bioakumulasi kromium pada kerang
DESCRIPTION
juuTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembuangan limbah industri dapat mencemari lingkungan perairan dan
organisme yang hidup di dalamnya (Alifia dan Djawad 2003). Terjadinya
kontaminasi zat beracun pada organisme perairan dapat melalui 3 cara: (1)
melalui permukaan organisme (2) melalui respirasi atau ingesti dari air dan (3)
melalui pengambilan makanan (zooplankton, phitoplankton) yang mengandung
bahan pencemar kimia (Jardin 1993). Diketahui bahwa zat beracun yang
mencemari perairan salah satunya dari logam berat (Aditya 2005). Logam berat
yang ada dalam badan perairan akan mengalami proses pengendapan dan
terakumulasi dalam sedimen, kemudian terakumulasi dalam tubuh makhluk
hidup yang ada di dalam perairan tersebut baik melalui insang maupun melalui
rantai makanan dan akhirnya akan sampai pada manusia. Fenomena ini dikenal
sebagai bioakumulasi (Dahuri dkk 1996). Logam berat tersebut antara lain
adalah kromium, jika keberadaannya melebihi ambang batas yang diperbolehkan
dapat membahayakan lingkungan, termasuk manusia. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa adanya akumulasi kromium dapat menyebabkan kerusakan
terhadap organ respirasi, dan dapat juga menyebabkan timbulnya kanker pada
manusia (Palar 1994).
Anodonta woodiana sebagai moluska air tawar yang bersifat filter feeder
dan sessile dapat dijadikan hewan uji dalam proses bioakumulasi kromium.
Kromium dapat masuk ke dalam tubuh Anadonta woodiana melalui air ataupun
makanan. Kromium tersebut tedistribusi ke berbagai organ Anadonta woodiana,
salah satunya adalah kelenjar pencernaan (Nugroho and Frank 2011). Penelitian
ini perlu dilakukan untuk menegetahui kadar kromium yanmg dapat terakumulasi
dalam kelenjar pencernaan Anadonta woodiana.
1
B. Permasalahan
Pencemaran ekosistem air tawar dapat terjadi dikarenakan kandungan logam
berat yang berlebih. Salah satunya adalah krom. Anodonta woodiana sebagai
hewan moluska air tawar yang bersifat filter feeder dan sessile dapat dijadikan
sebagai bioakumulator. Dari penelitian ini dapat diketahui berapa kadar krom
yang terdapat pada organ Anodonta woodiana salah satunya adalah kelenjar
pencernaan Anodonta woodiana. Dalam penelitian ini dapat dibangun
pertanyaan ilmiah, yakni bagaimana bioakumulasi logam Cr pada kelenjar
pencernaan Anodonta woodiana?
C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari kandungan krom yang
terdapat pada kelenjar pencernaan Anadonta woodiana.
.
D. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat diketahui
akumulasi logam kromium pada kerang Anodonta woodiana. Dengan
diketahuinya kandungan Cr dalam kelenjar pencernaan Anodonta woodiana
dapat memberikan gambaran mekanisme akumulasi logam di dalam kerang.
E. Hipotesis
Krom dapat terakumulasi dalam kelenjar pencernnan Anodonta woodiana
karena struktur kelenjar pencernaannya masih sangat sederhana, sehingga fungsi
detoksifikasi terhadap logam berat belum dapat dilakukan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Logam Kromium (Cr)
Salah satu logam yang termasuk dalam golongan transisi. Kromium dilambangkan
dengan simbol ‘Cr’. Kromium memiliki nomor atom 24 dan berat atom 51,996.
Kromium mempunyai titik leleh dan didih yang tinggi. Adanya kromium dalam limbah
cair menandakan telah terjadi pencemaran di limbah industri, karena senyawa kromium
murni tidak pernah ditemukan dalam bentuk bebas di alam. Paparan kronis Cr
memberikan dampak negatif yaitu dapat menyebabkan kanker paru-paru, sedangkan
pada paparan yang bersifat akut, kromium dapat menyebabkan gangguan pada sistem
kekebalan tubuh dan bersifat iritan terhadap selaput lendir. (Notodarmojo 2005).
Keracunan tubuh manusia terhadap Cr dapat berakibat buruk terhadap saluran
pernafasan, kulit, pembuluh darah dan ginjal (Sudarmadji et. al 2006).
B. Klasifikasi Anodonta woodiana
Anadonta woodiana yang lebih dikenal dengan nama kijing Taiwan memiliki
klasifikasi sebagai berikut:
Filum: Mollusca
Kelas: Pelecypoda
Ordo: Schizodonta
Famili: Unionidae
Genus: Anodonta
Spesies: Anodonta woodiana
(Lea 1834)
Gambar 1. Anodonta woodiana (http://eol.org/pages/4749339/overview)
3
Ciri umum dari filum Mollusca adalah memiliki tubuh bilateral simetri, lunak, dan
ditutupi mantel yang menghasilkan zat kapur, serta bernafas menggunakan insang.
Tubuhnya berbentuk pipih secara lateral dan memiliki dua buah cangkang yang
berengsel secara dorsal dan menutupi tubuhnya. Famili ini umumnya ditemukan di
kolam, danau, sungai, dan perairan lainnya.
C. Anatomi Anodonta woodiana
Menurut Suwignyo et al. (2005), secara morfologis tubuh kijing Anodonta
sp. adalah pipih lateral dan seluruh tubuh tertutup dua keping cangkang yang
berhubungan di bagian dorsal melalui hinge ligament yaitu semacam pita elastik
yang terdiri atas bahan organik seperti zat tanduk (conchiolin). Hinge ligament
ini bersambungan dengan periostrakum cangkang. Kedua keping cangkang pada
bagian dalamnya juga ditautkan oleh sebuah otot adduktor anterior dan sebuah
otot adduktor posterior. Kedua otot ini bekerja secara antagonis dengan hinge
ligament. Bila otot adduktor rileks, ligamen berkerut, maka kedua keping
cangkang akan terbuka. Demikian pula sebaliknya, bila otot adduktor
berkontraksi dan ligamen rileks maka kedua cangkang akan tertutup. Hewan ini
memiliki tipe insang eulamellibranchia (pertautan antar filamen menjadi
permanen, dengan adanya jaringan, sehingga jajaran filamen membentuk suatu
lembaran selaput yang berlubang-lubang atau ostia).
Pada bagian dalam cangkang terdapat mantel di sisi kiri dan kanan. Di ujung
posterior terdapat dua sifon, yaitu sifon inkuren untuk memasukkan air dan sifon
ekskuren untuk mengeluarkan air. Terdapat otot-otot adduktor (anterior dan
posterior) yang berfungsi untuk menutup cangkang, otot protraktor untuk
menjulurkan kaki dan otot retraktor untuk menarik kaki. Kaki berbentuk pipih,
yang terletak di bagian antroventral tubuh. Proses respirasi berlangsung di dalam
insang yang berjumlah empat buah (sepasang pada tiap sisi cangkang). Insang
luar sebagian atau seluruhnya berhubungan dengan mantel. Insang luar kijing
Unionidae berfungsi sebagai marsupia untuk mengerami telur hasil fertilisasi
4
sampai terbentuk larva glokidia yang matang. Mantel pada A. woodiana
berbentuk jaringan yang tipis dan lebar, menutup seluruh tubuh dan terletak di
bawah cangkang. Pada tepi mantel terdapat tiga lipatan dalam, tengah, dan luar.
Lipatan dalam adalah yang paling tebal, dan lipatan ini berisi otot radial dan otot
melingkar. Lipatan tengah mengandung alat indera. Lipatan luar terbagi dua,
yaitu permukaan dalam dan permukaan luar.
Gambar 2. Struktur anatomis A. woodiana. (a). Struktur organ dalam setelah menyingkirkan cangkang atas (b). Irisan vertikal tubuh kijing (Suwignyo, S. et al.
2005)
D. Ekologi Anodonta woodiana
Anodonta woodiana dapat hidup di kolam, danau, sungai atau perairan tawar yang
lain (Storer dan Usinger 1961). Menurut Suwignyo (2005), genus Anodonta paling
senang hidup di dasar perairan yang berlumpur, sedikit pasir dan tidak terlalu dalam.
Anodonta dapat hidup di perairan dengan suhu antara 11.0 – 29.0°C serta derajat
keasaman antara 4.8-9.8 (Prihartini,1999).
Ditinjau dari cara makannya, Anodonta woodiana termasuk hewan filter feeder
dimana bahan makanannya dimasukkan dipilih dan dicernakan dengan bantuan gerakan
cilia pada tubuhnya (Suwignyo et al. 2005). Kijing memakan zooplankton, fitoplankton
dan detritus.
5
A B
E. Anodonta woodiana sebagai bioakumulator
Moluska merupakan bioindikator yang paling tepat dan efisien untuk
pencemaran logam berat. Moluska dapat mengakumulasi pencemar tanpa ia
sendiri mati terbunuh, terdapat dalam jumlah yang banyak, terikat pada suatu
wilayah yang luas, mudah diambil dan tidak mudah rusak. Moluska mempunyai
toleransi luas terhadap air payau (euryhaline) serta dapat menunjukkan korelasi
antara kandungan bahan pencemar dalam air dan dalam tubuh organisme
(Pagoray 2001). Moluska dari kelas Bivalvia digunakan sebagai organism untuk
memantau pencemaran perairan yang mengandung akumulasi toksikan lebih
tinggi dari lingkungan (Philips 1985). Kerang Anodonta woodiana merupakan
salah satu contoh moluska yang mempunyai kemampuan sebagai bioakumulator.
Logam berat masuk melalui aliran air kemudian melewati insang. Logam yang
terlarut dalam air akan diakumulasi secara absorpsi langsung dari air lalu ke
permukaan tubuh kerang serta melalui saluran pencernaan (Wang and Fisher
1999).
6
BAB III
METODE
A. Deskripsi Lokasi Penelitian dan Desain Sampling
Penelitian ini dilakukan di dua laboratorium. Pengamatan dilakukan di
Laboratorium Ekologi dan Konservasi Fakultas Biologi UGM dan analisis data
dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Unit 1, Universitas
Gadjah Mada. Penelitian ini dilakukan selama bulan Februari - Maret 2013.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode acak (random
sampling). Kerang A. woodiana didapat dari tempat budidaya yang perairannya belum
tercemar, kemudian diaklimasi terlebih dahulu selama 2 minggu sebelum perlakuan.
Kerang berjumlah masing-masing 24 ekor ditempatkan dalam dua buah akuarium
berukuran 70 x 55 x 35 cm. Salah satu akuarium diisi air bersih sedangkan yang lain air
bersih ditambahkan dengan larutan Cr dengan 25 µg/L. Volume air yang dimasukkan ke
dalam akuarium masing-masing sebanyak 50 L. Akuarium dilengkapi dengan sekat
sejajar mengikuti panjang akuarium, dengan lebar yang sama, daerah satu sebagai tempat
hidup kerang sedangkan daerah lainnya sebagai tempat alat filter air dan aerasi dalam
akuarium (Gambar 1). Kelereng dimasukkan ke dalam akuarium bertujuan untuk
substrat menempelnya A. woodiana. Tiap akuarium diberi pencahayaan selama 12 jam
dalam sehari selama penelitian.
1 2 3
4
70 cm
Gambar 3. Skema akuarium
Keterangan:1. Tempat penampungan air bersih2. Tempat filter3. Tempat aerasi4. Tempat kerang
7
55cm
B. Bahan dan Alat
1. Preparasi air bersih
Air bersih yang digunakan pada penelitian ini adalah air ledeng. Sebelum air
dimasukkan ke dalam akuarium, air bersih disaring terlebih dahulu dengan
menggunakan batu zeolite dan arang (karbon aktif) yang sudah dicuci secukupnya,
sehingga hasil air yang dipakai menjadi lebih bersih dan tidak menimbulkan bau. Air
bersih disaring dan ditampung dalam bak penampung. Pompa akuarium digunakan
sebagai pemutar air dalam bak sehingga stok air dapat terus-menerus disaring dengan
arang dan zeolite. Dengan seperti ini, air tampungandapat terjaga kualitasnya sebagai
media hidup kerang.
2. Preparasi larutan stok Cr
Pembuatan larutan stok Cr menggunakan reagen K2Cr2O7 sebanyak 0.1 gr. Reagen
Cr ini dibuat menjadi larutan stok dengan konsentrasi 100 ppm. Akuades secukupnya
sebagai pengencer reagen Cr.
Alat-alat yang dibutuhkan berupa gelas ukur ukuran 1000 mL untuk mengukur
volume larutan yang akan dipakai. Neraca semi-analitik untuk mengukur massa
reagen Cr yang diperlukan untuk membuat larutan stok. Gelas beaker untuk
melarutkan reagen Cr sebelum diencerkan. Pipet tetes sebagai alat bantu saat
meneteskan reagen.
3. Preparasi organisme uji dan akuarium
Bahan-bahan yang digunakan adalah kerang Anodonta woodiana sebanyak 48
ekor dengan ukuran panjang kerang sekitar 10-12 cm dengan berat sekitar 100-150 gr.
Air bersih secukupnya untuk mencuci kerang agar bersih dari kotoran sebelum
digunakan untuk penelitian. Air bersih (dari Tahap 1.) sebanyak 50 L untuk setiap
akuarium. Bahan pakan kerang berupa pakan ikan yang berukuran halus sebanyak 500
gr, diberikan secukupnya setiap dua hari sekali selama penelitian.
Alat-alat yang dipakai berupa akuarium kaca ukuran 70 x 55 x 35 cm sebanyak 2
buah sebagai tempat hidup kerang, yakni untuk kelompok kontrol dan perlakuan.
Lampu akuarium sebanyak 2 buah sebagai sumber pencahayaan akuarium. Spons
filter sebanyak 6 buah, aerator akuarium sebanyak 3 set, serta 1 buah pompa air untuk
tiap akuarium; berfungsi untuk menyaring kotoran dari kerang dan sebagai penggerak
arus air dalam akuarium sehingga kondisi air selalu terjaga bersih. Kelereng ukuran
kecil sebanyak 300 buah untuk tiap akuarium sebagai substrat kerang agar mampu
8
bergerak leluasa.
4. Analisis tingkat bioakumulasi Cr
Bahan-bahan yang digunakan adalah kerang A. woodiana dari kelompok kontrol
dan kelompok perlakuan yang telah terpapar Cr. Organ yang diambil untuk diuji
adalah kelenjar pencernaan. Alat-alat yang dipakai berupa scalpel, gunting beserta
pinset sebanyak dua set untuk membedah dan mengambil organ yang akan diuji. Ice
gel digunakan untuk menganestesi kerang sebelum dibedah. Cawan petri berjumlah
enam buah untuk tempat meletakkan sampel organ serta kerang saat dibedah. Neraca
semi analitik satu buah untuk mengukur berat kerang dan berat sampel tiap organ.
Larutan HNO3 65% dan HCL 37% sebagai asam pelarut sampel. Satu set Atomic
Absorbance Spectrophototmetry (AAS) untuk mengukur kadar logam Cr dalam
sampel.
C. Cara Kerja
1. Preparasi larutan stok Cr
Untuk menentukan jumlah reagen yang akan diambil, terlebih dahulu dihitung
massa K2Cr2O7 yang digunakan untuk membuat larutan stok Cr 100 ppm. K2Cr2O7
sebanyak 0.1 gr ditempatkan dalam aluminium foil dan ditimbang dengan neraca
semi-analitik. Reagen dipindahkan ke dalam gelas ukur kemudian reagen dilarutkan
dengan akuades sebanyak 500 mL sampai homogen, setelah itu dipindahkan ke labu
ukur ukuran 1000 mL. Larutan dipindahkan ke dalam labu ukur lalu diencerkan
dengan akuades sampai batas tanda. Larutan dihomogenisasi dengan cara
menggoyang labu ukur sampai tercampur rata. Larutan Cr ini dijadikan larutan stok.
Untuk pemakaian larutan Cr dalam akuarium, menggunakan kadar 25 µg/L.
2. Preparasi organisme uji dan akuarium
Terdapat dua akuarium, yaitu akuarium kontrol dan akuarium perlakuan. Tiap
akuarium dipasang filter, pompa air serta alat aerasi. Kemudian dipasang lampu
akuarium dengan lama penyinaran 12 jam per hari. Pada bagian dasar akuarium
diberi kelereng secukupnya sebagai substrat menempelnya kerang.
Untuk tiap akuarium, ditempatkan kerang Anodonta woodiana sebanyak 24
individu yang cangkangnya telah dibersihkan terlebih dahulu. Sebelum pengujian,
9
semua kerang harus dipuasakan dahulu selama 7 hari dalam akuarium yang berisi air
bersih sebanyak 50 L dan pada akuarium telah diberi filter dan aerasi. Setelah itu
setiap kerang ditandai, diukur beratnya serta panjang cangkangnya, kemudian
dipindahkan ke akuarium kontrol atau akuarium perlakuan.
Akuarium kontrol diberi air bersih sebanyak 50 L, sedangkan pada akuarium
perlakuan ditambahkan larutan stok Cr yang telah dibuat sebelumnya. Dalam
akuarium perlakuan menggunakan konsentrasi Cr sebanyak 25 µg/L. Untuk
membuat larutan Cr 25 µg/L ppm dalam 50 L air akuarium dari larutan stok Cr.
Pengambilan larutan Cr sebanyak 12.5 mL menggunakan rumus pengenceran sbb:
M1 x V1 = M2 x V2
Keterangan:
M1 : konsentrasi larutan stok Cr
M2 : konsentrasi larutan Cr dalam akuarium
V1 : volume yang diperlukan dari larutan stok Cr
V2 : volume yang diperlukan untuk akuarium
Kerang diberi pakan setiap hari berupa pakan kerang yang diberi sebanyak 50 gr
untuk setiap akuarium dengan pemberikan pakan setiap dua hari sekali. Kemudian
setiap akuarium, sebanyak dua pertiga dari total volume air diganti tiap dua hari
sekali, serta total volume air dalam akuarium diganti setiap pada hari keenam.
3. Pengambilan sampel kerang dan pengujian akumulasi Cr
Untuk pengambilan sampel kerang, diambil masing-masing tiga individu secara
acak dari akuarium kontrol dan akuarium perlakuan. Sample kerang diambil pada hari
ke-0, 1, 6, 12, dan ke-18 (untuk waktu eksposur), serta hari ke-24 dan ke-30 untuk
waktu depurasi. Sampel kerang dianestesi dengan es dan dibiarkan selama 10 menit.
Untuk pengukuran kadar akumulasi logam Cr kerang dibedah dan diambil
kelenjar pencernaannya. Organ tersebut dibersihkan dan dicuci dengan akuades, lalu
dikeringkan dengan menggunakan kertas saring. Setelah itu, sampel dibungkus
menggunakan alumunium foil dan ditimbang beratnya basahnya. Organ yang sudah
terbungkus dimasukkan ke dalam oven pada suhu 85o C selama waktu tertentu
sampai didapat berat kering konstan. Kemudian berat organ ditimbang kembali untuk
10
diketahui berat keringnya. Organ diambil sekitar 10-100 mg dan ditempatkan pada
gelas beaker. Campuran konsentrat HNO3 65% dan konsentrat HCl 37% dengan
perbandingan 4:1 sebanyak 5 mL ditambahkan ke dalam gelas beaker. Kemudian
sampel dimasukkan ke dalam oven pada suhu 40oC selama 1 jam kemudian pada suhu
95o C selama 3 jam. Setelah itu, sampel diencerkan sampai volume 10 mL.
Penghitungan total logam Cr pada kelenjar pencernaan dengan menggunakan Atomic
Absorbance Spectrophotometry (AAS) dengan panjang gelombang yang sesuai untuk
mengukur kadar Cr.
D. Analisis Data
Sampel yang telah diukur kadar akumulasi Cr dari kelenjar pencernaan kemudian
disusun dalam row data sebagai data mentah. Data mentah yang didapat akan diubah
menjadi bentuk log data yang kemudian dianalisis menggunakan homogenitas variansi
dan normalitas. Data total akumulasi Cr diolah secara statistik menggunakan analysis of
variance (ANOVA) dua arah karena waktu paparan untuk mengakumulasi Cr
merupakan variabel bebas, lalu diuji pula dengan uji perbandingan Dunnett. Hasil
bioakumulasi akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik histogram.
11
BAB IV
HASIL dan PEMBAHASAN
Dari analisis data yang sudah dilakukan didapatkan hasil yang ditampilkan
dalam grafik dibawah ini,
0 1 6 12 18 24 30 360
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
Analisis kandungan Cr dalam kelenjar pencernaan Anodonta woodiana
KontrolPerlakuan
hari ke -
kand
unga
n Cr
(mg/
gram
ber
at b
asah
)
Gambar 4. Grafik Kandungan Cr dalam kelenjar pencernaan Anodonta woodiana
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa kandungan Cr dalam kelenjar pencernaan
meningkat selama perlakuan, pada hari ke-12 peningkatan sebesar 30 % dari hari ke-0.
Pada hari ke 18 mengalamii penurunan sebessar 7% dari hari ke-0. Kandungan Cr
kembali mengalami peningkatan pada hari ke- 24 sebesar 10% dari hari ke-0. Dalam 6
hari pertama periode depurasi, kandungan Cr menurun, kemudian meningkat pada akhir
penelitian.Cr tertinggi terobservasi pada periode depurasi hari ke-36, sebesar 0,0051 mg
g-1 berat basah.
Pada sampel kontrol kandungan Cr terobservasi terendah adalah pada hari ke- 0
yaitu 0 mg g-1 berat basah dan paling tinggi adalah pada hari ke- 36 yaitu 0.0025 mg g -1
berat basah. Selama penelitian terjadi peningkatan jumlah kandungan Cr pada hari ke 1,
6, 18, 30 dan 36. Hal itu dikarenakan Cr yang ada di dalam kelenjar pencernaan A.
woodiana tidak hanya terdapat pada kelenjar pencernaan saja tetapi Cr terdistribusi ke
organ lainnya, sehingga apabila pada saat pengambilan sampel Cr terdistribusi ke organ
lainnya, jumlah Cr dalam kelenjar pencernaan terobservasi rendah (Nugroho and Frank
12
2011). Terobservasinya Cr dalam kelenjar pencernaan A. woodiana pada sampel control
karena Cr merupakan senyawa yang dibutuhkan oleh A. woodiana untuk proses sintesis
protein dalam tubuhnya (Walsh and O’Halloran 1996)
Pada sampel perlakuan, kandungan Cr terobservasi paling rendah adalah pada hari
ke- 1 yaitu 0,00063 mg g-1 berat basah dan paling tinggi adalah pada hari ke 36, depurasi
hari ke- 12 yaitu sebesar 0,0051 mg g-1 berat basah. Kandungan Cr dalam kelenjar
pencernaan meningkat selama perlakuan, pada hari ke-12 peningkatan sebesar 30 % dari
hari ke-0. Pada hari ke 18 mengalami penurunan sebesar 7% dari hari ke-0. Kandungan
Cr kembali mengalami peningkatan pada hari ke- 24 sebesar 10% dari hari ke-0. Dalam
6 hari pertama periode depurasi, kandungan Cr menurun, kemudian meningkat pada
akhir penelitian. Tingginya kandungan Cr dalam kelenjar pencernaan A. woodiana pada
saat proses depurasi dikarenakan pada saat pengambilan sampel, Cr terdistribusi dalam
kelenjar pencernaan dan struktur kelenjar pencernaannya masih sangat sederhana,
sehingga fungsi detoksifikasi terhadap logam berat kurang sempurna (Widiyanti dkk
2005).
Dari hasil analisis kandungan Cr dalam kelenjar pencernaan A. woodiana diperoleh
laju akumulasi Cr yang ditampilkan pada tabel sebagai berikut,
Tabel 1. Laju akumulasi cr dalam kelenjar pencernaan A. woodiana
Hari ke- Laju akumulasi (mg/gr berat basah per hari)
1-6 0.000152
6-12 0.000373
12-24 -0.00024
24-30 0.000303
Depurasi 1-6 -0.00035
Depurasi 6-12 0.00054
Rata-rata 0.00013
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan laju akumulasi dari hari
ke- 1 sampai hari ke- 12 kemudian mengalami penurunan sampai hari ke- 24, meningkat
kembali sampai hari ke 36, mengalami penurunan kembali pada saat proses depurasi
13
sampai hari ke- 6 dan meningkat sampai akhir penelitian. Laju akumulasi tertinggi pada
saat depurasi periode kedua yaitu sebesar 0,00054 mg g-1 berat basah, dan rata rata laju
akumulasi 0.00013 mg g-1 berat basah.
Laju akumulasi dipengaruhi oleh kadar garam, alkalinitas, hadirnya senyawa kimia
lainnya, temperatur, pH, besar atau kecilnya organisme, dan kondisi kelaparan organisme
(Darmono 1995). Rendahnya laju akumulasi dapat disebabkan kecilnya organisme bila
dibandingkan dengan organisme lainnya dan kondisi kelaparan organisme, semakin lapar
semakin rendah laju akumulasinya.
BAB V
KESIMPULAN
14
Kandungan Cr tertinggi adalah pada saat proses depurasi periode kedua yaitu
sebesar 0,0051 mg g-1 berat basah. Rata rata laju akumulasi Cr dalam kelenjar
pencernaan adalah sebesar 0.00013 mg g-1 berat basah. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa kandungan Cr dapat terakumulasi dalam kelenjar pencernaan A. woodiana
DAFTAR PUSTAKA
15
Aditya Rahman. 2005. Kandungan Logam Tembaga (Cu) Pada Karang Tipe Branching di
Perairan Kepulauan Krakatau. Jurnal Bioscientiae 2(2):11-16.
Alifia, F dan M. I. Djawad. 2003. Kondisi Histologi Insang dan Organ Dalam Juvenil Ikan
Bandeng (Chanos-chanos Forskall) yang Tercemar Logam Timbal (Pb) Jurnal Sains &
Teknologi 3(1):15-20.
Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting & M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta. 305 hal.
Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: UI Press.Jardine, C.G.1993. Effect of Pollutant at the Ecosystem Level. p 15.
Notodarmojo, S. 2005. Pencemaran Tanah dan Air. Tanah. Bandung: ITB. p: 145
Nugroho, A. P. and H. Frank. 2011. Uptake, distribution, and bioaccumulation of copper in
the freshwater mussel Anodonta anatina, Toxicological & Environmental Chemistry,
DOI:10.1080/02772248.2011.582989
Pagoray, H. 2001. Kandungan merkuri dan kadmium sepanjang Kali Donan Kawasan
Industri Cilacap. FRONTIR (33). http://unmul.ac.id/dat/pub/frontir/henny.pdf.
Diakses 5 Maret 2013
Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta.
Philips, D. J. H. 1980. Quantitative aquatic biological indicators: Their Use to Monitor
Trace Metal and Organochlorine Pollution. Applied Science Publishers
Prihatini W. 1999. Keragaman Jenis dan Ekologi Kerang Air Tawar Famili Unionidae
(Molusca; Bivalvia) di Beberapa Situ Kabupaten dan Kotamadya Bogor. Naskah Tesis.
Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Storer T. I., and R. L .Usinger. 1961. General Zoology. McGraw-Hill. New York
Sudarmadji., J, Mukono., Corie I. P. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 dan Dampaknya
Terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan 2(2):140
Suwignyo S., B. Widigdo., Y. Wardiatno., Krisanti M. 2005. Avertebrata Air. Depok:
Penebar Swadaya.
Walsh, A. R. and O’Halloran, John. 1996. The Accumulation of Chromium by Mussels Mytilus edulis (L.) as a Function of Valency, Solubility and Ligation. Ireland: Elsevier Science Ltd.
Wang, W.X., and N.S. Fisher. 1999. Delinating metal accumulation pathways for marine
invertebrates. The Science of the Total Environment. 237-238.p:459-472.
16
Widiyanti, C. A., Sunarto., N. S. Handajani. 2005. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb)
serta struktur Mikroanatomi Ctenidia dan Kelenjar Pencernaan (Hepar) Anodonta
woodiana Lea., di Sungai Serang Hilir Waduk Kedung Ombo. BioSMART 7(2):136-
142
17