
rus
mem
iliki
ke
tera
mpi
lan
dan
peng
etah
uan
tert
entu
unt
uk
dapa
t mel
akuk
an
tuga
s m
erek
a.
Seb
agia
n be
sar
dari
mer
eka
mer
asa
kura
ng
mam
pu d
alam
hal
in
i dan
kar
ena
itu
men
ging
inka
n pe
latih
an•
Sud
ah a
da
gam
bara
n ya
ng
lebi
h je
las
tent
ang
jum
lah
dana
yan
g di
butu
hkan
unt
uk
pem
iliha
n,
sehi
ngga
pro
posa
l pe
ndan
aan
untu
k di
ajuk
an k
epad
a pe
mer
inta
h su
dah
dapa
t dis
usun
Re
nc
an
a 4
:
• M
embu
at
prop
osal
pe
ndan
aan
untu
k di
ajuk
an k
epad
a pe
mer
inta
h ka
bupa
ten
• M
elat
ih a
nggo
ta
pani
tia d
alam
ad
min
istr
asi
keua
ngan
, m
enyu
sun
angg
aran
, m
enda
ta p
emili
h,
mon
itorin
g,
pros
es p
emili
han,
da
n pe
nyeb
arlu
a-sa
n in
form
asi
Ak
si
1:
• M
enye
leng
gara
kan
pert
emua
n pa
ra
pem
angk
u ke
pent
inga
n se
baga
iman
a di
renc
anak
an, d
idam
ping
i tim
AC
M•
Men
gide
ntifi
kasi
car
a-ca
ra u
ntuk
m
enin
gkat
kan
part
isip
asi p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n da
lam
pe
ngam
bila
n ke
putu
san
Ak
si
2:
• B
erte
mu
para
pet
ugas
pem
erin
tah
kabu
pate
n ya
ng b
erke
pent
inga
n de
ngan
ke
pem
erin
taha
n de
sa, d
idam
ping
i ole
h tim
A
CM
• M
enye
leng
gara
kan
pert
emua
n pa
ra
pem
angk
u ke
pent
inga
n di
fasi
litas
i ole
h tim
A
CM
unt
uk m
enge
mba
ngka
n pe
mah
aman
ya
ng le
bih
jauh
dan
ber
tuka
r ga
gasa
n da
n in
form
asi t
enta
ng B
PD
ser
ta k
ebija
kan
daer
ah te
ntan
g B
PD
Ak
si
3:
• M
embu
at r
enca
na u
mum
pem
iliha
n an
ggot
a B
PD
•
Men
gada
kan
pert
emua
n pa
ra
pem
angk
u ke
pent
inga
n da
n m
enye
paka
ti pr
osed
ur p
embe
ntuk
an
pani
tia p
emili
han
• M
enin
dakl
anju
ti pe
rtem
uan
deng
an
pert
emua
n tin
gkat
dus
un u
ntuk
m
emili
h an
ggot
a pa
nitia
dar
i set
iap
dusu
n
Ak
si
4:
• M
enye
leng
gara
kan
pela
tihan
unt
uk
angg
ota
pani
tia y
ang
difa
silit
asi t
im A
CM
• M
embu
at a
ngga
ran
pem
iliha
n da
n m
enyu
sun
prop
osal
pen
dana
an u
ntuk
di
ajuk
an k
e pe
mer
inta
h ka
bupa
ten
• M
enye
bark
an in
form
asi p
emili
han
ke
war
ga d
esa
Gam
bar
16. S
iklu
s pe
mbe
laja
ran
untu
k m
enin
gkat
kan
pem
erin
taha
n de
sa
88 • BAB LIMA
Tin
daka
n/A
ksi
Ref
leks
iR
enca
na
Re
fle
ks
i 4
:
• P
aniti
a pe
mili
han
men
gala
mi b
ahw
a m
erek
a ku
rang
m
enda
pat
duku
ngan
par
a pi
mpi
nan
desa
dan
ha
rus
mel
aksa
naka
n pe
rsia
pan
pem
iliha
n se
mua
se
ndiri
• B
antu
an d
ari l
uar
sang
at d
ibut
uhka
n (d
an te
rsed
ia
kare
na h
adirn
ya ti
m
AC
M)
• P
rasy
arat
-pra
syar
at
biro
krat
is d
ari
pem
erin
tah
men
untu
t ban
yak
wak
tu d
an te
naga
da
n te
rken
dala
ka
rena
jara
k an
tara
de
sa d
an k
anto
r pe
mer
inta
h ka
bupa
ten
cuku
p ja
uh
Re
nc
an
a 5
:
• D
afta
rkan
pa
ra p
emili
h ya
ng
mem
enuh
i sy
arat
• T
untu
t ko
mitm
en
para
pi
mpi
nan
desa
unt
uk
men
duku
ng
pros
es
pem
iliha
n
Re
fle
ks
i 5
:
• P
ara
toko
h de
sa le
bih
bers
edia
unt
uk
beke
rjasa
ma
dan
lebi
h m
engh
arga
i pek
erja
an
pani
tia•
Pen
dafta
ran
tern
yata
tid
ak s
esed
erha
na y
ang
diba
yang
kan,
teru
tam
a ka
rena
dat
a ke
pend
uduk
an d
esa
tidak
mut
akhi
r da
n tid
ak
leng
kap.
Hal
ini t
idak
di
antis
ipas
i seb
elum
nya
Re
nc
an
a 6
:
• K
emba
ngka
n sy
arat
-sya
rat
calo
n da
n ad
akan
pe
nyar
inga
n ca
lon
angg
ota
BP
D•
Sel
esai
kan
pend
afta
ran,
ya
ng te
rnya
ta
mem
butu
hkan
w
aktu
ta
mba
han
Re
fle
ks
i 6
:
• K
aren
a se
mua
pe
man
gku
kepe
ntin
gan
bers
ama-
sam
a m
enge
mba
ngka
n kr
iteria
cal
on, s
emua
m
eras
a be
rtan
ggun
g ja
wab
unt
uk
mem
anta
u pr
oses
pe
nyar
inga
n•
Dat
a ke
pend
uduk
an
yang
tida
k te
rtat
a m
empe
rsul
it pe
rsia
pan
pem
iliha
n•
Ger
ak-g
erik
pol
itik
bebe
rapa
ang
gota
m
asya
raka
t per
lu
dipa
ntau
Re
nc
an
a 7
:
• T
ingk
atka
n pe
man
taua
n pe
rsia
pan
pem
iliha
n da
n ge
rak-
gerik
po
litik
• T
ingk
atka
n pe
nyeb
aran
in
form
asi t
enta
ng
pros
es-p
rose
s pe
mili
han
yang
se
dang
be
rlang
sung
• S
elen
ggar
akan
da
n pa
ntau
pe
mili
han
Re
fle
ks
i 7
:
• P
enye
bara
n in
form
asi
mer
upak
an k
unci
da
lam
ke
ikut
sert
aan
war
ga m
asya
raka
t da
lam
pe
man
taua
n pe
mili
han
dan
dala
m
mem
astik
an
bahw
a pr
oses
nya
tran
spar
an•
Wak
tu
pem
ungu
tan
suar
a (y
akni
sa
mpa
i ten
gah
hari)
tern
yata
w
aktu
terla
lu
men
desa
k ba
gi
mer
eka
yang
be
kerja
di l
adan
g
Re
nc
an
a 8
:
Sel
engg
arak
an
perh
itung
an s
uara
da
n um
umka
n ha
siln
ya s
esua
i de
ngan
ren
cana
Re
fle
ks
i 8
:
Tid
ak a
da
mas
alah
yan
g be
rart
i
Ak
si
4:
• M
enye
leng
gara
kan
pela
tihan
unt
uk a
nggo
ta
pani
tia y
ang
difa
silit
asi t
im A
CM
• M
embu
at a
ngga
ran
pem
iliha
n da
n m
enyu
sun
prop
osal
pen
dana
an u
ntuk
dia
juka
n ke
pe
mer
inta
h•
Men
yeba
rkan
info
rmas
i pem
iliha
n ke
m
asya
raka
t
Ak
si
5:
• M
enye
leng
gara
kan
pert
emua
n an
tara
an
ggot
a pa
nitia
pem
iliha
n da
n pi
mpi
nan
desa
unt
uk m
enin
gkat
kan
kom
unik
asi d
an
mer
angs
ang
kerja
sam
a•
Men
yele
ngga
raka
n pe
ndaf
tara
n pe
mili
h ya
ng m
emen
uhi s
yara
t di s
emua
dus
un
Ak
si
6:
• M
enga
daka
n pe
rtem
uan
para
pe
man
gku
kepe
ntin
gan
untu
k m
enen
tuka
n sy
arat
-sya
rat c
alon
an
ggot
a B
PD
unt
uk p
enya
ringa
n•
Men
yele
saik
an p
enda
ftara
n pa
ra
calo
n
Ak
si
7:
• P
eman
taua
n pr
oses
sel
ama
pers
iapa
n pe
mili
han
• M
enga
daka
n ke
giat
an-k
egia
tan
peny
ebar
an in
form
asi
• M
enye
leng
gara
kan
dan
mem
anta
u pe
mili
han
Ak
si
8:
Men
ghitu
ng s
urat
sua
ra d
an
men
gum
umka
n ha
sil
pem
iliha
n se
suai
den
gan
renc
ana
Lan
juta
n G
am
bar
16. S
iklu
s pe
mbe
laja
ran
untu
k m
enin
gkat
kan
pem
erin
taha
n de
sa
MEMPRAKTEKKAN ACM • 89
Prinsip 4: Pembelajaran melalui komunikasiSewaktu berkegiatan bersama para pemangku kepentingan di kedua lokasi, sangat jelas bahwa ada prinsip lain yang diperlukan untuk terjadinya pembelajaran bersama yang efektif, yaitu kegiatan pembelajaran harus komunikatif.
Kegiatan yang komunikatif adalah kegiatan yang membantu para pemangku kepentingan untuk menyatakan pandangan mereka kepada pihak lain secara lisan, non-verbal, ataupun dengan cara simbolis. Kegiatan semacam ini dapat berupa dialog atau pertemuan yang memungkinkan para pemangku kepentingan berkomunikasi melalui gambar, perumpamaan (metafora), atau permainan peran. Kegiatan sejenis ini memungkinkan dikomunikasikannya di antara para pemangku kepentingan pandangan masing-masing. Kegiatan itu membantu mereka mengembangkan pemahaman dan makna bersama yang
lebih dalam tentang permasalahan yang dihadapi. Kegiatan-kegiatan semacam ini juga membantu pihak-pihak yang berbeda mencari cara-cara baru untuk mengartikulasikan pandangannya masing-masing. Interaksi dan komunikasi dengan pihak lain menjadi sumber penemuan hal-hal baru (discovery), pemahaman baru, dan “pencerahan” atau situasi “o, begitu!”. Kegiatan pembelajaran melalui
Permainan peran seperti yang nampak di sini dapat mendorong para pemangku kepentingan untuk menyatakan pandangan-pandangannya.
90 • BAB LIMA
komunikasi tidak hanya merangsang timbulnya semangat saling berbagi pemikiran, gagasan, dan informasi, tetapi juga mendorong terbentuknya sudut pandang baru dalam melihat sesuatu.
Aspek kunci dari prinsip ini adalah bahwa komunikasi terjadi secara adil dan berimbang. Dengan kata lain, setiap pemangku kepentingan berhak untuk memahami apa yang dikatakan pihak lain dan untuk dipahami oleh orang lain. Jika kondisi pembelajaran merangsang proses komunikasi yang setara, pertukaran pengetahuan dan informasi yang berimbang antara para pemangku kepentingan dapat terjadi.
Apa arti prinsip 4 untuk kegiatan lapangan?
Selama kegiatan lapangan berjalan, tim kami bukan saja semakin menyadari pentingnya prinsip ini, tetapi juga semakin memahami dan terampil dalam menerapkan prinsip ini dalam kegiatan lapangan. Pada awalnya kami berpikir bahwa meminta para pemangku kepentingan mengidentifi kasi dan memprioritaskan masalah sudah cukup bagi mereka untuk mengatasi bersama masalahnya. Pada saat itu kami mengira bahwa sekali orang tahu apa yang harus dibicarakan—yakni, masalah yang ada—komunikasi akan terjadi dengan sendirinya. Namun kami melihat bahwa hal ini tidak selalu berlaku demikian. Kondisi yang mendorong terjadinya komunikasi yang berimbang nyaris tidak akan muncul dengan sendirinya: kondisi semacam itu harus secara sengaja diciptakan.
Gambar 17 menggambarkan proses komunikasi yang kelihatannya sederhana: pengirim pesan mengirim pesannya kepada penerima pesan. Setelah pesan itu diterima—dalam bentuk aslinya yang belum “terdistorsi”—penerima pesan memberi tanggapannya kepada pengirim pesan tadi. Pada saat umpan balik dikirim kepada pengirim pesan yang pertama, kita dapat mengatakan bahwa “komunikasi dua arah” sudah terjadi. Bukankah hal ini sederhana?
Namun, kami melihat di lapangan bahwa pada kenyataannya komunikasi tidak sesederhana itu. Kami menemukan berbagai faktor yang mengganggu komunikasi antara para pemangku kepentingan. Faktor-faktor yang paling menonjol adalah:• Prasangka (stereotyping); dalam hal ini pemangku kepentingan tertentu dalam
berkomunikasi mengaitkan pemangku kepentingan lainnya dengan praduga-praduga berdasarkan persepsi mereka sendiri (Kotak 22).
MEMPRAKTEKKAN ACM • 91
komunikator saluran
komunikasi
pesan
umpan balik
(pengirim pesan)komunikan
(penerima pesan)
Kotak 22. Contoh-contoh prasangka (stereotyping)
Pasir:
• Pemerintah selalu lebih berpihak kepada perusahaan daripada mendukung masyarakat
• Masyarakat tidak melihat pentingnya upaya melindungi sumber daya hutan dan karena itu perlu dididik
Jambi:
• Kaum pendatang hanya mementingkan kemajuan kelompoknya sendiri• Penduduk asli Minangkabau tidak mau bekerja sama
Gambar 17. Proses komunikasi yang terlihat sederhana
• Adanya agenda tertentu yang dimiliki pemangku kepentingan; mereka hanya memilih pesan-pesan yang sesuai dengan kepentingan mereka sendiri. Sebagai contoh, pada awalnya petugas kehutanan Pasir cenderung ragu untuk menerima saran masyarakat agar meninjau kembali tata batas antara desa masyarakat dengan Hutan Lindung Gunung Lumut. Para petugas tersebut terfokus pada agenda dinas mereka, yakni menjaga tata batas hutan lindung tersebut.
• Status sosial; dalam situasi ini para pemangku kepentingan dalam berkomunikasi cenderung lebih bereaksi terhadap status sosial pihak lain daripada terhadap pesan yang disampaikan. Komunikasi cenderung lebih terpengaruh oleh faktor ini ketika perbedaan status sosial cukup timpang antara pengirim dan penerima pesan, misalnya, antara tokoh adat dan kaum perempuan di Jambi.
Faktor-faktor yang mengganggu komunikasi bisa kita sebut “kebisingan” (noise); hal tersebut mengganggu kita dalam menerima pesan. Hasilnya bisa berupa “distorsi” pesan aslinya yang pada awalnya disampaikan oleh komunikator sehingga pesan yang diterima penerima pesan tersebut tidak sesuai dengan aslinya.
92 • BAB LIMA
Kami kemudian menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang menggunakan komunikasi sebagai sarana utama untuk berbagi pengetahuan dan pandangan. Pada saat yang bersamaan, kami mencoba untuk mengatasi gangguan-gangguan komunikasi yang kami sebutkan di atas dengan cara:• Menciptakan suasana saling percaya dan saling menghargai di antara para
pemangku kepentingan• Mempersiapkan para pemangku kepentingan yang lemah dalam
mengartikulasikan pandangannya agar mampu mengkomunikasikan pendapat mereka dan memberikan tanggapan secara efektif
• Mempersiapkan para pemangku kepentingan yang dominan untuk bisa lebih mendengarkan dan menyimak pesan yang diterimanya sebelum membentuk pendapat
• Mengambil peran sebagai juru bicara para pemangku kepentingan tertentu untuk menyampaikan pesan mereka.
Lampiran 2 memberikan beberapa contoh alat bantu yang dapat digunakan dalam mempraktekkan hal-hal ini.
Memfasilitasi pembelajaran
Di atas kita telah mendiskusikan prinsip-prinsip pokok yang mendasari penyelenggaraan pembelajaran untuk para pemangku kepentingan. Pada bagian ini, akan kami jelaskan bagaimana kami, sebagai fasilitator, men dorong terjadinya pembelajaran bersama (pembelajaran sosial) di antara para pemangku kepentingan.
MEMPRAKTEKKAN ACM • 93
Dari pengalaman kami, cara kami memfasilitasi proses belajar sebagai individu, jauh lebih penting daripada alat ataupun metode fasilitasi yang kami gunakan. Pendekatan dan sikap kami sebagai individu nampaknya sangat mempengaruhi secara langsung proses interaksi sosial antara para pemangku kepentingan yang kami fasilitasi, yang pada gilirannya menentukan terjadi atau tidaknya pembelajar-an. Ini berarti bahwa ketika memfasilitasi kami harus mencermati dengan hati-hati bagaimana fasilitasi yang kami lakukan mempengaruhi proses pembelajaran dan mengapa hal ini terjadi. Untuk dapat mencermati hal ini, kami terpandu oleh lima pertanyaan sederhana: Siapa yang perlu difasilitasi? Apa saja kebutuhan pembelajaran mereka? Bagaimana cara memfasilitasi mereka? Kapan? Mengapa pembelajaran cenderung terjadi atau apa motivasi para pemangku kepentingan untuk belajar?
Siapa?Mengetahui siapa yang difasilitasi merupakan pokok yang sangat mendasar dalam kegiatan fasilitasi. Sejauh mana kami secara sadar memusatkan fasilitasi kami pada siapa yang terlibat dalam pembelajaran, sangat menentukan terjadi atau tidaknya pembelajaran antara para pemangku kepentingan.
Pada tahap awal kegiatan lapangan, kami sudah mengidentifi kasi dan menganalisis para pemangku kepentingan sehingga mengetahui siapa yang akan kami fasilitasi. Tetapi, hal ini baru merupakan informasi awal tentang keanekaragaman para pemangku kepentingan yang pembelajarannya akan difasilitasi. Dengan berjalannya kegiatan, informasi dasar ini perlu kami tinjau kembali, lengkapi, dan perdalami. Kelompok-kelompok pemangku kepentingan yang ada ternyata bisa berubah dan tidak bersifat tetap seperti kami perkirakan sebelumnya. Individu-individu di dalam suatu kelompok beraliansi dengan individu di kelompok lainnya, ataupun membentuk kelompok pemangku kepentingan baru di kemudian hari. Kami menyadari bahwa keanekaragaman atau diversitas pemangku kepentingan berubah dari waktu ke waktu dan, karenanya, kami harus waspada dan peka terhadap setiap perubahan yang terjadi pada keadaan pemangku-pemangku kepentingan di lokasi kami. Kotak 9 dan Kotak 10 pada hlm. 46 dan hlm. 48 memperlihatkan diversitas pemangku kepentingan yang kami temukan pada tahap awal proses dan yang sewaktu-waktu harus kami tinjau kembali.
Kami juga melihat bahwa sebagai fasilitator pembelajaran bersama kami harus mewaspadai apa dan mengapa keanekaragaman pemangku kepentingan terus berubah. Secara bertahap kami menyadari bahwa perubahan-perubahan tersebut dilatarbelakangi perubahan-perubahan kepentingan, dan dengan ini, permainan kekuatan antara para pemangku kepentingan. Karenanya, pertanyaan ”siapa“ tadi sebenarnya sama halnya dengan pertanyaan “siapa yang cukup berkuasa untuk dapat turut menentukan keputusan-keputusan yang diambil para pemangku
94 • BAB LIMA
Mengetahui siapa yang perlu difasilitasi merupakan inti fasilitasi kami.
kepentingan”, ataupun pertanyaan “siapa yang tidak cukup berkuasa sehingga tidak/kurang bersuara dalam pengambilan keputusan.” Menyadari ada atau tidaknya ketimpangan antara para pemangku kepentingan, sangat krusial bagi kami selaku fasilitator pembelajaran bersama karena ketimpangan kekuasaan antara pemangku kepentingan dapat mempengaruhi proses pembelajarannya.
Hal di atas berarti bahwa mengetahui siapa yang berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran tidaklah cukup. Kami juga perlu memahami alasan-alasan di belakang setiap keputusan para pemangku kepentingan dalam menggunakan sumber daya alam dan apa yang mendasari hubungan antara para pemangku kepentingan ini. Untuk memperoleh informasi ini, yang merupakan latar belakang penting untuk pekerjaan fasilitasi kami, kami menggunakan suatu kerangka analisis yang berpusat pada tanggung jawab, hak, hasil dari hutan yang diperoleh para pemangku kepentingan, dan hubungan antara mereka.17 Lampiran 2 menampilkan informasi tentang hal ini untuk kasus di Baru Pelepat.
Mengetahui siapa yang terlibat dalam pembelajaran sosial juga penting bagi tim kami sebagai dasar untuk menyelenggarakan kegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran semacam ini, pemangku kepentingan yang satu mempengaruhi pembelajaran pihak lainnya. Karenanya, harus diperhatikan kapan suatu kumpulan pemangku kepentingan dapat belajar bersama atau kapan lebih baik bagi mereka masing-masing untuk belajar secara terpisah.
Apa?Setelah menentukan siapa yang harus dilibatkan dalam proses pembelajaran, dengan sendirinya kami perlu menjawab pertanyaan pembelajar an apa yang akan dibutuhkan oleh para pemangku kepentingan ini? Berdasarkan penilaian kami sebelumnya tentang “kemampuan beradaptasi” dan “kemampuan berkolaborasi”, kami memiliki pemahaman awal tentang mengapa tidaklah mudah bagi para pemangku kepentingan pada awal penelitian kami untuk merubah cara berpikir
MEMPRAKTEKKAN ACM • 95
dan bertindak mereka yang lama, ataupun untuk berkolaborasi dengan pihak lain. Pemahaman awal ini memberi panduan untuk mengetahui apa yang menjadi kebutuhan belajar mereka.
Tetapi kami membutuhkan dasar yang lebih konkret sebagai pijakan kegiatan fasilitasi kami. Karena itu, kami melakukan suatu studi pustaka tentang pembelajaran sosial dan mencoba mencocokkan apa yang kami temukan dalam studi pustaka itu dengan apa yang kami amati di lapangan. Sementara kami melakukan studi pustaka dan mempertemukan para pemangku kepentingan dalam menjalankan proses penelitian aksi partisipatif, kami menemukan sebuah defi nisi pembelajaran sosial yang sangat membantu dalam mengoperasionalkan konsep pembelajaran sosial dalam fasilitasi kami. Menurut defi nisi ini, pembelajaran sosial dapat dipahami dengan menghubungkannya dengan empat dimensi dari arti kata “sosial”:18
• Pengembangan pengetahuan oleh kelompok pemangku kepentingan tertentu di dalam kelompok itu sendiri. Di lapangan kami menemukan bahwa proses ini terjadi terutama ketika suatu kelompok melakukan refl eksi atas tindakan mereka sebelumnya atau ketika membuat rencana sebagai dasar untuk aksi baru atau untuk interaksi mendatang dengan pemangku kepentingan lainnya.
• Pengembangan komunikasi dan hubungan antara para pemangku kepentingan. Kami mengamati bahwa sejalan dengan kegiatan pembelajaran yang berulang-ulang, para pemangku kepentingan membangun kesadaran tentang adanya saling ketergantungan antara mereka. Pada gilirannya hal ini membangun rasa saling meng hargai. Kepercayaan timbal balik berkembang secara ber tahap di antara mereka. Meningkatnya komunikasi dan hubungan sosial ini kemudian merangsang terjadinya saling berbagi penge tahuan, yang sering menjadi dasar tindakan bersama.
• Berbagi pengetahuan antara para pemangku kepentingan. Ketika para pemangku kepentingan belajar bersama, pertukaran informasi dan pengetahuan terjadi. Hal ini menjadi dasar berkembang nya pemahaman-pemahaman bersama baru. Dalam proses ini, para pemangku kepentingan membawa pengetahuan dan sumber daya lainnya yang masing-masing mereka miliki ke dalam proses saling berbagi itu.
• Proses-proses politis. Kami melihat bahwa proses-proses politis mendorong para kelompok pemangku kepentingan untuk mengem bangkan kapasitas strategisnya, misalnya, kemampuan mereka untuk bernegosiasi dalam menentukan batas desa.
Kami mengamati bahwa keempat proses sosial ini tidak hanya muncul ketika para pemangku kepentingan belajar bersama, tetapi bahwa proses-proses tersebut juga menjadi dasar untuk pembelajar an bersama selanjutnya. Oleh karena itu, kami melihat bahwa keempat proses sosial itu dapat dijadikan acuan untuk mengetahui apa yang menjadi kebutuhan belajar para pemangku kepentingan.
96 • BAB LIMA
Kotak 23. Empat kebutuhan belajar para pemangku kepentingan: Beberapa contoh
1. Mengembangkan pengetahuan di dalam kelompok kepentingannya sendiri Pengetahuan masyarakat tentang batas desa mereka dikembangkan melalui
pengamatan lapangan dan pengumpulan data geografi s. Tim ACM menyediakan pelatihan tentang bagaimana menggunakan peranti sistem penentuan posisi geografi s (GPS) untuk mengukur posisi geografi s. Dengan cara ini diciptakan peluang bagi masyarakat untuk mempelajari posisi geografi s batas-batas desa mereka. Pengetahuan ini kemudian digunakan sebagai dasar perundingan dengan masyarakat desa-desa lain di sekitar desa mereka.
2. Mengembangkan komunikasi dan hubungan dengan para pemangku kepentingan lain
Kunjungan lapangan bersama telah mendorong masyarakat desa-desa yang bertetangga untuk belajar saling mendengarkan dan berbicara. Dengan kata lain, mereka belajar bagaimana berkomunikasi dan membangun hubungan. Aturan adat sering digunakan sebagai dasar komunikasi semacam ini. Hal ini dimungkinkan karena masyarakat yang desa-desanya bertetangga mempunyai aturan-aturan adat yang sangat mirip. Ketika komunikasi lisan menjadi terlalu abstrak, kami menyarankan agar semua pihak yang terlibat berkunjung ke lapangan untuk melihat seperti apa kenyataannya.
3. Berbagi pengetahuan dengan para pemangku kepentingan lain Pengetahuan tentang batas-batas desa yang dikembangkan oleh masyarakat
desa dibagi di antara mereka. Pada awalnya, arus informasi dan pengetahuan lebih bergerak dari masyarakat yang kami fasilitasi ke arah masyarakat desa-desa lain di sekitar mereka; tetapi dalam proses selanjutnya masyarakat desa-desa lain itu juga mulai berkontribusi terhadap proses berbagi pengetahuan dan informasi itu. Masing-masing kelompok masyarakat menyadari bahwa kelompok masyarakat lainnya memiliki pengetahuan yang berharga yang bisa melengkapi pengetahuan mereka sendiri. Proses saling berbagi pengetahuan difasilitasi melalui pertemuan-pertemuan formal, informal, dan pencarian fakta bersama di lapangan.
Kami menggunakan pemahaman ini dalam memandu fasilitasi kami seperti diperlihatkan Kotak 23. Pemetaan batas desa dan kegiatan negosiasi yang dilakukan masyarakat desa di lokasi Jambi dan lokasi Pasir dengan masyarakat desa-desa sekitarnya, perusahaan HPH, dan pemerintah merupakan contoh bagaimana kami memadukan keempat kebutuhan pembelajaran ini ke dalam kegiatan fasilitasi kami.
Lanjut di halaman berikut
MEMPRAKTEKKAN ACM • 97
Kotak 24. Meningkatkan kemampuan strategis dalam bernegosiasi
Pada sebuah pertemuan negosiasi tentang batas desa dengan wakil-wakil dari Desa Sungai Beringin, dua orang tokoh adat Baru Pelepat berselisih. Salah satu dari mereka berpikir bahwa ia mengetahui peraturan adat lebih baik daripada yang lainnya. Sekembalinya dari pertemuan, ketika melakukan refl eksi, kedua tokoh adat ini bersumpah bahwa hal ini tidak akan terjadi lagi karena ternyata telah mempermalukan Baru Pelepat. Mereka percaya: “Seekor ayam hanya bisa dipotong sekali saja”. Mereka belajar bahwa mereka jangan sampai melakukan kesalahan yang sama lagi dan sebelum berangkat ke meja perundingan, wakil-wakil Baru Pelepat harus sepakat dulu di antara mereka sendiri tentang apa yang akan dirundingkan dan bagaimana cara melakukannya.
4. Pengembangan kemampuan strategis atau politis para pemangku kepentingan
Untuk kebutuhan belajar ini, kita dapat melihat contoh dari Jambi. Sebagai hasil negosiasi dengan masyarakat desa tetangga, masyarakat Baru Pelepat belajar bagaimana membangun kemampuan strategis atau politis mereka. Kami mendorong pembelajaran semacam ini dengan memfasilitasi para perunding merefl eksikan proses-proses negosiasi, keluaran-keluaran dari negosiasi itu, dan pelajaran yang dapat diperoleh dari proses negosiasi. Kotak 24 memberikan sebuah contoh tentang peningkatan kapasitas negosiasi masyarakat dan, karenanya, peningkatan kemampuan strategis mereka.
Bagaimana?Tentang bagaimananya pembelajaran sosial antara para pemangku kepentingan, berikut ini dapat dibaca tiga aspek kunci yang diangkat dari pengalaman lapangan kami.
Selama melakukan kegiatan fasilitasi, kami menemukan dua cara pembelajaran yang dapat cukup memicu para pemangku kepentingan untuk mengadopsi perilaku dan cara berpikir yang baru serta bersikap lebih terbuka dalam berinteraksi dengan pihak lain. Kedua cara pembelajaran tersebut kami sebut pembelajaran “investigatif” dan pembelajaran “refl ektif”. Kami amati bahwa pembelajaran dapat menghasilkan keluaran yang positif jika kedua jenis pembelajaran ini saling berurutan dalam suatu siklus yang dilakukan secara berulang-ulang (Gambar 18).
Kami memfasilitasi cara belajar investigatif dengan merangsang para pemangku kepentingan untuk bersikap ingin tahu (Kotak 25) serta cara belajar refl ektif
98 • BAB LIMA
pembelajaranreflektif
pembelajaraninvestigatif
Kotak 25. Memotivasi para pemangku kepentingan untuk bersikap ingin tahu: Pembelajaran investigatif
Ada beberapa cara yang dapat dipakai fasilitator untuk mendorong para pemangku kepentingan agar bersikap ingin tahu:• Dalam mendiskusikan pokok-pokok persoalan, mulailah dengan pertanyaan
yang bersifat umum dan kemudian secara bertahap meningkat ke pertanyaan-pertanyaan yang lebih terinci dan mendalam. Hal ini akan membuat seseorang secara bertahap lebih “haus” akan hal-hal rinci dan lebih “analitis”.
• Makin tinggi motivasi seseorang untuk mencari tahu hal-hal yang rinci, semakin berhati-hati ia untuk tidak terlalu cepat mengambil kesimpulan dan semakin terbuka terhadap apa yang dikatakan orang lain.
• Bangunlah di atas apa yang sudah diketahui: aktifkan dasar pengetahuan yang sudah ada. Hal ini akan memicu orang untuk memperdalam pemahaman mereka tentang hal-hal yang telah mereka ketahui. Hal ini juga akan membantu dalam menguji kembali asumsi-asumsi mereka. Pertanyaan “kita tahu banyak, tetapi apakah kita benar-benar memahami apa yang kita ketahui?” bisa membantu.
Gambar 18. Cara pembelajaran para pemangku kepentingan: Pembelajaran yang investigatif dan refl ektif yang terjadi berulang-ulang
dengan mendorong mereka untuk “memperlambat proses berpikir” (Kotak 26). Kedua cara belajar yang saling melengkapi ini membantu kami dalam mengembangkan kesadaran para pemangku kepentingan bahwa asumsi-asumsi mereka mempengaruhi tindakan dan pembentukan model mental mereka. Maka dari itu, kami mengadopsi kedua cara belajar tersebut sebagai panduan untuk mengetahui bagaimana memfasilitasi pembelajaran antara para pemangku kepentingan, pada titik manapun mereka berada dalam siklus penelitian aksi partisipatif, apakah pada tahap perencanaan, aksi, refl eksi atas aksi, ataupun pengamatan.
MEMPRAKTEKKAN ACM • 99
Kotak 26. Jangan cepat mengambil kesimpulan: Pembelajaran refl ektif
Sebagai manusia kita sering cenderung untuk segera bereaksi ketika mendengar seseorang berbicara. Reaksi atau tindakan kita yang segera itu bisa jadi kurang berhubungan dengan apa yang sesungguhnya dikatakan orang lain. Fasilitator pembelajaran bersama sebaiknya mendorong para pemangku kepentingan untuk mengambil waktu yang cukup untuk mengartikan sebuah pesan atau pengamatan.
Mengambil kesimpulan setelah proses berpikir yang memadai kadang disebut juga dengan “mendaki tangga kesimpulan” (climbing-up the ladder of inference). Ada juga yang menyebut “memperlambat proses berpikir” ini sebagai “mencerminkan pikiran seseorang”. Hal ini dapat membantu kita menelaah secara kritis asumsi-asumsi kita.
Cobalah praktekkan cara ini pada diri Anda sendiri, dan jika Anda tidak mendapatkan suatu hasil, mungkin cermin Anda perlu dibersihkan!
Selain perlu mengetahui bagaimana memfasilitasi proses belajar, tentu kami juga membutuhkan metode untuk melakukannya. Kami meng gunakan tiga jenis metode19 dalam fasilitasi kami, yakni dengan mendorong para pemangku kepentingan untuk: 1) mengalaminya sendiri; 2) mengamati pengalaman orang lain; atau 3) membuat “model” (yakni gambaran yang lebih abstrak, terkadang bahkan lebih sederhana) dari situasi nyata. Kotak 27 memaparkan beberapa contoh yang mengilustrasikan ketiga cara fasilitasi pembelajaran ini.
Berkaitan dengan pertanyaan bagaimana memfasilitasi, masih ada satu hal terakhir yang patut diperhatikan. Ketika kami memfasilitasi pembelajaran antara para pemangku kepentingan, per tanyaan tentang bagaimana memfasilitasi pembelajar-an sangat bergantung pada siapa yang difasilitasi (lihat hlm. 93). Dalam praktek-nya hal ini berarti bahwa fasilitasi kami harus mempertimbangkan preferensi masing-masing pemangku kepentingan tentang bagaimana cara belajarnya.
Sebagai contoh, kami mengamati bahwa di kedua lokasi kajian, kaum perempuan lebih menyukai lingkungan belajar yang santai, informal dan tidak terlalu terstruktur, yakni tidak menggunakan suatu format khusus. Mereka cenderung enggan berbicara dalam pertemuan yang lebih besar dan bersifat resmi. Karena alasan ini, pembelajaran bagi mereka sebaiknya memadukan cara-cara yang terstruktur dan resmi dengan pertemuan-pertemuan informal. Sering kami juga menyelenggarakan pertemuan terpisah untuk kaum perempuan guna mempersiapkan mereka sebelum menghadapi pertemuan yang lebih besar dengan para pemangku kepentingan lainnya.
100 • BAB LIMA
Kotak 27. Tiga cara memfasilitasi pembelajaran: Contoh dari Jambi
• Mengembangkan pengalaman: Untuk membantu meningkatkan keterwakilan dalam pengambilan keputusan masyarakat, kami memfasilitasi suatu proses untuk pemilihan para wakil para pemangku kepentingan yang akan menjadi anggota BPD. Beberapa pengalaman belajar yang kami fasilitasi adalah: lokakarya tentang kepemimpinan dan keterwakilan di tingkat desa, penunjukan panitia pemilihan, penyiapan para pemangku kepentingan masyarakat untuk menghadapi proses pemilihan, pemilihan anggota BPD, dan penunjukan resmi para wakil masyarakat.
• Mengamati pengalaman orang lain: Pada sebuah pertemuan para pemangku kepentingan desa, seorang pemimpin adat dari suatu desa di Sumatera Barat diundang untuk berbagi pengalaman tentang upaya-upaya di desa asalnya dalam mengembangkan mekanisme kerja sama antara lembaga adat dan pemerintah desa.
• Membuat model: Pada suatu lokakarya, para pemangku kepentingan masyarakat difasilitasi untuk mengembangkan pemahaman tentang keterwakilan. Peserta diminta untuk memberi penilaian terhadap wakil yang “baik” dan yang “buruk” dengan bermain peran. Proses pembuatan model ini mendorong para peserta untuk mengidentifi kasi ciri-ciri wakil yang “baik” dan yang “buruk”. Dengan meminta peserta menyampaikannya dalam bentuk permainan peran, mereka didorong untuk merumuskan ciri-ciri yang harus dimiliki seorang wakil dengan istilah-istilah umum yang mudah dimengerti masyarakat. Dengan cara seperti ini, model yang dihasilkan menjadi sumber pengetahuan yang melengkapi pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya.
Kapan?Pertanyaan mengenai kapan memfasilitasi pembelajaran berkaitan erat dengan tiga pertanyaan sebelumnya, sehingga pertanyaan kapan dalam fasilitasi dapat dijadikan rangkaian pertanyaan sebagai berikut: “Kapan waktu yang paling tepat untuk memfasilitasi siapa, tentang apa, dan bagaimana melakukannya?”
Dalam prakteknya, hal ini berarti bahwa kami harus mengembangkan kepekaan dalam memilih waktu yang tepat untuk memfasilitasi para pemangku kepentingan yang kebutuhan dan preferensi cara belajarnya saling berbeda. Sebagai contoh, marilah kita kembangkan contoh kelompok perempuan yang diberikan di atas tadi. Dalam kasus kelompok perempuan itu (siapanya), mereka membutuh-kan pendampingan kami dalam mengembangkan pengetahuan dan keteram-pil an mereka sebelum berpartisipasi dalam pertemuan forum para pemangku kepentingan yang lebih besar dan lebih resmi (kapannya). Persiapan ini terpusat pada pengembangan pengetahuan dasar dan keterampilan kaum perempuan, dalam hal kemampuan komunikasi dan berbagi pengetahuan dengan pihak lain
MEMPRAKTEKKAN ACM • 101
Kotak 28. Tiga faktor yang menjadi motivasi para pemangku kepentingan untuk belajar bersama: Beberapa contoh
1. Faktor eksternal: Masyarakat di Pasir memprakarsai negosiasi dengan pemerintah dan perusahaan HPH mengenai batas desa dalam upaya untuk dapat turut menentukan bagaimana mengelola sumber daya alam desa mereka. Mereka berpendapat, jika batas desa jelas dan mereka memperoleh pengakuan atas batas tersebut, maka sumber penghidupan masyarakat desa akan lebih terjamin. Dalam keadaan ini, kedatangan tim kamilah yang memicu semangat mereka untuk lebih memastikan wilayah kelola desa mereka. Keinginan untuk meningkatkan kondisi penghidupan sebenarnya telah ada sejak sebelum kedatangan kami, tetapi fasilitasi kamilah yang mendorong masyarakat untuk mengupayakannya.
2. Faktor internal: Sebagai manusia, kita memiliki kemampuan untuk “melihat masa depan”. Faktor tersebut sifatnya internal karena tidak memerlukan motivasi luar (eksternal). Hal ini karena manusia mempunyai kemampuan belajar, atau kemampuan kognitif, yang memungkinkannya untuk menghubungkan pengalaman atau pengamatan masa lalu dengan situasi yang mungkin akan terjadi di masa mendatang. Dengan kata lain, sebagai manusia kita bisa memperkirakan konsekuensi dari hal-hal yang belum terjadi. Beberapa orang menyebut kemampuan ini sebagai kemampuan belajar antisipatif. Meskipun semua orang memilikinya, kemampuan semacam ini bisa ditingkatkan melalui fasilitasi.20
(apanya). Pada pertemuan dengan pihak lain yang diselenggarakan sesudah itu (kapannya lagi), kaum perempuan menerapkan apa yang telah mereka persiapkan sebelumnya dan mengalami sendiri (bagaimananya) proses saling berbagi pengetahu an dengan pihak lain melalui komunikasi.
Mengapa?Akhirnya, untuk memfasilitasi pembelajaran secara efektif, penting bagi kita untuk bertanya pada diri kita sendiri mengapa para pemangku kepentingan bersedia mengorbankan waktu luang mereka untuk belajar bersama kita. Dengan kata lain, untuk memahami peran kita sebagai fasilitator pembelajaran, kita harus mencari tahu apa yang sebenarnya menjadi motivasi para pemangku kepentingan untuk belajar. Tim kami mengamati bahwa ada tiga faktor motivasi (Kotak 28) dan berdasarkan pengetahuan itu kami memfasilitasi setiap situasi sesuai dengan motivasi yang dapat memicu pembelajaran para pemangku kepentingan yang difasilitasi (Tabel 1):• Para pemangku kepentingan termotivasi oleh faktor-faktor eksternal• Para pemangku kepentingan termotivasi oleh faktor-faktor internal• Para pemangku kepentingan termotivasi untuk belajar karena terdorong oleh
proses-proses interaktif yang terjadi selama pembelajaran bersama.
Lanjut di halaman berikut
102 • BAB LIMA
Di Baru Pelepat kami memfasilitasi pembelajaran antisipatif ini untuk membantu masyarakat desa mengambil tanggung jawab baru yang muncul dari kebijakan desentralisasi pemerintah, termasuk kebijakan yang mengalihkan beberapa wewenang pengambilan keputusan kepada pemerintah desa. Dalam suatu lokakarya, kami meminta warga desa untuk mendiskusikan apa yang akan mereka lakukan jika ada pengusaha swasta datang menemui mereka dan menawarkan kerja sama dalam memanfaatkan hasil hutan. Gambar 19 memperlihatkan sebuah gambar yang kami gunakan untuk memicu diskusi tersebut. Dalam kasus ini, kami mendampingi para peserta untuk melakukan refl eksi tentang situasi serupa yang pernah mereka alami atau amati sebelumnya. Dalam melakukan ini kami mendorong mereka untuk tetap terfokus pada masa depan dengan memberi informasi tentang apa yang bisa terjadi di masa yang akan datang. Kami menyediakan informasi, antara lain tentang kebijakan-kebijakan pemerintah tentang pemerintahan desa dan kemungkinan adanya minat investor swasta terhadap hasil hutan di wilayah desa. Dengan kata lain, kami mendampingi para pemangku kepentingan dalam mengembangkan kemampuannya untuk mengantisipasi masa depan.
3. Proses interaktif antara para pemangku kepentingan: Peran kami dalam hal ini adalah mendorong komunikasi antara para pemangku kepentingan. Dengan kata lain, peran kami adalah memfasilitasi proses-proses berkelompok.• Dengan kehadiran orang atau kelompok lain, seseorang atau suatu kelompok
cenderung belajar dengan lebih baik. Sebagai contoh, karena latar belakang sejarah dan pengalaman yang berbeda, perempuan Minangkabau pada awalnya merasa kurang percaya diri jika harus berbicara di muka umum dibandingkan dengan kaum perempuan pendatang. Namun kami mengamati pula bahwa karena kehadiran kaum perempuan pendatang, perempuan Minangkabau termotivasi untuk juga ikut berbicara dalam pertemuan yang lebih besar. Nampaknya seolah-olah mereka berpikir: “apa yang bisa dilakukan perempuan pendatang, kita juga bisa”.
• Kelompok yang terdiri dari beragam peserta, mengembangkan pemahaman yang lebih kaya tentang permasalahan yang didiskusikan. Hal ini dicontohkan oleh proses negosiasi antara masyarakat Pasir, pemerintah, dan pengusaha HPH. Selama negosiasi ini, setiap pemangku kepentingan memperkaya diskusi dengan menambahkan perspektif khas mereka.
• Para pemangku kepentingan merasa bahwa menilai tepat atau tidaknya suatu keputusan yang diambil akan lebih mudah jika dilakukan dalam kelompok. Di samping itu, karena pada umumnya lebih mudah untuk menilai kekurangan pihak lain daripada kekurangan diri sendiri, mereka bisa saling mengoreksi jika berkelompok. Demikian pula, sebagai kelompok mereka dapat mengingat fakta dengan lebih baik sehingga pilihan-pilihan dalam mengambil keputusan bisa dinilai dengan lebih tepat. Memang, sebagaimana kami amati, ingatan kelompok lebih kuat daripada ingatan masing-masing pemangku kepentingan yang ada di dalam kelompok tersebut secara terpisah.
MEMPRAKTEKKAN ACM • 103
Gambar 19. Sebuah gambar yang kami pakai untuk memicu diskusi di antara para pemangku kepentingan
Tabel 1. Contoh motivasi belajar para pemangku kepentingan dan peran fasilitasi
Motivasi belajar
para pemangku kepentinganPeran fasilitasi
Keinginan untuk menghentikan pembalakan kayu secara berlebihan yang dilakukan orang luar desa (motivasi eksternal)
Memicu pembelajaran untuk terjadinya perubahan
Hasrat untuk tahu apa yang mungkin terjadi di masa depan (motivasi internal)
Mendampingi dalam mengembangkan kemampuan para pemangku kepentingan dalam mengantisipasi
Proses interaktif selama pembelajaran Mendorong komunikasi antara para pemangku kepentingan, yakni memfasilitasi proses interaktif di antara mereka
104 • BAB LIMA
Hasil dari pembelajaran yang diinginkan para pemangku kepentingan lokal adalah peningkatan penghidupannya. Oleh karena itu, kami memfokuskan penilaian kami tentang hasil pembelajaran pada hal-hal yang berkaitan dengan perubahan-perubahan penghidupan.
5.2. Keluaran Pembelajaran
Tujuan utama para pemangku kepentingan di kedua lokasi penelitian adalah peningkatan penghidupannya. Namun demikian, pada awal kegiatan kami, mereka merasa bahwa hal tersebut akan sulit dilakukan dalam keadaan tidak pasti. Mereka tidak tahu bagaimana memperkirakan dan me rencanakan masa depan mereka. Hal ini dipersulit lagi dengan tidak adanya mekanisme yang dapat membantu para pemangku kepentingan untuk bekerja sama dalam mengatasi masalah serta belajar bersama dari tindakan dan keputusan mereka. Dalam keadaan seperti itulah para pemangku kepentingan memulai berbagai kegiatan pembelajaran ACM.
Peningkatan kondisi penghidupan merupakan kebutuhan utama para pemangku kepenting an di tingkat masyarakat, maka penilaian kami dalam bab ini difokuskan pada keluaran pembelajaran yang berhubungan dengan perubahan-perubahan penghidupan itu. Tetapi sebelum itu kita harus mengingat kembali apa yang telah dibahas dalam bab sebelumnya, yakni bahwa beberapa proses sosial telah terjadi antara para pemangku kepentingan, yang menghasilkan perubahan perilaku kerja sama dan perilaku adaptif mereka. Hal ini, pada giliran nya, menghasilkan
MEMPRAKTEKKAN ACM • 105
berb
agi in
formasi d
an
pengembangan
komunikasi dan hubungan baik
pengetahuan
pengembangan
kapasitas s
trateg
is
Perubahan dalam modal penghidupan
Perubahan dalam modal penghidupan
Perubahan dalam modal penghidupan
Perubahan dalam modal penghidupan
Pembelajaran Sosial pengembang
an
pengetahuan
Gambar 20. Roda-roda perubahan karena pembelajaran sosial
berbagai perubahan penghidupan masya rakat. Maka dari itu, proses-proses sosial yang muncul itu bisa kita sebut proses-proses perubahan. Proses-proses sosial apakah yang telah bermunculan?
Proses-proses perubahan
Seperti dapat dilihat pada bab sebelumnya, terdapat empat proses yang muncul dalam pembelajaran para pemangku kepentingan: pengembangan pengetahuan, pengem bangan komunikasi dan hubungan, saling berbagi pengetahuan, dan pengembangan kapasitas strategis (atau kemampuan politis).
Proses-proses itu telah menghasilkan perubahan-perubahan perilaku para pemangku kepentingan, yakni diadopsinya cara berpikir dan bertindak yang baru. Lebih dari itu, proses-proses itu tidak hanya timbul sepanjang berjalannya pembelajaran, tetapi juga menjadi pemicu proses pembelajaran selanjutnya. Dengan demikian dapat kita bayangkan, proses-proses perubahan yang muncul itu berwujud “roda-roda berputar” seperti yang diperlihatkan Gambar 20. Dapat kita lihat pada gambar itu bagaimana pembelajaran sosial menggulirkan proses-proses perubahan yang mulai pada skala kecil tetapi kemudian “terpental” keluar untuk secara bertahap menjangkau wilayah yang lebih luas. Pertanyaan kita selanjutnya, perubahan-perubahan apakah yang telah dihasilkan proses-proses itu?
106 • BAB LIMA
Di antara keluaran ACM yang lebih nyata adalah meningkatnya keterampilan masyarakat dalam memproduksi hasil anyaman rotan dan bambu, yang dapat dijual di pasar lokal. Keluaran ini terkait dengan pokok pembelajaran tentang peningkatan keadaan penghidupan dengan cara mencari sumber pendapatan alternatif (lihat Kotak 19).
Perubahan-perubahannya
Untuk menentukan apakah pembelajaran telah menghasilkan perubahan dalam penghidupan masyarakat, kami sangat terbantu oleh sebuah alat bantu analisis yang disebut “kerangka penghidupan berkelanjutan” (sustainable livelihoods framework)21. Kerangka ini menyatakan bahwa agar masyarakat dapat memiliki kehidupan yang layak mereka harus mendayagunakan sumber daya—atau asset/modal—yang memungkinkan mereka melakukan kegiatan penghidupan. Istilah “modal” yang dimaksudkan adalah unsur-unsur yang dibutuhkan dalam membuat penghidupan, jadi lebih luas daripada yang biasa di guna kan dalam bidang keuangan atau ekonomi. Ada lima bentuk modal:1. Modal manusia (human capital): pengetahuan, keterampilan, kondisi fi sik
pekerjaan, dan kesehatan2. Modal sosial (social capital): saling percaya, jaringan-jaringan, dan hubungan-
hubungan sosial yang diperlukan orang untuk bekerja sama3. Modal alam (natural capital): tanah, pepohonan, sumber daya air, ikan, dll.4. Modal keuangan (fi nancial capital): pendapatan, tabungan, dan pinjaman5. Modal fi sik (physical capital): peralatan, perlengkapan, binatang, jalan, dan
pelayanan publik (air, tenaga listrik, dll.).
Dari pengamatan kami, sangat jelas bahwa sejak kami memulai pembelajaran ACM, modal manusia dan modal sosial yang dimiliki para pemangku kepentingan di kedua lokasi kajian mengalami perbaikan. Pertama, modal manusia jelas meningkat: keterampilan kepemimpinan berkembang, pengetahuan teknis dan keterampilan masyarakat semakin kaya, kemampuan berkomunikasi meningkat, kemampuan bernegosiasi mengalami kemajuan, dan motivasi perseorangan untuk bertindak guna mengatasi masalah terpacu. Kami juga mengamati bahwa
MEMPRAKTEKKAN ACM • 107
para pemangku kepentingan dari status sosial yang berbeda telah mengembang-kan rasa percaya diri untuk memperbaiki hubungan di antara mereka.
Namun yang lebih nyata adalah perubahan-perubahan pada modal sosial. Rasa saling percaya di antara para pemangku kepentingan telah terbangun dan hal ini, pada gilirannya, memperbaiki hubungan dan menyeimbangkan perbedaan kekuasaan di antara mereka. Kualitas jaringan sosial yang sudah ada meningkat, dan jaringan-jaringan sosial baru terbentuk.
Perubahan-perubahan modal ini dipaparkan dalam Tabel 2 dan Tabel 3. Keluaran-keluaran dalam kedua tabel tersebut berlaku untuk siklus-siklus pembelajaran yang telah kami gunakan sebagai contoh dalam bab sebelumnya, yakni siklus pembelajaran yang berkenaan dengan masalah tata batas dan siklus peningkatan pemerintahan desa (lihat hlm. 86 dan hlm. 87).
Tabel 2. Keluaran ACM dari pembelajaran tentang tata batas desa: Contoh dari Pasir
Modal Penghidupan Keluaran
Modal manusia 1. Berkembangnya keterampilan pemetaan warga masyarakat, termasuk penggunaan teknologi seperti GPS (misalnya, membaca, merekam, dan memasukkan data dari GPS ke peta dasar).
2. Berkembangnya pengetahuan masing-masing kelompok masyarakat (termasuk kaum perempuan dan remaja) tentang tata batas wilayah adat mereka.
3. Peningkatan pengetahuan kelompok-kelompok masyarakat tentang instansi pemerintah mana yang harus didekati dalam menyelesaikan permasalahan tertentu.
Modal sosial 1. Komunikasi dan jaringan sosial antara masyarakat desa, perusahaan HPH, dan pemerintah yang makin baik.
2. Kepercayaan antara masyarakat dan instansi-instansi luar yang meningkat.
Modal alam Belum dapat diamati
Modal fi sik Batas-batas desa
Modal keuangan Belum dapat diamati
108 • BAB LIMA
Tabel 3. Keluaran ACM dari pembelajaran tentang peningkatan pemerintahan desa: Contoh dari Jambi
Modal Penghidupan Keluaran
Modal manusia 1. Pemahaman yang berkembang tentang: kebijakan desentralisasi pemerintah dalam hal pengalihan kewenangan kepada desa (devolusi), prinsip-prinsip demokrasi (termasuk berkembangnya pemahaman ini pada para “penguasa” yang lama), mekanisme pengambilan keputusan tingkat desa oleh wakil-wakil pemangku kepentingan, pembuatan peraturan desa, dan kepemimpinan.
2. Berkembangnya keterampilan berkaitan dengan pengambilan keputusan, pengembangan peraturan desa, kepemimpinan, dan manajemen organisasi.
Modal sosial 1. Kelembagaan sosial dan organisasi yang lebih baik: a. mekanisme keterwakilan yang lebih baik; b. keterwakilan para pemangku kepentingan
masyarakat yang lebih baik. 2. Rasa saling percaya dan hubungan timbal balik
yang lebih baik antara kaum pendatang dan penduduk asli; kesadaran kaum laki-laki bahwa kaum perempuan adalah warga masyarakat yang berpotensi dan sah untuk berpartisipasi dalam peng ambilan keputusan tingkat desa; pengakuan tetua adat tentang perlunya membagi kekuasaan.
3. Kesadaran politik anggota masyarakat yang makin berkembang.
Modal alam Belum dapat diamati
Modal fi sik Belum dapat diamati
Modal keuangan Beberapa anggota masyarakat telah memperoleh manfaat keuangan ketika mereka terpilih sebagai wakil-wakil masyarakat dan anggota BPD yang menerima gaji.
MEMPRAKTEKKAN ACM • 109
Perubahan yang kurang nyata di kedua lokasi kajian tersebut adalah perubahan pada modal alam, modal keuangan, dan modal fi sik. Kami menduga, terbentuknya bentuk-bentuk modal seperti itu memerlukan waktu yang cukup lama. Penelitian kami terlalu singkat sehingga perubahan dalam bentuk-bentuk modal itu belum dapat kami amati.
Walaupun demikian, kami menemukan beberapa petunjuk di lapangan tentang bagaimana dalam jangka panjang modal sosial dapat mempengaruhi pembentukan modal-modal yang lain, seperti modal alam dan modal fi nansial. Maka dari itu, modal sosial bisa dilihat sebagai “modal awal” (start-up capital) dan modal alam serta modal fi nansial sebagai “modal terbentuk” (formed capital), seperti dapat dilihat pada Gambar 21. Di sinilah letaknya peran penting fasilitasi ACM.
Berkembangnya strategi penghidupan kolaboratif
Ketika suatu masyarakat dianugerahi dengan kekayaan berupa kelima macam modal penghidupan, hal itu tidak serta-merta berarti bahwa penghidupan para pemangku kepentingan dalam masyarakat itu terjamin secara berkelanjutan. Untuk memastikan agar berbagai modal penghidupan tersebut benar-benar menghasilkan keluaran-keluaran penghidupan yang nyata—pendapatan, kesejahteraan, kecukupan pangan, kekuatan dalam menghadapi goncangan sosial dan alam, dan penggunaan sumber daya alam yang keberlanjutan—masyarakat tersebut harus mempunyai strategi.
Para pemangku kepentingan di dalam masyarakat itu harus mempunyai sasaran dalam menentukan bagaimana mereka akan menggunakan modal-modal penghidupan mereka untuk mencapai penghidupan yang berkelanjutan. Sebagai contoh, para pemangku kepentingan masyarakat desa harus memilih apakah mereka akan meng gunakan sumber daya keuangannya (modal fi nansial) untuk membeli benih dan mengalokasikan keterampilan manusia (modal manusia) untuk bertani, ataupun mereka akan memilih untuk menyimpan uangnya di bank dan bekerja sebagai buruh di ibu kota kabupaten.
ACM meningkatkan jumlah pilihan penghidupan bagi para pemangku kepentingan. Dengan berkontribusi ter hadap pengembangan modal sosial, ACM menawarkan sebuah strategi penghidupan melalui kolaborasi yang dapat digunakan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan prospek penghidupan mereka.
Kebanyakan program pembangunan yang berfokus pada peningkatan peng-hidupan masyarakat, termasuk program-program hutan kemasyarakatan atau perhutanan sosial (lihat Bab 3), cenderung bertujuan untuk meningkatkan pendapatan. Akan tetapi pendekatan ACM dapat menawarkan lebih dari itu.
110 • BAB LIMA
MO
DA
L S
OS
IAL
SE
BA
GA
I“M
OD
AL
AW
AL”
(kep
erca
yaan
dan
jarin
gan
anta
r pa
ra p
eman
gku
AC
MFA
SIL
ITA
SI
pros
es-p
rose
s
peru
baha
n
pem
bent
ukan
pem
bent
ukan
kep
entin
gan)
pengaruh
pengaruh
(kep
erca
yaan
dan
ja
ringa
n ya
ng
terb
angu
n m
endo
rong
di
angg
arka
nnya
dan
a pe
mer
inta
h)
(kep
erca
yaan
dan
ja
ringa
n ya
ng
terb
angu
n m
endo
rong
du
kung
an p
elat
ihan
da
ri m
asya
raka
t te
tang
ga d
an p
emda
)
“MO
DA
L A
NT
AR
A”
(ket
eram
pila
n da
n pe
nget
ahua
n da
lam
pro
duks
i rot
an;
kem
ampu
an y
ang
men
ingk
at
untu
k m
empe
role
h pe
ndap
atan
da
n un
tuk
dapa
t men
abun
g)
“MO
DA
L A
NT
AR
A”
(dan
a un
tuk
pem
belia
n be
nih,
ba
han-
baha
n un
tuk
bert
anam
)
MO
DA
L K
EU
AN
GA
N S
EB
AG
AI
“MO
DA
L T
ER
BE
NT
UK
”(in
vest
asi d
ari t
abun
gan)
MO
DA
L A
LAM
SE
BA
GA
I“M
OD
AL
TE
RB
EN
TU
K”
(teg
akan
pep
ohon
an,
kean
ekar
agam
an h
ayat
i, tu
tupa
n hu
tan)
Ga
mb
ar
21. K
aita
n ya
ng m
ungk
in a
ntar
a m
odal
sos
ial s
ebag
ai “
mod
al a
wal
” de
ngan
mod
al k
euan
gan
dan
mod
al a
lam
seb
agai
“m
odal
terb
entu
k”: C
onto
h da
ri P
asir
MEMPRAKTEKKAN ACM • 111
ACM telah meningkatkan modal sosial di antara para pemangku kepentingan.
Dengan cara menawarkan suatu strategi kolaboratif, ACM memperluas peluang penghidupan yang dapat digunakan para pemangku kepentingan. Dengan begitu, ACM memberi nilai tambah pada strategi penghidupan para pemangku kepenting an. Nampaknya, strategi penghidupan yang “terinspirasi ACM” dapat menghasilkan keluaran yang lebih luas: bukan saja peningkatan pendapatan, tetapi juga peningkatan kesejahteraan, kecukupan pangan, keberlanjutan sumber daya alam, dan pengurangan kerentanan (Gambar 22).
112 • BAB LIMA
M
A
S
K
F
FasilitasiACM
MODALPENGHIDUPAN
KELUARANPENGHIDUPAN
Petunjuk:
S = modal sosialM = modal manusiaA = modal alamK = modal keuanganF = modal fisik
STRATEGI PENGHIDUPAN
INDIVIDUAL DAN KOLABORATIF
Pendapatan yang
lebih tinggi
Kesejahteraan yang
meningkat
Kerentanan yang
berkurang
Kecukupan pangan yang
meningkat
Pengunaan sumber daya
alam yang lebih berkelanjutan
Gambar 22. Nilai tambah ACM terhadap strategi penghidupan
6TANTANGAN, KEUNGGULAN, DAN
KETERBATASAN ACM
Surutlah engkau yang mesti surut, di geletar kepudaran fatamorganatinggallah engkau yang mesti tinggal, di dirimu kebakaan metamorfosa.
Sri Kusdyantinah, penyair, dalam syair berjudul “Pancaroba”, 1979
TANTANGAN, KEUNGGULAN, DAN KETERBATASAN ACM • 115
Pada bab terdahulu telah kami sampaikan bagaimana kami menerapkan ACM dan menciptakan kondisi yang mendorong terjadinya pembelajaran antara para pemangku kepentingan. Bab ini menyajikan tantangan-tantangan yang dihadapi ACM, keunggulan-keunggulannya, serta keterbatasan-keterbatasan pendekatan ini sebagaimana kami menerapkannya.
Tantangan
Seperti juga banyak pihak lain yang bergiat dengan para pemangku kepentingan dalam mengelola sumber daya alam secara kolaboratif, kami menghadapi berbagai tantangan yang sudah umum dalam kegiatan-kegiatan yang menggunakan pendekatan partisipatif. Tantangan-tantangan semacam ini misalnya partisipasi masyarakat yang terbatas karena sibuk mencari nafkah untuk hidup kesehariannya atau ketergantungan mereka pada “orang luar”. Namun demikian, kami melihat bahwa ACM memiliki empat tantangan yang merupakan ciri khas dari pendekatan ini:
1. Sementara ACM diharapkan dapat mengembangkan kerja sama antara para pemangku kepentingan, tantangan yang harus dihadapinya adalah sangat rendahnya kemampuan organisasional di antara para pemangku kepentingan. Kurangnya kemampuan organisasional ini menjadi tantangan ACM karena dua alasan. Pertama, ketika mengkaji masalah, para pemangku kepentingan cenderung melihat berbagai hal dari sudut pandang sempit mereka sendiri dan kurang menyadari bahwa suatu masalah dapat dilihat dengan cakupan yang lebih luas dengan juga memasukkan pandangan-pandangan pihak lain. Kedua, dalam memecahkan masalah mereka cenderung mencari pemecahannya sesuai dengan sudut pandangnya sendiri, tanpa memikirkan bahwa pemecahannya sebenarnya dapat dilakukan secara bersama dengan pihak lain. Pada umumnya pengidentifi kasian dan pemecahan masalah secara kolaboratif belum banyak dikenal para pemangku kepentingan.Kalaupun ada pemangku kepentingan tertentu yang memiliki kemampuan kolaborasi di dalam kelompoknya sendiri, hal ini tidak berarti dengan sendirinya bahwa mereka bisa bekerja sama dengan pemangku kepentingan lain. Sering hal ini berhubungan dengan masa lalu. Di lokasi penelitian kami, misalnya, pada masa lalu para pemangku kepentingan tidak berkesempatan mengembangkan pengalaman mereka dalam berhubungan dengan pihak lain, seperti pemerintah dengan masyarakat desa di Pasir, ataupun penduduk asli dengan pendatang di Jambi.
2. Tantangan kedua yang kami hadapi, berkenaan dengan aspek pembelajaran, yang merupakan jiwa ACM. Kami tertantang oleh pertanyaan apakah para pemangku kepentingan akan cukup termotivasi untuk mempertahankan
116 • BAB ENAM
Perbedaan status sosial atau kekuasaan di antara para pemangku kepentingan merupakan salah satu tantangan yang dihadapi tim kami dalam memfasilitasi ACM. Gambar ini mencerminkan perbedaan status sosial antara masyarakat desa dan pejabat pemerintah.
cara-cara baru dalam berpikir dan bertindak yang telah diadopsinya. Jika tidak, maka pem belajaran yang kami fasilitasi tidak akan berkelanjutan.Dalam sejarahnya, para pemangku kepentingan di lokasi penelitian kami hanya mengenal kegiatan-kegiatan belajar yang tidak meng hasilkan perubahan yang langgeng. Misalnya, ketika baru memulai kegiatan di Jambi, kepada kami disampaikan bahwa penyuluh pertanian telah mengadakan pelatihan dalam penggunaan teknologi pertanian baru. Hanya dalam waktu singkat setelah pelatihan itu, warga masyarakat berhenti menggunakan teknik-teknik yang telah dipelajarinya. Penyuluh pertanian mengira hal ini dikarenakan masyarakat tidak mampu mempelajari dan mengadopsi teknologi baru, tetapi tim kami menduga hal tersebut dikarenakan teknologi tersebut dikembangkan di tempat lain dan hanya dialihkan ke lokasi. Dengan cara seperti ini alih pengetahuan tidak mengarah pada terjadinya pembelajaran yang benar-benar bermakna bagi pemangku-pemangku kepentingan lokal. Pada awal kegiatan tim kami, kami mengkhawatirkan hal yang sama dapat terjadi pada pembelajaran ACM.
TANTANGAN, KEUNGGULAN, DAN KETERBATASAN ACM • 117
3. Lebih lanjut kami ditantang oleh pertanyaan apakah ACM akan berhasil dalam memotivasi para pemangku kepentingan untuk belajar di dalam lingkungan mereka yang begitu kompleks dan penuh ketidak pastian. Sebagaimana ditunjukkan pada masa lalu, perubahan lingkungan sosial dan alam dianggap begitu rumit sehingga para pemangku kepentingan terperangah dan merasa tidak berdaya untuk menghadapi perubahan itu. Kami dihadapkan oleh pertanyaan apakah pembelajaran dalam ACM dapat membantu mereka menghadapi secara kolaboratif keadaan semacam itu.
4. Tantangan terakhir yang kami hadapi ketika memfasilitasi ACM, berkenaan dengan perbedaan kekuasaan atau status sosial antara para pemangku kepentingan. Kami menemukan bahwa para pemangku kepentingan yang lebih berkuasa cenderung kurang terbuka untuk mempelajari cara-cara yang baru dan kolaboratif. Mereka sering ber anggapan bahwa pihak dengan status sosial yang lebih rendah kurang layak atau tidak mempunyai legitimasi untuk diajak bekerja sama, atau bahkan untuk diajak berbicara atau didengarkan.
Keunggulan ACM
Sekarang kita akan membahas keunggulan ACM sebagaimana kami mengalaminya. Kami menyebut suatu kualitas ACM sebagai “keunggulan” jika hal tersebut memungkinkan kami untuk menangani tantangan-tantangan di atas secara berhasil. Tim kami memperhatikan bahwa keunggulan-keunggulan ACM adalah:
1. ACM memiliki kemampuan untuk menjadikan hubungan sosial antara para pemangku kepentingan lebih sistematis dan terorganisasi. Secara nyata kami melihat bahwa para pemangku kepentingan di kedua lokasi kajian mulai mengorganisasi diri mereka sendiri dengan lebih baik. Kami memperkirakan bahwa faktor yang telah mendorong terjadinya perbaikan organisasi sosial adalah sifat iteratif dari kegiatan pembelajaran ACM. Karena hal ini, interaksi dan komunikasi antara para pemangku kepentingan men jadi lebih intensif, yang pada gilirannya mendorong berkembangnya kesadaran akan ketergantungan timbal balik serta kesadaran untuk saling menghargai dan mempercayai. Kesadaran atas saling ketergantungan itu, pada gilirannya lagi, mendorong para pemangku kepentingan untuk mengakui pihak lain sebagai pemangku kepentingan yang sah (legitim) dalam sistem hutan yang sama. Kami melihat bahwa terbangunnya hubungan sosial yang lebih tertata tidak terbatas pada lingkup fasilitasi tim kami, tetapi terjadi juga di luar program kami.
118 • BAB ENAM
Tampaknya, salah satu keunggulan ACM adalah kemampuannya untuk menjadikan hubungan-hubungan sosial lebih sistematis dan tertata. Kaum perempuan terbukti merupakan pemangku kepentingan yang ter organisasi paling baik, baik secara internal dalam kelompok mereka sendiri, maupun secara eksternal ketika berhubungan dengan para pemangku kepentingan lainnya.
2. Keunggulan ACM lainnya yang cukup terlihat, adalah kemampuannya untuk membantu para pemangku kepentingan dalam mengembangkan pemahaman mereka tentang fenomena yang rumit. Karena sifatnya yang bertahap, pembelajaran dalam ACM memungkinkan penguraian “bahan belajar” yang rumit menjadi bagian-bagian yang lebih “kecil dan sederhana”. Hal ini memungkinkan para pemangku kepentingan untuk secara bersama dan bertahap memahami kontradiksi-kontradiksi yang mereka hadapi. Pada gilirannya, hal tersebut membantu mereka untuk secara berangsur memahami kerumitan yang ada.
3. Supaya dalam keadaan yang rumit dan penuh ketidakpastian pembelajaran dapat terjadi, suatu jenis pembelajaran yang khas ACM nampaknya menjadi kunci, yakni pembelajaran melalui komuni kasi. Pembelajaran semacam ini mendukung berkembangnya pemahaman bersama para pemangku kepentingan dengan berbagai sudut pandang.
4. Kemampuan ACM untuk menangani masalah ketimpangan kekuasaan antara pemangku kepentingan mendorong mereka yang berkuasa untuk mengakui mereka yang lemah karena penekanannya pada:
TANTANGAN, KEUNGGULAN, DAN KETERBATASAN ACM • 119
• peningkatan kesadaran tentang ketergantungan timbal balik, yang pada gilirannya mendorong para pemangku kepentingan untuk lebih saling menghargai
• manfaat yang dibawa masing-masing pemangku kepentingan ke dalam proses kolaboratif
• pembahasan substansi dan bukannya persoalan-persoalan hubungan sosial antara para pemangku kepentingan.
Keterbatasan ACM
ACM juga memiliki keterbatasan. Ada tiga keterbatasan yang kami lihat dengan jelas di lapangan:
1. Kegiatan belajar ACM sering sangat menyita waktu. Kegiatan pembelajaran, seperti lokakarya atau pertemuan para pemangku kepentingan, biasanya membutuhkan paling tidak satu hari penuh, selain menuntut waktu semua pihak yang terlibat dalam persiapan dan penyelenggaraannya. Artinya, ACM sering lebih menarik bagi mereka yang dapat meluangkan waktunya untuk berpartisipasi. Sebaliknya, para pemangku kepentingan yang kurang mampu sering lebih terbatas kesempatannya untuk berpartisipasi. ACM merupakan proses pembelajaran dan karenanya menuntut waktu. Keluaran dari proses pembelajaran ini tidak selalu cepat atau nyata. Ini merupakan keluhan umum yang kami dengar dari para pemangku kepentingan. Ironinya, sementara pemangku-pemangku kepentingan yang terkesampingkan secara sosial sangat membutuhkannya, mereka justru paling sedikit menerima manfaat dari ACM.
2. Bagi tim kami, pelaksanaan ACM juga menuntut banyak upaya dan waktu. Juga biaya untuk mempertemukan para pemangku kepentingan tidaklah sedikit. Selain itu, waktu dan sumber daya lain yang diinvestasikan sering tidak segera menunjukkan hasil. Hal in juga menjelaskan kenapa kami belum dapat memastikan apakah para pemangku kepentingan akan mempertahankan cara-cara baru mereka dalam berpikir dan bertindak. Walaupun begitu, kami yakin bahwa jika pembelajaran bersama dapat didorong secara terus-menerus, hubungan-hubungan konstruktif di antara para pemangku kepentingan akan terbentuk dan, pada gilirannya, sikap dan pandangan lama secara berangsur ditanggalkan.
3. Terakhir, ketika kekuasaan antara para pemangku kepentingan sangat timpang, kami melihat bahwa pembelajaran tidak mendorong berkembangnya pandangan yang lebih inklusif pada para pemegang kuasa. Nampaknya, keadaan dengan ketimpangan kekuasaan yang sangat menonjol bukan
120 • BAB ENAM
Salah satu keterbatasan ACM seperti yang kami alami adalah bahwa kegiatan-kegiatan belajar sangat menyita waktu, baik bagi para peserta maupun bagi tim kami. Sering ini berarti bahwa ACM menjadi kurang menarik bagi para pemangku kepentingan yang lebih miskin karena mereka mengalami kesulitan dalam menyediakan waktu untuk kegiatan pembelajaran.
merupakan kondisi yang tepat untuk saling belajar. Dalam kondisi seperti itu sulit diharapkan terjadinya suatu transformasi pandangan dan perilaku lama.
7HIKMAH BELAJAR
... jika kita harus membangun kembali keselarasan sosial dan kebajikan .... Kita harus mendorong pertukaran sosial dan material antara sesama yang sederajat.
(… if we are to recover social harmony and virtue .... We must encourage social and material exchange among equals.)
Matt Ridley, ahli zoologi dan penulis tentang ilmu pengetahuan, dalam “The Origins of Virtue”, 1997
HIKMAH BELAJAR • 123
Seiring dengan perjalanan penelitian aksi, tim kami belajar bagaimana ACM mempengaruhi hutan dan para pemangku kepentingan.
Mengetahui keunggulan dan keter batasan-keterbatasan ACM serta tantangan-tantangan dalam penerapannya, memungkinkan kami untuk menarik beberapa pelajaran. ACM merupakan suatu pendekatan yang memperoleh wujudnya sepanjang penerapannya di lapangan. Pelajaran-pelajaran yang kami sampaikan berikut ini muncul sepanjang proses tersebut. Beberapa aspek dari pelajaran-pelajaran berikut telah didiskusikan dengan lebih rinci pada bagian-bagian terdahulu.
1. Dari proses penelitian, kami belajar bahwa ACM dapat mem bantu para pemangku kepentingan untuk mengorganisasi dirinya guna menjalin hubungan dan berkolaborasi di antara mereka. Meskipun pemangku kepen-tingan tertentu mungkin sudah memiliki kemampuan berorganisasi dan bekerja sama di dalam kelompoknya sendiri, bisa jadi mereka kurang mampu untuk saling berhubungan dan berkolaborasi dengan pihak-pihak lain. Ini terjadi di lokasi-lokasi penelitian kami karena di masa lalu para pemangku kepentingan kurang berkesempatan dalam mengembangkan hubungan di antara mereka. Dalam kurun waktu kurang dari dua tahun, pengorganisasian kelompok-kelompok pemangku kepentingan meningkat. Pada gilirannya hal ini meningkatkan mutu proses pengambilan keputusan bersama.
124 • BAB TUJUH
2. Seperti telah dicatat di atas, ACM sangat membantu dalam mendorong para pemangku kepentingan untuk saling menjalin hubungan dan berorganisasi di antara mereka. Cara ACM melakukan hal ini adalah dengan mendorong pembelajaran yang iteratif. Dalam siklus penelitian aksi partisipatif, langkah yang berulang-ulang itu mendukung pembelajaran semacam ini. Keempat prinsip yang digunakan ACM dalam mengorganisasikan pembelajaran bersama bagi para pemangku kepentingan adalah: kepemilikan para pemangku kepentingan atas proses pembelajarannya, keterwakilan semua pemangku kepentingan, pembelajaran berdasarkan pengalaman, dan pembelajaran melalui komunikasi.
3. Pelajaran ketiga berkenaan dengan perbedaan kekuasaan di antara para pemangku kepentingan. Sebagai orang luar, kita sering tidak melihat adanya ketimpangan kekuasaan antara para pemangku kepentingan. Ketika memasuki lokasi terpencil, mungkin nampaknya para pemangku kepentingan lokal hidup dengan damai dan harmonis dan tidak ada permainan kekuatan di antara mereka. Kita cenderung berpikir bahwa politik hanya berperan di ibu kota, wilayah perkotaan, atau di DPRD. Namun walaupun tidak selalu tampak di permukaan, perbedaan-perbedaan yang menyebabkan konfl ik ada di mana-mana, termasuk di masyarakat dan kelompok-kelompok lokal. Kita mungkin tidak melihat ketimpangan-ketimpangan yang ada karena para pemangku kepentingan yang lemah cenderung diam atau kita kurang dapat “mendengar suara mereka”. Bisa juga masyarakat berpura-pura tidak ada perbedaan pendapat atau konfl ik di antara mereka. Sebagai orang luar bisa jadi kita tidak mempunyai “alat untuk mendengarkan” pihak yang “tidak bersuara”.ACM telah sangat membantu tim kami, sebagai orang luar, untuk lebih peka terhadap perbedaan-perbedaan kekuasaan antara para pemangku kepentingan. ACM dapat membuat perbedaan semacam ini tampak lebih nyata dan pada saat yang sama memfasilitasi para pemangku kepentingan dalam menghadapinya. Situasi-situasi konfl ik dikendalikan (dikelola) melalui proses-proses sosial yang muncul di antara para pemangku kepentingan.
4. Seperti yang telah dipaparkan dalam Bab 6 kegiatan-kegiatan ACM sangat menyita waktu sehingga para pemangku kepentingan yang miskin kurang terlibat dan kurang memperoleh manfaat dari pembelajaran dalam ACM dibandingkan para pemangku kepentingan lainnya. Untuk menghindari hal ini, dalam upaya-upaya kita, pemangku-pemangku kepentingan yang miskin dan kurang berdaya perlu diberi perhatian yang sesuai sehingga mereka dapat memperoleh manfaat secara adil.
5. Keterbatasan yang lain adalah bahwa ketika perbedaan kekuasaan antara para pemangku kepentingan sangat timpang, pemangku-pemangku kepentingan yang lebih berkuasa ternyata tidak terdorong untuk belajar.
HIKMAH BELAJAR • 125
Mereka cenderung mempertahankan perilaku kuno mereka dan kurang adaptif dalam mengadopsi cara-cara baru. Seorang fasilitator harus mencari cara-cara yang kreatif untuk mendorong para pemangku kepentingan ini agar lebih terbuka dan bersedia untuk belajar dari pihak-pihak lain.
6. Pelajaran terakhir berkenaan dengan nilai tambah ACM pada pengelolaan hutan di Indonesia. Dari pengalaman kami dalam menerapkan ACM, kami meyakini bahwa pendekatan ini menawarkan tiga nilai tambah bagi pengelolaan hutan:a) ACM meningkatkan kemampuan para pemangku kepentingan untuk
mengorganisasi di antara mereka untuk beraksi dan melakukan pemantauan bersama
b) ACM memacu para pemangku kepentingan untuk belajar secara sadar dan sistematis di antara mereka dan dari lingkungan alam untuk kemudian beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi
c) ACM menyediakan cara pengelolaan hutan dimana fasilitasi (pem-belajaran) dan pengkajian/penelitian berjalan seiring dan saling memperkuat satu dengan yang lainnya.
Bagian Empat
Implikasi dan Kesimpulan
Didasarkan pada hikmah belajar dari penelitian ACM kami, Bagian Empat membahas implikasinya untuk pengelolaan hutan di Indonesia (Bab 8) dan menyajikan kesimpulan kami dari penelitian dan penerapan ACM (Bab 9).
8MENERAPKAN ACM SECARA LUAS
DALAM PENGELOLAAN HUTAN
DI INDONESIA
... prosesnya tidak berakhir dengan penciptaan pengetahuan baru. Harus ada juga komitmen untuk bertindak yang mengarah pada perilaku lingkungan dan sosial yang selaras dengan pembangunan berkelanjutan.
(… the process does not end in the creation of new knowledge. There must also be commitment to action that leads to environmental and social conduct compatible with sustainable development.)
Cecilia von Sanden dan Graciela Evia dari Centro de Investigación y Promoción Franciscano y Ecológico (Uruguai) dalam “Environmental Learning”, 1993
MENERAPKAN ACM SECARA LUAS DALAM PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA • 131
Pelajaran-pelajaran yang diperoleh tim kami dari penerapan ACM di kedua lokasi di Indonesia berimplikasi bagi pengelolaan hutan di negeri ini. Bab ini memaparkan beberapa implikasi yang kami pandang penting.
Mengapa Repot-Repot dengan Pembelajaran dalam Pengelolaan Hutan?
Seperti yang disampaikan dalam Bab 3, pendekatan partisipatif telah berkembang melalui berbagai percobaan yang bersifat “uji dan ralat” (trial and error) namun yang pada kenyataannya berjalan lamban. Upaya-upaya pemerintah pada umumnya masih bersifat top-down dan terlalu berhati-hati dalam ber eksperimen dengan pendekatan partisipatif. Upaya-upaya tersebut didasarkan pada kerangka pemikiran yang membatasi ruang untuk berpikir secara kreatif dan inovatif. Oleh karena itulah dibutuhkan pembelajaran yang dapat menggugat model-model mental seperti itu. Pembelajaran menawarkan sebuah opsi untuk mengem-bangkan pengelolaan hutan yang lebih baik, tetapi pembelajaran itu harus bisa menggugat kerangka-kerangka berpikir yang lama dan kaku.
Dari penelitian ACM, kami belajar bahwa pendekatan semacam ini dapat merupakan nilai tambah bagi program-program dan kebijakan kehutanan karena mempercepat proses pembelajaran dan mengaktifkan pengetahuan, yang kemudian ditrans formasikan menjadi perubahan melalui aksi. Kondisi yang dapat memicu percepatan seperti itu dapat kita ciptakan.
Pertama, pembelajaran perlu diperluas agar mencakup pula para pelaku pengelolaan hutan serta melibatkan masyarakat dan kelompok-kelompok lokal, bukan hanya para petugas dan pejabat pemerintah, karyawan perusahaan, dan staf LSM. Selain itu, jaringan atau platform untuk pertukaran informasi dan pengetahuan yang dilakukan secara strategis dan terencana perlu dikembangkan. Terakhir, pentinglah pula untuk menghubungkan kegiatan-kegiatan berbagi pengetahuan dan informasi dengan aksi dan pengalaman nyata di lapangan.
Berbagi Kerja antara Pemerintah, LSM, dan Lembaga Penelitian
Persoalan-persoalan pengelolaan hutan saat ini terlalu kompleks dan tidak pasti dengan laju perubahan lingkungan alam dan sosial yang cepat untuk di-hadapi oleh pemerintah sendiri. Berbagi tanggung jawab secara kemitraan antara pemerintah, LSM, dan lembaga penelitian akan lebih efektif karena masing-masing akan membawa pengetahuan, sumber daya, dan kapasitas lainnya ke dalam proses.
132 • BAB DELAPAN
Penting bagi para perencana program dan staf kantor lainnya untuk secara teratur mengunjungi lapangan dan mengadakan pertemuan dengan para pemangku kepentingan lokal. Sebaiknya suatu rencana jangan hanya disusun dari belakang meja kantor.
Namun, dalam praktek ACM yang kami lakukan, kami melihat bahwa suatu kerja sama tidak akan menghasilkan sinergi, kecuali jika para mitra yang terlibat merumuskan sendiri hubungan kemitraan mereka. Oleh karena itu penting jika aturan main tentang kemitraan dikembangkan bersama oleh para mitra tanpa adanya tekanan dari pihak luar.
Melibatkan Pemangku Kepentingan dalam Pengembangan dan Penerapan Kebijakan Kehutanan
Berdasarkan pengalaman kami dalam melakukan penelitian aksi ACM bersama pemangku kepentingan, kami melihat bahwa identifi kasi dan analisis pemangku kepentingan diperlukan untuk program kehutanan apa pun. Hal tersebut terutama diperlukan untuk menentukan sejauh mana kegiatan program mempengaruhi berbagai pemangku kepentingan dan, sebaliknya, bagaimana mereka dapat mempengaruhi berjalannya program tersebut. Meskipun demikian, mengidentifi kasi dan menganalisis para pemangku kepentingan bukan sesuatu yang sederhana.
MENERAPKAN ACM SECARA LUAS DALAM PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA • 133
Sangatlah penting untuk melakukan identifi kasi dan analisis pemangku kepentingan secara sistematis dan secara kritis. Proses ini harus diulang secara berkala sepanjang program. Analisis pemangku kepentingan harus dilakukan secara dinamis dan kreatif sehingga dapat mengembangkan kepekaan para pelaksana program terhadap permainan kekuasaan antara pemangku-pemangku kepentingan.
Untuk pelibatan para pemangku kepentingan dalam pembuatan kebijakan, konsultasi dan bentuk pelibatan mereka harus diintegrasikan dalam keseluruhan proses. Oleh karena keterbatasan waktu yang dimiliki pemangku-pemangku kepentingan lokal, kegiatan konsultasi harus diselenggarakan sesuai dengan kesibukan mereka sehari-hari. Kurang “tampaknya” kelompok-kelompok tertentu di dalam masyarakat, seperti perempuan atau kaum miskin, perlu mendapat perhatian khusus dalam menyelenggarakan konsultasi dan merencanakan program yang melibatkan mereka. Staf lapangan bisa ditugaskan untuk menjalin hubungan dengan mereka secara informal dan untuk berperan sebagai sumber informasi yang berharga untuk para perencana program. Namun demikian, untuk para perencana program tersebut, belajar dari lapangan tetaplah merupakan hal penting dalam melakukan tugasnya. “Dunia di luar sana” harus dipelajari—atau perlu dihadirkan lebih dekat—dan bukannya hanya direnungkan di kantor.
Dalam mengembangkan dan melaksanakan kebijakan kehutanan, mencari keseimbangan antara berbagai sasaran para pemangku kepentingan merupakan hal yang penting. Dalam prakteknya, keseimbangan tersebut dapat diraih secara bertahap. Misalnya, kita dapat mengadakan suatu pertemuan di antara para pemangku kepentingan untuk mendampingi mereka dalam menemukan dasar pijakan bersama. Pertemuan-pertemuan berikutnya dapat digunakan untuk, sedikit demi sedikit tapi dengan pasti, mengembangkan lebih lanjut dasar pijakan tersebut. Apabila sebuah dasar pijakan bersama sama sekali tidak dapat ditemukan, baru kita perlu mencari pihak yang dapat membantu untuk “campur tangan” dan memberi arahan.
Melibatkan para pemangku kepentingan dalam program kehutanan menyiratkan bahwa para pelaksana program harus mendorong terbentuknya hubungan yang konstruktif antara pemangku-pemangku kepentingan. Salah satu kondisi yang dapat membantu dalam hal ini adalah adanya mekanisme komunikasi untuk pertukaran informasi dan pengetahuan antara pemangku-pemangku kepentingan, seperti forum atau jaringan. Manakala hubungan-hubungan antara para pemangku kepentingan itu tumbuh dan berkembang, pada akhirnya dorongan dari luar tidak akan diperlukan lagi. Singkatnya, program-program kehutanan seharusnya berinvestasi untuk mengembangkan ruang-ruang komunikasi semacam itu.
134 • BAB DELAPAN
Menuju Tujuan Jangka Panjang Sementara Bekerja dengan Sasaran Jangka Pendek
Keluhan umum di antara para pelaksana program kehutanan adalah bahwa karena rencana program sering dibuat di kantor pusat, dalam pelaksanaannya sebuah program sulit disesuaikan. Perencanaan terpusat seperti itu sering masih dianggap tepat dan benar kendati kenyataan menunjukkan hal yang sebaliknya, yakni bahwa rencana program sering tidak cocok dengan keadaan nyata lokal. Di kalangan para perencana program, pelaksana, dan staf lapangan, pandangan bahwa rencana adalah sesuatu yang tuntas dan tidak dapat diubah lagi, masih sering kita temukan.
Dari penelitian aksi yang kami lakukan bersama para pemangku kepentingan, kami belajar bahwa sebenarnya sulit untuk membuat rencana program yang fi nal, terutama karena tidak selalu jelas bagaimana tujuan jangka panjang dapat dicapai. Dalam membuat suatu rencana, akan lebih realistis jika kita melihat rencana itu sebagai sesuatu yang bersifat sementara. Penyesuaian rencana semula dapat dilakukan sepanjang waktu guna mengakomodasi berbagai perkembangan yang tidak terduga sebelumnya. Selama bumi berputar hal-hal tidak terduga akan selalu ada dan karenanya suatu rencana harus bersifat terbuka, sementara tetap terfokus pada tujuan jangka panjang. Untuk mempraktekkannya, misalnya, dalam suatu pertemuan para pemangku kepentingan membuat rencana konkret jangka pendek untuk suatu kegiatan, yang pada pertemuan berikut dapat dievaluasi. Hasil evaluasi kemudian dipakai untuk membuat rencana jangka pendek tahap berikut, namun dengan tetap tertuju pada tujuan jangka panjang. Proses ini diulang pada pertemuan berikut yang dapat digunakan para pemangku kepentingan guna mengevaluasi dan menyesuaikan rencana-rencana jangka pendek sesuai dengan kebutuhan yang muncul. Dalam memantau pelaksanaan rencana-rencananya secara kolaboratif di antara para pemangku kepentingan, daripada menggunakan aturan pemantauan yang kaku akan lebih membantu jika kita mengupayakan terbentuknya hubungan konstruktif di antara mereka. Membangun hubungan seperti itu dapat mendorong berkembangnya secara alami proses pemantauan yang dilakukan para pemangku kepentingan secara kolaboratif.
Mengadopsi Pendekatan Proses dalam Program-Program Kehutanan
Sebagian besar organisasi dan instansi yang memprakarsai dan melaksanakan program kehutanan mempunyai staf yang banyak tahu dan terampil dalam aspek-aspek biofi sik dan teknis kehutanan, tetapi cenderung kurang berpengalaman dalam mendorong proses-proses sosial di antara para pemangku kepentingan. Pada umumnya, program-program kehutanan kurang memperhatikan keluaran-
MENERAPKAN ACM SECARA LUAS DALAM PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA • 135
keluaran proses—seperti kepercayaan antara para pemangku kepentingan—dibandingkan dengan keluaran-keluaran yang lebih nyata dan lebih mudah diukur—seperti jumlah bibit yang diperoleh dari kebun wanatani. Singkatnya, staf lapangan kehutanan pada umumnya kurang siap untuk memfasilitasi proses sosial.
Penelitian ACM kami menunjukkan bahwa kunci keberhasilan program kehutanan adalah proses. Hal ini terutama penting dalam pengembangan hubungan antara para pemangku kepentingan karena pada akhirnya hubungan-hubungan itulah yang sangat mempengaruhi lingkungan alam dan sosial. Oleh karena itu, kami menyarankan agar perencana-perencana program kehutanan memasukkan dalam perencanaannya peningkatan kemampuan staf lapangan untuk dapat memfasilitasi proses, maupun menyertakan indikator-indikator proses untuk memantau pelaksanaan program.
Kami lebih lanjut menganjurkan agar birokrasi pemerintah mengembangkan mekanisme pemantauan yang tidak kaku. Staf lapangan perlu diberi ruang yang lebih luas untuk bergerak dengan lebih mandiri dalam menangani proses-proses yang berkembang di antara para pemangku kepentingan. Jika memiliki keleluasaan itu, staf lapangan akan lebih mampu mengakomodasikan kebutuhan-kebutuhan yang berkembang di antara para pemangku kepentingan.
Pengalaman kami selama penelitian menunjukkan bahwa siklus penelitian aksi partisipatif dapat membantu mengorganisasikan pembelajaran bagi para pemangku kepentingan dalam menempuh proses belajar mereka. Kami menyarankan proyek-proyek kehutanan menyelenggarakan kegiatan yang mengikuti siklus pembelajaran semacam ini.
Fasilitasi Multipihak yang Efektif
Mengingat kompleksitas lingkungan sosial dan alam yang dihadapi bidang kehutanan, program-program kehutanan harus dilengkapi dengan dasar yang kuat dalam hal memfasilitasi proses-proses multipihak secara efektif. Staf yang memadai untuk pekerjaan fasilitasi merupakan suatu keharusan karena para fasilitator inilah yang merupakan kunci keberhasilan program-program kehutanan. Oleh karena itu, suatu program kehutanan harus mengalokasikan dana yang memadai untuk pengembangan fasilitasi yang bermutu serta memberikan imbalan dan penghargaan lainnya yang memadai terhadap pekerjaan para fasilitator di lapangan.
Sifat penting yang harus dimiliki fasilitator multipihak adalah kepekaan terhadap perbedaan kekuasaan antara para pemangku kepentingan. Berbagai
136 • BAB DELAPAN
alat dan metode dapat membantu para fasilitator dalam memfasilitasi proses, tetapi keterampilan para fasilitator berdasarkan kepekaan itu merupakan “alat fasilitasi” terpenting. Kepekaan semacam ini dapat dikembangkan seiring dengan berjalannya waktu dan meningkatnya pengalaman mereka.
Salah satu unsur kunci fasilitasi adalah mendorong arus komunikasi yang adil dan seimbang antara para pemangku kepentingan. Peran utama fasilitator adalah mendampingi multipihak dalam berkomunikasi. Untuk itu para fasilitator harus memiliki indikator-indikator tentang kepatutan, keseimbangan, dan keadilan dalam proses komunikasi antara para pemangku kepentingan. Jika terjadi ketimpangan dalam proses itu fasilitator harus mendampingi pihak-pihak yang kurang mempunyai kemampu an berkomunikasi untuk menyampaikan pandangannya.
Unsur kunci fasilitasi lainnya adalah mengembangkan proses pengambilan keputusan bersama. Pengalaman kami menunjukkan bahwa memfasilitasi proses pengambilan keputusan bersama benar-benar merupakan tantangan bagi para fasilitator. Sering ada kecenderungan para fasilitator untuk mendorong proses pengambilan keputusan ke arah yang sesuai dengan keinginannya. Oleh karena itu, para fasilitator multipihak yang efektif harus bisa menjadi pendengar yang baik, tidak hanya dengan telinganya, tetapi juga dengan hatinya.
Fasilitasi yang bermutu adalah kunci keberhasilan.
MENERAPKAN ACM SECARA LUAS DALAM PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA • 137
Dalam situasi konfl ik, sangat penting menyatakan dengan jelas bahwa fasilitator berposisi bebas dan tidak berpihak pada salah satu pihak yang berkonfl ik. Pada saat yang sama semua pihak harus mengetahui kepada siapa seorang fasilitator bertanggung jawab, misalnya, apakah ia bekerja untuk suatu LSM lokal, dinas kehutanan, atau suatu organisasi tingkat nasional. Hal ini akan mempermudah pihak-pihak yang difasilitasi untuk menilai posisi fasilitator dalam keseluruhan proses.
Beberapa unsur kunci dalam memediasi konfl ik pada program-program kehutanan adalah:• Fasilitasi pengungkapan asumsi-asumsi agar menjadi lebih nyata dan jelas
(eksplisit) sehingga tidak menghalangi komunikasi• Tetapkan sebagai salah satu tujuan fasilitasi pembangunan hubungan yang
konstruktif antara pihak-pihak yang berada dalam konfl ik• Jelaskan kepada semua pihak apa yang menjadi tujuan-tujuan negosiasi
sepanjang prosesnya: apakah mengembangkan pemahaman (“Mengapa kita lebih suka pilihan tertentu dari antara pilihan-pilihan yang ada?” “Bagaimanakah pilihan kita mempengaruhi pihak lain dan diri kita sendiri?”), ataukah memutuskan untuk memilih alternatif tertentu (“Apa yang akan kita lakukan?”)
• Pastikan bahwa perundingan menjangkau semua kelompok-kelompok kepentingan dan tidak hanya melibatkan para wakil mereka. Ingatlah bahwa suatu sengketa biasanya melibatkan para anggota kelompok, bukan hanya para wakil atau pimpinan mereka.
Dicari: Fasilitator yang Memiliki Komitmen!
Mengingat tantangan-tantangan yang luar biasa dalam mengembangkan program-program kehutanan, fasilitator multipihak yang mempunyai komitmen sangat dibutuhkan. Kriteria penting untuk fasilitator seperti itu adalah:• Kesediaan mereka bukan saja untuk melakukan tugasnya, tetapi juga untuk
selalu belajar dan terbuka untuk mengadopsi pendekatan-pendekatan baru• Kesediaan mereka untuk merefl eksikan secara kritis kinerjanya• Kesiapan mereka untuk menghadapi keadaan-keadaan yang sulit dalam
bekerja dengan berbagai pihak.
Ciptakan Ruang Pembelajaran dalam Organisasi Kita Sendiri
Program-program kehutanan perlu dibangun atas dasar pembelajaran dan proses. Berdasarkan pengalaman kami, suatu organisasi yang menggerakkan pembelajaran, harus juga mempraktekkan pembelajaran di dalam organisasi
138 • BAB DELAPAN
itu sendiri. Lingkungan organisasional harus kondusif untuk mem fasilitasi pembelajaran di luar “dinding-dinding” organisasi. Tentu akan sangat ironis jika kita berkhotbah tentang perlunya pembelajaran tetapi tidak mempraktekkannya sendiri.
Namun demikian, mengembangkan pembelajaran organisasional bukanlah suatu hal yang mudah. Sering staf dan departemen-departemen dalam organisasi sibuk dengan prioritas program mereka masing-masing, ada banyak surat yang perlu dijawab, dan mekanisme komunikasi antardepartemen sering tidak ada. Selain itu, staf organisasi mungkin tidak melihat manfaatnya untuk belajar dari rekan-rekan sejawatnya.
Untuk meningkatkan pembelajaran dalam organisasi kita sendiri, kita perlu mengidentifi kasi insentif organisasional yang tepat. Staf perlu diyakinkan bahwa dengan belajar mereka akan memperoleh sesuatu. Organisasi yang menggeluti persoalan hutan harus kreatif dalam mengembangkan struktur insentif dan penghargaan bagi stafnya yang berhasil mendorong pembelajaran, tidak hanya pembelajaran di luar organisasi tetapi juga di dalamnya, yakni dari rekan kerja dan staf lainnya.
Penelitian dan Pengembangan
Ada beberapa implikasi pengalaman kami dalam menerapkan ACM untuk penelitian dan pengembangan program kehutanan yang perlu mendapat perhatian.
Pertama, dibutuhkan upaya untuk menjembatani kesenjangan di antara kantor para pembuat kebijakan dan perancang proyek serta “kehidupan nyata”. Sering kita melihat bahwa orang-orang sibuk, banyak kegiatan yang nampaknya menjadi lebih mendesak daripada kegiatan lapangan, ataupun sumber daya keuangan tidak ada. Guna mengatasi masalah ini, organisasi-organisasi pendidikan dan pelatihan dapat mengambil peran dalam mengembangkan materi pelatihan, buku-buku pedoman, atau alat-alat bantu untuk “mengumpulkan pengalaman lapangan” dengan lebih efektif. Pengalaman lapangan sangat diperlukan untuk mengarahkan para pembuat kebijakan dan perancang program; staf lapangan merupakan salah satu narasumber untuk hal ini.
Di atas telah kami sebutkan bahwa para fasilitator multipihak yang efektif sangat dibutuhkan. Suatu anggapan umum adalah bahwa staf lapangan, baik pada instansi-instansi pemerintah maupun LSM-LSM, telah memiliki kemampuan untuk menggunakan metode-metode partisipatif dalam memfasilitasi pemangku-pemangku kepentingan. Namun pengalaman kami menunjukkan bahwa anggapan
MENERAPKAN ACM SECARA LUAS DALAM PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA • 139
itu sering kurang benar; para fasilitator yang mempromosikan pembelajaran di kalangan para pemangku kepentingan membutuhkan keahlian dan kemampuan tertentu yang relatif baru bagi kebanyakan organisasi dan staf lapangan yang menggeluti bidang pengelolaan hutan, sementara kemampuan itu belum dimiliki atau dikuasai sepenuhnya. Karenanya, pelatihan untuk fasilitator dan pelatihan untuk para pelatih (ToT) dalam hal fasilitasi multipihak diperlukan untuk berbagai instansi dan organisasi yang bekerja di bidang kehutanan.
Berdasarkan penelitian kami sendiri, kami mengidentifi kasi beberapa persoalan yang memerlukan pengkajian lebih lanjut. Kita perlu mengetahui lebih banyak tentang:• Insentif22 dan disinsentif bagi pembelajaran dan kolaborasi antara berbagai
pemangku kepentingan kehutanan• Bagaimana pembelajaran antara para pemangku kepentingan mempengaruhi
lingkungan alam mereka, dan sebaliknya• Keahlian, pengetahuan, dan sikap apa yang dibutuhkan para fasilitator
multipihak agar dapat bekerja dengan efektif• Budaya kelembagaan apa yang diperlukan untuk mendukung pembelajaran
dalam bidang kehutanan, dan sejauhmana birokrasi dapat direformasi agar mendukung pembelajaran
• Terakhir, bentuk kepemimpinan apa yang dibutuhkan pada berbagai tingkatan pengelolaan hutan untuk mendukung pembelajaran dalam lingkungan yang kompleks dan tidak pasti.
Pendanaan Pembelajaran Bersama
Kebutuhan pembelajaran bersama antara para pemangku kepentingan dalam program-program kehutanan juga berimplikasi pada pendanaan. Para donor sangat perlu menyadari bahwa pendanaan program pembelajaran bersama sangat berbeda dari pendanaan program lainnya. Keluaran-keluaran program pembelajaran bersama sering tidak dapat tercapai dalam waktu yang singkat. Ini berarti bahwa tujuan proyek perlu dirumuskan dalam bentuk keluaran-keluaran proses dan bahwa komitmen jangka panjang untuk program seperti itu sangat dibutuhkan.
Implikasi lainnya adalah bahwa para penyandang dana perlu mengembangkan perangkat-perangkat alternatif untuk pertanggungjawaban proyek, dan untuk ini kreativitas sangat diperlukan. Misalnya, di samping kerangka logis (logical framework) proyek, perlulah dikembangkan cara-cara lain untuk memantau kemajuan proyek. Selain itu, penganggaran suatu proyek harus dapat mengakomodasikan kebutuhan-kebutuhan yang muncul kemudian berdasarkan kegiatan pembelajaran.
140 • BAB DELAPAN
Para penyandang dana sebaiknya mendorong organisasi-organisasi yang mengajukan proposal pendanaan untuk mengalokasikan anggaran yang memadai dalam pos tersendiri untuk kegiatan-kegiatan pelatihan fasilitasi multipihak dan pembelajaran organisasional. Alokasi biaya untuk pengembangan staf dan kegiatan belajar ber sama di dalam organisasi sering sangat kurang, baik dalam anggaran instansi-instansi pemerintah, perusahaan, maupun LSM. Selain itu, sering diasumsikan bahwa kebanyakan staf lapangan telah cukup terampil dalam menggunakan metode partisipatif dalam memfasilitasi multipihak.
Pembentukan sebuah platform dan jaringan multipihak untuk mendukung proses pembelajaran bersama tentang berbagai persoalan kehutanan merupakan aspek penting lainnya yang membutuhkan perhatian dalam pendanaan program-program pembelajaran.
Dalam kegiatan belajar di tingkat lapangan, akan muncul kebutuhan-kebutuhan yang perlu diakomodir secara memadai dalam anggaran.
9CATATAN PENUTUP
Sebagai manusia, pada dasarnya kita terjaga dan dapat memahami kenyataan. … Kita menemukan bahwa, bagaimanapun, kita dapat menangani dunia kita, jagat raya kita, dengan semestinya dan seutuhnya secara luhur.
Chögyram Trungpa, guru agama Budha
CATATAN PENUTUP • 143
Menciptakan kondisi yang tepat untuk pembelajaran para pemangku kepentingan akan berdampak positif terhadap keadaan hutan dan hubungan antara para pemangku kepentingan lokal.
Sebagaimana dibuktikan kegiatan lapangan kami, pendekatan seperti ACM yang menekankan pada pembelajaran yang dilakukan dengan sadar dan cermat serta mengikuti siklus-siklus yang iteratif, memiliki dua keunggulan mendasar. Pertama, ACM memacu para pemangku kepentingan untuk belajar dari tindakan-tindakan mereka dan menyesuaikan strategi pengelolaan mereka berdasarkan proses pembelajaran tersebut. Kedua, ACM mendorong para pemangku kepentingan untuk membangun hubungan yang konstruktif di antara mereka.
Kami tidak mempunyai resep atau panduan yang baku untuk penerapan ACM atau pendekatan-pendekatan serupa. Apa yang telah kami coba sampaikan dalam buku ini hanyalah cara kami melakukannya agar para pembaca buku ini dapat menarik pelajaran dari pengalaman kami. Harapannya adalah tentu, para pembaca dapat mengembangkan kerangka panduan mereka sendiri, yang akan berkembang seiring dengan kemajuan program atau kegiatan di lapangan.
Kunci dari pendekatan seperti ini adalah menciptakan kondisi-kondisi yang tepat untuk memungkinkan para pemangku kepentingan belajar bersama. Dalam pengalaman kami kondisi-kondisi itu dapat diciptakan jika kegiatan fasilitasi dilakukan atas dasar empat prinsip:• Para pemangku kepentingan harus mempunyai rasa kepemilikan atas
pembelajarannya sendiri
144 • BAB SEMBILAN
• Semua pemangku kepentingan harus terwakili dalam kegiatan-kegiatan belajar
• Pengalaman harus menjadi inti pembelajaran• Pembelajaran harus terjadi melalui komunikasi.
Kondisi-kondisi itu tidak akan muncul dengan sendirinya. Peran fasilitator sangat menentukan. Agar efektif, seorang fasilitator pembelajaran harus menjadi pendengar yang baik, memiliki rasa keadilan, dan mampu mendorong proses komunikasi antara para pemangku kepentingan. Terakhir, yang tidak kalah pentingnya, ia harus memiliki kemauan untuk belajar dari tindakan-tindakannya dalam memfasilitasi para pemangku kepentingan, dan senantiasa menyesuaikan strategi fasilitasinya sesuai dengan pembelajaran itu.
Seperti telah dibuktikan kegiatan lapangan kami, pendekatan seperti ACM yang menekankan pada pembelajaran dan proses, dapat meningkatkan kapasitas manusia (modal manusia) dan mendorong terbangunnya hubungan antara pemangku kepentingan yang konstruktif (modal sosial). Karena keterbatasan waktu penelitian, kami tidak dapat mengamati apakah ACM juga menghasilkan perubahan-perubahan modal sumber daya alam, modal fi sik, ataupun modal fi nansial. Walaupun demikian, kami menemukan beberapa bukti bahwa dalam jangka panjang peningkatan modal sosial dapat membantu terbentuknya ketiga modal itu.
Pengalaman kami merupakan suatu pencarian yang kaya, meskipun bukan sesuatu yang selalu mudah, guna menemukan bentuk-bentuk pengelolaan hutan yang baru dan kolaboratif. Dari pengalaman ini, sebagai peneliti-peneliti aksi yang belajar bersama pihak-pihak lokal, kami telah memperoleh banyak pelajaran yang sangat berharga. Karena pengalaman inilah kami mengetahui dengan pasti bahwa pembelajaran dan proses sangat bermakna dalam pemanfaatan dan pengelolaan hutan oleh para pemangku kepentingan.
Nah, sekarang kami telah berbagi pengalaman. Kami tertarik untuk mendengar pengalaman Anda juga!
LAMPIRAN
147
LAMPIRAN 1
SUATU KERANGKA UNTUK MENERAPKAN ACM
Lampiran ini menyajikan suatu kerangka untuk menerapkan ACM yang didasarkan pada pengalaman tim kami. Kerangka ini sebaiknya dilihat sebagai petunjuk indikatif dalam men dampingi para pemangku kepentingan untuk bersama-sama menghadapi permasalahan sumber daya lokal, bukannya sebagai pedoman teknis yang siap pakai. Anda tentu memiliki kebebasan penuh untuk menyesuaikan kerangka ini dengan kebutuhan pribadi Anda dan di tempat Anda bergiat. Idealnya, Anda membuat kerangka Anda sendiri, yang kemudian akan berkembang seiring dengan kemajuan kegiatan Anda dalam memfasilitasi para pemangku kepentingan. Kuncinya adalah bahwa sepanjang proses fasilitasi, Anda dengan sadar berusaha menciptakan kondisi yang tepat bagi para pemangku kepentingan untuk belajar bersama, bereksperimen dengan cara dan alat fasilitasi baru, merefl eksikan dengan kritis peran Anda sebagai fasilitator pembelajaran, dan bersikap terbuka untuk melakukan penyesuaian (atau bahkan membuang!) cara fasilitasi lama yang kurang efektif.
Kerangka yang dipaparkan di sini memberikan langkah-langkah kunci penerapan ACM sebagaimana kami melakukannya. Kerangka ini dapat digunakan pada kegiatan dan program baru atau pada program yang sudah berlangsung selama beberapa waktu. Dengan kata lain, tidak ada aturan tentang kapan kita dapat memulai fasilitasi pembelajaran antara para pemangku kepentingan. Dari pengalaman, kami belajar bahwa ACM bisa memberi nilai tambah pada setiap situasi ketika para pemangku kepentingan berinteraksi, terlepas dari tahap program yang sedang dilaksanakan.
Ada tiga jenis kegiatan untuk membentuk keadaan yang tepat bagi pembelajaran para pemangku kepentingan:1. Mempersiapkan pembelajaran2. Mengorganisasikan pembelajaran3. Memfasilitasi pembelajaran.
Dalam kerangka yang disajikan di bawah ini, tujuan setiap kegiatan disampaikan, langkah-langkah kunci dan bagaimana menerapkannya diuraikan, serta beberapa alat bantu atau metode dianjurkan untuk setiap langkah pelaksanaan. Pada Lampiran 2 Anda akan menemukan perangkat alat bantu yang memberi uraian singkat tentang alat-alat bantu atau metode-metode tersebut.
148 • LAMPIRAN 1
Keg
iata
n 1
: M
em
pers
iap
kan
Pem
bela
jara
n
Ada
tiga
tuj
uan
utam
a da
ri k
egia
tan
ini,
yait
u:•
Mem
bang
un h
ubun
gan
deng
an p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n di
loka
si p
enda
mpi
ngan
• M
enge
tahu
i kon
teks
dar
i pem
bela
jara
n ya
ng a
kan
dila
kuka
n•
Men
gide
ntifi
kasi
pok
ok-p
okok
per
mas
alah
an y
ang
ingi
n di
tang
ani b
ersa
ma
oleh
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
Pada
pra
ktek
nya
ini b
erar
ti b
ahw
a ad
a ti
ga la
ngka
h, m
asin
g-m
asin
g se
suai
den
gan
sala
h sa
tu d
ari t
iga
tuju
an d
i ata
s.
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
1.
Mem
ban
gu
n h
ub
un
gan
baik
Seba
gai f
asili
tato
r AC
M, p
enti
ng b
agi
And
a un
tuk
mul
ai m
enge
mba
ngka
n hu
bung
an b
aik
deng
an p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n lo
kal s
edin
i mun
gkin
se
tela
h m
emas
uki l
okas
i dam
ping
an.
Hal
ini t
erut
ama
pent
ing
jika
And
a be
rasa
l dar
i lua
r lok
asi d
ampi
ngan
. H
ubun
gan
yang
bai
k ak
an sa
ngat
m
enen
tuka
n ha
sil a
khir
pro
gram
And
a da
n m
erup
akan
keh
arus
an d
alam
m
enja
lank
an tu
gas A
nda
seba
gai
fasi
litat
or.
Nam
un A
nda
haru
s men
yada
ri b
ahw
a m
emba
ngun
hub
unga
n ha
rus m
enja
di
bagi
an d
ari k
esel
uruh
an p
rogr
am d
an
tida
k ha
nya
pent
ing
pada
taha
p aw
al
ini.
Car
a ya
ng e
fekt
if un
tuk
mem
bang
un h
ubun
gan
adal
ah m
enja
dika
n di
ri A
nda
bagi
an d
ari
kese
hari
an p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n lo
kal,
baik
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
di ti
ngka
t ko
mun
itas
mau
pun
peja
bat d
an st
af p
emer
inta
h,
atau
per
usah
aan
kehu
tana
n. U
ntuk
mem
bang
un
hubu
ngan
den
gan
para
pej
abat
ata
u pe
ngus
aha,
A
nda
mem
erlu
kan
inte
raks
i yan
g ti
dak
hany
a te
rbat
as p
ada
kese
mpa
tan
form
al, s
eper
ti
pert
emua
n re
smi,
teta
pi ju
ga d
enga
n ca
ra-c
ara
info
rmal
. And
a, m
isal
nya,
dap
at m
engu
ndan
g m
erek
a un
tuk
min
um k
opi,
ngob
rol,
atau
be
rmai
n ba
dmin
ton.
Unt
uk ta
hap
prog
ram
ini,
pada
das
arny
a A
nda
tida
k m
embu
tuhk
an a
lat b
antu
. Yan
g di
butu
hkan
ada
lah
kepr
ibad
ian
And
a se
baga
i fa
silit
ator
. Kar
ena
itu,
And
a ha
rus s
elal
u sa
dar
akan
per
an A
nda
dala
m h
ubun
gann
ya d
enga
n pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
di lo
kasi
yan
g be
rsan
gkut
an. R
efl e
ksik
an p
eran
ini s
ecar
a te
rus-
men
erus
. Fok
uska
n up
aya-
upay
a fa
silit
asi A
nda
pada
pen
gem
bang
an h
ubun
gan
yang
kon
stru
ktif
deng
an p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n. U
ntuk
m
enca
pai h
al in
i And
a pe
rlu
men
unju
kkan
rasa
m
engh
arga
i ora
ng la
in, e
mpa
ti, d
an ra
sa p
erca
ya
kepa
da p
eman
gku-
pem
angk
u ke
pent
inga
n ya
ng
beri
nter
aksi
den
gan
And
a.
SUATU KERANGKA UNTUK MENERAPKAN ACM • 149
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
2.
Mem
ah
am
i ko
nte
ks
2A
. Seja
rah
pen
ge
lola
an
hu
tan
Kon
disi
hut
an sa
at in
i dan
ke
seja
hter
aan
mas
yara
kat y
ang
mem
anfa
atka
nnya
, seb
agia
n di
peng
aruh
i ole
h pe
nggu
naan
dan
pe
ngel
olaa
n hu
tan
pada
mas
a la
lu.
Mak
a, p
enti
ng b
agi A
nda
untu
k m
enge
mba
ngka
n pe
nget
ahua
n da
sar
tent
ang
seja
rah
peng
elol
aan
huta
n.
And
a da
pat m
enge
mba
ngka
n su
atu
gam
bara
n se
jara
h pe
ngel
olaa
n hu
tan
deng
an
men
gum
pulk
an in
form
asi t
enta
ng ti
ga a
spek
:•
Peru
baha
n da
n ke
cend
erun
gan
dala
m h
al
kete
rsed
iaan
sum
ber d
aya
huta
n di
mas
a la
lu.
• Fa
ktor
-fak
tor y
ang
men
doro
ng te
rjad
inya
pe
ruba
han
ini (
mis
alny
a, m
asal
ah e
kolo
gi
sepe
rti h
ama
babi
, mas
alah
eko
nom
i sep
erti
in
trod
uksi
tana
man
kom
ersi
al, m
asal
ah
tekn
olog
i sep
erti
pen
ggun
aan
kare
t sin
teti
s, ya
ng m
empe
ngar
uhi h
arga
kar
et a
lam
, at
au m
asal
ah so
sial
-pol
itik
sepe
rti p
eran
g an
tarn
egar
a ya
ng m
enun
tut p
etan
i mud
a m
enja
di te
ntar
a).
• C
ara
mas
yara
kat l
okal
, pem
erin
tah,
dan
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
lain
nya
men
angg
api
peru
baha
n te
rseb
ut.
Pert
emua
n in
form
al d
enga
n pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
mer
upak
an k
esem
pata
n ya
ng b
aik
untu
k m
engu
mpu
lkan
info
rmas
i ten
tang
seja
rah
peng
elol
aan
huta
n. N
amun
di s
ampi
ng it
u, te
tap
pent
ing
untu
k m
engu
mpu
lkan
info
rmas
i den
gan
cara
yan
g le
bih
sist
emat
is.
Sebe
lum
men
entu
kan
pilih
an m
etod
e/al
at b
antu
ya
ng a
kan
digu
naka
n, a
da b
eber
apa
hal y
ang
patu
t dip
erha
tika
n:•
Past
ikan
lah
bahw
a se
mua
kel
ompo
k so
sial
te
rwak
ili d
alam
pen
gum
pula
n da
ta, t
erm
asuk
pe
rem
puan
. Sek
alip
un b
elum
men
gide
ntifi
kasi
se
cara
rinc
i sia
pa p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n,
dari
inte
raks
i aw
al, A
nda
tela
h m
emili
ki
gam
bara
n te
ntan
g si
apa
saja
mer
eka.
Pen
ting
un
tuk
disa
dari
bah
wa
kelo
mpo
k-ke
lom
pok
yang
ber
beda
aka
n m
empu
nyai
pen
gala
man
se
jara
h ya
ng b
erbe
da p
ula.
• D
i ant
ara
para
kel
ompo
k, o
rang
-ora
ng
yang
tua
mer
upak
an su
mbe
r pen
ting
unt
uk
men
emuk
an fa
kta
seja
rah.
Di s
ampi
ng it
u,
peja
bat p
emer
inta
h at
au p
erus
ahaa
n ya
ng
tela
h be
rada
di l
okas
i pro
gram
And
a be
bera
pa
lam
a bi
sa m
erup
akan
sum
ber b
erha
rga
untu
k m
enda
patk
an in
form
asi.
150 • LAMPIRAN 1
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
Ada
ber
baga
i met
ode/
alat
ban
tu u
ntuk
m
engu
mpu
lkan
dat
a. S
anga
t mem
bant
u ad
alah
al
at-a
lat b
antu
PR
A. A
nda
dapa
t men
ggun
akan
:•
Waw
anca
ra se
mite
rstr
uktu
r•
Disk
usi k
elom
pok
terf
okus
(FG
D)
• A
lur s
ejar
ah y
ang
diko
mbi
nasik
an d
enga
n m
etod
e di
strib
usi k
erik
il•
Tra
nsek
seja
rah
lans
kap
• P
emet
aan
sum
ber d
aya
dan
pem
etaa
n so
sial
seca
ra p
artis
ipat
if
2B
. P
ara
pem
an
gku
kep
en
tin
gan
,
kep
en
tin
gan
ny
a,
dan
hu
bu
ng
an
di a
nta
ra m
ere
ka
Ting
kat k
eter
libat
an p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n ak
an m
empe
ngar
uhi
peng
guna
an d
an p
enge
lola
an
huta
n. K
aren
anya
, pen
ting
unt
uk
men
geta
hui s
iapa
mer
eka,
apa
ke
pent
inga
nnya
, dan
bag
aim
ana
mer
eka
salin
g be
rhub
unga
n. D
i sa
mpi
ng it
u, m
enge
nali
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n m
emun
gkin
kan
And
a m
empe
rtim
bang
kan
kebu
tuha
n m
erek
a ya
ng m
ungk
in sa
ja a
kan
kura
ng
diun
tung
kan
dala
m su
atu
prog
ram
ke
huta
nan.
Den
gan
dem
ikia
n, A
nda
akan
dap
at m
emas
tika
n pe
mba
gian
ya
ng a
dil d
ari m
anfa
at p
rogr
am.
Unt
uk m
enge
nali
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n lo
kal A
nda
dapa
t men
ggun
akan
per
tany
aan-
pert
anya
an k
unci
ber
ikut
seba
gai p
edom
an:
• Si
apa
yang
cen
deru
ng d
ipen
garu
hi o
leh
kegi
atan
pen
gelo
laan
hut
an, b
aik
seca
ra p
osit
if at
aupu
n ne
gati
f?•
Siap
a ya
ng, j
ika
berp
arti
sipa
si, a
kan
men
jadi
kan
peng
elol
aan
huta
n le
bih
efek
tif
(ata
u si
apa
yang
, jik
a ti
dak
berp
arti
sipa
si, a
kan
men
jadi
kann
ya k
uran
g ef
ekti
f)?
• Si
apa
yang
mun
gkin
men
enta
ng p
raka
rsa
peng
elol
aan
huta
n? A
pa y
ang
dapa
t dila
kuka
n un
tuk
men
doro
ng p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n in
i bek
erja
sam
a?
Beb
erap
a al
at b
antu
ata
u m
etod
e ya
ng
berm
anfa
at u
ntuk
men
gena
li da
n m
enel
iti p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n ad
alah
:•
Mat
riks s
iapa
yan
g pe
rlu d
iper
timba
ngka
n•
Dia
gram
Ven
n•
Pen
yort
iran
kart
u sk
or•
Ker
angk
a ta
nggu
ng ja
wab
, hak
, has
il, d
an
hubu
ngan
(T
H3)
• M
atrik
s per
selis
ihan
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
• P
enga
mat
an te
rliba
t (pa
rtic
ipan
t obs
erva
tion)
SUATU KERANGKA UNTUK MENERAPKAN ACM • 151
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
Ana
lisis
pem
angk
u ke
pent
inga
n se
ring
di
guna
kan
seba
gai d
asar
per
anca
ngan
pr
ogra
m d
an se
cara
um
um d
iang
gap
perl
u un
tuk
pene
rapa
n pr
ogra
m y
ang
efek
tif.
Teta
pi a
nalis
is in
i dap
at p
ula
digu
naka
n un
tuk
mem
bant
u pa
ra
pem
angk
u ke
pent
inga
n m
emah
ami
pent
ingn
ya p
ihak
lain
dal
am si
stem
hu
tan
yang
sam
a. K
etik
a m
elak
ukan
pe
ngka
jian
lapa
ngan
tent
ang
para
pe
man
gku
kepe
ntin
gan,
And
a ak
an
mel
ihat
bah
wa
kajia
n in
i dap
at
mem
bant
u m
erek
a un
tuk
men
yada
ri
send
iri k
ehad
iran
pem
angk
u ke
pent
inga
n la
inny
a da
n ba
gaim
ana
hal i
ni m
empe
ngar
uhi k
ehid
upan
m
erek
a.
Inga
tlah
bah
wa
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n bi
sa
pers
eora
ngan
, kel
ompo
k m
asya
raka
t, le
mba
ga,
atau
org
anis
asi (
sepe
rti k
elom
pok
sim
pan-
pinj
am p
erem
puan
). P
eman
gku
kepe
ntin
gan
dapa
t pul
a m
erup
akan
inst
ansi
form
al (
mis
alny
a,
dina
s keh
utan
an),
ata
upun
kel
ompo
k in
form
al
(mis
alny
a, k
elom
pok
tani
).
Lang
kah
beri
kutn
ya a
dala
h m
enge
mba
ngka
n pe
mah
aman
tent
ang
berb
agai
kep
enti
ngan
pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
sert
a m
emah
ami
cara
mer
eka
berh
ubun
gan
satu
den
gan
lain
nya.
Pe
rtan
yaan
pen
ting
yan
g da
pat d
igun
akan
unt
uk
men
ggal
i inf
orm
asi t
enta
ng h
al in
i ada
lah:
• B
agai
man
a pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
men
ggun
akan
dan
men
gelo
la su
mbe
r day
a hu
tan?
• B
aran
g da
n ja
sa a
pa y
ang
mer
eka
dapa
tkan
da
ri su
mbe
r day
a hu
tan
yang
ada
itu?
• A
pa sa
ja h
ak m
erek
a at
as su
mbe
r day
a te
rseb
ut, b
aik
seca
ra d
e ju
re (
lega
l, re
smi)
at
aupu
n de
fact
o (d
alam
ken
yata
anny
a)?
• B
agai
man
a pa
ndan
gan
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n te
ntan
g pe
man
faat
an d
an
peng
elol
aan
sum
ber d
aya
huta
n te
rseb
ut o
leh
piha
k la
in?
• A
paka
h pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
men
ggun
akan
dan
men
gelo
la su
mbe
r day
a ya
ng sa
ma?
Jika
“ya
”, b
agai
man
a hu
bung
an d
i an
tara
mer
eka
dala
m h
al in
i?
152 • LAMPIRAN 1
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
And
a da
pat m
engg
unak
an b
erba
gai c
ara
untu
k m
engu
mpu
lkan
info
rmas
i (un
tuk
men
gide
ntifi
kasi
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan,
ke
pent
inga
nnya
, ata
u hu
bung
an d
i ant
ara
mer
eka)
, sep
erti
:•
Peng
umpu
lan
info
rmas
i dar
i par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
itu
send
iri.
• Pe
ngum
pula
n in
form
asi d
ari p
erse
oran
gan,
m
aupu
n ke
lom
pok
yang
ban
yak
tahu
tent
ang
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n.•
Peng
umpu
lan
data
dar
i dok
umen
-dok
umen
. •
Peng
amat
an te
rhad
ap p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n da
n in
tera
ksi m
erek
a.
Di b
awah
ini d
iber
ikan
daf
tar c
ara
yang
seri
ng
digu
naka
n un
tuk
men
gena
li da
n m
engk
aji p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n. A
nda
dapa
t mem
ilih
cara
yan
g pa
ling
sesu
ai d
enga
n ke
butu
han
And
a.
Pe
nd
ekata
n-p
en
de
kata
n y
an
g s
eri
ng
dig
un
akan
un
tuk
me
ng
ide
nti
fi k
as
i p
ara
pe
ma
ng
ku
ke
pe
nti
ng
an
• Id
entifi
kas
i ole
h pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
itu se
ndiri
: Sta
f pro
yek
men
yeba
rkan
info
rmas
i mel
alui
med
ia lo
kal a
tau
pada
saat
kun
jung
an
lapa
ngan
dan
men
gund
ang
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n un
tuk
men
ghad
iri p
erte
mua
n.R
esik
o: M
erek
a ya
ng k
uran
g m
empu
nyai
aks
es te
rhad
ap m
edia
ters
ebut
bis
a sa
ja ti
dak
akan
men
erim
a in
form
asi i
tu. P
ihak
yan
g ku
rang
be
rpen
didi
kan
atau
lebi
h m
iski
n m
ungk
in a
kan
mer
asa
bahw
a m
erek
a ti
dak
perl
u da
tang
. Kee
ngga
nan
untu
k m
engh
adir
i per
tem
uan
bisa
te
rjad
i pad
a pi
hak
yang
ber
sika
p m
enen
tang
kar
ena
mem
iliki
pen
gala
man
kur
ang
baik
dal
am k
egia
tan
yang
ber
hubu
ngan
den
gan
huta
n di
m
asa
lalu
.
SUATU KERANGKA UNTUK MENERAPKAN ACM • 153
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
• Id
entifi
kas
i ole
h pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
lain
: Par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
yang
diid
enti
fi kas
i pad
a ta
hap
awal
dap
at d
ijadi
kan
sum
ber
info
rmas
i ten
tang
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
lain
nya.
Bia
sany
a, p
ende
kata
n in
i jug
a m
emba
ntu
untu
k m
emah
ami s
iapa
saja
yan
g di
angg
ap
seba
gai w
akil
oleh
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan.
Sel
ain
itu,
car
a in
i jug
a da
pat m
enol
ong
kita
men
gide
ntifi
kasi
pih
ak la
in y
ang
pent
ing
untu
k di
pert
imba
ngka
n ka
rena
mer
eka
dapa
t ter
peng
aruh
i ole
h pr
oyek
.R
esik
o: K
etik
a di
tany
a te
ntan
g pe
man
gku
kepe
ntin
gan
lain
nya,
pem
angk
u ke
pent
inga
n te
rten
tu b
isa
saja
lebi
h m
enyu
kai p
ihak
tert
entu
se
men
tara
men
ying
kirk
an p
ihak
yan
g ku
rang
dis
ukai
nya.
• Id
entifi
kas
i mel
alui
ora
ng a
tau
kelo
mpo
k ya
ng b
anya
k ta
hu: O
rang
ata
u ke
lom
pok
tert
entu
dap
at m
enja
di su
mbe
r inf
orm
asi y
ang
baik
unt
uk
men
gide
ntifi
kasi
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan,
mis
alny
a or
ang
yang
dit
uaka
n di
des
a, p
erem
puan
, sta
f din
as k
ehut
anan
, ata
u m
asya
raka
t des
a te
tang
ga.
Res
iko:
Par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
yang
kur
ang
tam
pak
bisa
jadi
aka
n ku
rang
terw
akili
.
• Id
entifi
kas
i mel
alui
staf
lapa
ngan
pro
yek:
Sta
f yan
g te
lah
ting
gal d
an b
eker
ja d
i lok
asi y
ang
bers
angk
utan
sela
ma
bebe
rapa
wak
tu m
ungk
in a
kan
mem
iliki
pen
geta
huan
yan
g be
rhar
ga u
ntuk
mem
bant
u m
engi
dent
ifi ka
si p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n.R
esik
o: S
taf d
apat
mem
ilih
indi
vidu
ata
u ke
lom
pok
yang
per
nah
beke
rja
deng
anny
a sa
ja. P
erem
puan
mun
gkin
aka
n ku
rang
terw
akili
.
• Id
entifi
kas
i ber
dasa
rkan
dat
a de
mog
rafi :
Kel
ompo
k-ke
lom
pok
sosi
al d
iiden
tifi k
asi s
ecar
a si
stem
atis
ber
dasa
rkan
kar
akte
rist
ik d
emog
rafi s
sepe
rti
usia
, pek
erja
an, a
tau
jend
er. S
esud
ah it
u, k
elom
pok-
kelo
mpo
k ya
ng m
enun
jukk
an k
epen
ting
an y
ang
tern
yata
sam
a di
kelo
mpo
kkan
men
jadi
sa
tu k
elom
pok.
Res
iko:
Kal
au k
ita
men
ggun
akan
ban
yak
kara
kter
isti
k, m
aka
jum
lah
pem
angk
u ke
pent
inga
n ya
ng te
ride
ntifi
kasi
aka
n m
enja
di sa
ngat
bes
ar;
kons
ekue
nsin
ya ta
hap
pela
ksan
aan
proy
ek a
kan
suka
r unt
uk d
itan
gani
.
2C
. K
on
teks k
eb
ijakan
dan
kele
mb
ag
aan
Huk
um, r
egul
asi p
emer
inta
h, d
an
atur
an re
smi m
empe
ngar
uhi b
agai
man
a pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
mem
anfa
atka
n da
n m
enge
lola
hut
an
dan
baga
iman
a m
erek
a be
rhub
unga
n sa
tu sa
ma
lain
nya
dala
m p
enge
lola
an
huta
n.
And
a da
pat m
enge
mba
ngka
n pe
mah
aman
das
ar
tent
ang
kera
ngka
keb
ijaka
n da
n ke
lem
baga
an
yang
terk
ait d
enga
n pe
ngel
olaa
n hu
tan
mel
alui
pe
ngum
pula
n in
form
asi t
enta
ng a
spek
-asp
ek
beri
kut:
Ada
ber
baga
i ala
t ban
tu y
ang
ters
edia
unt
uk
men
gum
pulk
an in
form
asi t
enta
ng k
ebija
kan.
N
amun
kar
ena
mas
ing-
mas
ing
alat
mem
iliki
ke
ungg
ulan
dan
kel
emah
an, a
kan
sang
at
mem
bant
u jik
a A
nda
men
gkom
bina
sika
n al
at-
alat
yan
g be
rbed
a da
lam
men
gum
pulk
an d
ata.
B
eber
apa
alat
ban
tu y
ang
bisa
dig
unak
an:
154 • LAMPIRAN 1
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
Pada
gili
rann
ya h
al in
i aka
n m
empe
ngar
uhi k
esej
ahte
raan
m
asya
raka
t dan
kon
disi
hut
an. M
aka,
se
baga
i fas
ilita
tor A
CM
, And
a ha
rus
men
gem
bang
kan
pem
aham
an y
ang
cuku
p te
ntan
g ha
l-ha
l ini
.
• St
atus
huk
um w
ilaya
h hu
tan
dan
sum
ber
daya
di l
okas
i (m
isal
nya
huta
n ne
gara
yan
g di
beri
kan
seba
gai k
onse
si (
HPH
) ke
pada
pe
rusa
haan
, hut
an n
egar
a ya
ng d
iber
ikan
pe
ngel
olaa
nnya
kep
ada
mas
yara
kat l
okal
(s
eper
ti H
Km
), h
ak p
eneb
anga
n ka
yu y
ang
dibe
rika
n ke
pada
kel
ompo
k pe
nggu
na h
utan
, at
au h
utan
mili
k pe
rseo
rang
an).
• K
ebija
kan
yang
ber
kena
an d
enga
n w
ilaya
h hu
tan
dan
sum
ber d
aya
huta
n di
loka
si
yang
ber
sang
kuta
n (b
aik
kebi
jaka
n na
sion
al
mau
pun
daer
ah);
term
asuk
keb
ijaka
n no
nkeh
utan
an y
ang
mem
peng
aruh
i pe
ngel
olaa
n hu
tan
(mis
alny
a ke
bija
kan
tran
smig
rasi
, keb
ijaka
n ag
rari
a).
• C
ara
kebi
jaka
n it
u m
empe
ngar
uhi
pem
anfa
atan
dan
pen
gelo
laan
hut
an o
leh
para
pe
man
gku
kepe
ntin
gan.
• In
stan
si p
emer
inta
h ap
a sa
ja y
ang
terl
ibat
da
lam
per
enca
naan
, pel
aksa
naan
, dan
pe
ngaw
asan
keb
ijaka
n te
rseb
ut.
• C
ara
mas
yara
kat d
an p
eman
gku
kepe
ntin
gan
lain
nya
terl
ibat
dal
am p
eren
cana
an,
pela
ksan
aan,
dan
pem
anta
uan
kebi
jaka
n te
rseb
ut.
• P
engk
ajia
n do
kum
en te
rtul
is•
Waw
anca
ra se
mite
rstr
uktu
r•
Waw
anca
ra ta
k te
rstr
uktu
r•
Disk
usi k
elom
pok
terf
okus
(FG
D)
SUATU KERANGKA UNTUK MENERAPKAN ACM • 155
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
2D
. Ko
nte
ks b
iofi
sik
And
a da
pat m
engg
unak
an d
afta
r per
tany
aan
di
baw
ah in
i seb
agai
pan
duan
dal
am m
engu
mpu
lkan
in
form
asi p
enti
ng te
ntan
g lin
gkun
gan
biofi
sik:
• B
agai
man
a ke
adaa
n su
mbe
r day
a hu
tan
yang
ad
a sa
at in
i (ro
tan,
bua
h-bu
ahan
, kay
u da
n la
in-l
ain)
? Bag
aim
ana
jika
diba
ndin
gkan
de
ngan
mas
a la
lu?
• D
enga
n ca
ra a
pa sa
ja su
mbe
r day
a te
rseb
ut
digu
naka
n? A
pa sa
ja k
emun
gkin
an
dam
pakn
ya?
• B
agai
man
a ko
ndis
i hut
an sa
at in
i dal
am h
al
kean
ekar
agam
an h
ayat
i?•
Apa
kah
ada
indi
kasi
aka
n te
rjad
inya
deg
rada
si
huta
n (s
eper
ti e
rosi
tana
h)?
• B
agai
man
a de
ngan
kej
adia
n da
n lu
asny
a be
ncan
a al
am (
sepe
rti b
anjir
dan
keb
akar
an)
di d
aera
h ya
ng b
ersa
ngku
tan?
Ada
kah
kece
nder
unga
nnya
?
Ala
t ban
tu y
ang
dapa
t dig
unak
an u
ntuk
men
ilai
kont
eks b
iofi s
ik a
dala
h:•
Disk
usi k
elom
pok
terf
okus
(FG
D)
• M
etod
e di
strib
usi k
erik
il •
Pen
ilaia
n ce
pat k
eane
kara
gam
an h
ayat
i (ra
pid
biod
iver
sity
asse
ssm
ent)
• K
riter
ia d
an in
dika
tor (
K&
I)
2E
. Kead
aaan
so
sia
l-b
ud
aya d
an
eko
no
mi
Mem
aham
i kea
daan
sosi
al m
erup
akan
ha
l pen
ting
kar
ena
akan
mem
beri
ga
mba
ran
tent
ang
fakt
or-f
akto
r so
sial
, bud
aya,
dan
eko
nom
i yan
g m
empe
ngar
uhi p
eman
faat
an d
an
peng
elol
aan
huta
n.
Unt
uk m
emah
ami k
onte
ks so
sial
-bud
aya
dan
ekon
omi A
nda
perl
u m
engu
mpu
lkan
info
rmas
i te
ntan
g ha
l-ha
l ber
ikut
:•
Ber
apa
besa
r pop
ulas
i di t
empa
t ter
sebu
t?
Apa
kah
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n m
elih
at
adan
ya k
ebut
uhan
unt
uk m
enye
imba
ngka
n ju
mla
h pe
ndud
uk d
enga
n ke
ters
edia
an su
mbe
r da
ya a
lam
?
Ala
t-al
at y
ang
dapa
t dig
unak
an u
ntuk
m
engu
mpu
lkan
info
rmas
i ten
tang
kon
teks
sosi
al
loka
l ada
lah
anta
ra la
in:
• P
engk
ajia
n do
kum
en te
rtul
is•
Waw
anca
ra•
Disk
usi k
elom
pok
terf
okus
(FG
D)
• P
enga
mat
an la
ngsu
ng•
Pen
gam
atan
terli
bat (
part
icip
ant o
bser
vatio
n)
156 • LAMPIRAN 1
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
• B
agai
man
a an
gka
keak
sara
an d
an ti
ngka
t pe
ndid
ikan
men
urut
usi
a, je
nder
, dan
kel
ompo
k et
nik?
Bag
aim
ana
peng
elom
poka
n so
sial
pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
di lo
kasi
yan
g be
rsan
gkut
an?
• A
pa su
mbe
r pen
ghid
upan
yan
g ut
ama
di lo
kasi
it
u? B
erap
a ra
ta-r
ata
pend
apat
an ru
mah
tang
ga?
Bag
aim
ana
pem
bagi
an k
erja
(je
nder
) da
lam
ru
mah
tang
ga?
• A
pa m
akna
hut
an b
agi p
ara
piha
k pe
man
gku
kepe
ntin
gan
yang
ber
beda
dar
i seg
i sos
ial-
buda
ya, e
kono
mi,
dan
ekol
ogi?
• D
enga
n ca
ra a
pa p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n m
emen
uhi k
ebut
uhan
pan
gann
ya? A
paka
h in
i ber
hubu
ngan
den
gan
huta
n? A
paka
h ba
gian
yan
g di
pero
leh
dari
pen
ggun
aan
huta
n di
inve
stas
ikan
kem
bali
ke h
utan
? Apa
kah
untu
k ke
giat
an p
rodu
ksi a
tau
kons
erva
si, a
tau
kedu
anya
?•
Siap
a, o
rgan
isas
i, at
au le
mba
ga a
pa y
ang
mem
egan
g pe
ran
kepe
mim
pina
n da
n m
emili
ki
kend
ali a
tas p
engg
unaa
n ta
nah
huta
n da
n su
mbe
r day
a hu
tan,
sert
a di
stri
busi
man
faat
nya?
• A
paka
h m
erek
a di
horm
ati o
leh
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n da
lam
mem
aink
an p
eran
ters
ebut
? B
agai
man
a ka
um p
erem
puan
mel
ihat
hal
ini?
• A
paka
h m
erek
a m
ewak
ili p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n da
lam
pen
gam
bila
n ke
putu
san
tent
ang
sum
ber d
aya?
Jika
“ya
”, d
enga
n ca
ra
apa?
Apa
kah
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n
SUATU KERANGKA UNTUK MENERAPKAN ACM • 157
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
mer
asa
bahw
a ha
l itu
dila
kuka
n de
ngan
ca
ra y
ang
adil?
Bag
aim
ana
kaum
per
empu
an
mer
asak
an h
al te
rseb
ut?
• A
daka
h m
ekan
ism
e pe
ngel
olaa
n ko
nfl ik
yan
g di
teri
ma
dan
dian
ggap
efe
ktif
oleh
sem
ua
pem
angk
u ke
pent
inga
n?•
Apa
kah
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n lo
kal
beri
nter
aksi
dan
ber
kom
unik
asi d
enga
n pa
ra
pem
angk
u ke
pent
inga
n lu
ar? J
ika
“ya”
, mel
alui
m
ekan
ism
e ap
a da
n ap
akah
mew
akili
ber
baga
i ke
pent
inga
n pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
loka
l? B
agai
man
a m
asya
raka
t men
gelo
la
konfl
ik d
i ant
ara
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n,
baik
di d
alam
mau
pun
di lu
ar w
ilaya
h ke
tika
ha
l ter
sebu
t ter
jadi
?
2F
. K
erj
asam
a p
ara
pem
an
gku
kep
en
tin
gan
dan
kem
am
pu
an
nya u
ntu
k b
ela
jar
berk
ola
bo
rasi
dan
bera
dap
tasi
Men
ging
at tu
juan
AC
M a
dala
h m
enge
mba
ngka
n ke
rja
sam
a da
n pe
mbe
laja
ran
di a
ntar
a pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan,
pen
ting
bah
wa
And
a m
emili
ki g
amba
ran
tent
ang
ting
kat
kola
bora
si d
i ant
ara
mer
eka
dan
kem
ampu
anny
a un
tuk
bela
jar d
an
bera
dapt
asi t
erha
dap
peru
baha
n.
Unt
uk m
engk
aji k
onte
ks in
i, in
form
asi t
enta
ng
aspe
k-as
pek
beri
kut p
enti
ng u
ntuk
dik
umpu
lkan
:•
Apa
kah
ada
orga
nisa
si a
tau
mek
anis
me
(mis
alny
a di
skus
i inf
orm
al, p
erte
mua
n du
sun
atau
des
a, a
tau
foru
m p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n) y
ang
digu
naka
n pa
ra p
ihak
pe
man
gku
kepe
ntin
gan
untu
k be
rtem
u se
rta
bert
ukar
info
rmas
i dan
pen
geta
huan
, mem
buat
re
ncan
a, d
an m
enga
mbi
l kep
utus
an te
ntan
g pe
ngel
olaa
n hu
tan?
And
a da
pat m
engg
unak
an a
lat y
ang
sam
a se
pert
i pa
da la
ngka
h 2B
dan
2E.
158 • LAMPIRAN 1
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
• A
paka
h se
tiap
pem
angk
u ke
pent
inga
n be
rpar
tisi
pasi
akt
if da
lam
org
anis
asi a
tau
mek
anis
me
sepe
rti i
tu? A
paka
h pa
rtis
ipas
i da
lam
keg
iata
n te
rjad
i den
gan
suka
rela
?•
Apa
kah
sem
ua p
ihak
men
dapa
tkan
kes
empa
tan
yang
sam
a un
tuk
men
gkom
unik
asik
an
pand
anga
n m
erek
a da
n ap
akah
kom
unik
asi
dian
ggap
pen
ting
dal
am p
rose
s yan
g te
rjad
i da
lam
org
anis
asi a
tau
mek
anis
me
ini?
Apa
kah
info
rmas
i dap
at m
enga
lir d
enga
n le
luas
a an
tara
se
mua
pem
angk
u ke
pent
inga
n?•
Apa
kah
orga
nisa
si a
tau
mek
anis
me
ini
men
doro
ng p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n un
tuk
bers
ama-
sam
a m
enca
ri in
form
asi?
Apa
ya
ng d
ilaku
kan
deng
an in
form
asi t
erse
but
dan
apak
ah ti
ndak
an m
erek
a di
dasa
rkan
pad
a in
form
asi i
tu? A
paka
h in
form
asi t
erse
but
digu
naka
n un
tuk
mem
anta
u ke
putu
san
yang
di
buat
dan
tind
akan
yan
g di
laku
kan?
• Ji
ka ti
ngka
t keo
rgan
isas
ian
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n re
ndah
, mak
a fa
ktor
-fak
tor a
paka
h ya
ng m
enye
babk
an h
al te
rseb
ut (
mis
alny
a,
fakt
or so
sial
-bud
aya,
sepe
rti k
esuk
uan,
ata
u fa
ktor
seja
rah
sepe
rti k
onfl i
k di
mas
a la
lu).
• Ji
ka k
eorg
anis
asia
n at
au m
ekan
ism
e se
pert
i it
u ad
a, te
tapi
kom
unik
asi a
ntar
a pa
ra
pem
angk
u ke
pent
inga
n te
rham
bat,
arus
in
form
asi t
erba
tas,
atau
pen
gam
bila
n ke
putu
san
kura
ng m
empe
rtim
bang
kan
pand
anga
n pa
ra
pem
angk
u ke
pent
inga
n, fa
ktor
-fak
tor a
pa y
ang
men
yeba
bkan
nya?
SUATU KERANGKA UNTUK MENERAPKAN ACM • 159
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
3.
Iden
tifi
kasi p
oko
k
perm
asala
han
yan
g i
ng
in
dit
an
gan
i b
ers
am
a o
leh
para
pem
an
gku
kep
en
tin
gan
Dar
i pen
gkaj
ian
yang
tela
h A
nda
laku
kan
sam
pai s
aat i
ni, s
ehar
usny
a A
nda
tela
h da
pat m
endu
ga
perm
asal
ahan
apa
yan
g be
rken
aan
deng
an h
utan
di l
okas
i pro
gram
A
nda.
And
a da
pat m
engg
unak
an
peng
etah
uan
ini s
ebag
ai d
asar
un
tuk
mem
bant
u pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
dala
m m
engi
dent
ifi ka
si
poko
k-po
kok
perm
asal
ahan
yan
g in
gin
mer
eka
tang
ani b
ersa
ma.
Pada
lang
kah
ini,
pent
ing
untu
k m
emah
ami b
ahw
a:•
Buk
an A
nda
seba
gai f
asili
tato
r ya
ng m
enen
tuka
n ap
a po
kok
perm
asal
ahan
nya,
teta
pi p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n it
u se
ndir
i.•
Iden
tifi k
asi m
asal
ah a
dala
h pr
oses
ya
ng it
erat
if ya
ng p
erlu
dila
kuka
n be
rula
ng k
ali s
epan
jang
pro
ses
pene
litia
n ak
si p
arti
sipa
tif (
lihat
K
egia
tan
2, L
angk
ah 3
di b
awah
in
i).
Ada
ber
baga
i car
a un
tuk
men
dam
ping
i par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
dala
m m
engi
dent
ifi ka
si
poko
k pe
rmas
alah
an. P
iliha
nnya
terg
antu
ng
pada
tata
nan
sosi
al d
i tem
pat p
rogr
am A
nda
dila
ksan
akan
. Sec
ara
umum
dap
at d
ikat
akan
ba
hwa
cara
yan
g te
rbai
k da
lam
kea
daan
yan
g di
hada
pi a
kan
dite
ntuk
an o
leh:
• K
eane
kara
gam
an p
eman
gku
kepe
ntin
gan:
m
akin
ber
agam
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gann
ya, m
aka
mak
in b
anya
k pu
la
upay
a ya
ng d
ibut
uhka
n un
tuk
mer
angk
um
pers
pekt
if se
mua
pih
ak, y
ang
seca
ra u
mum
be
rart
i bah
wa
dibu
tuhk
an a
lat b
antu
yan
g le
bih
vari
atif
dala
m m
elak
ukan
tuga
s And
a.•
Ting
kat p
endi
dika
n/ke
aksa
raan
: sec
ara
umum
da
pat d
ikat
akan
bah
wa
sem
akin
rend
ah
ting
kat p
endi
dika
n pe
sert
a, se
mak
in lo
ngga
r st
rukt
ur m
etod
e ya
ng d
apat
dig
unak
an,
kare
na p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n de
ngan
ti
ngka
t pen
didi
kan/
keak
sara
an y
ang
rend
ah
tida
k te
rbia
sa d
enga
n ca
ra p
embe
laja
ran
yang
te
rstr
uktu
r.
Con
toh
alat
ban
tu y
ang
dapa
t dig
unak
an
untu
k m
emba
ntu
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n m
engi
dent
ifi ka
si p
okok
per
mas
alah
an a
dala
h:•
Disk
usi k
elom
pok
terf
okus
(FG
D)
• B
erba
gai a
lat p
engk
ajia
n pa
rtisi
patif
(PR
A)
sepe
rti p
emet
aan
part
isipa
tif d
an tr
anse
k•
Kal
ende
r mus
im y
ang
diko
mbi
nasi
kan
deng
an
disk
usi k
elom
pok
terf
okus
• D
iagr
am la
ba-la
ba
160 • LAMPIRAN 1
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
Apa
pun
cara
yan
g di
pilih
, And
a pe
rlu
mem
pert
imba
ngka
n ha
l-ha
l ber
ikut
:•
Pusa
tkan
upa
ya A
nda
pada
usa
ha y
ang
efek
tif
untu
k m
enan
gkap
pok
ok p
erm
asal
ahan
dar
i be
rbag
ai p
ersp
ektif
yan
g ad
a. A
daka
n pe
rtem
uan
kons
ulta
si se
cara
terp
isah
bag
i kel
ompo
k ya
ng k
uran
g m
ampu
men
gart
ikul
asik
an
pand
anga
nnya
. Kon
sult
asi s
emac
am in
i dap
at
mem
bant
u m
erek
a un
tuk
men
gide
ntifi
kasi
dan
m
erum
uska
n m
asal
ah ta
npa
“int
erve
nsi”
pih
ak
lain
.•
Dam
ping
i par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
untu
k m
ende
kati
per
mas
alah
anny
a se
cara
hol
isti
k,
arti
nya
deng
an m
elih
at m
asal
ah-m
asal
ah d
ari
berb
agai
per
spek
tif,
yakn
i per
spek
tif s
osia
l-bu
daya
, eko
nom
i, da
n ek
olog
i.•
Ada
kan
pert
emua
n de
ngan
men
ggun
akan
vi
sual
isasi
dan
pem
buat
an b
agan
/dia
gram
seba
gai
unsu
r pok
ok d
alam
pro
ses p
embe
laja
ran
dari
pada
met
ode
tert
ulis
. Ala
t ban
tu v
isua
l dan
ba
gan/
diag
ram
aka
n m
empe
rmud
ah a
nalis
is
hubu
ngan
yan
g ko
mpl
eks d
an k
omun
ikas
i an
tara
kel
ompo
k. P
ada
umum
nya
oran
g ak
an
lebi
h m
udah
mem
aham
i pre
sent
asi i
nfor
mas
i be
rgam
bar d
arip
ada
info
rmas
i ter
tulis
. La
mpi
ran
2 m
embe
rika
n be
bera
pa c
onto
h al
at
bant
u vi
sual
dan
dia
gram
.
SUATU KERANGKA UNTUK MENERAPKAN ACM • 161
Keg
iata
n 2
: M
en
go
rgan
isasik
an
Pem
bela
jara
n
Tuju
an k
egia
tan
ini a
dala
h m
elet
akka
n la
ndas
an st
rukt
ural
unt
uk m
enye
leng
gara
kan
peke
rjaa
n fa
silit
asi A
nda.
Ada
em
pat p
rins
ip y
ang
dapa
t A
nda
guna
kan
untu
k m
enye
leng
gara
kan
pem
bela
jara
n gu
na m
endo
rong
kon
disi
yan
g di
perl
ukan
aga
r par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
bela
jar
bers
ama:
• Pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
haru
s mem
puny
ai ra
sa k
epem
ilika
n at
as p
embe
laja
ran
ters
ebut
• Se
mua
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
haru
s ter
wak
ili d
alam
keg
iata
n be
laja
r•
Pem
bela
jara
n ha
rus t
erja
di m
elal
ui p
enga
lam
an•
Pem
bela
jara
n ha
rus t
erja
di m
elal
ui k
omun
ikas
i.
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
1.
Mem
asti
kan
rasa k
ep
em
ilik
an
para
pem
an
gku
kep
en
tin
gan
ata
s k
eg
iata
n p
em
bela
jara
n
Ada
lah
sesu
atu
yang
logi
s bah
wa
kegi
atan
bel
ajar
har
us d
isel
engg
arak
an
sede
mik
ian
rupa
sehi
ngga
ber
mak
na
untu
k se
mua
pem
angk
u ke
pent
inga
n.
Nam
un, t
anta
ngan
bag
i And
a se
baga
i fa
silit
ator
AC
M a
dala
h m
engu
paya
kan
kese
imba
ngan
aga
r keg
iata
n be
laja
r m
emen
uhi k
ebut
uhan
bel
ajar
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
seca
ra
indi
vidu
al, m
aupu
n ke
butu
han
bela
jar
mer
eka
seba
gai k
elom
pok.
And
a ha
rus m
enye
leng
gara
kan
kegi
atan
bel
ajar
ya
ng m
enga
kom
odas
ikan
hal
-hal
yan
g m
enja
di
perh
atia
n m
asin
g-m
asin
g pe
man
gku
kepe
ntin
gan
seca
ra in
divi
dual
. Pad
a sa
at y
ang
sam
a ke
giat
an
itu
haru
s ter
tuju
pad
a pe
mec
ahan
per
mas
alah
an
yang
dih
adap
i ber
sam
a ol
eh p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n se
baga
i kel
ompo
k.
Unt
uk in
i, A
nda
perl
u m
empe
rtim
bang
kan
dua
aspe
k pe
mbe
laja
ran
yang
pen
ting
: •
Bag
aim
ana
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n se
baga
i kel
ompo
k m
empr
iorit
aska
n po
kok-
poko
k pe
rmas
alah
an u
tam
a un
tuk
dita
ngan
i ber
sam
a.•
Bag
aim
ana
mem
bing
kai u
lang
(re
fram
e)
berb
agai
sudu
t pan
dang
, yak
ni m
emas
ukka
n pe
rmas
alah
an y
ang
dilih
at d
ari b
erba
gai s
udut
pa
ndan
g da
lam
satu
ker
angk
a be
rsam
a.
Ada
ber
baga
i ala
t ban
tu y
ang
dapa
t dig
unak
an
untu
k in
i; be
bera
pa c
onto
h ad
alah
:•
Cur
ah p
enda
pat d
ikom
bina
sika
n de
ngan
pe
mer
ingk
atan
pre
fere
nsi
• T
ekni
k D
elph
i.
162 • LAMPIRAN 1
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
2.
Men
gem
ban
gkan
kete
rwakil
an
para
pem
an
gk
u k
ep
en
tin
gan
dala
m k
eg
iata
n p
rog
ram
Sem
ua p
eman
gku
kepe
ntin
gan
haru
s te
rlib
at d
alam
pem
bela
jara
n. N
amun
, ka
rena
jum
lah
mer
eka
bany
ak,
And
a ha
nya
dapa
t bek
erja
den
gan
wak
il-w
akil
mer
eka
saja
. Pad
a sa
at
yang
sam
a, h
asil
pem
bela
jara
n ya
ng
And
a se
leng
gara
kan
haru
s sam
pai
kepa
da se
mua
pem
angk
u ke
pent
inga
n da
n bu
kan
hany
a w
akil
atau
pi
mpi
nann
ya sa
ja. K
aren
a it
u, A
nda
perl
u m
enge
mba
ngka
n m
ekan
ism
e ke
terw
akila
n ya
ng e
fekt
if un
tuk
pem
bela
jara
n it
u.
Pada
das
arny
a ad
a ti
ga la
ngka
h ya
ng p
erlu
And
a da
mpi
ngi p
rose
snya
:•
Pem
iliha
n w
akil
deng
an c
ara
yang
adi
l dan
tr
ansp
aran
• M
embe
ntuk
kel
ompo
k-ke
lom
pok
bela
jar a
tau
orga
nisa
si pe
mbe
laja
ran
bagi
par
a w
akil
yang
te
rpili
h ak
an “
dudu
k” d
an te
rlib
at d
alam
pr
oses
bel
ajar
• M
empr
akar
sai a
tau
mem
perb
aiki
mek
anism
e ko
mun
ikas
i ant
ara
para
wak
il da
n pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
yang
diw
akili
nya
(kon
stit
uen)
M
ekan
ism
e in
i dig
unak
an u
ntuk
mel
ibat
kan
sem
ua p
eman
gku
kepe
ntin
gan
dala
m
pem
bela
jara
n, w
alau
pun
mer
eka
send
iri t
idak
te
rlib
at la
ngsu
ng d
i dal
am p
rose
snya
. Ada
be
bera
pa h
al y
ang
dapa
t dila
kuka
n un
tuk
hal
ini,
mis
alny
a, p
elap
oran
ata
u ko
nsul
tasi
par
a w
akil
deng
an k
onst
itue
nnya
.
Apa
bila
yan
g di
guna
kan
seba
gai k
elom
pok
bela
jar
atau
mek
anis
me
adal
ah o
rgan
isas
i yan
g su
dah
ada,
And
a pe
rlu
mem
asti
kan
adan
ya m
ekan
ism
e ke
terw
akila
n da
n pe
rtan
ggun
gjaw
aban
(a
kunt
abili
tas)
dan
ber
jala
n ef
ekti
f.
• A
nda
dapa
t men
ggun
akan
ala
t-al
at b
antu
ya
ng te
lah
dise
butk
an d
i ata
s, m
isal
nya
disk
usi k
elom
pok
terf
okus
ata
u w
awan
cara
se
mite
rstr
uktu
r. A
papu
n al
at b
antu
yan
g A
nda
pilih
, kun
ciny
a ad
alah
bah
wa
seba
gai
fasi
litat
or A
CM
And
a m
emba
ntu
para
pe
man
gku
kepe
ntin
gan
untu
k m
embu
at
kepu
tusa
n be
rsam
a da
lam
kes
elur
uhan
pro
ses
(lih
at L
ampi
ran
2).
SUATU KERANGKA UNTUK MENERAPKAN ACM • 163
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
3.
Men
gem
ban
gkan
pen
gala
man
para
pem
an
gk
u k
ep
en
tin
gan
mela
lui p
en
eliti
an
aksi
part
isip
ati
f (P
AR
)
Peng
alam
an d
ari k
ehid
upan
nya
ta
adal
ah g
uru
terb
aik
untu
k m
enge
m-
bang
kan
peng
etah
uan.
Pem
bela
jara
n ya
ng d
iban
gun
atas
pen
gala
man
di
sebu
t pem
bela
jara
n m
elal
ui
peng
alam
an (
expe
rient
ial l
earn
ing)
. Pe
nelit
ian
aksi
par
tisi
pati
f (PA
R)
men
awar
kan
suat
u pa
ndua
n un
tuk
men
yele
ngga
raka
n pe
mbe
laja
ran
sem
acam
ini.
PAR
mel
akuk
an h
al in
i de
ngan
men
doro
ng p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n un
tuk
mem
buat
pe
ngam
atan
seca
ra b
erla
njut
, m
embu
at re
ncan
a, b
erti
ndak
, dan
m
erefl
eks
ikan
nya.
And
a da
pat m
engg
unak
an p
enel
itia
n ak
si p
arti
sipa
tif u
ntuk
men
ghad
api
poko
k pe
rmas
alah
an y
ang
tela
h te
ride
ntifi
kasi
sebe
lum
nya
(Keg
iata
n 1,
La
ngka
h 3)
.
Jela
skan
kep
ada
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n m
enga
pa p
enel
itia
n ak
si p
arti
sipa
tif d
igun
akan
un
tuk
men
ghad
api p
erm
asal
ahan
yan
g te
lah
mer
eka
iden
tifi k
asi.
Pada
taha
p in
i san
gat
pent
ing
untu
k m
empe
rjel
as a
pa p
eran
mer
eka
dala
m p
rose
s itu
. Ini
lebi
h m
udah
diu
capk
an
dari
pada
dila
kuka
n, k
husu
snya
jika
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
tida
k cu
kup
men
gena
l pe
nelit
ian
part
isip
atif,
sem
enta
ra m
erek
alah
pi
hak
utam
a ya
ng h
arus
men
entu
kan
apa
yang
aka
n di
telit
i dan
bag
aim
ana.
Jika
ku
rang
ber
peng
alam
an d
an k
uran
g pe
rcay
a di
ri, p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n m
ungk
in
akan
men
olak
unt
uk m
enga
mbi
l per
an b
aru
ters
ebut
. Hor
mat
ilah
sika
p m
erek
a, se
kalip
un
And
a ti
dak
men
yetu
juin
ya. J
elas
kan
bahw
a pe
nelit
ian
part
isip
atif
adal
ah p
rose
s yan
g be
rlan
jut d
an b
ahw
a ak
an a
da k
esem
pata
n ba
gi
mer
eka
untu
k m
ener
ima
tang
gung
jaw
ab b
aru
ini s
ecar
a be
rtah
ap.
Seba
gai f
asili
tato
r AC
M, A
nda
mem
iliki
keb
ebas
an
untu
k m
enge
mba
ngka
n al
at b
antu
And
a se
ndir
i at
au m
engg
unak
an y
ang
suda
h ad
a un
tuk
mem
bant
u pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
dala
m m
enem
puh
kese
luru
han
pros
es p
enel
itia
n ak
si p
arti
sipa
tif.
And
a pe
rlu
men
gem
bang
kan
pera
ngka
t ala
t ban
tu A
nda
send
iri (
sepe
rti y
ang
dico
ntoh
kan
pada
Lam
pira
n 2)
sehi
ngga
pad
a ak
hirn
ya A
nda
akan
mem
iliki
se
kum
pula
n al
at b
antu
yan
g da
pat A
nda
pilih
sesu
ai
deng
an k
ebut
uhan
. Ing
atla
h ba
hwa
untu
k se
tiap
ko
ntek
s lok
al, A
nda
perl
u m
empe
rkir
akan
terl
ebih
da
hulu
apa
kah
alat
ban
tu se
suai
ata
u ti
dak
untu
k di
guna
kan.
Apa
pun
alat
ban
tu y
ang
And
a pi
lih, p
enti
ng u
ntuk
m
enya
dari
apa
tuju
an d
ari s
etia
p pr
oses
pen
elit
ian
aksi
, ser
ta a
lat b
antu
man
a ya
ng p
alin
g te
pat u
ntuk
m
enca
pai t
ujua
n te
rseb
ut. A
nda
haru
s mem
puny
ai
pem
aham
an y
ang
jela
s ten
tang
apa
yan
g in
gin
dica
pai k
etik
a m
emili
h al
at b
antu
tert
entu
. Pili
han
alat
ban
tu ju
ga a
kan
dite
ntuk
an o
leh
perm
asal
ahan
ya
ng d
ihad
api.
Mis
alny
a, ti
dak
akan
ban
yak
man
faat
un
tuk
And
a m
engg
unak
an p
enel
usur
an tr
anse
k jik
a pe
rsoa
lann
ya a
dala
h ku
rang
nya
pelu
ang
pasa
r unt
uk
hasi
l hut
an. A
lat b
antu
yan
g le
bih
sesu
ai a
dala
h m
isal
nya
kunj
unga
n ke
pus
at-p
usat
pem
asar
an.
164 • LAMPIRAN 1
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
Pem
etaa
n ta
ta b
atas
dan
per
soal
an
pem
erin
taha
n de
sa p
ada
hlm
. 86
dan
hlm
. 87
tela
h di
beri
kan
seba
gai
cont
oh si
klus
pem
bela
jara
n m
elal
ui
peng
alam
an d
ari k
erja
lapa
ngan
ka
mi.
Pada
hlm
. 166
dal
am la
mpi
ran
ini,
kam
i ber
ikan
con
toh
lain
dar
i la
pang
an.
Ura
ikan
den
gan
isti
lah-
isti
lah
yang
jela
s da
n m
udah
dip
aham
i apa
sebe
narn
ya p
rose
s pe
nelit
ian
aksi
par
tisi
pati
f itu
–ya
kni p
rose
s ya
ng m
enca
kup
peng
amat
an, p
eren
cana
an,
aksi
, dan
refl e
ksi.
Teka
nkan
bah
wa
kunc
inya
ad
alah
, keg
iata
n it
u di
laku
kan
seca
ra b
erul
ang-
ulan
g. S
ebag
ai fa
silit
ator
, And
alah
yan
g m
emot
ivas
i par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
untu
k m
elak
ukan
pro
ses i
tera
tif i
ni.
Seca
ra u
mum
pro
ses m
asin
g-m
asin
g ta
hap
dari
ke
empa
t tah
ap te
rseb
ut d
ipap
arka
n di
baw
ah
ini.
Ber
ikut
ini a
dala
h be
bera
pa c
onto
h al
at b
antu
ya
ng d
apat
dig
unak
an p
ada
mas
ing-
mas
ing
taha
p pe
nelit
ian
aksi
par
tisi
pati
f. Ya
ng te
rbai
k ad
alah
m
engk
ombi
nasi
kan
bebe
rapa
ala
t ban
tu se
hing
ga
kele
mah
an a
lat b
antu
tert
entu
dap
at d
iata
si o
leh
alat
ban
tu la
inny
a.
Pent
ing
juga
unt
uk d
iinga
t bah
wa
sepa
njan
g si
klus
pe
nelit
ian
aksi
par
tisi
pati
f And
a m
engg
unak
an a
lat
bant
u un
tuk
men
ingk
atka
n ko
mun
ikas
i, te
rmas
uk
di d
alam
nya
kem
ampu
an u
ntuk
men
yim
ak a
pa
yang
dis
ampa
ikan
ora
ng la
in. B
eber
apa
alat
ban
tu
disa
rank
an p
ada
Keg
iata
n 2,
Lan
gkah
4.
Pen
gam
atan
: Par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
men
ilai p
okok
-pok
ok p
erso
alan
yan
g ak
an
dita
ngan
i, be
rtuk
ar p
enda
pat t
enta
ng
kem
ungk
inan
pen
yeba
bnya
, dan
mem
ikir
kan
kem
ungk
inan
stra
tegi
pen
yele
saia
nnya
. Pe
ntin
g pu
la u
ntuk
bel
ajar
dar
i pen
gala
man
m
asa
lalu
.
Pen
gam
atan
: Per
an A
nda
seba
gai f
asili
tato
r pa
da ta
hap
ini a
dala
h m
emba
ntu
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n da
lam
dua
pro
ses u
tam
a:i.
Mem
buat
pen
afsi
ran
bers
ama
atas
pen
gam
atan
ya
ng te
lah
dila
kuka
n.ii.
Ber
dasa
rkan
pen
afsi
ran
ters
ebut
, ber
sam
a-sa
ma
mer
umus
kan
apa
poko
k pe
rmas
alah
anny
a.
Pada
taha
p pe
ngam
atan
, gam
bar v
isual
ata
u di
agra
m
akan
sang
at m
emba
ntu.
Ala
t ban
tu v
isua
l sep
erti
pe
ta, g
amba
r, fo
to, d
an b
agan
sang
at e
fekt
if da
lam
m
emba
ntu
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n m
enaf
sirk
an
apa
yang
mer
eka
lihat
, den
gar,
dan
rasa
kan
sela
ma
peng
amat
an. A
lat-
alat
itu
juga
sang
at m
emba
ntu
dala
m m
engu
ngka
pkan
dan
mer
umus
kan
poko
k pe
rmas
alah
an y
ang
mun
cul.
SUATU KERANGKA UNTUK MENERAPKAN ACM • 165
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
Per
enca
naan
: Pad
a ta
hap
awal
pen
elit
ian
aksi
par
tisi
pati
f, pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
men
gem
bang
kan
suat
u vi
si y
ang
dise
paka
ti
bers
ama
–sua
tu k
ondi
si id
eal y
ang
dici
ta-c
itak
an
untu
k m
asa
depa
n (m
isal
nya
3, 1
5, a
tau
25
tahu
n da
ri sa
at p
enel
itia
n pa
rtis
ipat
if di
mul
ai)
sete
lah
berh
asil
men
anga
ni p
erso
alan
yan
g te
lah
diid
enti
fi kas
i. M
erek
a m
enye
paka
ti st
rate
gi u
ntuk
m
ewuj
udka
n ci
ta-c
ita
itu
sert
a m
enge
mba
ngka
n re
ncan
a pe
nera
pan
dan
pem
anta
uann
ya. M
erek
a ju
ga m
enye
paka
ti p
eran
dan
tang
gung
jaw
ab
mer
eka
mas
ing-
mas
ing,
mau
pun
baga
iman
a m
enda
patk
an d
an m
enga
loka
sika
n su
mbe
r day
a ya
ng d
iper
luka
n.
Jika
pen
elit
ian
aksi
par
tisi
pati
f sud
ah b
erad
a pa
da
ting
kat y
ang
lanj
ut, p
ada
taha
p pe
renc
anaa
n pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
men
entu
kan
aksi
ap
a ya
ng a
kan
diam
bil s
elan
jutn
ya b
erda
sark
an
pela
jara
n da
ri re
fl eks
i seb
elum
nya.
Per
enca
naan
: Seb
elum
keg
iata
n pe
renc
anaa
nnya
, A
nda
perl
u m
enda
mpi
ngi p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n da
lam
men
gem
bang
kan
visi
ber
sam
a ya
ng b
erke
naan
den
gan
poko
k pe
rsoa
lan
yang
ak
an d
itan
gani
. Beb
erap
a al
at b
antu
yan
g da
pat
digu
naka
n un
tuk
hal i
ni a
dala
h:•
Cur
ah p
enda
pat
• Sk
enar
io v
isi
• Sk
enar
io ja
lur
• A
lat b
antu
per
enca
naan
ber
sam
a
Aks
i: R
enca
na y
ang
suda
h di
sepa
kati
di
laks
anak
an.
Aks
i: Po
kok
pers
oala
n ya
ng se
dang
dit
anga
ni d
an
taha
pan
pene
litia
n ak
si y
ang
seda
ng d
item
puh,
ak
an m
enen
tuka
n al
at b
antu
unt
uk ta
hap
aksi
. A
lat b
antu
aks
i dap
at b
erup
a ku
njun
gan
silan
g,
mis
alny
a ku
njun
gan
ke k
abup
aten
teta
ngga
un
tuk
mem
pela
jari
pen
erap
an in
ovat
if ke
bija
kan
dese
ntra
lisas
i. C
onto
h la
in a
dala
h pe
met
aan
bers
ama
bata
s des
a.
166 • LAMPIRAN 1
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
Refl
eks
i: Pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
men
gkaj
i ke
mba
li ha
sil-
hasi
l aks
inya
dan
pro
ses-
pros
esny
a da
n m
enja
dika
nnya
pel
ajar
an. P
elaj
aran
itu
akan
dig
unak
an u
ntuk
mel
ihat
apa
kah
stra
tegi
ya
ng d
ipak
ai p
erlu
dia
dapt
asi.
Den
gan
kata
lain
, ta
hapa
n re
fl eks
i dig
unak
an se
baga
i das
ar u
ntuk
m
eman
tau
stra
tegi
yan
g di
guna
kan.
Refl
eks
i: A
lat b
antu
pad
a ta
hap
ini p
erlu
m
emba
ntu
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n m
erefl
eks
ikan
bag
aim
ana
mer
eka
men
gam
ati,
men
afsir
kan,
ata
u ba
hkan
mun
gkin
men
gaba
ikan
in
form
asi.
Ala
t itu
har
us ju
ga m
emba
ntu
para
pe
man
gku
kepe
ntin
gan
untu
k m
enge
nali
baga
iman
a ha
l itu
dip
enga
ruhi
ole
h ke
prib
adia
n da
n la
tar b
elak
ang
mer
eka.
Ala
t ban
tu y
ang
dapa
t mem
bant
u ad
alah
:•
Fakt
a, p
enda
pat,
ata
u de
sas d
esus
• K
otak
26
pada
hlm
. 99
mem
beri
kan
bebe
rapa
ki
at y
ang
dapa
t And
a gu
naka
n un
tuk
men
doro
ng p
rose
s-pr
oses
refl e
ksi:
mis
alny
a,
men
daki
tang
ga k
esim
pula
n un
tuk
men
elaa
h as
umsi
-asu
msi
kit
a se
ndir
i.
Co
nto
h s
iklu
s p
em
bela
jara
n b
erd
asark
an
pen
ga
lam
an
: P
en
ing
ka
tan
su
mb
er
pe
ng
hid
up
an
be
rba
sis
hu
tan
Pen
gam
ata
n. D
ifasi
litas
i ole
h ti
m k
ami,
mas
yara
kat P
asir
men
gam
ati b
ahw
a sa
lah
satu
car
a ya
ng m
ungk
in u
ntuk
men
ingk
atka
n su
mbe
r pe
nghi
dupa
n be
rbas
is h
utan
ada
lah
mem
anfa
atka
n w
ilaya
h di
seki
tar d
esa
yang
tadi
nya
digu
naka
n un
tuk
perl
adan
gan
berp
inda
h. K
etik
a m
asya
raka
t mem
ulai
sikl
us p
embe
laja
ran
ini,
wila
yah
ters
ebut
ham
pir s
elur
uhny
a te
rtut
up a
lang
-ala
ng d
an ta
nam
an ta
huna
n ya
ng te
rseb
ar,
sepe
rti p
ohon
bua
h-bu
ahan
. Rum
put y
ang
ting
gi m
enyu
litka
n m
asya
raka
t men
gola
h la
han
itu.
Kal
aupu
n pe
nana
man
kem
bali
mem
ungk
inka
n,
kond
isi l
ahan
terl
alu
buru
k un
tuk
pena
nam
an y
ang
men
gunt
ungk
an. O
leh
kare
na b
erta
mba
hnya
pen
dudu
k te
lah
men
gura
ngi k
eter
sedi
aan
laha
n un
tuk
berl
adan
g pi
ndah
, mas
yara
kat b
erpe
ndap
at b
ahw
a pe
ning
kata
n pr
oduk
tivi
tas l
ahan
mer
upak
an p
rior
itas
.
Kam
i men
yara
nkan
aga
r mas
yara
kat m
emba
wa
gaga
sann
ya k
epad
a pe
mer
inta
h ka
bupa
ten
untu
k m
enda
pat d
ukun
gan.
Tim
kam
i ber
janj
i m
emba
ntu
mer
eka
dala
m h
al it
u. M
erek
a te
rnya
ta c
ukup
per
caya
dir
i unt
uk m
elak
ukan
pen
deka
tan
terh
adap
pet
ugas
dan
pej
abat
pem
erin
tah,
m
eski
pun
mer
eka
jara
ng b
erhu
bung
an.
Lanj
ut d
i hal
aman
ber
ikut
SUATU KERANGKA UNTUK MENERAPKAN ACM • 167
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
Ren
cana 1
. Tid
ak la
ma
sete
lah
itu,
dal
am su
atu
loka
kary
a ya
ng d
ifasi
litas
i tim
kam
i, m
asya
raka
t men
disk
usik
an p
erm
asal
ahan
itu
deng
an
Din
as K
ehut
anan
(D
ishu
t) K
abup
aten
Pas
ir d
an in
stan
si p
emer
inta
h la
inny
a. R
eaks
i pem
erin
tah
sang
at p
osit
if da
n pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
men
yepa
kati
bah
wa
mas
alah
itu
haru
s dit
anga
ni b
ersa
ma-
sam
a. D
ishu
t cuk
up h
eran
bah
wa
mas
yara
kat t
erny
ata
begi
tu p
roak
tif
dan
tanp
a di
min
ta m
engu
sulk
an k
egia
tan
yang
tern
yata
sesu
ai d
enga
n pr
ogra
m re
habi
litas
i mer
eka.
Dis
hut m
enya
rank
an a
gar m
asya
raka
t m
emul
ai p
rose
snya
den
gan
men
yusu
n pe
renc
anaa
n pa
da ti
ngka
t mas
yara
kat t
enta
ng p
elak
sana
anny
a. P
emer
inta
h ak
an ik
ut b
erga
bung
pad
a ta
hap
beri
kutn
ya ji
ka d
iper
luka
n. M
asya
raka
t ser
ta ti
m k
ami m
ener
ima
usul
an p
emer
inta
h da
n m
endi
skus
ikan
den
gan
lebi
h ri
nci p
emba
gian
tu
gas d
an ta
nggu
ng ja
wab
.
Sepu
lang
di d
esa,
mas
yara
kat m
embu
at re
ncan
a ya
ng m
enca
kup
suat
u ra
ncan
gan
untu
k w
ilaya
h ya
ng a
kan
dita
nam
i kem
bali
–jen
is-j
enis
po
hon
apa
yang
aka
n di
tana
m, b
agai
man
a po
la ta
nam
nya,
dan
sebe
rapa
ban
yak
bibi
t dan
ana
kan
tana
man
yan
g di
butu
hkan
. Mer
eka
kem
udia
n m
enem
ukan
bah
wa
mer
eka
kura
ng p
enge
tahu
an d
an k
eter
ampi
lan
tent
ang
jeni
s-je
nis p
ohon
yan
g se
suai
unt
uk k
egia
tan
reha
bilit
asi
laha
n da
n te
ntan
g ba
gaim
ana
pem
elih
araa
nnya
hin
gga
pane
n. Ja
di, m
erek
a m
embu
tuhk
an p
elat
ihan
dan
uan
g un
tuk
mem
beli
bibi
t dan
an
akan
tana
man
. Mas
yara
kat s
endi
ri d
apat
men
yedi
akan
tena
ga k
erja
, lah
an, d
an w
aktu
. Ren
cana
yan
g ke
mud
ian
dike
mba
ngka
n m
elip
uti
usah
a m
enca
ri k
esem
pata
n pe
lati
han
sert
a m
enca
ri d
ana
untu
k m
embe
li be
nih
dan
hal-
hal l
ain
yang
dip
erlu
kan.
Aksi
1. M
asya
raka
t kem
udia
n m
ulai
men
cari
pel
atih
yan
g se
suai
, sua
tu u
paya
yan
g m
erup
akan
pen
gala
man
bar
u ba
gi m
erek
a. D
ifasi
litas
i tim
ka
mi,
mer
eka
men
ghub
ungi
beb
erap
a in
stan
si p
emer
inta
h di
kab
upat
en, s
eper
ti D
inas
Per
tani
an d
an T
anam
an K
eras
(D
is-P
TK
) da
n D
ishu
t K
abup
aten
Pas
ir. D
is-P
TK
ber
sedi
a m
enye
diak
an te
naga
pel
atih
den
gan
syar
at b
ahw
a m
asya
raka
t mem
pers
iapk
an la
han
yang
dib
utuh
kan
untu
k pe
lati
han.
Ini b
ukan
mas
alah
bag
i mas
yara
kat.
Mas
yara
kat m
ende
kati
CIF
OR
unt
uk m
emin
ta b
antu
an p
enga
daan
bib
it d
an b
ahan
ta
nam
an la
inny
a.
Refl
eksi
1. P
ada
saat
refl e
ksi,
mas
yara
kat b
eran
ggap
an b
ahw
a se
mua
tela
h be
rjal
an d
enga
n ba
ik sa
mpa
i saa
t ini
. Nam
un C
IFO
R
men
yam
paik
an in
form
asi k
epad
a m
asya
raka
t bah
wa
seba
gai l
emba
ga p
enel
itia
n, C
IFO
R ti
dak
dapa
t men
yedi
akan
duk
unga
n da
lam
ben
tuk
dana
ata
u ba
han-
baha
n pr
oyek
.
Ren
cana 2
. Mas
yara
kat k
emud
ian
mem
buat
renc
ana
untu
k m
enja
jaki
sum
ber d
ana
yang
lain
unt
uk p
enga
daan
bib
it. D
alam
dis
kusi
, m
asya
raka
t sam
pai p
ada
gaga
san
untu
k m
ende
kati
pem
erin
tah,
sepe
rti D
ishu
t.
Lanj
ut d
i hal
aman
ber
ikut
168 • LAMPIRAN 1
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
Aksi
2. K
etik
a m
asya
raka
t men
deka
ti D
ishu
t, di
nas t
erse
but s
etuj
u un
tuk
mem
beri
kan
bibi
t dan
men
yele
ngga
raka
n pe
lati
han.
Sua
tu p
elat
ihan
du
a ha
ri d
ilaku
kan
untu
k m
asya
raka
t ked
ua d
esa.
Pela
tih
dari
Dis
-PT
K sa
ngat
tert
arik
mel
ihat
sem
anga
t mas
yara
kat.
Teta
pi p
ada
awal
pel
atih
an, m
asya
raka
t sem
pat m
enga
lam
i keb
osan
an. T
im
kam
i men
yara
nkan
pen
gatu
ran
kem
bali
tem
pat d
uduk
aga
r pes
erta
tida
k du
duk
berb
aris
teta
pi m
elin
gkar
sehi
ngga
pel
atih
dap
at b
erin
tera
ksi
lebi
h ba
ik d
enga
n pe
sert
a. P
eser
ta ju
ga d
idor
ong
untu
k be
rbag
i pen
gala
man
mer
eka
dala
m p
enan
aman
rota
n. M
erek
a m
empe
laja
ri b
agai
man
a m
embu
at o
kula
si, m
emel
ihar
a an
akan
, dan
men
ggun
akan
pup
uk.
Patu
t dis
ebut
kan
di si
ni b
ahw
a po
sisi
dud
uk p
eser
ta d
alam
pel
atih
an m
empe
ngar
uhi p
arti
sipa
si m
erek
a. D
alam
kas
us in
i, pe
ngat
uran
pos
isi
dudu
k ya
ng m
elin
gkar
men
ghas
ilkan
inte
raks
i yan
g le
bih
baik
ant
ara
pela
tih
dari
Dis
-PT
K d
an p
eser
ta. B
agi t
im k
ami,
cara
itu
suda
h m
erup
akan
keb
iasa
an, t
api t
idak
dem
ikia
n ba
gi p
elat
ih D
is-P
TK
. Den
gan
dem
ikia
n, k
egia
tan
itu
juga
mer
upak
an p
enga
lam
an b
elaj
ar b
agin
ya.
Refl
eksi
2. P
elat
ihan
beg
itu
suks
es se
hing
ga m
asya
raka
t ing
in se
gera
mel
akuk
an p
enan
aman
sete
lah
pela
tiha
n. M
erek
a ju
ga te
rtar
ik u
ntuk
m
enan
am je
nis p
ohon
pen
ghas
il ka
yu d
an b
ukan
han
ya p
ohon
bua
h-bu
ahan
. Mer
eka
berp
ikir
bah
wa
mer
eka
akan
mam
pu m
empe
role
h pe
ngha
sila
n ya
ng le
bih
besa
r dar
i pen
jual
an k
ayu.
Nam
un, b
ibit
yan
g di
janj
ikan
Dis
hut t
erny
ata
hany
a be
rupa
poh
on b
uah-
buah
an. M
asya
raka
t kem
udia
n m
emut
uska
n un
tuk
men
gem
bang
kan
suat
u pr
opos
al p
enca
rian
dan
a un
tuk
mem
beli
bibi
t tan
aman
kay
u-ka
yuan
. Pel
atih
an in
i men
doro
ng m
asya
raka
t unt
uk m
embe
ntuk
tiga
ke
lom
pok
kerj
a, m
asin
g-m
asin
g te
rdir
i dar
i pen
dudu
k de
sa y
ang
ting
gal b
erde
kata
n. S
etia
p ke
lom
pok
akan
ber
tang
gung
jaw
ab a
tas s
eper
tiga
w
ilaya
h ya
ng a
kan
dita
nam
i.
Ren
cana 3
. Refl
eks
i di a
tas k
emud
ian
diik
uti d
enga
n re
ncan
a pe
ngem
bang
an p
ropo
sal d
an p
embe
ntuk
an ti
ga k
elom
pok
kerj
a.
Aksi
3. A
ksi b
erik
utny
a te
rmas
uk p
enge
mba
ngan
pro
posa
l unt
uk m
enda
nai p
embe
lian
bibi
t tan
aman
kay
u da
n m
enca
ri d
onor
pot
ensi
al.
Ber
sam
a ti
m k
ami,
wak
il m
asya
raka
t men
data
ngi D
ishu
t. Ti
m k
ami m
ende
ngar
bah
wa
ada
kem
ungk
inan
unt
uk m
enda
patk
an d
ana
dari
an
ggar
an re
bois
asi d
inas
ters
ebut
. Tet
api,
pend
anaa
n it
u ha
nya
akan
ters
edia
pad
a pe
rten
gaha
n ta
hun.
Tid
ak a
da d
onor
lain
yan
g be
rhas
il di
dapa
tkan
.
Lanj
ut d
i hal
aman
ber
ikut
SUATU KERANGKA UNTUK MENERAPKAN ACM • 169
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
Ang
gota
mas
yara
kat d
ari k
edua
des
a m
embe
ntuk
tiga
kel
ompo
k ke
rja.
Sel
ama
aksi
, mas
yara
kat m
enya
mpa
ikan
mer
eka
bers
edia
men
yedi
akan
bi
bit r
otan
unt
uk d
irin
ya se
ndir
i gun
a m
elen
gkap
i bib
it la
inny
a. L
ebih
lanj
ut, s
elam
a ak
si m
erek
a ju
ga m
enda
pat i
nfor
mas
i bah
wa
CIF
OR
ak
an m
endu
kung
bia
ya tr
ansp
orta
si b
ibit
dar
i kan
tor k
abup
aten
ke
loka
si.
Refl
eksi
3. M
asya
raka
t mer
asa
sena
ng b
ahw
a D
ishu
t dap
at m
enda
nai u
paya
yan
g m
erek
a re
ncan
akan
. Mes
kipu
n de
mik
ian,
mer
eka
bela
jar
bahw
a re
ncan
a aw
al m
erek
a pe
rlu
dise
suai
kan.
Men
ging
at d
ana
bera
sal d
ari a
ngga
ran
rebo
isas
i pem
erin
tah,
mas
yara
kat h
arus
mem
enuh
i be
bera
pa p
ersy
arat
an y
ang
dite
ntuk
an o
leh
Dis
hut.
Mas
yara
kat h
arus
mem
pers
iapk
an la
han
untu
k m
emul
ai k
ebun
bib
it d
an m
embe
ntuk
ke
lom
pok
tani
yan
g m
emer
luka
n pe
rset
ujua
n pe
mer
inta
h. P
ersy
arat
an la
inny
a ad
alah
bah
wa
mas
yara
kat h
arus
men
yedi
akan
bah
an
tana
man
nya
send
iri.
Kar
ena
mas
yara
kat s
esun
gguh
nya
tela
h m
eren
cana
kan
hal i
tu, s
atu
perb
edaa
n ya
ng je
las a
dala
h ba
hwa
Dis
hut h
arus
te
rleb
ih d
ahul
u m
enye
tuju
i ren
cana
ters
ebut
seca
ra fo
rmal
. Dis
hut a
kan
mem
beri
kan
bibi
t tan
aman
kay
u, a
naka
n po
hon,
dan
bah
an la
in
sepe
rti p
upuk
.
Ren
cana 4
. Mas
yara
kat m
empe
rsia
pkan
laha
n un
tuk
kebu
n bi
bit d
an m
embe
ntuk
kel
ompo
k-ke
lom
pok
tani
yan
g ke
mud
ian
seca
ra re
smi
dise
tuju
i ole
h pe
mer
inta
h ka
bupa
ten.
Aksi
4. P
ada
akhi
rnya
pen
anam
an d
apat
dim
ulai
. Nam
un, s
emen
tara
itu
mus
im b
erta
ni te
lah
tiba
dan
mas
yara
kat m
engh
adap
i kes
ulit
an
kare
na h
arus
bek
erja
di l
ahan
per
tani
anny
a se
men
tara
juga
har
us m
emul
ai k
ebun
bib
itny
a.
Refl
eksi
4. W
alau
pun
agak
kec
ewa,
mas
yara
kat m
emah
ami m
enga
pa b
ibit
dat
angn
ya te
rlam
bat.
Kar
ena
kete
rbat
asan
wak
tu, t
idak
ban
yak
anak
an y
ang
diha
silk
an se
baga
iman
a di
renc
anak
an. M
asya
raka
t mer
asa
haru
s men
ginf
orm
asik
an k
epad
a D
ishu
t bah
wa
kare
na b
ibit
dat
ang
terl
amba
t, sa
sara
n ti
dak
dapa
t ter
penu
hi se
penu
hnya
.
Kes
elur
uhan
pro
ses k
egia
tan
pem
bela
jara
n in
i dit
unju
kkan
pad
a ga
mba
r di b
awah
.
170 • LAMPIRAN 1
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
Aks
iR
efle
ksi
Ren
cana
Pen
gam
ata
n:
• M
asya
raka
t pe
rcay
a ba
hwa
laha
n be
kas
perla
dang
an
berp
inda
h pe
rlu
dija
dika
n le
bih
prod
uktif
unt
uk
men
ingk
atka
n su
mbe
r pe
ng-
hidu
pan
mer
eka
• G
agas
an in
i per
lu
disa
mpa
ikan
ke-
pa
da p
emer
inta
h ka
bupa
ten
• B
ersa
ma
deng
an
pem
erin
tah,
m
asya
raka
t m
enyi
mpu
lkan
ba
hwa
mer
eka
haru
s m
embu
at
renc
ana
pela
ksan
aan
terle
bih
dahu
lu.
Pem
erin
tah
akan
be
rgab
ung
kem
udia
n
Ren
can
a 1
:
• M
eran
cang
w
ilaya
h re
habi
litas
i (p
ohon
apa
ya
ng d
itana
m
dan
baga
i- m
ana
cara
nya)
• M
enca
ri du
kung
an
untu
k pe
latih
an
kete
ram
pila
n da
n pe
nge-
ta
huan
yan
g di
perlu
kan
untu
k ke
giat
an
reha
bilit
asi
Refl
eksi 1:
• D
is-P
TK
be
rsed
ia
men
yedi
akan
pe
latih
• C
IFO
R ti
dak
dapa
t mem
beri
dana
unt
uk b
ibit
kare
na s
ebag
ai
lem
baga
pe
nelit
ian
mer
eka
tidak
da
pat m
embe
ri ba
ntua
n m
ater
ial
Ren
can
a 2
:
• M
elak
ukan
pe
ndek
atan
ke
pada
pet
ugas
da
n pe
jaba
t di
nas-
dina
s
kabu
pate
n un
tuk
men
jaja
ki
pelu
ang
pend
anaa
n•
Men
yele
ngga
ra-
kan
pela
tihan
Refl
eksi 2:
• S
ehar
usny
a ju
ga m
enan
am
poho
n pe
ngha
sil k
ayu
dan
buka
n ha
nya
poho
n bu
ah-b
uaha
n ka
rena
aka
n le
bih
men
gunt
ungk
an•
Kar
ena
itu p
erlu
m
enca
ri da
na
yang
di
butu
hkan
un
tuk
mem
beli
bibi
t poh
on k
ayu
• T
iga
kelo
mpo
k pe
tani
per
lu
dibe
ntuk
, m
asin
g-m
asin
g de
ngan
ang
gota
ya
ng ti
ngga
l be
rdek
atan
• P
ropo
sal
pend
anaa
n pe
rlu
dike
mba
ngka
n
Ren
can
a 3
:
• M
enge
mba
ng-
kan
prop
osal
pe
mbe
lian
anak
an p
ohon
ka
yu•
Jaja
ki d
onor
po
tens
ial
• B
agi a
nggo
ta
mas
yara
kat
men
jadi
tiga
ke
lom
pok
Refl
eksi 3:
• D
ishu
t ter
nyat
a da
pat m
emba
ntu
peng
adaa
n bi
bit
dari
dana
re
bois
asi
• D
ishu
t han
ya
dapa
t mem
bant
u de
ngan
sya
rat
bahw
a m
asya
raka
t m
empe
rsia
pkan
la
han,
mem
buat
pe
rsem
aian
, be
kerja
dal
am
kelo
mpo
k, d
an
mem
bant
u de
ngan
bah
an
tana
man
Ren
can
a 4
:
• M
empe
rsia
pkan
la
han
untu
k pe
rsem
aian
• M
empe
rsia
pkan
di
ri un
tuk
men
yum
bang
bi
bit r
otan
• M
embe
ntuk
tiga
ke
lom
pok
dan
men
dapa
t pe
nges
ahan
dar
i pe
mer
inta
h
Refl
eksi
4:
• K
aren
a pe
mer
inta
h te
rlam
bat m
engi
rim
bibi
t, pe
kerja
an
pers
emai
an ti
dak
sesu
ai d
enga
n m
usim
tana
m•
Jum
lah
anak
an y
ang
diha
silk
an d
i pe
rsem
aian
lebi
h se
diki
t dar
ipad
a ju
mla
h ya
ng d
apat
di
hasi
lkan
jika
pe
ngiri
man
bib
it te
pat w
aktu
kar
ena
m
asya
raka
t m
enga
lam
i ken
dala
w
aktu
dal
am
men
gerja
kan
pers
emai
an d
an
laha
nnya
sen
diri
pada
wak
tu y
ang
bers
amaa
n•
Aki
bat d
ari
terla
mba
tnya
pe
ngan
tara
n bi
bit
haru
s di
info
rmas
ikan
ke
pada
pem
erin
tah
Aksi 1:
• M
enge
mba
ngka
n ra
ncan
gan
reha
bilit
asi
• P
ende
kata
n pa
da d
inas
-din
as
kabu
pate
n un
tuk
men
cari
pela
tih•
Pen
deka
tan
pada
CIF
OR
unt
uk
men
gusu
lkan
duk
unga
n da
na
untu
k m
embe
li bi
bit
Aksi 2:
• M
enem
ui p
etug
as d
an
peja
bat p
emer
inta
h ka
bupa
ten
guna
men
jaja
ki
kem
ungk
inan
pen
dana
an•
Men
yele
ngga
raka
n pe
latih
an
sesu
ai d
enga
n ya
ng
dire
ncan
akan
Aksi 3:
• M
enul
is p
ropo
sal p
enda
naan
de
ngan
ban
tuan
tim
kam
i•
Men
yam
paik
an p
ropo
sal
kepa
da D
ishu
t•
Men
gelo
mpo
kkan
ang
gota
m
asya
raka
t men
jadi
tiga
ke
lom
pok
peta
niA
ksi 4:
Mem
ulai
keg
iata
n re
habi
litat
ion
SUATU KERANGKA UNTUK MENERAPKAN ACM • 171
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/meto
de a
pa y
an
g d
igu
nakan
4.
Men
yele
ng
gara
kan
keg
iata
n
den
gan
ko
mu
nik
asi
seb
ag
ai
sara
na p
em
be
laja
ran
Dal
am k
egia
tan
yang
And
a se
leng
gara
kan
untu
k pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan,
sang
atla
h pe
ntin
g m
engg
unak
an k
omun
ikas
i se
baga
i sar
ana
pem
bela
jara
n da
n pe
ngem
bang
an p
enge
tahu
an. K
egia
tan
bela
jar s
emac
am in
i mem
ungk
inka
n pe
ngem
bang
an p
emah
aman
ber
sam
a te
ntan
g pe
rsoa
lan
yang
per
lu d
ihad
api
dan
untu
k m
empe
laja
ri c
ara
baru
da
lam
ber
tuka
r pan
dang
an d
an
info
rmas
i. D
enga
n de
mik
ian
pros
es
kom
unik
asi d
apat
men
jadi
sum
ber
pem
aham
an d
an te
mua
n-te
mua
n ba
ru.
Dar
i pen
ilaia
n A
nda
yang
terd
ahul
u, A
nda
tela
h m
empu
nyai
bay
anga
n te
ntan
g ap
a ya
ng m
enja
di
ham
bata
n ko
mun
ikas
i di a
ntar
a pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
(sep
erti
pra
sang
ka n
egat
if, a
gend
a te
rten
tu, a
tau
kura
ngny
a ke
perc
ayaa
n di
ri k
aren
a te
rbat
asny
a pe
ngal
aman
ber
kom
unik
asi d
enga
n pe
man
gku
kepe
ntin
gan
lain
). B
uatl
ah d
afta
r sia
pa
mem
butu
hkan
ban
tuan
apa
unt
uk m
enge
mba
ngka
n ke
mam
puan
kom
unik
asin
ya. G
unak
an d
afta
r itu
se
baga
i das
ar p
enye
leng
gara
an “
kegi
atan
kom
unik
atif”
(l
ihat
hlm
. 89)
.
Unt
uk m
elak
ukan
ini,
cipt
akan
kon
disi
pem
bela
jara
n ya
ng ti
dak
mem
ungk
inka
n be
rkem
bang
nya
“keb
isin
gan”
ata
u pe
nyim
pang
an (
“dis
tors
i”)
dala
m
peny
ampa
ian
dan
pene
rim
aan
pesa
n. D
enga
n ka
ta la
in: “
bers
ihka
n sa
lura
n-sa
lura
n ko
mun
ikas
i”
sehi
ngga
pes
an d
apat
dis
ampa
ikan
dan
dit
erim
a ta
npa
“gan
ggua
n”. B
eber
apa
kiat
tela
h di
beri
kan
pada
Bab
5:
• C
ipta
kan
suas
ana
salin
g pe
rcay
a da
n sa
ling
men
ghor
mat
i•
Pers
iapk
an d
an b
antu
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
yang
lem
ah d
alam
men
gung
kapk
an d
an
men
gkom
unik
asik
an p
anda
ngan
mer
eka
• D
ampi
ngi p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n da
lam
m
enin
gkat
kan
kem
ampu
an u
ntuk
men
deng
arka
n or
ang
lain
dan
men
yim
ak y
ang
dika
taka
n or
ang
lain
.
Con
toh
bebe
rapa
ala
t ban
tu d
alam
m
enge
mba
ngka
n ko
mun
ikas
i ada
lah:
•
Ala
t ban
tu v
isual
• M
ende
ngar
kan
deng
an e
mpa
ti•
Men
ghar
gai m
ende
ngar
kan
dan
berb
icar
a.
172 • LAMPIRAN 1
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
1.
Sia
pa
yan
g p
erl
u d
ifasil
itasi
Men
geta
hui s
iapa
yan
g pe
rlu
difa
silit
asi
mer
upak
an in
ti k
egia
tan
fasi
litas
i. Se
jauh
man
a ki
ta m
emus
atka
n fa
silit
asi k
ita
pada
per
tany
aan
ini
akan
men
entu
kan
seja
uh m
ana
pem
bela
jara
n ak
an te
rjad
i di a
ntar
a pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan.
Mel
alui
keg
iata
n 1,
lang
kah
2B A
nda
seha
rusn
ya
suda
h m
emba
ngun
pen
geta
huan
aw
al te
ntan
g si
apa
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n ut
ama
di
loka
si p
enda
mpi
ngan
And
a. N
amun
, sel
ama
prog
ram
And
a be
rlan
gsun
g, d
asar
pen
geta
huan
it
u pe
rlu
diti
njau
kem
bali
seca
ra b
erka
la. S
ebag
ai
fasi
litat
or A
nda
perl
u se
lalu
mem
perb
arui
pe
nget
ahua
n aw
al in
i dan
men
gam
ati a
paka
h ke
anek
arag
aman
ata
u hu
bung
an d
i ant
ara
para
pe
man
gku
kepe
ntin
gan
yang
And
a fa
silit
asi
men
gala
mi p
erub
ahan
. Kep
enti
ngan
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
bisa
ber
ubah
, ora
ng
bisa
ber
alia
nsi d
enga
n pe
man
gku
kepe
ntin
gan
lain
nya,
ata
u m
embe
ntuk
kel
ompo
k ba
ru.
And
a da
pat m
engg
unak
an a
lat b
antu
yan
g sa
ma
sepe
rti p
ada
Keg
iata
n 1,
Lan
gkah
2B
.
Suat
u al
at b
antu
yan
g sa
ngat
ber
man
faat
yan
g da
pat A
nda
guna
kan
untu
k m
engi
kuti
per
ubah
an
susu
nan
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n ad
alah
do
kum
enta
si pr
oses
, yak
ni c
atat
an b
erka
la te
ntan
g ka
rakt
eris
tik
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n da
n hu
bung
an d
i ant
ara
mer
eka.
Con
toh
form
at
doku
men
tasi
pro
ses d
iber
ikan
pad
a La
mpi
ran
2.
Ala
t ban
tu in
i dap
at d
ikom
bina
sika
n de
ngan
ala
t ba
ntu
anal
isis
pem
angk
u ke
pent
inga
n la
inny
a un
tuk
mem
bant
u m
enat
a in
form
asi y
ang
And
a ku
mpu
lkan
seca
ra si
stem
atis
, sep
erti
ker
angk
a T
H3.
Keg
iata
n 3
: M
em
fasilit
asi P
em
bela
jara
n
Tuj
uan
utam
a ke
giat
an in
i ada
lah
men
doro
ng te
rjadi
nya
bela
jar d
i ant
ara
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n. L
ima
pert
anya
an se
derh
ana
dapa
t di
guna
kan
seba
gai p
eman
du u
ntuk
mem
fasi
litas
i pem
bela
jara
n:•
Sia
pa y
ang
perl
u di
fasi
litas
i?•
Apa
keb
utuh
an b
elaj
ar m
erek
a?•
Bag
aim
ana
mer
eka
seha
rusn
ya d
ifasi
litas
i?•
Kap
an se
haru
snya
mer
eka
difa
silit
asi?
• M
enga
pa p
embe
laja
ran
dapa
t ter
jadi
(at
au a
pa m
otiv
asi p
eman
gku
kepe
ntin
gan
untu
k be
laja
r)?
SUATU KERANGKA UNTUK MENERAPKAN ACM • 173
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
2.
Ap
a k
eb
utu
han
bela
jar
para
pem
an
gku
kep
en
tin
gan
Sete
lah
And
a m
enet
apka
n sia
pa y
ang
perl
u te
rlib
at d
alam
pro
ses b
elaj
ar,
And
a pe
rlu
men
cari
tahu
pem
bela
jara
n se
pert
i apa
kah
yang
dip
erlu
kan
para
pe
man
gku
kepe
ntin
gan
ters
ebut
.
Sela
ma
stud
i ten
tang
kon
teks
dan
kem
ampu
an
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n un
tuk
bela
jar
berk
olab
oras
i dan
bel
ajar
ber
adap
tasi
(ya
kni,
Keg
iata
n 1,
Lan
gkah
2F)
, And
a te
lah
men
ilai
fakt
or-f
akto
r apa
yan
g m
empe
ngar
uhi
kura
ngny
a ke
mam
puan
ber
adap
tasi
dan
bek
erja
sa
ma
di a
ntar
a pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan.
G
olon
gkan
lah
fakt
or-f
akto
r ter
sebu
t men
urut
sa
lah
satu
dar
i em
pat j
enis
keb
utuh
an b
elaj
ar
seba
gai b
erik
ut:
i. Pe
ngem
bang
an p
enge
tahu
an o
leh
kelo
mpo
k pe
man
gku
kepe
ntin
gan
tert
entu
ii. M
emba
ngun
kom
unik
asi d
an h
ubun
gan
deng
an p
eman
gku
kepe
ntin
gan
lain
nya
iii. B
erba
gi p
enge
tahu
an a
ntar
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
iv. P
enge
mba
ngan
kem
ampu
an st
rate
gis a
tau
polit
is p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n
Seba
gai c
onto
h, d
alam
pek
erja
an la
pang
an k
ami,
teri
dent
ifi ka
si d
ua fa
ktor
kun
ci y
ang
men
dasa
ri
kura
ngny
a ke
mam
puan
ber
adap
tasi
dan
bek
erja
sa
ma,
yak
ni, k
etim
pang
an d
alam
dis
trib
usi
info
rmas
i dan
lem
ahny
a ko
mun
ikas
i ant
ara
para
pe
man
gku
kepe
ntin
gan.
Ked
ua h
al te
rseb
ut d
apat
di
golo
ngka
n se
baga
i keb
utuh
an b
elaj
ar k
edua
dan
ke
tiga
.
Unt
uk m
enge
nali
kebu
tuha
n be
laja
r pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
And
a da
pat
men
ggun
akan
ala
t ban
tu y
ang
sam
a se
pert
i pad
a K
egia
tan
1, L
angk
ah 2
B. S
esud
ah it
u, A
nda
dapa
t m
enat
anya
dal
am m
atri
ks y
ang
men
unju
kkan
se
cara
sist
emat
is e
mpa
t jen
is k
ebut
uhan
bel
ajar
te
rseb
ut.
174 • LAMPIRAN 1
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
Sete
lah
mel
akuk
an h
al in
i And
a ak
an
mem
puny
ai g
amba
ran
tent
ang
kebu
tuha
n-ke
butu
han
bela
jar p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n da
n A
nda
dapa
t mul
ai m
eran
cang
keg
iata
n pe
mbe
laja
rann
ya.
Kar
ena
past
i ber
ubah
dan
ber
kem
bang
, ke
butu
han
bela
jar p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n pe
rlu
diti
njau
kem
bali
dari
wak
tu k
e w
aktu
.
3.
Bag
aim
an
a m
em
fasil
itasi
para
pem
an
gku
kep
en
tin
gan
Car
a A
nda
mem
fasi
litas
i pem
bela
jara
n ak
an m
enen
tuka
n ap
akah
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
yang
And
a fa
silit
asi a
kan
men
gado
psi p
erila
ku d
an
cara
ber
piki
r bar
u se
rta
men
jadi
lebi
h te
rbuk
a da
lam
ber
kom
unik
asi d
an
beke
rja
sam
a de
ngan
pih
ak la
in.
Ada
dua
car
a ut
ama
yang
dap
at A
nda
guna
kan
untu
k m
eran
gsan
g pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
agar
bel
ajar
ber
sam
a:i.
Men
doro
ng m
erek
a un
tuk
men
gado
psi
sika
p ra
sa in
gin
tahu
–ya
ng ju
ga d
iseb
ut
pem
bela
jara
n “i
nves
tiga
tif”
.ii.
Mem
inta
mer
eka
untu
k se
cara
kon
sist
en
mer
efl e
ksik
an a
sum
si-a
sum
si d
an a
kiba
t dar
i ke
putu
san
dan
tind
akan
mer
eka
–yan
g ju
ga
dike
nal d
enga
n pe
mbe
laja
ran
“refl
ekt
if”.
Dal
am m
engu
saha
kan
pem
bela
jara
n ya
ng e
fekt
if,
And
a ha
rus m
emfa
silit
asi p
rose
s pem
bela
jara
n se
dem
ikia
n ru
pa se
hing
ga k
edua
jeni
s pe
mbe
laja
ran
terj
adi b
erur
utan
seca
ra b
erul
ang-
ulan
g.
Dal
am m
endo
rong
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
agar
bel
ajar
ber
sam
a –s
ecar
a in
vest
igat
if da
n re
fl ekt
if– A
nda
dapa
t men
ggun
akan
tiga
jeni
s al
at b
antu
:•
Ala
t ban
tu y
ang
mem
bant
u da
lam
m
enge
mba
ngka
n pe
ngal
aman
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan.
Seb
agai
con
toh,
pem
etaa
n pa
rtis
ipat
if at
au k
unju
ngan
ke
pusa
t pe
mas
aran
.•
Ala
t ban
tu y
ang
mem
bant
u pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
bela
jar d
ari p
enga
lam
an o
rang
la
in, m
isal
nya
kunj
unga
n sil
ang
atau
disk
usi
kelo
mpo
k te
rfok
us, m
isal
nya
tent
ang
pene
rapa
n ke
bija
kan
dese
ntra
lisas
i di k
abup
aten
lain
da
n ba
gaim
ana
pend
uduk
di s
ana
men
gala
mi
kebi
jaka
n te
rseb
ut.
SUATU KERANGKA UNTUK MENERAPKAN ACM • 175
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
• A
lat b
antu
yan
g da
pat d
igun
akan
ole
h pa
ra
pem
angk
u ke
pent
inga
n un
tuk
mem
buat
“m
odel
”. M
odel
ada
lah
gam
bara
n ab
stra
k da
ri su
atu
kead
aan
nyat
a da
n te
rkad
ang
bahk
an b
erup
a pe
nyed
erha
naan
dar
i rea
litas
te
rseb
ut. C
onto
h al
at b
antu
unt
uk m
embu
at
mod
el a
dala
h pe
rmai
nan
pera
n at
au si
mul
asi
kom
pute
r.
Pert
anya
an te
ntan
g ba
gaim
ana
mem
fasi
litas
i be
rhub
unga
n er
at d
enga
n pe
rtan
yaan
tent
ang
siapa
yan
g di
fasi
litas
i. D
alam
pra
ktek
nya
ini
bera
rti b
ahw
a al
at b
antu
yan
g A
nda
pilih
per
lu
mem
perh
itun
gkan
keb
utuh
an b
elaj
ar d
an
pref
eren
si c
ara
bela
jar d
ari s
etia
p pe
man
gku
kepe
ntin
gan.
4.
Kap
an
mem
fasil
itasi
para
pem
an
gku
kep
en
tin
gan
Dal
am p
rakt
ekny
a pe
rtan
yaan
in
i ber
arti
bah
wa
And
a ha
rus
men
gem
bang
kan
kepe
kaan
unt
uk
mem
ilih
saat
yan
g te
pat u
ntuk
m
emfa
silit
asi p
eman
gku-
pem
angk
u ke
pent
inga
n ya
ng b
erbe
da.
Pert
anya
an k
apan
mel
akuk
an h
al-h
al te
rten
tu
dala
m fa
silit
asi A
nda
berh
ubun
gan
erat
den
gan
keti
ga p
erta
nyaa
n se
belu
mny
a. B
erta
nyal
ah p
ada
diri
And
a se
ndir
i “ka
pan
wak
tu y
ang
terb
aik
untu
k m
emfa
silit
asi s
iapa
, ten
tang
apa
, dan
ba
gaim
ana
And
a ak
an m
elak
ukan
nya?
”
Unt
uk p
erta
nyaa
n ka
pan,
And
a ha
rus
men
ggun
akan
ala
t ban
tu y
ang
men
olon
g A
nda
men
gem
bang
kan
kepe
kaan
dal
am m
enen
tuka
n sa
at y
ang
tepa
t unt
uk m
endo
rong
pem
bela
jara
n an
tara
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan.
Dal
am
peng
alam
an k
ami,
alat
ban
tu y
ang
berm
anfa
at
adal
ah d
okum
enta
si pr
oses
yan
g da
pat m
enan
gkap
pe
ruba
han
dari
wak
tu k
e w
aktu
sehu
bung
an
deng
an si
apa
dan
baga
iman
anya
pem
bela
jara
n.
176 • LAMPIRAN 1
Lan
gkah
Ba
ga
ima
na
me
lak
uk
an
ny
aA
lat
ba
ntu
/me
tod
e a
pa y
an
g d
igu
nakan
5.
Men
gap
a p
em
bela
jara
n
mu
ng
kin
terj
ad
i (a
tau
apa
mot
ivas
i pem
angk
u ke
pent
inga
n un
tuk
bela
jar)
Seba
gai f
asili
tato
r AC
M A
nda
perl
u m
enya
dari
apa
yan
g m
emot
ivas
i pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
untu
k be
laja
r, be
rada
ptas
i, da
n be
kerj
a sa
ma.
Sa
ngat
lah
pent
ing
bagi
And
a un
tuk
men
geta
hui p
eran
fasi
litas
i apa
yan
g di
hara
pkan
dar
i And
a.
Sela
ma
pela
ksan
aan
prog
ram
, And
a ha
rus
men
ilai a
pa y
ang
men
jadi
mot
ivas
i par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
untu
k be
laja
r. Se
cara
um
um a
da ti
ga je
nis f
akto
r mot
ivas
i:•
Mot
ivas
i eks
tern
al (
sepe
rti h
asra
t war
ga d
esa
untu
k m
engh
enti
kan
pene
bang
an k
ayu
yang
di
laku
kan
piha
k la
in);
• M
otiv
asi i
nter
nal (
sepe
rti h
asra
t unt
uk
men
geta
hui a
pa y
ang
mun
gkin
terj
adi d
i mas
a ya
ng a
kan
data
ng);
• Pr
oses
inte
rakt
if an
tara
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
yang
terj
adi s
elam
a pe
mbe
laja
ran.
Con
toh
fakt
or-f
akto
r mot
ivas
i jug
a di
beri
kan
pada
Kot
ak 2
8 pa
da h
lm. 1
01.
And
a ha
rus m
emfa
silit
asi m
asin
g-m
asin
g si
tuas
i it
u de
ngan
car
a ya
ng b
erbe
da. J
adi,
dala
m se
tiap
si
tuas
i per
an y
ang
diha
rapk
an d
ari A
nda
akan
be
rbed
a pu
la.
Ala
t ban
tu y
ang
And
a bu
tuhk
an te
rgan
tung
pad
a si
tuas
i yan
g pe
rlu
And
a fa
silit
asi:
• K
etik
a pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
term
otiv
asi s
ecar
a ek
ster
nal,
And
a m
embu
tuhk
an a
lat b
antu
yan
g m
enol
ong
And
a m
endo
rong
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
untu
k m
engu
paya
kan
peru
baha
n ny
ata.
C
onto
h al
at b
antu
, ske
nario
jalu
r ata
u be
laja
r be
rsam
a (c
o-le
arn)
.•
Ket
ika
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n te
rmot
ivas
i sec
ara
inte
rnal
And
a da
pat
men
ggun
akan
ala
t yan
g m
emba
ntu
And
a m
enge
mba
ngka
n ke
mam
puan
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
untu
k be
refl e
ksi d
an
men
gant
isip
asi m
asa
depa
n, se
pert
i ske
nario
vi
si.•
Ket
ika
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n be
rint
erak
si so
sial
, And
a ak
an m
embu
tuhk
an
alat
ban
tu y
ang
men
doro
ng k
omun
ikas
i ant
ara
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n. M
isal
nya,
ala
t ba
ntu
visu
al a
tau
alat
-ala
t PC
SPP
(pen
gkaj
ian
cepa
t sis
tem
pen
geta
huan
per
tani
an; r
apid
ap
prai
sal o
f agr
icul
tura
l kno
wle
dge
syst
ems
(RA
AK
S)).
177
LAMPIRAN 2
PERANGKAT ALAT BANTU ACM: SEBUAH CONTOH
Lampiran 2 ini memaparkan suatu contoh perangkat alat bantu (tool kit) yang dapat digunakan dalam menerapkan ACM. Di dalam lampiran ini diuraikan berbagai alat bantu dan metode, masing-masing disertai penjelasan atau contoh tentang bagaimana menggunakannya. Di samping itu, diberikan juga sumber-sumber acuan sebagai bacaan lanjutan bilamana Anda ingin lebih memperdalam penggunaan alat-alat bantu atau metode-metode tertentu. Anda dapat memakai perangkat ini sebagai contoh untuk mengembangkan perangkat alat bantu Anda sendiri yang dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan fasilitasi Anda di tempat Anda menjalankan program Anda. Dari kumpulan alat bantu dan metode yang Anda temukan dalam perangkat alat bantu ini, akan terlihat bahwa suatu perangkat alat bantu dapat berupa sebuah kumpulan alat bantu yang sangat beragam.
178 • LAMPIRAN 2
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Ala
t bantu
vis
ual/dia
gram
Ala
t vis
ual s
eper
ti p
eta,
gam
bar,
foto
, dan
dia
gram
bes
ar m
anfa
atny
a da
lam
mem
bant
u pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
untu
k m
enaf
sirk
an
apa
yang
mer
eka
lihat
, den
gar,
atau
ra
saka
n. A
lat-
alat
ini j
uga
sang
at
men
olon
g da
lam
men
gana
lisis
hu
bung
an y
ang
rum
it d
an
men
gung
kapk
an p
okok
-pok
ok
pers
oala
n ya
ng m
uncu
l, ka
rena
ora
ng
pada
um
umny
a le
bih
bisa
mem
aham
i in
form
asi b
erga
mba
r dar
ipad
a in
form
asi t
ertu
lis.
Sum
ber
1: A
Tra
iner
’s G
uide
for
Part
icip
ator
y Le
arni
ng a
nd A
ctio
n. P
rett
y,
J.N.,
I. G
uijt
, I. S
coon
es &
J. T
hom
pson
. 19
95. P
arti
cipa
tory
Met
hodo
logy
Ser
ies.
IIED
, Lon
don,
Ingg
ris.
Sum
ber
2: B
erbu
at B
ersa
ma.
Ber
pera
n Se
tara
. Acu
an P
ener
apan
Par
ticip
ator
y R
ural
App
raisa
l. R
. Djo
hani
(pe
nyun
ting
).
1996
. Stu
dio
Dri
ya M
edia
Ban
dung
unt
uk
Kon
sors
ium
Pen
gem
bang
an D
atar
an T
ingg
i N
usa
Teng
gara
, Ban
dung
, Ind
ones
ia.
PERANGKAT ALAT BANTU ACM : SEBUAH CONTOH • 179
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Kam
i ing
in le
bih
baha
gia.
Ada
ban
yak
keku
rang
an. T
idak
ada
cuk
up u
ang
untu
k m
embe
li m
inya
k go
reng
dan
kep
erlu
an la
in. T
idak
ada
uan
g un
tuk
bela
nja
atau
mem
beli
paka
ian.
Kam
i ing
in m
emba
ntu
oran
g-tu
a ka
mi d
i keb
un p
ekar
anga
n at
au d
i keb
un
kare
t seh
ingg
a ka
mi,
anak
per
empu
an, d
apat
mem
bant
u da
lam
men
yada
p ka
ret.
Para
ana
k m
uda
yang
ban
yak
kegi
atan
mas
yara
kat k
eban
yaka
n la
ki-l
aki
dan
tida
k ba
nyak
per
empu
an. O
rgan
isas
i pem
uda
mem
prak
arsa
i kop
eras
i, te
tapi
per
empu
an ti
dak
terl
ibat
.
Kam
i har
ap m
enda
pat p
elua
ng u
ntuk
mem
pero
leh
peng
etah
uan
yang
lebi
h ba
ik (
mel
alui
hub
unga
n de
ngan
ora
ng la
in, k
eter
sedi
aan
baha
n ba
caan
da
n se
baga
inya
).
Keb
anya
kan
pim
pina
n/to
koh
mas
yara
kat a
dala
h la
ki-l
aki,
pada
hal
pere
mpu
an ju
ga m
ampu
. Kam
i men
ghar
apka
n ka
um la
ki-l
aki d
apat
m
enga
kui h
al it
u.
Kam
i tid
ak m
empu
nyai
kei
ngin
an a
pa-a
pa d
i san
a, y
ang
kam
i ing
inka
n ad
alah
per
baik
an k
eada
an d
esa
kam
i.
Lam
ban
g-l
am
ban
g v
isu
al
sep
ert
i p
ad
a fl
ip
ch
art
in
i te
lah
ka
mi g
un
ak
an
pa
da
ke
gia
tan
bela
jar
rem
aja
pere
mp
uan
di
Baru
Pa
lep
at
gu
na
me
ran
gs
an
g p
em
ikir
an
te
nta
ng
ma
sa
dep
an
Di ru
mah
Di lu
ar
rum
ah
Di d
ala
m d
esa
Di lu
ar
desa
pem
ukim
anas
lipe
muk
iman
tran
smig
rasi
Bar
u P
elep
atJa
kart
alu
ar n
eger
i
orga
nisa
sipe
mud
ake
lom
pok
pere
mpu
an
toko
hm
asya
raka
t
rum
ahor
ang
asli
rum
ahpe
ndat
ang
180 • LAMPIRAN 2
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Ala
t per
enca
naan b
ersa
ma
Ada
ber
baga
i ala
t yan
g da
pat
And
a gu
naka
n da
lam
mem
fasi
litas
i pe
mbu
atan
renc
ana
bers
ama,
m
isal
nya,
per
enca
naan
des
a at
au
pere
ncan
aan
berb
asis
pen
elit
ian
aksi
par
tisi
pati
f. N
amun
, kar
ena
And
a be
kerj
a de
ngan
ber
baga
i pe
man
gku
kepe
ntin
gan,
ala
t ap
apun
yan
g A
nda
guna
kan,
ala
t it
u ha
rus d
apat
men
gung
kapk
an
pand
anga
n pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
itu.
Per
an k
unci
And
a ad
alah
mem
bant
u pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
dala
m m
enca
pai
kepu
tusa
n-ke
putu
san
sepa
njan
g pr
oses
per
enca
naan
(lih
at
peng
ambi
lan
kepu
tusa
n be
rsam
a).
Pros
es p
eren
cana
an p
ada
dasa
rnya
m
elip
uti:
• M
enin
jau
kem
bali
poko
k-po
kok
perm
asal
ahan
yan
g ad
a•
Men
inja
u ke
mba
li vi
si/
pand
anga
n ya
ng b
erhu
bung
an
deng
an p
erm
asal
ahan
nya
• M
emik
irka
n st
rate
gi a
lter
nati
f (m
isal
nya
deng
an m
engg
unak
an
met
ode
sken
ario
seba
gai a
lat
bant
u)•
Mer
umus
kan
renc
ana
pene
rapa
n•
Mem
buat
renc
ana
pem
anta
uan
Perh
atik
an b
ahw
a pr
oses
ini
mun
gkin
saja
tida
k se
luru
s (s
elin
ear)
yan
g te
rkes
anka
n da
ri d
afta
r lan
gkah
-lan
gkah
ini.
Yang
pen
ting
ada
lah
bahw
a pa
ra
pem
angk
u ke
pent
inga
n un
tuk
men
capa
i kep
utus
an b
ersa
ma,
sa
ling
berk
omun
ikas
i sep
anja
ng
pros
es. T
ekan
kanl
ah b
ahw
a re
ncan
a ya
ng d
ikem
bang
kan
bers
ifat fl
eks
ibel
(le
ntur
) da
n ba
hwa
mel
alui
pro
ses p
enel
itia
n ak
si p
arti
sipa
tif r
enca
na it
u ak
an
sena
ntia
sa d
itin
jau
ulan
g da
n di
sesu
aika
n de
ngan
keb
utuh
an-
kebu
tuha
n ya
ng m
uncu
l.
Liha
t sum
ber
2.
Buk
u-bu
ku p
etun
juk
atau
acu
an
lain
nya
tent
ang
peng
guna
an a
lat-
alat
ban
tu P
RA
.
PERANGKAT ALAT BANTU ACM : SEBUAH CONTOH • 181
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Alu
r se
jara
h
dik
ombin
asi
kan d
enga
n
met
ode
dis
trib
usi
ker
ikil
Ala
t ini
dap
at m
emba
ntu
dala
m
men
gide
ntifi
kasi
kej
adia
n-ke
jadi
an
pent
ing
di w
ilaya
h pr
oyek
ata
u pe
nyeb
ab p
erub
ahan
sum
ber d
aya.
Und
angl
ah se
bany
ak m
ungk
in o
rang
yan
g tu
a at
au y
ang
tela
h ti
ngga
l lam
a di
wila
yah
ters
ebut
. Mul
aila
h de
ngan
men
anya
kan
kepa
da m
erek
a ke
jadi
an-k
ejad
ian
pent
ing,
sepe
rti “
pera
ng”,
“Pr
okla
mas
i K
emer
deka
an”,
ata
u su
atu
benc
ana
alam
. La
njut
kan
deng
an m
emin
ta m
erek
a m
engi
ngat
kem
bali
keja
dian
-kej
adia
n la
in. J
anga
n lu
pa u
ntuk
men
caku
pkan
ju
ga p
eris
tiw
a-pe
rist
iwa
di ti
ngka
t nas
iona
l at
au in
tern
asio
nal y
ang
mun
gkin
juga
m
empe
ngar
uhi k
ehid
upan
mas
yara
kat
loka
l, se
pert
i Per
ang
Dun
ia K
edua
.
Unt
uk m
engu
mpu
lkan
info
rmas
i te
ntan
g pe
ruba
han
sum
ber d
aya,
met
ode
dist
ribus
i ker
ikil,
sang
at b
ergu
na d
i tin
gkat
m
asya
raka
t des
a at
au k
elom
pok-
kelo
mpo
k lo
kal l
ainn
ya. U
ntuk
mel
akuk
an h
al in
i, ga
mba
rkan
tabe
l pad
a ke
rtas
bes
ar a
tau
di ta
nah.
Tul
iska
n na
ma
sum
ber d
aya
huta
n ya
ng p
enti
ng d
i ata
s tab
el (
laju
r ho
riso
ntal
) da
n gu
naka
n la
jur v
erti
kal
untu
k m
enan
daka
n w
aktu
den
gan
mem
bagi
nya
dala
m b
eber
apa
peri
ode,
m
isal
nya
10 ta
huna
n. M
inta
lah
para
pe
sert
a un
tuk
mem
bagi
100
ker
ikil
dala
m
tabe
l den
gan
peng
erti
an b
ahw
a ju
mla
h ke
riki
l mew
akili
ket
erse
diaa
n su
mbe
r day
a.
Liha
t sum
ber
2.
Buk
u-bu
ku p
etun
juk
atau
acu
an
lain
nya
tent
ang
peng
guna
an
alat
-ala
t ban
tu P
RA
.
Sum
ber
3: P
andu
an P
enda
mpi
ng.
Peni
laia
n D
asar
Kes
ejah
tera
an
Man
usia
. Col
fer,
C.J.
P. d
kk.
1999
. Per
angk
at K
rite
ria
&
Indi
kato
r No.
6. C
IFO
R, B
ogor
, In
done
sia.
Juga
ters
edia
dal
am
baha
sa C
ina,
Ingg
ris,
Span
yol,
Pera
ncis
, dan
Por
tugi
s. D
apat
ju
ga d
iam
bil d
ari:
ww
w.ci
for.
cgia
r.org
/acm
/pub
/too
lbox
.htm
l
182 • LAMPIRAN 2
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Bel
aja
r ber
sam
a (
Co-
learn
)B
elaj
ar b
ersa
ma
(co-
lear
n) a
dala
h pa
ket p
eran
gkat
luna
k ko
mpu
ter
yang
mem
bant
u pe
nggu
nany
a da
lam
ber
navi
gasi
ber
baga
i ala
t dan
pr
oses
pem
bela
jara
n.
And
a da
pat m
engg
unak
an a
lat
ini s
ebag
ai “
alat
nav
igas
i” u
ntuk
m
emba
ntu
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n da
lam
per
enca
naan
da
n ke
giat
an b
elaj
ar la
inny
a.
Pera
ngka
t ini
sang
at m
emba
ntu
dala
m p
embe
laja
ran
bers
ama
berk
enaa
n de
ngan
pen
gelo
laan
su
mbe
r day
a al
am k
aren
a m
enja
dika
n pr
oses
pem
bela
jara
n se
baga
i ses
uatu
yan
g m
enye
nang
kan.
Sum
ber
4: w
ww.
cifo
r.cgi
ar.o
rg/A
CM
Cu
rah p
endapat
dik
ombin
asi
kan d
enga
n
pem
erin
gkata
n p
refe
rensi
Cur
ah p
enda
pat a
dala
h ke
giat
an
men
gung
kapk
an p
anda
ngan
at
au g
agas
an se
cara
beb
as ta
npa
pem
bata
san,
eva
luas
i, at
au se
nsor
.
Ket
ika
mem
fasi
litas
i aca
ra c
urah
pe
ndap
at a
nda
perl
u m
endo
rong
pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
untu
k m
enge
mba
ngka
n ga
gasa
n kr
eati
f yan
g ba
ru, b
ahka
n ga
gasa
n ya
ng “
aneh
” at
au “
kony
ol”
seka
lipun
.
Sum
ber
5: T
he A
rt o
f Bui
ldin
g Fa
cilit
atio
n C
apac
ities
. A T
rain
ing
Man
ual.
Bra
akm
an L
. & K
. Edw
ards
. 20
02. R
ECO
FTC
, Ban
gkok
, T
haila
nd.
Liha
t sum
ber
1.
PERANGKAT ALAT BANTU ACM : SEBUAH CONTOH • 183
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Sete
lah
dida
ftar
kan,
seti
ap g
agas
an
diba
ndin
gkan
den
gan
gaga
san
lain
nya
dan
dipe
ring
katk
an
dari
yan
g pa
ling
baik
sam
pai
yang
pal
ing
buru
k. U
ntuk
pe
mer
ingk
atan
pre
fere
nsi,
And
a da
pat m
engg
unak
an te
knik
Del
phi.
Cu
rah
pen
dap
at
(bra
insto
rmin
g)*
Cur
ah p
enda
pat c
ukup
dik
enal
di k
alan
gan
prak
tisi
, tet
api t
ekni
k in
i ser
ing
digu
naka
n un
tuk
tuju
an y
ang
terl
alu
terb
atas
. Dal
am k
onte
ks
peng
elol
aan
huta
n, c
urah
pen
dapa
t dap
at d
igun
akan
unt
uk b
erba
gai t
ujua
n, m
isal
nya:
men
cari
pen
yeba
b m
asal
ah-m
asal
ah k
ehut
anan
; men
cari
pe
luan
g un
tuk
mem
perb
aiki
kon
disi
men
urun
nya
kete
rsed
iaan
sum
ber d
aya
alam
; men
geks
plor
asi p
iliha
n-pi
lihan
pem
asar
an u
ntuk
has
il hu
tan
nonk
ayu;
ata
u un
tuk
mem
aham
i ala
san
men
gapa
pih
ak te
rten
tu m
enen
tang
upa
ya p
emec
ahan
mas
alah
seca
ra k
olab
orat
if.
Prin
sip
dasa
r dal
am c
urah
pen
dapa
t ada
lah
apap
un b
oleh
, yak
ni m
engu
ngka
pkan
pan
dang
an y
ang
beba
s tan
pa e
valu
asi,
kore
ksi,
atau
sens
or.
Cur
ah p
enda
pat h
arus
dis
erta
i den
gan
tekn
ik-t
ekni
k un
tuk
men
yim
pulk
an h
asil
cura
h pe
ndap
at it
u se
cara
efe
ktif,
sepe
rti m
isal
nya
pene
ntua
n pr
iori
tas a
tau
peng
elom
poka
n al
tern
atif-
alte
rnat
if ke
putu
san
seca
ra e
fekt
if.
Dal
am c
urah
pen
dapa
t per
an fa
silit
ator
AC
M a
dala
h m
enga
rahk
an p
rose
s kel
ompo
k da
lam
men
geks
plor
asi d
an m
emad
ukan
alt
erna
tif-
alte
rnat
if ke
putu
san
untu
k m
enca
pai s
uatu
kep
utus
an y
ang
baik
unt
uk se
tiap
piha
k.
*)
Dia
mbi
l dar
i sum
ber
5.
184 • LAMPIRAN 2
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Dia
gram
laba-l
aba
Ala
t ini
mem
bant
u un
tuk
berp
ikir
se
cara
hol
isti
k (m
enye
luru
h)
tent
ang
poko
k-po
kok
perm
asal
ahan
ya
ng sa
ling
berk
aita
n.
• M
ulai
lah
deng
an su
atu
poko
k pe
rsoa
lan
dan
doro
ngla
h pe
sert
a un
tuk
men
disk
usik
an h
al in
i m
elal
ui c
urah
pen
dapa
t. D
alam
m
elak
ukan
ini,
min
tala
h m
erek
a un
tuk
men
gait
kan
berb
agai
pe
rsoa
lan,
tem
a, p
erta
nyaa
n de
ngan
pok
ok p
erm
asal
ahan
pe
rtam
a ta
di.
• Tu
liska
n po
kok-
poko
k pe
rsoa
lann
ya p
ada
fl ipc
hart
, hu
bung
kan
poko
k-po
kok
pers
oala
n ya
ng sa
ling
berk
aita
n de
ngan
m
engg
amba
r gar
is d
i ant
aran
ya.
• La
njut
kan
deng
an id
enti
fi kas
i po
kok-
poko
k pe
rsoa
lan
yang
salin
g be
rhub
unga
n sa
mpa
i sem
ua k
aita
n ya
ng m
ungk
in te
lah
terb
ahas
.
Liha
t sum
ber
1.
Sum
ber
6: P
artic
ipat
ory
Syst
ems
Ana
lysis
: An
Intr
oduc
tory
Gui
de.
Lyna
m, T
.J.P.
200
1. In
stit
ute
of E
nvir
onm
enta
l Sci
ence
s –
Uni
vers
ity
of Z
imba
bwe,
Har
are,
Zi
mba
bwe
dan
CIF
OR
, Bog
or,
Indo
nesi
a.
Dia
gram
Ven
nA
lat i
ni m
engu
ngka
pkan
ke
terk
aita
n da
n hu
bung
an d
i an
tara
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
(apa
kah
indi
vidu
, kel
ompo
k,
orga
nisa
si, a
tau
lem
baga
). D
i sa
mpi
ng it
u, a
lat i
ni ju
ga b
isa
men
gide
ntifi
kasi
per
beda
an
keku
asaa
n di
ant
ara
mer
eka.
Min
tala
h pe
sert
a (y
ang
mew
akili
se
luru
h pe
man
gku
kepe
ntin
gan)
un
tuk
mem
buat
daf
tar s
emua
ke
lom
pok
sosi
al, i
nsta
nsi,
dan
orga
nisa
si y
ang
mer
eka
keta
hui d
i w
ilaya
h m
erek
a. S
etel
ah se
mua
te
rdaf
tar,
min
tala
h pe
sert
a un
tuk
men
ggun
ting
ling
kara
n ke
rtas
, sat
u lin
gkar
an m
ewak
ili se
tiap
kel
ompo
k,
lem
baga
, ata
u or
gani
sasi
.
Liha
t sum
ber
1.
Liha
t sum
ber
2.
Buk
u-bu
ku p
etun
juk
atau
acu
an
lain
nya
tent
ang
peng
guna
an a
lat-
alat
ban
tu P
RA
.
PERANGKAT ALAT BANTU ACM : SEBUAH CONTOH • 185
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Uku
ran
lingk
aran
men
unju
kkan
se
bera
pa p
enti
ngny
a ke
lom
pok,
in
stan
si, a
tau
orga
nisa
si y
ang
bers
angk
utan
di d
alam
mas
yara
kat
atau
dae
rah
itu.
Min
tala
h pe
sert
a un
tuk
men
yusu
n lin
gkar
an-l
ingk
aran
it
u un
tuk
men
gind
ikas
ikan
kai
tan
anta
ra k
elom
pok,
org
anis
asi,
dan
lem
baga
seba
gai b
erik
ut:
• Ji
ka ti
dak
ada
kont
ak =
ling
kara
n te
rpis
ah•
Ada
sedi
kit k
onta
k/ke
rja
sam
a =
sedi
kit t
umpa
ng ti
ndih
• A
da k
onta
k/ke
rja
sam
a ya
ng
cuku
p be
rart
i = tu
mpa
ng ti
ndih
le
bih
besa
r•
Ada
per
tuka
ran
info
rmas
i di
ant
ara
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n =
lingk
aran
salin
g m
enye
ntuh
Dis
kusi
kel
ompok
ter
fokus
(foc
us
grou
p d
iscu
ssio
n
(FG
D))
And
a da
pat m
engg
unak
an m
etod
e in
i unt
uk m
emfa
silit
asi k
elom
pok
pem
angk
u ke
pent
inga
n da
lam
m
endi
skus
ikan
satu
ata
u le
bih
topi
k de
ngan
ara
h/fo
kus y
ang
jela
s.
Und
ang
sem
ua k
elom
pok
pem
angk
u ke
pent
inga
n un
tuk
berk
umpu
l. Po
kok
disk
usi t
erga
ntun
g pa
da
tuju
an k
egia
tan
And
a, m
isal
nya
men
gum
pulk
an in
form
asi t
enta
ng
seja
rah
peng
elol
aan
huta
n at
au
pert
emua
n pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
untu
k m
erefl
eks
ikan
ke
giat
an te
rdah
ulu.
Din
as
kehu
tana
nka
bupa
ten
Seb
uah
dia
gra
m V
en
n
Per
usah
aan
kayu
(H
PH
)
Mas
yara
kat
LSM
ling
kung
an
186 • LAMPIRAN 2
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Pers
iapk
anla
h te
rleb
ih d
ahul
u su
atu
daft
ar y
ang
akan
mem
bant
u A
nda
untu
k te
tap
terf
okus
pad
a po
kok
disk
usin
ya. U
ntuk
mem
asti
kan
agar
se
tiap
ora
ng m
enda
pat k
esem
pata
n be
rbic
ara,
pes
erta
dis
kusi
seba
ikny
a ti
dak
lebi
h da
ri 8
-10.
Unt
uk
kelo
mpo
k ya
ng a
nggo
tany
a be
raga
m p
asti
kanl
ah b
ahw
a se
mua
pe
man
gku
kepe
ntin
gan
terw
akili
.
And
a da
pat j
uga
men
gkom
bi-
nasi
kan
disk
usi k
elom
pok
terf
okus
de
ngan
ala
t ban
tu la
inny
a,
mis
alny
a pe
met
aan
part
isip
atif;
A
nda
dapa
t mem
fasi
litas
i par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
dala
m
kegi
atan
pem
etaa
n ya
ng d
iikut
i de
ngan
dis
kusi
kel
ompo
k.
Suat
u di
skus
i kel
ompo
k te
rfok
us
akan
lebi
h ef
ekti
f jik
a 2
oran
g m
emfa
silit
asi p
rose
s: sa
tu o
rang
m
emfa
silit
asi d
isku
si, s
emen
tara
ya
ng la
in m
enca
tat p
rose
s dan
ke
luar
an.
PERANGKAT ALAT BANTU ACM : SEBUAH CONTOH • 187
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Dok
um
enta
si p
rose
sPr
oses
pen
cata
tan
dapa
t mem
bant
u A
nda
dala
m m
endo
kum
enta
sika
n pe
ngam
atan
seca
ra b
erla
njut
, an
alis
is A
nda,
dan
refl e
ksi y
ang
And
a la
kuka
n te
ntan
g pe
ran
And
a se
baga
i fas
ilita
tor.
Hal
ini
juga
dap
at m
embe
ri p
emah
aman
te
ntan
g ko
ntek
s sep
anja
ng p
rose
s ke
giat
an fa
silit
asi A
nda.
Hal
ini
pent
ing
untu
k m
enda
patk
an h
asil
mak
sim
al d
ari p
enga
mat
an d
an
peng
alam
an A
nda.
Suat
u co
ntoh
form
at d
okum
enta
si
pros
es d
iber
ikan
di b
awah
ini,
teta
pi ju
rnal
har
ian
adal
ah b
entu
k ya
ng le
bih
umum
.
Do
ku
men
tasi P
roses F
asilit
ato
r
Fas
ilita
tor:
Pok
ok p
embe
laja
ran:
Per
iode
dok
umen
tasi
:
Tan
ggal
Keg
iata
n/pr
oses
Tuj
uan
kegi
atan
/pro
ses
Par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
Kel
uara
n/pe
ngar
uhR
efle
ksi
fasi
litat
or
188 • LAMPIRAN 2
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Fakta
, op
ini,
ata
u d
esas
des
us
And
a da
pat m
engg
unak
an a
lat i
ni
untu
k m
endo
rong
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
untu
k m
embe
daka
n fa
kta,
opi
ni, d
an d
esas
des
us a
gar
dapa
t men
gkaj
i kem
bali
asum
si-
asum
si m
erek
a.
Dia
dapt
asi d
ari s
umbe
r no.
1:
Dal
am a
cara
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan,
min
tala
h m
erek
a un
tuk
men
yam
paik
an p
enga
mat
an
mas
ing-
mas
ing
tent
ang
suat
u pe
rist
iwa
yang
bar
u te
rjad
i. Tu
liska
n at
au v
isua
lisas
ikan
pen
yam
paia
n te
rseb
ut p
ada
fl ipc
hart
dan
min
tala
h pe
sert
a un
tuk
men
yepa
kati
ap
akah
has
il pe
ngam
atan
itu
mer
upak
an fa
kta,
opi
ni, a
tau
desa
s de
sus.
And
a ju
ga b
isa
mem
inta
pe
sert
a un
tuk
men
yam
paik
an
pend
apat
mer
eka
deng
an
mem
inta
mer
eka
men
ulis
kan
atau
men
ggam
bark
anny
a pa
da
kart
u-ka
rtu.
Fas
ilita
sila
h pe
sert
a m
elak
ukan
kaj
i sila
ng (
cros
s-ch
eck)
ap
akah
info
rmas
i tel
ah d
igun
akan
se
cara
ber
beda
(se
baga
i fak
ta, o
pini
, at
au d
esas
des
us)
dan
untu
k m
enca
ri
jaw
aban
men
gapa
bis
a se
pert
i itu
.
Liha
t sum
ber
1.
Kale
nder
musi
mA
nda
dapa
t men
ggun
akan
al
at in
i unt
uk m
endo
rong
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
untu
k m
engi
dent
ifi ka
si p
ola-
pola
dan
ke
cend
erun
gan
peng
elol
aan
huta
n se
panj
ang
tahu
n.
Sebe
lum
keg
iata
n, p
ersi
apka
n fo
rmat
kal
ende
rnya
. And
a da
pat
men
ggam
barn
ya p
ada
kert
as b
esar
at
au d
i ata
s tan
ah.
Liha
t sum
ber
2.
Buk
u-bu
ku p
etun
juk
atau
acu
an
lain
nya
tent
ang
peng
guna
an a
lat-
alat
ban
tu P
RA
.
PERANGKAT ALAT BANTU ACM : SEBUAH CONTOH • 189
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Hal
ini m
emun
gkin
kan
mer
eka
untu
k m
engi
dent
ifi ka
si m
asal
ah
peng
elol
aan
yang
dis
ebab
kan
oleh
ku
rang
nya
kerj
a sa
ma
pada
wak
tu-
wak
tu te
rten
tu.
Pola
mus
iman
dan
kec
ende
rung
an-
nya
dapa
t dig
amba
rkan
men
g-gu
naka
n ka
pur b
erw
arna
ata
u ba
han
sepe
rti b
enih
, bat
ang
padi
, ata
u ke
riki
l. Je
lask
an k
epad
a pe
sert
a,
yang
mew
akili
selu
ruh
pem
angk
u ke
pent
inga
n, k
egun
aan
dan
pros
es d
ari k
egia
tan
ini.
Min
tala
h ke
lom
pok
pese
rta
untu
k m
elen
gkap
i ka
lend
erny
a de
ngan
men
gerj
akan
se
mua
var
iabe
l sat
u pe
r sat
u se
cara
be
ruru
tan,
mis
alny
a m
usim
huj
an,
mus
im b
uah,
ket
erse
diaa
n te
naga
ke
rja,
dan
seba
gain
ya. D
oron
glah
di
skus
i sel
ama
kegi
atan
ber
lang
sung
, se
men
tara
And
a m
emin
ta in
form
asi
lanj
utan
dan
mem
erik
sany
a.
Ker
angk
a t
angg
ung
jaw
ab,
hak,
hasi
l, d
an h
ubunga
n
(TH
3)
Ker
angk
a T
H3
ini m
erup
akan
al
at y
ang
sang
at b
erm
anfa
at
dala
m m
emba
ntu
And
a da
n pa
ra
pem
angk
u ke
pent
inga
n un
tuk
men
gorg
anis
asik
an se
cara
sist
emat
is
info
rmas
i ten
tang
tang
gung
jaw
ab,
hak,
has
il, d
an h
ubun
gan
para
pe
man
gku
kepe
ntin
gan
dala
m sa
tu
kera
ngka
.
Kum
pulk
anla
h in
form
asi t
enta
ng
tang
gung
jaw
ab, h
ak, h
asil,
dan
hu
bung
an d
ari p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n de
ngan
men
ggun
akan
pa
ndua
n ya
ng d
ised
iaka
n pa
da
Lam
pira
n 1
(Keg
iata
n 1,
Lan
gkah
2B
). M
asuk
kan
info
rmas
i yan
g te
lah
diku
mpu
lkan
ke
dala
m ta
bel
seba
gaim
ana
dico
ntoh
kan
tabe
l di
hlm
. 191
. Tab
el in
i men
yajik
an
kasu
s pen
gkaj
ian
kam
i di J
ambi
pa
da a
wal
pen
elit
ian
aksi
.
Sum
ber
7: C
apac
ity to
Man
age
Rol
e C
hang
es in
For
estr
y: In
trod
ucin
g th
e “4
Rs”
Fra
mew
ork.
Dub
ois,
O.
1998
. IIE
D, L
ondo
n, In
ggri
s.
190 • LAMPIRAN 2
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Ker
angk
a in
i dap
at m
engu
ngka
pkan
ke
tim
pang
an y
ang
mun
gkin
ada
di
anta
ra p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n da
lam
hal
per
an d
an ta
nggu
ng ja
wab
m
erek
a da
lam
pen
gelo
laan
hut
an.
And
a da
pat m
engg
unak
an k
eran
gka
ini u
ntuk
men
gorg
anis
asik
an
info
rmas
i yan
g A
nda
kum
pulk
an
send
iri.
Di s
ampi
ng it
u, k
eran
gka
ini b
isa
juga
dig
unak
an u
ntuk
m
endo
rong
dis
kusi
di a
ntar
a pa
ra
pem
angk
u ke
pent
inga
n, m
isal
nya
untu
k m
engi
dent
ifi ka
si m
asal
ah.
Jika
And
a m
engg
unak
an k
eran
gka
TH
3 te
rseb
ut se
baga
i ala
t ban
tu u
ntuk
m
endo
rong
pem
bela
jara
n di
ant
ara
para
pe
man
gku
kepe
ntin
gan,
dis
aran
kan
untu
k m
engu
mpu
lkan
info
rmas
i das
ar te
ntan
g T
H3
itu
lebi
h da
hulu
, seh
ingg
a A
nda
siap
un
tuk
mem
fasi
litas
i pro
ses d
isku
si.
Mat
riks
di b
awah
men
unju
kkan
ke
tim
pang
an p
eran
di a
ntar
a pa
ra
pem
angk
u ke
pent
inga
n. S
ebag
ai c
onto
h,
piha
k ya
ng p
alin
g be
rkep
enti
ngan
de
ngan
hut
an (
mis
alny
a O
rang
Rim
ba
dan
pend
uduk
asl
i) h
anya
mem
iliki
ta
nggu
ng ja
wab
huk
um y
ang
terb
atas
, te
ruta
ma
sehu
bung
an d
enga
n pe
ngel
olaa
n da
n pe
lest
aria
n al
am. D
i pih
ak la
in,
sem
enta
ra p
emer
inta
h m
emili
ki ta
nggu
ng
jaw
ab u
ntuk
men
gelo
la d
an m
eles
tari
kan
huta
n, m
erek
a ti
dak
mem
iliki
sara
na
dan
kem
ampu
an u
ntuk
mel
akuk
an h
al
ini s
ecar
a ef
ekti
f. K
aren
a it
u, se
haru
snya
ta
nggu
ng ja
wab
itu
dial
ihka
n ke
pada
pih
ak
yang
mem
iliki
kep
enti
ngan
terb
esar
te
rhad
ap h
utan
. Nam
un h
al in
i ber
arti
ba
hwa
Ora
ng R
imba
dan
pen
dudu
k as
li pe
rlu
men
dapa
tkan
hak
yan
g le
bih
bany
ak d
an b
ahw
a m
ekan
ism
e un
tuk
hubu
ngan
yan
g ef
ekti
f ant
ara
mer
eka
dan
pem
erin
tah
perl
u di
cipt
akan
.
PERANGKAT ALAT BANTU ACM : SEBUAH CONTOH • 191
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Ker
angk
a T
H3
ters
ebut
men
unju
kkan
ju
ga k
etim
pang
an la
in. P
eran
fasi
litat
or
adal
ah m
emba
ntu
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n un
tuk
mer
undi
ngka
n T
H3
(tan
ggun
g ja
wab
, hak
, has
il, d
an
hubu
ngan
) ya
ng se
imba
ng.
Kera
ng
ka T
H3 u
ntu
k J
am
bi
Pem
an
gku
kep
en
tin
gan
Tan
gg
un
g jaw
ab
Hak
Hasil
Hu
bu
ng
an
Ora
ng R
imba
(k
elom
pok
yang
be
rsif
at n
omad
)
• Pe
ngel
olaa
n da
n pe
rlin
dung
an su
mbe
r da
ya a
lam
seca
ra
trad
isio
nal
• Ti
dak
ada
tang
gung
ja
wab
resm
i dal
am
peng
elol
aan
sum
ber
daya
ala
m
• H
ak a
dat (
yang
pe
ngak
uann
ya h
arus
di
min
taka
n ke
pada
pe
mer
inta
h)•
Hak
resm
i yan
g te
rbat
as, t
erut
ama
kare
na k
elom
pok
ini
seca
ra a
dmin
istr
atif
tida
k m
enem
pati
te
mpa
t ter
tent
u
• H
asil
huta
n no
nkay
u•
Tana
man
dan
pr
oduk
lain
nya
dari
hu
tan
• M
anfa
at ja
sa
lingk
unga
n•
Tem
pat p
emuk
iman
• Ja
min
an so
sial
dar
i hu
bung
an p
atro
n kl
ien
deng
an
bebe
rapa
pen
dudu
k de
sa
• H
ak a
dat a
tas t
anah
dan
sum
ber d
aya
huta
n ti
dak
diak
ui o
leh
nega
ra•
Hub
unga
n ya
ng le
mah
den
gan
mas
yara
kat d
esa
• H
ubun
gan
yang
lem
ah d
enga
n in
stan
si-
inst
ansi
resm
i (pe
mer
inta
h da
n pe
rusa
haan
)•
Hub
unga
n pa
tron
klie
n de
ngan
be
bera
pa p
endu
duk
desa
Pen
dudu
k as
li•
Peng
elol
aan
dan
perl
indu
ngan
sum
ber
daya
ala
m se
cara
tr
adis
iona
l
• H
ak a
dat (
yang
pe
ngak
uann
ya h
arus
di
min
taka
n ke
pada
pe
mer
inta
h)
• H
asil
huta
n ka
yu
dan
nonk
ayu
• H
ak a
dat a
tas t
anah
dan
sum
ber d
aya
huta
n ti
dak
diak
ui o
leh
nega
ra
Lanj
ut d
i hal
aman
ber
ikut
192 • LAMPIRAN 2
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Pem
an
gku
kep
en
tin
gan
Tan
gg
un
g jaw
ab
Hak
Hasil
Hu
bu
ng
an
• Ti
dak
ada
tang
gung
ja
wab
resm
i dal
am
peng
elol
aan
sum
ber
daya
ala
m•
Mem
baya
r paj
ak
• H
ak re
smi y
ang
terb
atas
• Ta
nam
an p
anga
n da
n ta
nam
an la
inny
a•
Pend
apat
an d
an
hasi
l hut
an la
inny
a•
Man
faat
jasa
lin
gkun
gan
• M
anfa
at d
ari l
ahan
, te
rmas
uk u
ntuk
pe
ngge
mba
laan
• H
ubun
gan
lem
ah d
enga
n pe
mer
inta
h ka
rena
per
lada
ngan
ber
pind
ah se
cara
re
smi t
idak
dia
kui
• H
ubun
gan
buru
k de
ngan
pem
erin
tah
juga
dik
aren
akan
pen
yera
han
tana
h ad
at k
epad
a pe
ndat
ang
• H
ubun
gan
buru
k de
ngan
pen
data
ng
kare
na p
enda
tang
seca
ra re
smi
dipe
rbol
ehka
n un
tuk
“oku
pasi
” ta
nah
adat
• G
angg
uan
“cam
pur t
anga
n” n
egar
a
Pen
data
ng•
Men
gem
bang
kan
laha
n pe
rtan
ian
di b
awah
pro
gram
tr
ansm
igra
si•
Tida
k ad
a ta
nggu
ng
jaw
ab re
smi d
alam
pe
ngel
olaa
n su
mbe
r da
ya h
utan
• M
engh
orm
ati
kew
enan
gan
adat
pe
ndud
uk a
sli a
tas
sum
ber d
aya
tana
h da
n su
mbe
r day
a al
am la
inny
a•
Mem
baya
r paj
ak
Hak
resm
i ata
s pem
ilika
n ta
nah
yang
terd
afta
r (b
erse
rtifi
kat)
di b
awah
pr
ogra
m tr
ansm
igra
si
(sep
erti
hak
war
is d
an
tran
saks
i jua
l bel
i)
• Ta
nam
an m
usim
an
dari
hum
a/la
dang
• Ta
nam
an se
mus
im
dan
tahu
nan
dari
ta
nah
bers
erti
fi kat
di
baw
ah p
rogr
am
tran
smig
rasi
• K
esen
jang
an so
sial
den
gan
pend
uduk
as
li ka
rena
“ok
upas
i” ta
nah
pend
uduk
as
li•
Han
ya se
diki
t kom
itm
en u
ntuk
pe
ngel
olaa
n da
n pe
rlin
dung
an su
mbe
r da
ya a
lam
di l
uar t
anah
per
tani
an m
ilik
mer
eka
Lanj
ut k
e ha
lam
an b
erik
ut
PERANGKAT ALAT BANTU ACM : SEBUAH CONTOH • 193
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Pem
an
gku
kep
en
tin
gan
Tan
gg
un
g jaw
ab
Hak
Hasil
Hu
bu
ng
an
Dis
hut
kabu
pate
n•
Men
erap
kan
kebi
jaka
n,
prog
ram
, dan
re
ncan
a ke
huta
nan
pem
erin
tah
• M
enin
dak
para
pe
nggu
na h
utan
ile
gal
• M
emon
itor
pe
laks
anaa
n re
ncan
a ke
huta
nan
• H
ak u
ntuk
mem
berik
an
ijin
pem
anfa
atan
hut
an•
Hak
men
inda
k pe
nggu
na h
utan
ileg
al•
Hak
unt
uk m
engu
sulk
an
pros
edur
pen
gelo
laan
su
mbe
r day
a hu
tan
• Te
rcap
ainy
a tu
juan
ke
bija
kan
kehu
tana
n•
Gen
gsi
(pen
ghor
mat
an/
dita
kuti
)•
Peng
akua
n te
rhad
ap
kew
enan
gann
ya•
Man
faat
fi na
nsia
l
Hub
unga
n ya
ng te
rbat
as d
enga
n pe
ndud
uk a
sli,
hany
a pa
da sa
at k
unju
ngan
pe
man
taua
n
LSM
yan
g m
elak
sana
kan
proy
ek p
eles
tari
an
dan
pem
bang
unan
te
rpad
u (I
CD
P)
• M
enge
mba
ngka
n da
n m
elak
sana
kan
renc
ana
peng
elol
aan
zona
pen
yang
ga•
Ber
koor
dina
si
deng
an B
alai
Tam
an
Nas
iona
l ata
u de
ngan
B
appe
da se
hubu
ngan
de
ngan
pel
aksa
naan
pr
oyek
• H
ak u
ntuk
m
enge
mba
ngka
n da
n m
elak
sana
kan
renc
ana
peng
elol
aan
zona
pe
nyan
gga
Tam
an
Nas
iona
l•
Tida
k ad
a ha
k re
smi
atas
hut
an
• Te
rcap
ainy
a tu
juan
pr
oyek
ICD
P•
Peke
rjaa
n
• H
ubun
gan
deng
an p
endu
duk
asli
dan
pend
atan
g se
bata
s keg
iata
n pr
oyek
• H
ubun
gan
resm
i den
gan
pem
erin
tah
daer
ah
194 • LAMPIRAN 2
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Kri
teri
a &
indik
ato
rSu
mbe
r 8:
Per
angk
at K
riter
ia d
an
Indi
kato
r. 19
99. C
IFO
R. B
ogor
, In
done
sia.
Juga
ters
edia
dal
am
baha
sa C
ina,
Ingg
ris,
Span
yol,
Pera
ncis
, dan
Por
tugi
s. D
apat
juga
di
ambi
l dar
i: w
ww.
cifo
r.cgi
ar.o
rg/
acm
/pub
/too
lbox
.htm
l
Sum
ber
9: K
riter
ia d
an In
dika
tor
Kel
esta
rian
Hut
an y
ang
Dik
elol
a ol
eh
Mas
yara
kat (
Com
mun
ity M
anag
ed
Fore
st):
Ped
oman
Pen
dahu
luan
. R
itch
ie, B
., C
. McD
ouga
ll, M
. H
aggi
th &
N. B
urfo
rd d
e O
livei
ra.
2001
. CIF
OR
, Bog
or, I
ndon
esia
. Ju
ga te
rsed
ia d
alam
bah
asa
Ingg
ris,
Pera
ncis
, dan
Por
tugi
s.
Matr
iks
per
selisi
han p
ara
pem
angk
u k
epen
tinga
nSu
atu
visu
alis
asi k
eber
adaa
n da
n de
raja
t kon
fl ik
di a
ntar
a pa
ra
pem
angk
u ke
pent
inga
n.
Di b
awah
ini d
iber
ikan
sebu
ah
cont
oh m
atri
ks p
erse
lisih
an p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n.
Sum
ber
10: T
he S
usta
inab
le F
ores
try
Han
dboo
k. H
igm
an S
., S.
Bas
s., J.
Ju
dd, J
. May
ers &
R. N
ussb
aum
. 19
99. E
arth
scan
, Lon
den,
Ingg
ris.
Sum
ber
11: T
rees
and
Tra
de-o
ffs:
A S
take
hold
er A
ppro
ach
to N
atur
al
Res
ourc
e M
anag
emen
t. G
rim
ble,
R.,
M.K
. Cha
n, J.
Agl
ionb
y &
J. Q
uan.
19
95. I
IED
, Lon
den,
Ingg
ris.
PERANGKAT ALAT BANTU ACM : SEBUAH CONTOH • 195
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/co
nto
h
Bah
an
bacaan
Matr
iks
siapa y
ang
per
lu
dip
erti
mbangk
an
(Who
counts
matr
ix)
Ala
t ban
tu in
i bis
a m
emba
ntu
And
a m
empr
iori
task
an p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n ya
ng k
esej
ahte
raan
nya
sang
at b
erka
itan
den
gan
peng
elol
aan
huta
n. A
lat i
ni m
engg
unak
an tu
juh
dim
ensi
unt
uk m
enila
i kai
tan
di
anta
ra p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n de
ngan
hut
an:
1. K
edek
atan
den
gan
huta
n2.
Hak
mas
yara
kat l
okal
yan
g su
dah
ada
Aja
klah
suat
u ke
lom
pok
terd
iri d
ari u
nsur
mas
yara
kat,
orga
nisa
si, i
nsta
nsi p
emer
inta
h,
dan
lem
baga
lain
nya.
Min
tala
h m
erek
a un
tuk
men
gide
ntifi
kasi
ke
lom
pok-
kelo
mpo
k so
sial
, or
gani
sasi
mas
yara
kat,
dan
inst
ansi
pem
erin
tah
yang
pe
ntin
g di
wila
yah
itu
dan
men
empa
tkan
nya
pada
bag
ian
atas
mat
riks
.
Tid
ak a
da s
engk
eta
Sen
gket
a ke
cil
Sen
gket
a be
sar
Co
nto
h m
atr
iks y
an
g m
en
gg
am
bark
an
ad
an
ya s
en
gketa
di an
tara
para
pem
an
gku
kep
en
tin
gan
dan
dera
jat
sen
gketa
nyaIn
stan
si-
inst
ansi
pe
mer
inta
h
LSM
ko
nser
vasi
Per
usah
aan
pene
bang
ka
yu
Pem
ilik
tana
h da
ri lu
ar d
esa
Mas
yara
kat
loka
l di d
alam
/se
kita
r hu
tan
Mas
yara
kat
loka
l di d
alam
/se
kita
r hu
tan
Pem
ilik
tana
h da
ri lu
ar d
esa
Per
usah
aan
pene
bang
ka
yu
LSM
ko
nser
vasi
Inst
ansi
-in
stan
si
pem
erin
tah
Sum
ber
12: S
iapa
yan
g Pe
rlu
Dip
ertim
bang
kan.
Men
ilai K
esej
ahte
raan
M
anus
ia d
alam
Pen
gelo
laan
Hut
an L
esta
ri.
Col
fer,
C.J.
P. b
ersa
ma
R. P
rabh
u, M
. G
ünte
r, C
. McD
ouga
ll, N
. Miy
asak
a Po
rro
& R
. Por
ro. 1
999.
Per
angk
at
Kri
teri
a &
Indi
kato
r No.
8. C
IFO
R,
Bog
or, I
ndon
esia
. Jug
a te
rsed
ia d
alam
ba
hasa
Cin
a, In
ggri
s, Sp
anyo
l, Pe
ranc
is,
dan
Port
ugis
. Dap
at ju
ga d
iam
bil d
ari:
ww
w.ci
for.c
giar
.org
/acm
/pub
/too
lbox
.htm
l
196 • LAMPIRAN 2
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
3. K
eter
gant
unga
n4.
Kem
iski
nan
5. P
enge
tahu
an in
dije
nus/
loka
l6.
Int
egra
si h
utan
/bud
aya
7. D
efi si
t kek
uasa
an
Met
ode
ini m
engg
unak
an
tekn
ik p
embe
rian
nila
i (sk
orin
g)
sede
rhan
a un
tuk
mem
prio
rita
skan
pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
dala
m
tind
akan
pen
gelo
laan
hut
an.
Tem
patk
an k
etuj
uh d
imen
si d
i se
panj
ang
sisi
kir
i mat
riks
dan
m
inta
pes
erta
unt
uk m
engu
rutk
an
pent
ingn
ya m
asin
g-m
asin
g pe
man
gku
kepe
ntin
gan
pada
seti
ap
dim
ensi
. And
a bi
sa m
engg
unak
an
sist
em n
ilai (
skor
ing)
dar
i 1 sa
mpa
i 3
(1 =
ting
gi, 2
= se
dang
, 3 =
re
ndah
).
Am
billa
h ni
lai t
enga
h da
ri
kese
luru
han
dari
ke-
7 ni
lai t
erse
but
seba
gai n
ilai r
ata-
rata
. Nila
i ten
gah
yang
kur
ang
dari
2 m
enun
jukk
an
bahw
a ke
lom
pok
ters
ebut
“p
enti
ng”,
seda
ngka
n di
ata
s 2
arti
nya
“kur
ang
pent
ing”
.
Con
toh
di b
awah
men
unju
kkan
ka
sus d
i Pas
ir: m
atri
ks te
rseb
ut
men
unju
kkan
bah
wa
di a
ntar
a pa
ra
pem
angk
u ke
pent
inga
n, m
asya
raka
t da
n pe
kerj
a hu
tanl
ah y
ang
haru
s di
prio
rita
skan
dal
am k
egia
tan
peng
elol
aan
huta
n.
PERANGKAT ALAT BANTU ACM : SEBUAH CONTOH • 197
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Matr
iks S
iap
a y
an
g P
erl
u D
ipert
imb
an
gkan
un
tuk L
okasi P
asir
Peru
sah
aan
Kayu
/HP
HB
ap
ped
a
Din
as
Keh
uta
nan
Kab
up
ate
n
LS
M
Lin
gku
ng
an
Ran
tau
Layu
ng
Ran
tau
Bu
taW
arg
a D
esa
Ora
ng
lu
ar
Ked
ekat
an
deng
an h
utan
11
12
13
33
Hak
yan
g su
dah
ada
11
12
12
13
Ket
erga
ntun
gan
11
12
13
22
Kem
iski
nan
11
22
33
31
Pen
geta
huan
indi
jenu
s/lo
kal
11
12
33
31
Inte
gras
i hu
tan/
buda
ya1
11
23
33
2
Defi
sit
keku
asaa
n1
11
12
33
2
Jum
lah
77
813
1420
1814
Nila
i ten
gah
11,
01,
11,
92,
02,
92,
62,
0
Para
pem
an
gku
kep
en
tin
gan
/
Dim
en
si
Masyara
kat
Desa
Pe
ke
rja
Hu
tan
198 • LAMPIRAN 2
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Men
den
gark
an d
enga
n
empati
Ala
t unt
uk m
enge
mba
ngka
n ke
mam
puan
yan
g le
bih
baik
unt
uk
men
deng
arka
n or
ang
lain
dan
m
enyi
mak
apa
yan
g di
kata
kan
oran
g la
in.
Dia
dapt
asi d
ari s
umbe
r no.
1: A
nda
dapa
t men
ggun
akan
ala
t ini
unt
uk
mem
pers
iapk
an o
rang
dal
am m
ende
ngar
kan
oran
g la
in d
enga
n pe
nuh
perh
atia
n.
Min
tala
h pe
sert
a un
tuk
men
disk
usik
an
suat
u to
pik
tert
entu
. Baw
alah
suat
u be
nda
yang
cuk
up b
erat
yan
g da
pat d
ileta
kkan
di
pang
kuan
. Jel
aska
n ba
hwa
pese
rta
hany
a da
pat b
erbi
cara
jika
mer
eka
mem
egan
g be
nda
ters
ebut
; jik
a ti
dak
mem
egan
g be
nda
ters
ebut
mer
eka
haru
s men
deng
arka
n or
ang
yang
seda
ng b
erbi
cara
. Ora
ng y
ang
tela
h se
lesa
i ber
bica
ra h
arus
men
erus
kan
bend
a it
u ke
pada
ora
ng la
in (
baik
yan
g m
emin
ta
kese
mpa
tan
berb
icar
a, a
taup
un ti
dak)
.
Sete
lah
kegi
atan
ini,
disk
usik
an b
agai
man
a pe
rasa
an p
eser
ta k
etik
a m
emeg
ang
bend
a it
u at
au k
etik
a m
ener
iman
ya ta
npa
dim
inta
, ata
upun
ket
ika
dim
inta
. Pel
atih
an
ini m
endo
rong
sika
p m
ende
ngar
kan
dan
men
doro
ng p
eser
ta y
ang
cend
erun
g di
am
untu
k be
rbic
ara.
Car
a in
i jug
a m
enya
dark
an
pese
rta
yang
dom
inan
aka
n la
man
ya w
aktu
ya
ng m
erek
a gu
naka
n un
tuk
berb
icar
a ke
tika
mem
egan
g be
nda
bera
t ter
sebu
t.
Liha
t sum
ber
1.
PERANGKAT ALAT BANTU ACM : SEBUAH CONTOH • 199
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Men
gharg
ai m
enden
gark
an
dan
men
gharg
ai ber
bic
ara
Ala
t ini
men
doro
ng p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n un
tuk
men
ghar
gai
men
deng
arka
n m
aupu
n be
rbic
ara.
O
rang
per
lu le
bih
men
yada
ri
bahw
a pa
da u
mum
nya
lebi
h m
udah
un
tuk
berb
icar
a da
ripa
da b
enar
-be
nar m
ende
ngar
kan.
Bar
angk
ali
inila
h al
asan
men
gapa
kit
a pu
nya
satu
mul
ut te
tapi
dua
telin
ga!
Min
tala
h pa
ra p
eser
ta u
ntuk
dud
uk
mel
ingk
ar d
i lan
tai d
an b
erik
an se
tiap
pe
sert
a de
lapa
n ta
nda
(sep
erti
ker
ikil
atau
kar
tu)
deng
an d
ua w
arna
. Dua
ta
nda
berw
arna
sam
a da
n si
sany
a be
rwar
na la
in. J
elas
kan
bahw
a de
ngan
ked
ua ta
nda
pert
ama
para
pe
sert
a da
pat m
embe
li w
aktu
unt
uk
berb
icar
a da
n de
ngan
ena
m la
inny
a m
erek
a bi
sa m
enju
al w
aktu
unt
uk
men
deng
arka
n. Je
lask
an b
ahw
a se
tiap
ta
nda
mem
iliki
nila
i yan
g sa
ma.
B
iark
an p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n se
ndir
i yan
g m
enen
tuka
n to
pik
disk
usi.
Seti
ap k
ali s
eseo
rang
mau
ber
bica
ra,
dia
haru
s mem
beli
wak
tu d
enga
n ca
ra
mel
etak
kan
tand
a di
teng
ah li
ngka
ran.
Se
tela
h se
seor
ang
berb
icar
a, p
eser
ta
lain
bol
eh m
elet
akka
n sa
tu ta
nda
di
teng
ah li
ngka
ran
jika
mer
eka
mer
asa
bahw
a m
erek
a su
dah
men
deng
arka
n de
ngan
cuk
up b
aik
apa
yang
di
kata
kan.
Per
mai
nan
sede
rhan
a in
i m
embu
at o
rang
ber
piki
r dul
u se
belu
m
mem
utus
kan
untu
k be
rbic
ara
dan
men
deng
arka
n pi
hak
lain
den
gan
lebi
h be
rper
hati
an k
aren
a be
rbic
ara
mau
pun
men
deng
arka
n m
empu
nyai
nila
i.
200 • LAMPIRAN 2
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Pem
etaan s
um
ber
daya
dan
pem
etaan s
osia
l se
cara
part
isip
ati
f
And
a da
pat m
emili
h al
at in
i jik
a A
nda
perl
u m
emba
ntu
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n un
tuk
men
gung
kapk
an
pand
anga
n m
erek
a te
ntan
g su
mbe
r da
ya a
lam
di w
ilaya
hnya
. Pro
ses
pem
etaa
n da
n di
skus
inya
men
doro
ng
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n un
tuk
mem
bang
un p
emah
aman
ber
sam
a te
ntan
g pe
rmas
alah
an d
an h
amba
tan-
ham
bata
n ya
ng a
da. D
i sam
ping
itu,
pes
erta
aka
n te
rmot
ivas
i unt
uk m
engi
dent
ifi ka
si
pelu
ang-
pelu
ang
guna
mem
perb
aiki
ko
ndis
i sum
ber d
aya
alam
.
Past
ikan
bah
wa
sem
ua p
eman
gku
kepe
ntin
gan
terw
akili
dal
am
pem
etaa
n da
n ba
hwa
sebe
lum
ke
giat
an p
ara
pese
rta
mem
aham
i de
ngan
jela
s tuj
uann
ya, b
agai
man
a m
elak
ukan
nya,
dan
sum
ber d
aya
alam
ap
a ya
ng in
gin
mer
eka
peta
kan
(air,
hu
tan,
pem
ukim
an, d
an b
agai
man
a le
takn
ya).
Usa
haka
nlah
par
tisi
pasi
se
mua
pih
ak d
an a
mat
i bag
aim
ana
perk
emba
ngan
nya.
Bia
rkan
pes
erta
m
emut
uska
n ca
ra m
erek
a se
ndir
i da
lam
mem
etak
an, t
etap
i min
tala
h m
erek
a un
tuk
men
gerj
akan
nya
satu
dem
i sat
u (s
eper
ti, p
erta
ma
mem
baha
s sum
ber d
aya
tana
h,
kem
udia
n ai
r dan
sete
rusn
ya).
D
oron
glah
dis
kusi
sela
ma
pros
es
pem
etaa
n da
n la
njut
kan
deng
an
disk
usi y
ang
lebi
h te
rara
h, m
isal
nya
deng
an d
isku
si k
elom
pok
terf
okus
.
Liha
t sum
ber
1 da
n su
mbe
r 2. B
uku-
buku
pet
unju
k at
au
acua
n la
inny
a te
ntan
g pe
nggu
naan
ala
t-al
at b
antu
PR
A.
Pen
gam
ata
n langs
ung
Peng
amat
an y
ang
And
a la
kuka
n te
rhad
ap
berb
agai
situ
asi d
an p
rose
s int
erak
si d
i an
tara
pem
angk
u-pe
man
gku
kepe
ntin
gan
adal
ah a
lat y
ang
efek
tif u
ntuk
m
enge
mba
ngka
n pe
nget
ahua
n A
nda
tent
ang
situ
asi l
okal
di t
empa
t And
a m
elak
ukan
tuga
s And
a.
Seb
uah
sket
sa d
esa
yang
di
gam
bark
an o
leh
para
ang
gota
m
asya
raka
t Bar
u P
elep
at.
PERANGKAT ALAT BANTU ACM : SEBUAH CONTOH • 201
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Pen
gam
ata
n t
erlibat
(part
icip
ant
obse
rvati
on)
Liba
tkan
dir
i And
a da
lam
keg
iata
n pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
yang
ke
hidu
pann
ya in
gin
And
a pa
ham
i. C
onto
hnya
, jik
a A
nda
ingi
n ta
hu
lebi
h ba
nyak
tent
ang
part
isip
asi
pere
mpu
an d
alam
pen
gam
bila
n ke
putu
san
di d
alam
mas
yara
kat,
ikut
lah
dala
m p
erte
mua
n/ra
pat
desa
dan
laku
kanl
ah p
enga
mat
an
And
a sa
mbi
l ber
part
isip
asi d
alam
ke
giat
anny
a.
Den
gan
berp
arti
sipa
si d
alam
keg
iata
n pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan,
And
a da
pat
mel
akuk
an p
enga
mat
an g
una
mem
pero
leh
info
rmas
i yan
g m
enje
lask
an b
erba
gai
pers
oala
n. C
ara
ini d
apat
dip
akai
seba
gai
alat
pel
engk
ap d
alam
men
gum
pulk
an
info
rmas
i (ya
ng d
ilaku
kan
mis
alny
a de
ngan
waw
anca
ra).
Den
gan
mel
ibat
kan
diri
And
a da
lam
keg
iata
n, A
nda
akan
da
pat m
empe
rkec
il re
siko
bah
wa
pem
angk
u ke
pent
inga
n ak
an m
eras
a ti
dak
nyam
an k
etik
a di
amat
i.
202 • LAMPIRAN 2
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Pen
gam
bilan k
eputu
san
ber
sam
aM
em
fasil
itasi
pen
ga
mb
ila
n k
ep
utu
sa
n b
ers
am
a
Peng
ambi
lan
kepu
tusa
n be
rsam
a m
erup
akan
pro
ses b
elaj
ar a
ntar
a du
a or
ang
atau
lebi
h un
tuk
mem
buat
kep
utus
an y
ang
dapa
t dit
erim
a se
tiap
or
ang.
Ole
h ka
rena
itu,
mem
fasi
litas
i pen
gam
bila
n ke
putu
san
bers
ama
hany
a ak
an e
fekt
if jik
a fa
silit
ator
den
gan
seng
aja
men
jadi
kan
pem
bela
jara
n se
baga
i int
i dar
i pen
gam
bila
n ke
putu
san.
Unt
uk it
u fa
silit
ator
per
lu:
• M
empu
nyai
foku
s yan
g je
las p
ada
nila
i-int
i pen
gam
bila
n ke
putu
san
bers
ama:
tang
gung
jaw
ab b
ersa
ma
atas
kon
seku
ensi
kep
utus
an, a
pres
iasi
te
rhad
ap p
anda
ngan
ora
ng la
in, d
an p
arti
sipa
si a
ktif
sem
ua p
eman
gku
kepe
ntin
gan.
Kar
ena
itu,
buk
anla
h fa
silit
ator
yan
g m
enga
mbi
l ke
putu
sann
ya, t
etap
i ia
mem
andu
pro
ses-
pros
es in
tera
ktif
yang
ber
jala
n se
panj
ang
pros
es sa
mpa
i ter
capa
inya
titi
k ke
putu
san.
• M
emili
ki si
kap
yang
sesu
ai. H
al in
i men
yira
tkan
bah
wa
seor
ang
fasi
litat
or p
embe
laja
ran
perl
u m
emili
ki ra
sa k
eadi
lan
(fai
rnes
s) se
hing
ga
pros
es y
ang
difa
silit
asin
ya d
ipan
dang
adi
l ole
h se
mua
pem
angk
u ke
pent
inga
n. S
elai
n it
u, fa
silit
ator
har
us m
erup
akan
pen
deng
ar y
ang
baik
dan
men
unju
kkan
em
pati
. Den
gan
sika
p in
i, fa
silit
ator
aka
n da
pat
deng
an se
suai
mem
beri
resp
on te
rhad
ap p
rose
s-pr
oses
yan
g m
uncu
l se
lam
a pe
mbe
laja
ran.
Sik
ap se
pert
i itu
terg
antu
ng p
ada
kepr
ibad
ian
fasi
litat
or d
an le
bih
pent
ing
dari
pada
pem
beka
lan
tekn
ik d
an a
lat b
antu
fa
silit
asi.
Nam
un, h
al in
i dap
at d
ikem
bang
kan
dala
m d
iri f
asili
tato
r se
irin
g de
ngan
ber
kem
bang
nya
peng
alam
an d
alam
ber
giat
den
gan
para
pe
man
gku
kepe
ntin
gan.
Liha
t sum
ber
5.
Lanj
ut d
i hal
aman
ber
ikut
PERANGKAT ALAT BANTU ACM : SEBUAH CONTOH • 203
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
• M
embe
ntuk
kon
disi
yan
g te
pat b
agi p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n un
tuk
bela
jar c
ara
baru
dal
am m
enga
mbi
l kep
utus
an b
ersa
ma.
Ada
tiga
kon
disi
pe
ntin
g, y
aitu
:
Pert
ama,
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
perl
u m
eras
a te
rdor
ong
untu
k m
enga
juka
n ga
gasa
n ba
ru y
ang
krea
tif t
anpa
mem
pedu
likan
bah
wa
gaga
sann
ya it
u m
ungk
in te
rkes
an a
neh.
Sem
akin
kre
atif
sebu
ah
kelo
mpo
k, se
mak
in b
anya
k al
tern
atif
kepu
tusa
n ya
ng d
ikem
bang
kan
dan
sem
akin
bes
ar p
ula
kem
ungk
inan
terc
apai
nya
tero
bosa
n kr
eati
f ya
ng b
ukan
han
ya “
kepu
tusa
n ya
ng it
u-it
u sa
ja.”
K
edua
, par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
perl
u di
doro
ng u
ntuk
men
yedi
akan
w
aktu
mem
adai
unt
uk b
erpi
kir:
kepu
tusa
n ja
ngan
lah
dibu
at te
rges
a-ge
sa. H
al in
i men
ingk
atka
n ke
mam
puan
pes
erta
unt
uk m
erefl
eks
ikan
de
ngan
kri
tis a
sum
si-a
sum
si d
an c
ara-
cara
ber
piki
r yan
g la
ma.
Dal
am
prak
tekn
ya in
i bis
a di
capa
i den
gan
men
gem
bang
kan
“ras
a in
gin
tahu
” di
ant
ara
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n de
ngan
men
gaju
kan
pert
anya
an
yang
tepa
t pad
a sa
at y
ang
tepa
t.
K
etig
a, fa
silit
asi h
arus
ber
tuju
an m
emba
ngun
hub
unga
n ya
ng
kons
truk
tif d
i ant
ara
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n. F
okus
ini m
inim
al
sam
a pe
ntin
gnya
den
gan
tuju
an d
ari p
enga
mbi
lan
kepu
tusa
n be
rsam
a it
u se
ndir
i.
• Le
ngka
pila
h di
ri A
nda
deng
an a
lat-
alat
ban
tu y
ang
efek
tif u
ntuk
m
emfa
silit
asi p
rose
s int
erak
si k
elom
pok.
Ala
t fas
ilita
si y
ang
efek
tif a
dala
h ya
ng m
endo
rong
pem
bela
jara
n be
rsam
a. A
lat-
alat
itu
dapa
t ber
upa,
ant
ara
lain
, pem
etaa
n pa
rtis
ipat
if, d
isku
si k
elom
pok
terf
okus
, cur
ah p
enda
pat,
pert
emua
n m
asya
raka
t, sk
enar
io, b
erm
ain
pera
n, d
an si
mul
asi m
odel
ko
mpu
ter.
204 • LAMPIRAN 2
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Pen
gkajian c
epat
kea
nek
ara
gam
an h
aya
ti
(rapid
bio
div
ersi
ty
ass
essm
ent)
Sum
ber
13: M
enge
kspl
oras
iK
eane
kara
gam
an H
ayat
i, Li
ngku
ngan
da
n Pa
ndan
gan
Mas
yara
kat L
okal
M
enge
nai b
erba
gai L
ansk
ap H
utan
: M
etod
e-M
etod
e Pe
nila
ian
Lans
kap
seca
ra M
ultid
isipl
iner
. She
il, D
., R
.K. P
uri,
I. Ba
suki
, M. v
an H
eist
, M
. Wan
, N. L
iswan
ti, R
ukm
iyat
i, M
.A. S
ardj
ono,
I. S
amso
edin
, K.
Sidi
yasa
, Chr
isand
ini,
E. P
erm
ana,
E.
Man
gopo
Ang
i, F.
Gat
zwei
ler,
B.
John
son
& A
. Wija
ya. 2
004.
CIF
OR
, Bo
gor,
Indo
nesia
. Jug
a te
rsed
ia
dala
m b
ahas
a In
ggris
, Per
anci
s, da
n Sp
anyo
l. D
apat
juga
dia
mbi
l dar
i: w
ww.
cifo
r.cgi
ar.o
rg\m
la
Pen
gkajian c
epat
sist
em
pen
geta
huan p
erta
nia
n
(PC
SP
P;
rapid
appra
isal of
agr
icult
ura
l know
ledge
sy
stem
s (R
AA
KS))
Ala
t-al
at P
CSP
P m
erup
akan
se
pera
ngka
t ala
t yan
g da
pat
digu
naka
n pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
untu
k m
enge
valu
asi
hubu
ngan
di a
ntar
a m
erek
a. P
CSP
P te
ruta
ma
sang
at m
emba
ntu
untu
k m
elih
at p
erm
asal
ahan
dar
i ber
baga
i di
men
si.
Jika
And
a in
gin
men
geta
hui
lebi
h ba
nyak
tent
ang
PCSP
P at
au
peng
guna
anny
a, su
atu
pera
ngka
t al
at b
antu
ters
edia
(su
mbe
r 14
), te
rmas
uk p
andu
an u
ntuk
m
emba
ntu
kelo
mpo
k pe
man
gku
kepe
ntin
gan
guna
men
gana
lisis
hu
bung
an d
i ant
ara
mer
eka
dari
ber
baga
i dim
ensi
(di
sebu
t “j
ende
la”)
.
Sum
ber
14: F
acili
tatin
g In
nova
tion
for D
evel
opm
ent.
A R
AA
KS
Res
ourc
e B
ox. E
ngel
, P.G
.H. &
M
. Sal
omon
. 199
7. K
IT,
Am
ster
dam
, Bel
anda
.
PERANGKAT ALAT BANTU ACM : SEBUAH CONTOH • 205
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Sasa
ran
kunc
i PC
SPP
adal
ah
men
ingk
atka
n sis
tem
pen
geta
huan
da
n in
form
asi,
misa
lnya
m
enin
gkat
kan
orga
nisa
si,
peng
ambi
lan
kepu
tusa
n da
n pe
rtuk
aran
info
rmas
i dal
am ja
ringa
n pe
man
gku
kepe
ntin
gan.
Beb
erap
a al
at b
antu
dal
am
pera
ngka
t itu
dap
at A
nda
guna
kan
untu
k m
emfa
silit
asi p
engu
mpu
lan
info
rmas
i dan
men
gola
hnya
. Pro
ses
PCSP
P m
enca
kup
tiga
pro
ses
bela
jar y
ang
salin
g te
rjal
in, y
akni
pe
rum
usan
mas
alah
dan
iden
tifi k
asi
sist
em, a
nalis
is h
amba
tan
dan
pelu
ang,
dan
per
umus
an st
rate
gi
aksi
.
Pen
gkajian d
okum
en
tert
ulis
Inst
ansi
keh
utan
an, L
SM lo
kal,
kant
or la
pang
an p
erus
ahaa
n, d
an
inst
ansi
pem
erin
tah
daer
ah se
ring
m
enyi
mpa
n ca
tata
n, re
kam
an, a
tau
doku
men
yan
g be
rgun
a se
baga
i in
form
asi.
Dok
umen
tert
ulis
ber
upa
mis
alny
a la
pora
n-la
pora
n ya
ng
beri
sika
n da
ta d
asar
tent
ang
sum
ber
daya
ala
m, s
ensu
s pen
dudu
k, d
ata
stat
isti
k, d
ata
tent
ang
piha
k-pi
hak
yang
ber
seng
keta
, daf
tar
pem
ilik
ijin,
dok
umen
keb
ijaka
n,
mem
oran
dum
resm
i, do
kum
en
pene
litia
n, la
pora
n pr
oyek
, dan
lip
utan
med
ia.
Ket
ika
men
gum
pulk
an in
form
asi
dari
dok
umen
tert
ulis
, And
a ha
rus
mem
perh
atik
an b
ahw
a in
form
asi
yang
ters
edia
tida
k se
lalu
aku
rat,
leng
kap,
ata
u m
utak
hir.
Di s
ampi
ng
itu,
ber
baga
i bia
s bis
a sa
ja te
rsir
at d
i da
lam
dok
umen
ters
ebut
.
Pen
yort
iran k
art
u s
kor
Met
ode
ini m
enila
i ket
erlib
atan
pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
dala
m
peng
elol
aan
huta
n da
n ti
ngka
t in
tera
ksi d
i ant
ara
mer
eka.
Liha
t sum
ber
3.
206 • LAMPIRAN 2
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Sken
ari
oSk
enar
io a
dala
h al
at y
ang
sang
at
mem
bant
u da
lam
mem
ikir
kan
mas
a de
pan
seca
ra k
reat
if da
n de
ngan
car
a-ca
ra b
aru.
Ber
beda
de
ngan
pro
yeks
i, sk
enar
io ti
dak
perl
u m
eluk
iska
n m
asa
depa
n ya
ng se
sung
guhn
ya. S
kena
rio
khus
usny
a m
emba
ntu
dala
m
situ
asi y
ang
rum
it, t
idak
men
entu
, da
n su
lit u
ntuk
dip
erki
raka
n be
rdas
arka
n ke
cend
erun
gan
saat
in
i. D
alam
kea
daan
sepe
rti i
ni,
krea
tivi
tas s
anga
t dib
utuh
kan
untu
k m
enga
ntis
ipas
i per
ubah
an.
Di b
awah
ini d
isam
paik
an d
ua je
nis
sken
ario
: ske
nario
visi
dan
sken
ario
ja
lur.
Dua
sken
ario
lain
nya,
sken
ario
pr
oyek
si da
n sk
enar
io a
ltern
atif,
da
pat d
ibac
a da
lam
sum
ber n
o. 1
5.
Sum
ber
15: M
enga
ntisi
pasi
Peru
baha
n: S
kena
rio se
baga
i Sa
rana
unt
uk P
enge
lola
an H
utan
se
cara
Ada
ptif.
Sua
tu P
andu
an.
2001
. Wol
lenb
erg,
E. b
ersa
ma
D. E
dmun
ds &
L. B
uck.
CIF
OR
; B
ogor
, Ind
ones
ia. J
uga
ters
edia
da
lam
bah
asa
Ingg
ris d
an S
pany
ol.
Sum
ber
16: F
utur
e Sc
enar
io a
s an
Inst
rum
ent f
or F
ores
t Man
agem
ent.
M
anua
l for
Tra
inin
g Fa
cilit
ator
s of
Futu
re S
cena
rios.
Nem
arun
dwe,
N.,
W. d
e Jo
ng &
P. C
ronk
leto
n. 2
003.
C
IFO
R. B
ogor
, Ind
ones
ia.
Sken
ari
o ja
lur
Jeni
s ske
nari
o in
i men
awar
kan
suat
u ca
ra u
ntuk
men
uju
ke
arah
kon
disi
yan
g le
bih
disu
kai
bera
ngka
t dar
i kon
disi
saat
ini.
Sebe
lum
mem
buat
sken
ario
jalu
r, A
nda
perl
u m
emba
ntu
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n un
tuk
men
ghas
ilkan
sk
enar
io v
isi (
lihat
di b
awah
). K
emud
ian
ikut
i lan
gkah
-lan
gkah
ber
ikut
:•
Min
tala
h pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
untu
k m
emba
yang
-ka
n ko
ndis
i mas
a de
pan
yang
idea
l, m
isal
nya
untu
k de
sa m
erek
a, su
mbe
r da
ya a
lam
, ata
u or
gani
sasi
-org
anis
asi
yang
ada
.
PERANGKAT ALAT BANTU ACM : SEBUAH CONTOH • 207
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
• D
ampi
ngi m
erek
a un
tuk
mem
band
ingk
an v
isi y
ang
tela
h m
erek
a bu
at d
enga
n ko
ndis
i saa
t in
i.•
Ban
tula
h pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
untu
k m
engi
dent
ifi ka
si k
enda
la d
an
pelu
ang
utam
a da
lam
upa
ya
men
capa
i vis
i mer
eka.
• Fa
silit
asi m
erek
a da
lam
cur
ah
pend
apat
tent
ang
stra
tegi
ya
ng a
kan
digu
naka
n un
tuk
men
capa
i vis
i ter
sebu
t, di
mul
ai
dari
kon
disi
saat
ini s
ambi
l m
empe
rtim
bang
kan
kend
ala
dan
pelu
ang
yang
ada
.•
Dam
ping
ilah
pem
angk
u ke
pent
inga
n da
lam
m
emba
ndin
gkan
stra
tegi
-str
ateg
i al
tern
atif
dan
men
gide
ntifi
kasi
po
kok-
poko
k ak
si.
208 • LAMPIRAN 2
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Gam
bar
yan
g k
am
i g
un
akan
di la
pa
ng
an
da
lam
me
ran
gs
an
g p
em
ikir
an
te
nta
ng
ma
sa
dep
an
PERANGKAT ALAT BANTU ACM : SEBUAH CONTOH • 209
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Sken
ari
o vi
siJe
nis s
kena
rio
ini m
emba
ntu
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n m
engu
ngka
pkan
has
rat m
erek
a da
n m
endo
rong
mer
eka
untu
k be
rkey
akin
an b
ahw
a ha
srat
itu
dapa
t dic
apai
.
Aja
klah
par
a pe
man
gku
kepe
ntin
gan
berk
umpu
l dan
men
giku
ti e
mpa
t la
ngka
h be
riku
t ini
:•
Min
tala
h m
erek
a un
tuk
mem
baya
ngka
n m
asa
depa
n ya
ng id
eal a
tau
men
gide
ntifi
kasi
ap
a ya
ng m
enur
ut m
erek
a ha
rus
beru
bah
dala
m k
ehid
upan
, m
asya
raka
t, de
sa, a
tau
huta
n m
erek
a.•
Dor
ong
mer
eka
untu
k se
cara
in
divi
dual
mem
ikir
kan
mas
a de
pan
yang
diin
gink
an. P
rose
s in
i bis
a di
fasi
litas
i dal
am
pert
emua
n it
u se
ndir
i ata
u bi
sa
juga
dila
kuka
n da
lam
per
tem
uan
terp
isah
. And
a bi
sa m
elak
ukan
ke
giat
an in
i den
gan
men
ggun
akan
m
isal
nya
disk
usi k
elom
pok
terf
okus
, per
tem
uan
kons
ulta
si,
atau
pem
etaa
n de
sa.
• M
inta
lah
para
pem
angk
u ke
pent
inga
n un
tuk
salin
g m
enya
mpa
ikan
vis
i ata
u sk
enar
io
mas
a de
pan
mer
eka.
Dor
ongl
ah
mer
eka
untu
k m
enya
mpa
ikan
sk
enar
io m
erek
a de
ngan
car
a-ca
ra y
ang
hidu
p, m
isal
nya
dala
m
bent
uk p
erm
aina
n pe
ran,
gam
bar,
dll.
210 • LAMPIRAN 2
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
• Fa
silit
asi p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n un
tuk
men
gide
ntifi
kasi
impl
ikas
i da
ri se
tiap
sken
ario
, ter
mas
uk
yang
ber
kait
an d
enga
n ak
si
dan
sum
ber d
aya
(mis
alny
a,
wak
tu, d
ana,
ket
eram
pila
n, d
an
peng
etah
uan)
. Ban
tula
h m
erek
a un
tuk
men
yusu
n pe
ring
kat
berb
agai
sken
ario
itu
men
urut
ti
ngka
t kel
ayak
anny
a de
ngan
m
empe
rtim
bang
kan
sum
ber
daya
yan
g te
rsed
ia. S
epak
atila
h sk
enar
io a
tau
visi
man
a ya
ng
palin
g la
yak.
Tek
nik
Del
phi
Ala
t ini
dap
at d
igun
akan
unt
uk
men
ggol
ongk
an, m
enge
lom
pokk
an,
dan
men
yusu
n pe
ring
kat p
rior
itas
.
Mul
aila
h de
ngan
keg
iata
n cu
rah
pend
apat
unt
uk m
engh
asilk
an
poko
k-po
kok
yang
per
lu
dipe
ring
katk
an d
an tu
liska
n m
asin
g-m
asin
g po
kok
pada
ka
rtu-
kart
u te
rpis
ah. M
asuk
kan
sem
ua p
okok
, kec
uali
yang
ra
ngka
p. S
epak
atila
h de
ngan
se
luru
h an
ggot
a ke
lom
pok
baga
iman
a ka
rtu-
kart
u it
u ak
an d
ikel
ompo
kkan
dan
di
peri
ngka
tkan
.
Liha
t sum
ber
1.
PERANGKAT ALAT BANTU ACM : SEBUAH CONTOH • 211
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Tra
nse
k p
art
isip
ati
fA
nda
dapa
t men
ggun
akan
al
at in
i unt
uk m
empe
role
h in
form
asi t
enta
ng su
mbe
r day
a hu
tan,
pen
ggun
aan
laha
n,
perm
asal
ahan
, dan
pel
uang
. Ala
t in
i jug
a da
pat d
igun
akan
unt
uk
men
gam
ati d
an m
embi
cara
kan
berb
agai
per
soal
an lo
kal.
Car
a in
i men
doro
ng p
ara
pem
angk
u ke
pent
inga
n un
tuk
berp
arti
sipa
si
akti
f dal
am p
rose
s pen
gkaj
ian.
• D
isku
sika
n de
ngan
pes
erta
lin
tasa
n tr
anse
knya
dan
renc
ana
perj
alan
anny
a. L
engk
apila
h ti
m
deng
an m
etod
e da
n m
ater
i yan
g di
perl
ukan
.•
Past
ikan
lah
bahw
a se
panj
ang
perj
alan
an p
ara
angg
ota
tim
m
emah
ami d
enga
n je
las a
pa y
ang
haru
s mer
eka
amat
i.•
Sepu
lang
nya,
bek
erja
lah
deng
an
tim
unt
uk m
empe
rsia
pkan
pr
esen
tasi
tem
uan.
Dor
ongl
ah
pese
rta
untu
k m
engg
unak
an
pres
enta
si n
onve
rbal
sepe
rti
gam
bar,
diag
ram
, ata
u pe
rmai
nan
pera
n.
Liha
t sum
ber
2.
Buk
u-bu
ku p
etun
juk
atau
acu
an
lain
nya
tent
ang
peng
guna
an a
lat-
alat
PR
A.
Tra
nse
k s
ejara
h lansk
ap
Met
ode
ini d
apat
dig
unak
an
untu
k m
enge
nali
kece
nder
unga
n pe
ngel
olaa
n da
n pe
nggu
naan
su
mbe
r day
a al
am d
i mas
a la
lu
dan
di m
asa
depa
n.
Dia
dapt
asi d
ari s
umbe
r no.
13
: Min
tala
h pa
ra p
eman
gku
kepe
ntin
gan
dari
wila
yah
proy
ek
untu
k m
embu
at sk
etsa
tran
sek
wila
yahn
ya p
ada
mas
a in
i. K
emud
ian
min
tala
h pe
sert
a ya
ng le
bih
tua
untu
k m
engg
amba
rkan
sket
sa
tran
sek
wila
yah
ters
ebut
10,
20,
ata
u 30
tahu
n ya
ng la
lu. B
antu
sem
ua
kelo
mpo
k un
tuk
men
gide
ntifi
kasi
pe
rbed
aan-
perb
edaa
n an
tara
ke
dua
tran
sek
ters
ebut
dan
fakt
or-
fakt
or a
paka
h ya
ng m
empe
ngar
uhi
peru
baha
n-pe
ruba
han
ters
ebut
.
Liha
t sum
ber
3.
212 • LAMPIRAN 2
Ala
t b
an
tu/m
eto
de
Ura
ian
Ba
ga
ima
na
me
ng
gu
na
ka
nn
ya
/
co
nto
h
Bah
an
bacaan
Waw
anca
ra
Waw
anca
ra
sem
iter
stru
ktu
rD
alam
car
a pe
ngum
pula
n da
ta in
i, ha
nya
poko
k pe
mbi
cara
an d
iten
tuka
n te
rleb
ih
dulu
, sem
enta
ra p
erta
nyaa
n ya
ng le
bih
rinc
i dik
emba
ngka
n se
lam
a w
awan
cara
be
rdas
arka
n ha
sil p
embi
cara
an a
ntar
a “p
ewaw
anca
ra”
dan
“yan
g di
waw
anca
rai”
.
Ket
ika
men
ggun
akan
met
ode
ini a
da d
ua
aspe
k ya
ng p
erlu
dip
erha
tika
n:
• K
onte
ks w
awan
cara
nya,
kar
ena
hal i
ni
akan
mem
peng
aruh
i jaw
aban
resp
onde
n.
And
a ha
rus m
empe
rhit
ungk
an si
apa
yang
mel
akuk
an w
awan
cara
, sia
pa y
ang
diw
awan
cara
i, ba
gaim
ana,
di m
ana,
dan
ka
pan
waw
anca
ra d
ilaku
kan.
• C
ara
bert
anya
yan
g se
nsit
if, te
rmas
uk
bert
anya
yan
g ti
dak
men
gara
hkan
dan
be
rtan
ya d
enga
n pr
obin
g (m
enga
juka
n pe
rtan
yaan
tind
ak la
njut
unt
uk
mem
perd
alam
tang
gapa
n da
n ja
wab
an
yang
suda
h di
beri
kan)
.
Waw
anca
ra t
ak
ters
truktu
rPa
da p
engu
mpu
lan
data
den
gan
met
ode
ini h
anya
tem
a um
um y
ang
dite
ntuk
an
sebe
lum
nya.
Tem
a ba
ru y
ang
tida
k te
rdug
a da
pat m
uncu
l sel
ama
waw
anca
ra.
Waw
anca
ra ta
k te
rstr
uktu
r dap
at
mel
engk
api p
enga
mat
an te
rliba
t. C
ara
ini b
isa
men
ghas
ilkan
info
rmas
i yan
g be
rhar
ga, k
husu
snya
kal
au b
erla
ngsu
ng
dala
m su
asan
a ya
ng m
eran
gsan
g in
tera
ksi
posi
tif d
i ant
ara
“pew
awan
cara
” da
n “y
ang
diw
awan
cara
i”. P
erso
alan
yan
g se
nsit
if da
pat m
uncu
l leb
ih b
ebas
dar
ipad
a da
lam
su
asan
a ya
ng le
bih
ters
truk
tur.
And
a da
pat m
engg
unak
an w
awan
cara
ta
k te
rstr
uktu
r den
gan
indi
vidu
dan
ke
lom
pok
seba
gai a
lat u
ntuk
bel
ajar
tent
ang
pand
anga
n m
erek
a te
rhad
ap b
anya
k ha
l yan
g be
rhub
unga
n de
ngan
keh
idup
an m
erek
a.
213
CATATAN AKHIR
1 Yayasan Gita Buana, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Otonomi Daerah, dan Yayasan Padi. Dua lembaga yang disebut pertama berlokasi di Jambi (Sumatera), sementara lembaga yang terakhir berlokasi di Samarinda (Kalimantan Timur).
2 Disesuaikan dari Hyperdictionary online. http://www.hyperdictionary.com/search.aspx?defi ne=adaptation dan http://www.hyperdictionary.com/search.aspx?defi ne=collaboration (May 17, 2006)
3 Disesuaikan dari McDougall, 2000.4 Hartanto dkk., 2003.5 Disesuaikan dari Buck dkk., 2001.6 Diambil dari Braakman & Edwards, 2002.7 Disesuaikan dari Steins & Edwards, 1999.8 Kami mengartikan istilah “lembaga” dengan dua cara. Pertama, lembaga
(institution) adalah suatu struktur atau mekanisme sosial yang bertujuan untuk mendukung kehidupan kolektif sekelompok orang, seperti misalnya dalam “lembaga adat”, “lembaga pendidikan”, dan “lembaga keagamaan”. Tujuan suatu lembaga dicapai melalui pengaturan (penerapan norma-norma atau aturan-aturan) terhadap perilaku para anggotanya. Kedua, kata lembaga (institute) dapat juga diartikan sebagaimana lebih umum digunakan di Indonesia, yakni sebagai organisasi atau instansi yang berbadan hukum, seperti misalnya dalam “lembaga pemerintah desa”, “lembaga donor”, dan “lembaga pemuda”.
9 Kami menggunakan istilah “perhutanan sosial” sebagai konsep payung untuk menjelaskan berbagai bentuk pelibatan masyarakat atau kelompok lokal dalam kebijakan dan program pengelolaan hutan.
10 Lihat, sebagai contoh, Sarin, 1998.11 Undang-Undang No. 5 Tahun 1979 tentang Tata Pemerintahan Desa, yang
telah digantikan oleh undang-undang desentralisasi pada tanggal 1 Januari 2001.
12 Disesuaikan dari gagasan “platform” sebagaimana dirumuskan oleh Röling & Jiggins, 1998.
13 Lihat, misalnya, Groot dkk., 2002.14 Lihat Kolb, 1984.15 Lihat, sebagai contoh, Bawden, 1991.16 Disesuaikan dari Kusumanto, akan diterbitkan.
214 • CATATAN AKHIR
17 Menurut Dubois, 1998.18 Lihat Buck dkk. 2001 dan 2005.19 Lihat Maarleveld & Dangbégnon, 1999.20 Lihat, sebagai contoh, Wollenberg dkk., 2000.21 Lihat Carney (penyunting), 1998.22 Pengertian “insentif” di sini bukan hanya mencakup imbalan fi nansial,
tetapi juga insentif dalam bentuk nonfi nansial, seperti hak kelola atas hutan, kesempatan pelatihan dan pendidikan, promosi jenjang karier, dsb.
215
DAFTAR PUSTAKA
Bawden. R.J. 1991. Systems Thinking and Practice in Agriculture. Dalam: Journal of Dairy Science, 74.
Braakman, L. & K. Edwards. 2002. The Art of Building Facilitation Capacities. A Training Manual. RECOFTC, Bangkok, Thailand.
Buck, L., E. Wollenberg & D. Edmunds. 2001. Social Learning in the Collaborative Management of Forests. Dalam: Wollenberg, E., D. Edmunds, L. Buck, J. Fox & S. Brodt (penyunting). Social Learning in Community Forests. CIFOR, Bogor, Indonesia.
Buck, L., E. Wollenberg & D. Edmunds. 2005. Pembelajaran Sosial dalam Pengelolaan Kolaboratif Hutan Komunitas: Pelajaran dari Lapangan. Dalam: Wollenberg, E., D. Edmunds, L. Buck, J. Fox & S. Brodt (penyunting). Pembelajaran Sosial dalam Pengelolaan Hutan Komunitas. Pustaka LATIN dan CIFOR, Bogor, Indonesia.
Carney, D. (penyunting). 1998. Sustainable Rural Livelihoods. What Contribution can We Make? Makalah dipresentasikan pada Konferensi Penasehat Sumber Daya Alam - DFID, Juli 1998. DFID, Londen, Inggris.
Dubois, O. 1998. Capacity to Manage Role Changes in Forestry. Introducing the 4R’s Framework. IIED, Londen, Inggris.
Groot, A., N. van Dijk & J. Jiggins. 2002. Three Challenges in the Facilitation of System-wide Change. Dalam: Leeuwis, C. & R. Pyburn (penyunting). Wheelbarrows Full of Frogs: Social Learning in Rural Resources Management. International Research and Refl ections. Hlm. 199-213. Koninklijke van Gorcum, Belanda.
Hartanto, H., C.M. Lorenzo, C. Valmores, L. Arda-Minas, E.M. Burton & R. Prabhu. 2003. Learning Together. Responding to Change and Complexity to Improve Community Forests in the Philippines. CIFOR, Bogor, Indonesia.
Kolb, D.A. 1984. Experiential Learning: Experience as the Source of Learning and Development. Prentice-Hall, Englewood Cliffs, NJ, AS.
Kusumanto, T. Akan diterbitkan. Beyond Power Barriers: Political Learning in Jambi, Indonesia. Dalam: Guijt, I. (penyunting). Triggering Adaptation in Adaptive Collaborative Management: Learning through Collaborative Monitoring. CIFOR, Bogor, Indonesia; dan Resources for the Future, Washington DC, AS.
Maarleveld, M. & C. Dangbégnon. 1999. Managing Natural Resources: A Social Learning Perspective. Dalam: Agriculture and Human Values 16:267-280.
McDougall, C. 2000. Draft Working Model of ACM (#2), Local People, Devolution and Adaptive Co-Management Program, CIFOR (Feb). Draft
216 • DAFTAR PUSTAKA
internal. CIFOR, Bogor, Indonesia.Ritchie, B., C. McDougall, M. Haggith & N. Burford de Oliveira, N. 2001.
Kriteria dan Indikator Kelestarian Hutan yang Dikelola oleh Masyarakat (Community Managed Forests). Pedoman Pendahuluan. CIFOR, Bogor, Indonesia.
Röling, N.G. & J. Jiggins. 1998. The Ecological Knowledge System. Dalam: Röling, N.G. & M.A.E. Wagemakers (penyunting). Facilitating Sustainable Agriculture. Cambridge University Press, Cambridge, Inggris.
Sarin, M. 1998. Who is Gaining? Gender and Equity Concerns in Joint Forest Management. Society for Promotion of Wasteland Development, New Delhi, India.
Steins, N.A. & Edwards, V.M. 1999. Platforms for Collective Action in Multiple Use Common-pool Resources. Dalam: Agriculture and Human Values 16:241-255.
Wollenberg, E. bersama D. Edmunds & L. Buck. 2001. Mengantisipasi Perubahan. Skenario sebagai Sarana Pengelolaan Hutan secara Adaptif. Suatu Panduan. CIFOR, Bogor, Indonesia.
Center for International Forestry Research (CIFOR) adalah lembaga penelitian kehutanan
internasional terdepan, yang didirikan pada tahun 1993 sebagai tanggapan atas keprihatinan
dunia akan konsekuensi sosial, lingkungan dan ekonomi yang disebabkan oleh kerusakan dan
kehilangan hutan. Penelitian CIFOR ditujukan untuk menghasilkan kebijakan dan teknologi
untuk pemanfaatan dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan, dan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di negara-negara berkembang yang bergantung kepada hutan
tropis untuk kehidupannya. CIFOR adalah salah satu di antara 15 pusat Future Harvest di
bawah Consultative Group on International Agricultural Research (CGIAR). Berpusat di Bogor,
Indonesia, CIFOR mempunyai kantor regional di Brazil, Burkina Faso, Kamerun dan Zimbabwe,
dan bekerja di lebih dari 30 negara di seluruh dunia.
Donatur
CIFOR menerima pendanaan dari pemerintah, organisasi pembangunan internasional, yayasan
swasta dan organisasi regional. Pada tahun 2005, CIFOR menerima bantuan keuangan
dari Australia, Asian Development Bank (ADB), Belgia, Brazil, Canada, China, Centre de
coopération internationale en recherche agronomique pour le développement (CIRAD),
Cordaid, Conservation International Foundation (CIF), European Commission, Finland,
Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), Ford Foundation, France,
German Agency for Technical Cooperation (GTZ), German Federal Ministry for Economic
Cooperation and Development (BMZ), Indonesia, International Development Research Centre
(IDRC), International Fund for Agricultural Development (IFAD), International Tropical Timber
Organization (ITTO), Israel, Italy, The World Conservation Union (IUCN), Japan, Korea,
Netherlands, Norway, Netherlands Development Organization, Overseas Development
Institute (ODI), Peruvian Secretariat for International Cooperation (RSCI), Philippines, Spain,
Sweden, Swedish University of Agricultural Sciences (SLU), Switzerland, Swiss Agency for the
Environment, Forests and Landscape, The Overbrook Foundation, The Nature Conservancy
(TNC), Tropical Forest Foundation, Tropenbos International, United States, United Kingdom,
United Nations Environment Programme (UNEP), World Bank, World Resources Institute (WRI)
dan World Wide Fund for Nature (WWF).
Di berbagai tempat di dunia ada kebutuhan yang kian mendesak untuk meningkatkan kualitas pengelolaan hutan. Kebutuhan ini dikarenakan adanya perbedaan kepentingan antara pemangku-pemangku kepentingan yang menggunakan tanah hutan (forestlands) dan sumber daya hutan (forest resources) yang sama. Situasi ini juga terjadi di Indonesia. Meskipun secara umum disepakati bahwa permasalahan ini harus diselesaikan melalui kerja sama antara para pemangku kepentingan yang bersaing, masih terdapat banyak pertanyaan tentang bagaimana kerja sama dapat dilakukan. Buku ini mencoba menjawab sebagian dari pertanyaan tersebut.
Buku ini membahas suatu pendekatan berbasis pembelajaran dalam mengembangkan kerja sama yang disebut adaptive collaborative management (ACM), yang bila diterjemahkan menjadi “pengelolaan bersama secara adaptif”. Di dalam buku ini, digambarkan pengalaman Center for International Forestry Research (CIFOR) dan tiga mitra kerjanya, yakni Yayasan Gita Buana (YGB), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Otonomi Daerah (PSHK-ODA), dan Yayasan Padi dalam meneliti dan menerapkan ACM di dua tempat di Indonesia, yaitu di Sumatera dan Kalimantan. Para pembaca dapat membaca bagaimana sebuah tim peneliti aksi mendampingi kelompok dan lembaga lokal dalam menghadapi permasalahan sumber daya hutan di lokasi, apa keluarannya, dan apa implikasinya untuk penerapan ACM secara lebih luas di Indonesia. Buku ini memadukan pengalaman konkret tim dengan konsep-konsep yang lebih abstrak terkait dengan ACM yang berkembang ketika pendekatan ini diterapkan di lapangan.
Buku ini dapat digunakan sebagai acuan bagi para pendamping masyarakat, staf lapangan lembaga swadaya masyarakat (LSM), petugas lapangan instansi pemerintah, staf lapangan perusahaan kehutanan, dan pelatih. Mereka dan pembaca lainnya yang tertarik dapat menggunakan buku ini sebagai bahan acuan, “alat” dalam memfasilitasi kegiatan kelompok atau lembaga lokal, ataupun sekedar sebagai catatan pengalaman tim peneliti aksi dalam menerapkan pendekatan pengelolaan hutan yang berintikan pembelajaran. Buku ini juga dapat digunakan sebagai dasar pemikiran dalam mengembangkan metode, “alat”, atau konsep pengelolaan hutan sembari mengaitkannya dengan praktek lapangan.