biomedik - komunikasi sel
TRANSCRIPT
Komunikasi sel tentu melibatkan komponen-komponen dari sel itu sendiri. Setiap sel
mempunyai reseptor agar bisa “berkomunikasi” atau menerima sinyal yang dibawa oleh
molekul sinyal (ligan). Reseptor-reseptor sinyal sebagian besar merupakan protein
membran plasma yang tertanam dalam membran plasma sel. Protein reseptor ini
mentransmisikan informasi dari lingkungan ekstraseluler yang dibawa ligan ke bagian
dalam sel dengan cara berubah bentuk (beragregasi). Hal ini hanya terjadi saat protein
reseptor berikatan dengan ligan spesifik.1 Ligan yang berikatan dengan protein reseptor
ini disebut sebagai pembawa pesan pertama (first messenger).2 Protein reseptor membran
mempunyai tiga tipe utama, yaitu
A. Saluran Ion Bergerbang-Ligan (Ligand-Gated Ion Channel)
Pertama, reseptor ini mengikat ligan spesifik pada situs spesifik di sisi
ekstraselulernya. Reseptor ini kemudian berubah bentuk dan berperan layaknya
gerbang bagi ion spesifik. Gerbang ini dapat membuka dan menutup sehingga
memungkinkan atau menghalangi ion seperti Na+ atau Ca+ untuk masuk ke dalam
sel.3
Campbell, Reece, et al. Biologi. Edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta: Erlangga. 2008. P.227.
B. Reseptor Tirosin Kinase (Receptor Tyrosine Kinase)
Pengertian dari kinase adalah enzim yang mengkatalis transfer gugus fosfat.
Sehingga yang dimaksud dengan tirosin kinase adalah enzim yang mengkatalis
transfer gugus fosfat dari ATP ke asam amino tirosin pada protein substrat.
Dengan kata lain, reseptor tirosin kinase adalah reseptor membran yang
melekatkan fosfat ke tirosin.4
Hal yang membedakan antara reseptor tirosin kinase dengan reseptor terkopel-
protein G adalah kemampuannya yang memicu banyak jalur hanya dengan satu
peristiwa pengikatan ligan. Reseptor tirosin kinase dapat mengaktivasi sepuluh
atau lebih jalur transduksi dan respons seluler yang berbeda hanya dengan satu
kompleks saja. 4
Campbell, Reece, et al. Biologi. Edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta: Erlangga. 2008. P.228.
Sebelum berikatan dengan ligan, reseptor tirosin kinase merupakan
polipeptida individual. Reseptor tirosin kinase terbagi atas tiga bagian, yaitu situs
pengikatan ligan yang berada di bagian luar sel, heliks α yang melintangi
membran, dan ekor di bagian dalam sel yang mengandung banyak tirosin. Jika
terjadi pengikatan ligan, misalnya faktor pertumbuhan, dua polipeptida reseptor
akan berasosiasi membentuk dimer (dimerisasi). 4
Campbell, Reece, et al. Biologi. Edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta: Erlangga. 2008. P.228.
Terjadinya dimerisasi membuat wilayah tirosin kinase menjadi aktif. Setiap
tirosin kinase kemudian menambahkan satu fosfat yang didapat dari ATP ke
tirosin pada ekor polipeptida. Protein reseptor yang telah teraktivasi seluruhnya
lalu dikenali oleh protein relai spesifik. Protein relai adalah protein yang berperan
dalam jalur transduksi. Protein relai pun berikatan dengan tirosin yang telah
terfosforilasi dan menjadi teraktivasi. Protein relai yang teraktivasi lalu berubah
bentuk dan memicu suatu jalur transduksi yang berujung pada respons seluler. 4
C. Reseptor Terkopel-Protein G (G Protein-Coupled Receptor)
Reseptor ini menggunakan bantuan dari protein
G. Protein G adalah protein yang mengikat molekul
GTP yang kaya akan energi. Struktur reseptor
terkopel-protein G memiliki struktur berupa
polipeptida yang memiliki tujuh heliks α yang
transmembran dan terdapat lengkung-lengkung
spesifik yang membentuk situs pengikatan untuk
ligan dan molekul protein G. 5
Campbell, Reece, et al. Biologi. Edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta: Erlangga. 2008. P.229.
Protein G melekat pada membran plasma di sisi sitoplasmiknya (sisi yang
menghadap ke sitoplasma). Sumber energi protein G dapat berupa GTP dan GDP.
Ketika GDP berikatan dengan protein G, seperti pada gambar pertama, protein G
menjadi inaktif. 5
Ketika ligan berikatan dengan reseptor, reseptor pun berubah bentuk dan
berikatan dengan protein G yang inaktif. Hal ini membuat GTP menggantikan
GDP sehingga protein G menjadi aktif. 5
Campbell, Reece, et al. Biologi. Edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta: Erlangga. 2008. P.229.
Selanjutnya, protein G yang telah teraktivasi terlepas dari reseptor dan
berikatan dengan suatu enzim. Hal ini mengubah bentuk dan aktivitas enzim
tersebut. Enzim ini lalu memicu langkah berikutnya yang berujung pada respons
sel. 5
Namun, protein G juga merupakan enzim GTPase sehingga perubahan pada
enzim dan protein G hanya sementara dan bersifat reversible. Protein G
menghidrolisis GTP yang melekat menjadi GDP sehingga protein G menjadi
inaktif kembali. GTPase memungkinkan padamnya jalur sinyal dengan cepat saat
ligan sudah tidak ada lagi. 5
Selain pembawa pesan pertama yang merupakan ikatan antara ligan dan protein
reseptor, sinyal juga dikomunikasikan melalui pembawa pesan kedua (second
messenger). Pembawa pesan kedua mentransmisi sinyal dari membran plasma ke mesin
metabolik dalam sitoplasma. Pembawa pesan kedua ini berupa ion. Ion adalah molekul
nonprotein berukuran kecil yang larut-air sehingga dapat menyebar dengan cepat ke
seluruh bagian sel dengan berdifusi. Pembawa pesan kedua yang sering digunakan adalah
AMP siklik (cAMP) dan ion kalsium, Ca2+.6
A. AMP Siklik (cAMP)
Kerja AMP siklik sebagai pembawa pesan kedua merupakan kelanjutan dari
transduksi sinyal dalam jalur pensinyalan protein G.
Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, pembawa pesan pertama,
yang dalam gambar berupa epinefrin,
berikatan dengan reseptor. Reseptor lalu
berubah bentuk dan berikatan dengan
protein G yang masih inaktif. Ikatan ini
membuat GTP pada protein G
menggantikan GDP sehingga protein G
menjadi aktif. Protein G yang aktif
kemudian terlepas dari reseptor dan lalu
berikatan dengan suatu enzim, yang
dalam gambar berupa enzim adenilil siklase.
Selanjutnya, enzim adenilil siklase mengkatalisis sintesis banyak molekul
cAMP dengan cara mengubah ATP menjadi cAMP. Hal ini menyebabkan
konsentrasi cAMP dalam sel dapat bertambah hingga 20 kali lipat. cAMP lalu
memancarkan sinyal ini ke sitoplasma. Efek dari cAMP adalah aktivasi
serin/treonin kinase atau yang disebut protein kinase A. Protein kinase A lalu
memfosforilasi protein lain yang berujung pada respon selular. 6
Namun, setelah pembawa pesan pertama—epinefrin—menghilang, cAMP
diubah oleh enzim fosfodiesterase menjadi AMP atau menjadi tidak aktif lagi.
Begitu juga dengan enzim adenilil siklase yang menjadi tidak aktif lagi karena
aktivitas GTPase oleh protein G. Sedangkan yang menginaktivasi protein kinase
A adalah protein fosfatase yaitu dengan menyingkirkan gugus fosfat protein ini
(defosforilasi). 6
B. Ion Kalsium dan Inositol Trifosfat (IP3)
Ion kalsium adalah pembawa pesan kedua yang paling sering digunakan,
bahkan lebih sering daripada cAMP. Ligan menginduksi respon sel targetnya
melalui jalur transduksi yang meningkatkan konsentrasi ion kalsium (Ca2+) dalam
sitosol. Peningkatan konsentrasi ini yang kemudian menyebabkan respon dari sel
target. 7
Ion kalsium sebagai pembawa pesan kedua
dapat digunakan dalam jalur transduksi oleh
protein G maupun reseptor tirosin kinase.
Penyebab ion kalsium dapat menjadi pembawa
pesan kedua adalah karena konsentrasi dalam
sitosolnya yang jauh lebih rendah
dibandingkan di luar sel. Hal ini karena ion
kalsium selalu secara aktif ditranspor ke luar
sel dan diimpor secara aktif pula ke dalam
retikulum endoplasma. Sehingga konsentrasi
ion dalam RE pun lebih tinggi dibandingkan di
sitoplasma. 7 Campbell, Reece, et al. Biologi. Edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta: Erlangga. 2008. P.234.
Campbell, Reece, et al. Biologi. Edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta: Erlangga. 2008. P.234.
Awalnya, ligan berikatan dengan reseptor dan berperan sebagai pembawa
pesan pertama. Reseptor lalu berubah bentuk dan berikatan dengan protein G
yang masih inaktif. Ikatan ini membuat GTP pada protein G menggantikan GDP
sehingga protein G menjadi aktif. Protein G yang aktif kemudian terlepas dari
reseptor dan lalu berikatan dengan suatu enzim, yang dalam gambar berupa enzim
fosfolipase C. Fosfolipase C kemudian membelah fosfolipid pada membran
plasma, yang disebut PIP2, menjadi DAG (diacylglycerol) dan IP3 (inositol
triphosphate). IP3 kemudian menjadi pembawa pesan kedua dan berdifusi dalam
sitosol, sedangkan DAG menjadi pembawa pesan kedua di jalur lain. 7
IP3 kemudian berikatan dengan saluran kalsium bergerbang- IP3 pada
membran RE. Protein reseptor pada RE bertipe Saluran Ion Bergerbang-Ligan,
sehingga setelah IP3 berikatan dengan reseptor tersebut, gerbangnya pun terbuka
dan Ca2+ dari RE pun keluar ke sitosol. Hal ini menyebabkan konsentrasi Ca2+
dalam sitosol meningkat. Selanjutnya, Ca2+ mengaktivasi protein-protein
berikutnya yang berujung pada respon sel. 7
Mekanisme komunikasi sel dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu penerimaan,
transduksi, dan respons.8 Jalur dari transduksi sinyal dapat mengarah ke regulasi satu atau
lebih aktivitas selular. Respons dari jalur ini dapat berujung pada nukelus sel atau di
sitoplasma. Jalur pensinyalan yang berujung pada nukleus sel meregulasi sintesis protein.
Nukleus merespons sinyal dengan mengaktivasi suatu gen spesifik oleh faktor
pertumbuhan. Sedangkan, jalur pensinyalan yang berujung pada sitoplasma sel
meregulasi aktivitas protein. Contohnya, sitoplasma merespons sinyal dengan
merangsang penguraian glikogen oleh epinefrin.9
RESPONS DI NUKLEUS
Banyak jalur pensinyalan yang berujung pada nukelus dan menghasilkan respons
berupa sintesis protein. Contohnya adalah aktivasi suatu gen spesifik dalam sintesis
protein oleh testosteron.
Hormon testosteron termasuk hormon steroid.
Hormon steroid adalah molekul sinyal yang hidrofobik
dan cukup kecil untuk melintasi interior fosfolipid
membran. Protein reseptor testosteron berada di dalam
sel target namun hal ini bukanlah masalah karena
testosteron dapat menembus membran dan masuk ke
dalam sel. Testosteron lalu berikatan dengan protein
reseptornya dan mengaktivasi protein tersebut. Protein
reseptor yang telah aktif ini lalu memasukin nukleus
dan berperan sebagai faktor transkripsi. 1
Saat transkripsi, faktor transkripsi—yang
merupakan protein reseptor testosteron— menyalakan
dan memadamkan gen spesifik dalam nukleus. 9 Faktor
transkripsi ini mengontrol gen mana yang ditranskripsi
menjadi RNAduta. Setelah terbentuk, RNAduta pun
meninggalkan nukleus dan ditranslasi menjadi protein
spesifik dalam ribosom. Begitulah sintesis protein yang
terjadi sebagai bentuk respon sel. 10
Campbell, Reece, et al. Biologi. Edisi
Kedelapan Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
2008. P.230.
RESPONS DI SITOPLASMA
Selain meregulasi sintesis protein, jalur pensinyalan juga dapat meregulasi aktivitas
protein dengan memengaruhi secara langsung protein yang berfungsi di luar nukleus.
Contohnya respons sitoplasma sel hati terhadap pensinyalan hormon epinefrin yang
berujung pada penguraian glikogen menjadi glikolisis.
Epinefrin yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal
berikatan dengan reseptor terkopel-protein G. Hal
ini menyebabkan reseptor menjadi berubah bentuk
dan kemudian berikatan dengan protein G yang
masih inaktif. Karena ikatan ini, GDP pada protein
G digantikan oleh GTP yang mengaktifkan protein
G tersebut. Protein G yang telah aktif kemudian
terlepas dari reseptor dan berikatan dengan enzim
adenilil siklase. Enzim adenilil siklase kemudian
merubah ATP menjadi cAMP yang merupakan
second messenger. Setiap adenilil siklase merubah
100 ATP menjadi 100 cAMP.
Setiap cAMP lalu berikatan dengan protein kinase A dan mengaktifkannya. Protein
kinase A yang aktif lalu berikatan dengan enzim fosforilase kinase. Protein A juga
mentrasfer suatu fosfat dari ATP ke enzim fosforilase kinase sehingga mengaktifkan
enzim ini. Proses ini disebut fosforilasi. Enzim fosforilase kinase yang aktif kemudian
berikatan dengan enzim glikogen fosforilase dan juga menfosforilasinya. Setelah
difosforilasi, enzim glikogen fosforilase pun aktif. Enzim glikogen fosforilase kemudian
berikatan dengan glikogen dan menfosforilasinya. Glikogen yang difosforilasi pun
berubah menjadi glukosa-1-fosfat.
1. Campbell, Reece, et al. Biologi. Edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
2008. P.227.
2. Campbell, R eece, et al. Biologi. Edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
2008. P.232.
3. Campbell, Reece, et al. Biologi. Edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
2008. P.227.
4. Campbell, Reece, et al. Biologi. Edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
2008. P.228.
5. Campbell, Reece, et al. Biologi. Edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
2008. P.229.
6. Campbell, Reece, et al. Biologi. Edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
2008. P.232-233.
7. Campbell, Reece, et al. Biologi. Edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
2008. P.233-234.
8. Campbell, Reece, et al. Biologi. Edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
2008. P.225.
9. Campbell, Reece, et al. Biologi. Edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
2008. P.235.
10. Campbell, Reece, et al. Biologi. Edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
2008. P.230.
11.