binerisasi dan morfologi pada mandibula...
TRANSCRIPT
BINERISASI DAN MORFOLOGI PADA MANDIBULA KORTEKS DALAM
PANORAMIK X-RAY
ABSTRAK
Darmastuti1)
Yuli Karyanti2)
Dini Sundani3)
1,2,3
Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi, Universitas Gunadarma
email: {darmastuti, yuli, dinisundani}@staff.gunadarma.ac.id
Sebelum melakukan tindakan perawatan dan pengobatan kepada pasien seringkali dokter
gigi menggunakan Panoramik X-Ray sebagai analisis serta mendiagnosis keadaan rahang
dan gigi pasien. Pasien yang mengalami gejala-gejala dari berbagai penyakit pada bagian
mulut dan gigi akan di rongten,. Hasil dari proses rongten yang dilakukan pada seluruh
permukaan rahang atas dan rahang bawah dan disebut dengan Panoramik X-Ray. Tahapan
– tahapan yang dilakukan pada citra Panoramik X-Ray untuk mendapatkan tepi batas
bawah mandibula yaitu akuisisi Panoramik X-Ray, cropping bagian Region of Interest,
perbaikan citra, penajaman citra, deteksi tepi dan perbaikan tepi. Perbaikan citra dilakukan
dengan imsharp, penajaman Citra dengan imsharp, deteksi tepi dengan algoritma Canny
dan deteksi citra tepdengan kuantum dan binerisasi untuk proses morfologi .Proses deteksi
tepi yang dilakukan dengan algoritma Canny pada penelitian ini menghasilkan tepi yang
terputus-putus dan tidak menyambung. Pada deteksi tepi dengan filtering hanya akan
dihasilkan tepi yang paling luar dari mandibular, sedangkan di dalam mandibular korteks
ada tepi-tepi lain yang dapat dideteksi.Pada mandibular masih banyak tepi-tepi yang dapat
dideteksi sebagai salah satu ciri dan gejala yang dapat dilihat melalui citra panoramik X-
Ray dari suatu penyakit yang terdapat pada mandibular korteks. Setelah dilakukan
binerisasi maka setiap bagian tepi yang berdekatan/ satu wilayah dapat dilalukan proses
morfologi. Maka hasil dari proses morfologi ini akan dapat lebih membantu dokter gigi
dalam menganalisis penyakit pasien.
Kata kunci: binerisasi, mandibula korteks, morfologi, Panoramik X-Ray
PENDAHULUAN
Dokter gigi dapat melakukan analisis serta diagnosis keadaan mulut dan gigi
pasien dapat dilakukan dengan Panoramik X-Ray . Pasien yang mengalami gejala-gejala
dari berbagai penyakit pada bagian mulut dan gigi akan di rongten yang dilakukan pada
seluruh permukaan maxilla (rahang atas) dan mandibular (rahang bawah). Panoramik X-
Ray adalah jenis pencitraan secara ekstraoral sering dipergunakan dokter gigi dalam
mendiagnosis keadaan pasien sebelum melakukan tindakan perawatan dan pengobatan
kepada pasien.
Penelitian ini merupakan tahapan-tahapan pengolahan citra yang dilakukan untuk
mengidentifikasi tepi mandibula (rahang bawah). Citra yang akan diproses adalah citra
panoramik X-Ray. Dalam citra panoramik X-Ray, ada banyak noise dan derau. Citra
secara kasat mata dapat dibedakan dalam tiga kategori informasi yaitu warna, bentuk dan
tekstur. Dengan bantuan algoritma komputer dapat mengekstraksi dan mengenali informasi
yang terdapat dalam suatu citra.
Ada beberapa tahapan yang dilakukan pada citra Panoramik X-Ray untuk
mendapatkan tepi batas bawah mandibula yaitu akuisisi Panoramik X-Ray, cropping
bagian Region of Interest, perbaikan citra, penajaman citra, dan deteksi tepi serta
binerisasi.
Pada penelitian ini yang akan dilakukan adalah identifikasi bentuk tepi mandibula
dengan pengenalan bentuk dari hasil deteksi tepi pada citra panoramik X-Ray. Pada deteksi
tepi dengan filtering hanya akan dihasilkan tepi yang paling luar dari mandibular.
Pada mandibular masih banyak tepi-tepi yang dapat dideteksi sebagai salah satu ciri
dan gejala yang dapat dilihat melalui citra panoramik X-Ray dari suatu penyakit yang
terdapat pada mandibular korteks. Setiap bagian tepi yang berdekatan/ satu wilayah dapat
dilakukan proses binerisasi dan morfologi. Dokter gigi dapat menggunakan hasil proses
morfologi dalam menganalisis penyakit.
KAJIAN LITERATUR
A. Morfologi Matematika
Proses morfologi matematika telah diterapkan pada penelitian Jufriadif Na’am.
Morfologi matematika adalah dasar dari pengolahan citra digital, khususnya citra gray
level dan citra biner (Madenda,S. , 2015).
Pemrosesan citra secara morfologi dilakukan dengan cara mem-passing sebuah
structuring element terhadap sebuah citra dengan cara yang hampir sama dengan konvolusi
citra. Structuring element adalah elemen penstruktur dengan mengatur bentuk dan ukuran
suatu citra hasil guna memperoleh informasi.
Structuring element (strel) dapat digambarkan dengan mask pada pemrosesan citra
biasa. Strel juga memiliki titik poros (disebut juga titik origin). Titik origin ditandai dengan
tanda titik hitam. Jika tidak ada tanda titik hitam maka diasumsikan titik origin berada di
pusat simetri (Kadir, A. dan Susanto, A., 2013).
Gambar 1. Bentuk- bentuk umum strel
Ukuran elemen penstruktur akan menghasilkan hasil yang berbeda juga,:
ukuran elemen semakin kecil makapada morfologi dilasi objek semakin kecil dan
elemen penstruktur semakin lebar, maka objek yang dihasilkan semakin lebar.
objek yang ukurannya lebih kecil daripada elemen penstruktur, pada morfologi erosi
maka akan meyebabkan objek akan hilang dan semakin besar ukuran elemen
penstruktur maka objek semakin mengecil
Operasi morfologi matematika dapat diterapkan dalam berbagai proses dalam
pengolahan citra digital yaitu: perbaikan kualitas, segmentasi, pemulihan, deteksi tepi,
analisis tekstur, skeletonisasi, analisis bentuk, kompresi, pengurangan noise. Ada 2 operasi
dasar pada teknik morfologi matematika yaitu erosion dan dilation. Melalui pemetaan
setiap elemen matriks erosi dan dilasi pada piksel yang diolah dalam suatu citra.
Dilasi
Dilasi merupakan proses morfologi dengan menambahkan atau memperbesar objek
pada citra biner. Hal ini dilakukan dengan memberikan tambahan piksel pada batasan
suatu objek pada suatu citra. Proses dilasi diperlukan untuk kepentingan memperluas area
atau ukuran obyek citra (Madenda, S., 2015). Secara matematis dilasi dapat dinotasikan
dengan persamaan berikut citra f oleh stuktur elemen matriks B adalah
{ |( )s (1)
Dimana Bs adalah struktur elemen matriks dilasi B dengan pergeseran sebesar s. Struktur
elemen matriks B bisa menggunakan struktur dengan empat connectivity, delapan
connectivity, atau bahkan lebih seperti contoh berikut ini:
Empat connectivity: B =[
]
[
]
Delapan connectivity: B = [
]
Dilasi pada citra biner
Persamaan 2 dapat digunakan untuk menghitung operasi citra biner. Pada
persamaan ini dapat dilihat bahwa nilai elemen dilasi akan sama dengan 1 jika dan hanya
jika ada salah satu nilai elemen f = 1, yang sama dengan nilai elemen B= 1 pada posisi
koordinat yang sama. Dan sebaliknya, bahwa nilai elemen dilasi akan sama dengan 0 jika
dan hanya jika tidak ada satupun nilai elemen f = 1, yang sama dengan nilai elemen B= 1
pada posisi koordinat yang sama.
1 jika Bs = f = 1
{ (2)
0 jika Bs = f = 0 jika Bs f
=
Gambar 2. Ilustrasi dilasi pada citra biner
Dilasi pada citra gray level
Pada operasi dilasi citra gray level dapat dilihat persamaan 3. Dimana hasil operasi
penghitungan pada dilasi citra gray level adalah nilai maksimum pada perkalian antara
elemen B yang bernilai 1 terhadap elemen f pada persamaan ini.
maks i,j B ( ( ) ( )) (3)
Dimana x, y adalah koordinat elemen matriks f
i, j adalah koordinat elemen matriks B.
Erosi
Erosi (Erosion) adalah proses morfologi untuk mengecilkan atau menipiskan objek
pada suatu citra. Hal ini dilakukan dengan proses penghapusan piksel-piksel obyek yang
menjadi bagian dari latar. Sama seperti dilasi, proses erosi juga di pengaruhi oleh structure
element. Proses erosi dapat digunakan untuk mengikis atau memperkecil area (luas
permukaan) dari suatu obyek (Madenda, S., 2015). Secara matematis dilasi dapat
dinotasikan dengan persamaan berikut citra f oleh stuktur elemen matriks B adalah
{ | (B)s (4)
Erosi citra biner
Operasi erosi citra biner dapat dihitung dengan persamaan 5. Persamaan ini
menunjukkan bahwa nilai hasil proses erosi akan sama dengan 1, jika dan hanya jika
semua nilai elemen f dan semua nilai elemen B pada posisi koordinat yang sama dengan 1.
Sebaliknya, nilai hasil proses erosi akan sama dengan 0 jika dan hanya jika pada posisi
koordinat yang sama ada salah satu dari nilai elemen f = 0 sedang nilai elemen B = 1.
1 setiap Bs = 1, maka haruslah f = 1
{ (5)
0 jika nilai B
=
Gambar 3. Ilustrasi proses erosi pada citra biner
Opening dan Closing Pada umumnya proses erosi dan dilasi sering dikombinasikan antara satu dengan
yang lain dalam memproses suatu citra. Suatu citra dapat diproses dengan dilasi kemudian
erosi atau kebalikannya, atau oleh salah satu proses secara terus menerus, baik dengan
structure element yang sama ataupun berbeda. Operasi yang paling umum digunakan
sering disebut dengan opening dan closing.
Opening
Proses opening merupakan proses dimana suatu citra terlebih dahulu diproses
dengan erosi, kemudian diproses dengan dilasi dengan menggunakan structure element
yang sama. Proses ini dilakukan untuk memulihkan data atau informasi yang hilang
karena erosi pada suatu citra, dan menghilangkan objek yang terlalu kecil dan dapat
memisahkan objek yang berdekatan dalam suatu citra. Operasi closing citra f oleh stuktur
elemen matriks B dapat dinotasikan dengan persamaan 6.
f ●B = ( ) (6)
di mana: f adalah citra
B adalah stuktur elemen matriks
Gambar 4. Ilustrasi proses opening
Closing Proses closing merupakan kebalikan dari proses opening, dimana suatu citra
terlebih dahulu mengalami proses dilasi kemudian proses erosi dengan structure element
yang sama. Operasi closing dapat digunakan untuk menutup celah antar dua objek, piksel
dengan intensitas 0 berwarna hitam ditutup dengan piksel dengan intensitas 1(putih),
sehingga makin memperluas objek. Operasi opening citra f oleh stuktur elemen matriks B
dapat dinotasikan dengan persamaan 2.7.
F ◦ B = ( ) (7)
di mana: f adalah citra
B adalah stuktur elemen matriks
Gambar 5. Ilustrasi proses closing
B. Filtering
Proses filtering pada umumnya dilakukan saat penelitian awal untuk
prapemrosesan dan peningkatan kualitas citra. Citra digital terdiri dari beberapa elemen,
yang masing-masing elemen mempunyai lokasi tertentu dan nilai tertentu, elemen ini biasa
disebut dengan Pixel (Picutre Element) (Gonzalez, R. C,2009).
Tepi dalam suatu citra didefinisikan sebagai perbedaan intensitas atau warna antara
satu piksel dengan piksel tetangga terdekatnya. Semakin tinggi perbedaannya, maka akan
semakin jelas tepi tersebut (Madenda, S, 2015).
Noise yang muncul pada area tepi obyek dapat mengakibatkan tepian obyek
menjadi tidak jelas dan tidak beraturan serta memungkinkan terjadinya pergeseran posisi
tepi (Madenda, S, 2015). Untuk meredam noise yang muncul maka dilakukan proses
filtering.
Proses penajaman (sharpening) citra dilakukan untuk meperjelas tepi dapat
dilakukan dengan high-pass filter. High-pass filter akan memperkuat komponen frekuensi
tinggi (misal tepi) dan menurunkan komponen frekuensi rendah, sehingga tepi obyek akan
terlihat lebih tajam dibanding sekitarnya (Munir, R.,2005). Karena penajaman citra lebih
berpengaruh pada tepi (edge) obyek, maka penajaman citra disebut edge sharpening.
C. Deteksi Tepi
Tepi adalah batas antara dua buah pixel yang bertetangga yang memiliki intensitas
yang berbeda. Tepi(edge) dapat dilihat karena adanya perubahan yang dipengaruhi
perubahan intensitas dengan arah yang berbeda, dari intensitas tinggi ke rendah atau dari
intensitas rendah ke tinggi. Secara umum tepi didefinisikan sebagai batas antara satu objek
dengan latar belakang citra atau batas antara dua objek yang berbeda intansitasnya.
Berdasarkan sisi warna dan intensitas, tepi citra didefinisikan sebagai perubahan yang
signifikan dari intensitas atau warna antara dua piksel yang saling berdekatan (Gonzalez R
C, Woods R. E, 2008). Proses yang menghasilkan tepi-tepi dari obyek-obyek citra untuk
menandai bagian yang menjadi detil citra untuk memperbaiki detil dari citra yang
mengandung noise adalah proses deteksi tepi. Hal ini terjadi karena error atau adanya
kesalahan pada proses akuisisi citra. Suatu titik (x, y) dikatakan sebagai tepi dari suatu
citra bila titik (piksel) tersebut mempunyai perbedaan yang tinggi dengan piksel lain yang
berdekatan.
Pendeteksian tepi berdasarkan gradien pertama yaitu deteksi pendeteksian tepi
Canny dan pendeteksian tepi klasik yang terdiri dari operator Robert, dan Prewitt.
1. Metode Robert
Metode Robert adalah teknik deteksi tepi pada arah horisontal dan diferensial pada
arah vertikal. Operator Robert merupakan kernel yang berukuran 2x2.
R+ = [
] dan R- = [
]
Operator Robert memberi tanggapan lemah terhadap tepi, kecuali jika tepi sangat tajam.
Operator ini melakukan perhitungan dengan mengambil arah diagonal untuk melakukan
perhitungan gradiennya yang disebut juga sebagai operator silang. Gradien Robert dalam
arah x dan y dihitung dengan rumus sebagai berikut:
R+ (x,y) = f(x+1, y+1) – f(x, y) (8)
R- (x,y) = f(x, y+1) – f(x+1, y) (9)
Operator R+ adalah hampiran turunan berarah dalam arah 45°, dan Ry adalah
hampiran turunan berarah dalam arah 135°. (Munir R., 2004) Pada Metode Roberts untuk
menghitung Gradient Magnitude didunakan persamaan:
G[f(x,y)] = |R+| + |R-| (10)
Arah tepi dihitung dengan persamaan:
( )
(
) (11)
2. Metode Prewitt
Metode Prewitt adlah pengembangan dari metode dengan menggunakan high pass
filter (HPF). Metode ini mengambil prinsip dari fungsi Laplacian yang dikenal sebagai
fungsi untuk membangkitkan HPF (Gonzalez, R.C. dan R.E., Woods, 2008). Operator
Prewitt terdiri dari kernel yang berukuran 3x3. Metode ini memiliki kemampuan untuk
mengurangi noise sebelum melakukan perhitungan deteksi tepi.
Pada operator Prewitt untuk menghitung Gradient Magnitude dilakukan dengan
persamaan sebagai berikut :
M = √
(12)
Maka bentuk Px dan Py dapat dinyatakan dengan :
Px = [
] dan Py = [
]
Arah tepi dihitung dengan persamaan :
a(x.y) = (
) (13)
3. Metode Sobel
Metode Sobel merupakan pengembangan metode Robert dengan menggunakan
filter HPF yang diberi satu angka nol penyangga. Metode ini mengambil prinsip dari
fungsi Laplacian dan Gaussian yang dikenal sebagai fungsi untuk membangkitkan HPF.
Kelebihan dari metode Sobel ini adalah kemampuan untuk mengurangi noise sebelum
melakukan perhitungan deteksi tepi (Gonzalez, Rafael. C, Woods R. E, 2008). Jika
dibandingkan dengan metode klasik Robert dan Prewitt, Sobel memiliki bobot pada bagian
tengah baris dan kolom berturut turut untuk kernel vertikal dan horisontal yaitu -2/2 dan
2/-2.
4. Metode Canny
Deteksi tepi Canny menggunakan algoritma dengan banyak tahapan untuk
mendeteksi tepi dalam citra. Algoritma ini memberikan nilai kesalahan rendah, melokalisir
titik-titik tepi (jarak antara pixel tepi yang terdeteksi dengan tepi yang asal sangat dekat),
dan hanya satu yang terdeteksi dari setiap pixel asal. Algoritma Canny terdiri dari (Rashmi,
Mukesh Kumar, dan Rohini Saxena, 2013): Canny Edge Detection
Deteksi tepi dengan metode Canny dikembangkan dan di perkenalkan oleh John F.
Canny pada tahun 1986. Langkah-langkah algoritma yang dilakukan pada Canny Edge
Detection adalah:
1. Baca citra input
2. Proses konvolusi adalah implementasi derivasi Gaussian dihitung dengan fungsi
kernel sebagai berikut:
H i,j =
( ( ( ))
( ( ))
) ( ) (14)
Nilai Gradient Magnitude dihitung dengan persamaan:
M[i,j] : √ [ ] [ ] (15)
3. Menekan nilai yang tidak maksimum untuk menepiskan tepi yang tidak diperlukan,
menghasilkan garis tyang lebih ramping menggunakan nilai orientation untuk
mengetahui arah piksel (Xu,et al, 2014)
[ ] ( [ ] [ ]) (16)
4. Thresholding: menghilangkan tepi-tepi yang muncul karena noise dengan melakukan
filter terhadap nilai gradien yang lebih rendah atau tidak dianggap sebagai tepi citra
dan mempertahankan nilai gradien yang lebih tinggi sebagai tepi citra
5. Selesai
Metode Canny merupakan deteksi tepi yang optimal. Metode ini menggunakan
Gaussian Derivative Kernel untuk menyaring kegaduhan dari citra awal untuk
mendapatkan hasil deteksi tepi yang halus.
D. Komputasi Kuantum Quantum bit (qubit) adalah pernyataan keadaan bit pada komputasi kuantum. Qubit
adalah keadaan dimana suatu nilai piksel berada pada lebih dari dua keadaan yaitu selain 0
atau 1 juga pada keadaan 0 dan 1 secara bersamaan. Keadaan dimana nilai piksel pada
lebih dari dua keadaan disebut dengan superposisi (Venegas-Andraca S. E, & Bose S.,
2003).
Dengan metode Quantum –Sobel Edge Detection bukan hanya deteksi tepi pada
arah vertikal dan horizontal, tetapi juga arah diagonal sehingga lebih banyak tepi yang
dapat dideteksi (Sundani, D., Mutiara, B., Juarna A., dan Agushinta D, 2015).
Gradient Magnitude pada Quantum Edge Detection dihitung dengan persamaan
(2.27) berikut ini:
Gm(i,j) = √ ( ) ( ) (17)
Dimana: Gx adalah gradien tepi vertikal;
Gy adalah gradien tepi horizontal;
Gm adalah gradien magnitude.
Probabilitas kekuatan tepi (Magnitude Gradient) dihitung dengan menggunakan
persamaan (2.28) berikut ini:
F(Gm)=
( ) (18)
Dimana: F(Gm) merupakan fungsi probabilitas kekuatan tepi.
Adanya sifat superposisi yang dimiliki kuantum pada komputasi kuantum maka nilai
kekuatan tepi dapat menunjukkan keadaan tepi atau bukan tepi. Sehingga nilai kekuatan
tepi berada antara nilai 0 sampai 1.
PEMBAHASAN
Penelitian ini mengembangkan Binerisasi . Tahapan penelitian secara umum
digambarkan pada gambar 6.
Gambar 6. TahapanPenelitian
1. Akuisisi Citra Panoramik X-Ray
Pada tahap ini diambil sejumlah data sebagai citra input yaitu citra pada proses ini
diperoleh data dental radiograph (citra panoramik gigi) dengan alat System Computed
Radiography Equipment. Hasil akuisisi citra memiliki format file *.png dengan ukuran
2764 x 1330 piksel. Citra panoramik X-Ray terdiri dari bagian rahang manusia bagian
atas (maxilla) dan rahang bagian bawah mandibular. Semua bagian rahang dapat di lihat
yaitu sinus, hidung, telinga, gigi , mahkota gigi dan sebagainya
Citra hasil akuisisi panoramic X-Ray sebagai citra input pada diagram dapat
dilihat pada gambar 7 berikut ini.( Sumber : Jufriadif Na’am , 2017).
Gambar 7. Citra hasil akuisisi panoramic X-Ray
2. Cropping (ROI)
Pada tahapan cropping, citra diubah menjadi ukuran sesuai dengan wilayah yang
diinginkan. Proses cropping dilakukan untuk menghasilkan citra yang lebih fokus pada
Region of Interest (ROI) dan menghilangkan bagian-bagian yang tidak diperlukan dari
sebuah citra. Bagian yang digunakan pada pemrosesan selanjutnya adalah bagian bawah
mandibula (rahang bawah).
Akuisisi Panoramik X-Ray
Perbaikan Citra
Deteksi tepi
Binerisasi
Cropping (ROI)
Gambar 8. Proses cropping
Gambar 9. Hasil cropping dari citra input
3. Perbaikan Citra
Tahap selanjutnya adalah perbaikan citra dengan melakukan penajaman
(sharpening) menggunakan fungsi pada MatLab yaitu imsharp. Penajaman citra atau biasa
disebut dengan transformasi. Tujuan dari penajaman adalah untuk meningkatkan kontras
warna dan cahaya pada suatu citra. Proses ini dilakukan untuk mempermudah dalam proses
interpretasi dan analisis citra.
Gambar 10. Citra hasil proses penajaman
4. Deteksi Tepi (Kontur)
Deteksi kontur dapat dilakukan menggunakan metode deteksi tepi. Kontur citra
menggambarkan tepian objek pada citra. Tepi dapat didefinisikan sebagai perubahan nilai
piksel yang mencapai maksimum pada saat nilai turunannya pertamanya mencapai nilai
maksimum atau nilai turunan kedua (2nd
derivative) bernilai 0.
Proses deteksi tepi yang akan dilakukan adalah dengan deteksi tepi menggunakan
algoritma Canny. Algoritma Canny adalah algoritma deteksi tepi yang paling baik ketika
digunakan pada citra yang mengandung banyak derau.
Gambar 11. Hasil deteksi tepi batas bawah mandibula
dengan metode Canny Edge Detection
5. Deteksi tepi dengan metode Quantum-Sobel Edge Detection Proses deteksi resopsi pada inferior mandibular korteks dengan Deteksi tepi
Quantum-Sobel menghasilkan banyak tepi karena deteksi tepi dengan Quantum Sobel
dapat mendeteksi tepi yang kuat dan tepi yang lemah, seperti terlihat pada gambar 13.
Gambar 12. Area resopsi pada inferior mandibular korteks dengan
Deteksi tepi Quantum-Sobel
6. Proses binerisasi resorpsi dengan operasi morfologi
Operasi morfologi dilakukan untuk memperjelas resorpsi pada inferior mandibula.
Operasi morfologi adalah proses yang dapat dilakukan pada citra gray level atau biner.
Hasil deteksi resorpsi sebelumnya merupakan citra biner, sehingga proses morfologi dapat
dilakukan untuk memperjelas dan memperluas area pada objek citra yang diteliti.
Dalam penelitian ini menggunakan dua operasi morfologi; operasi Closing dan
operasi Filling. Opesri Closing adalah operasi dilasi yaitu perluasan objek kemudian
dilanjutkan dengan operasi erosi yaitu pengikisan objek. Sedangkan operasi Filling adalah
operasi pengisian objek.
Gambar 13. Area resorpsi pada inferior mandibular korteks dengan Deteksi tepi Quantum-
Sobel setelah dilakukan proses imclose
Gambar 14. Area resorpsi pada inferior mandibular korteks setelah dilakukan proses filling
Tepi- tepi hasil metode
Quantum-Sobel
Celah yang ditutup
pada proses imfill
Masih ada celah yang
belum ditutup
Celah yang ditutup
pada proses imclose
Pada gambar 14 terlihat pada mandibular korteks setelah proses filling citra biner 1 (putih)
lebih luas hasil pengisisan citra 1 dari citra 1 yang berdekatan. Sebelumnya pada gambar
13 ada beberapa cita yang masih ada celah pada citra biner 1 yang berdekatan.
KESIMPULAN
Panoramik X-Ray adalah citra yang dapat menggambarkan bagian atas dan bawah
mandibula. Batas bawah mandibula (rahang bawah) adalah bagian tepi (kontur) yang akan
digunakan pada penelitian selanjutnya. Tepi batas bawah mandibula diperoleh dengan
melakukan beberapa tahapan pemrosesan yaitu akuisisi Panoramik X-Ray, cropping bagian
Region of Interest, perbaikan citra, penajaman citra, deteksi tepi dan binerisasi.
Proses deteksi tepi yang dilakukan pada penelitian ini menghasilkan tepi yang
terluar dari obyek. Dengan metode Quantum masih banyak tepi-tepi pada mandibular
korteks yang dapat dideteksi sebagai salah satu ciri dan gejala yang dapat dilihat melalui
citra panoramik X-Ray dari suatu penyakit yang terdapat pada mandibular korteks.
Setelah proses binerisasi pada bagian tepi yang berdekatan/ satu wilayah dilakukan
proses morfologi yaitu dilasi, erosi, closing dan filling maka dapat dilihat ciri-ciri lain yang
dapat digunakan oleh dokter gigi menganalisis penyakit yang diderita pasien pada mulut
dan gigi.
DAFTAR PUSTAKA
Gonzalez, R. C. & R.E, Woods., 2009, ‘Digital Image Processing’, Third edition, Pearson
Education Inc.
Madenda,S, 2015, ‘ Pengolahan Citra & Video Digital, Teori Aplikasi dan pemrograman
Menggunakan Matlab’, Penerbit Erlangga, Jakarta
Munir, Renaldi 2004, ‘Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritmik’, Penerbit
Informatika, Bandung, ISBN: 979-3338-29-6
Na’am, J, Harlan, J, Madenda, S & Wibowo, E.P 2016a, ‘Identification of the Proximal
Caries of Dental X-Ray Image with Multiple Morphology Gradient Method’,
International Journal on Advanced Science, Engineering and Information
Technology, 6(3):343-346
Na’am, J, Harlan, J, Madenda, S & Wibowo, E.P. 2016b, ‘The Algorithm of Image Edge
Detection on Panoramic Dental X-Ray Using Multiple Morphological Gradient
(mMG) Method Multiple Morphology Gradient Method’, International Journal on
Advanced Science, Engineering and Information Technology, 6(6):2088-5334
Na’am, J, Harlan, J, Madenda, S., & Wibowo, E.P.2017, ‘Image Processing of Panoramic
Dental X-Ray for Identifying Proximal Caries’. Indonesian Journal of Electical
Engineering and Computer Science (Telkomnika). 2017; vol.15, No.2, pp 702-708
Nixon, M. S. A. S. , 2002, ‘Feature Extraction and Image Processing’, First Edition Reed
Edition and Professional Publishing Newnes, Great Britain
Rashmi, Mukesh kumar, R. S., 2013, ‘Algoritma and Tehchnique on various edge
detection: A survey’, High Technologi Letter, 4(3)
Sundani, D., Mutiara B., Juarna A., dan Agushinta D., 2015, ‘Edge Detection Algorithm
for Color Image Based on Quantum Superposisi Principle’, JATIT 20th. Vol.76.
No.2. ISSN:192-8645, June 2015
X. Fu, M. Ding, Y. Sun and S. Chen, 2009, “A new quantum edge detection algorithm for
medical images’, Proc. of SPIE (The International Society for Optical Engineering)
7497. 10.1117/12.832499.
Xu, Q., Varandarajan, S., Chakrabarti, C., & Karam, L. J., 2014, “ A distributed Canny
Edge Detector’: Algorithm and FPGA implementation. IEEE Transaction on Image
Processing, 23(7), 2944-2960. Doi:10.1109/tip.2014.2311656
Venegas-Andraca, S. E. dan Bose, S., 2003 ‘Storing, Processing and Retrieving an Image
Using Quantum Mechanics’, Proceedings of SPIE Conference of Quantum Information
and Computation, Vol. 5105, pp. 134-147, doi: 10.1117/12.485960
internet:
https://www.mathworks.com/help/images/use-morphological-opening-to-extract-large-
image-features.html
https://www.mathworks.com/help/images/ref/imclose.html