biografi syekh muhammad arsyad al

11
S K I TOKOH – TOKOH ISLAM DI INDONESIA Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari Disusun Oleh : Nunung Septiani Anisa Fadillah KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA MTS NEGERI EMPANG

Upload: okibana

Post on 03-Dec-2015

50 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Tokoh islam indonesia

TRANSCRIPT

Page 1: Biografi Syekh Muhammad Arsyad Al

S K I

TOKOH – TOKOH ISLAM DI INDONESIA

“ Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari  ”

Disusun Oleh :

Nunung SeptianiAnisa Fadillah

KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

MTS NEGERI EMPANG

TAHUN AJARAN

2015 - 2016

Page 2: Biografi Syekh Muhammad Arsyad Al

A. Biografi Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari 

Nama Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari hingga kini masih melekat di hati masyarakat Martapura, Kalimantan Selatan, meski putra Banjar kelahiran Desa Lok Gabang, 19 Maret 1710 M, itu telah meninggal sejak 1812 M silam. Ia meninggalkan banyak jejak dalam bentuk karya tulis di bidang keagamaan. Karya-karyanya bak sumur yang tak pernah kering untuk digali hingga generasi kini. Tak mengherankan bila seorang pengkaji naskah ulama Melayu berkebangsaan Malaysia menjulukinya sebagai Matahari Islam Nusantara. Matahari itu terus memberikan pencahayaan bagi kehidupan umat Islam.

Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari adalah pelopor pengajaran Hukum Islam di Kalimantan Selatan. Ia sempat menuntut ilmu-ilmu agama Islam di Mekkah. Sekembalinya ke kampung

halaman, hal pertama yang dikerjakannya adalah membuka tempat pengajian (semacam pesantren) bernama Dalam Pagar.

Kisah tempat pengajian ini diuraikan dalam buku seri pertama Intelektual Pesantren: Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Pertumbuhan Pesantren, terbitan Diva Pustaka, Jakarta. Mulanya lokasi ini berupa sebidang tanah kosong yang masih berupa hutan belukar pemberian Sultan Tahmidullah, penguasa Kesultanan Banjar saat itu. Syekh Arsyad al-Banjari menyulap tanah tersebut menjadi sebuah perkampungan yang di dalamnya terdapat rumah, tempat pengajian, perpustakaan dan asrama para santri.

Sejak itu, kampung yang baru dibuka tersebut didatangi oleh para santri dari berbagai pelosok daerah. Kampung baru ini kemudian dikenal dengan nama kampung Dalam Pagar. Di situlah diselenggarakan sebuah model pendidikan yang mengintegrasikan sarana dan prasarana belajar dalam satu tempat yang mirip dengan model pesantren. Gagasan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari ini merupakan model baru yang belum ada sebelumnya dalam sejarah Islam di Kalimatan masa itu.

Pesantren yang dibangun di luar kota Martapura ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi proses belajar mengajar para santri. Selain berfungsi sebagai pusat keagamaan, di tempat ini juga dijadikan pusat pertanian. Syekh Muhammad Arsyad bersama beberapa guru dan muridnya mengolah tanah di lingkungan itu menjadi sawah yang produktif dan kebun sayur, serta membangun sistem irigasi untuk mengairi lahan pertanian.Tidak sebatas membangun sistem pendidikan model pesantren, Syekh Muhammad Arsyad juga aktif berdakwah kepada masyarakat umum, dari perkotaan hingga daerah terpencil. Kegiatan itu pada akhirnya membentuk perilaku religi masyarakat. Kondisi ini menumbuhkan kesadaran untuk menambah pengetahuan agama dalam masyarakat.

Dalam menyampaikan ilmunya, Syekh Muhammad Arsyad sedikitnya punya tiga metode. Ketiga metode itu satu sama lain saling menunjang. Selain dengan cara bil hal, yakni keteladanan yang

Page 3: Biografi Syekh Muhammad Arsyad Al

direfleksikan dalam tingkah laku, gerak gerik dan tutur kata sehari-hari yang disaksikan langsung oleh murid-muridnya, Syekh Muhammad Arsyad juga memberikan pengajaran dengan cara bil lisan dan bil kitabah. Metode bil lisan dengan mengadakan pengajaran dan pengajian yang bisa disaksikan diikuti siapa saja, baik keluarga, kerabat, sahabat maupun handai taulan, sedangkan metode bil kitabah menggunakan bakatnya di bidang tulis menulis.

Dari bakat tulis menulisnya, lahir kitab-kitab yang menjadi pegangan umat. Kitab-kitab itulah yang ia tinggal setelah Syekh Muhammad Arsyad tutup usia pada 1812 M, di usia 105 tahun. Karya-karyanya antara lain, Sabil al-Muhtadin, Tuhfat ar-Raghibiin, al-Qaul al-Mukhtashar, disamping kitab ushuluddin, tasawuf, nikah, faraidh dan kitab Hasyiyah Fath al-Jawad. Karyanya paling monumental adalah kitab Sabil al-Muhtadin yang kemasyhurannya tidak sebatas di daerah Kalimantan dan Nusantara, tapi juga sampai ke Malaysia, Brunei dan Pattani (Thailand Selatan).

Anak Cerdas dari Lok Gabang

Sekali waktu, Sultan Kerajaan Banjar, Sultan Tahmidullah, berkunjung ke kampung-kampung yang ada di wilayahnya. Tiba di Kampung Lok Gabang, ia terkesima melihat lukisan yang indah. Setelah bertanya, dia mengetahui pelukisnya bernama Muhammad Arsyad, seorang anak berusia tujuh tahun. Tertarik dengan kecerdasan dan bakat anak kecil itu, Sultan berniat mengasuhnya di istana.

Mulanya, Abdullah dan Siti Aminah, kedua orangtua Arsyad, enggan melepas anak sulungnya itu. Tapi atas pertimbangan masa depan si buah hati, keduanya pun menganggukkan kepala. Di istana, Arsyad kecil bisa membawa diri, selalu menunjukkan keluhuran budi pekertinya. Sifat-sifat terpuji itu membuat ia disayangi warga istana. Bahkan, Sultan memperlakukannya seperti anak kandung.

Beranjak dewasa, Arsyad dikawinkan dengan Bajut, seorang perempuan yang salehah. Ketika Bajut tengah mengandung anak pertama, terlintas di benak Arsyad untuk menuntut ilmu di Tanah Suci Mekkah. Sang istri tidak keberatan demi niat suci suami, meski dengan perasaan berat. Setelah mendapat restu Sultan, Arsyad berangkat untuk mewujudkan cita-citanya.

Begitulah sepenggal kisah perjalanan hidup Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari, ulama besar kelahiran Lok Gabang, Martapura, 19 Maret 1710 M.

Memperdalam Ilmu Agama

Di Tanah Suci, Arsyad memperdalam ilmu agama. Guru-gurunya, antara lain Syekh Athaillah bin Ahmad al-Mishry, al-Faqih Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi, dan al-‘Arif Billah Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samman al-Hasani al-Madani.

Namanya terkenal di Mekkah karena keluasan ilmu yang dimiliki, terutama ilmu qiraat. Ia bahkan mengarang kitab qiraat 14 yang bersumber dari Imam asy-Syatibi. Uniknya, setiap juz kitab tersebut dilengkapi dengan kaligarafi khas Banjar.

Page 4: Biografi Syekh Muhammad Arsyad Al

Menurut riwayat, selama belajar di Mekkah dan Madinah, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari belajar bersama tiga ulama Indonesia lainnya: Syekh Abdus Shomad al-Palembani (Palembang), Syekh Abdul Wahab Bugis, dan Syekh Abdurrahman Mesri (Betawi). Mereka berempat dikenal dengan Empat Serangkai dari Tanah Jawi yang sama-sama menuntut ilmu di al-Haramain asy-Syarifain. Belakangan, Syekh Abdul Wahab Bugis kemudian menjadi menantunya karena kawin dengan anak pertama Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.

Setelah lebih dari 30 tahun menuntut ilmu, timbul hasratnya untuk kembali ke kampung halaman. Sebelum sampai di tanah kelahirannya, Syekh Arsyad singgah di Jakarta. Ia menginap di rumah salah seorang temannya waktu belajar di Mekkah. Bahkan, menurut kisahnya, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari sempat memberikan petunjuk arah kiblat Masjid Jembatan Lima di Jakarta sebelum kembali ke Kalimantan.

Ramadhan 1186 H bertepatan dengan 1772 M, Syekh Arsyad tiba di kampung halamannya di Martapura, pusat Kerajaan Banjar masa itu. Raja Banjar, Sultan Tahmidullah, menyambut kedatangannya dengan upacara adat kebesaran. Segenap rakyat mengelu-elukannya sebagai seorang ulama Matahari Agama yang cahayanya diharapkan menyinari seluruh Kerajaan Banjar.

Syekh Arsyad aktif melakukan penyebaran agama Islam di Kalimantan. Tak hanya dalam bidang pendidikan dengan mendirikan pesantren lengkap sarana dan prasarananya, termasuk sistem pertanian untuk menopang kehidupan para santrinya, tapi juga berdakwah dengan mengadakan pengajian, baik di kalangan istana maupun masyarakat kelas bawah.

Lebih dari 40 tahun Syekh Arsyad melakukan penyebaran Islam di daerah kelahirannya, sebelum maut menjemputnya. Beliau meninggal pada tahun 1812 M dalam usia 105 tahun. Sebelum wafat, dia sempat berwasiat agar jasadnya dikebumikan di Kalampayan bila sungai dapat dilayari atau di Karang Tengah, tempat istrinya, Bujat, dimakamkan bila sungai tidak bisa dilayari. Namun karena saat meninggal air sedang surut, maka ia dikebumikan Kalampayan, Astambul, Banjar, Kalimantan Selatan. Di daerah yang terletak sekitar 56 km dari kota Banjarmasin itulah jasad Datuk Kalampayan (panggilan lain anak cerdas kelahiran Lok Gabang) ini dikebumikan.

B. Metode Dakwah

Dalam menyampaikan ilmunya Syekh Muh. Arsyad mempunyai beberapa metode, di mana antara satu dengan yang lain saling menunjang. Adapun metode-metode tersebut, yaitu:

1. Bil-halKeteladanan yang baik (uswatun hasanah)yang direfleksikan dalam tingkah-laku, gerak-gerik dan tutur-kata sehari-hari dan disaksikan secara langsung oleh murid-murid beliau.

Page 5: Biografi Syekh Muhammad Arsyad Al

2. Bil-lisanDengan mengadakan pengajaran dan pengajian yang bisa diikuti siapa saja, baik keluarga, kerabat, sahabat dan handai taulan.

3. Bil-kitabahMenggunakan bakat yang beliau miliki di bidang tulis-menulis, sehingga lahirlah lewat ketajaman penanya kitab-kitab yang menjadi pegangan umat. Buah tangannya yang paling monumental adalah kitab Sabilal Muhtadin Littafaqquh Fiddin, yang kemasyhurannya sampai ke Malaysia, Brunei dan Pattani (Thailand selatan).

4. Setelah ± 40 tahun mengembangkan dan menyiarkan Islam di wilayah Kerajaan Banjar, akhirnya pada hari selasa, 6 Syawwal 1227 H (1812 M) Allah SWT memanggil Syekh Muh. Arsyad ke hadirat-Nya. Usia beliau 105 tahun dan dimakamkan di desa Kalampayan, sehingga beliau juga dikenal dengan sebutan Datuk Kalampayan.

C. Karya

Tradisi kebanyakan ulama, ketika mereka belajar dan mengajar di Mekah, sekali gus menulis kitab di Mekah juga. Lain halnya dengan Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari, walaupun dipercayai bahawa beliau juga pernah mengajar di Mekah, namun karya yang dihasilkannya ditulis di Banjar sendiri. Lagi pula nampaknya beliau lebih mencurahkan khidmat derma baktinya di tempat kelahirannya sendiri yang seolah-olah tanggungjawab rakyat Banjar terbeban di bahunya. Ketika mulai pulang ke Banjar, sememangnya beliau sangat sibuk mengajar dan menyusun segala macam bidang yang bersangkut-paut dengan dakwah, pendidikan dan pentadbiran Islam. Walaupun begitu beliau masih sempat menghasilkan beberapa buah karangan.

Karya-karya Syeikh Arsyad banyak ditulis dalam bahasa Arab-Melayu atau Jawi yang memang diperuntukkan untuk bangsanya. Meskipuin ia memiliki kemampuan menulis berbagai kitab dalam bahasa Arab, tapi, ia lebih suka menuliskannya dalam bahasa Jawi. Ia mengajarkan kitab-kitab semacam Ihya Ulumiddin karya Imam Ghazali kepada para muridnya.Karangannya yang sempat dicatat adalah seperti berikut di bawah ini:

1. Tuhfah ar-Raghibin fi Bayani Haqiqah Iman al-Mu’minin wa ma Yufsiduhu Riddah ar-Murtaddin, diselesaikan tahun 1188 H/1774 M

2. Luqtah al-’Ajlan fi al-Haidhi wa al-Istihadhah wa an-Nifas an-Nis-yan, diselesaikan tahun 1192 H/1778 M.

3. Sabil al-Muhtadin li at-Tafaqquhi fi Amri ad-Din, diseselesaikan pada hari Ahad, 27 Rabiulakhir 1195 H/1780 M

4. Risalah Qaul al-Mukhtashar, diselesaikan pada hari Khamis 22 Rabiulawal 1196 H/1781 M.

Page 6: Biografi Syekh Muhammad Arsyad Al

5. Kitab Bab an-Nikah. 6. Bidayah al-Mubtadi wa `Umdah al-Auladi 7. Kanzu al-Ma’rifah 8. Ushul ad-Din 9. Kitab al-Faraid 10. Hasyiyah Fat-h al-Wahhab 11. Mushhaf al-Quran al-Karim 12. Fat-h ar-Rahman 13. Arkanu Ta’lim as-Shibyan 14. Bulugh al-Maram 15. Fi Bayani Qadha’ wa al-Qadar wa al-Waba’ 16. Tuhfah al-Ahbab 17. Khuthbah Muthlaqah Pakai Makna. Kitab ini dikumpulkan semula oleh keturunannya,

Abdur Rahman Shiddiq al-Banjari. Dicetak oleh Mathba’ah Al-Ahmadiah, Singapura, tanpa dinyatakan tarikh cetak.

Ada pun karyanya yang pertama,yaitu Tuhfah ar-Raghibin, kitab ini sudah jelas atau pasti karya Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari bukan karya Syeikh `Abdus Shamad al-Falimbani seperti yang disebut oleh Dr. M. Chatib Quzwain dalam bukunya, Mengenal Allah Suatu Studi Mengenai Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad AI-Falimbani, yang berasal daripada pendapat P. Voorhoeve. Pendapat yang keliru itu telah saya bantah dalam buku Syeikh Muhammad Arsyad (l990). Dasar saya adalah bukti-bukti sebagai yang berikut:

1. Tulisan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani, “Maka disebut oleh yang empunya karangan Tuhfatur Raghibin fi Bayani Haqiqati Imanil Mu’minin bagi `Alim al-Fadhil al-’Allamah Syeikh Muhammad Arsyad.”

2. Tulisan Syeikh `Abdur Rahman Shiddiq al-Banjari dalam Syajaratul Arsyadiyah, “Maka mengarang Maulana (maksudnya Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari, pen:) itu beberapa kitab dengan bahasa Melayu dengan isyarat sultan yang tersebut, seperti Tuhfatur Raghibin …” Pada halaman lain, “Maka Sultan Tahmidullah Tsani ini, ialah yang disebut oleh orang Penembahan Batu. Dan ialah yang minta karangkan Sabilul Muhtadin lil Mutafaqqihi fi Amrid Din dan Tuhfatur Raghibin fi Bayani Haqiqati Imani Mu’minin wa Riddatil Murtaddin dan lainnya kepada jaddi (Maksudnya: datukku, pen al-’Alim al-’Allamah al-’Arif Billah asy-Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari.”

3. Pada cetakan Istanbul, yang kemudian dicetak kembali oleh Mathba’ah Al-Ahmadiah, Singapura tahun 1347 H, iaitu cetakan kedua dinyatakan, “Tuhfatur Raghibin … ta’lif al-’Alim al-’Allamah asy-Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari.” Di bawahnya tertulis, “Telah ditashhihkan risalah oleh seorang daripada zuriat muallifnya, iaitu `Abdur Rahman Shiddiq bin Muhammad `Afif mengikut bagi khat muallifnya sendiri …”. Di bawahnya lagi tertulis, “Ini kitab sudah cap dari negeri Istanbul fi Mathba’ah al-Haji Muharram Afandi”.

4. Terakhir sekali Mahmud bin Syeikh `Abdur Rahman Shiddiq al-Banjari mencetak kitab Tuhfah ar-Raghibin itu disebutnya cetakan yang ketiga, nama Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari tetap dikekalkan sebagai pengarangnya.

Page 7: Biografi Syekh Muhammad Arsyad Al

Dari bukti-bukti di atas, terutama yang bersumber daripada Syeikh Daud bin `Abdullah al-Fathani dan Syeikh `Abdur Rahman Shiddiq adalah cukup kuat untuk dipegang kerana kedua-duanya ada hubungan dekat dengan Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari itu. Syeikh Daud bin `Abdullah al-Fathani adalah sahabat Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari sedangkan Syeikh `Abdur Rahman Shiddiq pula adalah keturunan Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari. Mengenai karya-karya Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari yang tersebut dalam senarai, insya-Allah akan dibicarakan pada kesempatan yang lain.   Masih banyak lagi tulisan dan catatan syaikh yang disimpan kalangan muridnya yang kemudian diterbitkan di Istambul (Turki), Mesir, Arab Saudi, Mumbai (Bombai), Singapura, dan kemudian Jakarta Surabaya, dan Cirebon. Di samping itu beliau menulis satu naskah al Quranul Karim tulisan tentang beliau sedikit, yang sampai sekarang masih terpelihara dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

- https://ahlussunahwaljamaah.wordpress.com/manakib/syekh-muhammad-arsyad- al-banjari/

- http://albanjary88.blogspot.co.id/p/biografi-syekh-marsyad-al-banjari.html -