belajar sepeda - omahaksoro.comomahaksoro.com/wp-content/uploads/2016/09/belajar-sepeda.pdf ·...
TRANSCRIPT
Belajar Sepeda sekumpulan puisi
Moh. Faiz Maulana
Pustaka STAINU Jakarta
Bekerjasama dengan
Komunitas Omah Aksoro
Belajar Sepeda © Moh. Faiz Maulana, 2016
Penulis: Moh. Faiz Maulana
Penyunting: Fariz Alniezar
Desain Sampul: Mao
Tata Letak: Ibnu Athoilah
Diterbitkan oleh:
Pustaka STAINU Jakarta
Jl. Taman Amir Hamzah no. 5
Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat 10320
Bekerjasama dengan:
Komunitas Omah Aksoro
Cetakan Pertama: Juli 2016
90 hlm, 20 cm
ISBN: 978-602-6207-19-7
perihal kata pertama
barangkali tak ada yang lebih indah dalam
bahasa manusia selain puisi;
ia menyampaikan segala.
darinya bahasa menjadi akar-akar kisah yang tak
habis tumbuh. tentang kebahagiaan dan
pelajaran kehilangan.
Moh. Faiz Maulana
daftar (pu)isi
perihal kata pertama
memorabilia / 9
aku ingin melihatmu bersedih / 11
mengenang kehilangan / 12
aku ingin menulis puisi / 14
menikmati mimpi / 16
dongeng sepasang kekasih tenggelam di laut / 18
merindukan pertemuan-pertemuan / 20
di jalanan pagi ini / 22
aku ingin membaca puisi di malam puisi /24
tiga kwatrin sajak untukmu / 26
kepada kesedihan / 28
puisi malam minggu / 29
menantikan rindu darimu / 30
aku mulai membayangkan menjadi bunga / 32
dia melukis bunga di langit senja / 33
gadis, bunga, buku, air mata / 34
mencintaimu adalah rasa sakit yang
paling dalam / 35
memastikan kematian / 36
melati / 38
fotosintesa / 39
lagu malam minggu / 41
seorang lelaki dan cerita pertemuan
yang gagal / 42
kemana aku harus pulang? / 44
gerimis malam natal / 46
menjadi perahu / 48
hari ke-7 bekerja / 49
membayangkanmu sekali lagi / 51
dialog sepasang mata tentangmu / 52
mewarnai langit / 54
pasal-pasal hujan / 56
alis / 61
belajar sepeda / 63
spring waltz /64
penyair dan benda-benda yang hidup dalam
kepalanya / 67
cerita kita / 70
elegi / 71
saat kau menolak cintaku / 72
cinta sepasang telepon genggam / 73
mnemonik / 74
mencintaimu sama seperti mencintai
kemacetan / 75
merayakan kesepian / 76
komedi putar /78
ada yang tak pernah diinginkan oleh ingatan / 79
layang-layang / 80
obituary / 81
aku ingin mengunjungi museum saat libur tiba / 83
merencanakan liburan saat minggu tiba / 84
beberapa perempuan dengan mata, alis dan
warna kulit yang sama berkali-kali muncul
di televisi menawarkan kecantikan kepada
nenekku di kampong / 86
sebuah acara di televisi / 87
perihal penulis
9
memorabilia
kau masih ingin jadi penyair?
kenapa masih kautulis banyak puisi
sedang luka di dadamu masih kau biarkan
menganga? puisi yang mana yang akan
kaubacakan untukku?
kau ingat saat angka kelahiranku tanggal.
tengah malam kau ketuk pintu jendelaku
kau kayuh sepedamu dengan sekuat rindu
deraknya mendebarkan jantung.
tubuhmu di selimuti dingin udara.
dengan selembar kertas di tangan kirimu
kau datang mendongengkan puisi
: sepasang kekasih yang saling mencintai
mati dibunuh jarak.
aku suka salah satu bagian baitnya
kau bilang akan mencintaiku dengan tidak
sederhana.
kau tahu, mencintai tidak sesederhana
apa yang dipikirkan orangtua itu.
kau ingat berapa usia kita waktu itu?
kau mengajakku menulis puisi bersama
tapi kau menulis namaku berkali-kali di dadamu
sedang aku tak menulis apa-apa.
katamu puisi seperti pohon beringin
yang tumbuh besar di depan kantor kecamatan.
daunnya yang rimbun melindungi tubuh kita dari
hujan.
10
rantingnya kau jadikan sampan kecil
untuk berlayar menuju hatiku.
kau suka menyendiri di bawahnya
warna akarnya yang kecoklatan
mengingatkanmu pada kulitku.
apakah kau masih ingat?
aku suka melihatmu menulis puisi
dan membacanya untukku.
aku masih menyimpan satu puisimu.
kelak akan aku bacakan kepada anak-anakku
akan aku ceritakan tentangmu.
penyair yang tidak menangis
saat ditinggal kekasihnya pergi.
apakah kau masih ingin menjadi penyair
saat perempuan yang kau cintai
telah disetubuhi cinta yang lain?
puisi yang mana yang akan kaubacakan untukku?
2015
11
aku ingin melihatmu bersedih
aku ingin menuliskan kesedihan-
kesedihanku ke dalam kepalamu
yang selalu membuat sesak kepalaku.
aku ingin melakukannya
kaurasakan apa yang kurasakan
sakitnya ditusuk jarak dan kulihat darah
rindu mengalir begitu segar dari kedua
matamu.
aku ingin melihatmu bersedih.
matamu biru langit menghujani tubuhku
yang dingin.
kau masuki tubuhku
memetik jantung dan memamah hatiku.
aku ingin sekali melihat semua itu terjadi
kau membunuhku dengan segala
kesedihanmu.
2015
12
mengenang kehilangan
matamu dan mataku
adalah pisau yang beradu
sebelum mata hujan memisahkan kita.
hujan adalah perih terakhir kita
tetesannya menyentuh dan menjelma
air mata.
matamu adalah langit
namun sedikit lebih lembap.
saat matamu terpejam berjam-jam
malam seperti kenangan
yang dijauhkan dan ditinggalkan.
waktu selalu bisa mengubah
hal-hal indah menjadi kata
yang menyakitkan.
seperti yang selalu diungkapkan
kematian kepada kita
: selamat tinggal!
dengan gemetar rindu
kusentuh pipimu yang basah
entah air mata atau air hujan
keduanya adalah perih kehilangan.
aku tidak bisa lagi merasakan
angin sebagai isyarat
ia memberikan terlalu banyak pertanda.
13
kau udara yang meniupkan sepi
angin yang menghembuskan sunyi
hujan yang jatuh dari mataku
ditiap musim kenangan.
2015
14
aku ingin menulis puisi
aku tidak percaya kepada orang-orang yang
suka menulis puisi. memamerkan duka.
rindu dan cinta. tubuhnya di selimuti
metafora. senyuman, tangisan, pelukan, dan
berlembar-lembar puisi adalah omong
kosong. mereka ranting pohon yang mudah
retak. hatinya tajam pisau. kulitnya bersisik
duri. ketika kesedihan menampar pipinya,
semesta adalah rasa sakit.
tidak ada yang mampu mereka lakukan
selain pura-pura –dan menuliskan hal-hal
yang tak masuk akal. perumpamaan-
perumpamaan, dongengan hewan, pohon-
pohon, sepasang kekasih yang mati dibakar
sepi yang menjelma abu dan api.
kutipan-kutipan kesedihan tentang kayuh
sepedanya melewati kehidupan yang
deraknya memejamkan mata perempuan
kecil.
aku tidak percaya kepada orang-orang yang
suka menulis puisi. mereka tidak peduli
dengan percakapan kita tentang negara dan
cinta, isak tangis perempuan kecil yang setia
mendengar lagu kayuh sepeda ayahnya di
belakang stang, klakson kendaraan, hamparan
sawah dan percakapan burung-burung dengan
para petani. mereka terlalu sibuk memilih alasan
dengan kata-kata.
16
menikmati mimpi
aku menyukai malam
sebab dengan malam aku bisa
menulis puisi –segala hal tentangmu.
matamu yang bulat. tipis alismu.
dahi kerutmu. bibir pucatmu.
seraut wajah tanpa riasan.
bintik-bintik hitam di pipimu
selalu menggodaku.
aku selalu menduga, barangkali
bintang-bintang di langit adalah
bintik-bintik di pipimu yang bercahaya.
kubiarkan semua bayangan
yang ada di dalam kepalaku berlari
dan jatuh menabrakkan diri kedalam puisi.
menjatuhkan tubuhnya sekali lagi
ke ranjang cinta.
membiarkanmu tidur di atasnya
sepanjang malam.
menjelang tengah malam
kau tetiba menghilang.
aku gelisah sambil terus terjaga
dan menuliskan puisi-puisi cinta.
aku senang membayangkan
wajahmu yang tetiba juga gelisah.
matamu kulihat berkabut.
kau mulai rajin memandang langit
dan menyapaku lewat doa-doamu.
17
aku suka tersenyum sendiri
saat menulis puisi.
membayangkan kau menepuk pipiku.
mengusap-usap rambutku.
mencubit lenganku dan
menarik-narik kemejaku.
kita bermesraan di tubuh puisi
sepanjang malam.
tanpa tahu kapan mimpi akan segera usai.
2015
18
dongeng sepasang kekasih tenggelam di laut
langit mulai berwarna coklat, malam hendak tiba,
matahari membasuh tubuhmu dengan bau amis
dan buih. ombak kita saling berkejaran, sedang
mata kita tetap saling berpandangan. aku senang
melihat matamu menatap mataku. matamu yang
pandai meronce air mata.
sore itu aku melihatmu sendiri. lebih tepatnya
menyendiri. kau menangis. ingin sekali aku
tanyakan perihal apa yang membuatmu
menangis. kau tak bicara.
matamu sebiru laut yang tak mudah kutebak
kedalamannya, menjebakku kedalam sampan
kecil yang terombang-ambing di tengahnya.
aku hampir saja muntah. tapi pelukanmu
mengobati rasa mualku.
kau ingin mengadu, tapi lautan terlalu hening dan
damai. kuusap rambut tajammu. badanmu
bermandi buih. aku mengambil lokan. kubuat
cincin dan kalung. berharap kau tertawa dan
melayarkan segala kepedihanmu ke tubuh laut
yang berkelip bintang. kau meneguk minumanmu.
dan mulai menatapku. aku gemetar. tak ada
senyum. kurasakan butiran pasir dan angin
menampar pipiku, ombak menerpa tubuhku.
19
di pantai ini kita berdua, duduk di bawah langit
yang sama. langit yang menjatuhkan banyak
sekali kenangan, namun tidak satu pun bisa
kutangkap dan kuingat. bintang-bintang seperti
butir-butir pasir yang menempel di kaki-kaki kita.
kulirik matamu yang biru. dan kusaksikan lautan
di dalamnya melayarkan sepi. mungkinkah cinta
telah hanyut bersama buih laut? kau mengerat
tanganku dan berlindung di dadaku. kulihat
ombak besar datang merampasmu dari
genggaman tanganku.
aku menjadi buih. dan kau hanyut ditelan ombak
–entah menjadi kerang atau bintang laut.
dongeng sepasang kekasih tenggelam di laut ini
selalu menidurkanku di pangkuan ibu.
2015
20
merindukan pertemuan-pertemuan
aku merindukan pertemuan kita. kita duduk
semeja. dan tak bicara apa-apa. kau banyak
sekali memesan makanan dan minuman.
segelas wine. sepiring roti. kentang dan
keju. dan kupesan kebahagiaan untukmu.
di luar hujan, tidak deras namun lama.
dan kita tetap juga tak saling bicara. kau
meneguk minumanmu. aku hanya diam
memandang wajahmu. hujan membasahi
kaca jendela. kau mencintai hujan. kulihat
matamu menjelma mata hujan, membasahi
mataku.
seorang pelayan datang menghampiri kita,
memberitahukan malam sebentar lagi tiba.
kauhabiskan potongan croissant kejumu
dengan terburu-buru. kulihat bibirmu
berlepotan penuh keju. aku tak suka hal yang
terburu-buru. sebab buru-buru membuatmu
gelisah. membuat bibirmu tak lagi indah. seorang
pelayan tersenyum menatapmu. dan mataku
menatap mata pelayan dengan tajam pisau. aku
tak suka pelayan, ia hanya mengganggu
pertemuan kita.
malam tiba, dan segera memejamkan mata
kita. kau bergegas pergi. beginilah cara mereka
memisahkan kita. melipat waktu, mengiris
dengan sembilu. hawa dingin menyergap
21
tengkukmu. aku tak tahu malam membuatmu
menggigil. sedang hujan belum juga reda.
ingin sekali aku mengantarmu pulang. atau
memberimu pelukan biar kau tak kedinginan.
tapi kau tak peduli. kau tak pernah peduli
kepadaku –aku kursi kosong yang selalu
merindukan pertemuan-pertemuan.
2015
22
di jalanan pagi ini
sebelum berangkat berkerja. aku menyiapkan
kepala. dan bercermin setelah siap semuannya.
tapi cermin-cermin di dinding pagi ini hilang
entah kemana. terpaksa aku tak bercermin pagi
ini. hingga merasa ada yang aneh dengan
kepalaku. susah payah aku mencari cermin.
berputar-putar aku sepanjang waktu. tapi
cerminku tak kunjung ketemu. barangkali kita
memang sudah tak butuh cermin, sekadar melihat
kumis atau rambut kita yang mulai memutih sebab
kita lebih tertarik melihat rambut orang lain
daripada rambut kita sendiri.
pagi ini di jalan raya. aku menemukan banyak
sekali manusia tanpa kepala. di kemacetan,
pertigaan, pasar, kantor, taman, tempat-tempat
wisata, bahkan ditempat kepala-kepala bekerja
–kukira ditempat kepala-kepala bekerjalah
kepala-kepala itu diletakkan. tetapi semua yang
ada di sana juga tanpa kepala, malah ada yang
tanpa busana.
mereka saling bertabrakan. saling
berebut siapa yang duluan. aku tak tahu apa
yang terjadi. sebab semalam aku tak menonton
televisi dan tak sempat membaca berita-berita
terkini di pagi hari.
23
aku berjalan menjauhi kerumunan. menghindar
dari tabrakan. orang-orang seperti tak menyadari
ada yang hilang dari tubuhnya. sejak tadi pagi.
masih kudengar caci maki di kemacetan.
Pemalakan di pasar-pasar. penyuapan di kantor-
kantor. Pertikaian dan perebutan kekuasaan
ditempat kepala-kepala bekerja. kupikir jika
manusia tanpa kepala, ia akan menjadi lebih baik.
tapi pikiran yang ada di kepalaku ini salah. sebab
manusia tak seharusnya hidup hanya dengan
kepala melainkan juga dengan hati.
jalanan semakin ramai dilewati manusia-manusia
tanpa kepala, yang entah dari mana datangnya.
tak satu pun aku mampu mengenali mereka.
mereka berjalan dengan santai seperti topi yang
diterbangkan angin pantai. mereka seperti tak
merasa kehilangan kepala. mungkin orang-orang
seperti ini tak pernah bercermin di pagi hari,
hingga lupa menaruh kepala mereka. sedang
kepalaku alangkah susah dipalingkan kesebalah
kiri atau sebelah kanan.
2015
24
aku ingin membaca puisi di malam puisi
aku ingin membaca puisi, tapi tidak
di kafe-kafe atau di restoran-restoran mewah.
aku tidak punya ongkos untuk makan dan minum
apalagi untuk pergi ke sana. saku celanaku
sudah berlubang sejak setahun yang lalu, tepat
saat telepon genggamku rusak terendam
air mata ibu. puisi-puisiku juga tak kunjung
terbit di hari minggu, padahal jauh di mata jendela
ada yang setia menanti sinarnya. biarlah aku tak
disebut penyair oleh mereka. asal bagimu, aku
tetaplah penenun kata yang kau cinta.
aku ingin membaca puisi di jantung malam.
di bawah teduhnya langit. bersama anak-anak
gelandangan, rerumputan, dan ibu-ibu tua. diiringi
klakson kendaraan, dan suara nyamuk sebagai
rima terakhir kita. aku membayangkan ini akan
jadi pembacaan puisi terhebat bagi penyair miskin
sepertiku. aku akan dihadiahi banyak tepuk
tangan dari telapak-telapak kejujuran. dan air
mata ibu akan jatuh juga dari mataku.
akan aku bacakan semua puisi untuk mereka.
bukan mereka. dan tentu khusus untukmu. akan
aku ceritakan kisah seorang penyair yang
hidupnya penuh getir. yang tiap hari ia menulis
puisi untuk menutupi kesedihannya. untuk menjahit
lubang di saku celananya. yang tiap hari bermimpi
puisinya terbit di minggu pagi, sebab ada yang
selalu setia menanti sinarnya.
25
aku ingin membaca puisi. di kafe-kafe atau di
restoran mewah. akan aku katakan pada hadirin
semua. aku bukanlah penyair. aku hanyalah
pembaca sajak yang tak bijak memilih dan
memilah puisi untuk dibaca. tak usah didengar,
apalagi bertepuk tangan. pembaca sepertiku
hanyalah sampah yang menodai makna puisi.
aku ingin membaca puisi. kapan saja dan dimana
saja bersamamu.
2015
26
tiga kwatrin sajak untukmu
1.
memandang matamu, kubayangkan senja yang
jingga rebah di tubuh laut. langit di atasnya
terbentang lembut. berselimut gumpalan awan.
kau dan aku di bawahnya. di pinggangku
tanganmu berkeluk. aku menyukai matamu yang
bulat. kau tidak ingat, matamulah yang pertama
kali membuatku jatuh cinta. sampai berkali-kali
–cinta padamu berkali-kali jatuh. aku tak bosan
mencintaimu bahkan sampai ribuan, jutaan, entah
berapa kali. jatuh cinta padamu adalah perihal
percuma yang selalu ingin aku lakukan.
kelak, bila mataku tak bisa menatap matamu lagi.
tetaplah mencintai senja. tataplah senja itu.
senja terindah yang tenggelam di lautan air
matamu yang memancarkan berkas-berkas
cahaya ke langit hingga segala apa yang
mengapung di permukaan air menjadi tampak
indah berkilauan. lihatlah baik-baik dan simpan
dalam matamu. supaya aku bisa selalu melihatmu
dalam kegelapan.
2.
bergandengan tangan denganmu adalah
sentuhan yang paling mendebarkan. mataku
terpejam dalam dekapan rasa asing yang indah.
jari-jarimu memeluk jari-jariku erat. dan debar yang
gemetar memperoleh kebahagiaannya. tanganku
basah, tapi kau seakan tak peduli. malah semakin
27
erat. seolah tak membiarkan telapak tangan kita
saling bersingkuran.
kelak, bila aku tak bisa menggandengmu lagi.
carilah kau lelaki yang bisa menulis puisi. yang
mampu menidurkanmu dari sunyi yang memeluk
tubuhmu. yang mampu menampung air matamu
menjelma rintik-rintik hujan yang menyejukkan.
3.
memeluk tubuhmu adalah menyatukan gigil kita
kedalam rasa hangat. mata kita yang saling
bertatapan. lengan yang saling berkeluk. degub
jantung yang saling bertukar sebut nama kita.
memeluk tubuhmu mengingatkanku pada
kenangan-kenangan yang yang tak bisa
dilupakan. bau tubuhmu, harum rambutmu.
berpelukan adalah satu-satunya cara kita untuk
mampu merasakan betapa sakitnya melepaskan.
kelak, bila lenganku tak lagi mampu memelukmu,
percayalah, akan ada lengan yang benar-benar
bisa memelukmu dengan utuh. yang
melindungimu dari segala luka. menghembuskan
napasmu. yang ketika kaugenggam jari-jarinya,
akan kaurasakan jantungnya berdegub menyebut
namamu.
2015
28
kepada kesedihan
kepada kesedihan akan aku kirimkan
senyum yang paling menawan
agar kau tak datang padaku dengan
penuh ancaman.
kepada kesedihan akan aku tawarkan
cinta yang paling setia
agar kau berbahagia
dan tak lagi mengajakku berkencan.
kepada kesedihan akan aku berikan
hati yang paling tabah
yang senantiasa menerima duka
dengan dada terbuka.
kepada kesedihan
aku kehilangan akal
aku tak ingin kekal.
2015
29
puisi malam minggu
malam minggu dengan langit kelabu yang
melengkung dikerutmu memayungi pelukan
sepasang kekasih yang mengerat pada lampu,
kursi dan ayunan di taman kota.
kau pandangi segala penjuru dengan gerutu dan
amarah, caci maki tak mampu kau dekap mesrah.
“ada apa dengan malam minggu?” katamu. kau
sendiri menghitung waktu, lumut dan jamur
mengeratmu.
tak adakah malam lain selain malam minggu yang
mampu memberimu pelukan, dan sedikit kecupan
di kening, pipi, atau bibirmu? apakah malam
minggu adalah malam pelukan? lantas,
bagaimana dengan nasib seseorang dengan
secangkir kopi dan puisi? –kesepian telah
memeluknya.
malam minggu adalah malam gerutu, dan
pelukan adalah hinaan bagi secangkir kopi dan
puisi yang ditinggal pemiliknya pergi.
2016
30
menantikan rindu darimu
aku ingin mengambil belati. menyobek
kulitmu dan kutanam jantungku di dalam
detak nadimu biar kau tak alpa mengingatku.
aku ingin sekali menanam rindu di pori-pori
kepalamu. dan memetik pertemuan sebagai
buah-buahan yang disajikan waktu kepada
kita.
kubayangkan kau datang dengan luka
menganga di dadamu. rindu telah
mencabik-cabik jantungmu. kau terseok-seok
menghampiriku. dan lekas ingin sekali
kupeluk tubuhmu, biar lesap semua luka
di dadamu. dan aku tertawa bahagia
melihatmu menderita. bisakah kau
bayangkan itu? bagaimana nyerinya
jantungku saat rindu tak pernah kau jumpai.
bisakah kau mengingat wajahku yang
terselip di antara surat-surat cintaku yang
tak pernah terlambat sampai di mejamu,
yang tak pernah kau baca barang sekata?
bisakah kau mengingat namaku barang
sedetik di sela-sela lagu cinta yang
memekakkan telinga? maukah kau mencium
seluruh napasku, yang tiap hembusannya
tercium bau parfummu?
31
mungkin rindumu telah hanyut bersama
waktu. yang mengajakmu menjadi asing dan
jauh. yang mengajarimu rasa tak peduli.
yang mengenalkanmu pada sebentar.
aku ingin sekali kaurindukan. meski tidak
dengan kasih sayang dan cinta. kebencian-
kebencianmu juga telah aku persilahkan
masuk kedalam rinduku. sebab aku percaya,
orang yang selalu kaubenci adalah ia yang
paling sering kau khawatirkan.
2015
32
aku mulai membayangkan menjadi bunga
aku mulai membayangkan menjadi bunga.
mewarnai seisi beranda, mewarnai langit,
mewarnai tubuhku sendiri. diperebutkan
kumbang-kumbang lanang sebagai bunga cantik
yang baru saja merekah.
tubuhku merah merona. setiap pagi akan aku
sinari taman dengan seberkas cahaya, akan aku
taburi angin dengan harum bunga-bunga.
aku mulai membayangkan menjadi bunga.
sebelum si tukang kebun memetiknya, lalu
menyelipkan bunga itu di atas telinga,
di sela rambutku.
2014
33
dia melukis bunga di langit senja
dia melukis bunga di langit senja.
besar dan bulat. dia ingin sekali
menambahkan pelangi agar warna
bunga lebih indah dan bercahaya.
tetapi senja lebih cepat gugur dan
malam bersiap menghapus
warna-warna.
dia seperti ragu-ragu mewarnai,
entah bunga atau senja. sama saja.
keduanya tak akan pernah abadi.
2014
34
gadis, bunga, buku, air mata
gadis itu mewarnai bunga dengan
air mata pada halaman buku yang
belum selesai dibaca.
kata-kata tak ada habisnya
dieja.
bekas basah di buku itu, adalah
air mata, yang jatuh ketika hendak
mewarnai duka.
gadis dan bunga tak tahu kenapa
air mata tiba-tiba ada. mereka juga
tak bertanya kepada buku yang tidak
pernah selesai dibaca: “kenapa
warna duka selalu air mata?”
2014
35
mencintaimu adalah rasa sakit yang
paling dalam
aku akan menamai rasa sakit ini cinta.
dan akan aku jaga dengan sepenuh
kepedihanku. akan aku rawat ia hingga
tumbuh sebagai luka yang tabah. aku
sirami dengan air mata sumber mata air
paling murni. kelak, kau akan tahu, cinta
adalah sebaik-baiknya merawat luka.
aku ingin mampu menceritakan apa yang
kurasakan ketika mencintaimu. mencintaimu
adalah rasa sakitku yang paling dalam.
setiap cinta padamu sekali lagi jatuh.
nyeri di dadaku membuncah, debar jantung
yang gemetar seakan mau pecah. keringat
membasahi ubun-ubunku. panas-dingin
tubuhku kambuh. berbagai macam merek
obat dan jamu tak mampu meluluhku.
namamu muncul ditiap sesak napasku.
wajahmu melumuri rasa sunyi yang
menggelisahkan. pelukanmu mengerat
di pegal-pegal pinggangku. begitulah rasanya
aku mencintaimu. dengan nyeri yang
menguliti jantung dan hati.
2015
36
memastikan kematian
aku datang kepadamu pada suatu pagi yang
bening. kau duduk di hadapan mata jendela.
memandang daun-daun jatuh. bunga-bunga
kering merontokkan tubuhnya. di matamu
embun menetes memekarkan kuncup bunga
kamboja.
berkas-berkas cahaya meluncur dari mata
pagi menuju matamu. menyinari wajahmu yang
pucat. rambutmu tergerai berantakan. matamu
kulihat berkabut. dalam tubuhmu aku
memeras jantung dan hati. lagu-lagu cengeng
mulai kau senandungkan. dan pagi kita
bagai sebilah belati.
aku datang kepadamu pada suatu pagi yang
bening. yang mengantarmu pada kehilangan.
yang mengenalkanmu pada kesedihan. kau,
duduk sendiri di dekat altar kita. dari telapak
tanganmu aku temukan tangis yang dulu
pernah kaucuri dari mataku. kau diam,
memandang mataku. “memandang matamu”
katamu. kautemukan bau tanah. harum melati
dan kamboja. “bukankah kau suka harum
bunga?” kau tak pernah berani menjawabnya.
Keringat mengalir dari tangan, leher dan matamu.
37
kau, memejam. membayangkan sesuatu yang
indah. sebuah ciuman mesra. beberapa buket
bunga. dan pagi yang senantiasa hangat oleh
pelukan kita. tubuhmu basah. kau, lama sekali
memejam mata.
2015
38
melati
yang seputih awan sudah tiada.
gadis itu mencarinya, hingga
berkas-berkas cahaya
menghamburkan segala warna.
yang seputih awan sudah lenyap.
gadis itu mencarinya, hingga
warna bunga-bunga
berubah gelap.
yang seputih awan sudah…
gadis itu tiba-tiba menjelma bunga
seputih melati.
2014
39
fotosintesa
aku sudah terbiasa hidup dengan ulat.
tubuhku lesap, dirajah.
ubun-ubun dibasahi embun.
udara panas dan kering tak henti
menyuapkan maut.
menggugurkan aku.
aku ingin hidup.
bersemak di rimba semesta.
berteman angin melampaiku.
aku bermandi mentari.
memeras keringat risauku
di semusim semi.
angin-angin meniupkan
darah ke jantungku.
tubuhku dibalut bunga-bunga
dan seikat sutra.
akan kudekap hangat.
seberkas cahaya yang melesat.
kulekatkan mataku ke matanya.
dan kuceritakan kepadanya rahasia
perjalanan darah di tubuhku.
aku jatuh cinta
kepada mata yang bercahaya.
kubayangkan ia muncul
dari setitik putik.
40
membacakan sajak-sajak erotik.
yang melebur bunga menjadi air mata.
tetapi ia tak kunjung ada.
entah apa yang dicari sia-sia.
aku sudah terbiasa hidup dengan ulat.
tubuhku lesap, dirajah.
mungkin segera aku menjelma jadi bangkai.
2015
41
lagu malam minggu
aku ingin berpacaran
seperti yang mereka lakukan.
duduk berdua di taman
saling berpegang tangan
atau, sekadar duduk menatap rembulan.
aku ingin berpacaran
seperti yang mereka lakukan.
berdua menyusuri jalan
berhias bunga di sepanjang tatapan
atau, sekadar diam saling berpandangan.
aku ingin berpacaran
seperti yang mereka lakukan.
rindu saling bermesraan
tubuh yang saling berpelukan
berdua menjelma kenangan.
aku ingin berpacaran
seperti yang mereka lakukan.
…
tunggu sebentar!
Tuhan datang mengajakku berkencan.
2013
42
seorang lelaki dan cerita pertemuan yang
gagal
pertemuan kita telah jadi abu. nyala api
yang menjelma rindu di tubuhku padam.
badai menarikku kedalam pusara kelam.
udara dingin menguliti tubuhku. mengerat
urat-urat duka. dadaku sesak. di genggamku
bunga-bunga penuh lendir. anyir dan berbau
busuk.
hanya di bibir yang paling pinggir kau
berkali-kali mengeja rindu untukku. kau
kirim sebaris huruf mati untuk menemaniku
bermalam pada kelam. bulan purnama kulihat
pucat mayat. mengiris duka ke jantungku.
di taman ini, aku seperti ranting-ranting tua
yang mudah retak. daun-daun muda
menggejekku. lumut-lumut melumuri tubuhku
dengan racun dan waktu.
jam berapa ini? kucoba membacamu; lewat
huruf-huruf mati. tapi katamu: “maaf, aku
sedang sibuk!”. potongan-potongan
wajahmu. sedikit memudar dari pandanganku.
mataku terpejam dalam-dalam, berharap
tak ada yang basah. tak ada yang hadir
tanpa diundang.
44
kemana aku harus pulang?
aku pulang pada suatu senja yang merah.
setelah darah dan duka digugurkan. lorong-
lorong sepi diramaikan oleh traktor-traktor.
doa-doa telah dikalahkan oleh kepentingan.
setelah mampu kutampung air matamu
dengan segala tangisku.
masihkah kau simpan ingatan kita tentang
rumah kecil beralas kerikil, beratap biru
langit, berdinding sungai. kita tidur
berselimut pelangi. bunga-bunga bertebaran
sepanjang hari di kamar kita. masihkah kau
ingat itu?
aku ingin sekali datang kepadamu lebih
cepat. mencium tanah yang harum berdebu.
suara-suara cericit burung-burung gereja.
sawah-sawah hijau. dan melihat senja
tenggelam di debur ombak yang menebarkan
amis. tapi waktu tak bisa dirayu. untuk
barang sedetik kembali ke masa lalu.
orang-orang telah datang memasang tanda.
melingkari taman kita dengan duka.
menanam pohon-pohon asing. mengunci
semua pintu rumah kita. aku kehilangan
sawah. kehilangan bau amis. kehilangan
keluarga dan negara.
taman-taman yang dulu kita ceritakan
hilang. berganti kisah menjadi gedung-gedung
45
yang menjulang. lalu, kemana harus kucari
bunga-bunga yang warnanya masih tergambar
di kepala? kemana harus kulihat kupu-kupu
yang kepak sayapnya masih kudengar menyeru?
kemana mesti kucari dirimu yang hilang ditelan
jarum waktu. kemana bunga-bunga yang
warnanya memudarkan kelam akan kita tanam?
Kemana aku harus pulang?
2015
46
gerimis malam natal
malam ini hujan, gerimis. sehabis
magrib lonceng berbunyi (setumpukan
alkitab di sudut lemari kini tak lagi
berteman sepi). jalanan basah.
membekas doa-doa kita.
sementara angin mulai berbisik.
kepada jari-jari rekah untuk lebih lama
bersemayam padaNya. pada doa yang
tak hanya sekadar kata.
“jangan pejamkan mata saat berdoa”. katamu.
maka akan kaulihat perawan suci bersama
putra sang ilahi yang tertinggal di gerimis ini
–di matamu yang bergelincir air suci.
(kulihat gerimis berhamburan di sepanjang
jalan, seru butir airnya menjelma doa,
membekas seperti tanda. adalah fana).
aku tak bisa melihat apa yang akan lenyap.
ditatapnya perempuan itu berkali-kali.
“barangkali” jawabmu.
“sunyi adalah kesejatian hati”.
juga masih kulihat malam berjalan sendiri.
diantara ramai gerimis. seperti didengarnya
hamba berdoa: “barangkali gerimis adalah
harapan”. sebab kita sama-sama tahu
bahwa rindu adalah mencintai waktu.
47
tapi aku melihat surat-suratmu menggantung
di pohon-pohon cemara (bersama langit
yang menganga dan hingar-bingar cahaya).
kudapati doamu tertinggal di dalamnya.
2014
48
menjadi perahu
aku adalah perahu nelayan yang datang dari
arah utara. mengarungi lautan rindumu
bersama ikan-ikan kecil yang setia
menemaniku. tubuhku dihantam ombak.
badai menarikku kedalam pusara kelam.
tapi aku tak pernah tenggelam.
sehelai layar hitam. kedua ujungnya
diikatkan pada ujung tiang kayu jati. direkatkan
pada segenggam hati. dalam tubuhku telah
tumbuh lumut dan karang. aku bermandi
buih. tubuhku bau amis. lokan-lokan
kuronce dan kulekatkan di bibir pantai.
berharap ombak mengantarkannya
kepadamu.
aku adalah perahu nelayan datang dari
kegelapan. tanpa lampu. tanpa awak.
maukah kau menemaniku berlayar?
2015
49
hari ke-7 bekerja
aku benci bekerja. melakukan hal-hal yang
itu-itu saja. bangun pagi-pagi. pulang malam
hari. bekerja mengurangi kebahagiaan kita.
kemacetan selalu membuatmu marah. dan
terlambat adalah petaka. dari jendela mobil
yang gelisah tak ada yang tampak lebih indah.
selain terik matahari yang sesekali sembunyi
di balik punggung penjaja koran. aku tak
percaya kepada orang-orang yang merasa
bahagia saat hari kerja tiba. hiburan dan liburan
adalah sesuatu yang selalu mereka inginkan.
maka manusia membangun kafe, tempat
karaoke, taman rekreasi, mal dan salon
kecantikan. bekerja membuatmu asing: pakaian,
sepatu, rambut, senyuman, pelukan, jabat tangan.
tidak ada yang mampu kau lakukan selain
berpura-pura. bekerja menghindarkanmu dari
teman-temanmu. kita banyak kehilangan waktu
bersama saat tak pulang hingga larut malam.
kau sibuk memandangi layar komputer dengan
gerutu: aku punya banyak barang mewah, rumah,
mobil, jam tangan. sedang teman-temanmu
sibuk tertawa di depan kamera. mengirimkan
wajah lucu mereka ke layar telepon genggammu.
memberitahumu bahwa ada sesuatu hal yang
lebih berharga daripada sekadar mewah: adalah
kebahagiaan. bekerja adalah alasan utama
ketidakpedulianmu. kuberitahu, saat kau
menyusuri jalanan menuju tempat kerjamu, kau
membuang rasa pedulimu. kau berlalu begitu saja
50
saat dua remaja ingin membantu
mengeluarkanmu dari kemacetan. kau pikir itu
adalah kejahatan yang mengancam. bahkan
kepada sesama pekerja, kau berbicara
menggunakan klakson kendaraan.
bukankah bekerja adalah menghargai
kehidupan? aku benci bekerja. yang sampai saat
ini tak pernah mencintaiku.
2015
51
membayangkanmu sekali lagi
aku suka sekali berkhayal. menjadi dirimu.
membayangkan jantungmu dan jantungku
menyatu. jari-jari kita saling mengerat. kita
hidup disatu tubuh dan saling mencintai. aku
memelukmu dengan tubuhku sendiri. atau
menjadi apa saja. membayangkan diriku
menjadi kunang-kunang. masuk kedalam
telingamu. dan mendengarkan apa saja
yang kau perbincangkan dengan tuhan.
menjadi lipstik merah marun, biar mampu
kukecup segala doa untukmu. dan membekas
sebagai senyuman yang paling menawan.
aku suka sekali berkhayal tentangmu.
membayangkanmu hidup kembali. dan aku
mati berkali-kali.
2015
52
dialog sepasang mata tentangmu
mata kanan;
“ada yang tak pernah bisa
dilihat oleh mata kita,
ialah rindu yang membutakan waktu
rindu adalah mata yang sejati
saat dua hati dibutakan jarak
aku adalah matamu
: tangis dari rindu yang tak berujung temu;
dibutakan jarak dengan waktu
di depan mata: rembulan
menanggalkan cahaya. tiba-tiba
bayanganmu menyala
membutakan jarak dengan sunyi”
mata kiri;
“dalam mataku
kau adalah pisau
dua mataku tertinggal di wajahmu
sebilah pisau berkilat mencarinya
dan berkata: kau tahu, hanya ada
kamu di mataku
matamu dan mata pisau saling bertatapan
: kita sama-sama berdarah
53
tak peduli darahmu atau darahku
kita menyatu dalam kenangan
matamu dan mata pisau
sama saja, senang membuat duka
airmata adalah darahnya”
2015
54
mewarnai langit
aku akan mewarnai langit seperti buku
gambar anak-anak dan memamerkannya
kepada ibu. akan kulukis bintang kecil dari
matamu. ia yang pernah mengajariku cara
menangis.
aku belajar dengan cara membiarkanmu
pergi. dan tak sempat bertanya apa warna
kesukaanmu. aku mencoba menebak-nebak
warna kesukaanmu. kemudian melukisnya
kedalam pikiranku. hijau entah biru.
namamu yang pertama kulukis. dengan
tinta air mata.
kepalaku penuh bintang. dan beberapa
warna yang mudah hilang. cuaca selalu
buruk. aku tak lagi memiliki matahari dan
bulan untuk dilukiskan. hanya hujan gerimis
dan mendung. selalu mewarnai langitku.
sudah sepekan ini cuaca memang buruk.
tak sebaik saat ada dirimu di sampingku.
bahkan di televisi, cuaca diramal dengan
angka-angka. selasa, langit penuh awan dan
gelisah. rabu, curah hujan rendah, tapi rindu
akan tumpah. besok udara cerah, lusa pecah.
hujan di mana-mana, di mataku, di matamu.
entahlah, semoga di kepalamu tak ada
ramalan cuaca.
55
tetapi aku takut langit tiba-tiba marah.
sebab dipermainkan cuaca. menjatuhkan
semua bintang-bintang dari matamu. dan
menggantinya dengan percik air mata.
aku akan mewarnai langit seperti buku
gambar anak-anak dan memamerkannya
kepada ibu. melukismu dengan berbagai
macam warna –tubuhmu biru laut. rambutmu
putih awan. matamu cahaya yang menyinari
senyum terakhirku.
2015
56
pasal-pasal hujan
pasal I: hujan malam ini
hujan malam ini
menetes dari pipimu
mengalir di pelupuk sunyi
membasahi detak waktu
jejak-jejak
menulis sajak
di hujan malam ini
: air matanya sendiri
barangkali matamu dan mata hujan
adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan
serupa api kepada abu
seperti aku kepada kamu
pasal II: disaat hujan di suatu malam
ditabur hujan kesunyian malam ini
menderas pada getar kata
sajak-sajak ditulis menepis sepi
melebur jarak dirinya
bunga-bunga tumbuh
di antara jendela, kursi, dan meja
pasti dikenalnya rindu
merekah pada nafasmu
57
ujung-ujung jari yang sedari dulu
–menyentuhnya
melebur pada detak waktu
hujan kesunyian,
tidakkah kau dengar puisi
suara sepi
pada pertemuan ini
sajak yang ditulis tak pernah terbaca
sebab rindu selalu membuat kita lupa
lalu, kembali
hujan menulis puisi –lagi
di setiap rintiknya
di antara jendela, kursi dan meja
– tentang bunga-bunga
dan begitu saja
pada suatu malam ini
: hujan yang menderas
sajak-sajak yang tak terbaca
hingga sampai pada sunyi
aku masih sendiri
di kursi ini
berteduh pada puisi
dari hujan malam ini
58
pasal III: saat merindumu
merindumu adalah menemu sunyi
seperti gerimis menjumpai tangis
serupa puisi;
sebait kata pada tubuh sepi
–dirinya sendiri
merindumu adalah menemu sunyi
seperti detak dalam tubuh sajak
serupa bunyi;
rima yang tak henti-henti
menyeru namanya sendiri
pasal IV: hujan ini turun lagi
hujan ini turun lagi
untuk yang kesekian kali
mengingatkanmu
mengingatkanku
tentang rintik
soal waktu yang sedetik
hujan ini turun lagi
menetesi kedua pipi
membasahimu
membasahiku
tentang kenang
soal air mata yang berlinang
hujan ini turun lagi
dari kata yang kau namakan puisi
59
namamu
namaku
tentang cinta
soal rasa yang pernah singgah
hujan ini turun lagi
membekas di lubuk hati
pasal V: anggap saja hujan ini adalah aku
anggap saja hujan ini adalah kenangan,
meski rintik yang sedetik, tapi mampu
mengingatkan
anggap saja hujan ini adalah kerinduan,
meski rintik yang setitik, tapi mampu
mempertemukan
anggap saja hujan ini adalah aku,
meski sudah tak lagi deras, tapi tetap
membekas
pasal VI: aku rindu hujan
aku rindu hujan
ditiap-tiap tetesan;
pada matamu
langit kesunyian
aku rindu hujan
ditiap-tiap percikan;
60
pada detakmu
gemuruh keheningan
aku rindu dirimu
ditiap-tiap hujan;
pada namamu
menuliskan kehilangan
2014
61
alis
langit di atap teluk berwarna kelam itu
adalah alismu yang tebal. melengkung
bianglala. seperti bulan sabit, di alismu
kutemukan nyala cahaya. sebaris demi
sebaris. segaris demi segaris. mengubah
benda-benda jadi bayangan. mengaburkan
segala yang kasatmata.
sekarang, hidup cuma sepasang alis.
selebihnya hanyalah mainan. plastik dan
karet. gadis-gadis tak pernah terlihat cantik
tanpa alis. di internet atau di jalan-jalan.
alis adalah satu-satunya tubuhmu. ruang
pameran benda-benda yang disaksikan
orang lain.
aku mencintai–alis-mu. seperti aku
mencintai televisi. iklan dan sinetron
percintaan. kita menontonnya dan
sesekali mencacinya.
pada alismu yang tebal kau lukiskan
hidupmu. pekerjaan, cinta dan segala yang
berwarna. layar televisi telah berhasil
mengajarkanmu trik merawat alis yang
sempurna. warna dan ukurannya telah
dimasukkan kedalam kemasan dan
dijajakan di toko-toko kecantikan.
62
gadis-gadis melintas dengan alis yang
nyaris sama. mereka tergesa, menutup
pintu rumah. memasang earphone dan tidak
mendengar apa-apa. membiarkan pagi
tumbuh dengan hal-hal palsu.
2015
63
belajar sepeda
lelaki itu menggoyangkan bahuku. ke kanan
dan ke kiri. di belakang stang. aku hanya
wayang.
hari ini aku belajar mengendarai sepeda.
bersama ayah dan segala rasa khawatirnya.
di dadanya ia menghitung cemas. kelak ia
akan sendiri ditinggal anak perempuannya
pergi.
keringat membasahi ubun-ubun kita. langit
menjatuhkan banyak sekali cahaya. kukayuh
sepeda dengan sekuat gelisah. deraknya
memejamkan mata ayah. lelaki itu di belakangku.
menghitung, satu dua tiga empat lambat.
membiarkanku melaju sendiri. menemukan
jarak dan tempat berhenti.
kutahu, di suatu tempat ia cemas menungguku
kembali.
2015
64
spring waltz
–interpretasi bebas atas spring waltz karya
Frédéric Chopin (1810-1849)
kau menyalakan ipod dan memutar Chopin.
spring waltz menghantarkan pohon-pohon
bersemi. bunga-bunga bermekaran dengan
begitu riang di taman. langit menjatuhkan banyak
sekali cahaya dari mata pagi. mereka menyentuh
pepohonan dan membuatnya berwarna-warni.
tapi aku selalu resah, tiap mendengar Chopin
memainkan tuts-tuts piano. dalam nada-nada
yang dimainkan, terasa ada kehilangan yang tak
terduga. mendengarkan spring waltz seperti berdiri
dengan satu kaki di puncak kesedihan. kiri dan
kanan adalah jurang kesepian.
pagi ini kita berdua. duduk di bangku yang sama.
dipertemukan oleh kesepian. di genggamanmu
asap kopi meluap jadi air mata. dan tumpah.
di jalanan orang-orang bersijingkat menghindari
kesedihan. aku menatapmu. kau berkata padaku.
“di musim apapun, kita tak akan pernah bisa
menduga datangnya kehilangan.”
pukul tujuh pagi. jalanan penuh sekali.
orang-orang melintas membawa kendaraan.
kemacetan. dan klakson. mereka berjalan dengan
cepat. takut terlambat. langkahnya tergesa-gesa.
wajahnya penuh cemas dan pucat. mereka pergi
ke kantor membawa setumpuk kesedihan dan
kehilangan.
65
dan Chopin masih bersama kita. memainkan
tuts-tuts piano untukmu. spring waltz menjadi
soundtrack kebersamaan kita. “kita telah
dipertemukan oleh kesepian.” kataku. dan kau
tertawa. barangkali Tuhan menciptakan
pertemuan saat Ia bermain dadu. hanya
kebetulan?. lalu kita lama terdiam. aku
memandangi langit yang biru laut
jatuh di atas sungai yang airnya mengalir sampai
ke matamu. daun-daun tumbuh dari kulit
keringmu. bunga-bunga bermekaran begitu indah
dari dadamu. kupu-kupu berterbangan dari dalam
kepalamu. mereka seperti serangkaian resepsi
penyambutan kesepianmu. kulihat matamu
sembab. aku tak pernah bisa menjawab.
*
aku tak akan pernah melupakan pagi di musim
semi itu. saat kau tetiba ada di sampingku. dan
memutar spring waltz secara berulang-ulang.
sejak itu, aku terus mengingatmu. meski belum
sempat kutanyakan siapa namamu. pertemuan
memang selalu menyisa kenangan. dan kau tahu,
kenangan memang terasa lebih pedih bila terus
diingatkan.
sampai selesai kutulis sajak ini. aku menghitung
mundur waktu. barangkali ia, mengajakku kembali
66
menemuimu. dan lagu kita terus berputar
memainkan kesedihannya sendiri di dalam
kepalaku –mungkin juga kepalamu.
2015
67
penyair dan benda-benda yang hidup
dalam kepalanya
setiap ingin menulis puisi, penyair itu
kehilangan gairah. kata-kata adalah
kerontang. di kepalnya benda-benda
menanam gelisah. hingga langit berganti
warna. tak kunjung usai ia tulis sebaris
huruf. langit bulan purnama kulihat pucat
pasi. huruf-huruf mati. menanti ingin secepatnya
dipahami. penyair bingung. kepalanya penuh
benda-benda yang mengepung. menodongkan
kenangan. lekas ia membuka tempurung
kepalanya dan mengambil satu persatu
benda-benda yang hidup dalam kepalanya;
1. buku
buku-buku kau buka
lelah membacanya
dan kau tutup. entah
pada halaman berapa
kau simpan kata.
kucari, sia-sia.
2. kacamata
huruf-huruf tak lagi terbaca
di depan mata.
sajak-sajak tak lagi dibacakan.
penyair merenung: mungkin ia
lebih suka menebak-nebak
beberapa kata yang tak lagi
menari dalam matanya.
68
3. cermin
ragu-ragu cermin.
wajah siapa yang ia lihat.
lama mengingat-ingat.
dicari wajahnya sendiri
dalam ingatan batin.
4. kopi
dari secangkir kopi. aku melihat wajahmu
di hujan sore ini. menaburkan kata pada
tiap rintiknya. waktu berdetak setiap
kutulis rindu di tubuh sajak. apa yang
kutulis, mungkin gelisah waktu. dalam
detak jantungku, menyeru-nyeru namamu.
5. patung
wajahku kau bentuk sedemikian rupa.
hingga aku sendiri tak mengenal siapa
dirinya. kau rebut jemari dari tanganku.
hingga tak mampu kucekik lehermu. juga
kaubiarkan lumpuh kedua kakiku. agar aku
tak mampu mengejarmu yang telah
menjadikanku batu.
6. sepatu tua
sudah kutanggalkan dirimu
di keranjang waktu. tetapi jejakmu
tetap saja utuh. juga sepasang kaki
itu terus mencarimu. meminta
petunjuk. dimana kau simpan
seribu pertanda rahasia.
69
7. pisau
dua mataku tertinggal di wajahmu.
sebilah pisau berkilat mencarinya.
dan berkata: hanya ada kamu
di mataku.
8. gerimis
malam ini gerimis. dan aku menangis.
tak peduli tangisku atau tangis kita
–tidak ada yang tahu
siapa di antara kita menuai duka.
9. bunga
bunga-bunga banyak sekali bagai mimpi.
seperti tanda berhenti menuju sunyi.
semua benda sudah dikeluarkan. tapi kata-kata
tak juga ditemukan. penyair semakin bingung.
tangannya yang mudah basah merogoh
kepalanya. dan merasakan jantungnya berkedut
kecil. ia menemukan kesimpulan. puisi adalah
benda-benda yang tersimpan rapi di dalam
hati.
2015
70
cerita kita
ke jantungmu akan aku ceritakan rindu
yang menggebu, seperti kemarau
tunduk di matamu.
di matamu akan aku hapus cerita luka
yang membasahi pipimu, seperti hujan
tunduk pada gigil tubuhmu.
di tubuhmu akan aku rekatkan cerita
pada pelukan supaya utuh kisah kita.
dan sebab kau tak suka cerita
maka biarkanlah aku
menulis sajak cinta tentang kita:
perpisahan adalah cerita paling indah.
2015
71
elegi
gadis dan tukang kebun itu bernyanyi bersama
“lihat kebunku penuh dengan bunga, mawar
melati kamboja semuanya ada”.
demikianlah di subuh yang hening itu.
kami bernyanyi, sambil mewarnai bunga dengan
warna darah, melepas duka satu demi satu
gugur menuju tanah pusaka di seberang mata.
gadis dan tukang kebun itu bernyanyi bersama
“lihat tubuhku penuh dengan bunga, mawar
melati kamboja semuanya indah”.
2014
72
saat kau menolak cintaku
malam ini kita diajarkan banyak hal oleh waktu,
bahwa tak selamanya tajam jarum jam
menunjukkan arah waktu, tapi ia bisa saja
menusukmu.
perihal waktu, kau perlu berhati-hati. dulu, aku
pernah kecewa dengannya. saat ia
menggagalkan pertemuan kita. apa kau masih
ingat, apa kau juga kecewa waktu itu? ah, aku
pikir kau baik-baik saja. waktu adalah uang,
katamu. maka kau tak mau membuangnya
percuma.
kau tak tahu, bahwa yang tak berubah hanyalah
waktu, selebihnya akan bertambah tua dan sia-sia.
rindu dan usia, misalnya.
bahwa segala tentang waktu, baik itu angka,
tulisan atau hitungan-hitungan, hanyalah tafsir kita
tentang waktu. sebab selamanya waktu tetaplah
rahasia.
seperti malam ini, kita tak pernah menyangka
dipertemukan waktu dalam kesedihan; kau dan
aku tetap tak bisa bersatu.
2015
73
cinta sepasang telepon genggam
dari telepon genggamku, berseru suaramu.
memanggil-manggil namaku dengan suara yang
parau. nomor telepon genggammu menghitung
nafas kita dengan angka-angka nol, dan kita tak
pernah berhasil menjumlahkannya.
kita telah ditunggu dering telepon untuk
mengungkapkan sesuatu, semisal rindu, atau
perihal cinta yang percuma. dan kabar-kabar
kebahagiaan, entah kepedihan. dari nomor
telepon genggammu aku menghitung usia kita.
aku melihatmu tersenyum saat kutekan beberapa
angka nol dan tujuh dan empat belas. aku
melihatmu bahagia di layar telepon genggamku.
setelah itu kaudengar dering panjang dari
dadaku.
2015
74
mnemonik
gara-gara jatuh
ia jatuh cinta
sebab jatuh cinta
ia sering kali jatuh
gara-gara makan hati
ia sakit hati
sebab sakit hati
ia sering kali sakit
gara-gara sering
jatuh dan sakit
ia tak bisa makan hati
apalagi merasakan cinta.
2015
75
mencintaimu sama seperti mencintai kemacetan
mencintaimu sama seperti mencintai kemacetan,
penuh kesabaran dan keuletan.
sejak rumahmu pindah ke kota, aku menjadi lebih
akrab dengan klakson kendaraan, makian, dan
keributan; mereka suka bertabrakan saling berebut
siapa yang duluan.
di kota, hidup menjadi serba cepat. bunga-bunga
dan rumput di halaman tak lagi terawat. usia
menjadi lebih singkat, kemacetan semakin padat
tak kunjung usai.
aku hampir kelelahan mengejar lampu-lampu kota
yang berlari semakin menjauh. sedang rambu-
rambu kauletakkan terlalu jauh.
dan kau, bilang padaku:
“belajarlah cinta kepada rambu-rambu jalan.
jangan kepadaku. sebab aku tak pernah teratur
mencintaimu. kapan saja dan dimana saja,
mencintaimu adalah aturan yang sulit untuk
ditaati. belajarlah cinta kepada rambu-rambu
jalan. yang menyuruhmu berhati-hati. selalu
mengingatkanmu kepada bahaya-bahaya. dan
tak pernah bosan memperhatikanmu.”
2015
76
merayakan kesepian
hari ini, aku ingin menjelma sekuntum bunga yang
berwarna, yang tumbuh dari senyummu. sebab
segala yang berwarna tak pernah tumbuh dari
kesedihan. dan segala kesedihan hanyalah pedih
air mata.
aku ingin menjumpaimu dengan segala rindu.
andai kumampu, kuhadiahi kau waktu. waktu
yang tak akan pernah melukai kita dengan jarak.
di hadapan mata jendela, aku sering
membayangkan rembulan menjadi matamu. kita
lama saling bertatapan, dan tak ada yang mau
mengalah, siapa yang harus tidur duluan. katamu,
tidur hanya akan meninggalkan kenangan.
menyisakan masa lampau atau hanya igau.
aku menginginkan waktu yang tak ada jarak.
seperti pelukan: tubuhmu dan tubuhku bersatu
dalam kehidupan. tapi waktu, cintaku, bukanlah
kosmetik yang mudah ditawar atau diobral. ia
seperti puisi yang menyelamatkanmu dari
ketiadaan, juga kesedihan.
untuk itulah kuberi kau puisi. untuk menemanimu
saat sepi. tapi untuk apa puisi, bila kebahagiaan
tak pernah didapati dari puisi?
77
puisi bukanlah semata kebahagiaan, atau tulisan
yang tak mudah diartikan. ia memberi segala
sesuatu, yang bahkan tak mudah dituliskan.
baiklah, cintaku, bila jarak terasa lebih runcing dari
bait-bait puisi. ingatlah satu hal. ia hanya menguji:
seberapa kuat ketabahan kita. dan bukankah
cinta tak pernah mengenal jarak? laut yang biru,
langit yang teduh. bukankah keduanya saling
cinta, meski tak pernah saling sentuh? cintaku, di
dadamu aku tak pernah pergi meski jarak semakin
abadi.
2016
78
komedi putar
berputar memutar
di titik putar
kuda-kuda tak pernah letih berlari
mengejar waktu yang tiada henti.
alunan musik
berbisik berisik
tak terdengar ringkik
: aduh!
dari keluh.
kuda-kuda
berputar-putar
memutar duka
ditawa kita
2014
79
ada yang tak pernah diinginkan oleh ingatan
ada yang tak pernah diinginkan oleh ingatan
ialah kehilangan yang terus terkenang.
seberapa jauh kesedihan, ditentukan
oleh panjang ingatan tentang kenangan
dan kehilangan.
perpisahan adalah petaka
dan jarak adalah jurang kematian kita.
betapa jauh kita berharap kepada kehilangan
meski pelukan berkali-kali dijatuhkan
dan kesedihan hadir sebagai peri(h) penghibur.
2016
80
layang-layang
di bawah terik
benang panjang kautarik.
layang-layangmu menyapa langit
tangannya yang menengadah berdoa;
Tuhan jika sampai aku putus
maka jangan pula senyum ini pupus.
kanak-kanak memanggilmu seperti
suara-suara surau memanggilnya
dikala magrib.
“abang-abang, kenapa layang-layang
bisa terbang?”
pikirmu melayang.
sementara layang-layang
tak bersayap, bukan?
biarku tanya pada langit.
layang-layang
bagaimana caramu terbang?
disini kanak-kanak
mengajakmu pulang.
2014
81
obituari
hujan mengenal baik kami. jalanan berliku.
menanjak dan turunan. lampu-lampu jalan. kursi-
kursi taman. pohon-pohon yang tak rata tingginya.
selokan yang telah beberapa hari ini mampet
airnya. seperti sudah lama ia kenali.
hari ini hujan datang terlalu cepat sebelum aku
berangkat. "tak bisakah kau menungguku selesai
menyemir sepatu lebih dahulu?"
hujan ini selalu saja datang tiba-tiba. meresapi
yang tak terkira.
lihatlah beberapa kanak yang kemarin kau beri
recehan dari saku celanamu. kini ia tak lagi basah
keringat. tak lagi memainkan lagu cinta, memetik
gitar yang aduhai menyayat.
ada payung yang ia goyang-goyangkan di
tangan waktu. menantimu memberikan recehan
lagi padanya. pada gerimis yang tempias.
ada seorang perempuan. diam saja berdiri.
mungkin tersandera hujan atau terperangkap imaji
sendiri.
ia resah. sedang tangan waktu menjulur tak
menentu. hujan ini selalu saja datang tiba-tiba.
mengganggu waktunya bekerja.
82
dari ujung gang itu kanak-kanak bersorak-sorai.
menyapanya. menyapamu. menyapa langit yang
telah memberikan banyak recehan di kantong
celananya.
sedang aku masih menunggu hujan reda bersama
kopi dan setangkep roti isi. kubaca berita di koran
pagi ini. bocah laki-laki ditemukan mati kesepian.
–begitu judul koran pagi ini. kematian selalu saja
datang tiba-tiba.
kupandangi hitam putih wajah bocah itu dalam
foto seukuran dadu yang terpampang di sudut
halaman terakhir koran itu. ia mati menggigil.
ditusuk sepi keluarganya sendiri!
kau tahu, akhir-akhir ini orang-orang dewasa
semakin jahat. kebahagiaan keluarga sebatas
hiburan dan liburan. senyuman, pelukan, perhatian
tak lagi dipedulikan. mungkin sebab itu, hujan
datang dengan tiba-tiba, turun dengan cukup
lama, membawa doa-doa untuknya. dan
mengganggu ayah ibunya pergi bekerja.
2015-2016
83
aku ingin mengunjungi museum saat libur tiba
aku ingin mengunjungi museum saat libur tiba. tapi
mal dan pusat perbelanjaan lebih banyak
menawarkan diskon.
orang-orang tak mau belajar dari masa lalu,
mengingat-ingat kenangan dan membawanya
sebagai oleh-oleh untuk masa depan. dan kita,
alangkah senang berbelanja. membawa semua isi
mal sebagai oleh-oleh, seolah-olah masa lalu
mudah diingat dengan barang-barang.
saat libur tiba, museum adalah tempat bermain
anak-anak tk. remaja dan dewasa sudah berhak
melupakan sejarah. replika pahlawan tak begitu
menarik, sebab ada yang lebih cantik di mal-mal
dan tempat-tempat hiburan.
orang-orang asing datang berwisata ke museum,
dan pulang membawa semua kenangan kita.
sedang kita masih berbangga diri; bangsa kita
adalah bangsa yang besar. lalu sibuk menghibur
diri saat libur tiba, di mal-mal dan salon-salon
kecantikan.
aku akan mengunjungi museum,
saat mal dan tempat-tempat hiburan sudah
dihancurkan.
2015
84
merencanakan liburan saat minggu tiba
pada hari minggu, aku berencana membeli
sepatu di sebuah pusat perbelanjaan terbesar di
kotaku. alangkah ramai tempat itu. penuh sesak
dengan sepasang kekasih yang membawa aneka
jenis kebahagiaan, entah kepedihan. ibu-ibu yang
berbelanja membeli sepotong kebaya dengan
selusin air mata penjualnya. bapak-bapak gagah
dengan kumis tipis membuat geli berkumpul di
kedai-kedai kopi. dan seles-seles yang tak henti
menawarkan kebohongan.
kios-kios berjejer rapi menjual segala keinginan kita.
pakaian, parfum, produk kecantikan, dan segala
hal yang membuat kita tampak begitu rupawan.
etalase-etalase bagai dunia baru. maneken
memperlihatkan gaya hidup yang lebih moderen
dan modis, dan kita tak pernah pasrah dikalahkan
waktu. sebab itulah kita mengenal diskon, mungkin
untuk melatih diri untuk lebih cermat dan
berhemat.
hari minggu; hari yang ditunggu. hari-hari dihitung
dengan jari, bukan dengan kalender dan angka-
angka yang tanggal untuk lebih cepat mengingat
libur tiba. orang-orang alangkah senang dengan
hari minggu. sejak lama, manusia memang tak
suka bekerja. dibatasi waktu dan dihitung tingkah
lakunya. maka saat minggu tiba, mal dan salon
kecantikan alangkah penuh semua.
85
pada hari ini, aku berencana menggagalkan
semua rencanaku di hari minggu. tak jadi membeli
sepatu, dan cukup merindukanmu di rumah saja.
mengingat jejak-jejak kita yang menempel di
lorong-lorong pusat perbelanjaan itu.
2015
86
beberapa perempuan dengan mata, alis dan
warna kulit yang sama berkali-kali muncul di
televisi menawarkan kecantikan kepada nenekku
di kampung
semakin panjang waktu, perempuan semakin
cantik; usia tak lagi bisa ditebak dari kerut
matamu. sebab tua maupun muda tak ada beda
dalam usia kosmetik.
2016
87
sebuah acara di televisi
kita senang membicarakan kata-kata yang
memuji diri; terima kasih kamu baik sekali, kamu
terlihat cantik hari ini. dan segala hal yang
membuat kita berbaik hati.
tapi kita tidak peduli dengan kata-kata yang
menguji diri; mohon maaf, boleh minta tolong?,
bisa dibantu?. dan segala hal yang mengganggu
kita meminum kopi.
di jalan raya, aku temukan banyak yang seperti itu.
bahkan di kafe dan resto mewah. mereka banyak
sekali memesan makanan dan minuman, tapi
sedikit makan dan minum.
di pinggir jalan, aku jumpai bapak, ibu dan kedua
anaknya makan bersama. mereka membeli
makanan dengan porsi setengah di warung kecil
depan resto mewah karena tak cukup membeli
seutuhnya. mereka banyak makan tapi sedikit
yang dimakan.
sedang di sini, di kursi tempat aku duduk melihat
mereka, televisi sibuk menawarkan dan menjual
mereka sebagai sebuah produk kebahagiaan
entah kepedihan.
2015
88
perihal penulis
moh. faiz maulana, lahir di
lamongan, jawa timur, 7 desember
1990 pada jumat wage. sehari-hari
bekerja sebagai staf stainu jakarta,
dan bergiat di komunitas sastra
omah aksoro jakarta.
lelaki yang tercatat sebagai mahasiswa
pascasarjana antropologi ui ini sangat menyukai
warna hitam. memulai karir menulisnya sejak masih
sma, dan mengembangkannya sejak masuk dunia
perkuliahan. kumpulan puisinya yang sudah terbit:
payung hitam (2014). saat ini beralamatkan maya
di @faiz_mao