belajar dari
TRANSCRIPT
MODUL SS-02
BELAJAR DARI KEGIATAN DI LUAR KELAS
( LABORATORIUM )
oleh : Dr. Ir. Djoni Prawira R.
1. PENDAHULUAN
Penyelenggaraan ‘Basic Study Skill’ (BSS) merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran berbasis ‘learning’ (SCL). Di satu
sisi, para staf akademik memerlukan ketrampilan memfasiltasi proses pembelajaran,
dan di sisi lain para mahasiswa membutuhkan wawasan dan arahan tentang sikap
mental, strategi dan skill belajar mandiri dan kolaboratif secara tepat, dan menjadi
individu mahasiswa yang tanggap, kritis, proaktif, terbuka, dan selektif dalam proses
belajarnya. Sehingga mahasiswa dapat efektif memberdayakan dirinya sesuai dengan
potensi yang dimiliki, dan pada gilirannya dapat meningkatkan prestasi akademiknya.
Modul ‘Belajar dari Kegiatan di Luar K elas (Laboratorium) (SS-02) adalah
salah satu materi BSS, dan merupakan bagian terintegrasi dari modul ‘Belajar di Kelas
(SS-01), yang dilakukan untuk memperoleh pengalaman empirik. Kegiatan di
Laboratorium biasa disebut Praktikum; Suatu praktikum dapat merupakan persyaratan
dalam mengikuti mata kuliah tertentu sesuai dengan tujuan instruksionalnya, yaitu
mendapatkan ketrampilan tertentu.
Sebagai suatu metode pembelajaran, praktikum merupakan suatu bentuk
proses belajar mengajar untuk mengembangkan dimensi ketrampilan kognitif, afektif
dan psikomotorik mahasiswa secara bersama-sama, sebagai dasar dari perilaku
dengan menggunakan berbagai wujud dan sarana laboratorium. Melalui pembelajaran,
perilaku tersebut diwujudkan sebagai ketrampilan intelektual dan ketrampilan
verbal (Sudarman,2004). Di samping itu, pertimbangan bahwa mahasiswa sebagai
layaknya adalah orang dewasa, memerlukan proses pembelajaran berdasarkan
pengalaman – ‘experensial learning‘.
Bentuk pengajaran ini tidak hanya terbatas bagi bidang-bidang ilmu eksakta,
tetapi juga untuk bidang-bidang ilmu sosial dengan terminologi yang berbeda-beda.
Pada hakekatnya, laboratorium berarti tempat bekerja. Pengertian Laboratorium tidak
terbatas pada bentuk wujudnya sebagai suatu gedung atau ruangan dengan segala
peralatan yang terdapat di dalamnya), tetapi juga di luar ruangan, seperti komunitas
2
masyarakat atau lingkungan-alam tertentu dapat menjadi laboratorium. Pada bidang-
bidang dasar ilmu eksakta, praktikum lebih banyak dilakukan dalam dalam ruangan
(indoor), seperti laboratorium kimia, fisika, biologi, dll. Sementara dalam
pengembangannya sebagai bentuk aplikasi ilmu eksakta, seperti pertanian, peternakan,
perikanan, kesehatan, teknik, biologi, rumah sakit, pasar tradisional dan modern juga
memiliki laboratorium lapangan (outdoor). Pada bidang-bidang ilmu sosial, baik ilmu
dasar maupun terapannya selayaknya menempatkan masyarakat sebagai laboratorium
utamanya. Terminologi studi lapangan sering kali digunakan untuk menunjukkan
cakupan praktikum yang lebih luas pada kondisi di lapangan. Akan tetapi, perbedaan
tersebut bukanlah yang hakiki dan keduanya digunakan baik dalam bidang eksakta
maupun non-eksakta. Untuk mengurangi penggunaan kata, maka pada bagian
selanjutnya dalam modul ini akan digunakan terminologi praktikum.
Dalam modul ini akan dibahas :
1. Kegiatan di Laboratoium : Kegunaan dan hakekat dari praktikum
2. Belajar yang efektif dari Kegiatan di Laboratorium
Sasaran dari modul ini adalah Mahasiswa dapat mengikuti secara seksama
kegiatan-kegiatan terstruktur di Laboratorium, memanfaatkan kesempatan secara
maksimal, memahami dan mahir dalam memberikan makna dalam proses pembelajaran
membangun keterampilan dan pengetahuan baru berdasarkan pengalaman
Waktu yang diperlukan untuk mempelajari modul ini adalah 2 jam, dan
setelahnya mahasiswa diharapkan mampu menerapkan dalam aktivitas belajarnya dari
praktikum.
2. KEGIATAN DI LABORATOIUM : HAKIKAT DAN KEGUNAANNYA
Laboratorium sebagai sarana pembelajaran di Perguruan Tinggi, mulai
diperkenalkan pada pertengahan abad 19, terutama di bidang pengetahuan alam dan teknologi,
yaitu untuk melatih dan meningkatkan ketrampilan menggunakan peralatan dan melakukan
pengamatan. Pembelajaran melalui pendekatan pengalaman (experience) ini memberikan
peluang kepada mahasiswa mengembangkan khasanah pengetahuan dan ketrampilannya,
tidak sekedar mendengar dan membaca pengalaman orang lain.
Mengapa kegiatan ini diperlukan ?.
Menurut Knowles dan Ericson (1990), mahasiswa dapat dipandang sebagai orang
dewasa (muda), sehingga proses pembelajaran seyogyanya juga menggunakan pendekatan
pembelajaran orang dewasa (andragogy), yang memiliki beberap karakteristik, yaitu :
3
1. Self directed learner, artinya memiliki kemampuan untuk mengatur dan mengelola
kegiatannya baik yang behubungan dengan akademik maupun non-akademik.
2. Life experience and knowledge, artinya memiliki pengalaman belajar, pengetahuan
dan ketrampilan yang banyak yang dimaknainya dan memadai untuk mencari
tambahan pengetahuan dan ketrampilan baru sesuai dengan minatnya.
3. Goal oriented, artinya memiliki kesediaan belajar hal-hal relevan baginya, sehingga
perilakunya menjadi terarah pada tujuan yang hendak dicapai.
4. Relevance oriented, artinya dalam proses belajar mahasiswa berorientasi pada
relevansi materi yang dipelajari dengan minat studninya.
5. Problem Solving Oriented, artinya sebagai pembelajar dewasa, mahasiswa memiliki
perspektif waktu kekinian yang kuat, apa yang dipelajari dibutuhkan untuk
menangani persoalan kesehariannya ; belajar adalah proses meningkatkan kemampuan
menangani persoalan hidup.
Sebagai orang dewasa, mahasiswa akan „insight‟ memberikan makna terhadap
kegiatan-kegiatan yang dilkukannya di laboratorium, dan secara kontinu akan terjadi siklus
pengalaman yang pada gilrannya membangun pengetahuan mahasiswa. Ilustrasi 1 di bawah
ini menunjukkan siklus pengalaman dalam proses pembelajaran itu.
6
Pengalaman
nyata
Mengamati
Memaknakan
Merefleksikan
Memformulasi
Bernalar
Abstraksi
Aktif mlkukan
uji coba
1
2
3
4
rasa
simak
pikir
tindak
Gambar 1. Siklus Pengalaman dalam proses pembelajaran
4
Perihal lain yang mendorong para pembelajar seyogyanya melakukan kegiatan di
laboratorium adalah berkaitan dengan publikasi Maggennis dan Farrel (2005) yang
menunjukkan kontribusi praktikum bagi pembelajar.
Tabel 1. „Learning Pyramid‟ dalam proses pembelajaran
No. Metode Pembelajaran ‘Retention rate’ (%)
1. Lecture 5
2. Reading 10
3 Audio visual 20
4. Demonstraion 30
5. Discussion group 50
6. Practice by doing 75
7. Teach each other 90
.
Di samping itu, karena praktikum biasanya dilakukan dalam kelompok-kelompok,
4-5 orang mahasiswa per kelompok, maka proses pembelajaran di laboratorium juga menjadi
kesempatan mendapatkan pengalaman bekerja sama dan berinteraksi di antara mahasiswa
dalam sebuah „team work‟, terlebih jika materi yang dipelajari adalah hal baru bagi semua
anggota team. Kerjasama ini akan berkembang menjadi semangat solideritas kolegial,
membina hubungan dengan dosen/fasilitator atau asisten/instruktur, dan membangkitkan
motivasi belajar yang lebih baik.
Pada hakekatnya komponen kognitif (dimensi mental), komponen afektif (dimensi
perasaan atau emosional) dan komponen psikomotorik (dimensi tindakan) merupakan
komponenkomponen yang mengisi perilaku manusia yang terus-menerus mengalami
pembaruan (updating); pembaharuan merupakan perpaduan dari kognisi (hasil belajar) yang
telah dimiliki sebelumnya dengan kognisi yang baru, dan kognisi yang diperbarui tersebut,
dapat sama, atau mengalami modifikasi, atau berbeda sama sekali, menggantikan yang lama.
Proses belajar dapat berjalan melalui ketiga komponen tersebut, dan ketiganya saling
mempengaruhi.
Sesuai dengan uraian di atas, hakekat belajar dari praktikum ini adalah mencakup
pembaruan ketiga komponen perilaku tersebut. Sebagai contoh, jika tujuan instruktusional
suatu mata kuliah yang adalah mahasiswa mampu mengukur (disamping mampu
menjelaskan) tingkat erosi di satu kawasan hutan dengan menggunakan alat tertentu, maka
5
diperlukan praktikum untuk mencapai tujuan tersebut. Jika mahasiswa hanya mengikuti
perkuliahan dan hanya melakukan pengukuran di atas kertas, sebagai suatu simulasi, maka
tujuan yang dicapai hanya sebatas pengetahuan, atau komponen kognitif. Mahasiswa secara
mandiri dapat memperbarui ketiga komponen tersebut bersamaan ketika sebelum, selama dan
setelah praktikum.
Komponen kognitif, merupakan dimensi mental (knowledge) dan ketrampilan intelektual,
dapat diperbarui dengan :
memperdalam pemahaman teori dengan studi pustaka, diskusi dll;
mengintegrasikan teori/pengetahuan yang telah dipelajari, yang diperoleh dari
praktikum dengan kenyataan-kenyataan yang ada, di samping tentunya teori-teori
yang berlainan bahkan bertentangan.
Mencoba meerapkan teori dengan ermaalahan nyata.
Komponen psikomotorik, merupakan dimensi tindakan fisik, dalam wujud ketrampilan
melakukan, dapat dilatih dengan kegiatan-kegiatan : melalui memilih, mempersiapkan,
merangkai dan menggunakan seperangkat peralatan/instrument secara tepat dan benar.
Keterbatasan waktu dan fasilitas dalam praktikum sering kali menjadi kendala pengembangan
psikomotorik. Untuk mengatasi perihal tersebut, mahasiswa hendaknya memanfaatkan waktu-
waktu luang di luar jadwal waktu rutin untuk melatih diri menggunakan
peralatan, tentunya dengan bimbingan asisten/instruktur.
Komponen afektif. merupakan dimensi perasaan atau emosional, atau sikap diri atau
komitmen diri BARU yang muncul sebagai penguatan dari apa yang telah dimiliki atau hasil
penghayatan dari proses belajar yang terakhir dilalui.
Komponen afektif dapat dilatih dengan cara :
belajar merencanakan kegiatan secara mandiri;
belajar bekerja sama
belajar berdisiplin waktu dan perilaku;
bersikap jujur dan terbuka terhadap pendapat orang lain
apareasiasi terhadap apa yang dipelajari dan dimiliki -
Berdasarkan uraian di atas, kegiatan mahasiswa sebagai pembelajar dewasa di
laboratorium akan banyak memberikan manfaat/kegunaan :
1. Menumbuh kembangkan kemampuan psikomotorik,
2. Mengembangkan kemampuan dalam berimaginasi merancang, mengkonstruksi peralatan,
menyusun protokol suatu kegiatan praktikum di lapangan
6
3. Meningkatkan ketrampilan menggunakan instrumen
4. Meningkatkan ketrampilan melakukan pengukuran, pengamatan, mengumpulkan data,
interpretasi dan menjelaskan hasil praktikum
5. Meningkatkan kemampuan menulis, beragumentasi dan mengungkapkan pendapat yang
terarah dan systematis
6. Meningkatkan kemampuan belajar dan berfikir secara mandiri
7. Menumbuh-kembangkan kepercayaan atas kemampuan diri
8. Memperkuat keyakinan akan kebenaran teori-teori
9. Meningkatkan kemampuan bekerja sama dan saling menghargai pendapat
10. Menumbuh-kembangkan sikap dan pemahaman metodologi ilmiah
3. BELAJAR YANG EFEKTIF DARI KEGIATAN DI LABORATORIUM (INDOOR
DAN OUTDOOR)
3.1. Kendala Belajar dari Kegiatan di Laboratorium
Terdapat kecenderungan bahwa pembelajaran melalui kegiatan di laboratorium
yang bertujuan meningkatkan ketrampilan, hanya mempelajari pengetahuan di bagian
permukaannya saja, atau memiliki tingkat pemahaman yang rendah. Beberapa kendala yang
mungkin sekali menjadi penyebab mutu pembelajaran dari kegiatan di laboratorium rendah
adalah :
1. Praktikum menjadi kegiatan rutin, karena sekedar mengikuti petunjuk/penuntun praktikum.
2. Praktikum didominasi oleh instruksi, dan kurang memberi kesempatan mahasiswa utk
mengembangkan komitmen, ide mandiri dan eksplorasi aktif.
3. Tingkat pemahaman suatu materi praktikum secara holistik, sangat kurang, seolah-olah
merupakan unit yang terisolasi, tdk terhubung dng materi paraktikum lain atau ilmu
lainnya.
4. Bekal pengetahuan awal (pre-requisite knowledge) untuk mengikuti suatu praktikum
kurang/tidak cukup.
5. Praktikum sebagai suatu kegiatan kelompok, sering tidak mencerminkan kerjasama
kelompok yang baik; saling mengandalkan di antara anggota.
6. Dukungan fasilitas untuk melakukan kegiatan Praktikum : sering kali kurang
memadai/sangat terbatas
3.2. Hierarhi Pembelajaran di Laboratorium
7
Berdasarkan tingkat kemandirian mahasiswa dalam melakukan proses pembelajaran melalui
kegiatan di laboratorium dapat dikelompokan dalam 5 jenjang.
1. Peragaan (demonstrasi)
Peragaan umumnya dirancang untuk mengilustrasikan garis besar/prinsip-prinsip teoritik yang
berkaitan dengan mater perkuliahan, sehingga tidak mudah dilupakan oleh mahasiswa. Oleh
karena itu, suatu demonstrasi biasanya dilakukan secara sinkat di akhir kuliah.
2. Latihan
Latihan merupakan percobaan terstruktur, kegiatan pembelajar sekedar mengikuti suatu
instruksi. Dengan kegiatan latihan ini mahasiswa diharapkan menjadi trampil melakukan
pengamatan dan pengukuran, dan disiplin mengikuti peraturan kegiatan yang berlaku.
3. Penyelidikan terstruktur
Penyelidikan terstruktur merupakan bagian dari percobaan terstruktur, dimana mahasiswa
mengembangkan sendiri protokol kegiatan di laboratorium dan menginterpretasikan hasilnya.
Pada jenjang praktikum ini, mahasiswa menjadi trampil memecahkan masalah, melakukan
observasi, dan menginterpretasikan hasil.
4. Penyelidikan terbuka
Kegiatan mahasiswa di jenjang praktikum ini dapat dianggap sebagai latihan penelitian (small
project), dan ditujukan untuk menjadikan mahasiswa secara mandiri trampil mengidentifikasi,
memformulasi dan menyusun rencana pemecahan masalah (waktu, peralatan dan bahan yang
diperlukan), menginterpretasikan hasil, dan mengetahui aplikasinya. Keberhasilan pada
tingkat ini, mahasiswa memiliki keahlian melakukan penelitian secara mendiri.
5. Proyek Penelitian.
Jenjang kegiatan di laboratorium yang paling tinggi dilakukan baik oleh mahasiwa ataupun
dosen adalah kegiatan penelitian. Semua tahapan kegiatan, mulai dari persiapan sampai akhir
suatu kegiatan penelitian, dilakukan secara mandiri oleh mahasiswa. Suatu penelitian
memberikan pengalaman pembelajaran yang sempurna, tetapi memerlukan waktu yang relatif
banyak. Suatu penelitian dapat dilakukan secara individu atau sebuah tim.
Dengan kegiatan penelitian ini, mahasiswa manjadi mampu :
Memahami dan memaknai lebih dalam bidang yang diminati
Mengembangkan inisiatif dan perbedayaan akal
Menumbuh-kembangkan keingintahuan intelektual
Mengembangkan inovasi dan kaidah-kaidah ilmiah
8
Meningkatkan kepercayan diri dan apresiasi terhadap karya yang dihasilkan.
Secara keseluruhan, hierarki ketrampilan yang dapat dimiliki mahasiswa sebagai
hasil pembelajaran dari kegiatan di laboratorium sangat berguna untuk menentukan level
pembelajaran di laboratorium.
Tabel 2. Hirarki ketrampilan – Pemahaman ilmiah ahasiswa dalam kegiatan di Laboratorium
Kegiatan Jenjang /
Aras Tujuan Bahan Metode Hasil
Peragaan/demonstrasi 1 Given Given Given Geven
Latihan 2 Given Given Given Open
Penyelidikan terukur 3 Given Given part or
whole
Given part or
whole Open
Penyelidikan terbuka 4 Given Open Open Open
Penelitan 5 Open Open Open Open
Keterangan : Given = diberikan/tertentu ; Open = terbuka / kreativitas / tidak terikat
Sumber : Pusat Pengembangan Pendidikan, Universitas Gadjah Mada, 2005.
3.3. BELAJAR YANG EFEKTIF DARI KEGIATAN DI LABORATORIUM
Secara garis besar, untuk belajar secara efektif dari kegiatan praktikum dan studi
lapanganan, pembahasan di bawah ini membagi menjadi tiga tahapan, yaitu persiapan
sebelum praktikum, selama praktikum dan setelah praktikum.
1. Persiapan Sebelum Praktikum
Seperti juga BELAJAR DARI KULIAH, agar praktikum atau studi lapangan ini dapat
memberikan menfaat yang maksimal, mahasiswa memerlukan persiapan-persiapan yang
memadai. Modul MD 01 s/d 10, adalah bekal ketrampilan diri yang perlu dimiliki oleh setiap
mahasiswa agar dapat belajar secara efektif dari praktikum, yaitu mencakup motivasi belajar,
kemampuan berkonsentrasi, menangani ganguan belajar dan memanfaatkan waktu secara
efektif dan efesien, dapat menangani kebiasaan procrastinasi.
Sebagai persiapan yang juga perlu dilakuan pada minimal 1hari sebelum melakukan
praktikum atau studi lapanganan adalah :
Mengetahui dan memahami disiplin dalam lingkungan di laboratorium maupun di
lapanganan; Untuk kegiatan praktikum pertama, biasanya asisten/dosen menjelaskan
tentang Tatib selama praktikum, peralatan dan kegunaaanya.
Memahami tujuan, kegunaan dan makna dari praktikum yang akan dilakukan;
9
Mengetahui semua alat-alat yang akan digunakan, prinsip kerja dan cara
penggunaannya ;
Mempelajari teori yang berkaitan; Pengetahuan tentang teori ini biasanya menjadi
prasyarat mengikuti suatu praktikum yang dipertanyakaan sesaat sebelum praktikum
dilakukan (responsi).
Membuat ringkasan prosedur atau protokol kerja yang akan dilakukan; mempersiapkan
pertanyaan yang mungkin muncul dari persiapan ini.
Mengecek dan menyelesaikan semua tugas praktikum sebelumnya;
Pada kegitan praktikum di lapangan – “outdoor”, persiapan ini tentunya
memerlukan waktu yang lebih lama, terutama karena objek nya mungkin melibatkan
masyarakat di samping aspek-aspek lingkungan fisik yang akan diamati. Persiapan dalam
studi lapanganan tentunya berkaitan dengan lokasi, waktu dan lama pelaksanaan, instrumen
studi lapanganan seperti kuesioner, dan perlengkapan pendukung lain yang diperlukan,
termasuk perlengkapan pribadi.
2. Selama Pelaksanaan Praktikum
Sebagaimana telah diuraikan bahwa biasanya suatu praktikum berlangsung dalam
kelompok-kelompok 4-6 orang. Savin-Baden dan Major (2004) menyatakan bahwa jumlah
anggota dalam satu kelompok belajar, sebaiknya tidak lebih dari 3 orang. Setiap anggota
kelompok memiliki peran-kontribusi yang sama bagi kerhasilan kelompok. Untuk itu
diperlukan kerja sama yang kompak antar anggota. Membangun kekompakan memerlukan :
komitmen dan motivasi yang sama dari setiap anggota kelompok untuk belajar selama
praktikum berlangsung; berkonsentrasi dan menghindarkan diri dari percakapan yang
tidak perlu
pembagian tugas yang proporsional bagi setiap anggota, sehinga anggota dapat
berkonsentrasi mengerjakan tugasnya.
sikap toleransi terhadap perbedaan yang mungkin ada di antara anggota
diskusi dalam kelompok untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan
praktikum sebelum dipertanyakan kepada instruktur/asisten.
Setelah semua perlatan/instrumen yang diperlukan lengkap tersedia, maka
praktikum dilakukan mengikuti prosedur dalam buku penuntun atau petunjuk yang diberikan
instruktur. Selanjutnya, sebagai suatu kegiatan belajar, maka selama praktikum hendaknya :
10
setiap anggota aktif memanfaatkan waktu dan peralatan/instrumen praktikum untuk
meningkatkan kemampuan masing-masing, tidak hanya menonton aktivitas yang
ditunjukkan anggota lainnya.
melakukan pengamatan/observasi secara seksama dan mencatat segala sesuatu sesuai
dengan petunjuk/tujuan praktikum ;
berfikir kritis dan kreatif menginterpretasikan hasil pengamatan : persamaan dan
perbedaan dengan teori/pengetahuan yang dimiliki; dan tentang teknik dan peralatan
yang digunakan; selanjutnya membuat catatan tambahan tentang perihal tersebut untuk
memberikan makna yang lebih mendalam dari praktikum yang dilakukan.
mendiskusikan hasil pengamatan di antara anggota dalam kelompok, dan jika
diperlukan lakukan pengamatan ulang, atau membandingkan dengan hasil pengamatan
kelompok lain, atau tanggapan dari instruktur;
membuat laporan sementara; di banyak laboratorium, laporan sementara dibuat segera
setelah praktikum selesai.
mencatat informasi-informasi penting dan tugas-tugas yang diberikan oleh instruktur
baik untuk kelompok ataupun setiap anggota.
3. Setelah Praktikum
Sebagai kelanjutan dari kegiatan praktikum ini adalah membuat laporan praktikum.
Laporan praktikum hendaknya tidak hanya melaporkan hasil praktikum, tetapi juga
mendiskusikan hasil tersebut (dalam kelompok) sejauh pendalaman teori yang dilakukan dan
didukung oleh pustaka-pustaka yang relevan.
Di samping laporan praktikum, catatan tambahan hendaknya juga dibuat untuk
memberikan makna dari praktikum yang telah dilakukan, yaitu mengintegrasikan hasil-hasil
yang diperoleh dari teori dan problema yang nyata. Pemaknaan ini merupakan hasil
penghayatan yang mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang teori yang diperoleh
dari perkuliahan.
Laporan praktikum dan catatan-catatan tambahan hendaknya dibuat dan
diselesaikan dalam 1-2 hari setelah praktikum, terutama untuk menghindari hal-hal penting
terlupakan. Hindari kebiasaan prokrastinasi.
4. Belajar dari Hasil Praktikum
Agar belajar dari hasil praktikum memberikan manfaat secara lebih efektif dan
efesien, terutama dalam menghadapi evaluasi akhir semester (ujian), hendaknya :
11
membuat catatan hasil praktikum menjadi catatan yang systematis dan mudah
dimengerti;
mereduksi volume catatan hasil praktikum tersebut, tetapi tidak mengurangi isinya ;
gunakan symbol atau kode-kode tertentu
mencoba merefleksikan apa yang dipelajari dari hasil praktikum
mengkaji ulang apa yang dipelajari dari hasil praktikum tersebut
Hasil belajar dari catatan praktikum ini menjadi catatan yang singkat, padat dan
menjadi pegangan untuk menghadapi ujian.
4. PENUTUP
Modul Belajar dari Kegiatan di Luar Kelas (Laboratorium) – SS 02 ini merupakan
materi pembelajaran mandiri bagi mahasiswa, dan Anda dianjurkan untuk memperkaya
pengetahuan dari sumber lain.
Sebagai penutup dari modul ini, beberapa pertanyaan berikut diharapkan dapat
membantu Anda untuk belajar dari praktikum, mengembangkan manfaat dan memaknainya :
- Apa tujuan, hakikat dan kegunaan belajar dari kegiatan di laboratorium ?.
- Apa yang hendaknya anda lakukan pada sebelum, selama dan setelah praktikum ?
- Apa yang menjadi tugas setelah praktikum selesai ?
- Bagaimana anda memaknai hasil praktikum ?
- Bagaimana belajar yang efektif dari hasil praktikum
- Bagaimana umpan balik dan evaluasi yang diberikan oleh dosen/asisten/instruktur
terhadap apa yang anda lakukan dan hasilkan dalam praktikum ?.
Selanjutnya cobalah Anda renungkan dan refleksikan : apa makna dan bagaimana
selama ini (di SMA) Anda mempersiapkan, melaksanakan, dan memaknai kegiatan di
laboratorium dalam proses pembelajaran anda.
Mungkin sekali pola belajar yang Anda miliki selama ini tidak sesuai dengan
tututan proses pembelajaran di PT (UNHAS). Sehingga untuk berhasil, Anda secara sadar
selayaknya melakukan „perubahan – pembaruan‟ pola belajar, yaitu berlatih dengan pola yang
baru dan lebih sesuai.
12
PUSTAKA
Bosworth, K. 1994. Developing Collaborative Skills in College Students : Underlying
Processes and Effective Techniques, In : New Direction for Teaching and Learning,
ed.by K.Bosworth, and S.J.Hamilton. Jossey-Bass, San Fransisco. pp. 25-31.
Cannon, R., and Newble, D. 1995. Handbook for teacher in Universities & Colleges. Kogan
Page Ltd., London. pp. 57- 68.
Rahayuningsih, E., dan Dwiyanto, D. 2005. Pembelajaran di Laboratorium. Pusat
Pengembangan Pendidikan, Universitas Gadjah Mada.
Savin-Baden, M., and Major, C.H. 2004. Student Roles, In : Foundation of Problem-based
Learning. Society for Research into Higher Education and Open University Press.
pp. 70-80
Savin-Baden, M., and Major, C.H. 2004. Learning in teams, In : Foundation of Problem-
based Learning. Society for Research into Higher Education and Open University
Press. pp. 71-92.
Sukardi, Ellias, dan Maramis, W.F. 1996. Penilaian Keberhasilan Belajar. Airlangga Univ.,
Surabaya. pp. 135-173.
Watkins, C., Carnell,E., Lodge, C., Wagner, P., and Whalley, C. 2002. Effective Learning.
Institute of Education, University of London.
Zainuddin, M. 2001. Praktikum, Mengajar di Perguruan Tinggi, Buku 1.13. PAU-PPAI. pp.1-
23.