biomanifulasi paradigma baru ian limbah organik budidaya perikanan di waduk dan tambak

52
BIOMANIPULASI, PARADIGMA BARU DALAM PENGENDALIAN LIMBAH ORGANIK BUDIDAYA PERIKANAN DI WADUK DAN TAMBAK OLEH: H. YUDHI SOETRISNO GARNO, PhD. (NASKAH) ORASI ILMIAH PENGUKUHAN AHLI PENELITI UTAMA BIDANG MANAJEMEN KUALITAS PERAIRAN BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI JAKARTA, 28 APRIL 2OO4

Upload: yudhi-soetrisno-garno

Post on 12-Jun-2015

2.127 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Naskah (buku) ini berusaha mengungkapkan bahwa limbah organik budidaya perikanan yakni ikan di KJA dan udang di Tambak telah menjadi sumber pencemar utama pada sumberdaya lingkungan perairan (SDLP) WADUK dan PESISIR yang telah mengakibatkan:• ikan yang dipelihara di waduk Saguling, Cirata Dan Jatiluhur sering mendadak mati secara masal; yang merugikan petani ikan milyaran rupiah.”.• Udang yang dipelihara di tambalk mati masal, yang mengakibatkan pengusaha berhenti budidaya udang dan membiarkan ribuan hektar tambak terbengkalai serta puluhan ribu petani tambak serta karyawan industri pendukungnya menganggur.Anehnya adalah bahwa meskipun sudah jelas bahwa kematian ikan dan udang secara masal tersebut disebabkan oleh limbahnya sendiri yang tidak diolah, namun pembudidaya belum sadar apalagi mengakui bahwa merekalah yang menjadi penyebab (pencemar)-nya; yang ada justru perasaan dan keluhan bahwa kegagalan mereka adalah korban pencemaran pihak lain.Fenomena tersebut terjadi karena pembudidaya, peneliti dan pengamat lingkungan belum menyadari bahwa SDLP WADUK DAN PESISIR ITU HIDUP; artinya SDLP itu selalu berubah. Mereka perlu diperlakukan dengan baik sehingga tidak berubah kearah yang merusak/mencemari. Jika metabolisme badan air terganggu (karena terpolusi kegiatan manusia) maka badan air akan sakit (tercemar) dan kehilangan fungsinya. Untuk itu pengelola harus bijaksana dan penuh rasa emphati dalam memberdayakan SDLP; sehingga tidak sampai melampaui kemampuan (dayadukung)-nya. Tanpa rasa emphati, maka KJA di waduk terus ditambah dan tambak diberi makanan tak terbatas. Jika ini terus dilakukan maka jangan heran jika waduk-waduk di Citarum dan perairan pantai yang tertutup akan menjadi ”COMBERAN RAKSASA” yang tak berguna dan menjijikan.Berbagai peraturan dan teknologi pengelolaan limbah telah disosialisasikan, namun karena perlu biaya besar dan kesadaran lingkungan serta rasa emphati “stakesholders” yang masih rendah, maka belum ada yang diterapkan dengan serius sehingga pencemaran terus berjalan. Naskah ini mengulas dan menyarankan perlunya perubahan paradigma baru dalam penyediaan teknologi pengendalian pencemaran waduk dan tambak; yakni dari teknologi yang memerlukan biaya tinggi ke teknologi biaya rendah bahkan bisa menghasilkan produk bernilai ekonomi. (Yusoegarno, 2004).

TRANSCRIPT

BIOMANIPULASI,PARADIGMA BARU DALAM PENGENDALIANLIMBAH ORGANIK BUDIDAYA PERIKANAN

DI WADUK DAN TAMBAK

OLEH:

H. YUDHI SOETRISNO GARNO, PhD.

(NASKAH)

ORASI ILMIAHPENGUKUHAN AHLI PENELITI UTAMA

BIDANG MANAJEMEN KUALITAS PERAIRANBADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI

JAKARTA, 28 APRIL 2OO4

ii

DAFTAR ISI

1. PENDAHULUAN…………………………………… 11.1 Pencemaran Perairan………………...…………… 11.2 Perkembangan Budidaya Perikanan Intensif

Di Sumberdaya Lingkungan PerairanWaduk dan Tambak ……………………………… 2

2. LIMBAH ORGANIK…………………….………… 42.1 Dekomposisi Limbah Organik…………………… 52.2 Dampak Dekomposisi Limbah Organik………… 6

3 LIMBAH ORGANIK DAN TRAGEDIKEMATIAN MASAL IKAN DAN UDANG…………

13

3.1 Limbah Organik di Waduk Kaskade Citarum……. 143.2 Limbah Organik di Tambak Udang……………….. 21

4. TEKNOLOGI PENCEGAHAN DAN PEMULIHANDAMPAK LIMBAH ORGANIK ……………………. 29

4.1 Teknologi pencegahan dan pemulihan dampaklimbah organik di waduk kaskade Citarum……… 29

4.2 Teknologi pencegahan dan pemulihandampak limbah organik di tambak udang………... 32

4.3 Kelayakan Pelaksanaan…………………………… 33

5. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………… 365.1 Kesimpulan….………………………………………. 365.2 Saran………………………………………………… 38UCAPAN TERIMA KASIH……………………………….... 41DAFTAR PUSTAKA……………………………….………. 44RIWAYAT HIDUP………………………………….………. 48

1

1. PENDAHULUAN.

1.1 Pencemaran Perairan

Pencemaran ekosistem perairan didefinisikan sebagaiperubahan fungsi normal dari suatu ekosistem perairan akibatmasuk atau dimasukannya benda-benda lain. Pada ekosistemperairan seperti sungai, danau, waduk dan pesisir serta tambak,pencemaran dapat terjadi karena masuknya limbah dariberbagai kegiatan manusia seperti: rumah tangga, industri,pemukiman, peternakan, pertanian dan perikanan. Limbah yangmasuk ke ekosistem perairan dikategorikan dalam 2 jenis; yaknilimbah nonorganik yang sulit atau tidak-dapat terurai olehmikroorganisme dan limbah organik yang mudah terurai olehmikroorganisme

Pencemaran perairan oleh limbah nonorganik terutamaoleh logam berat telah populer dan banyak dibahas berbagaimedia. Hal ini mungkin disebabkan karena pencemar limbahnonorganik, terutama logam berat dampaknya terhadapkesehatan manusia pernahdirasakan langsung sehinggasangat popular; seperti kasusMinamata. Sementara itu, belumpernah ada publikasi besar-besaran yang mengekpos betapalimbah organik dapat merusakekosistem perairan, danmenghilangkan potensi sosialekonomi dari SDLP yangdicemarinya Apalagi ada kesanbahwa nutrien hasil urai limbah organik dapat meningkatkankesuburan dan produktfitas perairan; sehingga karenanyadianggap menguntungkan. Fenomena ini sungguh menyesatkan,dan menjadikan limbah organik cenderung diabaikan

Berkenaan dengan fenomena tersebut maka paper “orasi”ini disusun untuk mengungkapkan perihal yang sebenarnyatentang limbah organik, pencemaraan dan dampak yang

Karena belum pernahmenimbulkan dampakyang menghebohkanseperti pada kasus“Minamata” makapencemaran badan airoleh limbah organikbelum di perhatikanmasyarakat luas danpemerintah

2

ditimbulkannya. Untuk memberikan gambaran yang lebihlengkap dipaparkan pula kasus pencemaran oleh limbah organikdi waduk dan tambak, yang dapat menggambarkan betapadampak limbah organik bukan hanya terbatas pada penurunankualitas ekosistem perairan; namun juga mampu menghilangkanpotensi lain yang dimiliki oleh SDLP tersebut.

1.2 Perkembangan Budidaya Perikanan Intensif di Sumberdaya Lingkungan Perairan Waduk dan Tambak

Sebagai sumberdaya lingkungan perairan (SDLP), suatuekosistem perairan pada umumnya memiliki berbagai potensi,seperi sebagai pengendali banjir, pengatur irigasi, mediabudidaya ikan, transportasi dan tujuan wisata. Potensi-potensitersebut akan dapat mensejahterakan “stakeholders” nya jikadalam pemanfaatannya selalu mempertimbangkan kemampuanoptimal (daya dukung) ekositem bersangkutan, baik dayadukung untuk setiap jenis potensi ataupun untuk pemakaianbersama. Pemanfaatan berlebihan dari satu potensi saja akandapat menyebabkan kerusakan ekosistem secara keseluruhandan dapat mengganggu potensi SDLP yang lain. Sebagaicontoh; eutrofikasi yang disebabkan oleh limbah organikbudidaya ikan telah mengakibatkan hilangnya potensi waduksebagai tempat wisata/rekreasi; karena badan air dipenuhi algaberlendir, bau anyir dan menjijikan tidak ubahnya sebuah“comberan raksasa”

Dalam rangka pembangunan perikanan budidaya yangbertujuan untuk meningkatkan gizi dan kesejahteraan sosialekonomi masyarakat, pemerintah telah berusaha mengarahkanpetani dan pengusaha untuk memanfaatkan sumberdayalingkungan perairan (SDLP) seperti waduk, danau dan tambaksebagai sarana peningkatan produksi perikanan. Arahan yangdisertai dengan penyediaan sarana dan prasarana yangmemadai tersebut telah memacu perkembangan yang pesatbagi budidaya udang (Peneaus monodon) di tambak air payau,dan ikan Mas (Cyprinus carpio) di waduk dan danau air tawar diIndonesia (Garno, 2001; 2002)

3

Perkembangan budidaya intensif di dua ekosistemperairan yang berbeda tersebut telah terbukti sangat positifpengaruhnya bagi perekonomian lokal dan nasional; bahkanbudidaya intensif di tambak, khususnya udang pernahmengantarkan Indonesia menjadi produsen terbesar ke-2didunia setelah China; danpenyumbang devisa ke-4sektor non-migas setelahtekstil/pakaian, kayu dankaret di tahun 1989, 1990dan 1991; serta ke-5 setelahtembaga di tahun 1982.

Prestasi yang patutdibanggakan tersebutternyata tidak bertahan lamaapalagi berkelanjutan. Kejayaan budidaya perikanan intensifhanya mampu bertahan dalam kisaran dasawarsa saja. Diberbagai media masa kini setiap tahun muncul berita tentangkematian masal ikan ikan yang dipelihara di waduk kaskadeCitarum (Anonim, 2000) dan danau Maninjau (Syandri, 2000);dan hampir setiap saat ada berita kegagalan budidaya udang,karena satu demi satu udang yang dipelihara ditemukan matitergeletak di dasar dan tepian tambak.

Publikasi yang ada mengungkapkan bahwa kematianmasal ikan yang di pelihara di waduk-waduk yang dimasa laludiduga hanya akibat arus balik (umbalan) yang menyebabkandeplesi oksigen dan munculnya senyawa beracun dipermukaan,kini ternyata disebabkan pula oleh Koi-Herves-Virus yangtadinya hanya menyerang ikan ikan di kolam. Di sisi lain,kematian udang di tambak juga diduga karena seranganmikroorganisme fatogen (virus, bacteria dan protozoa) yanghidup dengan subur di ekosistem tambak yang telah mengalamidegradasi

Di berbagai media masa, kinisetiap tahun muncul beritakematian masal ikan yang dipelihara di waduk, dansetiap saat ada beritakegagalan budidaya udang,karena satu demi satu udangditemukan mati tergeletak didasar dan tepian tambak.

4

Berita tentang kegagalan budidaya perikanan intensif didua sumberdaya lingkungan perairan (SDLP) yang berbeda

tersebut, kini telah menjadihal yang biasa. Berbagaiusaha untuk mengetahuipenyebab dan caramengatasinya telah banyakdilakukan namun kepastiankeberhasilannya belumdidapatkan. Yang telahdidapat hanyalah satukepastian bahwa sebab darisemua sebab kematian ikandi waduk dan udang di

tambak tersebut adalah karena pencemaran, khususnyapencemaran badan air oleh limbah organik dari kegiatanbudidaya itu sendiri.

2. LIMBAH ORGANIK

Limbah organik adalah sisa atau buangan dari berbagaiaktifitas manusia seperti rumah tangga, industri, pemukiman,peternakan, pertanian dan perikanan yang berupa bahanorganik; yang biasanya tersusun oleh karbon, hidrogen, oksigen,nitrogen, fosfor, sulfur dan mineral lainnya (Polprasert, 1989).Limbah organik yang masuk ke dalam perairan dalam bentukpadatan yang terendap, koloid, tersuspensi dan terlarut. Padaumumnya, yang dalam bentuk padatan akan langsungmengendap menuju dasar perairan; sedangkan bentuk lainnyaberada di badan air, baik di bagian yang aerob maupun anaerob.Dimanapun limbah organik berada, jika tidak dimanfaatkan olehfauna perairan lain, seperti ikan, kepiting, bentos dan lainnya;maka akan segera dimanfaatkan oleh mikroba; baik mikrobaaerobik (mikroba yang hidupnya memerlukan oksigen); mikrobaanaerobik (mikroba yang hudupnya tidak memerlukan oksigen)dan mikroba .fakultatif (mikroba yang dapat hidup pada perairanaerobik dan anaerobik).

Berbagai usaha untukmengatasi hal tersebuttelah dilakukan namunyang didapat hanyalahsatu kepastian bahwasebab dari semua sebabkematian masal tersebutadalah karena pencemarankhususnya oleh limbahorganik dari kegiatan budi-daya intensif itu sendiri.

5

2.1 Dekomposisi Limbah Organik

2.1.1 Dekomposisi di Badan air Aerob.

Limbah organik yang ada di badan air aerob akandimanfaatkan dan diurai (dekomposisi) oleh mikroba aerobik(BAR); dengan proses seperti pada reaksi (1) dan (2):

BAR + O2 + BAR CO2 + NH3 + prod lain + enerji .. (1)(COHNS)

COHNS + O2 + BAR + enerji C5H7O2N (sel MO baru)…(2)

Kedua reaksi tersebut diatas dengan jelas mengisaratkanbahwa makin banyak limbah organik yang masuk dan tinggalpada lapisan aerobik akan makin besar pula kebutuhan oksigenbagi mikroba yang mendekomposisi, bahkan jika keperluanoksigen bagi mikroba yang ada melebihi konsentrasi oksigenterlarut maka oksigen terlarut bisa menjadi nol dan mikrobaaerobpun akan musnah digantikan oleh mikroba anaerob danfakultatif yang untuk aktifitas hidupnya tidak memerlukanoksigen.

2.1.2. Dekomposisi di Badan Air Anaerob

Limbah organik yang masuk ke badan air yang anaerobakan dimanfaatkan dan diurai (dekomposisi) oleh mikrobaanaerobik atau fakultatif (BAN); dengan proses seperti padareaksi (3) dan (4):

COHNS + BAN CO2 + H2S + NH3 + CH4 + produk lain +enerji …………………………….(3)

COHNS + BAN + enerji C5H7O2 N (sel MO baru)….…..(4)

Kedua proses tersebut diatas mengungkapkan bahwaaktifitas mikroba yang hidup di bagian badan air yang anaerobselain menghasilkan sel-sel mikroba baru juga menghasilkan

6

senyawa-senyawa CO2, NH3, H2S, dan CH4 serta senyawalainnya seperti amin, PH3 dan komponen fosfor. Asam sulfide(H2S), amin dan komponen fosfor adalah senyawa yangmengeluarkan bau menyengat yang tidak sedap, misalnya H2Sberbau busuk dan amin berbau anyir. Selain itu telah disinyalirbahwa NH3 dan H2S hasil dekomposisi anaerob pada tingkatkonsentrasi tertentu adalah beracun dan dapat membahayakanorganisme lain, termasuk ikan.

Selain menghasilkan senyawa yang tidak bersahabat bagilingkungan seperti tersebut diatas, hasil dekomposisi di semuabagian badan air menghasilkan CO2 dan NH3 yang siap dipakaioleh organisme perairan berklorofil (fitoplankton) untuk aktifitasfotosintesa; yang dapat digambarkan sebagai reaksi (5).

MATAHARINH3 +7.62 CO2 + 2.53 H2O C7.62 H8.06 O 2.53 N + 7.62 O2 …..(5)

Alga sel alga baru

2.2. DAMPAK DEKOMPOSISI LIMBAH ORGANIK.

Uraian diatas mengungkapkan bahwa proses dekomposisilimbah organik di badan air bagian manapun cenderung selalumerugikan karena sebagian besar produknya (NH3 H2S dan

CH4) dapat langsungmengganggu kehidupanfauna, sedang produk yanglain (nutrien) meskipunsampai pada konsentrasitertentu menguntungkannamun jika limbah/nutrienterus bertambah (eutrofikasi)akan menjadi pencemaryang menurunkan kualitasperairan dan akhirnyamengganggu kehidupanfauna

Di badan air dekomposisiorganik selalu merugikankarena sebagian besarsenyawa produknya ber-sifat racun bagi hewanair, sedang produk lainyang berupa nutrienhanya berdampak positifsementara karena padaakhirnya menyebabkaneutrofikasi dan bloomingyang merusak ekosistem

7

2.2.1 Dampak Langsung.

Pengaruh pertama proses dekomposisi limbah organik dibadan air aerobik adalah terjadinya penurunan oksigen terlarutdalam badan air. Fenomena ini akan mengganggu pernafasanfauna air seperti ikan dan udang-udangan; dengan tingkatgangguan tergantung pada tingkat penurunan konsentrasioksigen terlarut dan jenis serta fase fauna. Secara umumdiketahui bahwa kebutuhan oksigen jenis udang-udangan lebihtinggi daripada ikan dan kebutuhan oksigen fase larva/juvenilsuatu jenis fauna lebih tinggi dari fase dewasanya. Dengandemikian maka dalam kondisi konsentrasi oksigen terlarutmenurun akibat dekomposisi; larva udang-udangan akan lebihmenderita ataupun mati lebih awal dari larva fauna lainnya.Fenomena seperti itulah yang diduga menjadi sebab kenapaakhir-akhir ini di sepanjang pantai utara P. Jawa yang padatpenduduk dan tinggi pemasukan limbah organiknya tidak mudahlagi ditemukan bibit-bibit udang dan bandeng (nener); padahalpada masa lalu dengan mudahnya ditemukan..

Kesulitan fauna karena penurunan oksigen terlarutsebenarnya baru dampak permulaaan, sebab jika jumlahpencemar organik dalam badan air bertambah terus makaproses dekomposisi organik memerlukan oksigen lebih besardan akibatnya badan air akan mengalami deplesi oksigenbahkan bisa habis sehingga badan air menjadi anaerob(Polprasert, 1989). Jika fenomena ini terjadi pada seluruh bagianbadan air maka fauna air akan mati masal karena tidak bisamenghindar; namun jika hanya terjadi di bagian bawah badan airmaka fauna air, termasuk ikan masih bisa menghindar kepermukaan hingga terhindar dari kematian. Secara alamiahkejadian anaerob di semua lapisan badan air memang sangatsulit terjadi karena bagian atas air selalu berhubungan denganudara bebas yang selalu mensupplainya, namun demikian kalausebagian badan air anaerob sangatlan sering; misal di teluk-teluk waduk dan pantai yang relatip menggenang sering munculgelembung-gelembung gas yang mengisaratkan bahwa bagianair yang anaerob dekat dengan permukaan air.

8

Telah diuraikan bahwa pada badan air yang anaerobdekomposisi bahan organik menghasilkan gas-gas, seperti H2S,metan dan amoniak yang bersifat racun bagi fauna seperti ikandan udang-udangan. Seperti penurunan oksigen terlarut;senyawa-senyawa beracun inipun dalam konsentrasi tertentu

akan dapat membunuh fauna airyang ada.

Selain menyebabkan penurunankonsentrasi oksigen terlarut danmenghasilkan senyawa beracunyang selalu merugikan dandapat menyebabkan kematianfauna; dekomposisi juga dapatmenghasilkan kondisi perairanyang cocok bagi kehidupan

mikroba fatogen yang terdiri dari mikroba, virus dan protozoa(Polprasert, 1989), yang setelah berkembang-biak, setiap saatdapat menyerang dan menjadi penyakit yang mematikan ikan,udang dan fauna lainnya

2.2.2. Dampak Tidak Langsung (Eutrofikasi)

Selain menurunkan konsentrasi oksigen terlarut,menghasilkan senyawa beracun dan menjadi tempat hidupmikroba fatogen yang menyengsarakan fauna air; dekomposisijuga menghasilkan senyawa nutrien (nitrogen dan fosfor) yangmenyuburkan perairan. Nutrien merupakan unsur kimia yangdiperlukan alga (fitoplankton) untuk hidup dan pertumbuhannya(Hutchinson, 1944; Margalef, 1958 dan Frost, 1980). Sampaipada tingkat konsentrasi tertentu, peningkatan konsentrasinutrien dalam badan air akan meningkatkan produktivitasperairan (Garno, 1995); karena nutrien yang larut dalam badanair langsung dimanfaatkan oleh fitoplankton (reaksi no 5) untukpertumbuhannya sehingga populasi dan kelimpahannyameningkat (Garno, 1992). Peningkatan kelimpahan fitoplanktonakan diikuti dengan peningkatan kelimpahan zooplankton, yangmakanan utamanya adalah fitoplankton (Garno, 1998).

Selain merusak ekosistemperairan dengan berbagaisenyawanya, dekomposisijuga dapat menciptakankondisi perairan yangsesuai/kondusif bagi ke-hidupan mikroba patogen,yang setiap saat dapatmenjadi penyakit

9

Akhirnya karena fitoplankton dan zooplankton adalah makananutama ikan; maka kenaikan kelimpahan keduanya akanmenaikan kelimpahan (produksi) ikan dalam badan air tersebut.

Sangat disayangkan bahwa jika peningkatan nutrien terusberlanjut maka dampak positif seperti itu hanya bersifatsementara bahkan akan terjadi proses yang berdampak negatif

bagi kualitas badan air (Anonim,2001). Peningkatan konsentrasinutrien yang berkelanjutandalam badan air, apalagi dalamjumlah yang cukup besar akanmenyebabkan badan air menjadisangat subur atau eutrofik(Henderson, 1987). Prosespeningkatan kesuburan air yangberlebihan yang disebabkanoleh masuknya nutrien dalambadan air, terutama fosfatinilah yang disebut eutrofikasi(Anonim, 2001).

Sesungguhnya eutrofikasiadalah sebuah proses alamiah yang terjadi dengan pelahan-lahan dan memakan waktu berabad-abad bahkan ribuan tahun;di mana badan air yang relatif tergenang seperti danau danpantai tertutup mengalami perubahan produktifitas secarabertahap. Namun demikian, sejalan dengan peningkatanpopulasi manusia yang diikuti dengan peningkatan jumlahlimbah yang dihasilkannya, maka tanpa disadari fenomena initelah dipercepat menjadi dalam hitungan beberapa dekadeseperti yang umum terjadi pada berbagai danau dan pantai(Goldman dan Horne,1983); bahkan beberapa tahun sajaseperti eutrofikasi yang terjadi pada perairan waduk kaskadeCitarum (Garno, 2001a) dan beberapa minggu seperti eutrofikasiyang terjadi pada perairan tambak (Garno, 2001b). Fenomenatersebut menunjukkan bahwa eutrofikasi memang telah menjadimasalah perairan umum di seluruh di dunia..

Eutrofikasi sesungguhnya adalah prosespenyuburan badan airyang memakan wakturibuan tahun; namunkarena peningkatanpopulasi dan kegiatanmanusia; maka tanpadisadari telah dipercepatmenjadi dalam hitunganabad; bahkan tahunseperti pada perairanwaduk kaskade Citarumdan bulan seperti padatambak

10

Publikasi yang ada menyatakan bahwa kandungan fosfor> 0,010 mgPl-1 dan nitrogen > 0,300 mgNl-1 dalam badan airakan merangsang fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang-biak dengan pesat (Henderson dan Markland, 1987), sehinggaterjadi blooming sebagai hasil fotosintesa yang maksimal danmenyebabkan peningkatan biomasa perairan tersebut (Garno,1992). Sehubungan dengan peningkatan konsentrasi nutriendalam badan air, setiap jenis fitoplankton mempunyaikemampuan yang berbeda dalam memanfaatkannya sehinggakecepatan tumbuh setiap jenis fitoplankton berbeda (Hendersondan Markland 1987; Margalef, 1958;. Selain itu setiap jenisfitoplankton juga mempunyai respon yang berbeda terhadapperbandingan jenis nutrien yang terlarut dalam badan air (Kilhamdan Kilham, 1978). Fenomena ini menyebabkan komunitasfitoplankton dalam suatu badan air mempunyai struktur dandominasi jenis yang berbeda dengan badan air lainnya(Hutchinson, 1944; Margalef., 1958 Reynolds, 1989).

Perbedaan struktur dan dominasi jenis fitoplanktontersebut diatas juga dipengaruhi oleh karakteristik fitoplanktondan zooplankton yang ada. Diketahui beberapa jenisfitoplankton tidak dapat dimakan oleh zooplankton karena bentukmorpologi, fisiologi (Horn, 1981; Garno, 1993; Geller, 1975,Downing dan Petter, 1980) komposisi fitoplankton; danmekanisme makan zooplankton (DeMott, 1982; Frost, 1980;James &. Forsynth 1990) serta faktor abiotik lainnya.Selanjutnya dalam kondisi persediaan makanan (fitoplankton)banyak dan beragam; zooplankton melakukan pemilihanterhadap jenis, bentuk dan ukuran fitoplankton yang hendakdimakan atau selective feeding (Garno, 1993).

Interaksi kompleks antara nutrien, fitoplankton danzooplankton tersebut menyebabkan badan air yang mengalamieutrofikasi pada akhirnya akan didominasi oleh sejenisfitoplankton tertentu yang pada umumnya tidak bisa dimakanoleh fauna air terutama zooplankton dan ikan; termasuk karenaberacun. Sebagai contoh yang nyata dari fenomena ini adalahdominasi Mycrocistis sp di waduk-waduk Saguling, Cirata dan

11

Jatiluhur (Garno, 2001, 2002, 2003); dan dominasi Pyrodiniumbahamense, lexandrium spp. dan Gymnodinium spp. di perairanpantai/pesisir waktu terjadi “red-tide

Selain merugikan danmengancam keberlanjutanfauna akibat dominasi fito-plankton yang tidak dapatdimakan dan beracun;blooming yang menghasilkanbiomasa (organik) tinggi jugamerugikan fauna; karenafenomena blooming selaludiikuti dengan penurunanoksigen terlarut secara drastisakibat pe-manfaatan oksigenyang ber lebihan untuk de-komposisi biomasa (organik)yang mati. Seperti padaanalisis dampak langsung tersebut diatas maka rendahnyakonsentrasi oksigen terlarut apalagi jika sampai batas nol akanmenyebabkan ikan dan fauna lainnya tidak bisa hidup denganbaik dan mati. Selain menekan oksigen terlarut prosesdekomposisi tersebut juga menghasilkan gas beracun sepertiNH3 dan H2S yang pada konsentrasi tertentu dapatmembahayakan fauna air, termasuk ikan.

Selain badan air didominasi oleh fitoplankton yang tidakramah lingkungan seperti tersebut diatas, eutrofikasi jugamerangsang pertumbuhan tanaman air lainnya, baik yang hidupdi tepian (eceng gondok) maupun dalam badan air (hydrilla).Oleh karena itulah maka di rawa-rawa dan danau-danau yangtelah mengalami eutrofikasi tepiannya ditumbuhi dengan suburoleh tanaman air seperti eceng gondok (Eichhornia crassipes),Hydrilla dan rumput air lainnya.

Pertumbuhan fitoplanktonsangat dipengaruhi olehkuantitas nutrien; sedangdominasinya dipengaruhioleh ratio nutrien N:P:K;dan pemangsaan oleh zoo-plankton. Hal ini menyebab-kan suatu badan air yangmengalami eutrofikasi padaakhirnya didominasi olehfitoplankton yang tidak bisadimakan oleh zooplanktondan ikan, bahkan ada yangberacun bagi manusia.

12

Akhirnya, yang harus dimengerti dan disadari adalahbahwa karena Indonesia merupakan negara tropis yangmendapatkan cahaya Matahari sepanjang tahun; maka blooming(dalam arti biomasa alga tinggi) dapat terjadi sepanjang tahun.Artinya kapan saja (asal tidak mendung/hujan) dan darimanapun asalnya kalau konsentrasi nutrien dalam badan airmeningkat maka akan meningkat pula aktifitas fotosintesa

fitoplankton yang ada; dan jikapeningkatan nutrien cukup besaralau lama akan terjadi blooming.Fenomena itulah yangmenyebabkan badan-badan air(waduk, danau dan pantai) diIndonesia yang telah menjadihijau warnanya tidak pernah ataujarang sekali menjadi jernihkembali; tidak seperti di negeri 4musim seperti Kanada danJepang yang blooming hanyaterjadi di akhir musim semi danpanas.

2.2.3. Dampak terhadap Sosial Ekonomi.

Uraian tersebut diatas menggambarkan betapapencemaran oleh limbah organik yang berlanjut akan mampumerubah metabolisme badan air dan merusak sistemmetabolisme yang ada sehingga ekosistem terdegradasi danberubah menjadi seperti “comberan” atau genangan airpembuangan limbah atau pelimbahan Untuk itulah, makameskipun saat ini waduk, danau dan pantai belum benar-benarmenjadi “comberan-raksasa” namun karena penuh denganeceng gondok, alga berlendir, beracun dan bau maka potensi-lain dari SDLP ini; seperti untuk arena-rekreasi, dan budidayaikan. akan hilang; sedangkan potensi lain seperti untuk bahanbaku air bersih, MCK dan pembangkit tenaga listrik menjadisangat mahal karena untuk memanfaatkan secara optimalmemerlukan biaya tambahan yang tidak sedikit.

Tidak seperti di negera 4musim yang hanyaterjadi 1-2 kali setahun.Di Indonesia, karenahampir setiap hari adacahaya matahari makablooming dapat terjadisetiap saat. Fenomenainilah yang menyebab-kan waduk, danau danpantai yang telahmenjadi hijau jarang

menjadi jernih kembali.

13

3. LIMBAH ORGANIK DAN TRAGEDI KEMATIAN MASALIKAN DAN UDANG.

Uraian diatas adalah pola umum dari proses dan dampakpencemaran ekosistem perairan oleh limbah organik yang saatini telah terjadi di hampir semua perairan umum di muka bumiini, termasuk di Indonesia. Pencemaran tersebut umumnyadisebabkan oleh limbah organik yang sedikit demi sedikit dibawaair sungai yang bermuara di perairan umum, seperti danau,waduk dan pesisir sehingga dampaknya tidak terasakanlangsung dan nyata. Karena tidak berdampak langsung padakeseharian hidup manusia itulah maka mungkin sedikit pelakupencemar yang mau mempercayai dan menyadari bahwaperbuatannya dapat merusak keberlanjutan suatu ekosistemperairan, yang sebenarnya adalah sumberdaya lingkungan yangmemiliki berbagai macam potensi dan kegunaan.

Pada kesempatan ini penulis berusaha menguraikanbetapa tragedi kematian masal yang menimpa ikan peliharaan diwaduk kaskade Citarum dan udang di tambak, adalahmerupakan dampak langsung dan tidak langsung dari

keberadaan limbah organikdalam media hidup kedua jenisbudidaya intensif tersebut.Dimana tragedi kematian diwaduk disebabkan oleh sumberlimbah dari kegiatan manusia diluar (pemukiman dan pertanian)dan dalam (KJA) waduk;sedangkan tragedi kehancuranindustri budidaya udang intensif

disebabkan oleh sumber dari dalam.(sisa pakan).. Mudah-mudahan dengan mengetahuinya maka semua stakes-holdersumberdaya lingkungan perairan (SDLP) kolam, tambak,waduk, danau dan pantai menjadi yakin bahwa pencemarorganik memang dapat menimbulkan dampak yang serius bagiekosistem perairan dan sosial ekonomi.

Penulis berusaha meng-uraikan dan meyakinkanbahwa tragedi kematianmasal ikan di wadukdan udang di tambak ,adalah oleh keberadaanlimbah organik khususnya dari kegiatan dalamSDLP itu sendiri.

14

3.1. LIMBAH ORGANIK DI WADUK KASKADE CITARUM.

Waduk Kaskade Citarum, khususnya waduk Saguling,Cirata dan Juanda mendapatkan limbah organik dari 2 sumberyakni dari kegiatan manusia diluar SDLP waduk (Alloch-thonous),, seperti pemukiman, industri, pertanian dan peternak-an; dan dari dalam SDLP waduk sendiri (Autochthonous).Khususnya dari keramba jaring apung (KJA). Secara umum,limbah organik yang masuk kemasing-masing waduk tersebutadalah seperti pada tabel-2(Garno, 2002). Tabel-2 meng-ungkapkan bahwa sumberpencemar organik terbesar padaketiga waduk tersebut adalahdari pemukiman; dan limbahKJA. Mengingat perkiraanpotensi organik sumberpemukiman hanya didasarkan pada jumlah penduduk denganasumsi tanpa MCK, serta tidak diperhitungkannya senyawa yanghilang sebelum masuk waduk, maka diperkirakan bahwa yangsampai di waduk jauh lebih kecil. Lain halnya dengan limbahorganik dari KJA yang sudah berada dalam badan air, yanglangsung mengendap atau terlarut. Kenyataan inimemungkinkan jumlah limbah organik dari KJA lebih besar daripemukiman dan pertanian; khususnya untuk waduk Cirata.Pencemar organik dari dalam ekosistem yang sangat besar iniadalah fenomena yang sangat berbeda dengan pencemaranSDLP oleh organik di tempat-tempat lain, karena padaumumnya pencemaran badan air besar seperti danau, wadukdan pesisir di dominasi oleh sumber dari luar perairan

3.1.1 Dampak Limbah Organik pada Kualitas air (Eutrofikasi)

Tabel-2 mengungkapkan bahwa selama lima tahunterakhir, setiap tahunnya W. Saguling mendapatkan asupan 2,07mgP•liter-1 dan 12,57 mgN•liter-1; W. Cirata mendapatkanasupan 0,95 mgP•liter-1 dan 6,19 mgN•liter-1; dan W. Juanda

Kerusakan SDLP olehlimbah organik kegiatandi dalam badan airadalah fenomena yangsangat langka dan ber-beda dengan di Negaralain yang umumnyadisebabkan limbah dariluar SDLP.

15

mendapatkan asupan 0,06 mgP•liter-1 dan 0,88 mgN•liter-1. Halini mengisaratkan bahwa dengan tanpa memperhatikansumbernya; setiap liter air di W. Saguling menerima bebannutrien khususnya fosfor 2.2 kali lebih besar dari yang diterimaoleh waduk Cirata dan 34 kali lebih besar dari W. Juanda.

Tabel-2. Perkiraan sumber dan potensi beban pencemarannitrogen dan fosfor (ton•th

-1•W.

-1)

Saguling Cirata JuandaSumber pencemarP N P N P N

Pemukiman 1.303 9.953 1.022 6.781 25 1.697Industri - 8 - - - -Pertanian 219 1.022 - - - -Peternakan 296 1.197 - - 62 255Budidaya ikan di KJA 214 1.359 1.041 6.612 104 659Jumlah (ton•th-1•W.-1) 2.032 12.342 2.063 13.393 191 2.611Beban per volume air(mg•th-1•liter-1)

2,07 12,57 0,95 6,19 0,06 0,88

Sumber: Garno ( 2002)

Meskipun pada periode tersebut ketiga waduk menerimanutrien yang sangat berbeda kuantitasnya, namun dampaknyaterhadap kualitas air ternyata tidak berbeda; yakni semua wadukmenjadi sangat subur (hipertrofik) seperti tertera pada tabel-3(Garno, 2002). Kesamaan status kualitas perairan tersebutmengindikasikan bahwa kandungan nutrien terlarut di ketigabadan air waduk tersebut telah melewati ambang bataskonsentrasi untuk terjadinya blooming; yakni 0,010 mgPl-1 dan0,300 mgNl-1 (Hendersen dan Markland, 1987). sehinggapenambahan konsentrasi nutrien tidak banyak mengakibatkanperubahan biomasa dan kecerahan yang ada. Berkenaandengan ambang batas nutrien untuk terjadinya blooming dantersebut Garno (2002) mengungkapkan bahwa hanya denganterdekomposisinya 0,02% organik di Saguling; 1,05% organik diCirata dan 16% organik di Juanda; ketiga waduk tersebut mudahmengalami blooming.

16

Saat ini, tanda-tanda blooming untuk suatu badan air yaknikecerahan rendah, biomasa dan kepadatan fitoplankton tinggi,setiap saat selalu terjadi di ketiga waduk tersebut. Garno (2002)telah mengindikasikan bahwa jika supplai organik terus terjadimaka tanda-tanda bloomingyang di negeri asalnya (negeri4 musim) hanya terjadi 1-2 kalisetahun; di Indonesia dapatterjadi sepanjang tahunkarena cahaya matahari yangterus menerus menyinarinya.Kini fenomena tersebut diwaduk kaskade Citarum telahterjadi sepanjang tahun.Pantaskah istilah bloomingyang pengertian awalnyaadalah peningkatan populasialga secara mendadak ituditerapkan di ketiga waduktersebut ?. Hal ini sulitdidiskusikan, yang jelasadalah bahwa dengan tanda-tanda blomming sepanjang tahundi ketiga waduk tersebut; bukan saja menunjukkan bahwa kinikualitas perairan ketiga waduk tersebut telah menjadi sangatburuk dan telah mengancam keberlanjutan budidaya ikan di KJAitu sendiri, namun juga telah mengancam keberlanjutan potensiyang lain dari SDLP waduk tersebut, seperti untuk tempatrekresi, MCK, sumber bahan baku air minum dan lainnya..

3.1.2 Dampak Langsung Limbah Organik pada Kualitas airdan kehidupan Ikan

Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuatdengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungaiitulah yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Padaumumnya, karena hubungannya dengan daya tembus cahayamatahari dan fotosintesa maka makin kedalam bagian badan airmakin menurun oksigen terlarutnya, bahkan bisa menjadi nol.

Di waduk Kaskade Citarumblooming kini terjadisetiap saat. Fenomena inibukan saja mengindikasi-kan bahwa kualitas perair-an waduk tersebut telahmenjadi sangat burukseperti comberan raksasa,hingga mengancam keber-lanjutan budidaya ikan itusendiri, namun juga telahmengganggu pemanfaatanpotensi yang lain; sepertiuntuk tempat rekresi,MCK, bahan baku airbersih dan lainnya

17

Berkenaan dengan kedua sifat tersebut maka limbah organikyang jatuh ke dasar waduk dengan sendirinya cenderungterkumpul di bagian dalam yang mengandung oksigen sangatrendah. Masuknya limbah organik pada bagian bawah/dasarbadan air yang mengandung oksigen sangat rendah; akansegera merubah bagian bawah badan air menjadi anaerob danjika supplai limbah organik terus berlanjut maka dekomposisinyaakan menghasilkan senyawa beracun seperti NH3 dan H2S.

Tabel-3. Beberapa parameter penentu status trofik di W. Saguling,Cirata dan Juanda.

Parameter Saguling* Cirata* Juanda* Eutrofik**Hypertrofik**

Kecerahan/Sec. disk (cm)

47-65 50-62 80-115 300-150 <150

Khlorofil (Chl)-aµgl-1

27,9-48,3 33,3-49,0 20,4-28,0 8,0-25 > 25

Kepadatan Fito-plankton (x106

sell-1)

19.0-25.4 44,8-62,3 20.0-50.4 - -

Keterangan: sumber Garno (2002)

Mengingat pendugaan limbah organik dari luar SDLPwaduk yang langsung mengendap kedasar waduk sulit ditebakdikarenakan perjalanan panjang sebelum masuk waduk yangmemungkinkan mereka terlarut dan terdekomposisi, makaanalisis ini hanya mendasarkan pada potensi sumber limbah dariKJA yang sebagian besar diduga bisa jatuh kedasar waduk.Berdasarkan perkiraan yang ada limbah organik dari KJA yangmasuk ke W. Saguling adalah sekitar 29.868,75 ton•th-1; W.Cirata sebanyak 145.334. ton•th-1 dan W. Juanda 14.492,25ton•th-1 (Garno, 2002). Dengan kuantitas sebesar itu, dansampai saat ini belum pernah diangkat serta kenyataannyamenunjukkan adanya pendangkalan akibat akumulasi limbah(terutama saat sampel di Cirata) maka dipastikan dasar waduktelah tertutup limbah organik dengan ketebalan yang cukup

18

tinggi.’yang setiap saat selalu melepas senyawa beracun hasildekomposisinya. Beberapa data yang ada baik data waduksaguling, Cirata maupun Juanda menunjukkan bahwa di dasarwaduk telah terakumulasi senyawa beracun seperti asam sulfidedan juga telah menjadi anaerob (konsentrasi oksigen nol).

Kumpulan senyawa beracun tersebut pada hari-hari biasatidak berhubungan langsung dengan ikan-ikan yang dipeliharadengan KJA diatasnya sehingga keberadaan senyawa tersebuttidak mengganggu kehidupan ikan; apalagi pada badan airSDLP waduk yang baru dimanfaatkan; yang sudah tentukeberadaan senyawa beracun hasil dekomposisi di dasar relatif

masih sangat sedikit. Dekomposisiorganik di dasar waduk mulaiberpengaruh negatif ketikasenyawa-senyawa dalam bentukgas (NH3, H2S dan CH4) yangmakin besar sedikit demi sedikitmeluas dan mendesak badan airyang masih aerob diatasnya.Dengan makin besarnya desakangas hasil dekomposisi itu; makasedikit demi sedikit namun pastibagian badan air yang anaerobmakin menebal sedangkan bagianyang aerob makin menipis;terdesak ke permukaan badan air.

Namun demikian fenomena tersebut diatas baru akanmenimbulkan dampak yang serius bagi kualitas air dankehidupan fauna didalamnya jika dalam waktu yang cukup lama(3-4 hari) badan air tidak mendapatkan cahaya matahari. KArenaketiadaan cahaya matahari yang cukup lama tersebut akandapat menyebabkan 2 hal; yakni

Jika badan air selama3-4 hari tidak men-dapatkan cahaya mata-hari maka akumulasihasil dekomposisi an-aerobik bisa menimbulkan tragedi mengeri-kan karena umbalanbisa mengakibatkanseluruh badan airmenjadi anaerob danmengandung senyawaberacun.

19

Gambar-1. Keramba Jaring Apung (KJA) di SDLP Waduk.

Gambar-2. Kematian masal ikan di KJA seperti ini terjadisetiap tahun.

Gambar-3. Waduk yang penuh bangkai ikan seperti ini lebihpantas disebut “Comberan Raksasa”.

20

i. Tidak terjadinya Fotosintesa yang mengakibatkan berhentinyasupplai oksigen, sehingga badan air yang anaerob makin luas(tebal) dan mendesak bagian aerob makin keatas. Keadaan iniakan mempersempit gerak semua fauna, termasuk ikanpeliharaan yang untuk bernafas perlu oksigen. Keadaaan inibelum akan mampu membunuh semua fauna yang ada,karena mereka bisa menghindar lari kepermukaan yang selalumendapatkan diffusi oksigen dari atmosfir

ii.panas badan air bagian bawah lebih tinggi daripada badan airbagian atas, karena bagian atas melepaskan panas yanglebih cepat. Fenomena ini menyebabkan masa air bagian ataslebih berat daripada bagian bawah, sebagai akibatnya akanterjadi pengadukan, dimana lapisan air bagian bawah yanganaerob dan mengandung senyawa beracun hasildekomposisi terangkat ke permukaan. Akibatnya seluruhbadan air kehabisan oksigen, dan sekaligus mengadungsecawa beracun. Sudah tentu dalam keadaan seperti itusemua fauna tidak akan bisa bertahan hidup dan mati secaramasal. Fenomena inilah yang setiap tahun menjadi sebabterjadinya tragedi kematian ikan secara masal di wadukSaguling, Cirata dan Jatiluhurdan telah merugikan petanibermilyar-milyar rupiah.

Fenomena kematian ikansecara masal tersebut kini terjadisetiap tahun;. Karena terjadinyadi saat cahaya matahari sangatlemah karena mendung 3-4 haritanpa henti maka pakarlingkungan meduga ikan matikarena senyawa beracun dankekurangan oksigen akibatumbalan.Selain dugaan tersebutsejak tahun 2003 kematianmasal ikan di KJA diduga tidaklagi hanya karena umbalan semata, namun juga karena diserang

Akhir-akhir ini kematianmasal ikan bukan hanyakarena umbalan, namunjuga karena koi herves-virus. Keberadaan virusdi waduk bukan hanyamenunjukkan betapakualitas air waduk telahsedemikian buruknyahingga menjadi sesuaiuntuk kehidupan virus;dan jika virus menetapdi air waduk makakematian masal ikanbisa lebih sering terjadi

21

oleh virus bernama Koi Herver-Virus. Kematian akibat virustersebut tidak boleh dianggap sepele karena kehadiran virus diwaduk menunjukkan betapa kualitas air waduk telah sedemikianburuknya sehingga menjadi kondusif bagi virus untuk hidup danberkembang dengan baik. Yang perlu disadari adalah bahwajika virus dan mikroba fatogen lain menjadi penghuni tetapwaduk maka kematian masal ikan di KJA bisa lebih dari sekalidalam setahun.

3.2. LIMBAH ORGANIK DI TAMBAK UDANG

Tambak udang intensif umumnya mempunyai luas 0.5-1 Ha;dan diisi dengan air dari pesisir/laut, sehingga kualitas air padaawal pengisian tambak sangat tergantung pada kualitas airsumbernya. Untuk memastikan bahwa sumber yang akandigunakan berkualitas cukup memadai untuk memelihara dalamarti jernih, kandungan organikdan nutrien rendah, serta tidakmembahayakan kehidupanudang yang dipelihara makasebelum dimasukan ke tambak;air disimpan dahulu dalamkolam “perlakuan” atau “tandon”.Di kolam ini berbagai partikeldiendapkan, konsentrasi nutrienditurunkan dan senyawaberacun dinetralkan; baik secara biologis maupun kimiawi.Mencermati uraian tersebut maka dapat diperkirakan bahwalimbah organik dalam badan air tambak sebagian besar berasaldari sisa pakan dan sedikit dari air tambahan yang lolos darikolam tandon.

Dimasa keemasannya, produksi udang 5 ton•ha-1•masatanam-1 atau 10 ton•ha-1•th-1 adalah bukan target yang terlalutinggi. Untuk mencapai target tersebut maka dengan rasiokonversi pakan (RKP) 1.6 diperlukan pakan sekitar 16 ton pertahun. Dengan produksi dan keperluan pakan seperti itu makadengan formula Schmittou dapat diketahui bahwa setiap hektar

Dengan target produksi5 ton perhektar per masatanam dan RKP 1,6 makalimbah organik dari 1 Hatambak udang intensiftersebut adalah setaradengan limbah organikdari 113,4 -130 orang.

22

tambak udang berpotensi menghasilkan limbah organik sekitar13.,5 ton dengan kandungan nitrogen 600 kgN•th-1dan fosfor 90kgP•th-1. Dibandingkan dengan limbah penduduk yang setiaporang menghasilkan 14,5 gN•h-1 (5,29 kgN•th-1) dan 1,9 gP•h-1

(0,69 kgP•th-1) (Irianto,1996); maka beban pencemar organikdari 1 Ha tambak udang intensif tersebut adalah setara denganbeban pencemar dari 113,4 -130 orang.

3.2.1 Dampak langsung Limbah Organik pada Kualitas airdan kehidupan Udang.

Di lapangan limbah organik sebanyak itu sudah tentu tidakmasuk ke tambak sekaligus, namun sedikit demi sedikit, sesuaiperkiraan berat udang yang diberi makan (Tricahyo, 1995).Karena diberikan bertahap, maka pengaruh limbah pada kualitasair dan aspek biologi udang pun terjadi secara bertahap. Padaawal budidaya, dekomposisi limbah yang relatif masih sedikithanya akan menyebabkan kenaikan konsentrasi nutrient yangmerangsang pertumbuhan fitoplankton sehingga air menjadinampak keruh dan berwarna sesuai dengan jenis fitoplanktonyang mendominasi komunitasnya. Pada masa awal pemeliharaan seperti ini jarang ditemukan kematian udang, bahkan jika

fitoplankton yang tumbuhsesuai dengan kebutuhangizi yang diperlukan akandapat mempercepat per-tumbuhan udang. Olehkarena itu fenomenaseperti ini bagi tambakintensif belum menjadimasalah karena denganpenggunaan kincir makakebutuhan oksigen untukrespirasi yang besar dimalam hari akan dapatdipenuhi.

Untuk menghindari akumulasisisa pakan maka setiap harisekitar 10% dari total airtambak diganti denganmembuang air tambak bagianbawah dan menggantinyadengan air dari tandon Sudahpasti cara ini tidak dapat me-ngeluarkan 100% limbah yangada dan akibatnya pengendapan di dasar tambakpun tidakbisa dihindari lagi.

23

Seiring dengan peningkatan berat total udang di tambakmaka kuantitas makanan yang diberikan bertambah, sehinggakuantitas limbah bertambah pula Untuk menghindari akumulasisisa pakan di dasar tambak, maka setiap hari sekitar 10% airtambak diganti; dengan cara membuang air bagian bawah kepesisir dan menggantinya dengan air dari tambak tandon. Caraini tentu tidak mampu mengeluarkan 100% limbah yang ada ditambak Akibatnya jumlah limbah dibadan air bertambah danpengendapan didasar tambakpun tidak bisa dihindari lagi.

Selanjutnya sedikit demi sedikit tapi pasti oksigen di dasartambak terpakai untuk mendekomposisi organik, dan munculahsenyawa yang bersifat racun bagi udang, seperti NH3 dan H2S..Untuk mengendalikan dekomposisi anaerobik yang menghasilkan senyawa beracun tersebut, digunakan aerator untukmensupplai udara yang mengadung oksigen ke dasar tambak.Namun demikian udara dari aeratorpun tidak mungkin mencapaiseluruh dasar tambak, karena pengoperasian aerator harus hati-hati agar tidak sampai mengaduk dasar tambak yang bisaberakibat fatal bagi udang.Dengan demikian maka keber-adaan limbah organik dansenyawa beracun hasil de-komposisinya di dasar tambaktidak dapat dihindari lagi,khususnya dimalam hari yanghanya mengandalkan supplaioksigen dari aerator

Udang termasuk hewanyang memerlukan oksigenlebih banyak daripada hewanlain (normal 4.0-7.0 mgl-1), dan dalam kesehariannyamempunyai kebiasaan di dasar perairan; khususnya mencarimakan (Tricahyo,1995). Kedua aspek tersebut secara tidaklangsung memudahkan udang menemui kesulitan dan bahkankematian, karena dengan mencari makan di dasar tambak makaakan selalu kontak dengan media tanpa oksigen dan beracun.

Dalam hidupnya udangmemerlukan oksigen yangtinggi dan mempunyaikebiasaan mencari makandi dasar perairan. Keduasifat itu menjadikan udangmudah menemui kesulitandan kematian, karenasetiap saat selalu bertemumedia tanpa oksigen dan

beracun (dasar tambak)

24

Pada awal pemeliharaan; disaat dasar tambak masihcukup bersih dan mengandung cukup oksigen maka kehidupanudang tidak mengalami masalah; tetapi setelah masapemeliharaan cukup lama dan limbah organik mulai mengendapserta terdekomposisi sehingga terbentuk lapisan anaerob dansenyawa beracun maka masalah serius mulai mengancamkehidupan udang karena dengan kebiasaan yang menempel didasar tambak untuk mencari makan, udang akan mudahterjebak dalam media tanpa oksigen dan beracun, yang siapmengakhiri hidupnya. Oleh karena itulah maka kematian udangdalam tambak biasanya terjadi setelah masa pemeliharaan lebihdari 1 bulan, yakni saat limbah organik dari sisa pakan yanggagal tidak ikut terbuang keluar tambak mulai mengendap danterdekomposisi.

Selain karena penurunanoksigen terlarut dan senyawaberacun seperti tersebut diatas,kematian udang di tambak didugajuga dipercepat oleh seranganberuntun berbagai penyakit yangjustru muncul bersama-sama ataubertepatan dengan terjadinyadeplesi oksigen dan timbulnyagas beracun yang sudahmengancam keberlanjutan

hidupnya. Fenomena tersebut terjadi, karena kualitas air yangmemburuk akibat keberadaan limbah organik justru merupakanmedia yang baik bagi kehidupan mikrooorganisme, termasukyang fatogen baik dari jenis virus, mikroba, protozoa maupunjamur. Dengan kondisi yang cocok untuk kehidupannya itulahmikroorganisme fatogen tersebut berkembang pesat danbergantian menyerang udang; justru disaat kondisi udang lemahkarena menghadapi deplesi oksigen dan senyawa beracundidasar tambak.. Kenyataan tersebut menjadikan penderitaaanudang makin sempurna dan mudah menemui kematiannya.Beberapa pakar mengungkapkan bahwa serangan bakteria dan

Kematian udang ditambak juga dipercepatoleh serangan beruntunberbagai penyakit yangjustru terjadi di saatudang mulai mengalamikesulitan hidup akibatdeplesi oksigen dantimbulnya gas beracundi dasar tambak

25

virus bersifat primary infection yang akan menjadi kronik jikalingkungan air memburuk. Pada saat itulah mikroorganisme lainseperti jamur Fusarium sp. dan parasit Lagenophrys sp.menyerang

3.2.2 Peran Limbah Organik Budidaya Udang padaKualitas Perairan Pesisir

Meskipun tidak dalam waktu yang sama, sebagian besarlimbah organik tambak udang intensif dapat dipastikan akanmasuk dan mencemari perairan pantai. Hal ini bisa dimaklumikarena selama masa pemeliharaan udang, setiap harinya airtambak bagian bawah yang berisi sisa pakan dan senyawaberacun hasil dekomposisi (sekitar 10% total air tambak)dibuang ke pesisir/laut; sedangkan setelah udang panen air

beserta lumpur cair jugadibuang ke pantai; sedangkanlumpur padat diangkat kepematang. Lumpur padat iniakan kembali ke tambak dibawaair hujan dan akhirnya kepesisir.. Kenyataan tersebutmenunjukkan bahwa budidayaudang intensif di tambakmerupakan sumber pencemarorganik potensial bagi perairanpesisir dan laut.

Telah diperkirakan bahwa dengan target produksi 5 tonperhektar untuk setiap masa tanam atau 10 ton•th-1, tambakudang intensif akan mensupplai 13.5 ton•ha-1•th-1 limbahorganik, dengan kandungan nitrogen 600 kgN•ha-1•th-1 danfosfor 90 kgP•ha-1•th-1. Dengan potensi limbah sebesar itumaka dapat diperkirakan betapa besar sumbangan limbah daribudidaya tambak intensif ke perairan pesisir/laut

Sebagai ilustrasi, mari kita cermati perkiraan sumbanganlimbah organik dari tambak intensif ke pesisir/laut Jawa.Supardan (1999) mengunkapkan bahwa jumlah tambak yang

Pembuangan limbah daridasar tambak ke per-airan pesisir yang di-lakukan setiap hari dansetelah panen me-nunjukkan bahwa budi-daya udang intensif ditambak adalah sumberlimbah organik yangpotensial bagi perairanpesisir dan laut.

26

mendapatkan irigasi di P. Jawa, khususnya pantura adalahsekitar 52.034,5 ha. Mengasumsikan bahwa pada masakeemasan udang; hanya tambak tersebut saja yang digunakanuntuk budidaya intensif, maka limbah yang dibuang ke pantaipada masa itu adalah sekitar 705.465,75 ton organik•th-1,dengan kandungan nitrogen 31.220,700 ton N•th-1 dan fosfor4.683,105 tonP•th-1. Berdasarkan kandungan nitrogennya maka

buangan itu setara denganbuangan dari 5.901.833 orang,sedangkan berdasarkanfosfornya setara denganbuangan dari 6.787.108 orang.

Limbah organik setaradengan buangan dari 6.5 jutaorang tersebut setiap tahun

langsung masuk ke badan air pesisir pantura P. Jawa dalambentuk padatan yang terendap, koloid, tersuspensi dan terlarut.Dibandingkan dengan limbah organik dari keseluruhan aktivitasmanusia yang ada di pantura P. Jawa yang masuk melaluisungai, mungkin memang jauhlebih kecil; sehingga sumberpencemar mengabaikannya. Buktinya tidak satupun petani danpengusaha udang yang mulaiberfikir untuk mengolah limbahyang dihasilkan-nya dengan unitpengolah limbah.

Seperti yang terjadi pada perairan waduk, masuknyanutrien ke perairan pesisir; pada mulanya akan berpengaruhpositif karena menaikan kesuburan dan produktifitas primerperairan, serta pada gilirannya akan menaikan produksi ikan(Garno, 1995). Tetapi karena penambahan nutrien terjadi terusmenerus dan Indonesia merupakan daerah yang sepanjangtahun menerima cahaya matahari, maka eutrofikasi bukan sajamenyebabkan blooming, namun juga menyebabkan biomasayang selalu tinggi sepanjang tahun.

Jika tambak udang intensifhanya yang mendapatkanirigasi saja, maka buangannutrien yang diterima perai-ran pesisir pantura P. Jawasetara dengan buangandari 5.9-6.8 juta.

Ironisnya; para petanitambak udang intensiftidak menyadari bahwamereka adalah pen-cemar lingkungan; tapijustru merasa sebagaikorban pencemaran

27

Gambar-4. Tambak udang lengkap dengan aerator danjembatan pengontrol

Gambar-5. Pemandangan kematian udang seperti ini telahmenjadi hal yang biasa,

28

Dampak pemasukan nutrient berkelanjutan pada biomasafitoplankton di perairan pesisir ini, dengan jelas dapat dilihat dariudara (pesawat-terbang), dimana perairan disekitar muara(mulut) sungai besar terlihat jauh lebih berwarna hijau dan keruhdaripada perairan yang tidak dimasuki sungai dan pesisir disepanjang pantura yang jauh lebih hijau daripada pesisir pulau-pulau besar lainnya.

Selain biomasa yang tinggisepanjang tahun, dampak lain yangbisa menyertai eutrifokasi per-airanpesisir adalah kemungkinanterjadinya pergantian dominasiplankton dari yang tidak beracunseperti Skeletoinema sp. dan Noc-tiluca sp ke jenis yang beracunseperti Protoperinidium spp, Pyro-dinium spp dan Gymnodinium spp.Jika fenomena ini terjadi makadampaknya bukan hanya padafauna pesisir yang mati dan tidakbernilai ekonomi lagi karena tidakbisa dimakan manusia dan hewanlain; namun juga kegiatan lainseperti wisata renang di pantai harusdi hentikan.

Akhirnya, perlu dipahamibahwa limbah organik dari dasar

tambak yang setiap hari masuk ke pesisir; dapat menjadikanpesisir sebagai media penular penyakit udang yang sangat baik;karena air yang keluar dari tambak yang membawa vektorpenyakit; sesampainya di pesisir segera di masukan ke tambaklain. Hal ini pula, yang mungkin menyebabkabn kenapa penyakitudang dengan mudahnya menular dari satu tambak ke tambaklain, dan sekali suatu jenis penyakit berjangkit di suatu wilayahtidak akan hilang dari peredaran, serta muncul pada periodepembudidayaan berikutnya.

Dampak eutrofikasiperairan pesisir yangpaling dicemaskanadalah kemungkinanterjadinya pergantiandominasi planktondari jenis yang tidakberacun ke beracun.Yang dampaknyabukan hanya padahewan air yang matidan tidak benilaiekonomi lagi karenatidak dapat dimakanmanusia dan hewan,namun juga karenakegiatan lain sepertiwisata renang dipantai bisa di ber-hentikan sementara

29

4. TEKNOLOGI PENCEGAHAN DAN PEMULIHAN DAMPAKLIMBAH ORGANIK

Rangkaian uraian diatas dengan tuntas mengungkapkanbahwa langsung ataupun tidak langsung penyebab kematianmasal ikan di waduk dan udang di tambak adalah mutlak olehkeberadaan limbah organik dalam badan air di waduk dantambak. Kesimpulan ini harus diterima karena munculnyaberbagai senyawa beracun, kelangkaan oksigen, alga beracundan mikroba fatogen yang akhirnya menyebabkan ikan danudang mati; adalah produk dari proses yang terjadi setelahmunculnya limbah organik; dimana tanpa adanya limbah organikdi badan air waduk dan tambak tertebut tidak akan ada pulaperubahan kualitas air yang berarti.

Keberadaan limbah organik yang menjadi penyebabkematian ikan dan udang tersebut menunjukkan adanyakesalahan dalam manjemen budidaya, terutama kesalahandalam penanganan limbah organik yang tetap berada di mediabudidaya (waduk dan tambak). Oleh karena itu maka satu-satunya jalan untuk mencegah dan menghindari terjadinyakematian masal dan sekaligus memulihkan dampak yang lainadalah mengkaji, menerapkan dan mengembangkan(Karapbang) berbagai peraturan dan teknologi yang langsungatau tidak langsung dapat mengurangi atau mencegah organiktetap berada dalam badan air yang diajadikan media budidaya.

4.1. Teknologi pencegahan dan pemulihan dampak limbahorganik di waduk kaskade Citarum

Telah dijelaskan bahwa limbah organik di Waduk berasaldari 2 sumber yakni berasal dari luar waduk (Allochthonous),khususnya pemukiman dan pertanian; dan sumber dari dalamwaduk (Autochthonous). Sumber limbah organik dari luarwaduk memang sangat besar; terutama dari pemukiman. Usahauntuk menguranginya telah lama di usahakan, baik denganperaturan ataupun dengan penerapan berbagai teknologipengolahan limbah yang telah ada; namun karena berbagaialasan; terutama karena keterbatasan biaya dan kesadaran

30

masyarakat serta rasa emphati yang rendah; maka usahatersebut sampai saat ini belum atau tidak berhasil sehinggalimbah organik yang terbuang ke sungai Citarum dan akhirnyamasuk ke waduk tidak berkurang bahkan mungkin terusbertambah. Oleh karena itu untuk mengurangi limbah dari luarwaduk tersebut perlu dilakukan hal-hal berikut:

1) Pengkajian dan penerapan (kajiterap) berbagai per-aturanyang ada, yang berpihak pada keberlanjutan SDLP DASCitarum perlu disosialisasi-kan dan diterap kan dengankonsekuen, sedangkan yangtidak/kurang berpihak padakeberlanjutan SDLP DASCitarum agar diganti..

2) Meningkatkan pengetahuandan rasa emphati stakeholders SDLP DAS Citarumtentang limbah dan dampakdari pencemaran (domestikdan pertanian) yang tidaksengaja mereka lakukanmelalui berbagai kegiatanformal dan nonformal;..

3) Pengkajian, penerapan dan pengembangan (Karapbang)berbagai teknologi pengelolaan limbah (termasukkesesuaian IPAL) dengan melibatkan semua stakeholders.

4) Karapbang teknologi pupuk dan pemupukan komoditaspertanian guna mendapatkan teknologi yang effisien daneffektif

Selanjutnya untuk menurunkan kuantitas limbah daridalam waduk yang sumbernya KJA; secara teoritis sangatmudah, salah satumnya dengan mengurangi target produksitotal. Penurunan produksi yang ditujukan untuk mengurangipencemaran maka harus disesuaikan dengan daya dukung

Penyebab utama darikematian masal ikandan udang adalah ke-beradaan limbahorganik dalam badanair. Oleh karena itupendekatan yg palingmasuk diakal untukmengatasinya adalahkarapbang berbagaiperaturan dan tekno-logi yang dapat men-cegah dan memanenkeberadaan organik

dalam badan air SDLP.

31

badan air waduk; yang dinyatakan dengan jumlah maksimal“biomasa ikan” yang boleh dipelihara dengan KJA di waduk.Disini bukan “jumlah maksimal KJA”; karena limbah organikyang dihasilkan oleh setiap KJA bukan tergantung ”jumlah KJA”tapi tergantung “biomasa ikan” di dalamnya. Sudah tentu jumlahmaksimal yang diperbolehkan pada ketiga waduk berbeda;karena kualitas air dan RDTR (rencana detail tata ruangnya) tiapwaduk berbeda Untuk itu maka keberhasilan dilapang sangattergantung pada ketegasan pengelola waduk dan petani KJAdalam menerapkan kesepakatan “daya dukung biomasa ikan”tersebut. Oleh karena itu untuk mengurangi limbah dari dalamwaduk tersebut disarankan melakukan:

5) Peningkatan pengetahuan petani/pengusaha KJA tentanglimbah KJA, dan dampak dari pencemaran yang tidaksengaja mereka lakukan. melalui berbagai kegiatan formaldan nonformal;

6) Kajiterap (pengkajian dan penerapan) serta penentuanbiomasa yang boleh dipelihara di masing-masing wadukdengan mempertimbangkan semua potensi SDLP dansedini mungkin melibatkan semua stakeholders ;.

7) Karapbang teknologi yang menghasilkan pakan yangeffisien; dan pemberian pakan yang effektif besertakombinasinya sehingga mendapatkan ratio konversi pakanyang kecil

8) Karapbang teknologi yang mampu mengangkat keluaratau memindah limbah yang mengendap di dasar waduksecara fisik; dan memperlakukan (mengolah) limbahtersebut seperti limbah organik lain, mungkin bisa dirubahjadi pupuk atau enerji.

9) Karapbang berbagai teknologi “pemanenan nutrien danorganic, termasuk alga” bukan “pengusiran nutrien” daridalam badan air.

Teknologi “pemanenan nutrient dan organik” adalahusaha merubah nutrien menjadi biomasa yang dapat

32

dipanen dari badan air, dalam bentuk biomasa flora ataufauna yang bernilai ekonomi, sedangkan teknologi“pengusiran nutrien” adalah merubah nutrien dansenyawa lain kedalam bentuk lain baik dalam bentukbiomasa atau senyawa tidak aktif lain denganpengendapan atau pengaliran ke tempat lain; (sepertiaerasi, presipitasi fosfor, dan oksidasi dasar). Teknologiseperti ini dikemudian hari dapat menimbulkan masalahdi tempat yang baru, dan cenderung sektoral karenahanya berpihak pada keberlanjutan budidaya ikan, bukanpada keberlanjutan lingkungan.

4.2.Teknologi pencegahan dan pemulihan dampak limbahorganik di tambak udang

Seperti waduk; tambak juga memiliki 2 sumber limbahorganik, yakni dari luar dan dari dalam badan air. Oleh karenaitu untuk mengurangi dan menghidari kematian udang satu-satunya jalan adalah mengurangi keberadaan limbah sampaisedikit mungkin berada dalam media budidaya. Untuk itudisarankan agar dilakukan kegiatan-kegiatan:

1) Karapbang berbagai teknologi budidaya udang intensifsistem semi tertutup dan sistem tertutup, yang tidakmengambil dan membuang air kecuali untuk mengganti airyang menguap.

2) Karapbang berbagai teknologi yang dapat menghasilkanpakan udang yang effisien; dan pemberian pakan yangeffektif; serta kombinasinya sehingga mendapatkan ratiokonversi pakan kecil.

3) Karapbang berbagai teknologi “pemanenan nutrien” bukan“pengusiran nutrien” dari dalam badan air tambak; baiktambak udang maupun tambak “Tandon”.

4) Karapbang teknologi pengelolaan dan pengolahan limbahtambak udang intensif.

33

Demi keberlanjutan SDLP pesisir dan laut, petani danpengusaha tambak udang intensif harus disadarkan bahwamereka adalah penyumbang limbah (pencemar) organikyang besar karena limbah organik dari 1 ha tambakintensif setara dengan limbah organik dari 113,4 -130orang Untuk itu sudah waktunya para petani danpengusaha tambak udang mengolah limbahnya sebelumdibuang ke perairan.

Kajiterap kemungkinan pemberlakuan RPL dan RKL padapengembangan tambak udang intensif.

4.3 Kelayakan Pelaksanaan

Diatas, telah disampaikan beberapa karapbang teknologiyang diharapkan dapat menekan beban pencemar organik di

waduk (9 buah) dan di tambak(4 buah). Harus diakui bahwasebagian besar kegiatan ter-sebut adalah usulan yang sudahbanyak disampaikan pakar danpemerhati pencemaran perair-an; namun belum pernahterlaksana dengan baik. Ketidakberhasilan karapbang tersebutlebih disebabkan karenamemerlukan biaya besar danrendahnya kesadaran sertaemphati stakeholdersi padadampak yang ditimbulkan. Jikademikian halnya makakarapbang tersebut perlu

dilaksanakan dengan pendekatan yang lebih serius daristakeholders utama. Untuk itu mengingat stakeholders yangsecara tegas ditunjuk oleh undang-undang sebagai pengelolaSDLP milik umum seperti waduk, danau dan pesisir adalahPemerintah dan Pemda; maka sudah sewajarnya jikapemerintah/pemdalah yang selalu berusaha keras agar kegiatan

Berbagai peraturan danteknologi pengelolaanlimbah telah disosiali-sasikan, namun karenakesadaran stakeholsersmasih rendah dan perlubiaya tinggi maka belumpernah diterapkan dgnbenar. Oleh karena itudirasakan perlu adanyaperubahan paradigma,dari teknologi yang me-merlukan biaya tinggi keteknologi yang produknya bernilai ekonomi.

34

tersebut terlaksana. Salah satu caranya adalah meng-koordinasikan stakeholders yang ada dan membagi tugasmasing-masing sesuai kemampuannya.

Selain karapbang yang sulit pelaksanaannya karena harusmelibatkan banyak stakeholders dan membutuhkan biaya besar;mungkin ada baiknya kita melihat beberapa karapbang yangpelkasanaanya tidak memerlukan biaya besar bahkan bisa

menghasilkan produk memilikinilai ekonomi yang cukupmenarik. Di masa krisisekonomi dan emphati sepertisaat ini, karapbang sepertiinilah yang mungkin lebihmenarik dan mudah disosialisasikan karena selaintidak membebani dengan biayatinggi juga dapat menghasilkanproduk bernilai ekonomi (uang).Kegiatan yang dimaksud ada-lah “karapbang teknologipemanenan nutrien” dari badanair waduk dan tambak (4.1 no 9dan 4.2 no 3). Teknologipemanenan nutrien pada dasarnya adalah bagian dariteknologi biomanipulasi, yakni

teknologi yang memanfaatkan/ memanipulasi rantai makananuntuk mencapai tujuan tertentu. Pemanfaatan teknologibiomanipulasi untuk pengelolaan pencemaran sebenarnyasudah cukup banyak dikaji; seperti pemanfaatan daphnia, ecenggondok, dan ikan silver carp Hypothalmicthys molitrix; denganhasil yang cukup baik, namun karena mungkin kurang memilikinilai ekonomis dan kurang instant maka sosialisasi danpenerapannya tidak berhasil dengan baik seperti yangdiharapkan.

Mengingat kendala utamaadalah faktor ekonomi;maka dalam suasanakrisis ekonomi dan krisisempathi seperti saat ini;akan lebih bijaksana dantepat jika kita melakukankarapbang teknologi pe-ngendalian limbah meng-gunakan dengan organ-isme perairan bernilaiekonomi tinggi yangdapat memanen nutriendan organik yang adadalam badan air; sebagaicontoh: rumput laut dankijing taiwan

35

Menimbang bahwa sampai saat ini faktor ekonomi yangmenjadi kendala utama dalam menyelesaikan setiappermasalahan lingkungan termasuk dalam usaha penekananlimbah organik; maka akan lebih bijaksana dan mudah diterimasosialisasinya jika usaha pencegahan dan rehabilitasi tidak lagimenambah beban ekonomi stakeholders, namun justrumenambah penghasilan. Untuk itulah maka ada baiknya jika kitabisa mengkaji, menerapkan dan mengembangkan (karapbang)beberapa komoditas organisme perairan untuk memanen nutriendan organik yang ada dalam badan air.

Pada kesempatan ini direkomendasikan agar komoditasberikut ini dipertimbangkan karapbang nya karena selain telahbanyak diteliti aspek biologinya, jika berhasil akan sangatbermanfaat bagi terlaksananya pembangunan perikanan yangberkelanjutan.

Karapbang berbagai teknologi “pemanenan nutrient danorganik” dari badan air waduk; untuk pertama diusulkanKijing Taiwan.

Kijing Taiwan (Anodonta woodiana Lea) adalah hewanfilter feeder; yang dalam sehari mampu menyaring airsebanyak 40 liter. Hewan tersebut mampu menyaringpartikel berukuran 0,1 – 50 µm dan dapat mengekstrakbahan koloid, partikel dan tersuspensi, serta mampumenurunkan kandungan bahan organik di perairan yangmengandung bahan/limbah organic Dengan kemampuantersebut Kijing Taiwan akan dapat digunakan untukmembersihkan perairan dari partikel organik (Kadar, 2004)Kijing Taiwan diduga juga dapat dijadikan mediapengembangan mutiara air tawar yang bernilai ekonomitinggi. Oleh karena itulah sangat disarankan agar kijingTaiwan dapat dikaji pengembangannya di waduk yangsaat ini tercemar organik seperti waduk kaskade Citarumdan waduk Maninjau di Sumatra.

36

Karapbang berbagai teknologi “pemanenan nutrien danorganik” dari dalam badan air tambak “tandon”, dan tambakbudidaya dan pasca budidaya dengan rumput lautkhususnya Glacilaria sp.

Gracillaria sp. adalah sejenis rumput laut yang dapattumbuh dengan baik di perairan payau, eutrofik;bertemperatur tinggi, dan daerah sedimentasi (Jones dkk,2003). Kondisi badan air seperti itu mirip dengan kondisipertambak udang baik yang saat ini masih dimanfatkanmaupun yang telah ditelantarkan. Untuk itu maka sangatdirekomendasikan agar dilakukan karapbang lebihmendalam tentang peran Gracillaria sp pada pemanenannutrien dan pemulihan kualitas lingkungan substrat dasartambak. Keberhasilan kajian ini; dalam jangka pendek;diharapkan dapat menggairahkan petani dalampemanfaatan tambaknya yang kini terlantar takberproduksi; sedang jangka panjang diharapkan dapatmemulihkan lingkungan tambak sehingga dapat untukmemelihara udang kembali; baik budidaya tunggal. Karenafungsinya sebagai bahan baku industri makanan aditif,kosmetik dan obat-obatan maka Gracillaria sp telahbanyak dikenal sebagai komoditas bernilai ekonomi tinggiapalagi jika dapat tumpang sari dengan komoditasperikanan lainnya,

5.KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Mencermati semua uraian tersebut diatas maka dapatdisimpulkan bahwa :

i. Eutrofikasi pada dasarnya adalah fenomena alam yangharus terjadi karena dalam memenuhi kebutuhan hidupnyamanusia selalu menghasilkan limbah organik; namundemikian karena peningkatan populasi yang tinggi danpemenuhan ragam kebutuhan dilakukan dengan “semangat

37

eksploitatif” pada SDLP dan tanpa “rasa emphati” padasesama stakeholders” maka eutrofikasi telah dipercepatsehingga merusak danmembahayakan keber-lanjutan fungsi dan potensiSDLP tersebut. Selain itupercepatan eutrofikasi SDLPjuga mengganggu sosialekonomi stakeholdersnya.Contoh yang nyata diIndonesia adalah kegagalanbudidaya (kematian masal)ikan di badan air wadukkaskade Citarum dan udangdi sepanjang pantai utara P.Jawa

ii. Banyak pihak yang menyatakan bahwa kegagalan budidayaikan di waduk dan udang di tambak adalah korban daripencemaran pihak lain. Pernyataan tersebut jelas keliru dantidak adil; sebab yang benar ikan dan udang mati karenadampak limbahnya sendiri. Dan limbah itupun bukan hanyamerusak media budidaya (waduk dan tambak) tapi menjadisumber pencemar bagi tempat lain yang dialiri air dari SDLPtersebut. Jadi mereka sebenarnya adalah sumber pencemarbukan korban pencemaran

iii. Guna mengurangi pencemar limbah organik; baik yang akanmasuk dan yang sudah berada dalam badan air waduk dantambak diperlukan beberapa karapbang peraturan danteknologi pengelolaan limbah organik, termasukbiomanipulasi

iv. Mengingat kendala utama dalam penerapan teknologipengendalian limbah organik adalah biaya, maka diperlukanperubahan paradigma dari penggunaan teknologi yangmembutuhkan biaya tinggi ke penggunaan teknologi yangmenghasilkan produk bernilai ekonomi tinggi.

Menyatakan bahwa ke-gagalan budidaya ikandan udang intensifsebagai korban pen-cemaran pihak lain.adalah keliru dan tidakadil; yang benar adalaholeh limbahnya sendiri;bahkan limbah tersebutmenjadi sumber pen-cemar bagi tempat lain,khususnya pesisir

38

5.2. Saran.

Dengan kesimpulan seperti tersebut diatas makadisarankan hal-hal berikut:

i. Mengingat percepatan kerusakan SDLP dan kegagalanbudidaya perikanan diakibatkan oleh limbah organik yangmuncul oleh “sifat eksploitatif” pada SDLP dan tanpa “rasaemphati” pada sesama stakeholders” Maka diperlukanprogram penyadaran stakeholder. Stakeholder .harus sadarbahwa SDLP adalahsumberdaya dapat-pulihsehingga meskipunSDLP itu benda matitapi dia “hidup” yakniselalu merespon danberubah sesuai perlakuan yang diterimanya.Jika dikelola melebihikemanpuannya makaSDLP akan sakit (rusak/tercemar), sebaliknyajika dikelola sesuai ke-mampuan (dayadukung)nya maka SDLP akansehat dan bisa dimanfaatkan dengan berkelanjutan. Olehkarena itu maka sudah waktunya pemerintah menyeba-luaskan pengetahuan tentang limbah organik dandampaknya; serta lebih serius dalam mengelola sumberlimbah organik besar seperti pemukiman dan budidayaikan/udang; melalui pengadaan berbagai peraturan danteknologi yang berpihak pada pembangunan keberlanjutan.

ii. Departemen Kelautan dan Perikanan sedang merencana-kan pengembangan tambak, dan pada tahun 2003 telah ada480.000 Ha (Dahuri, 2003). Jika tambak-tambak tersebutdigunakan untuk budidaya udang intensif, maka limbahnyaakan setara dengan limbah dari sekitar 54 juta orang. Untuk

Karena selalu berubah,maka meskipun SDLP bukanmakluk hidup tapi diasebenarnya sesuatu yang“hidup”; yang jika kita inginmendapatkan manfaat dari-nya, dia harus diperlakukansesuai kemampuan (daya-dukung) nya. Dia akan sakit(rusak) dan tidak bermanfaatjika diperlakukan berlebihan,dan akan berkelanjutanmanfaatnya jika dikeloladengan baik dan bijaksana .

39

Gambar-6: Kijing Taiwan; dan Mutiara di cangkangnya

Gambar-7. Tambak dan rumput laut jenis Gracillaria sp.

40

itu maka pengkajian, penerapan dan pengembangan(karapbang) teknologi pengelolaan limbah budidaya tambaksangat perlu segera dilakukan, agar jika program tersebutberjalan; tidak menyebabkan semua pesisir di Indonesiaberubah menjadi seperti pesisir di pantura P. Jawa

iii. Guna mendapatkan teknologi biomanipulasi yang memenuhiparadigma baru; yakni teknologi yang memerlukan sedikitbiaya tapi berpeluang mendapatkan produk yang memilikinilai ekonomi. Maka perlu karapbang budidaya kijing Taiwan(Anodonta) di perairan waduk dan karapbang rumput laut(Gracillaria sp) di tambak. Selanjutnya paralel dengankegiatan tersebut perlu dicari komoditas potensial lainnya

iv. Kegagalan industri udang lebih disebabkan oleh kekeliruandalam pengelolaan limbah-nya. Sementara aspek lainseperti pembenihah, pem-besaran, pemasaran daninfrastruktur lainnya tidakada masalah. Jika sistemindustri udang diibaratkan“gelang rantai” maka adasatu mata rantai yang rusak.Ini berarti untukmembetulkannya hanyaperlu pembetulan satu matarantai yang rusak itu. Tidak perlu membuat yang barudengan mengumpul-kan banyak mata rantai yang baru,sebab selain mahal, juga perlu waktu dan belum tentu cocokdipakainya. Demikian pula dengan system industri udang;untuk menghidupkan kembali hanya litbangyasapenanganan limbah organik yang baik; tidak perluditinggalkan dan hanya mencari komoditas baru. Mencarikomoditas baru memang perlu dilakukan, tapi menyehatkanindustri udang harus didahulukan karena lebih mudah dancepat.

Mencari komoditas barumemang perlu dilaku-kan, tapi menyehatkanindustri udang yanggagal hanya karena satuaspek limbah, seharusnya didahulukan karenaaspek lain masih di-kuasai dengan baik; danhasilnya akan lebihcepat disosialisasikan

41

UCAPAN TERIMA KASIH

Akhirnya, perkenankanlah saya mengakhiri orasi ilmiah inidengan menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yangtelah memberi kepercayaan, kesempatan dan bantuan sehinggaacara pengukuhan jabatan fungsional Ahli Peneliti Utama initerlaksana dengan baik:

Perkenankanlah pula saya menyampaikan rasa terimakasih kepada yang terhormat:

1. Presiden Republik Indonesia, yang telah berkenan menetapan saya sebagai ahli Peneliti Utama dengan KeputusanPresiden No. 109/M tahun 2003.

2. Menteri Negara Riset dan Teknologi selaku Kepala BadanPengkajian dan Penerapan Teknologi yang telah memberikepercayaan dan mengusulkan penetapaan saya menjadiahli Peneliti Utama.

3. Para Pejabat Penilai Jabatan Peneliti (P2JP) Instansi BPPTdan P2JP Pusat yang telah menilai, mempercayai danmengusulkan saya untuk menduduki jabatan Ahli PenelitiUtama.

4. Deputi dan Para Mantan Deputi Kepala BPPT BidangTeknologi Informasi, Enerji, Material dan Lingkungan BPPT;dan Direktur dan Mantan Direktur Pusat Pengkajian danPenerapan Teknologi Lingkungan BPPT yang telahmemberikan suasana kebebasan dan keterbukaan dalammengembangkan karier peneliti saya ini.

5. Sekretaris Utama dan Para Mantan Sekretaris UtamaBPPT; Kepala Biro Sumberdaya Manusia dan Kepala BagianPengembangan SDM BPPT beserta seluruh staf yangdengan sigap dan tanggap telah memproses pengusulanjabatan peneliti saya dari Ajun Peneliti sampai menjadi AhliPeneliti Utama.

42

Pada kesempatan berbahagia ini tidak lupa pula sayasampaikan ucapan terimakasih kepada rekan-rekan dan semuakaryawan/ti BPPT dan Sekretariat DP-KTI, yang sengajaataupun tidak sengaja telah membantu saya dalam meniti karierpeneliti; khususnya sahabat-sahabat saya; W. KomarawidjajaMS. Pudji Pranoto MSc, DR. Sabaruddin W. TJ. Firman L.Sahwan MS. dan Hendra Tjahjono MS yang atas ketulusannyadalam bersahabat telah memacu saya dalam meniti jabatanpeneliti; Juga DR. Ikhwanuddin M. DR. Tusy A. Adibroto, DR.Joko P. Susanto, Drs. Kusno Wibowo S., DR. Sutrisno SukiminDR. Rosyied Haryadi dan Sudaryono MS yang dalam kesehariantelah banyak membangun inspirasi yang berguna

Rasa hormat dan terima kasih juga saya sampaikan kepadasemua guru-guru saya di Sekolah Dasar Negeri Krandon Tegal,SMP Negeri III Tegal dan SMA Negeri I Tegal yang telahmemberikan dasar keilmuan umum; dosen-dosen saya diFakultas Perikanan IPB di Bogor yang telah memberikanwawasan dasar penelitian; dan guru besar saya Prof. YatsukaSaijo dan Prof. Mitsuru Sakamoto di Universitas Nagoya Jepangyang telah membimbing dan mengarahkan saya menjadiseorang peneliti di bidang ekosistem perairan. Sungguh jasamereka tak akan pernah saya lupakan.

Hormat yang tulus dan terima kasih yang tak terhingga sayahaturkan pada ibundaku Hj. Siti Sakhedah dan almarhumayahanda M. Soegarno Bangsa Widjaja yang tanpa pamrihapapun telah mengasuh dan membesarkan serta memberikansegala doa dan kasih serta sayangnya, hingga anaknya ini bisamenjadi seperti saat ini. Begitu pula kepada almarhumah ibu Hj.Saribanon Adil dan almarhum Bapak H.A. Halik Munir terimakasih tak terhingga saya sampaikan atas kasih sayang danbimbingan serta doanya sehingga mengantarkan saya sampaibisa seperti ini. Tidak lupa pula pada kesempatan ini sayasampaikan terima kasih kepada kakak dan adik-adiku sertasaudara-saudaraku yang selalu memberikan dukungan morildemi keberhasilan ini.

43

Terima kasih yang sangat tulus dan tak terhingga sayasampaikan kepada istri tercinta, Dra. Hj. Rita Maemunah yangsejak menikah hingga saat ini selalu setia mendampingi sayadisaat suka dan duka; dan oleh karenanya sungguh saya sangatbahagia dan bangga memperistrinya. Terima kasih juga sayasampaikan kepada anak-anakku tersayang Trista ChlorellanoGarno dan Dwitrista Chlrofillano Garno, yang karena kehadiranmereka membuat kehidupan yang telah bahagia ini menjadilebih berarti dan ceria.

Akhirul kalam terima kasih saya sampaikan kepada MajelisPengukuhan Ahli Peneliti Utama dan para hadirin yang telahmemenuhi undangan yang dengan penuh kesabaran mengikutiorasi pengukuhan ini.

Wabillahit Taufiq Wal Hidayah,

Wassalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh.

Jakarta, 28 April 2004.

44

DAFTAR PUSTAKA

Abel, P.D., (1989): Water Pollution Biology, John Wiley & Sons.New-York.

Anonim, (2000): Produksi ikan dan kematian akibat umbalan,Dinas Perikanan Kabupaten Purwakarta.

Anonim, (2001): Lakes and Reservoirs “ Water Quality : TheImpact of Eutrofication”. UNEP-IETC/ILEC, 26 pp.

Brahmana S.S. dan F. Achmad, (1997): Eutrophication in ThreeReservoirs at Citarum River and Its relation to Beneficialuses. Workshop On Ecosystem Approach to Lake andReservoir Management.

Dahuri, R. (2003): Perkembangan Pembangunan Kelautan danPerikanan< Departemen Kelautan dan Perikanan, 65 hal.

Danakusumah, E dan H. Herawan (2000): Kematian masal IkanBudidaya di Perairan Waduk dan KemungkinanPenanggulangannya. Pros. Sem-Nas “Pengelolaan danPemanfaatan Waduk.”. UNPAD- Bandung. 1:306-318

Downing, J. A, and R.H. Petter, (1980): The effect of body sizeand food concentration on the in-situ filtering rate of Sidacrystalina , Limnol. Ocanogr., 25: 883-896.

DeMott,W.R.,(1982): Feeding selectivities and relatives ingestionrates of Daphnia and Bosmina, Limn. Ocean. 27, 518-527.

Feachem, R.G,.D.J. Bradley, H.Garelick and D.D.Mara. (1983):Sanitation and disease-Health Aspects of Excreta andWastewater Management. Wiley, Chichester.

Frost, B.W., , (1980): Grazing" In I. Morris (ed.): Thephysiological ecology of phytoplankton. BlackwellScientific, Oxford 1980, 465-486.

Garno, Y.S. (1992): Phytoplankton Dynamics under DifferentImpacts of Zooplankton and Nutrients. “Doctor Thesis”.Graduated Course of the Sciences for Atmosphe andHydrosphere School of Sciences, Nagoya Univ. Japan.

45

Garno, Y.S (1993): Pengaruh grazing zooplankton terhadapstruktur komunitas fitoplankton. Lokakarya TeknologiKonservasi Fauna. Dit TPLH-BPPT., 159-174.

Garno, Y.S., P. Pranoto, dan K. Widjaja (1995): MenyelamatkanKehancuran Industri Budidaya Udang dari DegradasiEkosistem Tambak, Menuju Era Teknologi Hijau, Buku I:Masalah Lingkungan dan Pengelolaannya. Dit. TPLH-BPPT, 247-256.

Garno,Y.S.(1995):Pengaruh Eutrofikasi Terhadap Pertumbuhan,Mortalitas dan Produksi Ikan. Menuju Era Teknologi Hijau,Buku I: Masalah Lingkungan dan Pengelolaannya. Dit.TPLH- BPPT, 211-224.

Garno, Y.S (1998): Grazing Rate pada Zooplankton. ProsidingSeminar Nasional Pengelolaan Lingkungan KawasanAkuakultur Secara Terpadu. BPPT-OCEANOR-Dep.pertanian, 286-293

Garno, Y.S dan T.A. Adibroto (2000): Dampak PenggemukanIkan Di Badan Air Waduk Multiguna Pada Kualitas Air DanPotensi Waduk. Proseding Sem-Nas. Pengelolaan danPemanfaatan Danau & Waduk. IPB, Bogor hal. XVII:1-10.

Garno,Y.S (2001a): Status dan Karakteristik Pencemaran diwaduk Kaskade Citarum. J. Tek. Ling. DIT. TL-BPPT. 2(2): 207-213

Garno,Y.S (2001b): Pengembangan Industri Budidaya Udang DiTambak Kedap Air dan Beban Pencemaran Limbahnyapada Perairan Pantai. JSTI-BPPT, (5):70-76.

Garno, 2002 Y.S (2002): Beban Pencemaran Limbah PerikananBudidaya dan Yutrofikasi di Perairan waduk pada DASCitarum. J. Tek. Ling. P3TL-BPPT. 3 : 112-120

Gaudy, A. and A.Gaudy, (1980): Microbiology for EnvironmentalScientist and Enginers. McGraw-Hill, New-York.

Geller, W. (1975): Food ingestion of Daphnia pulex as a punctionof food concentration, temperatur, animals, body lengthand hunger", Arch. Hydrobiol. Suppl., 48: 47-107.

46

Hendersen B. and H.R. Markland (1987): Decaying Lakes-TheOrigins and Control of Cultural Eutrofication. John & WilleySons Ltd. New York Chichester, Brisbane, Toronto,Singapura.. Theor. Angew. Limnol. Verh., 20: 68-74

Horn, W, (1981);.,"Phytoplankton losses due to zooplanktongrazing in dringking water reservoir", Int. Revue ges.Hidrobiol., 66 : 787-810

Hutchinson, G.E., (1944): "Limnological studies in Connecticut.7. A. Critical examination of supposed relationshipbetween phyto plankton peridiocity & chemical changes inlake waters", Ecology.

Iskandar dan Suryadi (2000): Kosntruksi Keramba Jaring Apung.Prosiding Seminar Nasional “Pengelolaan danPemanfaatan Waduk.. UNPAD-Bandung. 1:153-160

James M.R, and D.J. Forsynth (1990): Zooplankton-phytoplankton interaction in a eutrophic lake.J.PlanktonRes.,12:455-472.

Jones, A.B, N.P. Preston and W.C Dennison (2003): Theefficiency and condition of oysters and macoalgal used asbiological filters of shrimp pond effluent. AquacultureResearch, 33:1-19.

Kadir E. (1997): Filtrationby unionid mussel as a potential tool inBioremediation of waste water. WWW. CEU.HU.

Kilham,S.S, dan P. Kilham, (1978): "Natural communitybioasaays: Predictions of result based on nutrienphysiology and competition", Int. Ver. Theor. Angew.Limnol. Verh., 20: 68-74

Krismono (2000): Perikanan di Perairan Waduk ProsidingSeminar Nasional “Pengelolaan dan Pemanfaatan Waduk.UNPAD- Bandung, 1:161-170.

Mahida, U.N., Pencemaran Air dan Pemanfaatan LimbahIndustri, CV. Rajawali, Jakarta.

47

Margalef, R., (1958): "Temporal succession and spaitalheterogeneity in phytoplankton" In A.A. Buzzati-Traverso(ed.), Perspective in Marine Biology Univ. CaloforniaPress, 323-349

Poprasert C. (1989): Oeganic Water Recycling. Jhon Wiley &Sons, Chichester.

Reynolds,C.S.,(1989): Physical deter-minants of phytoplanktonsuccesion" In U. Sommer (ed.) Plankton ecology.Springler-Verlag. 9-51.

Salim, H., (2002): Bebn Pencemran Limbah Domestik danPertanian DI DAS Citarum. J. Tek.Ling. 3: 107-111.

Schmittou, H.R., (1991): Cage Culture: A methode of FishProduction in Indonesia

Suboko, B, (1999): Hiruk Pikuk, Pasar Udang Dunia “LemahnyaDemand di Asia Sodok Pasa Amerika Serikat” , BuletinGAPPINDO, Edisi Awal , 3-5.

Sukimin, S., M. Ulama dan D.G. Bengen, (1997). Water QualityObservations and Floating Cages Arrangements ForFisheries at Juanda Reservoir. Work shop on EcosystemApproach to Lake and Reservoir Management. 139-166

Supardan, A. (1999): Kebijakan Tambak Udang di Indonesia,Seminar WALHI, 20 Desember 1999, 19 hal.

Suriadarma, A. dan M. Djuwangsah, (1997): Mycrocystisblooming as eutrofication indicators in Jatiluhur Reservoir.Workshop on Ecosystem Approach to Lake and ReservoirManagement. 1-16.

Syandri, H. (2000): Keramba Jaring Apung danPermasalahannya di Danau Maninjau, ProsideingSemiloka Nasional Pengelolaan dan Pemanfaatan Dananudan Waduk. UNPAD., 2: 16-25

Tricahyo, E., (1995): Biologi dan Kultur Udang Windu,Akademika Pressindo, Jakarta. 128 hal

48

RIWAYAT HIDUP

H. YUDHI SOETRISNO GARNO, PhD dilahirkan di Tegal, JawaTengah pada 4 Oktober 1954 sebagaianak ketiga dari ibu Hj. Siti Sakhedah danbapak M. Soegarno Bangsa Widjaja.Menikah dengan Dra. Hj. Rita Maemunahdikaruniai 2 orang putra yaitu TristaChlorellano Garno (OREL) dan DwitristaChlorofilano Garno. (OFIL) Pendidikandasar dan menengah diselesaikan diTegal. Pada tahun 1979 memperolehgelar sarjana akuakultur IPB, Bogor; tahun1986 menyelesaikan thesis Master of

Science bidang ilmu perairan umum di Water Research Institute,Nagoya University Jepang, dan pada tahun 1992 di instituteyang sama menyelesaikan disertasi Doctor Philosopy (PhD)dibidang ekologi perairan dengan judul thesis “Phytoplanktoncommunity dynamics under different impacts of zooplankton andnutrients”.

Mulai bekerja pada tahun 1980 di DirektoratPengembangan Teknologi BPPT. Tahun 1980-1985 menjadianggota peneliti di proyek “Peningkatan Lingkungan hidupsosial-ekonomi Masyarakat Amungme di Timika Irian Jaya”dengan tugas utama pengkajian dan pengembangan perikanandi perairan umum. Tahun 1985-1992 melaksanakan tugasbelajar ke Jepang guna mempelajari pengelolaan sumberdayaperairan umum (S-2) dan ekologi perairan (S-3). Tahun 1993-1995 menjadi peneliti pada proyek “Pengelolaan Lingkungan P.Batam” dengan tugas utama menyusun konsep Baku Mutulingkungan untuk air permukaan P. Batam. Tahun 1995-sekarang melakukan penelitian tentang dampak dan strategipenanggulangan pencemaran limbah organik dan nutrien(eutrofikasi) pada kualitas perairan; khususnya di wadukKaskade Citarum dan bekas tambak udang di pantai utaraJawa.

49

Selain melakukan tugas utama sebagai peneliti bidangPengelolaan/ Manajemen kualitas perairan, tugas lain yang saatini masih diembannya adalah sebagai “Koordinator BidangTeknologi Lingkungan BPPT” dengan tugas utamamengkoordinir penyusunan konsep “Strategi utama (GrandStrategy)” penelitian, pengembangan dan rekayasa(Litbangyasa) teknologi lingkungan BPPT; dan sebagaiSekretaris Kelompok Kerja Sumberdaya Alam dan LingkunganDewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia (DPKTI)dengan tugas utama mengkoordinir dan menyelaraskan konseprencana tindak Kebijakan dan Strategi Nasional PercepatanPembangunan Kawasan Timur Indonesia (Jakstranas PPKTI).

Karier fungsional peneliti bidang manajemen kualitasperairan di mulai pada 1 Februari 1994 dengan jabatan pertamaadalah Ajun Peneliti Muda. Selanjutnya pada 1 Oktober 1995menjabat Ajun Peneliti Madya; 1 Nopember 1997 menjabatPeneliti Muda; 1 Desember 2000 menjabat Peneliti Madya, 1Oktober 2001 menjabat Ahli Peneliti Madya, dan 1 Januari 2003menjabat sebagai Ahli Peneliti Utama. Sejak menekuni jalurfungsional peneliti (1994) telah mempublikasikan karya ilmiahdibidang Ekologi perairan, perikanan, dan Pengelolaan perairansebanyak 70 buah (54 penulis tunggal, 7 penulis utama dan 9penulis ke-2).

50

Naskah (buku) ini berusaha mengungkapkan bahwa limbahorganik budidaya perikanan yakni ikan di KJA dan udang di Tambaktelah menjadi sumber pencemar utama pada sumberdaya lingkunganperairan (SDLP) WADUK dan PESISIR yang telah mengakibatkan: ikan yang dipelihara di waduk Saguling, Cirata Dan Jatiluhur sering

mendadak mati secara masal; yang merugikan petani ikan milyaranrupiah.”.

Udang yang dipelihara di tambalk mati masal, yang mengakibatkanpengusaha berhenti budidaya udang dan membiarkan ribuanhektar tambak terbengkalai serta puluhan ribu petani tambak sertakaryawan industri pendukungnya menganggur.

Anehnya adalah bahwa meskipun sudah jelas bahwa kematianikan dan udang secara masal tersebut disebabkan oleh limbahnyasendiri yang tidak diolah, namun pembudidaya belum sadar apalagimengakui bahwa merekalah yang menjadi penyebab (pencemar)-nya; yang ada justru perasaan dan keluhan bahwa kegagalanmereka adalah korban pencemaran pihak lain.

Fenomena tersebut terjadi karena pembudidaya, peneliti danpengamat lingkungan belum menyadari bahwa SDLP WADUK DANPESISIR ITU HIDUP; artinya SDLP itu selalu berubah. Mereka perludiperlakukan dengan baik sehingga tidak berubah kearah yangmerusak/mencemari. Jika metabolisme badan air terganggu (karenaterpolusi kegiatan manusia) maka badan air akan sakit (tercemar)dan kehilangan fungsinya. Untuk itu pengelola harus bijaksana danpenuh rasa emphati dalam memberdayakan SDLP; sehingga tidaksampai melampaui kemampuan (dayadukung)-nya. Tanpa rasaemphati, maka KJA di waduk terus ditambah dan tambak diberimakanan tak terbatas. Jika ini terus dilakukan maka jangan heran jikawaduk-waduk di Citarum dan perairan pantai yang tertutup akanmenjadi ”COMBERAN RAKSASA” yang tak berguna dan menjijikan.

Berbagai peraturan dan teknologi pengelolaan limbah telahdisosialisasikan, namun karena perlu biaya besar dan kesadaranlingkungan serta rasa emphati “stakesholders” yang masih rendah,maka belum ada yang diterapkan dengan serius sehinggapencemaran terus berjalan. Naskah ini mengulas dan menyarankanperlunya perubahan paradigma baru dalam penyediaan teknologipengendalian pencemaran waduk dan tambak; yakni dari teknologiyang memerlukan biaya tinggi ke teknologi biaya rendah bahkan bisamenghasilkan produk bernilai ekonomi. (Yusoegarno, 2004).