biaya entertainment

9
Biaya Entertainment Entertainment, sesuai artinya yaitu adalah hiburan, maka biaya entertainment dalam proses binis perusahaan atau orang pribadi bisa dicontohkan dengan biaya jamuan, karaoke dan sebagainya. namun tidak semua biaya yang kesannya relaksasi tersebut bisa dibebankan dalam laporan laba rugi sebagai biaya entertainment, syarat yang pasti adalah biaya tersebut dibayarkan dalam rangka kegiatan usaha dan dikeluarkan secara formal, formal artinya dibeyarkan dari kas perusahaan dengan prosedur resmi sesuai SOP. Saat dilakukan pemeriksaan terhadap WP, biaya ini kadang dikoreksi karena ketiadaan bukti dan rincian pengeluarannya Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.22/1986 tanggal 14 Juni 1986 tentang Biaya Entertainment dan Sejenisnya, ditegaskan bahwa: a. Biaya Entertainment, representasi, jamuan dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh; b. Wajib Pajak harus dapat membuktikan, bahwa biaya-biaya tersebut telah benar-benar dikeluarkan (formal) dan benar ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan perusahaan (materiil);

Upload: dwi-permana

Post on 10-Apr-2016

349 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

qwqwqw

TRANSCRIPT

Page 1: Biaya Entertainment

Biaya Entertainment

Entertainment, sesuai artinya yaitu adalah hiburan, maka biaya  entertainment dalam

proses binis perusahaan atau orang pribadi bisa dicontohkan dengan biaya jamuan, karaoke dan

sebagainya. namun tidak semua biaya yang kesannya relaksasi tersebut bisa dibebankan dalam

laporan laba rugi sebagai biaya entertainment, syarat yang pasti adalah biaya tersebut dibayarkan

dalam rangka kegiatan usaha dan dikeluarkan secara formal, formal artinya dibeyarkan dari kas

perusahaan dengan prosedur resmi sesuai SOP. Saat dilakukan pemeriksaan terhadap WP, biaya

ini kadang dikoreksi karena ketiadaan bukti dan rincian pengeluarannya

Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.22/1986 tanggal 14 Juni 1986

tentang Biaya Entertainment dan Sejenisnya, ditegaskan bahwa:

a. Biaya Entertainment, representasi, jamuan dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih

dan memelihara penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh;

b. Wajib Pajak harus dapat membuktikan, bahwa biaya-biaya tersebut telah benar-benar

dikeluarkan (formal) dan benar ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk

mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan perusahaan (materiil);

c. Wajib Pajak yang mengurangkan biaya-biaya tersebut dari penghasilan brutonya, agar

melampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan daftar nominatif atas biaya-biaya

tersebut.

Oleh karena itu, Wajib Pajak yang mengurangkan biaya-biaya tersebut dari penghasilan

brutonya, sejak tahun pajak 1986 agar melampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan daftar

nominatif seperti terlampir yang berisi :

1. Nomor urut.

2. Tanggal "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan.

3. Nama tempat "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan.

4. Alamat "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan.

5. Jenis "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan.

6. Jumlah (Rp) "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan.

Page 2: Biaya Entertainment

Relasi usaha yang diberikan "entertainment" dan sejenisnya sesuai dengan nomor urut tersebut di

atas berisi :

1. Nama

2. Posisi

3. Nama perusahaan

4. Jenis usaha.

Persyaratan Biaya Promosi Sesuai Aturan Perpajakan

Biaya promosi diatur dalam 02/PMK.03/2010 tanggal 8 Januari 2010 tentang Biaya Promosi

yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Dimana isinya adalah:

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan biaya Promosi adalah bagian dari

biaya penjualan yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam rangka memperkenalkan dan/atau

menganjurkan pemakaian suatu produk baik langsung maupun tidak langsung untuk

mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan.

Pasal 2

Besarnya Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto merupakan akumulasi

dari jumlah:

a. biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media lainnya;

b. biaya pameran produk;

c. biaya pengenalan produk baru; dan/atau

d. biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk.

Page 3: Biaya Entertainment

Pasal 3

Tidak termasuk Biaya Promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah:

1. pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas, dengan nama dan dalam bentuk apapun,

kepada pihak lain yang tidak berkaitan langsung dengan penyelenggaraan kegiatan promosi.

2. Biaya Promosi untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan

merupakan objek pajak dan yang telah dikenai pajak bersifat final.

Pasal 4

Dalam hal promosi dilakukan dalam bentuk pemberian sampel produk, besarnya biaya yang

dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar harga pokok sampel produk yang

diberikan, sepanjang belum dibebankan dalam perhitungan harga pokok penjualan.

Pasal 5

Biaya Promosi yang dikeluarkan kepada pihak lain dan merupakan objek pemotongan Pajak

Penghasilan wajib dilakukan pemotongan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 6

(1) Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif atas pengeluaran Biaya Promosi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang dikeluarkan kepada pihak lain.

(2) Daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit harus memuat data

penerima berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat, tanggal, bentuk dan jenis

biaya, besarnya biaya, nomor bukti pemotongan dan besarnya Pajak Penghasilan yang

dipotong.

(3) Daftar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai format sebagaimana ditetapkan

dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.

(4) Daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan sebagai lampiran saat

Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan.

(5) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) tidak

dipenuhi, Biaya Promosi tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Page 4: Biaya Entertainment

Kasus

PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup Raja

Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes, pada tahun 2006

Tanoto adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar

(sekitar Rp 25,5 triliun).  Selain PT AAG, terdapat perusahaan lain yang berada di bawah

naungan Grup Raja Garuda Mas, di antaranya: Asia Pacific Resources International Holdings

Limited (APRIL), Indorayon, PEC-Tech,  Sateri International, danPacific Oil & Gas.Secara

khusus, PT AAG memiliki 200 ribu hektar lahan sawit, karet, kakao di Indonesia, Filipina,

Malaysia, dan Thailand. Di Asia, PT AAG merupakan salah satu penghasil minyak sawit mentah

terbesar, yaitu memiliki 19 pabrik yang menghasilkan 1 juta ton minyak sawit mentah – selain

tiga pabrik minyak goreng.

Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius

Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1

juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group financial

controller di PT AAG – yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini

terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent diburu bahkan diancam

akan dibunuh. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen penting

perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vincent dan

wartawan Tempo.

Pelarian VAS berakhir setelah pada tanggal 11 Desember 2006 ia menyerahkan diri ke

Polda Metro Jawa. Namun, sebelum itu, pada tanggal 1 Desember 2006 VAS sengaja datang ke

KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapi dengan sejumlah

dokumen keuangan dan data digital.Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen yang berjudul

“AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)”, disusun pada sekitar 2002.

Dokumen ini memuat semua persiapan transfer pricingPT AAG secara terperinci. Modusnya

dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT

AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar – untuk kemudian

dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri

Page 5: Biaya Entertainment

bisa ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT

AA sebagian adalah perusahaan fiktif.

Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan

permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak – karena memang permasalahan PT AAG tersebut

terkait erat dengan perpajakan.Menindaklanjuti hal tersebut, Direktur Jendral Pajak, Darmin

Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa, penyidik dan intelijen.

Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan

Kejaksaan Agung. Tim khusus tersebut melakukan serangkaian penyelidikan – termasuk

penggeladahan terhadap kantor PT AAG, baik yang di Jakarta maupun di Medan.

Berdasarkan hasil penyelidikan  tersebut (14 perusahaan diperiksa), ditemukanTerjadinya

penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan

nilai (PPN).selain itu juga "bahwa dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62 triliun

penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya perusahaan hingga

Rp 1,5 triliun. mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar. mengecilkan hasil

penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian Agri diduga telah menggelapkan pajak

penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp 2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang

digelapkan berasal dari SPT periode 2002-2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan

pajak itu diduga berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun.

Dari rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah ditetapkan 8 orang

tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN, EL, LBH, dan SL. Kedelapan

orang tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur dan penanggung jawab perusahaan. Di

samping itu, pihak Depertemen Hukum dan HAM juga telah mencekal 8 orang tersangka

tersebut.

Terungkapnya kasus penggelapan pajak oleh PT AAG tidak terlepas dari pemberitaan

investigatif Tempo – baik koran maupun majalah – dan pengungkapan dari Vincent. Dalam

konteks pengungkapan suatu perkara, apalagi perkara tersebut tergolong perkara kakap, mustinya

dua pihak ini mendapat perlindungan sebagai whistle blower. Kenyataannya, dua pihak ini di-

blaming. Alih-alih memberikan perlindungan, aparat penegak hukum malah mencoba

mempidanakan tindakan para whistle blower ini. Vincent didakwa dengan pasal-pasal tentang

Page 6: Biaya Entertainment

pencucian uang – karena memang dia, bersama rekannya, sempat mencoba mencairkan uang PT

AAG. Bahkan Vincent telah divonis dan dihukum 11 tahun penjara. Sementara itu, pesan pendek

(SMS) Metta Dharmasaputra – wartawan Tempo – disadap aparat penegak hukum, print-out-nya

beredar di kalangan pers. Pemberitaan investigatif Metta Dharmasaputra dan komunikasinya

dengan Vincent sempat menjadi urusan Dewan Pers, bahkan nyaris diproses secara pidana.Selain

itu, pemberitaanTempo  juga di-blaming melalui riset di bidang komunikasi publik oleh dosen

Fisipol UGM atas pesanan PT AAG – yang menyatakan bahwa pemberitaan-pemberitaan seputar

kasus penggelapan pajak tersebut tidak mencari solusi yang komprehensif. Sedangkan P3-ISIP

UI yang melakukan riset serupa atas pesanan PT AAG menyimpulkan bahwa pers

(pemberitaan Tempo) cenderung melakukan bias dan keberpihakan yang secara etis patut

direnungi. Bisa jadi hasil-hasil riset tersebut sebagai legitimasi untuk memperkarakanTempo.Apa

yang dialami Vincent dan Tempo  tersebut sebenarnya merupakan cermin buram bagi

perlindungan saksi di Indonesia selama ini. Kejadian ini bukanlah yang pertama dialami para

pengungkap fakta. Tetapi kejadian berulang yang tujuannya tidak lain adalah untuk menutupi

kejahatan yang sesungguhnya. Para pengungkap fakta semacam ini sering mengalami berbagai

bentuk kekerasan – intimidasi dan teror, bahkan diperkarakan secara hukum – baik perdata

maupun pidana. Lihat saja misalnya Kasus Udin, kasus Endin Wahyudi, Kasus Ny Maria

Leonita, Kasus Romo Frans Amanue, dan banyak lagi.Jangan sampai apa yang dialami Vincent

dan Tempo  tersebut menjadi alat untuk membungkam pengungkapan kasus yang sesungguhnya,

dalam hal ini dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG.

Analisis Kasus